7 minute read

MEMBER’S ARTICLE

Next Article
CYBER CRIME FACTS

CYBER CRIME FACTS

VIRTUAL POLICE DALAM UPAYA PEMBERANTASAN CYBER BULLYING DI INDONESIA

by Helen Tessalonika Yoci

Advertisement

Siapa yang tidak kenal dengan teknologi dan informasi di masa kini?

Teknologi telah menjalar ke seluruh dunia untuk memudahkan dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Kita sebagai manusia yang haus akan teknologi akan selalu berdampingan dengan teknologi. Teknologi di masa kini terkadang menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Teknologi dan informasi adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Dengan adanya teknologi, akan memudahkan penyebaran informasi dari satu orang ke orang lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, kini teknologi dapat digunakan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Teknologi mulai merambat ke dalam dunia media sosial, dunia pendidikan, dunia permainan, dunia perekonomian, dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan yang sangat cepat dan global dalam dunia teknologi. Secara tidak langsung dan sedikit demi sedikit, teknologi akan mengubah pola perilaku dan pla pemikiran masyarakat dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Berbicara mengenai teknologi, pasti tidak jauh dengan media sosial. Saat ini, media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia sendiri yaitu Facebook, Instagram, Whatsapp, dan Tiktok. Dalam sehari saja, masyarakat pasti membuka salah satu atau beberapa media sosial tersebut untuk sekadar mengunggah status, mengunggah foto atau video, membaca berita-berita terkini, berjualan, dan lain-lain. Jelas saja semua hal pasti ada dampak positif dan dampak negatifnya tersendiri. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara di dunia dengan tingkat pengguna media sosial terbanyak. Sayangnya, rakyat Indonesia ini tergolong malas membaca dan lebih cerewet di media sosial berdasarkan riset dari Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu. Rata-rata, masyarakat Indonesia pasti memiliki gadget, mulai dari anak anak, remaja, orang tua, bahkan lansia pun memilikinya. Setidaknya, masyarakat Indonesia juga memiliki media sosial sebagai media komunikasinya sehari-hari. Dengan adanya teknologi yang tidak mengenal

usia, menyebabkan banyak sekali terjadi perundungan, penghinaan, pencemaran nama baik, dan masih banyak yang lainnya. Fokus kepada perundungan dunia maya atau yang lebih dikenal dengan cyber bullying, banyak orang yang saling menghina atau mem-bully satu sama lain hanya karena fisik, karya, dianggap lemah, introvert, dan lain-lain. Cyber bullying menjadi salah satu faktor yang membuat mental seseorang menjadi jatuh dan beralih menjadi orang yang anti sosial. Lebih parahnya lagi, korban dari cyber bullying ini dapat kehilangan akal sehatnya yang dapat membuatnya bunuh diri. Dengan kata-kata saja dapat menusuk hatinya hingga membuat korban tidak sanggup untuk menahan beban perundungan yang terjadi di media sosial. Masyarakat Indonesia, khususnya untuk remaja harus dituntut untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial serta menjaga perilakunya agar tidak sampai membuat orang lain yang dikenal maupun yang tidak dikenal merasa tersinggung dengan kata-kata atau perbuatan kita sendiri.

Cyber Bullying

Cyber bullying merupakan perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel. Cyber bullying sendiri diatur dalam UU ITE Pasal 27 Ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Cyber bullying sering kali ditemukan di Indonesia, khususnya platform media sosial seperti Instagram, Facebook, Tiktok, Whatsapp, dan lain-lain.

Bagaimana contoh dari tindakan cyber bullying ini? • Menyebarkan berita burung di media sosial; • Mengunggah foto orang lain yang melakukan atau bahkan menjadi aib orang tersebut; • Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan/menyakitkan; • Meniru atau mengatasnamakan seseorang (misalnya dengan akun palsu atau masuk melalui akun seseorang) dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka. Jelas saja bahwa beberapa contoh diatas dapat membuat mental seseorang menjadi terpuruk dan jatuh karena dihina dan dipermalukan oleh orang lain di media sosial yang sekiranya dapat dilihat oleh siapa saja. Bahkan, sering ditemukan pula korban mengalami depresi dan trauma yang sangat berat sehingga mereka dapat kehilangan akal sehatnya dan melakukan bunuh diri.

Dengan kekejaman pelaku yang seperti itu, maka pemerintah dengan tegas pula mengeluarkan UU ITE yang berkaitan dengan segala sesuatu yang ada di media sosial yang berhubungan dengan teknologi dan informasi.

Virtual Police

Polisi Dunia Maya atau yang lebih dikenal dengan Virtual Police merupakan kebijakan yang digagas oleh POLRI dan Kemenkominfo untuk menjadi suatu langkah preventif selain penindakan hukum melalui UU ITE kepada masyarakat Indonesia. Pemerintah meluncurkan polisi virtual ini agar masyarakat menjadi lebih hati-hati dan bijak dalam bermain media sosial. Seperti yang kita ketahui, pemerintah tidak kalah cerdas dengan para pengguna media sosial yang sering kali menyalahgunakan media sosial sebagai platform untuk melakukan perundungan salah satunya. Pemerintah meluncurkan polisi dunia maya atau virtual police yang bertujuan untuk memantau para pelaku yang menyalahgunakan platform media sosial sebagai ajang perundungan atau yang lainnya serta memberikan edukasi kepada para pengguna media sosial untuk selalu bijak dalam menggunakannya. Kemenkominfo berharap besar dengan adanya virtual police yang berpatroli di dunia maya dapat mengurangi angka cyber bullying khususnya di usia-usia remaja dan dapat mengubah pola perilaku masyarakat pengguna media sosial untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial.

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan, polisi virtual telah mulai diaktifkan usai adanya Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021. Cara kerja virtual police ini dalam prosesnya anggota yang menjadi virtual police akan memantau aktivitas yang ada di media sosial dan melaporkannya ke atasan apabila menemukan unggahan konten yang berpotensi melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Setelahnya, unggahan akan diserahkan oleh petugas dan akan dimintakan pendapat ke para ahli seperti ahli pidana, bahasa dan ITE. Jika terdapat potensi tindak pidana maka unggahan akan diserahkan ke Direktur Tindak Pidana Siber atau pejabat yang ditunjuk.

Peran Virtual Police Indonesia Dalam Melakukan Patroli di Media Sosial Adanya penindasan atau penghinaan di media sosial terutama untuk kalangan pelajar hingga remaja membuat resah para pengguna media sosial untuk berkespresi dan berkarya. Perlu diingat pula bahwa hampir seluruh rakyat Indonesia memiliki setidaknya satu media sosial.

Cyber bullying sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Indonesia Lebih dari setengah penduduk Indonesia pasti pernah melakukan hal kejam tersebut di dunia maya. Secara tidak langsung, tindakan tersebut pasti berdampak pada kondisi mental korban dan bisa saja membuat korban menjadi trauma, depresi, bahkan ada rasa ingin untuk mengakhiri hidupnya. Dengan diluncurkannya polisi virtual yang ditugaskan untuk berpatroli di media sosial serta mengedukasi para pengguna media sosial, khususnya untuk kalangan pelajar dan remaja agar lebih bijak dan berhati hati dalam menggunakan media sosial. Karena adanya cyber bullying di media sosial, para pengguna media sosial tidak dapat berekspresi dan berkarya kembali karena muncul rasa takut akan dirundung sehingga menimbulkan pikiran yang berat. Kemunculan polisi virtual di dunia maya diharapkan dapat mengurangi angka cyber bullying dan dapat membuka pikiran masyarakat pengguna media sosial supaya lebih bijak dan paham tentang ketentuan-ketentuan dalam bermain media sosial.

Sejak bulan Februari 2021 - 12 April 2021

di Indonesia para polisi virtual telah menegur ratusan akun media sosial melalui fitur direct message. Berdasarkan kejadian tersebut, ditemukan sebagian besar akun media sosial melakukan perundungan dan mengunggah konten yang berbau SARA yang berpotensi melanggar UU ITE. Tidak hanya menegur saja, tetapi para polisi virtual tersebut juga memberikan edukasi kepada para pelanggar tersebut agar ke depannya selalu berhati-hati dan berlaku bijak dalam penggunaan media sosial. Dengan adanya polisi virtual, dapat kita lihat bahwa tingkat cyber bullying di media sosial Indonesia dapat berkurang secara perlahan namun pasti. Kita sebagai rakyat Indonesia yang menjadi pengguna media sosial paling aktif di dunia haruslah untuk berlaku bijak dan mengikuti semua ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan oleh media sosial tersebut atau pemerintah. Dengan begitu, media sosial akan kembali menjadi media atau sarana untuk berekspresi, berkarya, berpendapat, dan masih banyak yang lainnya. Kita hanya bisa berharap dan melakukan apa yang sudah menjadi tugas kita, yaitu tidak melakukan hal yang sekiranya berpotensi melanggar UU ITE di Indonesia.

KESIMPULAN

Tindakan cyber bullying di Indonesia masih banyak terjadi dan membuat korban menjadi anti sosial, tertutup, malu untuk berekspresi atau berkarya di media sosial, menjadi depresi, trauma, bahkan ada rasa ingin untuk mengakhiri hidupnya karena penghinaan atau perundungan yang ditujukan kepadanya; Untuk mengatasi tindakan yang berpotensi melanggar UU ITE di Indonesia, khususnya untuk masalah cyber bullying, POLRI bekerja sama dengan Kemenkominfo untuk meluncurkan polisi dunia maya atau virtual police untuk berpatroli, menegur, dan mengedukasi siapa saja yang sekiranya melanggar ketentuan-ketentuan UU ITE, khususnya dalam menggunakan media sosial. Adanya polisi dunia maya yang sudah beroperasi dan berpatroli sejak awal tahun 2021, tingkat perundungan dunia maya mulai berkurang dan secara perlahan, para pengguna media sosial bisa berlaku bijak dan mematuhi seluruh ketentuan dalam bermain media sosial, sehingga dengan adanya pemberlakuan polisi dunia maya tersebut dapat meningkatkan rasa percaya diri dari seseorang untuk berekspresi dan berkarya dalam dunia maya.

This article is from: