Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
1
Foto Sampul Ilustrasi buah dan sayur organik Indonesia Foto Dokumentasi AOI inspirasi gaya hidup organik
Dari Redaksi, Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup. Dengan mengonsumsi pangan, manusia bisa memenuhi kebutuhan tubuhnya akan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Dalam berbagai peraturan dan undang-undangpun mengakui manusia mempunyai hak atas pangan. Kebutuhan akan pangan tersebut harus terpenuhi sebagai hak pokok yang tertuang dalam pasal 27, 28, 33, dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 memandatkan bahwa produksi pangan adalah cabang produksi yang harus dikuasai Negara. Hak atas pangan sebenarnya dapat dinilai dari beberapa hal seperti: Pertama, sumber pangan, dimana dihasilkan? Oleh siapa? Apakah oleh petani atau perusahan? Bagaimana harganya? Kedua, kualitas pangan, menyangkut sistem pertanian yang diterapkan, apakah sistem pertanian organik atau sistem pertanian konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia sisntetis. Berbicara tentang hak atas pangan kita harus berbicara kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan pangan. Kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan pangan menjadi kunci yang sangat penting di masa mendatang. Tidak bisa hanya berbicara tentang lahan petani, tetapi yang harus menjadi perhatian semua pihak terkait, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah terpeliharanya sumber daya alam pertanian (SDAP) serta kedaulatan petani atas benih, pupuk, pestisida dan lain-lain. Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Hal ini yang menyebabkan petani memiliki kedaulatan, kemandirian dan keamanan pangan. Petani benar-benar memiliki hak atas pangan, karena apa? Ada kemandirian atas benih dan bibit bagi petani (petani membuat benih dan bibit sendiri). Pertanian organik sebagai sistem pertanian agroekologi sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan, menurunkan pemakaian pupuk sintetik dan pestisida kimia, meningkatkan hasil dan kesejahteraan petani serta meningkatkan kedaulatan petani. Indonesia memiliki peluang untuk jadi pelaku pertanian organik yang penting. Diantaranya karena Indonesia mempunyai potensi pasar yang besar, lahan untuk pertanian organik masih cukup luas, teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia, seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah, pestisida hayati, dan praktik lainnya. Bagaimana masa depan pertanian organik seperti program Go Organic untuk bisa memenuhi hak atas pangan masyarakat di Indonesia? Simak selengkapnya dalam Organis Edisi 33 ini. Selamat membaca! diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fairtrade. 2
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
ISSN : 2089 7294
Redaksi Penerbit Aliansi Organis Indonesia (AOI) Penanggung Jawab Direktur Program AOI Pemimpin Redaksi Sri Nuryati Redaksi Pelaksana Ani Purwati Staf Redaksi Rasdi Wangsa Lidya Inawati Sucipto K. Saputro Desain Grafis Muhammad Rifai Keuangan Endang Priastuti Marketing Rizki Ratna A. Distribusi Ilyas Alamat Redaksi Jl. Singasari A1/2 Cimanggu Permai Bogor, Jawa Barat Telp./Fax +62-251-8330434 E-mail organic@organicindonesia.org Website www.organicindonesia.org
be part of our movement
05 Isu Utama
8 Isu Utama
Penuhi Hak Atas Pangan Organik
Indonesia Berpotensi Kembangkan Pertanian Organik
Dari Redaksi
02
Surat Pembaca
04
Jendela Konsultasi
14
Isu Utama
11
- Masa Depan Pertanian Organik Indonesia
15 Penjaminan Organis
Permentan Berlaku, Apakah Produk Organik Bersertifikat Meningkat?
Info Organis
25
Bijak di Rumah
28
- Pangan Organik Sehat dan Bergizi
- Tanam Sayur Organik di Rumah Yuk!
Ragam
- Healthy Cooking Class: Mencegah Diabetes
30
21 Agribisnis
Snack Sayur Organik, Bergizi dan Bernilai Ekonomi Tinggi
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
3
Surat Pembaca Bank Sampah Sertifikasi beras organik
Benih padi bersertifikat organik
menjadi media partner
4
Edisi 33 / Th. 13 11 (Januari - Maret 2014)
Foto: Dok. SNY
n Bermacam bahan pangan organik
Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Hal ini yang menyebabkan petani memiliki kedaulatan, kemandirian dan keamanan pangan. Petani benar-benar memiliki hak atas pangan. Oleh : Ni Luh Kartini
S
etiap insan di muka bumi nusantara ini memiliki hak atas pangan. Kebutuhan akan pangan tersebut harus terpenuhi sebagai hak pokok yang tertuang dalam pasal 27, 28, 33, dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 memandatkan bahwa produksi pangan adalah cabang produksi yang harus dikuasai Negara. Hak atas pangan sebenarnya dapat dinilai dari beberapa hal seperti: Pertama, sumber pangan, dimana dihasilkan? Oleh siapa? Apakah oleh petani atau perusahan? Bagaimana harganya? Kedua, kualitas pangan, menyangkut sistem pertanian yang diterapkan, apakah sistem pertanian organik atau sistem pertanian konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia sisntetis. Demikian juga dengan sistem penyimpanan dan bahan pengawetnya. Ketiga,
ketersediaan pangan, menyangkut seperti apakah petani dapat menyediakannya sendiri dari lahan produksinya, atau yang bisa menyediakannya bukan dari petani, lalu bagaimana sistem pemindahan pangan tersebut? Keempat, akses, kemana harus mengakses pangan? Apakah pangan itu layak bagi kesehatan? Apakah pangan itu dapat terjangkau oleh setiap orang? Dari segi ekonomi, apakah setiap individu atau rumah tangga mampu membelinya? Kelima, penerimaan oleh masyarakat bila dikaitkan dengan kearifan lokal. Sementara itu pangan yang dibutuhkan adalah pangan yang berkualitas, bersih dari pencemaran dan bahan kontaminasi. Berbicara tentang hak atas pangan kita harus berbicara kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
5
Isu Utama
Foto: Dok. AOI
alam tersebut. Contohnya di Bali ada penanggalan/kalender yang memberi petunjuk bahwa saat ini cocok nanam apa (biji-bijian, buah-buahan, umbiumbian atau apa)?
n Lahan pertanian organik
pangan. Kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan pangan menjadi kunci yang sangat penting di masa mendatang. Tidak bisa hanya berbicara tentang lahan petani, tetapi yang harus menjadi perhatian semua pihak terkait, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah terpeliharanya sumber daya alam pertanian (SDAP) serta kedaulatan petani atas benih, pupuk, pestisida dan lain-lain. Keseriusan dalam urusan pangan harus dilakukan oleh semua pihak seperti Eksekutif, Legislatif, pihak swasta, LSM, petani, konsumen, dan distributor dengan selalu mengedepankan sumber daya lokal, kearifan lokal, dan perdagangan yang adil. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, budaya masyarakat yang menghormati alam, serta potensi pertanian organik sangat besar. Kearifan lokal yang dimiliki Bangsa Indonesia sangat beragam, akan mampu menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian alam, masyarakat melakukan dengan penerapan sistem pertanian organik. Hal ini terlihat jelas pada sistem Subak di Bali, dimana pengelolaan sistem pertanian yang otonomi di Subak itu sendiri dan selalu mengedepankan kearifan lokal.
Hak atas pangan dan pertanian organik Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak 6
Edisi 33 / Th. 13 11 (Januari - Maret 2014)
lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Hal ini yang menyebabkan petani memiliki kedaulatan, kemandirian dan keamanan pangan. Petani benar-benar memiliki hak atas pangan, karena apa? Ada kemandirian atas benih dan bibit bagi petani (petani membuat benih dan bibit sendiri). Ada kemandirian atas pupuk (contoh: petani di Bali sebelum revolusi hijau pasti punya sapi, babi dan ayam sebagai bahan menghasilkan pupuk sendiri). Ada keanekaragaman tanaman (tumpang sari). Ada keanekaragaman pangan (sagu, ketela pohon, ketela rambat, dan lain-lain). Ada sistem penyimpanan pangan (lumbung), artinya hasil panen selalu disimpan sebelum panen berikutnya tiba. Selanjutnya sistem pertanian yang dilakukan adalah sistem pertanian terpadu dengan ternak. Ada pergiliran tanaman. Masing-masing daerah memenuhi kebutuhan pangannya sesuai dengan hasil pertanian yang ada di daerah itu atau istilahnya hasil dari tanaman apa yang bisa ditanam/hidup di daerah itu. Contohnya di Bali, petani di lahan kering akan mengonsumsi nasi campur antara beras dengan ketela pohon atau dengan jagung atau dengan pisang, dan lain-lain. Petani sangat menyatu dengan alam, petani mampu membaca tandatanda alam sehingga dalam penanaman sangat disesuaikan dengan tanda-tanda
Selain itu ada sumber daya alam pertanian (SDAP) dalam kondisi yang sangat seimbang dan prima, kualitas dan produktivitasnya tinggi (kondisi tanahnya subur baik secara fisik, kimia dan biologi tanah yang indikatornya cacing tanah, air yang dibutuhkan untuk pertanian melimpah tidak berebutan dengan sektor lain. Petani mandiri dan percaya diri. Buktinya hasil penelitian sebelum tahun 1970-an menunjukkan hasil padi tidak pernah mengalami penurunan dengan sistem petanian Subak di Bali. Ini karena kualitas tanah dapat dijaga melalui sistem pertanian terpadu dengan ternak, menggunakan pupuk hijau, pergiliran tanaman, serta penanaman orok-orok. Lalu yang terpenting petani memiliki orientasi akan keamanan pangan (hak atas pangan), istilahnya kalau sudah sisa untuk dimakan baru dijual (sisa ini dijual setelah panen berikutnya). Terkait dengan hal ini, penulis ingin bercerita tentang pengalaman waktu kecil sekitar tahun 1969. Ketika itu penulis baru berumur 7 tahun. Ayah penulis yang seorang petani punya lahan seluas 1 ha (50 are tegalan dan 50 are sawah). Beliau sangat menjaga hak anak-anaknya atas pangan. Karena itu memelihara lebah, sapi, babi, ayam, menanam padi, jagung, ketela, semua jenis buah-buahan seperti mangga, jeruk, durian dan lain-lain. Semuanya untuk dimakan, sisanya baru dijual. Setiap hari pasti ada daging dan madu. Mau makan apa saja pasti dituruti, apa itu telur, daging ayam, daging kambing dan lain-lain. Waktu itu penulis merasa sangat terpenuhi akan keanekaragaman pangan dari berbagai macam umbi-umbian, buah-buahan, ikan air tawar, belut, kepiting, kodok, capung, belalang, keong yang beraneka ragam jenisnya, semua menjadi sumber pangan. Kondisi ini mulai berubah ketika Mantri Tani (penyuluh pertanian ) pada tahun 1970-an mulai memperkenalkan pupuk kimia, bibit unggul dan pestisida kimia (Diasinon, Endrin, DDT, dan lain-lain) kepada ayah
Isu Utama penulis. Hal itu mulai membuat Sang Ayah menjadi petani yang konsumtif karena harus beli benih, pupuk dan pestisida. Maka gabah tidak lagi masuk ke lumbung tetapi dijual di sawah karena petani perlu uang. Kejadian tersebut menjadi cikal bakal kehilangan keanekaragaman hayati, keanekaragaman pangan bagi petani, kehilangan kualitas dan produktivitas tanah, pencemaran, penurunan kualitas pangan dan kehilangan kemandirian petani.
Hak atas pangan dan teknologi Dalam pelaksanaan pertanian organik yang erat hubungannya dengan pemenuhan hak atas pangan setiap individu dan keluarga, sebenarnya sangat terkait dengan beberapa hal, seperti: Pertama, kualitas sumber daya alam pertanian (SDAP) yang menjadi kunci dalam mewujudkan hak atas pangan setiap individu dan keluarga. Kelemahan yang terjadi sekarang ini adalah semua pihak yang terkait tidak menyelamatkan SDAP, karena SDAP yang seharusnya dilindungi justru diperuntukkan (dikorbankan) untuk sektor lain tanpa mempertimbangkan sumber-sumber pangan seperti lahan yang subur diperuntukkan untuk perumahan, vila dan hotel. Air yang seharusnya mengairi sawah diperuntukkan untuk hotel. Pelanggaran sempadan sungai, pembuangan limbah ke sungai akhirnya ke laut dan lain-lain. Kebijakan ekonomi berdimensi tunggal akan menyebabkan kerusakan alam dan bencana terus menerus. Akhirnya muncul sebuah pertanyaan, “Kalau lahan subur sudah habis, air sudah tercemar, ikan sudah habis, apakah kita bisa makan uang?� Kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM). Sangat dibutuhkan SDM yang paham terhadap pelestarian SDAP, penerapan sistem teknologi yang ramah lingkungan, menggunakan sumber daya lokal dan kearifan lokal. Ketiga, teknologi. Beberapa teknologi pertanian yang ramah lingkungan antara lain: Teknologi yang digunakan dan dikembangkan harus dapat memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai proses alami ke dalam proses produksi pertanian seperti hubungan predator dan mangsa, daur biologi,
mekanisme keseimbangan jasad renik tanah, fiksasi nitrogen, dan lain-lain. Teknologi harus dapat meminimalkan dan kalau mungkin meniadakan penggunaan masukan yang memiliki potensi membahayakan lingkungan dan kesehatan bagi masyarakat, petani dan konsumen. Teknologi yang dapat memanfaatkan lebih produktif, efektif dan efisien potensi hayati dan genetik spesies tumbuhan dan hewan. Teknologi harus bersifat khas ekosistem, tidak statis atau seragam, serta sesuai dengan keadaan dan kemandirian masyarakat setempat, harus murah, sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Teknologi yang diterapkan merupakan perpaduan optimal antara teknologi atas dasar pengetahuan modern dan kearifan masyarakat tradisional. Teknologi yang diterapkan tidak hanya berorientasi pada pencapaian sasaran produksi tetapi juga keberhasilan pasar, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan peningkatan kesejahtraan hidup masyarakat. Keempat, penyesuaian yang baik antara pola tanam, potensi produksi serta keterbatasan fisik lahan pertanian agar dapat dijamin keberlanjutan tingkat produksinya untuk masa sekarang dan masa depan. Kelima, produksi pertanian yang menguntungkan dan efisien dengan cara memberikan penekanan pada perbaikan kualitas pengelolaan usaha tani, konservasi tanah, air, energi, dan sumber daya hayati. Keenam, kebijakan pembangunan sangat berpengaruh terhadap hak atas pangan setiap individu atau keluarga. Karena Negara Indonesia adalah Negara agraris tetapi kebijakan memberi ruang kepada pemodal besar dalam pengembangan sektor bukan pertanian dengan mengorbankan sektor pertanian, tanpa disadari telah mengorbankan hak dasar kelompok miskin. Ketujuh, kebijakan pembangunan daerah harus berpihak kepada pertanian. Namun kenyataannya, kebijakan sering tidak berpihak
n Tanaman bayam dan selada dengan sistem vertikultur. Foto: Dok. Ni Luh Kartini
kepada pertanian, selalu didorong oleh keinginan untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan mengorbankan sumber daya alam pertanian. Lalu apa yang harus dilakukan untuk menjamin hak atas pangan individu dan keluarga? 1. Kebijakan pemerintah harus berpihak kepada: a. Sistem pertanian organik b. Peningkatan kualitas dan pelestarian sumber daya alam c. Peningkatan kualitas SDM dalam bidang pertanian organik d. Teknologi Tepat Guna dan ramah lingkungan e. Perdagangan yang adil 2. Pemerintah harus melakukan: a. Pendampingan koperasi petani secara intensif b. Monitoring pasar dan intervensi c. Memiliki skema pengadaan pangan d. Penyusunan sistem percadangan pangan.(*)
Ni Luh Kartini Ketua PS Magister P. Lahan Kering Konsentrasi pertanian Organik PPs Universitas Udayana (UNUD) Denpasar, Bali. Email: yayasan_boa@yahoo.com Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
7
Indonesia sangat berpotensi mengembangkan sistem pertanian organik dan berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan yang saat ini mengalami levelling-off, menurunkan pemakaian pupuk sintetik dan pestisida kimia, meningkatkan hasil dan kesejahteraan petani serta meningkatkan kedaulatan petani.
, e- ruk k K Cije i n ga di or tari n s a ni Le ta U er i KS rat p n n a ha Ta a B La pok Jaw n m or lo og B
SU
i
ar
st
Le
.K
:
to
Fo
k Do
Oleh : Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa
S
istem pertanian saat ini dan di masa yang akan datang menghadapi tantangan luar biasa. Tantangan tersebut diantaranya adalah ketergantungan terhadap pupuk kimia dan pestisida yang semakin tinggi, terjadinya penurunan kandungan bahan organik di tanah pertanian, terganggunya keanekaragaman hayati dan ekologi tanah akibat pertanian monokultur serta penggunaan pupuk sintetik dan pestisida kimia yang sudah berlangsung puluhan tahun, serta fenomena levelling-off dimana produktivitas pertanian (produksi per luasan) tidak bisa lagi 8
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
ditingkatkan atau terjadi peningkatan yang sangat kecil. Sebagai contoh adalah penggunaan pupuk sintetik di Indonesia untuk tanaman pangan. Berdasarkan data penggunaan pupuk dari tahun 2000 – 2009 (dari berbagai sumber) terjadi peningkatan luar biasa penggunaan pupuk sintetik yaitu Urea sebesar 80,8 persen, TSP atau SP36 sebesar 302 persen, ZA sebesar 371 persen dan NPK sebesar 8220 persen. Selama periode tersebut terjadi peningkatan produksi padi dari 51,9 juta ton GKP menjadi 60,93 juta ton GKP atau peningkatan sebesar 17,4 persen yang tidak sebanding peningkatan
asupan pupuk sintetik untuk tanaman pangan. Sebagian besar atau sekitar 70 persen dari peningkatan produksi padi tersebut tidak disebabkan peningkatan produktivitas tetapi karena peningkatan luas panen. Dengan demikian peningkatan penggunaan pupuk sintetik yang sangat tinggi tersebut tidak berkorelasi sama sekali terhadap peningkatan produktivitas tanaman. Dengan demikian model sistem pertanian mekanistik-industri yang monokultur dengan asupan padat energi dipastikan tidak akan berkelanjutan. Selain kerusakan ekologis dan keanekaragaman hayati yang ditimbulkannya, hampir semua asupan padat energi tersebut baik berupa pupuk sintetik maupun pestisida kimia merupakan turunan ataupun diproduksi sebagian besar dari atau dengan menggunakan sumber energi tidak terbarukan. Sumber energi tersebut diperkirakan akan mencapai peak dimana setengah dari cadangan sudah terpakai pada tahun 2030 (Robert, 2005, The End of Oil). Dengan demikian mulai saat itu produksi energi tidak terbarukan akan terus menurun yang berimbas langsung terhadap biaya dan jumlah sarana pertanian yang bisa diproduksi. Model pertanian tersebut juga menisbikan pertanian sebagai budaya yang padat dengan pengetahuan tradisional, nilai-nilai sakral yang diwariskan lintas generasi sebagai penghormatan terhadap alam serta budaya memelihara plasma nutfah dan gotong royong yang sudah berlangsung ratusan tahun. Sistem tersebut tergantikan dengan budaya mekanistik-individualistis, pangan hanya sebagai komoditas, bersifat selfinterest, menganut paradigma ekonomi ekstraktif serta rasionalisme ekonomi yang seringkali berpikir dan bertindak untuk masa kini saja.
sistem pertanian dengan menerapkan konsep ekologi untuk merancang dan mengelola ekosistem pertanian agar berkelanjutan. Agroekologi menggunakan pendekatan multi-sistem di bidang pangan dan pertanian yang merajut ekologi, budaya, ekonomi, dan masyarakat dengan mengangkat kembali peran pengetahuan tradisional, pertanian alternatif dan sistem pangan lokal untuk menjamin produksi pertanian yang berkelanjutan serta lingkungan yang lebih sehat. Sistem pertanian agroekologi tidak sebatas pertanian organik tetapi juga berbagai sistem pertanian berkelanjutan lainnya seperti System Rice Intensification (SRI), berbagai budaya lokal dan kearifan lokal untuk memproduksi pangan yang berkelanjutan serta upaya pemeliharaan dan pengembangan plasma nutfah pertanian oleh masyarakat lokal serta petani kecil. Ratusan kajian di seluruh dunia sudah dilakukan berkaitan dengan sistem pertanian agroekologi. Halberg dkk (CAB International, 2005) membuat model skenario terkait konversi ke pertanian organik di Eropa, Amerika Utara dan sub-Sahara Afrika. Mereka menyimpulkan bahwa konversi dalam skala besar dari sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian organik tidak akan berdampak buruk terhadap pasokan pangan global ataupun ketahanan pangan di wilayahwilayah tersebut.
Kajian lainnya mengacu pada data yang dikumpulkan dari 293 kajian lapang di seluruh dunia oleh Badgley dan Perfecto (Renewable Agriculture and Food Systems 22(2):80-85, 2007). Studi tersebut membandingkan berbagai penelitian di banyak wilayah meliputi: penelitian terkontrol yang membandingkan dua atau lebih metode budidaya, pembandingan berpasangan di wilayah dengan kondisi iklim dan tanah yang mirip, dan membandingkan hasil pada lahan yang sama akibat perubahan pola budidaya. Seluruh studi diambil dari publikasi di jurnal peer-reviewed dan sumber grey-literature terpercaya seperti laporan riset lembagalembaga penelitian pertanian. Hasil kajian di negara berkembang menunjukkan produksi pangan yang menggunakan budidaya organik jauh lebih tinggi dibanding budidaya konvensional. Untuk produksi biji-bijian pertanian organik menghasilkan 157,3 persen dibanding konvensional, sedangkan untuk umbi-umbian, kacang-kacangan, minyak nabati, sayuran, dan buah-buahan nilainya sebesar 269,7; 399,5; 164,5; 203,8; dan 253,0 persen.
Masa Depan Pertanian Indonesia Bagaimana sistem pertanian agroekologi dan masa depannya di Indonesia? Sebagian besar produksi pangan di
Dengan demikian perlu upaya besar untuk mengubah paradigma sistem pertanian saat ini untuk menyelamatkan pertanian dan pangan bagi generasi mendatang serta memelihara alam.
Sistem Pertanian Organik dan Agroekologi Sistem pertanian agroekologi merupakan
n Tanaman sayur organik
Foto: Dok. AOI
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
9
Isu Utama kelompok tani terutama yang bernaung di dalam organisasi-organisasi tani independen seperti Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI), Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) telah menerapkan sistem pertanian agroekologi.
Foto: Dok. Santosa, D.A., 24/01/2014
Jaringan petani organik di Banyuwangi, Bantul, Sukoharjo, Boyolali dan Karang-anyar yang menerapkan pendekatan agroekologi pada sistem budidaya mere-ka mampu menghasilkan produktivitas padi yang jauh di atas ratarata nasional (5,1 ton/ha) yaitu berkisar dari 8,5 hingga 21 ton GKP/ha (Dwi Andreas Santosa, Situasi Pangan 2014, Kompas, 21/1/2014 hal. 6). Para petani tersebut juga banyak yang menggunakan varietas unggul karya mereka sendiri yang sangat adaptif dengan kondisi lokal, menggunakan pupuk organik karya sendiri, menggunakan perangsang tumbuh tanaman berupa MOL (mikroorganisme lokal) dan me-ngendalikan hama tanpa pestisida kimia. Dari sisi hasil riset perguruan tinggi, penggunaan Pupuk Hayati PROVIBIO-IPB mampu meningkatkan produksi padi berkisar 0,5 hingga 3 ton per hektar berdasarkan hasil kajian Kementerian Pertanian pada musim tanam 2011-2013 di berbagai wilayah di Jawa Timur, Jawa tengah dan Jawa Barat. n Varietas padi lokal karya petani kecil dengan potensi hasil 16 ton GKP/ha yang sedang diujicoba di Sekretariat Nasional Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Bogor dengan menggunakan pupuk organik, pupuk organo-mineral serta pupuk hayati PROVIBIO-IPB
Indonesia masih mengandalkan budidaya konvensional yang mendasarkan diri melalui penggunaan input berenergi tinggi. Petani Indonesia saat ini sangat tergantung kepada pupuk sintetik dan pestisida yang jumlah penggunaannya meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir ini. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan yang menyebabkan impor pangan dari tahun ke tahun semakin tinggi. Studi yang dilakukan oleh University of Michigan (Badgley dkk) menyiratkan perlunya reorientasi budidaya dan kebijakan di bidang pertanian untuk mendukung pengembangan sistem pertanian agroekologi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan di masa depan. Hal tersebut didukung juga oleh studi lain10
Edisi 33 / Th. 13 11 (Januari - Maret 2014)
nya yang khusus dilakukan di negara berkembang yang merupakan kerjasama antara University of Essex dengan berbagai Universitas dan lembaga riset di Thailand, Srilanka, Mexico dan China (Pretty dkk, Environmental Science and Technology, 2006) yang mendata 286 hasil kajian sistem pertanian agroekologi di 57 negara yang meliputi luasan 37 juta hektar. Perubahan ke sistem pertanian agroekologi telah meningkatkan produksi sekitar 79 persen di 12,6 juta petani. Di Indonesia belum ada studi yang komprehensif terkait sistem pertanian agroekologi dalam skala besar. Beberapa riset skala terbatas terkait System Rice Intensification (SRI) dan pertanian organik sudah dikerjakan di Indonesia. Beberapa
Sistem pertanian agroekologi organik sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan yang saat ini mengalami leveling-off, menurunkan pemakaian pupuk sintetik dan pestisida kimia, meningkatkan hasil dan kesejahteraan petani serta meningkatkan kedaulatan petani. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilakukan riset komprehensif terkait dengan sistem pertanian agroekologi dalam skala besar sehingga bisa menjadi dasar ilmiah perumusan kebijakan pertanian masa depan dan meningkatkan gerakan pertanian agroekologi di tingkat usaha tani.(*) Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Ketua Program S2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia/AB2TI Email: dsantosa@indo.net.id
at en g
O I
.A
ok
ar a, J
D
to :
Fo
Ba nj ar ne g di di pa n ne pa es Pr os n
Untuk mengembalikan kesuburan tanah, perlu gerakan luas (massif) memakai pupuk organik dan pertanian organik. Ini bukan semata-mata karena distribusi pupuk bersubsidi kacau dan tidak tepat sasaran, tapi ada hal penting dalam pupuk organik yang tidak bisa digantikan pupuk anorganik, yaitu kemandirian petani, produktivitas, keberlanjutan ekologi, dan keamanan pangan.
Oleh : Khudori
T
ahun 2000 jumlah penduduk Indonesia masih 210 juta. Tahun 2040 diperkirakan jumlah penduduk menjadi 400 juta atau naik dua kali lipat. Tahun ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa. Ke depan, permintaan pangan akan terus naik, baik didorong oleh pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan maupun jumlah kelas menengah. Laju permintaan pangan Indonesia mencapai 4,87% atau sekitar 5% per tahun. Padahal tidak mudah meningkatkan produksi pangan di atas 5%. Kondisi ini tercermin dari produksi sejumlah pangan strategis dalam beberapa tahun terakhir.
Kinerja produksi pangan strategis Indonesia naik-turun. Dalam beberapa tahun terakhir bahkan ada kecenderungan produksi menurun. Tahun 2013, produksi tiga pangan strategis (jagung, kedelai dan gula) menurun. Produksi jagung, kedelai dan gula masing-masing menurun 4,5%, 4,2% dan 1,9%. Kenaikan terjadi pada beras dan daging (sapi). Itupun kenaikannya kecil, hanya 2,6% dan 2%. Target swasembada kedelai, gula, daging dan surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 sulit dicapai, bahkan terancam gagal. Edisi 32 /Edisi Th. 10 33(September / Th. 11 (Januari - Desember - Maret 2014) 2013)
11
Isu Utama
Ada aneka sebab instabilitas produksi pangan, salah satunya degradasi kualitas tanah. Akar masalah ini bermula dari adopsi teknologi produksi akhir 1970-an: Revolusi Hijau. Ibarat pisau bermata dua, Revolusi Hijau berdampak ganda: positif dan negatif. Lewat adopsi paket usahatani, produksi beras bisa dilipatgandakan, sehingga ramalan penganut Malthusian tak terbukti. Dunia berdecak kagum melihat prestasi Indonesia. Secara akademik, keberhasilan Indonesia telah menggugat dan mempertanyakan kemapanan teori “dualisme� Boeke dan teori “involusi� Geertz. Puncak dari keberhasilan itu adalah dicapainya swasembada beras pada 1984. Indonesia bisa melepaskan diri dari predikat negara pengimpor beras terbesar di dunia dan menjadi swasembada. Presiden Soeharto pun diganjar penghargaan FAO. Persoalannya, meskipun produksi meningkat, petani tetap miskin. Swasembada beras juga hanya bertahan sampai 1989. Sejak itu sampai sekarang, impor selalu berulang ketika produksi turun. Rentang 2010-2012, impor beras mencapai 2 juta ton per tahun. Revolusi Hijau adalah kekaguman sekaligus kekecewaan. Hasilnya yang begitu cepat memunculkan kekaguman, tapi diakhiri kekecewaan berkepanjangan di kemudian hari. Ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di Filipina, Thailand dan negara-negara Amerika Latin. Banyak studi menyebutkan di balik Revolusi Hijau sesungguhnya terselip kepentingan bisnis kotor para korporasi transnasional (Tata, 2000). Dimensi penting Revolusi Hijau adalah kontrol kaum kapitalis (negara maju) terhadap kekayaan genetika dunia ketiga. Paket-paket Revolusi Hijau, terutama adopsi pupuk (kimia) dan pestisida, terbukti merusak tanah dan lingkungan, sehingga menyulitkan kontinuitas produksi.
input hara dan mineral dalam jumlah besar. Pestisida yang digunakan bertubitubi tanpa pandang bulu menciptakan generasi hama dan penyakit yang kebal. Varietas unggul yang selalu dimunculkan tiap kali ada hama/penyakit yang kian tangguh telah mengerosi varietas milik petani yang menghasilkan nasi pulen dan wangi. Varietas-varietas lokal yang tidak rakus hara, tidak hanya tersingkir tetapi juga mulai punah. Dampak paling terasa dari pemakaian pupuk anorganik yang takarannya terus meningkat adalah makin tidak responsifnya tanaman terhadap pemupukan. Meskipun takaran pupuk diperbesar, tingkat produktivitasnya tidak sebanding dengan penambahan input pupuk. Dalam bahasa ekonomi ini dikenal dengan the law of deminishing return. Dilihat dari teknologi produksi, apa yang dihasilkan petani saat ini di sentra padi sudah mendekati batas frontier yang bisa dicapai di lapangan.
Pentingnya pertanian organik Ini semua menunjukkan, tanah-tanah kita sudah jenuh dan keletihan (soil fatique). Perlu usaha besar-besaran untuk memulihkan kesuburan tanah. Salah satu caranya bisa dilakukan dengan mengembalikan kandungan bahan organik. Stagnasi produktivitas terjadi salah satunya karena kandungan bahan organik tanah terkuras. Saat ini 80% dari 7,4 juta ha sawah, kandungan bahan organikya kurang 1%. Sawah seperti itu perlu input dua kali
Pemakaian pupuk anorganik terusmenerus dan takarannya selalu ditingkatkan membuat kualitas tanah terdegradasi. Akibatnya, pemupukan tidak bisa lagi menaikkan hasil. Varietas unggul yang ditanam rakus hara dan mineral, sehingga tanah harus terus-menerus diberikan 12
Edisi 33 32 / Th. 13 11 (Januari 10 (September - Maret - Desember 2014) 2013)
lebih besar ketimbang tanah berbahan organik 2%. Bahan organik tanah terkuras karena seresah panen tidak dikembalikan lagi ke lahan. Pupuk anorganik minded (mengandalkan pupuk anorganik) kian memperburuk kesuburan fisik (struktur, aerasi, permeabilitas), kimia dan biologi tanah. Didasari oleh kondisi itu, Kementerian Pertanian pada 2008 mencanangkan Go Organic. Sesuai skenario, Go Organic direncanakan digapai pada 2010. Program Go Organic meliputi pengembangan teknologi pertanian organik dan kelompok tani organik, pengembangan perdesaan melalui pertanian organik, serta strategi pemasaran pertanian organik. Namun, karena rendahnya komitmen program itu jauh dari tercapai, bahkan bisa dikatakan gagal. Di akhir pemerintahan Presiden SBY, Go Organic nyaris tak terdengar. Jika dibedah, tidak banyak hal yang dilakukan pemerintah terkait komitmen Go Organic. Salah satu yang bisa dicatat adalah subsidi pupuk organik. Itupun jumlahnya kecil. Secara nomenklatur, subsidi pupuk organik termasuk dalam program Pemulihan Kesuburan Lahan Sawah Berkelanjutan (PKLSB). Program ini dimulai tahun 2010 dengan subsidi pupuk organik senilai Rp 300 miliar. Tahun 2011, subsidi pupuk organik tidak mengucur karena tersandung dugaan korupsi. Tahun 2014, dari 7,78 juta ton n Pupuk organik (kompos) buatan kelompok petani KSU Lestari di Bogor, Jabar Foto: Dok. KSU Lestari
Revolusi Hijau berdampak ganda
Isu Utama pupuk bersubsidi 0,8 juta ton di antaranya pupuk organik, turun dari tahun 2013 (0,9 juta ton). Desain kebijakan subsidi pupuk kita memang salah. Pertama, subsidi bias pupuk urea dan ZA. Ini memperburuk anjuran pemupukan berimbang. Kedua, sebagian besar subsidi untuk pupuk anorganik. Tahun ini dari 7,78 juta ton pupuk bersubsidi, porsi pupuk organik hanya 0,8 juta ton. Sisanya terinci Urea 3,42 juta ton, SP-36 0,76 juta ton, ZA 0,80 juta ton, dan NPK 2 juta ton. Setidaknya, ada dua tujuan subsidi pupuk (anorganik): agar pendapatan petani meningkat dan mereka tetap bergairah berusaha tani secara berkesinambungan. Dua tujuan itu mustahil dicapai. Meski disubsidi, selama ini petani selalu membeli pupuk di atas harga eceran tertinggi. Ini membuat pendapatan mereka tergerus. Subsidi membuat petani minded (mengandalkan) pupuk anorganik. Yang terjadi banyak petani memupuk melampaui dosis rekomendasi. Overdosis ini tak hanya menimbulkan inefisiensi, tetapi juga membuat kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah menurun. Produksi tidak hanya meluruh, tetapi kesinambungan usaha tani menjadi pertaruhan.
Pertanyaannya, bagaimana masa depan pertanian organik seperti program Go Organic? Harus diakui, peran pemerintah menjadi faktor penting sebagai pendorong perkembangan. Namun, pemerintah hanya satu dari banyak pelaku dan penentu. Dalam banyak hal, pemerintah justru tidak berdaya. Pelaku penting lain adalah masyarakat. Ini tercermin dari banyak hal. Pertama, luas lahan pertanian organik yang terus bertambah, yang di tahun 2011 mencapai 238.872,24 ha. Terkait ini juga bisa dilihat dari beragamnya komoditas organik yang dibudidayakan
Foto: Dok. KSU Lestari
Untuk mengembalikan kesuburan tanah, perlu gerakan luas (massif) memakai pupuk organik dan pertanian organik.
Ini bukan semata-mata karena distribusi pupuk bersubsidi kacau dan tidak tepat sasaran, tapi ada hal penting dalam pupuk organik yang tidak bisa digantikan pupuk anorganik. Pertama, kemandirian petani. Pupuk organik bisa dibuat sendiri oleh petani dari bahan-bahan alam yang melimpah. Mereka tak tergantung pada pabrik. Kedua, produktivitas dan keberlanjutan ekologi. Secara empiris, pupuk organik tak hanya mengembalikan hara (makro + mikro), tapi juga memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Integrasi tanaman-ternak di Jawa mampu mengurangi pupuk anorganik 25-35%, mendongkrak produktivitas 20-29%, dan di Bali menaikkan pendapatan petani 41,4% (Susila, 2007). Ketiga, keamanan pangan. Banyak riset dan pengalaman petani yang keracunan akibat pestisida dan pupuk anorganik. Ini tak terjadi pada pertanian organik. Karena itu, ke depan secara gradual subsidi pupuk organik harus diperbesar.
n Proses pengolahan lahan pertanian organik kelompok petani KSU Lestari di Bogor, Jabar
seperti beras, sayur, buah, dan aneka tanaman berbasis perkebunan. Kedua, prosesor dan eksportir yang mencapai 71. Ketiga, lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi (nasional dan internasional) dan pedagang. Keempat, pasar. Saat ini bukan hanya supermarket dan hipermarket, restoran juga menjadi outlet penting. Indonesia memiliki peluang untuk jadi pelaku pertanian organik yang penting. Pertama, potensi pasar yang besar. Meskipun ceruk pasar produk organik masih kecil dan terbatas, perkembangan kelas menengah dan pertumbuhan pendapatan yang tinggi serta tumbuhnya kesadaran baru akan pentingnya aspek kesehatan merupakan pasar baru produk-produk organik. Kedua, lahan untuk pertanian organik masih cukup luas. Terdapat 11,1 juta ha lahan telantar yang sebagian besar bisa dipakai untuk pertanian organik. Ketiga, teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia, seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah, pestisida hayati, dan praktik lainnya. Ke depan, pertanian organik akan menjadi magnet yang menarik petani untuk mempraktikannya sepanjang sejumlah kendala berikut bisa diselesaikan. Pertama, ada kepastian kualitas produk lewat sertifikasi. Kedua, biaya sertifikasi tidak memberatkan, terutama untuk petani kecil. Ketiga, ada insentif harga untuk produsen. Keempat, ada kepastian pasar. Kelima, investasi awal tidak terlalu mahal. Keenam, edukasi konsumen akan pentingnya produk organik. Untuk mengatasi itu semua, bukan hanya menuntut peran pemerintah, yang tidak kalah penting adalah komitmen stakeholders pertanian organik. Kata kuncinya adalah bagaimana saling bahu-membahu dan konsisten mengeksekusi di lapangan. Tak ada gunanya program indah tapi memble implementasi.(*) Khudori Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-2014) Alamat: Pondok Gede, Bekasi Telp: 021-84973408, Hp. 08128023295 Email: khu_dori@yahoo.com Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
13
Berantas rayap secara organik
Redaksi Ahli
Bagaimana memberantas rayap di pot tabulampot secara organik? Terima kasih, Soesilawati Hadisoesilo Dusun Kalireso, Kecamatan Pakem, Yogyakarta. Toto Himawan menjawab: Untuk mengendalikan rayap dapat digunakan daun Tithonia diversifolia (pahitan), seperti gambar di bawah. Caranya: 500 gram daun pahitan dikering anginkan (dilayukan), setelah kering angin tempatkan dalam satu wadah. Kemudian tambahkan 1 liter air mendidih dan diaduk secukupnya, biarkan sampai dingin (seperti membuat teh). Setelah dingin (bisa juga didiamkan semalam) siramkan airnya ke pot yang ada rayapnya. Kalau mau buat banyak tinggal dikalikan saja. Semoga berhasil.
Bagaimana saran mengolah tanah, cara mendapat bibit organik, dan pupuk organik? Terima kasih Ningtyas Desa Gondangmanis Kudus, Jawa Tengah Y.P Sudaryanto menjawab: Pemanfaatan halaman rumah, ruang lahan sempit sekitar rumah atau lahan kosong sebelum didirikan rumah sering dikelompokkan sebagai kegiatan pertanian yang disebut organic home (rumah organik). Menurut saya teknologi yang cocok untuk lahan seperti ini adalah BIG (Bio Intensive Gardening) untuk pengolahan lahan dengan metode ‘double digging’ atau ‘growing bed’.Sedangkan pemupukan dengan pupuk cair (manure tea), metode tanam kombinasi (2 jenis tanaman dalam 1 bed), pemeliharaan tanaman intensif dengan pemanfaatan mulsa bahkan kaleng bekas atau tong bekas cat. Pilihan benih yang utama adalah tanam langsung seperti bayam, caisim, jagung, kacang-kacangan, wortel, kangkung dan lain-lain. Design kebun bisa disesuaikan dengan situasi lokasi/lahan yang tersedia. Tidak wajib buat pembibitan khusus, cukup dengan kotak semai sederhana untuk jenis sayuran seperti tomat, cabai, terung dan sebagainya.Prinsip-prinsip yang diterapkan lebih ke efisiensi lahan dan kepraktisan pemeliharaan seperti pemupukan dan penyiraman.
Memanfaatkan lahan kosong di halaman rumah Saya ada lahan kosong 220 m sudah lama tidak produktif, sekarang saya ingin mempergunakan lahan tersebut, enaknya dibuat apa ya? Bisakah untuk pertanian organik? Bila untuk pertanian organik, apakah bermasalah bila belum ada sumur dan biasanya kami pakai air PAM. Tanah itu termasuk kaplingan perumahan tapi belum produktif, saya belum pernah mengolah lahan, mumpung anak-anak sudah agak besar saya ingin belajar bercocok tanam. 14
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
Prinsip ketersedian ‘pangan’ (setiap hari ada pangan) menjadi pertimbangan yang penting. Manfaat yang didapatkan: lahan semakin subur, lahan hijau terbentuk di sekitar rumah, hasil panenan sehat, tenaga kerja sambilan (pembantu, tukang kebun), pendapatan tambahan, menciptakan lapangan kerja, memupuk cinta tanaman/kebun, mengurangi stress/ hiburan gratis, menghemat air (memanfaatkan air cucian beras, cucian daging, dan lain-lain), memanfaatkan sampah dapur (kulit telor, daun-daun dan lain-lain). Mau mencoba, mulai dengan ukuran halaman rumah (100m).
Agus Kardinan
Sabirin
Pestisida Nabati
Tanaman Tahunan
Agung Prawoto
YP Sudaryanto
Diah Setyorini
Daniel Supriyono
Standar dan Sertifikasi
Kesuburan Tanah
Sayuran Organik
Padi Organik
Toto Himawan
Hama dan Penyakit Tanaman
Oleh : Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, M.Sc
P
eraturan Menteri Pertanian No. 64/Permentan/ OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik telah diundangkan pada 29 Mei 2013 dan akan berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Tujuan penetapan peraturan ini adalah untuk mengatur pengawasan organik di Indonesia, memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan, memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik, membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur, memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan, serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.
Pertanian organik pada era globalisasi harus mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan produk organik yang memiliki jaminan atas integritas organik yang dihasilkan. Dengan memiliki jaminan atas integritas organik, maka dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan sekaligus mendapatkan jaminan atas produk tersebut tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Setiap unit usaha yang telah menerapkan Sistem Pertanian Organik dapat mengajukan sertifikasi kepada LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan telah terdaftar di OKPO (Otoritas Kompeten Pertanian Organik). Unit usaha yang telah disertifikasi berhak menjual dalam kemasan dengan mengklaim bahwa produknya telah diproduksi secara organik dan berhak mencantumkan logo organik Indonesia, namun bagi siapa saja yang menjual dalam kemasan dan mengaku produknya organik tanpa melalui proses sertifikasi oleh
n Produk organik berlabel
Foto: Dok. AOI
Organik Indonesia dan komunitas
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
15
Penjaminan Organis LSO yang telah terakreditasi oleh KAN dan telah terdaftar di OKPO, maka akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Apakah permentan akan tingkatkan pelaku organik di Indonesia?
tergantung kepada awareness atau kesadaran dari para pelaku/masyarakat itu sendiri, sedangkan permentan hanya memfasilitasi dan mengatur lalu lintas atau peredaran para pelaku organik agar teratur dan tertib, sehingga kredibel dan dapat dipercaya oleh masyarakat lokal, nasional, maupun internasional.
Pertanian organik di Indonesia baru berkembang di tahun 2001-2002 yang disertai dengan disusunnya SNI Pangan Organik dengan semangat “Go Organic 2010�, jadi umurnya relatif masih muda bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang telah menerapkan sistem pertanian organik jauh pada puluhan tahun yang lalu. Dapat dimaklumi pada usia muda ini masih banyak perbedaan pendapat “pro dan kontra� mengenai pertanian organik diantara para pemangku kepentingan, namun tetap bahwa roda berjalannya kegiatan pertanian organik di Indonesia harus diatur dalam suatu aturan baku agar dapat berjalan secara tertib. Berkembangnya kegiatan berorganik di suatu negara akan sangat
Peran pemerintah (Political will) sangat besar dalam hal ini, didukung peran masyarakat yang peduli dengan semangat gerakan ini, karena kalau hanya mengandalkan pemerintah akan sangat sulit dan lama prosesnya, tanpa dukungan masyarakat. Diharapkan dengan adanya permentan ini para pelaku organik akan lebih semangat dan terlindungi untuk mengembangkan kegiatan organiknya karena adanya aturan yang jelas, didukung oleh kepercayaan konsumen terhadap produk organik yang beredar, karena tidak ragu lagi akan adanya produkproduk organik yang sebenarnya bukan organik yang beredar, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pelaku yang bersertifikat organik.
Bagaimana nasib petani organik kecil? Tidak semua produk organik harus disertifikasi apabila hendak dijual. Petani organik kecil yang tidak mampu membayar proses sertifikasi bisa saja menjual langsung produknya tanpa harus disertifikasi terlebih dahulu. Terdapat tiga cara pengakuan/klaim organik, yaitu:
n Sertifikat organik madu hutan APDS
16
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
Foto: Dok. AOI
1. Mengaku / klaim sendiri: Bahwa produknya organik. Konsumen dapat mengakses ke kebun pelaku
dan melihat proses bertaninya, sehingga timbul kepercayaan (TRUST) dan keyakinan bahwa produknya telah diproses secara organik dan terjadilah proses jual beli produk organik secara langsung (direct selling) dengan cara dibeli di tempat atau diantar ke rumah konsumen (door to door). Dalam hal ini tidak diperlukan sertifikasi, karena konsumen telah percaya (TRUST) bahwa produknya organik. Mungkin petani kecil dapat melakukan skema ini. Namun demikian, produknya tidak boleh dijual di tempat umum, misal supermarket, mall, dan sejenisnya dalam kemasan dengan klaim organik. 2. Klaim melalui pedagang, fasilitator, atau pengumpul (Provider): Bahwa produk-produk yang dijualnya adalah diperoleh dari para pelaku organik di bawah binaannya/bimbingannya. Namun hal inipun harus memungkinkan konsumen mengakses ke lokasi petani organik yang melaksanakannya, sehingga timbul kepercayaan dan keyakinan bahwa produknya telah diproses secara organik. Kata kuncinya adalah kepercayaan (TRUST) dari konsumen. Apabila telah terjalin kepercayaan, maka produk inipun tidak perlu disertifikasi dan dapat dijual langsung (direct selling) dengan transaksi di tempat atau diantar sesuai pesanan konsumen dan diantar ke konsumen (door to door). Hal ini dilakukan biasanya pada kondisi antara fasilitator dengan para petani binaannya berjarak dekat dan mudah terjangkau. Namun, sama halnya dengan pengakuan/klaim sendiri, bahwa produknya tidak boleh dijual di tempat umum seperti mall, supermarket dan sejenisnya dalam kemasan yang mengklaim produknya organik. Skema inipun dapat dilakukan oleh petani kecil apabila ada yang mengkoordinirnya, sehingga mereka dapat menjual produknya secara organik dan tidak perlu disertifikasi oleh pihak ketiga (LSO). 3. Sertifikasi oleh pihak ketiga (LSO) Ketika jarak antara konsumen dengan produsen cukup jauh sehingga tidak me-
Penjaminan Organis
n Penjualan langsung produk organik dari petani KSU Lestari ke konsumen dalam komunitas
di Bogor, Jawa Barat
mungkinkan produsen melihat aktivitas produsen dalam bertani organik, maka diperlukan penjamin pihak ketiga, dalam hal ini sertifikasi oleh LSO (Lembaga Sertifikasi Organik), sehingga konsumen merasa yakin dan terwakili oleh LSO. Di Indonsia, LSO yang berhak mensertifikasi adalah LSO yang telah terakreditasi oleh KAN dan telah terdaftar di OKPO. Besarnya biaya sertifikasi diantara LSO berbeda, tergantung kebijakan internal LSO itu sendiri. Di suatu LSO itu sendiri biaya sertifikasi akan bervariasi, tergantung luasan yang disertifikasi dan jarak yang akan
disertifikasi. Beberapa pelaku merasa keberatan dengan mahalnya biaya sertifikasi, namun ada juga sebagian pelaku merasa mampu untuk membayar biaya sertifikasi. Sebagai contoh di salah satu LSO mentarifkan biaya sertifikasi sebesar Rp 7.500.000 untuk lokasi yang tidak jauh dari lokasi LSO itu sendiri (satu provinsi) sehingga tidak memerlukan pesawat untuk menjangkaunya, cukup jalan darat. Apabila pelaku bersifat perorangan (tunggal) maka biaya akan ditanggung sendiri, namun apabila
Saat ini pemerintah memberi bantuan sertifikasi kepada petani kecil yang tergabung dalam SPI/ICS, namun bantuan ini hanya diberikan pada tahun pertama sebagai pemicu (triger) dan selanjutnya pelaku diharapkan dapat membiayai sendiri usahanya dan tidak tergantung terus menerus kepada pemerintah, sehingga dapat menjadi petani mandiri. Dengan disertifikasinya produk petani kecil melalui SPI atau ICS maka mereka berhak menjual dalam kemasan dengan klaim “organik� dan memakai “Logo Organik Indonesia�.(*) Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, M.Sc Konsultan Ahli Aliansi Organis Indonesia Email: kardinanagus@yahoo.com
Foto: Dok. AOI
Foto: Dok. AOI
berbentuk kelompok beranggotan 10 orang, maka akan dibagi oleh kelompok, masing-masing Rp 750.000. Namun apabila petani kecil menggabungkan menjadi beberapa kelompok dan membuat suatu SPI (sistem pengawasan internal) atau ICS (Internal control system) yang beranggotakan misalnya 100 orang, maka biaya sertifikasi akan dibagi oleh jumlah kelompok, sehingga mereka dapat iuran sebesar Rp 75.000 per petani. Hal ini dianggap lebih murah dan meringankan beban petani kecil yang ingin disertifikasi.
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
17
i (TOM)
ik Merap
n Lahan
Oleh : Untung Wijanarko
S
elama ini banyak yang memandang dunia pertanian dengan sebelah mata dan tidak berpotensi sama sekali. Banyak generasi muda apalagi kaum akademisi melihat dunia pertanian apalagi kaum petani hidupnya memprihatinkan (pas-pasan) dan dari segi masa depan tidak menjanjikan atau tidak prospektif. Banyak para petani hidupnya hanya bisa untuk makan saja dan begitu sulitnya memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Berawal dari kondisi tersebut, kami tergerak ingin membuktikan bahwa dunia pertanian itu sangat prospektif (menjanjikan) dan juga ingin membantu 18
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
para petani bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Bagaimana kami bisa berguna dan memberdayakan orang lain baik sehat di sisi keuangan maupun di sisi kesehatan itu sendiri. Akhirnya kami sepakat membuat usaha yang berbasis pertanian organik dengan bermitra atau bergandengan tangan bersama para petani bernama Tani Organik Merapi (TOM) pada 1 September 2018. Pada bulan September 2008, TOM membuka lahan seluas 1 hektar di wilayah Dusun Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Dengan lahan seluas 1 hektar, TOM langsung menerapkan sistem budidaya sayuran organik sebagai ujicoba karena TOM mengetahui lahan tersebut memang bekas lahan yang
pe
n ani Orga rtanian T
ok. TOM
Foto: D
pada umumnya petani melakukan sistem budidayanya syarat dengan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Di tahun pertama hasil panen memang tidak sesuai yang TOM harapkan karena presestransisi atau pergantian dan petani pun baru beberapa saja yang mau TOM ajak melakukan budidaya organik bersama karena takut rugi. Di tahun pertama TOM juga mulai melakukan pengenalan atau sosialisasi pertanian organik ke lingkungan sekitar, kelompok tani dan mengikuti kegiatankegiatan pameran baik di lingkungan pemerintah maupun umum. Tujuan TOM tidak lain dan bukan hanyalah ingin bagaimana masyarakat tahu bahwa organik itu sangat penting dan sangat dibutuhkan. Tanpa sengaja juga pada waktu itu ada konggres organik dari Aliansi Organik Indonesia (AOI) di
Profil Hotel Brongto ,Yogyakarta. Melalui seorang kawan yang juga aktif di pertanian dan pemasaran organik, Sahani, yaitu Imam Hidayat yang baik hati, TOM mengenal AOI dan akhirnya mendaftar menjadi anggota AOI pada September 2008. “Bermula dari itu TOM melangkah semakin mantap karena memiliki lembaga yang menaunginya. Mulai saat itu budidaya yang TOM lakukan sesuai standard prosedur AOI.�
membuka pasar di Solo. TOM baru bisa memenuhi pasar supermarket Yogyakarta dan Solo sekitar 60-70 persen karena produksi yang belum bisa optimal. Petani pun sudah banyak yang tertarik bermitra dengan TOM dan TOM mulai menggandeng mereka. Disamping karena visi misi, TOM juga berharap bisa mensupport permintaan pasar. Dari petani mitra, TOM melakukan penjaminannya dengan PAMOR Indonesia. TOM melakukan pendampingan ke para petani mitra binaan mulai cara pembuatan pupuk organik, teknologi budidaya dan pemanenan. TOM juga membantu petani dalam pengadaan benih dan prasarana pertanian.
Produk organik TOM masuk supermarket Bagi TOM yang penting juga dalam mengembangkan pertanian organik adalah pasar. Melalui pasar yang tepat, produk organik yang TOM hasilkan menjadi berharga. Akhirnya TOM mulai memasarkan produk organik ke supermarket. Ketika itu memang sudah ada sayuran organik di supermarket tersebut. Dengan cara membuktikan sendiri lahan dan sayuran yang TOM budidayakan, akhirnya mereka menerima TOM sebagai supplayer sayuran organik. Awalnya memang baru titip saja, yang laku yang dibayar. Itu berlangsung selama enam bulan, setelah itu supermarket mulai berani putus jual. Melihat dari sisi market yang bagus, kemudian TOM mencoba ke supermarket yang lainnya lagi. Rata-rata supermarket bisa menyetujui setelah proses berlangsung 2-3 bulan. Di tahun ke- 2, akhirnya TOM sudah mulai merambah sekitar 70 persen supermarket Yogyakarta. Namun TOM terkendala sedikit ketika terjadinya erupsi Gunung Merapi. Kegiatan TOM sempat berhenti total selama 1,5 bulan. Lahan banyak yang rusak dan perlahan-lahan TOM mulai mengawali lagi. Di tahun ke- 3 TOM mulai
Di tahun ke- 4 dan ke-5 ini TOM sudah mulai membuka cabang di Jawa Tengah karena dari sisi permintaan supermarket yang mau tidak mau harus TOM penuhi (supply) ke wilayah tersebut. Di Jawa Tengah, TOM juga menggandeng kelompok tani dan sudah mendapat sertifikasi organik. Selama ini dari sisi pemenuhan pasar, TOM mengalami sedikit naik dalam kisaran 65-75 persen. Beberapa supermarket wilayah Yogyakarta, Solo, Jawa Tengah (Klaten, Solo, Magelang, Ungaran, Semarang) dan Jawa Barat (Cirebon) yang kami pasok (supply) adalah Superindo, Carrefour, Matahari, Hero/Giant dan supermarket-supermarket lokal. Jenis-jenis sayuran yang TOM tanam ada sekitar 25-30 macam, seperti: bayam, bit, buncis, cabai rawit, caisim, kacang panjang, kailan, kangkung, kemangi, kenikir, loncang, pakchoy, wortel, parsley, selada, serai, terong, timun, tomat besar, tomat cherry, jamur tiram, oyong dan brokoli. n Aneka produk sayur organik TOM
Foto: Dok. AOI
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
19
Foto: Dok. TOM
Profil
n Proses pendampingan TOM dengan petani mitra binaan
Saat ini anggota petani di lahan budidaya TOM dan petani mitra binaan TOM berjumlah 35 orang dengan luas lahan organik keseluruhan sekitar 4 hektar. Rata-rata TOM mampu memasok ke supermarket sekitar 160 kg/hari untuk 30 item sayur organik. Hingga sekarang hasil pemasaran sayur organik TOM mencapai 50-60 juta per bulan, meningkat 15-20% per tahun.
Aktif kerjasama Selain aktif melakukan kegiatan budidaya, pemasaran dan pendampingan petani mitra sesuai visi misinya, TOM juga menjalin kerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DI Yogyakarta dalam pelatihan dan pendampingan pertanian organik bagi masyarakat korban bencana alam di Bantul tahun 2010 (bekerjasama dengan LSM IOM), menjalin kerjasama dengan Dinas Pertanian Sleman, Yogyakarta dalam pelatihan pertanian organik untuk kelompok tani setempat, serta mengikuti pameran produk hasil pertanian, dan bekerjasama dengan LSM Internasional seperti IOM, JRF, Oxfam dalam pelatihan dan 20
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
pendampingan pertanian organik bagai masyarakat umum terutama para petani. TOM juga menjadi tujuan studi banding kelompok tani dari DI Yogyakarta, Muntilan, Magelang, Jawa Barat, Makasar, Riau, dan umum seperti perusahaan PT. Badak-Kaltim, Ponpes Jawa Barat, PT. Djarum Kudus, Jateng, dan PT. Semen Indonesia. Selain itu para mahasiswa dari UGM, UNSOED, UNY, UPN, APY dan lain-lain juga menjalin kerjasama dengan TOM sebagai tempat penelitian dan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Untuk meningkatkan kemampuannya, TOM juga mendapatkan pendampingan
dari PUM Belanda tentang peningkatan produksi dan manajemen sebagai program pasca erupsi dari KADIN. TOM juga menjadi mitra binaan PT. Telkom mulai tahun 2011 dan mengikuti lomba CSR Award TELKOM Tingkat Nasional.(*)
Untung Wijanarko Pengelola C.V. Tani Organik Merapi Alamat : Tegalsari Rt 021 Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Email : arko_tom@yahoo.com Telp : 087838820487
Tani Organik Merapi (TOM) Bentuk Usaha : C. V. Tani Organik Merapi Bidang Usaha : Agrobisnis Organik, Agrowisata Organik, Perdagangan Umum dan Jasa Konsultan Pertanian Organik Pengelola : Untung Wijanarko Alamat : Tegalsari Rt 021 Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Alamat Budidaya : Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta Telp : (0274) 8385756 Fax : (0274) 898228 Motto : Organic products, best for life
Agribisnis
Edisi Edisi3331/ Th. / Th.1110(Januari (Mei - Agustus - Maret 2013) 2014)
21
Agribisnis Hal ini juga yang terjadi di bidang agribisnis yang melibatkan produk yang tak bisa tahan lama seperti sayur mayur dan hortikultura. Selain dalam produksi tanam dipengaruhi musim, teknik tanam, input tanam, setelah panen juga memerlukan satu kreativitas agar segera terserap ke konsumen dan tidak rusak. Bermacam risiko dan kendala itu bukanlah halangan bila ada semangat, kreativitas dan ketekunan yang tinggi. Dalam menanam, pasca panen hingga pemasaran hasil panen bisa dilakukan dengan baik, mengasikkan, menyehatkan hingga menguntungkan
tanian sayur mayur dan wisata Kopeng, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, bermacam sayur organik bisa menjadi snack yang renyah, menggoda selera makan, dan sehat. Berawal dari anaknya yang tidak suka makan sayur dan lebih suka ngemil makanan ringan, tiga tahun lalu Sudaryanti berusaha memutar otak mencari ide agar anaknya tetap bisa makan sayur. Maka terciptalah ide mengolah bermacam sayur menjadi makanan ringan stik sayur yang menggugah selera makan si anak. Tak hanya ingin memenuhi asupan gizi dari sayur mayur untuk tiga orang anakanaknya, ibu yang membuka warung kelontong dan pulsa ini pun melihat peluang usaha dari pengolahan snack
Namun semua tergantung dari pilihan seseorang juga. Dia ingin melakukan kegiatan usaha yang mengasikkan dan menguntungkan itu atau tidak. Selain itu juga memerlukan semangat, kreativitas dan ketekunan yang tinggi. Maklum, bermacam risiko terkadang menjadi momok menakutkan seperti tidak adanya modal, ada tidaknya pangsa pasar, keberlanjutannya, kerusakan, kerugian dan sebagainya. 22
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
Foto: Dok. Sudaryanti
S
iapa si yang tidak mau melakukan kegiatan yang banyak manfaatnya? Selain mengasikkan juga menghasilkan sesuatu yang enak, sehat, menarik, bermanfaat untuk orang lain dan bahkan menguntungkan karena menghasilkan uang atau penghasilan. Seperti memasak atau mengolah bahanbahan menjadi makanan yang lezat, bertani atau berkebun, membuka toko atau outlet produk sehat dan sebagainya. Kegiatan seperti ini tentunya sangat dianjurkan sebagai usaha mandiri yang bisa berperan sebagai lapangan kerja baru. Sebuah usaha mandiri sangat penting di era yang penuh persaingan dan keterbatasan akan pekerjaan formal saat ini.
n Stik sayur organik
secara keuangan. Di Indonesia sebagai negara agraris, hasil panen sayur mayur dan hortikultura seringkali berlimpah saat panen raya. Tidak semua hasil panen sayur mayur terserap oleh konsumen karena berlebih atau kurang berselera mengonsumsi sayur mayur.
Snack sayur organik Sudaryanti Di tangan Sudaryanti, seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun di kawasan per-
sayur organik. Hasil panen sayur mayur yang ditanam dengan menggunakan bahan-bahan pupuk kandang (organik) dan pestisida alami di kawasan Kopeng seringkali berlimpah dan harganya menjadi anjlok. “Saya prihatin melihat harga sayur petani yang anjlok pada saat hasil panen banyak. Maka dengan mengolahnya menjadi snack bisa membantu meningkatkan harga, kualitas dan penghasilan petani,� ungkap Sudaryanti saat dihubungi Organis (31/1).
Agribisnis Sudaryanti juga berharap bisa mendapatkan tambahan penghasilan dengan menjual hasil olahan sayur organik ini. Tak ingin mengabaikan jerih payah petani, Sudaryanti pun membeli sayur organik dari petani dengan harga yang lebih tinggi dari biasanya. Sekitar September 2011, Sudaryanti memulai usaha pengolahan snack sayur organik menjadi stik. Dengan bermodal semangat dan dana sebesar 100 ribu rupiah, Sudaryanti mengolah bahanbahan dari sayur organik, tepung terigu, margarine, minyak kelapa menjadi stik sayur. Tanpa menggunakan pengawet, pewarna dan perasa buatan, stik sayur buatan Sudaryanti tetap enak, renyah dan sehat. Bermacam sayur organik yang diolah Sudaryanti menjadi stik adalah
dan Rizki Sazaludin Raya (anak ketiga, 3 tahun).
Foto: Dok. Sudaryanti
Untuk pertama kali, produksi snack sayur organik berkisar 1-2 kg per hari. Selanjutnya dengan meningkatnya permintaan, kapasitas produksi terus berkembang dan hingga kini berkisar 10-20 kg per hari terdiri dari 2 item jenis sayur. Sudaryanti pun mendapat asupan dana dari lembaga keuangan BMT Mandiri. Dengan harga per bungkus sebesar Rp 12.500,-, keuntungan rata-rata dari snack sayur organik setahun mencapai rata-rata 2030% dari 60 juta atau sekitar 1 juta per bulan. Meski sudah menggunakan mesin giling
n Pangsit sayur organik
wortel, brokoli (buah dan batang), sawi atau caysim, seledri, ubi kayu, kentang pedas sedangkan bahan pangsit adalah daun brokoli dan daun singkong. Hasilnya berupa snack sayur organik siap disantap anak-anaknya. Sudaryanti pun membungkus kecil-kecil stik sayur dan menawarkannya ke kantor-kantor, sekolah dan puskesmas. Ternyata bukan hanya anak-anak Sudaryanti yang suka, para pembeli stik sayur juga menyukainya.
dan pemotong adonan, Sudaryanti tetap
Permintaan dan produksi meningkat
membutuhkan bantuan tenaga lain. Sang suami yang bekerja di periklanan dan ko-
Awalnya banyak yang meremehkan usaha snack sayur Sudaryanti. Tapi lambat laun permintaan snack sayur organik berlabel Jibariz ini meningkat juga karena banyak yang suka dan sadar akan kesehatan. Nama Jibariz berasal dari nama ketiga anak Sudaryanti yang memberi inspirasi usaha pengolahan snack sayur organik ini, yaitu Jihan Ayu Fadila (anak pertama, kelas 2 SMP), Muhammad Bagus Rahman (anak kedua, kelas 6 SD)
perasi simpan pinjam dan anak-anaknya membantu Sudaryanti. Karena permintaan dan produksi snack sayur organik meningkat, akhirnya suami Sudaryanti pun memutuskan keluar dari pekerjaannya dan sepenuhnya membantu usaha Sudaryanti. “Ya sampai sekarang tenaga produksi pengolahan snack sayur organik saya masih menggunakan tenaga anggota
Edisi 32 /Edisi Th. 10 33(September / Th. 11 (Januari - Desember - Maret 2014) 2013)
23
Agribisnis keluarga sendiri, hanya yang bagian pengemasan saja yang menggunakan tenaga orang lain. Anak-anak membantu mengupas atau memotong sayur,” ungkap Juara I Mikro Wanita Terbaik, Lomba UKM di Universitas Indonesia (UI) pada 9-12 Desember 2013.
Buku Baru AOI ! “Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2013” barometer perkembangan pertanian organik nasional
Sementara itu proses pemasaran yang awalnya merupakan kendala, pada akhirnya bisa teratasi dengan menggunakan cara yang sederhana seperti dari mulut ke mulut, membawa brosur dan contoh produk bila Sudaryanti pergi. Lokasi rumah, produksi dan kios yang ada di sekitar wisata Gua Pereng (Maria) Kopeng juga turut membantu mempromosikan produk snack sayur organik Sudaryanti yang sudah mendapat PiRT dan SIUP. Hingga saat ini pemesan snack sayur organik Sudaryanti telah menjangkau Jakarta, Yogyakarta, Magelang, Bali, Batam, Tangerang, Surabaya (Jatim). Sedangkan yang membeli langsung di kawasan wisata Kopeng sebagai oleh-oleh berasal dari Jambi dan Ujung Pandang. Biasanya para pemesan selain dikonsumsi sendiri juga dijual lagi. Dengan memesan minimal 30 bungkus (1 bungkus = ¼ kg), Sudaryanti menanggung biaya kirim dari pemesan. Buruan pesan yuk dan mulai usaha agribisnis Anda ! (*)
Check this out…. Nama Buku: STATISTIK PERTANIAN ORGANIK INDONESIA 2013 Jumlah Halaman: 80 hal + xiv Harga: @ Rp.100.000 (belum termasuk ongkos kirim)
DAFTAR ISI : Pengantar//Ucapan Terima Kasih//Daftar Isi// Daftar Istilah//Tentang Aliansi Organis Indonesia// Pendahuluan: A.Tinjauan Umum, B.Metodologi//Statistik Pertanian Organik Indonesia 2013: Luas Area, Produk, Pelaku//Perkembangan Pasar Organik–Studi Kasus Kota Besar di Indonesia: 1.Pasar Mainstream, 2.Pasar Khusus // Tren Pertanian Organik Indonesia Tahun 2013// Penjaminan Berbasis Komunitas//Pustaka//Lampiran
Resep Stik Sayur Organik Bahan: Sayur organik, tepung terigu, margarine, garam, bawang putih, gula untuk bahan sayur wortel dan ubi ungu. Cara membuat: Sayur organik dikukus, lalu digiling atau ditumbuk. Campur dan uleni sayur organik yang sudah digiling atau ditumbuk dengan tepung terigu, margarine secukupnya, bawang putih yang sudah diulek dan garam secukupnya. (Perbandingan sayur organik dan tepung = 1:1 dengan bahan sayur organik lebih banyak). Potong adonan kecil-kecil atau menggunakan mesin pemotong. Lulu goreng dengan minyak kelapa yang sudah panas sampai matang atau warnanya menguning. Untuk adonan bahan sayur wortel dan ubi ungu ditambah sedikit gula. 24
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
Berminat? Hubungi: Rizki Ratna Anugrah rizki@organicindonesia.org/ market@organicindonesia.org Telp./facsimile : 62-251-8330434
Kami hanya mencetak 100 pieces Info selengkapnya: http://organicindonesia.org/ web2/0403-penerbitan.php?cid=3 Dapatkan diskon
25%
untuk 20 pembeli pertama
Foto: Dok. SNY
n Aneka sayur organik dan olahan pangan dari bahan organik dan lokal
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
25
Foto: Dok. SNY
S
aat ini masyarakat sudah mulai mengenal dan mengonsumsi pangan organik. Alasannya tentu karena pangan organik lebih menyehatkan, aman dan bergizi pula. Pangan organik yang ditanam dengan bahan-bahan alami tidak mengandung pestisida kimia yang membahayakan bagi kesehatan. Beberapa dokterpun menyarankan pasiennya mengonsumsi pangan organik. Pakar naturopati DR. dr. Amarullah Siregar Ph.D di sebuah media nasional menjelaskan, sejak dahulu manfaat pangan atau makanan organik sudah diteliti mampu meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel dan optimalisasi antibodi. Bahkan menurutnya, beberapa penelitian menunjukkan, susu organik mempunyai lebih dari 60-80 persen kandungan 26
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
nutrisi dibandingkan susu konvensional. Sedangkan, seperti tomat, kentang, bawang, kubis mempunyai 20-40 persen lebih kandungan antioksidan dibandingkan buah dan sayuran konvensional. Dengan menanam sayur organik sendiri seperti tanaman keluarga (Toga), masyarakat juga bisa mengonsumsinya dan lebih sehat karena terjamin bebas dari bahan kimia. Misalnya petani-petani di daerah Bantul setelah makan makanan organik, tingkat sakitnya jadi semakin sedikit. Jadi misalnya sebulan sekali sakit, dengan itu mungkin cuma setahun sekali sakit. Hasil penelitian tim peneliti dari Washington State University (Desember 2013) telah menemukan bahwa susu dari peternakan sapi organik mengandung konsentrasi asam lemak jantung sehat lebih tinggi dibandingkan dengan susu dari peternakan sapi konvensional.
Studi ini adalah yang berskala besar
organik secara signifikan lebih
pertama di Amerika Serikat, pengujian
tinggi mengandung antioksidan,
hampir 400 sampel susu organik dan
konsentrasi asam askorbat
konvensional selama periode 18 bulan.
dan senyawa fenolik daripada
Susu konvensional memiliki rata-rata
konvensional.
asam lemak omega-6 sampai omega-3 rasio 5,8, lebih dari dua kali lipat rasio
Sementara itu jauh sebelumnya
susu organik yang sebesar 2,3. Para
pada 1993, hasil analisa di tepi
peneliti mengatakan rasio jauh lebih
barat Chicago yang dipubli-
sehat asam lemak dalam susu organik
kasikan oleh situs www.
karena pemanfaatan pakan hijau dan
organicconsumers.org
padang rumput berbasis pada peter-
menunjukkan bahwa kan-
nakan organik.
dungan mineral tanaman
Konsumsi lebih banyak asam lemak
dan jagung manis yang
omega-6 daripada asam lemak omega-3
dikembangkan secara organik
adalah faktor risiko berbagai masalah
lebih tinggi daripada konvensional.
kesehatan, termasuk penyakit jantung,
Empat sampai 15 sampel diambil untuk
kanker, peradangan yang berlebihan dan
masing-masing kelompok makanan.
penyakit autoimun. Semakin tinggi rasio
Tingkat rata-rata mineral penting jauh
omega-6 daripada omega-3, semakin
lebih tinggi pada per berat makanan
besar risiko kesehatan.
organik daripada konvensional.
Sebuah studi oleh John Reganold dari
Makanan organik rata-rata 63% lebih
Washington State University
tinggi kalsium, 78% lebih tinggi kro-
(www.plosone.org; 2010) yang mem-
mium, 73% lebih tinggi zat besi, 118%
bandingkan pertanian strawberi
lebih tinggi
organik dan konvensional juga
magnesium, 178% lebih tinggi
menunjukkan hasil buah strawberi or-
molibdenum, 91% lebih tinggi fosfor,
ganik lebih beraroma dan bergizi.
125% lebih tinggi kalium dan 60%
Hasil studi menunjukan strawberi
lebih tinggi seng.(*)
Foto: Dok. SNY
apel, kentang, pir, gandum,
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
27
n Tanaman organik
di halaman rumah Foto: Dok. AOI
K
ebutuhan akan makanan yang cukup dan berkualitas sangat penting bagi sebuah keluarga. Bahkan harga makanan yang terjangkau juga menjadi sebuah prioritas. Untuk bisa memenuhi kebutuhan makanan keluarga seperti sayur mayur, masyarakat bisa menanamnya sendiri di pekarangan rumah. Selain harga yang pasti sangat terjangkau karena memanen dari kebun sendiri, tentu kualitas sayur mayur itu sangat terjaga baik. Menurut Ir. Basir Nappu, MS dan Farida Arief, SP, Litbang Deptan Sulsel, 2013, dalam kisaran yang lebih luas, menanam sayur di pekarangan rumah juga bisa meningkatkan kecukupan, ketahanan, dan kemandirian pangan. Data statistik menunjukan bahwa luas lahan pekarangan di Indonesia mencapai luasan 10,3 juta hektar. Apabila pekarangan tersebut dapat dioptimalkan fungsinya, maka hal tersebut diduga akan berkontribusi nyata terhadap kecukupan, ketahanan, dan kemandirian pangan masyarakat. 28
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
Berbeda dengan lahan pertanian secara umum, pekarangan rumah memiliki luasan yang relatif sempit, bersentuhan langsung dengan penghuni rumah, serta memiliki peran yang sangat kompleks. Untuk itu pemanfaatannya dalam budidaya sayuran harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi optimal, baik dalam hal tingkat produksi maupun dalam pemanfaatan lainnya di rumah tangga. Beberapa syarat dalam budidaya sayuran di pekarangan diantaranya harus memiliki nilai estetika atau keindahan sehingga dapat mempercantik halaman rumah juga. Caranya dengan pengaturan jenis, bentuk, dan warna tanaman. Selain itu, model yang digunakan sebaiknya bersifat mobile atau mudah untuk dipindahkan. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi pemanfaatan dan penataan pekarangan. Model budidaya yang dapat memenuhi kriteria demikian adalah vertikal atau vertikultur dan budidaya dalam pot. Hampir semua jenis tanaman dapat ditanam dalam sistem vertikultur dan pot, diantaranya bayam, kangkung, sawi,
Bij ak di Rumah selada, kenikir, kemangi, kucai, seledri, cabai, tomat, terong, pare, kacang panjang, timun, oyong, dan lain-lain. Namun untuk budidaya vertikultur menggunakan wadah talang, bambu atau paralon yang dipasang secara horizontal, kurang cocok untuk sayuran jenis buah seperti cabai, terong, tomat, buncis tegak, pare, dan lain-lain. Itu karena dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan tumbuh tegak tanaman. Sayuran buah cocok untuk tanaman dalam pot, polybag atau paralon dan bambu yang ditegakkan sehingga dapat menampung media tanam dalam jumlah cukup banyak.
Berikut ini langkah-langkah pembuatan unit vertikultur sistem rak : 1. Buat serangkaian rak dengan tinggi kira-kira 1 m, lebar 1 m, panjang sesuai kebutuhan. 2. Atur rangkaian rak secara berundak, dengan jarak antara undakan adalah kira-kira 30 cm, dan lebar masingmasing rak adalah 25-30 cm. 3. Potong talang air dengan ukuran sesuai rangka rak yang dibuat, lalu masing-masing ujung talang ditutup menggunakan penutup talang lalu dilekatkan menggunakan lem secara permanen. 4. Lubangi dasar talang dengan bor atau pisau, diameter lubang kurang lebih 1 cm dan jarak antar lubang berkisar 15-20 cm. Untuk mulai menanam sayur, isi talang menggunakan media tanam yang telah disiapkan, dan lakukan penyusunan pada rak. Penanaman di dalam rak vertikultur atau pot dilakukan setelah bibit memiliki daun sempurna 3-5 helai. Langkah-langkah penanaman adalah : 1. Pilih bibit yang sehat, tidak cacat, dan seragam. 2. Buat lubang tanam seukuran wadah bibit. Pada sistem vertikultur rak berjenjang, jarak tanam berkisar 1015 cm. Pada sistem per pot, jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1 tanaman per pot pada pot berukuran 3-10 kg, sedangkan untuk pot berukuran lebih besar jumlah tanaman
Foto: Dok. www.google.com
Vertikultur
n Contoh Vertikultur
berkisar 2-3 tanaman, khususnya untuk sayuran buah merambat seperti pare, timun, oyong, dan tanaman sejenis lainnya. 3. Keluarkan bibit secara hati-hati dengan cara menggunting wadah atau membalikkan wadah sedemikian rupa sehingga media dan perakaran bibit tidak terganggu. 4. Masukkan bibit ke dalam lubang tanam, selanjutnya tutup lubang tanam menggunakan media tanam yang sebelumnya dikeluarkan pada saat membuat lubang tanam. 5. Lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.
pupuk kandang atau pupuk kompos, baik berbentuk curah maupun granul. Pemberian pupuk dilakukan pada saat pembuatan media tanam dengan menambah volume pupuk kompos atau pupuk kandang lebih banyak dalam media tanam, misalnya 2 atau 3 bagian dibandingkan tanah dan sekam. Pupuk susulan dapat berupa pupuk organik cair yang telah tersedia di toko-toko sarana pertanian atau dengan cara membuat sendiri. Intensitas pemberian pupuk organik biasanya dilakukan 3-7 hari sekali dengan cara melarutkan 10-100 ml pupuk dalam 1 liter air dan disiramkan secara merata pada media tanam.(*) (Sumber: http://sulsel.litbang.deptan.go.id).
Selanjutnya lakukan pemupukan dengan Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
29
Ragam
Oleh : Arief T. Nur Gomo
P
enyakit diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada produksi insulin atau gangguan kinerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi. Peningkatan kadar gula darah (diabetes) ini menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan tubuh baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Secara umum ada 2 jenis penyakit diabetes yang tergolong kronis yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 2 termasuk salah satu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi di usia tua, akan tetapi di zaman sekarang penyakit ini sudah mulai diderita oleh orang-orang yang masih berusia muda. Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat dalam waktu yang lama dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe 2.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti terlalu banyak makan makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak, makan yang tidak terkontrol, kudapan yang tidak sehat (tinggi karbohidrat dan lemak), makan tidak teratur, merokok, kurang kegiatan fisik (seperti olahraga), kurang beristirahat, dan stress yang berlebih dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe 2. Pola makan yang tidak sehat menyebabkan kadar gula dan produksi insulin dalam tubuh menjadi tidak stabil (naik dan turun dalam kisaran yang cukup besar). Hal ini jika berlangsung lama dapat menyebabkan insensitifitas insulin atau insulin menjadi tidak sensitif terhadap perubahan kadar gula darah.
Kelas memasak sehat Kelas Memasak Sehat (Healthy Cooking Class) merupakan acara rutin setiap bulan yang diadakan di De Chef Culinary Center Bogor.
n Praktik memasak oleh peserta
kelas memasak
Foto: Dok. Arif T. Nur Gomo
30
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
Ragam lebih mengerti gizi, mempraktikkan pola makan dan pola hidup sehat terutama olahraga sehingga dapat hidup lebih sehat.
Foto: Dok. Arif T. Nur Gomo
Pola makan sehat (Healthy diet) tidaklah sesulit yang dibayangkan asalkan kita mengetahui apa yang kita konsumsi dan mau berkomitmen untuk hidup sehat. Sehat dimulai dari diri sendiri dengan apa yang kita makan. You are what you eat. Sampai jumpa lagi di Healthy Cooking Class selanjutnya. (*)
n Peserta kelas memasak Sehat (Healthy Cooking Class) bersama Arief T Nur Gomo
Pada angkatan VI, kelas memasak (Cooking class) ini diadakan pada tanggal 14 Desember 2013 mulai pukul 10.00-14.00 membahas mengenai pencegahan diabetes (Diabetes Prevention). Pada kesempatan kali ini, seperti biasa dibahas mengenai Konsep Makanan Sehat (Healthy Food Concept), gizi makanan (food nutrition), bagaimana menghitung kebutuhan kalori dan zat gizi tubuh, menghitung kalori dan gizi dalam makanan, dan materi tambahan mengenai serba-serbi diabetes dan cara pencegahannya. Selain materi-materi tersebut, ada juga materi tambahan mengenai teh dan perannya dalam mencegah diabetes yang dipersembahkan oleh Devieni Premium Rice, Tea & Coffee. Healthy Cooking Class VI didukung juga oleh Healthy Bites, Duniafitnes.com, Sportindo Magazine, dan PW Water. Selain mendapatkan teori, peserta kelas memasak (cooking class) kali ini juga mendapatkan praktik membuat 3 menu sehat yang selain cocok untuk mencegah diabetes juga dapat menjadi menu sehat dalam pola makan kita. Menumenu tersebut terdiri dari nasi goreng ayam beras merah, green green grass salad dan carrot-rolled oat cake yang cocok untuk penderita diabetes. Menumenu ini termasuk gampang dalam cara pembuatannya. Hasilnya pun memuaskan para peserta.
Healthy Cooking Class memang ditujukan bagi orang-orang yang mau belajar tentang gizi dan cara pengolahan makanan yang lebih sehat. Karena memang tujuan akhirnya agar orang-orang
Arief T Nur Gomo Healthy Food Contributor for www.duniafitnes.com HP. 08129294267 Twitter: @arieftng www.facebook.com/arieftng http://arieftng.blogspot.com
Nasi Goreng Ayam Beras Merah/Coklat Untuk 2 porsi Bahan ayam: • 200 g ayam fillet • 1 sdt lada putih • ½ sdt garam • 1 sdt kaldu ayam bubuk non MSG Bahan nasi goreng: • 2 cup nasi coklat/merah • 1,5 sdm minyak canola • 7 siung bawang putih (cincang halus) • 2 siung bawang merah (cincang halus) • 1 batang daun bawang (potong-potong) • 1 sdm saus tiram • ½ sdm kecap manis • ½ sdt lada • ½ sdt kaldu ayam bubuk non MSG Cara membuat 1. Untuk menyiapkan ayamnya. Campur rata lada, garam dan kaldu ayam bubuk non MSG. Lumuri pada permukaan daging ayam. Diamkan sekitar 15 menit. Kukus atau rebus sampai matang. Angkat. Tiriskan. Potong-potong. Sisihkan. 2. Untuk membuat nasi goreng. Panaskan minyak canola. Tumis bawang
putih, bawang merah, dan daun bawang hingga harum. 3. Masukkan nasi merah/coklat. Aduk rata. Tambahan saus tiram, kecap manis, lada, dan kaldu ayam bubuk non MSG. 4. Tumis sebentar sampai harum. Angkat. 5. Sajikan. Nilai gizi per porsi Kalori : 376,7 kkal Lemak : 10,4 g Karbohidrat : 42,3 g Serat : 3,5 g Protein : 27,6 g Untuk membuat beras merah/coklat 1 cup beras merah/coklat. Cuci dan rendam sekitar 1 jam. Tiriskan. Masak dengan rice cooker dengan perbandingan 1:2 atau 1:3 (tergantung jenis beras). Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)
31
32
Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)