Plantasi di Pati - Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

Page 1

M. Alfi Hilman 45924

Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada

M. T. P. Wilayah 2019

Plantasi di Pati Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati



Plantasi di Pati Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati


Plantasi di Pati

Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Latar Belakang 2

Landasan Aturan

2 Tujuan 2 Ruang Lingkup

3 Gambaran Umum 4 Peta Administrasi Kabupaten Pati 5 Letak Geografis 6 Kondisi Fisik 8 Kondisi Sosial Ekonomi

9 Metode Penelitian 10 Pengumpulan Data NSDA 10 Pengolahan Data NSDA 10 Analisis Potensi Ekonomi 11 Kerangka Berpikir

13 Pembahasan 14 Analisis Kesesuaian Lahan 16 Analisis Peruntukan Lahan Potensial Perkebunan 18 Analisis Potensi Lahan untuk Sumber Daya Perkebunan 20 Kondisi Sumber Daya Perkebunan Saat Ini 22 Neraca SDA Perkebunan 24 Analisis Potensi Ekonomi: Ekonomi Makro Wilayah 26 Analisis Potensi Ekonomi: Kontribusi Sektoral

27 Penutup 28 Kesimpulan 28 Rekomendasi 28 Daftar Pustaka


Pendahuluan

Ruang lingkup amatan dalam analisis ini adalah area administrasi Kabupaten Pati.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

01


Latar Belakang

Landasan Aturan

Wilayah pada dasarnya merupakan suatu daerah yang memiliki homogenitas pemersatu. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Wilayah adalah ruang yang merupakan satu kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Seperti sistem pada umumnya, suatu wilayah akan bekerja sama untuk mencapai satu tujuan tertentu, yaitu pertumbuhan wilayahnya menuju ke tingkat yang lebih baik. Ketercapaian tujuan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek ekonomi. Aspek ekonomi menjadi aspek yang paling mudah diamati karena nilainya yang pasti dan dapat dikomparasikan. Pertumbuhan yang dapat dilihat dalam bidang ekonomi salah satunya adalah peningkatan jumlah produksi, baik itu dari sektor primer (perkebunan, pertanian, peternakan, dsb.); sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dsb.); dan sektor tersier (jasa, perdagangan, dan konstruksi). Hasil pertumbuhan ekonomi tersebut kemudian dibandingkan dengan daerah lainnya untuk melihat posisi daerah tersebut dengan daerah lain. Perhitungan tingkat ekonomi daerah di Indonesia dilakukan menggunakan satuan yang disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), atau yang dalam bahasa Inggris disebut Gross Regional Domestic Product (GRDP). Nilai PDRB merupakan total jumlah produksi setiap sektor di suatu daerah dalam satuan juta rupiah. Badan Pusat Statistik Indonesia membagi klasifikasi sektor PDRB ke dalam tujuh belas lapangan usaha, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan; pertambangan dan pengolahan; serta transportasi dan pergudangan. Semakin tinggi nilai PDRB suatu daerah, semakin tinggi pula tingkat ekonominya dan semakin besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Untuk meningkatkan nilai PDRB, tiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya alam (SDA) yang mereka punya, dengan mengambil kemudian mengolah dan menjual produk hasilnya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan SDA dan tiap daerah pasti memiliki cadangannya masing-masing. Oleh karena itu, Badan Standardisasi Nasional mengeluarkan suatu pedoman, yaitu Standar Nasional Indonesia 19-6728.3-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya untuk mengarahkan proses inventarisasi SDA yang dimiliki tiap daerah. Hasil dari perhitungan Neraca Sumber Daya Alam (NSDA) ini akan memberi gambaran tentang kondisi pemanfaatan berbagai sektor di dalam tiap daerah dan sektor apa yang harus dikembangkan ke depannya.

Terdapat empat peraturan yang melandasi perhitungan dan analisis NSDA Perkebunan di Kabupaten Pati ini, yaitu: 1. Standar Nasional Indonesia 19-6728.3-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya; 2. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/ Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung; 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/ M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya; dan 4. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010—2030.

02

Plantasi di Pati

Tujuan Tujuan dari perhitungan dan analisis NSDA Perkebunan di Kabupaten Pati ini yaitu untuk: 1. Mengetahui potensi sumber daya perkebunan di Kabupaten Pati; 2. Mengetahui ketersediaan cadangan sumber daya perkebunan di Kabupaten Pati berupa cadangan lahan perkebunan dan neraca fisik; 3. Mengetahui komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Pati untuk bahan rekomendasi pengembangan; dan 4. Mengetahui keterkaitan NSDA Perkebunan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Pati.

Ruang Lingkup Ruang lingkup perhitungan dan analisis NSDA Perkebunan di Kabupaten Pati adalah sebagai berikut. 1. Ruang Lingkup Substansial Tanah kering yang berupa kebun/tegalan dan perkebunan negara/swasta yang produknya dimanfaatkan untuk kegiatan konsumsi dan produksi bahan turunan; 2. Ruang Lingkup Areal Seluruh wilayah administrasi Kabupaten Pati. 3. Ruang Lingkup Temporal Data dalam rentang waktu 2014–2019.


Gambaran Umum

Sebanyak 77.535 ha atau lebih dari setengah wilayah Kabupaten Pati berjenis tanah aluvial yang merupakan tanah endapan subur yang cocok digunakan untuk persawahan, tegalan, maupun permukiman.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

03


Peta Administrasi Kabupaten Pati, Jawa Tengah Batas Kabupaten Batas Kecamatan Jalan Sungai

04

Plantasi di Pati


Letak Geografis

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Pati

Secara geografis, Kabupaten Pati terletak di pesisir utara Pulau Jawa, tepatnya di bagian timur laut Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, Kabupaten Pati terletak di 110 015’— 111 015’ BT dan 6 025'­— 7 000' LS. Kabupaten Pati berbatasan langsung dengan lima kabupaten, yaitu Blora, Grobogan, Jepara, Kudus, dan Rembang. Kabupaten Pati juga secara tidak langsung berbatasan dengan Kabupaten Demak di bagian barat daya. Adapun batas-batas geografis Kabupaten Pati adalah sebagai berikut. • Utara : Laut Jawa • Timur : Kabupaten Blora dan Rembang • Selatan : Kabupaten Blora dan Grobogan • Barat : Kabupaten Jepara dan Kudus Kabupaten Pati memiliki luas sebesar 150.368 ha yang secara administratif dibagi dalam 21 kecamatan serta 401 desa dan 5 kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah Sukolilo dengan luas 15.874 ha, sedangkan yang terkecil adalah Wedarijaksa dengan luas 4.085 ha. Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Pati berikut luasnya ada pada tabel di samping.

No.

Kecamatan

Luas (ha)

%

Desa/Kel.

1.

Sukolilo

15.874

10.56%

2.

Kayen

9.603

6.39%

16 17

3.

Tambakromo

7.247

4.82%

18

4.

Winong

9.994

6.65%

30

5.

Pucakwangi

12.283

8.17%

20

6.

Jaken

6.852

4.56%

21

7.

Batangan

5.066

3.37%

18

8.

Juwana

5.593

3.72%

29

9.

Jakenan

5.304

3.53%

23

10.

Pati

4.249

2.83%

24/5

11.

Gabus

5.551

3.69%

23

12.

Margorejo

6.181

4.11%

18

13.

Gembong

6.730

4.48%

11

14.

Tlogowungu

9.446

6.28%

15

15.

Wedarijaksa

4.085

2.72%

18

16.

Trangkil

4.284

2.85%

16

17.

Margoyoso

5.997

3.99%

22

18.

Gunungwungkal

6.180

4.11%

15

19.

Cluwak

6.931

4.61%

13

20.

Tayu

4.759

3.16%

21

21.

Dukuhseti

8.159

5.43%

12

150.368

100.00%

406

Jumlah

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

05


Kondisi Fisik Topografi dan Relief Daratan

Klimatologi

Kabupaten Pati terletak pada ketinggian 0—1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dari total 150.368 ha luas wilayah, sebanyak 100.769 ha atau lebih dari 2/3 nya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0–100 mdpl. Ketinggian tanah juga berbanding lurus dengan kemiringan, di mana 122.526 ha atau sekitar 81% tanah di Kabupaten Pati cenderung datar dengan kemiringan 0–8%. Wilayah Kabupaten Pati terbagi atas tiga relief daratan, yaitu: 1. Lereng Gunung Muria, meliputi Kecamatan Cluwak, Gembong, Gunungwungkal, dan Tlogowungu; 2. Dataran rendah, meliputi Kecamatan Dukuhseti, Gabus, Juwana, Margoyoso, Tayu, Wedarijaksa, dan Winong, serta Kayen, Pucakwangi, Sukolilo, dan Tambakromo bagian utara. 3. Pegunungan Kapur, meliputi Kecamatan Kayen, Pucakwangi, Sukolilo, dan Tambakromo bagian selatan.

Kabupaten Pati beriklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Bulan musim penghujan lebih banyak dibanding kemarau. Hujan paling banyak terjadi pada bulan Januari dengan total curah hujan 883 mm dalam 21 hari hujan. Rata-rata curah hujan untuk tahun 2014 sebanyak ± 2430 mm dengan 108 hari hujan. Secara umum, banyaknya curah hujan berbanding lurus dengan ketinggian tanah, sehingga daerah Lereng Gunung Muria memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibanding daerah pesisir. Untuk keseluruhan Kabupaten Pati, suhu udara tercatat terendah 23 0C dan tertinggi 39 0C.

06

Plantasi di Pati


Jenis Tanah

Tutupan Lahan

Sebanyak 77.535 ha atau lebih dari setengah wilayah Kabupaten Pati berjenis tanah aluvial yang merupakan tanah endapan subur yang cocok digunakan untuk persawahan, tegalan, maupun permukiman. Tanah berjenis aluvial ini banyak terdapat di dataran rendah. Sebanyak 45.743 ha atau sekitar 30% wilayah selanjutnya berjenis latosol atau tanah merah yang cenderung rendah unsur hara dan sangat peka terhadap erosi, sehingga lebih tepat dijadikan lahan lindung atau penyangga. Tanah berjenis latosol ini terkonsentrasi di sekitar Gunung Muria.

Peruntukan lahan di Kabupaten Pati masih berorientasi pada fungsi lindung dan agraris. Tiga peruntukan lahan terbesar secara berturut-turut adalah sawah irigasi, hutan, dan kebun. Peruntukan sawah irigasi mendominasi dengan luas 58.899 ha atau hampir 40% total luas wilayah. Selanjutnya, peruntukan hutan dan kebun menempati masing-masing 22.101 dan 20.387 ha lahan, mengambil 30% bagian selanjutnya dari total luas wilayah. Terakhir, permukiman hanya menempati 19.304 ha atau sekitar 12% dari total luas wilayah.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

07


Kondisi Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Kabupaten Pati pada tahun 2018 adalah 1.253.299 jiwa atau sekitar 3,6% dari total penduduk Provinsi Jawa Tengah. Penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing berjumlah 607.002 dan 646.297 jiwa, dengan rasio jenis kelamin sebesar 0,94. Seperti pada umumnya, jumlah penduduk terbanyak berada di ibu kota kabupaten, yaitu Kecamatan Pati, dengan total 108.144 jiwa atau sekitar 9% dari jumlah penduduk keseluruhan. Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Gunungwungkal sebanyak 36.286 jiwa. Lapangan pekerjaan di Kabupaten Pati saat ini masih didominasi sektor agraris. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang bekerja di sektor pertanian, yaitu sebanyak 178.465 jiwa. Tiga sektor tertinggi berikutnya adalah perdagangan, industri pengolahan, dan jasa kemasyarakatan, yang masing-masing mempekerjakan 121.690, 93.137, dan 43.118 jiwa.

Kondisi ekonomi Kabupaten Pati dapat dilihat dari tabel nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan di bawah. Sektor Industri Pengolahan menempati peringkat pertama, disusul sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada peringkat kedua serta sektor Perdagangan dan Reparasi Kendaraan pada peringkat ketiga. Di antara ketiganya, Industri Pengolahan menjadi sektor dengan nilai pertumbuhan terbesar, yaitu Rp1.284,79 miliar. Perbedaan antara sektor yang dominan pada lapangan pekerjaan dan nilai PDRB menunjukkan bahwa sektor industri di Kabupaten Pati lebih efisien menggunakan pekerja daripada pertanian dalam menghasilkan produknya. Pertumbuhan nilai PDRB tiap sektor juga menunjukkan tren jangka panjang Kabupaten Pati yang sedang bergeser dari sektor primer ke sekunder.

Tabel 2.2 - Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kabupaten Pati Tahun 2014—2018 No.

Produk Domestik Regional Bruto (miliar rupiah)

Sektor

2014

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

2015

2016

2018

6 281,19

6 531,66

6 692,60

6 920,95

430,80

441,03

461,32

506,50

545,44

6 380,18

6 680,75

6 995,70

7 337,15

7 664,97

4 Pengadaan Listrik dan Gas

26,46

27,33

28,67

30,39

31,95

5 Pengadaan Air dan Pengelolaan Sampah

15,36

15,63

16,23

17,37

18,31

6 Konstruksi

1 813,76

1 926,07

2 057,25

2 214,16

2 349,71

7 Perdagangan dan Reparasi Kendaraan

3 500,93

3 658,74

3 882,35

4 163,37

4 472,27

8 Transportasi dan Pergudangan

706,54

761,83

816,95

874,48

945,64

9 Penyediaan Akomodasi dan Makanan

817,59

879,85

952,55

1 026,53

1 115,14

10 Informasi dan Komunikasi

583,47

640,89

702,94

807,62

920,11

11 Jasa Keuangan dan Asuransi

566,83

601,84

643,15

692,18

732,72

12 Real Estate

258,94

276,72

295,32

314,47

330,91

49,16

53,25

58,31

64,38

70,97

14 Admin. Pemerintahan dan Jamsos

817,15

858,77

895,35

918,37

956,39

15 Jasa Pendidikan

913,56

983,64

1 055,35

1 140,69

1 231,20

16 Jasa Kesehatan dan Sosial

210,41

226,28

246,67

270,06

296,02

17 Jasa Lainnya

440,34

456,54

490,44

538,65

592,00

23 365,21

24 770,33

26 130,21

27 608,97

29 194,71

2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan

13 Jasa Perusahaan

Total

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati

08

2017

5 833,74

Plantasi di Pati


Metode Penelitian

Penghitungan cadangan SDA perkebunan Kabupaten Pati dilakukan dengan mengurangi aktiva perkebunan dengan pasiva perkebunan. Cadangan tersebut berupa cadangan fisik dalam satuan hektare.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

09


Pengumpulan Data NSDA Dalam penelitian ini, data yang digunakan dibedakan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan sekunder. Data primer berupa foto yang diambil penulis juga yang bersumber dari internet. Data sekunder diperoleh dengan metode studi pustaka dari berbagai literatur, seperti buku, dokumen, dan peraturan perundang-undangan yang didapat dari instansi yang dikunjungi, baik langsung saat survei maupun daring melalui lamannya masing-masing.

Pengolahan Data NSDA Pengolahan data dalam analisis NSDA ini berawal dari menentukan kesesuaian lahan di Kabupaten Pati. Penentuan kesesuaian lahan tersebut dilakukan dengan meng-overlay peta curah hujan, jenis tanah, dan kelerengan kemudian menggolongkan ke dalam kawasan budidaya, lindung, dan penyangga berdasarkan skoring yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/ Kpts/Um/8/1981. Dari kesesuaian lahan tersebut, diambil lahan kawasan budidaya untuk proses selanjutnya. Di sisi lain, dilakukan overlay antara peta rawan bencana longsor dan tutupan lahan hutan produksi, kebun, lahan terbuka, sawah tadah hujan, serta tegalan untuk mengetahui peruntukan lahan potensial perkebunan yang aman dari bencana. Tipe bencana yang diikutkan dalam analisis hanya longsor karena lahan rawan banjir di Kabupaten Pati tidak bertumpukan dengan peruntukan lahan potensial perkebunan.

10

Plantasi di Pati

Hasil dari kedua proses sebelumnya, yaitu peta kawasan budidaya dan peruntukan lahan potensial perkebunan yang aman dari bencana, di-overlay untuk mendapatkan potensi lahan perkebunan di Kabupaten Pati. Potensi lahan perkebunan inilah yang dalam analisis NSDA disebut aktiva perkebunan. Selanjutnya dapat dilakukan penghitungan cadangan SDA perkebunan Kabupaten Pati, yaitu dengan mengurangi aktiva perkebunan dengan penggunaan lahan perkebunan saat ini atau yang dalam analisis NSDA disebut pasiva perkebunan. Cadangan tersebut berupa cadangan fisik dalam satuan hektare. Cadangan moneter yang berupa nilai rupiah didapat dari perkalian dua tahap: pertama-tama cadangan fisik dikalikan dengan produktivitas rata-rata tiap komoditas, kemudian hasilnya dikalikan dengan harga komoditas per ton.

Analisis Potensi Ekonomi Untuk mengetahui potensi ekonomi dari perkebunan di Pati dilakukan dua analisis yang dirinci sebagai berikut. 1. Analisis Ekonomi Makro Wilayah Dilakukan dengan melihat struktur ekonomi dan kontribusi sektoral perkebunan terhadap PDRB Kabupaten Pati, laju pertumbuhan, PDRB per kapita, serta kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor perkebunan di Kabupaten Pati. 2. Analisis Sektor Unggulan Dilakukan dengan melihat kontribusi sektoral perkebunan Kabupaten Pati terhadap Jawa Tengah sekaligus membandingkannya dengan kabupaten lainnya, serta menghitung dengan metode Location Quotient (LQ).


Kerangka Berpikir Tutupan Lahan (shp), diambil hutan produksi, kebun, lahan terbuka, sawah tadah hujan, dan tegalan

Rawan Bencana Longsor

Curah Hujan (shp)

Intersect

Jenis Tanah (shp)

Kelerengan (shp)

Weighted Overlay

Peruntukan Lahan Potensial Perkebunan yang Aman dari Bencana

Intersect

Kesesuaian Lahan, diambil Kawasan Budidaya

Potensi Lahan Perkebunan (Aktiva) Data Penggunaan Lahan Perkebunan Saat Ini (Pasiva)

Aktiva - Pasiva

Luas Cadangan Total (ha)

Mencari Cadangan Lahan

Cadangan Total x % Pemanfaatan

Data Persentase Pemanfaatan Lahan per Komoditas

Luas Cadangan per Komoditas (ha)

Cadangan per Komoditas x Rata-Rata Produksi

Data Rata-Rata Produksi per Komoditas (ton/ha)

Cadangan Fisik (ton)

Mencari Cadangan Fisik

Cadangan Fisik x Harga per Komoditas

Mencari Cadangan Moneter Data PDRB, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan

Analisis Ekonomi

Cadangan Moneter (rupiah)

Harga per Komoditas (rupiah/ton) Keterangan

Input Aliran Input

Analisis Ekonomi

Proses Keterkaitan antara NSDA Perkebunan dan Perekonomian

Aliran Output

Output

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

11


12

Plantasi di Pati


Pembahasan

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Kabupaten Pati merupakan sektor unggulan dan sangat penting bagi output Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan dengan visi Kabupaten Pati "Bumi Mina Tani" yang menonjolkan sektor ini.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

13


Analisis Kesesuaian Lahan Sebelum dapat menghitung lahan yang dapat digunakan untuk perkebunan di Kabupaten Pati, terlebih dahulu dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk mengetahui mana lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan lindung dan budidaya secara keseluruhan.

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, terdapat tiga aspek yang menjadi pertimbangan dalam analisis kesesuaian lahan, yaitu kelerengan lahan, jenis tanah, dan curah hujan.

1. Kelerengan Lahan

2. Jenis Tanah

Tabel 4.1 Penilaian Kelerengan Lahan

Tabel 4.2 Penilaian Jenis Tanah

Kelas

Kelerengan

Klasifikasi

Skor

Kelas

Kelerengan

Klasifikasi

Skor

I

0—8

Datar

20

I

Aluvial, Glei, Planosol, Hidromerf,

Tidak Peka

15

II

8—15

Landai

40

Laterik air tanah

III

15—25

Agak Curam

60

II

IV

25—40

Curam

80

III

V

> 40

Sangat Curam

Sumber: SK Mentan No. 837 Tahun 1980

Latosol

Kurang Peka

30

Brown forest, soil, non-calcic

Agak Peka

45

brown mediteran

100 IV

Andosol, Latent, Grumosol, Podsolic

Peka

60

V

Regosol, Litosol, Organosol, Rensina

Sangat Peka

75

Sumber: SK Mentan No. 837 Tahun 1980

14

Plantasi di Pati


Setelah skoring berdasarkan kriteria di samping dengan weighted overlay, dilakukan kategorisasi peruntukan lahan berdasarkan skornya. 3. Curah Hujan

4. Kesesuaian Lahan

Tabel 4.3 Penilaian Curah Hujan

Tabel 4.4 Penilaian Kesesuaian Lahan

Kelas

Kelerengan

Klasifikasi

Skor

No.

Peruntukan

Total Skor

I

≤ 13,5 mm/hari hujan

Sangat rendah

10

1

Kawasan Budidaya

< 124

II

13,6—20,7 mm/hari hujan

Rendah

20

2

Kawasan Penyangga

125—174

III

20,8—27,7 mm/hari hujan

Sedang

30

3

Kawasan Lindung

≥ 175

IV

27,8—34,8 mm/hari hujan

Tinggi

40

Sumber: SK Mentan No. 837 Tahun 1980

V

> 34,8 mm/hari hujan

Sangat tinggi

50

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan, diperoleh luas untuk masing-masing peruntukan sebagai berikut. 1) Kawasan Lindung : 30.067,80 ha 2) Kawasan Penyangga : 28.131,80 ha 3) Kawasan Budidaya : 126.125,19 ha Lahan yang akan digunakan untuk peruntukan Perkebunan seluruhnya akan berada di dalam Kawasan Budidaya.

Sumber: SK Mentan No. 837 Tahun 1980

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

15


Analisis Peruntukan Lahan Potensial Perkebunan Peruntukan lahan potensial untuk perkebunan dapat dihitung dari tutupan lahan saat ini yang sesuai dengan kategori atau kriteria lahan perkebunan. Kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) 2) 3) 4) 5) 6)

1. Peruntukan Lahan Potensial untuk Perkebunan

2. Rawan Bencana Longsor

Peruntukan lahan potensial untuk perkebunan diambil dari shapefile tutupan lahan dengan memilih peruntukan hutan produksi, kebun, lahan terbuka, sawah tadah hujan, dan tegalan.

Tipe bencana yang diikutkan dalam analisis hanya longsor karena lahan rawan banjir di Kabupaten Pati tidak bertumpukan dengan peruntukan lahan potensial untuk perkebunan.

16

Plantasi di Pati

Bukan Bukan Bukan Bukan Bukan Bukan

lahan dengan fungsi hutan lindung lahan dengan fungsi sawah irigasi lahan dengan fungsi permukiman merupakan area badan air merupakan lahan tambak merupakan kawasan rawan bencana longsor


3. Peruntukan Lahan Potensial Perkebunan yang Aman dari Bencana

Peruntukan lahan potensial untuk perkebunan di-intersect dengan lahan rawan longsor untuk mendapatkan peruntukan lahan potensial perkebunan yang aman dari bencana. Didapat lahan potensial seluas 56.196,51 ha.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

17


Analisis Potensi Lahan untuk Sumber Daya Perkebunan

Untuk mengetahui potensi lahan perkebunan di Kabupaten Pati dilakukan perhitungan dengan membandingkan antara kawasan budidaya dan peruntukan lahan kebun potensial yang aman bencana kemudian mengambil irisan dari keduanya.

1. Kawasan Budidaya

2. Peruntukan Lahan Kebun Potensial yang Aman Bencana

Dari peta kesesuaian lahan diambil lahan yang termasuk dalam kawasan budidaya saja. Kawasan budidaya di Kabupaten Pati didapat seluas 126.125,19 ha.

Peruntukan lahan potensial untuk perkebunan yang aman dari bencana di Kabupaten Pati didapat seluas 56.196,51 ha.

18

Plantasi di Pati


Kawasan budidaya di-intersect dengan peruntukan lahan kebun potensial yang aman bencana untuk mendapatkan potensi lahan perkebunan (aktiva) di Kabupaten Pati.

3. Potensi Lahan Perkebunan (Aktiva)

Berdasarkan perbandingan tersebut didapatkan hasil lahan potensial untuk perkebunan seluas 35.911,88 ha atau sebesar 22,88% dari total luas lahan Kabupaten Pati. Hasil ini menunjukkan kalau perkebunan merupakan salah satu sektor potensial di Kabupaten Pati karena lebih dari seperlima lahannya dapat digunakan untuk sektor tersebut.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

19


Kondisi Sumber Daya Perkebunan Saat Ini Setelah mengetahui potensi penyediaan lahan perkebunan di Kabupaten Pati, selanjutnya dilihat penggunaan lahan perkebunan yang ada saat ini. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati, lahan perkebunan yang ada di Kabupaten Pati saat ini tercatat seluas 28.739,36 ha. Lahan tersebut digunakan untuk sebelas komoditas, yaitu cengkeh, jambu mete, kelapa dalam, kelapa kopyor, kopi, kakao, kapuk, karet, lada, tembakau, dan tebu.

Tebu menjadi sektor dengan produksi terbesar di Pati, sementara kelapa kopyor menjadi sektor unik karena komoditas tersebut di Jawa Tengah hanya diproduksi di Pati sekaligus menjadi sektor dengan valuasi moneter terbesar karena baik nilai harga maupun produksinya sama-sama tinggi. Total valuasi moneter produksi perkebunan di Kabupaten Pati saat ini adalah Rp207,64 triliun.

Tabel 4.5 - Jumlah Produksi dan Valuasi Moneter Perkebunan Kabupaten Pati Tahun 2018 No,

Komoditas

1 Cengkeh

Luas Area

Persentase

Produksi 2018

Harga Komoditas

Valuasi Moneter

(ha)

Pemanfaatan

(ton)

(Rp/ton)

(Rp)

861,10

3,00%

348.350

94.961.000

33,079,664,350,000

19,25

0,07%

10.749

25.000.000

268,725,000,000

3 Kelapa Dalam

4.155,77

14,46%

4.605.992

6.000.000

27,635,952,000,000

4 Kelapa Kopyor

391,92

1,36%

882.927

40.000.000

35,317,080,000,000

1.551,98

5,40%

1.227.429

22.886.200

28,091,185,579,800

6 Kakao

26,20

0,09%

22.239

19.572.910

435,281,945,490

7 Kapuk

11.327,53

39,41%

3.420.563

5.100.000

17,444,871,300,000

8 Karet

9,71

0,03%

13.050

7.350.000

95,917,500,000

9 Lada

2,90

0,01%

2.378

84.084.000

199,951,752,000

52,00

0,18%

865.400

35.000.000

30,289,000,000,000

10.341,00

35,98%

49.686.679

700.000

34,780,675,300,000

28.739,36

100,00%

61.085.756

2 Jambu Mete

5 Kopi

10 Tembakau 11 Tebu Total

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati, Badan Pusat Statistik (Statistik Harga Produsen & BPS Kabupaten Madiun), Kementerian Pertanian (Aplikasi Informasi Harga Komoditas Kabupaten), Perhitungan Harga Pembelian Perkebun (HPP) Tebu Musim Panen 2019, Radar Kudus

20

Plantasi di Pati

207,638,304,727,290


1: PG Trangkil 2: PG Pakis 1: Pabrik Rokok Djarum 2: Pabrik Rokok Tapel Kuda Sentra Pengolahan Kapuk Randu Karaban

2

1

2

Lahan perkebunan di Pati terkonsentrasi di wilayah bagian barat laut dan terdapat sedikit di bagian selatan. Keduanya merupakan daerah yang relatif tinggi dibanding wilayah Kabupaten Pati secara keseluruhan. Bagian barat laut mayoritas digunakan untuk perkebunan tebu dan kapuk, sementara bagian selatan digunakan untuk perkebunan jambu mete, jati, dan kapas.

1

Kabupaten Pati memiliki dua pabrik pengolahan tebu menjadi gula, yaitu PG Pakis dan Trangkil. Keduanya terletak di Pati bagian utara dekat perkebunan tebu. Selain tebu, terdapat pula sentra pengolahan kapuk randu di Karaban, Kecamatan Gabus, di Pati bagian selatan, serta Pabrik Rokok Djarum dan Tapel Kuda di Kecamatan Juwana, di Pati bagian timur.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

21


Neraca SDA Perkebunan Neraca Sumber Daya Alam (NSDA) dapat dihitung dalam dua bentuk, yaitu fisik dan moneter. Neraca fisik dihitung dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengurangi lahan potensial suatu sektor (aktiva) dengan penggunaannya saat ini (pasiva) untuk mendapatkan nilai cadangan lahan dalam satuan hektare. Hasil cadangan lahan kemudian dikalikan dengan nilai rata-rata produksi per komoditas untuk mengetahui jumlah produksi komoditas yang dihasilkan cadangan lahan tersebut dalam satuan ton.

Neraca moneter digunakan untuk perbandingan antarsektor SDA dan dihitung dengan mengalikan jumlah produksi komoditas dengan harga tiap komoditas. Neraca moneter ditunjukkan dalam satuan rupiah.

1. Neraca Fisik Tabel 4.6 - Perhitungan Neraca Fisik Perkebunan Kabupaten Pati Tahun 2018 No,

Komoditas

1 Cengkeh

Luas Area

Persentase

(ha)

Pemanfaatan

Produksi 2018 Luas Cadangan (ton)

Total (ha)

Luas Cadangan per

Produktivitas

Cadangan Produksi

Komoditas (ha)

(ton/ha)

(ton)

861,10

3,00%

348.350

214,91

404,54

86.938,17

19,25

0,07%

10.749

4,80

558,39

2.682,64

3 Kelapa Dalam

4.155,77

14,46%

4.605.992

1.037,16

1.108,34

1.149.523,50

4 Kelapa Kopyor

391,92

1,36%

882.927

97,81

2,252,82

220.353,26

1.551,98

5,40%

1.227.429

387,33

790,88

306.331,08

6 Kakao

26,20

0,09%

22.239

6,54

848,82

5.550,22

7 Kapuk

11.327,53

39,41%

3.420.563

2.827,03

301,97

853.674,42

8 Karet

9,71

0,03%

13.050

2,42

1.343,98

3.256,91

9 Lada

2,90

0,01%

2.378

0,72

820,00

593,48

52,00

0,18%

865.400

12,98

16.642,31

215.979,02

10.341,00

35,98%

49.686.679

2.580,82

4.804,82

12.400.370,05

28.739,36

100,00%

61.085.756

2 Jambu Mete

5 Kopi

10 Tembakau 11 Tebu Total

7.172,52

7.172,52

7.172,52

15.245.252,73

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati, Olahan Penyusun

Nilai neraca fisik sektor perkebunan berawal dari nilai cadangan lahan. Hasil dari perhitungan cadangan lahan adalah sebagai berikut.

Cadangan = Aktiva - Pasiva Cadangan = 35911,88-28739,36 Cadangan = 7172,52 ha Selanjutnya, nilai cadangan lahan dikalikan dengan nilai rata-rata produksi tiap komoditas untuk mengetahui jumlah produksi hasil perkebunan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel di atas. Pada tabel ditunjukkan bahwa potensi total produksi dari pemanfaatan cadangan lahan sektor perkebunan di Kabupaten Pati adalah 15.245.252,73 ton. 22

Plantasi di Pati

Penyumbang terbesar terhadap neraca fisik adalah komoditas tebu dengan cadangan produksi 12.400.370,05 ton atau sekitar 4/5 total neraca fisik. Cadangan produksi terbesar selanjutnya adalah kelapa dalam dan kapuk. Kapuk kalah dari kelapa dalam meskipun penggunaan lahannya hampir tiga kali lipat kelapa dalam, karena produktivitasnya (rata-rata produksi per hektar) lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan kalau ke depannya kapuk harus dikurangi persentase pemanfaatannya karena kurang menguntungkan. Sebagai kesimpulan dari tabel di atas, produksi terbesar berasal dari komoditas tebu, sedangkan produktivitas tertinggi dipegang oleh tanaman tembakau.


2. Neraca Moneter Tabel 4.7 - Perhitungan Neraca Moneter Perkebunan Kabupaten Pati Tahun 2018 No

Komoditas

1 Cengkeh

Cadangan Produksi

Harga Komoditas

Cadangan Moneter

(ton)

(Rp/ton)

(Rp)

86.938,17

94.961.000

8.255.735.484.146.55

2.682,64

25.000.000

67.066.052.862.69

3 Kelapa Dalam

1.149.523,50

6.000.000

6.897.141.009.369.72

4 Kelapa Kopyor

220.353,26

40.000.000

8.814.130.260.437.25

5 Kopi

306.331,08

22.886.200

7.010.754.254.612.04

6 Kakao

5.550,22

19.572.910

108.633.889.539.15

7 Kapuk

853.674,42

5.100.000

4.353.739.550.799.88

8 Karet

3.256,91

7.350.000

23.938.257.048.87

9 Lada

593,48

84.084.000

49.902.222.605.34

215.979,02

35.000.000

7.559.265.699.723.30

12.400.370,05

700.000

8,680,259,031,612.25

2 Jambu Mete

10 Tembakau 11 Tebu

Total

51,820,565,712,757.00

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati, Badan Pusat Statistik (Statistik Harga Produsen & BPS Kabupaten Madiun), Kementerian Pertanian (Aplikasi Informasi Harga Komoditas Kabupaten), Perhitungan Harga Pembelian Perkebun (HPP) Tebu Musim Panen 2019, Radar Kudus

Nilai neraca moneter sektor perkebunan dinyatakan dalam satuan rupiah. Nilainya didapat dengan mengalikan jumlah produksi komoditas dengan harga tiap komoditas. Berikut adalah hasil perhitungannya dalam bentuk tabel. Tabel di atas menunjukkan bahwa potensi nilai moneter total produksi dari pemanfaatan cadangan lahan sektor perkebunan di Kabupaten Pati adalah sekitar Rp51,82 triliun. Sejalan dengan valuasi moneter saat ini,

valuasi cadangan moneter kelapa kopyor paling tinggi karena harga komoditasnya yang tinggi, sementara tebu berada di peringkat kedua karena harga komoditasnya yg jauh lebih rendah. Ini berarti kelapa kopyor tetap dapat menyumbang besar bagi perekonomian Pati meskipun total produksinya tidak seberapa tiap tahunnya karena harga komoditasnya yang tinggi. Ke depannya kelapa kopyor perlu dikembangkan lebih lanjut untuk memaksimalkan hasil yang didapat dari pemanfaatan lahan perkebunan.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

23


Analisis Potensi Ekonomi: Ekonomi Makro Wilayah 1. Kontribusi Sektoral Perkebunan terhadap PDRB

Grafik 4.1 - Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Pati Tahun 2014—2018 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati 2018

26.25%

23.71%

2017

26.58%

24.24%

2016

26.77%

25.00%

14.86%

7.87%

2015

26.97%

25.36%

14.77%

7.78%

2014

27.31%

24.97%

14.98%

7.76%

0%

10%

20%

30%

15.32%

15.08%

40%

50%

8.02%

70%

80%

90%

100%

Industri Pengolahan

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Perdagangan dan Reparasi Kendaraan

Konstruksi

Jasa Pendidikan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Pemerintahan, Pertahanan, dan Jamsos

Transportasi dan Pergudangan

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Jasa Lainnya

Pertambangan dan Penggalian

Real Estate

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa Perusahaan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah

Tabel 4.8 - Nilai PDRB dan Kontribusi Subsektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan terhadap PDRB Kabupaten Pati Tahun 2018 No.

Subsektor

1 Tanaman Bahan Makanan

PDRB (miliar rupiah)

Kontribusi PDRB (%)

545.44

1.87

3 975.54

13.62

3 Peternakan dan Hasil-Hasilnya

31.95

0.11

4 Kehutanan

18.31

0.06

2 349.71

8.05

6 920.95

23.71

2 Tanaman Perkebunan

5 Perikanan Total Sektor

Sumber: Tabel Dinamis BPS Kabupaten Pati

24

60%

8.05%

Plantasi di Pati

Dari grafik 4.1 di atas dapat dilihat bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang di dalamnya terdapat subsektor perkebunan menjadi penyumbang terbesar kedua bagi PDRB Kabupaten Pati pada tahun 2014—2018, dengan persentase rata-rata 24,65%. Apabila dirinci tiap subsektornya seperti dalam tabel 4.8 di samping, subsektor perkebunan menjadi penyumbang terbesar di dalam sektornya dengan persentase kontribusi 13,62% terhadap PDRB. Akan tetapi, dalam rentang 2014—2018 terdapat tren penurunan kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap PDRB keseluruhan meskipun nilainya meningkat. Apabila diasumsikan nilai sektor sebanding dengan nilai subsektor penyusunnya, maka subsektor perkebunan juga mengalami penurunan kontribusi. Keadaan ini menunjukkan pergeseran dari sektor primer ke sekunder di Kabupaten Pati, sehingga perkebunan harus dapat beradaptasi dengan terus meningkatkan nilainya agar tetap relevan.


2. Laju Pertumbuhan PDRB

4. Penyerapan Tenaga Kerja Perkebunan

Grafik 4.2 – Persentase Pertumbuhan PDRB Kab. Pati Tahun 2015—2018 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati 6.20%

6.01%

5.80%

Jasa Kemasyarakatan , 6.87%

5.49%

5.60% 5.40% 2015

2016

2017

3. PDRB per Kapita

Grafik 4.3 – PDRB per Kapita Kab. Pati Tahun 2014—2018 (Ribu Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati Rp23,294.29

Rp24,000.00

Rp22,145.80

Rp22,000.00

Perdagangan, 19.39%

2018

Dari grafik 4.2 di atas terlihat kalau laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati pada rentang 2014—2018 fluktuatif dengan tren menurun. Laju pertumbuhan turun 0,52% pada tahun 2016, menandakan terjadinya perlambatan kegiatan ekonomi. Laju pertumbuhan kembali meningkat pada tahun 2017—2018, namun belum dapat menandingi angka tahun 2015.

Rp23,000.00

Pertanian, 28.43%

5.74%

5.66%

Rp21,072.94

Rp20,000.00 Rp19,064.40

Grafik 4.5 – Persentase Pekerja menurut Jenis Pekerjaan Kab. Pati Tahun 2018 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati Petani Perkebunan, 26.76%

Lainnya, 11.76% Buruh Harian Lepas, 3.63%

Karyawan Swasta, 11.97%

Pedagang, 3.17%

Rp19,000.00 Rp18,000.00

2015

2016

2017

2018

Nilai PDRB per Kapita Kabupaten Pati pada tahun 2014—2018 seperti yang terlihat dari grafik 4.3 di atas meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan nilai PDRB per Kapita rata-rata 5,17% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hasil kegiatan perekonomian di Kabupaten Pati dapat mengimbangi pertumbuhan jumlah penduduk dalam rentang waktu tersebut.

Industri Pengolahan, 14.84%

Apabila dikategorikan berdasarkan lapangan pekerjaan, penduduk Kabupaten Pati mayoritas bekerja di sektor pertanian dengan proporsi 28,43% atau lebih dari seperempat tenaga kerja. Ini sejalan dengan visi Kabupaten Pati, yaitu "Bumi Mina Tani" yang mengedepankan masyarakat agraris.

Wiraswasta, 34.33%

Rp20,090.93

2014

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati Lainnya, 30.47%

6.00%

Rp21,000.00

Grafik 4.4 – Persentase Pekerja menurut Lapangan Pekerjaan Kab. Pati Tahun 2018

Buruh Tani Perkebunan, 8.38%

Jika dirinci menurut jenis pekerjaannya, maka terlihat kalau lebih dari seperempat tenaga kerja di Kabupaten Pati bekerja sebagai petani perkebunan dengan proporsi rinci 26,27%. Proporsi ini lebih besar daripada penduduk yang bekerja sebagai buruh tani perkebunan yang hanya 8,38%, menandakan bahwa lebih banyak petani yang memiliki sawah/kebunnya sendiri dibanding yang bekerja lepas sebagai buruhnya saja.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

25


Analisis Potensi Ekonomi: Sektor Unggulan 1. Kontribusi Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kabupaten Pati terhadap Jawa Tengah

Grafik 4.6 – Kontribusi Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menurut Kab./Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

100%

90%

Kota Tegal, 0.42% Sukoharjo, 1.82%

80%

Kota Magelang, 0.09%

Kota Surakarta, 0.19%

Pekalongan, 2.02%

70%

Kota Salatiga, 0.35% Jepara, 2.21% Purworejo, 2.36% Batang, 2.38% Klaten, 2.49% Tegal, 2.57% Karanganyar, 2.74% Temanggung, 2.75% Rembang, 2.89% Semarang, 3.08% Blora, 3.15% Sragen, 3.17%

60%

Demak, 3.18% Wonosobo, 3.35% Kebumen, 3.49% Banjarnegara, 3.53% Pemalang, 3.54% Purbalingga, 3.64%

50%

40%

Magelang, 3.82% Boyolali, 3.86% Banyumas, 3.87%

30%

Grobogan, 4.50% Kendal, 4.96%

20% Wonogiri, 5.03%

Pati, 5.93%

10% Brebes, 9.30%

0% Persentase

26

Plantasi di Pati

Kota Semarang, 0.93%

Grafik 4.6 di samping menunjukkan kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tiap kabupaten/kota terhadap PDRB sektor tersebut di Provinsi Jawa Tengah. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa Kabupaten Pati berada di peringkat kedua setelah Kabupaten Brebes dengan persentase kontribusi sebesar 5,93%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Kabupaten Pati merupakan sektor unggulan dan sangat penting bagi output Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan dengan visi Kabupaten Pati "Bumi Mina Tani" yang menonjolkan sektor ini. 2. Analisis Location Quotient Tabel 4.9 - Hasil Perhitungan Location Quotient Sektor PDRB Kabupaten Pati Tahun 2018

Kudus, 1.99%

No.

Sektor

Nilai LQ

Keterangan

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1.83

Basis

2 Pertambangan dan Penggalian

0.84

Non-Basis

3 Industri Pengolahan

0.76

Non-Basis

1

Non-Basis

5 Pengadaan Air dan Pengolahan Sampah

0.89

Non-Basis

6 Konstruksi

0.76

Non-Basis

7 Perdagangan Besar dan Eceran

1.05

Basis

8 Transportasi dan Pergudangan

0.65

Non-Basis

9 Penyediaan Akomodasi dan Makanan

1.17

Basis

10 Informasi dan Komunikasi

0.65

Non-Basis

11 Jasa Keuangan dan Asuransi

0.92

Non-Basis

12 Real Estate

0.59

Non-Basis

13 Jasa Perusahaan

0.63

Non-Basis

14 Pemerintahan, Pertahanan, dan Jamsos

1.26

Basis

15 Jasa Pendidikan

1.09

Basis

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

1.16

Basis

17 Jasa Lainnya

1.18

Basis

4 Pengadaan Listrik dan Gas

Sumber: Olahan Penyusun

Dari tabel di atas, terlihat bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi sektor basis dengan nilai LQ terbesar dibanding enam sektor basis lainnya. Sektor industri pengolahan, meskipun menjadi penggerak dengan nilai PDRB yang lebih tinggi, belum menjadi sektor basis karena nilainya yang masih kalah dibanding kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Tengah.


Penutup

Penambahan output produksi perkebunan akan semakin menguatkan posisi Kabupaten Pati sebagai wilayah penting di Provinsi Jawa Tengah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi banyak warganya.

Analisis Neraca Sumber Daya Perkebunan di Kabupaten Pati

27


Kesimpulan

Rekomendasi

Hasil analisis NSDA perkebunan di Kabupaten Pati menunjukkan bahwa terdapat potensi perkebunan seluas 35.911,88 ha atau lebih dari seperlima total luas wilayah. Dari luas tersebut, 7.172,52 ha masih berupa cadangan lahan yang belum termanfaatkan, yang berpotensi menambah 15,25 juta ton produksi komoditas perkebunan senilai Rp51,82 triliun. Perkebunan merupakan subsektor penyumbang PDRB terbesar dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Kabupaten Pati yang menempati peringkat kedua kontribusinya di Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi lapangan pekerjaan yang menyerap paling banyak pekerja, dengan lebih dari seperempat penduduk Kabupaten Pati bekerja di sektor pertanian atau sebagai petani perkebunan. Oleh karena itu, penambahan output produksi perkebunan akan semakin menguatkan posisi Kabupaten Pati sebagai wilayah penting di Provinsi Jawa Tengah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi banyak warganya.

Pemanfaatan cadangan perkebunan perlu menjadi perhatian Kabupaten Pati ke depannya. Pemanfaatan cadangan dapat dilakukan dua cara, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi dilakukan dengan menambah lahan produksi perkebunan dari lahan yang belum dimanfaatkan, dengan perbandingan sama seperti pemanfaatan saat ini. Intensifikasi dilakukan dengan mengganti komoditas kurang produktif atau kurang bernilai, seperti tebu dan kapuk, dengan komoditas lain seperti tembakau dan kelapa kopyor. Selain dari ekstensifikasi dan intensifikasi, peningkatan penggunaan teknologi dan kualitas infrastruktur seperti jalan dan rel kereta api juga akan membantu mendorong produktivitas perkebunan agar lebih optimal.

Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. (2019). Kabupaten Pati dalam Angka 2019. Dipetik 4 Oktober 2019, dari BPS Kabupaten Pati: https://patikab.bps.go.id/publication/2019/08/16/8b050d98d8a8d3a7a96f1c81/kabupaten-pati-dalam-angka-2019.html Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2019). Provinsi Jawa Tengah dalam Angka 2019. Dipetik 13 Oktober 2019, dari BPS Provinsi Jawa Tengah: https://jateng.bps.go.id/publication/2019/08/16/fcb9efa7796cdbc491325688/provinsi-jawa-tengah-dalam-angka-2019.html Badan Standardisasi Nasional. (2002). Standar Nasional Indonesia 19-6728.3-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Dewi, P. (2016). Analisis Neraca Sumber Daya Alam Subsektor Perkebunan dengan Ekonomi Wilayah Kabupaten Wonogiri. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hadisaputro, S. (1980). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Jakarta: Kementerian Pertanian. Kirmanto, D. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Tasiman. (2011). Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010—2030. Pati: Pemerintah Kabupaten Pati

28

Plantasi di Pati



Perencanaan Wilayah dan Kota Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.