THE HUBRIDGE - Sebuah Proyek Akhir Sarjana oleh Alim Hanafi

Page 1

I

H U B R I D G E Sebuah Proyek Akhir Sarjana oleh Muhammad Alim Hanafi



I

H U B R I D G E Sebuah Proyek Akhir Sarjana Arsitektur

i


ii


Kata Pengantar // Di era yang distruptif seperti sekarang, kekuatan globalisasi telah memproduksi ruang-ruang global yang instan dan tanpa konteks yang mana Maharika (2018) menyebutnya sebagai arstiktur siap saji. Hal ini menjadikan manusia menjadi homo consumers terhadap tipologi fungsional yang selalu diulang. Dalam Proyek Akhir Sarjana ini atas dasar pemikiran untuk mencari bentuk/tipologi baru menyesuaikan dengan organisasi sosial baru yang terbentuk melalui pendekatan hibrida baik antar jenis-jenis arsitektur atau bahkan dengan yang non-arsitektur. Seperti pada proyek ini, mencoba melihat bagaimana infrastruktur jembatan yang mana sebagai (space of flow) yang jauh dari kemapanan di era yang serba mobile, mempunyai peran lebih dari sekedar sebagai infrastruktur mobilisasi itu sendiri, tetapi ia juga bagian dari arsitektur yang mapan memiiki multi-peran dan fenomena ini di temukan jembatan-jembatan pada koridor sungai Code. Dengan demikian, perlu ada revolusi dalam pendekatan perancangan infrastruktur khususnya jembatan sehingga ia memiliki nilai (value) yang lebih. Penulis berharap meskipun jauh dari kata sempurna, Proyek Akhir Sarjana ini dapat membuka pemikiran dan wacana baru dalam berarsitektur di masa depan khususnya dalam perancangan infrastruktur jembatan dan dapat memicu diskusi yang kritis untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran ini. Rangkaian gagasan yang tertuang dalam bab-bab dalam tugas ini tak lepas dari dukungan banyak pihak. Pertama tentunya dosen pembimbing yang saya hormati Dr. Ing. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI yang telah membimbing dengan segenap inspirasi-inspirasinya sejak proses Karya Tulis Ilmiah, Studio Perancangan Studio 7, hingga tugas akhir ini, dan Syarifah Ismailiya Al-Athas, ST., MT., IAI sebagai dosen penguji yang juga turut membimbing selama proses dan memberi banyak masukan berharga. Yang kedua, kepada rekan-rekan penulis yang telah menjadi saingan sekaligus teman diskusi yang secara tidak langsung membantu hingga proses ini selesai. Jazakumullahu Khoiran

iii


iv


Abstrak // Jembatan secara umum merupakan infrastruktur penyeberangan. Di era-industrialisasi yang serba mobile pembangunan jembatan menjadi tolok ukur kecanggihan teknologi dan berkembangnya ekonomi. Seiring berkembangnya zaman dimana mesin-mesin semakin dikembangkan, pembangunan jembatan semakin berorientasi pada kendaraan bermotor. Hal ini yang kemudian menjadikan kota semakin tidak manusiawi dan tidak dapat dinikmati oleh semua kalangan (hanya bagi yang memiliki kendaraan atau akses terhadap infrastruktur tersebut) yang menimbulkan kesenjangan akibat batas-batas akses. Jembatan yang awalnya menyambungkan antara kedua sisi secara tanpa sadar juga memutus hubungan pada aspek-aspek lain. Padahal sejatinya, jembatan memiliki peran multi konektor, tidak hanya konektor fisikal, tetapi juga sosial dan emosional. Fenomena multi-konektor ternyata ditemukan di jembatanjembatan di koridor Sungai Code dimana masyarakat menganggap jembatan lebih dari sebagai infrastruktur penyeberangan tetapi juga sebagai ruang sosial yang juga memiliki arti simbolik. Namun sayangnya desain jembatan tidak memenuhi secara optimal anggapan masyarakta tersebut sehingga perlu adanya pendekatan baru dalam perancangan infrastruktur jembatan. Dalam proyek ini mencoba mengembangkan peran multi konektor menjadi multi-hub berdasarkan hasil kontemplasi site terpilih yang berada di Kampung Keparakan. Dengan demikian, jembatan memilki nilai lebih dari sekedar konektor melainkan juga hub dimana terjadinya kolaborasi. Hal ini sekaligus dapat menjadi wacana salah satu alternatif tipologi jembatan di masa yang akan datang. Kata Kunci : jembatan hub, infrastruktur hibrida, sungai,

v


Daftar Isi //

vi


Kata Pengantar v Abstrak vi Daftar Isi viii

1. Pendahuluan // 1.1 Lebih dari Sekedar Infrastruktur 1.2 Jembatan Multi-Konektor 1.3 Fenomena Jembatan-jembatan di Kampung Code Yogyakarta

2. The Hubridge // 2.1 Bridge is Hub 2.2 Bangunan Kreatif 2.3 Kampung Keparakan & Wirogunan Sebagai Lokasi Perancangan 2.4 Belajar dari Ruang-Ruang Kampung 2.5 Partisipator dan Aktivitas

3. Permasalahan & Analisis //

3 4 6 12

27 28 30 32 34 40

43

3.1 Rangkuman Permasalahan 3.2 Memaksa Interaksi Melalui Arsitektur 3.3 Mewacanakan Ruang Interaksi 3.4 Fleksibilitas Arsitektur 3.4 Open Symbol

44 46 48 50 51

4. ‘Get Lost’ in The Bridge //

53

4.1 Terinpirasi dari Arsitektur ‘Ombak Banyu’ 4.2 Get Lost in The Bridge 4.3 Multi-Hub

5. Kesimpulan //

54 56 58

79

1


“The fate of the bridges is to be lonely; because bridges are to cross not to stay� -Murat Ildan, Turkish Novelist


Pendahuluan // • • •

lebih dari sekedar infrastruktur jembatan multi-konektor fenomena jembatan di kampung code yogyakarta

3

PENDAHULUAN

1


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

1.1 Lebih dari Sekedar Infrastruktur Ia adalah Arsitektur “The fate of the bridges is to be lonely; because bridges are to cross not to stay.” (Ildan, n.d.). Sebuah sajak yang indah dari seorang novelist Turki Murat Ildan. Namun apakah anda setuju dengan pernyataan ini? Mari kita bahas. Sajak di atas menyatakan bahwa jembatan hanya sebagai jalur perlintasan dimana orang berlalu lalang dan bukan tempat untuk berhenti atau tinggal, dengan kata lain jembatan hanya dianggap infrastruktur dan bukan arsitektur dimana orang tinggal. Persepsi ini ada dan nyata di lingkungan kita khususnya di Indonesia. Padahal jembatan memiliki multi peran selain sebagai jalur perlintasan mobilitas. Menurut Marek Salamaka dan Klaudiusz Frossb (2016) dalam artikelnya yang berjudul Bridges in Urban Planning and Architectural Culture menyatakan, “Bridges obviously serve multiple functions but the primary purpose is to traverse a terrain obstacle to get goods and/or people across to the other side. Bridges are often viewed as an indicator of progress in technical capability, engineering skills as well as a symbol of economic potential of a particular city, region or a country. Often, this is the reason why many urban bridges become the most important infrastructure in some cities.” (Salamak & Fross, 2016).1 Dari pernyataan diatas, jembatan juga memiliki peran simbolis pada perkembangan ekonomi dan teknologi suatu kota yang mana membuat ia dianggap sebagai infrastruktur yang paling penting di banding infrastruktur lain. Persepsi yang terbatas tadi membuat perkembangan infrastruktur jembatan berorientasi pada mesin (kendaraan bermotor) khususnya di-Era Industrialisasi yang serba mobile dan global, dan jembatan sebagai space of flow menjadi jauh dari kemapanan. Hal ini yang kemudian menjadikan kota semakin tidak manusiawi dan tidak dapat dinikmati oleh semua kalangan (hanya bagi yang memiliki kendaraan atau akses terhadap infrastruktur tersebut) yang menimbulkan kesenjangan akibat batas-batas akses. Di sisi lain space of flow menjadikan identitas manusia pun lantas berubah sekedar menjadi secarik kertas tiket dan paspor. Identitas kultural, rasial, agama meluruh dan hanya berfungsi ketika kita bertemu dengan seseorang untuk memposisikan kita secara relatif (Maharika, 2018)2 terhadapnya hingga akhirnya identitas kota seluruh dunia di era global menjadi sama karena batas konteks menjadi blur. Padahal pembangunan infrastruktur memerlukan investasi yang besar bagi masyarakat dan juga membutuhkan pemeliharaan dalam jangka waktu yang lama (Adl-Zarrabi, 2017)3 dan tak bisa kita semerta-merta menaruhnya di gudang apabila tak lagi berfungsi. Apabila investasi yang besar tersebut hanya digunakan sebatas untuk tranportasi maka investasi tersebut menjadi kurang optimal dan kemanfaatannya kurang bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal perencanaan kawasan urban, mengacu pada prinsip walkability dalam New Urbanism bahwa jalan (termasuk jembatan) dan alun-alun harus aman, nyaman, dan menarik bagi pejalan kaki serta dikonfigurasi dengan benar, sehingga mendorong orang untuk berjalan dan memungkinkan masyarakat saling mengenal dan melindungi identitas/karakter komunitas mereka. (“Charter of The New Urbanism,” 2001)4. Dalam hal ini jembatan yang merupakan perpanjangan atau bagian dari jalan, maka ia seharusnya bisa mengakomodasi para perjalan kaki serta berbagai fasilitas pendukungnya sehingga nantinya memungkinkan untuk pengembangan berprinsip mix-use. Dengan mix-use maka dapat menghasilkan profit lebih besar, penghematan biaya dan waktu, serta sebagai solusi keterbatasan ruang akibat kota yang semakin padat. OMA melalui proposal desain jempatan Port Jean-Jacques Bosc di Prancis mencoba merespon hal tersebut seperti yang ada pada diagram disamping. Dengan demikian jembatan seharusnya tidak lagi dipandandang sebagai infrastruktur semata, melainkan juga bagian dari arsitektur yang mana mengakomodasi ruang aktivitas masyarakat. Ia tidak hanya jalur melainkan juga tempat (place). Ide ini tidak baru, orang telah membangun jembatan multifungsi selama berabad-abad, dan kita masih bisa belajar banyak dari struktur dan tradisi historis di sekitar kita. 1 Salamak, M., & Fross, K. (2016). Bridges in Urban Planning and Architectural Culture. Procedia Engineering, 161, 207–212. https://doi.org/10.1016/J. PROENG.2016.08.530 2 Maharika, I. F. (2018). Umranisme - Penjelajahan Niat Arsitektur untuk Membangun Adab. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. 3 Adl-Zarrabi, B. (2017). What is “Infrastructure Physics”? Energy Procedia, 132(132), 520–524. https://doi.org/10.1016/j.egypro.2017.09.707 4 Charter of The New Urbanism. (2001). Retrieved from https://www.cnu.org/sites/default/files/charter_english.pdf

4


PENDAHULUAN

Gambar 1.1 Diagram perkembangJembatan di Prancis oleh OMA (http://oma.eu/projects/simone-veil-bridge)

5


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

1.2 Jembatan Multi-Konektor Dengan membuka jembatan sebagai ruang publik dan membuat jembatan lebih banyak hubungan antara lingkungan sepeti yang dibahas di tulisan sebelumnya, maka ia tidak hanya sebegai persimpangan fisik tetapi hubungan sosial atau emosional.1 Dengan kata lain, dalam bahasa jembatan sebagai konektor, ia tidak hanya menyambungkan aspek fisik saja, namun juga aspek sosial dan emosional yang berada di dikedua (atau lebih) sisi. Dengan begitu ia menjadi multi-konektor. Paradigma jembatan sebagai konektor, dalam beberapa kasus ia menyambungkan dua atau lebih objek, namun tanpa sadar dalam waktu yang bersamaan ia memutus hubungan objek lain yang sudah lebih dulu terjalin, atau ia sengaja menyambungkan dua atau lebih objek dengan cara memutus hubungan yang lain. Apabila ini yang terjadi, kota tidak semakin saling terkoneksi, melainkan hanya mengganti koneksi yang sudah ada dengan koneksi yang lain. Dengan begitu, secara sadar ataupun tidak, ada keberpihakan dalam pengembangan kota. Kota hanya berpihak pada kalangan tertentu, ketimpangan menjadi wajar, jauh dari sebutan kota yang adil dan makmur. Oleh karena itu, perlu dikembangkan paradigmanya bahwa jembatan sebagaiW multi-connector sebagaimana arsitektur (memang jembatan adalah arsitektur) yang memiliki multi-task sebagai bangunan. Ekonomi Budaya

Simbolis Psikologis Persepsi

Norberg-Schulz (1988) menyatakan ada empat Building Task pada arsitektur : (1) Physical Control, yang mana sebagai pengontrol atau perekayasa kondisi lingkungan untuk kebutuhan tertentu (2) Funtion Frame, yang mana sebagai pelingkup bagi fungsi atau kebutuhan aktivitas tertentu (3) Social Milieu, yang mana sebagai ekspresi dari kehidupan sosial (4) Cultural Symbolization, yang mana sebagai simbol dari ekspresi nilai-nilai kultural.2 Burke (2015), dalam artikel lain menjelaskannya lebih spesifik dalam konteks jembatan sebagai konektor,

Dataran Sungai Ekosistem Jalan/koridor Informasi

“...While they are physical connectors, making movement possible between different geographical areas, they can also serve as social connectors, facilitating commerce and interaction between people. In some cases they can even be emotional connectors – symbols with which people identify, or visual icons that remind them of the places they call home.� 3 Berdasarkan pernyataan Burke ada tiga peran connector pada jembatan yaitu; (1) Physical Connector (2) Social Connector (3) Emotional Connector. Peran multi-konektor ini yang kemudian akan dikembangkan pada proyek tugas akhir ini dan juga menjadi parameter kajian preseden yang dilakukan. Berikut beberapa jembatan-jembatan dengan multi-connector,

1 Burke, S. (2015). Building Bridges as Public Spaces, Not Just Infrastructure - Project for Public Spaces. Retrieved October 2, 2017, from https://www.pps. org/blog/bridges-and-placemaking/ 2 Norberg-Schulz, C. (1963). Intentions in Architecture. Universitetsforlaget. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=G0AzAAAAMAAJ 3 Burke, S. (2015). Building Bridges as Public Spaces, Not Just Infrastructure - Project for Public Spaces. Retrieved October 2, 2017, from https://www.pps.org/blog/bridges-andplacemaking/

6


PENDAHULUAN

Gambar 1.2 Paradigma jembatan yang menyambungkan dua sisi namun memutus hubungan dua sisi yang lain

7


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Chengyang Bridge

Galata Bridge

Ponte Vecchio

bagaimana ia mengkombinasikan jembatan, koridor dan pavilun china menjadikannya memiliki karakter simbolis.

jembatan menjadi ruang aktivitas budaya mencing dan ekonomi kota.

jembatan sebagai penghunbung aktivitas ekonomi di kedua sisi dan dijadikan rukoruko dimana sang penyewa mempunyai peran dalam pengembangan

__________ __________ __________ Florence: An Architectural Guide. San Karen Cilento. “LOOP City / BIG� 03 Sep Donald Appleyard - Project for Public Space. 2010. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www. (n.d.). Retrieved October 13, 2017, from https://www. Giovanni Lupatoto, Vr, Italy: Arsenale Editrice srl. ISBN 88-7743-147-4. archdaily.com/76482/loop-city-big/> ISSN 0719-8884 pps.org/reference/dappleyard/

8


Jean Jacques Bosc Bridge/OMA jembatan sebagai ruang peristiwa/publik kota dengan solusi desain yang sederhana.

Tabiat Pedestrian Bridge / Diba Tensile Architecture sirkulasi yang rumit membuat orang lebih lama mengahabiskan waktu di jembatan

Seullo 7017/ MVRDV modul-modul lingkaran sebagai ‘open building’ dan disusun secara acak membuatnya terkesan organik dan atraktif.

__________ __________ oma.eu. (n.d.). Simone Veil Bridge. Retrieved April 16, 2018, from http://oma.eu/projects/ simone-veil-bridge

“Tabiat Pedestrian Bridge / Diba Tensile Architecture” 17 Nov 2014. ArchDaily. Accessed 16 Apr 2018. <https://www.archdaily.com/566387/tabiatpedestrian-bridge-diba-tensile-architecture/> ISSN 0719-8884

__________ “ArchDaily. Accessed 16 Apr 2018. <https:// www.archdaily.com/882382/seoullo-skygarden-mvrdv/> ISSN 0719-8884

PENDAHULUAN

9


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Bridge House / LLAMA

’ Zalige Bridge / NEXT Architects

Dawn Bridge / MVRDV

menyatukan fungsi sirkulasi, view vista, dan simbolik melalui elemen struktur

merespon banjir sekaligus memberi atraksi dan menyimbolkan interaksi manusia dengan air melalui step stone yang sekaligus bangku saat masa kering.

membagi jalur pedestrian dan kendaraan sekaligus menjadikan ruang publik.

__________ “Bridge House / LLAMA urban design” 23 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https:// www.archdaily.com/889537/bridge-house-llama-urbandesign/> ISSN 0719-8884

10

__________ “Zalige Bridge / NEXT architects” 17 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www. archdaily.com/889097/zalige-bridge-next-architects/> ISSN 0719-8884

__________ AD Editorial Team. “MVRDV Reveals Design For Dawn Bridge, A 80m-Long Dual Use Crossing in Shanghai” 08 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www.archdaily.com/888743/mvrdvreveals-design-for-dawn-bridge-a-80m-long-dual-usecrossing-in-shanghai/> ISSN 0719-8884


Bridge in Sweden menjadikan pondasi sebagai amphiteatre sekaligus sebagai connector fisik antara ruang sosial dan sungai.

__________ Rory Stott. “Proposed Bridge in Sweden Will Turn a River Into a Public Amphitheater” 13 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www.archdaily. com/889027/proposed-bridge-in-sweden-will-turn-ariver-into-a-public-amphitheater/> ISSN 0719-8884

LA’s 6th Street Viaduct Replacement Project / HNTB menjadikan struktur sebagai connector area publik di bawah jembatan sekaligus bentuk yang mengadaptasi jembatan sekitarnya.

__________

Karissa Rosenfield. “HNTB’s winning concept for LA’s 6th Street Viaduct Replacement Project” 05 Nov 2012. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https:// www.archdaily.com/289766/hntbs-winning-concept-forlas-6th-street-viaduct-replacement-project/> ISSN 07198884

OFF installation creates a disconnected “cold spot” menjadikan ruang publik beruapa ‘kandang’ yang anti-sinyal wifi untuk memfilter informasi yang ingin diberikan.

__________ Sibling’s ON/OFF installation creates a disconnected. (n.d.). Retrieved March 9, 2018, from https://www.dezeen.com/2013/11/11/siblings-wifiblocking-onoff-installation-creates-a-disconnected-coldspot/

PENDAHULUAN

11


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

1.3 Fenomena Jembatan-jembatan di Kampung Code Yogyakarta Sebuah Kearifan Lokal Berdasarkan hasil kajian jembatan-jembatan di koridor Sungai Code, ditemukan bahwa masyarakat kampung lebih dulu memperlakukan jembatan lebih dari sekadar infrastruktur. Jembatan yang awalnya didesain untuk jalur mobilitas kendaraan, pada akhirnya masyarakat baik kampung maupun kota tetap memerlakukannya sebagai livable urban space. Mereka menggunakannya sebagai tempat memancing, bermain, berjualan dan lain-lain. Tak hanya dari sosial, jembatan juga mempunyai makna simbolis bagi masyarakat. Meskipun secara preferensi masyarakat melalui wawancara masih melihat jembatan sebagai sebatas infrastruktur penyeberangan tranportasi, masyarakat tetap memerkukannya (sadar ataupun tidak sadar) lebih dari hal tersebut meski belum ada fasilitas yang memadai dan mendukung (not by design). Sehingga jembatan terbukti secara sosial dan budaya masyarakat Yogyakarta memiliki peran-peran yang lebih luas dari sekedar infrastruktur penyeberangan. Peran-peran jembatan yang berhasil dipetakan di koridor Sungai Code adalah sebagai berikut. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa aktivitas-aktivitas masyarakat atau peran-peran ini perlu difasilitasi dan diakomodasi dengan lebih baik melalui infrastruktur jembatan multi-konektor yang mempertimbangkan fenomena sosial hingga emosianal sehingga jembatan tidak hanya sebagai infrastruktur tetapi juga sebagai place.

Physical Connector • •

Sebagai akses masuk dan ruang parkir kampung Sebagai traffic node kota

Social Connector • • • • •

Sebagai atraksi wisata Sebagai ruang berdagang masyarakat Sebagai area bermain dan taman Sebagai ruang festival budaya masyarakat Sebagai area pemancingan ikan

PERAN •

Sebagai atraksi wisata

Sebagai ruang berdagang masyarakat

Sebagai area bermain dan taman

Sebagai ruang festival budaya masyarakat

Sebagai area pemancingan ikan

Sebagai akses masuk dan ruang parkir kampung

Sebagai traffic node kota

Sebagai struktur penyampai aspirasi masyarakat

Sebagai simbol atau tolok ukur kekuatan terhadap sesuatu bencana

Sebagai struktur penyampai aspirasi masyarakat Sebagai simbol atau tolok ukur kekuatan terhadap sesuatu bencana

Jembatan Jetis

Social

12

Emotional Connector

Gondolayu

Kewek

Physical

Jambu

Juminahan

Emotional

Sayidan


Area Kampung di Yogyakarta

PENDAHULUAN

Gambar 1.3.1 Peta Jembatan-Jembatan di Koridor Sungai

13


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Memancing di Jembatan Memancing merupakan hobi yang telah membudaya di Kampung Code. Di bawah jembatan sering digunakan sebagai area memancing hingga festival memancing ketika air sungai sedang surut. Meskipun tidak semua aktivitas tersebut selalu dibawah jembatan namun terdapat alasan mengapa mereka melakukannya di bawah jembatan. Alasannya adalah karena teduh dan yang kedua mudah diakses oleh dari jalan raya, karena pemancing yang datang dari luar pun juga sungkan untuk memancing di depan rumah warga yang berada di koridor pinggir sungai. Pada hari tertentu masyarakat kampung juga sering mengadakan festival memancing. Antusiasme masyarakat sangat besar dan menjadi tontonan menarik di sore hari yang kadang sampai memenuhi koridor jembatan.

Gambar 1.3.2 Diagram aktifitas memancing di jembatan Gambar 1.3.3 Potret kegiatan memancing di jembatan Sungai Code

14


PENDAHULUAN

15


16

HUBridge by Muhammad Alim Hanafi


Berjualan di Jembatan Hampir di seluruh Jembatan Code memiliki ruang kosong yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat kampung menjadi tempat berjualan terutama di jembatan wisata seperti Jembatan Gondolayu dan Sayidan. Sebagian besar dari mereka bersifat informal namun juga ada yang telah menjadi area formal tertata.

Adapun yang berjualan pada saat tertentu seperti pada saat festival memancing. Mereka tak segan-segan berjualan di tengah jalan dan mengakuisisi jembatan sebagai milik masyarakat kampung. Kendaraan yang lalulalang pun dengan santun melewati jembatan menghargai kegiatan yang sedang berlangsung. Gambar 1.3.4 Potret kegiatan berjualan di sekitar jembatan Gambar 1.3.5 Diagram spasial kegiatan berjualan di jemabatan

17

PENDAHULUAN

Ada dua alasan mereka berjualan di sekitar area tersebut, yang pertama adalah karena mereka ingin memanfaat atraksi berupa suasana sungai yang sejuk dan yang kedua karena area tempat mereka berjualan dekat dengan akses keluar kampung menuju jalan raya. Alasan kedua ini memperkuat arguamen bahwa dalam beberapa kasus jembatan memiliki peran sebagai satu-satunya akses keluar masuk kampung.


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Jembatan adalah Gerbang Kondisi kampung di bantaran sungai yang padat dan berkontur curam membuat kampung tidak dapat diakses oleh kendaraan bermotor. Karena akses kampung selalu berada di dekat jembatan sementara terdapat ruang di kolong jembatan yang kosong, warga kemudian menggunakannya menjadi ruang parkir komunal. Berdasarkan fenomena ini kaki jembatan dalam beberapa kasus telah menjadi satu-satunya akses masuk keluar kampung. Fenomena parkir ini dpat didapati di Jembatan Juminahan dan Gondolayu. Gambar 1.3.6 Diagram variasi akses kampung pada jembatan dengan ruang parkir dan ruang publik Gambar 1.3.7 Potret akses, ruang parkir dan ruang publik pada jembatan

18


PENDAHULUAN

19


20

HUBridge by Muhammad Alim Hanafi


Jembatanku, Taman Bermainku

Namun fenomena di lapangan anak-anak lebih suka bermain dan turun ke sungai dari pada bermain di tempat yang telah disediakan. Sehingga hampir di seluruh jembatan ditemukan anak-anak yang bermain di sungai bawah Jembatan terutama ketika air sungai surut meskipun tidak memiliki fasilitas bermain.

Gambar 1.3.8 Potret anak-anak yang bermain di jembatan Gambar 1.3.9 Diagram spasial ruang bermain pada jembatan

21

PENDAHULUAN

Beberapa kasus Jembatan menjadikan area kolong dan samping jembatan menjadi area bermain seperti taman baca pada Jembatan Jambu dan Taman Sungai pada Jembatan Jetis. Tempat ini biasanya didesain dan dibangun melaui dana bantuan.


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Jembatanku, sebuah struktur aspirasi Jembatan Kewek Code yang memiliki dua level jalur tranportasi membuat pondasinya yang besar muncul ke permukaan. Permukaan jembatan yang luas dan besar ini kemudian dimanfaatkan sebagai media untuk menyampaikan aspirasi atau pesan mereka ke khalayak ramai. Jembatan yang memiliki kesibukan traffic yang besar karena juga sebagi node, pesan-pesan secara efektif mudah tersampaikan kepada masyarakat hingga media informasi. Namun sayangnya kini Jembatan Kewek telah diprivatisasi oleh perusahaan provider telekomunikasi sehingga tembok pondasi Jembatan digunakan sebagai ruang promosi atau iklan dan pemerintah mengklaimnya sebagai penertiban dari vandalisme. Gambar 1.3.10 Potret mural sebagai ruang aspirasi masyarakat di jembatan Kewek Gambar 1.3.11 Potret jembatan yang digunakan sebagai iklan provider

22


PENDAHULUAN

23


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Senja di Jembatan Jembatan merupakan titik perspektif yang tepat untuk menikmati sungai dan kampung. Dari sana kita bisa melihat kampung dan sungai yang membelahnya secara keseluruhan. Sebuah atraksi perspektif yang tidak bisa didapat di tempat lain. Tak jarang di senja hari banyak orang yang berhenti sejenak di tengah jembatan, bersandar pada pagarnya dan memuji Tuhan atas segala ciptaannya. Gambar 1.3.12 Diagram jembatan untuk menikmati view sungai Gambar 1.3.13 Potret view sungai dari jembatan di sore hari

24


PENDAHULUAN

25


“The most creative spaces are those which hurl us together. It is the human friction that makes the sparks� -Jonah Lehrer, American Author


2

The Hubridge // • • • • •

bridge is hub bangunan kreatif kampung keparakan dan wirogunan sebagai lokasi perancangan belajar dari ruang- ruang kampung pemetaan partisipator dan aktivitas

27


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

2.1 Bridge is Hub Sebuah Hasil Kontempalasi Site Melalui fenomena jembatan di koridor Sungai Code, proyek akhir ini mencoba fokus pada satu jembatan yang berlokasi diantara Kampung Keparakan dan Wirogunan. Jembatan ini awalnya telah diwacanakan untuk dibangun jembatan pedestrian (saja). Namun dalam proyek ini kami ingin bereksperimen lebih. Kami tidak ingin mengulang kesalahan yang lama. Dengan demikian kami menawarkan sebuah tipologi baru yang memadukan antara Hub dan Jembatan berdasarkan kajian lokasi yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Sehingga jembatan tak hanya sebagai jalur untuk dilewati, tempat untuk aktifitas tertentu, tapi sebagai tempat “tabrakan” aktivitas-aktivitas yang ada disekitarnya yang nantinya menghsilkan sebuah kolaborasi kehidupan.

More Than Multi-Connector Maka dari itu, paradigmanya pun berkembang. Jembatan tak lagi sebagai multi-connector, tetapi sebagai multi-hub yang terdiri dari physical hub, social hub dan emotional hub yang mana setiap dimensi-dimensi ini tidak hanya dipertemukan tetapi “ditabrakkan” sehingga menghasilkan suatu nilai baru. Joint, Collaboration dan Exchange secara spontan (tanpa aturan atau sistem yang mengatur) ---- baik aktivitas, budaya, informasi, dsb ----- menjadi visi dari desain arsitektur dalam proyek ini. Dari sini kreatif menjadi challange bagi arsitektur untuk mewujudkannya sebagai hasil dari exchange dan kolaborasi terjadi. Mengacu pada artikel Jonathan Moley1 terdapat dua pelajaran yang bisa diambil. Pertama, Untuk menjadikan orang kreatif maka anda membuat mereka saling beriteraksi. Arsitektur yang dapat ‘memakasa’ interaksi adalah strategi pertama. “The most creative spaces are those which hurl us together. It is the human friction that makes the sparks” (Lehrer,2012).2 Kemajuan teknologi informasi juga menjadi tantangan. Banyak potensi positif yang bisa dimanfaatkan seperti memperluas ruang interaksi secara virtual. Namun dampak adiktif yang ditumbulkan menjadi kendala yang dapat menghambat terjadinya interaksi jarak dekat. Kedua, biarkan orang tersebut dapat mengotak-atik space sesuai kebutuhan sendiri. Mereka perlu kebebasan untuk mengundang kreativitas. Arsitektur yang fleksibel menjadi strategi kedua. “They improved the building and the building improved them” (Jonathan,2013). Selain kedua strategi tersebut, kita juga perlu memngetahui dan mempelajari bagaimana budaya manusia dalam bekerja, setiap manusia memiliki budaya berbeda-beda dan tentunya akan berubah setiap waktunya. Bagaimana tren lalu, hari ini dan bagaimana dan masa yang akan datang.

1 2

28

Jonathan C. Molloy. “Can Architecture Make Us More Creative?” 03 Apr 2013. ArchDaily. Accessed 12 Apr 2018. <https://www.archdaily.com/353496/can-architecture-make-us-more-creative/> ISSN 0719-8884 Jonah Lehrer. (2012). Groupthink | The New Yorker. Retrieved April 16, 2018, from https://www.newyorker.com/magazine/2012/01/30/groupthink


BRIDGE

Current Typology HUB+BRIDGE

New Typology THE HUBRIDGE

Gambar 2.1 Gagasan transformasi Jembatan Hubridge

29


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

2.2 Bangunan Kreatif Berdasarkan tema hub diatas, terdapat tantangan inti yaitu bagaimana mewacanakan ‘tabrakan’ atau ‘intersect’ aktivitas melalui arsitektur sehingga dapat memicu kreativitas. Berikut beberapa hasil kajiannya;

MIT’s Building 20

Ancient Greek Agora

20th Century Paris Cafes

bagaimana dari suatu ketidak sengajaan bangunan yang tidak “sempurna” secara fungsi namun dapat membuat orang didalamnya (karena suatu keterpaksaan) berinteraksi untuk meningkatkan kualitas bangunan tersebut.

Kedai Teh abad ke-18 sebagai ruang interaksi yang telah melahirkan bebrapa ilmu pengetahuan

Dimana sebagai ruang bertemunya orang dari berbagai bidang keilmuan yang kemudian melahirkan modernisme

__________ __________ Jonathan C. Molloy. “Can Architecture Make Jonah Lehrer. (2012). Groupthink | The Us More Creative?” 03 Apr 2013. ArchDaily. Accessed New Yorker. Retrieved April 16, 2018, from https://www. 12 Apr 2018. <https://www.archdaily.com/353496/cannewyorker.com/magazine/2012/01/30/groupthink architecture-make-us-more-creative/> ISSN 0719-8884

30

__________ Jonathan C. Molloy. “Can Architecture Make Us More Creative?” 03 Apr 2013. ArchDaily. Accessed 12 Apr 2018. <https://www.archdaily.com/353496/canarchitecture-make-us-more-creative/> ISSN 0719-8884


HUB / Hyunjoon Yoo Architects

Google London HQ / BIG

Nice Meridia Urban / NLA

Konfigirasi ruang modular dengan partisi geser yang membuat ruang menjadi fleksibel

menjadikan sirkulasi utama berada di dasar bangunan yang memiliki orientasi terhadap bangunan sekitar sebagai intractive public street serta menjadikan tangga sebagai ruang publiknya.

menjadikan fasad bangunan teras-teras “halaman dan sirkulasi utama yang saling terhubung oleh tangga sebgai kolabotrasi-kolaborasi ruang

__________

__________ “NL*A Reveals Plans for Open-Concept Green Office Building in France” 23 Nov 2015. ArchDaily. Accessed 30 Apr 2018. <https://www.archdaily. com/777251/nl-star-a-reveals-plans-for-open-conceptgreen-office-building-in-france/> ISSN 0719-8884

__________

“HUB / Hyunjoon Yoo Architects” 31 Dec 2013. ArchDaily. Accessed 16 Apr 2018. <https://www. archdaily.com/460903/hub-hyunjoon-yoo-architects/> ISSN 0719-8884

Google finally reveals its plans for London HQ by BIG and Heatherwick. (n.d.). Retrieved April 30, 2018, from https://www.dezeen.com/2017/06/01/ google-finally-reveals-plans-london-hq-big-heatherwickarchitecture-news/

THE HUBRIDGE

31


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

2.3 Kampung Keparakan & Wirogunan Sebagai Lokasi Perancangan Ruang Antara (Fisikal) Kampung yang menjadi lokasi site adalah Kampung Keparakan dan Wirogunan yang mana diwacanakan akan dibangunnya jembatan yang menghubungkan kedua kampung tersebut untuk memudahkan masyarakat mengakses ruang yang semestinya dekat.1 Adapun jalur yang dipilih berdasarkan posibilitas (dan karena dianggap potensial) untuk disambungkan yaitu Gang Gotong Royong yang berada sisi Kampung Keparakan (sebelah Barat) dan Gang Brojopermana. Disebelah kaki jembatan berdekatan dengan Rumah Produksi Kerajinan Kulit, sementara di sebelah timur berdekatan dengan Kantor Kelurahan dan Puskesmas Wirogunan. Jembatan akan menjulang melintasi sungai dan sawah di kedua sisi. Mengintegrasikan elemen-elemen fisik yang beragam menjadi tantang desain

Perbedaan adalah Anugerah (Sosial) Kedua area ini memiliki karakter kawasan yang berbeda. Kampung Keparakan memiliki yang kuat dengan dominasi aktivitas home industry, seperti kulit sebagai mayoritas, tahu tempe dan sablon. Sementara Wirogunan Selatan aktivitas kampungnya tidak begitu dominan, yang mendominasi adalah aktivitas pendidikan yang berada di Jalan Taman Siswa, yang didominasi oleh mahasiswa. Dari perbedaan ini kemudian jembatan mengambil peran. Proses “tabrakan” berupa exchage dan kolaborasi ekonomi, knowledge dan informasi sangat potensial. Masyarakat Keparakan berlaku sebagai Craftman dan UKM (warung-warung kecil) sementara mahasiswa berlaku dalam sisi akademik/keilmuan dan sasaran pasar bagi UKM itu sendiri. Keduangyan bisa saling mendukung anatara yang satu samalain. Menarik aktivitas dominan dari kedua sisi ke jembatan dan “menabrakkan” keduanya, ditambah dengan tabrakan aktivitas dan budaya yang dibawa keduanya, inilah yang kami kemudian sebut sebagai hub. Dengan demikian arsitektur tak hanya memberi dan menghubungkan ruang, tapi juga meningkatkan nilai hidup masyarakatnya melaui ‘intersect’ aktivitas-aktivitas secara spontan dari dua pemeran yang berbeda. Tidak lupa yang pelu diperhatikan juga bahwa kedua pemeran ini (masyarakat kampung dan mahasiswa) mempunyai budaya/ kebiasaan berbeda dalam melakuan aktivitas yang sama, bagaimana para pengrajin bekerja dan bagaimana para mahasiswa melakukan aktivitas akademiknya. Dengan begitu, menyatukan dua aktivitas yang sama dengan budaya yang berbeda ke dalam kesatuan ruang menjadi tantangan desain selanjutnya sehingga kajian kearifan lokal dalam berkativitas menjadi diperlukan untuk menemukan persimpangan apa yang dapat dilakukan.

Keterbukaan Simbol (Emosional) Pada aspek simbolis, arsitektur menjadi bentuk ‘perayaan’ , penanda, dan representasi dari aktivitas dan eksistensi masyarakatnya. Kedua pemeran di atas memiliki karakter kuatnya masing-masing. Wirogunan dengan taman siswanya dan Keparakan dengan kampung kerajianan sepatunya. Selain itu karakter lokasi site yang juga kuat berupa sungai. Jembatan yang akan menghubungkan keduanya tentunya menjadi peluang peran arsitektur sebagai simbol yang mana tentunya dapat mewakili keduanya. Ketiga kondisi diatas, (fisikal, sosial, dan emosional) masing-masing memiliki tantangan arsitektur dalam proyek ini yang mana ingin menjadikan jembatan sebagai ‘multi-hub’. Perlu adanya strategi penyelasain arsitektur yang mana saling terintegrasi dalam arti tidak menyelasaikan secara satu persatu aspek melainkan secara bersamaan karena masing-masing aspek saling terhubung antar satu dengan yang lain. 1 semarang.bisnis.com. (2016). SEPI PEMINAT, Lelang Jembatan Code Kembali Digelar. Retrieved from http://semarang.bisnis.com/read/20160808/1/88768/ sepi-peminat-lelang-jembatan-code-kembali-digelar bernas.id. (2016). Pembangunan Jembatan Penyeberangan di Atas Sungai Code Tunggu Hasil Lelang - bernas.id. Retrieved from http://www.bernas.id/ amp/19812-pembangunan-jembatan-penyeberangan-di-atas-sungai-code-tunggu-hasil-lelang.html jogja.antaranews.com. (2016). Yogyakarta bangun tiga jembatan penyeberangan orang 2016 - ANTARA News Yogyakarta - Berita Terkini Yogyakarta. Retrieved from https://jogja.antaranews.com/berita/337929/yogyakarta-bangun-tiga-jembatan-penyeberangan-orang-2016

32


Konteks I kampung sepanjang Sungai Code

KEPARAKAN

WIROGUNAN

Konteks II Keparakan dan Wirogunan

THE HUBRIDGE

KEPARAKAN WIROGUNAN

Konteks III Fisik site Jembatan yang diproposalkan

Gambar 2.3 Peta lokasi proyek

33


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

2.4 Belajar dari Ruang-Ruang Kampung

Ruang Kolaborasi Pengrajin Ini adalah portrait ruang produksi kerajianan kulit. Tak ada meja dan kursi khusus, lantai sudah cukup luas menjadi meja kerja mereka. Tidak ada sekat yang membagi ruang setiap bagian pekerjaan, membuat komuniksi kerja lebih fleksibel dan cair serta pengawasan kerja juga lebih mudah. Mungkin ini yang membedakan pengarajin dan buruh/tukang.

Gambar 2.4.1 Potret aktivitas pengrajin kulit di Kampung Keparakan

34


THE HUBRIDGE

35


36

HUBridge by Muhammad Alim Hanafi


Gang mix-use

THE HUBRIDGE

Gang-gang kecil dan sirkulasi yang kompleks menjadi suatu ke-khasan dari kampung. Ukurannya yang sempit membuat rasa kedekatan itu ada, membuat orang yang melewatinya segan untuk melakukan perilaku yang ‘nekaneko’ dan selalu menyapa jika ada orang yang duduk atau ngobrol di emperan rumahnya. Hal ini menjadi contoh bagaimana arsitektur dapat mengontrol perilaku manusia melalui skala. Adapun gang yang berada di tepi sungai yang menjadi ruang semi publik, masyarakat menjadikannya ‘halaman’ rumah mereka dan melakukan aktivitas rumah tangga mereka disana. Namun ruang ini juga terbuka dan diakses untuk publik dan kadang juga menjadi ruang publik. Keterbatasan ruang menjadikan tabrakan aktivitas publik dan private terjadi. Dengan demikian gang menjadi ruang kompleks yang multi-fungsi dan interaktif dimana terjadi ‘tabrakan’ antar elemen-elemen kampung.

Gambar 2.4.2 Potret gang di Kampung Keparakan

37


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Angkringan Angkringan menjadi warung kaki lima khas Yogyakarta. Ia hanya berupa gerobak compact portabel yang menjual berbagai jenis snack dan makanan. Meja gerobak menjadi tempat saji, meja makan sekaligus dapur. Kompaksitas fungsi ini membuat kompaksitas interaksi terjadi, interaksi antara penjual dengan pembeli dan antar pembeli. Lagi-lagi skala yang kecil menjadikan kedekatan itu muncul. Angkringan tak hanya menjadi warung tempat terjadi transaksi jual beli terjadi, tapi juga menjadi ruang publik masyarakat. Biasanya ia juga berada disebelah pos kamling sebagai fasilitas pendukung sekaligus memanfaatkan ruang publik sebagai ekstensi ruangnya.

Gambar 2.4.3 Potret Angkringan di Kampung Keparakan

38


THE HUBRIDGE

39


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

2.5 Partisipator dan Aktivitas Fasilitas Komersial Sebagai ‘Third Place’ Dalam proyek ini partisipator yang dipilih adalah industri kulit rumahan dan perguruan tinggi diikuti dengan fasilitas komersial yang mendukung aktivitas mereka karena dominasi mereka dan potensi kolaborasinya. Karakter komersialnya pun masing berbeda, yang mana di area kampung didominasi oleh warung dan pedagang kaki lima yang menjual makanan hingga kebutuhan pokok, sementara di area Jalan Taman Siswa didominasi oleh restoran, cafe, warnet, toko busana, hingga spa yang memanfaatkan peluang pasar berupa pemuda mahasiswa. Fasilitas komersial ini menjadi penting karena dianggap sebagai ‘third place’ dimana masingmasing komunitas berkumpul dengan kelompoknya.

Industri Kulit Rumahan Warung dan Kaki Lima

Perguruan Tinggi Fasilitas Komersial

40


Pemetaan aktivitas yang dilakukan di Jembatan

memancing bermain berjualan nongkrong menonton orang memancing ke warung

nongkrong ke warung

join aktivitas THE HUBRIDGE

Gambar 2.5 Diagram pemetaan aktivitas di jembatan

41


““Architecture should offer an incentive to its users to influence it wherever possible, not merely to reinforce its identity, but more especially to enhance and affirm the identity of its users.”” -Herman Hertzberger, Architect

42


3

Permasalahan & Analisis // • • • •

rangkuman permasalahan memaksa interaksi melalui arsitektur mewacanakan ruang interaksi fleksibilitas arsitektur open symbol

43


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

3.1 Rangkuman Permasalahan Melalui tiga aspek kondisi site sosial, fisik dan emosional, dalam projek ini mencoba menyelesaikan beberapa permasalahan dengan visi secara radikal menjadikan jembatan sebagai multi-hub dan bagimana dapat memaksa interaksi seperti halnya telah dijelaskan sebelumnya. Permasalahan-permasalan ini kemudian diklasifikasi berdasarkan klasifikasi Bryan Lawson yang mengkalisifikasikknnya menjadi empat aspek : Radikal, Simbolik, Formal dan Praktikal.1

1

Lawson, B. (1981). How designers think. Design Studies (Vol. 2). https://doi.org/10.1016/0142-694X(81)90033-8

Contrains Generator

Designer

Client

Arsitek

Pemerintahan dinas pekerjaan umum.

priority

Jembatan menjadi multi-hub yang ‘menabrakkan’ aspek sosial, emosional, dan fisikal dari masyarakat pengguna secara bersamaan dalam satu kesatuan integrasi arsitektur.

tuntutan utama klen terhadap desain

jembatan menjadi sebuah ‘perayaan’ kolaborasi antar pengguna yang berbeda-beda.

tuntutan klien terhadap simbol tertentu

Konfigurasi bentuk yang simbolik kontrast sekaligus selaras dengan kondisi kontekstual.

tuntutan klien terhadap bentuk tertentu

Konstruksi jembatan dapat melibatkan masyarakat sebagai bagian dari wacana interaksi melaui gotong royong.

Bagaimana konstruksi jembatan realistis dalam perencanaan dan logis secara biaya?

inferiority

44


User

Legislator

Masyarakat Kampung dan Akademika

Pemerintah

arsitektur yang yang dapat memaksa interaksi antar masyarakat, masyarakat dengan landscape dan antar emosial mereka.

Bagaimana jembatan memenuhi strandar keamanan dan keselamatan?

Radical

jembatan dapat mewakili simbol kedua karakter masyarakat.

Aturan mengenai simbol budaya setempat

Symbolic

Konfigurasi bentuk dan skala ruang jembatan yang mengadaptasi kolaborasi ruang-ruang kampung dan ruang akademika kampus.

Aturan mengenai sempadan, ketinggian dan dimensi/besaran jembatan

Konstruksi jembatan yang mudah diplikasikan masyrakat dalam pengembangan dikemudian hari

Aturan mengenai proses konstruksi bangunan

Formal

Practical

__________ 1 Tabulasi klasifikasi masalah mengacu pada ; Lawson, B. (1981). How designers think. Design Studies (Vol. 2). https://doi.org/10.1016/0142-694X(81)90033-8

45

THE HUBRIDGE

rigid


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

3.2 Memaksa Interaksi Melalui Arsitektur Ruang yang interaktif merupakan hal yang sangat penting dalam tema hub. Bagaimana arsitektur dapat memaksa interaksi secara radikal menjadi permasalahan yang ingin diselasaikan. Berikut beberapa wacana solusi yang kami tawarkan.

Arsitektur yang ‘Membahayakan’ Bahaya disini bukanlah bahaya yang mencelakakan, melainkan diartikan sebagai kesan ketidaklaziman yang dapat membuat orang yang merasakannya terpaksa untuk minta bantuan (berinteraksi) dengan orang lain. Gagasan ini adalah kunci pemicu utama terjadinya interaksi yang dilakukan jembatan. Dengan demikian terjadilah interaksi secara spontan yang kemudian memicu interaksi selanjutnya.

46


Memberikan Wacana Visual Picuan interaksi tadi, perlu dikembangkan agar interaksi menjadi berkelanjutan. Menjadikan ruang-ruang terbuka adalah sequence selanjutnya. Hal ini terinspirasi dari gang yang ada di kampung. Gang yang sempit dan exposi aktivitas masyarakat membuat terjadinya tabrakan interaksi. Dengan mengekspose aktivitas yang terjadi dalam ruang, orang yang berada menjadi terpicu oleh informasi samar-samar dari indera penglihatan dan pendengaran sehingga ia mencoba mencari informasi yang lebih melalui interaksi. Selain itu skala gang yang tidak besar menjadikan kedekatan dan keterbatasan ruang yang kemudian menimbulkan ‘tabrakan’.

ANALISIS

47


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

3.3 Mewacanakan Ruang Interaksi Kedua pemeran masing-masing memiliki aktivitas dan kebutuhan yang berbeda terhadap jembatan. Perbedaan aktivitas ini yang kemudian coba dipertemukan melalui aktivitas baru. Pertemuan-pertemuan ini memerlukan wacana ruang-ruang. Wacana ruangruang ini dibuat secara bertahap dan strategis guna menghasilkan jenis interaksi yang diinginkan.

Kemungkinan hubungan aktivitas

memancing

nongkrong

bermain

ke warung

berjualan nongkrong menonton orang memancig ke warung

Jembatan sebagai ‘Hub’ aktivitas mancing playing jualan nonton mancing jagong/ke warung

collide

nongkrong ke warung

academic

crafting HUB

adding value by appealing crafting with academic to the bridge and collide them to make some collaboration, and exchange

48


Melalui gagasan tadi, proses tabrakan atau join aktivitas yang telah dipetakan sebelumnya diskenariokan sehingga mendapatkan jenis ruang apa saja yang diperlukan dan bagaimana konfigurasi ruangnya. Dari skenario ini dihasilkan empat tahap ruang joint. • Joint I sebagai ruang awal terjadinya interaksi spontan melalui tabrakan aktivitas-ativitas budaya kedua pemeran di jembatan • Joint II sebagai ruang transisi antara ruang joint I dan III tempat sepertihalnya gang sebagai ruang ‘tabrakan’ antar joint yang mana mempertemukan aktivitas budaya dan aktivitas kreativitas • Joint III sebagai ruang kolaborasi dan exchage antara aktivitas akademik dan kerajinan berupa lab dan ruang kerja • Joint IV sebagai ruang yang menyatukan ruang-ruang diatas yang merupakan tempat interaksi antar lab • Joint V bisa disebut juga sebagai Cloud Space, sebagai ruang ekstensi maya tempat kolaborasi antara komunitas internal dan eksternal. Keempat joint ini bersifat timbal balik dan terintgrasi antara satu dengan yang lain.

ANALISIS

49


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

3.4 Fleksibilitas Arsitektur Fleksibitas ruang diperlukan guna merespon budaya aktivitas dan kebutuhan kampung yang selalu berubah-ubah dan arsitek tidak memiliki kuasa untuk memprediksi masa depan. Dengan modularitas menjadi strategi yang mana mencoba mengontrol fleksibilitas tersebut dan masyarakat atau pengguna memiliki kesempatan untuk mengimprovisasi banguanan tersebut. Secara simbolik masyarakat juga dapat menetukan identitas mereka sendiri melalui arsitektur, sehingga terjadi kolaborasi identitas antara kampung dan akademik.

50


3.4 Open Symbol Pada dasarnya simbolisasi melalui arsitektur terjadi melalui masyarakatnya. Maka dalam proyek ini masyarakat diberi ruang untuk menentukan dan mengembangkan bagaimana simbol arsitekturnya. Sementara pesan desainer hanya sebatas dalam menentukan geometri struktur yang merepresentasi hub dan landscape sungai. Dengan demikian masyarakat memiliki kebesan dalam berekpresi melalui arsitekturnya, kebebesan ekpresi inilah yang kemudian sebagai representasi hub sebagi bangunan kreatif pengrajin dan akademika. Melalui fleksibitas modul yang telah dijelaskan sebelumnya, open simbol menjadikan representasi arsitektur tidak hanya berupa geometri asitektur tersebut melainkan juga aktivitas yang terjadi di dalamnya.

ANALISIS

51


“Architecture rather like some music and poetry which can actually be changed by the users, an architecture of improvisation.� -Ricard Rogers, Architect

52


4

‘Get lost’ in the bridge // • • •

terinpirasi dari arsitektur ‘ombak banyu’ get lost in the bridge multi-hub

53


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

4.1 Terinpirasi dari Arsitektur ‘Ombak Banyu’ Ombak banyu merupakan wahana lokal yang berada di pasar malam pada hari besar. Bentuknya lingkaran seperti halnya cincin dimana pengunjung duduk di cincin tersebut kemudian di putar sebagaimana gangsing. Sensasi ‘bahaya’ dan pusing menjadi kesan yang ditawarkan. Tempat duduk yang tak memiliki batas menimbulkan interaksi antar pengunjung tidak terhalang apapun. Bentuk geometri yang lingkaran memungkinkan setiap pengunjung melihat antara satu dengan yang lain. Secara geometri lingkaran juga memberikannya karakter yang kuat. Ketika permainan dimulai seolah para pangunjung sedang berada pada dunianya sendiri, tersesat di dalamnya hingga mabuk dan tidak sadar ia berada di dunia mana. ‘Tersesat’ ini yang kemudian akan diadopsi dalam desain jembatan. Kesesatan ini yang mana kemudian secara tidak langsung memaksa interaksi dan memberi kesan dalam arsitektur. Secara kebetulan, kasus ombak banyu ini sangat cocok dengan gagasan desain jembatan, yang mana terletak di atas banyu (air) dan orang di dalamnya ‘diombakkan’ agar terjadi interaksi dan kolaborasi.

Gambar 4.1 Ombak Banyu di Pasar Malam

54


GET LOST IN THE BRIDGE

55


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

4.2 Get Lost in The Bridge ‘Tersesat’ adalah kesan bahaya yang diadopsi sebagai strategi membangun interaksi dalam jembatan secara radikal. seprti halnya kampung layout kampung yang serupa labirin dengan gang-gangnya yang sempit. Orang asing yang datang akan merasa kehilangan arah dan tidak ada pilihan lain selain menanyakan warga yang sedang beraktivitas di emperan. Intraksi pun terjadi secara spontan. Jembatan yang awalnya hanya untuk melintas saja secara langsung, dalam proyek ini justru bagaimana disesatkan agar dapat menghabiskan waktu lebih lama di jembatan, dalam koteks ini melalui interaksi aktivitas di setiap ruang yang ada di jembatan sehingga menghasilkan kolaborasi dan exchage.

Gambar 4.2.1 Inspirasi tersesat dari konfigurasi jalan-jalan kampung yang mirip labirin yang mana memicu interaksi

56


GET LOST IN THE BRIDGE

Gambar 4.2.2 Diagram transformasi gagasan tersesat pada jembatan

57


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

4.3 Multi-Hub Jembatan memiliki peran tiga hub yang ingi dibuktikan dalam proyek ini, antara lain adalah phyisical hub, Social Hub dan Emotional Hub. •

Physical Hub berupa ‘jembatan lanskap’ yang didesain berorientasi pada sungai, sawah yang awalnya di talut dirubah menjadi amphiteater sawah, sementara talud yang berada disisi barat bitambahkan struktur dek baru sebagai area pemancinganW

Social Hub berupa program wacana ruang-ruang interaksi yang ada pada jembatan

Emotional Hub berupa selubung banguanan yang merepresentasi kolaborasi dan kebebasan ekspresi masyarrakat serta bentuk geometri elemen bangunan yang merespon kondisi konteks site.

Ketiga peran hub tidak bekerja secara sendiri-sendiri melainkan secara bersamaan, satu aspek membutuhkan aspek lain dalam satu kesatuan integrasi arsitektur. Untuk rincian skema peran akan dijelaskan pada halaman selanjutnya. Karena jembatan mengikuti kondisi landskap maka sistem strukturnya di pisah atau ‘dilatasi’ yang mana massa pada sisi barat menggunakan sistem bentang seperti halnya pada jembatan pada umumnya sementara di sisi timur menggunakan sistem panggung

58


Emotional Hub

Social Hub

GET LOST IN THE BRIDGE

Pysical Hub

59


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Physical Hub Physical Hub berupa transfotmasi sawah yang di talud menjadi sawah terasering yang juga sekaligus di fungsikan sebagai amphiterater. Hal ini dilakukan guna menjadikan sawah juga sebagai ruang sosial masyarakat yang punya interaksi terhadap sungai secara lebih dekat, karena sejatinya sawah juga terkadang digunakan sebagai tempat bermain lumpur ketika pasca panen. Selain itu sawah juga membatu resapan sungai ketika terjadinya banjir. Seprti diagram di samping, sungai code yang terkenal dengan bencana banjir, Banjir tersebut akan dibantu diresap oleh sawah terasering. Banjir yang terjadi tidak lama, ketika surut banjir akan meninggalkan genangan air di petak sawah. Genangan ini yang kemudian dimanfaatka sebagai kolam bermain lumpur. Dengan demikian lanskap yang biasany dihindari dalam perncangan jembatan dalam proyek ini mencoba justru menyatukannya.

60


GET LOST IN THE BRIDGE

Skenario respon banjir

61


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Social Hub Berdasarkan hasil pemetaan aktivitas, dibentuklah program ruang wacana interkasi berupa ruang - ruang joint. Joint -Joint tersebut berupa sequence-sequence ruang yang berawal dari gagasan ‘get lost’ tadi. Sequence dimulai dari interaksi yang spontan hingga menuju interaksi serius berupa kolaborasi. Kemudian sequence ini berlaku berulang-berulang secara acak sesuai kebutuhan. Sirkulasi yang dibuat sengaja tidak secara langsung mengarahkan pengguna langsung menuju ke sisi seberang, namun pengguna dipaksa dengan cara ‘ditabrakkan’ beberapa simpul-simpul aktivitas guna terjadinya interaksi kolaboratif. Penggunaan ramp serta lika-liku koridor yang mengantarkan pengguna pada spatial expriment open dan close secara terus menerus sehingga mengalami disorientasi dan ‘get-lost’.

62


Joint 5

Joint 4

Joint 3

Joint 2

GET LOST IN THE BRIDGE

Joint 1

Skenario ruang Joint

63


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Gang-gang dibuat berliku guna mengaplikasikan gagasan ‘get lost’ dan juga menjadi setiap liku sebagai ruang antara atau pertemuan antara dua tenant yang menghasilkan interaksi informal. Mengadopsi dari gang-gang kampung mix-use, gang jembatan dilengkapi dengan modul rak-rak yang fleksibel yang dapat digunakan berbagai macam, dari kursi meja, rak buku hingga sarang burung. Rak-rak ini pun juga dapat dialih fungsikan sebagai etalase pemeran produk yang dihasilkan hub atau produk warung - warung.

64


Wacana Ruang interaksi informal

GET LOST IN THE BRIDGE

Rak fleksibel pada gang mix-use

65


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Entrance timur

Angkringan

Entrance barat

Dek pemancingan

66


LAB

Ruang Workshop

Diagram aktivitas pada jembatan

GET LOST IN THE BRIDGE

67


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Emotional Hub Mengadaptasi atap-atap kampung jembatan juga menggunakan atap plana namun dalam bentuk pergola sebagi ingrastruktur hijau yang mana berfungsi sebagai naungan apa yang dibawahnya dan greenroof apa yang diatasnya. Adapun elemen atap shading pada fasad yang acak dan banyak merepesentasi gelombang air sungai dibawahnya. Selain itu fasad jembatan juga mnggunaka wire fram dengan modul persegi. Hal ini sebagai ruang ekpresi masyarakat melalu mural kriya yang mana mural bukan berupa lukisan melainkan pixel-pixel yang dihasilkan dari elemen brick warna-warani yang disusun sedemuikian ruap sehingga membentuk gambar tertentu. Dengan begitu, mural tidak hanya dieksekusi oleh seniman namun seluruh lapisan masyarakat melalui gotong royong sehingga fasad juga dapat memberi impresi intraksi sosial.

68


GET LOST IN THE BRIDGE

Adapatasi fasad terhadap konteks dan simbol

69


70

HUBridge by Muhammad Alim Hanafi


GET LOST IN THE BRIDGE

Skema Contoh Fasad Mural

71


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

KAMPUNG KEPARAKAN

Denah Lantai 1

72


KAMPUNG KEPARAKAN

GET LOST IN THE BRIDGE

Denah Lantai 2

73


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Skenario pembangunan secara gotong royong sebagai bagian dari proses kolaborasi masyarakat

74

Sawah dijadikan amphitheater

Konstruksi modul struktur ‘terbuka’ oleh pemerintah untuk fleksibilitas pengembangan

Konstruksi sirkulasi sesuai guideline

Kontruksi atap sebagai penyatu masamasa yang terpisah

Konstruksi tiang sebagai center point sekaligus antena

Pengembangan ruang-ruang lab oleh gotong royong masyarakat

Penambahan atap secara verankular oleh masyarakat

Penambahan fasad wire frame sebagai media aspirasi (mural)


Simulasi multi-fungsional jembatan

Festival memancing 17an

Sebagai area expo dan bazar

GET LOST IN THE BRIDGE

Sebagai theater pertunjukan atau seminar

75


fasad aspirasi

koridor mix-use

76

HUBridge by Muhammad Alim Hanafi


arena memancing

GET LOST IN THE BRIDGE

theater sawah

77


HUBridge by Muhammad Alim Hanafi

Kesimpulan // Berdasarkan hasil evaluasi, penguji mengapresiasi eksplorasi desain dengan pendekatan tersesat dan dianggap menarik dan metafora ombak banyu dianggap metafora yang pas dan memiliki nilai lokal. Namun perlu ada penambahan pada detail konsep open structure serta explorasi pada dimensi di tingkat bussiness hub yang mana memerlukan fasilitas-fasilitas pendukung. Perlu dimbahkan penjelasan detail bagaimana fleksibilitas konfigurasi ruang yang mengakomodasi aktivitas yang berubah-ubah. Penulis sadar atas banyaknya kekurangan dalam produk tugas akhir ini, namun penulis berharap tugas akhir ini dapat membuka pemikiran/wacana/diskusi bagaimana berarsitektur di masa depan khususnya pada perancangan infrastruktur jembatan. Tentunya arsitektur tidak mampu berdiri sendiri dalam mengimplemntasikan gagasan ini, kondisi sosial ekonomi politik masyarak juga memiliki pengaruh yang besar. Penulis berharap tugas akhir ini dapam memicu diskusi kritis lebih lanjut antar disiplin ilmu untuk mengembangkan gagasan dan pemikiran ini.

78


KESIMPULAN

79


Referensi // AD Editorial Team. “MVRDV Reveals Design For Dawn Bridge, A 80m-Long Dual Use Crossing in Shanghai” 08 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www.archdaily. com/888743/mvrdv-reveals-design-for-dawn-bridge-a-80m-longdual-use-crossing-in-shanghai/> ISSN 0719-8884 Adl-Zarrabi, B. (2017). What is “Infrastructure Physics”? Energy Procedia, 132(132), 520–524. https://doi. org/10.1016/j.egypro.2017.09.707 ArchDaily. Accessed 16 Apr 2018. <https://www. archdaily.com/882382/seoullo-skygarden-mvrdv/> ISSN 07198884 Bridge House / LLAMA urban design” 23 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www.archdaily. com/889537/bridge-house-llama-urban-design/> ISSN 07198884 Burke, S. (2015). Building Bridges as Public Spaces, Not Just Infrastructure - Project for Public Spaces. Retrieved October 2, 2017, from https://www.pps.org/blog/bridges-andplacemaking/ Charter of The New Urbanism. (2001). Retrieved from https://www.cnu.org/sites/default/files/charter_english.pdf Donald Appleyard - Project for Public Space. (n.d.). Retrieved October 13, 2017, from https://www.pps.org/reference/ dappleyard/ Florence: An Architectural Guide. San Giovanni Lupatoto, Vr, Italy: Arsenale Editrice srl. ISBN 88-7743-147-4. Google finally reveals its plans for London HQ by BIG and Heatherwick. (n.d.). Retrieved April 30, 2018, from https:// www.dezeen.com/2017/06/01/google-finally-reveals-planslondon-hq-big-heatherwick-architecture-news/ HUB / Hyunjoon Yoo Architects” 31 Dec 2013. ArchDaily. Accessed 16 Apr 2018. <https://www.archdaily.com/460903/hubhyunjoon-yoo-architects/> ISSN 0719-8884

80

Jonathan C. Molloy. “Can Architecture Make Us More Creative?” 03 Apr 2013. ArchDaily. Accessed 12 Apr 2018. <https://www.archdaily.com/353496/can-architecture-make-usmore-creative/> ISSN 0719-8884 Karen Cilento. “LOOP City / BIG” 03 Sep 2010. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www.archdaily. com/76482/loop-city-big/> ISSN 0719-8884 Lawson, B. (1981). How designers think. Design Studies (Vol. 2). https://doi.org/10.1016/0142-694X(81)90033-8 Maharika, I. F. (2018). Umranisme - Penjelajahan Niat Arsitektur untuk Membangun Adab. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. “NL*A Reveals Plans for Open-Concept Green Office Building in France” 23 Nov 2015. ArchDaily. Accessed 30 Apr 2018. <https:// www.archdaily.com/777251/nl-star-a-reveals-plans-for-openconcept-green-office-building-in-france/> ISSN 0719-8884 Norberg-Schulz, C. (1963). Intentions in Architecture. Universitetsforlaget. Retrieved from https://books.google.co.id/ books?id=G0AzAAAAMAAJ oma.eu. (n.d.). Simone Veil Bridge. Retrieved April 16, 2018, from http://oma.eu/projects/simone-veil-bridge Tabiat Pedestrian Bridge / Diba Tensile Architecture” 17 Nov 2014. ArchDaily. Accessed 16 Apr 2018. <https://www. archdaily.com/566387/tabiat-pedestrian-bridge-diba-tensilearchitecture/> ISSN 0719-8884 Quote by Jonah Lehrer: “The fatal misconception behind brainstorming is...” | Goodreads. (n.d.). Retrieved April 7, 2018, from https://www.goodreads.com/quotes/501261-the-fatalmisconception-behind-brainstorming-is-that-there-is-a Zalige Bridge / NEXT architects” 17 Feb 2018. ArchDaily. Accessed 9 Mar 2018. <https://www.archdaily. com/889097/zalige-bridge-next-architects/> ISSN 0719-8884


81



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.