Rp. 10.000,-
Edisi No. 20/Th.5 (Juli – Aug. 2008)
Bisnis Komunitas di Lembaga Swadaya Masyarakat [LSM]
PaTani Organik: Ditengah Himpitan Bangunan Kost
Meleleh di Lidah, Ciri Khas Coklat yang Bagus
Daging pun Bisa Organik
Dari Redaksi
M
endorong petani melakukan Pertanian Organik (PO) untuk menyelamatkan lingkungan, mungkin itu terlalu mewah bagi petani. Karena kita akhirnya hanya akan berjualan ideologi organik. Petani lebih butuh bagaimana agar kesejahteraannya meningkat. Selama ini petani tidak pernah menang, selalu kalah dengan pedagang. Ini karena petani tidak punya keberanian untuk membuat dirinya berdaya. Dalam program PO di LSM, jika ada penurunan produktivitas, siapa yang harus menanggung kerugian itu? Program organik tanpa kesiapan pasar itu berbahaya. Dan untuk memfasilitasi pemasaran, beberapa LSM yang bergerak di advokasi sudah mulai dan akan bergerak ke bisnis. Kegiatan yang mereka lakukan sebenarnya sudah merupakan kegiatan wira usaha. Apakah kegiatan itu memang sengaja akan mereka lakukan atau agak terpaksa mereka lakukan untuk menjual produk masyarakat? Atau, mereka terjun di situ karena didorong oleh teman yang lain. Kenyataannya mereka sudah terlanjur terjun ke dunia wira usaha. Di Indonesia, istilah wira usaha hampir mirip dengan perusahaan berbasis komunitas yang cenderung diidentikkan dengan bisnis komunitas yang dijalankan oleh sebuah organisasi berbasis komunitas. Ciri khas dari bisnis komunitas ini adalah masyarakat bersama-sama membahas tujuan yang mereka inginkan. Untuk itu semua Aliansi Organis Indonesia (AOI) kini tengah mencoba mendorong beberapa anggotanya untuk mengembangkan berbagai bisnis komunitas di kawasannya masing-masing. Sebut saja YCHI di Kalimantan dengan kayu manis, BITRA di Medan dengan kakao, Riak Bumi di Kalimantan dengan madu hutan, Yayasan LESMAN di Jawa tengah dengan gula semut, ELSPPAT di Bogor, Jawa Barat dengan sayur organiknya. Pembaca sekalin, edisi kali akan lebih banyak menyoroti tentang bisnis komunitas yang tengah dijalankan di beberapa LSM di Indonesia. Beberapa catatan menarik mengenai bisnis komunitas dan segala permasalahannya yang terkuak saat loka latih yang diinisiasi oleh AOI di Bogor Juni lalu mungkin dapat dijadikan acuan bagi LSMLSM lain yang juga menjalankan bisnis komunitas. Juga ada beberapa contoh sukses bisnis komunitas di berbagai negara di Asia. Bisnis komunitas tidak boleh dianggap remeh, bisa berkembang menjadi besar. Selamat Membaca....
ORGANIS diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh beberapa LSM, akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fair trade.
2
R E DAKSI Penerbit Aliansi Organis Indonesia (AOI) Penanggung Jawab Direktur Eksekutif AOI Pemimpin Redaksi Sri Nuryati Redaksi Ahli Indro Surono, Rasdi Wangsa Staf Redaksi Lidya Inawati, Sucipto Kusumo Saputro Redaktur Artistik Rifky Iklan Syarifa Jamilah, Andi Sutejo, Dwi Koernia Distribusi Nurdin Hermawan
A l a m a t R e d aksi Jl. Kamper, Blok M No.1 Budi Agung, Bogor Telp: +62 251 316294 E-Mail organicindonesia@organicindonesia.org Website http://www.organicindonesia.org
Foto cover Mengkacip mete oleh AOI
DAFTAR ISI Surat Pembaca
hal 2
Jendela Konsultasi Mangga Tidak Berbuah Merata Buah Pepaya dan Kutu Putih
Hal 11 Hal 11
Penjaminan Organis
Isu Utama Bisnis Komunitas di Lembaga Swadaya Masyarakat [LSM] Membedah Konsep Perusahaan Berbasis Komunitas
hal 3 Hal 8
Penjaminan Mutu: Tuntutan Kualitas Pangan dan Problem Petani Kecil
Hal 12
Agri Bisnis
PROFIL PaTani Organik: Ditengah Himpitan Bangunan Kost
Meleleh di Lidah, Ciri Khas Coklat yang Bagus
Hal 18
Hal 15
Rumah Organik Belanja Ramah Lingkungan...Gimana Ya?
Hal 25
Info Organis
Ragam
Daging pun Bisa Organik
Starter dari Jamur Nasi
Hal 27
Hal 22
Promosikan produk atau jasa anda di ORGANIS Hubungi Advertising Of�cer kami di: +62 251 316294 atau E-mail: organicindonesia@organicindonesia.org 3
SURAT PEMBACA Ingin Bertani Organik Saya tertarik untuk belajar bertani atau berkebun organik di lahan sempit/di pekarangan/pot/vertikultur. Dimanakah alamat lembaga yang menyelenggarakan pelatihan seperti itu? Joanes Dian Jakarta
Pemasar Beras Organik di Yogyakarta Bisakah saya diberi tahu alamat toko/pemasar/outlet beras organik di daerah Yogyakarta? Maria Goreti PT. Larise Trading International Jl. Pertanian, Gg. Salak No.23; Banguntapan, Bantul; Yogyakarta
Tegalmulyo,
Foto: AND
Redaksi: Kebetulan salah satu anggota Aliansi Organis Indonesia yaitu Koperasi SAHANI, juga adalah pemasar beras organik dan berlokasi di Yogyakarta. Alamatnya adalah: Jl. Palagan TP 69B, Yogyakarta (Monjali ke Utara 600m). Flexi: +62 274-7808931, HP: +62 815937041, E-mail: sahani_org@yahoo.com, Website: www.sahani.org
Cantumkan Nama Lembaga Penulis Dunk... Redaksi: Untuk belajar bertani organik, silakan bapak berkunjung ke Yayasan Bina Sarana Bhakti di Tugu Cisarua. Alamatnya: Jl. Gandamanah 74, Tugu Selatan; atau PO. BOX 32 Cisarua, Bogor 16750, Jawa Barat Telepon : +62 251 254 531; Fax : +62 251 253 334 Jika sekedar ingin bercocok tanam dengan sistem vertikultur, atau di halaman rumah, KONPHALINDO, sebuah LSM di Jakarta, juga menerbitkan sebuah buku berjudul ”Bercocok Tanam di Lahan Sempit.” Silakan klik di http://www.beritabumi.or.id.
ORGANIS untuk Kasepuhan Salah seorang teman kami di Kasepuhan Banten ingin dikirimi majalah ORGANIS, bisakah? Saat ini beliau juga duduk di Pengurus Besar AMAN. Anton Waspo / ELSPPAT Jl. Kalasan 15 Perum Cimanggu Permai I, Bogor Redaksi: Bisa. Silakan kirim nama dan alamat lengkapnya. Semoga informasi yang tersaji di ORGANIS bermanfaat bagi masyarakat Kasepuhan Banten.
4
Terima kasih atas dimuatnya tulisan kami dalam Buletin ORGANIS nomor: 19/Th.5 dengan judul “Perdagangan Berkesetaraan.” Hal yang mengganjal adalah bahwa saya berkeberatan bila tidak dicantumkan nama lembaga tempat saya bernaung (NTFP Indonesia/SETARA). Saya menyarankan agar setiap foto yang dimuat di Buletin ORGANIS mencantumkan juga “milik” siapa dan dari mana foto tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai penghormatan bagi pihak-pihak yang bersusah payah mengambil gambar tersebut di lapangan. Retno Proborini Yayasan Setara/NTFP Indonesia – Bolsa Nusantara Bogor Baru Blok B III No.17; Bogor 16152 Redaksi: Terima kasih atas koreksi dan sarannya untuk ORGANIS edisi 19 yang lalu. Kami atas nama pengelola ORGANIS mohon maaf jika dengan tidak mencantumkan nama lembaga tempat anda bernaung ternyata menjadi ganjalan bagi anda. Dengan dimuatnya surat anda di Surat Pembaca ini semoga menjadi koreksi atas nama dan lembaga Anda bernaung. Terima kasih juga atas saran bahwa setiap foto yang dimuat agar menyertakan “pemilik” foto tersebut.
Terima kasih atas kiriman saran dan kritiknya. Dan klik di http://www. organicindonesia.org untuk download artikel-artikel ORGANIS versi on-line.
ISU UTAMA
Bisnis Komunitas di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Sri Nuryati Reporter ORGANIS
S
elama ini banyak terjadi kebingungan (di kalangan LSM) ketika akan memasuki kegiatan bisnis, karena umumnya, dasar program mereka adalah pemberdayaan. Di banyak program pendampingan yang mereka lakukan, sebagian besar mereka sulit untuk memasarkan produk-produk yang merupakan hasil dari pendampingan yang mereka lakukan. Peningkatan kualitas sudah ada, semisal dengan penjaminan mutu internal/internal control system, namun yang masih belum ada adalah pengembangan produk. Sebenarnya, jika ingin masuk ke dunia bisnis gimana sih?
Pendekatan di LSM biasanya adalah pendekatan pohon masalah. Menurut Noviansyah, PEAK Indonesia, �Sebagian besar LSM kalau saya tanya apa masalah yang sedang mereka hadapi? Jawabannya pasti akan banyak. Namun jika saya tanya mau apa tiga tahun kedepan? Mereka bingung. Kita sulit bermimpi: dalam tiga tahun, apa yang ingin kita capai? Mengapa begitu? Karena selama ini, di LSM kita dibiasakan hidup dari masalah,“ tutur Noviansyah, PEAK Indonesia, saat memfasilitasi Loka Latih Bisnis Komunitas di Bogor awal Juni lalu.
�Di dunia LSM, kelemahan yang sering terjadi adalah lembaga tidak memonitor dan mengevaluasi pekerjaan dan capaian dari stafstafnya. Karena bisnis masih dicampur adukkan dengan pemberdayaan. Seharusnya pemberdayaan dipisahkan dari bisnis,� imbuh Novi, panggilan akrab Noviansyah. Masih menurut Novi, ada beberapa tahapan pengembangan Community Enterprise/Perusahaan Berbasis Komunitas: 1. Discover: melihat potensi apa yang dimiliki komunitas? Ide bisnis? 2. D r e a m s : m e m b a y a n g k a n
5
perubahan konkrit apa yang akan terjadi di komunitas? 3. Design: mendisain apa yang mau dilakukan? 4. Decide: memutuskan apa yang mau dilakukan? 5. Do: membuat bussines plan
masih kurang bagus, belum terdaftar di Depkes. Kami juga menyalurkan kredit usaha tani untuk petani,” ungkap Omistriyah, salah seorang petani perempuan yang kelompok taninyanya merupakan salah satu dampingan ELSPPAT.
Tahapan di atas disebut Appreciative Inquiry (AI) yaitu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada perubahan positif. Pendekatan AI tentu sangat berbeda dengan pendekatan pohon masalah yang selama ini dipergunakan di kalangan LSM.
Dari pendampingan tersebut, saat ini mereka mempunyai outlet/warung di salah satu sekolah ternama di Bogor. Out let tersebut buka setiap hari Selasa dan Kamis mulai dari pukul 08.00 – pukul 14.00 WIB. Idenya adalah mempertemukan produsen
LSM biasanya mulai dari produksi baru pasar. Memang, alamiahnya mulai dari komoditas dahulu baru berpikir ke pasar. Intinya adalah ada hal yang kontras. Biasanya LSM mulai dari produksi komunitas. Masalah pasar baru terakhir dipikirkan. Sedangkan pebisnis biasanya mulai dari adanya peluang pasar, baru kemudian mencari produknya. Nampaknya seperti ‘pebisnis memanfaatkan petani?’ Padahal, sama sekali bukan, mereka melakukan bisnis dengan cerdik.
dan konsumen secara langsung. Jumlah konsumen yang berbelanja di out let tersebut saat ini ada sekitar 60 orang. Dan hebatnya, sudah ada konsumen yang rutin berbelanja. Variasi jenis produk sayur pun cukup banyak, ada 40 jenis sayur, 20 jenis buah-buahan, 9 jenis tanaman obat. Cukup berhasil, namun kontinuitas ketersedian sayur dirasa masih kurang sebagaimana dituturkan Gandi Bayu, koordinator pemasaran ELSPPAT, ”Masalahnya kontinuitas ketersediaan sayur yang masih kurang. Konsumen yang berbelanja adalah keluarga yang
Foto: SNY
Berikut ini beberapa kegiatan bisnis komunitas yang tengah dikembangkan di beberapa LSM dengan segala usaha jatuh bangunnya dan kiat-kiat agar dapat melakukan bisnis komunitas dengan baik agar berhasil.
Sayur & Buah Tanpa Pestisida dari Kaki Gunung Salak Iklim Bogor yang sejuk membuat berbagai tanaman dapat tumbuh subur di kota hujan ini. Tidak mengherankan bila ELSPPAT (sebuah LSM yang berkantor di Bogor) melakukan pendampingan bagi para petani organik di sebuah desa di kaki Gunung Salak. Pendampingan di tingkat akar rumput tak banyak kendala, masalah timbul di tingkat produksi. “Untuk pertanian organik, produk masih kurang, sedangkan kebutuhan pasar tinggi. Untuk produk olahan, kemasan
6
Beberapa Jenis sayur dan buah produk petani dampingan ELSPPAT.
butuh banyak jenis sayur,” katanya. Kendala lain yang mereka hadapi adalah anggapan konsumen bahwa sayur organik lebih mahal (ketimbang sayur biasa). ”Mengapa produk organik harus lebih mahal? Harusnya biaya produksinya lebih rendah kan?” tanya Max Sidharta, mantan Vice President sebuah Bank Swasta ternama di Jakarta saat menjadi salah satu fasilitator Loka Latih Bisnis Komunitas yang diadakan oleh AOI Juni lalu di Bogor. ”Kami coba meng-advokasi konsumen agar produk petani dihargai dengan harga yang pantas,” jawab Gandhi. ”Kalau di PO kan ada proses konversi
lahan. Di tahun-tahun awal pasti ada penurunan produksi. Dan kini, pasar organik didominasi oleh pedagang yang berorientasi bisnis. Mereka menjual dengan harga cukup tinggi (premium). Saat ini harga sayur kami relatif sama dengan harga di pedagang keliling. Tapi ini masih sulit di konsumen,” tambahnya. Sidharta memberi saran yang cukup jitu, ”Itu karena anda menjual sayuran. Harusnya anda menjual sisi kesehatan dari sayuran itu. Orang Indonesia masih belum banyak yang mengetahui manfaat sayur organik untuk kesehatan. Perlu pendidikan ke konsumen.
Foto: YCHI
Jangan organiknya ditonjolkan, tapi sehatnya. Jangan alami, tapi “tanpa racun/pestisida” atau “tanpa bahan kimia.” Kita pasang harga tinggi pun orang pasti masih bersedia membeli,” ungkap Sidharta lebih lanjut. ”Untuk teman-teman di Jakarta - Bogor, tidak usah khawatir. Asal produk sudah dikemas dengan baik, segmen pasar individual sangat menjanjikan. Di Jakarta sendiri ada sekitar 500.000 orang/individual yang potensial untuk menjadi konsumen (pelanggan) produk organik,” tambah Novi membesarkan hati. (**)
Kayu Manis Meratus tak Semanis Nasib Petaninya Loksado adalah salah satu kecamatan dari 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang terletak di wilayah Pegunungan Meratus. Kawasan ini merupakan sentra produk kayu manis di Kalimantan Selatan. Populasi kayu manis produktif ada sekitar 45.950 pohon dengan perkiraan produksi 459.500 kg kayu manis kering jemur. Lahan kayu manis tersebut tersebar di lahan-lahan pertanian milik masyarakat adat. Dan dalam rangka konservasi kawasan Pegunungan Meratus, Yayasan Cakrawala Hijau (YCHI) yang dikoordinatori oleh Djatmiko melakukan pendampingan masyarakat adat Dayak Loksado. Dari hasil identi�kasi, diketahui bahwa masyarakat mempunyai beberapa potensi hasil hutan non kayu dan potensi terbesar adalah kayu manis.
Pegunungan Meratus: Kaya akan kayu manis.
Di Meratus, kondisi usaha dan pasar kayu manis yang ada saat ini adalah terdapat selisih harga di tingkat pasar lokal hingga pasar provinsi yang bedanya mencapai 50%. Kayu manis di tingkatan petani berbentuk batangan kering. Rantai pemasarannya adalah: Petani (harga Rp. 3.500,-/kg – Rp. 4.000,-/kg) pengumpul di Desa
7
pengumpul besar (pasar Kecamatan) pasar provinsi di Banjarmasin (Rp. 6.000,- - Rp. 7.000,-/kg) pasar luar provinsi/ eksportir di Surabaya & Samarinda (Rp.11.000,- - Rp.12.000,/kg). Masalah lain adalah Kadar Air (KA) kayu manis di tingkat petani yang masih terlalu tinggi sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. KA tinggi ini juga membuat produk cepat rusak bila disimpan di gudang. ”Proses kami (YCHI) masih berupaya membenahi mutu produk (mengurangi kadar air) supaya sesuai dengan kebutuhan pasar. Teknik pengeringan di masyarakat pun masih tradisional (menjemur di halaman/ bale-bale). Saat ini masyarakat masih menjual kayu manis dengan kondisi cenderung basah. Kami sudah memberi ide merubah perlakuan penjemuran dengan cara menjemur di atap rumah yang umumnya terbuat dari seng. Selain itu, masyarakat belum mengetahui cara mengukur kadar air kayu manis. Kadar air kayu manis yang dibutuhkan pasar adalah sebesar 12%, sedangkan KA di petani masih sekitar 24 %. Kendala kami masih di teknologi,” papar Djatmiko panjang lebar. Djatmiko menceritakan bahwa suatu waktu pernah menemukan kayu manis bubuk di super market kota Banjarmasin yang harganya sudah mencapai Rp.12.000/200 gram. Sedangkan masyarakat menjual kayu manis batangan Rp. 4.000,-/kg. Dan sempat terpikir olehnya untuk memodi�kasi produk (bentuk bubuk). Namun harapannya pupus tatkala untuk itu memerlukan alat untuk membuat bubuk kayu manis, juga ada kendala listrik yang tidak stabil sehingga mereka belum menemukan solusi alternatif untuk masalah poduk petani (kadar air tinggi). Menurut Novi, selama ini kegiatan YCHI cenderung masih berada pada tahap produksi (budi daya) atau tahap I “Presence of crop in the area” (ada tidaknya produk). Dalam feasibility
8
study, yang penting adalah bagaimana pasarnya? Selama ada kebutuhan pasar, produk dapat diciptakan/ mudah dihasilkan. Jika pasar ada, maka kelayakan teknis dan produk itu nomor dua. Karena produk dapat diambil dari mana saja. Misalnya untuk memehuhi kualitas kadar air, secara teknis itu mudah diatasi. Bisa out sourcing ke perguruan tinggi. Kemudian bagaimana kelayakan ekonominya? Selanjutnya ada tidaknya pengorganisasian? ”Untuk mengatasi kesenjangan harga yang besar antara petani dan pasar, saya pikir perlu ada product development,” simpul Novi kepada teman-teman YCHI. (**)
Mete Organik dari Desa Banga, Buton, Sulawesi Tenggara Selain aspal, Buton juga dikenal dengan metenya. Mete Buton adalah mete dengan kualitas Grade A (putih, bersih, utuh), sayangnya kurang gurih dibanding kacang mete dari Madura dan Wonogiri. Selama ini metemete dari kawasan tersebut sebagian besar dijual dalam bentuk gelondongan dan kupas
(kacipan). Pengemasan mete hanya menggunakan karung dan belum ada labelingnya. Pemerekan pada kacang mete biasanya setelah berada di tangan pengecer. Walaupun terkenal sebagai penghasil mete dengan kualitas grade A, namun potensi daerah yang besar ini ternyata belum mampu mensejahterakan rakyatnya. Petani mete di kawasan ini masih belum dapat merasakan tingginya harga mete. Jalur perdagangan produk ini sangat panjang. Mulai dari petani pengumpul desa, pedagang antar pulau, pedagang luar pulau (dari Makasar/Surabaya). Petani hanya mampu menjual hingga di tingkat pengumpul desa! Di Makasar ada dominasi pedagang dari India yang awalnya membeli mete dengan harga tiinggi. Akibatnya kemudian pedagang-pedagang di Makasar bangkrut. Akhirnya pemasaran mete dikuasai pedagang dari India. Mereka umumnya membeli dalam bentuk gelondongan. Mete dari Makasar langsung dibawa ke India. Harga mete gelondongan di tingkat pedagang di Buton saat ini adalah Rp.7.500,- - Rp.8.000,-/kg (gelondongan).
dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga ke Makasar dan kalau perlu ke Surabaya,” kata Novi. ” Atau, bisa dimulai dengan mengemas dalam ukuran-ukuran kecil 0,5 kg, atau 1 kg. Saluran distribusi barang pun harus diperhatikan, karena untuk barang dengan harga tinggi, jangan dijual di sembarang tempat,” ungkapnya menambahkan.
Foto: Indro Surono
Harga tersebut dengan asumsi produksi mengalami penurunan. Di Makasar harga mete gelondongan Rp.9.000,- - Rp.10.000/kg. ”Kami di Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir (JPKP) belum pernah terjun langsung ke bisnis. Kami baru memberikan bantuan pendanaan untuk produksi komunitas seperti jambu mete. Kegiatan kami saat ini fokus pada pengembangan produk mete organik. Dalam kegiatan ini, harapan petani adalah bagaimana agar harga bisa lebih meningkat,” ungkap Asman yang merupakan pendamping lapang JPKP Buton. ”Saat ini pasar mete organik belum jelas. Tidak ada pembedaan harga antara mete organik dan non-organik. Karenanya, sebelum kami mendapatkan pasar khusus (mete organik), kami masih akan memanfaatkan pasar lokal yang sudah ada,” katanya menambahkan.
Jambu mete yang berjatuhan
Menurut Novi, pendamping perlu memikirkan kembali kegiatan organik yang mereka lakukan. Biasanya mereka terjebak pada produksi tanpa serius menggarap pasar. Memang dengan ICS bisa terjadi perbaikan kualitas. Tapi pertanyaannya adalah ’apakah mereka melakukan kegiatan mete organik dengan asumsi pasar akan tersedia dua – tiga tahun ke depan?’ Atau ’apakah sudah ada pasar/buyer yang meminta?’ Karena segmen pasar organik adalah pasar sempit, bukan pasar main stream seperti pasar induk di kota. ”Untuk teman-teman Buton (mete), harus rajin mencari info pasar di tempat lain. Teman-teman dapat mencari distributor mete dengan memasang iklan di koran. Kalau ada dana program, bagus sekali jika temanteman dapat mendatangi jalur rantai perdagangan mete yang sudah berjalan;
Foto: APR
Dari buah hingga di kemas
Saat ini JPKP Buton tengah melakukan program pengawasan internal bagi para kelompok taninya. Diharapkan nantinya, petani dampingan mereka dapat mengantongi serti�kat organik dari PT BIOCert Indonesia. Dan dengan adanya serti�kat organik, diharapkan harga jual mete yang mereka hasilkan akan terdongkrak dan dapat mensejahterakan petani mete di Desa Banga tersebut. (**)
Uang Bukan Penghalang Modal seharusnya tidak menjadi halangan. Jika kita tidak mempunyai modal, bagaimana cara membangun sebuah bisnis komunitas? Ide bagaimana menggalang dana dari publik adalah satu pemecahan masalah. Kita pun harus kreatif untuk melihat apa yang dapat kita lakukan berangkat dari potensi yang dimiliki komunitas yang kita dampingi. Saran dari Purdi: BODOL = Berani Pake Duit Orang Lain, BOTOL = Berani Pake Tenaga Orang Lain. Sumber Uang: 1. Uang sendiri 2. Pinjaman orang lain 3. Bank 4. Saham 5. Kartu kredit 6. Hadiah/Grant/Donasi Berikut ini adalah salah satu contoh sebuah perusahaan berbasis komunitas yang modal awalnya adalah No Money!
9
Berawal dari keinginan kuat untuk mendirikan sebuah POM Bensin yang dimiliki sendiri oleh komunitas, sekelompok masyarakat di Australia berhasil mendirikan sebuah perusahaan publik yang mereka namai ”Yackandandah” Modal ternyata bukan halangan! Karena untuk mewujudkan impian bersama, mereka melakukan penggalangan dana mandiri dengan cara menjual saham dengan nilai tertentu kepada publik. Mereka ajak masyarakat membeli saham untuk membangun sebuah POM bensin yang murah. Ada tujuh kelompok pemegang saham (gereja, sekolah dan lain lain). Dan untuk mendapatkan 300.000 - 400.000 Dollar, mereka menjual 3000-4000 saham kepada masyarakat lokal dengan harga saham 100 Dollar. Upaya yang mereka lakukan adalah memasang iklan agar orang mau membeli saham mereka. Dalam promosinya mereka menyebutkan apa yang akan didapatkan oleh si pembeli saham di 15 tahun yang akan datang. Yang paling penting adalah 50% dari keuntungan akan didistribusikan kembali ke masyarakat melalaui proyek itu. Sehingga keuntungan akan jatuh ke masyarakat: ekonomi, sosial, budaya. Setelah uang terkumpul (melalui penjualan saham tersebut – red), maka dimulailah proses pembangunan POM bensin tersebut. Mereka benar-benar mengkalkulasi kebutuhan saham yang harus dapat dijual untuk mencapai target dana yang diharapkan. Dan berkat keteguhan hati, lahirlah sebuah perusahaan publik (Yackandandah) yang dimiliki komunitas. Dan dalam perkembangannya, POM bensin komunitas di Australia tersebut kini dapat menghasilkan gross sales (penjualan kotor) (2005/06): $2.3 juta; underlying earnings (penghasilan pokok) (2005/06): $35,000; dividen (2005/06): $4.00.
Foto-foto: yackandadah CD co
Re�eksi dari keberhasilan komunitas di Australia itu adalah walau awalnya komunitas tersebut tidak mempunyai uang, namun mereka dapat mewujudkan mimpinya karena mereka mempunyai kreativitas. Dari pengalaman di Australia ini, bisnis komunitas tidak boleh dianggap remeh karena ternyata bisnis komunitas dapat berkembang menjadi besar.
Kesalahan-kesalahan yang Menjadi Penyebab Kegagalan Usaha § Ber�kir bahwa modal adalah penentu keberhasilan usaha. Modal bukan penentu utama keberhasilan § Life style berubah (status, gengsi, dll.); Contoh: Kepala Desa diangkat jadi manajer koperasi. Beberapa saat kemudian membeli mobil § Mencontoh keberhasilan orang lain, namun tidak mencontoh perjuangannya. (kegagalan itu harus dimakan juga. Keberhasilan itu diawali dengan banyak kegagalan, masalah, hambatan dll.) § Tidak mau “basah” atau terjun kebawah. Contohnya seorang bos harus berani memberi kepercayaan pada anak buahnya § “Hangat-hangat tahi ayam” § Tidak cermat dan hati-hati mengelola uang § Mengerjakan hal-hal yang disukai/yang mudah-mudah saja § Over estimate atau terlalu yakin § Terlalu banyak pertimbangan Sumber: PEAK Indonesia
10
Membedah Konsep “Perusahaan Berbasis Komunitas1”
Daniel Mangoting Koord. Program Pelayananan Usaha Jasa (PUJ) – ELSPPAT, Bogor
I
stilah “perusahaan” yang digunakan pada judul tulisan di atas bisa jadi menimbulkan bias interpretasi di kalangan pembaca. Pembaca mungkin akan menafsirkan istilah tersebut sebagai suatu organisasi ekonomi di sektor privat seperti misalnya perusahaan swasta. Sebagaimana kita ketahui bersama, “perusahaan” di sektor privat mengacu pada suatu organisasi ekonomi yang sematamata digerakkan oleh kebutuhan pasar dan berorientasi pada akumulasi keuntungan di tangan segelintir orang (dalam hal ini pihak pemegang saham). Namun pengertian “perusahaan” dalam istilah Perusahaan Berbasis Komunitas (Community Enterprise Companies) tidaklah demikian. Perusahaan Berbasis Komunitas tidak semata-mata berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan yang bersifat ekonomi (akumulasi keuntungan) melainkan mempunyai tujuan-tujuan yang bersifat non-ekonomi seperti tujuan sosial, lingkungan, budaya, bahkan (bisa juga) politik. Menurut Graham Boyd (2003), ada dua tujuan -yang sama pentingnyadari perusahaan berbasis komunitas, yaitu: (1) menciptakan kemakmuran yang berkelanjutan bagi komunitas; dan (2) menciptakan manfaat sosial bagi komunitas. Istilah lain yang mirip dengan istilah perusahaan berbasis komunitas dan banyak digunakan di tingkat internasional dan nasional yaitu social enterprise/social enterpreneur (diterjemahkan sebagai wira-usaha sosial). Di Indonesia sendiri, istilah perusahaan berbasis komunitas cenderung diidentikkan dengan bisnis komunitas yang dijalankan oleh sebuah organisasi berbasis komunitas (Community Based Organization/CBO) sedangkan istilah wira-usaha sosial (social enterprise/social enterpreneur) diidentikkan dengan kegiatan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berbagai organisasi nir-laba seperti Non Government Organization (NGO)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Menurut The Non-pro�t Good Practice Guide, batasan holistik dari social enterprise adalah: “Suatu usaha non-pro�t yang menggabungkan pencapaian misi sosial secara berdisiplin, inovatif dan penuh ketahanan dengan pencapaian bisnis yang berorientasi pada pencarian keuntungan.” Adapun de�nisi sederhana dari social enterprise menurut The UK-based
Social Enterprise Coalition adalah: “bisnis dan perdagangan untuk tujuan sosial.” Istilah lain yang dianggap mirip dengan istilah Perusahaan Berbasis Komunitas adalah Bisnis Komunitas (community bussiness). Walau istilah-istilah tersebut mempunyai de�nisi yang berbeda-beda, namun pada tingkat tertentu istilah-istilah tersebut mempunyai banyak kesamaan dalam hal prinsip, nilai dan karakteristiknya. John Pearce -seorang pakar pemberdayaan masyarakat dari Irlandia- menggolongkan organisasi-organisasi semacam social enterprise atau community enterprise companies sebagai organisasi sosial ekonomi yang merupakan sistem ketiga dalam tiga sistem ekonomi yang ada di dunia. Sistem pertama adalah sektor privat yang berorientasi pro�t, sedangkan sistem kedua adalah sektor layanan publik2. Sebagai sistem ekonomi ketiga, organisasi-organisasi seperti social enterprise dan community enterprise companies yang mempunyai ciri keswadayaan, kerja sama yang saling menguntungkan dan mempunyai tujuan sosial sebagai bagian dari cita-cita organisasi. Apa itu Perusahaan Berbasis Komunitas? Perusahaan berbasis komunitas adalah bentuk khusus dari organisasi berbasis komunitas/CBO yang mempunyai tujuan dan sasaran baik komersial maupun sosial. Adanya sasaran komersial (ekonomi) dalam perusahaan berbasis komunitas menunjukkan bahwa metode dan praktek bisnis selain menjadi penggerak berfungsinya organisasi juga menjadi penentu dalam cara organisasi tersebut beroperasi. Faktor inilah yang merupakan pembeda penting antara perusahaan berbasis komunitas dan organisasi berbasis 1
2
Isi dari tulisan ini sebagian besar merupakan terjemahan bebas dari tulisan Graham Boyd (Februari 2003) berjudul ìCommunity Enterprise Companiesî. Graham Boyd adalah seorang pakar Community Enterprise Companies yang berasal dari Skotlandia. Oleh karena itu, dalam tulisan ini banyak terdapat istilah asing yang mungkin tidak/kurang relevan atau tidak/kurang cocok dengan situasi perkembangan perusahaan berbasis komunitas di Indonesia. Di Indonesia sektor ini identik dengan lembaga/birokrasi pemerintahan sebagai lembaga penyedia layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, jaminan sosial bagi kaum miskin dan kelompok-kelompok rentan lainnya (anak terlantar, penyandang cacat dll.) mulai dari tingkat desa hingga tingkat pusat/nasional.
11
komunitas. Walau demikian, terdapat beberapa persamaan ciri antara perusahaan berbasis komunitas dan organisasi berbasis komunitas. Ciri tersebut antara lain: keduanya dimiliki dan dikontrol oleh sekumpulan masyarakat (komunitas). Ada dua jenis komunitas yaitu komunitas yang diikat oleh kesamaan tempat tinggal atau komunitas yang diikat oleh kepentingan yang sama (Graham Boyd, 2003). Menurut Graham Boyd, beberapa tujuan dari pendirian perusahaan berbasis komunitas antara lain: • Untuk memiliki dan mengelola aset dan sumber daya komunitas seperti tanah, bangunan, peralatan dan mesin-mesin • Untuk menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan atas nama komunitas dengan cara yang berkelanjutan secara komersial dan bertanggung jawab secara sosial • Untuk mengembangkan ekonomi lokal secara komprehensif dengan memberikan gagasan, informasi, pelatihan serta layanan konsultasi; dan • Untuk memberikan layanan keuangan seperti pengelolaan pinjaman dalam komunitas dan penggalangan modal dari luar komunitas. Perkembangan yang pesat dari model perusahaan berbasis komunitas secara internasional terjadi sejak dekade tahun 1980-an; dimotori oleh kelompokkelompok sosial dan agen-agen pembangunan di beberapa negara – seperti Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, India, Sri Lanka, Kenya, Tanzania, Uganda, Afrika Selatan, Zambia, dan Nigeria. Di negara-negara tersebut, pembentukan perusahaan berbasis komunitas telah diatur oleh peraturan perundang-undangan pemerintah yaitu berada di bawah undang-undang tentang perusahaan (company law). Beberapa organisasi yang menggunakan model perusahaan berbasis komunitas antara lain: pusat perawatan (penitipan) bayi dan anak-anak, fasilitas rekreasi, gedung pertemuan komunitas, toko bahan makanan, pusat teknologi informasi, pusat daur ulang limbah, museum dan pusat kebudayaan, stasiun
12
radio lokal, lembaga pengembangan ekonomi lokal, lembaga pengelola tanah-tanah komunitas (community land trusts), perusahaan konstruksi komunitas, stasiun pengisian bahan bakar komunitas (Baca Boks YCD Cdco), serta lembaga penyedia air dan energi di tingkat komunitas. Model perusahaan berbasis komunitas umumnya merupakan penggabungan dari dua macam status legal yang sudah lebih dahulu ada yaitu persekutuan/ perserikatan dan koperasi. Oleh karena itu model perusahaan berbasis komunitas mempunyai kelebihan, yaitu: • mampu beradaptasi secara mudah dengan berbagai macam tujuan komersial dan sosial; • terjaminnya kesehatan perusahaan dan minimalnya campur tangan pihak luar karena adanya pengaturan secara legal (perundangan pemerintah) dan kebutuhan untuk pelaporan. Saat ini, isu penting dari perusahaan berbasis komunitas adalah bagaimana menyesuaikan visi-misi perusahaan berbasis komunitas dengan status legal organisasinya. Pemilihan status legal dari perusahaan berbasis komunitas sangat dipengaruhi oleh harapan anggota tentang bagaimana cara beroperasinya perusahaan. Beberapa bentuk legal yang bisa digunakan diantaranya: perserikatan/persekutuan, koperasi, kemitraan, perusahaan-saham, dan perusahaan non-pro�t. Yang penting untuk diingat adalah bahwa perusahaan berbasis komunitas tidak dicirikan dari status legal organisasinya karena status legal biasanya bisa berubah-ubah. Atau dengan kata lain, struktur atau model perusahaan berbasis komunitas tidak ditentukan dari status legalnya. Enam Ciri3 Perusahaan Berbasis Komunitas (Freer, 1989): 1. Bentuk Kepemilikan Bentuk kepemilikan dari perusahaan berbasis komunitas adalah kepemilikan bersama oleh semua anggota komunitas. Bentuk ini bertolak belakang dengan kepemilikan dalam banyak organisasi di mana kepemilikan umumnya berada di tangan penyedia dana (pemilik modal). Dengan kata lain, kepemilikan perusahaan berada di tangan komunitas
itu sendiri. Orientasi pokok dalam sistem kepemilikan ini adalah mencari cara-cara yang paling tepat untuk mempertahankan dan mengelola aset yang dimiliki komunitas. Sebagai suatu organisasi otonom, struktur kepemilikan dalam perusahaan berbasis komunitas dicirikan oleh adanya keterlibatan/partisipasi dari kelompok-kelompok para pihak (stake holder groups) -seperti pekerja/karyawan, pengguna, pelanggan/nasabah, serta kelompok-kelompok komunitas lokal dan investor sosial- dalam struktur kepemilikan perusahaan. Alternatif lain adalah dengan menunjuk wakilwakil atau dewan direksi yang akan menjalankan perusahaan atas nama berbagai kelompok para pihak di atas. Wakil-wakil tersebut bertanggung gugat pada para stake holder dan komunitas untuk membuat perusahaan memiliki dampak secara sosial, lingkungan dan ekonomi. Keuntungan perusahaan bisa didistribusikan dalam bentuk pembagian keuntungan untuk para stake holder, digunakan untuk memperbesar skala usaha perusahaan atau digunakan untuk mengadakan kegiatan yang mendatangkan manfaat bagi komunitas. 2. Konsep Keanggotaan Siapakah yang seharusnya menjadi anggota dari perusahaan berbasis komunitas? Berdasarkan pengalaman panjang mengembangkan perusahaan berbasis komunitas, untuk memelihara tingkat keaktifan anggota dan menjamin organisasi mencapai sasaran untuk menghasilkan keuntungan dari usaha-usaha komersial, disarankan untuk menerapkan sistem keanggotaan terbatas ketimbang sistem keanggotaan terbuka. Keanggotaan terbatas yang dibatasi pada karyawan, anggotaanggota pemilik atau konsumen bukan merupakan pilihan ideal. Pilihan ini lebih cocok diterapkan pada model bisnis koperasi. Di pihak lain, keanggotaan yang terbuka untuk semua warga komunitas juga tidak dapat diterima karena bentuk keanggotaan massal cenderung menimbulkan masalah bagi perusahaan. 3
Keenam ciri ini sebaiknya dicantumkan dalam rumusan konstitusi dan aturan dari perusahaan berbasis komunitas (semacam AD/ART).
Beberapa studi menunjukkan bahwa keseluruhan jumlah anggota dalam jejaring organisasi perusahaan perlu dibatasi pada jumlah sekitar 500 orang. Untuk membangun kepercayaan dan hubungan kerja yang e�sien, jumlah orang dalam tiap bagian (perusahaan) tidak lebih dari 150 orang. Komposisi anggota pendiri perusahaan dapat terdiri berbagai komponen para pihak (multi stake holder) yaitu: organisasi berbasis komunitas (CBO), lembaga pendukung eksternal konsumen dan karyawan. Cara pengangkatan para pihak tersebut bergantung pada situasi aktual lokal dan usaha komersial apa yang akan dijalankan. 3. Mekanisme Kontrol dalam Perusahaan Berbasis Komunitas Salah satu mekanisme kontrol penting yang perlu dibangun adalah pelibatan beberapa para pihak (stake holder) lokal pada organ pengambilan keputusan dalam organisasi. Caranya adalah dengan membangun suatu sistem kelembagaan jaringan di mana: • kekuasaan didistribusikan di antara beberapa bagian perusahaan yang berbeda; dan • sistem pengawasan dilakukan pada tingkat individual. Suatu perusahaan berbasis komunitas perlu mempunyai seperangkat aturan yang menyatakan secara jelas berbagai jenis kekuasaan dan tugas yang dimiliki oleh organ (bagian) pengambil keputusan dalam organisasi. Selain itu, sistem administrasi dan manajemen perlu dibangun dan dilaporkan secara rutin dalam bentuk anggaran tahunan, audit keuangan tahunan, laporan perkembangan triwulan, dan lain-lain. Alasan utama perlunya sistem kontrol keuangan dan manajemen adalah karena adanya sistem tersebut akan membantu organisasi untuk: • Membuat rencana dengan baik dan melakukan penyesuaian jika terjadi perubahan situasi; • Berfungsi e�sien dan efektif; • Menginvestasikan kembali dan memperluas usaha; dan • Dalam jangka panjang memelihara keberlanjutan �nansial Untuk mengawal terjaminnya kepentingan komunitas dan publik yang
lebih luas dalam operasi perusahaan, perlu dipertimbangkan untuk membangun struktur lembaga dengan dua tingkatan. Organ pertama adalah Dewan Direksi yang bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen dan �nansial perusahaan. Adapun organ kedua adalah Dewan tertentu yang bertugas untuk mempertahankan tanggung jawab pelayanan dan tanggung jawab atas aset warga yang dikelola, konsumen dan pihak lain yang berkepentingan. Organ kedua ini berperan sebagai pengamat konsumen, kepentingan publik dan pengawas perusahaan. 4. Ukuran Organisasi Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan terkait ukuran dan bentuk organisasi dari perusahaan berbasis komunitas adalah: apa core business organisasi? Apa sumber daya manusia, sumber daya �nansial dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan untuk menjalankan organisasi? Apa target tahunan yang dirancang dalam rencana bisnis organisasi? Faktor-faktor di atas penting dirancang untuk mencegah beban berlebihan yang harus dipikul oleh direksi dan karyawan karena mengerjakan terlalu banyak aktivitas atau memberi layanan jasa dan produk yang tidak penting. Aturan dalam organisasi harus mencakup detil yang rinci sehingga dapat menjadi pedoman bagi direksi sukarela dan orang-yang diangkat untuk mewujudkan tujuan pokok organisasi dan menjalankan tugas organisasi dengan cara yang bertanggung jawab. Bagi karyawan, adanya deskripsi kerja, rencana kerja, dan arahan manajemen dari hari ke hari diharapkan dapat memandu pekerjaan dan menjamin bahwa produk dan jasa yang diberikan mempunyai biaya yang e�sien dan bermutu tinggi. Organisasi harus dapat berkembang secara organis dengan berdasar pada penyediaan produk dan jasa yang bermutu dan harga yang berkeadilan. Tujuan utama organisasi adalah untuk melayani kebutuhan sosial ekonomi warga dan konsumen di tingkat lokal akan produk dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh negara atau sektor privat.
Di masa depan, perusahaan harus mampu memperluas produk dan jasa atau melakukan diversi�kasi dalam bentuk pilihan aktivitas-aktivitas baru. Perusahaan dapat mengerjakan aktivitasaktivitas baru sambil terus memperluas kegiatan yang sudah berjalan. Jika adanya aktivitas-aktivitas baru tersebut beresiko tinggi mengganggu aktivitas yang sudah berjalan terlebih dahulu, maka perusahaan harus melindungi aset dan bisnis intinya terlebih dahulu, setelah itu membuat perusahaan baru yang terpisah untuk mewadahi aktivitasaktivitas baru tersebut. 5. Relasi Eksternal Pada bagian keanggotaan telah disarankan bahwa -dengan bentuk kepemilikan oleh komunitas- keanggotaan sebaiknya terdiri atas beragam kelompok kepentingan atau para pihak yang ada di tingkat lokal. Pengaturan seperti ini akan mencerminkan adanya sebaran keterwakilan kepentingan yang luas dalam struktur kelembagaan organisasi; yaitu mulai dari masyarakat lokal hingga pihak luar yang berkepentingan. 6. Kriteria Sosial Organisasi yang mempunyai status legal seperti koperasi dan perusahaan diwajibkan untuk melaporkan catatan audit tahunan dan laporan naratif mengenai situasi keuangannya. Dengan laporan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilan atau kegagalan organisasi. Walau demikian, selain mempunyai tujuan ekonomi, perusahaan berbasis komunitas juga mempunyai maksud dan tujuan sosial. Catatan �nansial saja tidak cukup memberi informasi untuk membantu menilai sejauh mana tujuan sosial organisasi telah tercapai. Untuk itu, diperlukan prosedur formal untuk melakukan audit sosial terhadap perusahaan berbasis komunitas. Prosedur tersebut pertama-tama harus dapat menjawab persoalan apa dan bagaimana kriteria sosial itu diukur dalam organisasi. Jika tujuan-tujuan sosial perusahaan sudah jelas, tidak akan sulit menentukan tingkat pencapaian sosial dari organisasi. Setelah menentukan kriteria-kriteria sosial yang akan dipakai untuk mengaudit perusahaan berbasis sosial, ada baiknya kriteria sosial tersebut dimasukkan dalam konstitusi dan perencanaan bisnis organisasi. (**)
13
JENDELA KONSULTASI
Mangga Tidak Berbuah Merata
Buah Pepaya dan Kutu Putih
Saya menanam mangga di halaman rumah. Namun jika berbuah tidak merata keseluruh bagian. Jika sisi dahan yang satu berbuah, sisi yang lain tidak berbuah, begitu pula sebaliknya. Apakah penyebabnya? Dan bagaimana caranya agar berbuah merata?
Pohon pepaya saya terkena serangan hama putih-putih di bagian buahnya, apa penyebabnya? Dan bagaimana cara mengatasinya?
M. Fadhil Kp. Cilebut RT.1 RW.1 Bogor
Deni Suharyono Jalan Cagak, Pelabuhan Ratu Jawa Barat
Sabirin Menjawab: Lakukan pemangkasan cabang-cabang/ranting-ranting yang sudah tidak dapat menerima sinar matahari langsung. Intinya, coba pangkas dengan teratur ranting-ranting yang daun-daunnya tidak terkena sinar matahari sebagaimana mestinya. Bisa dilakukan tiga bulan sekali. Setelah dilakukan pemangkasan, berikan pemupukan secara teratur dengan cara membuat lubang dan membenamkan di dalamnya. Akan baik sekali bila pupuk yang diberikan adalah jenis pupuk yang kaya unsur Kalium seperti kotoran domba/kambing. Mudahmudahan dengan adanya pemangkasan dan pemberian pupuk ini, buah mangga anda akan lebih lebat dan manismanis rasanya. Selamat Mencoba.
Sabirin Tanaman Tahunan
14
Agung Prawoto Standar dan Sertifikasi
Toto Himawan Hama dan Penyakit Tanaman
Agus Kardinan Menjawab: Walaupun gambarnya kurang jelas, kemungkinan penyebabnya adalah kutu atau jamur. Dapat saja digunakan minyak mimba (5 cc/lt air), lalu semprotkan. Atau kalau ingin yang mudah, gunakan daun tembakau atau akar tuba segenggam, lalu masukan dalam air 1 liter, aduk, endapkan semalam. Keesokan harinya saring/peras lalu semprotkan ke tanaman yang terkena kutu atau jamur tersebut.
Agus Kardinan Petisida Nabati
YP Sudaryanto Sayuran Organik
Daniel Supriyono Padi Organik
Diah Setyorini KesuburanTanah & Pemupukan
PENJAMINAN ORGANIS
Penjaminan Mutu: Tuntutan Kualitas Pangan dan Problem Petani Kecil Lidya Inawati & Sucipto KS
Tim SMPP AOI
D
alam konteks penjaminan mutu pangan, ada dua masalah mendasar yang dihadapi di Indonesia. Pertama, terkait dengan keberadaan produsen kecil atau petani skala kecil yang mendominasi produksi pangan di Indonesia. Kendala yang dihadapi adalah petani kecil sulit mengakses pasar yang lebih luas (nasional dan ekspor) akibat masih rendahnya mutu produk dan terbatasnya sistem penjaminan mutu (serti�kasi yang dapat diakses). Jika ada layanan serti�kasi, ketiadaan biaya serti�kasi dan ketidak �eksibelan proses serti�kasi menjadi penghambat bagi petani kecil dan keluarga petani Foto: SNY
Petani kecil, potrait sebagian besar petani di indonesia
Foto: SNY
Penjaminan mutu menjadi kebutuhan bagi setiap produk pertanian yang dipasarkan untuk memberikan keyakinan bagi konsumen terhadap produk yang dikonsumsinya. Penjaminan mutu pangan ini juga diharapkan kemudian mampu mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan, kesehatan dan kemiskinan di negara produsen pangan.
untuk memperoleh serti�kat organik dan fair trade. Kedua, terkait dengan regulasi dan standarisasi mutu pangan yang belum mampu mengikuti perkembangan internasional yang terjadi. Dua masalah diatas memiliki persoalan derivatnya masing-masing. Dasar penjaminan adalah kepercayaan. Kepercayaan dihasilkan dari informasi yang terbuka dari semua pihak yang terlibat. Membangun sistem di kelompok produsen untuk membangun kepercayaan yang dapat menjamin keorganikan dan mutu produk diperlukan sebagai sebuah alternatif bagi kelompok-kelompok produsen kecil. Sistem Penjaminan Mutu merupakan salah satu pilihan yang harus dilakukan. Sistem penjaminan/manajemen mutu didasarkan pada pengakuan dan ketersediaan standar yang dapat diakses publik bagi praktik-praktik organik. Sistem ini untuk memveri�kasi bahwa petani secara konsisten memenuhi standar dan proses yang disistematik dilakukan. Sistem penjaminan partisipatif mendukung dan mendorong kelompok tani untuk bekerja bersama dan meningkatkan
15
Salah satu metode pembuatan sistem manajemen mutu adalah dengan sistem penjaminan partisipatif (Participatory Guarantee System) istilah lainnya adalah Sistem Manajemen Mutu Partisipatif (SMMP). PGS atau SMMP secara khusus dibangun bagi komunitas dalam lokasi, lingkungan budaya dan pasar tertentu. Hal ini kurang melibatkan proses administrasi dan berbiaya lebih murah dibandingkan dengan ekspor yang menggunakan serti�kasi pihak ketiga.
Foto: PETRASA Medan
praktek-praktek per taniannya dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman. Sistem manajemen mutu dilakukan dengan transparan termasuk proses pengambilan keputusan dan ditujukan untuk berbagi tanggung jawab bagi penjaminan organik. Sistem penjaminan ini dibuat oleh petani dan konsumen, mendorong dan memerlukan partisipasi langsung dari petani dan konsumen. Kepercayaan
Foto: SNY
Konsumen datang langsung ke kebun
dihasilkan melalui proses yang terbuka dan adanya tinjauan terhadap contoh yang baik.
16
Sehingga perlu dikembangkannya sistem manajemen mutu secara partisipatif sebagai alat pemberdayaan petani kecil guna meningkatkan mutu hasil pangan, memperluas pasar dan meningkatkan pendapatan mereka. Guna mewujudkan hal ini diperlukan studi mengenai sistem manajemen mutu dan lokakarya partisipatif guna mencapai konsensus mengenai standar dan model penjaminan partisipatif yang akan diterapkan di Indonesia.
Tantangan dan Kendala Selain itu, beberapa kendala dasar yang dihadapi dalam pengembangan penjaminan mutu produk bagi petani kecil antara lain: a. Mutu produk organik masih rendah, terkait misalnya kadar air yang masih tinggi (Seperti; Produk Kayu Manis di Meratus), tingginya prosentase pecah/rusak pada beras dan tingginya kandungan hama dan masih tercampur produk organik dengan non organik (Seperti; Beras Organik di Pulau Jawa). Kesemuanya ini mengarah pada menurunnya minat konsumen pada produk
“Sistem penjaminan ini dibuat oleh petani dan konsumen, mendorong dan memerlukan partisipasi langsung dari petani dan konseumen”
tersebut dimana seperti diketahui bahwa dalam konteks penjaminan atau serti�kasi kualitas produk tersebut sangat berpengaruh pada tinggi rendah permintaan dari konsumen. b. Petani masih sulit untuk mempraktekkan standar pertanian organik, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pangan organik dan standar internasional lainnya. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya upaya untuk membangun pemahaman petani atas standar-standar tersebut, masih besarnya ketergantungan petani terhadap pertanian konvensional, masih beragamnya pemahaman petani tentang pertanian organik dan masih sulitnya petani memahami standar-standar pertanian organik yang ada. c. Petani masih sulit untuk mengakses serti�kasi organik disebabkan karena biaya yang relatif sangat mahal, kerumitan prosedur serti�kasi yang secara umum banyak menggunakan media-media atau alat-alat yang tidak dikenal oleh petani kecil (Seperti form-form serti�kasi), dan yang cukup penting adalah petani memasuki suatu kebudayaan baru ketika mereka berinteraksi dengan proses serti�kasi. Dari budaya lisan kemudian beralih kepada budaya tulis menulis (dokumentasi) yang merupakan pra syarat penting dalam serti�kasi. Foto: RSW
Pendokumentasian: Prasyarat sertifikasi
“Tanaman pangan organik (padi, sayuran) umumnya ditujukan untuk pasar lokal dimana secara ekonomi sulit untuk membiayai serti�kasi” Organisasi petani secara umum masih relatif belum solid, terutama misalnya terkait (1) kon�ik-kon�ik dengan pihak eksternal (Kon�ik Vertikal, seperti praktek perampasan tanah oleh negara dan industri pertanian) dan (2) kon�ik-kon�ik internal yang seringkali terjadi oleh karena rendahnya pemahaman dan kesadaran mereka akan pentingnya membangun kekuatan internal untuk menghadapi kepentingan-kepentingan pihak eksternal, (3) Bentuknya lebih informal sehingga relatif sulit untuk mengharmonisasikannya dengan sistem serti�kasi yang menggunakan pendekatan formal, (4) aturan dan struktur organisasi yang seringkali tidak konsisten dijalankan.
Foto: BIOCert
d. Sistem produksi: tanaman pangan organik (padi, sayuran) umumnya ditujukan untuk pasar lokal dimana secara ekonomi sulit untuk membiayai serti�kasi. Oleh karenanya, untuk tanaman pangan organik seperti padi dan sayuran dari petani kecil seringkali rekomendasi adalah mendorong produk-produk tersebut untuk kebutuhan pasar lokal e. Organisasi Produser: Kelemahan dalam managemen organisasi
Foto: SNY
Sayuran, umumnya ditujukan untuk pasar lokal.
termasuk managemen keuangan, bentuk organisasi informal yang mana sulit untuk meraih akses sumber daya dan pasar . Sementara dalam sisi kebijakan dan pengembangan sistem penjaminan mutu juga menemui banyak kendala, diantaranya: a. Belum �nalnya kebijakan pemerintah menyangkut standar pertanian organik/berkelanjutan, sistem akreditasi penjaminan produk, regulasi bagi peredaran produk impor organik dan lembaga serti�kasi internasional yang beroperasi di Indonesia, serta minimnya perhatian pemerintah dalam pengembangan Pertanian Organik/Pertanian Berkelanjutan. b. Minimnya sumber daya manusia dan organisasi masyarakat sipil yang tahu, peduli dan mau terlibat dalam isu penjaminan mutu pangan di Indonesia. Hal ini tidak saja karena isu penjaminan mutu merupakan isu baru, tetapi juga karena apriori dari gerakan masyarakat sipil terhadap kerja-kerja penjaminan mutu pangan. Contoh konkrit saat ini sulit sekali mencari orang Indonesia yang cukup menguasasi isu-isu penjaminan, terutama dari kalangan LSM. Jika ada jumlahnya sangat sedikit dan yang ada itu banyak ditarik kesana kemari sehingga fokus perhatian menjadi kabur. (**)
17
PROFIL
PaTani Organik: Pangan organik menjadi mantra populer di kalangan penikmat cita rasa makanan beberapa tahun terakhir ini. Kafe-kafe yang menyajikan pangan organik pun bermunculan di kota-kota metropolitan. Seiring dengan maraknya kafe-kafe dan outlet-outlet organik, PaTani Organik coba mengisi relung tersebut sebagai pemasok sayuran organik melalui kebun prakteknya.
(Foto: SNY)
Ditengah Himpitan Bangunan Kost
Sri Nuryati Reporter ORGANIS
Pusdiklat pertanian organik, Bogor, terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Darmaga, berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Bogor. Pusdiklat ini didirikan pada tanggal 19 april 2005, Pusdiklat ini dilengkapi dengan kebun praktek yang dikelola oleh sembilan orang yang terdiri dari petani-petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) yang berkeinginan untuk mengubah pola produksi pertanian mereka dari konvensional ke organik.
18
Dengan luas sekitar 7.000 meter persegi, kebun ini utamanya memang diperuntukkan sebagai kebun praktek bagi para petani anggota SPI yang melakukan magang di pusdiklat ini. Selama melakukan ’magang’ mereka dibimbing untuk memahami pertanian organik dari mulai penyiapan lahan, produksi hingga ke pemasaran. Proses budi daya di kebun ini tidak menggunakan pupuk dan bahan-bahan kimia, input pertanian diusahakan
menggunakan bahan-bahan lokal yang tersedia dan dengan tetap menjaga ekosistem pertanian agar tidak merusak keseimbangan alam. Pusdiklat ini tidak mengenakan biaya pelatihan karena memang hanya diperuntukkan bagi para anggota SPI. Merekapun tidak dipungut biaya hidup selama melakukan ’magang’, karenanya para peserta diharuskan melakukan praktek lapang yang hasilnya sekaligus dapat menopang hidup mereka selama di pusdiklat ini. Jika sedang tidak digunakan untuk praktek/magang, kebun praktek ini dikelola oleh empat orang petani anggota FPI yang dikoordinatori oleh Putro, panggilan akrab Putro Santoso Kurniawan. Putro dan tiga petani lainnya, Pak Ukat, Basir & Titis lah lah yang sehari-harinya tinggal dan mengelola kebun tersebut.
Asri Di Tengah Himpitan Kost Mahasiswa Kebun praktek organik itu nampak asri walau di sisi sebelah kanan nampak bangunan-bangunan baru untuk kos mahasiswa. Berpuluhpuluh bedengan seluas 1x10 meter persegi nampak berjajar dan tertata rapi di tengah-tengah kebun. Di ujung kebun yang berbatasan dengan tanah milik warga desa, nampak dua buah kandang kambing yang mampu menampung sekitar 70 ekor. Kotoran dari hewan pemakan rumput inilah yang merupakan pemasok pupuk untuk menyuburkan tanah di kebun yang dikelola secara organik ini.
(Foto: SPI)
(Foto: SNY)
Kandang kambing, berfungsi sebagai basis produksi pupuk kandang
Saung tempat belajar dan menginap
(Foto: SPI)
para petani yang ingin belajar organik
Disisi sebelah kiri, kebun ini berbatasan dengan jalan yang menghubungkan jalan utama ke kampus sebuah perguruan tinggi negeri di Bogor dengan Desa Cibeureum Petir. Sedangkan di sebelah kanannya nampak padat dengan bangunan kost mahasiswa. Maklumlah kebun ini sangat dekat dengan kampus. ”Saya khawatir tiga atau empat tahun mendatang kebun ini akan dijadikan kost-kost an juga,” ungkap Putro. ”Bangunan kost itu kan baru saja dibangun,” katanya sembari menunjuk sebuah bangunan di sisi kanan kebunnya. Wajar saja Putro khawatir karena kebun yang sudah hampir empat tahun dikelola secara organik ini adalah bukan miliknya. Putro dan organisasinya sudah hampir empat tahun ini dipercaya untuk mengelola kebun selama lahan tersebut belum
dimanfaatkan oleh sang empunya. Dengan memakai merek dagang
“Saya khawatir tiga atau empat tahun mendatang kebun ini akan dijadikan kost-kostan juga” -- Putro --
PaTani Organik, para petani tersebut mencoba bersaing dengan para pemasok sayur organik lain di kota Bogor. Walau belum menjadi pemasok besar, namun kebun tersebut mampu memasok beragam sayuran organik di tiga out let di kota hujan ini. Sebut saja Toserba YOGYA Cimanggu, Bogor Plasa, dan di bunderan Yasmin (sebuah kawasan perumahan elit di bilangan Bogor Selatan-red) yang dipasok seminggu sekali. Hebatnya kesemuanya ini dilakukan dengan sistem beli putus sehingga petani tidak dipusingkan dengan sayur yang tidak habis terjual. Tidak banyak memang, hanya sekitar 50 pak @ 250 gr/out let/hari. Ragam sayur yang dihasilkan di kebun yang dikelola secara organik oleh Putro cs ini pun belum begitu beragam. Sebut saja kangkung, selada, bawang bakung, bayam, katuk, timun, bayam (merah dan hijau), selada (keriting dan polos), buncis, caysim dan pak coy.
Harga Fair Harga yang diterapkan untuk setiap jenis sayur mereka hitung secara transparan. Harga yang mereka patok pun sebenarnya tidak mahal. Seikat kangkung/bayam/katuk seberat 250 gr dihargai Rp.2.400,- sedangkan selada /bawang bakung/timun lokal Rp.3.000,- Jika ada yang menanyakan mengapa dibandrol sekian atau mengapa lebih mahal ketimbang harga sayuran biasa (konvensionalred), maka mereka pun akan dengan
19
senang hati menjelaskan rincian usaha taninya.
penjelasan mengapa kok sampai bisa demikian,” tambahnya lagi.
”Jika konsumen menanyakan mengapa kangkung dihargai Rp.2.400,-? kami akan jelaskan rincian biayanya. Komponen ongkos produksinya terdiri dari: kangkung Rp.800,- + plastik Rp.200,- + stiker Rp.150,- + packing Rp.200,- + transport Rp.200,+ koperasi Rp.450,- sehingga harga jual ke out let Rp.2.000,-” papar lelaki bertubuh tambun ini panjang lebar.
Tak hanya bayam saja yang pernah mendapat komplain dari konsumen. Pemakaian plastik pun pernah dikomplain oleh konsumen PaTani Organik. ”Kami sebenarnya tidak ingin memakai plastik,” kata Putro. ”Tapi kalau tidak diplastik-in nanti di out letnya kan tercampur dengan produk lain,” katanya lagi menanggapi pemakaian plastik pada produk organik PaTani. ”Jika ada pelanggan yang minta dikirimi ke rumah tanpa plastik juga boleh,” kata Putro. ”Tentu saja harganya akan lebih murah karena dikurangi biaya plastik,” katanya lagi. Selain ke ketiga out-let, PaTani pun menerima permintaan secara Delivery Order (Pesan Antar). Namun khusus bagi para pelanggannya yang tinggal di sekitar Bogor.
(Foto: SNY)
Tidak Semudah membalik Tangan
Berlabel, agar konsumen mudah komplain
Berlabel Agar Konsumen Mudah Komplain Pemakaian label PaTani organik bukan hanya sebagai merek dagang semata. Label tersebut dilengkapi nomor telepon bagian pemasaran sehingga memudahkan pelanggan yang ingin menanyakan alamat dan ingin berkunjung ke kebun atau bahkan komplain terhadap produk PaTani. ”Pernah ada pelanggan yang komplain karena bayam merah yang dibeli setelah dimasak kok warnanya jadi hijau? Ya kami jelaskan melalui telepon. Namun karena masih belum puas, maka kami undang untuk datang ke kebun. Di kebun kan dapat langsung melihat dan mendapatkan
20
Omzet yang mampu mereka raih tidak terlalu besar memang. Sekitar Rp. 1.000.000,-/hari (50 pak x Rp.2.000,-). Dan itu pun harus mereka bagi dengan jumlah petani yang memasok ke out let tersebut. Namun cukuplah untuk memenuhi kebutuhan dasar para petaninya. ”Kalau harus setiap minggu ke mall, liburan, bayar satpam, bayar listrik, bayar telepon, bayar sekolah anak di sekolah ternama, ya jelas tidak akan cukup,” ungkap Putro jujur. ”Kalau sendiri ya untung. Namun karena kita organisasi, maka dibebani dengan unit yang lain. Semisal di Pusdiklat ini ada biaya untuk koperasi. Kalau Pak Ukat ya untung. Beliau yang memanfaatkan lahan. Dari pemanfaatan lahan ini beliau dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” katanya lagi. ”Kalau Bu Ukat tiba-tiba ada gelang di tangannya, itu berarti untung,” kata Putro lagi sembari tersenyum. Memasukkan pemahaman organik ke petani tidaklah semudah membalik tangan. ”Susahnya kalau di Bogor
kan lahannya sempit. Jadi kebanyakan mereka hanya mengejar uang semata. Di sekitar Ciampea, sebagian besar petani hanya memiliki lahan dengan luas 500-1.000 meter persegi. Dan kebanyakan dari mereka ini termotivasi bertani organik hanya mengejar keuntungan karena harga organik yang relatif lebih mahal. Padahal tujuan awal diperkenalkannya pertanian organik di pusdiklat ini adalah agar masyarakat Indonesia, khususnya di Bogor berdaulat atas pangan-nya, kata Putro. Pertanian organik sejatinya adalah gerakan penyadaran. Bukan sekadar menanam tanpa pupuk kimia dan pestisida, juga penyadaran agar lepas dari hegemoni korporasi pemerintah dengan perusahaan transnasional. Budaya baru itu tidak hanya dijadikan cara untuk menentukan masa depan pertanian, melainkan juga menjadi bahasa advokasi beberapa kalangan untuk melawan rezim revolusi hijau. ”Tanah yang sudah kita dapat kalau tergantung pada pestisida maka akan tidak sehat. Tanah yang sudah dimiliki sayang kalau tidak diorganikkan. Organik ini kan untuk jangka panjang,” ungkap lelaki lulusan IPB ini mengakhiri bincang-bincangnya dengan ORGANIS. (**)
PaTani Organik c.p. Putro Santoso Kurniawan Desa Cibereum, Kecamatan Darmaga, Bogor Hp: +62 813 80166290
AGRI BISNIS
Meleleh di Lidah, Ciri Kualitas Cokelat yang Bagus Foto: Jean Scheijen
Lidya Ariesusanty PILI-Green Network ’Do be careful, my dear children! Don’t lose your heads! Don’t get over-excited! Keep very calm!’ Mr. Wonka, pemilik Wonka’s Chocolate Factory memperingati para tamu istimewanya ketika akan memasuki pabrik cokelatnya Anak-anak dan orang tuanya yang datang ke pabrik itu, terlalu terpana untuk bicara. Mereka tak bisa berkata-kata. Mereka bingung dan takjub. Mereka terkesima dan tersihir.
P
etikan dari buku Charli and The Chocolate Factory yang sempat diangkat ke layar lebar ini menggambarkan bagaimana pengaruh cokelat sebegitu dahsyat dan menyihirnya. Apa yang menarik dari cokelat hingga muncul euphoria seperti itu? Cokelat terbuat dari biji kakao, Theobroma cacao, yang dijuluki tanaman surga, karena keunikannya; bentuknya, karena buah tumbuh di batang pohon; warna buahnya yang
menarik; merah marun, kuning, hijau, membuat tanaman ini makin eksotik. Makanan para dewa, julukan lainnya, diberikan oleh suku Aztek dan Maya. Suku Aztek dan Maya dipercaya sebagai pelopor penikmat kakao. Kala itu kakao dinikmati sebagai minuman, kadang dicampur dengan bubuk cabe hingga terasa pedas. Begitu berharganya biji ini hingga membuatnya menjadi alat tukar dalam perdagangan, ya bisa disamakan dengan fungsi uang saat ini.
Sebenarnya Columbus-lah penemu kakao pertama dari bangsa Eropa, tapi ia tak tertarik karena sedang mencari jalan ke India. Sayang sekali tentu, karena tanaman berharga tersebut di abad-abad selanjutnya menjadi primadona. Penjelajah Spanyol kemudian mempopulerkannya, dan kemudian tersebarlah kenikmatan cokelat ke penjuru Eropa. Di Eropa, agar cokelat lebih nikmat kemudian ditambahkan gula untuk pemanis. Perjalanan kakao menembus dunia
21
adalah sejarah tersendiri, kini kakao menjadi komoditas primadona dunia. Kepopuleran kakao beberapa tahun belakangan ini makin meningkat, harganya pun makin melambung. Kenaikan harga kakao dunia disebabkan oleh minimnya stok kakao dari negara-negara produsen, sedangkan konsumsi kakao di negaranegara pengimpor kakao, terutama Eropa makin meningkat. Dari tahun 2006, de�sit produksi kakao dunia mencapai 9% (dari 3,75 juta ton menjadi 3,4 juta ton). Keadaan ini disebabkan keadaan cuaca beberapa waktu belakangan yang kurang bersahabat di negaranegara pengekspor kakao, termasuk Indonesia sebagai negara pengekspor kakao terbesar ketiga setelah Ghana dan Pantai Gading. Musim kering yang panjang di Afrika membuat produksi kakao negara tersebut menurun. Per tanggal 8 Juni 2008, harga kakao dunia per tonnya menurut ICCO daily prices adalah US$ 2827.29. Sedangkan bersumber dari London futures (£ sterling per ton) 1494.00
Foto: Karunakar Rayker
dan New York futures (US$ per ton) 2773.33. Tingginya harga kakao tampaknya tidak menjadi masalah untuk perusahaan-perusahaan cokelat dunia. Konsumen masih dengan senang hati membeli dan menikmati cokelat, bahkan merasa hampir tak dapat hidup tanpanya. Demikian yang dinyatakan oleh 46% penduduk Amerika, walaupun bukan kebutuhan utama. Di negara ini kakao dan cokelat disejajarkan dengan kenyamanan dan cinta. Betapa menyenangkan dan indah tampaknya. Namun tidak begitu yang terjadi di negara-negara produsen kakao. Termasuk di Indonesia, yang mulai mengenal kakao sejak 1950an.
Kebun Kakao Di Indonesia, yang 90% produksi kakaonya dihasilkan dari perkebunan rakyat, nasib petani kakaonya tidak begitu baik, tak seharum aroma cokelat, tak mempesona seperti cerita
Charli and Chocolate Factory. Lokasi perkebunan kakao tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari ujung Sumatera, Aceh hingga ujung Pulau Jawa, Blitar dan hampir semua Provinsi di Sulawesi. Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah; yang menjadi sentra produsen kakao terbesar setelah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara adalah salah satu daerah penghasil kakao rakyat terbesar. Daerah tempat terjadinya kon�ik horizontal beberapa tahun silam, perkebunan kakao terlihat di seluruh pelosok kota. Di kota yang hancur, para petani kakao mulai bangkit kembali tahun 2005, walaupun tak semua petani. Kebun kakao adalah daerah yang tak tersentuh perang saudara. Pasca kon�ik, kebun-kebun di Poso masih utuh. Sehingga aktivitas yang dapat segera dilakukan adalah berkebun, walau masih dengan takut-takut. Alur penjualan biji kakao di Poso, dimulai dari petani yang kemudian menjual di pengumpul tingkat kampung, dilanjutkan ke pengumpul yang lebih besar di Kota Poso. Di Pengumpul besar itulah, kakao dikirim ke Palu, ke sebuah pabrik kakao untuk diekspor; atau kadang ke pengumpul besar dahulu. Biji kakao Poso, jenis forastero, untuk tampilannya cukup bagus dengan memenuhi standar 100 biji/100 gr dan cukup sehat. Namun biji-biji ini hanya menjadi pelengkap dalam pengolahan kakao di perusahaanperusahaan cokelat kelak. Tak lain karena biji ini dijual selalu dalam kondisi tidak difermentasi. Fermentasi menjadi masalah umum perkakaoan Indonesia.
Fermentasi.... Cita rasa kakao yang khas muncul dalam proses fermentasi. Biji kakao yang telah dipanen, disimpan dalam kotak berongga selama 4 hingga 7 hari,
22
Foto: Lidya Ariesusanty
dan selalu dibalik tiap 2 hari sekali. Kemudian di jemur, dan terciptalah biji kakao berkualitas tinggi. Mau tidak mau, fermentasi harus selalu ada demi kualitas. Tidak adanya fermentasi bukan karena pengetahuan petani yang kurang, namun banyak hal lain yang jadi penyebabnya. Pertama, harga yang diberikan pengumpul, baik tingkat kampung dan pengumpul besar, untuk kakao hasil fermentasi dan tanpa fermentasi adalah sama, sehingga petani lebih memilih tak ada fermentasi. Pilihan wajar, karena dengan harga sama, uang yang didapat lebih cepat. Jika kakao yang difermentasi ada sebanyak 5 ton, barulah kami bisa memberi harga lebih tinggi, demikian menurut salah satu pengusaha kakao di Makasar. Jumlah dibawah itu, tidak bisa memberikan perubahan yang berarti untuk kakao secara keseluruhan disini, lanjut pria asal Singapura itu ketika penulis berkunjung ke pabriknya beberapa waktu silam. Penyebab lain kealpaan fermentasi adalah kebutuhan hidup yang mendesak. Petani tak bisa menunggu lebih lama untuk dapat membuat asap dapur mengepul. Kondisi ironis dari euphoria kakao di belahan dunia utara. Tak adanya fermentasi, umum terjadi di Perkebunan rakyat, namun tak berarti di seluruh Indonesia tak ada kakao fermentasi. PTPN selalu melakukan peoses fermentasi, begitu juga perusahaan-perusahaan
perkebunan kakao swasta lainnya. Di Jember, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao pun selalu melakukan fermentasi dan tak lelah melakukan penelitian untuk peningkatan kualitas kakao dan memberikan penyuluhan kepada petani kakao di seluruh Indonesia. Melonjaknya harga kakao dunia memang dirasakan petani, namun karena rantai perdagangan yang cukup panjang, pengaruh ini tak banyak menyumbang perubahan pada kualitas hidup petani. Indonesia, sebagai pengekspor kakao terbesar ketiga, ternyata hanya menduduki peringkat 6 di Uni Eropa. Permasalahan fermentasi menjadi biang keladi lagi. Fermentasi dan ekonomi, dua masalah pelik yang tak terpisahkan. Pemerintah dan banyak pihak lain mengkaji masalah ini untuk mencari solusi. Perbaikan ekonomi pasca kon�ik dan memberikan nilai tambah untuk kakao, kemudian menjadi alasan pendirian pabrik kakao oleh Balai Besar Pengembangan Teknologi (B2PPTG) LIPI bekerjasama dengan Pemda setempat.
kader dari desa sekitar yang terpilih. Dalam perkembangannya kelak, diharapkan pabrik ini akan dikelola 100% oleh masyarakat Poso. Cokelat yang diproduksi pabrik adalah milk chocolate, dark chocolate, chocolate spread dan Chocolate powder. Produkproduk itu kini menjadi buah tangan khas Poso. “Sedikit demi sedikit mengajarkan petani untuk menjaga kualitas biji kakao, dengan melihat langsung keuntungannya,â€? demikian tutur Dr. Savitri Dyah, koordinator Program Perbaikan Ekonomi Pasca Konďż˝ik di Poso, dalam perbincangan dengan penulis. Setitik harapan untuk kualitas kakao Indonesia. Kualitas menjadi penting jika bicara cokelat. Dari kualitas biji yang baiklah dihasilkan cokelat bernilai tinggi. Kualitas cokelat dilihat dari tekstur, aroma dan warna. Melelehnya cokelat seketika di lidah kita, ciri kualitas cokelat yang bagus.
Pabrik kakao sebesar 6 x 6 meter, didirikan diatas tanah Desa Pinedapa, Kabupaten Poso. Dari pabrik kecil ini, ditampung biji-biji kakao hasil fermentasi yang diberi harga 20% lebih tinggi dari harga di pengumpul lokal. Selain fermentasi, kualitas lain juga sangat dijaga. Mulai dari ukuran hingga kematangan buah kakao.
Berbicara kualitas cokelat, perlu rasanya membicarakan Swiss. Negara yang tak ada tanaman kakao tumbuh di arenya namun menjadi ikon permen cokelat. Ternyata rahasia kelezatan cokelat Swiss adalah pada kualitas bahan baku, terutama biji kakao. Swiss hanya mau menerima biji kakao dengan kualitas yang baik dan selalu menggunakan lemak kakao untuk bahan bakunya bukan lemak pengganti. Kontrol produk yang ketat.
Roda yang menjalankan pabrik adalah peneliti dari LIPI dan kader-
Dengan berbagai kendala yang dihadapi Indonesia, potensi Indonesia
23
mengembangkan pasar masih sangat besar. Beberapa perusahaan cokelat dunia mengakui bahwa jenis kakao Indonesia cukup bagus, karena tidak mudah meleleh ketika diolah, sedang umumnya kakao jenis lain akan meleleh di suhu yang sama.
Tengah tadi tidak terjadi lagi. Selain itu, dengan fair trade juga keberlanjutan lingkungan terperhatikan. Dalam fair trade pula diperhatikan peningkatan kapasitas petani hingga serti�kasi organik.
Potensi ini juga dibuktikan dengan kunjungan dari importir Uni Eropa (UE) ke Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, sebagai sentra kakao. Berdasarkan hasil kunjungan, UE menyampaikan keinginannya untuk mengimpor biji kakao yang sudah difermentasi dari daerah tersebut, namun keinginan tersebut belum dapat terlaksana akibat mutu biji kakao yang diminta oleh importir UE tidak dapat terpenuhi.
Kakao Organik
Fermentasi lagi-lagi menjadi kendala, bahkan asosiasi importir kakao Jerman mengatakan Indonesia akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar (US $ 200 per ton) apabila biji kakao yang diekspor telah difermentasikan.
Fair Trade Permasalahan kakao Indonesia masih seputar fermentasi, namun dunia telah melaju ke isu lain. Fair trade, menjadi hangat sejak dunia dikagetkan oleh masih adanya praktek perbudakan di Afrika Tengah. Sejumlah anak-anak ditemukan dalam kapal yang berasal dari Benin, Afrika Barat, untuk menjadi pekerja perkebunan tanpa dibayar. Dan kejadian ini terjadi di tahun 2001 bukan 1801. Konsumen kakao kemudian menjadi kritis, selain dengan kualitas juga dengan kondisi sosial dibalik cokelat yang lezat. Kemiskinan petani kakao, perbudakan dan berbagai permasalahan sosial menjadi salah satu kriteria di pasar dunia. Fair trade lah kemudian yang menjdi sistem yang digunakan di pasar kakao dunia. Fair trade menjaga agar kejadian-kejadian seperti Afrika
24
Isu hangat lainnya, tentang pertanian organik. Menurut laporan tahunan ICCO (International Cocoa Organization) 2006/2007, pasar kakao organik hanya sebesar 0,5% dari total produksi kakao. Dan diperkirakan produksi kakao organik berserti�kat sebanyak 15.500 ton dari total 3,4 juta ton produksi dunia. Persentase yang kecil, namun beberapa tahun belakangan di Jerman dan United Kingdom, pelopor produksi cokelat organik, permintaan kakao organik makin meningkat. Organik, bukanlah lawan kata an-organik. Organik diambil dari kata organ, organ tubuh kita. Jika setiap organ berjalan dan berfungsi dengan baik, tentu tubuh pun akan sehat. Sama halnya dengan pertanian, setiap bagian; budidaya, sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan harus berjalan sinergis, tak sekedar bebas bahanbahan kimia. Menurut ICCO di tahun 2007, negaranegara yang sudah memproduksi kakao organik adalah Madagascar, Tanzania, Uganda, Belize, Bolivia, Brazil, Costa Rica, Dominican Republic, El Salvador, Mexico, Nicaragua, Panama, Peru, Venezuela, Fiji, India, Sri Lanka dan Vanuatu. Indonesia, seperti halnya Kamerun, Pantai Gading, Guyana, Haiti, Honduras dan Filipina, sedang dalam masa transisi kearah kakao organik. Perkembangan pertanian organik di Indonesia masih sangat lambat. Namun minat bertani dengan sistem organik akhir-akhir ini sudah mulai tumbuh. Hal ini diharapkan akan berdampak positif terhadap pengembangan petanian organik yang waktu-waktu
Foto: Lidya Ariesusanty
yang akan datang. Kendala-kendala dalam pengembangan pertanian organik yang bersifat makro antara lain peluang pasar, penelitian dan pengembangan, dan kondisi iklim. Kendala mikro pada pertanian organik ada pada tingkat produsen, baik pada minat petani, pelaku usaha maupun organisasi yang ada di tingkat petani. Untuk kakao sendiri, organik masih sebatas di perkebunan milik pusat penelitian dan perusahaan swasta. Sedangkan untuk perkebunan rakyat, masih sedikit yang mulai beralih ke kakao organik, itu pun karena didampingi oleh lembaga-lembaga yang bergerak di pertanian organik. Persyaratan untuk biji kakao organik yang umum digunakan meliputi: tanaman kakao harus ditanam di tanah yang sudah bebas dari bahanbahan kimia selama 3 tahun masa panen; metode produksi yang telah ditentukan, termasuk kondisi tanah, fertilisasi dan pestisida. Selain itu ada persyaratan lain yang menyangkut sosial ekonomi, budaya dan lingkungan. (**)
INFO ORGANIS
DAGING PUN BISA ORGANIK
Foto: Mario Carangi
“Kang, bila sayur-sayuran, rempah dan buah-buahan sudah bisa diproduksi secara organik, apakah daging pun bisa?� Demikian tanya seorang teman di lokasi peternakan Domba Garut yang tengah Kami kelola. Kenapa tidak? Hidup sehat pastinya dambaan setiap manusia. Bukan sekedar mengikuti tren di mana semua orang berkeinginan mengkonsumsi produk organik, atau pun gaya hidup sehingga akan dianggap eksklusif bila membeli produk organik. Apapun produknya, bahaya kimia sintetis telah disadari dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan!
Agus Ramada Setiadi Peternak Domba Garut, Bandung
Daging Organik? Istilah seiring pangan dengan pangan
daging organik muncul dengan munculnya istilah organik. Yang dimaksud pangan organik adalah bahan nabati dimana tanaman yang
ditumbuhkan dengan menggunakan pupuk organik dan selama masa tanamnya tidak menggunakan asupan kimia. Pada waktu istilah organik ini diterapkan pada daging, maka yang dimaksud dengan daging organik adalah daging yang diperoleh dari
hewan ternak yang dipelihara dengan pemberian ransum makanan (pakan) yang berasal dari sumber-sumber nabati seperti rumput-rumputan, biji-bijian dan kacang-kacangan. Disamping itu, selama pemeliharaannya hewan tersebut tidak menggunakan
25
hormon-hormon pertumbuhan yang dapat mempercepat perkembangan hewan seperti porcine somatotropin (berasal dari babi). Pada dasarnya untuk menghasilkan daging organik, di masa pemeliharaan dan pembesaran, hewan ternak tidak diperkenankan diberi pangan yang mengandung bahan-bahan kimia buatan, dan pakan hewan ternak tersebut hanya berasal dari yang nabati.
berprotein tinggi dan hormonhormon pertumbuhan sebagai pakan ternak tersebut ternyata terbukti berdampak buruk. Pemberian pakan yang melawan kodrat, hewan herbivora diberi konsentrat sisa daging ternak sehingga menjadi karnivora, membuat ternak menjadi rentan terhadap serangan berbagai jenis penyakit. Diantaranya adalah penyakit sapi gila (mad cow disease) serta penyakit mulut dan kuku.
Mengapa Daging Organik?
Munculnya penyakit sapi gila tersebut ditengarai akibat hewan-hewan ternak tersebut diberi makan bangkai binatang. Itulah sebabnya konsumen sekarang menuntut agar hewan ternak tidak diberi makan bangkai atau sumber protein hewani, hanya diberi pakan nabati saja sehingga muncullah istilah daging organik, disamping tuntutan agar selama pembesaran, ternak tidak diberi hormon atau bahan kimia buatan apapun. Dengan demikian diharapkan daging yang dihasilkan (daging organik) lebih sehat ketimbang daging yang diperoleh dari hewan yang diberi pakan protein hewani yang diperoleh dari bangkai dan menggunakan hormon selama pertumbuhannya. Berjangkitnya berbagai penyakit
Akibat semakin mahalnya bahanbahan nabati seperti biji-bijian dan semakin sempitnya padang penggembalaan serta keinginan peternak besar akan pertumbuhan hewan yang cepat, maka hewan di peternakan besar (biasanya di negaranegara maju – red) umumnya diberi ransum makanan ber-protein hewani yang berasal dari bangkai hewan. Bangkai ini bisa terdiri dari berbagai jenis bangkai hewan seperti ayam, sapi, kambing, babi, dan lain-lain. Bahkan pernah di Amerika beberapa waktu yang lalu menggunakan bangkai anjing dan kucing (saat ini sudah dilarang - red). Penggunaan bahan-bahan hewani
Foto: Agus RS
yang berasal dari mengkonsumsi daging tersebut akhirnya mendorong konsumen lebih selektif memilih daging. Dan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani khususnya daging yang bersumber baik dari sapi, domba maupun kambing, sedapat mungkin hendaknya bangsa ini tidak mengandalkan pasokan impor. Giatkanlah usaha peternakan alami di berbagai daerah. Pemerintahpun nampaknya cukup peduli akan suara konsumen, terbukti pemerintah pernah membatalkan rencana impor daging dari suatu negara. Biasanya negara dimaksud diketahui merupakan endemik penyakit berbahaya pada hewan ternak, sebagai contoh, pemerintah Indonesia pernah beberapa kali membatalkan impor daging dari negara-negara yang merupakan endemik penyakit sapi gila serta penyakit mulut dan kuku atau antraks.
Memelihara Ternak Secara Organik? Farm Animal Welfare Council yang berpusat di kota London – Inggris menyatakan terdapat lima syarat dalam pemeliharaan hewan ternak yang harus dipatuhi untuk menghasilkan daging yang berkualitas, yaitu: Hewan ternak terbebas dari rasa lapar dan haus (Freedom from Hunger and Thirst), Hewan ternak terbebas dari rasa tidak nyaman (Freedom from Discomfort), Hewan ternak terbebas dari penyakit (Freedom from Pain, Injury and Disease), Hewan ternak terbebas dari hidup tidak normal (Freedom to Express Normal Behaviour) dan Hewan ternak terbebas dari stress (Freedom from Fear and Distress). Dan jika kita ingin mengetahui lebih banyak mengenai pemeliharaan hewan ternak secara organik khususnya domba, sebuah web yaitu http://www. agric.gov.ab.ca memberikan informasi yang cukup lengkap. Dr. Cathy Gallivan menjelaskan, pemeliharaan hewan ternak secara organik mengharuskan peternak memberikan perhatian
26
Foto: Agus RS
di dua negara Asia tersebut. Kurang lebih 500 peternak dikoordinir guna memenuhi kuota 100 ribu ekor domba, 30 ribu ekor sapi dan 5.000 ekor babi di negara Kangguru itu.
Ternak berkualitas
terhadap pencegahan suatu penyakit ketimbang mengobati. Penggunaan obat-obatan ataupun vaksin yang bertujuan mengobati penyakit tertentu pada hewan ternak adalah diperbolehkan apabila sudah tidak ada cara lain guna mengobati penyakit dimaksud, akan tetapi dengan syarat tidak diberikan secara rutin (batasan dua kali) terlebih dicampur ke dalam pakan ternak. Inilah yang menjadikan produk daging organik yang beredar di pasar khususnya bersumber dari ternak domba adalah hewan berusia muda (organic lamb). Dan organic lamb tersebut tidak menjadi persoalan walaupun dilahirkan dari induk yang sudah tidak organik. Patut berbangga bilamana Indonesia memiliki kekayaan berupa keaneka ragaman tanaman yang dapat dijadikan bahan baku obat-obatan tradisional bagi hewan ternak. Hal lain yang patut diperhatikan dalam pemeliharaan hewan ternak secara organik adalah ketersediaan lahan rumput sebagai sumber pakan. Sangatlah disarankan bila peternak memiliki lahan sendiri sebagai sumber pakan yang terbebas dari aplikasi pupuk ataupun obat-obatan kimia. Sebagai gambaran, setiap luasan lahan rumput satu ha dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak domba sebanyak 100 ekor dengan sistem rotasi. Bila hewan ternak sangat sensitif terhadap rumput yang mengandung
pestisida kimia, umumnya ternak kurang begitu bernafsu ketika mengkonsumsinya. Bahaya terbesar adalah ternak akan langsung mengalami keracunan bahkan kematian. Peternak tradisional pun sudah memahaminya, sehingga akan menghindari area sumber pakan yang disemprot pestisida kimia.
Pasar Daging Organik Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi daging berkualitas dan organik merupakan peluang pasar yang sangat menjanjikan, sayangnya dari segi volume permintaan untuk pasar lokal sendiri belum dapat diandalkan. Dan bila berbicara daya tarik daging organik, pasar lokal pun sebenarnya masih cukup gemuk dengan potensi kebutuhan hewan kurban yang terus meningkat disetiap tahunnya. Harganya pun kian merangkak naik sebagai akibat kelangkaan stok ternak. Potensi ekspor tidak ada ruginya untuk digarap serius setelah kebutuhan dalam negeri tercukupi tentunya. Hongkong dan Singapura adalah negara di Asia yang merupakan tujuan utama pasar daging organik. Rowena McNaught dalam ulasannya Organics will be part of our future menyampaikan bahwa 1,3 ton karkas organic merino lamb (daging domba merino muda) yang dikemas dalam bentuk boks seberat 22 kg produksi Australia siap dikirimkan guna memenuhi kebutuhan jaringan restoran yang ada
Andrew Collins dalam artikelnya Growing Demand for Organic Lamb menyatakan, pertumbuhan produsen organic lamb di Australia pada tiap tahunnya terus meningkat, paling tidak 30% per tahun yang dikarenakan permintaan pasar yang cukup besar dari beberapa negara di kawasan Eropa dan Asia. Bagaimana dengan potensi pasar daging organik di negara USA? Hasil survey yang dilakukan oleh Whole Foods di Amerika Serikat pada tahun 2006, 65% konsumen daging organik di negara Paman Sam menginginkan daging yang mereka konsumsi bebas dari penyakit, bebas perlakuan hormon pertumbuhan dan bebas antibiotik. Kemudian 61% konsumen menyatakan pentingnya serti�kasi terkait produk daging organik yang beredar di pasar USA. Walaupun di Amerika sendiri, ketertarikan warganya untuk mengkonsumsi daging organik masih kalah jauh dibandingkan negara lainnya di kawasan Eropa. Hanya 1,4% dari potensi pasar daging yang ada bersumber dari sapi, babi dan unggas. Hasil analisa Fresh Look memprediksikan konsumsi daging organik yang hanya bernilai 2,3 milyar US Dollar pada tahun 2004 akan naik menjadi 5,5, milyar US Dollar pada tahun 2009. Tak heran bila ke depan tuntutan daging organik semakin besar. (**)
Sumber:
Web Banjarmasin Post , Web Republika, Web Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Web Domba Kambing, Web Tani Merdeka, Web Farm Animal Welfare Council, Web Agriculture and Rural Development, Web Aus Farm Management, Web ABC South Australia, Web Beef Magazine, Web Beef Retail, Web Domba Garut.
27
RUMAH ORGANIK
Belanja Ramah Lingkungan... Gimana Ya? Bibong Widyarti Konsumen Organik, Depok-Jawa Barat
K
egiatan yang satu ini tentu tidak lepas dari kehidupan sehari-hari sebagai konsumen di muka bumi ini. Semua dari kita pasti pernah berbelanja, entah untuk keperluan pribadi, keluarga, usaha dan lain-lain. Ada hal penting yang patut dicermati sewaktu berbelanja dan kadangkala tidak kita sadari adalah bahwa sampahnya seperti kemasan, label, pelapis yang digunakan saat pengiriman, atau wadahnya mau dikemanakan? Sampah atau sisa hasil kegiatan/akti�tas manusia seharihari bisa dalam bentuk padatan, cair ataupun gas (emisi). Sedangkan proses untuk menghasilkan barang yang akan kita gunakan pun menghasilkan sampah. Ada satu faktor lain yang menentukan adalah apakah benda tersebut merupakan suatu “kebutuhan “ atau “ keinginan,” disamping faktor isi dompet tentunya yang inipun akan mempengaruhi pola kehidupan kita dalam berbelanja. Akibat dari gaya berbelanja saat ini tentu berhubungan dengan masalah
28
perubahan iklim, penggunaan energi, keragaman hayati, serta kesehatan (tubuh, pikiran dan jiwa) sehingga semua bisa selaras, untuk memperbaiki serta menahan laju perusakan kualitas kehidupan kita yang katanya kita pinjam dari anak cucu kita. Akankah kita hanya menunggu tanpa berbuat sesuatu? Terlebih sekarang katanya adalah zaman yang semua serba cepat, instan, praktis dan trendi tentunya.
Saat Membeli Barang ternyata Membeli Sampah Juga! Jika kita lihat dalam kenyataan sehari-hari, saat ke pasar sudah jarang ibu-ibu yang membawa keranjang belanjanya sendiri seperti zaman ibuibu kita dahulu. Sekarang umumnya hanya melenggang … buat apa repot repot toh…nanti juga ada tas plastik pembungkusnya! Walaupun itu hanya membeli sebuah jepit rambut atau satu ons gula pasir.
Coba kita bayangkan, berapa jumlah penduduk negeri tercinta ini? Katakanlah bila setiap orang belanja memakai satu tas kresek/ kantong plastik sehari satu saja (padahal biasanya lebih dari satu - red), berapa kantong plastik yang akan memadati tempat sampah kita? Bahkan terkadang terbuang sampai ke selokan, tercecer di perairan (sungai, danau dan laut ), tertimbun dalam tanah. Sulit dibayangkan “hasil karya” seperti apa yang akan tercipta tanpa kita sadari. Belum lagi dampak terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, ketersediaan bahan baku, serta kerusakan alam yang terjadi. Itu baru dari kantong plastik, belum yang lainnya . Apalagi bila kita menghitung, jejak karbon untuk setiap akti�tas yang kita lakukan... Wah...wah...tidak terbayang lima tahun kedepan akan seperti apa? Lalu apa yang dapat kita lakukan? Berhenti belanja? Perlu
disadari
bahwa
saat
kita
membeli barang yang dibutuhkan, kita ternyata juga membeli “sampah,” Berapa uang yang terbuang untuk sesuatu yang akhirnya kita buang begitu saja? Tentukan prioritas, mana kebutuhan dan mana keinginan, itu merupakan hal penting sehingga kita menjadi pembelanja yang cerdik dan tahu tentang kebutuhannya.
Tip’s untuk Kurangi Sampah Saat Berbelanja: 1 Bawa wadah atau tas belanja sendiri yang dapat terbuat dari kain, keranjang ayaman, dll. 1 Baca label barang yang akan dibeli 1 Hindari membeli barang sekali pakai seperti saputangan kertas (tissue), peralatan makan dan minum yang hanya sekali pakai 1 Pilih barang yang kemasannya sederhana, bekas kemasan dapat dipakai ulang, dan kemudian dapat didaur ulang (alumunium, logam, kaca/beling, sedangkan untuk wadah makanan plastik pilihlah kode # 2, # 4, # 5) atau dikomposkan (daun misalnya) 1 Beli bahan pangan, kebutuhan sehari-hari dalam ukuran besar (bisa berbagi atau belanja berkelompok, sekalian menambah persahabatan), hindari kemasan kecil-kecil. Selain harganya lebih mahal juga sampah dari kemasannya menjadi lebih banyak 1 Pilih produk yang dapat diisi ulang sehingga mengurangi pemakaian kemasan 1 Gunakan produk yang dapat diisi kembali tenaganya seperti baterai 1 Pilih barang yang mempunyai masa pemakaian yang lama, garansi seumur hidup 1 Lakukan perawatan berkala pada perlengkapan elektronik, kendaraan bermotor sehingga dapat digunakan secara maksimal 1 Gunakan kesempatan “Trade In,” pembelian kembali produk oleh produsen sehingga setidaknya diharapkan pihak perusahaan melakukan proses daur ulang
1
1 1 1 1
1
1
1
1
1
produk yang sesuai aturannya serta untuk menghindari limbah produk tercecer terutama yang mengandung bahan bahan berbahaya yang mencemari lingkungan Untuk produk gunakan atau pilih produk organik karena nilai gizinya lebih baik, tidak banyak bagian pangan organik yang harus dibuang seperti kulit buah karena tidak ada residu bahan kimia sintetis dan lebih awet Pilih produk lokal atau hasil dari petani setempat Pilih produk yang menerapkan “Fair Trade“ Pilih dan gunakan produk yang dihasilkan oleh produsen yang ramah lingkungan Lihat pada label misalnya elektronik ada yang diberi kode diantaranya ”Star” untuk peralatan yang hemat energy, “RoHS” untuk produk laptop; “FSC” untuk produk dengan bahan baku kayu Untuk pakaian dan perlengkapan harian apabila membeli yang baru, berikan barang yang masih layak pakai pada orang lain yang membutuhkan, lakukan “garage sale,” sortir dan lakukan “take in = take out” (jumlah yang masuk sama dengan jumlah yang keluar) Pilah sampah skala rumah tangga, lakukan 3R (Reduce Reuse recycle), pengomposan sehingga membantu pengurangan tumpukan sampah di TPA Bila memungkinkan, peliharalah hewan peliharaan sehingga bisa memanfaatkan sisa-sisa makanan (organik) yang tidak dikosumsi lagi seperti ayam, kelinci, kambing Bantu semua pihak bila memungkinkan untuk mengetahui, menyadari melakukan bahwa sekarang sudah ada Undang-undang Sampah 2008 Mengajak orang lain peduli dalam seluruh area kehidupan kita dan melakukan perubahan perubahan secara individual
1 Tetap menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menentukan pilihan
Hindari: 1 Pembelian barang yang memang akhirnya tidak digunakan 1 Pembelian barang yang mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan antara lain styrofoam, PVC, logam berat (seperti Pb, Cr, Cd…….), pestisida sintetis 1 Produk makanan yang mengandung Pengawet, Pewarna, Perasa yang berlebihan
Lakukan: 1 Gunakan kertas di kedua sisinya (bolak-balik) 1 Tolak brosur yang tidak dibutuhkan 1 Gunakan �ash disk untuk menyimpan data 1 Gunakan e-mail untuk mengirim surat/data 1 Tidak membakar sampah sembarangan, terlebih merupakan sampah yang perlu penanganan khusus Masalah belanja adalah masalah individual yang dapat berdampak luas bagi lingkungan, sehingga yang perlu dilakukan adalah belajar mengubah kebiasaan. Adopsilah kearifan-kearifan lokal yang banyak menggunakan material yang ramah lingkungan dan telah teruji selama berabad-abad. Ajak orang lain untuk melakukan perubahan, karena perlu partisipasi aktif untuk memberi masukkan pada produsen untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan.
“beralih bukan berarti pengorbanan namun merupakan perubahan”
29
Foto: SNY
RAGAM Starter dari Jamur Nasi
jamur mulai tumbuh di atas nasi
campur dengan air + gula merah
perciki di kompos
A
dalah Tarmo, petani organik dari Tulang Bawang, Lampung yang dengan kreativitasnya coba membuat starter untuk mempercepat pembuatan kompos. Caranya tidak rumit dan bahan-bahannya pun mudah dijumpai di sekitar kita. Cukup nasi, jamur kayu, dan gula merah. „Ambil nasi, boleh yang hangat atau dingin,“ tuturnya. „Kemudian taruh di besek (wadah terbuat dari anyaman bambu – red), lalu diatasnya taruh kayu yang sudah berjamur, kemudian tutup dengan kardus (untuk menjaga kelembaban – red). Setelah tiga hari tiga malam, maka akan ada jamur-jamur putih di atas nasi tersebut. Lalu ambillah nasi tersebut, masukkan ke dalam toples yang telah berisi air + gula merah sebanyak 1 buah. Ketinggian air dalam toples disamakan dengan ketinggian nasi. Setelah lima hari starter tersebut baru bisa dipakai,” papar Tarmo panjang lebar.
kelembagaan dan manajemen mutu produksi sehingga para petani tersebut dapat mengakses pasar dengan baik. Dan untuk memenuhi tujuan tersebut maka pada tanggal 10-13 Mei 2008, bertempat di Griya Nusa Bangsa, Bogor, AOI memfasilitasi Loka Latih “Penerapan Internal Control System (ICS) dan Perencanaan Bisnis Komunitas dalam Pengembangan Pertanian Organis di Indonesia” bagi para anggota AOI. Dua kegiatan yang disandingkan paralel ini dihadiri oleh enam lembaga anggota AOI yaitu ELSPPAT – Bogor, yang mengemukakan program sayuran organiknya, Yayasan Cakrawala Hijau - Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dengan program kayu manisnya, Yayasan Riak Bumi - Kalimantan Barat, dengan kekayaan madu hutan di kawasan Danau Sentarumnya, JPKP Buton Sulawesi Tenggara, dengan program penguatan organisasi produsen (Petani Kecil) mete, dan Yayasan LESMAN – Boyolali, Jawa Tengah yang tengah memulai bisnis gula semut organik, serta yayasan BITRA - Medan, Sumatera Utara, dengan program kakaonya. Di empat hari kegiatan tersebut, di dua hari awal peserta mengemukakan dan membahas persoalan kegiatan ICS di lembaganya yang kemudian disambung dua hari berikutnya dengan loka latih mengenai program bisnis komunitas yang akan dan tengah digeluti oleh lembaga masing-masing. (SNY) Foto: SNY
Starter ala Tarmo ini mudah pula penggunaannya. Setelah ditambahkan air dengan perbandingan 1:20, tumpukan kompos setebal 20 cm cukup diperciki air starter yang telah diencerkan tersebut hingga lembab. Lakukan berlapis-lapis, dan jika ingin agar tercampur rata, kompos boleh diaduk. (SNY) Tekun mengikuti arahan fasilitator
Loka Latih Internal Control System (ICS) dan Bisnis Komunitas
Foto: Indro Surono
Salah satu tujuan didirikannya AOI di bidang pemberdayaan petani kecil adalah penguatan kapasitas
Kayu manis, madu hutan, mete: kekayaan alam yang sangat potensial untuk dijadikan bisnis komunitas
30
Foto: APDS
Foto: YCHI
Rapat Umum Anggota (RUA) AOI 2008 Yang Akan Datang di Jogjakarta
pertanian organik yang tidak hanya berdimensi ekonomi dan teknis semata tetapi juga memiliki dimensi keadilan sosial. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka eksistensi sebuah LSP menjadi penting.
D
ua Juni 2008 yang lalu, AOI yang diwakili oleh jajaran eksekutifnya (Rasdi Wangsa, Sri Nuryati dan Lidya Inawati) mengadakan rapat pra RUA AOI 2008 di sekretariat SPTN HPS, Jogjakarta. Hadir di acara tersebut adalah Hardiyoko dan Ronnie mewakili tuan rumah, Sigit Purwandono dari Yayasan LESMAN Boyolali, dan Imam dari Koperasi SAHANI Jogjakarta. Salah satu usulan yang mengemuka saat itu adalah rencana lokasi RUA yang akan mengambil tempat di Jogjakarta pada sekitar bulan Oktober 2008. Rencananya, acara tersebut juga akan dibarengi dengan pameran dan loka karya nasional mengenai Sistem Penjaminan Mutu Partisipatif. (SNY)
Foto: Repro VEDCA
Pada tanggal 02 Juni 2008 yang lalu, bertempat di VEDCA (Vocational Education Development Centre for Agriculture/Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian), Jl. Jangari KM 14 Cianjur, Jawa Barat, AOI melakukan uji kompetensi bagi para fasilitator pertanian organik. Peserta uji kali ini adalah guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berasal dari seluruh Indonesia.
Foto: BIOCert
AOI sebagai Lembaga Serti�kasi Profesi (LSF)
S
emakin berkembangnya isu pertanian organik tidak hanya terjadi pada lingkup petani kecil tetapi juga terjadi pada lingkup industri pertanian skala besar. Dengan berkembangnya industri pertanian maka kemudian akan berdampak pada semakin meningkatnya permintaan akan tenaga kerja dalam bidangnya ini; mulai dari produksi, pasca panen sampai pada pemasaran produk. Kecenderungan pada sektor pertanian organik ini menjadi sebuah ancaman bagi cita-cita perjuangan
Foto: Repro VEDCA
Setelah lulus uji kompetensi dan mendapatkan serti�kat, diharapkan para guru tersebut dapat memberikan materi pertanian organik di tempat kerjanya masingmasing dengan baik dan benar. Serti�kat kompetensi ini adalah pengakuan terhadap penguasaan kumpulan unit kompetensi untuk unit jenjang kuali�kasi kerja. Serti�kat ini juga merupakan pengakuan terhadap penguasaan satu atau cluster unit kompetensi yang employable. Kegiatan yang sama juga akan dilakukan di tempat yang sama pada tanggal 01 Juli 2008. (RSW)
31