Radar Banyuwangi | 24 Mei 2015

24 MEI TAHU TAHUN UN 2015 15 1 5

Eceran Rp.5.750

HALAMAN 29

FOTO-FOTO: GALIH COKRO/RABA

NUANSA SENI MADURA: Kendaraan hias bermotif raksasa naga emas diusung kafilah Kabupaten Sampang saat melintas di Jalan A. Yani, Banyuwangi, kemarin.

Lomba Dimulai Pukul 08.00 Nonton di Mana Jam Berapa Pendapa Sabha Swagata n Jl. Sritanjung 1 Banyuwangi n Lomba Musabaqah Syahril Quran n Mulai : Pukul 08.00 Aula Gedung Korpri n Jl. A. Yani Banyuwangi n MTQ Golongan Remaja dan Tunanetra n Mulai : Pukul 08.00 Aula IKIP PGRI n Jl. Ikan Tongkol Banyuwangi n MHQ 30 Juz & Tafsir Bahasa Arab n Mulai : Pukul 08.00 Aula Flamboyan SDN Model n Jl. Wiji Nongko Banyuwangi n Musabaqah Karya Tulis Ilmiyah Alquran n Mulai : Pukul 08.00 Aula Besar SDN Model n Jl. Wiji Nongko n MHQ 1 Jus Tilawah & MHQ 5 Jus Tilawah n Mulai : Pukul 08.00 Gedung Wanita Paramita Kencana n Jl. Kartini Banyuwangi n MKQ Lomba Kaligrafi Alquran n Mulai : Pukul 08.00 Aula Stikes Banyuwangi n Jl. Letkol Istiqlah Banyuwangi n Tafsir Bahasa Indonesia & Tafsir Bahasa Inggris n Mulai : Pukul 08.00 Aula Kantor Kemenag n Jl. Adi Sucipto Banyuwangi n Tilawah Anak & Tartil n Mulai : Pukul 08.00 Aula Untag 1945 Banyuwangi n Jl. Adi Sucipto Banyuwangi n Cerdas Cermat Alquran MFQ n Mulai : Pukul 08.00 Aula SMKN 1 Glagah n Jl. Kuntulan Glagah Banyuwangi n MHQ 10 Juz & MHQ 20 Juz n Mulai : Pukul 08.00 Aula Dispendik Banyuwangi n Jl. Agus Salim Banyuwangi n Qiraat Sab’ah n Mulai : Pukul 08.00

Serentak di 10 Lokasi BANYUWANGI - Sekitar 1.100 lebih peserta Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Jawa Timur akan bertempur di sepuluh titik mulai pagi ini (24/5).

Lokasi lomba, antara lain Pendapa Sabha Swagatha Blambangan, Gedung Wanita Paramitha Kencana, aula STIKES, aula Korpri, aula Uniba, aula SDN Model, aula Dinas Pendidikan, aula Kemenag Banyuwangi, aula Untag 1945, dan aula SMKN 1 Glagah.

Rinciannya, Pendapa Sabha Swagatha Blambangan digunaka_n untuk lomba musabaqah syarhil Quran (MSQ) yang akan dilaksanakan mulai hari ini hingga 28 Mei mendatang. Gedung Wanita untuk pelaksana kategori MKQ Kaligrafi, aula STIKES untuk MHQ tafsir bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Sementara itu, aula Korpri untuk lomba MTQ remaja dan tunanetra. Aula Uniba untuk pelaksanaan MHQ 30 juz dan tafsir n Baca Lomba...Hal 35

TUAN RUMAH: Kontingen Banyuwangi menampilkan tari Ngerandu Ndaru yang menceritakan masuknya agama Islam di Bumi Blambangan.

Pawai Taaruf Super Meriah

PENAMPILAN terbaik dipersembahkan 38 kafilah dari kabupaten-kota se-Jawa Timur dalam pawai taaruf pembukaan MTQ ke-26 Jawa Timur di Banyuwangi kemarin (23/5). Pawai diawali dari di depan kantor Pemkab Banyuwangi dan berakhir di Taman Blambangan.

Sepanjang rute yang dilalui, masingmasing rombongan membawakan potensi budaya daerah yang berbalut nilainilai Islami.

Kafilah Banyuwangi, misalnya, yang mendapat kesempatan pertama tampil di depan tenda para tamu undangan membawakan tarian Ngerandu Ndaru

yang berarti menanti mukjizat. Tarian tersebut mengisahkan awal masuknya agama Islam di Bumi Blambangan. Kostum para penari yang berdasar pakaian adat juga disesuaikan pakaian muslim.

Demikian dengan kafilah Kabupaten Tuban n Baca Pawai...Hal 35

MELAYANG: Kafilah Kabupaten Bondowoso menampilkan aksi teatrikal kebajikan melawan kejahatan.

BERPUTAR: Tarian sufi ditampilkan kafilah Kabupaten Tuban.

GALIH COKRO/RABA

AKIK: Sekdaprov Akhmad Sukardi (tengah) dan Bupati Anas (kanan) di arena pameran UMKM di Taman Blambangan, Banyuwangi, sore kemarin.

Ikut Berdayakan UMKM PAMERAN produk unggulan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rangka memeriahkan perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran XXVI Jatim, resmi dibuka Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim, Akhmad Sukardi sore kemarin (23/5) n Baca Ikut...Hal 35

Mengintip Kafilah Kabupaten Gresik, Juara Bertahan MTQ Jatim

Semangat karena Dijanjikan Hadiah Umrah Gratis Pada perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-25 di Surabaya tahun 2013 silam, kafilah Kabupaten Gresik sukses menjadi juara umum. Nah, bagaimana kiat sang juara bertahan unjuk kebolehan pada edisi 26 kali ini?

FREDY RIZKI, Giri SORE kemarin sengatan sinar matahari masih terasa di sekitar kawasan Wisma Atlet Banyuwangi yang menjadi tempat menginap kafilah MTQ Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sumenep. Tentu, pada sore yang cukup

FREDY RIZKI/RABA

SIAP-SIAP: Miftahul Ulum, 47, pendamping kafilah Kabupaten Gresik (tengah) bersama peserta MTQ di Wisma Atlet Banyuwangi.

panas itu, para peserta sedang beristirahat di kamar masing-masing.

Ternyata benar, saat Jawa Pos Radar Banyuwangi mengunjungi tempat menginap Kafilah Gresik yang menjadi juara bertahan MTQ sebelumnya, tampak sebagian besar peserta masih melepas lelah di kamar masing-masing.

Kami langsung mendekati sebuah kamar yang ditinggali orang dewasa.

Di sana kami menemui Miftahul Ulum, 47, selaku pendamping kafilah Gresik. Ada juga dua peserta kategori kaligrafi yang bernama Mukhtar, 27, dan Khoirul Hadi, 27.

Setelah perkenalan dan berbincang sejenak, kami meminta mereka berbagi kisah dan kiat-kiat kafilah asal Kota Pudak itu hingga mampu menjadi juara umum periode sebelumnya n Baca Semangat...Hal 35

1.100 Peserta MTQ berlomba di 10 lokasi Bersaing boleh, ukhuwah tetap dijaga Dijanjikan jadi polisi, tertipu puluhan juta rupiah Lapor pak polisi, saya gagal jadi polisi !

RADAR BANYUWANGI

BUDAYA

34

Jawa Pos

Minggu 24 Mei 2015

Sepotong Ayam Goreng Oleh Syafa’tu Badrina*

H

ari ini bukanlah hari yang istimewa lagi untukku.

Entah berapa ratus kali aku melantunkannya.

Aku tidak sedang mengaji di surau pun musala.

Melantunkan musik-musik religi dengan iringan rebana, memakai songkok hitam, baju koko putih dan bersarung kotak-kotak. Ah… itu dulu sekali. Tidak untuk saat ini. Aku juga tidak sedang belajar di pesantren dengan suara-suara merdu melantunkan ayat-ayat al-Quran yang tidak semua orang memahami maknanya. Namun, aku sedang berdendang dengan lagu-lagu religi yang populer seperti lagu-lagu selawat milik band Wali. Aku menyukainya.

Namun, sebenarnya hanya lagu itu yang aku bisa. Ini adalah hari ke lima belas dari bulan penuh berkah. Aku harus menyesuaikannya tentunya. Sekarang semua hal sedang berbau religi Islam. Sayup-sayup bisa aku bisa mendengar bacaan Alquran terdengar dari ujung trotoar yang sedang aku injak sekarang. Andai aku bisa mendengarnya lebih dekat lagi dan duduk di antara mereka yang sedang khusyuk menyimak. Tidak bisa. Ada hal lain yang menungguku. Aku berjalan dan melangkahkan kakiku menjauh dari bangunan masjid yang berada beberapa meter dari trotoar. Semoga akhir bulan ini aku bisa melakukan salat yang hanya dilakukan satu tahun sekali di masjid ini batinku. Aku mengamininya dalam hati. Aku terus melangkah dengan perhatian yang tertuju pada berbagai baliho raksasa yang semua isinya berisi tentang ucapan hari raya Idul Fitri dengan beberapa gambar ketupat menghiasinya. Hatiku miris membacanya. Ini tahun ke emat aku melewati hari bahagia umat Islam dengan sesama orang-orang jalanan. Sudah empat tahun pula orang tuaku meninggalkan aku entah ke mana. Waktu itu umurku masih tujuh tahun dan adikku berjarak empat tahun setengah dariku. Malam yang hujan menjadi saksi kepergian mereka dari hidupku. Meski begitu aku tetap merindukannya. Amat rindu menurutku. Tuhan, andai aku bisa memeluk erat tubuh mereka dan mencium punggung tangan bapak dan ibu. Ah… lagi-lagi aku bernostalgia dengan masa lalu. Pedih dan sakit yang bercampur dengan rindu dan sayang. Entahlah jadi berasa apa semua itu. Tidak bisa terungkapkan lagi.

Aku terus berjalan sepanjang trotoar dan menghampiri setiap lampu merah, kuning, hijau yang menyala bergantian. Tempatku mecoba dan mencari peruntungan. Aku berhenti di ujung trotoar, mempersilakan anak-anak sebayaku yang berseragam untuk mendahului langkahku.

Aku sedikit menepi dari mereka. Takut seragam mereka terkotori tubuhku yang kotor dan berbau tengik. Mereka terlalu sibuk untuk berkomunikasi dengan seseorang sepertiku saat aku mencoba tersenyum seramah mungkin.

Sudahlah. Tidak ada gunanya mendendam dan marah di bulan penuh ampunan ini. Kadang aku berpikir tentang diriku yang seorang bocah bodoh dan dangkal akan sebuah ilmu. Bagaimana tidak? Pendidikan pun tidak pernah aku sentuh lagi dari empat tahun yang lalu. Buat apa lagi harus aku injakkan kaki di sekolah yang hanya sekadar memberiku harapan kosong kini? Bermimpi suatu saat bisa berada di antara anak-anak berseragam itu rasanya seperti sudah mustahil. Ini adalah jaring-jaring kehidupan bukan sebuah dunia fantasi yang penuh khayalan. Namun sebodoh-bodohnya orang pasti masih mempunyai pengetahuan akan suatu hal. Aku meyakinkan diriku. Aku

masih mempunyai pengetahuan bagaimana cara berwudu dan salat. Tentunya juga pengetahuan tentang bulan ramadlan yang mewajibkan umat Islam untuk berpuasa satu bulan menjelang Lebaran. Cukup cerdas menurut diriku sendiri Dan satu hal lagi keahlianku yng secara otomatis tanpa belajar. Mungkin sudah bakatku menghitung kumpulan koin yang dilemparkan para konglomerat dari balik kaca hitam mobil mewahnya. Koin-koin yang hanya mengotori kantong mereka.

Aku menghitung waktu dalam sehari. Menerjang debu dan kepulan asap serta menapaki jalanan yang keras hanya untuk sesuap nasi di malam hari yang tak tentu menjadi keberuntunganku. Aku mengelus perutku yang kempis. Cacing-cacing kurus dalam perutku meronta untuk meminta haknya. Aku tidak goyah melihat sebungkus nasi di bangku taman kota yang sudah di tinggalkan pemiliknya. Aku harus menahannya. Hari ini aku berpuasa untuk menahan segala godaan yang membatalkan puasa lapar, haus, nafsu dan lainnya.

Aku usap peluh di dahiku dan aku edarkan pandangan ke sekeliling. Lalu lalang kendaraan dan kebisingannya bukan malah membuatku risi akan keadaan ini tapi malah membuatku senang karena akan banyak kendaraan yang melemparkan uang koin kepadaku. Di temani sang mentari yang tiada henti membuat kulitku hitam aku menghampiri satu-per satu kendaraan yang berhenti di lampu merah untuk sebuah permainan musik sederhana berdurasi tidak lebih dari dua menit. Terlantunkan tembang selawat dari mulutku yang bau karena sudah lama tidak terjamah pasta dan sikat gigi. Aku tidak pernah berniat satu kali pun untuk mengubah laguku. Untuk sebuah kepercayaan yang kuyakini di balik sebuah selawat.

Sebuah mobil hitam nan mewah baru saja berhenti di depanku. Inilah saatnya aku untuk beraksi di jalanan dan belum ada satu menit gertakan keras menghampiriku.

“Hei gembel! Pulang sana! Ini sudah sore. Berisik sekali suaramu.” lelaki paro baya dari balik mobil mewah itu memakiku.

“Sudahlah, Pa. Biarkan saja. Dia hanya ingin mencari uang. Ayo, Pa. cepat pulang saja sebentar lagi waktu berbuka”. Sebuah suara lembut menasihati dari samping lelaki tersebut. Sepertinya istrinya.

Aku biarkan lelaki tersebut mencaci maki diriku. Aku sudah terbiasa dengan berbagai macam hinaan. Aku tidak merasa seperti yang mereka katakan. Aku bukanlah bocah gelandangan dan gembel yang gemar mengemis meminta belas kasihan. Aku masih mempunyai harga diri dengan pekerjaanku mendendangkan lagu d jalani ibu kota ini.

Apakah salah aku mengumpulkan koin-koin dari kehidupanku di tengah-tengah lantunan tadarus Alquran? Apakah dosa jika perutku yang keroncongan bernyanyi bersamaan dengan ceramah-ceramah ustad di masjid sat Ramadan?

Aku butuh sesuap nasi, Kawan. Adikku berpuasa menahan lapar dan haus di bawah kolong jembatan. Menangis sendiri menunggu kakak lelakinya datang dan membawa sesuap nasi menjelang adan magrib yang berkumandang. Dan terus menatap pintu reot rumah kardus saat kakaknya tak kunjung datang. Hatiku bergetar dan takut saat bertubu-tubi makian menghujaniku hari ini.

“Dasar pengemis, pemalas, sampah kota. Memang mencari duit gampang?” Bentak seorang laki-laki lagi dari balik mobil mewah silvernya. Ada yang bergejolak dalam hatiku meski saat ini aku berpuasa tapi rasanya aku sudah kenyang akan sebuah hinaan dan cacian yang menyuapiku.

Hati yang telanjur perih ini sudah terlalu gatal untuk berucap tanpa terkendali “Tuan apakah kau tolol, buta dan tuli atas semua usahaku dalam mencari uang? Aku mengamen bukan mengemis”. Aku meninggalkan mobil silver mewah tersebut dengan hadiah sebuah ludah yang menghampiri bibirku.

Sepertinya aku akan berbuka puasa dengan sesuatu ini.

Mobil itu semakin menjauh dan mengecil di ujung penglihatanku saat aku berbalik menatapnya. Semoga Allah mengerti tentang hati yang sakit ini dan membuat merek bisa mengerti dan merasakan seperti apa rasa saat cobaan-Mu terus mengujiku. Aku mengamininya dalam hati.

Apa mereka tidak pernah tahu akan sulitnya mencari sesuap nasi bagi bocah sepertiku untuk berbuka?

Pandangan mata ini menyipit saat melihat halilintar serta letusan berwarna merah dari ujung jalan mobil silver tadi menghilang. Mobil itu telah hangus menjadi abu. Tuhan, ampuni dosaku yang telah berdoa bersama amarah. Semoga kebaikan tetap terlimpah untukku dan

untuk kalian yang masih belum mengingat Tuhan.

Matahari mulai condong di arah barat. Azan asar berkumandang seiring letih yang menggerayangi tubuh lelah para pekerja yang melintasi ramainya ibu kota yang tidak pernah sepi. Aku seret langkahku menuju musala dan segera mencari kamar mandi untuk mengambil wudu.

Aku nyalakan keran air dan segera aroma air menyeruak masuk dalam hidungku menggodaku untuk menengadahkan tangan dan berwudu sambil meminum air keran sebanyak mungkin hingga perutku kenyang. Aku melakukan salat magrib berjamaah.

Usai salat aku segera bergegas dan berlari di sepanjang jalan menuju rumah kardusku. Hujan gerimis mulai turun perlahan dan menderas. Tubuhku basah kuyup. Aku tidak peduli lagi. Fikiranku hanya satu. Fatia. Air hujan mulai mengguyur dan menyapu jalanan kota. Aku teringat akan kejadian di depan mataku yang membuat hatiku pilu.

Tuhan, sekarang aku benar-benar yakin di bulan muliamu ini semua doa seakan mustajab dan terkabulkan. Maafkan hambamu yang banyak dosa dan Engkulah dzat yang berhak menghapusnya. Hari menjelang malam sinar senja sudah mulai terlelap di peraduannya. Aku berhenti dan menghampiri warteg di seberang jalan.

“Bu, nasi dan ayam goreng saja satu bungkus,” aku berdiri di luar warung dengan wajah menengadah langit menatap bintang-bintang yang mulai tersenyum padaku.

Sudah saatnya aku pulang. Ke mana? Entahlah. Mungkin kolong jembatan tempat aku meninggalkan adik kecilku menangis kelaparan. Fatia. Adik kecilku. Bulan ini memang penuh berkah. Alhamdulillah aku mendapat rezeki yang cukup untuk sepotong ayam goreng. Ini pertama kalinnya Fatia merasakan ayam goreng yang biasanya hanya bisa dia lihat dari gambar-gambar di baliho raksasa pinggir jalanan. Meski dia tidak mengatakannya padaku tapi aku tahu dia menginginkannya. Biarlah aku saja yang pernah merasakan tusuk sate dari tong sampah saat berbuka.

Tidak untuk adik kecilku.

“Horee… Kak Fathir pulang. Dia berlari menyamputku yang baru saja membuka pintu. Dia memelukku. Amat erat dengan gumaman di antara tangisnya yang samar aku dengar.

Kakak, Fatia lapar. Air mataku merebak dan segera ku usap dengan lengan bajuku sebelum Fatia melihatnya.

“Allohumma laka sumtu wabika amantu…” Selamat berbuka puasa, Dik. Ucapku dalam hati.

Kini air mataku sempurna menetes mengaliri pipiku tanpa bisa aku tahan lagi melihat lahapnya adikku lahap berbuka puasa saat azan isya berkumandang. Bukan Magrib.

Fatia melihatku menangis dan dengan mulut belepotan makanan dia merangkul bahuku yang sedang duduk di tanah bersamanya. Bulir bening semakin deras menghujani pipiku.

“Kak, semoga besok waktu Lebaran nanti kita bisa makan lagi ayam goreng yang banyak sekali”. Aku mengamininya dalam hati. Sederhana sekali permintaan adikku semua anak yang lebih berkecukupan dari kami merengek-rengek pada orang tuanya meminta sesuatu yang baru dari toko untuk menyambut Lebaran. Aku terus memandanginya yang sedang lahap memakan ayam goreng. Dia menoleh padaku.

“Kak Fathir mau?”

“Tidak usah, Untukmu saja, Dik”. *) Mahasiswa PBSI 2014 IAIDA Darussalam Blokagung.

Ceritaku Berakhir DI Ujung Pena Oleh Putri Yayang*

HASTA yang terlalu mungil tak sampai mengayuh hatimu yang tersangkut di ujung kelopak sakura. Tiga kali sakura berterbangan, tiga kali pula sakura berjatuhan. Namun, di manakah kau membawa morilku. Hanya tinggal bekas luka yang tak pernah kering. “Haruskah kau hancurkan dirimu hanya untuk Alan. Jangankan menghampirimu, menoleh pun ia enggan. Kau masih 13 tahun, eemm…sangat disayangkan kau terempas karena dia,” begitulah celoteh Jiaying yang mendera gendang telingaku.

Penumpilku menyusuri jalan setapak penuh bebatuan terjal. Sepanjang detakan waktu berdering, selama itu pula aku memikirkan ke mana aku membawa rasa dibalik hujan ini?

Ketika langkahku tersentak berhenti, aku memejamkan mata dan bergumam kepada Tuhan.

Tuhan Sahabatku Di akhir bait rangkaian kata. Leherku terlilit oleh kekusaran rasa remaja. Benarkah jika aku berusaha melupakan Alan, semakin sulit aku melupakan dia? Namun, jika suatu waktu aku mandi dan tiba-tiba aku teringat senyum ginsulnya, di situlah aku sudah melupakannya.

Aku dengar dibalik puncak Everest ada manusia bermahkota yang akan mengenakan jubahnya kepadaku. Meski jalan terjal penuh bebatuan dia akan tetap menghampiriku. Aku percaya jika orang baik pasti akan kau berikan pria yang saat tersenyum memuntahkan cahaya penerangan. Tuhan…aku remaja yang mempunyai mimpi tinggi. Aku ingin jadi bintang yang dapat dilihat semua orang. Tak memandang dia miskin atau mempunyai bintang empat di lengan, dia dapat tersenyum akan kemunculanku. Yang selalu hadir, meskipun matahari sudah terbenam dan bulan hanya tampak sesekali.

Pesanggaran, 6 Juli 2013 Putri Yayang Kalender semakin hari semakin menipis karena sentuhan tangan. Tepat di usiaku 14 tahun aku mulai menyibukkan jasmaniku dengan berbagai binalan menuruti fantasi. Perasaan tentang Alan entah berhamburan ke mana. Aku berjalan menuju perpustakaan. Hasta mungilku menjelajah menuju majalah media. Aku tersentak dengan nama Ani-SMAN 1 Pesanggaran. Aku mendehem dalam sir, “Wih…keren juga bila yang tercantum di bawah puisi bunda itu adalah Putri Yayang Yuliyanti. Suatu saat namakulah yang terpampang di sana”. Dengan tergopoh-gopoh sejawatku menepuk pundak dengan nada bagai petir yang mengamuk, “Duuaarr…apa yang kau lihat hingga netramu tak berkutik sedetik pun?” Aku terkejut bukan main, aku hampir naik pitam karena jantungku berlarian. Namun aku mulai mendinginkan morilku, karena aku sadar sepatah perkataan yang melukai hati, akan menimbulkan luka yang tak pernah keronta. Meski senyuman telah berhamburan ke mana-mana. “Jiaying kau mengagetkanku”. Jiaying menghamburkan setiap alur helai rambutku “Yang...nanti ada film di

sekolah, kata pak Alung temanya tentang perjuangan pahlawan Indonesia. Telah gugur pahlawanku, tunai sudah janji bakti. Datang ya ini tiketnya untuk berdua. Eh…ada juga siswa SMP lain, pasti prianya keren-keren, datang sambil cuci mata”. Aku menekuk kerut mukaku hingga di ujung hidung. “Ying…maaf. Bukanya aku menolak datang, namun aku harus mengantar kakakku ke Terminal Jajag. Dia mau berangkat ke Kalimantan untuk daftar polisi”. Sepertinya Jiaying kusar karena kecewa, hanya kata “Ya sudah tidak apa-apa” yang terlantun dari mulut mungilnya.

Matahari telah pergi dari mega dan berpapasan dengan bulan. Bulan merasa sendirian hingga saat azan berkumandang beribu-ribu bintang mengadakan pesta di gelibunya malam.

Menunggangi kuda besi ala Jepang, aku, kakak, dan ayah mulai melambaikan tangan kepada bunda yang bersimpuh tetesan air mata di pertengahan pintu cokelat yang renta. “Bunda… hanya restumu yang selalu melekat dalam kalbu. Restui putramu menjelajah di pulau orang dan izinkan putramu bersinggah di antara garis khatulistiwa” lantunan suara kakak yang tersedak pilu tangis. Ibu mencium di setiap kerutan pipi kakak dan mewejang. “Dirimu jauh dari keluarga, hanya sebait doa yang dapat bunda bekalkan terhadapmu, putraku. Jangan pernah menoleh ke belakang, karena di depan sana kesuksesan menantimu” Menahan tangis yang mengalir di setiap aliran darah membuatku tak dapat lagi berbicara.

Ketika bulan menyampaikan isyarat perpisahan di situlah kakakku mulai melepaskan ikatan tangan yang terjalin. Aku tak ingin menangis did epan kakak tersayangku, karena setiap butir air mata yang menetes akan menimbulkan tebing yang besar di antara perjalanan kakak.

Kakak memelukku dengan penuh kehangatan, meski yang kurasa hanyalah panah kerinduan yang menusukku “Yang…kakak titip ayah dan bunda. Kamulah satu-satunya putri bunda yang sekarang berada di sisi atmanya. Jagalah bunda sampai kakak pulang. Putri Yayang adik kakak satu-satunya, kakak menyayangimu”. Tak dapat lagi aku berkata, hanya pelukan terakhir yang dapat aku bekalkan kepada kakak tersayangku.

Aku pulang dengan luapan lahar panas yang menjelajahi pipi. Di malam yang terang, namun tak seterang hatiku yang gundah dilanda beratnya perpisahan. Hanya sebait kata yang menghijaukan afeksi dan menjadikan hatiku kuat sekuat baja.

Orang berilmu dan beradap tidak akan diam di kampung halaman Tinggalah negerimu dan merantaulah ke negeri orang Merantaulah, kau akan dapat pengganti dari kerabat dan kawan Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa Anak panah jika tak tinggalkan busur tak kan kena sasaran Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang Biji emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari lubang Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan Pesanggaran, 27 September 2014 Kelahiranku di antara keluarga yang mempunyai tanah sebahu pundak umat Tuhan. Tak membuat kulitku tercabik karena berjuta-juta sayatan penyesalan. Dengan perpisahan membuat aku kembali mempercepat waktu. Suatu saat meski ada perpisahan tak boleh memuncratkan setetes kepiluan. Semakin jauh kakakku melangkah semakin dekat aku dengan selembar kertas yang berisi perjalananku selama tiga tahun.

Mentari mulai menduduki singgahsananya.

Aku akan mencoretkan semua ilmu yang aku dapat di sucinya kertas dari Jakarta. Namun langkahku terhenti karena tetangga satu jengkal melontarkan sebaris pertanyaan “Yayang… kamu jika lulus akan melangkah ke mana lagi?” aku melukiskan senyuman khasku di hadapan raut gelegatanya. Dengan bangga aku berkicau, “Aku akan sekolah ke SMAN 1 Genteng”. “Wih... mimpimu terlalu tinggi untuk keluarga sepertimu, jangankan ke Genteng. Masuk SMA saja entah bisa atau tidak. Ayah kamu hanya memukul ban mobil setiap harinya, mana cukup untuk biaya sekolah kamu,” dengan kentus dia berkata. Aku tersentak dengan kemarahan yang membisu. Aku berjanji di dalam hati, “Suatu saat akulah yang memakaikan mahkota martabat di kepala ayah dan bundaku”. Aku membalikkan jasmani dengan mimpi yang disaksikan oleh Tuhan dan tetangga yang mengobarkan api di dalam atmaku.

Mentari mulai keluar dari kopernya. Meskipun tampak malu bak gadis keluar dari kamar tidur. Kubuka lembaran baru di usiaku 15 tahun.

Aku merasa diriku menjadi remaja. Beriringan hari besar Imlek bagi kaum berjubah merah, dengan sebiji sapu lidi yang menusuk gumpalan hitam rambut orang Eskimo. Aku bersendeku di antara Jiaying dan guru penggemar artikel. Di sepertiga siang, di bawah pohon beringin yang besar layaknya sayap yang menaungi jagat raya, datang pria bermata sipit dengan rambut ala Korea yang mengenakan celana jeans panjang layaknya anak kota yang terdampar di antara orang memikul padi. Dengan kakinya yang gemetar serta sayu netra akibat terpaan angin jalan ia mulai menggoyahkan bibirnya “Permisi…izinkan saya bertanya apakah di sini SMA PGRI?” Aku menjawab dengan nada santai dan seolah aku mengetahui apa yang ia pendamkan, “Kalau ini SMA 1 Pesanggaran, sepengatahuan memoriku, SMA PGRI itu ada di siliragung”.

“Ada apa ya mas?” timpal Pak Chan (guru

penggemar artikel).

Dengan nada menjelaskan dan setetes curhatan, “Begini Pak…saya mencari siswa yang namanya Xiao Lie. Dia kelas XI IPA 2. Awalnya dia mengirim pesan pendek bahwa dia tinggal di dekat sekolahnya.

Tapi begitu penumpilku melangkah menghampirinya, kita kehilangan kontak. Dan sekarang saya menghubunginya beribu-ribu kali. Namun hastanya enggan mengangkat ponsel. Setelah itu, ponselnya kehilangan nyawa”.

Pak Chan kembali melantunkan pertanyaan, karena saat ini rasa penasarannya telah menggunung setinggi Kartika, “Yang sabar ya, Mas. Coba nanti dihubungi lagi siapa tahu hatinya mencair. Kalau boleh saya tahu, Mas ini dari mana ya”.

Pemuda yang berkulit putih itu kelihatanya naik pitam dilanda harapan palsu, “Saya dari Banyuwangi kota, dan datang ke sini khusus menemui Xiao Lie”.

Di tengah keresahan Jiaying mendehem “Ish…kasihan ya dia. Mungkin dia jumpa dari sosial media” Usai keluar dari lingkup oksigen kegelisahan Pak Chan kembali berbicara layaknya satu buku La-Tahzan, “Begitulah tingkah tarian remaja saat ini. Teknologi yang hampir menyamai negara super power. Namun, mereka mengisi feature yang kurang benar. Di antara kolom hidup memang ada kolom pacaran, namun satu hal yang perlu diingat, kapan kita mengisi kolom itu. Lihatlah tangan gelegata orang tua kalian yang melawan arus sinar matahari demi secarik rupiah. Tapi cahaya mata mereka mendustakan kepercayaan dengan menyia-nyiakan kesempatan. Bisa jadi pemuda itu ada hubungan khusus dengan Xiao Lie. Dan di akhir ikatan tangannya dia ingin menatap mata pacarnya secara langsung. Sekarang, kalian masih pelajar 15 tahun. Jangan sampai di usia dewasa kalian akan menyesal karena salah mengisi kolom kehidupan. Kalian malu jika dicemooh wanita yang tidak laku karena tidak pernah pacaran? Kalian salah. Justru dengan tidak pacaran saat ini, kalian wanita yang hebat. Kalian dapat melawan arus di antara derasnya tawaran pacaran dari teman-teman kalian. Jangan takut masalah jodoh, karena Tuhan telah menyiapkan pasangan yang baik bagi wanita yang baik pula. Bukannya permata tersimpan di dasar laut yang asin dan berlian tersembunyi di tanah yang dalam”. Aku mulai mengerti kenapa remaja rata-rata ingin pacaran. Itu karena mereka kurang dapat mengendalikan kegusarannya.

Melihat alunan cerita layaknya dongeng aku mulai melintasi raut muka Alan. Aku sangat mencintainya hingga aku takut mengatakannya. Bagiku, jika pemuja cinta berkata bahwa tak ada yang dapat memisahkan mereka kecuali kematian, bagiku ungkapan itu tak berlaku apa-apa.

Sebab kematian tak sanggup memisahkan ikatan cinta. Aku pernah mengatakan kepada Jiaying bahwa Alan adalah cinta pertamaku. Aku diterpa topan ambigu antara tulus dan haus tentang cinta. Aku menyayangi Alan hingga saat ini aku

tak perlu dia membalas rasa cintaku. Tapi satu hal yang penting dia telah menjadi mimpi indahku. Dan dia pula yang membuatku berpengalaman rasanya menahan kegelebahan.

Ketika mentari tak lagi bersinar. Dan kemunculan mega menghiasi setangkai nestapa. Alan menggandeng tanganku dengan menampakkan geraham safanya, “Putri Yayang…tidakkah kamu tahu aku menjumpaimu hanya ingin sinaran bola netramu, karena aku dilanda rindu akan raut mukamu”. Aku mengulaskan senyum kecil, “Alan, aku minta maaf karena aku harus meninggalkanmu. Aku akan berbinal di antara orang Eskimo, aku akan mendekati sakura untuk melintasi beasiswa S1 di sana. Hanya mawar hitam yang dapat aku berikan, mawar ini bukan berarti melambangkan cinta kita yang tak berwarna, namun mawar hitam ini melambangkan cinta kita yang langka”.

Sedetik pun Alan tak menampakkan kesedihan, dia melilitkan selendang merah menutupi urat nafasku dan menatap, “Putri Yayang. Aku akan menunggumu karena aku tahu kamu pasti akan kembali. Aku mencintaimu”. Aku memeluk Alan dengan penuh kehangatan, layaknya aku dan Alan telah menjadi tuan sakura di antara negeri matahari terbit. Tiba-tiba terjadi suara gemuruh porak- poranda, namun ada suara tangan gelegata dengan terbata-bata “zaman telah menghujaniku dengan bencana hingga hatiku tertutup oleh anak panah. Maka setiap kali aku kena anak panah hancurkanlah pedang demi pedang. Hiduplah aku, dan aku tidak lagi peduli dengan semua musibah. Sebab aku tidak mengambil apa pun dari minatku. Kapan dunia akan ceria membawa kebaikan untukmu kalau kau tidak rela dengan pergaulan. Tidak kau lihat batu mutiara yang mahal. Bukankah mutiara itu dikeluarkan dari lautan yang asin. Mungkin saja sesuatu yang menakutkan datang membawa kengerian juga kegembiraan dan kesenangan. Mungkin juga keselamatan itu terjadi setelah adanya larangan.

Bisa saja kelurusan setelah kebengkokan.” Aku tersentak dengan suara terbata-bata. Ternyata alur skenario yang membiru hanyalah sebaris gugus khayal.

Sejak saat itu setiap lembaran kalender yang sobek, penuh warna-warni mejikuhibiniu karena kemahiranku dalam menghayal. Meski Jiaying telah menyarankan agar jangan over dosis dalam mengkhayal, nanti nadimu bisa tercekik. Namun atmaku sulit aku kendalikan.

Karena di naungan khayal aku dapat berlibur hingga ke kutub dan di sana pula aku dapat mempunyai rumah dengan taman sakura yang luas. Aku pernah menceritakan semua imajinasiku kepada umat tuhan, namun tak satu pun dari mereka dapat mendukung kejalangan morilku. Hingga pada akhirnya Andrea Hirata menaikkan suhu dalam jasmaniku melalui tarian hula-hula di atap selembar kertas suci, dan membuatku menirukannya menjadi pemain di ujung pena. Tak perlu disesali dengan masa lalu, karena dengan masa lalu aku dapat berlenggok-lenggok menaburkan tinta. *) Cerpenis.

RADAR BANYUWANGI

Jawa Pos

Minggu 24 Mei 2015

BERITA UTAMA

35

Sarana Edukasi dan Motivasi Tuan Rumah SEMENTARA itu, perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Jatim XXVI di Banyuwangi diharapkan menjadi sarana edukasi bagi masyarakat Bumi Blambangan.

Tidak hanya bagi orang dewasa, ajang yang digeber mulai 23 Mei sampai 30 Mei mendatang tersebut juga bisa menjadi motivasi bagi kalangan pelajar, anak-anak, dan kalangan penyandang disabilitas untuk lebih giat belajar kitab suci Alquran.

Ya, pada MTQ kali ini digelar berbagai macam perlombaan, baik tingkat dewasa, anak-anak, maupun lomba kategori khusus kalangan difabel. Total ada belasan lomba yang digelar di sejumlah tempat berbeda di Kota Penyu ini.

Cabang lomba musabaqah syahril Quran digeber di Pendapa Sabha Swagata Blambangan pada 24 Mei sampai 28 Mei. MTQ kategori peserta tunanetra dilangsungkan di aula gedung Korpri mulai 24 Mei sampai 27 Mei. Ada pula lomba musabaqah hafiz Quran (MHQ) 30 juz di aula Universitas PGRI Banyuwangi (Uniba) pada 24 Mei sampai 29 Mei. Selain itu, MTQ Jatim XXVI juga melombakan musabaqah karya tulis ilmiah di Aula Flamboyan, SDN Model Banyuwangi mulai 24 Mei sampai 27 Mei. Sedangkan MHQ 1 juz dan tilawah digeber di aula besar SDN Model pada 24 Mei sampai 29 Mei. Cabang lomba musabaqah khat Quran (MKQ) dilangsungkan di Gedung Wanita Paramitha Kencana pada 24 Mei sampai 28 Mei. Di tempat yang sama juga bakal digeber MHQ 5 juz dan tilawah pada 24 Mei sampai 28 Mei. Lomba tafsir bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dilaksanakan di Aula STIKES Banyuwangi

pada 24 Mei sampai 29 Mei. Cabang Lomba MTQ Tartil dilaksanakan di aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) pada 24 Mei sampai 28 Mei. Musabaqoh fahm Quran dilangsungkan di aula Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) pada 24 Mei sampai 29 Mei. Sedangkan MHQ 10 Juz digelar di aula SMKN Glagah pada 24 Mei hingga 29 Mei. MTQ Qiraat di aula kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi pada 24 Mei sampai 27 Mei. Sedangkan di stage utama, yakni Gesibu Blambangan digelar beberapa cabang lomba, seperti MTQ anak, remaja, dan dewasa pada 24 Mei sampai 29 Mei, MTQ Tartil dan MTQ tunanetra pada 29 Mei. Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, berbagai macam perlombaan yang digelar di Bumi Blambangan bisa menjadi sarana edukasi dan motivasi bagi masyarakat, termasuk kalangan pelajar untuk belajar Alquran. “Untuk itu, saya mengimbau para orang tua atau guru mengajak anak-anak menyaksikan lomba-lomba dalam rangka MTQ kali ini,” ujarnya.

Bupati Anas menambahkan, perhelatan MTQ diharapkan mampu menyemaikan nilai-nilai agama yang teduh, toleran, dan tidak anti perbedaan keyakinan.

“Kami ingin anak-anak tidak hanya melek teknologi informasi (TI), anak muda muslim juga mesti mencintai Alquran,” cetusnya. (sgt/c1/bay)

BIAR SEJUK: Kafilah Kabupaten Lumajang menampilkan hiburan tari kipas dalam pawai Taaruf di Jalan A Yani Banyuwangi kemarin.

Stan Situbondo Andalkan Produk Kopi n IKUT...

Sambungan dari Hal 29

Perwakilan UMKM asal 38 kabupaten dan kota se-Jatim ikut ambil bagian dalam ajang pameran yang digelar di kawasan Gedung Seni dan Budaya (Gesibu) Blambangan tersebut.

Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, ajang ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bagi para pelaku UMKM di Jatim. Selain itu, ajang yang satu ini juga bisa menjadi pendorong transaksi ekonomi bagi para pelaku UMKM tersebut.

“Mudah-mudahan transaksi ekonomi pada pameran produk unggulan ini berjalan dengan baik,” ujarnya.

Sekda Jatim Sukardi menambahkan, masyarakat Banyuwangi khususnya dan masyarakat Jatim

pada umumnya bisa ngalap berkah dari pameran produk unggulan UMKM se-Jatim tersebut.

“Pelaku UMKM yang produknya kurang bagus, bisa belajar dari pelaku UMKM lain yang produknya bagus. Masyarakat yang ingin membuka usaha juga bisa belajar bagaimana cara merintis usaha,” kata dia.

Sukardi berharap, kegiatan yang dilangsungkan selama perhelatan MTQ Jatim XXVI tersebut dapat membawa berkah bagi peningkatan perekonomian di Jatim.

Pantauan wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi, setiap stan pameran kabupaten dan kota menampilkan produk unggulan daerah masing-masing. Stan milik Pemkab Situbondo memamerkan souvenir dan perkakas berbahan kayu serta kopi luwak, stan Bondowoso menja-

jakan tape dan aneka souvenir.

Stan Kabupaten Pacitan memamerkan batu akik dan jenang dodol. Sedangkan stand Lumajang menampilkan pisang agung, pisang emas kirana, dan salak pondoh. Yang tidak kalah menarik adalah stan Magetan yang memamerkan aneka sepatu berbahan kulit.

Sementara itu, stan Banyuwangi menampilkan beragam produk unggulan yang ada di Bumi Blambangan, mulai kue khas bagiak, batik, madu, dan lain-lain.

Tidak hanya di stan utama, puluhan pelaku UMKM lain asal seantero Bumi Blambangan juga ikut ambil bagian dalam pameran kali ini. Ada stan buah, aneka makanan, kaus, dan lain-lain.

Dikonfirmasi usai memantau stan-stan pameran tersebut, Sekda Jatim Sukardi menuturkan,

kegiatan ini merupakan bagian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatim.

“Sambil ber-MTQ, kita berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pameran UMKM,” cetusnya.

Dia menambahkan, pameran tersebut juga dimaksudkan untuk memberdayakan UMKM. “Berdasar pengalaman, saat Indonesia mengalami reses ekonomi, sektor usaha yang mampu bertahan adalah UMKM,” tegasnya.

Tujuan lain yang tidak kalah penting, kata Sukardi, pameran produk unggulan UMKM ini dilakukan dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlakukan akhir 2015 mendatang.

“Kita perkuat UMKM kita agar mampu bersaing dengan UMKM luar,” pungkasnya. (sgt/c1/bay)

Kegiatan Berakhir Pukul 16.00 n LOMBA...

Sambungan dari Hal 29

Sementara itu, ada satu titik yang digunakan pelaksanaan untuk dua kategori lomba “Aula SDN Model digunakan untuk dua lomba, yakni lomba kategori MHQ 1 dan 5 juz serta MZQ makalah Alquran,” jelas Muhammad Jali, seksi Musabaqah Banyuwangi.

Lokasi berikutnya, aula Dinas Pendidikan digunakan untuk MTQ Qiroah Sab’ah, dan Aula Kemenag di jalan Adi Sucipto No. 112 akan ditempati lomba MTQ anak-anak dan tartil. Terakhir, aula Untag 1945 akan ditempati peserta lomba kategori Musabaqah Fahmil Quran (MFQ).

Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi di salah satu titik, ya-

kni di aula SMKN 1 Banyuwangi kemarin, beberapa perlengkapan lomba telah terpasang dan siap difungsikan untuk lomba hari ini.

Salah satu teknisi IT tampak sedang membenahi beberapa peralatan.

Jali mengatakan, lomba tersebut serentak dilaksanakan mulai pukul 08.00 pagi dan berakhir pada pukul 16.00 WIB. Pelaksanaan lomba diusahakan tepat

waktu. “Diusahakan waktunya agar tertib,” cetusnya.

Seperti diketahui, lomba akan dilakukan secara bertahap mulai hari ini hingga tanggal 29 Mei nanti. Penutupan MTQ Jawa Timur yang ke-26 akan dilakukan pada tanggal 30 Mei yang bertepatan dengan hari Sabtu.

“Penutupan akan dilakukan di Taman Blambangan mulai pukul 19.00,” ujar Jali. (cin/c1/bay)

Bila Menang, Pembina Bisa Naik Jabatan n SEMANGAT...

Sambungan dari Hal 29

Dengan penuh semangat, Miftahul Ulum menceritakan persiapan mereka hingga menjadi juara umum. Di Gresik, kata Ulum, MTQ dianggap sebagai sebuah ajang kejuaraan yang sangat bergengsi. Tak heran, Gresik memiliki banyak pondok pesantren yang pastinya mengajarkan banyak hal yang menjadi kategori lomba MTQ. Awalnya, Gresik pernah sangat jatuh ketika mengikuti MTQ di Kota Blitar pada tahun 2007 silam. Saat itu, perolehan Kabupaten Gresik tidak bisa dibilang memuaskan. Padahal, begitu banyak sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki kabupaten tersebut.

Akhirnya, setelah dilakukan evaluasi, Ulum menceritakan penyebab jatuhnya prestasi mereka akibat persiapan yang buruk.

Menurutnya, waktu itu peserta hanya mendapat alokasi waktu tiga bulan untuk mempersiapkan diri. Waktu yang mepet itu membuat Kafilah Gresik kalah bersaing dengan kafilah kabupaten-kota lain. “Setelah itu, persiapan kita

lakukan enam bulan sebelum kompetisi berlangsung. Tetapi, setahun sebelumnya kita sudah melakukan seleksi melalui kejuaraan MTQ kabupaten,” terang Ulum.

Tak hanya memperpanjang waktu persiapan, Ulum juga mengatakan bahwa kualitas para pembina juga ditingkatkan. Para pembina tersebut diambil dari mantanmantan juara yang pernah mengikuti lomba tingkat internasional.

Ditambah lagi, peserta yang telah diseleksi tersebut dalam beberapa waktu dititipkan kepada pembina. Sehingga, persiapan mereka semakin matang. “Selain melakukan evaluasi dan peningkatan kualitas pembina, kita juga menambah jam berlatih. Jadi, peserta yang sudah diseleksi kita titipkan kepada pembina antara seminggu sampai dua minggu,” jelasnya.

Hal itulah yang kemungkinan dapat meningkatkan kualitas Kabupaten Gresik sehingga mampu menjadi juara umum pada MTQ ke-25 di Surabaya tahun 2013 silam.

Sementara itu, Mukhtar menambahkan, persiapan yang dilakukan kafilah Kabupaten

Gresik untuk berjuang di MTQ ke-26 di Banyuwangi tidak jauh beda. Bahkan, 25 persen dari formasi juara bertahan masih hadir untuk berlomba di Bumi Blambangan. Saat ini mereka membawa 42 peserta.

Mukhtar yang mengikuti lomba di kategori kaligrafi dekorasi itu mengaku optimistis mereka bisa meraih hasil maksimal di Banyuwangi tahun ini. Apalagi, Mukhtar mengaku persiapan mereka sudah cukup matang.

Ditambah, kategori tafsir, kaligrafi, dan hafalan, masih diisi peserta yang terbaik.

Mereka juga merasa sangat didukung Pemerintah Kabupaten Gresik dengan pelatihan selama enam bulan dengan arahan para mantan juara MTQ nasional dan internasional. “Apalagi, Pak Sambari (Bupati Gresik) menjanjikan akan memberikan hadiah umrah gratis untuk juara satu. Meskipun tidak juara umum, yang penting juara satu,” imbuh Khoirul Hadi, peserta MTQ asal Kabupaten Gresik, yang sedari tadi hanya mendengarkan cerita dari Ulum dan Mukhtar.

Menurut Hadi, hadiah umrah gratis itu tak hanya dirasakan

peserta. Tetapi, juga official dan pembina. Saat mereka menang dulu, banyak pembina yang naik jabatan. Sedangkan juara dapar hadiah umrah gratis.

Karena itu, kata Hadi, sangat wajar jika mereka begitu semangat menjuarai kembali MTQ di Banyuwangi tahun ini. Selain telah memiliki bekal pelatihan yang mereka dapat, dorongan perhatian pemerintah kabupaten setempat juga menjadi semangat tambahan bagi Kabupaten Gresik.

Sayangnya, mereka mengaku kondisi tempat istirahat yang awalnya dijanjikan satu kamar untuk dua orang, saat ini harus dipakai untuk lima orang. Padahal sebelumnya, mereka dijanjikan tempat yang nyaman untuk mereka. Belum lagi, sarapan yang kata mereka datang cukup terlambat sampai pukul 10 pagi. “Padahal Pak Sambari berpesan jangan telat makan sama istirahat yang cukup. Kalau sarapannya telat dan tempat tidurnya sesak begini, ya jadi sulit. Ini sedikit banyak juga mempengaruhi kondisi persiapan peserta. Kalau nyaman, ya mereka bisa maksimal,” kata Ulum. (c1/bay)

Ada Miniatur Masjid hingga Jembatan Suramadu n PAWAI...

Sambungan dari Hal 29

Kontingen kabupaten dengan julukan bumi para wali memberikan suguhan sederhana tapi sarat budaya Islam, yakni tarian sufi. Para penari diikuti replika perahu layar cukup besar mengusung slogan “Tuban Bumi Wali Spirit of Harmony”.

Sementara itu, Kota Surabaya menampilkan miniatur Masjid Ampel dengan ornamen beduk dan Alquran yang megah. Tak mau kalah dengan Surabaya, Kabupaten Bangkalan mengusung sebuah replika masjid. Bedanya, Masjid Bangkalan disambung dengan Jembatan Suramadu raksasa. Sangat menakjubkan, sehingga penampilan kabupaten yang membawa 54 kafilah itu mampu memberikan gambaran Jembatan Suramadu kepada penonton.

Berbeda dengan Kota Pasuruan yang memberikan suguhan peragaan model busana muslim atau hijabers. Mereka beraksi seperti model yang memamerkan pakaian muslim modern.

Sedangkan kafilah dari suku Madura lain, seperti, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep menampilkan kereta raksasa naga emas yang biasa disebut du-dug. Di antara Kafilah tersebut, Kabupaten Sampang memberikan penampilan mengejutkan. Di tengah aksi pawai, Wakil Bupati Sampang membaur dengan penari dan penabuh musik untuk “menyawer” mereka. Kontan aksi tersebut mendapat sambutan riuh tepuk tangan penonton.

Masing-masing rombongan kafilah kabupaten dan kota memang menampilkan replika yang melambangkan kekhasan daerah.

Tidak ketinggalan slogan dan musik khas pengiring juga disuguhkan dalam pawai sepanjang jalan 2,5 km tersebut. Beberapa juga menyampaikan filosofi dari replika kepada masyarakat.

Pawai ini mengundang antusias masyarakat sekitar kota. Sepanjang pinggir jalan pelaksanaan dipadati oleh masyarakat yang menyaksikan.

Bupati Banyuwangi, Abdullah

GALIH COKRO/RABA

SEDERHANA: Mobil hias kafilah Kabupaten Situbondo mengikuti pawai taaruf di jalan A Yani Banyuwangi kemarin.

Azwar Anas, sebagai tuan rumah MTQ 2015 ini menyatakan, pawai ini sekaligus menjadi taaruf budaya dan ekonomi. Karena masing-masing kabupaten mempertontonkan potensi daerahnya baik dari sektor seni budaya maupun ekonomi dengan semaksimal mungkin. ‘’Gelaran ini juga merupakan ajang untuk saling memperkenalkan budaya masing-masing.

S elain membangun ukuwah Islamiyah, gelaran ini bisa juga membangun ukuwah seni dan budaya. Apalagi di kegiatan MTQ ini juga dilengkapi dengan pameran seni, kerajinan dan UMKM,” kata Bupati Anas.

Sementara Sekretaris Daerah

Provinsi Jawa Timur, Akhmad Sukardi yang mewakili Gubernur dalam membuka pawai menambahkan, even dua tahunan ini sekaligus melestarikan seni dan budaya daerah yang bernapas Islam. “Rangkaian pembukaan MTQ ini merupakan wujud ekspresi suka cita yang diungkapkan dengan inovatif dan konstruktif,” ujarnya.

Di hadapan para tamu kehormatan, Akhmad Sukardi menyatakan pawai taaruf bisa memotivasi segala kalangan yang terlibat dalam pelaksanaan MTQ. Ia berharap momentum ini memperkuat ukhuwah antara masyarakat dan pemerintah. Selain itu, melalui even tersebut syiar Islam bisa semakin kukuh. (cin/c1/bay)

Didukung Perbup dan Perda n UJIAN...

Sambungan dari Hal 30

Itu sebagai wujud peningkatan kualitas pendidikan di tingkat dasar. Selain itu, terkait mapel bahasa Using yang diujikan di hari terakhir, Sulih menanggapi bahwa pembelajaran dan ujian

itu menjadi cara melestarikan kebudayaan asli Banyuwangi.

Meski berdasar peraturan gubernur, bahasa Using belum dianggap sebagai sebuah bahasa, Sulih mengatakan bukan berarti mulok bahasa Using tidak boleh diajarkan. “Ada perbup dan perda yang mendukung

pembelajaran bahasa Using. Itu adalah langkah untuk mempertahankan budaya dan bahasa asli Banyuwangi. Nanti setelah kita dan DKB mengadakan kongres bahasa Using, diharapkan mulok ini bisa diajarkan lebih luas di SMP dan SMA,” ujarnya. (fre/bay)