ANALISIS YURIDIS PASAL 137 RUU CIPTA KERJA KLASTER PERTANAHAN TERHADAP HUKUM AGRARIA NASIONAL

Page 1

ANALISIS YURIDIS PASAL 137 RUU CIPTA KERJA KLASTER PERTANAHAN TERHADAP HUKUM AGRARIA NASIONAL

Muhamad Yovi, Muhammad Yusuf Sufandy, dan Juan Safero Rianda PROGRAM STUDI ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS AIRLANGGA muhamad.yovi-2019@fh.unair.ac.id

Abstrak Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dapat dimiliki oleh unsur selain Warga Negara Indonesia dengan syarat alas induk atau komponen tanah dari sebuah rumah susun itu merupakan Hak Pakai, hal tersebut terjadi karena sifat dari bangunan rumah susun tidak terpisahkan dari komponen tanahnya.Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang komponen tanahnya Hak Milik atau Hak Guna Bangunan hanya dapat dilakukan oleh unsur warga negara Indonesia.Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun oleh unsur selain Warga Negara Indonesia dapat dijadikan objek Hak Tanggungan asalkan komponen tanahnya adalah Hak Pakai Atas Tanah Negara berkarakter privat yang dapat dipindahtangankan sehingga unsur selain warga negara Indonesia seperti perwakilan badan internasional dan perwakilan negara tidak dapat menjadikan hak atas tanahnya sebagai objek hak tanggungan sebab biasanya tanah yang digunakan adalah Hak Pakai berkarakter publik.Penormaan pasal 137 Ayat 1-3 Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Klaster Pertanahan perlu menjelaskan secara lebih rinci mengenai pembatasan kepemilikan asing terhadap Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun agar menimbulkan kepastian hukum. Kata Kunci: omnibus law ; Hak Milik Satuan Rumah Susun ; Komponen Tanah Rumah Susun ; Kepemilikan Asing Terhadap Tanah ; Hak Tanggungan ; Hak Pakai Atas Tanah Negara ; Asas Hukum

I.PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Perkembangan ekonomi global yang tidak menentu ditambah dengan dampak pandemi COVID-19 yang belum juga usai, hal tersebut membuat pemerintah harus mencari strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan perekonomian negara yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19.Mengingat visi Presiden Joko Widodo pada tahun 2045 adalah menempatkan Indonesia pada posisi 4 atau 5 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia1.Salah satu strategi pemerintah dalam hal ini adalah melakukan


penyederhanaan peraturan perundang-undangan melalui RUU Cipta Kerja dengan metode omnibus law.Pada dasarnya metode omnibus law ini muncul ketika ada kebutuhan untuk menyatukan UU yang bersubstansi anggaran di beberapa negara seperti misalnya Kanada, tetapi dalam perkembangannya kebutuhan akan metode ini menjadi beragam.Perkembangan metode omnibus law tersebut telah berdampak ke beberapa negara, salah satunya adalah Indonesia.Indonesia telah menggunakan metode ini dalam beberapa proses legislatif, misalnya proses pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK.Catatan penting dalam proses pembentukan undang-undang tersebut adalah klaster yang akan disederhanakan dalam undangundang tersebut tidak terlalu lebar sehingga tidak mengabaikan asas negara demokrasi dalam UUD NRI 1945, berbeda halnya dengan RUU Cipta Kerja yang memuat 11 klaster dan berdampak kepada hampir 80 undang-undang sehingga memungkinkan minimnya partipasi warga negara dalam proses pembentukan undang-undang2. Kemungkinan minimnya partipasi warga negara dalam RUU Cipta Kerja ini tampak ketika kita seperti hanya fokus ke beberapa klaster dan tidak terlalu fokus kepada isu-isu di klaster lain di RUU Cipta Kerja, misalnya mengenai isu kebijakan pertanahan dalam RUU Cipta Kerja.Kebijakan pertanahan dalam RUU Cipta Kerja terdapat banyak masalah diantaranya adalah kebijakan mengenai bank tanah, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, tumpang tindih kawasan pertambangan dengan kawasan hutan, penguatan HPL, pemberian Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) kepada WNA, badan hukum asing, perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang mempunyai perwakilan di Indonesia yang tanah bersamanya bukan hanya hak pakai, pengaturan terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan,

1

https://www.merdeka.com/uang/presiden-jokowi-luncurkan-visi-indonesia-2045.html, diakses pada tanggal 16

Agustus 2020 2

Zainal Arifin Mochtar (2020) Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Konsep Omnibus Law.Seminar online


Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi. Jambi, Indonesia


dan lain sebagainya3.Rancangan Kebijakan pertanahan dalam RUU Cipta Kerja yang perlu disoroti dengan baik

salah satunya adalah pemberian Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) kepada WNA, badan hukum asing, perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang mempunyai perwakilan di Indonesia yang komponen tanahnya bukan hanya Hak Pakai yang dimuat dalam pasal 137 RUU Cipta Kerja.Konsep yang dimuat dalam pasal 137 RUU Cipta Kerja seperti tidak memberikan kepastian hukum karena kalau kita memperhatikan konsep hukum agraria nasional dalam UUPA dan turunannya secara komperhensif maka akan disadari bahwa WNA, badan hukum asing, perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang mempunyai perwakilan di Indonesia tidak dimungkinkan dapat memperoleh HMSRS yang komponen tanahnya adalah hak milik dan HGB.Ketidakpastian hukum lainnya dimuat dalam pasal yang sama tetapi pada angka yang berbeda yakni pada angka 2 dan 3 disebutkan bahwa HMSRS dapat dialihkan dan dijaminkan pada ayat dua serta dapat dibebani hak tanggungan sesuai peraturan perundang-undangan pada ayat tiga4.Rancangan kebijakan tersebut merupakan salah satu bentuk kesalahan dalam landasan berpikir terhadap asas-asas yang ada di UUPA.Asas-asas yang ada di dalam UUPA sifatnya berdiri masing-masing sehingga tidak dapat disamakan satu dengan lainnya5.Selain berdiri sendiri asas didalam UUPA juga memberikan perlakuan khusus terhadap bangsa Indonesia6.

B.RUMUSAN MASALAH 1. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun untuk unsur selain Warga Negara Indonesia. 2. Pembebanan Hak Tanggungan oleh unsur selain Warga Negara Indonesia terhadap Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun

3

Maria S.W. Sumardjono (2020) Seminar online Pengaturan Pertanahan dalam RUU Cipta Kerja: Penyederhanaan Regulasi atau Perubahan Konsepsi dan Seminar Online Dampak Penyederhanaan Regulasi dan Perijinan BidangBidang terkait dalam RUU Cipta Kerja.Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta, Indonesia. 4

5

Pasal 137 Ayat 1-3 RUU Cipta Kerja Klaster Pertanahan.

Nurhasan Ismail (2020) Seminar Online Pengaturan Pertanahan dalam RUU Cipta Kerja: Penyederhanaan Regulasi atau Perubahan Konsepsi.Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta, Indonesia.


6

Ibid


II.PEMBAHASAN

1. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun untuk unsur selain Warga Negara Indonesia

Konsep rumah susun merupakan konsep bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama7.Selanjutnya, konsep Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) merupakan konsep Hak Milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama8.Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun baru muncul ketika sudah ada Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) sehingga keduanya merupakan sesuatu yang saling berkaitan, Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun merupakan bukti kepemilikan sedangkan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun merupakan hak atau kewenangan yang lahir dari bukti kepemilikan tersebut.Bukti kepemilikan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebenarnya terdapat dua jenis, Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) dan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG).Kedua bukti kepemilikan tersebut dapat dibedakan berdasarkan komponen tanahnya, kalau SHMSRS itu dapat berdiri diatas tanah hak milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara, dan Hak Pakai Diatas Hak Pengelolaan9 sedangkan SKBG biasanya berdiri diatas barang milik negara atau barang milik daerah yang ditujukan untuk kepemilikan bangunan tanpa mencakup tanah dan SKBG ini juga ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)10.Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun menimbulkan konsekuensi kepada pemegang haknya dikarenakan didalam konsep SHMSRS dikenal adanya dasar komponen atau alas induk tanah pada rumah susun.Konsekuensi daripada adanya dasar komponen tanah adalah asas yang memperlakukan khusus warga negara Indonesia yang dasarnya diambil dari UUPA, misalkan saja kalau rumah susun itu alas induknya adalah tanah hak milik atau HGB maka sesuai UUPA pemegang haknya hanya boleh WNI sedangkan untuk hak pakai pemegang haknya dapat berupa unsur selain WNI misalnya orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional11.

7

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252), Ps.1 Angka 1. 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252), Ps.46 Ayat 1. 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252), Ps.17. 10 http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2017/03/27/saatnya-implementasi-skbg/, diakses pada tanggal 27 September 2020


11

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51963f5f6690f/wna-dan-hak-milik-atas-sarusun/, diakses pada tanggal 26 September 2020


Konsekuensi lain adanya unsur alas induk pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun adalah HMSRS dalam penerapannya dapat bercirikan seperti hak yang ada pada alas induk, misalkan saja jika suatu rumah susun dibangun diatas tanah Hak Milik maka haknya tidak ada jangka waktunya karena salah satu sifat Hak Milik adalah terkuat, tentu hal tersebut sangat berbahaya jika dinormakan dalam sebuah aturan maka UUPA mengatur pembatasan kepemilikan asing dalam memperoleh hak atas tanah di Indonesia dan UUPA juga mengatur jangka waktu dari hak atas tanah yang diperoleh asing sebagai bentuk bahwa tanah harus diproduktifkan,

hal

tersebut

dilakukan

negara

sebagai

bentuk

kontrol

terhadap

pemanfaatan

tanah.Selanjutnya, terkait peralihan HMSRS yang pemegangnya WNI dan hendak mengalihkannya kepada unsur selain WNI hanya bisa dialihkan jika SHMSRS alas induknya Hak Pakai karena sebagai konsekuensi daripada konsep komponen tanah rumah susun.

2. Pembebanan Hak Tanggungan oleh unsur selain Warga Negara Indonesia terhadap Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun

Lembaga jaminan dengan tanah sebagai objeknya atau yang dikenal Hak Tanggungan telah dikenal jauh sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan muncul, pada saat itu lembaga jaminan dengan tanah sebagai objeknya diatur dalam buku II BW dengan dasar berlakunya pada pasal 51 dan 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan maka segala ketentuan mengenai hipotik tanah dan credietverband didalam buku II BW dinyatakan tidak berlaku.Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan menjawab tantangan perkembangan dunia perkreditan yang tidak mampu ditampung oleh produk hukum kolonial.Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan mendefinisikan maksud dari hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain12.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan mengandung berbagai macam asas hukum diantaranya adalah :

1. Asas pemegang hak tanggungan diutamakan dibanding kreditor lain. 2. Asas hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, maksudnya adalah hak tanggungan membebani utuh setiap

objek hak tanggungan dan benda-benda yang terkait objek hak tanggungan tersebut. 3. Asas hak tanggungan hanya dapat dibebani terhadap hak atas tanah yang sudah ada. 4. Asas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dapat dijadikan objek hak tanggungan.


12

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632), Ps.1 Angka 1.


5. Asas hak tanggungan dapat dibebankan pada benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan

ada dikemudian hari. 6. Asas hak tanggungan merupakan perjanjian tambahan atau accesoir.

7.Asas hak tanggungan dapat dibebankan terhadap utang yang baru akan ada. 8. Asas hak tanggungan bersifat droit de suite, maksudnya adalah hak tanggungan mengikuti kemana pun

objeknya itu berada. 9. Asas hak tanggungan tidak dapat menjadi sita oleh pengadilan. 10. Asas hak tanggungan hanya dapat dibebankan terhadap hak atas tanah tertentu.

11.Asas hak tanggungan wajib didaftarkan. 12. Asas pemberian hak tanggungan dapat dicantumkan janji-janji tertentu. 13. Asas hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimilik sendiri oleh pemegang hak tanggungan bila

debitor cedera janji. 14. Asas pelaksanaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti.

Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan diundangkan objek Hak Tanggungan hanya terbatas pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tetapi sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan maka Objek hak tanggungan tidak hanya terbatas pada tiga hak atas tanah yang merujuk pada pasal 51 UUPA, objek hak tanggungan yang ditambah diantaranya adalah Hak Milik, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Diatas Hak Pakai Atas Tanah Negara, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan13, Hak Pakai Diatas Hak Milik, hak atas tanah yang belum terdaftar dan belum bersertipikat yang bukti kepemilikannya dapat berupa petok, girik, dan bukti lainnya yang sejenis yang dapat digunakan sebagai jaminan kredit perbankan14.Hak Pakai Atas Tanah Negara dapat dibedakan lagi menjadi dua yakni Hak Pakai Atas Tanah Negara berkarakter publik dan berkarakter privat, kalau Hak Pakai Atas Tanah Negara berkarakter publik berarti Hak Pakai tersebut berkarakter wajib didaftarkan tetapi tidak dapat dipindahtangankan karena Hak Pakai berkarakter publik tidak berjangka waktu selama tanahnya digunakan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa menjadi objek Hak Tanggungan, misalnya Hak Pakai Atas Nama Pemerintah, Hak Pakai Atas nama keagamaan dan sosial, Hak Pakai atas nama perwakilan negara asing sedangkan Hak Pakai berkarakter privat berarti Hak Pakai tersebut dapat dipindahtangankan meliputi Hak Pakai yang diberikan kepada orang perorangan atau badan hukum untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan dengan keputusan pemberian hak sehingga dapat dijadikan objek Hak Tanggungan15.Hak Tanggungan juga mengenal pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum 13

Niken Dyah Pristanti, Hak Pakai Sebagai Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Skripsi Universitas Airlangga, 2013, Bagian Abstrak 14 Primasari Wijayanti, Hak Atas Tanah yang Belum Terdaftar Sebagai Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Skripsi


Universitas Airlangga, 2008, Bagian Abstrak 15 Niken Dyah Pristanti, Hak Pakai Sebagai Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Skripsi Universitas Airlangga, 2013, Bagian Abstrak


yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan16 sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang perseroangan atau badan hukum yang berpiutang terhadap pemberi Hak Tanggungan17.

III.KESIMPULAN

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dapat dimiliki oleh unsur selain WNI seperti orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional asalkan alas induk atau komponen tanah dari sebuah rumah susun itu adalah hak pakai, lalu terkait peralihan HMSRS jika komponen tanahnya adalah Hak Milik dan HGB maka para pihak haruslah unsur WNI.Hal tersebut terjadi bukan hanya karena sifat dari rumah susun yang tidak terpisahkan dengan alas induk atau komponen tanah saja melainkan juga asas-asas dalam UUPA yang memperlakukan khusus WNI, menghendaki negara untuk mengontrol perolehan kepemilikan asing terhadap tanah, dan membatasi kepemilikan asing terhadap tanah.Dasar penjabaran asas-asas tersebut dalam UUPA adalah Pasal 33 UUD NRI 1945.

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dapat dijadikan objek hak tanggungan diantaranya adalah Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang komponen tanahnya Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.Terkait Pembebanan Hak Tanggungan terhadap Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun oleh unsur selain WNI dapat dilakukan apabila komponen tanahnya adalah Hak Pakai Atas Tanah Negara yang berkarakter privat atau dapat dipindahtangankan, hal itu berarti unsur selain WNI seperti perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional tidak dapat membebani Hak Pakai Atas Tanah Negara yang digunakan untuk menjadi objek hak tanggungan karena Hak Pakai Atas Tanah Negara yang digunakan berkarakter publik.

Pasal 137 Ayat 1-3 RUU Cipta Kerja Klaster Pertanahan telah menyalahi prinsip UUPA dalam penormaannya karena tidak menjelaskan dengan lebih terperinci mengenai pembatasan kepemilikan asing dalam Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdampak ketidakpastian hukum ketika terjadi peralihan dan pembebanan Hak Tanggungan.

Daftar Bacaan

Skripsi 16

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632), Ps.8.


17

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632), Ps.9.


Niken Dyah Pristanti, Hak Pakai Sebagai Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Skripsi Universitas Airlangga, 2013 Primasari Wijayanti, Hak Atas Tanah yang Belum Terdaftar Sebagai Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Skripsi Universitas Airlangga, 2008

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632).

Internet http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2017/03/27/saatnya-implementasi-skbg/, diakses pada tanggal 27 September 2020. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51963f5f6690f/wna-dan-hak-milik-atas-sarusun/, diakses pada tanggal 26 September 2020. https://www.merdeka.com/uang/presiden-jokowi-luncurkan-visi-indonesia-2045.html, diakses pada tanggal 16 Agustus 2020.

Seminar Online Maria S.W. Sumardjono (2020) Seminar online Pengaturan Pertanahan dalam RUU Cipta Kerja: Penyederhanaan Regulasi atau Perubahan Konsepsi dan Seminar Online Dampak Penyederhanaan Regulasi dan Perijinan Bidang- Bidang terkait dalam RUU Cipta Kerja.Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta, Indonesia.

Nurhasan Ismail (2020) Seminar Online Pengaturan Pertanahan dalam RUU Cipta Kerja: Penyederhanaan Regulasi atau Perubahan Konsepsi.Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta, Indonesia.

Zainal Arifin Mochtar (2020) Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Konsep Omnibus Law.Seminar online Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi. Jambi, Indonesia.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.