IRASAH D MEDP Newsletter „ Mei 2009
Madrasah Education Development Project INFRASTRUKTUR TELAH SIAP DIRASAH 1 Daya Juang Madrasah Lebih Tinggi
DA F T A R I S I
DIRASAH MEDP Newsletter
Alamat: Lantai 8 Blok C 808 Gedung Departemen Agama Jl. Lapangan Banteng Barat no. 3-4 Jakarta Dewan Redaksi: Bahrul Hayat, PhD, Dr. Mohammad Ali, Dr. Affandi Mochtar Pemimpin Umum: Dr. H. Firdaus, M.Pd Pemimpin Redaksi: Dr. Rohmat Mulyana, M.Pd Wakil Pemred: Aceng Abdul Aziz, M.Pd Staf Redaksi: Abdul Rouf, Bekti Indramaji, Ety Herawati, Fifi Mutia, Nina Hasanah Muhibuddin Konsultan Produksi: PT. Madah Arbata Design: Ahmad Gabriel
4 SALAM REDAKSI
PROGRAM
3
11 Perlu Totalitas Kerja dari Semua Pihak
20 Meningkatkan Mutu Melalui KTSP 22 MEDP Harus Dipahami Segenap Pemangku 24 Serangkaian Pelatihan bagi Fasilitator MEDP 25 Siap Dibangun 12 Madrasah Internasional 26 Lokakarya Review MDP 27 Evaluasi MEDP di PCU Jateng
PROFIL
PERSPEKTIF
14 Madrasah Ibtidaiyah Mazra’atul Ulum: Dari Lamongan Mengukir Prestasi 16 Madrasah Tsanawiyah Guppi Biangloe: Tak Sulit Menerapkan KTSP 18 Madrasah Aliyah Nurul Huda: Hadir Mendobrak Keterbelakangan
31 Dr. Rohmat Mulyana M.Pd: Daya Juang Orang Madrasah Lebih Tinggi
Menggenjot Mutu Madrasah
LAPORAN UTAMA 4 8
Infrastruktur Telah Siap Menjamin Mutu Program
PENGALAMAN
14
20
2
8
Mei 2009
LENSA 32 Foto-foto Kegiatan MEDP
31
SAL AM RE DAKSI
Menggenjot Mutu Madrasah
P
ara pembaca yang budiman, akhirnya kita bersua melalui media komunikasi yang sudah lama dipersiapkan ini. Kami berharap, buletin Dirasah ini menjadi sarana efetif dan efisien bagi kelancaran program MEDP. Sebagaimana kita ketahui, pemerintah terus berusaha menggenjot mutu madrasah. Untuk itu, banyak program yang telah kita lakukan, di antaranya memberikan bantuan seperti yang dikucurkan melalui program MEDP hasil kerjasama Departemen Agama dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Program MEDP sesungguhnya sudah lama dirancang. Tim persiapan telah dibentuk sejak 2005, tapi baru efektif pada Juni 2007. Setelah itu program MEDP berjalan, namun tertunda lagi karena beberapa kendala yang menghadang. Untunglah, selama 2008 sejumlah program MEDP dapat kita jalankan. Di antaranya pelatihan kepada kepala madrasah. Mereka dilatih manajemen, bagaimana mereka memberikan jaminan mutu, serta mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Program terpenting lainnya adalah penguatan infrastruktur
MEDP, terutama dari sisi pengorganisasian dan manajemen. Maklumlah, program MEDP melibatkan banyak pihak di internal Depag maupun eksternalnya. Yang lebih penting, insya Allah pada tahun 2009 ini kita bisa merealisasikan program MEDP dengan lebih baik. Tak lama lagi blockgrant yang diharap-harapkan segera terealisasi. Kita kini fokus ke blockgrant karena apa pun program yang dirancang, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa memberikan manfaat langsung ke madrasah. Persiapan pengucuran blockgrant tersebut sudah pula dilaksanakan. Di antaranya penyeleksian usulan yang masuk secara buttom up dari madrasah. Usulan-usulan itulah yang kita seleksi kesesuaiannya dengan kriteria yang ada. Nantinya nominal blockgrant itu akan bervariasi di antara satu madrasah dengan madrasah lainnya. Rentangnya antara Rp 300 juta hingga Rp 400 juta. Bahkan ada yang Rp 1 milyar. Meski demikian, dana tersebut tak diturunkan dalam jangka satu tahun, tapi mulitahun. Dr. Rohmat Mulyana, M.Pd. Manajer Proyek MEDP
DIRASAH
3
LA P O RA N UT A M A
INFRASTRUKTUR TELAH SIAP Semua infrastruktur untuk menyukseskan program MEDP telah dipersiapkan matang. Sumberdaya manusia dan perangkat keorganisasiannya telah lengkap dibangun.
K
esibukan di kantor MEDP (Madrasah Education Development Project) setiap hari kian terasa. Menempati sebuah kantor di pojok timur lantai 8 Gedung Departemen Agama (Depag) Jakarta Pusat, para staf MEDP tampak suntuk dengan pekerjaan masing-masing. Mereka tersebar di tiga ruang kerja: untuk konsultan, tim teknis dan satu ruang pertemuan yang tak terlalu lebar. Ruang kantor yang ditempati MEDP boleh dibilang tidak besar. Bahkan mushalla yang ada di pojok kantor itu hanya memuat dua orang untuk shalat berjamaah. Adapun ruang tamu hanya terdiri dari satu meja dan enam kursi tamu. Di temboknya terpampang tiga peta provinsi sasaran MEDP, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Di ketiga peta tertera nama 27 kabupaten tempat 500 madrasah target program MEDP berada. Walaupun tidak besar, namun di kantor itulah semua cita-cita dan impian besar memajukan madrasah 4
Mei 2009
dikembangkan. Diprakarsai sejak tahun 2005, kini program MEDP hasil kerjasama Departemen Agama dan Asian Development Bank (ADB, Bank Pembangunan Asia) itu berdenyut lebih kencang. “Semua infrastruktur untuk menyukseskannya telah dipersiapkan matang, mulai dari sumberdaya manusia hingga perangkat keorganisasiannya telah lengkap dibangun,� kata Manajer Proyek MEDP Dr Rohmat Mulyana, M.Pd. Untuk keorganiasasian, di tingkat pusat terdapat Central Project Management Unit (CPMU) yang berkantor di Gedung Depag Pusat. Sesuai persetujuan ADB, di CPMU terdapat sembilan pengurus inti, seperti penasehat di bidang manajemen dan perencanaan pendidikan (education management and planing advisor), spesialis pelatihan (training specialist), spesialis kerja-kerja sipil (civil work specialist) dan lainnya. Mereka bertanggung jawab dalam masalah teknis program MEDP. Di tingkat provinsi terdapat Provincial Coordinating Unit (PCU), alias
L AP O RAN UTAMA
Menag Maftuh Basyuni memberikan penghargaan kepada siswa madrasah berprestasi kordinator provinsi, sementara di tingkat kabupaten terdapat kordinator kabupaten (District Coordinating Unit /DCU). Adapun yang akan menjadi ujung tombak di lapangan adalah para fasilitator yang terdiri dari seratus orang. Mereka akan memandu program untuk 500 madrasah yang menjadi tujuan program. Seorang fasilitator bertanggung jawab mendampingi minimal lima madrasah sasaran proyek. Sebagai ujung tombak di lapangan, fasilitator tentu harus memiliki standar pendampingan yang terukur. Karena itu pihak CPMU telah melakukan 11 paket pelatihan (Traning of Trainer, TOT) kepada para fasilitator. Komunikasi para fasilitator dengan penanggung jawab baik di daerah
maupun di pusat terus diintensifkan, walaupun mereka tak harus pergi ke kantor pusat untuk berkoordinasi tentang berbagai kegiatan. Setiap madrasah peserta program MEDP akan mendapatkan bantuan (blockgrant) sesuai kebutuhan yang mereka usulkan. “Dana bantuan bervariasi antara Rp 300 juta hingga Rp 400 juta, bahkan ada yang satu milyar,� jelas Rohmat Mulyana. Program yang mereka buat tak harus seragam, tidak boleh ditentukan dari pusat, tapi dibuat berdasarkan aspirasi dari bawah. Madrasah sendirilah yang mengetahui kebutuhan mereka. Walaupun madrasah bebas mengajukan usulan program yang diinginkan, namun tak semuanya harus dikabulkan. Tim konsultan berDIRASAH
5
LA P O R A N UT A M A
Para siswa sebuah madrasah ibtidaiyah sedang mengikuti lomba cerdas cermat hak menyeleksi program apa saja yang sebenarnya sangat dibutuhkan pihak madrasah. Sebagai contoh, permintaan dana pembuatan pintu gerbang madrasah pasti akan ditolak, karena tak sejalan dengan tujuan dan sasaran MEDP. Program MEDP mengusung sasaran memajukan profesionalisme guru madrasah (teacher profesionalism improved), meningkatkan fasilitas dan sumber daya pembelajaran (teaching & learning resources and facilities upgraded), menambah efisiensi internal (internal efficiency increased) serta mem-
perbaiki tatakelola, manajemen dan keberlangsungan madrasah (governance, management and sustainability). Dengan demikian, sasaran program MEDP bukan hanya peningkatan fisik, namun juga peningkatan nonfisik seperti profesionalise guru dan pembelajaran yang bermutu. Melalui program ini tingkat kompetensi madrasah diharapkan bisa lebih ditingkatkan. Sebagai lembaga pendidikan yang 92 persennya dikelola swasta, madrasah tak boleh lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan kelas dua.
Peserta Program MEDP DESAIN induk perencanaan program MEDP mencakup 500 madrasah di 27 kabupaten dan di tiga provinsi: Jawa Timur Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Kediri, Malang, Jember, Jombang, Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro, Lamongan dan Bangkalan. 6
Mei 2009
Jawa tengah Cilacap, Banjarnegara, Wonosobo, Grobogan, Blora, Rembang, Demak, Batang dan Pemalang. Sulawesi Selatan Bantaeng, Sinjai, Bone, Maros dan Jeneponto.
L AP O RAN UTAMA
Sekilas MEDP PROGRAM MEDP terlaksana berkat kerjasama pemerintah Indonesia (Depag) dengan ADB. Berbagai persetujuan antara kedua belah pihak telah ditandatangani, tinggal pelaksanaannya. Perjanjian bantuan di antara mereka telah disetujui pada Maret 2007, sedangkan efektifitas bantuan berlaku empat bulan setelah itu. Diharapkan program ini rampung pada 2012, setelah lima tahun berjalan. Sebelum ini, pihak Depag dan ADB telah mengikat kerjasama dalam upaya pengembangan kualitas pendidikan madrasah melalui beberapa program, yakni Development Madrasah Aliyah Project (DMAP) yang hanya diorientasikan untuk
peningkatan mutu Madrasah Aliyah, dan program Basic Education Project (BEP) yang hanya diorientasikan sepenuhnya untuk peningkatan mutu Madrasah Ibtidiyah dan Madrasah Tsanawiyah. MEDP boleh dikata merupakan akumulasi dari beberapa program sebelumnya yang memiliki cakupan lebih luas, dari MI, MTs, hingga MA. Mayoritas sasarannya madrasah swasta, selain negeri, dengan perbandingan 99-1 persen swasta-negeri. Diharapkan, saat program MEDP rampung pada 31 Maret 2012, masyarakat merasakan secara langsung peningkatan mutu madrasah yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Para guru ketika mengikuti TOT Pembuatan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran MIPA
DIRASAH
7
LA P O RA N UT A MA
Menjamin Mutu Program Keberadaan tenaga ahli dan konsultan diyakini akan membuat program MEDP mencapai kualitas proyek sesuai standar internasional.
J
am menunjukkan pukul setengah dua siang ketika pintu ruang pertemuan kantor MEDP terbuka. Beberapa orang tampak keluar dari ruangan itu. Tapi tak semuanya berwajah Indonesia. Sebagian mereka memang bukan berasal dari Indonesia, tapi konsultan dan tenaga ahli asing yang sengaja disewa untuk program Mad rasah Education Development Project (MEDP). Dari mereka lah dihasilkan berbagai konsultasi dan rekomendasi sebagai acuan pelaksanaan proyek. Jumlah mereka tak banyak. 8
Mei 2009
Namun mereka merupakan para ahli yang berkualitas. Semua konsultan dipilih sesuai Pedoman Penggunaan Konsultan dari ADB (Asian Development Bank). Mereka direkrut melalui perusahaan konsultan internasional dan na sio nal yang sudah berpengalaman. Para konsultan itu ahli di berbagai bidang: pe ngem bangan profesi guru, ke pemimpinan madrasah, madrasah berbasis manajemen, belajar-mengajar dan penilaian kualitas, kinerja manajemen, dan manajemen proyek. Jasa mereka sangat dibutuhkan untuk membantu pelaksanaan proyek. Masingmasing konsultan akan terlibat membantu CPMU dan provinsi. Ghulam Farid Malik, salah seorang dari mereka, sudah sejak 1994 bekerja sebagai konsultan
L AP O RAN UTAMA di Indonesia. Keahliannya di bidang perencanaan, khususnya pada bidang pengembangan kebijakan madrasah tsanawiyah. Madrasah, menurut Ghulam, merupakan institusi pendidikan potensial di Indonesia yang layak mendapat perhatian khusus. Karena itulah dia pun merasa perlu memberikan perhatian pada pengembangan madrasah. Pengalamannya di bidang pengembangan madrasah juga pernah ditempa dalam program Madrasah Sektoral Development Project (MSDP) hasil kerjasama ADB dengan pemerintah Indonesia (Bappenas dan Depag). Menurutnya, keberadaan madrasah yang lebih 90 persen dikelola swasta menimbulkan konsekuensi harus meningkatkan kualitas. Pemerintah tak bisa membiarkan madrasah swasta tertinggal dari sekolah umum.
Berangkat dari pengalamannya yang panjang itu, dia mengaku mengetahui seluk-beluk madrasah di Indonesia. Tak dapat dipungkiri, manajemen merupakan salah satu kelemahan madrasah selama ini. Manager Proyek MEDP Rohmat Mulyana mengakui, para pendiri dan pengelola madrasah semangat juangnya lebih tinggi dibanding para pendiri dan pengelola sekolah umum. Namun terkadang pada awalnya mereka mengenyampingkan kualitas. Yang penting jalan dulu, begitu prinsip mereka. “Kemunculan madrasah berjalan dengan alamiah, sehingga sejak awal kadang kurang menyiapkan diri. Akibatnya, segi manajemen pendidikan kurang diperhatikan,� tutur Rohmat. Keberadaan tenaga ahli seperti Ghulam dan beberapa
DIRASAH
9
LA P O RA N UT A MA konsultan lainya diyakini akan memberikan sentuhan yang membuat program MEDP berkualitas. Di samping itu Departemen Agama (Depag) dan ADB merancang program ini dengan standar tinggi. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan kontrol dilakukan dengan mekanisme yang ada. Semua diatur dalam perjanjian yang jelas di antara keduanya. Perjanjian bukan hanya masalah pengadaan biaya yang berasal dari ADB dan pemerintah. Namun juga masalah penggunanan dana serta pertanggung jawabannya di akhir proyek. Kerja sama antara konsultan
10
Mei 2009
dan penanggung jawab teknis di lapangan diyakini menjadikan program ini berjalan dengan lancar dan berkualitas. Penasihat Perencanaan dan Manajemen Pendidikan (Education Managemen and Planning Advisor) Wahidin mengatakan dirinya sebagai salah satu dari penanggung jawab teknis selalu bekerja sama dengan para konsultan. Sebagai penanggung jawab di bidang teknis pihaknya menjalankan berbagai ketentuan yang telah diarahkan para konsultan. Dengan kata lain, pihaknya merupakan perpanjangan tangan dari para konsultan tersebut di lapangan. Mengingat program MEDP merupakan hasil kerja sama antara ADB dan pemerintah, maka semua standar pengelolaan proyek ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama. Semua hal yang berkaitan de ngan proyek diputuskan secara bersama. Termasuk jumlah SDM yang dibutuhkan baik di tingkat konsultan maupun penanggung jawab lapangan. Jumlah tenaga bisa ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan. Seperti beberapa waktu lalu, jumlah penanggung jawab teknis dikurangi dari 18 orang menjadi 9 orang. Itu terjadi karena, beberapa pekerjaan proyek seperti pengumpulan data madrasah, telah dilakukan sehingga petugas yang dibutuhkan pun ikut berkurang.
P EN GALAMAN
Perlu Totalitas Kerja dari Semua Pihak Pengalaman konon guru paling baik. Kisah dua fasilitator MEDP berikut ini memberi kita gambaran kondisi madrasah saat ini, dan bagaimana program-program dijalankan di sana.
M
enjadi fasilitator MEDP ibarat jembatan yang bisa menghubungkan sekaligus mensinergikan dua kepentingan: pengelola madrasah dan pihak MEDP. Pengalaman selukbeluk fasilitator mengemban amanah pendampingan diungkap Mutammam MEd, fasilitator MEDP di Kabupaten Tegal dan Caswiyono Rusydie
Cakrawangsa, fasilitator pendamping Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Mutammam bertugas mendampingi enam madrasah tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Keenam madrasah itu adalah: MI Al-Huda, Kecamatan Kramat, MI Salafiyah Desa Padaharja, MI Sutapranan, MTs NU Walurejo, MTs Husnaba dan MTs NU Larangan. “Ke depan madrasah ini,” kata Tamam, sapaan akrabnya, “akan diorientasikan bertaraf internasional.” Menurut Tamam, di Kabupaten Tegal terdapat 17 madrasah yang menjadi sasaran program MEDP, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah DIRASAH
11
P EN G A L A M A N (MI), Madrasah Stanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Untuk memudahkan pengelolaannya, ke-17 madrasah dikelompokkan menjadi tiga wilayah pendampingan dengan tiga orang fasilitator. Sebagai fasilitator pendamping, Tamam bertugas menyusun rencana program pengembangan baik kualitas guru, sarana maupun prasarananya. “Untuk kalangan guru, selain sertifikasi, kita mengusahakan agar mereka berkualifikasi pendidikan S1 sesuai bidang keahliannya,” kata Tamam. Sebelum ada program MEDP, lanjut Tamam, tak sedikit guru yang mengajar matematika, tapi secara akademis mereka bukan lulusan jurusan matematika. “Tugas kita bagaimana mensikronkan program studi S1 yang diambil dengan bidang mata pelajaran yang selama ini digelutinya,” ungkap Tamam.
12
Mei 2009
Selain itu, MEDP juga memberikan program pembenahan/pengembangan sarana dan prasarana. Misalnya mengupayakan adanya perpustakaan, kantin, mushalla, WC dan toilet serta ruang belajar yang memadai. Ada pula program penyediaan buku-buku panduan, buku wajib dan sarana belajar lain seperti kelas multimedia. Intinya, program yang disusun mengarah pada peningkatan proses pembelajaran. Program lainnya, kata Tamam, karena pada umumnya siswa madrasah berasal dari kalangan orangtua kurang mampu, maka programnya beasiswa. Beasiswa ini diberikan kepada siswa berprestasi agar melanjutkan studi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Tamam, “Totalitas semua pihak yang terkait program MEDP, termasuk madrasah itu sendiri, menjadi kunci kesuksesan
P EN GALAMAN
program ini.” Karena itu, selaku fasilitator pendamping, dirinya tidak bosan-bosan mengingatkan kepada pengelola madrasah, program MEDP bukan seperti susuan bayi dari ibunya. Melainkan satu stimulan, rangsangan agar madrasah bisa mengembangkan diri. “MEDP hanya bagian dari proses pengembangan madrasah itu sendiri.” Pengalaman serupa juga diutarakan Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, fasilitator pendamping di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Caswiyono, sapaan akrabnya, mengemban tugas mendampingi proses pengembangan madrasah. Misalnya, dari aspek perencanaan pengembangan pendidikan, pelaksanaannya hingga evaluasi. Selain itu, Caswiyono mengadakan pelatihan kurikulum dan pelatihan untuk guru-guru. Caswiyono menjadi fasilitator bagi enam madrasah, dari 17 madrasah sasaran MEDP di Kabupaten Batang. Keenam madrasah itu: MA NU Limpung; MA Sunan Kalijaga, Bawang; MTs Nurus Salam, Tersono; MTs NU 03, Gangringsing; MTs Al-Syai’iriyah, Limpung; dan MTs Al-Islam, Limpung. Menurut penuturan Caswiyono,
program MEDP merupakan momentum tepat untuk pengembangan arah madrasah menuju kualitas yang bagus. Mengapa? “Pengembangan ini bersifat buttom up, dari bawah bukan dari atas,” tandasnya. Jadi, atas dasar kebutuhan madrasah itu sendiri. Caswiyono mengapresiasi optimis, bila program ini berjalan sesuai rencana, MEDP akan merupakan wujud nyata usaha serius dari pemerintah untuk memajukan lembaga pendidikan Islam. Utamanya madrasah. “Cuma masalahnya adalah apakah akan berjalan sesuai harapan, itu yang kita belum tahu,” kilahnya. Hal lain, kata Caswiyono, program MEDP berlangsung hingga 2012. Pertanyaannya, lanjut Wakil Sekretaris Jenderal PP Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ini, bila program ini berhenti, apakah madrasah bisa menjaga keberlangsungan pengembangan kelembagaan maupun pendidikan selanjutnya? “Jangan-jangan madrasah justru makin tergantung pada pemerintah,” kata Caswiyono. Sebuah keresahan yang sesungguhnya telah diantisipasi dari awal melalui exit program. (Sofyan) DIRASAH
13
PROFIL
MADRASAH IBTIDAIYAH
MAZRA’ATUL ULUM DARI LAMONGAN MENGUKIR PRESTASI
M
adrasah tak harus tertinggal dari sekolah umum sebagaimana dikesankan selama ini. Kiprah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mazra’atul Ulum 02 membuktikannya. Madrasah yang beralamat di Jalan Raya No. 214 Paciran, Lamongan, Jawa Timur, ini berprestasi melampaui sekolahsekolah umum. Dari sisi akademik, 14
Mei 2009
misalnya, madrasah yang berdiri pada 1978 ini telah terakreditasi A. Pada bidang non-akademik, MI Mazra’atul Ulum 02 juga meraih banyak prestasi. Di antaranya Juara II Lomba cerdas cermat Ke-NU-an se-Kecamatan Paciran dalam rangka Harlah NU ke-84 2007/2008, Juara IV se-Kecamatan Paciran Lomba Mata Pelajaran Agama Tahun 007/2008, Juara X
PROF I L se-Kecamatan Paciran Lomba Mata Pelajaran Umum Tahun 2007/2008, serta Nilai terbaik UKM se-Kabupaten Lamongan 2003/2004. Berdiri di atas tanah seluas 5.490 m2, MI Mazra’atul Ulum berada di bawah naungan Yayasan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Mazra’atul Ulum. Ia memiliki gedung seluas 745 m2, dengan jumlah siswa 395 orang. Sebanyak 22 orang guru mengajar di sana, dan 13 orang di antaranya bergelar sarjana berbagai disiplin ilmu. Melalui sentuhan MEDP, berbagai fasilitas pembelajaran MI Mazra’atul Ulum 02 ditingkatkan kualitasnya. Juga mutu pembelajaran dan perbaikan tata kelola madrasah tak lepas dari pembinaan. Diharapkan, melalui berbagai langkah itu, bisa dicapai visi MI Mazraatul Ulum 02 sebagai lembaga pendidikan yang “Islami, Kwalitas, Populis.” Indikator visinya: 1. Islami dalam kehidupan bermasyarakat; 2. Kwalitas dalam bidang akademik dan non-akademik; 3. Populis dalam masyarakat sekitar. Adapun misi madrasah adalah: 1. Meningkatkan penghayatan dan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari; 2. Melaksanakan pembelajaran yang efektif, kreatif inovatif dan menyenangkan; 3. Melaksanakan pembinaan pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler. Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Mazra’atul Ulum Paciran, La-
mongan kini telah berusia setengah abad. Embrio sekolah ini berdiri sejak tahun 1958 yang dulu bernama SRINU (Sekolah Rendah Islam Nahdlatul Ulama) yang kemudian bermetamorfose menjadi MINU, sebutan yang lebih populer sampai sekarang. Lembaga tersebut telah mengelola pendidikan formal dan nonformal seperti: TPQ, Ponpes, PAUD, TK, MI, MTs, MA, dan SMA. Nama Mazra’atul Ulum diambil karena diilhami oleh lokasi sekolah yang berada di ladang/sawah daerah Mbohol atas usulan K. Husen Syarqowi. Hal ini terjadi pada tahun 1969, mengingat situasi politik pada saat itu dan GUPPI sudah mulai bergerak sedangkan para kyai dan tokoh NU tetap komitmen untuk mengamalkan Islam ala Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Dalam momen ulang tahun emas telah digelar beberapa even mulai 29 Juni s/d. 8 Juli lalu. Diantaranya ziarah kubur muassis, pentas kreasi anak TK, kirab pelajar & drum-band, khitanan massal, lomba bola voli, temu alumni, lomba karaoke qosidah & puisi, pentas seni, muwadda’ah/wisudapurna siswa. Sebelumnya juga digelar even temu alumni (reuni) mulai angkatan 1958 sampai angkatan 2008. Acara tersebut dihadiri para alumni dengan beragam profesi seperti politisi, praktisi pendidikan, aktivis LSM, dll. Acara itu menghasilkan komitmen para alumni untuk lebih peduli kelangsungan almamater. DIRASAH
15
PROFIL
MTs GUPPI Biangloe Tak Sulit Menerapkan KTSP
T
ak sedikit madrasah mengalami kesulitan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun tak demikian dengan Madrasah Tsanawiyah GUPPI Biangloe yang terletak di Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Madrasah ini mampu menerapkan KTSP berkat pelatihan yang diadakan MEDP. Kepala Sekolah MTs GUPPI Biangloe, Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd, termasuk guru yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan MEDP. Pada 20-29 November 2007, sarjana matematika ini mengikuti ToT MDP MEDP (100 jam) di Surabaya, Jawa Timur. Berikutnya, dia 16
Mei 2009
mengikuti review MDP MEDP yang berlangsung di Semarang. Maka tak aneh, di bawah kepemimpinannya, MTs GUPPI Biangloe mulai mencoba menerapkan KTSP yang pernah dilatihkan oleh MEDP melalui kegiatan Lokakarya dan Pelatihan KTSP yang berlangsung pada November 2008. Hasilnya tak mengecewakan. Diharapkan, melalui dukungan dari MEDP, apa yang sudah dirintis oleh MTs GUPPI Biangloe bisa terus berkembang. Mengapa madrasah yang berada di bawah Koordinasi Kantor Departemen Agama Kabupaten Bantaeng dengan Pembina Pengurus Lembaga Pendidikan GUPPI
PROF I L Biangloe Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan ini menerapkan KTSP? KTSP secara normatif memang sangat diperlukan untuk mengakomodasi semua potensi yang ada di daerah dan untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan dalam bidang akademis maupun non akademis, memelihara budaya daerah, mengikuti perkembangan iptek yang dilandasi iman dan takwa. Pada konteks MTs GUPPI Biangloe, KTSP digunakan sebagai acuan satun untuk memenuhi amanat Undang-undang yang ada serta untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah pada khususnya. Melalui KTSP ini sekolah dapat melaksanakan program pendidikannya sesuai dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhan peserta didik. KTSP disusun dengan mengacu pada Standar Isi (SI) yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006 untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Lebih praktis, penyusunan KTSP ini berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Pendidikan (BSNP) dan ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Dalam mengembangkan dan menerapkan KTSP, MTs GUPPI Biangloe melibatkan seluruh warga sekolah dengan berkoordinasi
kepada pemangku kepentingan di lingkungan sekitar sekolah. Dokumen KTSP yang disusun MTs GUPPI Biangloe mencakup beberapa aspek: 1. Struktur dan muatan kurikulum; 2. Beban belajar peserta didik; 3. Kalender Pendidikan; 4. Silabus, dan 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam KTSP MTs GUPPI Biangloe diintegrasikan muatan lokal, berupa bahasa daerah, budidaya tanaman dan ilmu dakwah. Bahasa Daerah (Makassar) dijadikan muatan lokal sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai kesusastraan dan budaya yang terkandung dalam Bahasa Makassar dalam wujud komunikasi dan apresiasi sastra. Sementara itu, muatan lokal Budidaya Tanaman dan Ilmu Dakwah ditujukan untuk membekali keterampilan siswa sebagai modal dasar hidup mandiri. Mulok beralokasi dua jam pelajaran pada setiap kelas dan muatan lokal yang diprogramkan. Letak geografis MTS GUPPI BIANGLOE yang berada di kawasan gugusan Bantaeng akan banyak memberi warna terhadap proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, program Muatan Lokal yang dipilih adalah yang berkaitan dengan kondisi alam di lingkungan sekitar sekolah. Program Muatan Lokal, yang disusun bekerja sama antara sekolah dengan Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng, itu wajib diikuti oleh seluruh peserta didik MTs GUPPI Biangloe. DIRASAH
17
PROFIL
MADRASAH ALIYAH
NURUL HUDA
Hadir Mendobrak Keterbelakangan
P
ada awalnya, rencana pendirian Madrasah Aliyah Nurul Huda disambut dengan sikap pesimis oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Pasalnya, karena selama itu perkembangan madrasahmadrasah aliyah yang terdapat di wilayah Kabupaten Pemalang tergolong sangat lambat. Namun dengan penuh kepercayaan diri, pengurus Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nurul Huda dapat meyakinkan semua pihak bahwa masyarakat Desa Mereng, Kecamatan Warungpring, Kabupaten Pemalang, membutuhkan
18
Mei 2009
sebuah madrasah aliyah. Apalagi, MA yang ada berada di kecamatan lain dan tak mudah dijangkau. Begitu pula sekolah- sekolah menengah atas lainnya yang setara dengannya, tak gampang didatangi karena cukup jauh. Setelah melalui berbagai hambatan, akhirnya pihak YPI pun memperoleh rekomendasi pendirian MA dari Depag Kabupaten Pemalang, Bupati Pemalang dan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah. Saat ini, MA Nurul Huda Mereng dipimpin oleh Drs. A. Musthofa Hadna, SQ. M.Si. Dalam menempuh perjalanannya, MA
PROF I L Nurul Huda Mereng memang tak berjalan mulus. Terutama di tahun kedua dan ketiga, madrasah sempat mengalami surut. Itu terjadi karena semangat untuk mendirikan madrasah belum dibarengi dengan penataan manajemen yang baik, sehingga jumlah siswa yang masuk pada tahun kedua dan ketiga merosot drastis. Menyikapi kenyataan itu, para pengelola segera mengambil langkah-langkah penting dalam pembenahan manajemen. Hasilnya cukup menggembirakan. Ini terbukti pada tahun berikutnya perkembangan MA Nurul Huda terus mengalami perkembangan. Bahkan kini kekurangan ruang kelas untuk menampung siswasiswa baru. Statusnya pun dengan cepat meningkat dari Tercatat, Terdaftar
dan dalam usianya yang ketujuh sudah berstatus Diakui. Maka pada tahun ajaran 2000/2001 MA Nurul Huda sudah dapat menyelenggarakan ebta/ebtanas di madrasah sendiri dan hasilnya cukup baik. Siswa dari MA Nurul Huda Mereng memperoleh prestasi nilai tertinggi Ebtanas untuk program IPS se-KKMA Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Mudah-mudahan melalui sentuhan kegiatan MEDP, MA Nurul Huda Mereng bisa terus berkembang: mutu kian meningkat, dan siswa yang bisa tertampung pun bisa semakin banyak. Para santri yang bermukim di Pondok Pesantren Al-Hikmah Mereng, yang letaknya tak jauh dari MA Nurul Huda, kini bisa bersekolah formal di sana sambil tetap mendalami ilmu agama di pesantren.
DIRASAH
19
P R O G RA M
Meningkatkan Mutu
Melalui KTSP Dengan kebebasan ini, seorang guru diharapkan bisa memiliki inovasi dan daya kreatifitas yang tinggi untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya dengan baik
S
ebanyak 2.011 orang guru dari 500 madrasah peserta program MEDP telah mengikuti Lokakarya dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam dua gelombang. Lokakarya dan Pelatihan gelombang pertama diselengga20
Mei 2009
rakan pada 10-14 November 2008, sementara gelombang kedua pada 17-21 November di Surabaya. Para guru yang terlibat pelatihan -- dari Jawa Timur 1.054 orang, dari Jawa Tengah 683 orang, dan dari Sulawesi Selatan 274 orang -- terdiri dari para pengajar mata pelajaran sains, matematika dan bahasa. Ini dimaksudkan agar kualitas lulusan 500 madrasah yang mendapatkan dukungan dari MEDP, bisa memenuhi standar nasional pendidikan sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah.
PROGRAM Mereka dibimbing oleh 108 trainer dari UIN Malang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, UNY Yogyakarta, IAIN Walisongo Semarang, UNES Semarang dan UNM Makasar. Rangkaian lokakarya dan pelatihan ini diorganisasikan oleh beberapa perusahaan, yaitu PPSDM UIN Jakarta, PT Daya Makara UI, PT. Amythas And Associate, dan PT. Dian Cendekia Agung. Para guru madrasah tersebut dilatih untuk bisa menciptakan KTSP secara nyata yang selaras dengan muatan dan standar nasional, di samping sesuai dengan kebutuhan lokal, untuk menciptakan daya saing global, dengan tetap dilandasi spirit iman, takwa dan moralitas, yang memang seharusnya menjadi ciri khas murid madrasah. Melalui lokakarya yang berdurasi 3 hari dan pelatihan yang berdurasi 5 hari, semuanya 100 jam, itu diharapkan madrasah memiliki sumber daya manusia yang lebih profesional. Setiap madrasah yang mendapatkan dukungan MEDP juga diharapkan memiliki kurikulum baru yang merupakan wujud implementasi KTSP. Kemudian, diharapkan juga terciptanya kesamaan pola pikir antara pemerintah dan masyarakat khususnya Komite Madrasah menyangkut upaya peningkatan mutu madrasah melalui implementasi KTSP. Dan terakhir, kreativitas dan inovasi para guru madrasah bisa
meningkat, sehingga pendidikan yang baik dan berkualitas di madrasah bisa terlaksana, dengan ciri proses belajar-mengajar berkualitas tinggi. Penerapan KTSP, yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas No. 19 tahun 2007, merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. KTSP memungkinkan sekolah menentukan sendiri kurikulum yang diajarkan kepada para siswa. Meski dibebaskan, namun kompetensi siswa telah dirumuskan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan kebebasan ini, seorang guru diharapkan bisa memiliki inovasi dan daya kreatifitas yang tinggi untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya dengan baik. Penentuan kurikulum ini bisa berbeda antara satu sekolah dengan lainnya, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan para siswa. Diyakini, sekolah-sekolah, termasuk madrasah, yang menerapkan KTSP bisa meningkatkan kualitas pembelajaran mereka. Karena kurikulum yang diterapkan di sekolah-sekolah atau madrasah tersebut bisa mengakomodasi kebutuhan lokal dan tuntutan yang khas dari masing-masing sekolah atau madrasah. Para guru pun bisa lebih berpartisipasi, dan itu cenderung bisa meningkatkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab mereka atas proses belajar dan mengajar di mana mereka menjadi aktor kunci.
DIRASAH
21
P R O G RA M
MEDP Harus Dipahami Segenap Pemangku Agar perubahan yang menjadi tujuan MEDP benar-benar terjadi, segala hal menyangkut MEDP haruslah dipahami oleh semua pemangku kepentingan proyek
S
ebuah proyek pada dasarnya dibangun untuk menciptakan perubahan. Tak terkecuali Madrasah Education Development Project (MEDP). Proyek ini diluncurkan oleh Departemen Agama RI dengan dukungan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB, Bank Pembangunan Asia) dengan tujuan mendorong terjadinya perubahan secara signifikan pada 500 madrasah di 27 kabupaten/ 22
Mei 2009
kota dan 3 provinsi. Agar perubahan yang menjadi tujuan MEDP benar-benar terjadi, segala hal menyangkut MEDP haruslah dipahami oleh semua pemangku kepentingan proyek. Namun, itu ternyata tak mudah. Saat dilakukan kunjungan lapangan ke Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, misalnya, diketahui ternyata banyak pejabat di Province Coordination Unit (PCU), District Coordination Unit (DCU) serta pihak Madrasah, yang belum memahami apa itu MEDP, apa saja komponennya, administrasinya, juga dokumen-dokumennya. Itu sebanyak, pihak ADB dan Sekretariat Jenderal Departemen
PROGRAM Agama menyepakati perlunya sebuah pertemuan internal yang dihadiri para pemangku kepentingan proyek untuk bersama-sama memahamai dan mempelajari seluruh ihwal proyek. Maka, bertempat di Hotel Sahid Surabaya, pada Juni tahun lalu, diselenggarakanlah Pertemuan Koordinasi Internal I yang sekaligus berfungsi sebagai Lokakarya Perencanaan. PCU Jawa Timur menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Sedikitnya 63 orang mengikuti pertemuan tadi, termasuk Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direktur Pendidikan Madrasah, dan pejabat dari CPMU, Kantor Wilayah De-
partemen Agama di tiga provinsi, PCU, MDC, Kantor Departemen Agama, DCU, dan Departemen Keuangan. Diharapkan, setelah pertemuan tersebut, seluruh pihak yang terkait dengan proyek, serta para anggota tim pelaksana proyek, bisa memahami MEDP secara utuh. Selanjutnya, terjadi integrasi tugas dan fungsi CPMU, PCI, DCU dan unit-unit lain di dalam proyek MEDP. Berikutnya, Kanwil dan Kandep Depag bisa berkoordinasi untuk bisa mendukung perbaikan kinerja dan produktivitas MEDP. Terakhir, diharapkan pula terumuskannya formula untuk mengoptimalkan kinerja dan produktivitas PCU dan DCU.
DIRASAH
23
P R O G RA M
Serangkaian Pelatihan Bagi Fasilitator MEDP
M
utu para fasilitator memadai, program MEDP bakal lancar. Itu sebabnya, sepanjang 2008 diselenggarakan serangkaian pelatihan bagi mereka. Sebanyak 174 fasilitator -- 53 orang di Jawa Timur, 34 orang di Jawa Tengah, dan 13 orang di Sulawesi Selatan -serta perwakilan dari CPMU, PCU, MDC dan DCU telah mengikuti rangkaian pelatihan tersebut. Pelatihan pertama diselenggarakan pada tanggal 28 Juli-3 Agustus 2008 bertempat di Hotel Grand New Park Surabaya, untuk para fasilitator dari wilayah Jawa Timur. Pelatihan berikutnya diselenggarakan pada tanggal 4-10 Agustus 2008, bertempat di Semarang, bagi para fasilitator dari Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Di acara pelatihan, menurut Sekretaris CPMU MEDP Wildan Hasan Syadzili, keterlibatan peserta mendapatkan perhatian utama. Sebab, merekalah yang akan menjadi fasilitator pendamping madrasah penerima program MEDP. Mereka mesti memahami program MEDP secara utuh. Mereka pun perlu melengkapi diri dengan pengetahuan, kecakapan, perangkat dan teknik yang 24
Mei 2009
memadai untuk menunaikan tugas-tugas mereka di lapangan. Merekalah yang akan membantu madrasah, sejak dari penyusunan Madrasah Development Plan (MDP) yang sebaik-baiknya hingga implementasinya selama lima tahun masa berlangsungnya program. Dalam pelatihan yang menggunakan metode pembelajaran orang dewasa (andragogy methode) itu, dipaparkan prinsip dan konsep Madrasah Based Management (MBM), juga pengadministrasiann dan dokumen-dokumen MEDP, prinsip dan konsep Madrasah Development Plan (MDP), mekanisme dan pelaporan blockgrant, serta konsep asistensi fungsional yang efektif. Pelatihan diorganisasikan oleh dua perusahaan yang ditunjuk MEDP sebagai rekanan, yaitu PT. Tridaya Fifita (untuk pelatihan di Surabaya) dan PT. Amythas and Associate (untuk pelatihan di Semarang). Adapun para trainer yang membimbing para peserta adalah Cecep Rustana, Ph. D, Musjaffa Fakhruddin, SE, Rusman Isma’il, M. Eng, M. Najid, M. Hum, Dr. HM. Fathoni Rodli, M. Pd, Dr. Umaedi, M. Ed, Dr. Rohmat Mulyana dan Wildan H. Syadzili. Mereka didampingi dua co-trainer, Muhibuddin dan Rahmawati.
PROGRAM
Siap Dibangun 12 Madrasah Internasional
T
ugas utama Departemen Agama (Depag), khususnya jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, meningkatkan mutu dan kualitas madrasah. “Membangun Madrasah Bertaraf Internasional adalah salah satu terobosannya,� tegas Prof Dr Mohammad Ali, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI pada medio Mei 2009 di Jakarta. Karena itu, pihak Depag menganggarkan dana Rp 150 miliar dari ABPN 2009 untuk membangun Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) di 12 provinsi di Indonesia. Menurut Mohammad Ali, pembangunan MBI itu sudah masuk tahap penandatangan kerjasama antara pemerintah pusat dengan masingmasing kepala daerah yang juga membantu menganggarkan dana pembangunannya. Madrasah Bertaraf Internasional adalah madrasah yang memenuhi delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan memiliki keunggulan pelayanan dan lulusan yang diakui secara internasional. Program MBI merupakan rintisan Direktorat Pendidikan Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag. Sistem pendidikannya terpadu dengan pondok pesantren.
Diharapkan MBI dapat menjadi pusat keunggulan pendidikan Islam di masa mendatang. “Dasar hukum pembangunan MBI tersebut tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,� kata Ali. Pihak Depag berharap, provinsiprovinsi lainnya yang sudah miliki madrasah bertaraf nasional bisa menaikkannya menjadi bertaraf internasional. Pembangunan MBI direncanakan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2009, dan pada tahun depannya MBI-MBI itu sudah bisa menerima siswa baru. Siswa yang akan diterima di MBI harus memenuhi kriteria di antaranya lulus tes potensi akademik dan memiliki nilai Ujian Nasional rata-rata minimal delapan dan memiliki bakat lainnya minimal satu bidang. Depag juga menyediakan tenaga guru dengan kualitas terbaik, yakni guru minimal harus bisa menguasai dua bahasa Inggris dan Arab dengan program pendidikan kurikulum nasional yang mengembangkan jati diri siswa. (Sofyan) DIRASAH
25
P R O G RA M
Lokakarya REVIEW MDP
S
alah satu komponen penting program MEDP adalah pemberian bantuan (blockgrant) kepada madrasah, sesuai dengan perencanaan yang disusun oleh madrasah bersangkutan. Rencana kegiatan dan usulan anggaran untuk masing-masing madrasah itu disajikan dalam bentuk Madrasah Development Plant (MDP). Sebanyak 500 lembaga madrasah mengajukan MDP sesuai degan buku pedoman yang telah diberikan, baik untuk renovasi bangunan, penyediaan peralatan seperti meubel, penyediaan alat bantu pembelajaran dan buku-buku, maupun kebutuhan lainnya. Agar setiap MDP yang diajukan benar-benar rasional, sistematis, sesuai dengan kebutuhan mereka, dan diiringi dengan rencana keberlanjutan, maka setiap MDP haruslah ditinjau dan dikaji. 26
Mei 2009
Karena itu, perlulah diselenggarakan lokakarya yang diikuti oleh seluruh anggota Madrasah Development Centre dan para pelatih MDP, yang bertugas meninjau dan mengkaji MDP tersebut. Terakhir, kegiatan pelatihan dan lokakarya persiapan penyusunan Madrasah Development Plan bagi 500 madrasah dilaksanakan pada 4-8 Agustus 2008 bertempat di Hotel Utami Surabaya, dan pada tanggal 11-15 Agustus 2008 bertempat di Semarang. Acara serupa dilaksanakan jauh-jauh hari sebelumnya pada 2007. Sejumlah 72 orang yang terdiri dari 38 trainer dari Jawa Timur, dan 33 trainer dari Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, juga perwakilan dari Advisor Provinsi dan PCU, berpartisipasi dalam pelatihan ini. Lokakarya yang bertempat di Surabaya diorganisasikan oleh PT. Djasa Definita, sementara lokakarya di Semarang diorganisasikan oleh PT. Citra Teknik. Selama lima hari lokakarya di masing-masing lokasi, mereka mendapatkan bimbingan dari Cecep Rustana, Ph. D, Musjaffa Fakhruddin, SE, Rusman Isma’il, M. Eng, M. Najid, M. Hum, Dr. Rohmat Mulyana dan Wildan H. Syadzili.
PROGRAM
Evaluasi MEDP di PCU Jateng
K
egiatan evaluasi adalah agenda yang sangat penting dalam setiap proyek. Kegiatan inilah yang membuat segenap pemangku kepentingan proyek bisa mengetahui sejauh mana proyek telah berjalan, sejauh mana tujuan dicapai, serta apa saja titik lemah yang harus segera ditangani dan kemajuan apa yang harus terus diperkuat. Dari umpan balik yang ditemukan melalui agenda evaluasi itulah, kegiatan perbaikan dalam implementasi proyek bisa disiapkan. Mempertimbangkan hal demikian, bertempat di Hotel Puri Garden, Surabaya, pada tanggal 23-25 Oktober 2008 telah diselenggarakan Pertemuan Koordinasi Internal yang kedua, dengan agenda berupa evaluasi implementasi MEDP pada tahun 2008. Pertemuan ini diorganisasikan oleh PCU Jawa Tengah.
Enam puluh tiga orang berpartisipasi dalam pertemuan ini, meliputi Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direktur Pendidikan Madrasah, dan pejabat dari CPMU, Kantor Wilayah Departemen Agama di 3 provinsi, PCU, MDC, Kantor Departemen Agama, DCU, Departemen Keuangan. Di dalam pertemuan tersebut, dibahas apa saja tantangan yang dihadapi dalam implementasi proyek, kelemahan dalam pelaksanaan proyek, dan bagaimana mengatasinya. Kemudian, dibicarakan juga soal bagaimana menciptakan strategi yang terbaik untuk mempercepat pelaksanaan proyek di masa depan, lalu membuat rincian kegiatan yang detail untuk rencana kerja tahun 2009. DIRASAH
27
ART I K EL
Paradigma dan Arah Pengembangan Madrasah
Melangkahkan kaki Menuju madrasah tercinta Merajut harapan Akan masa depan yang lebih gemilang
A
sa demikianlah yang kiranya kita bisa tangkap dari benak dan dada jutaan pelajar yang setiap pagi meniti jalan menuju madrasah tempat mereka mendapatkan ilmu. Ya, pada kenyataannya, madrasah adalah tumpuan harapan bagi jutaan pelajar di Indonesia – dan sebagian besar mereka berada di pedesaan serta berasal dari keluarga dengan strata sosial menengah ke bawah. 28
Mei 2009
Data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI menyatakan, pada tahun 2008, 2.975.630 siswa belajar di 21.674 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 2.531.105 siswa belajar di 13.826 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 817.720 siswa belajar di 5.043 Madrasah Aliyah (MA). Dengan Angka Partisipasi Kasar berturut-turut sebagai berikut: MI 14,6, MTs 19,43, MA 7,51, keberadaan madrasah memberikan sumbangsih signifikan terhadap angka partisipasi pendidikan nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Karena itu, tepatlah jika segenap inovasi dan upaya perubahan coba dilakukan untuk membuat madrasah mengalami
ARTI KE L transformasi hingga menjadi satuan pendidikan yang bermutu, baik pada aspek proses pendidikan maupun pada output pendidikannya. Lalu, bagaimana paradigma dan ke mana sebaiknya arah inovasi dan perubahan yang diterapkan pada madrasah itu? Tulisan singkat ini coba memaparkan paradigma dan arah pengembangan madrasah. Pertama, soal arah, semestinyalah pengembangan madrasah diarahkan pada penguatan karakteristik dan ciri keunggulan madrasah sebagai satuan pendidikan umum yang bernafaskan Islam. Akan sangat ideal, jika pada madrasah coba kian dikuatkan karakteristik dan ciri keunggulan kompetitif pendidikan Islam sebagai berikut: Pertama, menempatkan nilainilai agama dan budaya luhur bangsa sebagai spirit dalam proses pengelolaan dan pembelajaran. Hal ini ditunjukkan melalui beberapa upaya seperti: (1) mengintensifkan proses dan mengembangkan model pembelajaran agama; (2) mengalokasikan penambahan jumlah jam mata pelajaran agama; (3) mengintegrasikan wawasan keagamaan pada kurikulum pendidikan; (4) menciptakan suasana keberagamaan di lingkungan lembaga pendidikan; (5) mengutamakan keteladanan dalam perilaku dan amalan keagamaan para pengelola dan pendidik; dan (6) menyediakan dukungan bahan dan sarana pembelajaran seperti kitab suci, buku referensi keagamaan, dan tempat ibadah.
Kedua, mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan antara lain: (1) utuh antara aspek jasmani dan rohani; (2) holistik antara akidah, ibadah, muamalah, dan akhlakul karimah; (3) interkoneksitas antara ilmu agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) berkelanjutan dalam konteks hubungan tradisi dan modernitas, dan (5) akomodatif antara kearifan lokal dan perkembangan global; Ketiga, menjunjung tinggi nilainilai keadilan, kesetaraan, dan demokrasi serta sekaligus memberikan pemihakan positif pada pemberdayaan umat yang kurang mampu dalam rangka percepatan terwujudnya kesetaraan sosial. Kemudian, berkenaan dengan paradigma, semestinyalah pengembangan madrasah dilakukan atas dasar paradigma sebagai berikut: Pertama, upaya dan investasi dalam pengembangan pendidikan madrasah harus menghasilkan lulusan pendidikan yang bermutu. Jika tidak, upaya dan investasi itu dapat dikatakan belum mencapai hasil yang maksimal, bahkan bisa dikatakan sebagai pemborosan. Kedua, spirit pendidikan terletak pada interaksi yang otentik dan penuh kesungguhan antara guru dan murid, karena itu, upaya dan investasi pengembangan pendidikan madrasah harus dirasakan manfaatnya terutama oleh guru dan siswa yang merupakan pelaku inti proses pendidikan. Ketiga, manajemen pengembangan pendidikan madrasah harus DIRASAH
29
ART I K EL memberikan pelayanan dan kemudahan bagi para pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidik dan peserta didik; dan keempat, pengembangan pendidikan madrasah harus memberikan perhatian yang adil terhadap semua satuan pendidikan baik negeri maupun swasta. Terakhir, pengembangan madrasah semestinya juga diselaraskan dengan tujuan pembangunan pendidikan Islam yang telah digariskan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI sebagaimana terpapar berikut. Untuk MTs terdapat beberapa target. Pada ranah perluasan dan pemerataan akses pendidikan, targetnya adalah: Meningkatnya APK pada MTs. Pada
30
Mei 2009
ranah peningkatan mutu, daya saing dan relevansi targetnya adalah: [1] Meningkatnya kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan MI/MTs; [2]Meningkatnya kualitas proses pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik MI/MTs; dan [3]Meningkatnya prosentase peserta didik MI/ MTs yang lulus UN. Sementara pada ranah tata kelola dan pencitraan, targetnya adalah: [1]Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam memantau kinerja Wajar Dikdas ; [2] Membaiknya tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan MI/MTs. Sementara pada MA, juga terdapat beberapa target. Pada ranah perluasan dan pemerataan akses pendidikan, targetnya adalah: Meningkatnya APK pada MA. Pada ranah peningkatan mutu, daya saing dan relevansi targetnya adalah: [1] Meningkatnya kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan MA; [2]Meningkatnya kualitas proses pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik MA; [3]Meningkatnya peserta didik MA yang lulus UN; [4]Meningkatnya peserta didik MA yang melanjutkan ke PT unggulan; [5]Meningkatnya peserta didik MA yang terserap dunia kerja atau membuka usaha mandiri. Sementara pada ranah tata kelola dan pencitraan, targetnya adalah: [1]Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam memantau kinerja pendidikan menengah; dan [2]Membaiknya tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan MA. (Setyo)
P ER SPE KTI F
Dr. Rohmat Mulyana, M.Pd:
Daya Juang Madrasah
Lebih Tinggi
S
ebanyak 500 madrasah jadi sasaran program pemberdayaan MEDP, meliputi aspek program & anggaran. Melalui program Madrasah Education Development Project (MEDP) diharapkan madrasah sebagai institusi pendidikan Islam mampu meningkatkan mutu layanan dan kualitas akademiknya di masa mendatang. “Back up ini diharapkan benarbenar bisa memberdayakan potensi yang berada di lingkungan madrasah,� kata Dr Rohmat Mulyana, M.Pd, Manager Proyek MEDP kepada reporter Dirasah yang menemuinya di kantornya di Departemen Agama, Lapangan Banteng Jakarta Pusat. Berikut petikan wawancaranya: Muncul kesan pada masyarakat umum, posisi madrasah berada di nomor dua ketimbang sekolah umum. Komentar Anda? Inilah stigmatisasi/labelisasi dari masyarakat, yang mungkin hanya mengenal beberapa madrasah, yang memang nyatanya seperti itu (nomor dua -red.). Tapi sesungguhnya, bila kita jujur melihat kenyataan madrasah, ada beberapa madrasah yang
unggul, yang bisa menjadi kebanggaan. Misalnya, MIN, MTs, MAN Malang di Jawa Timur, ada Insan Cendekia di Gorontalo dan Serpong. Madrasah yang dianggap nomor dua itu adalah madrasah yang kadang tidak dianggap penting dalam peta permadrasahan di Indonesia. Padahal, menurut saya, madrasah adalah keterpaduan antara pendekatan pembelajaran dengan kurikulum umum dan kurikulum agama. Apa kelebihan madrasah dibanding sekolah umum, selain pendidikan agamanya? Madrasah unggul karena posisi kurikulumnya, baik yang agama maupun umum. Seratus persen agama dan seratus persen umum. Artinya, sisi penguatan sains, matematika dan ilmu lainnya seimbang dengan penguatan aspek pendidikan keagamaannya. Saya menyebutnya bukan keunggulan tapi kekuatan. Kekuatan madrasah yang lain? Kekuatan madrasah lainnya, 91,4% adalah swasta. Karena itu, madrasah sangat dekat ikatan emosionalnya dengan masyarakat. Maka tidak heran bila madrasah itu diseDIRASAH
31
P ER SP EK T I F diakan dan dibangun oleh masyarakat. Disamping itu, didukung dana, tenaga, pikiran dan segalanya dari masyarakat. Namun demikian, hal ini kemudian menjadi tantangan bagi pengelolaan madrasah baik di tingkat mikro maupun makro. Karena apa? Karena munculnya madrasah swasta, selain sebagai kekuatan namun ada titik kelemahannya. Sebab varian persoalan yang muncul di madrasah sangat beragam. Intervensi pemerintah pun pada madrasah cukup terbatas. Anda menyebut titik lemah madrasah. Apa saja titik lemahnya? Saya kira banyak. Diantaranya, yang perlu dibenahi adalah manajemen. Orang madrasah itu semangat juangnya, jihadnya, saya kira lebih tinggi ketimbang orang sekolah umum. Saya yakin itu. Sebagai contoh, ada orang mendirikan madrasah itu menyewa ruang lokal, yang penting jalan dulu. Meskipun bila dilihat dari sisi standar pendidikan ya tidak masuk. Namun, yang saya ingin katakan, betapa semangat itu mencerminkan keinginan atau cita-cita seseorang sangat mulia dan tinggi. Menurut hemat saya, kemunculannya terlalu alamiah, yang kemudian para pelaku madrasahnya sendiri, sejak awal kurang menyiapkan diri. Akibatnya, dari segi manajemen pendidikan kurang diperhatikan. Kalau dari sisi kurikulum, apa titik lemah madrasah? Madrasah pada umumnya harus mulai memikirkan bagaimana implementasi KTSP. KTSP memiliki prosedur, cara, dan arah ter32 32
Mei Mei 2009 2009
tentu yang dalam kurikulum harus mengikuti petunjuk dari pemerintah tentang pengembangannya. Dengan demikian, kurikulum tersebut bisa diturunkan sebagai rencana pembelajaran yang benar-benar mencerminkan pencapaian kompetensi maupun kelulusan siswa. Bisakah dibandingkan kompetensi lulusan madrasah dengan lulusan sekolah umum? Sebenarnya sangat jelas dari hasil Ujian Nasional. Secara umum, ada beberapa madrasah yang tingkat kelulusan siswanya yang masih rendah. Tapi ketika dirata-ratakan nilai Ujian Nasional, perolehan nilai siswa madrasah itu ternyata melebihi rata-rata dari nilai sekolah umum. Itu yang luar biasa. Artinya, ketika ada orang yang menganggap madrasah itu sebagai second class school, kenyataannya pendidikan di madrasah lebih unggul. Lalu, bagaimana peran dan tanggungjawab Departemen Agama terhadap upaya memajukan madrasah? Saya kira Departemen Agama, khususnya Direktorat Pendidikan Madrasah, bertanggungjawab atas semua aspek yang terkait dengan pendidikan. Tetapi bertanggungjawab dalam pengertian itu sebenarnya berada pada tingkatan tertentu. Misalkan Direktorat Pendidikan Madrasah itu harus bertanggungjawab terhadap anggaran untuk pendidikan dasar. Karena itu program Wajar Diknas 9 tahun. Wajar Diknas 9 tahun anggarannya harus masuk dari anggaran Depar-
P ER SPE KTI F temen Agama. Tapi dari sisi lain, sebenarnya tanggungjawab ada pada madrasah itu sendiri. Apalagi madrasah swasta. Misalnya, untuk membayar guru yang mengajar yang bukan pegawai negeri, maka pihak yayasan harus bisa memenuhinya. Selain itu, pemerintah selalu mengupayakan adanya tunjangan guru honorer. Dan semua guru, baik negeri maupun swasta, oleh pemerintah semuanya dianggap sama semuanya. Misalnya terkait dengan sertifikasi guru. Sertifikasi itu tidak ada negeri, tidak swasta. Semua bisa mengajukan selama memenuhi persyaratan mereka bisa dianggap lulus. Kemudian mereka bisa menerima tunjangan profesi di masa yang akan datang. Bagaimana dengan MEDP? Apakah ini juga bagian dari kepedulian pemerintah untuk mengembangkan kualitas madrasah? Ya, MEDP merupakan salah satu upaya peningkatan mutu madrasah. Daerah penyebaran MEDP meliputi tiga provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Jawa Timur. MEDP terkonsentrasi di 27 kabupaten kota. Berapa madrasah yang mendapat ‘sentuhan’ MEDP? Ada 500 madrasah. Diharapkan, 500 madrasah itu diberikan semacam pelayanan khusus dari sisi program dan anggaran. Program MEDP ini membackup madrasahmadrasah sehingga, di masa depan, mereka dapat meningkatkan mutu layanan dan kualitas akademiknya. Selain itu baik dari segi fisik, pro-
gram akademik, manajemen sumberdaya serta kurikulum. Dengan demikian mereka benar-benar bisa memberdayakan potensi yang berada di lingkungannya. Bagaimana mengantisipasi kelanjutan dan keberlangsungan program MEDP selepas proyek usai? Ini yang perlu dipikirkan secara mendalam. Menurut hemat saya, yang perlu dipikirkan bukan saja bagaimana proyek ini berjalan tetapi paska proyek ini. Adakah kemampuan madrasah tersebut mengelola dana, memanaj sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan madrasah. Kasus-kasus seperti ini tidak sedikit. Bisa Anda berikan contohnya? Misalnya ada yang disebut Madrasah Model. Ini ketika ADB memberikan bantuan kepada sekitar 35 Madrsah Model melalui Development of Madrasah Aliyah Project (DMAP). Ternyata hasilnya, ada madrasah yang maju dan ada yang malah ada yang tidak berdaya apa-apa. Karena ternyata di sana ada peralatan yang high cost yang harus di upgread dan pemeliharaannya cukup mahal. Mereka justru tidak berdaya karena tidak memiliki anggaran dana. Akhirnya, peralatan tersebut menjadi tidak bermanfaat apa-apa. Begitu juga proyek-proyek yang sudah berjalan seperti Science Technology Program Equity dengan 29 lokasi madrasah. Program ini menurut saya sangat bagus. Menurut saya, ke depan, harus diantisipasi soal kemampuan madrasah untuk memanfaatkan alat-alat bagus yang DIRASAH DIRASAH
33 33
P ER SP EK T I F sudah disediakan oleh program Science Technology Program Equity. Apakah MEDP sudah mengantisipasi paska usainya program ini? Sebenarnya, setiap proyek itu memiliki program untuk mengantisipasi agar program tetap berkesinambungan selepas usainya MEDP. Karena proyek yang didesain itu sebenarnya sudah memikirkan hal-hal untuk keberlangsungan itu. Cuma, lagi, lagi persoalannya kembali pada SDM internal madrasah yang bersangkutan. Jadi, ketika kita mengembangkan sebuah skema atau program, kan akhirnya balik atau kembali lagi pada orangnya. Mau apa tidak, dia melakukan? Serius tidak, dia melakukan? Bukan soal kapabilitasnya. Saya kira, mungkin, banyak yang mempunyai kapabilitas dan kemampuan. Tetapi kehendak dan kemaunnya kurang. Saya sen-
diri memiliki keyakinan, sebagus apa pun kurikulum itu, tapi kalau orangnya tidak mau melakukan, ya tidak akan pernah berhasil. Apakah itu di madrasah atau perguruan tinggi sekali pun. Harapan Anda terhadap MEDP? Saya kira, ke depan, kalau program ini sudah running, sudah bisa berjalan, kami tentu mengharapkan madrasah mampu memanfaatkan program blockgrant sebaik-baiknya. Kemudian dikelola dengan tanggungjawab dan digunakan untuk program yang rasionable, masuk akal. Apa yang sudah digariskan sebagai tujuan dalam proyek ini dapat tercapai. Selain itu, diharapkan, keberlangsungan program yang sudah menjadi intervensi MEDP ini ke depan betul-betul bisa terus dilakukan dalam konteks peningkatan yang berkelanjutan.
Biodata Kang Rohmat
N
ama lengkapnya Dr Rohmat Mulyana, M.Pd. Ia lahir pada 28 September 1966 di Tasikmalaya Jawa Barat. Ia kini menjabat sebagai Manajer Proyek MEDP. Sehari-hari, Rohmat Mulyana menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat Pendidikan Madrasah Departemen Agama RI. Pria berkacamata itu alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bandung pada 1990. Kemudian, pada 1994 ia melanjutkan studi Program Paskasarjana di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Program S3 juga ditamatkannya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada 2001. Selama kurun waktu 2006-2007, Rohmat, sapaan akrabnya, mengadakan riset postdoktoralnya atas sponsor Fullbright di Colombia University Amerika. Rohmat melakukan riset tentang Pendidikan Nilai.
34 34
Mei Mei 2009 2009
LE NSA
Dirjen Pendis Prof. Dr. Mohammad Ali didampingi Direktur Pendidikan Madrasah Drs. Firdaus, M.Pd dalam Rapat Koordinasi PTC dan PSC di Jakarta
Menag memberikan penghargaan kepada siswa madrasah berprestasi pada acra peringatan HAB ke 63
Training of Trainer (TOT) Pembuatan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran MIPA Bagi Guru Pamong KKG MI di Jawa Tengah
Rapat Koordinasi dan Workshop MEDP Tahun Anggaran 2008 di Surabaya
Para Guru sedang mempertunjukkan hasil karya mereka dalam acara TOT Pembuatan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran MIPA Bagi Guru Pamong KKG MI Jateng
DIRASAH DIRASAH
35 35
Melalui Program Madrasah Education Development Project (MEDP)
36
Mei 2009
Departemen Agama RI Berperan Menuntaskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun melalui Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Pondok Pesantren Salafiyah Ula dan Wustho, serta Program Paket A dan B di Pesantren