Satu Yang Kami Tuntut: PENGAKUAN ‘Kalau negara tidak mengakui kami, kamipun tidak mengakui negara’ Dengan pernyataannya yang terkenal pada Kongres Pertama tahun 1999, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengubah kebijakan tentang kesatuan bangsa di Indonesia dan mengakui hak masyarakat adat untuk mengurus dirinya sendiri, tanah-tanahnya dan sumber daya alam sesuai dengan adatnya masing-masing. Mereka menuntut adanya pembaruan hukum, desentralisasi dan penghormatan atas standar internasional hak asasi manusia sejalan dengan pengakuan atas adat dalam konstitusi. Tetapi apa artinya pengakuan tersebut bagi masyarakat adat sendiri? Bagaimana seharusnya hukum nasional dibentuk untuk mengakomodasi keragaman dari adat dan aspirasi dari 500-an komunitas yang berbeda? Seperti apa pengakuan secara hukum hak atas tanah yang diupayakan oleh masyarakat adat? Siapa yang akan bernegosiasi atas nama masyarakat adat di masa depan? Bagaimana masyarakat adat mengatur dirinya sendirinya? Bagaimana masyarakat adat berhubungan dengan pemerintah? Satu Yang Kami Tuntut: Pengakuan, mencatat hasil dari serangkaian musyawarah di masyarakat adat yang diselenggarakan oleh AMAN bekerjasama dengan World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Forest Peoples Programme (FPP) yang mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Buku ini menggambarkan bagaimana masyarakat adat mengatasi dilema yang serupa dan mensarikan gagasangagasan yang terangkum dan kesimpulan yang dicapai dalam musyawarah-musyawarah tersebut. Buku ini tidak memiliki seluruh jawaban atas pertanyaan di atas. Tujuannya adalah untuk merintis diskusidiskusi terbuka dalam masyarakat adat supaya mereka mendapatkan penyelesaian sendiri atas pertanyaan-pertanyaan di atas dalam kerangka yang selaras dengan hak menentukan nasib sendiri (right to self-determination).
AMAN
Forest Peoples Programme