Hi! semoga kedamaian senantiasa bersama kita
2
3
‘Semacam’ Portofolio Portofolio, sepertinya sudah menjadi keharusan bagi mahasiswa desain freshgarduate pada umumnya, sebagai platform untuk menunjukkan rekam jejaknya dalam berkarya. Portofolio ini biasanya ‘diniatkan’ sebagai alat bukti kemampuannya dalam berkarya, sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi yang akan menggunakan kemampuan berkaryanya, entah itu calon klien ataupun suatu firma. Lalu timbul pertanyaan dalam diri saya, “jikalau begitu, selama kuliah, sebenarnya saya berkarya untuk siapa? untuk sayakah? dosenkah? calon klienkah? firmakah? atau untuk siapa? kok rasanya eman kalau saya berkarya hanya untuk saya atau mereka (yang disebut di atas)? Bukankah sejatinya karya adalah persembahan kontribusi kita kepada semesta?
4
Dari situ, saya pun mencoba memperbarui niat portofolio tadi. Bagaimana jika portofolio diniatkan sebagai platform untuk menawarkan dan berbagi gagasan yang ada disetiap karya kita kepada khalayak, bahkan yang berada di luar bidang desain? Dan sepertinya hal ini sudah dilakukan beberapa firma arsitektur dengan menerbitkan buku untuk berbagi cerita tentang karya-karya mereka. RUANG ANGAN bermula dari semangat niat untuk berbagi tersebut. Dinamakan demikian karena memang isinya masih berupa gagasan anganangan, yang kebetulan dalam kasus saya, belum ‘sempat’ mewujudkannya. Mungkin dengan membagikannya, angan-angan ini bisa diwujudkan oleh orang lain yang lebih berkesempatan, entah di masa kini atau yang
akan datang, tentu dengan menyesuaikan konteksnya. Namun, bukan berarti gagasan-gagasan ini dibagikan semerta-merta untuk diwujudkan, saya sadar betul bahwa beberapa gagasan mungkin masih liar bahkan prematur karena belum bersentuhan langsung dengan realita. Saya lebih berharap RUANG ANGAN dapat menjadi bahan diskusi kritis dan renungan bagi pembaca dan terutama saya sendiri, untuk mewujudkan gagasan baru yang lebih bijak dan bermaslahat pada karya-karya selanjutnya. Semoga, dengan niatan tersebut, ‘semacam’ portofolio ini bisa lebih bermanfaat. Salam :)
Desember, 2019 Alim Hanafi
5
Alim Hanafi alimhanafi25@gmail.com @alimhanz
Education 2014 -2018 Universitas Islam Indonesia Bachelor of Design in Architecture 2006 - 2012 Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo
6
Experiences 2020 - now
Designer at Realrich Architecture Workshop - RAW Architecture
2018 - 2019
Staff at Department of Architecture, UII (as devotion of university’s scholarship program)
2018 Research Assistant, under Dr. Ilya F. Maharika about Travel Platform on Hotels at Yogyakarta and It’s Relation in Architecture and Urban Design Lecture Assistant, Architectural Design Studio 5 Course 2017 Editor, Parametric Timber Grid Shell Workshop Report 2016 ISBN: 978-602-450-101-3 2016 - 2017 Research Assistant, under Dr. Yulianto P. Prihatmaji about Study on Structural Performance Of Indoensia Wooden Building and Development of Retrofit Methods - at Toraja, South Sulawesi 2016
Mentor Assistant, Parametric Timber Grid Shell Workshop Delegation, The SPARCH Short Course Program – Finding the Heart of The Old Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
2015 - 2018
Lecture Assistant, Building Construction and Material Course
2015 Participant, Summer Camp 2015, Bamboo Construction and Parametric Design Workshop 2013 - 2014
Volunteer at Yogyakarta Consumer Institute
Achivement 2018
Merit Award FuturArc Prize 2018 Top Five, Pop Up Design of Creative Space by LIXIL, IAI Jakarta
2017 Merit Award, FuturArc Prize 2017 1st Prize, Wiswakharman Architecture Competition 2017 Presenter at UIA Congress Seoul 2017 on Design Work under title “Patehan Cultural Kampong Preservation through Cultural Injection to Informal Economy Sector”. 2016
2015
1st Prize, BnB Architecture Competition by Backstreet Academy 2nd Winner Poster Design Competition, Milad 71 - UII 1st Winner of Calligraphy Painting Contest, UII Top Ten of No Smoking Poster Design Competition, UII
7
8
Daftar isi Competition Project 01
02
Omah Tani Homestay
10
Kudus Cultural Landscape
22
Mengambil u/ memberi
Dialogi Akulturasi antara; Lama & Baru, Budaya & Manusia, Sakral & Profan
03 Rumah Tangga 36
04
Bertetangga
Kota Simbiosis
/Co • de/ Bio+nomy Booster
42
05
Pop Up Creative Space
52
/re • flek • si/ Reklaim, Fleksibel, Adaptasi
06 Balerong Toba 64
Mengalami Toba dan Kerajinannya
Academic Project 07 Kampung Urban 72
Inviting, Connecting, Developing
08 The Hubridge 82
More Than A Connector, It’s A Hub!
Personal Project 09 Saung Sembahyang 100
Seberapa Penting Ruang Ibadah?
10 Hostel Wirosaban 104
Kampung Wisata(wan)
9
01 Omah Tani Homestay
COM P E T I T I ON P ROJ E CT
hospitality; homestay; commercial
Juried by Eko Prawoto
1st Prize - BnB Architecture Competition by Backstreet Academy
in collaboration w/ Wazid K. B., Satria A. P.
10
LO CA TION
2 01 6
Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta, ID
11
OMAH TANI HOMESTAY
Mengambil u/ memberi Proyek ini merupakan buah hasil sayembara yang diselenggarakan oleh sebuah travel platform bernama Backstreet Academy. Platform ini menawarkan amazing travel experience kepada para wisatawan dengan cara berhubungan langsung dengan masyarakat lokal. Dari situ para traveler dapat mempelajari dan mengalami tradisi - tradisi lokal secara langsung dari masternya. “Meet people you’ll never get to meet, do things you’ll never get to do, with the friendliest people.” - backstreetacademy.com Maka sayembara homestay ini bermaksud untuk mengkomodasi tujuan mereka di Yogyakarta, tepatnya Bangunjiwo, Bantul, yang mana merupakan lokasi yang cukup strategis. Berdasarkan analisis, Bangunjiwo mempunyai beberapa kerajinan tradisional antara lain adalah kerajinan gerabah, patung batu, kipas bambu, dan wayang kulit. Banyak sekali aktifitas kerajinan yang bisa dimanfaatkan. Yang menarik lagi adalah Homestay ini juga dibangun di atas tanah sawah basah, yang mana berarti, aktifitas pertanian juga menjadi concern kita selain aktivitas kerajinan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengolah dua potensi aktifitas diatas pada perancangan homestay?
12
Well, kami coba melihat paradigma yang lebih luas. Kebanyakan fasilitas-fasilitas akomodasi wisata banyak berdampak negatif pada lingkungan dan sosial sekitar. Seolah ia hanya memanen potensi-potensi yang tertanam pada daerah singgahnya, tanpa memberi siraman kontribusi efektif pada sekitarnya. So, we learn from the olders, Gubuk Tani, satusatunya bangunan yang berdiri di atas sawah. Keberadaannya tidak menimbulkan banyak kerusakan, material yang membentuknya pun sederhana, namun cukup memberikan kontribusi yang mendukung aktifitas disekitarnya. Ia menjadi ruang istirahat dan interaksi antar petani sambil menjaga sawahnya dari para hama. Terkadang ia juga menjadi tempat penyimpanan sementara hasil pertanian. Dengan meneladan the olders, kamipun mencoba merancang homestay yang menerapkan perannya, “Mengambil untuk Memberi”. Ada tiga skema cakupan peran antara lain, utilizing, preserving, supporting dua potensi yang telah dijelaskan berupa kerajinan dan pertanian. Melalui tiga skema tersebut, harapannya dapat meningkatkan hubungan kolaborasi win-win antara masyarakat lokal dan wisatawan.
01 OMAH TANI HOMESTAY
1
2
3
4
IMAGE 1.A Kerajinan-kerajinan yang ada di Bangunjiwo (1) Gerabah, (2) Tatah Sungging, (3) Kipas Jipangan, (4) Patung Batu
13
Skema hubungan kolaborasi antara aktifitas kerajinan dan wisata yang diakomodasi oleh homestay
IMAGE 1.B
CRAFT M A N
provides a gallery to exhibit the crafts - implements the crafts in homestay buiding
HOME S T A Y
promotes the craft product at homestay gallery -
T O U R I S T
- “this craft is so beautiful, can I get it?” “you can get it at xxxx, you can also learn how to make it directly from the master”
HOME S T A Y
- “Well, this is amazing!”
T O U R I S T
14
- learning, caring, sharing, purchases the craft product - get amazing travel experience
economy profit sustaining their craft industry expanding market -
CRAFT M A N
01
Skema hubungan kolaborasi antara aktifitas pertanian dan wisata yang diakomodasi oleh homestay
IMAGE 1.C
OMAH TANI HOMESTAY
F A M E
R R
T O U R I S T
T O U R I S T
provides a space for farmer supporting farmer activity - implements ‘mina padi’ at homestay and increasing the income from it
gives a wonderful view of rice field expose the farming activity - “can I join farming with you?”
- learning, caring, sharing - get amazing travel experience
economy profit sustaining their farming industry -
HOME S T A Y
HOME S T A Y
F A M E
R R
15
IMAGE 1.D
16
Skema rencana denah homestay
01
SITEPLAN Homestay Unit Paviliun + Gallery Open Kitchen + Receptionist Warehouse + Staff Room Garden Car Parking Minapadi* Area Existing Irigation Farmer Parking Guest + Local Entrance Local + Farmer Entrance Toilet
*) Minapadi is rice cultivation and fish in one land together so it has two products that can be harvested i.e. fish and rice. Fish also gives the nutrients in plants as well as vice versa.
MINA PADI SYSTEM preserve wetland character + increase field income
WALKING DECK minimize the ricefield damage
JALAN SAWAH invisible boundary between homestay and ricefield
17
OMAH TANI HOMESTAY
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Skema konsep spasial
IMAGE 1.E
ndalem
SHARED SPACE
Konsep spasial homestay mengadaptasi konsep spasial rumah adat joglo. Pendopo sebagai area publik dan ndalem sebagai area private keduanya dipisahkan dan dihubungkan oleh koridor shared space yang kemudian kami transformasikan menjadi entrace baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan.
paviliun + gallery
SHARED SPACE
staff room + open kitchen
pendopo
SHARED SPACE
paviliun + gallery
18
homestay unit
PAVILIUN + GALLERY menjadi ruang milik bersama tempat bercengkramanya masyarakat lokal dan wisatawan. Sengaja terbuka sehingga masing-masing dapat melihat aktivitas sesama serta tidak sungkan untuk singgah di dalamnya. Di ruangan ini mereka dapat melakukan berbagai kegiatan, dari bersantai, masak dan makan bersama, hingga melakukan workshop.
Ruang ini juga menjadi tempat dimana beberapa hasil kerajinan masyarakat dipamerkan. Berbagai gerabah dan patung batu dipajang pada petakan dinding bambu yang juga berfungsi selubung bangunan. Gerabah cetak pun juga dimanfaatkan sebagai material dinding bangunan staff.
19
OMAH TANI HOMESTAY
Ilustrasi Paviliun + Gallery + Open Kitchen
01
IMAGE 1.F
20
01 OMAH TANI HOMESTAY
IMAGE 1.G Pada selubung unit homestay kami melakukan eksperimen dengan membuat kipas raksasa yang dijadikan sebagai sistem bukaan.
----Dengan demikian, para pengrajin mendapatkan peran langsung dalam pembangunan homestay. Sehingga dapat dipastikan bahwa homestay merupakan karya gotong royong dan kolaborasi potensi-potensi masyarakat sekitar.
21
02 Kudus Cultural Landscape
COM P E T I T I ON P ROJ E CT
culture center; public space
Juried by Adi Purnomo, Eko Prawoto, Sita Yuliastuti
1st Prize - WEX 2017
in collaboration w/ Nizar C. T. 22
LO CA TION
2 01 7
Kudus, Central Java, ID
23
KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
Dialogi Akulturasi antara; Lama & Baru Budaya & Manusia Sakral & Profan Akulturasi telah menemani dinamika perjalanan perkembangan Kota Kudus. Ia terekam secara harmonis dalam wujud arsitektur Masjid Menara Kudus dan Rumah Adat Kudus yang tak lain juga lahir sebagai citra dari tradisi akulturasi sosial masyarakatnya. Tradisi sosial tersebut biasa disebut GUSJIGANG aka. BagusNgaji-Dagang, yang mana berarti urusan ibadah dan berdagang harus seimbang dan saling berkesinambungan. Sebuah bentuk ‘akulturasi’ antara aktifitas sakral dan profan yang mana juga difiguri oleh Ja’far as- Shadiq aka. Sunan Kudus yang juga membangun Masjid Menara Kudus. Ziarah makam Sunan Kudus, salah satu aktifitas peribadatan yang berkembang hingga kini yang mana juga mendatangkan banyak wisatawan (pilgrims tourism). Bahkan setiap prosesinya dirayakan melalui upacara sakral salah satunya Ganti Luwur, sebuah prosesi mengganti kelambu pada makam Sunan. Sementara aktifitas perdagangan ditandai beberapa kerajinan tradisional berupa seni ukir dan bordir. Sayangnya, kini kerajinan tersebut kalah pamor dengan industri kretek yang telah menjadi citra khas Kota Kudus. Kebergantungan masyarakat terhadap industri kretek ini cukup tinggi dan cukup berdampak pada penurunan minat berwirausaha, hingga akhirnya memudar seiring berjalannya waktu. 24
Tidak bisa dipungkiri, industri kretek cukup banyak berkontribusi secara ekonomi, namun hal ini menjadikan masyarakat Kudus menjadi tidak mandiri. Tanpa kemandirian, masyarakat tidak bisa menentukan sendiri kemana arah budaya mereka akan berkembang. Akibatnya, meski aktivitas ziarah mendatangkan banyak wisatawan (yang idealnya dapat meningkatkan aktifitas ekonomi) tidak memberikan dampak positif yang signifikan pada tradisi kerajinan. Akulturasi pun berubah menjadi asimilasi. Dari fenomena ini, Kudus Cultural Landscape sebagai culture center, hadir untuk menjalin kembali dialog akulturasi aktifitas peribadatan (sakral) dengan mengoptimalkan dampak positifnya pada aktifitas perdagangan (profan) masyarakat Kudus, sehingga keduanya lestari dalam perjalanan bersama, serta mengembalikan citra kerajinan yang sempat pudar dengan tetap mengadopsi nilai-nilai kearifan terdahulu yang kemudian diakulturasikan dengan nilai-nilai yang baru/ kekinian. Dialog akulturasi ini diwujudkan melalui pendekatan desain pola tata ruang budaya sebagai hasil dialog dasar budaya yang secara fisik nampak dari aktifitas-aktifitas manusia (Cultural Landscape, Rapoport, 1977:346). Melalui pendekatan ini, harapannya melahirkan arsitektur yang lebih fleksibel dan dinamis, mampu menyesuaikan perkembangan masyarakat tanpa
02 KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
menghilangkan salah satu diantara mereka. Dialog akulturasi ini dimaknai dalam arsitektur sebagai bentuk selebrasi, komunikasi dan kolaborasi. 1. Selebrasi, artinya arsitektur sebagai bentuk perayaan yang merepresentasi identitas, citra, dan eksistensi sebuah komunitas dan budayanya. Dalam konteks ini aktivitas perdagangan dan kerajinan menjadi concern utama yang perlu diselebrasi. 2. Komunikasi, artinya arsitektur sebagai wadah yang mempertemukan berbagai komunitas dan budaya sehingga terjalin komunikasi yang mempererat dan memperluas jaringan kerjasama antar mereka. Dalam konteks ini para peziarah/ wisatawan, pengrajin, ekspert, akademisi, peneliti menjadi potensi utama jaringan. 3. Kolabarasi, artinya arsitektur sebagai media pemicu kolaborasi antar komunitas dan budaya tanpa mengurangi antara satu dengan yang lain sehingga menciptakan inovasi-inovasi yang memberi maslahat pada sesama, terutama dalam konteks ini di bidang ekonomi.
IMAGE 2.A Citra Kudus sebagai Kota Kretek diperkuat oleh wujud monumen arsitektur berupa daun tembakau sebagai gapura selamat datang yang merepresentasi eksistensi industrinya.
Tiga peran di atas kemudian dijadikan panduan dalam merumuskan program ruang dan bentuk arsitektur culture center Kudus.
25
IMAGE 2.B Peta lokasi culture center beserta analisis spasial dan intervensinya
Secara kawasan, Kudus memiliki kepadatan bangunan yang cukup tinggi. Dari kepadatan itu muncul berbagai lorong-lorong yang menjadi roda aktivitas masyarakat setempat. Ruang publik pun tercipta melalui ruangruang di gang yang dapat dikatakan sebagai public continues space. Selain sebagai jalur sirkulasi public continues space berfungsi sebagai tempat interaksi dan komunikasi sosial masyarakat. Maka dari itu menjadi penting untuk tetap mempertahankan sense of space yang dimiliki lorong-lorong existing karena ia merupakan bagian dari budaya yang timbul dari pola aktivitas masyarakat. BEFORE // kondisi existing Kondisi kawasan sudah cukup baik dalam mengakomodasi kebutuhan spasial. Pola pergerakan pejalan kaki dinilai seimbang. Namun tuntutan kebutuhan arsitektural sebagai Pusat Kebudayaan menjadikan penting untuk menemukan pola yang dapat meningkatkan konektivitas kawasan terhadap Pusat Kebudayaan yang dirancang. Hal ini menuntut adanya pola baru yang kuat secara spasial. AFTER // + jalur diagonal (shortcut) Intervensi pola jalan yang baru menunjukkan bahwa simpul spasial di kawasan node menjadi lebih kuat. Intervensi dilakukan berdasarkan pola lorong-lorong yang ada di kawasan. Hal ini bertujuan sebagai jalur shortcut sekaligus “jebakan inviting�. sekaligus fit in terhadap budaya spasial. Jalur ini kemudian dapat di rekayasa menjadi ruang aktifitas budaya masyarakat yang lebih produktif dan terprogram.
26
BEFORE
AFTER
02
IMAGE 2.C Skema transformasi bentuk massa bangunan
KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
A - Lokasinya dapat dibilang sebagai serambi dua pusat aktifitas kebudayaan yaitu Masjid Menara Kudus dan Klenteng. Dengan demikian Pusat Kebudayaan ini akan mengambil peran (secara spasial) sebagai “ruang transit profan” menuju dan dari dua pusat aktifitas sakral. B - Intervensi pola jalan yang baru sebagai jalur shortcut sebagai “jebakan inviting” sehingga pengunjung yang datang dari berbagai latar belakang secara “tidak sengaja” memasuki bangunan kita dan kemudian mengalami ruang dan aktifitas komunikasi dan kolaborasi di dalamnya. C - Inviting juga dilakukan melalui transformasi atap menjadi public space yang “diselundupkan” berbagai media edukasi budaya dan sejarah Kudus. Dengan begitu begitu budaya ditawarkan dengan cara lebih memasyarakat dan playful. D - Keberadaan pohon beringin pada site dimanfaatkan sebagai area bermain dan belajar (Taman Ringin) anak sebagai penerus estafet budaya. Beringin yang biasanya dianggap sebagai suatu yang sakral namun disini dijadikan justru sebaliknya (profan) untuk menyeimbangi sacred space pada Masjid Menara Kudus sekaligus menjadikannya ruang yang lebih produktif. E - Dua massa bangunan yang terpisah oleh jalan baru dihubungkan oleh lorong jembatan agar sequence ruang-ruang terhubung secara terus menerus.
27
IMAGE 2.D
28
Floor plan
02
GUS-JI GANG (ALLEY) Culture Festival Creative Market MULTI PURPOSE ROOM Cultural Workshop Enterpreneurship Workshop Skill Building Tourism Information Center Community Center TAMAN RINGIN Playground Open Library MEZANIN (GALERI CAHAYA) TAMAN PARKIR OFFICE & RESEARCH GALERI CAHAYA History and Culture Learning Cultural Gallery Product Expo TOILET LORONG RENUNGAN TANGGA INTERAKTIF History and Culture Learning Public Space & Fasilities
KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
1. • • 2. • • • • • 3. • • 4. 5. 6. 7. • • • 8. 9. 10. • •
29
IMAGE 2.E Transparansi dan refleksi merupakan bentuk komunakasi bangunan dengan sekitarnya antara ruang dalam dan luar, elevasi bawah dan atas. Ruang publik yang di-elevate keatas membuatnya tetap aman dan ramah anak meski tanpa pembatas yang tinggi.
30
02
IMAGE 2.F Ruang multi purpose yang dapat digunakan sebagai ruang workshop komunitas
KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
IMAGE 2.G Gus-ji Gang sebagai area bazar dan jualan produk -produk kreatif komunitas
31
IMAGE 2.H
IMAGE 2.I
MENGUKIR CAHAYA, Galery cahaya memanfaatkan potongan-potongan kayu bekas workshop ukir kayu sebagai kisi-kisi yang memroyeksikan pola bayangan tertentu yang kian berubah mengikuti pergerakan matahari. Pergerakan manusia diatasnya (public space) menjadikan proyeksi bayangan menjadi lebih atraktif.
skylight terbuat dari kaca patri yang berisi konten ilustrasi sejarah Kudus. Dari situ pengunjung juga dapat mengintip aktifitas yang ada di bawahnya sehingga terjalin komunikasi tidak langsung.
Kudus History in stained glass
32
IMAGE 2.L
Entrance menuju galeri cahaya, tonjolan pola bata merepresentasi seni ukir tiga dimensi Kudus
proyeksi ukiran cahaya merepresentasi seni ukir dan bordir Kudus
02
IMAGE 2.J
KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
IMAGE 2.K Lorong renungan bersuasana sempit dan gelap sebagai transisi antara dua ruang terbuka
33
IMAGE 2.M Taman ringin mentransformasikan pohon beringin yang biasa identik dengan ruang sakral menjadi ruang profan dimana anak-anak generasi muda dapat bermain dan belajar. Akar gantung menjadi wahana atraktif untuk bermain.
34
02
IMAGE 2.N
KUDUS CULTURAL LANDSCAPE
SEQUENCE - Variasi pengalaman ruang pada Masjid Menara Kudus berupa sempit - renggang, terang - gelap, sunyi - ramai, kasar - halus, polos - detail, sakral - profan ditransformasikan pada Culture Center menjadikan perjalanan sequence ruang menjadi menarik dan penuh dengan kejutan.
35
03 Rumah Tangga
COM P E T I T I ON P ROJ E CT Merit Award - FuturArc Prize 2017
riverside; urban housing, floodplain
Juried by Dr Nirmal Kishani, Florian Heinzelmann, Dr Zalina Shari Team Nizar C.T., Riri I., Alim H., Yushna S. A.
36
render image by @yushnaseptian
LO CA TION
2 01 7
Kampung Ratmakan, Yogyakarta, ID
37
RUMAH TANGGA
Bertetangga Secara alamiah, sungai memiliki daya tarik yang mengundang berbagai makhluk hidup tumbuhan, hewan bahkan manusia, hingga akhirnya tepian sungai penuh dengan kehidupan. Mereka hidup bertetangga dengan bahagia dan harmonis. Namun, dalam perjalanan perkembangan kota, dominasi manusia mengakibatkan ketidakseimbangan pada ekosistem tepi sungai. Perkerasan demi perkerasan kampung dibentangkan di atas dataran banjir sebagai alas hidup manusia, namun tidak bagi tumbuhan yang memiliki fungsi alamiah sebagai spon untuk mengatisipasi pasang surutnya air sungai. Akibatnya, pasang air tidak terakomodir, dan terjadilah banjir. Sungai yang awalnya sebagai sumber kehidupan kini dianggap sebagai ancaman. Lalu dibangunlah benteng beton untuk mengantisipasi ancaman telah dibuatnya sendiri. Sayangnya/untungnya, banjir tetap tak terhindarkan, sungai selalu punya cara untuk mengambil alih kembali apa yang menjadi hak mereka. Terjadilah kesenjangan antara manusia dan sungai. Tetangga masa gitu? Kesenjangan ini meningkatkan depresi sosial masyarakat kampung, ditambah dengan meningkatnya kepadatan yang tidak terkontrol. Ruang-ruang sosial berkurang, lingkungan tercemar, alam tidak bisa membantu banyak.
38
Rumah Tangga mencoba menyelesaikan permaslahan di atas dengan menjalin kembali keharmonisan tetangga antara manusia dan sungai dengan mengintegrasikan fisik perumahan kampung dengan lanskap sungai. Fungsi lanskap dataran banjir sebagai spon dikembalikan dan diintergrasikan dengan arsitektur vertikal seperti tangga. Banjir dan hujan yang datang ditampung untuk menghidupi ternak dan ekologi sungai serta mencukupi kebutuhan fasilitas servis. Kampung kini dapat menyediakan kebutuhan ruang hidup dan terbuka hijau yang meningkat melalui atap dan dinding sponnya sekaligus menjaga ekologi sungai. Kepadatan terkendali, kesedian ruang sosial membaik, banjir terakomodir, ekologi sungai lestari. Kehidupan bertetangga di tepi sungai rukun kembali. Banjir yang tadinya dianggap ancaman, kembali menjadi anugerah kehidupan.
03
IMAGE 3.A Skenario konsep concept by @nizarcete
RUMAH TANGGA
39
IMAGE 3.B Skema sistem Rumah Tangga
40
03
IMAGE 3.C Ekologi sungai dan aktivitas sosial masyarakat hidup bersandingan pada sistem rumah tangga
RUMAH TANGGA
render image by @yushnaseptian
render image by @yushnaseptian
41
04 /Co • de/ Bio+nomy Booster
COM P E T I T I ON P ROJ E CT
urban design; riverside; housing, biophilic
Juried by Dr Nirmal Kishani, Florian Heinzelmann, Dr Zalina Shari
Merit Award - FuturArc Prize 2018
in collaboration w/ R. A. Ridyna G., Dida L. C., Mutia M., Intan W.
42
LO CA TION
2 01 8
Code River, Yogyakarta, ID
43
CODE BIO+NOMY BOOSTER
Kota Simbiosis 70% area kota Yogyakarta terdiri atas kampung, 69% -nya memiliki kondisi yang kumuh terutama pada area informal seperti tepi sungai Code. Dalam kota, kampung memiliki peran yang sangat penting karena menampung kehidupan sebagian besar warga kota. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota, ia perlu diberdayakan, kekumuhannya perlu di benahi agar wujudnya tidak menjadi beban kota dan penyakit masyarakat. Kekumuhan ini terjadi dikarenakan keterbatasan ekomomi masyarakatnya sehingga tidak dapat meng-upgrade infrastruktur kampungnya. Turun tangan pemerintah pun juga belum sepenuhnya dapat diandalkan. Masyarakat membangun dan mengelola infrastruktur kampungnya secara mandiri melalui swasembada dan gotong royong. Budaya positif ini masih bertahan di beberapa kampung hingga saat ini. Sayang, kondisi ekonomi membuat mereka tidak dapat berbuat banyak. Secara lokasi, kampung Code ini cukup strategis. Ia bersandingan dengan garis imajiner Yogyakarta (Tugu - Keraton) yang merupakan koridor utama wisata dan ekonomi. Lalu kenapa ekonomi ini tidak banyak memberi dampak positif bagi kampung? Hal ini disebabkan oleh disintegrasi pada infrastruktur antara area komersial, kampung, bahkan sungai. 44
Masing-masing dipisahkan oleh batasanbatasan, baik fisik maupun non-fisik (legal) seolah masing-masing menjalani hidup sendiri - sendiri meski berdampingan. Akibatnya kampung termarginalkan, sungai tercemar, dan fasilitas-fasilitas komersil tidak mengalami profit lingkungan dari ekologi sungai. Melalui pendekatan biophilic design, ––– dimana hubungan antara manusia dan alam coba dieratkan demi profit bersama ––– kami mencoba mengitegrasikan fasilitas komersial, kampung dan sungai. Mengapa biophilic? Kami percaya bahwa hubungan manusia dan alam, selain memberi benefit lingkungan dan kesehatan, ia juga dapat memberi benefit ekonomi1. Timbal balik ekonomi melalui alam/green infrastructure ini yang kemudian harapannya dapat menghasilkan pengembangan kampung dan kota yang lebih berkelanjutan. Tujuan tersebut diperlukan kolaborasi bersama antar masing-masing stakeholder. Menghapus paradigma batas-batas diantaranya, membuka tangan selebarselebarnya, sehingga Kota bersimbiosis, saling membantu antara satu dengan yang lain, untuk kemaslahatan bersama. 1 Browning, W. D., Garvin, C., Ryan, C., Kallianpurkar, N., Labruto, L., Watson, S., & Knop, T. (2012). The Economics of Biophilia: Why designing with nature in mind makes financial sense. 40. Retrieved from http://www.terrapinbrightgreen.com/report/ economics-of-biophilia/
04
IMAGE 4.B
Disintegrasi kota - kampung - sungai.
Skema proposal konsep rancangan. Aktifitas pada garis imajiner coba ditarik ke sungai melalui jembatan yang kemudian coba disebarkan ke area sekitarnya.
tugu
keraton
45
CODE BIO+NOMY BOOSTER
IMAGE 4.A
46
04 CODE BIO+NOMY BOOSTER
Proses integrasi infrastruktur antara fasilitas komersial, kampung, dan sungai dimulai dari Jembatan. Satu-satunya infrastruktur yang bersentuhan langsung dengan ketiga objek tersebut. Fungsi jembatan yang awalnya sekedar menghubungkan jalan raya kota, di-upgrade menjadi ruang publik atraktif penghubung vertikal antara kota, kampung dan sungai. Aktifitas pada garis imajiner ditarik ke jembatan lalu disebarkan. Dengan begitu masing-masing jembatan sepanjang sungai menjadi titik-titik yang memberi stimulus percepatan pengembangan infrastruktur terintegrasi di sekitarnya ––– multiplayer effect. Hingga akhirnya, sebaran titik-titik tersebut bertemu antara satu dengan yang lain.
IMAGE 4.C Ragam aktifitas masyarakat kampung di sekitar jembatan yang memperluas lingkup fungsi jembatan. IMAGE 4.D Proses upgrading fungsi jembatan menjadi penghubung vertikal antara kota, kampung dan sungai.
47
IMAGE 4.E Skema master plan integrasi arsitektur + infrastruktur
1. POCKET GARDEN Semacam taman plugin yang diaplikasikan ke fasad bangunan komersial guna memberi orientasi bangunan ke sungai sehingga mereka terhubung secara tidak langsung. Plugin ini dapat difungsikan sebagai balkon tambahan baik bagi hotel, atau pun cafe/resto yang memberikan pesona ekologi sungai. Selain sebagai ruang ia juga berfungsi sebagai green shading, yang mereduksi panas sinar matahari dan menambah kualitas udara pada ruang yang dihinggapinya. 2. POS KAMLING PLUS+ Pos kamling adalah satu-satunya ruang sosial yang ada di kampung tersebut karena terbatasnya lahan. Kami mencoba mengupgradenya menjadi mix-use facility dengan menambah ruang edukasi, infrastruktur pegolahan air kampung, serta sarang bagi burung dan ikan yang merupakan bagian dari hewan hobi masyarakat. Poskamling pun jadi ruang sosial bagi semesta alam.
q w e
48
r
5. KIOS-K PODS Berupa taman pedestrian sekaligus tenant untuk mendukung aktifitas pada ruang publik jembatan.
t
49
CODE BIO+NOMY BOOSTER
4. INHABITAT TALUD Kami mencoba mengebalikan fungsi tepi sungai dahulu yang penuh dengan tanaman dan hewan bersamanya. Memiliki fungsi meresap kelebihan volume air dan menyimpannya menjadi air tanah. Talud yang awalnya river-proof kami ubah menjadi modul struktuktur resapan yang memberi ruang bagi tumbuhan beserta ekosistemnya sekaligus dapat meresap dan menyipan kelebihan volume air.
04
3. BNB PODS Modul - modul pod ini berperan sebagai perluasan taman yang ada pada bangunan komersial sekaligus sebagai ruang aktifitas ekonomi bagi masyarakat kampung di bawahnya, dapat berupa home stay atau pun cafe. Dalam pembangunannya melibatkan kolaborasi antara pihak komersial, pemerintah, dan masyarakat. Pihak komersial dan pemerintah berkontribusi dalam membangun modul struktur dasarnya sementara masyakat bergotong royong melengkapinya dengan selubung sekreatif mereka berdasarkan panduan desain tertentu. Secara perlahan masyarakat dapat mengembangkan podsnya sendiri dan memperbaiki kondisi infrastrukturnya melalui profit ekonomi yang dihasilkan.
IMAGE 4.F
IMAGE 4.G
Skema Pocket Garden
Skema BnB Pods
50
IMAGE 4.I
Pos Kamling Plus
Skema Inhabitat Talud
04
IMAGE 4.H
CODE BIO+NOMY BOOSTER
51
05 Pop Up Creative Space
COM P E T I T I ON P ROJ E CT
public space; portable architecture;
Juried by Andjar Widajanti, Sigit Kusumawajaya, Antoine Besseyre des Horts
52
Top 5 - Pop Up of Design Creative Space Competition by LIXIL
LO CA TION
2 01 8
Jakarta, Indonesia
53
POP UP CREATIVE SPACE
/re路flek路si/ Reklaim Fleksibel Adaptasi Refleksi berarti gerakan, pantulan di luar kemauan (kesadaran) sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar; cerminan.1 Proyek ini merupakan sayembara fasilitas ruang publik portable yang dapat di tempatkan pada taman-taman kota dan dapat dipindahkan dari satu ketempat yang lain dengan mudah. Fasilitas ini mengkomodasi kebutuhan-kebutuhan ruang publik seperti ruang sosial, ruang kreatif dan toilet umum. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana arsitektur dapat membuat manusia menjadi kreatif? Ide utamanya adalah arsitektur itu juga harus bersifat kreatif untuk menstimulasi kegiatan kreatif manusia. Maka kami menawarkan konsep re路flek路si. Refleksi memiliki dua unsur, menangkap dan memantulkan. Ia dapat menangkap kondisi kegiatan, lingkungan, budaya yang ada di sekitarnya dimana ia ditempatkan dan mematulkannya dengan kreatifitas arsitekturnya sendiri. Refleksi ini kemudian diterjemahkan menjadi strategi kreatif arsitektur berupa Reklaim - Fleksibel - Adaptasi sehingga dapat menstimulus dan mengakomodasi kegiatan kreatif di sekitarnya.
1 Arti kata refleksi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (n.d.). Retrieved December 8, 2019, from https://kbbi.web.id/ refleksi
54
Reklaim Reklaim adalah proses manusia pertama kali berarsitektur. Ia mereklaim alam seperti pohon dan gua sebagai ruang teduhnya. Masyarakat kampung mereklaim gang sirkulasi menjadi ruang sosialnya. Dan Pop Up mereklaim elemen pada ruang publik menjadi ruang kreatifnya (image 5.a).
IMAGE 5.A Skema proses reklaim arsitektur
05
IMAGE 5.B Skema proses reklaim Pop Up pada elemen ruang publik
POP UP CREATIVE SPACE
55
IMAGE 5.C Skema fleksibilitas Pop Up dalam merekaliam ruang
Fleksibel Massa bangunan Pop Up dibagi menjadi beberapa segmen untuk fleksibilitasnya dan kreatifitasnya dalam mereklaim ruang. Pengguna pun juga dapat bermain - bermain dengan susunan Pop Up sesuai dengan kreatifitas dan kebetuhun mereka.
56
05
IMAGE 5.D Fasad reflektif dan atraktif Pop Up yang mengadaptasi visual lingkungan sekitarnya
POP UP CREATIVE SPACE
Adaptasi Fasad Pop Up dibuat dari susunan pecahan cermin dan kaca bekas. Fasad tersebut akan merefleksikan visual lingkungan sekitarnya sehingga Pop Up seolah melakukan mimikri. Pecahan kaca bekas yang beragam membuat hasil refleksinya menjadi bervariatif dan atraktif sebagai bentuk kreatifitas Pop Up dalam berefleksi.
57
IMAGE 5.E Skema axonometri Pop Up
POP UP C
POP UP A
POP UP B
58
05
IMAGE 5.F Skema denah Pop Up
POP UP CREATIVE SPACE
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
RUANG GENSET ENTRANCE RESEPSIONIS COLLABORATIVE SPACE RELAX SPACE TOILET WANITA JANITOR WASTAFEL TOILET PRIA AREA MANUFER KURSI RODA AMPHITHEATER ROOFTOP/STAGE
59
IMAGE 5.G POP UP 1, terdiri amphitheater dan panggung roof top terbuka yang mengakomodasi event-event kreatif
60
05
IMAGE 5.H Beberapa simulasi ragam aktifitas pada Pop Up
POP UP CREATIVE SPACE
61
IMAGE 5.I POP UP 2, berupa ruang kolaboratif dengan berbagai tipe furnitur memungkinkan mengakomodi beragam aktifitas
62
05
IMAGE 5.J POP UP 3, kamar mandi juga sebagai ruang relaksasi
POP UP CREATIVE SPACE
63
06 Balerong Toba
COM P E T I T I ON P ROJ E CT
souvernir center; nusantara architecture; vernacular architecture
Juried by
Competition Entry - Souvenir Center Design Competition by PROPAN
in collaboration w/ Mutia A., Bagas W.D.
64
LO CA TION
2 01 8
Toba, North Sumatra, Indonesia
65
BALERONG TOBA
Mengalami Toba dan Kerajinannya Di era industri 4.0 dimana segala hal beralih menuju online, termasuk pasar, telah banyak merubah cara manusia berkehidupan. Pasar online kini, sedikit demi sedikit telah menggantikan tipologi arsitektur pasar konfensional atau offline. Pusat Cinderamata yang juga sebagai pasar, perlu menawarkan tipologi arsitektur pasar yang baru untuk merespon isu di atas. Pengalaman menjadi concern utama perencanaan, bagaimana Pusat Cinderamata dapat memberi pengalaman berbelanja yang tidak bisa dirasakan di pasar online. Maka pengalaman Danau Toba dan workshop kerajinannya coba ditawarkan dalam paduan kemasan arsitektur. Kolam sekitar bangunan merupakan upaya menarik nuansa danau ke dalam bangunan sekaligus sebagai atraksi STRATEGY ISSUE/POTENTION area bermain anak sepeninggal orang tuanya berbelanja.
adaptasi teknik kerajinan setempat. Melalui arsitektur, budaya kerajinan dan kelestarian alam dirayakan. Dengan demikian, wisatawan mendapatkan nilai lebih dari sekedar membeli souvenir, namun mereka juga dapat mengalami kerajinan dan keindahan alam Danau Toba melalui perjalanan arsitektur. Masyarakat pun dapat meningkatkan produktifitas kerajinannya. Pada puncaknya, pariwisata menjadi potensi mewujudkan kolaborasi bermakna antara masyarakat lokal dan wisatawan.
Unique Shopping experience
promoting
upcycling product inovation
educating colaborative workshop
upcycling craft
as building maerial
photogenic deck
view
66
GOAL
open workshop
Toba Attraction
architecture experience
Di lain hal, destinasi wisata ini tidak lepas dari limbah. Sekitar 262 ton sampah (didominasi oleh plastik) setiap harinya terdapat di Danau Toba. Ini berpotensi merusak keindahan alam Toba. Syukurnya, beberapa kelompok masyarakat sudah melakukan upaya penanggulangan melalui Bank Sampah danwaste mendaur ulangnya menjadi bentuk kerajinan.1 Pusat Cinderamata dapat berpotensi menjadi wadah aktivitas masyarakat tersebut dengan menyediakan ruang workshop dan demo kerajinan dan memanfaatkan daur ulang sampah menjadi elemen bangunan dengan tourism
craftmanship
?
1 Sampah Danau Toba Akan “Disulap� Jadi Kerajinan Tangan - Tribun Medan. (n.d.). Retrieved December 18, 2018, from https://medan.tribunnews.com/2018/08/31/sampah-danau-tobaakan-disulap-jadi-kerajinan-tangan
06
IMAGE 6.A Area workshop kerajinan dimana wisatawan dapat melihat proses langsung beberapa kerajinan dibuat.
BALERONG TOBA
IMAGE 6.B setelah lelah berkeliling menikamati kerajinan, wisatawan beristirahat dapat menikamati hidangan dengan pemandangan danau toba
67
IMAGE 6.C Skema potongan bangunan dan sequence perjalanan ruang pada pusat souvenir
A. KOLAM ENTRANCE Kolam sebagai atraksi ruang publik yang menarik pengalaman Danau Toba ke bangunan. Kolam ini menjadi area transit/istirahat selagi menunggu teman/ keluarganya berbelanja. B. SHOPPING Tempat berbelanja produk-produk kerajinan lokal yang mana workshopnya terdapat di lantai 2 C. DERMAGA Relaksasi, menikmati view dan atraksi sampan D. TACTILE EXPERIENCE Pengalaman tactile pengunjung terhadap fasad upcycling botol saat naik menuju lantai 2
68
E. OPEN WORKSHOP Pengunjung dapat terlibat langsung dalam bermain dan belajar membuat kerajinan lokal. Produk workshop juga dapat langsung dibeli dan diperjualkan F. WARUNG TOBA Setelah belanja dan workshop, pengunjung dapat menyantap kuliner khas Toba sambil menikmati view dari balkon lantai 2
06
BALERONG TOBA
69
70
06 BALERONG TOBA
IMAGE 6.D Selubung bangunan merepresentasi budaya kerajinan tenun Toba dan kelestarian alamnya melalui upcycling botol-botol dari limbah danau. Ini menegaskan bagaimana kearifan lokal disesuaikan untuk menjawab permasalahan terkini.
71
07 Kampung Urban
ACAD E M I C P ROJ E CT
student dormitory; cafe;
Lectured by Etik Mufida, M.Eng.
72
2nd Year - Bachelor Project
LO CA TION
2 01 5
Depok, Yogyakarta, Indonesia
73
KAMPUNG URBAN
Inviting Connecting Developing Yogyakarta selain sebagai kota wisata, ia juga kota yang dipenuhi banyak perguruan tinggi terutama Depok, Yogyakarta. Ada sekitar 50% areanya merupakan area properti perguruan tinggi. Proses urbanisasi pun berkembang demi memenuhi kebutuhan - kebutuhan mahasiswa dan pelajar. Fasilitas-fasilitas akomodasi seperti kos-kosan, asrama mahasiswa, flat, cafe, restaurant, dsb. marak dibangun dan seringkali tidak terkontrol sehingga tidak terkoneksi antara satu dengan yang lain.
untuk dikembangkan. Ia diapit oleh dua perguruan tinggi negeri besar dan berada di jalur yang cukup tenang, sehingga cukup baik untuk fasilitas akomodasi mahasiswa.
Orientasi perancangan fasilitas terpetak - petak, membuat berkurangnya interaksi sosial dan tidak seimbangnya perkembangan pembangunan di dalam kota akibat serapan ekonomi yang tidak merata. Pada satu sudut, kota baik dan layak fasilitasnya, bahkan mewah, di sudut lain kumuh terbengkalai. Hal ini berdampak pada kesenjangan antara tingkat masyarakat tertentu. Kota menjadi stress dan potensi ekonomi pun tidak dapat diserap secara optimal. Kampung Urban sebagai fasilitas akomodasi mahasiswa mix-use mencoba hadir untuk kembali menghubungkan segmen- segmen kota urban yang terpetak-petak melalui adopsi sifat kampung –– yang penuh dengan interaksi sosial dan keragaman –– pada skala bangunan.
Inviting, karena lokasinya berada di pelosok kota, maka perlu menawarkan suatu pengalaman yang menarik sehingga dapat mengundang komunitas. Selain fasilitas publik seperti mushola, toilet umum, warung -warung makan dan mini mart disediakan untuk memposisikan Kampung Urban sebagai kebutuhan masyarakat sekitar dan memberi alasan lebih untuk mengunjunginya.
Lokasi Kampung Urban berada di area yang cukup terbangkalai, area pinggir kampung yang kurang terawat, namun sangat potensial 74
Setidaknya ada empat level komunitas yang perlu direspon Kampung Urban antara lain: komunitas perguruan tinggi, kampung, kota secara umum, dan penghuni Kampung Urban itu sendiri. Komunitas - komunitas ini coba dipertemukan melalui strategi Inviting Connecting - Developing.
Connecting, dengan menghilangkan orientasi perpetakan pada desain dan beralih pada orientasi ruang sosial yang mengadopsi sifat kampung pada setiap level desain. Developing, dengan cara menyediakan ragam fasilitas dan desain yang berorientasi pada seluruh segmen, maka semakin beragam dan banyak yang ikut serta dalam berkolaborasi. Dengan begitu serapan ekonomi relatif lebih merata, saling menguntungkan dan berkelanjutan.
07
IMAGE 7.A Peta lokasi Kampung Urban dan sekitarnya
KAMPUNG URBAN
kampong
university property
university property
university property kampong kampong
university property
university property university property
university property
kampong
75
IMAGE 7.B Denah lantai Kampung Urban
Ground Floor
IN
i RG
20 x 0.163 = 3.100
u e t OUT IN OUT
r 11 9
8
7
6
5
4
3
2
1
10
18
17
16
15
14
13
12
2
1
4
3
6
5
8
7
9
18
11
17
16
15
14
13
12
10
76
10
12
11
14
13
16
15
18
RG
9
RG
8
y
7
w
6
RG
5
RG
4
2
q
3
Hall Food Court Mini Mart Indoor Parking Area Musholla/ Pray Room Inner Court Difable’s Dorm Public Toilet Cafe Male’s Dorm Male’s Common Room Female’s Common Room Female’s Dorm Balcony
1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
17
RG
9
8
7
6
5
4
3
18
17
18
17
16
15
14
13
12
11
16
15
14
13
12
11
10
2
1
9
8
7
6
5
4
3
1
2
10
2
1
4
3
6
5
8
7
9
2
1
4
3
11
6
9 8 7 6 5 4 3
18
17
16
15 18
17
16
15
14
13
12
11
10
14
13
12
11
10 2 1
18
17
16
15
14
13
12
10
5
2
1 4
3 6
5 8
7 9 2
1 4
3 6
5 8
7 9
11
3,100
11
8
18 17 16 15 14 13 12
10
9 8 7 6 5 4 3 2 1
20 x 163 =
18
17
16
15
14
13
12
10
7
11
10 13
12 15
14 17
16 18 11
10 13
12 15
14 17
16 18
KAMPUNG URBAN
9
RG RG
8 7 6 5 4 3 2 1
9 8 7 6 5 4 3 2 1
11
9
07
GSPublisherVersion 0.0.100.100
18 17 16 15 14 13 12
10
d
1!
d
1!
f a f a
o RG
o RG
2nd Floor 1st Floor
g
77
IMAGE 7.C Skema potongan bangunan, fasad didesain untuk tetap menjaga privasi penghuni dorm namun tetap memengkinkan penghuni menikamati inner court. Selain itu, fasad juga berfungsi untuk mereduksi panas matahari namun tetap memberi celah untuk cahaya alami masuk.
IMAGE 7.D Layout ruang asrama didesain untuk memungkinkan setiap penghuni bersosialisasi dalam tiap level komunitas. Koridor mengadopsi gang kampung dengan memberi bangku sepanjang koridor sebagai ruang bersosialisasi
10 9
11
8
12
7
13
6
RG
14
5
15
4
16
3 2
17 18
1
10 9
11
8
12
7
13
6
14
5
15
4
16
3 2
17 18
1
20 x 163 =
3,100
1
1
18
18
2
2
RG
17
17
3
3
16
16
4
4
15
15
5
5
14
14
6
6
13
13
7
7
12
12
8
8
11
11
9
9
10
10
Private Shared Room Common Room
78
07
IMAGE 7.E Ilustrasi fasad inner court
KAMPUNG URBAN
IMAGE 7.F Ilustrasi koridor asrama
79
IMAGE 7.G Desain tenant food court mengadopsi desain angkringan yang mana memungkinkan sesama pembeli dan penjual dapat bersosialisasi secara langsung
IN RG
RG RG
RG
80
07
IMAGE 7.H
KAMPUNG URBAN
Fasad depan bangunan didesain atraktif merepresentasi konteks tikungan sehingga terlihat menonjol dan memberi kesan inviting pada lingkungan sekitarnya
81
08 The Hubridge
ACAD E M I C P ROJ E CT Bachelor Final Project
urban design; creative hub; bridge; hybrid; riverside kampong;
82
Lectured by Dr. Ilya F. Maharika, Syarifah Ismailiyah A., M.T.
LO CA TION
2 01 8
Keparakan, Yogyakarta, Indonesia
83
THE HUBRIDGE
More Than a Connector, It’s a Hub! Jembatan secara umum merupakan infrastruktur mobilisasi. Di era-industrialisasi yang serba ‘mobile’ pembangunan jembatan menjadi tolok ukur kecanggihan teknologi dan berkembangnya ekonomi suatu kota. Namun, teknologi yang diglobalisasi membuat jembatan menjadi arsitektur (atau bahkan hanya infrastruktur, bukan arsitektur) yang siap saji. Ia hanya sekedar produk mesin tanpa jiwa yang melayani mesin-mesin berjalan. Akibatnya kota semakin senjang antara manusia, mesin, dan manusia bermesin. Kota kehilangan jiwanya. Jembatan sebagai media konektor menjadi paradoks (IMAGE 8.A). Awalnya ia menyambungkan antara kedua sisi, namun secara tanpa sadar juga memutus hubungan yang telah terjalin pada sisi-sisi lain. Sehingga muncul paradigma baru berupa peran multi-konektor dimana jembatan tidak hanya sekedar konektor fisikal, tetapi juga sosial dan emosional. Fenomena multi-konektor ini terbukti pada jembatan-jembatan di koridor Sungai Code dimana masyarakat memperlakukan jembatan yang telah terbangun lebih dari sekedar media fisik, tetapi juga media aktivitas sosial dan emosional/simbolik (IMAGE 8.B). Sayangnya, jembatan rancangan old school yang ‘kaku’ tidak begitu peka untuk merespon aktivitas sosial dan emosi masyarakat yang sangat dinamis dan beragam sehingga perlu adanya revolusi dalam perdesainan jembatan. 84
Proyek Akhir Sarjana ini mencoba mengeksplorasi secara radikal tipologi jembatan melalui peran multi-konektor menjadi multi-hub berdasarkan hasil kontemplasi site terpilih. Ia tak hanya menghubungkan, tetapi ‘menabrakkan’, tidak hanya mentransferkan tetapi mengkolaborasikan dua potensi yang berbeda namun dapat saling mendukung berupa aktifitas industri di Kampung Keparakan Yogyakarta dan akademik di koridor Jalan Taman Siswa berikut tanah air sungai semesta dan komunitas diantara keduanya (IMAGE 8.C). Memberi nilai lebih, menanamkan jiwa, meleburkan batas-batas, menawarkan keseimbangan.
IMAGE 8.A Ilustrasi paradoksial pada jembatan
08
IMAGE 8.B Beberapa peran dan aktivitas jembatan di Sungai Code
THE HUBRIDGE
view
fishing
selling
playing
access
aspiration
85
IMAGE 8.C Lokasi HUBRIDGE berada diantara dua potensi aktifitas
a Home Industry Food Stall
Tama n
Siswa
St. C
orrid
or
Keparakan Kampong
b Universities Commercial Fac.
86
08
IMAGE 8.D Skema tranformasi aktifitas yang coba dikembangkan oleh HUBRIDGE
THE HUBRIDGE
B R I D G E
a
b
a
b H
U
B
R
I
D
a
G
E
b collaboration
87
bridge
hub
hubridge
discontinuity
continuity
get lost
IMAGE 8.E Skema transforamsi geometri
88
08 THE HUBRIDGE
Metafora Arsitektur Ombak Banyu –– Get Lost in the Bridge Ombak banyu, sebuah wahana permainan semacam ‘carausel extreme’ versi lokal yang digerakkan dengan tenaga manusia. Para penumpang naik dan duduk pada cincin papan lingkaran besar dengan diameter kurang lebih 16 kaki. Permainan dimulai, wahana berputar layaknya gangsing. Para penumpang dibuat mabuk olehnya. Orientasi yang statis yang berlangsung dengan cepat dan terus menerus membawa penumpang ‘tersesat’ seolah berada dalam satu dunia ombak banyu dan bebas dari dunia luar. Dinamika histeris, tawa, hingga takut menjadi dampak ‘incitement’ yang memicu terjadi ledakan interaksi manusia di dalamnya. Taktik ‘tersesat’ ini yang kemudian menginspirasi gagasan desain jembatan sungai ini, dimana jembatan secara geometris tidak mengarahkan penggunanya untuk sampai ke sisi seberang secara langsung, tetapi pengguna diarahkan menuju ruangruang interaksi sehingga mereka ‘tersesat’ dengan dinamika sosial dan emosional di dalamnya. Penggunaan ramp serta likaliku koridor yang mengantarkan pengguna pada spatial experince terbuka dan tertutup secara terus menerus, sehingga mengalami disorientasi dan akhirnya tersesat. Puncaknya, terjadilah kolaborasi kreatif secara spontan antar komunitas di dalamnya.
photo by @addieprasetyo
IMAGE 8.F Ombak Banyu saat beraksi
89
Multi - Hub Roles Physical Hub Transformasi sawah yang ditalud menjadi sawah terasering yang juga sekaligus difungsikan sebagai amphiterater. Hal ini dilakukan guna menjadikan sawah juga sebagai ruang sosial masyarakat yang punya interaksi terhadap sungai secara lebih dekat, karena secara kultural sawah terkadang juga digunakan sebagai tempat bermain lumpur ketika pasca panen.
Emotional Hub Selubung Bangunan mengadaptasi atap-atap kampung jembatan juga menggunakan atap plana namun dalam bentuk pergola sebagai infrastruktur hijau yang mana berfungsi sebagai naungan apa yang dibawahnya dan greenroof apa yang diatasnya. Adapun elemen atap shading pada fasad yang acak dan banyak merepesentasi gelombang air sungai dibawahnya.
Selain itu sawah juga membantu resapan sungai ketika terjadinya banjir. Sungai code yang terkenal dengan bencana banjir, Banjir tersebut akan dibantu diresap oleh sawah terasering. Banjir yang terjadi tidak lama, ketika surut banjir akan meninggalkan genangan air di petak sawah. Genangan ini yang kemudian dimanfaatka sebagai kolam bermain lumpur. Dengan demikian lanskap yang biasany dihindari dalam perncangan jembatan dalam proyek ini mencoba justru menyatukannya. (IMAGE 8.H)
Selain itu fasad jembatan juga mnggunaka wireframe dengan modul persegi. Hal ini sebagai ruang ekpresi dan aspirasi masyarakat melalu mural kriya. Mural ini bukan berupa lukisan melainkan berupa slot pixel-pixel yang dihasilkan dari elemen tertentu sehingga membentuk gambar tertentu yang dapat dibuah sewaktu-waktu dengan mudah. Dengan begitu, mural tidak hanya dieksekusi oleh seniman namun seluruh lapisan masyarakat melalui gotong royong sehingga fasad juga dapat memberi impresi intraksi sosial sekaligus emosional. (IMAGE 8.Q)
Social Hub Proses kolaborasi diskenariokan melalui ruang - ruang joint (IMAGE 8.J). Joint -Joint tersebut berupa sequence ruang yang berawal dari gagasan ‘get lost’. Sequence dimulai dari interaksi yang spontan hingga menuju interaksi serius berupa kolaborasi. Kemudian sequence ini berlaku berulang-berulang dan terus menerus secara acak sesuai kebutuhan.
90
08
IMAGE 8.G Lokasi HUBRIDGE berada diantara dua potensi aktifitas
THE HUBRIDGE
emotional hub
social hub
pysical hub
91
IMAGE 8.H
IMAGE 8.I
Skenario amphietheater
Jembatan sebagai ruang festival dan seminar
fishing festival
bazar & expo
seminar
92
08
IMAGE 8.J Joint V
Skenario ruang - ruang joint yang memproses aktifitas kolaborasi
THE HUBRIDGE
Joint IV
Joint III
Joint II Joint I sebagai ruang awal terjadinya interaksi spontan melalui tabrakan aktivitas-ativitas budaya kedua pemeran di jembatan Joint II sebagai ruang transisi antara ruang joint I dan III tempat sepertihalnya gang sebagai ruang ‘tabrakan’ antar joint yang mana mempertemukan aktivitas budaya dan aktivitas kreativitas Joint I
Joint III sebagai ruang kolaborasi dan exchage antara aktivitas akademik dan kerajinan berupa lab dan ruang kerja Joint IV sebagai ruang yang menyatukan ruang-ruang diatas yang merupakan tempat interaksi antar lab Joint V bisa disebut juga sebagai Cloud Space, sebagai ruang ekstensi maya tempat kolaborasi antara komunitas internal dan eksternal
93
IMAGE 8.K
IMAGE 8.L
Gang-gang dibuat berliku guna mengaplikasikan gagasan ‘get lost’ dan juga menjadi setiap liku sebagai ruang antara atau pertemuan antara dua tenant yang menghasilkan interaksi informal.
Mengadopsi dari gang-gang kampung mix-use, gang jembatan dilengkapi dengan modul rak-rak yang fleksibel yang dapat digunakan berbagai macam, dari kursi meja, rak buku hingga sarang burung. Rak-rak ini pun juga dapat dialih fungsikan sebagai etalase pemeran produk yang dihasilkan hub atau produk warung - warung.
94
Visualisasi Entrance
Visualisasi Dek Memancing
IMAGE 8.N
IMAGE 8.P
Visualisasi Gang pada Jembatan
Visualisasi Rooftop
THE HUBRIDGE
IMAGE 8.O
08
IMAGE 8.M
95
Entrance Timur
96
Angkringan/ Food Stall
Fishing Deck
Entrance Bar
IMAGE 8.Q
Diagram aktifitas pada jembatan
Skema fasad bangunan sebagai mural
08 THE HUBRIDGE
rat
IMAGE 8.P
Laboratory/ Studio
Seminar Room
97
1st Floor
98
08
THE HUBRIDGE
2nd Floor
99
09 Saung Sembahyang
P E RSON AL P ROJ E CT
musholla; praying room; bamboo architecture
Client Nur Hidayat
100
Design Proposal
LO CA TION
2 01 7
Sleman, Yogyakarta, Indonesia
101
SAUNG SEMBAHYANG
Seberapa Pentingkah Ruang Ibadah? Ini merupakan proyek perancangan musholla pada rumah makan outdoor di sebuah kebun sengon. Rumah makan ini mencoba menawarkan nuansa alami di tengah hiruk pikuk area sub urban Sleman, Yogyakarta yang mulai berkembang menjadi ‘kota’, dengan memanfaatkan kebun sengon belakang ruko. Meskipun skalanya kecil (hanya 5x5 meter) dan perannya dalam konteks ini (hanya) sebagai fasilitas pelengkap sebuah rumah makan, proyek ini tidak bisa disepelekan. Bukankah sama-sama melayani manusia yang juga merupakan pelanggan? Pertanyaan ini muncul dari temuan langsung beberapa fasilitas umum dan komersial yang belum menjadikan ruang ibadah sebagai fasilitas pelayanan yang layak karena dianggap kurang memberikan nilai profit ekonomi per meter perseginya. Padahal pelanggan/pengguna tempat-tempat yang diamati adalah segmen pelanggan/pengguna yang sangat memerlukannya. Bukankah ini harusnya menjadi bagian dari komitmen pelayanan terhadap pelanggan seperti halnya menyediakan kamar mandi yang nyaman? Dan bukankan setiap elemen dalam desain yang berhubungan langsung dengan manusia perlu menjadi perhatian, bahkan hingga detail sambungan? Tentu paremeter layak dan nyaman suatu ruang beribadah juga menuai perdebatan. 102
Karena ini menyangkut sesuatu yang tak tampak berupa khusyuk yang kalau boleh saya bumikan menjadi rasa, dan menurut saya sebaik-baik alat pengukurnya adalah perasa. Maka di sinilah menurut saya, kemampuan merasa kita sebagai manusia diuji. Luasan menjadi isu pertama yang perlu dirasakan. Luasan 5x5 meter pada proyek ini sebernarnya adalah luas yang ‘dirasa’ maksimal yang bisa diperoleh mengingat keterbatasan ruang bebas di tengah kebun sengon. Setidaknya ia mampu mencakup 2 baris (laki dan perempuan) ditambah dengan imam, yang masing-masing barisnya mencakup 7 orang dengan asumsi ruang minimal 70x140 cm per orang. Kapasitas ini dirasa cukup untuk melayani jemaah secara bergantian dalam jangka waktu tertentu secara bersamaan. Tantangan lain dalam desain ini adalah mengontrol distraksi dari dinamika aktifitas di area makan, namun tetap hendak merasakan nuansa alam sekitar sebagai representasi ciptaan Tuhan. Beruntung kiblat berorientasi pada tembok belakang ruko sehingga orientasi sudah cukup terkontrol. Selubung sisanya dirancang seperti filter yang menyaring suara dan visual yang masuk. Pemilihan bambu selain faktor biaya dan ringan sehingga tidak perlu menggali fondasi yang dalam, material ini cukup mewakilkan nuansa alami yang ingin dicapai.
Orientasi ruang ibadah ke arah kiblat yang searah dengan tembok belakang ruko. Penambahan tanaman bambu menambahkan nuansa alami yang ingin dicapai.
Suasana interior ruang ibadah. Desain kap lampu diintegrasikan sebagai bagian dari sistem struktur bangunan
SAUNG SEMBAHYANG
IMAGE 9.B
09
IMAGE 9.A
103
10 Hostel Wirosaban
P E RSON AL P ROJ E CT
hospitality; hostel; cafe; social hotel
Client Farhan Haidar
104
Design Proposal
LO CA TION
2 01 9
Wirosaban, Yogyakarta, Indonesia
105
HOSTEL WIROSABAN
Kampung Wisata(wan) Bermula dari klien yang ingin mengivestasikan sekapling tanah warisannya yang awalnya akan diperuntukkan sebagai tanah rumah tinggal menjadi sebuah hostel sederhana. Lokasinya pun berada di tengah area perumahan pinggir kota dan tidak jauh dengan area wisata (2 km dari Jl. Parangtritis, Prawirotaman). Kemampuan hostel untuk dapat menjangkau wisatawan dari luar area wisata menjadi tantangan. Tawaran apa yang membuat mereka rela menempuh 2 km lebih jauh untuk tinggal di hostel? Untuk menjawab hal ini tentunya melibatkan banyak faktor selain arsitektur, namun arsitektur bisa menjadi batu loncatan awal. Pengalaman unik adalah hal yang dicoba untuk ditawarkan. Di tengah lingkungan kota modern yang serba berkapling-kapling, lurus berbaris yang cenderung individualis baik pada perumahan dan fasilitas komersial termasuk hotel, hostel ini menawarkan dirinya sebagai kampung sementara bagi para wisatawan yang penuh dengan interaksi sosial. Hostel tidak hanya menjadi tempat beristirahat, namun tempat untuk membangun hubungan bermakna dengan wisatawan lain. Kami percaya, industri pariwisata memiliki peluang unik untuk menjalinkan hubungan orang-orang baru dengan orang lain. 106
Hostel ini terdiri dari unit-unit kabin compact panggung yang kolongnnya sebagai ruang sosial. Ruang sosial ini dapat digunakan berbagai macam aktifitas seperti sebagai teras pengguna unit hostel, ruang perluasan cafe, bahkan dapat menjadi ruang pameran. Kabin-kabin ditata acak seperti halnya kampung untuk menghasilkan titik-titik pertemuan dan celah-celah ruang hijau tidak terduga sebagai ruang bernafas. Ruang bernafas ini memungkinkan cahaya alami masuk menerangi ruang-ruang, dan udara mengalir secara bebas menyejukkan iklim bangunan. Fitur air di bawahnya, selain memberikan suasana sejuk, santai sekaligus atraktif, ia juga berfungsi untuk mengontrol kelebihan daya resapan air hujan (IMAGE 10.A). Struktur kabin didesain dengan baja untuk memungkinkan penambahan unit di atasnya apabila diperlukan. Fasilitas cafe, resto, dan co-working space di area depan dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan hostel, mengingat lokasinya yang cukup jauh dengan area komersial lain. Selain itu, fasilitas-fasilitas ini juga sebagai bisnis pengisi pada musim-musim sepi wisatawan. Rumah pribadi di area belakang juga dapat difungsikan sebagai ruang perluasan hostel dikala sang pemilik tidak tinggal.
10
IMAGE 10.A
+ BASIC MASS monotone & boring
HOSTEL WIROSABAN
Konsep massa bangunan. Massa dibuat terpisah untuk memudahkan dalam menyicil pembangunan sembari melakukan aktifitas bisnisnya
+ BLENDING MASS hotel x social x breathing
private house
hostel social space breathing space
1m hostel
- 3x4 module
office cafe resto
4m
2.5 m
4m
22.5 m
2.5 m
22.5 m
breathing space (less accessible) social space
parking area 9m
4m
4m
7m
9m
7m
copyright @alimhanz | 1
+ ATRACTIVE & DYNAMIC
copyright @alimhanz | 2
+ MORE SPACE
space experience
for more space experience
4m
2.5 m
4m
22.5 m
22.5 m
green roof
water feature 4m 9m
2.5 m
4m
7m
9m
copyright @alimhanz | 3
7m
copyright @alimhanz | 4
107
IMAGE 10.B
3.15 3.00 0.50 0 1.35 3.00
10. Toilet
3.00
SUKUN 1 - Single Bed 2.00
12. SUKUN 2 - Double Bed 13. Bedroom
1.00
11.
1.50
Cafe & Coworking Space
3.00
Relaxing Garden
9.
18.50
Storage
8.
1.00
Living Room
7.
3.00
Terrace
6.
1.50
Parking Area
5.
3.00
Kitchen
4.
3.00
Lobby
3.
18.50 1.00
Reservation
2.
1.00
1.
0 0.50
3.00
3.00
2.00
1.50
1.35
0.50 0
3.00
3.15
Denah Hostel
2.50 4.00
6.00
6.00
1.00
1.00
4.00
15. Rooftop Garden
2.50
14. Meeting Room
1st Floor
108
7.00
4.00
4.00
0 .40
0.40 0
.40 0
0 0.40
1.00
3.00
3.00
3.00
3.00
1.50
1.00
1.50
1.00
3.00
3.00
3.00
3.00
1.00
1.00
1.00
3.00
3.00
3.00
3.00
1.50
0.50 0
1.50
0 0.50
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
4.00
3 00
1.00
1.00
1.00
2.15
2 15
HOSTEL WIROSABAN
4 00
10
2nd Floor
3rd Floor
109
IMAGE 10.C
IMAGE 10.D
Skema unit kabin hostel. Tangga unit menggunakan tangga lipat untuk efisiensi ruang dan menjaga privasi
Skema potongan bangunan
SUKUN 1 - Single Bed
MEETING ROOM_
CAFE_
SU ¥K UN
W GSPublisherVersion 0.4.100. 00
SUKUN 2 - Double Bed
110
LOBBY_
10 HOSTEL WIROSABAN
D.BED_
S.BED_
S.BED_
TERRACE_
S.BED_
TERRACE_
BEDROOM
LIVING ROOM_
111
IMAGE 10.E (per baris) Lantai 1, Lantai 2, Lantai 3
112
10
IMAGE 10.E (per baris) Social Space, Unit Kabin, Rumah Tinggal Pribadi
HOSTEL WIROSABAN
113
COMMENT HERE
114
COMMENT HERE
115