ALSA INDONESIA LEGAL REVIEW COMPETITION "PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA YANG “DI RUMAHKAN”"

Page 1

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA YANG “DI RUMAHKAN” Felicia Tanalina Ylma felicia.tanalina@gmail.com PSBB adalah singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar, peraturan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah serta dapat memutus rantai persebaraan dari Virus COVID-19. Akan tetapi, kebijakan ini dikhawatirkan menimbulkan dampak terutama kepada perusahaan-perusahaan. Munculnya istilah bekerja dirumah atau Work From Home bukanlah satu-satunya solusi karena pada nyatanya justru banyak kerugian pada pekerja/buruh. Kemudian, Apakah sebenarnya “memperkerjakan” pekerja di dalam rumah itu di atur dalam Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia? UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengenal adanya “dirumahkan”. istilah ini dapat juga kita temukan dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Ke Arah Pemutusan Hubungan Kerja (“SE Menaker 5/1998”). Jadi, karena UU Ketenagakerjaan belum mengatur mengenai tindakan “merumahkan”, maka mengacu pada SE Menaker 907/2004 dan SE Menaker 5/1998, tindakan merumahkan para pekerja yang dilakukan oleh perusahaan merupakan salah satu upaya yang dapat dibenarkan, dengan catatan, harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam dua SE Menaker tersebut. Namun,

dilansir

dalam

website

(www.kemnaker.go.id),

bahwa

Menteri

Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19. Dalam SE Menaker disebutkan gubernur tetap mengupayakan perlindungan terhadap para buruh terkait pengupahan serta melaksanakan perlindungan terkait COVID-19 di lingkungan kerja.


Perlindungan bagi buruh/pekerja baik yang terindikasi sebagai suspek maupun yang sudah sakit, sampai dengan perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat COVID-19 sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran dan cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Namun, dapat dilihat berdasarkan Pasal 93 Ayat 2 Huruf F UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan surat edaran tersebut tidak memenuhi UU Ketenagakerjaan bahwa seharusnya tanpa ada kesepakatan dari kedua belah pihakpun buruh harus tetap dibayar sebab tidak bekerjanya para buruh bukan karena salahnya tetapi karena keadaan mendesak akibat dari adanya Virus COVID-19 ini. Pemerintah pun memiliki solusi lain dengan mengeluarkan Program Kartu Pra Kerja yang dianggap mampu meminimalkan dampak dari gelombang PHK akibat PSBB tersebut. Sekaligus mendata jumlah korban PHK akibat dari COVID-19 ini.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.