3 minute read
Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional dengan Tidak Berperilaku Mubazir
Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional dengan Tidak Berperilaku Mubazir
Nurhasanah
Advertisement
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Jika kita pandang sekilas, maka tidak akan ada masalah mengenai ketahanan pangan Indonesia. Potensi darat dan laut Indonesia seharusnya sudah cukup menenangkan pikiran kita untuk tidak mempermasalahkan ketahanan pangan. Tetapi pada kenyataannya, berdasarkan hasil penelitian Organisasi Pangan Dunia (FAO) tahun 2016 terdapat 19,4 juta warga Indonesia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. selain itu tingkat konsumsi sebagian penduduk Indonesia masih di bawah anjuran pemenuhan gizi. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang fundamental untuk setiap orang, karena pangan akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusianya. Jika pangannya tidak terpenuhi, bagaimana mungkin seseorang akan dapat menggerakkan roda kehidupan dengan maksimal. Tanpa dukungan pangan yang cukup dan bermutu, maka akan sulit menciptakan manusia yang berkualitas. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan bukan saja
kebutuhan fundamental bagi setiap orang, tetapi kebutuhan mendasar bagi suatu bangsa. Sistem ketahanan nasional yang kokoh menjadi dasar yang kuat untuk menciptakan keberhasilan pembangunan.
Ketahanan pangan yang merupakan komponen penting untuk terciptanya suatu pembangunan memiliki daftar permasalahan yang masih diupayakan solusinya. Pemerintah dengan dukungan hasil penelitian perguruan tinggi telah melakukan berbagai usaha untuk menciptakan ketahanan pangan yang kokoh, tetapi kendala di lapangan masih banyak yang belum tuntas. Sebagai warga negara yang memiliki andil dalam pembangunan bangsanya, tentu kita tidak bisa hanya sekedar mengkritik pemerintah tanpa adanya solusi yang kita tawarkan. Salah satu komponen pangan adalah pemanfaatan pangan, artinya bagaimana kita dapat memanfaatkan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. Sederhan saja, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang. Mulai dari diri sendiri untuk tidak mubazir, mulai dari yang kecil misalnya dengan memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam tanaman yang biasa digunakan untuk asupan makan, dan mulai dari sekarang.
Pertama yang akan dibahas adalah mulai dari diri sendiri untuk tidak mubazir. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-
qur’an surat Al-Isro ayat 26-27 yang artinya “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Coba kita lihat fenomena sekarang, banyak sekali saudara-saudara kita yang memesan banyak makanan dan tidak dihabiskan, bukankah ini perbuatan mubazir? Sadarkah kita bahwa berat sampah makanan di Indonesia mencapai 13 juta ton selama setahun? Artinya dengan berat tersebut kita dapat memberi makan 11% jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 28 juta jiwa. Sebagaimana dikutip dari foodsustainability.eiu.com, data dari Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2016 menempatkan Indonesia sebagai nomor dua penghasil sampah makanan terbanyak di dunia setelah Saudi Arabia. Dalam data tersebut dijelaskan bahwa pola konsumsi makanan masyarakat yang buruk membuat produksi sampah makanan semakin meningkat per tahunnya. Coba kita pikirkan, jika kita makan sesuai porsi dan tidak bernafsu untuk memesan semua makanan yang kita inginkan maka kita dapat menghemat pengeluaran, budgetnya dapat ditabung untuk keperluan lain atau disedekahkan. Bukankah kita banyak melihat saudara-saudara kita yang untuk makan saja sulit?. Bukankah dengan membantu saudara kita yang kelaparan akan lebih bermanfaat daripada membuang makanan? Kita dapat memperbaiki ini dengan
kesadaran diri sendiri dan mulai mengajak orang-orang di sekitar kita.
Solusi kedua adalah mulai dari yang kecil. Contoh solusi kedua adalah dengan menanam tanaman yang biasa dikonsumsi, misalnya apotek hidup, cabai, tomat, buah-buahan dan sayur-sayuran. Tanaman ini ditanam dengan memanfaatkan pekarangan yang ada, hal ini juga merupakan perilaku tidak mubazir. Mari kita lihat bagaimana dampaknya jika setiap keluarga di Indonesia memiliki kemandirian pangan. Misalnya saja cabai, setiap hari kita makan menggunakan cabai sebagai perasa, dalam 1 bulan berapa kilogram cabai dikonsumsi setiap keluarga di Indonesia? Tanaman cabai dapat ditanam sendiri dengan lahan yang tidak harus luas, karena menanam cabai dapat menggunakan pot. Tanaman apotek hidup selain untuk obat-obatan juga dapat berfungsi sebagai rempah-rempah dapat ditanam di pekarangan rumah. Tanaman buah-buahan dan sayuran seperti tomat, kangkung dan bayam juga dapat di tanam dipekarangan rumah. Jika hanya 1 atau 2 keluarga saja yang melakukan hal demikian tentu tidak menghasilkan dampak yang signifikan, tetapi jika dilakukan bersama-sama makan akan membantu setiap keluarga untuk lebih mandiri dan menghemat pengeluaran. Jika ketahanan pangan ditingkat
keluarga telah berdiri kokoh, maka akan berdampak positif untuk ketahanan yang lainnya.
Solusi ketiga adalah mulai dari sekarang. Allah telah berfirman dalam Al-qur’an surat Ar-ra’du ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Pertanyaannya bagaimana caranya agar kita berubah menjadi lebih baik? Jawabannya berubahlah dari sekarang ke arah yang lebih baik. Tidak hanya sekedar ingin, tetapi aksinya juga segera direalisasikan. Hal ini juga merupakan tindakan perilaku tidak mubazir yaitu dengan menggunakan waktu sebaik-baiknya.