Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

Page 1


TAJUK Gaung AMAN edisi Mei 2013

Liputan khusus Rapat Kerja Nasional AMAN di Palangka Raya-Tumbang Malahoi, Kalimantan-Tengah, tanggal 19-23 April 2013 lalu, bisa dikatakan sebagai gong penanda dimulainya kerja besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan segudang tantangannya. Gagasan Masyarakat Adat dan Indonesia Baru, Ekonomi kreatif, Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD), hingga perjuangan (legal standing) pengakuan-perlindungan dalam undang-undang sebagai pekerjaan rumah AMAN yang harus segera diselesaikan. Hal menarik lainnya dapat kita lihat dari sambutan yang disampaikan oleh Gubernur Kal-Teng, Bupati Gunung Mas, Sekjen AMAN dan sejumlah sarasehan yang digelar serta geliat Koperasi AMAN-MANDIRI.

GaunG aman Edisi ke 48 mei 2013

Gaung AMAN terbit dua bulan sekali untuk membuat perkembangan dan kegiatan organisasi. Redaksi menerima sumbangan tulisan yang bertujuan memajukan gerakan masyarakat adat, dan berhak mengedit-nya tanpa mengubah substansi. SAMPUL DEPAN Masyarakat Adat Bersiap Diri Merebut Cahaya Kemenangan

Rakernas AMAN ke-III juga merumuskan program kerja untuk Pengurus Besar, 20 Pengurus Wilayah dan 82 Pengurus Daerah sebagai pemandu kerja-kerja di komunitas adat ke depannya.

DITERBITKAN Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

RUU PPHMA Dari Baleg ke Komisi. Meski disetujui sebagai usul inisiatif DPR, RUU PPHMA, perjuangan belum selesai. Mengawal tahapan selanjutnya, yaitu agenda pembahasan pada Badan Musayawarah untuk memutuskan apakah RUU ini akan dibahas di Komisi, Pansus atau Baleg. DPR akan mengirimkan RUU inisiatif DPR ini kepada Pemerintah, kemudian Presiden akan menunjuk Kementerian tertentu untuk membahasnya bersama badan DPR.

PENANGGUNG JAWAB Arifin Saleh Deputi I PB AMAN; Bidang Kelembagaan, Komunikasi dan Penggalangan Sumberdaya

Kritik Pada puncak acara perayaan 50 tahun Agraria Nasional Tanggal 21/ 10/ tahun 2010 di Bogor, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera bekerja menyelesaikan konflik-konflik agraria. Lebih lanjut Presiden SBY mengharapkan peran BPN, khususnya dalam mengatasi sengketa pertanahan yang melibatkan banyak pihak, salah satunya adalah penegakan hukum dan menyelesaikan konflik dengan komunitas adat secara maksimal, serta mencari solusinya. Tampuk kepemimpinan Kepala BPN dari Joyo Winoto kemudian diserahkan pada mantan Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Mungkin saja Hendarman perlu beradaptasi, namun beban politik pemerintah atas BPN juga cukup besar.

PIMPINAN REDAKSI Direktur Informasi dan Komunikasi PB AMAN

Rubrik Khusus Kegigihan Mama Aleta Ba’un perempuan kelahiran Lelobatan, Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, 16 Maret tahun 1963 berhasil mempertahankan tanah leluhurnya serta membangun solidaritas menjadi inspirasi bagi kaum tani dan masyarakat adat, khususnya kaum perempuan adat, telah membawanya meraih penghargaan lingkungan hidup “Goldman Environmental Prize 2013”. Refleksi satu tahun,”Temu Nasional Perempuan Adat Nusantara,” di bukit Doa, Tobelo, Halmahera Utara, April, tahun 2012.

Berita Komunitas AMAN Kalimantan Barat meminta pemerintah menghentikan perijinan investasi skala besar di Kalimantan Barat, baik itu perkebunan, tambang dan Hutan Tanaman Industri (HTI- IUPHHK). 60 Tahun Badan Perjuangan Rakyat Penunggu (BPRPI) Seminar; “Registrasi dan Legalisasi Wilayah Adat Rakyat Penunggu,” serta pengukuhan Pengurus PW AMAN SUMUT - BPRPI. Pelatihan CO dan Musda AMAN Kutai Barat Kehidupan Open Pit, penambang (illegal) tanpa izin, berasal dari desa – desa di Soa Pagu maupun suku pendatang di Halmahera. Kolom budaya meyajikan Rumah Betang, Pantun dari Eliza Kissya, puisi buah karya perempuan adat AMAN. Galeri photo Rakernas ke-III Palangka Raya-Tumbang Malahoy dan Aksi damai HKMAN ke 14 di Bundaran Hotel Indonesia .***

Cerita Sampul Sekjen AMAN, DAMANNAS, Ketua BPH dan Dewan Wilayah, Ketua BPH dan Dewan Daerah melakukan RAKERNAS AMAN III di Tumbang Malahoi, Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang di buka oleh Gubernur Kalimantan Tengah.

REDAKTUR PELAKSANA Jeffar Lumban Gaol EDITOR Jeffar Lumban Gaol Erasmus Cahyadi Mina Setra LAYOUT Snik KONTRIBUTOR Abdon Nababan Eustobio Rero Renggi Mona Sihombing Farid Patricia Wattimena Mahir Takaka Taryudi Caklid Annas Radin Sarif Elisabeth Nusmartaty Yoga Saipul Rizal “Kipli” Rukka Sombolinggi Rainny Situmorang Simon Pabaras Indra Wahid Surti Handayani Silvy Linda PW AMAN PD AMAN DISTRIBUSI Yohanes Senda Debi Lisa Sitanala Yusuf Andi Warnoto ALAMAT REDAKSI Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A Jakarta Selatan 12820 Telp/Fax: +62 21 8297954/8370 6282 E-mail: rumahaman@cbn.net.id Website: www.aman.or.id

2 mei 2013


DAFTAR ISI

18 I buDaya Rumah Betang bagi Keluarga Besar Dayak I Pantun

5HentikanI Pembahasan info aman dan Pengesahan RUU

Pemberantasan Perusakan Hutan [RUU P2H] I Penandatanganan MoU AMAN dengan DPRD Malinau, Kalimantan Utara

22 I Kritik Peran BPN Minim dalam Penyelesaian Konflik-Konflik Agraria

9 I Laporan utama Pidato Sekjen AMAN dalam menyambut Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2013 dan 14 Tahun AMAN I Siaran Pers Peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan 14 Tahun AMAN I Pernyataan Sikap AMAN pada Rapat Kerja Nasional AMAN ke III I Bupati Gunung Mas Menyikapi Gagasan Indonesia Baru

25 I berita komunitas

Amankan Wilayah Adat Talang Mamak Galang Swadaya Untuk Melakukan Pemetaan Partisipatif I Hentikan Ijin Investasi Skala Besar di Kalimantan Barat I Pertarungan Hidup di Open Pit I 60 Tahun BPRPI I Pertemuan Pemuda Adat Tano Batak Bangkit Bersatu I RSPO Tegaskan Larangan Aktifitas PT. Borneo Surya Mining Jaya di Wilayah Adat Muara Tae I Koperasi AMAN Mandiri I Penandatanganan Kesepahaman Bersama pembentukan dan pengembangan Credit Union ala Masyarakat Adat I Penguatan Sistem Penggalangan Dana Organisasi yang Mandiri I Pengukuhan Koodinator Perempuan AMAN Kalimantan Tengah I Sarasehan Memperkuat Organisasi, Tantangan Setelah Kemenangan Diraih

50 I Galeri 39 I rubrik khusus AMAN Sampaikan Materi Pokok dalam Dengar Pendapat Umum Badan Legislasi (BALEG) DPR RI terkait RUU Masyarakat Adat I Indonesia Baru di Tangan Masyarakat Adat I Perjuangkan Tanah Leluhur I Perempuan Adat dan Perkembangannya

3 mei 2013


SUraT pembaca info aman

Heriyanto

RUU PPHMA Terhitung awal tahun 2013, yakni rabu, 06 februari 2013 awal dimana nasip dan masa depan Masyarakat Adat di perbincangkan, pembahasan RUU PPHMA ini di bahas di Badan Legeslasi DPR –RI, Rancangan UU yang menjadi usulan AMAN melalui fraksi Partai PDIP. Pada tanggal 18 februari dan sidang lanjutan terhadap RUU ini kemudian berlanjut pada RDPU antara BaLeg dengan AMAN pada tangal tujuh maret tahun 2013, dalam masa perjalanannya pembahasaan RUU ini sangat berat di nilai oleh anggota panja alam hal ini Anggota BaLeg, karna dari beberapa anggota panja menyamapaikan betapa beratnya RUU ini karna akan berbenturan dengan UU yang ada, namun iu tidak menjadi persoalan kemudian sehingga pembahasannya terus bergulir, inti pokok yang menjadi prioritas pembahasaan yakni saat pembentukan badan khusus yang mengurus Masyarakat adat dan penentuan pihak yang berhak mengindentifikasi dan memverifikasi terhadap keberadaan masyarakat adat. ada beberapa proses yang memang biasa kami kawal karna bersifat terbuka, namun tak sedikit juga sidang–sidang yang sifatnya tertutup tidak dapat kami ikuti, namun untuk memperoleh informasi tersebut kami lakukan negosiasi dan konsultsai dengan fraksi – fraksi yang mendukung RUU ini. Waktu terus berjalan, hingga pada tanggal 25 Maret 201 Baleg mengadakan rapat tertutup di sebuah hotel di Jakarta pada malam hari, rapat ini merupakan rapat akhir penetapan RUU PPMA, hingga esoknya pada tanggal 26 Maret 2013 kemudian di ketok dan disetujui oleh anggota Panja bahwa RUU ini disahkan menjadi RUU usulan Baleg Ke Paripurna, rapat ini berlangsung hanya 5 menit. Seharusnya di awali dengan penyamapaian pandangan mini anggota Panja atas Fraksi, namun kemudian ketua sidang menginstruksikan, menampung pandangan itu yang diajukan ke Ketua. Baleg tinggal mengajukannya Ke sidang paripurna sebagai RUU “ Inisiatif Baleg” .

4 mei 2013

Kamis tanggal 10 April adalah hari penting bagi RUU PPHMA, dimana pada hari itu akan diputuskannya beberapa RUU termasuk RUU PPHMA dan RUU Nagoya Protocol, menjadi RUU inisiatif RUU DPR – RI terhadap Presiden, kami selaku Masyarakat Adat dan pengurus Besar AMAN turut hadir Sebagai komisi balkon menghadiri Acara Besar ini, dengan pakaian khas daerah masing masing, kami mengikui siding dengan hikmat, sempat sebelum masuk kami dicegat oleh amdal DPR-RI ( Security ) karna tidak mengantongi ijin untuk hadir dan melebihi jumlah kunjungan formal hanya 5 atau 6 orang. Kami pun sempat bersitegang, namun setelah kami proses lewat HUMAS semua biasa masuk. Proses persidangan sama degan proses akhir persidangan di baleg, RUU di sahkan dan di ketok palunya, pandangan fraksi di tampung dan dikumpulkan. Sampai saat ini masyarakat adat masih menunggu proses selanjutnya. Selama proses ini berjalan kami juga terus melakukan pendekatan – pendekatan kepada anggota fraksi dari berbagai partai agar mendapat dukungan sepenuhnya dari DPR-RI hingga prosesnya di percepat, kami berharap semoga semunya berjalan lancar, amin amin. Salam Nusantara Salam Masyarakat Adat

Mahkamah Konstitusi. Selain itu AMAN juga mengawal ketat pembahasan dan pengesahan RUU tentang Masyarakat Adat agar menjadi hukum yang kuat untuk melindungi keberadaan Masyarakat Adat beserta hakhaknya yang kini telah menjadi RUU inisiatif DPR RI untuk dibahas bersama pemerintah terkait. Namun secara tiba-tiba muncul RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H) dengan tujuan menegakkan hukum agar hutan alam Indonesia tidak punah namun pada kenyataannya belum bisa mewujudkan maksud tersebut. Jika dicermati pasalperpasal dalam rancangan tersebut lebih untuk memenuhi kepentingan pihak asing dan melindungi tindak pelanggaran hukum oleh perusahan-perusahaan yang kini beroperasi justru lebih menonjol daripada upaya yang diinginkan sesuai dengan namanya UU Pemberantasan Pengerusakan Hutan (P2H). Menurut saya RUU tersebut tidak layak untuk disahkan karena jika disahkan penegakan hukumnya hanya terhadap rakyat kecil tetapi tidak menyentuh kelompok terorganisir dan para pemodal yang mengantongi ijin serta merusak hutan. Sehingga hanya akan semakin menguatkan tindak kriminal terhadap masyarakat lokal khususnya Masyarakat Adat yang memanfaatkan hasil hutan untuk menopang kehidupan sehari-hari.

[Heriyanto] Salam Hangat.

+++

[Adi Kusuma] Tana Luwu

+++ Adi Kusuma Rinting

Hentikan diskriminasi berkepanjangan terhadap masyarakat adat

Ada beberapa masukan saya untuk Gaung AMAN :

1. Mungkinkah Gaung Aman bisa lebih banyak memuat tulisan dengan memperbanyak halaman ? Masalah biasa mungkin dapat Peraturan perundang-undangan diakali dengan saat ini tidak memadai dan belum mampu menurunkan kualitas kertas. menangani konflik-konflik yang terjadi di nusantara khususnya wilayah masyarakat 2. Bagaimana kalau pembaca di beri adat. Menurut saya peraturan yang ada lebih ruang untuk mengusulkan tema tulisan ? memihak terhadap korporasi untuk mer- Mungkin bisa dilakukan dengan sistem SMS. ampas hak-hak masyarakat adat. Sehingga sangat wajar AMAN mengajukkan Judicial Re- Salam, view atas UU No. 41/1999, tentang Kehutanan [Rinting] yang hingga saat ini belum diputuskan oleh AMAN Kalteng


info aman

KONFERENSI PERS

“HENTIKAN PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RUU PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (RUU P2H)� ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN)

R

eformasi kehutanan merupakan desakan yang sejak lama disuarakan oleh Masyarakat Adat. Dalam setiap Kongres Masyarakat Adat Nusantara maupun Rapat Kerja Nasional AMAN maupun dalam pertemuanpertemuan pengurus AMAN pada berbagai tingkatan, kritik terhadap UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK) merupakan tema yang selalu ada. Kritik dan desakan untuk segera mereformasi peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan yang dimulai dari UUK didasarkan pada kenyataan bahwa selama 14 tahun UUK diberlakukan, praktis hanya menghasilkan trauma mendalam bagi Masyarakat Adat. UU itu telah menjadi basis legal bagi perampasan wilayahwilayah adat oleh negara yang sebagian besar diantaranya diikuti dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat. Umumnya, wilayahwilayah adat yang diambil itu diserahkan oleh negara kepada sektor-sektor logging dan perkebunan dan juga pertambangan, yang hingga hari ini, terus meminggirkan hak Masyarakat Adat untuk sejahtera serta berdaulat di atas wilayahnya sendiri. Selama 6 bulan terakhir saja UUK telah dipergunakan sebagai dasar hukum untuk menahan tidak kurang dari

218 anggota Masyarakat Adat di berbagai wilayah di nusantara. Mulai dari tuduhan masuk kawasan hutan tanpa ijin (kasus Datu Pekasa yang akhirnya dipenjara oleh PN Sumbawa) sampai pada tuduhan melawan aparat karena Masyarakat Adat mencoba melindungi Hutan Kemenyan (hutan adat) dari penggusuran oleh perusahaan (kasus Pandumaan Sipituhuta) dan tuduhan lainnya. Menyadari bahwa reformasi hukum di bidang kehutanan sangat penting maka pada tahun 2012, AMAN telah mengajukkan Judicial Review atas UUK No. 41/1999, yang saat ini belum diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, masyarakat sipil juga telah mendorong revisi UUK yang saat ini telah masuk dalam Prolegnas 2013. AMAN juga tengah mendorong agar RUU Masyarakat Adat disahkan tahun ini. Adanya UU yang melindungi hak-hak Masyarakat Adat, menjadi sangat penting untuk memandu berbagai UU lainnya yang berkaitan dengan Masyarakat Adat, termasuk sektor kehutanan. Namun demikian, di tengah carut-marut persoalan kehutanan yang belum terselesaikan ini, dan di tengah upaya Masyarakat Adat dan masyarakat sipil untuk mendorong perubahan kebijakan yang lebih berkeadilan, tiba-tiba

Masyarakat Adat di dalam hutan

5 mei 2013


info aman Pemerintah bersama dengan Komisi IV DPR-RI justeru diam-diam tengah mempercepat lahirnya UU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P2H). Secara proses, terdapat indikasi bahwa pembahasan RUU P2H ini dilakukan secara tertutup dan diamdiam. Masyarakat Adat yang sangat tergantung pada hutan dan merupakan pihak yang paling akan terkena dampak dari UU ini jika disahkan, tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan RUU P2H ini. Demikian pula, konsultasi publik kepada organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya, tidak pernah dilakukan. Organisasi masyarakat sipil termasuk AMAN terkejut ketika mengetahui bahwa DPR-RI dan Pemerintah berkeinginan untuk segera mensahkan RUU P2H ini pada tanggal 2 April 2013 yang akan datang, tanpa disertai proses-proses konsultasi publik yang seharusnya dilakukan. Secara substansi, RUU ini sangat membahayakan Masyarakat Adat. Pertama, secara umum RUU ini dibangun di atas ketidakjelasan hukum mengenai sistem tenurial. Hingga hari ini Mahkamah Konstitusi masih belum mengeluarkan putusannya terkait dengan Permohonan Uji Materiil atas UUK No. 41/1999 yang telah diajukan oleh AMAN pada tahun 2012 yang lalu. Artinya pengaturan mengenai hutan adat hingga hari ini masih harus mengikuti ketentuan UUK saat ini di mana hutan adat dikonstruksikan sebagai hutan negara yang berada di wilayah Masyarakat Adat. Kedua, dengan kedudukan yang demikian, ditambah dengan definisi-definisi yang lemah dalam RUU P2H, maka ancaman kriminalisasi terhadap jutaan anggota Masyarakat Adat yang hidupnya tergantung pada hutan, tidak akan terelakkan. RUU P2H ini dapat mengkriminalisasi anggota komunitas yang mengambil pohon sebesar tongkat (diameter 10cm) untuk sekedar membuat pagar rumah misalnya, atau dapat mempidanakan anggota komunitas yang membawa parang atau sejenisnya, masuk ke dalam hutan. Definisi kejahatan terorganisir dalam yang lemah dalam RUU P2H ini, dapat memenjarakan 2 orang saja anggota Masyarakat Adat yang masuk ke dalam hutan adatnya tanpa ijin dari pihak berwenang. Tidak disangsikan, bahwa

6 mei 2013

Masyarakat Adat akan kehilangan semua aksesnya terhadap hutan, jika RUU ini disahkan sebagai UU. Rencana pengesahan RUU P2H pada tanggal 2 April 2013, menunjukkan, bahwa reformasi hukum di sektor kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam masih jauh dari harapan. Gelagat ini terlihat dengan tidak adanya upaya yang berarti dari pemerintah dalam menyikapi putusan MK No. 45 tahun 2012 (terkait Uji Materiil yang diajukan oleh beberapa bupati dari Kalimantan Tengah). Pembahasan RUU P2H ini juga tidak punya sense pada kemungkinan perubahan UUK melalui Uji Materiil atas UUK yang diajukan AMAN tahun 2012 lalu, yang saat ini sedang menunggu putusan MK (perkara No. 35/2012). Pembahasan hingga rencana pengesahan RUU P2H ini juga menunjukkan ketidakperdulian pemerintah atas upaya serius masyarakat sipil untuk mendorong revisi UUK yang telah diagendakan di DPR, serta pembahasan RUU Masyarakat adat di Badan Legislasi. Pembahasan dan pengesahan RUU P2H seharusnya menunggu hasil Revisi UUK selesai dilakukan dan RUU Masyarakat Adat disahkan. Dengan demikian, UU yang dihasilkan, tidak berbenturan. Oleh sebab itu, AMAN mendesak DPR-RI dan Pemerintah untuk : 1. Segera menghentikan pembahasan RUU P2H ini karena mengancam kehidupan dan penghidupan jutaan Masyarakat Adat di nusantara. Selain itu, RUU P2H berpotensi besar untuk untuk mengkriminalisasi sekian banyak anggota komunitas Masyarakat Adat yang hidupnya tergantung pada hutan. 2. Mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU tentang Masyarakat Adat dengan catatan bahwa substansinya harus dikonsultasikan secara terbuka kepada Masyarakat Adat dan organisasi Masyarakat Adat serta masyarakat sipil lainnya. RUU P2H hanya dapat dibahas setelah ada payung hukum yang kuat untuk melindungi keberadaan Masyarakat Adat berikut hak-haknya. Dengan demikian, UU yang dihasilkan oleh DPR-RI dan Pemerintah tidak bertentangan satu dengan lainnya. 3. Segera melakukan revisi atas

UUK No. 41/1999. Revisi UUK harus dilandaskan pada semangat untuk melakukan koreksi atas akar persoalan kehutanan, sekaligus merancang UUK yang lebih adil dan mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Artinya Revisi UUK harus dapat memastikan bahwa persoalan pengukuhan kawasan hutan, persoalan hakhak Masyarakat Adat atas wilayah adat dan persoalan lain yang selama ini menjadi kritik publik, mendapatkan tempatnya dalam revisi UUK tersebut. Jakarta, 28 Maret 2013 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kontak Person : Abdon Nababan (Sekjend AMAN) HP: 081 111 136 5 Email : abdon.nababan@aman.or.id Erasmus Cahyadi (Direktur Advokasi) HP: 081 386 911 075 Email : erasmus@aman.or.id

Masyarakat Adat di dalam hutan


info aman

Penandatangan MoU AMAN dengan DPRD Malinau, Kalimatan Utara Jakarta/ Tebet Timur 8 Februari 2013. Keberadaan dan nasib masyarakat adat di Indonesia hingga saat ini masih jauh dari pengakuan serta perlindungan para pemangku kekuasaan/ negara. Pemerintah lewat kementerian- kementeriannya bekerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda) justru memberikan ijin konsesi pada perusahaan-perusahaan skala besar tanpa melakukan sosialisasi serta meminta persetujuan lebih dulu dari masyarakat adat yang telah mendiami dan menguasai wilayah-wilayah peruntukan konsesi tersebut. Masyarakat adat dapat dipastikan sudah berdiam di wilayah konsesi itu secara turun temurun, bahkan jauh sebelum Republik Indonesia ini diproklamirkan.

D

alam beberapa kasus, antara kementerian terkait (Kehutanan, KLH,

Pertanian, BPN dan Pemerintah Kabupaten (dalam hal ini Bupati) justru saling lempar tanggung jawab. Pada sisi lain para anggota DPRD sebagai representasi masyarakat yang seharusnya berpihak pada suara para pemilihnya dimana seharusnya bekerja memantau kinerja dan kebijakan bupati. Apakah kinerjanya bupati di wilayahnya sudah berpihak pada masyarakat?. Namun dalam kenyataanya secara umum mereka justru bersembunyi di balik ketiak orang nomor satu tingkat Kabupaten itu atau perusahaan-perusahaan pemegang ijin konsesi tersebut. Di lapangan acap kali ijin Perkebunan skala besar, tambang atau Ijin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK ) mendapat perlawanan dari masyarakat adat dan akhirnya terjadilah konflik berkepanjangan yang sangat merugikan rakyat, khususnya masyarakat adat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa produk hukum Indonesia sampai hari ini belum akomodatif terhadap tuntutan-tuntutan yang selalu disuarakan oleh kelompokkelompok masyarakat adat. Meskipun memang harus diakui pula bahwa saat ini DPR-RI terutama Badan Legislasinya tengah menggodok satu Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. RUU ini sangat diharapkan oleh kelompok masyarakat adat di seluruh nusantara sebagai satu undang-undang yang akan membuat pengakuan dan perlindungan konstitusional masyarakat adat

Sekjen AMAN dan DPRD Malinau menandatangani Nota Kesepahaman bersama

“mewujud� di dunia nyata. Namun harus disadari pula bahwa upaya pada tingkat nasional melalui penyusunan RUU tersebut tidaklah cukup. Karena itu harus pula kita manfaatkan ruang politik hukum yang semakin terbuka pada era desentralisasi ini. Di samping Kabupaten Lebak dan Kabupaten Kampar, Kabupaten Malinau adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Utara – Propinsi yang baru terbentuk beberapa waktu lalu, juga telah mengambil inisiatif untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat. Pada tahun 2012 DPRD Malinau berinisiatif untuk menyusun PeraturanDaerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Kabupaten Malinau yang kemudian disahkan pada akhir tahun 2012. Tidak berhenti di situ, DPRD Kabupaten Malinau juga merasa bahwa Perda itu masih harus didukung dengan peraturan lain dalam membangun perta-

hanan yang kuat untuk membentengi hak-hak masyarakat adat dari serbuan investasi di masa depan yang bisa mengancam ketahanan pangan masyarakat adat di Kabupaten Malinau. Karenanya DPRD Malinau ingin agar ada peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan lahan-lahan potensial untuk perkebunan dan pertanian bagi masyarakat adat di Kabupaten Malinau. Selain itu DPRD Kabupaten Malinau juga merasa perlu untuk menyusun peraturan yang berkaitan dengan lembaga adat di Kabupaten Malinau. Untuk memulai usaha tersebut, DPRD Kabupaten Malinau mengajak Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk bekerjasama dalam rangka melakukan kajian yang diarahkan untuk menyusun kedua peraturan daerah dimaksud di atas. Untuk kepentingan itu, AMAN dan DPRD Malinau telah melakukan diskusi-diskusi awal terkait dengan gagasan tersebut.

7 mei 2013


info aman Pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Perlinduangan Masyarakat adat inilah yang akan dikerjakan oleh Alinasi Masyakat Adat Nusantara dengan DPRD Kabupaten Malinau, Propinsi Kalimatan Utara. Sebelum melakukan penandatangan Sekjen AMAN dan Ketua DPRD Malinau didaulat untuk menyampaikan sambutannya. Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Abdon Nababan mengatakan, ”Apa yang akan kita kerjakan di Kabupaten Malinau ini bukan hanya untuk rakyat Malinau. Sebab persoalan yang terjadi di Malinau juga dialami seluruh masyarakat adat di Nusantara . Saya mohon pengertiannya karena sebenarnya Perda yang kemarin disahkan sudah kami sosialisasikan ke daerah-daerah lain, kami sudah bicarakan di Kementerian Dalam Negeri, kami sudah sampaikan juga di Kementerian Hukum dan Ham sebagai contoh terbaik yang pernah dilakukan tingkat Kabupaten untuk melindungi rakyatnya.

8 mei 2013

Saya dengar BAPENAS juga sudah ke sana mau mencermati proses Perda ini, bahkan teman-teman dari Papua mau datang ke Malinau, katanya kalau boleh belajar dari DPRD Malinau. Kami juga sebenarnya sedang meminta supaya Panja DPR RI datang ke Malinau, sebagai contoh bahwa masyarakat adat siap untuk menindak lanjuti jika nanti RUU Masyarakat Adat ini disahkan,” papar Nababan. Bak gayung bersambut; Ketua DPRD Kabupaten Malinau, Martin Labo menyatakan rasa syukur atas capaian capaian kecil dalam perjuangan masyarakat adat. Terutama dari perspektif masyarakat adat, karena capaiancapaian kecil seperti ini sesungguhnya tidak mudah dicapai sebab perjuangan masyarakat adat sudah begitu lama dan panjang. “Saya secara pribadi sudah menghabiskan lebih dari 30 tahun usia saya, bekerja bersama masyarakat adat. Saya belajar hidup di universitas kehidupan masyarakat adat. Kita tahu bahwa hak hidup masyarakat adat di Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini tidak banyak dihargai. Karena itu capain-capaian kecil seperti yang kita lakukan pada hari ini patut kita syukuri, supaya kita tetap punya semangat untuk menghadapi tugas-tugas besar masa datang”. Dua rancangan naskah akademik draf Perda itu menyangkut tentang kelembagaan masyarakat adat serta Perda Perlindungan lahan-lahan potensial untuk pengembangan pertanianan. Dua persoalan pokok yang berkaitan dengan ekspresi, eksistensi masyarakat adat. Thema yang ke-dua berkaitan dengan sebuah ancaman global terhadap kehidupan yakni ketahanan pangan. Sebetulnya sekarang ini menurut laporan-laporan para peneliti sudah sampai pada titik sangat rawan. Dan ini juga berkaitan dengan sumbangan kearifan dari masyarakat adat mempertahankan bumi ini sebagi tempat yang layak untuk hidup semua orang. Keduanya kami anggap penting selain menjadi dasar dari Perda yang lalu,” pungkas Martin Labo. //*****


laporan utama

PI DAT O

Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Sekjen AMAN) Pada Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ke 14 Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan 17 Maret 2013

“Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata”

S

ebelumnya, ijinkan saya mengucapkan salam hormat kepada para leluhur Masyarakat Adat nusantara dan Sang Pencipta Alam Semesta Tuhan Yang Maha Kuasa . Saudara saudariku Masyarakat Adat di seluruh nusantara, hari ini kita kembali memperingati hari yang bersejarah dalam perjalanan Masyarakat Adat di Indonesia. Hari ini, 14 Tahun yang lalu, lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai penjuru nusantara berkumpul di Hotel Indonesia menyatakan tekad untuk menyatukan langkah, memperjuangkan dan merebut kembali hak Masyarakat Adat yang selama ini dirampas oleh negara. 14 tahun yang lalu, para pemimpin kita menyerukan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Sikap tersebut adalah wujud perlawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM yang terus terjadi bahkan setelah Indonesia merdeka. Hari ini kita merayakan 14 tahun AMAN. Ijinkan saya mengajak kita semua menelusuri perjalanan Masyarakat Adat dalam satu tahun terakhir. Perjalanan berliku dan diwarnai pasang surut perjuangan dan penegakan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Pertama, saya ingin menyam-

Hidup Masyarakat Adat! Hidup AMAN!

Abdon Nababan [Sekjen AMAN] paikan kemajuan-kemajuan perjuangan Masyarakat Adat nusantara. Kita perlu berterima kasih karena sejak 2012 hingga saat ini DPR RI sedang menggodok RUU Masyarakat Adat yang merupakan mandat UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2. Kita juga perlu berterima kasih kepada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam negara Indonesia. Perkembangan menggembirakan juga terjadi di daerah-daerah. Kita tidak akan lupa bahwa Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara menjadi tuan rumah dan penyelenggara KMAN IV pada bulan April 2012. Kemudian DPR Kabupaten Malinau mensahkan Perda Malinau tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten

Malinau. Saya juga masih mengingat bahwa Bupati Banyuwangi menyambut kami dengan tangan terbuka di Desa Kemiren selama pelaksanaan RPB AMAN Ke-11 pada bulan November 2012. Dan yang terkini adalah sambutan baik dari Pemprov Kalimantan Tengah dan khususnya Pemda Gunung Mas yang menjadi tuan rumah dan penyelenggara RAKERNAS III AMAN bulan lalu di Palangkaraya dan Tumbang Malahoi. Kedua, saya ingin menyampaikan tantangan yang dihadapi gerakan Masyarakat Adat Nusantara ke depan. Kita semua tahu bahwa eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM yang masih tinggi, bahkan cenderung makin marak selama 2013. Konflik atas tanah,wilayah dan sumberdaya alam antara Masyarakat Adat dengan pemerintah dan korporasi terus berlangsung di berbagai pelosok nusantara. Dalam enam bulanterakhir AMAN mencatat ada 203 orang anggota komunitas yang ditahan (Maluku Utara - 49 orang; Pandumaan Sipituhuta - 31 orang; Maluku Tenggara Barat - 76 orang; Sumsel - 3 orang; Sulsel - 11 orang; Tana Luwu - 8 orang; Bengkulu -8 orang; Kalteng - 1 orang; Kalsel 5 orang; Kaltim 5 orang; Sulut - 4 orang; NTB – 1 Orang; Manggarai Timur 1 orang). Sebagian besar diantara mereka sudah dibebaskan atau tahanan luar dan sekitar 10% masih dalam proses di kepolisian atau masih ditahan dan selebihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian. Angka diatas belum termasuk komunitas Masyarakat Adat yang mengalami

9 mei 2013


laporan utama

"

Kalau Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara

putusan ini akan mengembalikan hak konstitusional Masyarakat Adat sebagai pemegang hak kolektif atas hutan adatnya? Ketiga, dalam kesempatan ini ijinkan saya menyampaikan semangat juang dan arahan kepada seluruh masyarakat adat untuk tetap berjuang, dengan atau tanpa Pemerintah!

"

penyerangan dan kekerasan fisik, intimidasi, serta tidak punya akses terhadap layanan hukum dan informasi. Kami memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial ini akan semakin meningkat setahun ke depan bersamaan dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014. Seperti di masa sebelumnya, ijin-ijin dan Hak Guna Usaha di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan uang segar membiayai pemenangan jabatan-jabatan politik melalui Pemilu maupun Pilpres. Kita semua prihatin dengan rendahnya perhatian dan upaya-upaya sistematik dari Pemerintah untuk menyelesaikan ribuan konflik agraria dan konflik sosial yang dialami Masyarakat Adat di seluruh pelosok nusantara. Pemerintah belum menempatkan konflik agraria dan sosial yang saat ini marak sebagai situasi yang luar biasa dan mengancam integritas Negara-bangsa. AMAN kembali menyatakan bahwa konflik agraria dan sosial merupakan bencana nasional dan diperlukan upaya-upaya luar bisa untuk menyelesaikannya secaratuntas. Di tengah-tengah meningkatnya konflik agraria dan pelanggaran HAM ini, AMAN menyesalkan konflik internal

yang terjadi di KOMNAS HAM. AMAN memandang konflik ini sebagai upaya untuk melemahkan lembaga yang seharusnya menjadi harapan sebagai ujung tombak penegakan HAM di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dan KOMNAS HAM perlu segera mengambil langkah-langkahyang diperlukan untuk segera menyelesaikan konflik internal tersebut demi tegaknya pemenuhan HAM di Indonesia. Masyarakat Adat sudah tidak sabar menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, mengenai status hutan adat. Apakah putusan MK nanti akan melanjutkan perampasan hak Masyarakat Adat atas hutan di wilayah adatnya, atau

Lanjutkan pemetaan wilayah adat! Lanjutkan upaya-upaya sistematik untuk memulihkan kekuatan hukum dan peradilan adat! Kembalikan musyawarah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama dan yang paling tinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga adat! Periksa kembali kelembagaan adat, singkirkan anasir-anasir jahat yang sempat dilekatkan Rejim Orde Baru di tengah kehidupan Masyarakat Adat. Perbaharui kelembagaan adat agar mampu memimpin dan membawa Masyarakat Adat menuju zaman baru, Indonesia Baru yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Dengan semakin tingginya eskalasi konflik agraria dan konflik

Aksi damai HKMAN 14 di Bundaran Hotel Indonesia

10 mei 2013


laporan utama sosial yang disertai dengan kriminalisasi kepada para aktivis gerakan Masyarakat Adat, rapatkan barisan! Masyarakat Adat yang lebih cerdas dan terorganisir, kita pasti bisa menyelsaikannya, dengan atau tanpa Pemerintah. Masyarakat Adat harus terus merawat kepercayaan dirinya dan memperteguh komitmennya untuk memimpin dan mengarahkan perubahan yang lebih baik ke masa depan, khususnya dalam menyelesaikan konflik agraria di wilayah adat kita masing-masing. Terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Kongres dan Rakernas AMAN sudah mengamanatkan agar Masyarakat Adat mengutus kaderkader terbaik untuk menduduki jabatanjabatan politik yang memungkinkan kita untuk kembali berdaulat, mandiri dan bermartabat di wilayah adat kita masing-masing. Sejak awal, pilihlah partai politik yang sudah jelas mendukung pengesahan segera RUU PPHMA menjadi UU. Kita sudah bersepakat bahwa di Pemilu dan Pilpres 2014, setiap suara yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak boleh mendukung, apalagi memilih calon legislator atau calon presiden yang maju dari partai yang tidak mendukung RUU Masyarakat Adat! Mari kita persiapkan diri untuk menghadapi saat penting itu! Akhirnya, ijinkan saya untuk menunjukkan kepada seluruh saudarasaudariku Masyarakat Adat di seluruh

penjuru nusantara, bahwa sesungguhnya ada cahaya di ujung lorong yang gelap. Kemajuan-kemajuan kecil dan sedang sudah kita raih sejak kita menyatakan bangkit bersama dengan “Kalau Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Setiap kemajuan ini bagaikan cahaya kecil yang menyinari lorong kehidupan Masyarakat Adat di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, juga di tengah kehidupan global yang sedang mengalami krisis demi krisis. Kemajuan-kemajuan itu juga semakin memperlihatkan kepada kita semua bahwa tantangan di masa depan masih banyak. Lorong kehidupan kita masih remang-remang, antara gelap dan terang. Masa seperti ini adalah masa yang kritis dan berbahaya karena banyak godaan yang memberikan nikmat hidup yangsesaat. Nikmat hidup yang saat ini akan membawa kita menjadi sesat.

Cahaya Besar Sudah di Depan Mata!!!

karenapemberlakuanUUNo. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU Masyarakat Adat akan menjadi cahaya terang yang besar untuk menuntun langkah 70 juta Masyarakat Adat di Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai, berkeadilan dan sejahtera, mengakhiri 68 tahun kemerdekaan yang tertunda dan menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya!! Harapan untuk meraih masa depan yang lebih baik ada di hadapan kita. Saya ingin kita semua memelihara harapan ini dengan doa agar para leluhur Masyarakat Adat nusantara dan Sang Pencipta Alam Semesta Tuhan YangMaha Kuasa membimbing Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengambil keputusanyang adil bagi Masyarakat Adat, seluruh anggota DPR RI dan Presiden RI untuk segera mensahkan dan menyetujui RUU PPHMA sesuai usulan AMAN menjadi UU di tahun 2013 ini. Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata” Hidup Masyarakat Adat! Hidup AMAN!

Abdon Nababan Putusan MK akan menjadi cahaya be- Sekjen AMAN sar yang menuntun kehidupan paling sedikit 30 juta Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya

PEREMPUAN AMAN menyajikan Kuliner Nusantara saat Aksi damai HKMAN 14 di Bundaran Hotel Indonesia

11 mei 2013


laporan utama Siaran Pers

Peringatan HKMAN dan 14 Tahun AMAN “Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat”

T

epat tanggal 17 Maret tahun 1999, lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai

penjuru Nusantara berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Seruan tersebut adalah wujud perlawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM serius yang terus terjadi. Tanggal 17 Maret kemudian dimaknai oleh Masyarakat adat sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara serta terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Seiring bergulirnya perjalanan waktu, pada usia AMAN ke-14 ini ada banyak peristiwa dan catatan Masyarakat adat dalam perjuangannya untuk meraih pengakuan hak-hak yang diwariskan oleh leluhurnya. Cahaya dan harapan mulai menyinari Masyarakat adat, namun Masyarakat Adat masih menunggu dan harus tetap memperjuangkan harapan itu. AMAN berterima kasih kepada DPR RI yang sedang menggodok RUU Masyarakat Adat yang merupakan mandat dari UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2. AMAN juga berterima kasih kepada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam negara Indonesia. Namun, AMAN juga mencatat eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM masih sangat tinggi, bahkan cenderung makin marak pada tahun 2013 ini. Dalam enam bulan terakhir ini saja

12 mei 2013

Aksi damai HKMAN 14 di Bundaran Hotel Indonesia AMAN mencatat ada 218 orang anggota komunitas. Sebagian besar diantaranya sudah dibebaskan atau tahanan luar. Sementara sekitar 10% lagi masih dalam proses Kepolisian atau ditahan dan selebihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian. AMAN memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial akan semakin meningkat setahun ke depan. Hal ini seiring dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014 dimana ijin-ijin dan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan uang segar demi membiayai pemenangan jabatan-jabatan politik saat Pemilu maupun Pilpres. Di tengah-tengah meningkatnya konflik agraria dan pelanggaran HAM ini, AMAN menyesalkan konflik internal yang terjadi di KOMNAS HAM. AMAN memandang konflik ini sebagai upaya untuk melemahkan lembaga yang seharusnya menjadi harapan sebagai ujung tombak penegakan HAM di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dan KOMNAS HAM perlu segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk segera menyelesaikan konflik internal tersebut demi tegaknya pemenuhan HAM di Indonesia. AMAN menyerukan percepatan pemetaan wilayah adat dan pemulihan kekuatan hukum dan peradilan adat! Masyarakat Adat mengembalikan musyawarah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama yang tertinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga

adat. Terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Kongres dan Rakernas AMAN menyatakan bahwa Masyarakat Adat akan memilih partai politik yang sudah jelas mendukung pengesahan RUU PPHMA menjadi UU. Masyarakat Adat sudah sepakat bahwa pada Pemilu dan Pilpres 2014, setiap suara yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak boleh mendukung, apalagi memilih calon legislator, calon presiden yang maju dari partai yang tidak mendukung pengesahan RUU Masyarakat adat. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, akan menjadi cahaya besar yang menuntun kehidupan paling sedikit 30 juta Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya. Undang-Undang Masyarakat Adat akan menjadi cahaya terang yang menuntun langkah 70 juta Masyarakat adat Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai berkeadilan, sejahtera dan mengakhiri 68 tahun kemerdekaan yang tertunda dan menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya. Jakarta, 17 Maret 2013 Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kontak Person : Abdon Nababan (Sekjend AMAN) HP: 081 111 136 5


laporan utama

Pernyataan Sikap AMAN Rapat Kerja Nasional Ke-III

Sekjen AMAN, Ketua DAMANNAS dan Seluruh peserta RAKERNAS AMAN ke III menyambut Bupati Gunung Mas

Adil Ka Talino, Bacura min Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata Pada tanggal 19-24 Februari 2013, telah dilakukan Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (RAKERNAS AMAN), yang dihadiri oleh 300 peserta yang terdiri dari unsur Pengurus Besar, 20 Pengurus Wilayah, dan 83 Pengurus Daerah.

K

ami mengucapkan terima kasih kepada Badan Pengurus Harian AMAN Kalimantan Tengah dan Pengurus Daerah AMAN Gunung Mas, dan secara khusus kepada Pemerintah Kabupaten Gunung Mas yang telah membantu kelancaran proses RAKERNAS III AMAN. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah, khususnya Masyarakat Adat Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas yang telah menyambut seluruh peserta dan menyediakan wilayah adatnya sebagai tempat berlangsungnya RAKERNAS III AMAN. Kami mencatat bahwa telah ada beberapa perubahan kebijakan dan hukum yang memperkuat posisi dan peran masyarakat adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diantaranya

adalah Undang-Undang (UU) No. 27 tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat secara tegas dan UU No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Selain itu Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI sedang membahas RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. Mahkamah Konstitusi juga telah melaksanakan persidangan untuk memeriksa permohonan perubahan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diajukkan oleh masyarakat adat dan sedang menunggu putusannya. Di tingkat daerah, perkembangan positif ditunjukkan oleh Kabupaten Malinau dengan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) No. 10 tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak

Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau. Kerjasama antara AMAN dengan beberapa lembaga negara dapat pula dipahami sebagai bagian dari perkembangan positif tersebut. Kerjasama AMAN dengan Komnas HAM misalnya berupaya mendorong reformasi hukum untuk penegakan HAM masyarakat adat. Sementara salah satu sasaran dari kerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup adalah untuk mengidentifikasi kearifan-kearifan local dalam pengelolaan lingkungan hidup. dengan Badan Pertanahan Nasional, sasaran dari kerjasama yang dilakukan adalah untuk merancang prosedur hukum dalam rangka pendaftaran tanah dan wilayah adat serta penyelesaian konflik pertanahan. Kerjasama terbaru dilakukan dengan Unit Kerja Presiden untuk Pemantauan dan Pengendalian

13 mei 2013


laporan utama Pembangunan (UKP4). Salah satu hasil dari kerja sama itu adalah UKP4 memfasilitasi penerimaan peta wilayah adat oleh Badan Informasi Geospasial/BIG pada November 2012 yang lalu. Kerjasama dengan UKP4 ini merupakan sebuah terobosan yang dilakukan untuk memasukkan peta wilayah adat dalam One Map Policy Indonesia, yang dalam jangka panjang bisa digunakan sebagai acuan pemerintah dalam kebijakan-kebijakan terkait kehutanan dan pertanahan di masa yang akan datang. Meskipun demikian, Pemerintah Indonesia masih belum menunjukkan upaya yang kuat dalam perbaikan tata kehutanan di Indonesia. Implementasi dari STRANAS REDD+ masih sangat lemah karena tidak disertai dengan adanya kelembagaan yang kuat. Moratorium pemberian ijin konsesi di atas kawasan hutan juga sangat lemah karena hanya diatur melalui Instruksi Presiden No. 10 tahun 2011. Mengatasi persoalan yang sudah mengakar dalam tata kelola kehutanan seharusnya dilakukan dengan upaya yang lebih kuat, baik melalui peraturan yang lebih tinggi maupun kelembagaan yang lebih kuat dan permanen. Selain itu, kebijakan pemerintah yang masih bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam yang akan berdampak serius terhadap masyarakat adat. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah salah satu contohnya. Dengan MP3EI, pemerintah

membagi-bagi wilayah Indonesia kedalam zona-zona ekonomi tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ekosistem dan keberadaan masyarakat adat. MP3EI juga masih bertumpu pada investasi skala besar yang hanya akan menguntungkan segelintir pemilik modal. Kami juga mencatat beberapa peristiwa yang kontra produktif dengan upaya-upaya yang telah dan sedang dilakukan. Di lapangan, tindakan-tindakan diskriminasi, intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat masih terus terjadi. Konflik yang masih berlangsung diantaranya adalah: kasus pertambangan yang melibatkan Masyarakat Adat Karonsie di Dongi, Luwu Utara dengan PT. INCO/PT.Vale, Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Rensury di Sumbawa, NTB dengan PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT), Masyarakat Adat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kalimantan Timur dengan PT. Borneo Surya Mining Jaya, Kasus Perkebunan yang melibatkan Masyarakat Adat Pandumaan dan Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari, konflik Masyarakat Adat di Musi Banyuasin melawan puluhan perusahaan perkebunan, kasus taman nasional antara Masyarakat Adat Pekasa di Sumbawa dengan Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa, dan kasus yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap penganut kepercayaan/agama leluhur nusantara, misalnya Kaharingan di komunitas adat Dayak Meratus dan banyak komunitas Dayak di Kalimantan Tengah, serta

kepercayaan Sunda Wiwitan yang dianut Masyarakat Adat Baduy. Proses-proses pembuatan kebijakan public masih jauh dari harapan masyarakat termasuk masyarakat adat. Indonesia saat ini sedang bersiap-siap menyongsong pergantian penyelenggara negara yang akan terjadi pada tahun 2014. Sedang terjadi proses mobilisasi kekuatan politik dan ekonomi diantara para elit politik Indonesia. Masyarakat adat dihadapkan dengan situasi dimana tidak ada sistim politik yang memungkinkan masyarakat adat terlibatsecara penuh dalam pengambilan keputusan khususnya yang menyangkut keberadaan masyarakat adat. Situasi demikian menunjukkan bahwa negara, c.q pemerintah bersikap mendua terhadap masyarakat adat. Di satu sisi, menunjukkan respons positif terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat adat melalui beberapa kebijakan, tetapi di sisi lain pemerintah masih melanggengkan kekerasan dan diskriminasi terhadap masyarakat adat. Kami berpandangan bahwa situasi demikian hanya akan menghalangi usaha bersama untuk membangun bangsa yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Oleh sebab itu, kami, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara : 1. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mensahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat

Ketua DAMANNAS, Gubernur Kalimantan Tengah dan Sekjen AMAN

14 mei 2013


laporan utama (PPHMA), yang sesuai dengan keinginan MasyarakatAdat; 2. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang kebijakan tentang MP3EI dan memperkuat ekonomi berbasis komunitas; 3. Mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan putusan terhadap permohonan Uji Materill atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh AMAN; 4. Mendesak Pemerintah untuk menghentikan diskriminasi terhadap penganut kepercayaan/ agama leluhur nusantara dan segera membuat kebijakan yang mengakui penganut kepercayaan/ agama leluhur nusantara; 5. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan kekerasan dan membuat langkah-langkah yang kongkrit untuk menyelesaikan konflik-konflik terkait tanah, wilayah dan sumberdaya alam di wilayah-wilayah Masyarakat Adat; 6. Mendesak pemerintah untuk mencabut Hak Guna Usaha (HGU), HPH dan ijin tambang di berbagai wilayah adat di nusantara yang melanggar hak dan terus melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat, serta mendesak pemerintah untuk menindak atau menghukum perusahaan-perusahaan yang masih beroperasi di lapangan meskipun ijinnya sudah dicabut. 7. Mendesak Presiden untuk membentuk kelembagaan yang kuat di bawah presiden yang mampu mengatasi sektoralisme dalam implementasi STRANAS REDD+; 8. Mendesak Presiden untuk mempertahankan kebijakan tentang moratorium pemberian ijin konsesi di atas kawasan hutan dengan memperkuat instrument hokum tentang moratorium dan memperpanjang masaberlakunya. Selain itu, kami jugamendesak agar dilakukan evaluasi terhadap moratorium yang sudah berjalan. 9. Mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Instruksi Presiden tentang inventarisasi dan administrasi wilayah-wilayah adat;

10.

11.

12.

Mendesak partai-partai politik untuk mendukung dan menginstruksikan kepada anggota DPR-RI untuk memastikan pengesahan RUU PPHMA pada pertengahan tahun 2013. Terkait dengan hal ini, kami telah bersepakat untuk tidak memilih partai politik yang tidak mendukung pengesahan RUU tersebut. Mendesak Presiden untuk mengeluarkan isntruksi kepada Polda, Korem dan Kodim dan Kodam untuk menghapuskan sigma separatisme OPM di Papua karena terus memicu kekerasan di Papua. Mendorong penyelesaian konflik internal antara komunitas adat dengan komunitas lainnya yang diakibatkan oleh misalnya exodus, atau persoalan lainnya yang menyebabkan terjadinya konflik horizontal yang diselesaikan berdasarkan kearifan masyarakat adat dan dapat melibatkan pemerintah.

Kami mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk memperhatikan hal-hal tersebut di atas dan segera mengambil langkah-langkah positif untuk memastikan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Kami siap bekerjasama untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah Tertanggal ; 23 Februari 2013

15 mei 2013


laporan utama

Bupati Gunung Mas Menyikapi Gagasan Indonesia Baru

H

ambit Bintih, Bupati Gunung Mas, menyampaikan sambutan menarik saat membuka RAKERNAS AMAN KE-III di Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas Februari lalu. Apa kendala yang dihadapinya sebagai seorang Bupati dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD)? Ada pernyataan jujur sebagai representasi seorang pejabat bupati maupun pemangku adat paska penetapan dan pelaksanaan Perda Propinsi oleh Gubernur Kalimantan-Tengah Teras Narang, saat membuka Rakernas AMAN di Tumbang Malahoi Februari 2013 lalu. Hambit Bintih menjelaskan, “Walaupun di Kalimantan Tengah secara khusus telah disampaikan oleh Majelis Adat Dayak Nasional, Presidennya Bapak Agustin Teras Narang yang juga adalah pejabat Gubernur Kalimantan Tengah, mengapa Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) ini pemimpinnya disebut presiden? Setelah kami lakukan kunjungan ke Kuching dan Kinabalu pada tahun 2008 yang lalu, dimana masyarakat adat Dayak di sana punya presiden, kemudian melahirkan gagasan itu. Makanya di Kalimantan Tengah sendiri, secara khusus Pulau Kalimantan, kita bentuk Presiden Adat Dayak Nasional. Saya juga adalah Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Gunung Mas yang membawahi para Damang dan para Mantir Adat”. Ke-depan Ini menjadi tantangan kita bersama dan saya menyadari betul, kita memang perlu berjuang, kita membutuhkan kekompakan. Terus terang pemerintah selama ini memang beranggapan sedikit saja berbau LSM adalah sesuatu yang berbahaya. Ini yang tidak gampang, seharusnya LSM menjadi mitra. Makanya saya di sini dengan Pak Teras Narang sering berbicara bagaimana MADN-DAD Propinsi ini menjadi semi pemerintah, supaya nyambung. Kalo benar-benar sudah

16 mei 2013

Menurut hemat saya seluruh pemimpin Indonesia, hampir 90% asalnya dari masyarakat adat. Cuma persoalannya setelah dia masuk dalam sistem, dia lupa dari mana dia LAHIR cul, sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Sekjen (Sekjen AMAN-red). Saya mengerti betul dan ini juga yang disuarakan oleh kita semua, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara pada hari ini.

Bupati Gunung Mas mandiri baru kita lepaskan. Ini dulu persoalan kita dan duduk bersama mengatur semuanya, karena kita juga termasuk bagian dari masyarakat adat. Jadi di Kalimantan-Tengah ini, memang seluruh struktur DAD-nya sudah jelas. Mulai dari presiden-nya, ketua-ketua, Demang dan para Mantir adat. Para camat adalah Ketua DAD tingkat kecamatan, sementara kepala desa itu dipercaya selaku Ketua DAD untuk tingkat desa. Pada setiap desa di Kabupaten Gunung Mas ada 3 Mantir adat. Mantir adat ini dikoordinir oleh masing-masing Demang yang ada di tingkat kecamatan. “Menurut hemat saya seluruh pemimpin Indonesia, hampir 90% asalnya dari masyarakat adat. Cuma persoalannya setelah dia masuk dalam sitem, dia lupa dari mana dia lahir, dari mana dia berada. Itu persoalannya. Sistem yang membuat kita lupa akar dan budaya., sehingga banyak persoalan-persoalan baru mun-

Indonesia Baru Oleh karena itu kita berharap dalam Rakernas seperti ini ada sesuatu yang nyata, saya sependapat terhadap apa yang katakan oleh utusan Kementerian Lingkungan Hidup. Apa yang bisa kita laksanakan, bisa kita implementasikan dan kita tidak perlu mulukmuluk,” papar Bupati Gunung Mas itu lebih lanjut. “Tahapan pertamanya dulu, ada tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka menengah, bahkan ke depan bagaimana yang kita katakan,’Indonesia baru itu?’. Ini yang perlu dirumuskan betul-betul dan tentunya harus bersinergi satu dengan yang lainnya. Jadi saya terus terang, kalau kita hanya murni barisan oposisi, lamalama apa yang dikatakan Pak Sekjen, kapan kita menangnya? Itu yang selalu dialami sekarang, lebih banyak kalahnya dari pada menangnya. Namun satu hal yang saya tangkap paling tidak melalui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, bisa selalu mengingatkan. Ini harus jelas, jangan kita hanya bisa melarang tapi kita


laporan utama tidak bisa memberikan satu kontribusi buat mereka. Lebih lanjut, Bupati Gunung Mas ini menyoroti betapa pentingnya anggaran dalam merealisasikan gagasan perubahan. Tanpa anggaran yang kuat, sehebat apapun mimpi kita, sehebat apapun cita-cita, kita tidak bisa berbuat apa-apa, hanya teriak dan teriak yang akhirnya terpinggirkan. Sehebat apapun kader orang dari AMAN atau Dewan Adat Dayak kalau tidak didukung anggaran pembiayaan yang kuat, minggir anda. Ini persoalan kita, makanya ini yang kita perjuangkan. Sebagai contohnya dari Kementerian Lingkungan Hidup sendiri, Kalimantan Tengah ini kan pilot projek persoalan lingkungan, REDD plus katanya. Tapi mana uangnya? Dikemanakan? Semua tidak jelas, menjelaskan ke masyarakat adat juga tidak jelas. Katanya ada sekian trilyun, mana buktinya? Habis untuk kita rapatkah?, habis untuk kita seminarkah?. Sementara berkaitan dengan persoalan kelestarian lingkungan hidup, Bupati menjelaskan bahwa di samping tidak adanya transparansi dalam persoalan REDD+, ada semacam tudingan kepada masyarakat adat yang memiliki kebiasaan menjalankan sistem perladangan gilir balik sebagai penyebab

Seluruh peserta RAKERNAS AMAN III berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya kerusakan lingkungan. Ini adalah kekeliruan pihak pemerintah dalam menafsirkan kehidupan masyarakat adat. Sehingga ketika masyarakat adat menebang kayu tanpa ijin pemerintah, masyarakat langsung dianggap bersalah dan masuk penjara. Lebih lanjut dikatakan bahwa

persoalannya, adakah kontribusi dari pemerintah untuk masyarakat adat, yang kebiasaannya berladang untuk hidup itu?,� tanya Bupati Gunung Mas menyikapi gagasan Indonesia baru yang juga ramai dibicarakan saat dialog Umum di Gedung Tambun Bungai, Palangka Raya.//*****

Sekjen AMAN menyambut Bupati Gunung Mas pada RAKERNAS AMAN Ke-III di Tumbang Malahoi

17 mei 2013


laporan buDaya utama

Rumah Betang Bagi Tumbang Malahoi/ Gunung Mas Kal-Teng 22 Feb 2013

Saat terang tanah di Tumbang Malahoi dan matahari memulai memancarkan sinar kehangatannya, kita akan terpukau memandang rumah membentang panjang di atas tanah. Berbahan utama kayu ulin, berdiri kokoh pun memiliki jendela yang cukup banyak, sehingga sirkulasi udara serta hangatnya cahaya matahari khathulistiwa memancar ikut masuk. Itu kesan pertama jika kita mengamati salah satu Betang bernama “Betang Toyoi� Desa Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan-Tengah.

R

umah betang telah masuk heritage, benda cagar budaya, karena jumlah kini langka. Saat memasuki Rumah Betang, kita akan melewati beberapa anak tangga lalu kita akan melihat ruang khas yang terdiri dari satu ruang keluarga, 2 dapur dan 10 kamar. Konstruksi dan ruang ini tak akan kita saksikan, dalam konstruksi rumah modern. Rumah Betang merupakan rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan. Utamanya di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai jadi jalur

18 mei 2013

transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari, seperti pergi bekerja ke ladang. Ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau saat melakukan aktifitas perdagangan. Bentuk dan ukuran rumah Betang bervariasi di berbagai wilayah Kalimantan. Rumah Betang Toyoi ini cukup panjang, mencapai 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari permukaan tanah. Tinggi bangunan rumah Betang masuk dalam perhitungan untuk menghindari jika ban-

jir datang pada musim penghujan yang sering mengancam daerah hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk. “rumah ini berdiri sejak abad 18 oleh ayahnya ibu saya (kakek), Toyoi, dulu di rumah ini ada 30 kepala keluarga, tapi sekarang ada 20 kepala keluarga, oleh karena itu dapurnya ada dua� tutur Animar , biasanya dipanggil Indo Boni (Mama Boni) yang menyambut baik saat ditemui pagi (22/2) lalu. Indo Boni yang dilahikan pada tahun 1956 kemudian menunjukan foto sang kakek "Toyoi" dan silsilah keluarga. Pemandangan menarik, di atap rumah betang, kita akan lihat ada 3 kepala kerbau bekas upacara tiwah


laporanbuDaya utama

Keluarga Besar Dayak (kematian) dari leluhur penghuni sebelumnya. Pada masa itu Agama Kaharingan masih melekat pada budaya suku Dayak. Di pekarangan Rumah Betang Toyoi kita melihat juga Sangkun atau tempat tulang belulang leluhur mereka. Dibawahnya terdapat tulang belulang kerbau dan disampingnya terdapat wujud patung leluhur yang tulang belulangnya dikuburkan di sana. Lebih dari sekedar bangunan untuk tempat tinggal Suku Dayak, rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Pada masa lalu Betang merupakan cermin kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Menyangkut keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah kebersamaan (komunalisme) antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan

yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial. Rumah Betang sebagai hunian orang Dayak berangsur-angsur menghilang, kalaupun masih bisa ditemukan penghuninya tidak lagi menjadikannya sebagai rumah utama, tempat keluarga bernaung, tumbuh dan berbagi cerita bersama komunitas. Rumah Betang kini tinggal jadi kenangan bagi sebagian besar orang Dayak. Di beberapa tempat yang terpencar, rumah Betang dipertahankan sebagai tempat bagi para wisatawan. Sebut saja, misalnya di Palangka Raya terdapat sebuah rumah Betang yang dibangun pada tahun 1990-an, tetapi lebih terlihat sebagai monumen yang tidak dihuni. Selain itu, menurut masyarakat adat Dayak, di daerah Kahayan ada pula rumah Betang Danang Batu dan di Katingan, Betang besar yang baru dibuat tahun 2002 dan 2005, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah terpukau saat berkunjung ke Kalimantan melihat keindahahan dan nilai tradisi Dayak yang melekat pada Rumah Betang. Sementara itu ada

informasi dalam sambutannya Bupati Gunung Mas mengumumkan bahwa akan ada pertemuan seluruh suku Dayak se-Kalimatan pada tanggal 2 s/d 5 Juli tahun 2013 di Betang Tumbang Anoi, Kahayan hulu. Generasi muda orang Dayak sekarang memang tidak lagi hidup dan dibesarkan di rumah Betang. Rumah Betang konon hanya bisa ditemukan di pelosok pedalaman Kalimantan tanpa mengetahui persis lokasinya. Informasi tersebut tentu saja mengisyaratkan bahwa rumah Betang hanya tinggal cerita dari tradisi yang berasosiasi dengan keterbelakangan dan ketertinggalan oleh gaya hidup modern. Dan sekarang, dalam menghadapi kehidupan modern yang sangat individualis, mendahulukan kepentingan pribadi, materi dan penuh kemunafikan. Masihkah budaya kebersamaan dan arsitektur Betang menjadi tatanan hidup bersama di Kalimantan? atau budaya ini ikut menghilang seiring menghilangnya bangunan Betang di Kalimantan. Semoga generasi muda Dayak makin cinta serta gencar membangun budaya berikut rumah Betang-nya.//***** (RSA).

19 mei 2013


laporan utama buDaya

Eliza Kissya

Pantun Eliza Kissya “Lingkungan� Di Maluku banyak kelapa Jalannya padat banyak tikungan Biar orang mau bilang apa Kewang Haruku penyelamat lingkungan Hewan ini namanya Angsa Sangatlah banyak di Kepulauan Aru Ditengah pesatnya kemajuan bangsa Beginilah nasip penerima kalpataru Di Maluku banyak Bengkudu Kalau nyamuk pakai autan Jangan hanya sembarang nuduh Kami bukan perambah hutan Sekarang hari sudahlah malam Singgah dulu di Sanana Manfaatkan dulu sumberdaya alam Secara arif dan bijaksana Kami mohon berikan dukungan

20 mei 2013

Bagi kewang di Maluku Mau belajar tentang lingkungan Datang saja di Haruku

Lebih baik pelihara kancil Ditengah pesatnya kemajuan bangsa Beginilah nasib rakyat kecil

Bekal kami hanya ketupat Sebagai relawan kami diberangkatkan Beginilah nasib masyarakat adat Pahlawan lingkungan yang terlupakan Langkahi dulu beta pung mayat Kalau mau merusak lingkungan Dengan berbekal sekolah rakyat Beta jadi penyelamat lingkungan

Kalau bakar ikan belana Duduk makan sambil bersantai Sudah tersiar dimana-mana Masyarakat adat selalu dibantai Laju-laju perahu laju Laju-laju menuju sero Kalau ingin daerah maju Mari belajar di Tobelo

Kalau mau menanam nangka Tanam saja didalam tanah Beta juga seng pernah sangka Sasi terkenal dimana-mana

Dari Tobelo ke Makasar Beta tinggal di Pak Isjaya Biar diperlakukan secara kasar Masyarakat adat tetap berjaya

Lebih baik menanam palam Jangan menanam kacang tanah Karena berjuang selamatkan alam Beta diberi satya lencana Berita ini kedengarannya lucu Orang kampung naik taksi Karna cinta anak dan cucu Masyarakat adat membuat aksi

Mari duduk didalam taman Duduk bersama paman kulaban Mau ingin tahu sekjen nya AMAN Beliau adalah Abdon Nababan

Papaceda kayu sa ika Taruh akang diatas tanah Pertahankan Bineka Tunggal Ika Karna indonesia penuh warna Buah ini buah markisa Ditanam orang di Aman Hatu Biar su lama katong terpisah Hari ini katong bersatu Beta ini sakit cikunguya Beta berjalan berhati-hati Tanah adat katong yang punya Katong berjuang sampai mati Tanah ini sangatlah subur Lebih baik ditanam kapok Tanah kami peninggalan leluhur Jangan anda sembarang rampok Beta berangkat ke Sanana Mama lepas deng marah-marah Kalau anda merampas tanah Sejengkal tanah adalah darah Beta jalan bersama mami Katong dua naik pedati Kalo seng dengar suara kami Kami berjuang sampai mati Kalau mau pelihara angsa

Kami ini anak petani Leluhur kami diberi mandat Kalau bergabung dengan kami Janganlah anda jadi penghianat Bunga ini sedang mekar Kami ambil dari taman mini Kami ini pengurus besar Tugas kami sampai disini Cip-cip ikan belana Kupu-kupu diujung bulu Kita ini yang punya tanah Kalau masuk permisi dulu Kalau mau hidup yang mewah Berangkat saja ke Malaysia Maluku juga sangat istimewa Bagi bangsa Indonesia Katong semua pekerja kasar Katong pung kampong terpencil Kalau su jadi orang besar Jangan lupa rakyat kecil Pergi sekolah naik bis kota Guru kelasku pak Hartono Sudah merantau ke luar kota Kearifan lokal dianggap kuno


laporanbuDaya utama Orang besar merebut kursi Ada lagi merebut singgasana Kalau bapak-bapak sudah dikursi Jangan lupa rakyat di tanah

Kalau ada nasi di panci Taruh akan di para-para Inga-inga mama pun janji Kalau makan inga saudara

Sangat ramai kota jakarta Kalau berjalan berhati-hati Walaupun terpisah jauh dimata Tapi selalu ada dihati

Merantau jauh ke kota Lampung Waktu pulang membawa kain Sungguh indah hidup dikampung Katong lain bantu yang lain

Semua orang sudah mengakui Besarnya manfaat kayu gaharu Nama aslinya negeri Haru-Ukui Artinya ujung Pohon Waru Di rantau orang beta gelisah Kalau inga mama deng papa Karna su lama katong terpisah Apa tempo mau baku dapa

Beta ini anak Negeri Hila Katong semua sudah nanaku Sau reka-reka deng bambu gila Tarian asli dari Maluku Negeri haruku di pulau Haruku Negeri Noloth di pulau Saparua Ikatan pela su dari dulu Dari masa orang tua-tua

Eliza Kissya

Nusa ina Pulau Ibu Katong semua dari sana Walaupun beta berjalan perdidu Beta selalu inga anak-anak Beta ini penunggang kuda Beta senang sekali berdansa Kalau kamu sebagai pemuda Jadilah tulang punggung bangsa Kalau mau menyeberang jurang Katong harus berhati-hati Jangan karna beta ini kurang Lalu ale lupa beta di hati Kalau mau ingin berdansa Lebih baik bermain pimpong Kalau mau membangun bangsa Bangunlah dulu dari kampung

Kewang Negeri Haruku (Pemangku Adat) peraih penghargaan Kalpataru (1985), Satya Lencana (1999), Coastal Award (2010) dan “Reka Utama Anindha” dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2012.

HARUSKAH !!....... TURUN TEMURUN SUDAH PEREMPUAN ADAT TIDAK DIANGGAP TURUN TEMURUN SUDAH PEREMPUAN ADAT DIANGGAP LEMAH TURUN TEMURUN SUDAH PEREMPUAN ADAT DIANGGAP SAMPAH YANG HABIS MANIS, SEPAH DI BUANG BODOH, LEMAH, DIKUCILKAN? SAMPAI KAPAN KAMI MENDAPATKAN DISKRIMINASI BERLAPIS? APA HANYA KARENA KAMI MASYARAKAT ADAT? TERLEBIH – LEBIH KAMI PEREMPUAN ADAT.... DAPUR.......SUMUR......KASUR....... HARUSKAH??? HARUSKAH KATA – KATA ITU KAMI SANDANG SAMPAI AKHIR HAYAT KAMI?...... KAMI INGIN BELAJAR, KAMI INGIN ,MAJU... DAN KAMI INGN BANGKIT.... TAPI KAMI DI KEKANG!!!!! KAPAN??????? KAPAN KAMI DIBERI KESEMPATAN... CUKUP!!!!!! MARI KITA SATUKAN TEKAD! PEREMPUAN JUGA PUNYA HAK!! TAKKAN ADA SATUPUN YANG B ISA MEMATAHKAN ASA KAMI PEREMPUAN ADAT SE-NUSANTARA.. KELAK KAMI AKAN MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN KEDAULATAN, DAN KEHIDUPAN YANG BERMARTABAT SEBAGAI BAGIAN DARI MASYARAKAT ADAT. [ROMBA’ MARANNU SOMBOLINGGI’ ELY ERTI SALMINARTI MARTIA SUEL KHAIRINA ARIEF]

INDONESIAKU... 350 ABAT TELAH BERLALU 350 ABAD....!!! BANGSAKU MELANGKAH MAJU TERPECAH BELAH OLEH PENJAJAH TERJERAT JIWA KARENA TERPAKSA

PEREMPUAN AMAN

KINI BANGSAKU CERIKKAN MATAMU BANGKIT KEDEPAN MENATAP MASA DEPAN HAI PEREMPUAN ADATKU.... ERATKAN TANGAN MELANGKAH KEDEPAN DAN KEMBALIKAN KEASRIAN INDONESIAKU. OLEH : PIRMA DAN DIAN KONDISI REALITA YANG DI HADAPI HINGGA SAAT INI PADA SAAT DEMONSTRAN TURUN MENUNTUT HAK, ATAU BERHADAPAN DENGAN INVESTOR,SERTA PEMERINTAH KEBANYAKAN MEREKA SELALU PERGI MENINGGALKAN KANTOR ATAU RUANGAN DAN HANYA MENGUTUS PREMAN ATAU AJUDAN DAN STAFFNYA, DAN BAGAIMANA HAL TERSEBUT BISA MENJADI SIASAT BAGI PARA DEMONSTRAN TERUTAMA PEREMPUAN ADAT BISA MASUK KEDALAM RUANGAN UNTUK BERNEGOSIASI DENGAN PIHAK YANG DI DEMO. +++++++++++++++++++++++++ TEMEDAK POHONNYA RIMBUN.. BANYAKLAH BUNGA RAFLESIA KITA PEREMPUAN ADAT JANGAN TERKUNGKUNG BANYAK PERJUANGAN MENNATI KITA. KALAU SUDAH MENUAI PADI TOLONGLAH JERAMI KUMPULKAN JUGA WAHAI PEREMPUAN ADAT JANGAN MENUTUP DIRI MARI BERSAMA MEMPERJUANGKAN HAK, UNTUK DIAKUI NEGARA. [ROMBA’ MARANNU SOMBOLINGGI’, ELY ERTI,MARTIA SUEL,KHAIRINA ARIEF,SALMINARTI]

21 mei 2013


kritik

Peran BPN Minim Dalam Penyelesaian Konflik-Konflik Agraria

Konflik Lahan di Sumatera Utara [Sumber photo @ Dokumen BPRPI

Kita masih ingat pada tanggal 21/ 10/ tahun 2010 lalu, di Istana Bogor, dalam acara puncak perayaan 50 tahun Agraria Nasional, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan pada Badan Pertanahan Nasional segera bekerja menyelesaikan konflik-konflik agraria. “Manakala secara hukum sudah ditetapkan statusnya, jalankan! Saya terima banyak SMS sesuatu yang telah berketetapan hukum tapi tidak bisa djalankan. Kalau ada masalah, jelaskan kenapa tidak bisa dieksekusi putusan yang telah inkrah itu?. Ini harus jadi pedoman, yang sudah diputus dan inkrah harus dijalankan. Kalau masih ada proses, beri penjelasan,” kata SBY waktu itu

L

ebih lanjut Presiden SBY mengharapkan peran BPN,

khususnya dalam mengatasi sengketa pertanahan yang melibatkan banyak pihak, salah satunya adalah penegakan hukum dan komunitas adat dengan maksimal, mengatasi serta mencari solusi. Presiden juga meminta jajaran BPN untuk mendengarkan kritik dan harapan masyarakat terhadap persoalan tanah. “Bagi anggota BPN yang masih melakukan tindakan keliru, kelalaian atau penyimpangan dan mencemarkan nama baik BPN negara, saya harap bisa diberikan sanksi dan tindakan jelas. Jangan sampai karena nila seititik, rusak susu sebelanga,” kata SBY berpantun menutup

22 mei 2013

sambutannya. Tapi apa lacur hendak dikata, Ketua BPN Joyo Winoto kemudian diganti oleh Agung Hendarman Supandji mantan Jaksa Agung , yang resmi dilantik menjabat Ketua BPN sejak tanggal 15/ 6 / tahun 2012. Konflik agraria struktural. Pada akhir tahun 2011 hingga 2013, masyarakat dikejutkan oleh berbagai peristiwa konflik berdarah seperti di Mesuji, Lampung dan Sumatera Selatan, diikuti Sape, Bima, NTB kemudian Hardjo Kuncaran, Malang, Jatim, Langkat, Sumatera Utara, Cinta Manis Ogan Ilir, Sumatera Selatan dan banyak lagi lainnya. . Dalam enam bulan terakhir (Nov 2012-Maret 2013) Aliansi Masyarakata Adat Nusantara (AMAN) mencatat ada 203 orang anggota komunitas yang ditahan (Maluku Utara

- 49 orang; Pandumaan Sipituhuta - 31 orang; Maluku Tenggara Barat - 76 orang; Sumsel - 3 orang; Sulsel - 11 orang; Tana Luwu - 8 orang; Bengkulu - 8 orang; Kal-teng - 1 orang; Kal-sel- 5 orang; Kaltim- 5 orang; Sulut - 4 orang; NTB - 1 Orang; Manggarai Timur - 1 orang). Awal Februari 2013 lalu, lebih dari 150-an orang dosen dan peneliti yang menamakan diri Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria (FIKA) bertemu di Jakarta untuk menyampaikan keprihatinan mendalam dan kepedulian. Konflik agraria yang dimaksud oleh para dosen dan peneliti itu adalah konflik-konflik agraria struktural berupa pertentangan klaim yang terbuka dan berkepanjangan mengenai yang berhak atas akses terhadap tanah, sumber daya alam (SDA), dan wilayah


laporan utama kritik antara suatu kelompok rakyat pedesaan dengan badan usaha raksasa yang bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi, dan lainnya. Di dalam petisi agraria tersebut, para dosen dan peneliti merekomendasikan pemerintah untuk kembali pada amanat TAP MPR No IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA. Dua belas tahun TAP ini berlaku, namun Presiden SBY dan DPR belum menjalankan, atau malah melupakan mandat TAP IX dan arah pembaruan agraria dan pengelolaan SDA. Misalnya, bukannya menjalankan kaji-ulang semua kebijakan yang tumpang tindih di bidang SDA, pemerintah justru mengeluarkan peraturan perundangan baru di bidang SDA, termasuk UU Mineral dan Batu Bara, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan, UU Pengadaan Tanah, dan sekarang sedang menyusun RUU Pertanahan. BPN-Badan Pertanahan Nasional juga terus-menerus memperpanjang HGU baru untuk perusahaan-perusahaan perkebunan, dan menteri kehutanan terus mengeluarkan izin-izin HTI untuk perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan. Sementara itu, menteri ESDM dan pemerintah daerah tak berhenti mengeluarkan izin untuk perusahaan pertambangan. Pembaruan agraria dan pengelolaan SDA yang berkelanjutan menjadi arah kebijakan TAP IX/ 2001 ini, jadi agenda yang terkatung-katung. Dengan tidak dilaksanakannya hal itu, kerusakan lingkungan makin menjadi, ketimpangan penguasaan tanah dan SDA kian tajam, dan konflik agraria banyak merebak di Nusantara. Dalam dokumentasi konflik agraria pada 22 propinsi, tujuh propinsi diantaranya memiliki konflik paling banyak, yakni Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara. Kalimantan Tengah, menjadi propinsi paling banyak dilanda konflik, 13 dari 14 kabupaten dan kota bermasalah klaim atas SDA dan agraria. Konflik merata. Sekitar 85 persen dari kasus di Kalimantan Tengah di sektor perkebunan, 10 persen sektor kehutanan. Sisanya, konflik pertambangan dan kon-

flik lain. Menurut catatan HuMa, keempat Propinsi se-Kalimantan menyumbang 36 persen konflik di Indonesia. “Konflik-konflik di propinsi-propinsi lain di Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatera dan Jawa juga menunjukkan kondisi mencemaskan. (Outlook Konflik 2012 di Jakarta) Jumat ( 15/ 2/ 13). . Konflik di Sumatera hampir mirip dengan Kalimantan, berupa klaim komunitas lokal atau masyarakat adat dengan negara maupun perusahaan. “Dua pulau besar ini memiliki kawasan hutan luas dan menjadi wilayah ekspansi perkebunan sawit di Indonesia. Untuk konflik di Jawa, lebih banyak menyangkut sektor kehutanan. Gugatan masyarakat terhadap penguasaan wilayah oleh Perhutani masih deretan teratas. Konflik melibatkan Perhutani hampir di seluruh wilayah kerja perusahaan pelat merah ini, seperti di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Data resmi Perhutani, menunjukkan perusahaan ini menguasai kawasan hutan seluas 2,4 juta hektar. Ada sekitar 6.800 desa berkonflik batas dengan kawasan Perhutani di Jawa. HuMa juga mengidentifikasi akar-akar konflik dari berbagai sektor. Untuk sektor perkebunan, meluas ditengarai sebagian besar terjadi di kawasan hutan. Hutan yang sebelumnya ditumbuhi pohon-pohon lebat dan banyak dikelola masyarakat, dalam satu dekade mengalami deforestasi amat parah. “Tingkat konversi hutan cukup tinggi di daerah di mana ekspansi sawit merajalela.” Laju investasi perkebunan sawit diduga memperkuat tekanan kebutuhan lahan, dan yang rentan dikorbankan kawasan hutan. Contoh, terjadi di Nagari Rantau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, melibatkan PT. Anam Koto. Perusahaan ini, memegang hak guna usaha seluas 4,777 hektar, dulu diklaim wilayah hutan adat. Begitu juga di Kalimantan. Ekspansi perkebunan monokultur seperti sawit di tak ayal membuat luas hutan berkurang drastis. Perubahan status kawasan hutan melalui mekanisme pelepasan, tukar- menukar tak seimbang, maupun izin pinjam pakai marak terjadi dan cenderung kian tak terkendali. “Konflik klaim adat atas wilayah hutan melawan penunjukan sepihak negara,

makin runyam. Kasus ini belum tuntas, konflik bertambah antara masyarakat dengan perusahaan. Penyebab konflik ini, menurut HuMa, terkait kepentingan para pihak seperti pemerintah dinilai lebih memprioritaskan pemilik modal besar, keinginan mengembangkan komoditas tertentu seperti sawit, kapas transgenik, ekaliptus, dan lain-lain. Lalu, konflik ruang tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan pemilik modal, juga pemilik modal dengan pemilik modal lain, pola kerjasama tidak seimbang antara perusahaan dengan petani dan penentuan pola ruang tidak partisipatif. Dari data HuMa, paling tidak ada 14 Propinsi memiliki konflik perkebunan mayoritas di Kalimantan dan Sumatera. Untuk sektor kehutanan, penyebab konflik mayoritas didominasi hak menguasai oleh negara secara sepihak pada tanah-tanah yang dikuasai komunitas lokal secara komunal. Politik penunjukan tanah yang diklaim milik negara menyulut perlawanan hingga konflik berlarut-larut. HuMa juga mencatat, kasus PT. Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Perusahaan TPL membabat Hutan Kemenyan (Tombak Haminjon) yang sudah dikuasai turun temurun masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta, mengganti dengan pohon eucaliptus. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tahun 2007 dan 2009, terdapat 31.957 desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam kawasan hutan. Kini desa-desa tersebut menunggu kejelasan status. Di banyak desa hampir keseluruhan wilayah administratif di kawasan hutan lindung atau konservasi. “Bila masyarakat mengambil kayu atau hasil hutan, berarti bisa dengan mudah dianggap tindakan ilegal.” Kebijakan sektoral tersebut lantas diperkuat oleh sektoralisme perundangan-undangan di bidang keagrariaan yang lain (Perkebunan, Pertambangan, Sumber Daya Air, Migas dll) tentu berimplikasi pada sektoralisme peraturan di bawahnya yang berlangsung semakin kuat hingga kini. Sejumlah peraturan perundangan-undangan sektoral; UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Undang-undang No. 19 Tahun 2004 ten-

23 mei 2013


laporan utama kritik tang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang, UU No. 26 tahun 2006 Tentang Penataan Ruang, UU No. 18 tahun 2004 Tentang Perkebunan. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Undang-undang No. 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura, Undangundang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan sebagai “gong” adalah UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Selain UU sektoral tersebut ada 2 (dua) UU lain yang terkait dengan pengelolaan negara dalam sektor sumber daya alam yaitu UU No. 1 Tahun 2000 Perbendaharaan Negara dan UU No. 19 tahun 2004 BUMN, serta PP No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Kehutanan Negara (Perhutani). Semua peraturan perundangundangan di atas, secara nyata telah memperluas ruang ekspansi modal swasta besar dan modal asing. Apalagi UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dengan PP No. 40 Tahun 2007 sebagai turunannya, memberikan kesempatan modal asing untuk berinvestasi hingga 100% dalam semua sektor kehidupan bangsa. Pertambangan/ Perkebunan. Konflik di sektor pertambangan, tak sebanyak kehutanan dan perkebunan. Namun, konflik ini sangat mudah meletup dibanding kehutanan, cenderung bersifat laten. Dari pantauan HuMa, komunitas lokal sangat gigih mempertahankan wilayah kelola yang dirampas perusahaan izin konsesi tambang, tanpa ada pertimbangan persetujuan dengan dasar informasi tanpa paksaan atau free, prior and informed consent (FPIC). Konflik pertambangan memiliki kecenderungan jadi bentrok fisik. Korban luka banyak berjatuhan, beberapa men-

24 mei 2013

inggal dunia. “Perusahaan hampir selalu tampil sebagai pemenang. Aparat polisi, jaksa, hingga hakim cenderung lebih mengutamakan pihak yang memegang konsesi sebagai alas hukum ketimbang adat yang dianggap tak resmi atau formal,” ucap Rakhma. Perusahaan tambang dengan mudah membelokkan tudingan penyerobotan tanah, kawasan hutan atau pencemaran lingkungan, menjadi persoalan administrasi konsesi atau kontrak karya. Tak jarang, perusahaan dibantu aparat penegak hukum mengkriminalisasi warga yang protes dengan dalih anarkis. “Warga ditangkapi, ditahan, banyak dipenjara. Seperti PT. Sorikmas Mining di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.” Di Kalimantan Barat, tepatnya di Pelaik Keruap, Kabupaten Melawi, tiga tokoh komunitas setempat dihukum penjara dengan dakwaan menahan tanpa hak rombongan surveyor perusahaan tambang PT. Mekanika Utama yang masuk kampung tengah malam. Kriminalisasi juga menimpa empat warga Sirise, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Mereka dihukum lima bulan penjara karena mempertahankan lingko atau hutan adat yang diserobot perusahaan tambang. Sumatera Utara. Propinsi yang memiliki 33 kabupaten/ kota ini memang dikenal kaya akan lahan sawit maupun karet. Mengakibatkan pelanggaran HAM akibat kasus sengketa lahan antara warga dan perusahaan kerap terjadi. Polda Sumatera Utara merilis, ada 2.345 kasus agraria di Sumatera Utara sejak tahun 2005-2011 yang belum terselesaikan. Sebanyak 143 kasus di antaranya merupakan konflik antara warga dan lembaga berbadan hukum yakni PTPN II 73 kasus, PTPN III 22 kasus dan PTPN IV, 12 kasus, sisanya bermasalah dengan instansi. BPN lemah, dengan empat keterbatasan Organisasi pembaruan hukum pada sumber daya alam, Huma, menilai sedikitnya terdapat empat keterbatasan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penyelesaian konflik agraria di Tanah Air sehingga masalah tersebut tak kunjung terselesaikan. Hal itu disampaikan Siti Rakhma Mary, dari Badan Pelaksana Pro-

gram Resolusi. Dia memaparkan akar konflik agraria pada masa Reformasi adalah pemberian izin terhadap perusahaan ekstraktif skala luas secara berkelanjutan. “Keterbatasan BPN adalah tidak dapat menyelesaikan sengketa dan konflik di kawasan hutan,” kata Mary dalam keterangannya. “Konflik kepentingan, yakni BPN menjadi bagian dari pihak yang bersengketa.” Sedangkan keterbatasan lainnya adalah melemahnya peranan dan kewenangan deputi-deputi di lembaga BPN dalam menyelesaikan konflik agraria. Kemudian proses penyelesaiannya yang birokratis dan berbelit-belit. Pemberian ijin perusahaan skala besar, khususnya diberikan untuk perusahaan kelapa sawit. Mary mengatakan ekspansi lahan secara global di sektor perkebunan itu sepanjang 19752005 telah mencapai sekitar 13, 1 juta hektar. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sebelumnya menilai BPN memiliki beban politik yang besar sehingga reformasi sektor agraria memasuki masa kritis dan mengkhawatirkan. Hal itu ditambah dengan semakin besarnya tuntutan publik atas penyelesaian konflik lahan. Peneliti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sidik Suhada mengatakan konflik agraria terus saja memanas di sektor perkebunan, kehutanan, serta pertambangan. Padahal BPN memiliki pemimpin yang baru diganti pada tahun lalu. Tampuk kepemimpinan dari Kepala BPN Joyo Winoto diserahkan kepada mantan Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Hendarman bisa saja perlu beradaptasi, namun beban politik pemerintah atas BPN juga tak bisa dianggap kecil. Masyarakat Adat menunggu kebijakannya untuk menyelesaiakan berbagai persoalan agraria berkait dengan pengakuan dan eksekusi di lapangan. Jeffar LG & Erasmus Cahyadi Narasumber. (*)Noer Fauzi Rachman, PhD (*)HuMa (*)Walhi (*)JKPP.


berita komunitas

Amankan Wilayah Adat Talang Mamak Galang Swadaya

T

Untuk Melakukan Pemetaan Partisipatif

ak terasa, sudah dua bulan lebih Gawai Gedang yang merupakan merupakan tonggak bersejarah bagi bangkitnya masyarakat adat Talang Mamak, terlewati waktu begitu cepat. Program kerja selama tiga tahun yang harus segera dikerjakan serta maklumat yang harus dipatuhi, membuat seluruh kepala batin dan masyarakat di Talang Mamak terus melakukan konsolidasi untuk segera mencapai jati diri masyarakat adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Abu Sanar sebagai ketua BPH Pengurus Daerah AMAN Indragiri Hulu mengatakan bahwa keseriusan Talang Mamak ini terbukti dengan diadakannya acara musyawarah adat para ketua batin pada tanggal 20-21 Maret 2013 membahas strategi dan rencana aksi untuk menjalankan maklumat point ke-dua dan ke-tiga yaitu : (2) Bertekad bersama-sama memetakan wilayah adat Talang Mamak di Batang Tanahku dan Dubalang Anak Talang, maupun

Upacara Adat Gawai Gedang Suku Nan Anam Balai Nan Tiga (Tigabalai) yang merupakan warisan leluhur kami; (3) Melakukan penggalian dan pelurusan sejarah adat kami secara baik dan benar sebagai dasar dan landasan histori dan hukum adat. Musyawarah adat ini dihadiri oleh 20 komunitas adat/ batin dari 29 batin yang menjadi bagian dari masyarakat adat Talang Mamak, PD AMAN Inhu, PW AMAN Riau, PB AMAN, JKPP, Samdhana, pihak pemerintahan desa dan kecamatan serta beberapa NGO lokal seperti Scale Up, Hakiki, SLPP Riau dan lainnya. Dalam musyawarah selama dua hari itu mereka mendiskusikan alasan kenapa harus melakukan pemetaan partisipatif dan penggalian sejarah serta rencana kerja untuk memastikan kegiatan yang akan dilakukan bisa berjalan sesuai dengan hasil kesepakatan musyawarah adat. Deputi III PB AMAN, Mahir Takaka menjelaskan kalau sekarang ini kehidupan Suku Talang Mamak sudah diporakporandakan oleh kehadiran HPH, penempatan transmigrasi, pembabatan hutan

oleh perusahaan serta pertambangan. Sebagian besar hutan alam mereka tinggal hamparan kelapa sawit yang merupakan milik pihak lain. “Dari permasalahan inilah pentingnya dilakukan pemetaan partisipatif sebagai upaya untuk mengamankan dan menegaskan hak-hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam Talang mamak” lanjut Mahir. “Selain itu jumlah penduduk masyarakat adat Talang Mamak setiap tahunnya pasti akan bertambah, sedangkan yang namanya tanah itu pasti tidak akan bertambah. Jadi masyarakat adat Talang Mamak mempunyai tantangan kedepan untuk merencanakan dan mengatur tata ruang wilayahnya supaya apa yang dimiliki Talang Mamak sekarang bisa dinikmati juga oleh anak cucunya” tambah koordinator nasional JKPP, Kasmita Widodo yang sering dipanggil Dodo. Dodo juga menegaskan kalau pemetaan partisipatif dibangun untuk menyatukan dan menguatkan kembali hubungan masyarakat adat Talang Mamak. Baik itu sesama batin, dengan tanah, maupun dengan alamnya. Maka dari itu mulai sejak perencanaan sampai akhir proses pemetaan partisipatif harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat adat. Musyawarah adat menyepakati kalau logistik pemetaan berdasarkan swadaya setiap batin. Kemudian selama sebulan pertama ini setiap batin akan melakukan sosialisasi kepada masyarakatnya mengenai rencana aksi pemetaan partisipatif serta membentuk tim pemetaan. “Kami hanya butuh difasilitasi dalam proses pemetaannya, untuk urusan logistik dan tim pemetaan itu serahkan saja kepada setiap batin untuk menyiapkannya” ujar salah seorang batin Talang Mamak bersemangat. //***** Yoga Plee.

25 mei 2013


berita komunitas

Hentikan Ijin Investasi Skala Besar di Kalimantan Barat

Aksi Damai di Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ke 14 di Tugu Degulis Pontianak

17 Maret 2013 Minggu pagi itu kurang lebih 50-an orang masyarakat adat dan mahasiswa berkumpul di kawasan Tugu Degulis, Pontianak Kalimantan Barat, mereka melakukan aksi damai memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 14 tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Aksi ini juga dilakukan beberapa daerah termasuk di Bundaran HI, Jakarta dengan fokus acara di Barabai, Hulu Sungai, Kalimantan Selatan.

S

ebelum memulai, aksi dibuka dengan ritual adat Nyimpado Ka’ Jubata. Maksudnya adalah membertahu kepada Leluhur ata Tuhan bahwa kita akan melaksanakan sebuah acara untuk meminta kelancaran dan ucapan terimakasih atas segala yang tela dicapai dan mohon petunjuk untuk kehidupan yang selanjutnya. Selain Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), AGRA, Perkumpulan Sampan, Link-Ar, Forum Mahasiswa Landak (Formalak), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PKMRI) Cab. Pontianak, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Forn Mahasiswa Nasional (FMN) juga turut mendukung dalam aksi damai tersebut. Tuntutan AMAN adalah segera sahkan RUU Masyarakat Adat, mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan putusan terhadap permohonan Uji

26 mei 2013

Materi atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diajukan oleh AMAN, mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan kekerasan dan membuat langkah-langkah yang kongkrit untuk menyelesaikan konflikkonfilk terkait tana, wilayah dan sumber daya alam di wilayah Masyarakat Adat, mendesak Presiden membentuk keembagaan yang kuat dibawah presiden yang mampu mengatasi sektoralisme dalam implementasi STRANAS REDD+, mendesak Presiden segera mengeluarkan instruksi Presiden tentang inventarisasi dan administrasi wilayah-wilayah adat. Aksi di Kalbar sendiri menuntut Pemeritah pusat maupun daerah segera menghentikan perijinan investasi skala besar di Kalimantan Barat, baik itu perkebunan, tambang dan Hutan Tanaman Industri (HTI-IUPHHK). Koordinator Lapangan, Glorio Sanen yang juga Biro Organisasi, Kade-

risasi dan Keanggotaan (OKK) mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat karena dengan disahkannya menjadi UU maka permasalahapermasalahan yang dihadapi masyarakat adat dapat diatasi karena UU ini akan membuat sekitar 70 juta jiwa Masyarakat Adat bisa berdaulat atas wilayah dan sumber daya alamnya. “Kalau pemerintah tidak segera menghentikan perluasan dan pengembangan perkebunan sawit di Kalbar, maka sepuluh tahun ke depan masyarakat adat tidak lagi punya tanah untuk bercocok tanam�, tegas Sanen. Setelah orasi dari Sanen dan beberapa elemen lainnya, aksi dilanjutkan dengan pembagian stiker HKMAN kepada para pengguna jalan yang melintas disekitan area aksi. Aksi ditutup dengan pembacaan orasi politik Sekjen AMAN, Abdon Nababan.//***** (Cony)


berita komunitas

S

eminar; “Registrasi dan Legalisasi Wilayah Adat Rakyat Penunggu”. Deli Serdang,

17 April, 2013. Di tanah adat rakyat penunggu, Kampong Menteng, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, telah dilaksanakan seminar dengan topik registrasi dan legalisasi wilayah adat rakyat penunggu. Dalam seminar ini ada lima nasumber hadir. Dari akademisi dan peneliti rakyat penunggu, DR. Edi Ihsan Jailani, utusan dari pemerintah Sumatera Utara. DR. Dianto Bachriadi, Komisi Nasional Hak Azazi Manusia, dari Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumatera Utara, Bapak Damar Galih, dan Abdon Nababan, Sekretaris Jendral (AMAN), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Edi Ikhsan menyampaikan, bahwa nasionalisasi atas aset-aset perusahaan Hindia Belanda yang telah merampas dan menghilangkan hak-hak rakyat penunggu. Beliaupun mengucapkan pepatah yaitu,”antan patah lesungpun hilang”.Jadi rakyat penunggu seperti ayam yang mati di lumbung padi, kata Edi Ikhsan. Dari BPN lebih menekankan penyelesaian konflik rakyat penunggu, dapat dilakukan dengan cara mediasi dengan para pihak terutama PTPN II. Sementara utusan dari pemerintah Sumatera Utara berkomitmen akan fokus untuk menerbitkan Perda tentang tanah ulayat / tanah adat. Komnas HAM sangat tegas menyatakan bahwa perjuangan rakyat penunggu yang bernaung di-bawah panji-panji BPRPI adalah demi menegakkan konstitusi. Selain itu negara telah abai dan melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyat penunggu. Sekretaris Jendral AMAN Abdon Nababan menyampaikan bahwa cahaya-cahaya kecil telah muncul dalam gerakan masyarakat adat, mulai dari lahirnya deklarasi PBB tentang hak hak masyarakat adat. Saat ini DPR RI telah resmi mengusulkan Draft RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Hak Masyarakat Adat Sebagai inisiatif DPR RI yang ditetapkan dalam Sidang Paripurna.

Peta-peta wilayah adat telah mendapatkan tempat dan masuk dalam (BIG) Badan Informasi Geospasial . Cahaya kecil ini harus diperbesar, masih banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan. Mari rapatkan barisan, segera melakukan pemetaan atas wilayahwilayah adat , khususnya wilayah adat rakyat penunggu, Tegas Abdon Nababan.***** Monang Arifin Saleh

Perayaan Hut BPRPI ke 60 Tahun

19 April, 2013 Deli Serdang. Organisasi Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia, kini telah berusia 60 tahun. Organisasi yang pernah dipimpin oleh Almarhum Abah Afnawi Noeh ini turut serta melahirkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara pada tahun 1999. Pada usianya yang ke-60, BPRPI mengukuhkan Pengurus Baru yang juga sekaligus menjadi Pengurus AMAN Sumatera Utara. Pengukuhan berlangsung di Kampong Menteng, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, tepat pukul 11.00. Para Pengurus yang terpilih adalah :

Sekjen BPRPI : Alfi Syahrin Ketua Dewan Petua Adat dan sekaligus Ketua Dewan AMAN Wilayah Sumut yaitu: H. Zainuddin Wakil Ketua : H. T. Aminullah Anggota : Sahrum Lubis, Hasanuddin dan Nasib Mungkur

Ketua Umum BPRPI, sekaligus Ketua BPH AMAN, Wilayah Sumatera Utara yaitu: Harun Nuh

27 mei 2013


berita komunitas

PERTARUHAN HIDUP DI OPEN PIT ----------------------Oleh : Munadi Kilkoda Aktivis AMAN Malut

Berikut lirik lagu Indonesia Raya “Indonesia Tanah Air ku” diganti oleh masyarakat Soa Pagu menjadi “Indonesia Air-Air ku”. Mereka menggambarkan eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan secara massif di wilayah adat Soa Pagu, Halmahera Utara. Eksploitasi ini dilakukan sejak tahun 1997 oleh PT. Nusa Halmahera Mineral (PT. NNT), sebuah perusahaan dari Australia. Wilayah konsesi perusahaan ini mencapai 29.622 Ha. Luasan yang tidak kecil untuk ukuran Pulau Sekecil Halmahera.

mei 2013

Indonesia Tanah Air ku diganti

oleh masyarakat Soa Pagu menjadi Indonesia

"

28

yang menjulang tinggi. Dalam semalam tidak kurang dari 100 orang melakukan penambangan di lokasi open pit. Mereka bekerja berkelompok. Satu kelompok terdiri dari 4 – 6 orang. Mereka harus bertempur dengan dingin di tengah malam bahkan hujan pun tak menyurutkan semangat mereka. Dengan peralatanan seadanya, para penambang ini berharap bisa memperoleh hasil yang memuaskan. Sepanjang jalan, mereka dituntut untuk selalu awas. Sinar cahaya mobil merupakan penanda ada patroli security perusahan. Jika patroli perusahaan datang, serentak ada komando untuk menghindar dan bersembunyi di semak-semak pohon. Karena kalau kedapatan, mereka ditangkap dan dihukum oleh pihak keamanan perusahan. Bagi mereka, saat ini menambang adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka lakukan. Tidak ada pekerjaan yang lain. Hasil menambang juga sangat memuaskan untuk mencukupi kehidupan keluarga. Proses pengolahan dari batu menjadi emas, biasanya dilakukan di tromol milik warga lokal atau penguasa lain. Setelah diolah, lalu transaksi dilakukan. Dalam semalam mereka bisa memperoleh hasil 5 – 15 gram emas. Jika di rupiahkan, uang yang di dapat bisa sampai 5 jutaan.

"

E

ksploitasi dengan menggaruk tanah ini juga pernah dilakukan oleh PT. Aneka Tambang (PT. ANTAM) di Pulau Gebe, Halmahera Tengah sampai tanah tersebut sudah membentuk satu pulau di Jepang. Bahkan lebih memprihatinkan kejahatan PT. ANTAM bersekutu dengan beberapa IUP mengeksploitasi hutan di Buli dan Pulau Gee, Halmahera Timur. Hidup semakin sulit, lapangan pekerja yang tidak seimbang dengan angkatan kerja, hilangnya sumber-sumber kehidupan lain, sementara di sisi lain harga kebutuhan pokok terus menanjak naik setiap hari. Itu yang dirasakan oleh masyarakat adat Soa Pagu. Kondisi ini memaksa sebagian warga menjadikan malam sebagai siang untuk mengais rejeki di lokasi open pit PT. NHM. Mereka adalah penambang tanpa izin (illegal) yang berasal dari desa-desa di Soa Pagu maupun suku pendatang. Malam sekitar pukul 12.00, bermodalkan senter, para penambang ini menyusuri gelapnya malam dan berjalan sekitar 4 jam untuk sampai ke open pit. Para penambang, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ini bahkan bahkan juga melintasi sungai dan gunung

Air-Air ku

Namun jumlah itu harus pula dibagi dengan anggota kelompok dan pihak aparat. Aktifitas menambang di lokasi open pit itu tidak selamanya berjalan mulus. Banyak tantangan yang harus di hadapi, baik resiko kecelakaan karena rawan longsor, maupun tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Brimob dan Security perusahan yang menjaga lokasi tersebut. Lokasi menambang dilakukan di open pit (lubang) yang terletak di gunung Dunga. Lebar open pit sekitar 1 kilo, sedangkan kedalaman sekitar 50 meter. Tebingnya menjulang tinggi, batu-batuan yang tidak terlalu kuat melekat di tanah berpotensi menimbulkan longsor setiap


berita komunitas

Lokasi Tambang saat. Sedangkan aktifitas penambang dilakukan di dasar tanah yang jika terjadi longsor, pasti menimbun mereka. Bahkan juga ada aktifitas eksavator dan truk milik perusahan yang bekerja mengangkut tanah diatas open pit. Beberapa waktu lalu salah satu penambang meninggalkan dunia karena tertindis batu yang jatuh karena longsor. Tidak saja rawan kecelakaan, bahkan juga rawan terjadi kekerasan yang dilakukan oleh Brimob dan security perusahan. Tiga orang warga Soa Pagu pernah dipukul sampai babak belur oleh Brimob saat menambang. Malam berikutnya hampir 100 orang terdiri dari lakilaki dan perempuan yang rata-rata adalah masyarakat sekitar tambang ditangkap dan hasil tambangnya diambil oleh Brimob. Karena itu penambang harus membangun kongsi dengan Brimob jika tak mau dipukul atau diambil hasilnya. Kongsi itu berarti hasil tambang yang telah dijual dibagi dua dengan si Brimob. Itulah hukum rimba di lokasi tambang Penambangan rakyat di dalam open pit ini sudah dilakukan sejak dua bulan lalu, dan dilakukan hampir setiap malam. Mereka berjalan ke lokasi pada malam hari dan pulang pada siang hari. Sebagian memilih membuat tenda dan bermalam di hutan karena jarak dari loka-

si tambang dan perkampungan sangat jauh. Tidak setiap malam mereka bisa memperoleh hasil yang memuaskan. Bahkan sering harus pulang dengan tangan kosong, karena hasil tambangnya diambil oleh Brimob dan security. Penambang ini tak pernah khawatir dengan kemungkinan dipukuli Brimob atau Security perusahaan atau bahkan ancaman kematian yang ada di depan mata. Yang penting mereka bisa memperoleh hasil untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Susahnya mencari pekerjaan lain membuat mereka nekat menempuh jalan pintas untuk membangun hidup. Kilauan emas di atas tanah adat Soa Pagu ini telah banyak mendatangkan masalah. Sejak tahun 1997, ikan teri mulai hilang di Teluk Kao. Ikan teri adalah primadona dan menjadi lumbung ekonomi masyarakat adat Pagu. Lalu dugaan terjadi pencemaran di beberapa sungai, salah satunya sungai kobok sebagai sumber kehidupan masyarakat Tomabaru. Muncul juga penyakit benjol- benjol yang terindikasi karena konsumsi air yang tercemar oleh limbah perusahan. Berkurangnya hasil buruan, bahkan juga pembukaan lahan baru oleh perusahan dalam wilayah adat Pagu yang tidak pernah dikomunikasikan kepada masyarakat adat. Penguasaan wilayah adat secara sepihak oleh perusahan ini membuat akses masyarakat adat Soa Pagu terhadap asset sumberdaya alam menjadi hilang. Kemiskinan menjadi tontonan diatas kilauan emas, karena kekayaan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang di negeri ini. Kedaulatan masyarakat adat Soa Pagu tercerabut oleh karena UU Minerba No. 4 Tahun 2009 dan UU Kehutana No. 41 Tahun 1999 sebagai landasan pemberian izin eksploitasi PT Nusa Halmahera Mineral (PT NHM) oleh Negara tanpa mengindahkan hak–hak masyarakat adat Soa Pagu yang juga dilindungi dalam UUD 1945. Identitas budaya dan hak tradisional masyrakat adat merupakan hak konstitusional, termasuk di dalamnya adalah hak Soa Pagu atas

tanah, wilayah dan sumberdaya alam yang saat ini dikuasai oleh PT. NHM. Penegasan dalam UUD 1945 ini semestinya mengharuskan pemerintah Indonesia, pemerintah provinsi Maluku Utara dan pemerintah Kabupaten Halmahera Utara untuk memaksakan PT. NHM kembali bernegosiasi dengan masyarakat adat Soa Pagu sebagai pemilik wilayah adat dan menerapkan prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) sebagai prinsip baku dalam negosiasi tersebut, agar masyarakat adat Soa Pagu bisa berdaulat, mandiri dan bermartabat dalam membangun hidupnya. Sekian

29 mei 2013


berita komunitas

Pertemuan Pemuda Adat Tano Batak Bangkit Bersatu

H

uta-Napa, 15 Februari 2013. Jum’at pagi itu, cuaca dingin, mendung disertai gerimis tidak membuat surut semangat pemuda untuk menggelar Pertemuan Wilayah Pemuda Adat Tano Batak di sebuah area tanah adat yang menurut perusahaan TPL masuk dalam konsesi perusahaan itu. Tidak ada yang berpangku tangan, masing-masing mengambil kesibukannya sendiri. Tangan yang lincah mengupas ubi untuk segera dimasak sebagai suguhan ngopi saat pertemuan. Nenas khas Sipahutar sebagai penghasilan utama masyarakat juga telah tersedia, dibawa dari kampung untuk disajikan saat makan siang nanti. Sedangkan pemuda berkaki kuat dan berbahu kekar terlihat membawa jerigen mencari sumber air bersih, untuk air minum para tamu. Persiapan untuk pertemuan ini sudah dilakukan secara bersama sejak seminggu sebelumnya. Wajar karena tempat pelaksanan kegiatan sangat jauh dari kampung pemukiman, sekitar dua setengah jam kalau ditempuh berjalan kaki, meski jika ditempuh dengan naik kreta (istilah orang Tapanuli untuk menyebut sepeda motor) cukup setengah jam. Pemuda adat komunitas keturunan Oppu Ronggur Simanjuntak telah mendirikan rumah bagi pemuda di atas tanah adatnya meski menurut TPL area tersebut bmasuk dalam konsesi mereka. Hal ini juga dilakukan dalam rangka menyambut dan mensukseskan pertemuan Pemuda Adat Tano Batak. Beratap seng, berlantai papan, tanpa dinding sebelah kiri kanan. Pemuda membangunnya secara swadaya. Sementara di sudut lain dari lahan yang sangat luas itu, terlihat beberapa pemuda menancapkan bendera AMAN. Bendera kemudian berkibar gagah menjadi penunjuk arah jalan ke tempat pertemuan berlangsung. Kegiatan dilaksanakan pada tempat yang jauh dari pemukiman penduduk, sehingga semua urusan mulai dari persia-

30 mei 2013

Jhontoni Tarihoran pan, komsumsi serta memasaknyapun harus dikerjakan para pemuda peserta pertemuan tersebut. Prinsip senasib sepenanggungan sedang diuji, kerja sama mereka sejak persiapan melahirkan kebersamaan sebagai sebuah tim, sebelum akhirnya peserta lain datang dan dibuka secara resmi oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak, bung Roganda Simanjuntak. Sekitar pukul 8:30-an peserta pertemuan dari berbagai Kabupaten, Kota lainnya mulai tiba di tempat. Tak lama kemudian rombongan undangan, perempuan dan pemuda adat setempat juga berdatangan ke lokasi kegiatan. Para peserta tiba dengan semangat tinggi, sekalipun harus berjalan kaki dan diiringi gerimis. Mereka langsung disambut oleh para pemuda adat yang sudah sejak tiga hari sebelumnya berada di Huta Napa. Diawali dengan diskusi tentang peran penting pemuda adat dalam perjuangan masyarakat adat, kemudian dilanjutkan pembacaan sumpah,” Janji Barisan Pemuda Adat Nusantara,” yang dipimpin oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak. Setelah itu pertemuan segera dimulai. Pimpinan sidang sementara adalah pengurus wilayah AMAN Tano Batak. Sedangkan untuk melanjutkan persidangan selanjutnya, peserta memilih dan menetapkan tiga orang pimpinan sidang yang akan mengarahkan persidangan sampai akhir pertemuan. Penetapan pimpinan sidang juga memperhatikan keterwakilan perempuan dan laki-laki yakni : Rosalia Silitonga, Pancur Siman-

juntak dan Jhontoni Tarihoran. Pada situasi hujan dan dinginnya suhu udara persidangan berjalan lancar dan hangat. Meski terkadang ada teriakan yel-yel lantang terdengar sahutsahutan,”Pemuda Adat..., Bangkit Bersatu, TPL...Tutup,”. Berbagai keputusan dapat ditetapkan, mulai dari pembukaan persidangan, jadwal kegiatan, tata tertib, sidang komisi, proses pencalonan ketua dan penetapan ketua sampai penutupan pertemuan, semuanya berjalan dengan lancar. Sesekali keputusan harus ditinjau ulang karena adanya usulan, saran dari semua peserta yang hadir. Sidang komisi juga berhasil merumuskan tentang : Kriteria, Tata Cara Pencalonan dan Proses Pemilihan Ketua Barisan Pemuda Adat, Wilayah AMAN Tano Batak 2013-2016. Pada proses pemilihan Ketua, para peserta pertemuan memilih dan menetapkan saudara Pancur Simanjuntak menjadi ketua Barisan Pemuda Adat Wilayah Tano Batak tahun 2013-2015. Dimana Pemilihannya berlangsung secara aklamasi. Dengan terpilihnya ketua BPA Wilayah AMAN Tano Batak, para peserta dan undangan mengucapkan selamat dan menyampaikan harapan-harapan kepada organisasi yang baru berdiri tersebut. Diantaranya turut hadir Ketua Aliansi Peduli Tano Batak; Hotasi Simamora, Kordinator Studi dan Advokasi KSPPM; Delima Silalahi, Dewan Adat AMAN Wilayah Tano Batak, Maradona Simanjuntak serta komunitas adat keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak. Sebelum pertemuan ditutup secara resmi, penyerahan bendera AMAN kepada ketua terpilih dilakukan oleh Ketuan BPH AMAN Wilayah Tano Batak. Hal ini sebagai simbol bahwa gerakan masyarakat adat di Tano Batak, khususnya komunitas anggota AMAN menjadi bagian perjuangan Pemuda Adat Tano Batak. Untuk mewujudkan Masyarakat Adat dan Bangsa Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat sesuai dengan janji Barisan Pemuda Adat Nusantara. Pemuda adat, Bangkit bersatu!.// ***** (Jhontoni Tarihoran)


berita komunitas

RSPO

Tegaskan Larangan Aktifitas PT. Borneo Surya Mining Jaya di Wilayah Adat Muara Tae

Kondisi Hutan Kutai Barat Jakarta, 19 April 2013,- Berita datang dari komunitas adat Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur terkait konflik dengan Perusahaan Sawit PT. Borneo Surya Mining Jaya (PT. BSMJ). Pada tanggal 17 April 2013 Panel Pengaduan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dengan resmi telah menyurati First Resources, Ltd. (FR) agar PT. BSMJ menghentikan segala aktifitas di atas wilayah adat Muara Tae selama konflik lahan belum terselesaikan.

K

onflik berawal dari aktifitas PT. BSMJ di atas wilayah adat Muara Tae. Sejak

awal, masyarakat Muara Tae dengan tegas telah menolak keberadaan perusahaan. Namun legitimasi kepada perusahaan diberikan oleh Bupati Kutai Barat melalui SK Tapal Batas yang menjadikan sebagian wilayah adat Muara Tae sebagai wilayah kampung Muara Ponaq. Berdasarkan SK Bupati, perusahaan kemudian menggusur dan melakukan penanaman kelapa sawit di atas wilayah Muara Tae dengan izin dari kampung Muara Ponaq. Pengaduan masyarakat Muara Tae kepada RSPO pada 17 Oktober 2012 kemudian di fasilitasi oleh Environmental Investigation Agency (EIA), sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di London, Inggris. Selanjutnya, pada pertemuan Meja Bundar RSPO ke 10 di Singapu-

ra akhir Oktober 2012, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama-sama dengan Masrani, pemimpin komunitas Muara Tae bertemu dengan Bambang Dwilaksono yang mewakili pihak FR untuk melakukan negosiasi terkait konflik lahan yang terjadi.Dalam negosiasi yang dilakukan, pihak perusahaan berkomitmen melakukan dialog dalam rangka penyelesaian konflik setelah di desak untuk mematuhi kriteria dan Prinsip RSPO. Namun demikian, dialog tidak pernah di inisiasi oleh perusahaan. AMAN bersama dengan Netherland Centre for Indigenous Peoples (NCIV) kemudian menyurati perusahaan untuk menanyakan komitmen perusahaan terhadap dialog yang telah direncanakan. Tanggapan tidak kunjung diterima. Desakan kepada RSPO yang tetap dilakukan oleh komunitas Muara Tae bersama dengan organisasi-organ-

isasi pendukung akhirnya membuahkan hasil. Pada tanggal 5-7 Maret 2013 lembaga independen yang ditunjuk oleh RSPO mendatangi langsung komunitas Muara Tae untuk mencari tahu legitimasi pengaduan oleh masyarakat serta kondisi lapangan. Pada tanggal 17 April 2013, berdasarkan kesimpulan Moody (lembaga independen yang ditunjuk RSPO) akhirnya RSPO menyurati PT. BSMJ dan memutuskan bahwa perusahaan tidak dapat melakukan aktifitas apapun di atas wilayah adat Muara Tae sampai konflik terselesaikan. Aktifitas apapun yang dikakukan oleh perusahaan di wilayah tersebut harus dengan persetujuan RSPO dan setelah berkonsultasi dengan pihak yang bersengketa. Keberatan-keberatan yang diajukan oleh perusahaan terkait hasil assessment pun di tolak dan pengaduan masyarakat Muara Tae diakui oleh RSPO. Selain itu berdasarkan laporan oleh Moody International, 622 hektar lahan telah di gusur tanpa persetujuan New Planting Procedure (NPP) oleh RSPO dan 579 Hektar telah di gusur tanpa melakukan High Conservation Value (HCV) assessment. Beberapa kesimpulan dan keputusan Panel Pengaduan RSPO berdasarkan laporan Moody International antara lain: tidak terpenuhinya hak masyarakat Muara Tae terhadap Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) menjadi salah satu akar penyebab konflik lahan yang terjadi. Di samping itu pihak perusahaan harus mengakui penolakan komunitas terhadap aktifitas usaha Kelapa Sawit di atas tanah adat mereka. Perusahaan harus mengakui bahwa terjadi konflik dengan masyarakat adat dalam wilayah konsesi mereka dan hal ini wajib tertuang dalam Social Environmental Impact Assessment (SEIA) PT. BSMJ. -Patricia Miranda Wattimena Officer on Human Rights and International Affairs Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jln. Tebet Timur Dalam Raya No.11A, Jakarta Selatan Jakarta 12820, Indonesia Tel./Fax: +62218297954 Web: http://www.aman.or.id

31 mei 2013


berita komunitas

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat

P

alangka Raya 19 Februari 2013. Rapat pertama pembentukkan Koperasi AMAN Mandiri diselenggarakan dalam rangkaian pelaksanaan Rapat Kerja Nasional, AMAN ke-III di Palangka Raya. Bertempat di Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Rapat ini dihadiri oleh lebih dari 100-an orang pengurus AMAN seluruh Nusantara. Rapat dipandu oleh Deputi III Pengurus Besar AMAN Bapak Mahir Takaka dan dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal AMAN Bapak Abdon Nababan serta Sekertaris rapat saudara Taryudi. Sekretaris Jenderal AMAN dalam Sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pejabat utusan Kementerian Koperasi dan UKM RI yaitu Bapak Jauhari dan Bapak Simamora. Beliau berdua nantinya akan mendaftarkan serta memproses pembentukan lebih lanjut Koperasi AMAN Mandiri. “Saya ingin menyampaikan sedikit ke Pak Jauhari dan Pak Simamora, bahwa rencana atau keputusan kami untuk mendirikan koperasi ini sebenarnya sudah ada sejak Rakernas I AMAN tahun 2009. Saat itu kami memutuskan bahwa AMAN harus punya koperasi yang bersifat nasional dan menjadi wadah pergerakan ekonomi Masyarakat Adat Nusantara. Memang agak lama kami memprosesnya karena waktu itu kami merasa bagaimana kirakira bentuk koperasinya dengan jumlah orang sedemikian banyak dan tersebar diseluruh Nusantara, seperti apa kirakira model koperasi yang tepat. Sambil menemukan kira-kira bentuknya yang pas, saya kemudian waktu itu mengambil keputusan untuk mendirikan saja dulu, semacama uji coba, bagaimana kira-kira koperasi AMAN Mandiri ini akan bekerja,” papar Sekjen AMAN sambil menyapa utusan Kementerian tersebut. “Jadi kami sudah bekerja selama 2 tahun, sambil secara internal untuk belajar berkoperasi dan terakhir kemarin kami bilang bahwa dengan undang-undang yang baru,

32 mei 2013

"

Apakah ada paksaan

dimana sebenarnya kami sudah mau membentuknya tapi karena RUU sudah mau disahkan, jadi kami pikir bahwa kita tunggu saja sampai Undang-undang Koperasi yang baru disahkan, sehingga kita tidak kerja dua kali. Karena itu pada hari ini, kami mohon kesediaan pak Jauhari dan pak Simamora memberikan kami sedikit bekal bagaimana seharusnya kami nanti mengelolah koperasi ini dan mungkin kami diberi rambu-rambu sesuai dengan undang-undang koperasi yang baru. Apa yang akan kami lakukan ke-depan sehingga koperasi AMAN Mandiri ini, bisa menjadi satu cikal bakal gerakan ekonomi masyarakat adat?,” tanya Sekjen AMAN sambil mempersilahkan utusan Kementerian Koperasi dan UKM RI memberi masukan. Dalam Rapat pertama pembentukan Koperasi ini diberikan pendidikan singkat serta sosialisasi Undang-undang No. 17/2012 tentang Koperasi oleh dua orang pejabat dari kementerian Koperasi dan UKM RI yaitu Kepala Bidang Koperasi dan UKM serta staff ahli Deputi Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM RI, sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dalam Rapat Pertama terse-

but. Dalam pemaparannya Bapak Jauharai. SH menanyakan “apakah ada paksaan untuk menjadi anggota Koperasi?” lalu para peserta rapat tentu saja mengatakan, “tidak,”. Mengapa hal itu ditanyakan? karena tidak boleh ada paksaan dalam pembentukan koperasi dan kalau ada paksaan maka akan batal secara hukum.,“Alhamdulillah kalau tidak ada paksaan dalam hal mendirikan koperasi, namun secara sadar. Mudah-mudahan koperasi kita ke-depan akan lebih maju dimana keanggotaannya dari berbagai propinsi, dengan demikian sasaran kedepan pengembangannya akan lebih luas. Terima kasih kepada bapak dan ibu yang hadir di-sini dan memang berniat untuk mendirikan koperasi secara sadar tanpa adanya paksaan. Mudah-mudahan koperasi kita ke-depan bisa lebih maju, bapak Nababan tadi sudah menjelaskan bahwa sudah 2 tahun koperasi kita ini berdiri namun belum diberikan suatu badan hukum, karena kendala menyangkut masalah perubahan regulasi dari UU no. 25/1992 yang menjadi UU no. 17/2012 dan disahkan pada bulan Oktober tahun 2012.


berita komunitas

Adat Melalui Koperasi AMAN Mandiri

Peserta Sarasehan Koperasi AMAN Mandiri

"

untuk menjadi anggota Koperasi? Untuk itu kepada bapak ibu sekalian, saya mencoba untuk mengarahkannya berkait dengan UU No. 17/2012, yang pertama berkaitan dari sisi intern-nya. Dari organisasi koperasi dan sisi internnya ialah organisasi yang berhubungan langsung dengan tingkat-tingkat koperasinya. Jadi jika koperasi ini ke-depan didirikan, itu bisa berhubungan langsung dengan koperasi-koperasi di sekitarnya. Bisa saling bekerja sama dengan koperasi lain, artinya juga bisa berhubungan langsung dengan koperasi di tingkat atasnya itu arah ke-depannya nanti. Mungkin dengan adanya suatu perkumpulan AMAN ini, nantinya akan dibentuklah suatu koperasi-koperasi primer yang ada di daerah masing-masing. Untuk itu ke-depan mudah-mudahan cita-cita dari AMAN ini akan membentuk koperasi sekunder. Koperasi Sekunder ini adalah tingkatan tertinggi yaitu koperasi yang anggotanya adalah badan-badan hukum. Perangkat organisasi koperasi di-dalam perangkat UU no.17/2012, dalam pasal 31, 32 dan 33 perangkat organisasi koperasi yang namanya rapat anggota tahunan adalah kekuasaan tertinggi dalam koperasi untuk menetapkan kebijakan

umum. Ke-dua yaitu badan pengawas. Yang namanya badan pengawas koperasi, dipilih dari anggota itu sendiri. Dalam pasal 48 ayat 1 bahwa yang akan menjadi pengawas dengan melalui persyaratan pengawas dalam pasal 48 ayat 2 huruf a dan b, yang pertama orang itu harus berkelakuan baik tidak pernah cacat, artinya tidak pernah menjadi pengawas dan pengurus suatu koperasi atau komisaris direksi suatu perusahaan dinyatakan pernah bersalah, artinya orang ini tidak pernah cacat hukum. Karena peran pengawas sangat penting menurut UU no. 17/2012, tugas pengawas adalah mengusulkan calon pengurus dan memberikan nasehat serta pengawasan kepada pengurus. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus. Pengawas berwenang menerima dan menolak anggota baru serta memberhentikan anggota sesuai aturan yang ada di-dalam AD koperasi. Pengawas juga dapat memberhentikan pengurus untuk sementara, dalam BAB IV bagian pertama saat pembentu-

kan koperasi pasal 7 ayat 1, koperasi dibentuk sekurang-kurangnya oleh 20 orang, dan koperasi sekunder dibentuk sekurang-kurangya 3 badan hukum. Mudah-mudahan koperasi yang akan kita bentuk sekarang ini adalah koperasi primer nasional. Dalam kata penutupnya Pejabat dari Kementerian Koperasi mengatakan,“Oleh karena itu kepada bapak-bapak pengurus daripada AMAN yang juga ini adalah teman-teman saya semua, saya sudah bilang sama pak Yudi, bahwa kalau memang anggotanya banyak pasti kita akan cepat proses badan hukum ini. Mudah-mudahan dalam jangka waktu 30 hari setelah persyaratan lengkap sudah bisa disahkan sebagai badan hukum, jadi Intinya UU Koperasi yang baru dapat mengadopsi gerakan-gerakan ekonomi di komunitas adat� janji utusan Kementerian Koperasi tersebut.//*****

33 mei 2013


berita komunitas

Penandatanganan Kesepahaman Bersama Pembentukan dan Pengembangan Credit Union

A LA

Masyarakat Adat

P

alangka Raya, 19 April 2013. Penandatanganan kesepahaman antara Pengurus Besar AMAN dan Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK), sudah diinisiasi sejak beberapa bulan lalu dengan terus berkomunikasi antara pengurus AMAN dan Pengurus GPPK. Pembentukan dan pengembangan Credit Union (CU) sudah diputuskan akan menjadi bagian dari gerakan dan pelayanan pengurus AMAN dalam mengupayakan pengelolaan sumbersumber pendapatan masyarakat adat, agar terorganisir dan memiliki wadah yang pasti sesuai dengan kekhususan di wilayahnya masing-masing. Pembentukan dan Pengembangan CU merupakan mandat dari Kongres Masyarakat Adat Nusantara III 2007 di Kalimantan Barat dan Kongres Masyarakat Adat Nusantara IV di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara tahun 2012. Sehingga keputusan ini memang harus dilaksanakan sebagai komitmen bersama antara pengurus AMAN diseluruh Nusantara dan Anggota AMAN. Dalam kesepahaman ini dituangkan sebuah kerangka acuan bagaimana membangun gerakan CU ala Masyarakat Adat, bagaimana mengambil pelajaran dan menimba ilmu dari gerakan-gerakan CU yang telah dibentuk dan dipelopori oleh Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih. Sehingga gerakannya ke-depan akan mampu

34 mei 2013

Penandatanganan Nota Kesepahaman Credit Union mewujudkan kemandirian Ekonomi terutama bidang keuangan terhadap Masyarakat Adat Nusantara. Penandatanganan Kesepahaman dilakukan antara Sekjen AMAN Abdon Nababan dan Mathius Pillin Direktur Eksekutif dari GPPK. Kesepahaman bersama ini berlaku selama 5 tahun dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan. Kesepahaman bersama akan ditindak lanjuti dengan merumuskan kegiatan-kegiatan,

jadwal dan mekanisme pendanaan untuk membentuk dan mengembangkan CU di komunitas-komunitas anggota AMAN yang telah siap membangun CU. Untuk sementara akan difasilitasi 3 model CU pada komunitas yang akan dipilih sebagai percontohan pertama. Ada 7 region yang telah bersedia menjadi penggagas CU ala Masyarakat Adat. Sumut, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah.//*****

Penandatanganan Nota Kesepahaman Credit Union


berita komunitas

"

Penguatan Sistem Penggalangan Dana Organisasi yang Mandiri

"

Untuk sekolah anakanak saja, jangankan ke tingkat tinggi untuk tingkat SMA saja sudah begitu sulit. Tapi sekarang setelah ada koperasi, syukur Alhamdulih hidup kami setingkat lebih baik.

Penyerahan Bendera AMAN Deputi I kepada Narasumber Sarasehan Penguatan Sistem Penggalangan Dana Organisasi yang Mandiri

P

alangka Raya 20 Februari 2013 Rangkaian agenda Rakenas AMAN mengelar 6 sarasehan sejak pagi hingga malam hari, semuanya berlangsung di Palangka Raya. Salah satu dari rangkaian sarasehan tersebut mengusung topik,� Penguatan Sistem Penggalangan Dana Yang Mandiri,’ diselenggarakan di Aula Pelampung Tarung Jalan Cilik Riwut Km 6 (samping kantor walikota). Ada empat pembicara yang didaulat untuk sarasehan ini yaitu ibu Neny dari Samdhana Institut, Burani Tadjie Muara Enim Sum-sel, Ansyarudin dari BPRPI Sumatera Utara serta Ilyas Asad Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup Masing-masing pembicara memaparkan pengalaman empiris dan pandangannya bagaimana seharusnya menggalang dana bagi organisasi secara mandiri. Ansyarudin menerangkan bahwa sebelum mereka menguasai lahan warisan rakyat penunggu dan kemudian

membangun koperasi dalam mengelola hasil pertanian mereka hidup begitu sulit. “Untuk sekolah anak-anak saja, jangankan ke tingkat tinggi untuk tingkat SMA saja sudah begitu sulit. Tapi sekarang setelah ada koperasi, syukur Alhamdulih hidup kami setingkat lebih baik,� papar Ansyarudin. Pada sisi lain Burani Tadjie mengungkapkan kesulitannya dalam membangun koperasi. Orang seringkali berjanji, tapi sulit memenuhi kewajibannya dan saat ditagih selalu mengatakan nanti dan nanti saja. Jauh api dari panggang artinya jauh sekali dari harapannya. Sementara itu ibu Neny menerangkan hal-hal yang menyangkut akutabilitas sebuah organisasi. Bagaimana cita-cita mengembangkan sumber daya alam itu dapat dikembangkan secara berkelanjutan, dapat memberi kita hidup yang nyaman dan untuk mencapai kategori gold itu tak dapat melakukannya sendiri, tapi melibatkan teman-teman yang ada di lapangan NGO atau LSM.

Lewat pengalaman-pengalaman pengelolaan dana seperti itu Samdhana punya banyak pengalaman. Jika dalam perencanaan dilakukan bersama-sama, biasanya pelaksanaannya lebih berhasil dari pada hanya pikiran satu orang atau bukan dari komunitas. Lalu ada proses verifikasi dan persyaratan administrasi. Apakah datadata lembaga pemohon itu benar adanya sebelum penandatanganan kontrak kerja sama. Apakah dana itu dipergunakan sebagaimana mestinya. Menyangkut bukti-bukti pengeluaran keuangan sebagaimana prosedur sebuah lembaga founding untuk mendapakan bantuan yang dapat dipercaya dan berkelanjutan. Dalam kesempatan yang sama Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan informasi adanya pola baru pencurian sumber daya genetik atau SDG & PT-SDG Biopiracy, pengambilan (misap propriation) dan penggunaan (misuse) secara tidak sah. Sarasehan ini menggali lebih dalam informasi dan masukan, bagaimana mekanisme mengakses dan mengelola dana yang bersumber dari internal dan eksternal sebuah organisasi.//***** Jffr

35 mei 2013


berita komunitas

Pengukuhan Koordinator Perempuan AMAN Kalimantan Tengah Palangkaraya, 18 Februari 2013 Kongres Masyarakat Adat Nusantara III di Pontianak, Kalimantan Barat, telah memberikan mandat pada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara untuk membentuk organisasi sayap perempuan adat. Mandat ini akhirnya bisa terlaksana pada Kongres AMAN IV, April 2012 di Tobelo, Maluku Utara.

K

eberadaan sayap perempuan adat dilandasi oleh fakta terjadinya peminggiran hak-hak pada perempuan adat. Ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan yang dirasakan masyarakat adat, secara langsung berdampak pada kaum perempuan adat. Oleh karena itu, penyadaran akan hak-hak perempuan adat, baik di ranah domestik maupun publik sangat penting bagi keberlangsungan masyarakat adat itu sendiri. Di samping itu, peningkatan kapasitas pada perempuan adat sangat krusial untuk dilakukan secara berkelanjutan. Untuk mempercepat proses penguatan perempuan adat ini, maka sayap organisasi ini juga dibentuk di setiap wilayah. M a s y a r a k a t adat di Kalimantan Tengah juga menyadari peran penting perempuan adat, sehingga pada Rapat Kerja Nasional AMAN

36 mei 2013

ke-III ini dikukuhkan keberadaan Koordinator Perempuan AMAN Kalimantan Tengah. Tujuan utamanya adalah memperkuat peran perempuan adat dalam setiap pengambilan keputusan di segala bidang yang diterapkan oleh pemangku kebijakan setempat. Acara pengukuhan yang diselenggarakan pada 18 Februari 2013 di Asrama Haji Palangkaraya ini dibuka dengan tarian “Memanggil Roh Leluhur” yang dibawakan oleh Ibu Mardiyana, perempuan adat dari Kalimantan Tengah. Kemudian Romba Sombolinggi selaku Dewan Perempuan AMAN memberikan sambutan, yang dilanjutkan oleh Surti Handayani selaku Sekretaris Pelaksana perempuan AMAN. Diharapkan dengan diangkatnya Koordinator

Nindita Nareswari Wilayah, “Nindita Nareswari,” perempuan adat di Kalimantan bisa mengorganisir diri sehingga lebih berperan di bidang seni, ekonomi, dan pengambilan keputusan. Acara pengukuhan ini diakhiri dengan pembacaan deklarasi yang juga menetapkan Nindita sebagai Koordinator Perempuan AMAn Kalteng. Lalu acara ini ditutup dengan sambutan dari Simpun Sampurna selaku Ketua PW AMAN Kalimantan Tengah. *** (AT)


berita komunitas

Sarasehan Memperkuat Organisasi, Tantangan Setelah Kemenangan Diraih

Peaerta Sarasehan Memperkokoh Organisasi, Tantangan Setelah Kemenangan Diraih

P

ada tanggal 25 Februari 2013 lalu, terjadi peristiwa mengenaskan. Polisi menyisir Kampung Pan-

dumaan dan Sipituhuta. 31 warga ditangkap akibat konflik dengan PT Toba Pulp Lestari, 16 orang diantaranya kemudian sempat dimutasikan dan dijebloskan kesel tahanan Polda, Sumatera Utara. Para pemuda yang sedang belajar di rantau gelisah. Mendengar peristiwa kriminalisasi itu, seorang pemuda bernama Aman Lumban Gaol berasal dari Pandumaan-Sipituhuta yang tinggal di Jakarta, segera melakukan koordinasi dengan Ketua Umum BPAN, Simon Pabaras. Aman Lumban Gaol mengontak dan mengorganisir para pemuda serta para perantau warga Pandumaan-Sipitu dari Bandung-Jakarta. Pemuda ini kemudian didaulat jadi koordinator lapangan dalam aksi demo di Kemenhut. Itu adalah ekpresi dalam bentuk protes seorang pemuda atas perlakuan aparat polisi dan PT Toba Pulp Le-

stari atas masyarakat adat PandumaanSipituhuta kampung halamannya. Kisah di atas menggambarkan bagaimana peran pemuda adat ikut serta memperjuangkan tanah adatnya, meskipun berada di perantauan. Peristiwa ini menjadi ilustrasi awal sarasehan bertajuk “Memperkuat Organisasi untuk Membela, Melindungi, dan Melayani Masyarakat Adat� pada Rakernas AMAN ke-III di Palangka Raya-Kalimantan Tengah akhir Februari lalu. Hadir sebagai pembicara, Simon Pabaras selaku Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara, Surti Handayani sebagai Sekretaris Pelaksana Perempuan AMAN, Nur Fauzi Rahman dari SAIN, sera Simpun Sampurna selaku ketua BPH AMAN Wilayah Kalteng. Dalam presentasinya Simon Pabaras memaparkan ragam persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat, antara lain diskriminasi, perampasan tanah adat, proses pemiskinan akibat susutnya sumber alam untuk kehidupan bersama.

Kehilangan identitas, degradasi budaya. Hal ini tentunya berdampak pula pada pemuda dan pemudi adat sebagai generasi penerus masyarakat adat. Dalam bingkai persoalan inilah ada keinginan untuk bangkit bersatu, serta teroganisir dalam satu gerakan. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) lalu lahir sebagai wadah bagi pemuda adat nusantara untuk melakukan perjuangan bersama merebut hak-hak masyarakat adat disegala lini kehidupannya. Jika sebelumnya gerak pemuda adat sporadis, maka BPAN hadir untuk menyatukannya. Dengan struktur organisasi yang menaungi hingga ke-tingkat kampung, maka BPAN diharapkan mampu melakukan koordinasi yang lebih efektif dalam melakukan gerakannya.Kini dalam satu tahun telah terbentuk 7 pengurus wilayah BPAN antara lain BPAN Kalbar, BPAN Maluku Tengah, BPAN Kalsel, BPAN Sumut, Baralosa NTB, BPA Tano Batak, BPAN Kalteng. Kemudian ada 4 pengurus daerah BPAN yaitu BPA Daerah Medan, BPA Daerah Deli, BPA Daerah Serdang, BPA Talang Mamak, serta 1 komisariat Kampung (Korkam) di Komunitas Pagu, Halmahera Utara, Maluku Utara. Untuk memperkuat pemuda adat, telah dilaksanakan program bentuk-bentuk peningkatan kapasitas serta program magang di PB AMAN. Selain itu BPAN melakukan mobilisasi aksi melalui berbagai medium, baik online (sosial media, petisi online, talkshow) hingga offline seperti aksi demo. Tak hanya kaum muda, perempuan AMAN pun berperan besar dalam memperjuangkan wilayah adatnya. Di beberapa wilayah, kaum ibu menjadi garda terdepan dalam menghadapi moncong senjata aparat polisi. Keberadaan perempuan AMAN, tentunya hendak memperkuat posisi perempuan baik dalam konteks internal masyarakat adat, maupun eksternal. Surti Handayani selaku sekretaris pelaksana per-

37 mei 2013


berita komunitas empuan AMAN memaparkan landasan pemikiran dan berbagai peningkatan kapasitas perempuan adat. Menanggapi presentasi dari ketua umum BPAN dan Sekpel Perempuan AMAN, Nur Fauzi Rahman menggugah dengan serentetan pernyataan dan pertanyaan tajam. “Bahwa pemuda AMAN bukan sekadar krisis identitas, tapi yang terjadi mereka pergi dari wilayah adatnya, dan lupa pulang. Tragisnya, mereka disuruh pergi merantau untuk sekolah. Orangtuanya susah payah menjual hasil karet, kelapa, padi, untuk membiayai anaknya sekolah. Tapi hasilnya, sekolah mengajarkan ilmu pergi dan lupa pulang,” ungkap Nur Fauzi Rahman. Artinya tantangan bagi generasi penerus masyarakat adat ialah memikirkan “jalan” bagi pemudanya untuk pulang kampung serta mengurus tanah airnya. Ia melanjutkan bahwa kelak ada dua momentum besar dalam perjuangan masyarakat adat, yaitu disahkannya RUU Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat, dan keputusan Mahkamah Konstitusi yang men-

yatakan apakah hutan adat akan tetap menjadi bagian hutan negara atau dikembalikan kepangkuan masyarakat adat. Jika seluruh proses perjuangan berpihak pada masyarakat maka akan ada jutaan hektar hutan/ tanah adat akan dikembalikan. Persoalannya apakah pemuda adat siap kembali ke kampung untuk menggarap lahan adat sebagai sumber alam demi kehidupan bersama. “Sebagai contoh Anggota AMAN Kalimantan Tengah ada 400 komunitasdi 14 Kabupaten/kota. Ada 220 komunitas adat yang sedang konflik dengan taman nasional, perusahaan HTI. Lalu apa yang akan dilakukan masyarakat adat ?,” tantang Nur Fauzi. Dengan tegas Nur Fauzi menggaris bawahi bahwa “jika siap menang, urus pemuda adat.” Sebenarnya gerakan pulang kampung sudah pernah diutarakan oleh Simon Pabaras, dalam wawancara di Tobelo, saat Kongres AMAN ke-IV lalu. Namun menggerakkan pemuda-pemudi adat untuk pulang ke kampung bukan hal yang mudah. Menyoal gerakan pulang kampung sejalan dengan gerakan revitalisasi

wilayah adat, kebudayaan, ekonomi lokal, dan lain-lain. Semuanya berkelindan sehingga dibutuhkan suatu metode kreatif dengan cara pandang holistik. Tantangan yang diajukan Nur Fauzi sangat menarik, setidaknya untuk kembali merefleksikan segala aktivitas peningkatan kapasitas melalui metode yang sudah digunakan seperti pelatihan, magang, dan lain-lain. Apakah semua jenis peningkatan kapasitas ini sudah signifikan untuk mempersiapkan pemuda dan pemudi adat berkarya di kampungnya ? Kembali pada pemuda Pandumaandan-Sipituhuta bernama Aman dalam ilustrasi di atas, maka kita melihat relasi antara pemuda dengan kampung halamannya tak terputus begitu saja. Mereka mencari bentuk perjuangan di rantau demi membantu perjuangan kerabatnya di kampung. Ini adalah modal sosial, barulah kemudian beranjak pada soal mengolah wilayah adat serta revitalisasi kebudayaan. Kita seharusnya meyakini bahwa pemuda dan perempuan adat siap menjawab tantangan saat kemenangan telah diraih.// ***** A.T.Pandjaitan.

Para Pimpinan Sidang Sementara [RAKERNAS AMAN III]

38 mei 2013


rubrik khusus

AMAN Sampaikan Materi Pokok dalam Dengar Pendapat Umum Badan Legislasi (BALEG) DPR RI terkait RUU Masyarakat Adat

S

ekjen AMAN, Abdon Nababan, menyampaikan hal-hal mendasar mengenai urgensi lahirnya

Undang Undang tentang Masyarakat Adat ini. Ia menyampaikan bahwa salah satu alasan mengapa UU ini penting disebabkan karena masyarakat adat telah mengalami ketidakadilan berkepanjangan, sejak Indonesia lahir sebagai negara merdeka dan bertambah hebat setelah Indonesia dikuasai pemerintahan yang otoriter. “Sejak tahun 1945 dudukan untuk masyarakat adat sebenarnya sudah ada, namun akibat ada kelalaian dan salah urus selama 67 tahun, maka terjadilah konflik-konflik antara pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan BPN versus masyarakat adat. Ketidakadilan tersebut akibat dari pengingkaran dan pengambilalihan hak masyarakat adat (hak-hak sipil, politik, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat adat), kata Abdon Nababan. Tindakan-tindakan tersebut bahkan nyaris selalu diikuti dengan kekerasan. Kekerasan yang kerap menimpa masyarakat adat ini sebenarnya bisa diselesaikan lewat perlindungan hak-hak masyarakat adat. Dalam perjalanannya nanti bangsa Indonesia bisa bangkit berdaulat dan bermartabat,� papar Abdon Nababan lebih jauh. Kemudian Sekjen AMAN itu pun memaparkan "usulan perubahan atau masukan" dengan berbagai argumen pokok pikiran yang seharusnya bisa masuk dalam RUU PPHMA. Dalam paparan Abdon, pokokpokok pikiran yang harus harus diakomodir BALEG dalam penyusunan RUU Masyarakat Adat paling tidak mencakup:

AMAN menghadiri undangan BALEG Jakarta/ Baleg DPR, 7 Maret 2013. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memenuhi undangan Badan Legislasi (baleg) DPR untuk memberikan pandangan dan masukan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait pembahasan RUU PPHMA yang tengah berlangsung di BALEG. Pandangan dan masukan AMAN dalam RDPU ini berpusat pada gagasan-gagasan umum tentang masyarakat adat serta masukan-masukan yang sifatnya substantive dan teknis ke dalam draf RUU yang dihasilkan BALEG pada Februari lalu. Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses awal penggodokan undang-undang ini, AMAN telah berinisiatif menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat pada BALEG, agar masyarakat adat mendapat pengakuan dan perlindungan dari pemerintah lewat undang-undang. Judul dan terminologi yang lebih mencerminkan realitas sosial masyarakat adat, istilah “Masyarakat Adat� dan bukan istilah masyarakat hukum adat, perlu menghilangkan pengakuan bersyarat terhadap masyarakat adat, perlunya memasukkan asas Bhineka Tunggal Ika dan asas kesetaraan dan non-diskriminasi sebagai satu kesatuan asas, proses identifikasi

oleh masyarakat adt itu sendiri, proses verifikasi oleh Komisi Masyarakat Adat, penetapan masyarakat adat, Pentingnya ada lembaga yang bersifat khusus dan independen, perlu kejelasan mengenai hak-hak masyarakat adat yang akan diatur, tanggungjawab pemerintah, penyelesaian sengketa dan perlunya sebuah ketentuan peralihan yang

39 mei 2013


rubrik khusus

menentukan bahwa peraturan-peraturan daerah tentang masyarakat adat yang telah ada tetap berlaku. Setelah Abdon Nababan, pembicaraan dilanjutkan dengan pemaparan yang komprehensif dari Noer Fauzy Rachman yang membuat para anggota Baleg terkejut. “Bahwa ada pengalaman pahit rakyat pedesaan yang menyebut diri sebagai masyarakat adat, dalam perampasan tanah sumber dan daya alam itu membuat masyarakat adat memperjuangkan tanah air mereka. Praktek lalim itu dimulai dari penghancuran leburan hubungan kepemilikan rakyat pedesaan atas tanah, sumber daya alam dan wilayahnya dan segala hal ihwal kebudayaan yang hidup dan melekat secara sosial di atas-nya. Kemudian pengakuan negara atas eksistensi masyarakat adat serta lainya adalah jalan tempuh yang akan memulihkan jalur transformasi, komunitas-komunitas masyarakat adat dari sekedar penduduk korban menjadi warga negara dengan seperangkat hak asasi yang melekat padanya,� papar Noer Fauzy. Jika biasanya interupsi dilakukan untuk menyangkal atau member sanggahan, kali ini interupsi dilakukan Prof Hendrawan dari FPDIP hanya untuk memastikan dapat coppy salinan materi yang disampaikan oleh Noer fauzy Rachman. Anggota Baleg DPR Prof Ismed (Fraksi PAN) mempertanyakan mengapa bupati yang diusulkan AMAN untuk menetapkan ketentuan masyarakat adat? Bukankah penetapan oleh Gubernur atau oleh Presiden memiliki kekuatan hukum lebih kuat ketimbang seorang bupati? Abdon Nababan menjawab hal itu dengan sederhana bahwa tak perlu masyarakat adat harus ngurus persoalannnya jauhjauh ke pusat. Biarlah bupati yang mengurusnya, karena representasi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adat adalah tingkat kabupaten dan jika nanti itu menyangkut dua wilayah kabupaten barulah ke-tingkat propinsi,� jawab Abdon Nababan yang juga mengingatkan bahwa sebenarnya sudah cukup banyak Perda di level daerah yang sudah mengatur dengan baik hak-hak masyarakat adatnya. Pernyataan

40 mei 2013

ini terutama dimaksudkan untuk menjaga agar perda-perda tersebut tetap berlaku setelah undang-undang ini disahkan. Nestariani (Fraksi Gerindra) menerangkan bahwa sekarang juga di Komisi II sedang membahas undangundang pertanahan. Lalu apakah RUU Petanahan tidak kontraproduktif dengan RUU Masyarakat Adat menyangkut soal pengadaan tanah? Endang (Golkar) lain lagi, dia menerangkan bahwa saat ini sudah ada otonomi daerah, juga ada undang-undang desa yang sekarang dibahas, lantas bagaimana peran kepala desa sebaiknya nanti? sehubungan dengan keberadaan masyarakat adat? karena kita juga sedang membuat RUU Desa. Sebelum lebih jauh lagi Ketua Baleg, Sunardi Ayub (Hanura) menganulir pernyataan Endang itu karena RUU Desa adalah berbeda dengan RUU PPHMA, demikian Ketua Baleg RUU PPHMA membantah sendiri pernyataan anggota baleg tersebut. Selesai acara formal dengar pendapat, Ketua Baleg bersama para anggota baleg lanjut berdialog secara langsung dengan dengan Sekjen AMAN dan Noer Fauzy Rachman. Bolehlah kita berharap semoga saja ada titik terang antara Baleg DPR dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantra dalam menyusun undang-undang tentang masyarakat adat ini. Kemudian pada tgl 11/ 4/ 2013 DPR RI menggelar Rapat Paripurna ke-20 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II Paripurna, Lantai 3, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat Paripurna dihadiri 336 orang anggota dari berbagai fraksi. Tak memakan waktu lama dan perdebatan sengit. Pendapat fraksi-fraksi dan pengambilan keputusan terhadap RUU Usul Inisiatif Baleg DPR RI, tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat menjadi RUU DPR langsung disetujui. Usulan serta pendapat masingmasing Fraksi akan diserahkan secara tertulis. Ketua Sidang Paripurna DPR, Pramono Anung, Fraksi PDI P mengatakan RUU PPHMA disetujui sebagai usul inisiatif, nanti pada persidangan berikut baru akan dibentuk hal-hal yang berkaitan

dengan RUU PPHMA tersebut. Dalam kesempatan yang sama anggota DPR, Nudirman Munir, (Golkar), mengatakan berbagai masalah yang berkait dengan masyarakat adat harus diserahkan kepada peradilan adat, jangan ada opsional boleh memilih. Kalau boleh memilih investor yang banyak uang akan memilih peradilan hukum. Begitu juga yang punya kekuasaan pasti memilih pengadilan umum. Kalau yang ini nggak ada pilihan lain, tetap harus ke pengadilan adat. Nah memang yang tertinggi nantinya Mahkamah Tinggi Adat di tingkat Propinsi. Tetapi kita harus menjaga NKRI, karena itu tetap beriduk pada Mahkamah Agung. Mengenai materi dan isi diserahkan pada masing-masing propinsi. Sebab belum tentu hukum adat yang berlaku di Minang, berlaku juga di Tapanuli atau di suku Dayak atau suku-suku lain di Indonesia. Karena itu diputuskan, bahwa tiap propinsi untuk membuat ketentuannya masing-masing, melalui Perda Propinsi, melalui Perda Kabupaten/ Kota dalam hal melindungi kepentingan masyarakat hukum adatnya masing-masing, maupun waktu verifikasi. Sebab verifikasi jadi hal yang menentukan juga, misalnya ada orang yang mengaku di daerah saya berlaku hukum adat, padahal daerah yang dimaksud tidak berlaku lagi hukum adat, maka hal yang juga menentukan adalah verifikasi, papar Nudirman Munir. Menyikapi hasil ini, Direktur Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi mengatakan, ini baru satu tahap dari tahapan lainnya yang menentukan. Jika tahap sebelumnya masyarakat adat telah berusaha mempengaruhi draf Baleg (Badan Legislasi) melalui kerja lobby, maka tahap selanjutnya tidak hanya Baleg atau Komisi, tetapi juga kementerian yang ditunjuk oleh presiden. “Tahapan selanjutnya yaitu agenda pembahasan di Badan Musayawarah untuk memutuskan apakah RUU ini akan dibahas di Komisi, Pansus atau Baleg. DPR akan mengirimkan RUU inisiatif DPR kepada Pemerintah, kemudian Presiden akan menunjuk Kementrian tertentu untuk membahas RUU bersama


rubrik khusus

INDONESIA BARU di Tangan Masyarakat Adat Sambutan Abdon Nababan di Pembukaan RAKERNAS III AMAN

T

umbang Malahoi, di tempat inilah kita heningkan cipta untuk para leluhur yang telah mewariskan alam beserta isinya, adat istiadat, bahasa, kebudayaan. Dengan cara inilah masyarakat adat nusantara membuka Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke III di Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, pada 22 Februari 2013. Rakernas AMAN III dibuka dengan tetabuhan musik menggetarkan yang mengiringi tarian “Hetawang Hakangkalu,” sebuah tarian yang mengandung makna pentingnya masyarakat bergotong royong dan bekerjasama. Tarian “Kandurang Tinggang Rangga” membawa pesan moral bahwa manusia wajib mengandung dan melahirkan generasi penerus. Tarian ini juga merefleksikan bahwa masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah berkomitmen untuk mengendalikan diri dan bersabar demi memperjuangan dan membela pengakuan, perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Kesenian yang begitu menggetarkan ruang-ruang Rakernas AMAN III ini dilanjutkan dengan pidato yang sangat menyentuh dari Abdon Nababan selaku Sekjen AMAN. Beliau mengungkapkan bahwa Indonesia dibangun dari dua hal yaitu senasib dan sepenanggungan saat berhadapan dengan penjajah, dan sebuah cita-cita besar untuk menjadi bangsa

Abdon Nababan [Sekjen AMAN] yang berdaulat dalam politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam ranah budaya. Adalah sebuah fakta bahwa tanah-tanah adat kini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan, baik asing, nasional, maupun daerah. Abdon Nababan menegaskan bahwa akibat penguasaan ini maka sumber alam untuk kehidupan bersama masyarakat adat telah rusak, kebudayaan tergerus. Dalam belitan rezim kapitalis inilah masyarakat adat bergerak untuk tetap meletakkan mimpi kedaulatannya. Persoalan besar bangsa ini terletak pada sistem yang tidak berpihak pada mimpi besar yang mendasari keberadaan Indonesia. Sistem keropos ini menyebabkan masyarakat adat bisa berkelahi satu sama lain untuk sesuatu yang sebenarnya merugikan seluruh elemen masyarakatnya. Padahal masyarakat adat bisa hidup layak dan sejahtera dari tanah adatnya sendiri. Tanah adat yang menghasilkan karet, kemenyan, padi, sagu, hasil hutan, dan lain-lain. Sebuah pertanyaan besar perlu ditanamkan terus menerus di setiap generasi, apakah masyarakat adat akan merusak tanah adatnya sendiri ? Artinya mimpi kedaulatan di segala ranah kehidupan harus dialirkan ke setiap kampung, jajaran pemangku kepentingan, struktur pemerintahan di setiap level.

Tingkat kabupaten juga memegang peranan penting agar masyarakat adat menjadi yang terdepan dalam mewujudkan mimpi besar ini. Abdon Nababan menyatakan bahwa mimpi itu kini telah mengalir di Kabupaten Gunung Mas. “Bayangkan jika setiap kabupaten di Indonesia mempertahan tanah adat, bukan justru memperjual belikan tanah adat. Bayangkan jika masyarakat adat memiliki tambang emasnya sendiri, perkebunan sawit, yang dikelola dengan kearifan lokalnya. Artinya bangsa ini tidak perlu mengundang investor karena masyarakat adatnya bisa mandiri,”tegas Abdon Nababan. Kini AMAN tengah menuju pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat”, menunggu keputusan MK untuk mengembalikan hutan adat dari negara. Jika keputusan MK mengabulkan tuntutan masyarakat adat maka akan ada sekitar 40 juta hektar hutan adat akan dikembalikan ke pangkuan pemiliknya. Rapat kerja nasional ke-III ini merupakan cambuk bagi masyarakat adat untuk bekerja menciptakan Indonesia baru. Percayalah, leluhur akan merestui kerja keras ini. *** (AT)

41 mei 2013


rubrik khusus

PERJUANGKAN

Aleta Ba’un Raih Goldman

J

Bapak (alm) Loir Botor Dingit,Kepala Adat akarta, 16 April Besar Masyarakat Adat Dayak Bentian dari 2013-Aliansi Masyarakat Kalimantan Timur pada tahun 1997 dan Adat Nusantara (AMAN) Mama Yosepha Alomang dari Orang menyambut gembira Amungme di Papua pada tahun 2001” atas penghargaan Goldman Enviropapar Abdon Nababan, Sekjen AMAN. mental Prize 2013 kepada Aleta Ba’un Seorang Mama Aleta, perannya yang biasa dikenal dengan Mama begitu penting dalam mempertahankan Aleta, yang juga anggota Dewan AMAN identitas dan keluhuran Masyarakat Adat Nasional(DAMANAS) mewakili Region Mollo, di kaki Gunung Mutis, Nusa TengBali Nusa Tenggara (Bali Nusra). gara Timur. Wilayah yang pada masanya Mama Aleta terpilih melasubur dengan tumbuhan pinang, jeruk, lui penjurian internasional berdasarkan mangga, nangka, kentang, juga tanaman nominasi rahasiaoleh suatu jaringan untuk obat tradisional, sayur-mayur, dan kerja berbagai organisasi dan para tanaman sejenis eucalyptus. Keinginannpenggiat di bidang lingkungan hidup. ya sederhana, agar masyarakat setempat Mama Aleta menerima langsung Goldtidak kehilangan sumber pangan, identiman Environmental Prize 2013 dalam tas dan budaya daerah satu upacara khusus pada hari Senin Hidup Masyarakat Adat Mollo 15 April 2013, di San Francisco Opera terkait erat dengan sumber daya alam House, Amerika Serikat sekitar pukul yang dianggap sakral. Mereka men17.00 waktu San Fransisco atau pukul gumpulkan makanan dan obat-obatan 07.00 WIB (16/4). dari hutan, bercocok tanam di tanah Goldman Environmental Prize subur dan panen dari tanaman pewarna 2013 merupakan Hadiah Lingkungan Photo @ Nanang Sujana Aleta Ba’un alami yang mereka butuhkan untuk meHidup yang diberikan setiap tahun nenun. kepada pahlawan lingkungan hidup, Kegigihan perempuan kelahiran masing-masingmewakili enam kawasan Lelobatan, Mollo, Timor Tengah Selatan, tambang marmer. Saya juga mengucapbesar di dunia. Nusa Tenggara Timur, 16 Maret 1963 itu “Saya gembira, ini penghar- kan terimakasih kepadakeluarga Goldmempertahankan tanah leluhurnya dan gaan yang pantas buat Mama Aleta. man karena ini kali ketiga pemimpin membangun solidaritas dan menjadi inBeliau merupakan Perempuan Adat pergerakan Masyarakat AdatNusantara spirasi bagi kaum tani dan masyarakat yang menjadi pemimpin dan memilih menerima Goldman Environmental adat, khususnya kaum perempuan adat, menggerakkan perempuan ditengah telah membawanya meraih penghargaan struktur sosial yang lebih banyak lingkungan hidup "Goldman Envididominasi oleh kaum laki-laki. Sebenarnya penghargaan ini ronmental Prize 2013". Mama Aleta berhasil menguntuk kita semua "Kita sangat berterigerakkan Masyarakat sebagai aktivis lingkungan hidup yang telah makasih mendapatkan seAdat Mollountuk kembekerja keras dan tak kenal lelah untuk memberi orang Ibu di Pegunungan bali percaya pada Timor sebagai kebanggaan semangat kepada masyarakat adat mollo, untuk kekuatan ritual sebaIndonesia. Penghargaan ini gai media yang mem- berjuang memperatahankan lingkungan hidup. Dan merupakan bentuk pengharpersatukan perjuangan bukan hanya mollo saja tapi untuk seluruh gaan atas semua perjuangan bersama antara masyarakat masyarakat adat nusantara ibu-ibu petani dan Masyarakat adat dengan para leluhurnya, Adat Nusantara yang Mama Aleta wakili salah satunya melawan agresi pemsebagai pahlawan dalam pertahanan bubangunan yang masuk dalam bentuk daya, pangan, penghidupan berkelanjuPrize. Sebelumnya dimenangkan oleh

42 mei 2013


rubrik khusus

TANAH LELUHUR Enviromental Prize 2013 tan, pemeliharaan dan pengelolaan alam. Ternyata perjuangan beliau dihargai oleh dunia luas lingkungan hidup,� Jelas Antoinette G. Royo, Direktur Eksekutif Samdhana Institute. Lembaga pendukung dan pengusul Mama Aleta ke Goldman Environment Prize. Mengomentari atas penghargaan yang diraihnya, mama Aleta berujar bahwa penghargaan ini bukan untuknya atau Masyarakat adat Mollo saja, namun untuk seluruh Masyarakat adat nusantara. “Sebenarnya penghargaan ini untuk kita semua sebagai aktivis lingkungan hidup yang telah bekerja keras dan tak kenal lelah untuk memberi semangat kepada masyarakat adat mollo, untuk berjuang memperatahankan lingkungan

hidup. Dan bukan hanya mollo saja tapi untuk seluruh masyarakat adat nusantara,� katanya. Perjuangan Mama Aleta telah dimulai pada 1990-an, ketika Gunung Batu Anjaf dan Nausus mulai dirambah industri tambang dan industri kehutanan. Gunung Batu anjaf untuk dikeruk (dibelah) dan diolah menjadi batu marmer. Batu, bagi orang Timor adalah batu nama. Nama marga ada pada batubatu itu. Kalau batu nama itu dihilangkan, maknanya sama dengan menghilangkan identitas orang Timor. Perjuangan Mama Aleta dan Masyarakat Adat Mollo selama 11 tahun mulai membuahkan hasilpada 2007, dengan dihentikannya operasi tambang di daerah tersebut. Mama Aleta secara

damai menduduki tempat-tempat penambangan marmer dengan aksi yang disebut "protes sambil menenun." Perusakan tanah hutan yang sakral di Gunung Mutis, Pulau Timor akhirnya bisa dicegah. Didirikan sejak 1989 oleh beberapa tokoh masyarakat seperti Richard dan Rhoda Goldmandari San Francisco, Goldman Enviromental Prize saat ini memasuki tahun ke-24. Selain Mama Aleta, Goldman Enviromental Prize 2013 diberikan kepada Jonathan Deal (Afrika Selatan), Azzam Alwash (Irak), Rossano Ercolini (Italia), Kimberly Wasserman (AS) dan Nohra Padilla (Kolombia).

Masyarakat Adat Mollo

43 mei 2013


rubrik khusus

Perempuan Adat dan

Perkembangannya

L

Perempuan AMAN se-Nusantara aki-laki dan perempuan adalah setara. Namun dalam perjalannya menuju tingkat kesetaraan

tersebut, perempuan adat masih terus menjadi sub ordinat atau bagian ke-dua dari aspek berbangsa dan bernegara. Dalam rumah tangga hingga ranah publik perempuan seringkali hanya menjadi pelengkap, perempuan masih dianggap sebagai nomor dua, hingga akhirnya membuat kebijakan pemerintah juga kurang menghargai perempuan dan dengan demikian membuatnya tidak setara dengan laki–laki. Sementara dalam sejarahnya baik itu dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan juga dalam mempertahankan hak-hak wilayah adat, perempuan memiliki peranan yang sangat penting. Pada saat acara; “Temu Nasional Perempuan Adat Nusantara,” di bukit Doa, Tobelo, Halmahera Utara, April, tahun 2012, KOMNAS Perem-

44 mei 2013

puan memaparkan data sebagai berikut kekerasan terhadap perempuan tahun 2011 ada 119.000 kasus, 96% kekerasan terjadi di ranah domestik atau ranah rumah tangga, dalam 10 tahun terakhir ada 93.000 kekersan seksual dan pelakunya adalah orang-orang dekat, seperti ayah, kakak, paman, saudara, dan sebagainya, yang mematahkan asumsi bahwa rumah adalah tempat yang aman. Melihat catatan Komnas Perempuan tersebut, jelas menunjukkan betapa rentannya perlindungan terhadap perempuan juga Perempuan Adat atau PA. Dalam setiap pengambilan keputusan perempuan bisa dipastikan hanya sebagian kecil saja yang berani menyampaikan usulan. Bahkan ide–idenya dalam perjuangan maupun dalam perkembangan laju pembangunan, sedikit saja yang terekspose ke media massa. Pada kenyataannya perempuan– perempuan adat terus menerus berjuang untuk mendapatkan hak–haknya dalam memposisikan dirinya sejajar dengan laki–laki. Dalam pengambilan keputusan

atau bahkan saat mempertahankan tanah serta warisan leluhurnya dari kerusakan yang disebabkan oleh perusahaan, mereka mengalami tindak diskriminasi dan kriminalisasi. Perjuangan itu mulai dilakukan tahun 1990-an, dimana pada masa itu masyarakat adat utamanya perempuan adat mendapatkan perlakuan–perlakuan yang jauh dari rasa kemanusiaan, juga adanya indikasi pelanggaran HAM. Maka pada tanggal 17 Maret 1999 semua perwakilan masyarakat adat berkumpul di Hotel Indonesia, melahirkan organisasi AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) juga disebut Kongres Masyarakat Adat Nusantara I juga disebut KMAN I. Saat itu hadir perwakilan beberapa perempuan adat, yang kemudian hari melahirkan organisasi APAN (Aliansi Perempuan Adat Nusantara) pada tahun 2001 di Bali. Namun selama perjalanannya organisasi APAN tidak terdengar gaungnya, baru kemudian pada tahun 2007, tepatnya KMAN III dalam organisasi


rubrik khusus AMAN ada Direktorat yang mengurusi Perempuan adat DPPA ( Direktorat Pemberdayaan Perempuan Adat ). Pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara III di Pontianak dimandatkan juga untuk membentuk organisasi sayap Perempuan Adat serta Pemuda Adat, diharapkan sayap organisasi ini bisa menjadi organisasi yang membantu organisasi induknya yaitu AMAN (Aliansi Masyarakata Adat Nusantara) untuk mengkader dan membangun kapasitas perempuan adat serta pemuda–pemudi adat di seluruh Nusantara. Berawal pada pertemuan pertama, Delegasi Perempuan Adat berkumpul di Hotel Medina, Bogor pada 22 Mei 2012. (Perempuan Adat adalah bagian (kelompok) dari komunitas adat (yang posisinya setara) yang memiliki peran dan fungsi menjaga ketahanan hidup komunitasnya yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga yang mengelola keberlangsungan kehidupan ) . Dua tahun terakhir Perempuan Adat mulai melakukan pertemuan yang cukup intensif untuk mengkaji ulang seluruh proses keterlibatan PA di AMAN. Pertemuan ini membangun kesadaran PA bahwa mereka membutuhkan wadah lain sebagai tempat belajar dan mengkonsolidasikan diri mereka untuk mengejar banyak ketertinggalan selama ini. Kesadaran membangun cita-cita bersama sebagai PA yang memegang fungsi dan peran menjaga ketahanan hidup komunitasnya tidaklah cukup bagi PA hanya melalui proses-proses berorganisasi di AMAN terutama untuk

membangun kesetaraan posisi di dalam organisasi AMAN. Temu Perempuan Adat di Hotel Medina, 2011 yang dihadiri oleh PA dari 7 wilayah regional AMAN telah menyepakati dibentuknya Organisasi sayap PA yang otonom di bawah AMAN. (Term Of Referrance Temu Nasional Perempuan Adat) Tanggal 15–16 April 2012 diadakan Temu Nasional Perempuan Adat di Bukit Doa, Tobelo Halmahera Utara, yang di hadiri oleh delegasi perempuan Adat dari 7 Region Anggota AMAN, dan disanalah terbentuk organisasi sayap perempuan Adat dengan nama PEREMPUAN ADAT (Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). Hingga kini perempuan adat terus menerus berjuang untuk mempertahankan hak atas wilayah adatnya, perjuangan yang mereka lakukan sejak lama menguras banyak tenaga di sela – sela para pejuang, perempuan adat harus tetap memperhatikan dan mengabdi sebagai seorang istri namun dalam perjuangan tersebut mereka tetap mendapat dukungan dari suami mereka, diantara para pejuang perempuan adat di seluruh Nusantara ada yang berasal dari Molo, Timur Tengah Selatan ( Mama Aleta Ba’un ), dari Tano Batak, Sumatra Utara (Lungguk br Sibarani (Nai Sinta), Dari Toraja ,Sulawesi Selatan ( Ibu Den Upa Rombelayuk ) dari Tana Luwu, Sulawesi Selatan ( Mama Werima ), Dari Kalimantan Tengah ( Ibu Mardiana ) dari Halmahera Utara ( Ibu Afrida Erna Ngato ) dan Dari Papua ( Mama Yosefa ). Beberapa pejuang perempuan adat ini sudah lanjut usai namun semangat mereka tetap menjadi motivasi bagi perempuan adat di seluruh Nusantara, dan hingga saat ini perempuan adat masih terus berjuang mempertahankan wilayah adatnya dengan berbagai strategi.

Seringkali mereka mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari pihak aparat dan bahkan oleh Pemegang kebijakan negara. Ada banyak contoh yang dialami oleh pejuang perempuan adat, diantaranya Intimadasi dari aparat seperti yang dialami oleh Sangaji Pagu (Ibu Afrida Erna Ngato) Ibu Afrida ditangkap saat memimpin masyarakat adat yang saat itu melakukan aksi menutup pintu masuk ke area Tambang emas PT NHM tepatnya 24 November 2012. Dia bersama 31 orang Masyarakat Adat Pagu mendapat perlakuan kasar dari aparat dalam artian mereka dibentak serta alat komunikasi mereka dirampas, sebelum akhirnya mereka dibawa ke Polres Halmahera Utara dengan menggunakan truk, justru oleh para aparat yang menjaga aksi damai yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Pagu, Halmahera Utara itu, meskipun kemudian mereka dilepaskan. Sampai sekarang Masyarakat Adat Pagu tetap melawan dan teguh pada pendiriannya. Perempuan adat masih terus menerus berjuang untuk mempertahankan wilayah adatnya, berjuang untuk menyetarakan posisinya dalam pengambilan keputusan dan berjuang dalam kemandirian perekonomiannya, dimana semua itu tidak pernah lepas dari restu leluhur dan juga semangat yang tetap terjaga di setiap jiwa dan raga perempuan adat di seluruh Nusantara. TETAP SEMANGAT PEREMPUAN ADAT Surti Handayani (Sekretaris Pelaksana PEREMPUAN AMAN )

Perempuan AMAN se-Nusantara

45 mei 2013


laporan keuanGan Laporan Keuangan PB AMAN Per 31 February 2013 Penerimaan Dana terikat periode Jumlah Februari 2013

Pengeluaran Dana terikat Periode Juni 12-Feb 13

Jumlah

AIPP - National Training on HRs

94,488,055.00

AIPP - National Training on HRs

94,573,880.00

AIPP - Study Trip In indonesia

114,211,725.00

AIPP - Study Trip In indonesia

146,891,029.00

AIPP- Miserior

188,100,800.00

AIPP- Miserior

104,063,000.00

AIPP - IPHRD

48,395,241.36

AIPP - IPHRD

48,622,608.00

RFN - REDD

1,943,415,124.55

RFN - REDD

1,328,399,616.00

IWGIA/AIPP - REDD

2,643,101,286.24

IWGIA/AIPP - REDD

1,599,510,900.00

TamalPais

971,154,305.00

TamalPais

638,916,399.25

GreenPeace

35,000,000.00

NCIV

248,399,600.00

NCIV

333,814,751.95

Tebtebba - REDD

309,500,000.00

Tebtebba - REDD

378,430,274.00

Kemitraan

639,900,000.00

Kemitraan

576,599,000.00

JSDF

745,712,207.00

JSDF

3,775,000,000.00

Saldo

5,904,489,239.25

AIPP - Support Indigenous Voices in ASIA

368,382,549.00

Pengeluaran Organisasi

Jumlah

Saldo

11,470,093,112.10

Rapat Kerja Nasional

1,583,336,511.00

Rapat Kerja Wilayah

4,000,000.00

Penerimaan Dana tidak terikat

Jumlah

Sumbangan/Donasi (acara adat, dll)

96,568,665.00

IURAN Komunitas

5,080,000.00

Gaji Staf PB AMAN

860,146,000.00

IURAN Kader

822,000.00

120,000,000.00

IURAN Kader Pemimpin

762,000.00

Subsidi Operasional PEREMPUAN AMAN dan BPAN

IURAN Bebas dari Kader & Anggota

52,000.00

Damannas

173,200,000.00

Donasi, sumbangan Staf dan lain-lain

685,912,647.57

Biaya Konsumsi Anak Magang

33,050,000.00

Titipan Dana (Samdhana, PEREMPUAN AMAN)

175,489,000.00

Biaya operasional dan kegiatan organisasi

271,000,000.00

Saldo

692,628,647.57

Saldo

3,574,700,626.00

12,162,721,759.67 Sisa Dana per 31 January 2013

Jumlah

Kas

2,197,471.00

Dana Proyek per 31 February2013

5,147,035,860.33

Dana Organisasi per 31 January 2013

58,758,488.21

Saldo per 31 January 2013

5,207,991,819.54

Piutang Organisasi kepada Proyek

247,789,149.57

Saldo

5,455,780,969.11

46 mei 2013

Kontak Person Laporan Keuangan @ Rainny Situmorang Email: rainata@aman.or.id HP: 0812 1100 303 Rumah AMAN: Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A JKTS. Telpon: 021-8297954


laporan keuanGan Iuran Anggota Komunitas AMAN Tanggal

Nama

Keterangan

Jumlah

4/2/2013

Bank

Saldo Sebelumnya

3,170,000

15/2/13

Cek Bocek

Iuran anggota Komunitas

480,000

20/2/13

Ketemenggungan Oheng Kreho (Punan)

Iuran anggota Komunitas

120,000

20/2/13

Taman Sibau

Iuran Anggota Komunitas

120,000

23/2/13

Sipituhuta

Iuran Anggota Komunitas

120,000

24/2/13

Lamdesar Barat

Iuran Anggota Komunitas

120,000

24/2/13

Hono

Iuran anggota Komunitas

120,000

24/2/13

Orong

Iuran anggota Komunitas

120,000

24/2/13

Patongloan

Iuran anggota Komunitas

120,000

24/2/13

Pattallasang

Iuran anggota Komunitas

120,000

24/2/13

Pagu/Isam

Iuran anggota Komunitas

250,000

24/2/13

Mollo

Iuran anggota Komunitas

50,000

24/2/13

Bonleu

Iuran anggota Komunitas

50,000

24/2/13

Pandumaan

Iuran anggota Komunitas

120,000

25/2/13

Bank

Saldo Sebelumnya

497,000

20/2/13

Burani Tadje

Iuran Kader Pemimpin

50,000

20/2/13

Sabirin

Iuran kader Pemimpin

50,000

22/2/13

Satra

Iuran Kader Pemimpin

25,000

23/2/13

Yusuf Biringkanae

Iuran kader Pemimpin

50,000

24/2/13

Gabriel Ongirwalu

Iuran Kader Pemimpin

50,000

24/2/13

Drs. Najamuddin

iuran Kader Pemimpin

50,000

24/2/13

Safaruddin

Iuran Kader Pemimpin

50,000

IURAN ANGGOTA KOMUNITAS

IURAN KADER PEMIMPIN

IURAN KADER PENGGERAK 4/2/13

Bank

Saldo sebelumnya

288,000

19/2/13

Margaretha Setting B.

iuran Kader Penggerak

50,000

19/2/13

Agapitus

Iuran Kader Penggerak

50,000

20/2/13

Sardi Razak

Iuran Kader Penggerak

50,000

20/2/13

Bata Manurun

Iuran Kader Penggerak

50,000

22/2/13

Okplorensius Lubis

Iuran Kader Penggerak

24,000

22/2/13

Hadi Irawan

Iuran Kader Penggerak

50,000

23/2/13

Roganda Simanjuntak

Iuran Kader Penggerak

25,000

23/2/13

Def Tri

Iuran Kader Penggerak

25,000

24/2/13

Mangga

Iuran Kader Penggerak

25,000

24/2/13

Paundanan Embong Bulan

Iuran Kader Penggerak

25,000

24/2/13

Dore Armansyah

Iuran Kader Penggerak

50,000

24/2/13

Muhlis Paraja

Iuran Kader Penggerak

50,000

4/2/13

Bank

SUMBANGAN ORGANISASI

52,000

Total Penerimaan per 1 April

6,716,000

Iuran dan Sumbangan bisa dikirim ke: BANK MANDIRI CABANG PEJATEN, JAKARTA. Atas Nama: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara - Nomor Rekening: 127-00-0644161-0 Kontak Person Laporan Keuangan @ Rainny Situmorang I Email: rainata@aman.or.id I HP: 0812 1100 303 Rumah AMAN: Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A JKTS. Telpon: 021-8297954

47 mei 2013


Surat Edaran Penarikan Iuran Anggota No. Surat Perihal Sifat

: 25/Edaran-SEKJEN/PB AMAN/IX/2012 : Penarikan Iuran Anggota AMAN : Perhatian

Kepada Yth ; Komunitas Adat Anggota AMAN di seluruh Nusantara Dengan hormat, AMAN telah berdiri sejak Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I) tahun 1999 dan sudah melewati KMAN IV 2012 di Tobelo Kaputen Halmahera Utara propinsi Maluku Utara. Dari periode ke periode terus terjadi pertambahan jumlah anggota AMAN, Di KMAN I tahun 1999 anggota AMAN hanya berjumlah 360 komunitas ditambah dengan organisasi masyarakat adat yang telah terbentuk. Di tahun 2003 KMAN II jumlah anggota AMAN berjumlah 777, pada tahun 2007 KMAN III jumlah anggota AMAN berjumlah 1696 dan kemudian pada KMAN IV tahun 2012 jumlah anggota AMAN bertambah menjadi 1992 komunitas adat. Dalam rentang waktu hampir 14 tahun perjalanan organisasi ini, dengan penambahan jumlah anggota yang begitu cepat dan besar maka sudah seharusnya penggalangan dana organisasi secara bertahap dilakukan dengan cara mandiri. Ketergantungan dengan lembaga donor seperti saat ini, dalam jangka panjang akan membahayakan keberadaan dan kredibilitas AMAN sebagai ORMAS yang independen berbasis anggota. AMAN secara bertahap harus melakukan penganeka-ragaman sumber pendanaan, salah satunya dana dari iuran anggota dan sumbangan komunitas masyarakat adat yang sudah menjadi anggota AMAN. Iuran anggota adalah kewajiban yang sudah diatur di dalam Anggaran Dasar AMAN yang jumlahnya Rp.120.000; (seratus dua puluh ribu rupiah) per-tahun/komunitas Adat. AMAN harus memulai gerakan kemandirian ekonomi dengan memastikan pembayaran iuran tahunan sebagai bakti material keterikatan Masyarakat Adat (Anggota) dengan AMAN sebagai organisasi perjuangan bersama mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kemartabatan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui surat edaran ini, saya sebagai Sekjen AMAN yang bertanggung-jawab atas PENARIKAN IURAN ANGGOTA AMAN menyampaikan hal penting tentang tata cara pembayaran iuran anggota AMAN sebagai berikut: Penarikan iuran dilakukan oleh Pengurus Besar, Pengurus Wilayah atau Pengurus Daerah atau dikirimkan sendiri oleh Komunitas Adat melalui rekening khusus Iuran PB AMAN, terhitung sejak tahun diterima dan disahkan sebagai anggota. Besaran iuran komunitas masyarakat adat anggota AMAN jumlahnya sebesar Rp. 120.000 (Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) per tahun yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar AMAN. Iuran disetorkan atau dikirimkan melalui Rekening Khusus Iuran atas Nama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bank Mandiri cabang Pejaten, Jakarta No.Rekening: 127.00.0644161.0 Iuran juga dapat disetorkan melalui Wesel pos ke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A Jakarta Selatan 12820. Semua pengiriman atau setoran harus mencantumkan nama komunitas dan Konfirmasi atau Pemberitahuan bahwa PW atau PD atau Komunitas telah mengirimkan iuran dapat di kirimkan SMS pemberitahuan ke Nomor 081218334211 atau email: rumahaman@cbn.net.id Persentase pembagian (alokasi) iuran yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan RPB X yaitu : 40 % untuk Pengurus Daerah, 30% untuk Pengurus Wilayah dan 30% untuk Pengurus Besar Setiap Komunitas adat anggota AMAN yang membayar iuran akan di publikasikan atau di umumkan melalui media AMAN antara lain website AMAN, Gaung AMAN dan SMS Adat. Setiap komunitas adat yang telah melakukan pelunasan iuran anggota akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan upaya-upaya perlindungan, pembelaan, dan pelayanan AMAN sebagai Organisasi kepada anggota. Bergerak dan majunya organisasi ini kedepan, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan komunitas adat sebagai anggota AMAN. Demikian pemberitahuan penarikan iuran ini di sampaikan , atas perhatian dan kerjasama yang baik di ucapkan terimakasih. Hormat Kami, Abdon Nababan Sekretaris Jenderal AMAN Tembusan: 1. Seluruh Ketua BPH AMAN Wilayah 2. Seluruh Ketua BPH AMAN Daerah 3. DAMANNAS (sebagai laporan) 4. ARSIP

48 mei 2013


KalenDer aman

Agenda Kegiatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Februari-Maret 2013 2 Februari 2013 Muswil AMAN Jawa 2-3 Februari 2013 Musda AMAN Tanah Lembak, Bengkulu 07 February, 2013 Lokakarya Sehari Kemitraan Australian Volunteers International, Fave Hotel Kemang, Jakarta 12 Pebruari 2013 Musda di Seram Bagian, di Desa Morekao 12 Februari 2013 Konsultasi Publik pemangku-kepentingan tingkat nasional sebelum melakukan Penilaian HCV bagi konsesi-konsesi Asia Pulp dan Paper Group/Sinarmas Forestry di empat (4) provinsi, di Hotel Harris Jakarta 13 Februari 2013 Undangan Konsultasi AICHR 2013, di Redtop Hotel Jakarta 12-13 Februari 2013 MUSWIL AMAN Sulawesi Utara 16 Februari 2013 MUSDA AMAN Sanggau 9 Februari 2013 Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Ambon 18 Februari 2013 Rapat Panja Baleg tentang RUU PPHMA, terkait penyusunan Draft Hasil Masukan dari Pakar di DPR RI 19-23 Februari 2013 Rapat Kerja Nasional AMAN ke III di Palangkaraya dan Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas 19 – 23 Februari 2013 19 Maret 2013 Tanah untuk kesejahteraan, kemakmuran rakyat dan ketahanan pangan”. Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat 21-22 Maret 2013 Konsultasi Fase Pertama untuk meninjau and memperbaiki kebijakan Perlindungan (safeguards Policies) Bank Dunia pada maret 21-22, 2013. Hotel Twin Plaza, Jakarta 27 Februari - 3 Maret 2013 Training of Trainers Pemetaan dan Perencanaan Partisipatif di Komunitas Adat Tallu Bamba, Kabu paten Enrekang 7 Maret - 11 Maret 2013 Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif dan Perencanaan Tata Ruang Wilayah di Kelurahan Peta, Kota Palopo 2-10 Maret 2013 Study trip to nepal, climate change and redd partnership program, nepal 11-15 Maret 2013 The World Biofuel Market di Nedherland 12 Maret - 18 Maret 2013 Training Fasilitator Pemetaan Partisipatif di Komunitas adat Ondae Pamona Kabupaten Poso 16-17 Maret 2013 Rapat Kerja ke II AMAN DAERAH SUMBAWA, Komunitas ADAT PEKASA 17 Maret 2013 Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara di Bundaran HI, Jakarta 17 Maret 2013 Perayaan HKMAN di Meratus 17 Maret 2013 Untuk Perayaan HKMAN di Komunitas Adat Tanganam, Kecamatan Lunyuk. 20 Maret 2013 Seminar Nasional terkait kearifan lokal dan hukum adat di Hotel Grand mahkota Pontianak (Kepoli sian Negara RI - Kalimantan Barat) 22 Maret - 26 Maret 2013 Pendidikan Kader bagi Komunitas Adat di Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat "Bergerak Bersama Merebut Hak" 25 Maret - 31 Maret 2013 Pelatihan Pemetaan Partisipatif & Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kelola Masyarakat Adat di Balai Adat Karya Sepakat, Kabupaten Tanah Bumbu 25 Maret - 31 Maret 2013 Pelatihan Pemetaan Partisipatif & Rencana Tata Ruang Wilayah Masyarakat Adat, Pantai Serambi Deli, Komunitas/Kampong Paluh Sibji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang 23-25 Maret 2013 Bali meeting Post2015 25 – 29 march 2013 Financial and Organisational Management Workshop, di Chiang Mai, Thailand

49 mei 2013


Galeri

Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ke-Tiga [RAKERNAS AMAN III] Tumbang Malahoi, 19-23 Februari 2013

50 mei 2013


Galeri Aksi Damai, Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan HUT AMAN Ke-14 [17 Maert 2013] Bundaran Hotel Indonesia

51 mei 2013



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.