ALSA INDONESIA LEGAL REVIEW COMPETITION "UPAYA PEMULANGAN ANAK EKS ANGGOTA ISIS..."

Page 1

UPAYA PEMULANGAN ANAK EKS ANGGOTA ISIS DALAM RANGKA PENEGAKAN HAM DI INDONESIA Alya Azalia, Amirah Zalfa Arindya, dan Delfira Rachmawati Universitas Airlangga Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), bahwa salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Dimana untuk tercapainya tujuan tersebut, negara Indonesia telah melindungi hak asasi manusia warga negaranya dengan mengatur mengenai hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan. Hak Asasi Manusia (HAM) pada dasarnya adalah hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang. Perlindungan HAM oleh pemerintah juga berlaku pada anak, dimana setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28 B ayat (2) UUD NRI 1945.1 Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM utamanya merupakan tanggung jawab dari pemerintah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 8 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak asasi manusia. 2 Sehingga, pada dasarnya hak asasi anak wajib dilindungi oleh negara, utamanya oleh pemerintah. Akan tetapi, akhirakhir ini dalam kasus pro kontra pemulangan WNI Eks-ISIS dimana dengan adanya pernyataan dari Pemerintah bahwa Pemerintah masih mempertimbangkan kemungkinan memulangkan anak-anak berusia di bawah 10 tahun dari kalangan WNI eks ISIS ke Indonesia menunjukkan bahwa Pemerintah tidak konsisten dalam melakukan perlindungan serta penegakan Hak Asasi Anak. 1

Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak asasi manusia.(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886) 2


Fakta Hukum Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. 3 Terorisme telah dinyatakan sebagai ancaman yang serius serta membahayakan ketertiban dan keamanan dunia, pernyataan tersebut dicerminkan pada sikap Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) yang dalam identifikasinya di tahun 1995 membagi kejahatan transasional menjadi 18 jenis, dan salah satu yang ada di dalamnya adalah terorisme. Oleh karenanya, kemudian masalah terorisme dijadikan agenda tetap dalam hubungan internasional baik bersifat bilateral maupun multilateral.4 Abu Omar Al-Baghdadi yang merupakan penerus dari Al Masri Zarqawi, pengikut dari kelompok teroris al Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden mendirikan ISL, pada bulan April 2013 sebagai sebuah perwujudan dari negara islam. Tepat setahun setelahnya pada tahun 2014 ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) mengumumkan pembentukan kekhalifahan dan mengubah nama dirinya menjadi "Negara Islam". ISIS lalu kerap muncul sebagai ancaman keamanan internasional utama dengan pecahnya kerusuhan dan konflik di Suriah pada tahun 2011. ISIS dapat memikat banyak anggota dalam kurun waktu yang cukup singkat dengan menggunakan motif ekonomi, berupa upah yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok jihadis lainnya, serta dengan mendoktrin anggotanya bahwa ISIS akan memperbarui struktur sosial pada umumnya dan struktur perekonomian pada khususnya dengan cara melawan negara-negara barat (Khatib,2015). Tak hanya itu ISIS juga menggunakan metode indoktrinasi untuk menarik pejuang asing (foreign terrorist fighter) ke wilayahnya. dan untuk

3

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6216) 4 Reni Windiani, "Peran Perempuan Dalam Memerangi Terorisme", Jurnal Ilmu Sosial, Vol. 16, No. 2, Desember 2017, hal. 146.


menjaga mereka di sana dengan memisahkan mereka dari jaringan sosial mereka dan menekan individualitas mereka (Gaub, 2016).5 Berdasarkan data dari CIA terdapat 846 WNI yang terjebak di Syria, Turki, Iraq, dan beberapa negara lainnya karena diduga telah membakar paspor nya guna bergabung dalam ISIS. Namun data tersebut tidak dibenarkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Mahfud MD. Dalam wawancaranya sang Menkopolhukam menyatakan bahwa data yang diberikan oleh CIA tidaklah benar setelah disesuaikan dengan data yang didapat dari BIN, BAIS dan BNPT. Atas permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia masih berdiri tegak pada pendiriannya untuk tidak memulangkan WNI eks anggota ISIS tersebut dengan alasan untuk memberikan rasa aman pada 267 juta WNI lainnya. Ketakutan yang dirasakan para warga negara serta penduduk Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh pengalaman WNI yang turut serta dalam Perang Afghanistan di tahun 1980 sampai 1990-an. Setelah WNI tersebut dipulangkan dari Afghanistan oleh Pemerintah Indonesia, namun beberapa di antaranya malah melakukan teror bom di awal tahun 2000. Namun, atas sikap Pemerintah Indonesia tersebut, terdapat pengecualian terhadap anak dari eks anggota ISIS yang mengaku sebagai WNI, sehingga muncul wacana agar anakanak yang berumur 10 tahun kebawah dipulangkan kembali ke Indonesia.

Rumusan Masalah 1. Apakah tindakan pemerintah untuk tidak memulangkan anak dari WNI eks anggota ISIS merupakan perbuatan melanggar HAM? 2. Bagaimana upaya penegakan HAM terhadap anak dari WNI eks anggota ISIS ?

Analisis 5

Oosterveld W.T., Bloem W., The Rise and Fall of ISIS : From Evitability to Inevitability, Hague Centre for Strategic Studies, 2017, hal.10-11.


Negara mempunyai tanggung jawab atas terpenuhinya hak-hak warga negara demi meningkatkan kesejahteraan, martabat, kebahagiaan, dan keadilan. Oleh karenanya, pemenuhan hak asasi warga negara, menjadi tanggung jawab utama pemerintah. Berkaitan dengan tanggung jawab pemerintah terhadap pemenuhan hak asasi tiap warga negaranya, tidak terlepas dari kewarganegaraan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, kewarganegaraan adalah segala hal-ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Kewarganegaraan memiliki arti segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. 6 Hubungan antara warga negara terhadap negaranya memiliki sifat timbal balik.7 Seseorang dapat disebut sebagai warga negara apabila suatu negara menetapkan orang yang bersangkutan menjadi warga negaranya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.8 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.9 Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita syukuri keberadaannya. Hak Asasi Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang termuat di dalam UUD NRI 1945 dan termuat didalam United Nations Convention on the Rights of the Child serta peraturan-peraturan hukum internasional yakni Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilition, adn Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups. Penyelenggaraan perlindungan anak harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar, meliputi perlindungan terhadap anak harus diselenggarakan tanpa adanya diskriminasi, harus ditujukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, menjamin hak untuk hidup, 6

Rokilah, “Implikasi Kewarganegaraan Ganda Bagi Warga Negara Indonesia�, jurnal Ajudikasi, Vol. 1, No. 2, Desember 2017, h. 55. 7 Abdul Latief, Ahmad Al Yakin, dan Herlina Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan, Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendikia Indonesia, 2019, h.63. 8 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4634). 9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).


kelangsungan hidup, dan perkembangannya, serta adanya penghargaaan terhadap pendapat anak. 10 Tindakan Pemerintah yang Melanggar Hak Asasi Anak Pasal 28 B Ayat (2) UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa tiap anak memiliki hak-hak yang sama seperti manusia atau orang dewasa lainnya, yaitu hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak ialah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak, serta menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 11 Seorang anak harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara lahiriah, jasmani mapun sosialnya. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah ia dilahirkan. 12 Upaya pemulangan anak eks ISIS menimbulkan beberapa pro dan kontra dari masyarakat. Disatu sisi, demi mencapai kesejahteraan anak, Pemerintah berkewajiban untuk memulangkan anak eks. ISIS kembali ke Indonesia. Hal tersebut juga berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk memberikan perlindungan khusus terhadap Anak. 13 Perlindungan khusus terhadap anak diberikan kepada anak yang dalam kondisi tertentu, sebagaimana dijelaskan di Pasal 59 Ayat (2) UU No 35 Tahun 2014. Salah satunya yaitu, perlindungan khusus yang diberikan kepada anak yang menjadi korban jaringan terorisme. Anak-anak yang pergi ke Suriah, tidak serta merta mempunyai keinginan dan menjadi kombatan ISIS. Ada juga anak-anak eks ISIS yang dibawa oleh orang tua nya dalam hal ini maka mereka dianggap sebagai korban. Oleh karena anak eks anggota ISIS merupakan kewarganegaraan Indonesia, maka pemerintah Indonesia wajib melindungi dan menjamin

10

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235). 11 Teddy Sudrajat, “Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia�, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Agustus 2011, h.114. 12 Soemitro, Irma Setyowati, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta:Bumi Aksara, h. 18. 13 Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).


terpenuhinya hak-hak mereka sebagai anak. Disisi lain, apabila anak eks ISIS ini dipulangkan juga akan menimbulkan berbagai respon yang negatif dari masyarakat. Tindakan diskriminasi tersebut mengakibatkan hak-hak anak, seperti hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi di dalam masyarakat menjadi menjadi tidak dapat terjamin. Padahal hak anak merupakan bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh semua pihak, salah satunya masyarakat.

Dengan demikian, tindakan

diskriminasi oleh masyarakat terhadap anak eks ISIS merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM karena adanya perbuatan dari suatu kelompok (masyarakat) yang secara melawan hukum menghalangi terpenuhinya hak asasi anak tersebut. Adanya pernyataan dari pemerintah terhadap pemulangan anak-anak berusia dibawah 10 tahun dari WNI eks ISIS, bahkan akan diprioritaskan bagi anak yang yatim piatu merupakan tindakan diskriminasi terhadap hak dari anak WNI eks ISIS yang lain. 14 Hal tersebut bertentangan dengan prinsip HAM yaitu bahwa pemerintah dalam hal melindungi dan menjamin hak asasi anak tidak boleh melakukan diskriminasi, serta apabila terdapat anak WNI eks ISIS yang tidak dipulangkan, maka hal tersebut juga berkaitan dengan hak-hak asasinya yang lain, seperti hak sosial dan hak ekonominya apakah terjamin atau tidak. Perlu adanya pertimbangan dalam hal ini. Apabila anak yang bersangkutan tidak semua nya dipulangkan, apakah hak-hak asasinya terjamin sedangkan disana mereka juga terlantar dan tidak dalam kondisi yang layak untuk berkembang dan melangsungkan kehidupannya. Selain itu, tindakan diskriminasi tersebut juga bertentangan dengan prinsipprinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak dan UUD NRI 1945. Serta bertentangan dengan Key Principles yang dijelaskan dalam Specific Principles regarding the Rights of Children (Key Principles) bahwa kepentingan yang terbaik untuk anak (the best interest of the child) harus diberikan pertimbangan utama dalam semua tindakan yang menyangkut mereka. 15

Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak Dari WNI Eks Anggota ISIS 14

Jihad Akbar’ “Anak Yatim Piatu Eks ISIS di Bawah 10 Tahun Masih Dipertimbangkan Dipulangkan�, <https://kumparan.com/kumparannews/anak-yatim-piatu-eks-isis-di-bawah-10-tahun-masih-dipertimbangkandipulangkan-1souO3LxXj8>, diakses 18 Februari 2020. 15 Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups.


Penegakan terhadap hak asasi anak dalam rangka upaya pemulangan anak eks anggota ISIS oleh pemerintah perlu pertimbangan yang matang, karena hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan hak asasi anak eks ISIS saja, akan tetapi juga berkenaan dengan jaminan terhadap hak asasi seluruh rakyat di Indonesia. Didalam Pasal 9 Ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir, dan batin.� Artinya, setiap orang berhak mendapatkan rasa aman dan damai dalam

menjalankan

dan

mempertahankan

kelangsungan

hidupnya

dalam

hidup

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karenanya, seluruh rakyat Indonesia juga berhak untuk mendapatkan jaminan atas rasa aman dari kekhawatiran ancaman bahaya paham radikalisme ISIS apabila anak-anak dari WNI eks anggota ISIS dipulangkan tanpa adanya pertimbangan dan persiapan yang matang. Pasalnya, anak dari WNI eks anggota ISIS yang berada di Suriah tidak semuanya merupakan foreign terrorist fighter (FTF) atau mengikuti pelatihan dan terkena paparan paham ISIS, juga terdapat anak-anak yang merupakan korban karena dibawa oleh orang tuanya. Hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah dalam upaya pemulangan anak eks ISIS ke Indonesia. Pemerintah dalam hal itu, seperti yang telah diatur di Pasal 21 UU No. 23 Tahun 2002, berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Yang karenanya memulangkan anak-anak eks anggota ISIS tersebut memunculkan problematika baru bagi pemerintah.16 Kerentanan anak-anak meningkat ketika mereka terpapar berbagai risiko di rumah dan di komunitas mereka, dan ketika mereka tidak memiliki faktor proteksi utama dalam kehidupan mereka, seperti hidup dengan orang tua yang peduli, memiliki teman yang mendukung, dan memiliki keterampilan yang baik untuk mencari bantuan. Jika anak-anak

16

Pasal 21 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).


memiliki kekuatan seperti keterampilan memecahkan masalah yang baik, mereka sering dapat menavigasi lingkungan krisis secara relatif. 17 Anak yang pernah tinggal di daerah konflik memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga diperlukan usaha yang lebih dari pemerintah sebagai alternative care bagi anak-anak tersebut. Pemerintah dalam upaya pemulangan anak-anak yang merupakan anak dari WNI eks anggota ISIS memerlukan strategi dan rencana yang matang melalui pemetaan, verifikasi, dan identifikasi dari data-data anak WNI eks anggota ISIS karena terdapat pula anak-anak bersangkutan yang telah bersentuhan langsung dengan kegiatan atau aktivitas dalam ISIS. Langkah yang dapat dilakukan pemerintah terhadap anak WNI eks anggota ISIS dapat dilakukan dengan melakukan deradikalisasi dengan tujuan menghilangkan pengaruh paham radikalisme. Terhadap anak yang hendak dipulangkan dapat dilakukan program kontra radikalisasi. Adapun Kontra Radikalisasi adalah suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme.

18

Pemerintah dapat mempersiapkan program kontra

radikalisasi tersebut dengan anggapan bahwa anak-anak belum terpapar radikalisme. Dalam penyelesaian yang dilaksanakan oleh pemerintah ini, perlu dilihat dahulu apakah kebijakan pemulangan anak anggota eks ISIS mencerminkan prinsip-prinsip dasar HAM atau tidak. Prinsip-prinsip dasar HAM diatur di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang terdiri dari delapan prinsip, diantaranya: 19 1. Prinsip Equality 2. Prinsip Non Diskriminasi 3. Prinsip Universalitas, 17

Bray. M, Rakotomalala. S, Snider. L, Thomas S. (2015) “Growing Up In Conflict : The Impact On Children's Mental Health and Psychosocial Well-Being�, UNICEF, hal. 6. 18 Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2019 Tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oig Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6417). 19 Flowers, N. (2000). The Human Rights Education Handbook: Effective Practices For Learning, Action, And Change. Minneapolis, MN: University of Minnesota. Ravindran, D. J. (1998). Human Rights Praxis: A Resource Book for Study, Action and Reflection. Bangkok, Thailand: The Asia Forum for Human Rights and Development.


4. Martabat manusia, 5. Prinsip Inalienability, 6. Prinsip Tanggung Jawab, 7. Prinsip Indivisible, 8. Prinsip Interdependensi. United Nation (UN) Global Counter-Terrorism Coordination Compact merupakan suatu instrumen yang unik untuk meningkatkan upaya nasional, regional, dan internasional untuk melawan terorisme. United Nation (UN) Global Counter-Terrorism Coordination Compact telah disetujui dan diadopsi oleh semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui konsensus pada tahun 2006. 20 Oleh karena Indonesia merupakan salah satu negara anggota PBB, maka Indonesia juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan internasionali, layaknya seperti Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups. Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups menjelaskan bahwa kepentingan yang terbaik untuk anak (the best interest of the child) harus menjadi pertimbangan utama dalam semua tindakan yang menyangkut mereka. Dalam hal ini, tindakan penegakan HAM yang dilakukan oleh Pemerintah harus memperhatikan kebutuhankebutuhan yang diperlukan oleh anak tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka sudah jelas bahwa pemerintah wajib memulangkan anak WNI eks anggota ISIS. Terlepas dari kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Pasal 59 ayat (2) huruf k jo. Pasal 69B Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban untuk memberi perlindungan khusus kepada Anak WNI eks-ISIS yang merupakan Anak korban jaringan

20

United Nation (UN) Global Counter-Terrorism Coordination Compact.


terorisme melalui upaya edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme; konseling tentang bahaya terorisme; rehabilitasi sosial; dan pendampingan sosial. 21

Kesimpulan Berdasarkan Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilition, and Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups, bahwa kepentingan yang terbaik untuk anak (the best interest of the child) harus diberikan pertimbangan utama dalam semua tindakan yang menyangkut mereka. Walaupun Indonesia belum meratifikasi ketentuan tersebut, oleh karena indonesia termasuk negara anggota PBB dan telah menyetujui United Nation (UN) Global Counter-Terrorism Coordination Compact, yang mana Indonesia juga harus tunduk terhadap peraturan tersebut karena Indonesia merupakan negara anggota PBB, maka Indonesia wajib mematuhi aturan tersebut. Serta, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak, maka Indonesia juga mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak yang bersangkutan. Oleh karena itu, anak WNI eks ISIS wajib untuk dipulangkan demi kepentingan terbaik mereka.

Saran 1. Memulangkan anak-anak dari WNI eks anggota ISIS tanpa orang tua atau kerabatnya The Convention on the Rights of the Child mengemukakan bahwa seorang anak tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya tanpa kehendaknya kecuali jika pihak yang berwenang yang tunduk pada peraturan perundang-undangan menentukan, sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku, bahwa pemisahan tersebut diperlukan untuk demi kepentingan terbaik anak.

21

Pasal 59 ayat (2) huruf k jo. Pasal 69B Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).


Namun ketika seorang anak harus dipisahkan dari orang tua atau pengasuh utama, Negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan perawatan alternatif yang diperlukan oleh anak tersebut. Perawatan yang diprioritaskan adalah perawatan berbasis keluarga dibandingkan dengan perawatan dalam lingkungan kelembagaan. Merujuk pada Report of the United Nations High Commissioner for Human Rights regarding Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms While Countering Terrorism, tepatnya pada paragraf 11. Perawatan anak dalam lingkungan kelembagaan hanya boleh dilaksanakan sebagai upaya terakhir dan pelaksanaannya dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Negara juga harus memastikan bahwa status perwalian dari anak yang terpisah, tidak pernah diberikan kepada individu atau organisasi yang terlibat dalam konflik tersebut.22 Berdasarkan Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups yang menjelaskan bahwa kepentingan yang terbaik untuk anak (the best interest of the child) harus menjadi pertimbangan utama dalam semua tindakan yang menyangkut mereka. Sehingga apabila upaya pemulangan anak WNI eks ISIS tanpa orangtuanya ataupun ibunya adalah the best interest of the child maka hal tersebut boleh saja, asalkan negara bertanggungjawab penuh dalam memberi perlindungan khusus terhadap hak asasi Anak WNI eks-ISIS. Negara harus menjamin bahwa bila mereka pulang, mereka tidak akan terlantar dan mendapat perlakuan yang sama di masyarakat. 2. Memulangkan anak dari WNI eks anggota ISIS dengan meminta bantuan kepada PBB Negara dapat meminta bantuan kepada PBB untuk membantu menyelesaikan masalah pro dan kontra terhadap pemulangan anak daru WNI eks anggota ISIS, mengingat Indonesia merupakan anggota PBB, serta dikarenakan bahwa ISIS merupakan topik yang sensitif. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dapat meminta bantuan pada Security Council PBB. Merujuk pada UN Charter bahwa salah satu fungsi dan kewenangan Security Council adalah untuk menyelidiki setiap perselisihan atau situasi yang dapat 22

Para.11 of The Report of the United Nations High Commissioner for Human Rights regarding Protection of human rights and fundamental freedoms while countering terrorism.


menyebabkan gesekan internasional, dan untuk merekomendasikan metode untuk mengakomodasi penyelesaian perselisihan tersebut.. Maka Indonesia dalam perihal ini, dapat berkonsultasi dengan Dewan Keamanan guna memberikan solusi terbaik yang bersesuaian dengan Hak Asasi Anak serta keamanan nasional, dan hubungan antar negara.

Daftar Pustaka Buku Bray. M, Rakotomalala. S, Snider. L, Thomas S. “Growing Up In Conflict : The Impact On Children's Mental Health and Psychosocial Well-Being�, UNICEF, 2015.

Christopher M. Blanchard, Carla E. Humud, The Islamic State and U.S. Policy, Congressional Research Service, 2018

Khatib L., The Islamic State's Strategy : Lasting and Expanding, Carnegie Endowment for International Peace, 2015

Oosterveld W.T., Bloem W., The Rise and Fall of ISIS : From Evitability to Inevitability, Hague Centre for Strategic Studies, Jan 1 2017


Latief, Abdul. Ahmad Al Yakin., dan Herlina Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan, Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendikia Indonesia, 2019

Soemitro, dan Irma Setyowati, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta:Bumi Aksara

Jurnal Junaid, Hamzah., "Pergerakan Kelompok Terorisme Dalam Perspektif Barat dan Islam", Sulesana, Vol. 8, No. 2, 2013.

Musfia, Nesa Wilda., "Peran Perempuan Dalam Jaringan Terorisme ISIS di Indonesia", Journal of International Relations, Vol. 3, No. 4, 2017.

Windiani, Reni., "Peran Perempuan Dalam Memerangi Terorisme", Jurnal Ilmu Sosial, Vol. 16, No. 2, Desember 2017. Rokilah., “Implikasi Kewarganegaraan Ganda Bagi Warga Negara Indonesia”, jurnal Ajudikasi, Vol. 1, No. 2, Desember 2017 Sudrajat, Teddy., “Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Agustus 2011 Netta, Yulia., “Partisipasi Masyarakat Terhadap Penegakan Hak Asasi Manusia Di Negara Demokrasi Indonesia”, Monograf, Volume 1, 2013

Peraturan Perundang- Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

Peraturan Internasional

Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Women and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups.

United Nation (UN) Global Counter-Terrorism Coordination Compact.

Charter of The United Nations

Media Online Heru Andriyanto, "Indonesia Uses CIA Data to Identify Ex-IS Fighters", https://jakartaglobe.idnews/indonesia-uses-cia-data-to-identify-exis-fighters,

15

Februari 2020. diakses 17 Februari 2020. Muhyiddin, "Robikin Ungkap Dampak Eks ISIS Jika Dipulangkan", https://www.republika.co.idberita/q5k6h6384/robikin-ungkap-dampak-eks-isis-jikadipulangkan, diakses 17 Februari 2020.


Teguh

Firmansyah,

“Infografis

Akhir

Perjalanan

WNI

Eks

ISIS”,

https://www.republika.co.id berita/q5t0eo377/infografis-akhir-perjalanan-wni-eks-isis, 17 Februari 2020. diakses 17 Februari 2020. Santoso,Bangun dan Novia Ardiansyah., “MPR Ingatkan Pemerintah Soal Strategi Pemulangan

Anak-anak

WNI

Eks

ISIS”

<https://www.suara.com/news/2020/02/14/154615/mpr-ingatkan-pemerintah-soalstrategi-pemulangan-anak-anak-wni-eks-isis> diakses 17 Februari 2020.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.