i
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PEMILIHAN LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA KABUPATEN BOGOR
TUGAS AKHIR
MUHAMMAD SAIFUDDIN AMANULLAH 21040113120058
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEMARANG SEPTEMBER 2017
i
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PEMILIHAN LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA KABUPATEN BOGOR
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
MUHAMMAD SAIFUDDIN AMANULLAH 21040113120058
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEMARANG SEPTEMBER 2017
ii
iii
iv
ABSTRAK
Urbanisasi merupakan fenomena yang lumrah terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia fenomena urbanisasi terjadi di hampir seluruh kota-kota besar salah satunya di kawasan Greater Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi atau yang lebih dikenal sebagai Jabodetabek. Fenomena urbanisasi di Jabodetabek berimplikasi terhadap pembangunan dan pengembangan lahan. Menurut Winarso & Firman (2002) Jabodetabek merupakan salah satu daerah yang mengalami pembangunan dan pengembangan lahan paling masif di Indonesia. Kawasan Perkotaan Cibinong Raya merupakan salah satu kota penyangga dari ibukota DKI Jakarta serta menyandang status sebagai ibukota Kabupaten Bogor. Berstatus sebagai kota penyangga dan ibukota kabupaten, kawasan Perkotaan Cibinong Raya menjadi salah satu tujuan lokasi untuk bertempat tinggal. Pertumbuhan penduduk Cibinong Raya terus mengalami peningkatan tiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 16,73% (BPS, 2016) yang kemudian diikuti dengan peningkatan permintaan akan hunian tempat tinggal yang terus bertambah. Di sisi lain, ketersediaan lahan di Perkotaan Cibinong Raya semakin terbatas, sehingga diperlukan optimalisasi penggunaan lahan di Perkotaan Cibinong Raya agar nilai suatu lahan dapat mencapai nilai yang terbaik. Pada tahun 2008, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menetapkan Perda no 19 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dimana salah satunya mengatur mengenai pengembangan properti untuk hunian tempat tinggal di kawasan Cibinong Raya yang diarahkan kepada jenis bangunan vertikal seperti hunian apartemen. Penetapan peraturan daerah tersebut merupakan sebagai salah satu perwujudan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam mengoptimalisasi nilai lahan agar lahan di Perkotaan Cibinong Raya memiliki nilai highest and best use (HBU) secara maksimal serta sebagai bentuk pencegahan terhadap perkembagan kawasan perkotaan yang sporadik dan tidak terkontrol. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan lokasi terbaik yang akan dikembangkan sebagai hunian apartemen dengan mempertimbangkan persepsi dari para ahli yang memiliki keahlian dan pengalaman pada bidang properti. Penilaian terhadap lokasi terbaik ini dilakukan terhadap beberapa lokasi alternatif yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan menjadi lokasi pengembangan hunian apartemen. Variabel yang digunakan dalam pemilihan lokasi terbaik pada penelitian ini terdiri dari aspek fisik, aspek legalitas dan aspek ekonomi. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) dan teknik sampling purposive sampling. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat empat lokasi alternatif yang layak untuk dikembangkan untuk pengembangan properti apartemen. Keempat lokasi alternatif tersebut kemudian disebut sebagai Lokasi A, Lokasi B, LokasiC dan Lokasi D. Berdasarkan penilaian persepsi para ahli dengan metode AHP, didapati lokasi yang memiliki nilai tertinggi sebagai lokasi terbaik pengembangan properti apartemen secara berturut-turut yaitu Lokasi D, Lokasi A, Lokasi C dan Lokasi B. Kata Kunci : Lokasi terbaik, Highest and Best Use (HBU), Apartemen, Cibinong Kabupaten Bogor.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberikan kelancaran dan kemudahan dalam penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “PEMILIHAN LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA KABUPATEN BOGOR” ini. Penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1.
Kedua orangtua, Bapak Suharta Harazi, SE dan Ibu Nur Laela Turohmah, SE serta kedua adik, Nur Fitri Azizah dan Aisyah Nurohmah yang telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun materil kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan tugas akhir,
2.
Bapak Dr. Ir. Hadi Wahyono, MA, selaku Kepala Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
3.
Bapak Ir. Agung Sugiri, MPst selaku ketua program studi S1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro
4.
Bapak Dr. Ir. Ragil Haryanto, MSP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan Tugas Akhir,
5.
Ibu Diah Intan Kusuma Dewi, ST, M.Eng selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tugas akhir,
6.
Ibu Retno Susanti, ST, MT selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tugas akhir,
7.
Segenap tim dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah memberikan pembelajaran serta bimbingan selama masa pekuliahan,
8.
Segenap guru-guru RA. Nurul Huda, SDIT dan SMPIT Ummul Quro Bogor serta SMA Negeri 2 Cibinong yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat menghantarkan penulis hingga seperti saat ini.
9.
Teman-teman seperbimbingan, Ahmad Baikuni Perdana dan Lolo Devila Hutagaol yang telah meluangkan waktunya untuk diskusi selama penyusunan tugas akhir ini,
10. Sahabat-sahabat “FOURSUM”, Iffan Shahriztan, Septian Edo dan Yoga Bagas yang telah menemani, membantu, memberikan motivasi, semangat dan dukungan sejak semester 1 hingga detik ini. 11. Teman-teman “RUN-TOWERS”, Septian Edo, Yoga Bagas, Sally Indah, Hanifah Cindy, Nadhira Rizky, Olyna Ayuning dan Iffan Shahriztan yang telah meluangkan waktunya untuk saling mengingatkan dan memberikan semangat.
vi
12. Teman-teman “STUDIO PERENCANAAN WELERI RAYA”, Hafiz Satria, Diandra Rachma, Iffan Shahriztan, Nelli Graceulina dan 26 anggota lainnya yang telah menjadi teman diskusi dan belajar, serta telah memberikan pengalaman yang luar biasa selama proses pembelajaran, 13. Teman-teman “KONTRAKAN”, Novi Yanti, Nofika Fitasari, Yeti Ulfah, Siti Kurniawati, Halima dan Aida Ulfa Faza yang telah banyak menginspirasi selama masa perkuliahan, 14. Teman-teman dekat lainnya, Dhafina Almas, Mazaya Ghaizani, Yoshe Rezky, Deanira, Intan Hapsari, Zakia Widayanti, Laras Kun, Hanifah Marsha Firdaus Adi Nugroho, Guntur Pamungkas, Noval Pinastika, Rafii Bisatya, dan Jonathan, yang telah meberikan bantuan selama masa perkuliahan, 15. Seluruh teman-teman Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro angkatan 2013 terutama kelas B, yang telah memberikan motivasi dan memberikan banyak bantuan selama masa perkuliahan, 16. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan tugas akhir yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan segala bentuk kritik dan saran dari para pembaca guna penyempurnaan tugas akhir kedepannya. Penyusun juga berharap agar tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang perencanaan wilayah dan kota.
Semarang, 13 September 2017 Penyusun
Muhammad Saifuddin Amanullah
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................................................iii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... iv ABSTRAK ......................................................................................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... vi DAFTAR ISI...................................................................................................................................viii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................... xv
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1 Masalah Penelitian ....................................................................................................... 2 Tujuan dan Sasaran Penelitian ..................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 3 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................... 4 1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah.................................................................................... 4 1.5.2 Ruang Lingkup Substansi .................................................................................. 5 1.6 Kerangka Pikir ............................................................................................................ 6 Metode Penelitian ........................................................................................................ 7 Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 7 1.8.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 7 1.8.2 Data Penelitian................................................................................................... 8 1.8.3 Teknik Sampling ............................................................................................. 11 1.8.4 Tahapan Analisis ............................................................................................. 12 Kerangka Analisis ...................................................................................................... 16 Sistematika Penulisan ................................................................................................ 17
BAB II KAJIAN LITERATUR LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN ................................................................................................................. 18 2.1 Konsep Pengembangan Hunian di Kawasan Perkotaan ............................................ 18 2.1.1 Kawasan Perkotaan.......................................................................................... 18 viii
2.1.2 Pengembangan Hunian di Perkotaan ............................................................... 20 2.2 Properti Apartemen .................................................................................................... 21 2.2.1 Pengertian dan Peran Apartemen .................................................................... 21 2.2.2 Jenis-jenis Apartemen...................................................................................... 21 2.2.3 Status Kepemilikan Apartemen ....................................................................... 23 2.2.4 Permasalahan dan Tantangan Hunian Vertikal................................................ 23 2.3 Kesesuaian Lahan Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen ................ 24 2.3.1 Lahan dan Penggunaan Lahan ......................................................................... 24 2.3.2 Faktor-faktor Pembentuk Nilai Lahan ............................................................. 25 2.3.3 Kriteria Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen ...................... 27 2.4 Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen ................................................. 30 2.4.1 Teori Lokasi..................................................................................................... 30 2.4.2 Konsep Highest and Best Use (HBU) ............................................................. 31 2.4.3 Kriteria Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen.......................... 33 2.5 Sintesis Literatur ........................................................................................................ 44
BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PERKOTAAN CIBINONG RAYA .................. 47 3.1 Profil Perkotaan Cibinong Raya ................................................................................ 47 3.1.1 Demografi Perkotan Cibinong Raya ................................................................ 47 3.1.2 Perekonomian Perkotaan Cibinong Raya ........................................................ 50 3.2 Peruntukan Kawasan Perkotaan Cibinong Raya ........................................................ 52 3.2.1 Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong Raya ................................................... 52 3.2.2 Pola Ruang Perkotaan Cibinong Raya ............................................................. 54 3.3 Sarana dan Prasarana Perkotaan Cibinong Raya ....................................................... 57 3.4 Harga Lahan Perkotaan Cibinong Raya ..................................................................... 60
BAB IV LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA .......................................................................................................... 62 4.1 Identifikasi Kriteria Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen.............. 62 4.1.1 Identifikasi Guna Lahan Eksisting Perkotaan Cibinong Raya......................... 62 4.1.2 Identifikasi Peruntukan Kawasan BWP Cibinong Raya ................................. 66 4.1.3 Identifikasi Jangkauan Pencapaian Pusat Kota................................................ 69 4.2 Identifikasi Kriteria Pemilihan Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen 70 4.3 Analisis Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen ................................ 73 4.3.1 Weighted Overlay Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen ...... 73 4.3.2 Lokasi Alternatif Apartemen ........................................................................... 75 ix
4.4 Analisis Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen ................................... 81 4.4.1 Analisis Penentuan Prioritas Kriteria .............................................................. 81 4.4.2 Analisis Penentuan Prioritas Sub Kriteria ....................................................... 84 4.4.3 Penentuan Prioritas Alternatif ......................................................................... 87 4.5 Rumusan dan Temuan Penelitian............................................................................. 102 4.5.1 Rumusan Hasil Penelitian .............................................................................. 102 4.5.2 Temuan Penelitian ......................................................................................... 103
BAB V PENUTUP......................................................................................................................... 105 5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 105 5.2 Rekomendasi............................................................................................................ 106
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 108
x
DAFTAR TABEL
Tabel I. 1
: Data Penelitian .............................................................................................................9
Tabel I. 2
: Kriteria Pemilihan Narasumber ..................................................................................11
Tabel I. 3
: Kriteria dan Sub kriteria yang digunakan dalam pembobotan AHP ..........................14
Tabel I. 4
: Skala Penialaian Perbandingan Berpasang.................................................................15
Tabel II. 1 : Klasifikasi Desa Kota BPS .........................................................................................19 Tabel II. 2 : Jenis-jenis Apartemen ................................................................................................22 Tabel II. 3 : Klasifikasi Jenis Peruntukan Kawasan Budidaya.......................................................28 Tabel II. 4 : Klasifikasi Jaringan Jalan Perkotaan di Indonesia .....................................................34 Tabel II. 5 : Kategori Moda Transportasi Vuchic ..........................................................................35 Tabel II. 6 : Standar Minimum Penyediaan Sarana Lingkungan Perumahan di Perkotaan ...........36 Tabel II. 7 : Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan.......................................................................42 Tabel II. 8 : Sintesis Literatur ........................................................................................................44 Tabel III. 1 : PDRB ADHK (2010=100) Kabupaten Bogor ............................................................51 Tabel III. 2 : PDRB ADHK per Kapita Kabupaten Bogor ..............................................................52 Tabel III. 3 : Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong .......................................................................53 Tabel III. 4 : Sarana Prasarana Perkotaan Cibinong ........................................................................58 Tabel IV. 1 : Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong .......................................................................63 Tabel IV. 2 : Skoring Guna Lahan...................................................................................................64 Tabel IV. 3 : Sub BWP Perkotaan Cibinong Raya ..........................................................................67 Tabel IV. 4 : Skoring Sub BWP Perkotaan Cibinong Raya ............................................................67 Tabel IV. 5 : Skoring Jangkauan Pencapaian ke Pusat Kota ...........................................................70 Tabel IV. 6 : Percent of Influences Variabel pada Analisis Weighted Overlay ..............................73 Tabel IV. 7 : Prioritas Kriteria berdasarkan Responden ..................................................................82 Tabel IV. 8 : Prioritas Sub Kriteria Fisik berdasarkan Responden ..................................................84 Tabel IV. 9 : Prioritas Sub Kriteria Legalitas berdasarkan Responden ...........................................85 Tabel IV. 10 : Prioritas Sub Kriteria Ekonomi berdasarkan Responden ..........................................86 Tabel IV. 11 : Karakteristik Lokasi Alternatif ..................................................................................87 Tabel IV. 12 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Aksesibilitas ...............................................89 Tabel IV. 13 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Moda Transportasi .....................................90 Tabel IV. 14 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Sarana dan Prasarana..................................91 Tabel IV. 15 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Regulasi Penataan Ruang ...........................92 Tabel IV. 16 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Status Kepemilikan Lahan .........................94 Tabel IV. 17 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Regulasi Hunian Vertikal ...........................95 xi
Tabel IV. 18 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Harga Lahan ...............................................96 Tabel IV. 19 : Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Pasar ...........................................................97 Tabel IV. 20 : Penilaian Lokasi terbaik Pengembangan Properti Apartemen ..................................98
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Cibinong Raya ..................................................................................5 Gambar 1. 2 Kerangka Pikir Penelitian ..............................................................................................6 Gambar 1.3 Kerangka Analisis .........................................................................................................16 Gambar 2. 1 : Konsep HBU dalam Pemilihan Lokasi terbaik ..........................................................32 Gambar 2. 2 : Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sekunder dalam Hirarki Perkotaan ......................34 Gambar 2. 3 : Kedudukan RTRW Kabupaten/ Kota dalam Konteks Pembangunan Nasional .........39 Gambar 3. 1 : Citra Perkotaan Cibinong Raya..................................................................................47 Gambar 3. 2 : Jumlah Penduduk Perkotaan Cibinong Raya, 2013-2016 ..........................................48 Gambar 3. 3 : Diagram Jumlah Penduduk kelurahan Perkotaan Cibinong Raya, 2013-2016 ..........49 Gambar 3. 4 : Diagram Kepadatan Penduduk kelurahan Kawasan Perkotaan Cibinong Raya ........50 Gambar 3. 5 : PDRB ADHK (2010=100) Kabupaten Bogor (2011-2015).......................................50 Gambar 3. 6 : Peta Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong ...............................................................53 Gambar 3. 7 : Peta Rencana Pola Ruang 2005 – 2025 Perkotaan Cibinong .....................................55 Gambar 3. 8 : Koridor Jalan Sekitar Stadion Pakansari ....................................................................55 Gambar 3. 9 : Koridor Extension Jalan Tegar Beriman – BSD City ................................................56 Gambar 3. 10 : Koridor Jalan Tegar Beriman ...................................................................................56 Gambar 3. 11 : Peruntukan Lahan Perkotaan Cibiong Raya ............................................................57 Gambar 3. 12 : Sarana Kesehatan dan Pendidikan Perkotaan Cibinong Raya .................................58 Gambar 3. 13 : Sarana Transportasi Perkotaan Cibinong Raya ........................................................59 Gambar 3. 14 : Peta Sarana Prasarana Perkotaan Cibinong..............................................................60 Gambar 3. 15 : Harga Lahan Perkotaan Cibinong ............................................................................61 Gambar 4. 1 : Peta Guna Lahan Perkotaan Cibinong Raya ............................................................62 Gambar 4. 2 : Peta Kesesuaian Guna Lahan...................................................................................65 Gambar 4. 3 : Peta Sub BWP Cibinong Raya.................................................................................66 Gambar 4. 4 : Peta Kesesuaian Sub BWP Perkotaan Cibinong......................................................68 Gambar 4. 5 : Peta Jangkauan Pencapaian Pusat Kota ...................................................................69 Gambar 4. 6 : Struktur Hirarki AHP dalam Penelitian ...................................................................70 Gambar 4. 7 : Model Builder Weighted Overlay Pemilihan Lokasi Alternatif Apartemen ...........74 Gambar 4. 8 : Peta Hasil Weighted Overlay Lokasi Alternatif Pengembangan Apartemen ..........75 Gambar 4. 9 : Peta Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen ....................................76 Gambar 4. 10 : Peta Lokasi A Pengembangan Properti Apartemen .................................................77 Gambar 4. 11 : Peta Lokasi B Pengembangan Properti Apartemen .................................................78 Gambar 4. 12 : Peta Lokasi C Pengembangan Properti Apartemen .................................................79 xiii
Gambar 4. 13 : Peta Lokasi D Pengembangan Properti Apartemen .................................................80 Gambar 4. 14 : Peta Lokasi Apartemen Eksisting Perkotaan Cibinong Raya ..................................81 Gambar 4. 15 : Diagram Penilaian Prioritas Kriteria........................................................................83
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
: Formulir Pengumpulan Data
Lampiran B
: Identitas Responden Penelitian
Lampiran C
: Rekapan Hasil Kuesinoner
Lampiran D
: Peta
Lampiran E
: Berita Acara
Lampiran F
: Lembar Asistensi
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Urbanisasi merupakan suatu fenomena yang lumrah terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya di negara Indonesia. Di Indonesia, fenomena urbanisasi terjadi hampir di seluruh kotakota besar. Menurut Worldbank (2015), laju pertumbuhan lahan perkotaan di Indonesia tiap tahunnya sebesar 1,1%, yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan laju pertumbuhan lahan pekotaan tertinggi kedua di Asia setelah negara Tiongkok. Tingginya laju pertumbuhan lahan perkotaan di Indonesia, merupakan indikasi awal tingginya laju urbanisasi di Indonesia. Salah satu fenomena urbanisasi yang terjadi di Indonesia ialah di kawasan Greater Jakarta atau yang dikenal dengan sebutan Jabodetabek. Jabodetabek merupakan sebutan kawasan perkotaan yang terbentuk akibat dari perkembangan kawasan perkotaan DKI Jakarta. Sebagai kawasan perkotaan, kawasan Jabodetabek merupakan salah satu daerah yang mengalami pembangunan dan pengembangan lahan paling masif di Indonesia (Winarso & Firman, 2002). Pembangunan di kawasan perkotaan, mendorong adanya peningkatan jumlah penduduk pada kawasan perkotaan Jabodetabek, karena pada dasarnya tingkat pembangunan suatu negara yang tinggi selaras dengan bertambah besarnya proporsi penduduk yang berada di kawasan perkotaan (Pontoh & Iwan Kustiawan, 2008). Perkotaan Cibinong Raya merupakan kawasan perkotaan yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Memiliki keunggulan lokasi yang cukup strategis dimana terletak 60 km di sisi selatan ibukota Indonesia, DKI Jakarta, menjadikan Perkotaan Cibinong Raya menjadi salah satu kawasan yang mengalami imbas urbanisasi dari kota induk, DKI Jakarta. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor, Perkotaan Cibinong Raya termasuk ke dalam orde I Kabupaten Bogor dimana memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur atau yang dikenal sebagai Jabodetabekpunjur. Kemudahan dan tingkat aksesibilitas yang tinggi dari dan menuju kawasan Perkotaan Cibinong raya mendorong penduduk yang bertempat tinggal diluar kawasan Perkotaan Cibinong Raya tertarik untuk tinggal dan menetap di kawasan Perkotaan Cibinong Raya. Sebagai akibat dari perpindahan penduduk tersebut, jumlah penduduk Perkotaan Cibinong raya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2016, BPS Kabupaten Bogor mencatat Peningkatan jumlah penduduk Cibinong sebesar 16,73% dalam kurun waktu tahun 2013 – 2016.
1
2
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, permintaan akan kebutuhan lahan juga mengalami peningkatan. Namun, ketersediaan lahan di kawasan Perkotaan Cibinong Raya luasannya semakin terbatas seiring berkembangnya kawasan perkotaan Cibinong Raya itu sendiri dengan beroperasinya berbagai perkantoran, pusat perdagangan dan jasa maupun hunian tempat tinggal. Hingga saat ini, berdasarkan data yang dihimpun dari Bappeda Kabupaten Bogor, luas lahan non terbangun yang tersisa di Perkotaan Cibinong Raya luasnya hanya menyisakan 26,16% dari luas total wilayah administrasi Perkotaan Cibinong Raya (Bappeda Kabupaten Bogor, 2016). Fenomena ini, lumrah terjadi di perkotaan. Hal ini dikarenakan lahan merupakan kebutuhan mutlak manusia dan mempunyai sifat yang unik apabila dibandingkan dengan aspek-aspek lain yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia (Sadyohutomo, 2008). Ketersediaan lahan yang semakin terbatas ini, mendorong untuk dilakukan pengoptimalisasian penggunaan lahan tersebut agar lahan tersebut dapat memberikan nilai maksimal dalam penggunaannya. Pada tahun 2008, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menerbitkan Perda no 19 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dimana salah satunya mengatur mengenai pengembangan properti untuk hunian tempat tinggal di kawasan Perkotaan Cibinong yang diarahkan kepada jenis bangunan vertikal. Atas dasar peraturan tersebut, sejak tahun 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sudah tidak mengeluarkan izin pengembangan kawasan untuk perumahan atau yang dikenal sebagai rumah tapak. Sehingga ke depannya, dalam memenuhi kebutuhan hunian di Perkotaan Cibinong Raya, akan dikembangkan hunian-hunian vertikal yang dapat mimiliki kapasitas tampung yang besar dengan mengkonsumsi lahan yang seminimal mungkin. Penerapan peraturan ini merupakan sebagai perwujudan optimalisasi lahan di Cibinong Raya dan sebagai bentuk pencegahan terhadap perkembagan kawasan secara sporadis. Adanya fenomena dan paradigma baru dalam penyediaan hunian di Perkotaan Cibinong Raya saat ini, menjadi suatu hal yang menarik untuk dijadikan sebuah penelitian mengenai pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Penelitian yang akan dilakukan berkaitan dengan pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen berdasarkan persepsi para ahli ini merupakan penunjang dan pendukung serta bagian dari penelitian bersama dengan tema besar pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti hunian tempat tinggal.
Masalah Penelitian Perkotaan Cibinong Raya, merupakan salah satu wilayah yang mengalami dampak ekspansi dari perkotaan DKI. Jakarta. Lokasinya yang cukup strategis, 60 km di sisi selatan ibukota, memiliki aksesibilitas yang cukup mudah dan beragam seperti ketersediaan jaringan kereta commuterline Jabodetabek, akses Tol Jagorawi, Terminal bis antar kota, rencana pengembangan jaringan jalan Tol JORR III serta rencana pengembangan jaringan kereta commuterline relasi Parung
3
Panjang dan relasi Bekasi Timur, yang tertuang dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) BWP Cibinong. Selain kemudahan aksesibilitas, harga lahan di Perkotaan Cibinong Raya juga relatif lebih murah dibandingkan dengan pusat perkotaan DKI Jakarta, menjadi daya tarik tersediri bagi pemerintah maupun investor dalam mengembangkan kawasan hunian di Cibinong Raya. Pertumbuhan pengembangan properti hunian yang masif terjadi saat ini, dapat berpotensi menyebabkan pertumbuhan perkotaan yang sporadis, tidak terkendali, serta mengurangi nilai optimum dari sebuah lahan perkotaan yang jumlahnya semakin terbatas. Sebagai langkah antisipasi kemungkinan dampak buruk tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menerbitkan Perda no 19 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor yang didalamnya berisikan pembatasan pengembangan hunian horisontal dan mengarahkan pengembangan hunian tempat tinggal kepada bangunan vertikal di Cibinong Raya. Pembatasan pengembangan hunian tersebut semata-mata agar luas lahan yang tersisa dapat dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan fenomena dan permasalahan yang terjadi di Cibinong Raya, maka timbul menjadi sebuah pertanyaan penelitian yaitu “Dimana Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen di Perkotaan Cibinong Raya?�
Tujuan dan Sasaran Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lokasi-lokasi terbaik lahan non-terbangun untuk pengembangan properti apartemen di perkotaan Cibinong Raya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi arahan bagi pihak pemerintah maupun pihak pengembang properti dalam perencanaan dan penyediaan hunian apartemen yang memiliki nilai lahan paling optimum. Adapun untuk mencapai tujuan tersebut terdapat beberapa sasaran yang harus dicapai, yaitu : 1. Mengidentifikasi kriteria lahan sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen 2. Mengidentifikasi kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen 3. Analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya menggunakan metode weighted overlay 4. Analisis lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya menggunakan metode AHP 5. Merumuskan hasil dan temuan penelitian
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pemerintah Kabupaten Bogor dalam penyusunan arahan pemanfaatan ruang, bagi pengembang properti apartemen, serta bagi masyarakat dalam memilih unit hunian apartemen. a. Pemerintah Kabupaten Bogor, sebagai bahan rumusan dan arahan dalam penentuan kebijakan terkait pemanfaatan lahan untuk pengembangan hunian apartemen di perkotaan
4
Cibinong Raya guna menjawab tantangan akan keterbatasan lahan serta memenuhi kebutuhan hunian yang semakin meningkat. b. Pengembang properti, sebagai rujukan bagi pengembang properti dalam perencanaan, pembangunan dan analisis lokasi yang memiliki nilai terbaik untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen. c. Akademisi, sebagai bahan rujukan dan lesson learned terkait fenomena-fenomena yang terjadi dalam bidang properti khususnya pada pemilihan lokasi pengembangan properti apartemen. d. Masyarakat, sebagai masukan bagi masyarakat khususnya masyarakat yang sedang mencari properti apartemen untuk memilih produk properti apartemen yang memiliki lokasi terbaik.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi. Berikut ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi penelitian :
1.5.1
Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah dalam kegiatan penelitian ini meliputi kawasan perkotaan Cibinong
Raya, Kabupaten Bogor yang terdiri dari Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede. Lokasi penelitian memiliki luas sebesar 73,36 km2 yang terdiri dari 21 desa/kelurahan (BPS Kabupaten Bogor, 2016). Batas administrasi perkotaan Cibinong Raya adalah : Sebelah Utara
: Kecamatan Cilodong dan Kecamatan Cipayung Kota Depok
Sebelah Selatan
: Kecamatan Babakanmadang dan Kecamatan Kemang
Sebelah Barat
: Kecamatan Tajurhalang
Sebelah Timur
: Kecamatan Citeureup dan Kecamatan Gunung Putri
5
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2017 (Olah Data)
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Cibinong Raya
1.5.2
Ruang Lingkup Substansi Penelitian ini berfokus pada kajian faktor-faktor penentu dalam pemilihan lokasi terbaik
pengembangan hunian apartemen di kawasan perkotaan Cibinong Raya berdasarkan persepsi para ahli. Adapun pembahasannya akan dibatasi dalam beberapa hal sebagai berikut :  Kajian kriteria-kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Pada kajian ini, kriteria-kriteria yang dikaji ialah guna lahan, peruntukan kawasan, serta waktu tempuh pencapaian ke pusat kota.  Kajian kriteria-kriteria dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Pada kajian ini, kriteria-kriteria yang dikaji ialah kriteria fisik, kriteria legalitas maupun kriteria ekonomi dari suatu lokasi yang akan dikembangkan menjadi lokasi properti apartemen  Pembobotan terhadap beberapa alternatif lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya  Pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Cibinong Raya berdasarkan persepsi para ahli
6
1.6
Latar Belakang
Problem Statement
Kerangka Pikir
Aglomerasi DKI Jakarta menyebabkan arus migrasi ke daerah-daerah di sekitarnya, salah satunya Cibinong Raya. Arus migrasi tersebut mendorong peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan kawasan Perkotaan Cibinong Raya serta berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman.
Adanya keterbatasan lahan, Pemerintah Kabupaten Bogor menerbitkan Perda no. 19 Tahun 2008 yang mengatur mengenai pengembangan hunian diarahkan kepada jenis bangunan vertikal guna optimalisasi luas lahan yang masih tersisa
Dimana lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya?
Research Question
Tujuan Penelitian
Analisis
Mengkaji lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya berdasarkan persepsi ahli
Identifikasi kriteria lokasi Alternatif pengembangan apartemen Overlay
Identifikasi kriteria lokasi terbaik pengembangan properti apartemen
Lokasi alternatif pengembangan apartemen Analytic Hierarchy Process
Hasil Penelitian
Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen Di Perkotaan Cibinong Raya
Kesimpulan dan Rekomendasi
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 1. 2 Kerangka Pikir Penelitian
7
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperoleh data secara ilmiah guna mencapai tujuan tertentu (Sugiyono, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk pemilihan lokasi terbaik pengembangan apartemen di Perkotaan Cibinong Raya menurut persepsi dari para ahli, sehingga metode yang digunakan pada penelitian ini ialah metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2014), metode kuantitatif merupakan sebuah metode yang didasari oleh filsafat postifisme yang bertujuan untuk mengkaji suatu populasi atau sampel tertentu dengan menggunakan serangkaian instrumen penelitian dalam pengumpulan data, serta data yang dihasilkan dari analisis berupa data kuantitatif atau data statistik. Pada penelitian ini, pendekatan metode kuantitatif digunakan untuk pemilihan keputusan berdasarkan persepsi para ahli dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan apartemen di Perkotaan Cibinong Raya.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data terdiri dari teknik pengumpulan data, kebutuhan data, teknik analisis serta teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini.
1.8.1
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan salah satu tahapan penting dalam sebuah kegiatan
penelitian. Pengumpulan data dengan teknik yang tepat, akan menghasilkan sebuah informasi yang berguna dalam kegiatan penelitian. Berdasarkan sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua jenis yaitu teknik pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data sekunder. A. Teknik Pengumpulan Data Primer Teknik pengumpulan data primer merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara langsung dari narasumber maupun dari hasil survey lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara : 1. Observasi Teknik pengumpulan data dengan cara observasi merupakan kegiatan pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap fenomena atau kondisi yang ditemui di lapangan (Margono,1997:158). Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara terstruktur dimana observasi yang dilakukan terkait kondisi lahan meliputi fisik lahan, harga lahan dan lokasi lahan, sarana dan prasarana, serta aksesibilitas yang terdapat di Cibinong Raya. Teknik pengumpulan data observasi ini juga digunakan sebagai cross-check dari data-data sekunder yang didapatkan dari telaah dokumen yang dilakukan sebelumnya.
8
2. Kuesioner Teknik pengumpulan data kuesioner merupakan serangkaian kegiatan pengumpulan data dengan cara menyiapkan daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis yang berkaitan dengan bidang yang akan diteliti dengan mengacu pada variabel yang akan diukur dalam penelitian (Sugiyono,2014). Pada penelitian ini, akan digunakan kuesioner yang bersifat tertutup untuk menilai variabel-variabel yang memberikan pengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti di Cibinong Raya. Untuk penentuan sampel pada kuesioner ini ditetapkan dari 4 (empat) elemen stakeholder antara lain Pemerintah Kabupaten Bogor, pengembang properti, akademisi dan masyarakat. B. Teknik Pengumpulan Data Sekunder Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara telaah dokumen. Telaah dokumen merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Pada penelitian ini, telaah dokumen dilakukan untuk mendapatkan data berupa kondisi geografi, profil wilayah, regulasi-regulasi terkait penataan ruang, harga dan status kepemilikan lahan, serta ketersediaan sarana prasarana di Kabupaten Bogor. Data-data sekunder yang didapat dari telaah dokumen, berguna dalam memberikan gambaran umum mengenai kondisi di lapangan yang kemudian menjadi bahan pedoman dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam menggunkaan metode pengumpulan data lainnya.
1.8.2
Data Penelitian Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber, sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh secara tidak langsung dari narasumber melainkan diperoleh melalui media perantara seperti internet, berita, surat kabar, dokumen, dan sebagainya. Data diperlukan untuk menyusun variabel penelitian guna menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ada. Data terkait penilaian lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Cibinong Raya yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
9
Tabel I. 1 Data Penelitian
Sasaran
Identifikasi kriteria lahan sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen
Kriteria
Nama Data
Tahun
Peruntukan kawasan
Peta Rencana Sub BWP Cibinong Raya
Terbaru
Peta guna lahan eksisting
Terbaru
Guna Lahan
Waktu tempuh pencapaian ke pusat kota
Aksesibilitas Identifikasi kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen
Moda Transportasi
Sarana dan prasarana
Peta lahan nonterbangun Luas lahan nonterbangun Kondisi lahan nonterbangun Waktu tempuh dari pusat kegiatan Peta jangkauan pencapaian ke pusat kota
Terbaru Terbaru
Jenis Data Data sekunder Data Sekunder Data sekunder Data sekunder
Bentuk Data
Teknik Pengumpulan
Peta
Pemetaan
Peta
Pemetaan
Peta
Pemetaan
Deskripsi
Telaah peta
Sumber Dinas PUPR Kabupaten Bogor Bappeda Kabupaten Bogor Bappeda Kabupaten Bogor Bappeda Kabupaten Bogor
Terbaru
Data primer
Foto
Observasi
Lapangan
Terbaru
Data primer
Deskripsi
Observasi
Lapangan
Terbaru
Data primer
Peta
Pemetaan
Lapangan
Deskripsi Deskripsi
Telaah dokumen Observasi Observasi
Deskripsi
Telaah Peta
Deskripsi Deskripsi Deskripsi
Observasi Observasi Observasi
Deskripsi
Telaah Peta
Bappeda Kabupaten Bogor Lapangan Lapangan Bappeda Kabupaten Bogor Lapangan Lapangan Lapangan Bappeda Kabupaten Bogor
Kelas jaringan jalan
Terbaru
Jarak ke pusat kota Jarak ke Gerbang Tol
Terbaru Terbaru
Rencana Aksesibilitas
Terbaru
Jenis moda transportasi Pencapaian ke terminal Pencapaian ke stasiun Rencana Jaringan Transportasi Jumlah sarana pendidikan
Terbaru Terbaru Terbaru
Jumlah sarana kesehatan
Terbaru
Terbaru Terbaru
Data sekunder Data primer Data Primer Data Sekunder Data primer Data primer Data Primer Data Sekunder Data sekunder Data sekunder
Deskripsi
Deskripsi Deskripsi
Telaah dokumen Telaah dokumen
BPS Kabupaten Bogor BPS Kabupaten Bogor
10
Sasaran
Kriteria
Regulasi Penataan Ruang Status kepemilikan lahan Regulasi hunian bertingkat Harga lahan Pasar Lokasi terbaik pengembangan properti apartemen Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Tahun
Jenis Data
Bentuk Data
Jumlah sarana perdagangan/ jasa
Terbaru
Data sekunder
Deskripsi
Rencana Sub BWP Cibinong Raya
Terbaru
Data sekunder
Deskripsi
Telaah dokumen
Dinas PUPR Kabupaten Bogor
Data kepemilikan lahan
Terbaru
Data sekunder
Deskripsi
Telaah peta
Badan Pertanahan Nasional
Koefisien dasar bangunan
Terbaru
Ketinggian bangunan
Terbaru
NJOP lahan
Terbaru
Nama Data
Jumlah kompetitor properti apartemen Persepsi dari para ahli mengenai lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya
Terbaru
Terbaru
Data sekunder Data sekunder Data sekunder Data primer
Data primer
Deskripsi Deskripsi
Teknik Pengumpulan Telaah dokumen
Telaah dokumen Telaah dokumen
Sumber BPS Kabupaten Bogor
Dinas PKPP Kabupaten Bogor Dinas PKPP Kabupaten Bogor Badan Pertanahan Nasional
Deskripsi
Telaah peta
Deskripsi
Observasi
Lapangan
Kuesioner
Instansi Pemerintah Kabupaten Bogor, pengembang properti, dan akademisi
Deskripsi
11
1.8.3
Teknik Sampling Metode pengambilan sampel responden pada penelitian ini yaitu non probability sampling
serta menggunakan teknik analisis purposive sampling. Penggunaan metode non probability sampling dalam pemilihan sampel tidak dilakukan secara acak. Pemilihan sampel didasari oleh subjektifitas peneliti dalam menentukan cakupan penelitian, sehingga tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama. Sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik purposive sampling dimana peneliti menentukan kriteria-kriteria tertentu terhadap para ahli yang dianggap representatif dengan penelitian ini.
Tabel I. 2 Kriteria Pemilihan Narasumber Narasumber Kriteria 1. Instansi Pemerintah a. Bappeda - Menduduki jabatan tertentu dalam instansi Kabupaten - Berperan dalam kegiatan perencanaan Bogor daerah - Memahani karakteristik dan kondisi lokasi penelitian b. Dinas Pekerjaan - Menduduki jabatan tertentu dalam instansi Umum dan - Berperan dalam penataan ruang dan Penataan Ruang pertanahan Kabupaten - Memahami karakteristik dan kondisi lokasi Bogor penelitian c. Dinas - Menduduki jabatan tertentu dalam instansi Perumahan, - Berperan dalam penataan bangunan dan Kawasan permukiman Perumahan dan - Memahami karakteristik dan kondisi lokasi Pertanahan penelitian Kabupaten Bogor 2. Swasta Pengembang - Menduduki jabatan tertentu properti - Berpengalaman dalam bidang pengembangan dan pembangunan properti hunian - Memahami karakteristik dan kondisi lokasi penelitian 3. Akademisi Akademisi bidang - Berprofesi sebagai akademisi di salah satu tata ruang instansi - Memiliki pengetahuan yang luas tentang penataan ruang - Memahi kondisi lokasi penelitian Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Justifikasi Pemilihan Narasumber - Pihak yang memiliki otoritas dan berperan dalam pembuatan kebijakan perencanaan daerah - Memahami bidang perencanaan daerah di lokasi penelitian - Pihak yang memiliki otoritas dalam perumusan kebijakan tata ruang dan pertanahan - Memahami bidang tata ruang dan pertanahan di lokasi penelitian - Pihak yang memiliki otoritas dan berperan dalam pembuatan dan perumusan kebijakan teknis di bidang perumahan dan permukiman - Memahami bidang tata bangunan, perumahan dan permukiman di lokasi penelitian - Pihak yang memiliki pengalaman dalam bidang pengembangan properti - Mengetahui kriteria pengembangan properti hunian yang terbaik - Pelaku bisnis properti - Pihak yang memahami aturan dan pedoman penataan ruang berdasarkan sudut pandang akademik
12
Berdasarkan justifikasi diatas, ditetapkan jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 8 (delapan) sampel yang terdiri dari 3 (tiga) stakeholder yaitu pemerintah sebanyak 3 (tiga) sampel, swasta 3 (tiga) sampel, serta akademisi 2 (dua) sampel
1.8.4
Tahapan Analisis Tahapan analisis merupakan tahapan dalam penelitian yang dilakukan setelah tahapan
pengumpulan data baik berupa data sekunder maupun data primer telah selesai dilakukan. Data-data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah dan dianalisis sesuai dengan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik-teknik analisis yang digunakan dalam tahapan analisis terkait dengan penelitian pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti aparemen di perkotaan Cibinong Raya Kabupaten Bogor ini adalah sebagai berikut: a.
Identifikasi kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen Identifikasi terhadap kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen ini
bertujuan untuk menilai kesesuaian kriteria-kriteria lokasi alternatif tersebut terhadap pengembangan properti apartemen dengan memberikan skor pada masing-masing atribut dari tiap kriteria lokasi alternatif. Terdapat 3 (tiga) kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen yaitu kriteria guna lahan (landuse) eksisting, regulasi peruntukan kawasan, serta jangkauan pencapaian dari pusat kota. Data-data terkait ketiga kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen tersebut diperoleh dari telaah peta yang bersumber dari Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bogor dalam bentuk data berupa shapefile peta. Identifikasi yang telah dilakukan dapat memberikan gambaran berupa kesesuaian masing-masing atribut pada tiap kriteria tersebut untuk dikembangkan sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Hasil dari identifikasi kriteria lokasi alternatif ini berupa peta reclassify kesesuaian dari masing-masing kriteria lokasi alternatif yang kemudian dijadikan bahan untuk analisis lokasi alternatif dengan menggunakan metode weighted overlay. b.
Identifikasi kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen Identifikasi terhadap kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti
apartemen ini berguna untuk mengetahui kriteria-kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Berdasarkan kajian literatur yang kemudian disesuaikan dengan kondisi dari lokasi penelitian, maka didapatkan 3 (tiga) kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Ketiga kriteria tersebut yaitu kriteria fisik, kriteria legalitas dan kriteria ekonomi. Serta terdapat 8 (delapan) sub kriteria pemilihalan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen,
13
meliputi sub kriteria fisik yaitu aksesibilitas, moda transportasi, sarana dan prasarana. Sub kriteria legalitas yaitu regulasi peruntukan kawaan, kepemilikan lahan, regulasi hunian vertikal, serta sub kriteria ekonomi yaitu harga lahan dan pasar. Identifikasi yang telah dilakukan dapat memberikan gambaran berupa kriteria-kriteria yang menjadi acuan dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dengan metode AHP pada tahapan analisis selanjutnya. c.
Analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen Analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen ini menggunakan teknik
analisis weighted overlay. Teknik analisis weighted overlay merupakan teknik analisis keruangan yang memadukan beberapa jenis peta secara tumpang tindih dengan bantuan perangkat lunak Geographic Information System (GIS) (Chandra et all, 2013). Pada dasarnya, teknik weighted overlay tidak jauh berbeda dengan teknik overlay biasa. Hal yang membedakan antara kedua teknik analisis tersebut yaitu, pada analisis dengan teknik weighted overlay, masing-masing kriteria memiliki prosentase pengaruh atau yang dikenal sebagai percent of influence yang berbeda-beda. Analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dengan metode weighted overlay ini berguna untuk menghasilkan lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Data-data yang dibutuhkan dalam analisis lokasi alternatif ini diperoleh dari tahapan analisis sebelumnya yaitu pada tahapan identifikasi kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Data berupa peta reclassify 3 (tiga) kriteria tersebut yakni kriteria guna lahan, kriteria peruntukan kawasan dan kriteria jangkauan pencapaian ke pusat kota, kemudian diolah dengan bantuan software ArcGIS yang kemudian menghasilkan lokasilokasi yang sesuai untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Lokasi-lokasi yang sesuai untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen tersebut, tidak serta merta keseluruhannya dipilih sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Lokasi-lokasi hasil weighted overlay tersebut kemudian dilakukan seleksi dari segi luas lahan minimum. Menurut Fajar (2016), luas minimum suatu lokasi yang akan dikembangkan sebagai lokasi apartemen yaitu 1,5 ha. Sehingga, hanya lokasi yang sesuai berdasarkan analisis weighted overlay dan memiliki luas lahan lebih dari 1,5 ha saja yang dijadikan sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Selanjutnya, lokasilokasi alternatif pengembangan properti apartemen tersebut, dilakukan penilaian oleh para responden dengan metode AHP pada tahapan analisis selanjutnya.
14
d.
Analisis lokasi terbaik pengembangan properti apartemen Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besaran bobot yang dimiliki oleh masing-
masing kriteria, sub kriteria dan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Teknik analisis yang digunakan pada tahapan analisis ini yaitu teknik analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil dari analisis tersebut berupa besaran bobot yang merepresentasikan tingkat kepentingan dan tingkat keberpengaruhan suatu kriteria maupun sub kriteria pada pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Penilaian besaran bobot tersebut dilakukan melalui persebaran kuesioner kepada 8 (delapan) ahli dengan latar belakang sebagai institusi pemerintah, pengembang properti dan akademisi bidang perencanaan wilayah dan kota. Berikut kriteria dan sub kriteria lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dengan metode AHP:
Tabel I. 3 Kriteria dan Sub kriteria yang digunakan dalam pembobotan AHP Kriteria
Sub Kriteria Aksesibilitas Moda Transportasi Sarana dan Parasarana Regulasi Peruntukan Kawasan Kepemilikan Lahan Regulasi Hunian Vertikal Harga Lahan Pasar
Fisik
Legalitas Ekonomi Sumber : Analisis Penulis, 2017
Kuesioner yang diberikan kepada para ahli tersebut berupa perbandingan berpasang dimana membandingkan antar kriteria penelitian pada suatu tabel yang sama. Pada penelitian ini, terdapat 3 (tiga) tingkatan perbandingan berpasang meliputi tingkat pertama yaitu penentuan prioritas kriteria, tingkat kedua yaitu penentuan prioritas sub kriteria serta perbandingan berpasang tingkat tiga yaitu penentuan prioritas alternatif. Sebagai contoh, pada perbandingan berpasang pada tingkat pertama untuk penentuan prioritas kriteria, maka pertanyaan pada kuesioner tersebut sebagai berikut: Menurut Bapak/ibu, manakah kriteria yang lebih berpengaruh dalam menentukan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya? Kriteria I Fisik
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang 9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
Kriteria II 6
7
8
9
Legalitas
15
Pemberian angka penilaian pada perbandingan berpasang tersebut, dilakukan dengan cara diisi dengan mengunakan bilangan-bilangan pada skala 1-9. Bilangan tersebut merupakan representasi dari prioritas suatu kriteria terhadap kriteria lainnya. Berikut definisi dari masing-masing bilangan pada perbandingan berpasang:
Tabel I. 4 Skala Penialaian Perbandingan Berpasang Tingkat 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Definisi Kedua elemen sama-sama penting Salah satu elemen sedikit lebih penting dari elemen lainnya Salah satu elemen lebih penting dari elemen lainnya Salah satu elemen jauh lebih penting dari elemen lainnya Salah satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya Nilai-nilai diantara dua nilai pertimbangan yang berekatan
Keterangan Kedua elemen memiliki pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu elemen atas elemen lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlakukan antara dua pertimbangan
Sumber : Saaty, 1991
Data yang diperoleh dari hasil kuesioner perbandingan berpasang yang diberikan kepada 8 (delapan) ahli tersebut, kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan software Expert Choice. Hasil dari pengolahan data dengan menggunakan software Expert Choice tersebut berupa besaran bobot dari masing-masing kriteria, sub kriteria mauun alternatif yang digunakan dalam penelitian ini. Bobot tersebut kemudian dijadikan penilaian baik dalam penilaian kriteria dan sub kriteria yang dianggap paling berpengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen, maupun penilaian terhadap peringkat terbaik dari lokasi-lokasi alternatif pengembangan properti apartemen.
16
Kerangka Analisis DATA SEKUNDER Guna lahan eksisting Perkotaan Cibinong Raya Peruntukan Kawasan Sub BWP Cibinong Waktu tempuh pencapaian ke pusat kota Lahan non terbangun >1,5 Ha
INPUT
PROSES
Kriteria Guna Lahan Eksisting Kriteria Peruntukan Kawasan Kriteria Pencapaian ke Pusat Kota
Lokasi Alternatif
Tujuan penelitian mengkaji lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya
Analisis Weighted Overlay
Analisis persepsi dari para ahli Kondisi aksesibilitas Kondisi sarana transportasi Kondisi sarana dan prasarana pelayanan kota Status kepemilikan lahan Regulasi hunian bertingkat Harga lahan Pasar
OUTPUT
Kondisi Eksisting Perkotaan Cibinong Raya Kriteria Fisik Kriteria Legalitas Kriteria Ekonomi
Analisis AHP
Kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya
Sub kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibibong Raya
Pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya
Sub kriteria fisik Sub kriteria legalitas Sub kriteria ekonomi
Sumber : Hasil Analisis Penyusun,2017
Gambar 1.3 Kerangka Analisis
17
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, masalah penelitian, tujuan dan sasaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian baik ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi, kerangka pemikiran, metode penelitian, kerangka analisis dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN
LITERATUR
LOKASI
TERBAIK
PENGEMBANGAN
PROPERTI APARTEMEN Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka terkait konsep pengembangan hunian di kawasan perkotaan, properti apartemen, kesesuaian lahan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen, lokasi terbaik pengembangan apartemen serta sintesis literatur. BAB III GAMBARAN UMUM PERKOTAAN CIBINONG RAYA Bab ini menjelaskan gambaran umum wilayah studi yang meliputi profil Perkotaan Cibinong Raya, rencana pola ruang dan tata guna lahan, sarana dan prasarana, serta harga lahan Perkotaan Cibinong Raya. BAB IV LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA Bab ini menjelaskan tentang identifikasi kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen, identifikasi kriteria lokasi terbaik pengembangan properti apartemen, analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dengan metode weighted overlay, serta analisis lokasi terbaik pengembangan properti apartemen berdasarkan persepsi para responden dengan menggunakan metode AHP, serta rumusan dan temuan penelitian. BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dari kajian penelitian yang telah dilakukan serta rekomendasi bagi para stakeholder yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB II KAJIAN LITERATUR LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN
Kajian literatur merupakan kajian terhadap literatur-literatur yang relevan dengan tema penelitian. Tema penelitian yang diambil yakni mengkaji lokasi terbaik pengembangan properti apartemen.
2.1
Konsep Pengembangan Hunian di Kawasan Perkotaan Di berbagai negara berkembang seperti di Indonesia, kawasan perkotaan sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan pada umumnya dipicu oleh peningkatan ekonomi suatu wilayah/ kawasan dan juga didorong oleh peningkatan aktivitas masyarakat di dalamnya. Peningkatan dan perkembangan kawasan perkotaan merupakan salah satu tantangan bagi perencanaan suatu wilayah/ kawasan. Dibutuhkan perencanaan yang matang agar perkembangan kawasan perkotaan ini dapat dikendalikan, direncanakan dan tentunya memberikan keuntungan bagi berbagai pihak. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi awal mengenai karakteristik kawasan perkotaan serta identifikasi terkait beberapa fenomena permasalahan kawasan perkotaan yang dapat menjadi tantangan di masa yang akan datang.
2.1.1
Kawasan Perkotaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, mendefinisikan kawasan
perkotaan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Adisasmita (2006) dalam bukunya yang berjudul Pembagunan Pedesaan dan Perkotaan juga menyebutkan bahwa kawasan perkotaan pada umumnya merupakan pusat konsentrasi dari penduduk, pemerintahan serta pusat dari aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya. Kawasan perkotaan dapat diidentifikasikan melalui jumlah penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya, bertambahnya luasan lahan terbangun yang pada umumnya diperuntukan untuk kawasan hunian serta ketersediaan sarana dan prasarana guna memenuhi kebutuhan dan menunjang aktivitas penduduk perkotaan (Hidajat, 2014). Dalam menentukan suatu wilayah kawasan termasuk dalam kawasan perkotaan atau tidak, Pinch (1985) mengkategorikan klasifikasi
18
19
kawasan perkotaan tersebut dengan mempertimbangkan 3 (tiga) aspek yaitu aspek fisik terkait dengan luasan lahan terbangun dan lahan non-terbangun dari suatu kawasan, aspek administratif terkait dengan yuridiksi, status, batas wilayah, dan tata kelola pemerintah perkotaan yang memiliki kekuatan secara legalitas, serta aspek fungsional. Di Indonesia, klasifikasi kawasan desa-kota ditetapkan berdasarkan standarisasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Kriteria-kriteria yang dinilai dalam klasifikasi desa-Kota terdiri dari kriteria demografi, rumah tangga pertanian, serta akses terhadap fasilitas umum. Klasikikasi Desa-kota ini dilakukan terhadap administrasi tingkat desa/ kelurahan. Berikut klasifikasi desa-kota menurut Badan Pusat Statistik :
Tabel II. 1 Klasifikasi Desa Kota BPS No 1
Variabel/ Klasifikasi
Skor
Kepadatan Penduduk
No 2
Variabel/ Klaifikasi Skor Presentase Rumah Tangga Pertanian
<500
1
70,00 <
1
500 - 1.249
2
50,00 - 69,99
2
1.250 - 2.499
3
30,00 - 49,99
3
2.500 - 3.999
4
20,00 - 29,99
4
4.000 - 5.999
5
15,00 - 19,99
5
6.000 - 7.4999
6
10,00 - 14,99
6
7.500 - 8.499
7
5,00 - 9,99
7
8
<50,00
8
8.500 < 3
Akses Fasilitas Umum Sekolah TK (Ada atau < 2,5 km)
1
Bioskop (Ada atau < 5 km)
1
SMP (Ada atau < 2,5 km)
1
Rumah Sakit (Ada atau < 5 km)
1
SMU (Ada atau < 2,5 km)
1
1
Pasar (Ada atau < 2 km)
1
Hotel/ Bilyard/ Diskotek/ Salon Rumah Tangga Telepon (> 8%)
Pertokoan (Ada atau < 2 km)
1
Rumah Tangga Listrik (> 90%)
1
1
Sumber : Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010
Berdasarkan skoring kriteria klasifikasi desa kota terhadap wilayah administrasi tingkat desa/ kelurahan, maka akan didapatkan suatu desa/ kelurahan termasuk dalam kawasan perkotaan atau pedesaan. Apabila total skoring bernilai >10, maka wilayah administrasi desa/ kelurahan tersebut termasuk dalam kategori desa perkotaan (urban). Begitupula sebaliknya, apabila skor <10, maka desa/ kelurahan tersebut masih termasuk dalam klasifikasi desa pedesaan (rural).
20
2.1.2
Pengembangan Hunian di Perkotaan Pada hakikatnya, pengembangan hunian bukan sekedar membangun secara fisik suatu
kawasan hunian beserta lingkungannya, melainkan pengembangan hunian juga harus menjadi satu kesatuan yang terpadu, utuh, dan selaras serta dapat mengakomodir antara kebutuhan manusia dan kondisi fisik lingkungannya dengan dimensi waktu (Murbaintoro, 2009). Saat ini, Fenomena permintaan pengembangan hunian di perkotaan, jumlahnya terus meingkat. Peningkatan permintaan ini seiring dengan pemusatan penduduk serta aktivitas perkotaan. Peningkatan permintaan pengembangan hunian ini, sayangnya tidak diiringi oleh ketersediaan lahan yang cukup di kawasan perkotaan. Ketersediaan lahan di perkotaan semakin berkurang seiring dengan perkembangan kawasan perkotaan tersebut. Fenomena keterbatasan lahan pengembangan hunian di kawasan perkotaan tersebut, erat hubungannya dengan tata guna lahan perkotaan. Almeida (1998) menyebutkan terdapat variabel eksogen dan variabel endogen dalam penggunaan lahan. Variabel eksogen merupakan variabel penggunaan lahan yang berasal dari luar sistem. Salah satu contoh variabel eksogen yaitu kebijakan lahan perkotaan beserta perencanaannya. Sedangkan variabel endogen ialah variabel yang berpengaruh terhadap tata guna lahan yang berasal dari dalam sistem. Variabel-variabel endogen berkaitan dengan ciri-ciri lingkungan buatan manusia maupun lingkungan alam secara alamiah. Pengembangan hunian di kawasan perkotaan mengalami suatu dilema dimana permintaan yang terus meningkat akan tetapi ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Marlina (2008) menyatakan pengembangan hunian vertikal di kawasan perkotaan merupakan solusi dalam mengatasi permasalahan penyediaan hunian di perkotaan akibat kepadatan tingkat demografi dan keterbatasan lahan di kawasan perkotaan. Fenomena perkembangan apartemen ini, selain didorong oleh keadaan lahan yang semakin terbatas, juga didorong dari prinsip back to city yang kini sedang berkembang di masyarakat perkotaan. Prinsip back to city tersebut berkembang seiring dengan kejenuhan masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran. Mereka menganggap bermukim di kawasan pinggiran kota memiliki banyak kelemahan sehingga prinsip back to city menjadi berkembang dan familiar di kalangan masyarakat (Permatasari, 2008). Di Indonesia, selain apartemen, juga terdapat beberapa jenis pengembangan hunian di kawasan perkotaan lainnya yaitu rumah susun, condominium dan condotel. Perbedaan utama dari ketiga jenis bangunan vertikal di kawasan perkotaan tersebut terletak pada tingkat kualitas dari hunian tersebut. Tingkat kualitas dari suatu hunian vertikal dapat dinilai dari luas unit, kualitas konstruksi bangunan, serta jenis dan ketersediaan fasilitas di dalam kawasan. Ketiga kriteria penilaian tersebut memberikan pengaruh terhadap harga jual dari hunian tersebut serta menentukan segmentasi target pasar dari hunian vertikal tersebut (Anggarda, 2015).
21
2.2
Properti Apartemen Properti apartemen merupakan salah satu bentuk pengembagan hunian vertikal di kawasan
perkotaan. Keberadaan properti apartemen dianggap dapat menjadi solusi dari keterbatasan lahan di kawasan perkotaan dan permintaan hunian di pusat yang terus meningkat jumlahnya. Selain itu berkembangnya prinsip back to city, semakin menegaskan bahwa properti apartemen dapat menjadi solusi yang tepat dalam pemenuhan hunian di pusat perkotaan.
2.2.1
Pengertian dan Peran Apartemen Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/Prt/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi, mendefinisikan hunian vertikal (apartemen) sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang berfungsi untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Biasanya, hunian apartemen memuat beberapa grup hunian, yang berupa rumah flat atau rumah petak bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi masalah perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dan keterbatasan lahan dengan harga yang terjangkau di perkotaan. (Marlina, 2008). Secara umum, apartemen dapat diartikan sebagai suatu bangunan hunian secara vertikal yang memiliki kebutuhan ruang dan fasilitas bersama dan berperan dalam mengatasi masalah kepadatan tingkat hunian dan keterbatasan lahan di perkotaan. Pengembangan hunian apartemen identik dengan bangunan gedung bertingkat lantaran letak lokasi pembangunan apartemen pada umumnya berlokasi di pusat perkotaan. Keunggulan lokasi yang dimiliki properti hunian apartemen, menjadikan nilai jual tersendiri bagi apartemen tersebut. Selain faktor lokasi, faktor lingkungan, kemacetan, kondisi penduduk dan karakteristik hunian (Park, Lee, & Kim 2016) serta fenomena perkembangan spasial yang terjadi secara cepat pada bidang infrastruktur dan pasar real estate (Dong & Wu, 2016) juga ikut andil dalam perubahan faktor-faktor penentu harga properti apartemen pada suatu kota.
2.2.2
Jenis-jenis Apartemen De Chiara (2011) dalam sebuah karyanya yang berjudul Time Saver Standards for Building
Type, mengklasifikasikan jenis-jenis apartemen berdasarkan ketinggian bangunan. Klasifikasi jenis apartemen berdasarkan ketinggian bangunan ini tidak hanya mengkategorikan apartemen berdasarkan ketinggiannya, akan tetapi masing-masing jenis apartemen memiliki karakteristik dan spesifikasi yang berbeda antar jenis apartemen. Untuk lebih jelasnya, tabel II.2 menjabarkan jenisjenis apartemen berdasarkan ketinggian bangunan beserta spesifikasinya :
22
Tabel II. 2 Jenis-jenis Apartemen No
1
2
3
4
Jenis
Maisonette
Low Rise
Mid Rise
High Rise
Jumlah Lantai
>4
4-5
6-8
8<
Keterangan Penempatan unit-unit apartemen secara berderet Setiap unit terdiri dari dua lantai Jenis apartemen ini diminati oleh keluarga yang beranggotakan banyak. Berlokasi di kawasan suburban Menempati lahan yang relatif murah Kepadatan penghuni rendah 30 keluarga/ ha Menggunakan tangga Konstruksi bangunan lebih kokoh Penghawaan dan pencahayaan bersifat alami Konstruksi bangunan kokoh dan anti api Umumnya dihuni oleh kalangan menengah keatas. Berlokasi di daerah yang memiliki keterbatasan lahan dan harga lahan yang tinggi Berlokasi di tengah perkotaan, dekat dengan pusat bisnis
Gambar
Sumber : http://www.alamy.com/
Sumber : http://www.alamy.com/
Sumber : http://www.freshwaterplumbing.com/
Sumber : http://houstonluxuryapartments.com
Sumber : De Chiara, 2001
Berdasarkan klasifikasi jenis apartemen menurut ketinggian bangunan diatas, terdapat faktor penting dalam pemilihan jenis apartemen yaitu terkait ketersediaan lahan. Untuk kawasan perkotaan dimana ketersediaan lahan yang amat terbatas sedangkan permintaan pasar yang cukup tinggi, maka jenis apartemen high-rise merupakan jenis apartemen yang paling sesuai untuk dikembangkan.
23
2.2.3 Status Kepemilikan Apartemen Status kepemilikan pada properti apartemen terbagi menjadi kepemilikan tetap (beli) dan kepemilikan sementara (sewa). De Chiara (2001) dalam bukunya yang berjudul Time Saver Standards for Building Type menjabarkan kedua status kepemilikan apartemen tersebut : a. Apartemen Beli Apartemen beli ialah properti apartemen yang dimiliki oleh individu maupun badan usaha yang dapat dijual atau dipindah tangankan kepemilikannya kepada pihak lain baik perseorangan maupun kelompok, dengan harga dan rentan waktu tertentu. Meskipun status kepemilikan apartemen tersebut tetap, dalam hal pelaksanaan tugas dan operasional apartemen tetap dilakukan dan menjadi tanggung jawab pihak manajemen apartemen. b. Apartemen Sewa Apartemen sewa ialah properti apatemen yang dimiliki oleh individu maupun badan usaha yang dapat disewakan atau dipindah tangankan kepemilikannya secara sementara kepada pihak lain baik perseorangan maupun kelompok, dengan harga dan rentan waktu tertentu. Keuntungan dari apartemen sewa ialah, pemilik mendapatkan keuntungan dari unit apartemen yang disewakan kepada penyewa dalam bentuk biaya sewa apartemen. Sebagai timbal baliknya, pemilik apartemen bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pelayaan kepada pihak penyewa apartemen.
2.2.4
Permasalahan dan Tantangan Hunian Vertikal Di negara maju, pembangunan hunian secara vertikal sudah lumrah dilakukan dan sudah
menjadi kebiasaan bagi para penduduknya untuk bertempat tinggal di hunian vertikal sebagai salah satu bentuk optimalisasi penggunaan lahan. Akan tetapi, hunian vertikal berlum menjadi suatu kebiasaan bagi para penduduk di Indonesia. Murbaintoro (2009) dalam penelitiaannya terkait Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan Berkelanjutan, mengungkapkan beberapa persoalan terkait ketidaktertarikannya penduduk Indonesia untuk bertempat tinggal di hunian vertikal. Persoalan-persoalan tersebut antara lain : 1. Kebiasaan dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang sebagian besar terbiasa menempati rumah tapak (hunian horizontal) 2. Investasi yang cukup besar dalam pengadaan dan pembangunan hunian vertikal 3. Pemerintah Daerah yang belum memberikan perhatian lebih terkait penyediaan dan pembangunan hunian vertikal. Sehingga untuk meminimalisir dari persoalan diatas, Sarwono (1998) mengemukakan terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan hunian vertikal. Hal-hal yang harus dipertimbangkan meliputi :
24
1. Kepribadian Pada umumnya kepribadian masyarakat Indonesia cenderung tidak suka berlama-lama beraktivitas di dalam hunian dan lebih suka beraktivitas diluar ruangan. Pengembangan hunian apartemen harus dapat mengakomodir kepribadian tersebut dengan cara penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung aktivitas luar ruangan. 2. Space Keluarga Indonesia cenderung memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup besar. Jumlah anggota yang cukup besar ini kemudian mendorong akan kebutuhan ruang yang lebih luas. Oleh karena itu, dalam pengembangan hunian vertikal perlu mempertimbangkan penyediaan ruangan yang cukup luas seperti penyediaan ruang serbaguna. 3. Kebiasaan Adanya perbedaan karakteristik antara hidup di hunian vertikal dengan hunian horizontal, mendorong perlu diadakannya pembiasaan bagi para penghuninya melalui pendidikan dan penyesuaian yang dilakukan oleh pengelola dan operator hunian vertikal.
2.3
Kesesuaian Lahan Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen Pengembangan hunian apartemen merupakan kegiatan perencanaan yang terdiri dari
berbagai tahapan. Pada tahapan awal dari pengembangan hunian apartemen yang melakukan penilaian terhadap lahan yang sesuai untuk dikembangkan sebagai lokasi pengembangan apartemen baik secara fisik maupun secara ekonomi. Penilaian kesesuaian lahan tersebut akan dijabarkan pada sub pembahasan berikut ini.
2.3.1
Lahan dan Penggunaan Lahan Menurut Lichfield dan Drabkin (1980:12) lahan dapat didefinisikan dari dua sudut
pandang, secara fisik geografi maupun secara ekonomi. Secara fisik geografi, lahan merupakan suatu tempat yang diperuntukan sebagai hunian yang didalamnya terdapat faktor penting dalam penggunaanya berupa kualitas fisik dari suatu lahan. Secara ekonomi, lahan didefinisikan sebagai suatu sumber daya alam yang memiliki elemen penting dalam suatu produksi. Lahan merupakan salah satu aset penting yang memiliki banyak dampak terhadap harga rumah dan pola bangunan (Du, Ma, & An, 2011). Sebagai elemen dan aset penting dalam produksi, lahan seringkali dipandang sebagai suatu aset produktif yang identik dengan faktor keamanan dimana lahan kemudian dapat membangkitkan dan meningkatkan kegiatan investasi (Chavunduka & Bromley, 2013). Sedangkan menurut Jayadinata (2002) lahan merupakan sebidang tanah yang biasanya sudah dialokasikan peruntukannya serta sudah ada pihak yang menyatakan sebagai pemilik dari sebidang tanah tersebut. Pihak-pihak yang menyatakan sebagai pemilik lahan harus mengikuti aturan
25
mengenai kepemilikan lahan. Aturan mengenai kepemilikan lahan meliputi elemen fisik dari lahan maupun hak-hak pemanfaatan lahan tersebut baik secara individu maupun kelompok tertentu yang tertuang dalam sebuah perjanjian yang jelas. (Al-Ossmi & Ahmed, 2016). Penggunaan lahan (land use) seringkali istilah tersebut diartikan sama seperti istilah tutupan lahan (land cover). Akan tetapi, istilah land use dan land cover pada dasarnya memiliki perbedaan prinsip dan makna. Lambirin, dkk (2003) mendiskripsikan perbedaan dari kedua istilah tersebut. Menurutnya, istilah land cover menitikberatkan pada keadaan fisik dari permukaan bumi seperti tutupan lahan berupa pertanian, pegunungan ataupun hutan. Selain itu, land cover juga sebagai simbol/ ciri-ciri penanda dari permukaan maupun bagian dalam permukaan berupa biota, air permukaan dan air tanah, tanah, topogafi, serta struktur manusia. Sedangkan istilah land use menitikberatkan pada peran manusia dalam memanfaatkan land cover guna mencapai tujuan yang ingin diraih atau dapat dikatakan sebagai pemanfaatan lahan. Penggunaan lahan merupakan penggabungan yang kompleks dari berbagai lingkungan fisik, karakteristik kepemilikan, struktur dan penggunaan ruang yang membentuk suatu pola penggunaan lahan yang merupakan pengaturan untuk berbagai kegiatan (Chapin,1995). Briassoulis (2000) juga mendeskripsikan penggunaan lahan sebagai sebuah aktivitas campur tangan manusia yang berkaitan langsung dengan lahan berupa pemanfaatan sumberdaya maupun turut berkontribusi dalam dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penggunaan lahan. Pada lingkup lokal, pola keruangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh pendekatan yang dilakukan dalam proses perencanaan penggunaan lahan. (Dempsey et al., 2017). Di sisi lain, Catanese (1996) mendeskripsikan penggunaan lahan sebagai sebuah bentuk gambaran pola tata guna dan pemanaatan lahan suatu wilayah di masa yang akan datang sebagai wujud harapan dan keinginan lingkungan masyarakat. Harjanti dan Hidayati dalam Abdul Bary (2014) mengemukakan, dalam penentuan penggunaan dari suatu bidang lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain: karakteristik, arah pengembangan kawasan, serta prediksi kebutuhan ruang di masa yang akan datang serta juga dipengaruhi oleh faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan (Barlow, 1986).
2.3.2
Faktor-faktor Pembentuk Nilai Lahan Lahan memiliki karakteristik yang spesifik dan berbeda dari lokasi yang lainnya. Dalam
menentukan nilai dari suatu lahan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai dari suatu lahan. Hidayati dan Harjanto (2003) mengemukakan nilai lahan dipengaruhi oleh tiga faktor yang meliputi kondisi lahan (lahan non-terbangun dan lahan pertanian), lokasi lahan (urban, suburban dan rural), serta kegunaan lahan (perumahan komersil, industri dan pertanian). Sedangkan menurut Harjanti dan Hidayati dalam Abdul Baary (2014) nilai lahan dipengaruhi oleh :
26
1. Lokasi Lokasi erat hubungannya dengan jarak dan waktu tempuh dari lokasi suatu lahan menuju tempat-tempat yang menjadi landmark suatu kawasan maupun jarak dan waktu tempuh ke pusat kota. Aspek-aspek yang mempengaruhi waktu tempuh tersebut meliputi : a. Ketersediaan fasilitas dan kondisi dari jaringan jalan b. Ketersediaan berbagai jenis moda transportasi. c. Kepadatan dari lalu lintas d. Serta karakter dari jalur lalu lintas 2. Pengembangan tapak Nilai dari suatu lahan dipengaruhi oleh penembangan tapak dari lahan tersebut. Pengembangan tapak dari suatu lahan tergantung pada pemanfaatan dari lahan itu sendiri. Aspek-aspek yang memberikan pengaruh pada pemanfaatan lahan dalam pengembangan tapak yaitu ketersediaan, kondisi dan kualitas dari saluran pembuangan, jalur pejalan kaku serta pengembangan-pengembangan lain yang memberikan dampak terkait pemanfaatan dan nilai dari lahan. 3. Kontur Aspek-aspek yang dikaji dari topografi ini meliputi kondisi kontur yang berada pada lokasi lahan, drainase alami, pemandangan yang diciptakan, keadaan lahan serta faktor fisik dari lahan itu sendiri. 4. Utilitas Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan yang berada di sekitar lokasi lahan, memberikan pengaruh terhadap dari nilai lahan tersebut. Utilitas-utilitas yang menjadi pertimbangan dalam besaran nilai dari suatu lahan berkenaan dengan : a. Jaringan dan sistem sanitasi b. Ketersediaan air domestik c. Ketersediaan jaringan sarana prasarana perkotaan seperti jaringan listrik, telekomunikasi, gas dan sebagainya. 5. Lingkungan Nilai lahan bergantung pada kondisi eksisting lingkungan di sekitarnya. apabila suatu lahan dikelilingi oleh lingkungan yang sudah matang ditandai dengan berdirinya propeerti-properti di sekitan lokasi lahan serta tersedianya fasilitas-fasilitas penting di sekitanya, maka nilai dari lahan tersebut akan semakin tinggi.
27
6. Ukuran dan bentuk. Pada faktor ini, ukuran dan bentuk lahan ditentukan oleh dimensi dari lahan tersebut yang dihitung berdasarkan luas, lebar, panjang serta karakteristik fisik dari lahan tersebut. Sehingga berdasarkan penjabaran faktor-faktor pembentuk nilai lahan diatas, dapat ditarik kesimpulan faktor-faktor pembentuk nilai lahan terdiri dari faktor alami dari lahan itu sendiri seperti topografi, iklim, kondisi geologi dan kontur maupun faktor non-alami yang dilakukan dengan cara campur tangan manusia meliputi kondisi lahan, lokasi lahan, kegunaan lahan, ukuran dan bentuk, pengembangan tapak serta utilitas. (Harjanti dan Hidayati, 2014; Hidayati dan Harjanto, 2003)
2.3.3
Kriteria Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen Pemanfaatan dan penggunaan suatu bidang lahan harus sesuai dengan kesesuaian lahan
yang diukur melalui daya dukung dan daya tampung lahan tersebut. Daya dukung dan kesesuian lahan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan dan peruntukan jenis aktivitas yang akan dinaungi di atas lahan tersebut (Sitorus, 1998). Dalam melakukan kegiatan analisis kesesuaian peruntukan lahan, perlu dilakukan secara cermat. Ketidaksesuaian peruntukan lahan dapat menyebabkan kerusakan lahan serta dapat mengakibatkan permasalahan kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya (Hardjowigeno, 1999). Oleh karena itu, dalam menentukan lahan yang optimal sebagai lokasi alternatif pengembangan hunian harus mempertimbangkan beberapa aspek. Pertimbangan tersebut ditujukan agar terciptanya kesesuaian antara lahan dengan peruntukan aktivitasnya. Kuswara (2004) dalam sebuah jurnal permukimannya yang berjudul Penataan Sistem Perumahan dan Permukiman dalam Rangka Gerakan Nasional Pengembangan Satu Juta Rumah mengemukakan, setidaknya terdapat 2 hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi lahan untuk hunian, yaitu : 1. Peruntukan kawasan Peruntukan suatu kawasan terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukan untuk lahan terbangun seperti peruntukan hunian. Sedangkan kawasan lindung diperuntukan untuk kawasan non-terbangun. Peruntukan kawasan perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi agar dapat meminimalisir terjadinya konflik ketidaksesuaian peruntukan kawasan. Di Indonesia, penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi dua fungsi peruntukan kawasan yaitu peruntukan kawasan lindung dan peruntukan kawasan budidaya (Undang-Undang No. 24 Tahun 1994). Kawasan lindung ialah suatu kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perlindungan terhadap kelestarian lingkungan baik dari sisi sumber daya alamnya maupun dari sisi sumber daya buatan.
28
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengeolaan Kawasan Lindung, kawasan lindung terbagi menjadi 4 jenis diantaranya: a. Kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahnya meliputi kawasan hutan lindung, kawasan gambut dan kawasan resapan air. b. Kawasan perlindungan setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, dan kawasan sekitar mata air c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya meliputi kawasan suaka alam, kawasan suaka laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, dan kawasan cagar budata dan ilmu pengetahuan d. Kawasan rawan bencana alam meliputi kawasan yang terindikasi dan berpotensi terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi maupun gunung berapi. Sedangkan kawasan budidaya ialah kawasan yang diperuntukan sebagai budidaya dengan mempertimbangkan kondisi serta potensi sumber daya yang dimiliki. Berikut klasifikasi jenis dan karakteristik lahan dari masing-masing jenis peruntukan kawasan budidaya :
Tabel II. 3 Klasifikasi Jenis Peruntukan Kawasan Budidaya No 1
Jenis Peruntukan Kawasan Budidaya Hutan Produksi
Karakteristik lokasi dan Kesesuaian Lahan
2
Pertanian
3
4
Pertambangan
Permukiman
Berlokasi pada lahan kosong. Kondisi fisik lahan memungkinkan untuk dieksploitasi secara ekonomis Hutan Produksi Penebangan Terbatas berlokasi pada lahan yang memiliki nilai 125-174 hasil dari pengkalian faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan dengan penimbang masing-masing Hutan Produksi Penebangan Bebas berlokasi pada lahan yang memiliki nilai <125 hasil dari pengkalian faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan dengan penimbang masing-masing Berlokasi pada lahan dengan kemiringan lahan 0% - 405 untuk kawsan pertanian kering dan kawasan pertanian tanaman tahunan. Mempertimbangkan jenis tanaman, ketersediaan tanah, kesesuaian lahan. Bahan galian terletak di daerah darata atau perbukitan yang memiliki kemiringan lahan 0° – 36° Tidak berlokasi di kawasan hutan lindung Tidak berlokasi di hulu sungai Tidak berlokasi di kawasan rawan bencana alam Berlokasi pada lahan dengan kemiringan lahan 0-25% Tersedia sumber air yang cukup Tidak berlokasi pada kawasan rawan bencana alam Tidak berlokasi pada daerah sempadan sungai/ waduk/ pantai Tidak berlokasi pada kawasan lindung Tidak berlokasi pada kawasan budidaya pertanian/ penyangga
29
No 5
Jenis Peruntukan Kawasan Budidaya Industri
6
Pariwisata
7
Perdagangan dan Jasa
Karakteristik lokasi dan Kesesuaian Lahan Berlokasi pada lahan dengan kemiringan lahan 0-25% serta diizinkan pada kemiringan lahan 25%-45% dengan perbaikan kontur. Berlokasi pada ketinggian <1000 mdpl Luas lahan minimal 20 ha Secara geologi tanah, dapat menyokong konstruksi bangunan Tidak berlokasi pada kawasan rawan bencana alam Lahan memiliki struktur tanah yang stabil Berlokasi pada kelerangan lahan yang memungkinkan dibangun Berlokasi pada lahan yang tidak terlalu subur dan lahan pertanian yang tidak produktif Lokasi memiliki tingkat aksesibilitas tinggi Tidak berlokasi pada kawasan lindung Tidak berlokasi pada kawasan bencana alam Berlokasi pada lahan yang strategis
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/ PRT/ M/ 2009
Berdasarkan penjabaran mengenai peruntukan kawasan yang berlaku di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa untuk pengembangan hunian tempat tinggal harus mempertimbangkan beberapa hal berikut : a. Topogrofi lahan b. Ketersediaan sumber air c. Lokasi bebas dari zona rawan bencana d. Lokasi tidak berada di sempadan sungai e. Lokasi dikembangkan pada peruntukan kawasan budidaya 2. Jenis Lokasi Pengembangan Hunian Jenis lokasi pengembangan hunian merupakan salah satu kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lahan sebagai lokasi pengembangan hunian. Terdapat 2 (dua) jenis lokasi pengembangan hunian berdasarkan kondisi eksisting lahan : a. Lokasi lahan pengembangan baru Merupakan jenis lokasi hunian yang dikembangkan pada lahan non-terbangun. Pengembagan lokasi pengembangan baru tentunya juga harus mempertimbangkan ketentuan peruntukan lahan yang diatur dalam RTRW dan dokumen perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Jenis lokasi hunian pengembangan baru ini cocok diterapkan untuk pengembangan hunian bertingkat mengingat secara pengembangannya lebih mudah dan lebih efisien dari pelaksanaan dan pembiayaannya. b. Penataan lokasi lahan perumahan yang ada Merupakan jenis lokasi hunian yang dikembangkan dengan cara melakukan peremajaan pada lokasi hunian yang sudah ada sebelumnya. Peremajaan kawasan hunian ini
30
diantaranya penataan tata letak sarana dan prasarana yang tidak teratur, peremajaan lingkungan serta penataan kawasan permukiman kumuh. Pada dasarnya, dalam mempertimbangkan lahan pengembangan lokasi apartemen di pusat perkotaan, tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan pemilihan lokasi pengembangan hunian non-vertikal. Fajar (2016) menjabarkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi lahan pengembangan hunian apartemen di pusat perkotaan diantaranya : a. Luas lahan apartemen sekurang-kurangnya seluas 1,4 ha berdasarkan perhitungan kebutuhan ruang yang dilakukan oleh Putra (2011) pada sebuah penelitiannya. b. Waktu tempuh perjalanan untuk mencapai tempat kerja dan pusat kota tidak melebihi dari 30 menit c. Pusat Pelayanan kota. d. Ukuran bentuk serta topografi dari lahan Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Fajar 92016), perbedaan sigifikan dari kedua pengembangan jenis hunian vertikal (apartemen) ataupun horizontal (rumah tapak), terletak pada aspek geografis lokasi yang menyatakan kedudukan lokasi hunian dengan kawasan yang di sekitarnya serta dalam hal efisiensi waktu dan jarak dalam pencapaian suatu lokasi.
2.4
Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen Pada sub bab ini akan membahas kajian terkait lahan dan lokasi pengembangan apartemen
yang terdiri dari kajian mengenai teori lokasi, pertimbangan dalam pemilihan lahan lokasi apartemen, serta faktor penentu lokasi terbaik pengembangan apartemen.
2.4.1
Teori Lokasi Lahan merupakan sebidang tanah yang memiliki karakteristik yang unik dan berbeda satu
sama lainnya. Karakteristik suatu lahan identik dengan lokasi dari keberadaan lahan tersebut. Karakteristik dari suatu lahan, dapat diidentifikasi melalui pendekatan teori lokasi. Teori Lokasi merupakan ilmu yang mempelajari tata ruang beserta kegiatan ekonomi di dalamnya, atau ilmu yang mempelajari pengalokasian sumber-sumber potensial secara geografis, serta keterkaitannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai kegiatan lain baik berupa kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial (Tarigan, 2006). Daya tarik dari suatu lahan terletak pada tingkat aksesibilitasnya. Tingkat aksesibilitas merupakan kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain yang berada di sekitarnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas menuju suatu lokasi lahan diantaranya; jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung dan frekuensinya serta tingkat keamanan dan kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. (Tarigan, 2006).
31
Selain teori lokasi, juga terdapat teori sejenis yang berkaitan dengan lokasi, salah satunya yaitu teori central place. Teori Central Place menyebutkan bahwa harga lahan dari suatu lokasi mengalami peningkatan apabila lokasi lahan tersebut berdekatan dengan pusat bisnis serta mengalami penurunan harga lahan seiring meningkatnya jarak pusat bisnis dengan lokasi lahan tersebut (Kheir & Portnov, 2016). Lahan yang letaknya berada di dekat pusat kegiatan memiliki nilai lahan yang paling tinggi dimana biasanya diperuntukan untuk konstruksi bangunan-bangunan highrise building. Sedangkan lahan yang masih memiliki nilai lahan yang terjangkau bagi kalangan masyarakat pada umumnya, biasanya terletak di pinggiran kota dan diperuntukan untuk bangunan horizontal dan hunian bagi keluarga tunggal. (Du et al., 2011). Penilaian lahan dari suatu lokasi terhadap penggunaannya yang memiliki nilai optimum, dapat dilakukan dengan menggunakan metode highest and best use (HBU). Metode HBU pada prinsipnya menilai suatu penggunaan lahan dari suatu lokasi yang memiliki nilai paling optimum. Lahan diibaratkan sebagai container dan produk properti yang menggunakan lahan tersebut diibaratkan sebagai content, maka kedua elemen tersebut harus saling berkorelasi dan memiliki kesesuaian satu sama lain agar dapat memberikan nilai keuntungan yang maksimal.
2.4.2
Konsep Highest and Best Use (HBU) High and Best Use merupakan suatu cara penilaian lahan terhadap penggunaan lahan non-
terbangun yang bertujuan untuk menentukan lokasi terbaik dan meningkatkan nilai dari suatu properti. Penilaian lokasi terbaik dilakukan berdasarkan kriteria fisik, legalitas, dan layak secara finansial serta memiliki produkivitas maksimum dari suatu aset tersebut (The Appraisal Institute, 2001). Analisa HBU ini berguna untuk meningkatkan efisiensi pada keterbatasan lahan melalui optimalisasi penggunaan lahan serta dapat memberikan penilaian terhadap lokasi yang memiliki nilai optimum (Rasyid, Utomo, & Arief, 2013). Menurut Miftahul Mubayyinah dan Christiono Utomo (2012), terdapat empat kriteria dalam analisis highest best use ini yaitu: 1. Aspek Kelayakan Fisik Kemampuan produktifitas dan HBU dari suatu properti, dapat ditentukan melalui aspek fisik dari properti tersebut (Priambudi, 2015). Aspek fisik yang perlu dipertimbangkan terkait lokasi dari lahan tersebut, dapat dinilai berdasarkan tingkat aksesibilitas, moda transportasi serta ketersediaan fasilitas pelayanan umum (Morrow-Jones, Irwin, & Roe, 2004). Aspek fisik ini berpeluang mendatangkan keuntungan maupun kerugian terhadap nilai dari suatu lahan, tergantung dari kesesuaian peruntukan dari lahan tersebut. (Harjanto dan Hidayati, 2003). 2. Aspek Legalitas Pengujian ini dilakukan dengan melibatkan peraturan atau ketetapan pemerintah yang memiliki kekuatan hukum. Syarat pengujian aspek legalitas meliputi penetapan zoning
32
wilayah dan peraturan mengenai bangunan (IMB). (Rasyid et al., 2013). Selain itu, aspek legalitas juga merujuk pada tata guna lahan (RTRW) dan peraturan perundangan-undangan yang mengatur pemanfaatan lahan pada lahan tersebut yang terdiri dari peraturan zonasi, pembatasan kode bangunan (Priambudi, 2015), kepemilikan lahan (Morrow-Jones, Irwin, & Roe, 2004) dan peraturan daerah lainnya yang mengatur penggunaan suatu lahan. 3. Aspek Kelayakan Finansial Dalam menghitung aspek finansial, alat ukur yang digunakan dalam analisis kelayakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), pay-back period dan lain-lain. (Harjanto dan Hidayati, 2003). Aspek finansial digunakan untuk mengetahui besaran investasi pendapatan seperti harga jual produk properti, besaran pengeluaran seperti harga lahan yang harus disediakan, biaya konstruksi pembangunan serta jangka waktu pengembalian modal (payback periode). 4. Produktivitas Maksimum Produktifitas maksimum akan dihasilkan melalui analisis pasar yang terdiri dari aspek penawaran dan permintaan. Penggunaan yang tertinggi dan terbaik merupakan penggunaan yang menghasilkan berupa nilai residual tertinggi serta memiliki konsistensi dengan tingkat pengembalian yang dijamin oleh pasar untuk penggunaan tersebut. (Prawoto, 2003). Kriteria-kriteria yang terdapat dalam metode HBU merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penilaian terhadap lokasi terbaik pengembangan suatu produk properti. Korelasi antara konsep HBU terhadap pemilihan lokasi terbaik, dapat dilihat pada konsep diagram berikut:
Kriteria HBU
Kriteria Lokasi Terbaik
Layak secara Fisik
Aspek Fisik
Aksesibilitas Moda Transportasi Sarana Prasarana
Diizinkan dalam Legalitas
Aspek Legalitas
RTRW Kepemilikan Lahan IMB
Aspek Ekonomi
Harga Lahan Pasar
Kelayakan Finansial Produktifitas Maksimum
Sub Kriteria Lokasi Terbaik
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 2. 1 Konsep HBU dalam Pemilihan Lokasi terbaik
33
2.4.3
Kriteria Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen Konsumen utama dari apartemen merupakan penduduk perkotaan yeng mengutamakan
aspek efisiensi dalam mobilitas, maka pemilihan lokasi merupakan aspek penting dalam pengembangan sebuah properti apartemen. Apartemen direncanakan berada di tempat tempat yang berdekatan dengan zonaâ&#x20AC;&#x201C;zona perkantoran atau zona komersial dalam suatu wilayah sehingga meminimalkan waktu dan biaya tempuh (Marlina, 2008). Mengacu pada aspek-aspek yang terdapat pada konsep pengembangan Highest and Best Use (HBU), dihasilkan kriteria-kriteria lokasi terbaik pengembangan properti apartemen sebagai berikut. A. Aspek Fisik Dalam menentukan lokasi terbaik pengembangan apartemen, aspek fisik memiliki peranan yang cukup penting. Aspek fisik berkaitan dengan fisik lokasi pengembangan apartemen dengan aspek-aspek eksternal. Berikut aspek fisik dari lokasi terbaik pengembangan apartemen: 1. Aksesibilitas Ketika membahas sebuah lokasi pengembangan properti, maka erat kaitannya dengan tingkat aksesibilitas yang menghubungkan dengan kawasan lain, serta kondisi dari lalu lintas dari lokasi pengembangan hunian dan kondisi kawasan yang berada disekitarnya. (Synder dan Anthony dalam Rahma, 2010). Kota sebagai suatu kawasan yang terbuka bagi penduduk kota lainnya untuk bekerja dan menetap di suatu wilayah perkotaan, mendorong adanya hubungan dan keterkaitan antara kota dengan wilayah lain di sekitarnya. Keterkaitan antar kota dan wilayah disekitarnya tersebut turut berperan dalam pola lokasi hunian serta ikut andil dalam pemilihan lokasi hunian yang ideal. Kuswara (2004). Luhst (1997) dalam bukunya yang berjudul Real Estate Valuation mengutarakan bahwa aksesibilitas dapat mempermudah pencapaian dari berbagai jenis pusat kegiatan seperti pusat pendidikan, pusat perdagangan, layanan pemerintah dan lain-lain serta aksesibilitas menjadi sebuah perpaduan antar pusat-pusat kegiatan tersebut. Sehingga aksesibilitas menjadi daya tarik tersendiri pada suatu lokasi. Penilaian terhadap aksesibilitas suatu lokasi dapat ditinjau dari jarak antara lokasi dengan pusat kawasan bisnis (CBD), jangkauan pelayanan moda transportasi, lebar jalan serta banyaknya sistem jaringan jalan yang terdapat pada suatu lokasi (Luhst, 1997; Bintarto, 1983). Di Indonesia, klasifikasi jaringan jalan wilayah dan kota diatur berdasarkan SNI 03-6967-2003 Tentang Persyaratan Umum Sistem Jaringan dan Geometrik Jalan Perumahan. Berikut klasifikasi dan sepsifikasi jaringan jalan wilayah dan kota di Indonesia:
34
Tabel II. 4 Klasifikasi Jaringan Jalan Perkotaan di Indonesia No
Kelas Jalan
Kecepatan (km/ jam)
Lebar (m)
Dawasja (m)
Ketentuan Khsusus - Kapasitas > volume lalu lintas - Persimpangan perlu diatur dan dibatasi karena tidak boleh diganggu oleh lalu lintas jaringan jalan lainnya - Jalan tidak terputus meskipun memasuki kawasan desa kota - Kapasitas > volume lalu lintas - Persimpangan perlu diatur dan dibatasi, tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat. - Kapasitas > volume lalu lintas - Jalan tidak terputus meskipun memasuki kawasan desa
1
Arteri Primer
>60
8
>20
2
Arteri Sekunder
>30
>8
>10
3
Kolektor Primer
>40
>7
>15
>20
>7
>7
-
>20
>6
>10
- Jalan tidak terputus meskipun memasuki kawasan desa.
>10
>5
>4
-
4 5 6
Kolektor Sekunder Lokal Primer Lokal Sekunder
Sumber : SNI 03-6967-2003
Sumber : SNI 03-6967-2003
Gambar 2. 2 Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sekunder dalam Hirarki Perkotaan
35
Sebuah penelitian yang dilakukan Chang (2015) yang berjudul An ANP based TOPSIS Approaches for Taiwanese Service Apartement Location Selection dengan metode pendekatan analytic network process (ANP) dalam menentukan faktor-faktor dalam pemilihan lokasi terbaik properti apartemen, menghasilkan faktor aksesibilitas sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan lokasi apartemen di Taiwan. Faktor aksesibilitas tersebut terkait dengan jarak lokasi apartemen ke bandara, jarak lokasi apartemen ke pusat kota, kemudahan dalam mencapai transportasi umum, serta keterjangkauan terhadap rute jaringan transportasi. 2. Moda Transportasi Transportasi merupakan suatu aktivitas perpindahan suatu penumpang atau barang dari suatu lokasi ke lokasi lainnya yang terpisah secara geografis. Pada kegiatan transportasi terdapat unsur urama yaitu movement dimana secara fisik terjadi perpindahan tempat atas penumpang atau barang baik dengan menggunakan media angkut maupun tidak (Hadihardaja dkk, 1997). Bicara terkait media angkut atau moda transportasi, Vuchic (1981) mengkategorikan media angkut/ moda transportasi perkotaan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
Tabel II. 5 Kategori Moda Transportasi Vuchic No
Kategori
Definisi
Contoh
1
Angkutan Pribadi
Moda transportasi yang kepemilikannya dimiliki oleh perseorangan masyarakat
Mobil, sepeda motor
Gambar
Sumber : http://beritasatu.com
2
Angkutan Sewa
Moda transportasi para transit yang pada umumnya rute dan jadwal pelayananannya tidak tetap mengikuti sesuai dengan permintaan pengguna
Taksi Sumber : http://halloapakabar.com
Moda transportasi masal yang memiliki daya angkut penumpang besar dalam Angkutan sekali perjalanan. Moda transportasi 3 Umum umum ini memiliki rute dan jadwal pelayaan yang telah ditetapkan oleh kebijakan pemerintah Sumber : Vuchic (1981)
Bus, angkot, kereta Sumber : http://depokpos.com
Ilmu Transportasi bersifat multidisiplin karena memiliki keeratan hubungan dengan ilmuilmu lainnya seperti manajemen, ekonomi, pembangunan, maupun terkait dengan kebijakan
36
pemerintah. (Salim, 1993). Keberadaan suatu lokasi pembangunan hunian tidak terlepas dari faktor pendukung di sekitarnya yang berpengaruh terhadap nilai jual properti hunian maupun lokasi dari properti hunian tersebut (Mujiarto & Joeni, 2008). Menurut Koester (2001) dalam memilih lokasi pengembangan hunian faktor yang paling berpengaruh ialah faktor aksesibilitas. Faktor aksesibilitas tersebut terkait dengan kemudahan dan ketersediaan moda transportasi. Ketersediaan transportasi memiliki korelasi yang kuat dengan pertumbuhan lokasi hunian. Penelitian yang dilakukan oleh Joeni & Mujiarto (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Pengaruh Aspek Transportasi dalam Memilih Perumahan, menyebutkan bahwa variabel transportasi termasuk aksesibilitas dan lalu lintas di dalamnya, mempengarhui dalam pemilihan lokasi hunian tempat tinggal sebesar 67,5%. Besarnya pengaruh transportasi dalam pemilihan lokasi hunian tempat tinggal disebabkan keberadaan transportasi memberikan kemudahan pencapaian dari dan menuju lokasi hunian dengan pusat kegiatan. Semakin baik pelayanan transportasi yang tersedia, maka semakin besar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan suatu lokasi hunian Koester (2001). 3. Sarana dan Prasarana Synder dan Anthony dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahma (2010) menyatakan bahwa sarana dan prasarana perkotaan memiliki peran sebagai fungsi pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan penduduk perkotaan yang meliputi sarana dan prasarana penyediaan layanan
pendidikan,
layanan
kesehatan,
layanan
perniagan
dan jasa-jasa
yang
diselenggarakan pemerintah. Di Indonesia, penyediaan sarana dan prasarana diatur oleh pemerintah melalui pedoman SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Menurut SNI 03-1733-2004, sarana lingkungan perumahan di perkotaan secara umum dibagi menjadi 4 (empat) jenis yaitu; sarana pemerintahan dan pelayanan umum, pendidikan, kesehatan serta perdagangan dan jasa. Standar minimum penyediaan sarana lingkungan perumahan di perkotaan dari masing-masing jenis sarana tersebut juga datur dalam SNI 03-1733-2004. Berikut standar minimum penyediaan sarana lingkungan perumahan di perkotaan:
Tabel II. 6 Standar Minimum Penyediaan Sarana Lingkungan Perumahan di Perkotaan No
Jenis Sarana
1.
Sarana Pendidikan Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama
Skala Pelayanan Jumlah Penduduk (jiwa) Radius Pencapaian (m) 1.250 1.600 4.800
500 1.000 1.000
37
No
2.
3.
Jenis Sarana
Skala Pelayanan Jumlah Penduduk (jiwa) Radius Pencapaian (m) 4.800 3.000 2.500 1.000
Sekolah Menengah Atas Taman Bacaan Sarana Kesehatan Posyandu Balai Pengobatan Klinik Bersalin Puskesmas Pembantu Puskesmas Praktek Dokter Apotik Sarana Perdagangan dan Niaga Toko/ warung Pertokoan Pasar lingkungan Pusat Perbelanjaan
1.250 2.500 30.000 30.000 120.000 5.000 30.000
500 1.000 4.000 1.500 3.000 1.500 1.500
250 6.000 30.000 120.000
300 2.000
Sumber : SNI 03-1733-2004
Selain sarana, prasarana jaringan infrastruktur perkotaan juga mempengaruhi terhadap pengembangan lokasi hunian yang terbaik di suatu kawasan perkotaan. Fajar (2016) menjabarkan prasarana/ utilitas yang menjadi standar dalam pengembangan hunian yaitu ketersediaan utilitas saluran drainase dan sanitiser, persediaan air, gas, listrik, dan telekomunikasi. Ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas umum dan sosial yang disediakan oleh pengembang maupun yang berada di sekitar lokasi pengembangan hunian, merupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan hunian. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap, menurut Ana (2010), menjadi alat bantu bagi para penghuni dalam menunjang kegiatan sehari-harinya. Apabila ditinjau dari sisi pengembang, menurut Fajar (2016) Kelengkapan sarana dan prasarana jaringan infrastruktur dapat meminimalkan biaya pengadaan jaringan baru pada pengembangan sebuah apartemen. Keterpaduan dan integrasi antara lokasi pengembangan hunian dengan sarana dan prasarana perkotaa bertujuan guna tercapainya pelayanan sarana dan prasarana perkotaan yang efisien Kuswara (2004) B. Aspek Legalitas Hilman (2008) dalam sebuah penelitiannya yang berjudul Model Penentuan lokasi Perumahan berkelanjutan di Wilayah Gedebage Kota Bandung menyatakan dalam pengembangan lokasi hunian, diperlukan adanya kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut diperoleh dengan cara kesesuaian pengembangan lokasi hunian dengan regulasi-regulasi yang mengatur di dalamnya. Dalam pengembangan lokasi hunian apartemen, terkait beberapa regulasi yang harus menjadi acuan. Regulasi-regulasi tersebut diantaranya:
38
1. Regulasi Penataan Ruang Penggunaan lahan erat hubungannya dengan penataan ruang. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, penggunaan lahan merupakan kegiatan manusia secara terencana yang membentuk pola penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan suatu wilayah. Pola penggunaan lahan inilah yang memiliki keterkaitan dengan penataan ruang. Menurut UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, mendefinisikan tata ruang merupakan sebuah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Sedangkan definisi dari pemanfaatan ruang ialah sebagai sebuah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur ruang dan
pola
pemanfaatan ruang. Struktur ruang identik dengan perencanaan sistem jaringan yang membentuk suatu ruang seperti jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi dan sistem jaringan lainnya. Sedangkan pola pemanfaatan ruang mencakup pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang. Selain perencanaan tata ruang, proses lainnya dalam pemanfaatan ruang yaitu pemanfaatan dan pengendalian ruang. Pada kegiatan pemanfaatan dan pengendalian ruang ini didasarkan atas rencana tata ruang yang diselenggarakan dan direncanakan secara bertahap sesusai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Adanya kegiatan pemanfaatan dan pengendalian ruang ini semata-mata guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 24 Tahun 1992) Secara umum, penataan ruang di Indonesia diatur dan dinaungi oleh tiga undang-undang meliputi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria, Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang serta Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam konteks pembangunan nasional, kedudukan RTRW kabupaten/ kota terhadap RTRW nasional dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
39
Sumber : penataanruang.com
Gambar 2. 3 Kedudukan RTRW Kabupaten/ Kota dalam Konteks Pembangunan Nasional
Berdasarkan gambar diagram diatas, dapat diketahui bahwa kebijakan dan strategi pengembangan kabupaten/ kota yang diatur dalam RTRW Kabupaten/ Kota, merupakan hasil dari penjabaran kebijakan dan strategi pengembangan yang terdapat pada RTRW Provinsi. Kebijakan dan strategi pengembangan kabupaten/ kota ini selanjutnya dijabarkan kembali secara lebih terperinci ke dalam RDTR Kabupaten/ Kota yang mana didalamnya mengatur terkait rencana struktur dan pola ruang operasional kabupaten/ kota. 2. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan ialah informasi yang menggambarkan kepemilikan dari suatu bidang lahan yang mengatur mengenai hak, kewajiban, dan wewenang pihak pemilik lahan dalam pemanfaatan dan penguasaan lahan. Feder & Feeny (1991) mengkategorikan status dan hak atas kepemilikan lahan menjadi empat kategori yang pada umumnya digunakan: 1. Lahan publik yaitu lahan yang status dan hak kepemilikannya atas nama perseorangan tidak diakui. 2. Lahan komunal yaitu lahan yang status dan hak kepemilikannya hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. 3. Lahan Pribadi yaitu status lahan dimana perseorangan dapat memiliki dan mendapatkan hak atas kepemilikan dari lahan tersebut, serta 4. Lahan negara yang mana pengelolaan atas hak dan kekayaannya diatur oleh otoritas pemerintah.
40
Di Indonesia, status dan kepemilikan lahan dikategorikan menjadi 4 status kepemilikan lahan yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan lahan meliputi : sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), sertifikat hak guna usaha (SHU), serta sertifikat hak pakai. Penertiban sertifikat sebagai bukti kepemilikan lahan diterbitkan oleh pemerintah melalui lembaga Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setiap penerbitan sertifikat lahan, BPN menerbitkan 2 sertifikat yang mana satu diantaranya merupakan duplikat dari sertifikat kepemilikan lahan tersebut yang diserahkan kepada pihak pemegang atas hak kepemilikan lahan. Undangâ&#x20AC;&#x201C;Undang Pertanahan No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria menjelaskan definisi, wewenang dan ketentuan dari masing-masing jenis sertifikat kepemilkan lahan, diantaranya: 1. Sertifikat Hak Milik SHM merupakan jenis sertifikat yang memiliki hak paling kuat dan paling penuh atas kepemilikan suatu lahan. SHM hanya dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia secara kekal dan tidak memiliki masa kadaluarsanya. Pengalihan kepemilikan lahan yang memiliki SHM, dapat dilakukan melalui mekanisme transaksi jual-beli selama transaksi jual-beli tersebut dilakukan kepada sesama Warga negara Indonesia. SHM, dapat secara legal dicabut dan dibatalkan kepemilikannya oleh negara melalui mekanisme pencabutan hak, pengalihan kepemilikan secara sukarela oleh pemiliknya kepada negara (hibah), penelantaran sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu serta terjadinya bencana alam yang mengakibatkan hilangnya sebidang lahan. Pada bidang properti, SHM memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sertifikat kepemilikan lainnya diakrenakan SHM tidak memiliki masa kadaluarsa sehingga nilainya akan terus berkembang seiring mengikuti fenomena perkembangan pasar. 2. Sertifikat Hak Guna Bangunan SHGB merupakan jenis sertifikat yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum untuk mendirikan dan memiliki bangunan diatas lahan yang bukan menjadi hak miliknya. Permohonan pendirian bangunan diatas lahan yang bersertifikat SHGB ini diajukan paling lama untuk jangka waktu 30 tahun kedepan, yang kemudian dapat diperpanjang apabila jangka waktu tersebut telah jatuh tempo. Pengalihan kepemilikan bangunan diatas lahan bersertifikat SHGB ini dapat dilakukan melalui transaksi jual beli bangunan yang biasanya digunakan oleh pihak pengembang properti dalam kegiatan transaksi jual-beli baik dalam bentuk bangunan maupun dalam bentuk penggunaan dan pemanfaatan lahan. Status lahan SHGB dapat dicabut haknya apabila lahan tersebut akan digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan kepentingan umum seperti jalan, ruang terbuka hijau, dan lain-lain.
41
3. Sertifikat Hak Guna Usaha SHU merupakan jenis sertifikat atas lahan milik negara yang diperuntukan sebagai hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian dan perikanan. SHU biasanya diberikan oleh negara kepada badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia untuk pemanfaatan dan mengkomersialisasikan lahan-lahan negara tersebut. 4. Sertifikat Hak Pakai Sertifikat Hak Pakai merupakan jenis sertifikat atas pengelolaan dan kepemilikan lahan negara yang biasanya diberikan oleh negara kepada instansi-instansi pemerintah untuk mengelola dan memiliki lahan negara tersebut. 3. Regulasi Bangunan Hunian Vertikal Pendirian sebuah gedung, tentunya harus memiliki kepastian hukum,
memenuhi
persyaratan administratif serta tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Siahaan (2008) menyebutkan setidaknya terdapat beberapa persyaratan administratif dalam pendirian bangunan seperti status hak dan pemanfaatan atas tanah, status kepemilikan bangunan serta izin mendirikan bangunan. Terkait persyaratan administratif izin mendirikan bangunan, telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 05/ PRT/ M/ 2016. Pada peraturan tersebut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) didefiniskan sebagai suatu alat perizinan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan untuk mendirikan dan/atau merubah dari fisik bangunan dengan tetap mengacu pada ketentuan teknis dan administratif yang berlaku. Sunarto (2005) dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Retribusi Daerah juga mengungkapkan bahwa penerbitan IMB juga semata-mata agar pelaksanaan pendirian/ perubahan dari fisik bangunan tersebut dapat memenuhi kriteria keselamatan bagi para pengguna maupun orang-orang di sekitar bangunan tersebut. Terdapat beberapa pertimbangan teknis yang menjadi dasar dari penerbitan IMB. Pertimbangan teknis tersebut meliputi analisisn mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan, ketentuan keselamatan operasi penerbangan dan surat izin peruntukan penggunaan tanah. Kombaitan (1995) mengungkapkan selain ketentuan teknis dari bangunan, penerbitan IMB juga harus mempertimbangkan ketentuan teknis lingkungan. Ketentuan teknis lingkungan tersebut terdiri dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian bangunan, Garis Sempadan Bangunan (GSB) serta Koefisien Daerah Hijau (KDH). Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah besaran prosentase yang membandingkan antara luas lantai dari bangunan dengan luas keseluruhan tanah yang dikuasai (Keputusan Menteri Pekerjaan umum, 1985). Adapun klasifikasi KDB yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 1986 sebagai berikut:
42
Tabel II. 7 Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan Klasifikasi KDB Sangat Tinggi Tinggi Menengah Rendah Sangat Rendah
Prosentase Peruntukan KDB >75% 50% - 75% 20% - 50% 5% - 20% < 5%
Sumber : Keputusan Menteri Pekerjaan umum, 1985
C. Aspek Ekonomi Ditinjau dari sudut pandang pengembang properti, aspek ekonomi merupakan aspek yang paling penting bagi pengembangan hunian properti apartemen. Suatu proyek pengembangan hunian apartemen dikatakan layak secara ekonomi apabila proyek tersebut memberikan keuntungan finansial bagi pihak pengembang. Pada penelitian ini dimana fokus penelitian terhadap pengembangan lokasi terbaik untuk hunian apartemen, maka aspek ekonomi yang menjadi bahan petimbangannya yaitu terkait dengan harga lahan serta kondisi pasar yang erat hubungannya dengan supply dan demand pengembangan hunian apartemen. 1. Harga Lahan Pembangunan kawasan hunian, apartemen salah satunya, harga lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi pengembangan apartemen. Suatu lahan, memiliki nilai lahan atau harga lahan yang berbeda-beda hal ini tergantung dari kondisi dari lahan tersebut. Setidaknya terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi harga dari stau lahan, diantaranya : - Jarak Pencapaian Harga lahan identik dengan dengan jarak pencapaian dan akesibilitas yang dinyatakan dalam bentuk jarak dari pusat kota. Harga lahan akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya jarak dan pencapaian lokasi tersebut dari pusat kota. Harga lahan yang berlokasi di sepanjang koridor jalan utama, akan memiliki nilai sewa lebih tinggi dibandingkan dengan harga lahan yang tidak berada di koridor jalan utama. (Berry dan Harton dalam Chaizi, 1995). - Pola Keruangan Damayanti & Syah (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Penilaian Tanah dengan Pendekatan Keruangan menyebutkan, pola keruangan dalam rencana penataan ruang memiliki kontribusi yang besar dalam pembentukan harga lahan. Hal ini disadari dengan persebaran harga lahan seringkali mengikuti pola keruangan tertentu.
43
- Infrastruktur Perkotaan Pearce dan Turner (1990) berpendapat dalam pengembangan hunian, harga lahan dipengaruhi oleh faktor non manusia atau yang disebut sebagai faktor eksternalitas. Apabila faktor eksternalitas bernilai positif, seperti kedekatan jarak lokasi dengan pusat kegiatan ekonomi, kepadatan penduduk dan bebas dari resiko bencana, maka harga lahan tersebut semakin tinggi. - Penawaran dan Permintaan Wijaya (1999) berpendapat mekanisme dari harga lahan sangat ditentukan oleh faktor penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar. Penawaran harga lahan berkaitan dengan nilai keunggulan komperatif dari suatu bidang lahan. Sedangkan sisi permintaan berkaitan dengan kapasitas finansial yang ditandai dengan kemampuan membayar suatu bidang lahan. Merupakan suatu hal yang penting dalam mempertimbangkan harga lahan terkait dengan lokasi pembangunan apartemen dikarenakan faktor harga lahan merupakan salah satu faktor penentu lokasi terbaik pengembangan apartemen. Pada pengembangan apartemen, pengembang sebagai penyedia produk hunian tentunya juga mempertimbangkan harga lahan karena terkait dengan aspek keuangan. Pihak pengembang secara naluriah akan mencari cara untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan meminimalisir biaya produksi termasuk melalui penekanan biaya produksi dari harga lahan. Sebisa mungkin pengembang akan mencari harga lahan yang paling minimum serta memiliki lokasi yang cukup strategis. (Octaryna & Widiyanto, 2012). 2. Pasar Pemilihan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen merupakan sebuah proses yang menjadi bagian dari proses bisnis properti. Dalam pelaksanaan bisnis properti, dilakukan analisis pasar untuk mengetahui respon masyarakat terhadap produk properti yang akan dibangun. Penilaian terhadap animo masyarakat, dapat dilakukan melalui identifikasi penawaran dan permintaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor penawaran berkaitan dengan keunggulan komperatif produk properti yang ditawarkan, dalam hal ini properti apartemen, terhadap fenomena di lapangan terkait kecenderungan permintaan pasar. Kuswara (2004) mengemukakan, dalam hal keunggulan komperatif suatu pembangunan properti hendaknya mempertimbangkan kondisi eksisting dari suatu kawasan serta karakteristik masyarakat yang ingin dituju sebagai target pasar. Pengamatan terkait kondisi eksisiting kawasan dilakukan dapat diidentifikasi melalui karakteristik pelayanan suatu kawasan serta rencana pengembangan sistem perdagangan dan jasa. Pengamatan tersebut menjadi bahan acuan dan pedoman dalam mempertimbangkan kesesuaian fungsi suatu
44
kawasan hunian terhadap jenis kegiatan ekonomi yang dominan pada suatu wilayah. Selain itu, identifikasi karakteristik masyarakat dari target pasar juga harus dilakukan untuk menghasilkan keunggulan komperatif dari suatu produk properti. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mempertimbangkan aspek perkembangan sosial dan demografi yang dapat ditinjau dari fenomena pertumbuhan penduduk, pergerakan penduduk, budaya serta tradisi dari kegiatan aktivitas sosial penduduk itu sendiri.
2.5
Sintesis Literatur Berdasarkan hasil dari kajian literatur, beberapa aspek yang dijadikan sebagai variabel
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel II. 8 Sintesa Literatur No
1
2
3
4
Teori Apartemen direncanakan berada di tempat tempat yang berdekatan dengan zona â&#x20AC;&#x201C; zona perkantoran atau zona komersial dalam suatu wilayah sehingga meminimalkan waktu dan biaya tempuh Peruntukan suatu kawasan terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukan untuk lahan terbangun seperti peruntukan hunian. Sedangkan kawasan lindung diperuntukan untuk kawasan nonterbangun. Peruntukan kawasan perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi agar dapat meminimalisir terjadinya konflik ketidaksesuaian peruntukan kawasan. Jenis pengembangan lokasi hunian baru merupakan lokasi hunian yang dikembangkan pada lahan non-terbangun. Pengembagan lokasi hunian baru tentunya juga harus mempertimbangkan ketentuan peruntukan lahan yang diatur dalam RTRW dan dokumen perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Jenis lokasi hunian pengembangan baru ini cocok diterapkan untuk pengembangan hunian bertingkat. Waktu tempuh perjalanan untuk mencapai tempat kerja dan pusat kota tidak melebihi dari 15 menit
Sumber
Variabel
Marlina, 2008
Kuswara, 2004
Kuswara, 2004
Fajar, 2016
Kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen - Guna lahan - Lahan non-terbangun dengan luas 1,5 Ha - Peruntukan kawasan - Waktu tempuh pencapaian ke pusat kegiatan
45
No
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Teori High and Best Use merupakan analisa terhadap penggunaan lahan non-terbangun atau analisis yang bertujuan untuk meningkatkan nilai dari suatu properti secara fisik memungkinkan, secara legal diijinkan, dan layak secara finansial serta memiliki produkivitas maksimum dari suatu asset tersebut Aksesibilitas dapat mempermudah pencapaian dari berbagai jenis pusat kegiatan seperti pusat pendidikan, pusat perdagangan, layanan pemerintah dan lain-lain serta aksesibilitas menjadi sebuah perpaduan antar pusat-pusat kegiatan tersebut, sehingga aksesibilitas menjadi daya tarik tersendiri pada suatu lokasi. Penelitian berjudul An ANP based TOPSIS Approaches for Taiwanese Service Apartement Location Selection, faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan lokasi apartemen ialah faktor aksesibilitas (jarak ke bandara dan pusat kota) Keberadaan transportasi memberikan kemudahan pencapaian dari dan menuju lokasi hunian dengan pusat kegiatan. Semakin baik pelayanan transportasi yang tersedia, maka semakin besar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan suatu lokasi hunian Kelengkapan sarana dan prasarana jaringan infrastruktur dapat meminimalkan biaya pengadaan jaringan baru pada pengembangan sebuah apartemen. pengembangan lokasi hunian, diperlukan adanya kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut diperoleh dengan cara kesesuaian pengembangan lokasi hunian dengan regulasi-regulasi yang mengatur didalamnya. Status kepemilikan lahan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi hunian. Terdapat beberapa persyaratan administratif dalam pendirian bangunan seperti status hak dan pemanfaatan atas tanah, status kepemilikan bangunan serta izin mendirikan bangunan Ketentuan teknis lingkungan apda pembangunan hunian antara lain terdiri dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian bangunan, Garis Sempadan Bangunan (GSB) serta Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Sumber
Variabel
The Appraisal Institute, 2001
Luhst, 1997
Chang, 2015
Koester, 2001
Fajar, 2016
Hilman, 2008
Morrow-Jones, Irwin, & Roe, 2004
Siahaan, 2008
Kombaitan, 1995
Kriteria lokasi terbaik pengembangan properti apartemen : - Aksesibilitas - Moda Transportasi - Sarana dan prasarana - Regulasi Penataan Ruang - Status kepemilikan lahan - Regulasi Bangunan Hunian Vertikal - Harga lahan - Pasar
46
No
14
15
Teori Pihak pengembang secara naluriah akan mencari cara untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan meminimalisir biaya produksi termasuk melalui penekanan biaya produksi dari harga lahan. Sebisa mungkin pengembang akan mencari harga lahan yang paling minimum serta memiliki lokasi yang cukup strategis. Dalam hal keunggulan komperatif suatu pembangunan properti hendaknya mempertimbangkan kondisi eksisting dari suatu kawasan serta karakteristik masyarakat yang ingin dituju sebagai target pasar.
Sumber
Variabel
Octaryna & Widiyanto, 2012
Kuswara, 2004
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Berdasarkan kajian literatur yang telah dijabarkan sebelumnya, maka ditetapkan 11 (sebelas) variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang terbagi kedalam 3 (tiga) variabel lokasi alternatif, dan 8 (delapan) variabel lokasi terbaik pengembangan properti apartemen.
BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PERKOTAAN CIBINONG RAYA
3.1
Profil Perkotaan Cibinong Raya Secara geografis, kawasan perkotaan Cibinong Raya merupakan bagian dari wilayah
administratif Kabupaten Bogor. Luas kawasan perkotaan Cibinong Raya yaitu sebesar 72,91 km2 yang terdiri dari 2 (dua) kecamatan meliput Kecamatan Bojonggede dan Kecamatan Cibinong dengan total kelurahan/ desa sebanyak 21 kelurahan (BPS Kabupaten Bogor, 2016).
Sumber : Google Maps, 2017 (Olah Data)
Gambar 3. 1 Citra Perkotaan Cibinong Raya
3.1.1
Demografi Perkotan Cibinong Raya Sebagai bagian dari kota satelit DKI Jakarta, Penduduk Perkotaan Cibinong Raya memiliki
karakteristik kependudukan yang beragam. Penduduk Perkotaan Cibinong Raya jumlahnya terus bertambah tiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 2013 hingga tahun 2016, jumlah penduduk Perkotaan Cibinong Raya mengalami peningkatan sebesar 16,37% (BPS Kabupaten Bogor, 2016).
47
48
Besarnya pertambahan jumlah penduduk ini, dikarenakan aglomerasi dari kota induk DKI Jakarta yang berimbas terhadap bertambahnya kaum komuter yang menetap dan berstatus sebagai penduduk Perkotaan Cibinong Raya serta akibat dari perkembangan dari kawasan Perkotaan Cibinong Raya itu sendiri.
640000 626108
620000
609926
600000 580000 560000
540000
538047
Penduduk Kabupaten Bogor
546405
520000 500000 480000 2013
2014
2015
2016
Sumber : Kecamatan Bojonggede dan Cibinong dalam Angka, 2016
Gambar 3. 2 Jumlah Penduduk Perkotaan Cibinong Raya, 2013-2016
Peningkatan jumlah penduduk Perkotaan Cibinong Raya tiap tahunnya, merupakan implikasi dari pertumbuhan jumlah penduduk hampir di tiap desa/ kelurahan di Perkotaan Cibinong Raya. Gambar 3.3 menunjukan tingkat laju pertumbuhan penduduk tiap kelurahan di Perkotaan Cibinong Raya dimana Kelurahan Bojonggede memiliki laju pertumbuhan tertinggi pada periode 2013-2016, sekaligus sebagai kelurahan dengan jumlah penduduk kedua tertinggi setelah Kelurahan Pabuaran. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kelurhaan Bojonggede ini didodrong oleh pengembangan akses jalan dari dan menuju kelurahan Bojonggede. Pembangunan akses jalan tersebut merupakan bagian dari pengembangan akses dari pusat pemerintahan yang berlokasi di Kelurahan Cibinong Kecamatan Cibinong menuju Kota Tangerang Selatan melalui Bojonggede.
80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
2013 2014
Cimanggis Waringin Jaya Kedung Waringin Bojonggede Susukan Bojong Baru Rawa Panjang Pabuaran Ragajaya Karadenan Nanggewer Nanggewer Mekar Cibinong Pakansari Sukahati Tengah Pondok Rajeg Harapan Jaya Pabuaran Cirimekar Ciriung
Jumlah Penduduk
49
2015 2016
Kelurahan Sumber : Kecamatan Bojonggede dan Cibinong dalam Angka, 2013-2016
Gambar 3. 3 Diagram Jumlah Penduduk kelurahan Kawasan Perkotaan Cibinong Raya, 2013-2016
Seiring dengan bertambahnya penduduk, kepadatan penduduk Perkotaan Cibinong Raya juga mengalami peningkatan. Kepadatan penduduk Kabupaten Bogor secara umum meningkat sebesar 18,78% dalam rentan waktu tahun 2013-2016 dengan rata-rata kepadatan penduduk tahun 2016 sebesar 9.839 jiwa/ km2. Berdasarkan data yang dihimpun dari BPS Kabupaten Bogor, mayoritas penduduk Perkotaan Cibinong menetap di Kelurahan Bojonggede. Kelurahan Bojonggede memiliki kepadatan penduduk tertinggi diantara kelurahan lainnya lantaran di kelurahan Bojonggede terdapat sarana transportasi umum berupa stasiun kereta Commuterline sebagai pintu masuk dari dan menuju Perkotaan Cibinong Raya yang menghubungkan dengan kota induk Jakarta, Depok, Tangerang, Kota Bogor dan Bekasi. Adanya kemudahan dan keterjangkauan Kelurahan Bojonggede oleh jaringan kereta Commuterline Jabodetabek ini, mendorong tumbuh dan berkembangnya permukiman dan perumahan-perumahan di Kelurahan Bojonggede khususnya di sekitar kawasan Stasiun Bojonggede. Selain adanya Stasiun Bojonggede tersebut, Kelurahan Bojonggede juga memiliki terminal tipe C yang dilayani oleh angkutan perkotaan dimana trayek-trayek dari angkutan perkotaan tersebut menghubungkan Kelurahan Bojonggede dan sekitarnya, dengan kota-kota penyangga lainnya seperti Kota Depok, Kota Bogor, Parung, dan pusat kota Cibinong. Sehingga penduduk Perkotaan Cibinong Raya didominasi bertempat tinggal di Kelurahan Bojonggede. Berikut prosentase kepadatan penduduk kelurahan di Kawasan Perkotaan Cibinong Raya tahun 2016:
50
Cimanggis
4% 4%2% 5%
Waringin Jaya
9%
8% 6%
Kedung Waringin Bojonggede
10%
4% 2% 3% 2% 3% 3% 3% 4%
Susukan Bojong Baru
3%
Rawa Panjang
6%
Pabuaran 7% 4%
Ragajaya
10%
Karadenan
Sumber : Kecamatan Bojonggede dan Cibinong dalam Angka, 2016
Gambar 3. 4 Diagram Kepadatan Penduduk kelurahan Kawasan Perkotaan Cibinong Raya, 2016
3.1.2
Perekonomian Perkotaan Cibinong Raya Selain dari segi demografi, Perekonomian Kabupaten Bogor juga mengalami pertumbuhan
tiap tahunnya. Pertumbuhan perekonomian tercermin dari peningkatan nilai PDRB ADHK Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 2011-2015. Pertumbuhan PDRB ADHK dalam kurun waktu tersebut sebesar 26,53%.
130,000,000 125,000,000
124,480,417
120,000,000 117,335,657
115,000,000
110,685,275
110,000,000 105,000,000 100,000,000
104,286,980
PDRB ADHK Kabupaten Bogor (Jutaan Rupiah)
98,378,723
95,000,000 2011
2012
2013
2014 *) 2015 **)
Sumber : Kabupaten Bogor dalam Angka, 2016
Gambar 3. 5 PDRB ADHK (2010=100) Kabupaten Bogor (2011-2015)
51
Berikut besaran PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kabupaten Bogor tahun 20112015 berdasarkan jenis lapangan usaha:
Tabel III. 1 PDRB ADHK (2010=100) Kabupaten Bogor
Uraian Kategori
A B C D
E F G
H I J K L M,N O P Q
Pertanian,Kehutanan, Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik & Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah & Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi Jasa Keuangan & Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa lainnya
R,ST, U PDRB ADHK (2010=100)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan (2010=100) Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) 2011
2012
2013
2014 *)
2015 **)
5,550,369
5,634,341
6,007,338
6,151,360
6,403,018
3,521,566
3,403,658
3,501,524
3,602,347
3,601,442
56,216,178
59,031,596
61,607,878
64,790,455
68,240,074
181,608
197,914
205,679
217,465
206,212
110,497
119,212
123,684
127,709
140,322
7,344,070
8,315,011
9,216,869
10,225,059
11,174,994
12,070,661
13,108,139
14,411,418
15,137,354
15,880,416
2,720,915
2,892,952
3,205,256
3,467,186
3,808,475
2,288,684
2,432,833
2,663,947
2,810,330
3,040,656
1,670,556
1,844,470
2,020,992
2,392,488
2,804,160
478,691
513,986
568,178
589,452
634,234
809,303
860,095
910,233
976,879
1,040,219
184,011
199,582
215,703
229,904
248,648
1,794,023
1,964,223
1,922,668
1,926,290
2,050,711
1,445,258
1,645,321
1,815,557
2,138,902
2,366,985
407,598
435,265
464,332
557,900
654,698
1,584,735
1,688,382
1,824,019
1,994,577
2,185,153
98,378,723
104,286,980
110,685,275
117,335,657
124,480,417
Sumber : Kabupaten Bogor dalam Angka, 2016
52
Berdasarkan tabel tersebut, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir PDRB ADHK Kabupaten Bogor masih didominasi oleh pendapatan dari lapangan usaha industri pengolahan. Akan tetapi, lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan yang paling tinggi ialah lapangan usaha Informasi dan Telekomunikasi (67,86%) disusul oleh lapangan usaha jasa pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, konstruksi, serta transportasi dan pergudangan dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 63,78%; 60,62%; 52,16% dan 39,97%. Selain PDRB ADHK menurut lapangan usaha, PDRB ADHK per Kapita di Kabupaten Bogor jumlahnya terus meningkat dengan prosentase rata-rata peningkatan sebesar 3,44% dalam kurun waktu tahun 2011 hingga tahun 2014. PDRB ADHK per Kapita ini memberikan gambaran dari kemajuan ekonomi tiap jiwa penduduk di Kabupaten Bogor. Berikut besaran nilai PDRB ADHK per Kapita Kabupaten Bogor tahun 2011 â&#x20AC;&#x201C; 2014:
Tabel III. 2 PDRB ADHK per Kapita Kabupaten Bogor Tahun
PDRB Per Kapita Kabupaten Bogor
2011
19.889.631,42
2012
20.556.790,05
2013
21.281.203,57
2014
22.023.795,67
Sumber : Kabupaten dalam Angka, 2014
3.2
Peruntukan Kawasan Perkotaan Cibinong Raya Pada sub bab ini akan dejabarkan pernutukan kawasan Perkotaan Cibinong Raya berupa
tata guna lahan eksisting di Perkotaan Cibinong Raya maupun rencana pola ruang kawasan Perkotaan Cibinong Raya.
3.2.1
Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong Raya Tata guna lahan eksisiting Perkotaan Cibinong Raya cukup beragam jenis peruntukannya.
Jenis peruntukan permukiman mendominasi tata guna lahan eksisiting Perkotaan Cibinong Raya dominasi peruntukan permukiman perkotaan ini merupakan bagian dari implikasi penetapan Perkotaan Cibinong Raya sebagai orde I dan kawasan metropolitan, maupun didorong oleh kebutuhan akan hunian yang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya. Selain itu dominasi guna lahan berupa permukiman perkotaan ini juga sejalan dengan arahan rencana pola ruang Perkotaan Cibinong Raya 2005 â&#x20AC;&#x201C; 2026. Selain permukiman, jenis peruntukan perkebunan di Perkotaan Cibinong Raya juga cukup mendominasi. Jenis peruntukan perkebunan di Perkotaan
53
Cibininong Raya saat ini, peruntukannya mulai banyak dialihfungsikan menjadi peruntukan lainnya seperti peruntukan komplek olahraga Pakansari, komplek pemerintahan, maupun pengembangan sarana dan sistem transportasi. Gambar 3.6 dan Tabel III.3 memberikan gambaran secara spasial dan rincian dari masing-masing luasan guna lahan eksisting di Perkotaan Cibinong Raya.
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2017 (Olah Data)
Gambar 3. 6 Peta Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong
Tabel III. 3 Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong Guna Lahan
Luas
Prosentase
Sempadan Sungai/Setu
115.40
1.58%
Kebun Campuran
422.74
5.77%
Belukar/Semak
232.01
3.17%
1.84
0.03%
178.01
2.43%
Lahan Terbuka
5.34
0.07%
Perairan Darat
0.26
0.00%
Perkebunan
12.19
0.17%
Hutan Lebat Industri
54
Guna Lahan
Luas
Prosentase
Permukiman Pedesaan
141.72
1.94%
Permukiman Perkotaan
4874.28
66.58%
0.85
0.01%
Sawah Tadah Hujan
465.26
6.36%
Setu
48.23
0.66%
Sungai
46.00
0.63%
Tegalan
774.79
10.58%
1.81
0.02%
Sawah Irigasi
Belukar/Semak
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2017 (Olah Data)
3.2.2
Pola Ruang Perkotaan Cibinong Raya Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
dan Wilayah Kabupaten Bogor, menempatkan Perkotaan Cibinong Raya termasuk ke dalam orde I Kabupaten Bogor dimana memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabekpunjur. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2014, yang menetapkan Kawasan Cibinong Raya sebagai kawasan metropolitan. Sebagai Orde I Kabupaten Bogor serta ditetapkan sebagai kawasan metropolitan, Perkotaan Cibinong Raya menyusun rencana pola ruang guna mendukung dari rencana pengembangan kawasan Perkotaan Cibinong Raya. Peta Pola Ruang Perkotaan Cibinong Raya Tahun 2005 â&#x20AC;&#x201C; 2025 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.7. Berdasarkan peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Bogor 2005 -2025, Perkotaan Cibinong Raya ditetapkan sebagai Kawasan Permukiman Perkotaan Hunian Padat (Pp1). Selain penetaan sebagai zona Permukiman Perkotaan Hunian Padat, terdapat rencana pengembangan terkait aksesibilitas di Perkotaan Cibinong Raya. aksesibilitas di sisi selatan Perkotaan Cibinong Raya (label nomor 1) direncanakan akan dibangun aksesibilitas berupa jalan dengan kelas jalan lokal I yang menghubungkan wilayah administratf Kota Bogor dengan kawasan gelanggang olah raga Stadion Pakansari dan Pusat Perkotaan Cibinong Raya yaitu komplek Pemda Kabupaten Bogor. Pengembangan jalan lokal 1 ini juga menghubungkan dengan jalan arteri primer, Jalan Raya Bogor serta pintu tol Sentul Selatan yang berada di sisi timur Perkotaan Cibinong Raya. Saat ini, rencana pengembangan jalan lokal I ini telah rampung pada ruas yang menghubungkan pintu tol Sentul Selatan - Stadion Pakansari â&#x20AC;&#x201C; Komplek Pemda Kabupaten Bogor (Gambar 3.7).
55
5
4
3 2 1
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2005 (Olah Data)
Gambar 3. 7 Peta Rencana Pola Ruang 2005 â&#x20AC;&#x201C; 2025 Perkotaan Cibinong
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2017
Gambar 3. 8 Koridor Jalan Sekitar Stadion Pakansari
Pengembangan dan peningkatan aksesibilitas juga direncanakan pada ruas Jalan Tegar Beriman dimana jalan tersebut sebagai jalan utama di pusat Perkotaan Cibinong Raya. Pada sisi timur ruas Jalan Tegar Beriman (label nomor 2) akan dibangun terusan akses menuju Tol Jagorawi sehingga memudahkan akses dari dan menuju pusat Perkotaan Cibinong Raya dan menambah jumlah akses pintu tol yang saat ini berjumlah dua buah (Citereup dan Sentul Selatan) menjadi tiga buah pintu tol.
56
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2017 Gambar 3. 9 Koridor Extension Jalan Tegar Beriman â&#x20AC;&#x201C; BSD City
Sedangkan di sisi timur (label nomor 3), ruas Jalan Tegar Beriman akan diperpanjang hingga ke kawasan Bumi Serpong Damai (BSD City), Tangerang Selatan, Banten. Ruas Jalan Tegar Beriman ini nantinya akan memiliki 4 jalur dengan jumlah 2 lajur pada tiap jalur (Gambar 3.9) yang menjadikan rencana pengembangan dan peningkatan Ruas Jalan Tegar Beriman ini sebagai jalan dengan kelas jalan kolektor II. Selain menghubungkan dengan kawasan BSD City, pengembangan ruas Jalan Tegar Beriman di sisi barat juga akan menghubungkan dengan rencana pengembangan ruas tol Antasari yang menghubungkan Perkotaan Cibinong Raya dengan Kota Depok (label nomor 4). Pertemuan kedua ruas rencana pengembangan jalan ini berlokasi di Kecamatan Bojonggede.
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2017 Gambar 3. 10 Koridor Jalan Tegar Beriman
Pengembangan dan peningkatan akses juga direncanakan pada jalur rel kereta api. Pada peta Pola Ruang Perkotaan Cibinong 2005-2025 diatas, ditujukan oleh (label nomor 5) dimana rencana pengembngan trase jalur kereta tersebut akan menghubungkan 2 trase kereta eksisiting yaitu
57
trase untuk relasi Bogor-Jakarta dengan trase untuk relasi Tangerang-Jakarta. Kedepannya, perjalanan dari dan menuju perkotaan Cibinong Raya akan dipersingkat melalui pengembangan trase tersebut sehingga akses dari dan menuju Perkotaan Cibinong Raya tidak perlu harus transit terlebih dahulu di stasiun pusat Jakarta. Sehingga kedepanya, dengan adanya rencana Pola Ruang Perkotaan Cibinong Raya, akan semakin meningkatkan dan memudahkan aksesibilitas dari dan menuju Perkotaan Cibinong Raya. Kemudahan aksesibilitas tersebut semata-mata sebagai perwujudan Perkotaan Cibinong Raya sebagai Orde I Kabupaten Bogor, Pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor serta mendukung Perkotaan Cibinong Raya sebagai kawasan metropolitan.
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2017
Gambar 3. 11 Peruntukan Lahan Perkotaan Cibiong Raya
3.3
Sarana dan Prasarana Perkotaan Cibinong Raya Sarana dan prasarana Perkotaan Cibinong Raya cukup lengkap dengan ditandai tersedianya
sarana prasarana berupa sarana pemerintahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Kelengkapan sarana dan prasarana di Perkotaan Cibinong Raya bertujuan guna pemenuhan kebutuhan masyarakat serta guna menunjang kegiatan aktivitas dari Perkotaan Cibinong Raya itu sendiri.
58
Tabel III. 4 Sarana Prasarana Perkotaan Cibinong No 1
2
3
4
Jenis Sarana Prasarana Sarana Pemerintahan Kantor Bupati Kantor Camat Kantor Lurah/ Desa Kantor Pemerintahan Lainnya Sarana Pendidikan Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Perguruan Tinggi Sarana Kesehatan Rumah Sakit Puskesmas Sarana Transportasi Stasiun Kereta Terminal Angkutan Umum
Jumlah 1 2 21 25 139 29 18 1 1 1 1 2
Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angaka, 2016 (Olah Data)
Sebagai ibukota Kabupaten Bogor, Perkotaan Cibinong Raya memiliki sarana pemerintahan yang sangat lengkap. Sarana pemerintahan tingkat kabupaten, lokasinya terpusat di koridor ruas Jalan Tegar Beriman. Adanya pemusatan lokasi sarana pemerintahan di Jalan Tegar Beriman sepanjang 3 km, menjadikan ruas koridor Jalan Tegar Beriman sebagai komplek Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor. Sarana pendidikan di Perkotaan Cibinong Raya juga cukup lengkap mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Keberadaan sarana pendidikan segala jenjang pendidikan serta jumlahnya banyak dari segi kuantitas, bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan akan pendidikan penduduk Perkotaan Cibinong Raya.
Sumber : Streetview Google Maps, http://smapluspgri.sch.id
Gambar 3. 12 Sarana Kesehatan dan Pendidikan Perkotaan Cibinong Raya
59
Begitupula dengan sarana transportasi Perkotaan Cibinong Raya. terdapat 1 (satu) terminal bis kelas B yang melayani transportasi angkutan umum antar kota dan antar provinsi, 1 (satu) terminal kelas C yang melayani jasa transportasi antar daerah dalam Perkotaan Cibinong Raya serta 1 (satu) stasiun kereta yang merupakan bagian dari jaringan commuterline Jabodetabek relasi BogorJakarta. Ketersediaan sarana transportasi berupa terminal angkutan umum dan stasiun kereta di Perkotaan Cibinong Raya, memudahkan aksesibilitas dari dan menuju Perkotaan Cibinong Raya serta menyediakan berbagai pemilihan moda transportasi dalam kegiatan bermobilitas para penduduk Perkotaan Cibinong Raya.
Sumber : http://heritage.kereta-api.co.id, http://bogor.tribunnews.com
Gambar 3. 13 Sarana Transportasi Perkotaan Cibinong Raya
Prasarana Perkotaan Cibinong Raya juga sudah cukup memadai hal ini ditandai dengan kelengkapan jaringan infrastruktur penunjang seperti jaringan listrik yang sudah menjangkau seluruh wilayah di Perkotaan Cibinong Raya, penerangan jalan di setiap koridor jalan khususnya di koridor jalan-jalan utama di Perkotaan Cibinong Raya, ketersediaan saluran drainase di sisi jalan yang berfungsi sebagai limpasan air hujan maupun berfungsi sebagai saluran pembuangan, serta prasarana jaringan telekomunikasi yang sudah dijangkau oleh layanan telekomunikasi berbagai provider.
60
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2016 (Olah Data)
Gambar 3. 14 Peta Sarana Prasarana Perkotaan Cibinong
3.4
Harga Lahan Perkotaan Cibinong Raya Perkembangan Perkotaan Cibinong Raya, mendorong kebutuhan akan lahan terus
meningkat tiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan akan lahan ini, berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan dimana luasannya tidak ikut bertambah. Seiring semakin terbatasnya luas lahan di Perkotaan Cibinong Raya, lahan pun kini menjadi komoditas yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Harga lahan di Perkotaan Cibinong Raya terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan harga lahan ini seiring dengan semakin berkembangnya kawasan Perkotaan Cibinong Raya serta ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional, harga lahan di Perkotaan Cibinong Raya berkisar Rp. 200.000 hinga Rp 20.000.000 per meter perseginya. Harga lahan tersebut merupakan besaran nilai NJOP yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
61
Sumber : Badan Pertanahan Nasional, 2017 (Olah Data)
Gambar 3. 15 Harga Lahan Perkotaan Cibinong
Berdasarkan Peta Harga Lahan diatas, diketahui harga lahan tertinggi terletak di sepanjang koridor Jalan Tegar Beriman dan koridor Jalan Raya Bogor. Harga lahan dikedua koridor jalan tersebut berkisaran Rp. 10.000.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 20.000.000 per meter perseginya. Tingginya harga lahan pada kedua koridor tersebut sebanding dengan kestrategisan dari lokasi lahan yang ditawarkan. Pada lokasi tersebut, dilalui oleh dua jalan utama di Perkotaan Cibinong Raya yaitu Jalan Tegar Beriman dan Jalan Raya Bogor. Tak Heran, di sepanjang koridor tersebut dimanfaatkan sebagai peruntukan perdagangan dan jasa seperti pusat perbelanjaan, pertokoan dan hotel serta apartemen.
BAB IV LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA
4.1
Identifikasi Kriteria Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen Identifikasi kriteria lokasi alternatif pengembagan properti apartemen erdiri dari 3 (tiga)
kriteria. Kriteria-kriteria tersebut terdiri dari kriteria guna lahan eksisting, regulasi peruntukan kawasan, serta jangkauan pencapaian dari pusat kota. Hasil dari identifikasi ketiga kriteria tersebut kemudian dijadikan bahan untuk analisis lokasi alternatif dengan metode weighted overlay.
4.1.1
Identifikasi Guna Lahan Eksisting Perkotaan Cibinong Raya Guna lahan eksisiting di Perkotaan Cibinong Raya didominasi oleh guna lahan
permukiman seluas 5.016 ha atau sebesar 66.4% dari luas total Perkotaan Cibinong Raya. Dominasi dari guna lahan permukiman ini didorong oleh tumbuh dan menjamurnya kawasan permukiman di kawasan Perkotaan Cibinong Raya khususnya di Kelurahan Bojonggede dan Kecamatan Cibinong.
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 4. 1 Peta Guna Lahan Perkotaan Cibinong Raya
62
63
Konsentrasi dari pemusatan kawasan permukiman perkotaan pada kedua kawasan tersebut disebabkan faktor aksesibilitas yang relatif lebih mudah. Misalnya, di Kelurahan Bojonggede, pemusatan konsentrasi dari permukiman perkotaan dikarenakan terdapatnya Stasiun Bojonggede sebagai salah satu stasiun commuterline tersibuk diantara stasiun-stasiun lainnya pada relasi commuterline Jakarta-Bogor. Selain itu, konsentrasi permukiman perkotaan juga terjadi di Kecamatan Cibinong dikarenakan selain sebagai pusat perkotaan, Kecamatan Cibinong juga memiliki aksesibilitas yang mudah dicapai baik dari Kota Depok di sisi utara, maupun Kota Bogor di sisi selatan yang keduanya dihubungkan oleh jalan arteri maupun akses pintu toll. Berikut luas dari masing-masing guna lahan di Perkotaan Cibinong Raya:
Tabel IV. 1 Tata Guna Lahan Perkotaan Cibinong Luas
Prosentase
Sempadan Sungai/Setu
Guna Lahan
115,40
1,58%
Belukar/Semak
232,01
3,17%
1,84
0,03%
178,01
2,43%
Lahan Terbuka
5,34
0,07%
Perairan Darat
0,26
0,001%
Hutan Lebat Industri
Perkebunan
434,93
5,94%
Permukiman
5.016
68,52%
Sawah Irigasi
0,85
0,01%
Sawah Tadah Hujan
465,26
6,36%
Setu
48,23
0,66%
Sungai
46,00
0,63%
Tegalan
774,79
10,58%
1,81
0,02%
Belukar/Semak
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2017 (Olah Data)
Berdasarkan tabel guna lahan diatas, terdapat 15 (lima belas) guna lahan di Perkotaan Cibinong Raya. Untuk menganalisis daya dukung suatu lahan dengan metode weighted overlay, dibutuhkan pembobotan dari masing-masing guna lahan. Masing-masing dari guna lahan tersebut dilakukan pembobotan berdasarkan kesesuaian dan daya dukung dari tiap guna lahan untuk pengembangan lokasi apartemen. Menurut Kuswara (2004), jenis pengembangan lokasi hunian baru merupakan lokasi hunian yang dikembangkan pada lahan non-terbangun. Jenis lokasi hunian pengembangan baru ini cocok diterapkan untuk pengembangan hunian bertingkat mengingat secara pengembangannya lebih mudah dan lebih efisien dari pelaksanaan dan pembiayaannya. Namun,
64
tidak semua lahan non terbangun dapat dijadikan lokasi pengembangan hunian baru. Peraturan Menteri Pekejaan Umum Nomor 41 Tahun 2008 mengatur mengenai kriteria-kriteria lokasi pengembangan hunian diantaranya lokasi pengembangan hunian menghindari penggunaan lahan sawah teknis, kawasan lindung, serta tidak berada pada wilayah semapadan sungai/ pantai/ waduk/ danau/ mata air/ saluran pengairan/ rel kereta api dan daerah aman penerbangan. Sejalan dengan kriteria-kriteria yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Nugraha dkk (2014) dalam sebuah jurnalnya yang berjudul Pemanfaatan SIG untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman, menyebutkan untuk penentuan jenis penggunaan lahan yang dapat dijadikan pengembangan lokasi hunian, harus diketahui terlebih dahulu jenis penggunaan lahan asalnya. Pada penelitiannya, Nugraha dkk mengklasifikasikan jenis penggunaan lahan menjadi 3 (tiga) kelas kesesuaian yaitu sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. Guna lahan tegalan merupakan jenis guna lahan yang dianggap paling sesuai. Pada kategori kedua, terdapat guna lahan berupa sawah tadah hujan dan perkebunan yang dinilai kurang sesuai. Sedangkan Sawah irigasi, hutan, sungai dan perairan merupakan jenis guna lahan yang paling tidak sesuai untuk pengembangan lokasi hunian. Selain ketiga paparan diatas, penyusun juga melakukan kuesioner dengan pihak Bappeda Kabupaten Bogor untuk menentukan skor penilaian terhadap masing-masing jenis guna lahan untuk pengembangan lokasi hunian apartemen. Oleh karena itu, penilaian skoring dari masing-masing guna lahan dalam pengembangan lokasi properti apartemen dapat disimpulakan sebagai berikut:
Tabel IV. 2 Skoring Guna Lahan Skor
Keterangan
Sumber
Sempadan Sungai/Setu
3
Tidak Sesuai
Permen PU No. 41/ 2008
Belukar/Semak
1
Sesuai
Bappeda Kab. Bogor
Hutan Lebat
3
Tidak Sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Industri
3
Tidak Sesuai
Kuswara (2004)
Lahan Terbuka
1
Sesuai
Bappeda Kab. Bogor
Perairan Darat
3
Tidak Sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Perkebunan
2
Kurang Sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Permukiman
3
Tidak Sesuai
Kuswara (2004)
Sawah Irigasi
3
Tidak Sesuai
Permen PU No. 41/ 2008
Sawah Tadah Hujan
2
Kurang sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Setu
3
Tidak Sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Sungai
3
Tidak Sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Tegalan
1
Sesuai
Nugraha, dkk (2014)
Guna Lahan
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
65
Berdasarkan skoring guna lahan diatas, guna lahan semak belukar, lahan terbuka dan tegalan memiliki nilai skor 1 (satu) yang menandakan bahwa guna lahan tersebut menjadi prioritas utama atau yang paling sesuai untuk dikembangkan menjadi lokasi apartemen. Guna lahan perkebunan dan sawah tadah hujan termasuk ke dalam kategori guna lahan dengan nilai skor 2 (dua) yaitu kurang sesuai. Sedangkan untuk guna lahan yang sifatnya lahan terbangun seperti industri, permukiman serta guna lahan non terbangun tetapi tidak mendukung untuk dikembangkan menjadi lahan terbangun seperti sempadan sungai, perairan darat dan sawah irigasi memiliki skor 3 (tiga) yang menandakan guna lahan tersebut tidak sesuai untuk dikembangkan menjadi lokasi pengembangan baru hunian apartemen. Dari hasil skoring guna lahan tersebut, maka dihasilkan peta skoring kesesuaian guna lahan Perkotaan Cibinong Raya sebagai berikut:
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 4. 2 Peta Kesesuaian Guna Lahan
Guna lahan di Perkotaan Cibinong yang memiliki skor sesuai dalam skoring kesesuaian guna lahan untuk pengembangan properti apartemen sebagian besar berlokasi di daerah pinggiran Perkotaan Cibinong Raya seperti di kelurahan Susukan, Kelurahan Pabuaran, Kelurahan Cimanggis, dan Kelurahan Ciriung. Hanya beberapa lokasi lahan yang letaknya berada di pusat kota dan di koridor-koridor jalan dengan aksesibilitas tinggi. Minimnya luasan lahan yang sesuai dalam
66
penilaian kelayakan guna lahan untuk pengembangan lokasi apartemen ini, lantaran kondisi eksisting di Perkotaan Cibinong Raya didominasi oleh lahan terbangun berupa permukiman perkotaan dengan tipologi bangunan hunian tapak.
4.1.2
Identifikasi Peruntukan Kawasan BWP Cibinong Raya Identifikasi peruntukan kawasan merupakan identifikasi terhadap peruntukan kawasan
yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam RDTR BWP Cibinong. Identifikasi peruntukan kawasan ini sangat penting dalam pemilihan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen agar pemilihan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen sesuai dengan regulasi peruntukan kawasan, serta dapat memberikan nilai yang optimum dalam peruntukan dari lahan tersebut. Berikut 14 (empat belas) sub BWP Cibinong Raya:
Sumber : RDTR BWP Cibinong Raya (Olah Data), 2017
Gambar 4. 3 Peta Sub BWP Cibinong Raya
67
Adapun penjabaran peran, fungsi dan tema serta luas area dari masing-masing sub BWP Cibinong Raya yang terdapat pada tebel berikut:
Tabel IV. 3 Sub BWP Perkotaan Cibinong Raya Sub BWP PBR PKT GOR LIPI BOR CDL TOD BJG KRD BMS CRG CTM PDKR SHT
Tema Pengembangan jaringan transportasi dan pengembangan hunian vertikal Pengembangan pusat perdagangan dan hunian vertikal Sport city center dan perkantoran Cibinong science cneter dan botanic garden Pembangunan kawasan industri Pengembangan hunian kepadatan sedang dan jasa komersil Pengembangan pusat transportasi dan kawasan campuran Pengembangan hunian vertikal Kasawan pendidikan Pengendalian kawasan industri pergudangan Pusat pelayanan kesehatan Pengembangan jaringan transportasi dan pengembangan hunian vertikal Pengembangan jaringan transportasi dan pengembangan hunian vertikal Pengembangan hunian sedang
Luas (Ha) 429 367 710 611 807 579 516 610 613 240 525 542 488 649
Sumber : RDTR BWP Cibinong Kabupaten Bogor, 2016
Pemilihan lokasi apartemen tentunya harus mengacu pada regulasi arahan peruntukan suatu kawasan. Menurut Logan, dkk (1999) di daerah perkotaan dimana tingkat kebutuhan ruang yang sangat tinggi, pengembangan hunian dengan konsep hunian tapak menjadi kurang efisien. Konsep hunian vertikal merupakan salah satu cara meminimalisir penggunaan lahan agar dapat memperbanyak ruang-ruang terbuka di perkotaan (Hirsch, 1977). Selain di pusat perkotaan, Akmal (2007) pada sebuah buku karangannya yang berjudul Menata Apartemen, mengutarakan dalam memilih lokasi sebuah apartemen sangat disarankan untuk memilih lokasi apartemen yang dilalui jaringan transportasi umum agar memberikan kemudahan penjangkauan dan menandakan lokasi tersebut berada pada lokasi yang strategis. Oleh karena itu, ditetapkan skoring masing-masing tematik Sub BWP Cibinong Raya sebagai berikut:
Tabel IV. 4 Skoring Sub BWP Perkotaan Cibinong Raya Sub BWP PBR PKT GOR LIPI
Skor 1 1 2 3
Keterangan Sesuai Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Sumber Akmal (2007) Logan, dkk (1999) Bappeda Kab. Bogor Permen PU No 41/ 2008
68
Sub BWP BOR CDL TOD BJG KRD BMS CRG CTM PDKR SHT
Skor 3 2 1 1 3 2 3 1 1 2
Keterangan Tidak Sesuai Kurang Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Kurang Sesuai
Sumber Bappeda Kab. Bogor Bappeda Kab. Bogor Akmal (2007) Bappeda Kab. Bogor Bappeda Kab. Bogor Bappeda Kab. Bogor Bappeda Kab. Bogor Akmal (2007) Akmal (2007) Bappeda Kab. Bogor
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 4. 4 Peta Kesesuaian Sub BWP Perkotaan Cibinong
Berdasarkan skoring dari masing-masing tematik RDTR BWP Cibinong Raya diatas, Sub BWP yang menjadi prioritas utama untuk pengembangan hunian vertikal diarahkan pada sub BWP PBR, PKT, BJG, CTM dan PDKR. Penetapan sub BWP tersebut sebagai pengembangan hunian vertikal berdasarkan kondisi eksisting dimana pada kawasan sub BWP tersebut menjadi pusat perkotaan maupun menjadi pusat konsentrasi penduduk di Perkotaan Cibinong Raya, dan didasari oleh rencana pengembangan kawasan di masa yang akan datang seperti pengembangan rencana aksesibilitas jalan Tol JORR III serta rencana pengembangan jaringan transportasi.
69
4.1.3
Identifikasi Jangkauan Pencapaian Pusat Kota Properti apartemen memiliki karakteristik khusus dalam pemilihan lokasinya. Pemilihan
lokasi apartemen sangat mempertimbangkan waktu tempuh pencapaian dari lokasi apartemen menuju ke pusat kota yang lamanya tidak lebih dari 15 (lima belas) menit (Fajar, 2016). Berdasarkan hasil observasi lapangan, kawasan-kawasan yang termasuk dalam jangkauan pencapaian kurang dari 15 (lima belas) menit yaitu sebagai berikut:
Sumber : Observasi Lapangan, 2017
Gambar 4. 5 Peta Jangkauan Pencapaian Pusat Kota
Kawasan-kawasan yang termasuk dalam jangkauan pencapaian ke pusat kota tersebut berdasarkan hasil observasi lapangan dimana dalam teknik observasinya penulis menyesuaikan dengan karakteristik dari para pengguna apartemen yaitu didominasi oleh pengguna mobil pribadi. Penulis mengendarai mobil pribadi pada koridor-koidor jalan utama di Perkotaan Cibinong Raya selama 15 (lima belas) menit. Setelah mengemudi selama 15 (lima belas) menit pada tiap-tiap koridor jalan, penulis melakukan pencatatan lokasi pada GPS, yang kemudian menjadi bahan dasar untuk diolah di software ArcGIS untuk mengetahui batasan-batasan dari jangkauan pencapaian waktu tempuh dari pusat kota Perkotaan Cibinong Raya. Berdasarkan hasil observasi lapangan tersebut terkait jangkauan pencapaian ke pusat kota, dihasilkan 2 (dua) kategori pencapaian yang kawasan
70
yang termasuk dalam jangkauan pencapaian 15 (lima belas) menit dan kawasan yang diluar jangkauan. Kedua kategori tersebut masing-masing diberikan skor penilaian sebagai bahan pembobotan pada analisis lokasi alternatif pengebangan properti apartemen dengan metode weighted overlay. Berikut skoring masing-masing kategori dari jangkauan pencapaian ke pusat kota:
Tabel IV. 5 Skoring Jangkauan Pencapaian ke Pusat Kota Jangkauan Pencapaian Dalam Jangkauan 15 Menit Diluar Jangkauan 15 Menit
Skor 1 2
Keterangan Sesuai Tidak Sesuai
Sumber Fajar (2016) Fajar (2016)
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
4.2
Identifikasi Kriteria Pemilihan Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen Identifikasi kriteria pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen disajikan
dalam bentuk struktur hirarki AHP yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu kriteria, sub kriteria dan alternatif. Penentuan pemilihan ketiga tingkatan tersebut merupakan hasil dari kajian-kajian literatur yang dicocokan dan disesuaikan dengan kondisi dari lokasi penelitian. Berikut struktur hirarki AHP yang digunakan dalam penelitian ini:
Tujuan
Fokus
Kriteria
Sub Kriteria
Alternatif
C1
C2
C3
SC1.1 SC1.2 SC1.3
SC2.1 SC2.2 SC2.3
SC3.1 SC3.2
An
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 4. 6 Struktur Hirarki AHP dalam Penelitian
71
ď&#x201A;ˇ Tingkat I : Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya Kabupaten Bogor ď&#x201A;ˇ Tingkat II : Kriteria Kriteria yang ditetapkan pada penelitian ini didasarkan kajian literatur terhadap teori-teori, serta penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, sebagaimana telah dijabarkan pada bab sebelumnya yang kemudian dicocokan dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kondisi lokasi penelitian. Kriteria yang diterapkan pada penelitian ini meliputi : C1 : Aspek Fisik. Aspek fisik terkait dengan karakteristik lokasi pengembangan hunian apartemen meliputi karakteristik aksesibilitas, moda transportasi serta sarana dan prasarana. C2 : Aspek Legalitas Aspek legalitas terkait regulasi dari pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong meliputi regulasi penataan ruang, status kepemilikan lahan, regulasi bangunan hunian bertingkat. C3 : Aspek Ekonomi Aspek ekonomi terkait dengan nilai finansial pengembangan hunian apartemen yang terdiri dari harga lahan, dan pasar. ď&#x201A;ˇ Tingkat III : Sub Kriteria Penentuan sub kriteria ini didasarkan pada kajian literatur terhadap teori-teori, serta penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, yang kemudian disesusaikan dengan kebutuhan penelitian dan kondisi lapangan. Pada sub kriteria terdiri dari dua atau lebih aspek yang memiliki kesamaan jenis yang nantinya akan dikomparasi antar sub kriteria dalam kriteria yang sama tersebut sehingga menghasilkan sub kriteria yang memiliki pengaruh dominan. Berikut sub kriteria dari masing-masing kriteria yang digunakan dalam penelitian ini : a. Fisik SC1.1 : Aksesibilitas Sub kriteria ini terkait dengan kelas jaringan jalan, jarak ke pusat kota, serta rencana pengembangan aksesibilitas di masa yang akan datang. Dalam pengembangan hunian apartemen, aksesibilitas memiliki peran penting dalam pencapaian dari dan menuju lokasi apartemen.
72
SC1.2 : Moda transportasi Sub kriteria ini terkait ketersediaan dan keterjangkauan lokasi pengembangan hunian apartemen dari moda transportasi. Ketersediaan moda transportasi memudahkan pengguna dalam bermobilisasi. SC1.3 : Sarana dan prasarana Sub kriteria ini terkait dengan ketersedian sarana dan prasarana penunjang di sekitar lokasi pengembangan hunian apartemen dalam pemenuhan kebutuhan dari pengguna apartemen. Ketersediaan dan keberadaan sarana dan prasarana ini menjadi gambaran kematangan dari suatu lokasi pengembangan hunian apartemen. b. Legalitas SC2.1 : Regulasi Penataan Ruang Sub kriteria ini terkait regulasi dari perencanaan dan penataan ruang yang terdapat pada RTRW dan RDTR Kabupaten Bogor. RTRW dan RDTR ini menjadi pedoman dalam perencanaan dan pengembangan suatu kawasan. SC2.2 : Status kepemilikan lahan Sub kriteria ini terkait dengan hak penggunaan dan pemanfaatan lahan. SC2.3 : Regulasi Bangunan Hunian Vertikal Sub kriteria ini terkait dengan regulasi teknis pembangunan hunian vertikal diantaranya koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan. c. Ekonomi SC3.1 : Harga lahan Sub kriteria ini terkait besaran harga lahan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Harga lahan tersebut dapat merepresentasikan kekompetitifan nilai dari suatu lahan SC3.2 : Pasar Sub kriteria ini terkait dengan keberadaan kompetitor sejenis yang turut mengembangkan bisnis properti apartemen. ď&#x201A;ˇ Tingkat IV : Alternatif Alternatif yang digunakan pada penelitian ini berupa lokasi alternatif pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Penetapan lokasi alternatif ini merupakan hasil dari analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dengan metode weighted overlay terhadap kriteria lokasi alternatif yang terdiri dari guna lahan eksisting, peruntukan kawasan dan jangkauan pencapaian ke pusat kota.
73
4.3
Analisis Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen Pemilihan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen ini menggunakan metode
analisis weighted overlay. Hasil dari analisis weighted overlay ini berupa lokasi-lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan menjadi lokasi apartemen.
4.3.1
Weighted Overlay Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen Penentuan lokasi-lokasi alternatif pengembangan properti apartemen ini menggunakan
metode weighted overlay. Penggunaan metode weighted overlay ini dengan cara menggabungkan beberapa variabel yang menjadi dasar dalam pemilihan lokasi alternatif ini yaitu guna lahan, regulasi penataan ruang, serta jangkauan pencapaian ke pusat kota. Masing-masing variabel yang menjadi dasar dalam pemilihan lokasi alternatif apartemen tersebut diberikan bobot atau yang disebut sebagai percent of inluence. Besaran percent of influence dari masing-masing variabel, mendeskripsikan seberapa penting variabel tersebut memberikan pengaruh dalam analisis weighted overlay pemilihan lokasi alternatif properti apartemen ini. Berikut besaran percent of influence dari masing-masing variabel penentu dalam pemilihan lokasi alternatif:
Tabel IV. 6 Percent of Influences Variabel pada Analisis Weighted Overlay Variabel Guna Lahan Peruntukan Kawasan BWP Cibinong Jangkauan Pencapaian ke Pusat Kota
Percent of Influences 30% 40% 30%
Sumber : Analisis Penulis, 2017
Penetapan besaran percent of influence tersebut berdasarkan penilaian dari Bappeda Kabupaten Bogor terhadap masing-masing variabel dalam memberikan pengaruh terhadap pemilihan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Langkah selanjutnya ialah membuat model builder pada software ArcGIS sebagai alur proses dari analsis weighted overlay ini. Model builder yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut:
74
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 4. 7 Model Builder Weighted Overlay Pemilihan Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen
Dalam analisis weighted overlay menggunakan software ArcGIS ini, seluruh shapefile (shp) dari ketiga variabel yang berpengaruh tersebut dikonversikan kedalam bentuk data raster. Setelah seluruh data variabel berbentuk raster kemudian dilakukan pemberian besaran percent of influence dari masing-masing variabel sesuai dengan besaran yang telah ditetapkan sebelumnya, kemudian dilakukan tahapan proses weighted overlay di software ArcGIS. Berdasarkan analisis weighted overlay tersebut, maka dihasilkan keluaran berupa peta skoring kesesuaian lahan yang menjadi dasar pemilihan lokasi-lokasi alternatif pengembangan properti apartemen seperti pada Gambar 4.8. Hasil dari weighted overlay ini merupakan hasil dari pembobotan skoring pada masingmasing variabel yang terdiri dari guna lahan, peruntukan kawasan dan jangkauan pencapaian ke pusat kota dengan menggunakan software ArcGIS. Berdasarkan hasil analisis weighted overlay pada Gambar 4.8, dihasilkan 3 (tiga) klasifikasi kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen. Pada peta tersebut warna biru tua menunjukan bahwa lokasi lahan yang sesuai untuk dikembangkan menjadi lokasi apartemen, warna biru untuk lahan yang dinilai kurang sesuai untuk dikembangkan menjadi lokasi apartemen serta warna biru muda lahan yang tidak sesuai sebagai lokasi pengembangan properti apartemen
75
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 8 Peta Hasil Weighted Overlay Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen
4.3.2
Lokasi Alternatif Apartemen Berdasarkan hasil weighted overlay, terdapat beberapa lokasi yang bernilai sesuai untuk
dikembangkan sebagai lokasi properti apartemen. Lokasi-lokasi yang bernilai sesuai tersebut, kemudian dilakukan seleksi dari segi luas lahan minimum dimana berdasarkan Fajar (2016), syarat minimum luas lahan untuk pengembangan properti apartemen yaitu sebesar 1,5 ha. Setelah dilakukan seleksi lokasi dari segi luas lahan minimum, kemudian lokasi-lokasi yang bernilai sesuai hasil dari weighted overlay dengan luas lahan lebih dari 1,5 ha tersebut, dilakukan pendeliniasian batas-batas lokasi. Hasil dari deliniasi batas-batas lokasi tersebut yaitu berupa lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Berdasarkan hasil deliniasi lokasi, dihasilkan 4 (empat) pilihan lokasi alternatif untuk pengembangan lokasi properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya Keempat lokasi alternatif tersebut selanjutnya disebut sebagai Lokasi A, Lokasi B, Lokasi C dan Lokasi D.
76
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 9 Peta Lokasi Alternatif Pengembangan Properti Apartemen
Keempat lokasi alternatif tersebut kemudian akan dijabarkan lebih rinci mengenai lokasi, luas lahan, serta kondisi lingkungan kawasan sekitar, dari masing-masing lokasi alternatif pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya sebagai berikut: A. Lokasi A Pengembangan Properti Apartemen Lokasi A terletak di persimpangan antara dua koridor jalan utama di Perkotan Cibinong Raya yaitu Jalan Tegar Beriman dan Jalan Raya Bogor. Berlokasi diantara dua koridor jalan utama, membuat Lokasi A memiliki lokasi yang cukup strategis. Terdapat pusat perbelanjaan terbesar di Bogor Raya, Cibinong City Mall serta komplek pertokoan Cibinong City Center, menandakan kawasan di sekitar Lokasi A sudah cukup matang dalam menunjang keberadaan apartemen di Lokasi A. Kondisi eksisting Lokasi A berupa lahan terbuka. Berdasarkan skoring dengan metode weighted overlay, luas lahan yang tersedia dan mendukung untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen yaitu seluas 10,29 ha. Sedangkan luas yang dibutuhkan untuk pengembangan lokasi apartemen yaitu seluas 2 ha. Oleh karena itu, Lokasi A dapat menunjang dari segi luas ketersediaan lahan untuk pengembangan lokasi apartemen.
77
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 10 Peta Lokasi A Pengembangan Properti Apartemen
B. Lokasi B Pengembangan Properti Apartemen Lokasi B berlokasi di persimpangan antara tiga koridor jalan yaitu Jalan Raya Bogor, Jalan akses Tol Sirkuit Sentul serta Jalan Lingkar GOR Pakansari. Kondisi eksisting dari Lokasi B berupa tegalan dengan dikelilingi oleh guna lahan perumahan dan permukiman serta zona komeril perdagangan dan jasa serta beberapa industri. Berdasarkan skoring dengan metode weighted overlay, luas lahan yang tersedia dan mendukung untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen di Lokasi B yaitu seluas 12,04 ha. Sedangkan luas yang dibutuhkan untuk pengembangan lokasi apartemen yaitu seluas 2 ha. Oleh karena itu, Lokasi B dapat menunjang dari segi luas ketersediaan lahan untuk pengembangan lokasi apartemen.
78
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 11 Peta Lokasi B Pengembangan Properti Apartemen
C. Lokasi C Pengembangan Properti Apartemen Lokasi C pengembangan properti apartemen berlokasi di sekitar kawasan GOR Pakansari. Untuk menuju Lokasi C, dapat melalui akses Jalan Raya Karadenan, Jalan Tegar Beriman maupun Jalan Lingkar GOR Pakansari. Kondisi eksisting Lokasi C berupa lahan tegalan. Kawasan sekitar Lokasi C berupa kawasan hunian baik itu perumahan maupun permukiman. Berdasarkan skoring dengan metode weighted overlay, luas lahan yang tersedia dan mendukung untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen yaitu seluas 12,48 ha. Sedangkan luas yang dibutuhkan untuk pengembangan lokasi apartemen yaitu seluas 2 ha. Oleh karena itu, Lokasi C dapat menunjang dari segi luas ketersediaan lahan untuk pengembangan lokasi apartemen.
79
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 12 Peta Lokasi C Pengembangan Properti Apartemen
D. Lokasi D Pengembangan Properti Apartemen Lokasi B berlokasi disekitar persimpangan antara koridor Jalan Tegar Beriman dan Jalan Raya Bojonggede. Berbeda dengan ketiga lokasi sebelumnya, Lokasi B letaknya tidak tepat di pinggir jalan utama. Akan tetapi, Lokasi B memiliki prospek yang bagus kedepannya setelah rencana pengembangan kawasan TOD Susukan yang menjadi titik pertemuan tiga ruas Tol yaitu Tol Antasari Depok, JORR III Cibinong dan Bogor Ring Road selesai dibangun. Kondisi eksisting Lokasi B berupa lahan tegalan. Berdasarkan skoring dengan metode weighted overlay, luas lahan yang tersedia dan mendukung untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen yaitu seluas 7,25 ha. Sedangkan luas yang dibutuhkan untuk pengembangan lokasi apartemen yaitu seluas 2 ha. Oleh karena itu, Lokasi B dapat menunjang dari segi luas ketersediaan lahan untuk pengembangan lokasi apartemen.
80
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 13 Peta Lokasi D Pengembangan Properti Apartemen
Berdasarkan deliniasi lokasi hasil dari weighted overlay, terdapat 4 (empat) lokasi alternatif pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya, yaitu Lokasi A, Lokasi B, Lokasi C dan Lokasi D, yang keseluruhannya telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya. Namun, kondisi di lapangan saat ini terdapat 5 (lima) lokasi lainnya yang telah dikembangkan sebagai lokasi pembangunan apartemen di Perkotaan Cibinong Raya, yaitu Apartemen Menara Cibinong, Apartemen Cibinong Tower, Apartemen The Avenue Residene, Apartemen Jakarta Pavilion serta Apartemen Menara Gaperi, yang sebagian besar lokasi pengembangan apartemen-apartemen tersebut berlokasi di sekitar koridor Jalan Raya Bogor serta keseluruhan lokasi pengembangannya di luar dari empat lokasi alternatif hasil dari weighted overlay pada penelitian ini. Artinya, keempat lokasi alternatif hasil dari weighted overlay pada penelitian ini, bukanlah menjadi jumlah lokasi yang mutlak dan mengikat untuk pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Berikut peta persebaran lokasi apartemen eksisting terhadap lokasi alternatif hasil dari penelitian ini:
81
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2017
Gambar 4. 14 Peta Lokasi Apartemen Eksisting Perkotaan Cibinong Raya
4.4
Analisis Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen Pada analisis ini terdiri dari analisis penentuan prioritas kriteria, analisis penentuan
prioritas sub kriteria, serta analisis penentuan prioritas lokasi alternatif.
4.4.1
Analisis Penentuan Prioritas Kriteria Pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen ini terdiri dari 3 (tiga) kriteria
yaitu kriteria fisik, legalitas dan ekonomi. Kriteria fisik terkait dengan karakteristik lokasi pengembangan hunian apartemen seperti aksesibilitas, moda transportasi serta sarana dan prasarana. kriteria legalitas terkait regulasi dari pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong meliputi regulasi penataan ruang, status kepemilikan lahan, regulasi bangunan hunian bertingkat, serta kriteria ekonomi terkait dengan nilai finansial pengembangan properti apartemen yang terdiri dari harga lahan, dan pasar. Berdasarkan hasil pembobotan prioritas menurut persepsi 8 (delapan) para ahli yang terdiri dari berbagai macam latar belakang dengan menggunakan metode AHP, maka bobot masing-masing dari kriteria tersebut sebagai berikut:
82
Tabel IV. 7 Prioritas Kriteria berdasarkan Responden No
Responden
Fisik
Legalitas
Ekonomi
1 2 3 4 5 6 7 8
Bappeda Kab. Bogor DPUPR Kab. Bogor DKPP Kab. Bogor PT. Riscon Victory PT. Raffah Alam Persada PT. Karya Raharja Sejahtera Dosen PWK I Dosen PWK II Rata-rata
0,14 0,279 0,218 0,443 0,16 0,444 0,188 0,263 0,267
0,528 0,649 0,691 0,387 0,691 0,111 0,731 0,659 0,556
0,333 0,072 0,091 0,169 0,149 0,444 0,081 0,079 0,280
Indeks Konsistensi 0,05 0,06 0,05 0,02 0,01 0,00 0,06 0,03 0,035
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Tabel diatas merupakan besaran pembobotan dari masing-masing kriteria untuk menentukan prioritas kriteria menurut para responden. Rata-rata besaran nilai indeks konsistensi pada tabel diatas yaitu 0,035. Dalam penilaian prioritas dengan menggunakan AHP, suatu penilaian prioritas dianggap konsisten dan valid apabila indeks konsistensi pada penilaian prioritas tersebut kurang dari 0,1 dan mendekati 0,01. Sehingga pada penilaian prioritas kriteria diatas dianggap valid dan dapat menjadi dasar dalam menentukan prioritas kriteria. Selain itu, apabila dicermati secara saksama, berdasarkan tabel diatas dapat diketahui untuk responden dengan latar belakang pemerintahan dan akademisi, kriteria legalitas merupakan faktor mutlak yang menjadi prioritas utama dalam penilaian pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen.. Hal ini bertolak belakang dengan persepsi para responden yang memiliki latar belakang sebagai pengembang properti yang menjadikan kriteria fisik dan ekonomi menjadi prioritas utama dalam penilaiaan lokasi terbaik pengembangan apartemen. Perbedaan tersebut dapat didorong oleh sudut pandang dari masing-masing responden. Responden dengan latar belakang pemerintah dan akademisi tentunya memiliki sudut pandang yang mengedepankan teoritis dimana salah satunya terkait dengan legalitas. Sedangkan sudut pandang dari responden dengan latar belakang sebagai pengembang properti lebih kearah kondisi di lapangan seperti kriteria fisik dan keuntungan secara finansial. Meskipun begitu, secara keseluruhan kriteria legalitas menjadi prioritas utama dalam penilaian pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dengan besaran nilai 0,556. Untuk memperjalas besaran nilai antar kriteria tersebut, dapat dilihat pada diagram dibawah ini :
83
18% 27% Fisik Legalitas Ekonomi 55%
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Gambar 4. 15 Diagram Penilaian Prioritas Kriteria
Berdasarkan diagram diatas, kriteria legalitas merupakan kriteria yang memiliki bobot penilaian tertinggi menurut persepsi dari para responden. Perbedaan yang cukup signifikan antara besaran nilai pembobotan yang diperoleh kriteria legalitas dibandingkan dengan kriteria lainnya, mencerminkan kriteria legalitas menjadi prioritas utama sebagai kriteria yang dipertimbangkan dan memberikan pengaruh terbesar dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Pada penelitian ini, kriteria legalitas terdiri dari regulasi-regulasi terkait pengembangan properti apartemen seperti regulasi penataan ruang yang terdiri dari RTRW dan RDTR, regulasi hunian vertikal serta status kepemilikan lahan. Prioritas selanjutnya ditempati oleh kriteria fisik. Dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen, tentunya juga harus mempertimbangkan kondisi fisik eksisting dari lokasi-lokasi alternatif maupun mempertimbangkan dari rencana pengembangan fisik dari suatu kawasan seperti aksesibilitas, moda transportasi serta sarana dan prasarana. Kriteria ekonomi merupakan kriteria yang berada pada prioritas terakhir pada penilaian prioritas kriteria ini. Sebagian besar responden beranggapan, kriteria ekonomi merupakan implikasi dari kriteria legalitas dan kriteria fisik. Apabila kedua kriteria lainnya memiliki penilaian yang baik pada suatu lokasi alternatif pengembangan properti apartemen, maka kriteria ekonomi yang terdiri dari harga lahan dan pasar pun juga memiliki nilai yang baik. Oleh karena itu, sebagian besar para responden menilai kriteria ekonomi tidak terlalu memberikan pengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dibandingkan kedua kriteria lainnya.
84
4.4.2
Analisis Penentuan Prioritas Sub Kriteria Penentuan prioritas sub kriteria ditentukan melalui perbandingan antar masing-masing sub
kriteria berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh para responden. Terdapat 2 (dua) hingga 3 (tiga) sub kriteria pada masing-masing kriteria.
A.
Analisis Penentuan Prioritas Sub Kriteria Fisik Sub kriteria fisik merupakan penilaian pembobotan antara sub kriteria fisik yang terdiri
dari aksesibilitas (kelas jalan, pencapaian ke pusat kota, akses gerbang tol dan rencana aksesibilitas), moda transportasi (jenis moda transportasi umum, jarak ke simpul transportasi dan rencana jaringan transportasi) serta sarana dan prasarana (sarana pendidikan, kesehatan dan pemerintahan). Pada penentuan prioritas sub kriteria fisik ini akan difokuskan pada perbandingan antara ketiga sub kriteria fisik tersebut. Perbandingan ketiga sub kriteria fisik tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan para responden dalam memilih aspek-aspek pada sub kriteria fisik Hasil dari pembobotan penentuan prioritas sub kriteria fisik dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut:
Tabel IV. 8 Prioritas Sub Kriteria Fisik berdasarkan Responden No
Responden
Aksesibilitas
1 2 3 4 5 6 7 8
Bappeda Kab. Bogor DPUPR Kab. Bogor DKPP Kab. Bogor PT. Riscon Victory PT. Raffah Alam Persada PT. Karya Raharja Sejahtera Dosen PWK I Dosen PWK II Rata-rata
0,279 0,229 0,733 0,416 0,644 0,429 0,637 0,250 0,452
Moda Transportasi 0,649 0,075 0,068 0,458 0,271 0,429 0,258 0,655 0,358
Sarana dan Prasarana 0,072 0,696 0,199 0,126 0,085 0,143 0,105 0,095 0,190
Indeks Konsistensi 0,06 0,07 0,09 0,01 0,05 0,00 0,04 0,02 0,043
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Berdasarkan hasil pembobotan prioritas sub kriteria fisik diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas para responden memilih sub kriteria fisik aksesibilitas sebagai prioritas sub kriteria tertinggi dengan bobot sebesar 0,452 dibandingkan dengan sub kriteria fisik lainnya yaitu moda transportasi dan sarana dan prasarana. Pemilihan aksesibilitas sebagai prioritas tertinggi pada sub kriteria fisik ini dikarenakan aksesibilitas memegang peranan penting dalam pemilihan lokasi terbaik serta berperan dalam pengembangan suatu kawasan. Selain itu, aksesibilitas juga dianggap sebagai dasar untuk pengembangan moda transportasi serta sarana dan prasarana. Sehingga aksesibilitas menjadi prioritas utama dalam penentuan prioritas sub kriteria fisik.
85
B.
Analisis Penentuan Prioritas Sub Kriteria Legalitas Sub kriteria legalitas terdiri dari 3 (tiga) sub kriteria yaitu regulasi penataan ruang, status
kepemilikan lahan dan regulasi hunian vertikal. Penentuan prioritas sub kriteria legalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui preferensi dari persepsi para responden dalam memilih antara regulasi penataan ruang yang berkaitan dengan regulasi dari perencanaan dan penataan ruang yang terkandung dalam dokumen perencanaan RTRW dan RDTR, status kepemilikan lahan terkait dengan hak penggunaan dan pemanfaatan lahan atau regulasi hunian vertikal terkait dengan regulasi teknis pembangunan hunian vertikal diantaranya koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan. Hasil dari penentuan prioritas sub kriteria legalitas ini memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan hasil akhir pada pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Berikut hasil pembobotan penentuan prioritas sub kriteria legalitas:
Tabel IV. 9 Prioritas Sub Kriteria Legalitas berdasarkan Responden No
Responden
1 2 3 4 5 6 7 8
Bappeda Kab. Bogor DPUPR Kab. Bogor DKPP Kab. Bogor PT. Riscon Victory PT. Raffah Alam Persada PT. Karya Raharja Sejahtera Dosen PWK I Dosen PWK II Rata-rata
Regulasi Penataan Ruang 0,143 0,433 0,796 0,096 0,143 0,155 0,515 0,258 0,317
Kepemilikan Lahan 0,714 0,1 0,079 0,799 0,714 0,71 0,097 0,105 0,415
Regulasi Hunian Vertikal 0,143 0,466 0,125 0,105 0,143 0,135 0,388 0,637 0,268
Indeks Konsistensi 0,00 0,01 0,05 0,01 0,00 0,02 0,04 0,04 0,021
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Berdasarkan hasil pembobotan prioritas sub kriteria legalitas diatas, diketahui status kepemilikan lahan memiliki bobot paling tinggi diantara kedua sub kriteria legalitas lainnya yaitu regulasi penataan ruang dan regulasi hunian vertikal. Rata-rata nilai indeks konsistensi 0,021 yang menyatakan bahwa penilaian pembobotan diatas konsisten dan dinyatakan valid. Status kepemilikan lahan mendapatkan nilai bobot sebesar 0,415, unggul tipis dari regulasi penataan ruang dengan nilai bobot 0,317 dan unggul cukup telak dari regulsi hunian vertikal dengan nilai bobot 0,268. Hasil dari pembobotan tersebut mencerminkan bahwa, dari sisi legalitas dalam hal pemilihan lokasi yang terbaik untuk pengembagan properti apartemen, aspek kepemilikan lahan menjadi suatu hal yang menjadi prioritas utama yang perlu dipertimbangkan. Status kepemilikan lahan menyangkut legalitas dari lahan itu sendiri serta menyangkut hak atas pemanfaatan dari lahan tersebut.
86
C.
Analisis Penentuan Prioritas Sub Kriteria Ekonomi Sub kriteria ekonomi terdiri dari 2 (dua) sub kriteria yaitu harga lahan dan pasar. Penilaian
perbandingan antar kedua sub kriteria ekonomi ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi dari para responden mengenai kecenderungan memilih antara harga lahan dari suatu bidang lahan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau unsur pasar yang berkaitan dengan kompetitor sejenis dalam hal ini yaitu pengembang properti apartemen di sekitar lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Berdasarkan hasil pembobotan penentuan prioritas menurut persepsi 8 (delapan) para ahli yang terdiri dari berbagai macam latar belakang dengan menggunakan metode AHP, maka bobot masing-masing dari sub kriteria ekonomi sebagai berikut:
Tabel IV. 10 Prioritas Sub Kriteria Ekonomi berdasarkan Responden No
Responden
1 2 3 4 5 6 7 8
Bappeda Kab. Bogor DPUPR Kab. Bogor DKPP Kab. Bogor PT. Riscon Victory PT. Raffah Alam Persada PT. Karya Raharja Sejahtera Dosen PWK I Dosen PWK II Rata-rata
Harga Lahan 0,8 0,167 0,5 0,833 0,25 0,5 0,833 0,25 0,517
Pasar 0,2 0,833 0,5 0,167 0,75 0,5 0,167 0,75 0,483
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Hasil pembobotan prioritas sub kriteria ekonomi diatas, menunjukkan bahwa mayoritas responden lebih memilih harga lahan daripada pasar sebagai prioritas utama pada sub kriteria ekonomi. Meskipun kedua sub kriteria ekonomi tersebut memiliki selisih yang cukup kecil, namun para responden beranggapan bahwa harga lahan menjadi faktor yang paling dipertimbangkan dari sisi ekonomi dalam hal pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Kecenderungan ini didorong oleh persepsi dari mayoritas responden yang menganggap harga lahan identik dengan besaran biaya modal yang diinvestasikan oleh suatu pengembang yang kemudian harus dapat ditutupi melalui penjualan produk properti. Sedangkan pasar yang berkaitan dengan keberadaan kompetitor properti apartemen sejenis, merupakan suatu fenomena yang dianggap wajar dimana semakin meningkatnya nilai kestrategisan dari suatu lokasi lahan akan diikuti oleh meningkatnya umlah dari keberadaan kompetitor sejenis yang turut mengembangkan produk properti apartemen.
87
4.4.3
Penentuan Prioritas Alternatif Pada sub pembahasan ini, akan dilakukan pembobotan penilaian dari masing-masing lokasi
alternatif pengembangan properti apartemen. Berdasarkan analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dengan metode weighted overlay yang telah dilakukan sebelumnya, dihasilkan 4 (empat) lokasi alternatif yang memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan menjadi lokasi properti apartemen. Keempat lokasi alternatif tersebut kemudian disebut sebagai Lokasi A, Lokasi B, Lokasi C dan Lokasi D. Sebelum melakukan penilaian terhadap masing-masing lokasi alternatif tersebut, akan disajikan mengenai deskripsi dan karakterisitik dari 8 (delapan) sub kriteria lokasi terbaik pengembangan properti apartemen pada keempat lokasi alternatif tersebut. Deskripsi dan karakterisitik masing-masing lokasi alternatif yang akan disajikan berikut, kemudian menjadi acuan oleh para responden dalam penilaian lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Berikut deskripsi mengenai karakteristik 8 (delapan) sub kriteria pada keempat lokasi alternatif yang disajikan pada Tabel IV.11 di bawah ini :
Tabel IV. 11 Karakteristik Lokasi Alternatif Indikator
Lokasi A
Luas : 10,29 Ha
Kelas Jalan
Pencapaian ke pusat kota Gerbang Tol Rencana Aksesibiltas Jenis Moda Transportasi
Lokasi B
Lokasi C
Luas:12,04 Ha Luas : 12,48 Ha Kebutuhan lahan : 2 Ha Sub Kriteria : Aksesibilitas Lokal (Jalan Arteri Primer Arteri Primer Sirojul Munir) (Jalan Raya (Jalan Raya Bogor) Bogor) Kolektor Primer Arteri Primer 2 (Jalan Tegar (Lingkar Beriman) GOR Pakansari) Jarak ke Pemda Cibinong 2 km 7,3 km 2,4 km Jarak ke GOR Pakansari 4,8 km 3,3 km 1,3 km 6,5 km 2,4 km 5,6 km Tol JORR III Arteri (Lingkar CibinongGOR Pakansari) Tangerang Sub Kriteria : Moda Transportasi Angkutan Kota Angkutan Kota (08, 34, 35) (08) Bus Bus Kota (APTB, Damri)
Lokasi D
Luas : 7,25 Ha
Kolektor Primer 2 (Jalan Tegar Beriman) Lokal (Jalan Raya Bojonggede)
3,6 km 6,7 km 10,5 km Tol JORR III CibinongTangerang Angkutan Kota (05, 34, 35) Bus (AKAP)
88
Indikator
Pencapaian ke terminal Pencapaian ke stasiun Rencana Jaringan Transportasi
Lokasi A (AKAP, APTB, Damri)
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D KA.Commuterline
2,8 km
6,0 km
8,0 km
7,5 km
7,7 km (BJG) 4,2 km (CBN) BRT (Perkotaan Cibinong)
10,3 km (BJG) 7,5 km (CBN) BRT Perkotaan Cibinong Integrasi Kota Bogor
6,7 km (BJG) 7,9 km (CBN) BRT (Perkotaan Cibinong)
2,2 km (BJG) 8,9 km (CBN) KA.Commuterline (BojonggedeBogor-Rangkas Bitung) (BojonggedeCitayam-Parung Panjang)
Sub Kriteria : Sarana dan Prasarana Persebaran Sarana dan Prasarana Peruntukan Kawasan
Kepemilikan Lahan KDB Ketinggian Bangunan
Gambar 3.14 Sub Kriteria : Regulasi Penataan Ruang Perdagangan dan Kawasan Sport City Center Hunian Vertikal Industri dan dan Perkantoran Pergudangan Sub Kriteria : Kepemilikan Lahan Hak Guna 70% Hak milik Hak Milik Bangunan 30% HGB Sub Kriteria : Regulasi Hunian Vertikal < 40% < 40% < 40% ketinggian ketinggian ketinggian bangunan bangunan bangunan berdaskan kajian berdaskan berdaskan kajian teknis dan regulasi kajian teknis teknis dan regulasi perundangdan regulasi perundangundangan perundangundangan undangan
Pusat Transportasi dan Mixed Use
75% Hak Milik 25% HGB < 40% ketinggian bangunan berdaskan kajian teknis dan regulasi perundangundangan
Sumber : Peraturan Bupati Kabupaten Bogor Nomor 35 Tahun 2014
Sub Kriteria : Harga Lahan Harga Lahan (Ribuan/ m2)
5.000 – 10.000
5.000 – 10.000
500 – 1.000
1.000 – 2.000
Sub Kriteria : Pasar Kompetitor Sejenis
Gambar 4.14
Sumber : Observasi Lapangan, 2017
Berdasarkan deskripsi karakterisitik keempat lokasi alternatif diatas, maka akan dilakukan penilaian pembobotan dengan cara membandingkan masing-masing lokasi alternatif berdasarkan 8 (delapan) sub kriteria dalam penelitian ini. Kemudian, hasil dari penilaian perbandingan antar lokasi alternatif tersebut, akan disajikan ke dalam bentuk penilaian Lokasi A, penilaian Lokasi B, penilaian Lokasi C dan penilaian Lokasi D berdasarkan kedelapan sub kriteria penelitian ini.
89
A.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Aksesibilitas Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria aksesibilitas ini dimaksudkan
untuk mengetahui masing-masing bobot dari lokasi alternatif yang kemudian dapat diketahui lokasi alternatif yang memiliki keunggulan dalam hal aksesibilitas. Berdasarkan penilaian oleh para responden, terhadap karakteristik sub kriteria aksesibilitas pada masing-masing lokasi alternatif (Tabel IV.11) didapatkan hasil pembobotan prioritas lokasi alternatif sebagai berikut:
Tabel IV. 12 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Aksesibilitas No
Responden
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
1
Bappeda Kab. Bogor
0.051
0.141
0.137
0.671
0.08
2
DPUPR Kab. Bogor
0.274
0.538
0.06
0.128
0.06
3
DKPP Kab. Bogor
0.488
0.272
0.071
0.169
0.09
4
PT. Riscon Victory
0.296
0.063
0.511
0.133
0.09
5
PT. Raffah Alam Persada
0.405
0.052
0.431
0.112
0.08
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.403
0.066
0.387
0.144
0.08
7
Akadimisi PWK
0.505
0.288
0.064
0.143
0.07
8
Akademisi PWK
0.228
0.505
0.064
0.143
0.07
0.331
0.241
0.216
0.205
0.08
Rata-rata Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan tabel diatas, lokasi alternatif yang memiliki keunggulan dalam hal askesibilitas yaitu Lokasi A. lokasi A dianggap oleh para responden memiliki aksesibilitas yang lebih baik jika dibandingkan oleh lokasi alternatif lainnya dengan besaran bobot 0,331. Keunggulan lokasi A dalam hal aksesibilitas ini, cukup relevan dengan nilai indeks konsistensi rata-rata 0,08. Apabila dilihat dari karakteristik dari masing-masing lokasi alternatif, Lokasi A memiliki aksesibiltas yang paling lengkap diantara lokasi lainnya yaitu adaya jaringan jalan arteri primer dan kolektor primer yang melintas di sekitar Lokasi A ini. Lokasi A juga memiliki jarak yang paling singkat dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya dalam hal pencapaian ke pusat kota. Selain itu, kedepannya akan dikembangkan rencana aksesibilitas berupa jarigan jalan Tol JORR III yang akan melewati di sekitar Lokasi A. oleh sebab itu, Lokasi A dinilai oleh para responden memiliki bobot paling tinggi dalam hal aksesibilitas.
90
B.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Moda Transportasi Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kiteria moda transportasi ini bertujuan
untuk mengetahui bobot dari masing-masing lokasi alternatif dari segi ketersediaan moda transportasi berdasarkan penilaian oleh para responden. Para responden melakukan penilaian lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria moda transportasi ini, mengacu pada karakteristik sub kriteria moda transportasi pada masing-masing lokasi alternatif yang terdapat pada Tabel IV.11. Berikut hasil penilaian pembobotan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria moda transportasi :
Tabel IV. 13 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Moda Transportasi No
Responden
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
1
Bappeda Kab. Bogor
0.223
0.099
0.05
0.629
0.06
2
DPUPR Kab. Bogor
0.241
0.463
0.074
0.222
0.04
3
DKPP Kab. Bogor
0.304
0.12
0.047
0.528
0.06
4
PT. Riscon Victory
0.198
0.078
0.053
0.67
0.08
5
PT. Raffah Alam Persada
0.401
0.085
0.457
0.057
0.02
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.452
0.157
0.332
0.059
0.06
7
Akadimisi PWK
0.227
0.139
0.044
0.589
0.09
8
Akademisi PWK
0.505
0.143
0.064
0.288
0.07
0.319
0.161
0.140
0.380
0.06
Rata-rata Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan tabel penilaian diatas, diketahui Lokasi D mendapatkan bobot paling besar dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya dengan bobot sebesar 0,38. Keunggulan Lokasi D dalam hal moda transportasi ini didorong oleh keberagaman moda transportasi yang ditawarkan seperti keberadaan jaringan Kereta Commuterline Jabodetabek. Keberadaan jaringan kereta ini tentunya membuat Lokasi D lebih diunggulkan dalam hal moda transportasi. Hal ini dikarenakan, jaringan kereta Commuterline ini menghubungkan Perkotaan Cibinong Raya dengan kota-kota satelit Jakarta lainnya seperti Kota Bogor, Depok, Tangerang Bekasi dan kota induk DKI Jakarta itu sendiri dengan waktu tempuh relatif lebih singkat dibandingkan jenis moda transportasi lainnya. Sedangkan untuk lokasi dengan bobot terendah dalam hal moda transportasi ini yaitu Lokasi C. Berdasarkan observasi lapangan, Kondisi eksisting Lokasi C saat ini memang belum dilayani oleh moda transportasi umum apapun.Sehingga menurut para responden, Lokasi C memiliki bobot paling rendah dalam hal moda transportasi dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya.
91
C.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Sarana Prasarana Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria sarana dan prasarana ini
dimaksudkan untuk mengetahui masing-masing bobot dari lokasi alternatif yang kemudian dapat diketahui lokasi alternatif yang memiliki keunggulan dalam hal sarana dan prasarana. Berdasarkan penilaian oleh para responden, terhadap karakteristik sub kriteria sarana dan prasarana pada masingmasing lokasi alternatif (Tabel IV.11) didapatkan hasil pembobotan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria sarana dan prasarana sebagai berikut :
Tabel IV. 14 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Sarana dan Prasarana No
Responden
1
Bappeda Kab. Bogor
Lokasi A 0.273
Lokasi B 0.125
Lokasi C 0.068
Lokasi D 0.533
IK*) 0.09
2
DPUPR Kab. Bogor
0.515
0.098
0.052
0.336
0.05
3
DKPP Kab. Bogor
0.507
0.122
0.058
0.313
0.04
4
PT. Riscon Victory
0.398
0.059
0.438
0.105
0.06
5
PT. Raffah Alam Persada
0.442
0.049
0.42
0.089
0.05
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.405
0.058
0.442
0.095
0.08
7
Akadimisi PWK
0.176
0.078
0.085
0.661
0.02
8
Akademisi PWK Rata-rata
0.531
0.256
0.138
0.075
0.07
0.406
0.106
0.213
0.276
0.06
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan penilaian prioritas lokasi alternatif
berdasarkan sub kriteria sarana dan
prasarana diatas, penilaian tersebut dinyatakan valid. Responden dapat memberikan penilaian terhadap lokasi-lokasi alternatif secara konsisten dengan nilai indeks konsistensi sebesar 0,06. Berdasarkan hasil dari penilaian prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria sarana dan prasarana diatas juga dapat diketahui lokasi yang memiliki bobot terbesar yaitu Lokasi A sebesar 0,406 disusul oleh Lokasi D, Lokasi C dan Lokasi B dengan masing-masing bobot sebesar 0,276, 0,213 dan 0,106. Lokasi A memiliki bobot terbesar dan unggul mutlak dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana, dikarenakan Lokasi A berlokasi di pusat Perkotaan Cibinong Raya tepatnya di persimpangan antara koridor Jalan Tegar Beriman dan koridor Jalan Raya Bogor. Keberadaan komplek perkantoran Pemerintahan Kabupaten Bogor, pusat perbelanjaan Cibinong City Mall, serta ketersediaan sarana pendidikan di sekitar Lokasi A, menjadikan Lokasi A memiliki kelengkapan sarana dan prasarana yang paling baik dibandingkan
92
dengan lokasi alternatif lainnya. Ketersediaan dan kelengkapan sarana dan prasarana yang berada di sekitar Lokasi A, menjadikan Lokasi A sebagai lokasi yang sudah matang dalam segi sarana dan prasarana untuk dikembangkan sebagai lokasi pengembangan properti apartemen.
D.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Regulasi Penataan Ruang Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria regulasi penataan ruang ini
dilakukan dengan cara membandingkan antar lokasi alternatif ditinjau dari segi regulasi penataan ruang, yang kemudian dilakukan penilaian oleh para responden. Pada penilaiannya, responden mengacu terhadap deskripsi sub kriteria regulasi penataan ruang pada masing-masing lokasi alternatif (Tabel IV.11). Hasil dari penentuan prioritas lokasi alternatif ini yaitu berupa bobot masing-masing lokasi alternatif dimana lokasi alternatif yang memiliki bobot paling tinggi, dianggap oleh para responden sebagai lokasi alternatif terbaik untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen ditinjau dari sisi regulasi penataan ruang. Berikut hasil penilaian bobot lokasi alternatif berdasarkan regulasi penataan ruang:
Tabel IV. 15 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Regulasi Penataan Ruang No
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
1
Bappeda Kab. Bogor
Responden
0.208
0.054
0.056
0.682
0.08
2
DPUPR Kab. Bogor
0.414
0.067
0.14
0.38
0.03
3
DKPP Kab. Bogor
0.543
0.052
0.277
0.128
0.09
4
PT. Riscon Victory
0.16
0.054
0.203
0.583
0.08
5
PT. Raffah Alam Persada
0.253
0.101
0.06
0.587
0.07
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.37
0.066
0.131
0.434
0.04
7
Akadimisi PWK
0.438
0.063
0.063
0.438
0.00
8
Akademisi PWK
0.544
0.122
0.064
0.271
0.07
0.366
0.072
0.124
0.438
0.06
Rata-rata Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan penilaian bobot diatas, dari sisi regulasi penatan ruang, para responden menilai Lokasi D merupakan lokasi dengan bobot tertinggi sebesar 0,438 yang disusul oleh Lokasi A 0,366 serta Lokasi C dan Lokasi B dengan masing-masing bobot sebesar 0,124 dan 0,072. Lokasi D menjadi lokasi yang terbaik untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen dari sisi regulasi
93
penataan ruang, dikarenakan berdasarkan RDTR BWP Cibinong raya, Lokasi D akan dikembangkan sebagai lokasi Transit Oriented Development (TOD) dan Mixed Use. Konsep TOD dan Mixed Use merupakan suatu konsep perpaduan antara integrasi antar moda dengan peruntukan kawasan lainnya seperti perkantoran, perdagangan dan juga hunian. Pengembangan hunian pada suatu lokasi dengan konsep pengembangan TOD, tentunya berupa hunian vertikal yang dipadukan dengan peruntukan lainnya seperti perbelanjaan yang kemudian dikenal dengan konsep bangunan campuran atau mixed use. Sedangkan untuk Lokasi A, berdasarkan RDTR BWP Cibinong Raya, Lokasi A ditetapkan sebagai pusat perdagangan dan hunian vertikal. Penetapan Lokasi A sebagai pusat perdagangan dan hunian vertikal dikarenakan Lokasi A berada di pusat perkotaan Cibinong Raya. Lokasi di puat perkotaan ini tentunya mendorong pengembangan hunian dengan tipologi hunian vertikal untuk efisiensi dan optimalisasi dari penggunaan lahan di pusat perkotaan tersebut. Lokasi C dan Lokasi B merupakan lokasi dengan bobot terendah dalam penilaian sub kriteria regulasi penataan ruang. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan Lokasi C da Lokasi b menurut regulasi Sub BWP Cibinong Raya, kawasan di sekitar Lokasi C akan dikembangkan untuk kawasan sport city center dan perkantoran serta kawasan di sekitar Lokasi B akan ikembangkan sebagai kawasan industri dan pusat pergudangan. Sehingga menurut para responden Lokasi D dan Lokasi A merupakan lokas alternatif yang memiliki bobot paling tinggi dibandingkan lokasi alternatif lainnya dalam hal regulasi penataan ruang.
E.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Status Kepemilikan Lahan Pada penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria status kepemilikan lahan
ini dilakukan dengan cara memberikan penilaian dalam bentuk bobot oleh para responden dengan membandingkan lokasi alternatif dengan lokasi alternatif lainnya. Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria status kepemilikan lahan ini memberikan pengaruh cukup besar dalam menentukan lokasi alternatif yang memiliki nilai terbaik sebagai lokasi pengembangan apartemen, lantaran berdasarkan penilaian bobot antar kriteria (Tabel IV.7), kriteria legalitas keluar sebagai kriteria paling berpengaruh dalam menentukan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dan status kepemilikan lahan sebagai sub kriteria legalitas yang dinilai paling berpengaruh dibandingkan dua sub kriteria legalitas lainnya berdasarkan persepsi para responden (Tabel IV.9). Berdasarkan penilaian oleh para responden, terhadap karakteristik sub kriteria status kepemilikan lahan pada masing-masing lokasi alternatif (Tabel IV.11), didapatkan hasil penilaian penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria status kepemilikan lahan sebagai berikut:
94
Tabel IV. 16 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Status Kepemilikan Lahan No
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
1
Bappeda Kab. Bogor
Responden
0.53
0.118
0.058
0.293
0.08
2
DPUPR Kab. Bogor
0.074
0.369
0.322
0.236
0.07
3
DKPP Kab. Bogor
0.605
0.22
0.061
0.114
0.02
4
PT. Riscon Victory
0.225
0.063
0.569
0.142
0.09
5
PT. Raffah Alam Persada
0.107
0.063
0.428
0.402
0.06
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.205
0.067
0.658
0.071
0.08
7
Akadimisi PWK
0.395
0.232
0.14
0.232
0.02
8
Akademisi PWK
0.094
0.165
0.433
0.308
0.08
0.279
0.162
0.334
0.225
0.06
Rata-rata Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan tabel penentuan prioritas lokasi alternatif diatas, diketahui Lokasi C merupakan lokasi yang memiliki bobot tertinggi dengan nilai 0,334. Mayoritas responden dengan latar belakang developer properti memilih Lokasi C sebagai lokasi paling ideal untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen dari sisi status kepemilikan lahan. Hal ini dikarenakan Lokasi C, memiliki status kepemilikan lahan berupa hak milik. Status kepemilkan lahan hak milik tersebut dianggap oleh responden khususnya responden dengan latar belakang properti sebagai status kepemilikan lahan yang paling baik untuk dikembangkan menjadi lokasi apartemen. lain hal apabila dilihat dari sudut pandang persepsi responden berlatar belakang pemerintahan. Mayoritas responden dengan latar belakang tersebut menganggap lokasi yang paling baik untuk dikembangkan untuk lokasi properti apartemen yaitu lokasi dengan status kepemilikan lahan berupa Hak Guna Bangunan (HGB). Para responden berlatar belakang pemerintahan tersebut beranggapan, suatu lokasi dengan status kepemilikan lahan HGB mengindikasikan telah dikeluarkan izin untuk pengembangan loksi tersebut oleh pihak pengembang. Oleh karena itu, berdasarkan rata-rata penilaian prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria status kepemilikan lahan, Lokasi C dan Lokasi A menjadi lokasi yang memiliki bobot tertinggi pertama dan kedua.
F.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Regulasi Hunian Vertikal Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria regulasi hunian vertikal ini
dimaksudkan untuk mengetahui besaran nilai bobot dari masing-masing lokasi alternatif yang kemudian dapat diketahui lokasi alternatif yang memiliki keunggulan dalam hal regulasi hunian
95
vertikal. Berdasarkan penilaian oleh para responden, terhadap karakteristik sub kriteria regulasi hunian vertikal pada masing-masing lokasi alternatif (Tabel IV.11), dihasilkan bobot dari masingmasing lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dari sisi regulasi hunian vertikal sebagai berikut:
Tabel IV. 17 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Regulasi Hunian Vertikal No
Responden Bappeda Kab. Bogor
Lokasi A 0.456
Lokasi B 0.071
Lokasi C 0.101
Lokasi D 0.372
IK*) 0.03
DPUPR Kab. Bogor
0.224
0.055
0.08
0.641
0.08
3
DKPP Kab. Bogor
0.536
0.064
0.106
0.293
0.06
4
PT. Riscon Victory
0.379
0.299
0.07
0.252
0.02
5
PT. Raffah Alam Persada
0.365
0.108
0.066
0.461
0.02
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.387
0.067
0.658
0.071
0.06
7
Akadimisi PWK
0.232
0.279
0.08
0.409
0.06
Akademisi PWK Rata-rata
0.42
0.071
0.141
0.368
0.02
0.375
0.127
0.163
0.358
0.04
1 2
8
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan penilaian oleh para responden dalam pemilihan lokasi alternatif yang dianggap terbaik untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen dalam hal regulasi hunian vertikal, didapatkan Lokasi A sebagai lokasi dengan nilai bobot tertinggi dengan nilai 0,375 unggul tipis dibandingkan Lokasi D dengan bobot 0,358. Meskipun regulasi mengenai hunian vertikal terkait ketinggian bangunan dan KDB di Perkotaan Cibinong Raya di keempat lokasi alternatif memiliki karakteristik yang sama (tabel IV.11), para responden memiliki persepsi dan sudut pandang lainnya dalam menentukan penilaian lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria regulasi hunian vertikal. Lokasi A dan Lokasi D dianggap sebagai lokasi terbaik pertama dan kedua dari sisi regulasi hunian vertikal, lantaran mayoritas responden mempertimbangkan konsep pengembangan kawasan pada kedua lokasi tersebut yaitu sebagai pusat perdagangan dan hunian vertikal serta pusat transportasi dan mixed use. Oleh karena itu, mayoritas responden memilih Lokasi A dan Lokasi D sebagai lokasi yang paling ideal dari sisi regulasi hunian vertikal.
96
G.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Harga Lahan Penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria harga lahan merupakan
perbandingan antara lokasi alternatif untuk menentukan lokasi alternatif yang dianggap memiliki keunggulan dalam hal harga lahan. Penilaian pembobotan masing-masing lokasi alternatif ini merupakan penialaian berdasarkan persepsi dari para responden dengan mengacu pada karakteristik harga lahan dari masing-msing lokasi alternatif yang terdapat pada Tabel IV.11. Hasil dari penilaian tersebut, berupa bobot dari masing-masing lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria harga lahan. Berikut hasil penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria harga lahan:
Tabel IV. 18 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Harga Lahan No
Responden
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
1
Bappeda Kab. Bogor
0.236
0.099
0.079
0.585
0.07
2
DPUPR Kab. Bogor
0.081
0.071
0.55
0.298
0.05
3
DKPP Kab. Bogor
0.063
0.063
0.651
0.222
0.06
4
PT. Riscon Victory
0.115
0.062
0.249
0.574
0.06
5
PT. Raffah Alam Persada
0.107
0.063
0.428
0.402
0.07
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.11
0.053
0.366
0.471
0.06
7
Akadimisi PWK
0.151
0.151
0.062
0.635
0.03
8
Akademisi PWK
0.165
0.094
0.433
0.308
0.08
0.129
0.082
0.352
0.437
0.06
Rata-rata Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan penilaian prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria harga lahan diatas, mayoritas responden memilih Lokasi C sebagai lokasi terbaik dalam hal harga lahan dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya. Seperti yang telah diketahui bersama, berdasarkan karakteristik lokasi alternatif (tabel IV.11) Lokasi C dan Lokasi D secara berturut-turut memiliki besaran harga lahan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar Rp. 500.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 1.000.000 dan Rp. 1.000.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 2.000.000 per meter perseginya. Jumlah ini relatif lebih kecil dibandingkan lokasi alternatif lainnya yaitu Lokasi A dan Lokasi B yaitu sebesar Rp. 5.000.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 10.000.000 per meter perseginya. Lokasi A dan Lokasi B memiliki besaran harga lahan yang sama namun tidak serta merta membuat para responden memberikan penilaian bobot yang sama dari kedua lokasi tersebut. Para responden juga mempertimbangkan kestrategisan lokasi dari kedua lokasi tersebut. Oleh karena itu, kedua lokasi tersebut memiliki bobot yang berbeda berdasarkan penilaian dari para responden.
97
sehingga dari penilaian bobot tersebut, dapat disimpulkan, Lokasi D sebagai lokasi alternatif yang dinilai oleh mayoritas para responden sebagai lokasi alternatif yang memiliki keunggulan berdasarkan sub kriteria harga lahan.
H.
Penentuan Prioritas Lokasi Alternatif berdasarkan Sub Kriteria Pasar Pada penentuan prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria yang terakhir ini, akan
dilakukan perbandingan antar lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria pasar. Perandingan antar lokasi alternatif ini bertujuan untuk melihat lokasi alternatif yang memiliki keunggulan dari sisi pasar yang berkaitan dengan keberadaan kompetitor sejenis di sekitar masing-masing lokasi alternatif. Berdasarkan persepsi para responden, didapatkan hasil penilaian prioritas lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria pasar sebagai berikut :
Tabel IV. 19 Prioritas Lokasi Alternatif Sub Kriteria Pasar No
Responden
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
1
Bappeda Kab. Bogor
0.06
0.132
0.187
0.621
0.09
2
DPUPR Kab. Bogor
0.07
0.29
0.269
0.372
0.08
3
DKPP Kab. Bogor
0.55
0.288
0.057
0.104
0.09
4
PT. Riscon Victory
0.244
0.055
0.236
0.465
0.07
5
PT. Raffah Alam Persada
0.264
0.058
0.25
0.428
0.03
6
PT. Karya Raharja Sejahtera
0.376
0.076
0.445
0.103
0.03
7
Akadimisi PWK
0.058
0.126
0.126
0.689
0.06
8
Akademisi PWK
0.494
0.27
0.082
0.154
0.09
0.265
0.162
0.207
0.367
0.07
Rata-rata Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Lokasi D merupakan lokasi alternatif yang dinilai oleh para responden sebagai lokasi yang lebih unggul daripada lokasi alternatif lainnya dalam hal pasar. Seperti yang diketahui bersama, kondisi eksisting saat ini belum ada kompetitor sejenis yaitu pengembang apartemen di sekitar Lokasi D. Hal ini menjadi peluang dari sisi ekonomi bagi para developer untuk mengembangkan properti apartemen di Lokasi D ini.
98
I.
Penilaian Lokasi Terbaik Pengembangan Properi Apartemen Penilaian lokasi terbaik pengembangan properti apartemen ini merupakan akumulasi
penilaian lokasi alternatif berdasarkan 8 (delapan) sub kriteria yang telah dilakukan sebelumnya. Pada penilaian lokasi alternatif berdasarkan sub-sub kriteria sebelumnya, hanya dihasilkan lokasilokasi alternatif yang memiliki bobot tertinggi pada tiap-tiap sub kriteria, pada penilaian lokasi terbaik pengembangan properti apartemen ini, keseluruhan penilaian tersebut akan dijumlahkan dan dirata-ratakan sehingga akan menghasilkan bobot rata-rata dari masing-masing lokasi alternatif yang didalamnya sudah mencakup penilaian terhadap keseluruhan sub kriteria. Akumulasi penilaian lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dapat dilihat pada Tabel IV.20 berikut ini :
Tabel IV. 20 Penilaian Lokasi terbaik Pengembangan Properti Apartemen No
Sub kriteria
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Lokasi D
IK*)
0.352
0.169
0.189
0.287
0.07
Kriteria Fisik 1
Aksesibilitas
0.331
0.241
0.216
0.205
0.08
2
Moda Transportasi
0.319
0.161
0.140
0.380
0.06
3
Sarana dan Prasarana
0.406
0.106
0.213
0.276
0.06
Kriteria Legalitas
0.340
0.120
0.207
0.340
0.05
4
Regulasi Penataan Ruang
0.366
0.072
0.124
0.438
0.06
5
Status Kepemilikan Lahan
0.279
0.162
0.334
0.225
0.06
6
Regulasi Hunian Vertikal
0.375
0.127
0.163
0.358
0.04
0.197
0.122
0.279
0.402
0.06
Kriteria Ekonomi 7
Harga Lahan
0.129
0.082
0.352
0.437
0.06
8
Pasar
0.265
0.162
0.207
0.367
0.07
Total Rata-rata
0.309
0.139
0.218
0.336
Peringkat Lokasi terbaik
II
IV
III
I
Sumber : Analisis Penyusun, 2017
Keterangan : *) Indeks Konsistensi
Berdasarkan akumulasi penilaian lokasi alternatif terhadap 8 (delapan) sub kriteria diatas, lokasi alternatif yang memiliki keunggulan pada kriteria legalitas, keluar sebagai lokasi alternatif yang memiliki total rata-rata bobot tertinggi atau sebagai lokasi terbaik pengembangan properti apartemen yaitu Lokasi D dan diikuti oleh Lokasi A. Hal ini tentunya sejalan dengan penilaian prioritas antar kriteria (Tabel IV.7), bahwa mayoritas responden menilai kriteria legalitas merupakan kriteria yang paling berpengaruh dalam menentukan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dibandingkan dengan kedua kriteria lainnya yaitu kriteria fisik dan kriteria ekonomi.
99
Berdasarkan penilaian lokasi terbaik pengembangan properti apartemen, Lokasi D menempati peringkat I sebagai lokasi alternatif dengan nilai rata-rata bobot tertinggi dibanding ketiga lokasi alternatif lainnya, unggul tipis dengan Lokasi A. Pada penilaian kriteria legalitas, Lokasi D memiliki bobot penilaian yang sama dengan Lokasi A yaitu sebesar 0,340. Lokasi D memiliki keunggulan kriteria legalitas terkait regulasi penataan ruang dimana Lokasi D akan dikembangkan sebagai pusat TOD dan kawasan mixed use berdasarkan RDTR BWP Cibinong. Dari segi status kepemilikan lahan, Lokasi D berada pada peringkat ketiga dengan besaran bobot 0,225. Kecilnya bobot status kepemilikan lahan pada Lokasi D ini lantaran status kepemilikan lahan di Lokasi D berupa 75% lahan dengan status kepemilikan berupa hak milik dan 25% dari lahan Lokasi D berstatus kepemilikan lahan hak guna bangunan. Sedangkan sub kriteria legalitas lainnya yaitu regulasi hunian vertikal, Lokasi D menempati peringkat terbaik kedua dengan bobot 0,358. Para responden memilih Lokasi D sebagai lokasi terbaik kedua dalam hal regulasi hunian vertikal dikarenakan rencana pengembangan kawasan di Lokasi D sebagai kawasan pusat TOD dan bangunan mixed use. Keunggulan lainnya dari Lokasi D ini yaitu pada kriteria ekonomi dimana Lokasi D berdasarkan penilaian para responden mendapatkan bobot penilaian sebesar 0,402, unggul jauh dibandingkan ketiga lokasi lainnya. Keunggulan yang cukup telak ini didorong oleh keunggulan Lokasi D pada sub kriteria harga lahan dimana harga lahan di Lokasi D memiliki harga lahan relatif lebih rendah dimana harga lahan di Lokasi D berada dikisaran harga Rp 1.000.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp 2.000.000 per meter perseginya, lebih murah dibandingkan harga lahan di Lokasi A dan Lokasi B, serta faktor keunggulan dari kriteria ekonomi lainnya yaitu pada sub kriteria pasar terkait kompetitor sejenis pengembang properti apartemen dimana belum ada pengembang properti apartemen yang mengembangkan lokasi apartemen di sekitar Lokasi D. Pada penilaian kriteria fisik, Lokasi D berada pada peringkat terbaik kedua, setelah Lokasi A. Lokasi D memiliki keunggulan dibandingkan lokasi alternatif lainnya pada sub kriteria fisik terkait dengan moda transportasi. Keunggulan pada moda transportasi ini disebabkan ketersediaan dan keberagaman dari moda transportasi yang tersedia di Lokasi D khusunya pada jenis moda transportasi kereta rel listrik yang menghubungkan kota-kota satelit dengan kota induk DKI Jakarta. Sedangkan pada penilaian sub kriteria fisik aksesibilitas, Lokasi D menempati peringkat terakhir berdasarkan penilaian para responden. Kecilnya bobot Lokasi D dalam hal aksesibilitas, lantaran Lokasi D berlokasi relatif di pinggiran kota dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya. Jarak ke gerbang tol terdekat sejauh 10,5 km lebih jauh dibandingkan dari lokasi-lokasi alternatif lainnya. Namun dalam hal sub kriteria fisik lainnya yaitu sarana dan prasarana, Lokasi D menempati peringkat terbaik kedua. Hal ini dikarenakan kelengkapan sarana dan prasarana di lokasi D yang lebih lengkap dibandingkan dua lokasi lainnya yaitu Lokasi C dan Lokasi B dengan ditandai keberadaan sejumlah sarana sosial, pendidikan maupun sarana kesehatan.
100
Lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dengan nilai total rata-rata tertinggi kedua yaitu Lokasi A. Secara akumulasi, Lokasi A memiliki selisih yang cukup sedikit dengan Lokasi D yang menjadi lokasi terbaik peringkat pertama pengembangan properti apartemen. Pada penilian kriteria legalitas, Lokasi A bersama Lokasi D menjadi lokasi alternatif dengan bobot tertinggi. Keunggulan Lokasi A dalam hal kriteria legalitas ini didorong oleh penilaian terkait regulasi hunian vertikal sebagai lokasi dengan bobot tertinggi dan pada sub kriteria regulasi penataan ruang dengan bobot tertinggi kedua. Seperti yang diketahui sebelumnya, berdasarkan RDTR BWP Cibinong, Lokasi A akan dikembangkan sebagai pusat perkotaan dengan fungsi sebagai pengembangan pusat perdagangan dan hunian vertikal. Penetapan arahan pengembangan kawasan tersebut menjadikan Lokasi A sebagai lokasi terbaik dalam penilaian sub kriteria regulasi hunian vertikal dan lokasi terbaik kedua dalam hal regulasi peruntukan kawasan. Selain itu, keungulan kriteria legalitas dari Lokasi A lainnya, didorong oleh penilaian dalam hal status kepemilikan lahan dimana status kepemilikan lahan di Lokasi A berupa hak guna bangungan sehingga menempatkan Lokasi A sebagai lokasi terbaik kedua berdasarkan penilaian para responden. Keunggulan lainnya dari Lokasi A yaitu pada kriteria fisik dengan bobot sebesar 0,352 unggul telak dibandingkan ketiga lokasi alternatif lainnya. Keunggulan Lokasi A pada penilaian kriteria fisik ini didorong oleh keunggulan pada sub kriteria aksesibilitas dan sarana dan prasarana. Lokasi A berlokasi pada persimpangan koridor jalan utama di Perkotaan Cibinong Raya yaitu Jalan Tegar Beriman dan Jalan Raya Bogor. Lokasi yang strategis tersebut, menciptkan aksesibilitas yang mudah serta ikut mendorong tingkat kematangan dari lingkungan di sekitar Lokasi A yang ditandai oleh kelengkapan sarana dan prasarana. Pada penilaian sub kriteria fisik lainnya yaitu moda transportasi, Lokasi A berada pada peringkat kedua terbaik setelah Lokasi D dengan ketesediaan moda trasnportasi umum berupa tiga trayek angkutan kota, tiga jenis angkutan bus yang terdiri dari bus AKAP, APTB dan Damri, serta memiliki jangkauan pencapaian ke terminal yang lebih dekat dibandingkan dengan ketiga lokasi alternatif lainnya. Pada penilaian kriteria ekonomi, Lokasi A berada pada peringkat ketiga terbaik sebagai lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Rendahnya peringkat Lokasi A pada penilaian kriteria ekonomi ini, didorong oleh rendahnya penilaian pada sub kriteria ekonomi yakni harga lahan dan pasar. Harga lahan di Lokasi A, berada pada kisaran Rp. 5.000.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 10.000.000 per meter perseginya. Besaran harga lahan tersebut menjadikan harga lahan di Lokasi A sebagai harga lahan tertinggi bersama Lokasi B dibandingkan dengan harga lahan di lokasi alternatif lainnya. Selain itu, faktor lainnya yang mendorong rendahnya bobot Lokasi A terkait penilaian kriteria ekonomi yaitu pada penilaian sub kriteria pasar. Lokasi A juga menempati peringkat ketiga yang tidak terlepas dari keberadaan 4 (empat) kompetitor sejenis yang juga mengembangkan produk properti apartemen di sekitar Lokasi A.
101
Lokasi terbaik selanjutnya, Lokasi C yang menempati peringkat ketiga sebagai lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. Lokasi C memiliki keunggulan dalam penilaian kriteria ekonomi dimana lokasi C berada pada peringkat kedua setelah Lokasi D. besarnya bobot Lokasi C pada penilaian lokasi terbaik dari segi kriteria ekonomi, tidak terlepas dari harga lahan di Lokasi C. Harga lahan di Lokasi C merupakan harga lahan terendah dibandingkan harga lahan ketiga lokasi alternatif lainnya dengan besaran harga lahan pada kisaran Rp. 500.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 1.000.000 per meter perseginya. Keunggulan lainnya dari Lokasi C yaitu pada penilaian kriteria legalitas dimana Lokasi C memiliki bobot 0,207 yang menempatkan Lokasi C pada peringkat kedua terbaik setelah Lokasi D dan Lokasi A yang berada pada pertingkat terbaik kesatu. Peringkat kedua Lokasi C dalam hal kriteria legalitas ini, salah satunya didorong oleh tingginya bobot Lokasi D pada sub krtieria legalitas terkait dengan status kepemilikan lahan. Status kepemilkan lahan di Lokasi C seluruhnya berupa hak milik. Status kepemilikan lahan hak milik ini, menjadi prioritas utama yang dipilih oleh para responden khususnya para responden dengan latar belakang sebagai pengembang properti apartemen. Sedangkan penilaian Lokasi C pada dua sub kriteria legalitas lainnya yaitu regulasi penataan ruang dan regulasi hunian vertikal, berada pada peringkat ketiga. Hal ini didorong oleh peruntukan kawasan di sekitar Lokasi C yang akan dikembangkan sebagai kawasan sport city center dan perkantoran sehingga mayoritas responden lebih memilih Lokasi A dan Lokasi D sebagai prioritas utama lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dalam hal regulasi penataan ruang dan regulasi hunian vertikal. Namun, keunggulan Lokasi C pada kedua kriteria tersebut, tidak didukung pada penilaian kriteria fisik. Lokasi C menempati peringkat ketiga sebagai lokasi terbaik dalam hal kriteria fisik dengan bobot sebesar 0,189, unggul tipis dari Lokasi B yang menempati peringkat terakhir sebagai lokasi terbaik dalam hal kriteria ekonomi. Rendahnya bobot Lokasi C pada kriteria fisik ini disebabkan pada penilaian sub kriteria fisik terkait moda transportasi dimana Lokasi C berada pada peringkat terakhir. Hal ini tidak terlepas dari kondisi eksisting keberadaan moda transportasi dimana belum ada moda transportasi umum yang menjangkau dan melayani di sekitar Lokasi C. Lokasi B sebagai lokasi alternatif yang memiliki penilaian lokasi terbaik pengembangan properti apartemen paling rendah dengan total rata-rata masing-masing 0,139. Sebagai lokasi alternatif dengan nilai total rata-rata terendah, Lokasi B memiliki nilai terendah pada seluruh kriteria penilaian baik itu kriteria fisik, kriteria legalitas maupun kriteria ekonomi. Pada kriteria fisik, sub kriteria sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor nilai dari Lokasi B pada kriteria fisik ini memiliki nilai yang terendah. Ketidak lengkapan dari sarana dan prasarana di lingkungan sekitar Lokasi B ini, rupanya juga disebabkan oleh regulasi peruntukan kawasan di Lokasi B yaitu sebagai kawasan industri dan pergudangan dimana sarana dan prasarana pendukung untuk kegiatan aktivitas pengguna apartemen tentunya juga tidak terlalu banyak pada kawasan peruntukan tersebut. Sebagai
102
peruntukan kawasan industri dan pergudangan, juga ikut serta mendorong rendahnya bobot penilaian Lokasi B pada penilian kriteria legalitas. Hal ini diperparah dengan rendahnya penilaian Lokasi B pada sub kriteria legalitas lainnya yaitu status kepemilikan lahan dan regulasi hunian vertikal. Lokasi B menempati pada urutan terendah pada penilaian kedua sub kriteria legalitas tersebut. Rendahnya penilaian pada kedua sub kriteria legalitas tersebut tidak terlepas dari status kepemilikan lahan di Lokasi B berupa 70% luas lahan dengan status kepemilikan hak milik dan 30% luas lahannya berstatus hak guna bangunan, serta dari aspek regulasi hunian vertikal, didorong oleh arahan pengembangan kawasan dari Lokasi B yaitu sebagai kawasan industri dan pergudangan. Selain itu, pada penilaian kriteria ekonomipun Lokasi B memiliki nilai rata-rata terendah dengan bobot sebesar 0,122. Rendahnya nilai rata-rata pada kriteria ekonomi tersebut didorong oleh rendahnya penilaian oleh para ahli pada sub kriteria pasar maupun pada sub kriteria harga lahan. Sebagaimana yang diketahui, dalam hal kaitannya dengan pasar, terdapat beberapa kompetitor sejenis yaitu pengembang apartemen yang telah mengembangkan lokasi apartemen di sekitar Lokasi B. Selain itu, rendahnya bobot pada penilaian kriteria ekonomi pada Lokasi B juga didorong oleh harga lahan di Lokasi B yang merupakan harga lahan tertinggi dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya seperti Lokasi C dan Lokasi D yang berada pada kisaran harga Rp. 5.000.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp. 10.000.000 per meter perseginya.
4.5
Rumusan dan Temuan Penelitian Berdasarkan serangkaian tahapan yang telah dilakukan dalam penelitian ini didapatkan
rumusan hasil dan temuan penelitian sebagai berikut:
4.5.1
Rumusan Hasil Penelitian Lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dihasilkan dengan cara memberikan
penilaian skoring pada lahan-lahan di Perkotaan Cibinong Raya dengan metode weighted overlay. Berdasarkan analisis weighted overlay tersebut, dihasilkan 4 (empat) lokasi alternatif pengembangan properti apartemen yang kemudian disebut sebagai Lokasi A, Lokasi B, Lokasi C dan Lokasi D. Lokasi A berlokasi di persimpangan dua koridor jalan utama di Perkotaan Cibinong Raya yaitu Jalan Tegar Beriman dan Jalan Raya Bogor, memiliki luas lahan 10,29 ha yang dapat dikembangkan sebagai properti apartemen. Lokasi B terletak pada persimpangan antara Jalan Raya Bogor, Jalan Akses Tol Sirkuit Sentul serta Jalan Lingkar GOR Pakansari, dengan luas lahan yang tersedia sebesar 12,04 ha. Lokasi C dan Lokasi D sebagai lokasi alternatif ketiga dan keempat pengembangan properti apartemen dengan ketersediaan lahan untuk pengembangan properti apartemen masing-masing seluas 12,48 ha dan 7,25 ha. Keempat lokasi alternatif tersebut tentunya selain mendukung dari segi
103
lahan sebagai lokasi alternatif, juga mendukung dari ketersediaan luas lahan dimana luas lahan minimum untuk pengembangan properti apartemen yaitu 1,5 ha. Keempat lokasi alternatif pengembangan properti apartemen hasil dari analisis dengan metode weighted overlay tersebut kemudian dilakukan penilaian berdasarkan 8 (delapan) sub kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Berdasarkan penilaian oleh para responden dengan metode AHP, didapatkan bobot tertinggi yaitu Lokasi D dengan bobot sebesar 0,336 disusul oleh Lokasi A dengan besar bobot 0,309 serta dua lokasi alternatif dengan nilai terendah berturut-turut yaitu Lokasi C dan Lokasi B dengan besar masing-masing bobot sebesar 0,218 dan 0,139.
4.5.2
Temuan Penelitian Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa lokasi alternatif yang memiliki penilaian
sebagai lokasi terbaik berdasarkan penilaian oleh para responden secara berturut-turut yaitu Lokasi D, Lokasi A, Lokasi C dan Lokasi B. Idealnya, Lokasi D yang berlokasi di sekitar persimpangan Jalan Tegar Beriman dan Jalan Raya Bojonggede ini menjadi prioritas utama sebagai lokasi pengembangan properti. Namun pengimplementasian pemilihan lokasi yang menjadi prioritas utama pengembangan properti apartemen bisa saja memiliki perbedaan dengan hasil penilaian pada penelitian ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada sub bab analisis lokasi alternatif pengembangan properti apartemen dengan metode weighted overlay, kondisi di lapangan saat ini, pengembang cenderung melakukan pengembangan properti apartemen di sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Gambar 4.14). Padahal, berdasarkan hasil penelitian, lokasi alternatif yang terletak di sekitar Koridor Jalan Raya Bogor yaitu Lokasi A dan Lokasi B bukanlah lokasi alternatif dengan nilai lokasi terbaik tertinggi diantara lokasi alternatif lainnya. Bahkan Lokasi B yang berlokasi di koridor Jalan Raya Bogor, berdasarkan penilaian oleh para responden pada penelitian ini menempati lokasi terakhir dengan bobot nilai terendah sebagai lokasi pengembangan properti apartemen dibandingkan
lokasi-lokasi
alternatif
lainnya.
Adanya
peluang
perbedaan
antara
pengimplementasian kondisi eksisting di lapangan dengan hasil dari penilaian ini didorong oleh berbagai macam faktor seperti strategi pengembangan dan juga strategi bisnis yang dilakukan oleh internal pihak pengembang properti apartemen tersebut. Selain itu, lokasi alternatif pengembangan properti apartemen yang berjumlah empat pada penelitian ini, tentunya bukanlah jumlah yang bersifat mutlak dan mengikat dalam pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Tidak menutup kemungkinan pihak pengembang apartemen mengembangkan properti apartemen diluar keempat lokasi alternatif pada penelitian ini. Hal ini pun terjadi pada kondisi eksisting di Perkotaan Cibinong Raya saat ini. Banyak lokasi-lokasi
104
yang tidak termasuk dalam lokasi alternatif pengembangan properti apartemen, justru telah dibangun properti apartemen (Gambar 4.14). Bahkan terdapat beberapa lokasi proyek eksiting pengembangan properti apartemen memiliki luas lahan yang kurang dari luas lahan minimum pengembangan suatu apartemen yaitu 1,5 ha. Dari segi aksesibilitaspun, terdapat beberapa lokasi pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya yang berlokasi tidak berada di sisi kavling terluar pada koridor jalan-jalan utama di Perkotaan Cibinong Raya. Lokasi tersebut harus diakses melalui jalanjalan lingkungan yang memiliki aksesibilitas sempit dan terbatas. Adanya peluang pengembangan properti apartemen diluar dari keempat lokasi alternatif tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kriteria dalam penilaian lahan yang dapat dijadikan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen, serta tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh terjadinya perubahan regulasi terkait arahan pengembangan properti apartemen di masa lalu, masa kini dan di masa yang akan mendatang.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan analisis pemilihan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen
menggunakan metode weighted overlay, maupun analisis penentuan lokasi terbaik terhadap lokasilokasi alternatif tersebut dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), maka didapatkan ikhtisar mengenai hasil analisis sebagai berikut : a. Terdapat 4 (empat) lokasi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi properti apartemen. Keempat lokasi alternatif tersebut merupakan hasil dari analisis weighted overlay, dengan melakukan skoring terhadap tiga komponen dasar dalam penilaian kelayakan suatu lahan untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen yaitu, guna lahan eksisting, lahan terbangun dan non terbangun, regulasi penataan ruang serta jarak pencapaian ke pusat kota. b. Pada penentuan prioritas kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen dengan metode AHP, kriteria legalitas merupakan kriteria yang dinilai oleh mayoritas responden sebagai kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan lokasi terbaik properti apartemen. Kriteria legalitas ini mengungguli kedua kriteria lainnya yaitu kriteria fisik maupun kriteria ekonomi. Para responden beranggapan, kriteria legalitas memberikan pengaruh terhadap kriteria lainnya dikarenakan kriteria legalitas berperan sebagai induk dari perencanaan dan pengembangan suatu kawasan termasuk dalam perencanaan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. c. Penentuan prioritas sub kriteria terbagi kedalam 3 (tiga) kriteria yaitu sub kriteria fisik, sub kriteria legalitas dan sub kriteria ekonomi. Pada penentuan prioritas sub kriteria fisik, aspek aksesibilitas menjadi sub kriteria dengan bobot tertinggi. Pada penentuan prioritas sub kriteria legalitas, status kepemilikan lahan sebagai sub kriteria yang memiliki bobot tertinggi. Sedangkan untu penentuan prioritas sub kriteria ekonomi, harga lahan dinilai paling berpengaruh dalam pemilihan lokasi terbaik pengembangan properti apartemen. d. Pada penentuan prioritas lokasi alternatif, dilakukan dengan cara membandingkan antar lokasi alternatif berdasarkan 8 (delapan) sub kriteria penelitian. Hasil akumulasi dari penentuan prioritas lokasi alternatif tersebut, dihasilkan lokasi yang memiliki nilai terbaik untuk pengembangan properti apartemen di Perkotaan Cibinong Raya secara berturut-turut yaitu yaitu Lokasi D, Lokasi A, Lokasi C dan Lokasi B dengan nilai bobot masing-masing sebesar 0,336, 0,309, 0,218 dan 0,139.
105
106
5.2
Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis lokasi terbaik pengembangan properti apartemen yang
menghasilkan 4 (empat) lokasi alternatif yang dinilai layak untuk dikembangkan sebagai lokasi apartemen dan menghasilkan bobot penilaian lokasi terbaik dari keempat lokasi alternatif tersebut serta dengan mempertimbangkan temuan-temuan penelitian, maka rekomendasi yang dapat diberikan antara lain : a. Keilmuan Perencanaan Wilayah dan Kota Penelitian ini dapat dijadikan lesson learned oleh keilmuan bidang perencanaan wilayah dan kota bahwa dalam penelitian suatu lokasi terbaik pengembangan properti apartemen tidak bisa dengan cara hanya mengacu pada suatu ketentuan formal saja seperti teori-teori dan kaidah-kaidah perencanaan yang baik dan benar, akan tetapi juga dapat mempertimbangkan dari sisi non formal seperti fenomena-fenomena yang berkembang pada kondisi nyata di lapangan saat ini. Selain itu, pihak akademisi bidang perencanaan wilayah dan kota juga dapat melakukan pengembangan-pengembangan penelitian lebih lanjut dari penelitian ini. Kedepannya, penelitian ini dapat dikembangkan menjadi penelitian lanjutan dengan memasukan lebih banyak kriteria-kriteria penentu lokasi terbaik pengembangan properti apartemen, penentuan dan penilaian terhadap jenis-jenis apartemen yang paling sesuai, highest and best use pada lokasi-lokasi alternatif pada penelitian ini, maupun pengembangan penelitian lanjutan dari segi perencanaan apartemen tersebut yakni terkait perencanaan bentuk dan ukuran bangunan serta siteplan dari kawasan apartemen itu sendiri pada masing-masing lokasi alternatif yang dihasilkan dari penelitian ini. Sehingga dengan adanya penelitian lanjutan tersebut diharapkan hasil yang didapatkan akan lebih spesifik dan lebih mendekati pada tatanan implementasi di lapangan. b. Pengembang Properti Pihak pengembang properti dapat menjadikan penelitian ini sebagai rujukan dalam pemilihan lokasi pengembangan properti ini. Pada kriteria fisik, pihak pengembang properti dapat mempertimbangkan terkait aspek aksesibilitas dimana faktor jarak pencapaian antara lokasi pengembangan apartemen dengan pusat kota menjadi faktor yang paling dipertimbangkan. Pada kriteria legalitas, selain mempertimbangkan regulasi dari peruntukan kawasan, pihak pengembang properti juga mempertimbangkan terkait aspek kepemilikan lahan. Adapun status kepemilikan lahan berupa hak milik yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi pengembangan properti apartemen. Sedangkan, terkait kriteria ekonomi, aspek harga lahan menjadi aspek yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi pengembangan properti apartemen. Harga lahan, bukan hanya sekedar besaran yang paling rendah, melainkan pihak pengembang
107
properti juga dapat mempertimbangkan harga lahan dari segi kekompotitifan dari harga lahan tersebut. Sehingga dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, tentunya akan menciptakan suatu produk properti apartemen yang bernilai optimum baik dari segi finansial ekonomi maupun dari segi fisik dan legalitas serta keberadaan pengembangan properti apartemen ini juga dapat menjadi solusi dari optimalisasi lahan-lahan yang tersisa di tengah fenomena ketersediaan lahan yang luasnya semakin terbatas di Perkotaan Cibinong Raya. c. Pemerintah Sebagai pihak pemangku kebijakan, pemerintah memiliki peran penting dalam menentukan arah pengembangan Perkotaan Cibinong Raya seperti penentuan zonasi-zonasi pengembangan kawasan hunian baik itu hunian tapak maupun hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen. Dalam penentuan peruntukan zonasi hunian apartemen, pemerintah harus memiliki kriteria-kriteria penilaian tertentu agar penetapan zonasi peruntukan untuk apartemen tersebut dapat bernilai optimum. Pemerintah Kabupaten Bogor juga dapat memberikan arahan kepada para developer properti hunian, untuk mengembangkan lokasi properti hunian vertikalnya pada lokasi-lokasi alternatif berdasarkan kajian yang telah dilakukan pada penelitian ini. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Boor juga dapat memberikan intensif kepada para developer properti yang patuh dan taat kepada regulasi-regulasi yang berlaku maupun memberikan sanksi kepada pihak developer properti yang dinilai melanggar regulasi dari rencana pengembangan Perkotaan Cibinong Raya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Salim, H. (1993). Manajemen Transportasi. Jakarta: Rajawali Press. Adisasmita. (2006). Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Akmal, I. (2007). Menata Apartemen. Jakarta: Gramedia. Al Ossmi, L. H., & Ahmed, V. (2016). Land tenure administration: Towards a regulatory backdrop to land tenure in Iraq. Land Use Policy, 57, 250–264. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2016.05.016 Almeida et all. (1998). Understanding and Modelling Urban Land Use Dynamics To Achieve Sustainability. Town and Regional Planning, GIS, Remote Sensing. Ana. (2010). Fasilitas Lengkap perumahan. Pekanbaru: Tribun. Anggarda, Made Raka Kusuma. 2015. Analisis Investasi dan Aspek hukum Tentang Status Kepemilikan Strata Title Apartemen Nusa Dua Circle. Tugas Akhir Tidak Diterbitkan, Skripsi S1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas teknik Univesitas Udayana Bali. Barlow, R. 1986. Land Resource Economic. The Economic of Real Estate. Prentice-Hall, Inc : New Jersey. Bary, Abdul. 2014. Kajian Aktivitas Komersial terkait dengan Harga Lahan di Koridor Jalan Pahlawan Revolusi Timur. Tugas Akhir Tidak Diterbitkan, Skripsi S1 Program Studi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. Bintarto, R., & et. all. (1983). Interaksi Desa - Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Catanese, A. J., & Snynder, J. J. (1986). Teori Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga. Chaizi, N. (1995). Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah. jakarta: PT. Kesaint Blanc Indah Corp. Chandra, R. Kurniawan, & Supriharjo, R. D. (2013). Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara. Jurnal Teknik Pomits, 2(1), 25–30. Chang, K., Liao, S., Tseng, T., & Liao, C. (2015). Asia Pacific Management Review An ANP based TOPSIS approach for Taiwanese service apartment location selection. Asia Pacific Management Review, 20(2), 49–55. https://doi.org/10.1016/j.apmrv.2014.12.007 Chapin, F.S and E. Kaiser. 1995. Urban Land Use Planning Third Edition. USA : University of Illionis Press Chavunduka, C. M., & Bromley, D. W. (2013). Considering the multiple purposes of land in Zimbabwe’s economic recovery. Land Use Policy, 30(1), 670–676. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2012.05.004 Creswell, J. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Traditions. California: Sage Publication. Damayanti, A., & Syah, A. (1998). Penilaian Tanah dengan Pendekatan Keruangan. Journal Survai & Penilaian Properti Vol. 11 April 1998. De Chiara, Joseph. (2011). Time Saver Standards for Building Types. Singapore: McGraw Hill Book Companies Inc. Dempsey, J. A., et. all. (2017). Effects of local land-use planning on development and disturbance in riparian areas. Land Use Policy, 60, 16–25. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2016.10.011 Departemen Pekerjaan Umum. (2000). Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Djoekardi, A. D., & I, K. A. (2003). Kelembagaan Penataan Ruang di Kementrian Lingkungan Hidup. Pemikiran dan Praktek perencanaan dalam Era Transformasi di Indonesia. Bandung: Departemen Teknik Planologi ITB. Dong, G., & Wu, W. (2016). Schools, land markets and spatial effects. Land Use Policy, 59, 366– 374. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2016.09.015 108
109
Du, H., Ma, Y., & An, Y. (2011). The impact of land policy on the relation between housing and land prices: Evidence from China. Quarterly Review of Economics and Finance, 51(1), 19– 27. https://doi.org/10.1016/j.qref.2010.09.004 Fajar, Ahmad; dkk. 2016. Apartemen di Kawasan Intermoda BSD Tangerang. Tugas Akhir Tidak Diterbitkan, Skripsi S1 Prodi S1 Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro. Feder, G., & Feeny, D. (1991). Land tenure and property rights: theory and implications for development policy. World Bank Development Review, 5(1), 135–154. Retrieved from http://documents.worldbank.org/curated/en/1991/01/439939/land-tenure-property-rightstheory-implications-development-policy Firmansyah. (1991). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Perumahan bagi Karyawan Pemda Kabupaten Bandung. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hadihardaja, J. (1997). Sistem Transportasi. Jakarta: Universitas Guru Darma. Hardjowigeno, S. (1999). Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hidajat, Janthy Trilusianthy. 2014. Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Pinggiran Kota Metropolitan Jabodetabek. Tesis Tidak Diterbitkan, Tesis S2 Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hidayati, & Harjanto. (2003). Konsep Dasar Penilaian Properti. Yogyakarta.: BPFE. Hilman, Maman. 2008. Model Penentuan Lokasi Perumahan berkelajutan di Wilayah Gedebage Kota Bandung. Tugas Akhir Tidak Diterbitkan, Tesis S2 Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hirsch, W. Z. (1997). The Efficiency of Restrictive Land Use Instruments. Land Economics, 53(2), 145. https://doi.org/10.2307/3145920 Jayadinata, J. T. ( 2002). Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan dan Wilayah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/ KPTS/ 1987 Kheir, N., & Portnov, B. A. (2016). Economic, demographic and environmental factors affecting urban land prices in the Arab sector in Israel. Land Use Policy, 50, 518–527. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2015.08.031 Koestoer. (2001). Tapak Keruangan Perkotaan. Jakarta: Penerbit UI Press. Kombaitan, B. (1995). Perizinan Pembangunan Kawasan dalam Penataan Ruang. Jurnal PWK, (17 Februari 1995), 17–24. Kuswara. (2004). Penataan Sistem Perumahan dan Permukiman dalam Rangka Gerakan Nasional Pengembangan Satu Juta Rumah. Jurnal Penelitian Permukiman, 20: 23-29. Lambien, E. F., dkk. (2003). Dynamics op Land Use and Land Cover Change in Tropical Regions. Annu. Rev. Environ. Resour. 28, 2015-41. Logan, J. R., Bian, T., & Bian, F. (1999). Housing Inequality in Urban China in the 1990s. International Journal of Urban and Regional Research, 23(1), 7-25. https://doi.org/10.1111/1468-2427.00176 Luhst. (1997). Real Estate Valuation. USA: Principles Aplication. Margono.1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Marlina, E. (2008). Panduan Perancangan bangunan Komersial. Yogyakarta: Andi Offset. Miftahul Mubayyinah dan Christiono Utomo. (2012). Analisa Highest and Best Use (HBU) Lahan “X” untuk Properti Komersial. Jurnal Teknik Its, 1(1), D16–D19. Morrow-Jones, H. a., Irwin, E. G., & Roe, B. (2004). Consumer preference for neotraditional neighborhood characteristics. Housing Policy Debate, 15(1), 171–202. https://doi.org/10.1080/10511482.2004.9521498 Mujiarto, & Joeni. (2008). Analisis pengaruh aspek transportasi dalam memilih perumahan. Momentum, 4 No. 2(Oktober 2008), 11–16.
110
Murbaintoro, Tito. 2009. Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan berkelanjutan. Tesis Tidak Diterbitkan, Tesis S2 Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. N, L., & Drin-Drabkin. (1980.). Land Policy in Planning. London: George Allen & Unwim LTD. Nugraha, K. Y., Nugraha, A. L., & Wijaya, A. P. (2014). Pemanfaatan SIG untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman (Syudi Kasus Kabupaten Boyolali). Jurnal Geodesi Undip, 50-59. Octaryna, V., & Widiyanto, D. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Rumah Toko di Kota Mataram. Jurnal Bumi Indonesia, Vol 1 Nomo, 202–212. Park, H., Lee, D., & Kim, S. (2016). A Feasible Sales Price Decision Model of Apartment Housing Units Considering the Market Price and Buying Power, (May), 201–208. Pinch, S. (1985). City Services: Geography of Collective Consumption. London: Sage Publication. Pearce, D., & Turner, D. (1990). Economic of Natural Resources and the Environment. Hemel Hempstead: Harvester Whearsheaf. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor : 19 Tahun 2008 Tentang Rencana tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi perkotaan dan Perdesaan di Indonesia Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/Prt/M/2007 Tentang pedoman Teknis Pembangunan Rumah susun Sederhana bertingkat Tinggi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 41/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya Pontoh, Nia, dan Iwan Kustiawan .2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung : Penerbit ITB. Prawoto, A. (2003). Teori dan Praktek Penilaian Properti. Yogyakarta: BPFE. Rahma, Intan Sari Zaitun. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan Tipe Cluster (Studi Kasus Perumahan Taman Sari di Kota Semarang). Tugas Akhir Diterbitkan, Skripsi S1 Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Rasyid, T. D. A. dan, Utomo, C., & Arief. (2013). Analisa Highest And Best Use ( HBU ) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya. Jurnal Teknik Pomits, 2(2), 181–185. Saaty, Thomas.1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT Pustaka Binaman Pressindo: Jakarta Sadyohutomo. (2008). Manajemen Kota dan Wiayah Realita dan Tantangan. Jakarta: Bumi Aksara. Siahaan, M. P. (2008). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. Sitorus, S. (1998). Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sunarto. (2005). Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: AMUS Yogyakarta dan Citra Pustaka Yogyakarta. Tarigan, S., & Robinson. (2006). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara. The Appraisal Institute. (2001). The Appraisal of Real Estate, Twelfth Edition. Chicago: Appraisal Institute. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Vuchic, V. (1981). Urban Public Transportation. Englewood Cliffs, N.J: Prentice-Hall. Winarso, H., & Firman, T. (2002). Residential land development in Jabotabek, Indonesia: Triggering economic crisis? Habitat International, 26(4), 487–506. http://doi.org/10.1016/S01973975(02)00023-1
LAMPIRAN
Lampiran A Form Pengumpulan Data
DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang – Semarang Kode Pos 50275 Telp. (024) 7460053, 7460055 Fax. (024) 7460055
KUESIONER PEMILIHAN LOKASI TERBAIK PENGEMBANGAN PROPERTI APARTEMEN DI PERKOTAAN CIBINONG RAYA Bapak/Ibu/Saudara yang terhomat, Tujuan dari pengisian form kuesioner ini adalah untuk mengetahui nilai bobot dan prioritas dari setiap kriteria dan faktor yang ditentukan untuk menunjang kegiatan analisis penelitian mengenai penentuan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya dengan teknik analisis Analytic Hierarchy Process (AHP). Kuesioner ini disajikan dalam bentuk matriks numerik pembandingan untuk mengetahui kecenderungan prioritas diantara dua kriteria. Oleh karena itu peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini berdasarkan persepsi Bapak/ Ibu. Atas kesediaan Bapak/ Ibu peneliti ucapkan terimakasih.
Identitas Responden Kode Responden
:P/S/A/M
Nomor : .......... (Diisi oleh Peneliti)
Nama
: ..............................................................................................
Hari/Tanggal
: ..............................................................................................
Waktu
: ..............................................................................................
Instansi/Pekerjaan
: ..............................................................................................
Bidang/ Jabatan
: ..............................................................................................
Alamat
: ..............................................................................................
Nomor Telepon
: ..............................................................................................
GAMBARAN UMUM PERKOTAAN CIBINONG RAYA
Latar Belakang Perkotaan Cibinong Raya Cibinong Raya merupakan kawasan perkotaan yang tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari kota satelit ibukota Jakarta. Berlokasi 52 km di sisi selatan kota induk Jakarta, serta diapit oleh Kota Bogor dan Kota Depok menjadikan Perkotaan Cibinong Raya memiliki keunggulan dari sisi letak geografis. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor, Cibinong Raya termasuk ke dalam orde I Kabupaten Bogor dimana memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabekpunjur. Selaras dengan prospek kawasan yang dimiliki oleh Perkotaan Cibinong raya, pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2014, yang menetapkan Kawasan Cibinong Raya sebagai kawasan metropolitan.
Potensi Perkotaan Cibinong Raya Sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, serta ditetapkannya Cibinong Raya sebagai kawasan metropolitan, kawasan Perkotaan Cibinong Raya memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabekpunjur. Adanya upaya peningkatan aksesibilitas di Perkotaan Cibinong Raya memberikan kemudahan pencapaian dari dan menuju kawasan Perkotaan Cibinong Raya. Keberadaan sarana dan prasarana transportasi seperti Stasiun Kereta Commuterline, Terminal Bis serta akses pintu Tol Jagorawi, juga semakin memudahkan pencapaian serta memberikan berbagai pilihan alternatif moda transportasi. Kemudahan aksesibilitas ini mendorong Perkotaan Cibinong Raya memiliki potensi dan keunggulan dari sisi lokasi maupun dari sisi peruntukan kawasan.
Permasalah Perkotaan Cibinong Raya Perkembangan dan pertumbuhan Kawasan Perkotaan Cibinong Raya ditandai dengan meningkatnya jumlah kawasan perumahan dan permukiman serta berbagai fasilitas penunjang lainnya seperti pusat perbelanjaan, perdagangan dan jasa serta perkantoran. Peningkatan sejumlah kawasan tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan dari Perkotaan Cibinong Raya yang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya. Keberadaan hunian serta sarana penunjang tersebut mendorong terjadinya alih fungsi lahan non terbangun. Adanya fenomena tersebut dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap berkutangnya luasan lahan yang tersisa guna menunjang kegiatan Perkotaan Cibinong raya sebagai pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor serta dikhawatirkan dapat menurunkan nilai lahan akibat penggunaan lahan yang
tidak optimal. Sebagai langkah pencegahan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menerbitkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang salah satunya berisikan mengenai pembatasan pengembangan hunian. Pengembangan kawasan hunian di Kabupaten Bogor kedepannya akan diarahkan kepada hunian dengan bangunan vertikal. Langkah tersebut diambil guna mengoptimalisasi penggunaan dan nilai lahan serta sebagai upaya pencegahan terjadinya urban sprawl yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Berdasarkan potensi kawasan dan fenomena permasalahan serta tantangan yang sedang terjadi saat ini terkait pengembangan kawasan hunian di Perkotaan Cibinong Raya, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait penentuan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya guna menjawab potensi, permasalahan dan tantangan pengembangan hunian di Perkotaan Cibinong Raya.
Pentujuk Pengisian Kuesioner : a. Jenis Pertanyaan Model Pertama : Bapak/Ibu diminta untuk menentukan urutan prioritas dari beberapa aspek yang disediakan sesuai dengan tingkat kepentingannya dengan cara mengisi urutan angka pada kotak yang tersedia. Contoh Pengisian Kuesioner Model Pertama : Pertanyaan : Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu mengenai urutan prioritas pemilihan moda transportasi berdasarkan kriteria dibawah ini? [
] berdasarkan biaya/ tarif perjalanan
[
] berdasarkan kenyamanan
[
] berdasarkan ketepatan waktu
Jawaban: [ 1 ] berdasarkan biaya/ tarif perjalanan [ 3 ] berdasarkan kenyamanan [ 2 ] berdasarkan ketepatan waktu
b. Jenis Pertanyaan Model Kedua : Bapak/Ibu diminta untuk mengisi kuesioner untuk menentukan kecenderungan pemilihan prioritas yang lebih penting antara dua faktor yang dibandingkan dengan melingkari angka yang dipilih antara 1-9. Berikut adalah penjelasan pemilihan angka untuk intensitas kepentingan faktor yang dapat dipilih :
Tingkat Kepentingan 1
Definisi
Keterangan
Kedua elemen sama-sama penting
Kedua elemen memiliki pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu elemen atas elemen lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlakukan antara dua pertimbangan
Salah satu elemen sedikit lebih penting dari elemen lainnya Salah satu elemen lebih penting dari elemen lainnya Salah satu elemen jauh lebih penting dari elemen lainnya Salah satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya
3 5 7 9 2,4,6,8
Nilai-nilai diantara dua nilai pertimbangan yang berekatan
Contoh Pengisian Kuesioner Model Kedua : Pertanyaan : Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu mengenai bobot pembandingan berpasang untuk menentukan prioritas pemilihan moda transportasi berdasarkan kriteria dibawah ini? [
] berdasarkan biaya/ tarif perjalanan
[
] berdasarkan kenyamanan
[
] berdasarkan ketepatan waktu
Kriteria I Biaya Perjalanan Biaya Perjalanan Kenyamanan
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Kriteria II
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kenyamanan Ketepatan Waktu Ketepatan Waktu
Jawaban : [ 1 ] berdasarkan biaya/ tarif perjalanan [ 3 ] berdasarkan kenyamanan [ 2 ] berdasarkan ketepatan waktu Kriteria I Biaya Perjalanan Biaya Perjalanan Kenyamanan
9
8
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
Kriteria II 7
8
9
6
7
8
9
6
7
8
9
Kenyamanan Ketepatan Waktu Ketepatan Waktu
PERTANYAAN PEMBANDINGAN PRIORITAS
TINGKAT 1 : PERBANDINGAN ANTAR KRITERIA Untuk melakukan pembandingan antar kriteria, sebelumnya telah ditetapkan 3 aspek yang dianggap berpengaruh dalam strategi pengembangan wilayah antara lain : 1. Aspek fisik terkait dengan karakteristik lokasi pengembangan hunian apartemen meliputi karakteristik aksesibilitas, moda transportasi serta sarana dan prasarana. 2. Aspek legalitas terkait regulasi dari pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong meliputi regulasi penataan ruang, status kepemilikan lahan, regulasi bangunan hunian bertingkat. 3. Aspek ekonomi terkait dengan nilai finansial pengembangan hunian apartemen yang terdiri dari harga lahan, dan pasar.
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu tentang perbandingan prioritas antar kriteria/aspek untuk menentukan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya?
Kriteria I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Kriteria II
Fisik
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Legalitas
Fisik
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Ekonomi
Legalitas
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Ekonomi
TINGKAT 2 PERBANDINGAN ANTAR SUB KRITERIA : FISIK (C1) Perbandingan ini dimaksudkan untuk mengetahui prioritas dan nilai dari sub kriteria yang paling memberikan pengaruh pada kriteria fisik dalam penentuan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Pada kriteria fisik ini ditetapkan 3 sub kriteria antara lain : 1. Aksesibilitas sub kriteria ini terkait dengan kelas jaringan jalan, jarak ke pusat kota, serta rencana pengembangan aksesibilitas di masa yang akan datang. Dalam pengembangan hunian apartemen, aksesibilitas memiliki peran penting dalam pencapaian dari dan menuju lokasi hunian. 2. Moda Transportasi sub kriteria ini terkait ketersediaan dan keterjangkauan lokasi pengembangan hunian apartemen dari moda transportasi. Ketersediaan moda transportasi memudahkan pengguna dalam bermobilisasi.
3. Sarana dan prasarana sub kriteria ini terkait dengan ketersedian sarana dan prasarana penunjang di sekitar lokasi pengembangan hunian apartemen dalam pemenuhan kebutuhan dari pengguna apartemen. Ketersediaan dan keberadaan sarana dan prasarana ini menjadi gambaran kematangan dari suatu lokasi pengembangan hunian apartemen. Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu tentang perbandingan prioritas antar sub kriteria fisik untuk menentukan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya? Kriteria I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Aksesibilitas
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Aksesibilitas
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Moda Transportasi
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kriteria II Moda Transportasi Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana
PERBANDINGAN ANTAR SUB KRITERIA : LEGALITAS (C2) Perbandingan ini dimaksudkan untuk mengetahui prioritas dan nilai dari sub kriteria yang paling memberikan pengaruh pada kriteria legalitas dalam penentuan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Pada kriteria legalitas ini ditetapkan 3 sub kriteria antara lain : 1. Regulasi Penataan Ruang sub kriteria ini terkait regulasi dari perencanaan dan penataan ruang yang terdapat pada RTRW dan RDTR Kabupaten Bogor. RTRW dan RDTR ini menjadi pedoman dalam perencanaan dan pengembangan suatu kawasan. 2. Status kepemilikan lahan terkait dengan hak penggunaan dan pemanfaatan lahan. Sub kriteria ini menjadi acuan pihak pengembang dalam pemilihan lokasi hunian. 3. Regulasi Bangunan Hunian Vertikal terkait dengan regulasi teknis pembangunan hunian vertikal diantaranya koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan.
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu tentang perbandingan prioritas antar sub kriteria legalitas untuk menentukan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya? Kriteria I Regulasi Penataan Ruang Regulasi Penataan Ruang Status Kepemilikan Lahan
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang 9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kriteria II Status Kepemilikan Lahan Regulasi Bangunan Hunian Vertikal Regulasi Bangunan Hunian Vertikal
PERBANDINGAN ANTAR SUB KRITERIA : EKONOMI (C3) Perbandingan ini dimaksudkan untuk mengetahui prioritas dan nilai dari sub kriteria yang paling memberikan pengaruh pada kriteria ekonomi dalam penentuan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya. Pada kriteria ekonomi ini ditetapkan 2 sub kriteria antara lain : 1. Harga lahan kriteria ini terkait besaran harga lahan berdasarkan nilai NJOP. Harga lahan dapat merepresentasikan kekompotitifan nilai dari suatu lahan 2. Pasar kriteria ini terkait dengan keberadaan kompetitor sejenis yang turut mengembangkan bisnis properti apartemen. Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu tentang perbandingan prioritas antar sub kriteria ekonomi untuk menentukan lokasi terbaik pengembangan hunian apartemen di Perkotaan Cibinong Raya?
Kriteria I Harga Lahan
9
8
7
6
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6
7
8
9
Kriteria II Pasar
TINGKAT 3 : ALTERNATIF Untuk melakukan perbandingan alternatif tiap sub kriteria, telah ditetapkan terlebih dahulu 4 alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen. Berikut penilaian antar lokasi alternatif berdasarkan sub kriteria : 1. ALTERNATIF DITINJAU DARI SUB KRITERIA FISIK A.
SUB KRITERIA : AKSESIBILITAS
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Fisik I terkait kemudahan aksesibilitas dalam pencapaian dari dan menuju lokasi pengembangan hunian apartemen ? Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
B. SUB KRITERIA MODA TRANSPORTASI Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Fisik II mengenai moda transportasi dalam menunjang mobilitas calon pengguna hunian apartemen ? Alternatif I
C.
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
SUB KRITERIA SARANA DAN PRASARANA
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Fsik III mengenai sarana dan prasarana seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan perdangan jasa dalam menunjang keberadaan hunian apartemen ?
Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
2. ALTERNATIF DITINJAU DARI SUB KRITERIA LEGALITAS A.
REGULASI PENATAAN RUANG
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Legalitas I terkait Regulasi Penataan Ruang terhadap peruntukan lokasi tersebut? Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
B. KEPEMILIKAN LAHAN
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Legalitas II terkait status kepemilikan lahan dalam pengembangan hunian apartemen ? Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
C. REGULASI HUNIAN VERTIKAL
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Legalitas III terkait regulasi bangunan hunian vertikal dalam pengembangan hunian apartemen ? Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
3. ALTERNATIF DITINJAU DARI SUB KRITERIA EKONOMI A.
HARGA LAHAN
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Ekonomi I terkait besaran nilai harga lahan pada masing-masing lokasi alternatif tersebut?
Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
B. PASAR
Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu terkait alternatif lokasi pengembangan hunian apartemen ditinjau dari sub kriteria Ekonomi II mengenai pasar properti apartemen dalam penentuan lokasi pengembangan apartemen ?
Alternatif I
Bobot Tingkat Pembandingan Berpasang
Alternatif II
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi B
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi A
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi C
Lokasi B
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lokasi C
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi D
Lampiran Karakteristik Lokasi Alternatif Indikator
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Luas : 10,29 Ha
Kelas Jalan
Pencapaian ke pusat kota Gerbang Tol Rencana Aksesibiltas Jenis Moda Transportasi
Pencapaian ke terminal Pencapaian ke stasiun Rencana Jaringan Transportasi
Luas:12,04 Ha Luas : 12,48 Ha Kebutuhan lahan : 2 Ha Sub Kriteria : Aksesibilitas Lokal (Jalan Sirojul Arteri Primer Arteri Primer Munir) (Jalan Raya (Jalan Raya Bogor) Bogor) Kolektor Primer 2 Arteri Primer (Jalan Tegar (Lingkar GOR Beriman) Pakansari) Jarak ke Pemda Cibinong 2 km 7,3 km 2,4 km Jarak ke GOR Pakansari 4,8 km 3,3 km 1,3 km 6,5 km 2,4 km 5,6 km Tol JORR III Arteri (Lingkar Cibinong-Tangerang GOR Pakansari) Sub Kriteria : Moda Transportasi Angkutan Kota (08, Angkutan Kota 34, 35) (08) Bus Bus Kota (AKAP, APTB, (APTB, Damri) Damri) 2,8 km 7,7 km (BJG) 4,2 km (CBN) BRT (Perkotaan Cibinong)
6,0 km 10,3 km (BJG) 7,5 km (CBN) BRT Perkotaan Cibinong Integrasi Kota Bogor
8,0 km 6,7 km (BJG) 7,9 km (CBN) BRT (Perkotaan Cibinong)
Sub Kriteria : Sarana dan Prasarana
Lokasi D
Luas : 7,25 Ha
Kolektor Primer 2 (Jalan Tegar Beriman) Lokal (Jalan Raya Bojonggede)
3,6 km 6,7 km 10,5 km Tol JORR III Cibinong-Tangerang Angkutan Kota (05, 34, 35) Bus (AKAP) KA.Commuterline 7,5 km 2,2 km (BJG) 8,9 km (CBN) KA.Commuterline (BojonggedeBogor-Rangkas Bitung) (BojonggedeCitayam-Parung Panjang)
Indikator Persebaran Sarana dan Prasarana
Peruntukan Kawasan Kepemilikan Lahan KDB Ketinggian Bangunan
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Sub Kriteria : Regulasi Penataan Ruang Perdagangan dan Kawasan Industri Sport City Center Hunian Vertikal dan Pergudangan dan Perkantoran Sub Kriteria : Kepemilikan Lahan Hak Guna 70% Hak milik Hak Milik Bangunan 30% HGB Sub Kriteria : Regulasi Hunian Vertikal < 40% < 40% < 40% ketinggian ketinggian ketinggian bangunan berdaskan bangunan berdaskan bangunan berdaskan kajian teknis dan kajian teknis dan kajian teknis dan regulasi perundang- regulasi perundang- regulasi perundangundangan undangan undangan
Lokasi D
Pusat Transportasi dan Mixed Use 75% Hak Milik 25% HGB < 40% ketinggian bangunan berdaskan kajian teknis dan regulasi perundangundangan
Sumber : Peraturan Bupati Kabupaten Bogor Nomor 35 Tahun 2014
Sub Kriteria : Harga Lahan Harga Lahan (Ribuan/ m2)
5.000 – 10.000
5.000 – 10.000 Sub Kriteria : Pasar
Kompetitor Sejenis
500 – 1.000
1.000 – 2.000
Lampiran C Rekapitulasi Hasil Kuesioner
REKAPITULASI HASIL KUESIONER
1.
Rekapitulasi Kriteria berdasarkan Persepsi Responden KRITERIA Responden
C1:C2
C1:C3
R1
3
3
R2
3
5
7
R3
4
3
6
1
3
2
4
1
1
1
1
R4
1
R5 R6
4
R7 R8
2.
5 3
C2:C3 2
5 4
3
7
4
7
Rekapitulasi Sub Kriteria berdasarkan Persepsi Responden SUB KRITERIA FISIK Responden
SC1:SC2
R1
3
R2
4
R3
8
R4
1
R5
3
R6
1
R7
3
R8
SUB KRITERIA LEGALITAS
SC1:SC3
SC2:SC3
5
7 4
5 1
1
3
Responden
SC1:SC2
R1
5
SUB KRITERIA EKONOMI
SC1:SC3
SC2:SC3
1
1
5
1
7
R2
4
1
4
R3
8
8
Responden R1
SC1:SC2 4
5
R2
2
R3
1 5
5
3
4
R4
9
1
1
7
R4
6
4
R5
5
1
1
5
R5
3
3
R6
4
1
1
6
R6
1
5
3
R7
7
1
1
3
R7
5
3
6
R8
3
3
5
R8
1
3 1
3
3.
Rekapitulasi Alternatif berdasarkan Persepsi Responden SUB KRITERIA FISIK 1 (AKSESIBILITAS) Responden
A1:A2
A1:A3
A1:A4
R1
4
4
7
R2
3
R3
3
R4
4
R5
6
R6 R7
A2:A3 1
SUB KRITERIA FISIK 2 (MODA TRANSPORTASI)
A2:A4
A3:A4
6
7
R1
1
A1:A2
A1:A3
3
5
A2:A3
4
3
1
4
A2:A4
A3:A4
7
8
3
6
4
3
R2
6
2
3
3
3
R3
3
7
2
4
6
7
6
2
7
8
2
4
3
6
3
3
R4
4
4
1
1
5
6
4
6
R5
5
1
5
1
1
4
4
4
4
R6
3
2
3
5
3
5
3
3
R7
2
7
5
3
5
3
3
R8
3
5
3
A1:A4
5
3
R8
A1:A4
3
4
6
4 3
R2
5
4
1
4
R3
8
3
4
6
R4
4
3
6
R5
3
6
6
3
7
R6
5
3
1
1
1
7
R7
7
7
1
1
R8
5
5
3
4
3
3
4
6
R2
6
7
2
3
5
R3
4
8
2
3
4
R4
5
1
1
5
6
3
R5
7
1
1
7
7
R6
6
1
1
6
R7
3
2
R8
3
4
3
5
6
A3:A4
5
7
5
A2:A4
1
2
5
R1
3
4
7
R1
A2:A3
3
6
A1:A3
A1:A3
5
1
A1:A2
A1:A2
3
1
5
5
7
3
3
5
SUB KRITERIA LEGALITAS 1 (REGULASI PENATAAN RUANG)
SUB KRITERIA FISIK 3 (SARANA DAN PRASARANA) Responden
Responden
7 3
Responden
A1:A4 6
2
A2:A3 1
1
3 4
A2:A4
A3:A4
1
9
8
3
5
3
4
4
4
7
5
5
6
3
5
5
1
7
7
3
5
2
1 3
4
SUB KRITERIA LEGALITAS 2 (STATUS KEPEMILIKAN LAHAN)
SUB KRITERIA LEGALITAS 3 (REGULASI HUNIAN VERTIKAL)
Responden
Responden
R1
A1:A2
A1:A3
A1:A4
A2:A3
4
6
3
3
R2
4
R3
4
R4
4
R5
5 7
R6
4
R7
2
R8
5 6
5
3
6 2 3
3
4
5
1
5
2
6 4
2 2
A1:A3
A1:A4
R1
6
6
1
R2
5
4
R3
6
4
3
5
2
5
1 2
4
6
R4
1
2
3
2
R5
3
1
1
6
R6
1
1
7
1
1
R7
1
1
4
R8
5
2 3
1
A1:A2
5
7
2
A3:A4
2
3
7
A2:A4
3
3
2 2
7
2
5
4
1
4
2
6
6
5
2
6
1
4
6
2
4 1
3
4
1
1
3
1
1 2
4
6
2
4
6
3
R2
3
5
5
5
R3
3
7
3
R4
7
1
1
3
5
5
2
1
R5
6
1
1
2
5
5
2
7
6
R6
4
1
1
5
2
5
7
R7
1
7
6
2
R8
5
4
6
6
R3
1
1
7
5
8
4
R4
3
3
6
4
6
R5
3
6
5
5
5
R6
3
5
4
5
R7
1
R8
3
7
7
3
1
4
2
R1
1
5
5
A3:A4
R2
3
4
A2:A4
2
5
4
A2:A3
4
3
2
A1:A4
R1
2
1
A1:A3
A1:A3
3
A2:A3
A3:A4
A1:A2
A1:A2
1
A1:A4
A2:A4
SUB KRITERIA EKONOMI 2 (EKONOMI)
SUB KRITERIA EKONOMI 1 (HARGA LAHAN) Responden
1
A2:A3
A2:A4
A3:A4
6
7
1
Responden
3 3
5
7 3
2
4
4
3 4
2
1 3
1
5
3
1 3
6 7 3
Lampiran D Peta
Lampiran E Berita Acara
BERITA ACARA SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR Sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian Tugas Akhir, telah dilaksanakan Sidang Ujian Tugas Akhir dengan judul “Pemilihan Lokasi Terbaik Pengembangan Properti Apartemen di Perkotaan Cibinong Raya Kabupaten Bogor” pada: Hari / Tanggal
: Rabu / 13 September 2017
Waktu
: 11.15 – 12.30 WIB
Tempat
: Ruang ASPI Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Penyaji Muhammad Saifuddin Amanullah
NIM. 21040113120058
Dosen Pembimbing Dr. Ir. Ragil Haryanto, M.S.P.
NIP. 195612281985031003
Dosen Penguji 1 Diah Intan Kusuma Dewi, S,T, M. Eng.
NIP. 197404092008012010
Dosen Penguji 2 Retno Susanti, S.T, M.T .
NIP. 196803171997022002
Hasil dari Sidang Ujian Tugas Akhir tersebut adalah pertanyaan dan masukan dari dosen pembimbing dan penguji untuk perbaikan laporan Tugas Akhir mahasiswa yang bersangkutan. Ringkasan pembahasan pada sidang tersebut adalah sebagai berikut;
A. Penyajian Ujian Tugas Akhir Penyaji menjelaskan hasil dari penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan mulai dari latar belakang, kerangka pikir, kajian literatur, metode penelitian, hasil penelitian, kesimpulan, dan rekomendasi.
B. Pembahasan Ujian Tugas Akhir Saran oleh Dosen Dr. Ir. Ragil Haryanto, M.S.P 1. Pengubahan diksi pada rekomendasi yang awalnya “akademisi” menjadi “keilmuan perencanaan wilayah dan kota”. Terminologi “akademisi” kurang tepat karena terlalu umum. Sedangkan pada penelitian ini rekomendasi bersifat spesifik sehingga lebih tepat menggunakan diksi “keilmuan perencanaan wilayah dan kota” Tanggapan : Saran diterima dan dijadikan sebagai perbaikan dalam laporan tugas akhir. Pertanyaan oleh Dosen Penguji 1, Diah Intan Kusuma Dewi, ST, M. Eng.
1. Pada tahapan penentuan prioritas kriteria dimana kriteria legalitas menjadi kriteria dengan bobot tertinggi, apa saja substansi dari kriteria legalitas tersebut ? kemudian masing-masing sub kriteria legalitas tersebut terdiri dari aspek apa saja? Tanggapan : Kriteria legalitas terdiri dari sub-sub kriteria legalitas yaitu regulasi penataan ruang, status kepemilikan lahan dan regulasi hunian vertikal. Pada sub kriteria legalitas regulasi penataan ruang, terdiri dari RTRW dan RDTR. Pada sub kriteria legalitas status kepemilikan lahan terdiri dari hak kepemilikan lahan yang bersumber dari badan Pertanahan Nasional, serta sub kriteria legalitas terkait regulasi hunian vertikal, mencakup RTBL yang didalamnya mengatur mengenai KDB dan ketinggian bangunan. 2. Pada laporan penelitian ini, apakah sudah dicantumkan rincian mengenai dari masingmasing sub kriteria legalitas tersebut ? Tanggapan : Pada draft laporan penelitian ini, rincian mengenai masing-masing sub kriteria tersebut terdapat pada halaman 68, penjabaran dari struktur hirarki AHP pada penelitian ini. Pada halaman tersebut dijelaskan mengenai kriteria, sub kriteria dan alternatif yang digunakan dalam penelitian ini beserta deskripsi dari masing-masing kriteria, sub kriteria dan alternatif tersebut. 3. Apakah rincian dari sub kriteria pada masing-masing lokasi pada bagian hasil dari penilaian lokasi terbaik pengembangan apartemen sudah dijabarkan dalam laporan? Tanggapan : Penjabaran rincian sub kriteria pada masing-masing lokasi hasil dari penilaian lokasi terbaik, sudah saya cantumkan sebagian pada halaman 92. Sebagai contoh, pada laporan disebutkan â&#x20AC;&#x153;Pada penilaian kriteria legalitas, Lokasi D memiliki bobot penilaian tertingi yaitu sebesar 0,340. Lokasi D memiliki keunggulan kriteria legalitas terkait regulasi penataan ruang dimana Lokasi D akan dikembangkan sebagai pusat TOD dan kawasan mixed use berdasarkan RDTR BWP Cibinong.â&#x20AC;? Namun, belum semua sub kriteria penyusun jabarkan dari masing-masing lokasi alternatif tersebut dalam hal kaitannya menyikapi hasil dari penilaian peringkat lokasi tersebut. 4. Data mengenai deskripsi 8 sub kriteria tersebut pada masing-masing lokasi alternatif, apakah sudah dicantumkan dalam laporan ? Tanggapan : Deskripsi delapan sub kriteria pada masing-masing lokasi alternatif sudah saya cantumkan pada halaman 83 dan pada lampiran kuesioner di halaman 114. Pada tabel deskripsi lokasi alternatif tersebut, saya jabarkan kondisi pada masing-masing lokasi alternatif berdasarkan delapan sub kriteria yag saya gunakan dalam penelitian ini.
Saran oleh Dosen Penguji 1, Diah Intan Kusuma Dewi, ST, M. Eng. 1. Terkait dengan rekomendasi penelitian ini, rekomendasi masih bersifat umum. Rekomendasi seharusnya sudah bersifat spesifik, misalnya antara status kepemilikan lahan hak milik dan hak guna bangunan, dari hasil kuesioner AHP kamu responden lebih memilih
status kepemilikan lahan berupa hak milik, maka di bagian rekomendasi penelitian ini, mengakomodir hasil dari kuesioner AHP terkait status kepemilikan lahan tersebut. Tanggapan : Saran diterima dan kedepannya saya akan perbaiki rekomendasi tersebut. 2. Pada penelitian ini dimana tahapan penelitiannya terlalu banyak, maka hal-hal yang rincinya masih sedikit kurang seperti deskripsi dari masing-masing kriteria, sub kriteria dan alternatif. Oleh karena itu, kedepannya untuk diperinci deskripsi dari masing-masing kriteria, sub kriteria dan alternatif tersebut. Tanggapan : Saran diterima dan kedepannya akan diperinci mengenai deskripsi dari masing-masing kriteria dan sub kriteria pada bagian pembahasan identifikasi kriteria lokasi terbaik. 3. Terkait dengan regulasi hunian vertikal pada halaman 114, sebaiknya dicantumkan sumber dari regulasi hunian vertikal ini. Tanggapan : Saran diterima dan kedepannya akan penyusun cantumkan sumber dari regulasi hunian vertikal pada halaman 114 tersebut.
Pertanyaan oleh Dosen Penguji 2, Retno Susanti, S.T, MT. 1. Kriteria yang digunakan dalam menentukan lokasi alternatif dengan metode weighted overlay pada penelitian ini, terdiri dari apa saja? Bagaimana penentuan skoringnya pada masing-masing kriteria tersebut ? Tanggapan : Kriteria lokasi alternatif pengembangan properti apartemen yang digunakan pada penelitian ini yaitu kriteria guna lahan, peruntukan kawasan dan jangkauan pencapaian ke pusat kota. Penentuan skoring pada kriteria guna lahan, berdasarkan regulasi seperti Peraturan Menteri PU No 41 Tahun 2008 serta berdasarkan kajian literatur. Penentuan skoring pada kriteria peruntukan kawasan berdasarkan kajian literatur serta hasil diskusi dengan pihak Bappeda Kabupaten Bogor. Penentuan skoring pada jangkauan pencapaian ke pusat kota, berdasarkan kajian literatur Fajar (2016) dimana dalam penelitiannya menyebutkan jangkauan pencapaian suatu lokasi apartemen ke pusat kota tidak lebih dari 15 menit. 2. Hasil dari weighted overlay berupa apa ? ada berapa lokasi yang dinyatakan sesuai berdasarkan analisis weighted overlay tersebut ? Tanggapan : Hasil dari analisis weighted overlay berupa peta kesesuaian lahan yang bernilai sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai untuk dijadikan lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. Jumlah lokasi yang sesuai berdasarkan hasil analisis weighted overlay tersebut sebanyak 10 lokasi, dimana 6 lokasi diantaranya tidak terpilih sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen. 3. Terdapat 6 lokasi yang sesuai berdasarkan analisis weighted overlay yang tidak dimasukkan menjadi lokasi alternatif pengembangan properti apartemen, apa justifikasinya ?
Tanggapan : keenam lokasi yang tidak terpilih sebagai lokasi alternatif pengembangan properti apartemen tersebut, lantaran keenam lokasi tersebut tidak memenuhi kriteria dari segi luas lahan minimum dimana menurut Fajar (2016), luas lahan minimum untuk pengembangan suatu lokasi apartemen yaitu 1,5 ha. 4. Setelah melakukan tahapan analisis weighted overlay yang meghasilkan 4 lokasi alternatif tersebut, kemudian pada saat penyebaran kuesioner kepada para responden menanyakan apa saja terkait penilaian terhadap lokasi alternatif tersebut ? Tanggapan : Pada kuesioner penilaian lokasi alternatif yang disebarkan kepada para responden, saya melakukan perbandingan berganda antar lokasi alternatif tersebut berdasarkan 8 sub kriteria penelitian yang saya gunakan. 5. Pada saat responden melakukan penilaian antar lokasi tersebut, deskripsi dari 8 sub kriteria pada masing-masing lokasi tersebut, apakah anda bacakan deskripsinya atau ada deskripsi tertulis yag anda lampirkan? Tanggapan : Pada saat penilaian terhadap lokasi alternatif tersebut, saya melampirkan deskripsi 8 sub kriteria pada masing-masing lokasi alternatif tersebut. Deskripsi tersebut saya jadikan lampiran kuesioner yang dapat dilihat pada halaman 114. Kemudian, deskripsi 8 sub kriteria pada masing-masing lokasi alternatif tersebut, menjadi acuan para responden dalam memilih lokasi alternatif pada perbandingan berganda antar lokasi alternatif. 6. Selain mengacu pada deskripsi tersebut, apakah para responden mengetahui kondisi dari masing-masing lokasi alternatif tersebut? Tanggapan : Salah satu kriteria responden pada penelitian ini yaitu mengetahui lokasi penelitian. Adapun responden-responden pada penelitian ini yaitu dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pakuan Bogor, pelaku pengembang properti di sekitar lokasi penelitian, serta instansi pemerintah dari jajaran pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Sehingga keseluruhan responden pada penelitian ini, mengetahui kondisi dari masingmasing lokasi alternatif tersebut.