Isi organis 31

Page 1

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

1


Foto Sampul Aneka alat, benih, informasi pertanian, dan produk organik di Museum Pertanian BOF 3 Foto Dokumentasi AOI inspirasi gaya hidup organik

Dari Redaksi, Indonesia memiliki kekayaan alam yang beragam dan berlimpah. Masyarakatnya pun memiliki budaya dan kearifan lokal yang mampu mengelola sumber alam secara berkelanjutan sejak nenek moyang. Bahkan hingga kini masih terjaga di tengah modernisasi bangsa dalam pembangunan. Seperti masyarakat adat yang secara konsisten menjaga budaya pemanfaatan hutan dan cara bertani di Baduy, Dayak, Bali, Flores dan lainnya. Modernisasi pembangunan sektor pertanian dengan Revolusi Hijau yang intensif dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetis sejak tahun 70-an telah terbukti berdampak buruk pada lahan, hasil panen, biaya produksi dan menyusutnya sumber daya hayati pertanian. Sementara itu, budaya dan kearifan lokal dalam bertani yang mengutamakan ekosistem dan sumber daya alam sebagai satu kesatuan telah mampu menunjukkan keberlanjutan. Pertanian dengan menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan tetap mampu menghasilkan panen yang berlimpah, lahan tetap subur, sumber daya hayati tetap terjaga, lingkungan tidak tercemar bahan-bahan kimia sintetis dan petani mendapatkan penghasilan yang tetap tinggi. Pertanian alami ini seperti nilai-nilai yang dilakukan dalam pertanian organik, yaitu menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan. Sehingga sebenarnya masyarakat adat Indonesia telah memiliki nilai-nilai organik dalam budaya dan kearifan lokalnya. Bisa disebut “organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia atau Organic as heritage of Indonesia�. Melalui Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI), 22-23 Juni 2013 di Bogor, Jawa Barat, dengan tema Organic as heritage of Indonesia, Aliansi Organis Indonesia (AOI) bekerjasama dengan Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Pemkot Bogor ingin mensosialisasikan organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia ini. Harapannya masyarakat bisa mengingat kembali bagaimana kekayaan budaya dan kearifan lokal Indonesia dalam teknologi pertanian yang telah dikembangkan nenek moyang kita. Teknologi bertani yang ramah sosial, lingkungan dan ekonomi serta tak lekang oleh waktu. Selain menyuguhkan bermacam produk organik, herbal dan makanan sehat, BOF 3 & FHI 2013 juga menampilkan bermacam acara, talkshow dan workshop dengan narasumber ternama di tingkat nasional maupun internasional seperti Andrew Leu –IFOAM, Marie Suzanne Pailler-Ecosert, Sabastian Saragih, Anton Waspo, Ning Harmanto dan lain-lain. Semua ulasan tentang BOF 3 & FHI 2013 ini ada dalam Organis edisi 31 ini. Selamat membaca!

diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fairtrade. 2

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

ISSN : 2089 7294

Redaksi Penerbit Aliansi Organis Indonesia (AOI) Penanggung Jawab Direktur Program AOI Pemimpin Redaksi Sri Nuryati Redaksi Pelaksana Ani Purwati Staf Redaksi Rasdi Wangsa Lidya Inawati Sucipto K. Saputro Desain Grafis Muhammad Rifai Keuangan Endang Priastuti Marketing Rizki Ratna A. Distribusi Ilyas Alamat Redaksi Jl. Kamper Blok M No.1 Budi Agung, Bogor, Jawa Barat Telp./Fax +62 0251-8316294 E-mail organis@organicindonesia.org Website www.organicindonesia.org

be part of our movement


05 Isu Utama

08 Isu Utama

BOF 3 & FHI: Organik sebagai Warisan Budaya Indonesia

Dari Redaksi

02

Surat Pembaca

04

Jendela Konsultasi Profil

- Ciptagelar, Mesin Waktu Menuju Pertanian “Kolot Baheula�

Agribisnis

- Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia

Kekayaan Alam & Kearifan Lokal Indonesia, Sumber Produk Organik Potensial

Info Organis

14

- Belajar Percaya Diri & Mengenal Lingkungan Lewat Lomba Mewarnai - Ingin Lebih Gaul? Ayo Peduli Lingkungan!!

25

18

Bijak di Rumah

28

Ragam

30

- Doing Organic at Home

21

- Mudahnya Memasak Produk Organik

11 Isu Utama

15 Penjaminan Organis

Masuk Pasar Dunia, Organik Indonesia Harus Penuhi Standar

PAMOR INDONESIA, Penjamin Organik Petani Skala Kecil

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

3


Surat Pembaca Pembaca

semua Lapisan Masyarakat Ingin Berlangganan

Majalah

4

untuk Perkuat Basis Petani

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)


Isu Utama

“Dan pada akhirnya masyarakat bisa mengembangkan budaya organik dalam hidup kesehariannya baik dalam bertani, konsumsi dan lainnya.�

I

ndonesia memiliki kekayaan alam yang beragam dan berlimpah. Tak hanya itu, masyarakat dengan budaya dan kearifan lokalnya juga telah terbukti mampu mengelola sumber alam secara berkelanjutan sejak nenek moyang. Bahkan hingga kini masih terjaga di tengah modernisasi bangsa dalam pembangunan. Seperti masyarakat adat yang secara konsisten menjaga budaya pemanfaatan hutan dan cara bertani di Baduy, Dayak, Bali, Flores dan lainnya.

Modernisasi pembangunan sektor pertanian dengan Revolusi Hijau yang intensif dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetis sejak tahun 70-an telah terbukti berdampak buruk pada lahan, hasil panen, biaya produksi dan menyusutnya sumber daya hayati pertanian. Sementara itu, budaya dan kearifan lokal dalam bertani yang mengutamakan ekosistem dan sumber daya alam sebagai satu kesatuan telah mampu menunjukkan keberlanjutan. Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

5


Isu Utama n Prosesi Pembukaan Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI), 22-23 Juni 2013 di Bogor, Jawa Barat. Foto: Dok. AOI

Pertanian dengan menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan tetap mampu menghasilkan panen yang berlimpah, lahan tetap subur, sumber daya hayati tetap terjaga, lingkungan tidak tercemar bahan-bahan kimia sintetis dan petani mendapatkan penghasilan yang tetap tinggi. Pertanian alami ini seperti nilai-nilai yang dilakukan dalam pertanian organik, yaitu menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan. Sehingga sebenarnya masyarakat adat Indonesia telah memiliki nilainilai organik dalam budaya dan kearifan lokalnya. Bisa disebut “organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia atau Organic as heritage of Indonesia”. Untuk menggaungkan dan mensosialisasikan organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia ini, Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI), 22-23 Juni 2013 di Bogor, Jawa Barat mengambil tema, Organic as heritage of Indonesia. “Harapannya 6

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

masyarakat bisa mengingat kembali bagaimana kekayaan budaya dan kearifan lokal Indonesia dalam teknologi pertanian yang telah dikembangkan nenek moyang kita. Teknologi bertani yang ramah sosial, lingkungan dan ekonomi serta tak lekang oleh waktu,” ungkap Sucipto Kusumo Saputro, sebagai Ketua Pelaksana BOF 3 & FHI di Bogor, Jawa Barat. “Dan pada akhirnya masyarakat bisa mengembangkan budaya organik dalam hidup kesehariannya baik dalam bertani, konsumsi dan lainnya,” lanjutnya. Selama ini, bersama para pihak dan bermacam kegiatan, Aliansi Organis Indonesia (AOI) telah berupaya mengkampanyekan atau mensosialisasikan program pertanian organik dan perdagangan yang adil (fair trade). AOI berharap melalui kedua program ini, petani sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen mendapatkan manfaat secara optimal. Aliansi Organis Indonesia (AOI) menyelenggarakan BOF3&FHI bekerjasama dengan Asosiasi Kewirausahaan Sosial

(AKSI), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pemerintah Kota Bogor dengan dukungan dari para pihak baik dari pemerintah, akademisi, tokoh nasional dan internasional, sponsor, media partner serta berbagai komunitas pemerhati organik dan ramah lingkungan. Salah satu tujuannya untuk mensosialisasikan program pertanian organik dan perdagangan yang adil (fair trade). Perhelatan akbar ini berlangsung di Halaman Muka Kampus IPB Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat pada 22-23 Juni 2013.

Pusat pendidikan dan perdagangan organik BOF sebagai even tahunan memiliki target jangka panjang (7-10 tahun) yaitu sebagai pusat perdagangan, pusat pendidikan dan pusat advokasi pertanian organik di Indonesia serta menjadi bagian dari gerakan pertanian organik dan fair trade regional dan dunia. “BOF menjadi media untuk mempertontonkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu memproduksi produk pertanian yang bersahabat dengan alam dan tidak melanggar hak asasi manusia,” kata


Isu Utama Sabastian Saragih, Presiden AOI. “Dan secara pasti dari tahun ke tahun BOF akan semakin dibanjiri produk pertanian organik, konsumen dan pedagang produk pertanian organik. Di masa-masa mendatang BOF juga akan dibanjiri oleh importir produk pertanian organik dari negara-negara lain,” lanjut Bastian.

ini, tidak hanya sebatas workshop tapi bisa lebih mempengaruhi para pengambil kebijakan untuk medukung. BOF 3 & FHI 2013 menargetkan ada 7000 orang mengunjungi pameran dengan 44 stand ini. Selain menyuguhkan bermacam produk organik, herbal dan makanan sehat, BOF 3 & FHI 2013 juga menampilkan bermacam acara dengan narasumber ternama di tingkat nasional maupun internasional seperti Andrew Leu –IFOAM, Marie Suzanne Pailler-Ecosert, Sabastian Saragih, Anton Waspo, Ning Harmanto dan lain-lain.

Sedangkan Achmad Ru’yat, Wakil Walikota Bogor mengatakan bahwa peran kebijakan dalam pengembangan organik dan herbal sangat penting. Semua upaya seperti BOF3 & FHI harus mendapat tindak lanjut dari pemangku kebijakan. Terlebih saat ini semua yang bersifat alami telah menjadi kebutuhan masyarakat.

Berbagai acara ini diantaranya Lomba Karya Tulis Ilmiah “ Solusi Teknologi dan Pengembangan Pertanian Organik yang Inovatif dan Berkelanjutan untuk Lingkungan yang Lebih Baik”, Tur Organik, Talk Show “ Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia”, Talkshow “The Future of Organic Farming in Indonesia”, Musium Pertanian Indonesia, Workshop “Doing Organic at Home”, Workshop “Macam Bambu dan

“Selama 531 tahun Kota Bogor sangat inheren dengan masalah-masalah lingkungan. Kita punya saksi hidup berupa Kebun Raya Bogor. Sangat jelas

Foto: Dok. AOI

Foto: Dok. AOI

Wahyu Indriyo dari AKSI mengatakan bahwa dalam BOF dan FHI ini kita bisa menyaksikan beragam industri kreatif yang riil diproduksi oleh masyarakat, berbasis sumber daya lokal dan kearifan masyarakat. Hal ini menunjukkan dinamika dan inovasi dari usaha-usaha komunitas. “Sektor pangan dan jamu-jamuan (herbal) merupakan suatu yang strategis, karena melibatkan banyak hal seperti kebutuhan hidup orang banyak, ekosistem, pengetahuan dan kearifan lokal, serta mata pencaharian yang berkelanjutan. Oleh karenanya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengembangkan dan mempromosikannya,” kata Wahyu Indriyo.

Sementara Sugianta Msi, Wakil Rektor IPB mengungkapkan pengalamannya bahwa menurut Pastor Agatho (Pengembang pertanian organik di Cisarua, Bogor), organik berarti membahagiakan semua mahkluk hidup dan sekitarnya. Tidak ada yang ditumpas sehingga semuanya bisa saling memberi manfaat. Sehingga organik yang diwariskan oleh nenek moyang ini bisa memberi kelanggengan hidup. “Organik lebih sehat dan berkelanjutan,” ungkapnya.

n Proses mengelillingi stan pameran setelah pembukaan Bogor Organik Fair ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI)

Lebih lanjut Bambang Ismawan, yang adalah Pembina AKSI menyatakan bangga telah mendukung BOF3 & FHI. “Kami ingin kegiatan ini tidak hanya berlangsung 1-2 kali, namun berturut-turut. Bahkan lebih sering lagi tidak hanya 1 tahun sekali dan lebih kreatif. Sehingga budaya organik bisa melekat dan menjadi bagian hidup kita,” ungkap Bambang.

visi sustainable development Kota Bogor,” jelasnya. Ru’yat menambahkan dalam skala ekonomi, nilai tambah hanya terjadi antara struktur dan pendukung lingkungan. Sehingga tanpa dukungan anggaran, segala upaya lingkungan terkait organik dan herbal hanya akan menjadi simbolis. Maka yang terpenting setelah kegiatan

n Aksi kesenian Angklung Gubrak mengelilingi stan pameran Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI)

Pemanfaatannya”, Lomba Melukis & Mewarnai: “Melukis dengan Pewarna Alami Yuk…”, Festival Buah dan Tanaman Eksotis, Wahana Permainan Tradisional, Uji Cita Rasa: Cicip, Cecap, Cerap Kopi, Teh, dan Cokelat Organik, Museum Pertanian Indonesia, Hiburan: Pertunjukan Musik Nusantara, dan Organic Youth Camp: “Yang Muda Yang Organik”.(*) Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

7


Foto: Dok. AOI

Isu Utama

n Potensi alam dan

budaya pertanian di Bali

Pembangunan berbasis geografis yang mengutamakan keseimbangan ekonomi – ekologi dan sosiokultur Bangsa Indonesia dapat dijadikan landasan untuk menetapkan pilihan apakah Indonesia sebagai negara pertanian, industri, wisata, atau tambang. Berbagai pertimbangan geografis dan sosiokultur serta letak geologis dan klimatologis, semestinya memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara pertanian yang kuat di dunia.

I

ndonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Fakta tersebut menunjukan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan (green economy). Tingginya tingkat keanekaragaman hayati Indonesia nampak dari 10% dari tanaman 8

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12% dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut. Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia.


Isu Utama Keanekaragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisi geografis berupa dataran rendah dan tinggi, limpahan sinar matahari dan intesitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah, serta keanekaragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka jenis tanaman dan ternak asli daerah tropis, serta komoditas introduksi dari daerah sub tropis secara merata sepanjang tahun di Indonesia. Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah tanaman dan hewan, baik yang asli daerah tropis maupun komoditas introduksi yang sudah beradaptasi dengan iklim tropis, merupakan sumber materi genetik yang dapat dikembangkan. Selain itu Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas

25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian. Menurut Suratman Worosuprodjo, Staf Pengajar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, selain potensi keanekaragaman hayati, Indonesia juga memiliki potensi masyarakat dengan beragam suku dan kearifan lokal (budaya, adat istiadat). Pembangunan berbasis geografis yang mengutamakan keseimbangan ekonomi – ekologi dan sosiokulture bangsa Indonesia dapat dijadikan landasan untuk menetapkan pilihan apakah Indonesia sebagai negara pertanian, industri, wisata, atau tambang. Berbagai pertimbangan geografis dan sosiokultur serta letak geologis dan klimatologis, semestinya Indonesia memperkuat jati diri pembangunan sebagai negara pertanian yang kuat di dunia. Suratman menjelaskan, Indonesia mampu memperkuat penyediaan pangan dunia dan komoditas pertanian dengan pengembangan strategi pertanian berbasis 5 A yaitu: 1. Agro produksi yang

n Lahan pertanian padi organik di Banjarnegara, Jawa Tengah

Foto: Dok. AOI

berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan; 2. Agro industri (pengelolaan hasilhasil pertanian); 3. Agro bisnis perdagangan hasil-hasil pertanian (lokal – regional - internasional); 4. Agro teknologi (penggunaan teknologi ramah lingkungan); 5. Agro tourisme – sosio kultur yang dikembangkan. Selama ini perjalanan pembangunan Indonesia menghadapi masalah jati diri/visi pembangunan nasional yang berbasis pertanian, pertambangan, industri, kehutanan sehingga dampak kerusakan lingkungan dan bencana alam terus meningkat. Sudah saatnya Indonesia menyatakan diri sebagai Negara Pertanian yang kuat sekaligus sebagai Negara pelestari lingkungan hidup untuk mengantisipasi global warming dan bagi penyelamatan planet bumi.

Kearifan lokal dan potensi organik Terkait dengan inovasi teknologi, maka perlu diperhatikan kearifan lokal masyarakat. Secara umum kearifan lokal (local wisdom) dipahami sebagai gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Sifat ini bersifat turun-temurun dan terbukti mampu bertahan terhadap budaya luar, mampu mengakomodasi unsur budaya luar, mampu mengintegrasikan budaya luar ke dalam budaya asli, bahkan mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Di Bali dan Lombok masyarakatnya mengenal awig-awig, yang merupakan kearifan lokal dan pranata sosial yang ada sejak dahulu dan sejauh ini selalu ditaati setiap warga masyarakat sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak terutama dalam berinteraksi dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Sampai saat ini awig-awig sangat dipatuhi masyarakat Lombok dan Bali karena mampu menjaga dan melestarikan sumber daya kelautan seperti terumbu. Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

9


Foto: Dok. AOI

Isu Utama

n Prosesi berdoa sebelum panen madu hutan

di Ujung Kulon, Jawa Barat

n Awig-awig dalam mengelola sampah di sekitar lahan pertanian di Bali.

Foto: Dok. Balebengong

Masyarakat Melayu-Jambi mengenal dan menggolongkan perladangan dalam beberapa bentuk, yaitu perelak, kebun mudo, umo renah dan umo talang. Perelak ialah sebidang tanah di sekitar desa yang ditanami jenis tanaman untuk memenuhi kebutuhan dapur sehari-hari seperti cabai, kunyit, serai, laos, tomat, kacang gulai, ubi rambat, ubi kayu dan pisang. Kebun mudo ialah sebidang tanah yang ditanami jenis tanaman muda tertentu seperti pisang, kedelai atau kacang tanah. Umo renah ialah ladang luas yang ditanami padi dengan selingan tanaman muda, seperti cabai, tomat, terong, labu dan mentimun. Sementara itu di sekitar ladang ditanami tanaman keras seperti duku, durian, karet dan sebagainya. Umo talang adalah ladang di tengah hutan yang biasanya ditanami padi. Di ladang ini juga ditanami tanaman keras seperti karet dan durian.

Selain Bali, Lombok, Melayu, masih banyak kearifan lokal dan adat istiadat dalam mengelola sumber daya alam dan pertanian di Indonesia secara alami dan berkelanjutan. Seperti masyarakat adat Baduy, Dayak, Flores dan sebagainya. Dari titik inilah, sudah saatnya kita memahami alam ciptaan Tuhan dengan kekayaan alamnya bukan sekedar obyek eksploitasi, melainkan sudah seperti sahabat dan guru agar terjadi harmonisasi antara manusia, alam dan Tuhan.

n Pengelolaan SDA di Desa Lubuk Beringin, Jambi

Foto: Dok. KKI Warsi

10

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Kearifan lokal yang lebih bertumpu kepada olah rasa seperti tersebut di atas merupakan hal yang harus menjadi bagian terintegrasi dengan inovasi teknologi yang merupakan olah nalar yang logis berdasarkan ilmu pengetahuan. Pembangunan pertanian tidak saja

dituntut untuk menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi namun juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat. Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila menginginkan pertanian kita menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pambangunan bangsa. Upaya mewujudkannya dapat melalui pemberdayaan kearifan lokal yang telah mengakar di masyarakat. Seperti pengembangan pertanian organik yang mengutamakan ke-selarasan dengan alam dan masyarakat sekitarnya, kiranya bisa menjadi contoh untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut. Dalam pertanian organik, selain mengutamakan hasil alam yang berkualitas juga mengandalkan teknik bertani yang selaras alam dan menggunakan bahanbahan alami atau organik. Bermacam hasil alam yang berkualitas untuk pangan organik itu seperti madu hutan, sagu, umbi-umbian dan lain-lain.(*)


Isu Utama

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

11


Isu Utama

U

ntuk memasuki pasar dunia (ekspor), produk organik Indonesia harus memiliki standar yang harus diikuti menurut negara tujuan ekspor. Selama ini tantangan Indonesia adalah masalah standarisasi. Demikian menurut Paula Yahya dari PT ProFair Indonesia (Profi) saat Talkshow tentang “The Future of Organic Farming in Indonesia” di Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3&FHI) yang diselenggarakan Aliansi Organis Indonesia (AOI) bekerjasama dengan Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI), Pemkot Bogor dan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor, Jawa Barat (22/6). “Agar bisa mempelajari dan memenuhi standar tersebut, salah satu caranya adalah dengan mengikuti pameran organik di negara terkait dan mempromosikan produk secara baik dan efektif,” ungkap Paula.

juga kesehatan mahkluk hidup dan lingkungan sekitarnya. Sehingga Indonesia bisa menghasilkan dan mengemas produk dengan mengutamakan permintaan konsumen tersebut.

Jerman memiliki 4% konsumen organik dari keseluruhan konsumen dan Pemerintah Jerman memberikan dukungan bagi pengembangan produk organik untuk bisa memenuhi permintaan konsumennya. Saat ini permintaan dan pasokan produk organik di Jerman relatif seimbang.

Penuhi standar organik dengan sertifikasi

Yang menjadi tantangan Indonesia di pameran tingkat internasional adalah produk organik Indonesia masih sebatas komoditas atau setengah jadi. Sehingga sulit untuk mempromosikan. Yang perlu dilakukan adalah membuat brand image produk Indonesia. Mempelajari perilaku konsumen negara maju tujuan ekspor juga perlu dilakukan. Saat ini sebagian besar konsumen organik tersebut tidak hanya melihat manfaat organik bagi kesehatannya sendiri namun

Foto: Dok. AOI

Lebih lanjut Paula mengatakan bahwa, seperti ekspor organik ke negara Jerman dan Uni Eropa lainnya yang memiliki standar tinggi karena ingin melindungi

konsumennya, Indonesia bisa mengikuti pameran organik di Jerman yaitu BioFach. Jerman bisa menjadi pintu akses pasar produk organik Indonesia ke Uni Eropa.

n Talkshow “The Future of Organic Farming in Indonesia” Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal

Indonesia (BOF3&FHI) di Bogor, Jawa Barat (22/6)

12

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Agar bisa memenuhi standar negara tujuan ekspor, salah satu caranya dengan sertifikasi produk organik. Menurut Marie Pailler dari EcoCert, salah satu lembaga sertifikasi produk organik internasional, dengan sertifikasi itu produk organik yang dihasilkan harus memenuhi standar etika, sosial, kesehatan dan lingkungan, pengembangan dan transparansi. Dalam etika perlu diperhatikan harga minimum dan penghasilan petani penghasilnya (produsen). Dalam sosial perlu diperhatikan kondisi pekerja dan pengembangan komunitas. Dalam kesehatan dan lingkungan bisa dilakukan dengan mengembangkan pertanian organik. Dalam pengembangan bisa dilakukan dengan peningkatan kerja-


n Aneka produk organik Indonesia Foto: Dok. AOI

Kebijakan pertanian organik di Indonesia sama produsen dan konsumen. Dalam transparansi bisa dengan mengkombinasikan organik dan fair trade (perdagangan yang adil) serta memfasilitasi pilihan konsumen. Selama ini Marie melihat, banyak produsen mengatakan sulit mengakses dan mendapatkan sertifikasi karena biayanya mahal. Padahal dengan berkelompok, petani atau produsen bisa menanggung biaya sertifikasi bersama dan itu akan lebih murah. Marie mengatakan, manfaat dengan sertifikasi adalah bisa mendapatkan pasar baru bagi produk, harga yang lebih tinggi dan terjamin serta adanya dukungan dari kelompok organisasi yang mengembangkan standar sertifikasi itu.

Sementara itu Anton Waspo, peneliti pertanian organik di saat yang sama mengatakan bahwa, pengembangan pertanian organik di Indonesia memaparkan tentang kebijakan pemerintah dalam bentuk program penguatan kapasitas petani, bantuan pupuk organik dan fasilitas pengolahan pupuk, informasi dan pembiayaan akses pasar serta pembiayaan sertifikasi dari lembaga sertifikasi. Hasil penelitian Waspo dan timnya di 7 kabupaten (Sukabumi, Maros, Tabanan, Semarang, Agam, Jombang, Toba Samosir) menunjuk-kan bahwa dana program pertanian organik sebagian besar berasal dari APBN dan APBD provinsi. APBD kabupaten sebatas dana pendamping.

“Ada kecenderungan baru sebatas menjalankan program dari level yang lebih atas (dinas di provinsi/Kementan). Ini menimbulkan kekhawatiran di tingkat petani yang menjalankan program, apakah kegiatan akan berlanjut tahun depan?� ungkap Waspo. Akhirnya di tingkat petani yang menjadi sasaran program Dinas Pertanian mengalami banyak perubahan dan memunculkan siasat sendiri. Adanya hambatan biaya sertifikasi mendorong sebagian kelompok yang sudah memahami persoalan sertifikasi memilih tidak menggunakan sertifikasi dari pihak ketiga (Lembaga Sertifikasi Organik-LSO). Kelompok petani ini mengembangkan sistem penjaminan bersama dengan konsumen yang membeli produk mereka. Secara kreatif juga, banyak kelompok petani yang mulai mengembangkan metode dan pengayaan sarana produksi organik (benih, pupuk, agen hayati). Hasil kreativitas ini bisa menjadi penghasilan tersendiri bagi kelompok tani.(*) Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

13


Pergiliran Tanaman setelah Padi? Tanaman apa yang baik sebagai pengganti tanaman padi di lahan yang sama sehingga tidak sama dengan lahan lain yang ditanami padi dan bisa mencegah penyebaran hama? Lalu langkah terbaik apa untuk memulai pertanian organik di lahan tersebut?

Redaksi Ahli kung, bayam, sawi, dan lain-lain. Untuk dataran menengah ke atas (lebih dari 600 m dpl) biasa tumbuh baik tanaman seperti: kol, bit, wortel, buncis, selada keriting, pakcoy, brokoli, kembang kol, dan lain-lain.

Agus Kardinan

Sabirin

Pestisida Nabati

Tanaman Tahunan

Agung Prawoto

YP Sudaryanto

Diah Setyorini

Daniel Supriyono

Saptono Desa Mlatiharjo, Kecamatan Gajah, Demak, Jawa Tengah

Daniel Supriono menjawab: Sesungguhnya ganti tanaman (rotasi/pergiliran) tidak hanya dilihat karena padi tidak/ kurang menguntungkan saja. Aspek ekonomi oke tidak dilarang. Tapi juga seyogyanya mempertimbangkan aspek ekologi (ketinggian tempat), lahan Saudara ada di mana? Kirakira ketinggian tempat berapa dari permukaan air laut? Untuk ganti tanaman antara lain perlu pertimbangan faktor ini. Alternatif tanaman dataran rendah ke menengah (0-600 m dpl) adalah cabai, terong, timun, bawang merah (tanah berpasir), kacang panjang, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau), kang-

14

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Standar dan Sertifikasi

Tentang peralihan dari lahan konvensional (kimiawi) ke organik perlu dilakukan pentahapan (konversi). Strateginya adalah pengurangan bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida) dan diganti dengan bahanbahan organik. Secara umum empat kali musim tanaman sudah dapat diterapkan pertanian organik. Hal ini memang relatif, karena masih perlu dikaji lebih mendalam (seperti seberapa banyak selama ini penggunaan bahan kimia). Tapi okelah untuk sementara itu dulu. Selamat mencoba dan terus mencoba, masih terbuka lebar untuk konsultasi lebih lanjut.

Kesuburan Tanah

Sayuran Organik

Padi Organik

Toto Himawan

Hama dan Penyakit Tanaman


,

ala

MA

R KO nik ra a org ngga ni eta esi Te RMA P O n aw .K l Su : Dok

m Po di

to

Fo

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

15


Penjaminan Organis Apa Itu Sertifikasi Komunitas?

P

articiatory Guarantee System (PGS) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai penjaminan berbasis komunitas (PBK) adalah sistem penjaminan kualitas yang cakupan kerjanya ada di tataran lokal. PBK mensertifikasi produsen berdasarkan partsipasi aktif multipihak yang dibangun berdasarkan pondasi kepercayaan, jejaring sosial dan pertukaran pengetahuan. Istilah PGS untuk pertama kalinya dikenalkan di Torres, Brasil pada tahun 2004. Yang mempertemukan para pelaku PGS di seluruh dunia, seperti inisiatif asosiasi petani Certified Naturally Grown di Amerika dan organisasi Wholesome Food Association di Inggris serta 20 inisatif lainya yang sudah berkembang di negaranya masing-masing. Di Indonesia, benih penjaminan komunitas atau alternatif bisa dikatakan mulai muncul di era 90-an. Saat petani–petani yang melakukan budidaya secara organik mulai memasarkan produk mereka ke konsumen melalui sistem penjualan langsung dan melakukan klaim bahwa produk yang mereka jual adalah organik. Dulu biasanya kegiatan penjaminan ini dilakukan oleh LSM pendampingnya, pemasarnya atau ketua kelompok. Seiring perkembangan pertanian organik baik dari sisi produsen maupun konsumen, muncul keinginan untuk membuat PBK lebih terstruktur agar lebih

II

. AO

: Dok

Foto

n Aneka produk organik berlabel PAMOR

16

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

kredible dan mensertakan beberapa dokumen untuk dapat diverifikasi. Seperti yang tertera pada panduan PBK, sebuah sistem dapat dikatakan PBK jika memiliki : 1. Standar organik 2. Mekanisme verifikasi dan produksi 3. Peer review 4. Ketidaksesuaian dan sanksi 5. Pengesahan label 6. Sistem dan prosedur yang terdokumentasikan Dari keenam poin tersebut rata–rata PBK yang ada di Indonesia sudah melakukannya dan memilikinya, namun poin pendokumentasian yang kerap dilewatkan. Hal ini nampaknya terkait erat dengan budaya Indonesia yang lebih ke arah tutur ketimbang tulis. Ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sebagian besar petani kita (terutama yang sudah berusia lanjut masih buta huruf).

Siapa yang diuntungkan PBK ? Tidak ada model penjaminan yang benar–benar sempurna sebab jika produsen ingin berbuat curang akan selalu ada cara, PBK meminimalisir ini dengan memastikan produsen memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang teknik budidaya organik.

Dari Produsen - Proses verifikasi yang lebih sederhana memudahkan produsen skala kecil yang membutuhkan penjaminan.

- Penerapan budidaya organik yang mengacu pada standar organik tertentu, akan meningkatkan kualitas. - Meski usahanya besar namun penerapan pendokumentasian dan prosedur pertanian sejatinya akan membantu produsen jika ingin mengevaluasi usaha pertaniannya. - Biaya PBK yang terjangkau akan membuat produsen skala kecil mampu menyediakan produk berharga terjangkau. - Proses dokumentasi PBK yang relatif lebih sederhana membuat petani tetap bisa melakukan diversifikasi di lahanya. Dari Konsumen - Konsumen akan mendapatkan produk organik yang berkualitas dan keorganikanya dapat di pertanggungjawabkan. - Kesempatan untuk melibatkan konsumen secara aktif dalam skema PBK, terutama dalam hal menentukan standar. - Biaya PBK yang relatif terjangkau, tidak akan memperbesar harga jual produk organik di tingkat retail. - Dengan PBK diharapkan produk organik yang sehat dan bermutu bisa dinikmati semua kalangan. Dari sisi pemerintah - Permintaan yang tinggi dari konsumen, merupakan motivasi petani untuk beralih ke organik sehingga hal itu merupakan dukungan kepada pemerintah yang mengusung program Go Organic.


Penjaminan Organis

n Pembentukan Unit PAMOR Bogor di Bogor, Jawa Barat (18/4)

Foto: Dok. AOI

- Pembukaan lapangan kerja baru di sektor pertanian organik. - Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diwajibkan menurunkan emisi gas rumah kaca dengan pertanian organik, maka akan membatu tercapainya target penurunan emisi ini.

Posisi PBK di Indonesia Pertumbuhan inisiatif PBK yang luar biasa cepat selama beberapa tahun ini merupakan sinyal adanya kompetensi. Sebenarnya siapakan yang potensial menjadi konsumen PBK? Benarkah akan terjadi kompetisi yang tidak sehat dengan lembaga penjamin pihak ketiga karena biaya PBK yang lebih terjangkau? Dari uraian perbandingan, terlihat bahwa pasar dari PBK sebenarnya adalah niche market dari seluruh produsen yang membutuhkan sertifikasi organik, dengan aspek yang menguatkannya: - Area kerja PBK terbatas, tidak seluas penjaminan pihak ketiga. PBK bekerja pada wilayah kerja yang secara geografis letaknya berdekatan.

- Pasar yang dimasuki PBK adalah pasar yang tidak terlalu rigid. - Produk yang dijamin PBK adalah produk segar yang masa hidup singkat dan mudah rusak. Umumnya sayur dan buah yang langsung dijual ke konsumen. Tapi memang benar ada irisan antara PBK dan penjaminan pihak ketiga dalam

hal komoditas, namun jika ditilik ada perbedaan volume dari yang dijamin. Jadi irisan ini bukanlah gangguan yang signifikan bagi penjaminan pihak ketiga. (*)

(Artikel disarikan oleh Sucipto Kusumo Saputro dari Buku Sertifikasi Organik Komunitas, Sistem Penjaminan Berbasis Komunitas (PBK) di Indonesia; AOI; 2013)

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

17


Profil

H

ari telah sore ketika kami tiba di Terminal Pelabuhan Ratu.Kami memutuskan untuk menggunakan ojek menuju tujuan kami. Sebuah kampung adat, di selatan Pulau Jawa. Sebuah kampung yang masih melestarikan tradisi para leluhurnya. Sebuah kampung yang indah didalam foto-foto yang kami lihat. Sebuah kampung bernama Ciptagelar. Berada di kaki Gunung Halimun yang membatasi Sukabumi dan Bogor. Dari terminal kami menuju Pangguyangan, sebuah wilayah sebelum Ciptagelar, tempat biasa beberapa orang yang akan menuju Ciptagelar transit untuk beristirahat sebelum melakukan perjalanan. Jalanan berbatu dan kawasan “setengah” hutan menjadi pemandangan kami selama sekitar 1 jam perjalanan. Kadang kami harus turun dari motor, karena ojek yang kami tunggangi tak bisa naik. Sesekali kami terjatuh dari motor karena jalanan yang terjal.

Oleh: Angga Wedhaswhara Bertani merupakan kewajiban hidup warga Kasepuhan di Ciptagelar. Setiap warga Kasepuhan paling tidak memiliki sawah dan lumbung masing- masing. Warga Kasepuhan pantang menjual padi yang dihasilkan karena mereka mempercayai bahwa padi merupakan Nyi Pohaci Sanghyang Asri.

Foto: Dok. Anggawedhaswhara dan Hibban Fathurrahman

18

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Sampai Pangguyangan, hari telah gelap. Kami sampai disebuah rumah tempat kami membuat janji dengan kawan yang akan menjemput dari Ciptagelar. Malam agak gerimis, agak khawatir juga karena kami yakin perjalanan selanjutnya akan lebih sulit. Selang 10 menit 2 orang kawan kami akhirnya menjemput. Setelah berbincang sejenak, kami memutuskan tidak langsung menuju Ciptagelar melainkan menuju Ciptarasa, kampung sebelum Ciptagelar tempat dimulainya upacara “Ngunjal”. Sebuah upacara penanda berakhirnya panen sebelum upacara Nganyaran, lalu Seren Tahun.

n Pesona alam Ciptagelar di kawasan Taman Nasional

Gunung Halimun Salak, Sukabumi, Jawa barat


Foto: Dok. Anggawedhaswhara dan Hibban Fathurrahman

Profil

n Barisan para pengangkut padi dalam prosesi “ngunjal”

leuit sementara di Ciptarasa dibuka, semua orang berebut untuk mengambil sebanyak-banyaknya “pocongan” atau ikatan padi. Tetabuhan dimulai, sekelompok pemain angklung memulai atraksinya, seorang sinden menyanyi . Benar-benar sebuah “festival”, “keriaan”, atau upacara yang riuh dimana warga masyarakatnya bersuka cita.

n Prosesi pengangkutan padi ke leuit dengan

menggunakan “rengkong”

Tradisi Ngunjal dilakukan setiap tahun oleh masyarakan Ciptagelar. Secara bahasa Ngunjal berarti ’mengirimkan’, dalam hal ini mengirimkan padi. Aturan adat setempat menegaskan bahwa padi adalah sumber pangan bersama,yang dimakan untuk manusiasehingga harus dibawa oleh manusia pula. Tidak boleh menggunakan kendaraan. Sehingga di malam itu ketika upacara Ngunjal berlangsung ribuan manusia mengangkut hasil panen dari berbagai “lantayan” (alat untuk menjemur padi yang baru dipanen dan terbuat dari bambu) menuju Bale Sosial untuk dihitung, kemudian disimpan kedalam leuit(lumbung) milik desa sebagai cadangan pangan. Hari masih gerimis ketika kami mulai mengikuti prosesi Ngunjal dari Ciptarasa, tapi momen-momen ini tidak bisa kami lewatkan begitu saja.Kami harus menyaksikan dan merasakan bagaimana upacara ini dilakukan. Setiap lelaki, tua ataupun muda sudah bersiap dengan sebilah bambu untuk mengangkut padi. Ketika waktu tepat menunjukan pukul 19.00,

Pocongan padi terus bergerak bersama para pengangkutnya menembus kegelapan hutan dan gerimis yang menyegarkan sehingga aktfitas yang melelahkan tidak terasa terlalu berat, hanya mungkin jalanan menjadi lebih licin. Sedangkan terjalnya jalanan tak perlu dikisahkan, karena telah pasti. Dari Ciptarasa, bersama seorang kawan yang bertugas mendokumentasikan menggunakan sepeda motor, dalam gelap dan jalanan licin kami terus melaju melewati barisan pemuda-pemuda yang mengangkut pocongan-pocongan padi dengan berjalan kaki. Sebuah totalitas yang patut diacungi jempol. Sampai di Ciptagelar kami disambut oleh tetabuhan ibu-ibu menumbuk “lesung”, sekelompok pemain angklung turut memeriahkan acara, beberapa pocongan padi telah tiba di Bale Sosial. Kami tak habis pikir, bagaimana mereka bisa melaju lebih cepat dari motor dengan berjalan kaki. Seketika sampai di Bale Sosial kami disambut oleh Kang Yoyoyogasmana, seorang kawan lama, seorang kakak yang telah memutuskan menjadi seorang war-

n Lumbung utama Ciptagelar dinamakan Leuit

Si Jimat.

ga adat dan tinggal disana. Berbincang sebentar melepas rindu, kami lalu sibuk dengan kamera untuk turut mendokumentasikan kegiatan tersebut. Obrolan melepas rindu pasti akan berlajut lama. Sekarang ada banyak momen yang harus direkam, menjadi oleh-oleh kami. Suasana sangat riuh, di Bale Sosial para “kolot” dari Baris Pamakayaan sibuk menghitung jumlah pocongan. Di panggung kesenian, barisan Angklung terus memainkan angklung sembari menghibur para tetamu dan pembawa padi. Didapur Imah Gede ibu-ibu sibuk memasak dan menyiapkan makanan bagi semua orang. Ya...., ribuan orang itu makan bersama secara bergiliran di teras Imah Gede. Sementara malam masih gerimis. Dirasa cukup mengambil gambar, kami pun diajak untuk makan oleh Kang Yoyo di Imah Gede bersama warga masyarakat lainnya. Inilah yang kami nantikan,

n Para kolot dari Baris Pamakayaan menghitung

hasil panen di Bale Sosial.

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

19


Foto: Dok. Anggawedhaswhara dan Hibban Fathurrahman

Profil

n Lantayan, tempat menjemur padi selepas

panen sebelum dipindahkan ke lumbung.

n Makan bersama masyarakat Ciptagelar

apalagi yang lebih menyenangkan selain makan bersama banyak orang dengan sajian makanan organik?Ya, organik. Begitu kami menyebut padi atau hasil bumi yang ditanam tanpa asupan bahan kimia. Selepas makan, kami diajak beristirahat di rumah Kang Yoyo. 2 buah kasur lipat telah tersedia di ruang tamu buat kami tidur. Badan ini letih, tapi kerinduan dan keriaan tadi mengusik kami untuk terus berbincang.

Bertani hukumnya wajib Pertanian di Desa Ciptagelar hukumnya wajib bagi setiap warga desa. Hampir semua aspek kehidupan sangat tergantung dengan ketersediaan hasil pertanian. Menurut Kang Yoyo, setiap warga memiliki sawah dan ladang tersendiri untuk kehidupanya masing-masing. Siklus pertanian lebih terasa di Desa Ciptagelar. Selama 6 bulan warga melakukan proses bercocok tanam dan

n Lahan pertanian di Ciptagelar

20

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

6 bulan selanjutnya tidak ada aktifitas bercocok tanam padi, ini bertujuan untuk mengembalikan tanah pada keadaan awal seperti mengembalikan lagi jumlah unsur-unsur hara, nitrogen dan unsur lainnya yang berperan dalam proses pertumbuhan tanaman. Mereka sangat menerapkan prinsip simbiosis mutualisme dan bertani selaras alam. Sepanjang tahun diadakan upacara yang berhubungan dengan pertanian. Dari mulai upacara Mipit sampai Seren Tahun, puncak dari semua upacara tersebut. Kesemuanya bertujuan untuk mendapatkan kemudahan dan keberhasilan dalam proses bertani, baik dari segi kuantitas dan kualitas hasil pertanian. Kesemuanya dilakukan dan dimulai berdasarkan tanda-tanda alam. Selain itu yang paling penting warga dilarang untuk menggunakan pestisida atupun herbisida dalam semua proses pertaniannya. Bahkan menutup jalan tikus di ladang pun pantangan bagi mereka. Setiap mahluk hidup berhak hidup. Bahkan dalam ladang yang kita tanami padi ada hak-hak bagi tikus, burung, dan serangga lainnya. Ciptagelar memiliki banyak jenis padi, ada beberapa yang menjadi andalan bagi warga diantaranya padi jenis tempei,ketan dan beras merah. Sebagian besar para pendatang mencari beras merah karena jarang didapatkan. Sayangnya padi disini dilarang untuk diper-

n Memasukan pocongan padi ke dalam lumbung

setelah dihitung dibale sosial.

jualbelikan. Jangankan diperjualbelikan, dibawa menggunakan kendaraan pun pantangan. Yang boleh dibawa keluar dengan kendaraan hanya padi yang telah ditumbuk menjadi beras. Oh..., kearifan lokal masyarakan Ciptagelar yang memiliki nama resmi Kasepuhan Ciptagelar Kesatuan Adat Banten Kidul telah mengajarkan pada kami, apa yang disebut hidup selaras alam atau organik yang sering kami ucapkan. Merekalah penjaga pertanian organik sesungguhnya. Merekalah penjaga pertanian kolot baheula(nenek moyang) yang sudah mulai kita lupakan. Tak terasa waktu telah menunjuk jam 1 malam, kami harus istirahat, tetapi keriuhan di luar rumah masih terdengar. Ini mirip dengan suasana malam takbiran di hari terakhir bulan Ramadhan. Bagaimanapun kami harus tidur, karena besok pagi masih ada aktifitas yang harus kami lakukan sebagai bahan “oleh-oleh�. (*)


n Kekayaan alam Indonesia Foto: Dok. AOI

I

ndonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan herbal alami dan organik yang luar biasa dimana kekayaan kita menempati posisi kedua di dunia setelah Brazil dengan total 7500 tanaman berkhasiat. Namun baru ratusan diantaranya yang telah dimanfaatkan sebagai obat dan suplemen. Padahal dalam survei Independent Marketing Research potensi pasar herbal kita dapat mencapai 13 trilyun rupiah.

Untuk mendukung potensi alam akan keanekaragaman hayati yang berlimpah dan berkhasiat herbal itu, petani organik juga berupaya mengembangkan pertanian organik untuk menghasilkan produk organik yang sehat tanpa bahan kimia dan ramah lingkungan. Bisnis organik dan herbal di Indonesia selain bisa memanfaatkan potensi kekayaan alam Indonesia juga bisa untuk Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

21


Agribisnis

n Talkshow “Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia�, Bogor Organic Fair 3 dan

Festival Herbal di Halaman Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (22 Juni 2013)

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai ekonomi hijau (green economy) yang ramah lingkungan dan sosial.

Foto: Dok. AOI

Pengembangan green economy untuk meminimalisir dampak-dampak buruk terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. Konsep green economy adalah sebuah rezim ekonomi baru di era abad ke-21 dimana ekonomi hijau adalah tatanan ekonomi baru yang menggunakan sedikit energi dan sumber daya alam. Menurut Stefanos Fotiou, perwakilan United Nation Environment Programme (UNEP), pertanian organik sebagai praktik produksi pangan yang tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis merupakan bagian dari green economy dan salah satu bentuk konsumsi dan produksi berkelanjutan (sustainable consumption and production-SCP). 22

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Foto: Dok. AOI

Sebagai salah satu bentuk konsumsi dan produksi berkelanjutan, menurut Fotiou, harus ada kebijakan yang mengatur bagaimana peraturan tentang pengembangan pertanian organik. Fotiou menjelaskan bahwa konsumsi dan produksi berkelanjutan merupakan produksi dan penggunaan barang dan jasa sesuai kebutuhan dasar dan membawa kualitas hidup yang lebih baik, sambil meminimalkan penggunaan sumber daya alam, material beracun, emisi limbah dan polutan selama siklus hidup, sehingga tidak membahayakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang.

n Aneka produk organik dari alam Indonesia

Seperti halnya praktik-praktik kearifan lokal yang telah dilakukan masyarakat secara alami, pertanian organik juga mengutamakan proses alami dan keberagaman hayati sebagai satu kesatuan.

Sementara itu telah berkembang pula wacana Investasi Bertanggungjawab Sosial atau yang lebih dikenal dengan istilah Socially Responsible Investment (SRI). SRI dapat dimaknai sebagai strategi investasi yang mempertimbangkan baik financial


Agribisnis

Foto: Dok. AOI

n Tanaman Sembukan untuk obat nyeri perut

return maupun social good. Karakter SRI adalah berkelanjutan, sadar sosial, green atau berinvestasi secara etis. Investasi Bertanggungjawab Sosial menghendaki para investor yang mengedepankan kepedulian lingkungan, perlindungan konsumen, hak asasi manusia dan keragaman. Salah satu perusahaan yang berkomitmen untuk mewujudkan investasi yang bertanggungjawab sosial dan berkelanjutan di Indonesia adalah PT. Socentix. Perusahaan yang didirikan oleh David Darmawan ini menawarkan layanan menarik kepada fund manager, investor dan wirausawan sosial. Contoh sederhananya adalah layanan Socentix yang memungkinkan para fund manager untuk mengelola portofolio Investasi Bertanggungjawab Sosial secara efisien dengan menganalisis, mengamati dan

melaporkan fitur berdasarkan teknologi yang paling canggih. David Darmawan saat Talkshow bertema “Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia�, Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal (BOF 3 & FHI) di Halaman Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (22 Juni 2013) mengungkapkan investor-investor asing dari luar negeri banyak yang tertarik dengan konsep Investasi Bertanggungjawab Sosial maupun Green Investment sehingga sangat memungkinkan untuk berkembangnya bisnis organik.

Potensi bisnis organik dan herbal Lewi Cuaca, Presiden Direktur PT. Profil Mitra Abadi (PMA), sebuah perusahaan yang memproduksi dan mengekspor

produk organik, seperti kacang mete, gula aren, keripik singkong, mete madu organik mengungkapkan pengalamannya dalam berbisnis organik, bahwa kemitraan jangka panjang dengan petani adalah etos kerja dan filosofi penting PMA. Peningkatan kapasitas melalui pelatihan & lokakarya perdagangan yang adil dan pengolahan untuk petani sebagai mitra telah memberikan PMA menjadi perusahaan bersertifikat sosial fair trade oleh IMO Swiss pada tahun 2010. Menurut Lewi yang menjadi salah satu narasumber talkshow tersebut, keberlanjutan dari pasokan produk organik tidak hanya karena peran PMA, tetapi juga tergantung kelangsungan kerjasama dengan para petani & keluarganya untuk menghasilkan kualitas terbaik hasil panen dari tanah petani Indonesia.

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

23


Agribisnis

Ning mengawali bisnis herbalnya dari kegiatan ibu-ibu rumah tangga yang mendirikan usaha kelompok. Nama usahanya KWT (Kelompok Wanita Tani) Bunga Lili, yang didirikan pada tanggal 1 November 1999. KWK berdiri di kawasan Jakarta Utara dengan mengelola penanaman tanaman obat dan mengolahnya menjadi produk obat tradisional. Salah satu tanaman obat yang dikembangkannya adalah mahkota dewa. Ternyata produk obat mereka mendapat banyak perhatian. Produk obat tradisionalnya termasuk salah satu yang banyak dicari. Usaha mereka pun maju. Untuk menambah layanan, pada 3 November 2002 Ning mendirikan klinik sendiri dengan nama Klinik Herbal Ny. Ning Harmanto (d/h Klinik Tradisional Mahkota Dewa) di Rawa Badak, Jakarta Utara. Tujuan utama pendirian klinik ini yaitu agar dapat memberikan pelayanan secara intensif kepada masyarakat dengan memberikan jasa konsultasi terhadap penderita penyakit, menerangkan kegunaan tanaman obat 24

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

n Mengenal bermacam produk organik dan herbal di pameran BOF 3 & FHI

serta khasiatnya terhadap suatu penyakit. Setelah mendapat pengakuan luas, Ning melihat usahanya bisa dikembangkan lebih jauh. Hal inilah yang memutuskannya mendirikan PT Mahkota Dewa Indonesia pada 1 Januari 2003. Perusahaan ini, kata Ning, merupakan organisasi wadah kegiatan operasional kelompoknya dengan bidang usaha pelayanan kesehatan dan penyedia konsultasi. Salah satu kegiatannya adalah memberikan informasi, sarana dan menyediakan jamu olahan yang berasal dari tanaman obat (herbal) sebagai pengobatan alternatif. Ning pun makin menggebu mengembangkan usahanya. Ia kemudian melihat kota kelahirannya Yogyakarta sebagai kota ekspansi pertamanya. Disana Ning membuka Klinik Mahkota Dewa sekaligus menjadi cabang di luar kota pertamanya. Cabang ini melayani area pemasaran DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Setelah itu berdirilah cabang-cabang lain. Kliniknya sendiri kini sudah berkembang menjadi lebih dari 20 outlet di berbagai kota. Ia juga merangkul berbagai pihak untuk bekerjasama mendirikan klinik serupa dengan dukungan produk dan layanan dari PT Mahkota Dewa. Menurut catatan Ning, total pasien kliniknya sudah mendekati 15.000 orang sejak berdiri. Dari tiga Klinik Tradisional

Foto: Dok. AOI

Mahkota Dewa (Jl. Soka BB 16 Jakarta Utara, ITC Cempaka Mas Jakarta Pusat dan Jl. MT. Haryono 46 Yogyakarta) tercatat kurang lebih 10.000 pasien yang datang. Mereka datang dengan beraneka macam penyakit. Di antara penyakit yang paling banyak adalah asam urat dan rheumatik (Asratik) yang menduduki urutan keempat. Penyakit berat lain yang ditanganinya adalah kanker, diabetes, dan darah tinggi. Usaha entrepreneurship Ning terpupuk seiring pengalaman dan kebutuhan pasar, sekaligus banyak menolong orang.(*)

n Kapsul dari ekstrak tanaman herbal di Indonesia

Foto: Dok. AOI

Sementara itu Ning Harmanto, pendiri PT Mahkota Dewa Indonesia (MDI) yang juga menjadi narasumber dalam talkshow yang sama mengatakan bahwa khasiat tanaman herbal sudah diyakini oleh masyarakat sejak turun temurun. Contohnya adalah daun sukun yang ternyata bisa digunakan untuk obat asam urat dan osteoporosis. Tapi banyak masyarakat sendiri yang kurang tahu. Pengobatan tradisional lokal banyak memakai ramuan herbal dan sampai sekarang masih banyak yang dipercaya untuk mengatasi penyakit, baik yang remeh seperti batuk pilek hingga yang kronis seperti kanker. “Bisnis herbal cerah di Indonesia. Tahun ini bisnis herbal lebih baik dan teratur dengan sosialisasi lewat radio dan media sosial lain,� ungkap Ning. “Bisnis tersebut tidak hanya sekedar media mencari untung namun juga berbagi. Berbisnis dengan memberi akan membuat bisnis kita lebih berkembang,� pungkasnya.


S

etelah duduk manis, Evela Wijaya meletakkan kertas gambar di meja di depannya. Tangannya yang mungil pun mulai memainkan kuas di air dan pewarna. Tak lupa sebelum mengoleskan kuas ke pewarna yang berbentuk gel, dia mengusapkan kuas di kain. Lalu mengoleskan kuas ke kertas bergambar. Nampak sudah mahir ya anak SD Taruna Bangsa di Bogor ini menggunakan pewarna alami yang bentuknya gel ini. Namun ternyata baru kali ini anak usia 7 tahun ini mengikuti lomba mewarnai. “Sebelumnya udah pernah ikut lomba mewarnai tapi pakai pewarna dari krayon. Kalau pakai pewarna bentuk ini baru kali ini,� ungkap Evela. Meski baru kali ini mewarnai dengan pewarna alami bentuk gel, namun Evela mengaku senang. Selama ini dia sering mengikuti lomba mewarnai sampai ke Jakarta. “Kegiatan lomba mewarnai bisa melatih Evela menjadi percaya diri dan berani tampil. Selain itu juga bisa mempermudah mengenal lingkungan sekitarnya,� ungkap Yayuk, ibu dari Evela di sela lomba mewarnai.

Terlebih lagi menurutnya, kali ini dengan menggunakan pewarna alami yang beda dengan sebelumnya yang pernah diikuti. Senada dengan Yayuk, Muriana, ibu dari Yuliana juga mengatakan bahwa menggunakan pewarna alami adalah pengalaman pertama Yuliana. Baginya yang penting Yuliana bisa belajar dan mendapatkan pengalaman. Satu jam berlalu. Waktu mewarnai pun sudah habis. Evela, Yuliana dan anak-anak peserta lainnya satu per satu mengumpulkan hasil karyanya pada Panitia Lomba Mewarnai Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3 & FHI) di Halaman Muka Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (23/6). Beberapa saat setelah semua hasil karya mewarnai gambar telah terkumpul, para juri pun mulai menilai. Hasil penjurian menunjukan nama-nama pemenang lomba mewarnai adalah Evela Wijaya sebagai Juara Pertama, Hanifah sebagai Juara Kedua dan Asya sebagai Juara Ketiga. (ANP/SNY) Edisi 30 31 / Th. 10 (Januari (Mei - Agustus - April 2013)

25


Info Organis

G

enerasi muda adalah generasi yang paling menerima dampak dari kegiatan manusia dimasa sekarang yang tidak ramah terhadap lingkungan. Dampak itu akan semakin parah dan semakin membawa kesengsaraan di masa depan dengan objek generasi muda saat ini. Generasi muda perlu sadar akan bahaya tersebut yang bisa menenggelamkan kesejahteraan hidup mereka di masa depan. Oleh karena itu, generasi mudalah harapan untuk mewujudkan suatu perubahan di masa yang akan datang dan menyelamatkan banyak kehidupan untuk diri mereka sendiri. Dengan mengangkat tema “Yang Muda Yang Organik� diharapkan diskusi di workshop Organic Youth Camp, Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3 & FHI) di Halaman Muka Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (22/6) ini dapat menarik minat anak muda untuk terjun dan bergelut di bidang green lifestyle. Greeneration yang merupakan sekumpulan anak muda berjumlah 25 orang dapat membuat aksi-aksi nyata yang sangat kreatif dan inovatif dalam mendukung gaya hidup green. Diki salah satu teman kita dari Greeneration menceritakan bahwa rekan-rekannya selalu semangat untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik walau mereka bukan sarjana teknik lingkungan atau pertanian namun hal itu adalah tanggung jawab setiap orang. Sementara Bibong Widyarti, yang merupakan salah satu nara sumber di kegiatan tersebut, yang juga adalah konsumen organik dan sudah menerapkan gaya hidup organik sejak lama mengaku, anak-anaknya tumbuh sehat dan cerdas. Bibong ingin anak-anaknya bisa sehat 26

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)


dan bahagia sampai hari tua. Walau terkadang teman-teman anaknya sering menawarkan makanan yang kurang sehat tetapi didikan dan kasih sayang dari sang ibu ini dapat terus dijalankan dengan konsisten. Bibong tidak benar-benar ketat melarang makanan seperti junk food tersebut, hanya saja makanan tersebut sangat tidak baik dikonsumsi berlebihan. “Paling tidak 1 minggu memakan satu kali makanan junk food tersebut tidak apa-apalah,� ungkap beliau yang memaklumi generasi muda seperti anaknya akan bersinggungan dengan pergaulan yang sering memakan makanan tersebut. Green lifestyle atau gaya hidup organik yang sering digaung-gaungkan para pemerhati kesehatan dan kemanusiaan bahkan pemerhati keberlanjutan kehidupan bukan lagi hanya sebuah slogan tetapi sesuatu yang butuh untuk diterapkan. Maka, terus berjuanglah hai para pemuda Indonesia untuk menyongsong masa depan mu yang cerah. (PUT/SNY)

Buku baru AOI: “Mozaik ICS dalam Pertanian Organik� Merupakan kumpulan tulisan dari petani atau pendamping petani yang telah menerapkan ICS di kelompoknya. Penulis: Indro Surono/ Slamet/ Theresia Eko Setyowati/ Novrizal/ Tommy Mulyadi/Thomas Irawan Sihombing/ M. Tahir/ Akhmad Arif/ Yuli S

Berminat? Hubungi: Rizki Ratna Anugrah Telp: 0251-8316294 HP: +6285721519878 E-mail: rizki@organicindonesia.org

Kami hanya mencetak 200 pieces Tersedia juga dalam Bahasa Inggris WAJIB dimiliki bagi mereka yang ingin dan akan menerapkan ICS Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

27


Bij ak di Rumah

Ragu dengan sayuran yang Anda makan? Takut mengandung racun dari pestisida kimia? Mungkin Anda berpikir buat Anda tidak apa-apa tetapi bagaimana dengan putra-putri kesayangan Anda yang daya tahan tubuhnya masih rentan dan umur hidupnya masih panjang?

S

ayuran dari pertanian konvensional mungkin terlihat bagus dan sehat. Tetapi, tanyalah kepada ahli kesehatan dan analis kimia. Jika diteliti lebih dalam bahan pangan dari hasil pertanian yang tidak ramah lingkungan tersebut ternyata juga membahayakan kesehatan putra-putri tercinta kita di masa depan. Membeli sayuran organik dari swalayan pun harganya sangat mahal. Oleh karena itu, cobalah untuk mandiri pangan dari wilayah rumah kita sendiri. Bagaimana caranya? Dalam workshop “Doing Organic at Home� di acara Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia di Bogor (22/6), Soeparwan Soelaiman, salah seorang praktisi yang menggeluti bidang pe28

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

manfaatan pekarangan mengemukakan tentang konsep Halaman Organik. “Halaman organik yaitu membuat halaman rumah kita menjadi taman rumah yang produktif dan enak dilihat, perlakuannya organik dan pemanfaatan sampah rumah,� jelasnya. Tak harus membuat langsung seluruh halaman menjadi taman, mulailah dari yang mudah dulu seperti pemanfaatan wadah bekas untuk pot menanam tanaman sayur. Agar tanaman tumbuh subur dan sehat, Pak Soeparwan membuat konsep Rumah Sehat yang dianalogikan ke tanaman yaitu:


Bij ak di Rumah

Foto: Dok. AOI

1) Sirkulasi udara yang baik maka tana man butuh tanah yang gembur, 2) Makanan yang sehat maka tanaman butuh pupuk organik, 3) Air yang bersih maka tanaman butuh air yang tidak tercemar dan 4) Tercukupinya sinar matahari. Dengan menganalogikan tanaman seperti diri kita sendiri, maka usaha untuk pemenuhan kebutuhan itu perlu dilakukan agar tanaman yang juga makhluk hidup sama seperti kita dapat hidup dengan baik dan tumbuh subur.

n Soeparwan Soelaiman saat workshop “Doing

Tunggu apa lagi, mulailah untuk bertanam tanaman pangan organik dari mulai rumah anda sendiri.(PUT/SNY)

Soeparwan Soelaiman FAM ORGANIC Parongpong Jl. Desa Karyawangi Km.0.6, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

Organic at Home� di acara Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia di Bogor (22/6)

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

29


Ragam

M

emasak dengan menggunakan bahan organik seringkali dianggap sesuatu hal yang sulit dan merepotkan. Pemilihan bahan yang digunakan dan cara pengolahan yang tepat seringkali jadi pembatas bagi para ibu untuk mengkreasikan masakannya. Demo masak yang berlangsung pada event Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI) di halaman muka kampus IPB Baranangsiang, Bogor (23/06) pun menjawab semua permasalahan serta membagi tips cerdas untuk mengolah produk organik. Tentunya dengan produk berbahan lokal. “Indonesia sendiri kaya akan rempahrempah, komposisi penggunaan yang tepat akan menghasilkan masakan yang lezat dan enak,” ungkap David

30

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Herlambang dari Bionic Farm. Namun, ia menyayangkan seringnya kita “terjebak” untuk menggunakan bahan penyedap (MSG) yang memiliki andil cukup besar untuk pembentukan penyakit degeneratif. MSG yang berbasis bahan kimia menyebabkan organ tubuh kita mudah untuk mengikat radikal bebas juga mengandung natrium yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. “Yang enak di lidah, belum tentu baik pada organ kita”, tegas David. Bionic Farm mengerti ketergantungan para Ibu terhadap produk MSG tersebut, dengan menghadirkan produk terbaru yakni “Umamitake”. Produk ini mampu menggantikan citarasa MSG dengan menghadirkan asam glutamat alami melalui ekstrak jamur shiitake yang dipadukan dengan lada, bawang putih dan esktrak alami dari daging ayam, tentunya tanpa campuran bahan sintetis.


Ragam

n Menu masakan tumis bayam gurih dan sup jamur tiram sederhana

Dengan menghadirkan tiga menu utama yang sederhana yakni, sup jamur tiram sederhana, tumis ayam bumbu rempah dan tumis bayam gurih, para ibu diajak turut serta berkreasi dengan produk pangan organik yang tentunya sehat dan alami. Banyak tips cerdas yang dibagi oleh Arif, RnD PT. Bionic Farm yang juga pengajar di Jakarta Culiner Centre kali ini, diantaranya tahapan pemasakan sayuran agar nutrisinya tetap awet selama pengolahan. “Produk sayuran yang bertekstur keras sebaiknya dimasukkan di awal, sedangkan yang memiliki daun dimasukkan pada akhir pengolahan,” ungkap Arif.

Foto: Dok. AOI

“Proses pemasakan sendiri masih berlanjut hingga masakan kembali ke suhu normal dari berhentinya proses pemanasan,” ujar Arif. Keseluruhan masakan pun mendapat respon positif dari peserta. Walau tak menggunakan bantuan MSG, nyatanya flavor umamitake dan gurih mampu muncul pada masakan dengan bantuan “Umamitake” yang sehat dan alami. Selain itu, bau langu dari sayuran mampu ditutupi dengan campuran jamur tiram pada masakan. Tak disangka pula selain enak, protein pada jamur sebanding dengan daging, lentinan yang dikandungnya pun dapat berfungsi sebagai zat anti kanker. (*) (NIS/SNY)

Tomat sebaiknya dimasukkan di awal pemasakan, karena likopen yang terkandung akan berlipat ganda dengan proses pemanasan. Beda dengan brokoli yang harus dimasukkan di akhir. Vitamin C pada brokoli mudah hilang selama proses pemasakan. Pengolahan sayuran hanya memerlukan waktu perebusan sekitar 10-15 menit dan sebaiknya tidak dibiarkan terlalu matang.

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

31


32

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.