ORGANIS 29

Page 1



Daftar isi

Dari Redaksi

Surat Pembaca Isu Utama Pangan Organik untuk Indonesia

02 04 05

Kondisi Petani Organik, Sebagai Produsen Sekaligus Konsumen

08 10

Anggaran Kecil, Pemerintah Enggan Berdayakan Petani Organik untuk Mandiri

11

Jendela Konsultasi

14

Penjaminan Organis Bermacam Penjaminan Berbasis Komunitas di Indonesia

15

Profil Bayinah Hasilkan Produk Pertanian Sehat Dengan Organik

18

Agribisnis Madu Organik yang Laris Manis

21

Info Organis OGH Expo 2012: It’s Time To Share

24

Tukar Pengalaman Indonesia dan India, Tingkatkan Penjaminan Organik Komunitas

26

Bijak di Rumah Kompor Nabati Hemat & Ramah Lingkungan

28

Ragam Kedelai Impor Transgenik VS Kedelai Lokal Organik

30

Wujudkan Kemandirian & Ketahanan Pangan Mulai dari Keluarga Petani


Surat Pembaca Tambah Rubrik

Berlangganan Majalah

Bagaimana Yakinkan Konsumen Organik?

4

|

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)


Isu Utama |

Pangan Organik untuk Indonesia P

angan organik dan sehat untuk seluruh konsumen di Indonesia bisa terpenuhi dengan membuka kembali kekuatan-kekuatan pertanian lokal dan organik, dimana sahabat kita para petani bisa langsung mengonsumsi pangan sehat yang dihasilkannya serta menjual kelebihannya untuk melengkapi biaya kehidupannya. Pangan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Bahkan dalam kehidupannya manusia mempunyai hak

kedaulatan atas pangan. Namun mencukupi kebutuhan bahan pangan yang sehat bagi yang mengonsumsinya, sehat serta sejahtera bagi yang menghasilkannya (memproduksinya), serta aman bagi lingkungan sekitarnya, tidaklah mudah. Perubahan global terutama bidang teknologi pangan serta pertanian membuat kita bersama secara langsung ataupun tidak telah menyokong atau menjadikan pangan Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

5


modern sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Makanan yang dibuat atau dibentuk dari berbagai proses yang belum tentu baik bagi konsumen yang mengonsumsinya bahkan bagi kualitas lingkungan di sekitarnya sudah merupakan hal yang menjadi biasa saat ini. Silakan melihat apa yang tertera di rak toko sekitar kita, semua didominasi oleh hasil teknologi canggih hingga sederhana serta semua terlihat seragam. Tidak lagi terlihat penjual makanan, katakanlah untuk sarapan pagi berupa umbi-umbian dan kacangkacangan rebus, bubur dengan aneka rasa serta jenis pangan lokal setempat. Semua tergantikan dengan roti yang terbuat dari gandum, cereal dari olahan susu atau gandum atau jagung ‌.. yang semua notabene diimpor dan yang penting adalah bukan merupakan bagian dari khasanah kuliner Indonesia. Dari kutipan sebuah buku “ Food Rulesâ€? yang ditulis oleh Michael Pollan yang artinya kurang lebih “jangan konsumsi makanan atau bahan pangan yang tidak dikonsumsi oleh nenek-nenekmu,â€? sederhana tapi memberi makna yang dalam, mengajak kita kembali mengonsumsi makanan atau pilih bahan pangan yang asli dari masing-masing daerah. Untuk bisa memenuhi pangan sesuai falsafah tersebut dan mengatasi kesulitan mendapatkan pangan

yang sehat, banyak masyarakat di perkotaan mulai melakukan gerakan menanam tanaman pangan di seputar rumah dan lahan kosong. Jenis tanaman yang ditanampun beragam mulai dari bumbu dapur, buah-buahan, sayur mayur, kacangkacangan dan lainnya. Kekuatan, keuntungan serta manfaat dengan menanam bahan pangan sendiri secara tidak langsung adalah konsumen dapat lebih menghemat pengeluaran. Disamping itu kita bisa mendapat produk segar yang kualitasnya jelas diketahui baik karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis atau tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya karena ditanam sendiri dan yang pasti akan lebih sehat. Lewat Pasar Tani di tengah kota juga bisa menjadi salah satu sarana mengakses produk pangan sehat di perkotaan. Akses pasar dengan salah satu sarana pendekatan konsumen dan produsen secara langsung akan memperkuat dasar kepercayaan yang menjadi landasan organik. Hal penting yang dilihat dari sisi konsumen adalah keterjangkauan produk sehingga konsumen bisa menentukan kualitas seperti apa yang mampu dibelinya. Aspek pendidikan konsumen pun berjalan di sini dimana konsumen mengenali siapa dan bagaimana produksi pangan yang disantapnya dihasilkan sehingga dapat saling menghargai.

Salah satu keunikan dan keuntungan pertemuan antara produsen dan konsumen adalah mengenalkan produk pangan dengan keunikan dan keragaman, dimana konsumen mempunyai aneka pilihan untuk memutuskan pilihan. Pertanian organik yang mempertahankan keragaman hayati dengan berbagai varietas asli lokal, dan menolak penggunaan produk rekayasa genetik (PRG/GMO) tentunya memastikan bahwa keragaman pangan nasional dari seluruh penjuru tanah air akan lebih terjaga dan setiap daerah mempunyai kekhasan makanan sesuai budaya dan geografisnya. Pengenalan ragam varietas lokal Indonesia akan sangat terbantu apabila ketersediaan ragam pangannya ada, sehingga membantu masyarakat mengenal kembali dan mengenalkannya pada keluarga. Mulai dari jenis padi, umbi-umbian, kacang-kacangan, biji-bijian lokal, begitu pula dengan sayur mayur lokal. Tentunya dengan tata cara memasak yang sudah dilakukan secara turun temurun. Pangan organik dan sehat untuk seluruh konsumen di Indonesia, bisa disediakan bersama dengan membuka kembali kekuatankekuatan pertanian lokal, dimana sahabat kita para petani bisa langsung mengonsumsi pangan sehat yang dihasilkannya serta memperdagangkan kelebihannya untuk melengkapi biaya kehidupannya. Perlu kita cermati juga tentang harga jual produk pertanian yang menganut keterbukaan sehingga semua bisa mendapatkan kesejahteraan kehidupan bersama.

Slow Food, Upaya Kembalikan Pangan Lokal

Pangan olahan berbahan non terigu Foto. Bibong Widyarti

6

Keragaman Pangan Nasional

Sementara itu telah banyak kegiatan untuk mengembalikan seluruh unsur pangan di dunia ini. Semua berdasarkan pilar masing-masing walaupun dengan bahasa yang berbeda, tetapi intinya adalah Tumbuhan/Hewan, Manusia |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)


Pengunjung Pameran, semua antusias mengikuti acara yang ada. Anak anak menuju area Slow Food Educa Foto: Bibong Widyarti

dan Alam. Salah satu perhelatan pengenalan kembali pangan lokal di tingkat dunia pada tahun 2012 dilakukan Slow Food Internasional. Ajang pertemuan organisasi Slow Food telah berlangsung pada 25 -29 Oktober 2012 di Linggoto Fiere, Torino Italia, dan tahun ini mengambil slogan: “Food that Change the World” (“ Pangan yang Mengubah Dunia”). Dengan landasan Good, Clean and Fair, Slow Food dapat menghasilkan “Sustainable Quality Food”. Good dalam arti baik disantap dan cita rasanya, clean: dihasilkan dengan tehnik atau tata cara yang berkelanjutan serta menghargai lingkungan, fair : dihasilkan dengan cara menghargai pekerja, aturan dan budayanya serta berkeadilan. Kegiatan pameran yang dihadiri lebih dari 220.000 pengunjung ini juga menyuguhkan berbagai acara yang dapat diikuti, mulai konferensi, workshop, kunjungan, food testing (uji cita rasa makanan), edukasi untuk anak-anak kaum muda dan dewasa dengan topik bahasan makanan, pertanian, keanekaragaman hayati, perubahan iklim, energi bersih berkelanjutan (Food, Agriculture, Biodiversity, Climate Change, Suistainable Clean Energy). Workshop, seminar, food testing and education, merupakan arena

pembelajaran, pertukaran informasi bagi semua pengunjung dalam berbagai kalangan dan usia serta para delegasi. Keragamannya jelas terlihat, dirasakan dan bisa dipahami. Efeknya tentu saja penyadaran bahwa keragaman bahan pangan yang luar biasa juga perlu dipertahankan dengan segala upaya yang bisa dilakukan setiap individu. Pengunjung juga dapat mencicipi produk unik dari seluruh dunia serta bertatap muka dengan produsen, petani, peternak, nelayan serta artis dari lebih dari 200 Slow Food Presedia, Terra Madre Network dan ribuan peserta pameran. Dari kawasan Eropa dan Mediterania menghadirkan zaitun dan minyak zaitun, keju, roti. Eropa menghadirkan wines, bir, coklat olahan dan kawasan Afrika menampilkan couscous, kopi, coklat, dan cola nut. Asia juga menampilkan display khusus berupa berbagai jenis padi-padian, rempahrempah, umbi-umbian serta biji-bijian dengan masakan tradisional. Amerika Latin tampil dengan berbagai produk sesuai dengan kondisi alamnya yaitu kopi, coklat, madu dan spirits. Amerika Utara tampil dengan sirup maple dan beras serta buah-buahan. Yang membuat terperangah adalah saat semua peserta yang berasal dari Asia diminta mempersiapkan berbagai jenis padi, biji-bijian, rempah-rempah dan umbi-umbian.

Saat semua sudah terpajang, terlihatlah betapa banyaknya keragamanan yang ada di sana. Indonesia tampil dengan jenis padi-padian, umbi-umbian, rempahrempah dan biji - bijian. Diikuti negara lainnya dari Filipina, Malaysia, India. Semua seakan mewarnai betapa kuatnya keragaman bahan pangan di areal ini. Indonesia diwakili oleh Komunitas Kasepuhan Cipta Gelar dari kaki gunung Halimun Jawa Barat berbicara tentang kearifan lokalnya tentang tata cara budidaya, menjaga serta mempertahankan jenis varietas lokal dalam seminar dilengkapi dengan workshop untuk memperagakan menu lokalnya “Nasi Kabuli”. Lengkap sudah pengalaman menelusuri semua pondasi Good Clean and Fair yang menjadi landasan gerakan Slow Food. Kekuatan menjaga keanekaragaman hayati dengan semua aspeknya merupakan hal berharga bagi umat manusia di dunia. Seperti kata kunci dari Vandana Siva dalam salah satu seminarnya dalam acara “Salone del Gusto and Terra Madre 2012”, bahwa Tumbuhan, Manusia dan Tanah adalah kekuatan kehidupan.* Penulis: Bibong Widyarti, konsumen organik, Anggota DPA-AOI

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

7


| Isu Utama

Wujudkan Kemandirian & Ketahanan Pangan Mulai dari Keluarga Petani

Kegiatan panen padi oleh petani di Banjarnegara, Jawa Tengah Foto: Dok. AOI

S

8

ebagai kebutuhan pokok, pangan sangat penting. Sumber utama nutrisi tubuh ini turut menentukan ketersediaan energi dan kesehatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Selain konsumen, petani sebagai produsen pangan juga membutuhkan asupan nutrisi dan energi yang sama.

Kurangnya kemampuan dan kesejahteraan membuat petani mengalami hal ini. Berdasarkan data BPS Maret 2012, jumlah penduduk miskin mencapai 29,13 juta atau 11,96 persen dari total penduduk dan sekitar 64 persen berada di desa atau 18,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 persen atau 14 jutanya petani pangan.

Dengan kesejahteraan yang sama dengan konsumen lainnya, petani selayaknya mengonsumsi pangan dengan kualitas yang baik. Namun seringkali petani yang menghasilkan pangan berkualitas ini tak mengonsumsinya. Petani menjual pangan berkualitas yang dihasilkannya dan mengonsumsi pangan lainnya yang kurang berkualitas.

Sungguh ironis. Petani yang menjadi tulang punggung menghasilkan pangan yang berkualitas hidup dalam kesejahteraan yang kurang. Seharusnya petani disejahterakan dulu sebelum mengejar kemandirian pangan. Untuk itu, pemerintah harus berpihak pada petani agar memiliki ruang untuk berproduksi secara lebih leluasa.

|

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)


Isu Utama |

Ketahanan Pangan

“Yang dimakan petani organik ya hasil panennya yang bagus juga, sisanya baru dijual. Petani organik yang bekerja harus sehat dulu baru jadi teladan untuk yang lain,� Mubayinah Jauhari.

Diskusi kelompok petani organik di Banjarnegara, Jawa Tengah Foto: Dok. AOI

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

9


| Isu Utama

, k i n a g r O i n a t e P i s i d n Ko ai Produsen n Sebagligus Konsume Seka asto Oleh: Siwi H a

P

ara petani di Magelang pada umumnya merupakan petanipetani kecil, buruh, bahkan penggarap. Rata-rata kepemilikan lahan hanya 0,2 hektar (ha). Mereka bahkan ada yang tidak punya lahan sama sekali walaupun di antara mereka ada yang memiliki tanah berhektar-hektar. Bagi petani, bertani adalah sumber penghidupan keluarganya. Kalau boleh dikatakan merupakan pekerjaan atau profesi sebagai petani, sama halnya seorang dokter, guru, tentara dan lainnya. Maka petani pun dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga akan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dalam diskusi-diskusi dengan kawankawan tani sering hal kebutuhankebutuhan itu muncul, apalagi saat-saat menjelang panen mereka dalam situasi kekurangan. Jikalau panenan dijual semua, kekurangan makan bagaimana? Kalau tidak dijual, kebutuhan yang lain dipenuhi dari mana? Biaya olah lahan dari mana? Kalau ada tetangga kawinan nyumbang apa? Dan lain-lain. 10

|

Kalau boleh diartikan petani itu produsen sekaligus konsumen. Memang petani yang lahannya luas saja tak melihat adanya masalah-masalah seperti di atas. Dalam diskusi-diskusi sering muncul ide-ide tentang pertanian organik. Bukan hanya sekedar ide tetapi sudah banyak yang mempraktikannya, mereka juga tak segan-segan bertukar pengalaman tentang budidaya organik. Sering muncul juga pengalaman-pengalaman petani dalam menjual beras organik. Mereka bilang hasil panenannya dijual untuk olah lahan lagi, untuk kebutuhan anak kalau minta baju (pakaian), untuk nyumbang tetangga yang hajatan dan yang paling pokok untuk persediaan pangan kadang-kadang muncul pepatah �Ora duwe opo-opo ya sing penting tumbune ana isine atine ayem� (“Tidak punya apa-apa tidak apa yang penting persediaan pangan ada hatinya tentram�). Namun dalam perkembangannya, kita dan petani bisa menghitung jumlah persediaan pangan yang bisa disimpan dan dijual oleh petani. Contoh: Petani kerja dengan luas garapan 0,6 ha. Hasil padi 500 kg/ 0,1 ha. Jadi hasilnya 3000 kg per 0,6 ha. Bagi hasilnya 1500 kg. Dengan anggota keluarga 4 orang berarti beras yang dikonsumsi 1 kg per hari atau 30 kg per bulan. Musim tanam menthik 4 bulan, kebutuhan makan 30 kg x 4 Biaya olah lahan Rp 1.000.000 Cadangan sosial dan tak terduga Rp 1100.000 Biaya sekolah Rp 1100.000 Total Hasil panen 1500 kg menjadi beras 900 kg Jadi beras yang bisa dijual = 900 – 410 = 490 kg.(*) Penulis: Siwi Hasto, petani organik Sahani, Yogyakarta

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

= 120 kg = 90 kg = 100 kg = 100 kg = 410 kg


Isu Utama |

Anggaran Kecil, Pemerintah Enggan Berdayakan Petani Organik untuk Mandiri Proses tanam padi organik di Bogor, Jawa Barat Foto: Dok. Gandhi Bayu (KSU Lestari)

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 11


| Isu Utama

M

asyarakat sipil di Indonesia sudah mengkampanyekan gerakan pertanian organik sejak tahun 70-an dan mendapat respon baik dari pemerintah ketika di tahun 2000 pemerintah Indonesia meluncurkan program Go Organic 2010. Respon terbaik dari pemerintah adalah keputusan DPR RI periode 20042009 untuk mengalihkan anggaran subsidi untuk pupuk kimia menjadi subsisi pupuk organik dalam bentuk dukungan membangun rumah kompos di desa-desa. Pada waktu itu ditargetkan ada 10.000 rumah kompos yang akan dibangun di 10.000 desa, dan ditargetkan selama 5 tahun dengan mekanisme bergulir seluruh desa di Indonesia bisa memiliki rumah kompos. Sayangnya keputusan tentang pengalihan dana subsisi pupuk kimia ke pupuk organik tidak dilaksanakan secara konsisten. Dana yang dialokasikan ternyata masih sebagian besar dialokasikan lewat pabrik pupuk daripada untuk pembangunan rumah kompos oleh petani. Target 10.000 rumah kompos per tahun tidak terealisasi. Diperkirakan setelah keputusan ini berjalan kurang lebih selama 3 tahun tidak lebih 500 rumah kompos yang sudah dibangun oleh pemerintah. Akibatnya pembangunan rumah kompos tidak berkontribusi signifikan terhadap pengembangan pertanian organik. Keputusan lain yang berhubungan dengan Program Go Organic 2010 adalah disyahkannya Otoritas Kompeten Pertanian Organik dan Standard Nasional Indonesia untuk produk pangan organik lewat BSN SNI 01-6729-2002 yang diperbarui lewat BSN SNI 6729:2010. Pada dasarnya keberadaan SNI dan OKPO adalah untuk membangun mekanisme yang mewajibkan setiap produk pertanian organik yang dijual di pasar memiliki sertifikat organik yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi pemerintah. Alih-alih mendukung pengembangan pertanian organik, kewajiban sertifikasi ini sendiri kemudian mematahkan semangat petani untuk bertani organik.

Kewajiban sertifikasi mengakibatkan biaya produksi menjadi meningkat bahkan untuk lahan produksi di bawah 20 hektar biaya sertifikasi tidak akan memberikan keuntungan yang berarti bagi petani. Pemerintah memang memberikan dukungan biaya untuk sertifikasi tersebut. Tapi dukungan tersebut sangat kecil dan terbatas pada komoditas yang dijual di pasar domestik yang pada dasarnya tidak memerlukan sertifikasi. Dari segi jumlah sejauh ini dukungan untuk sertifikasi baru diberikan kepada sekitar 60 kelompok tani. Selain itu, dalam konteks distribusi dan penyaluran anggaran (spending anggaran) di beberapa tempat ditemukan bahwa proses distribusinya tidak hanya tidak jelas bagi PEMDA tetapi juga bagi petani. Dengan demikian praktik korupsi-kolusi dan nepotisme, secara struktural telah melibatkan rakyat miskin dan masyarakat secara umum, karena kesalahan pengaturan kelembagaan, serta kurangnya pengawasan dari masyarakat sendiri. Dari aspek gender, anggaran pembangunan di sektor pertanian relatif tidak mendorong berkembangnya keadilan dan kesetaraan gender. Kelompok tani misalnya masih dilihat sebagai kelompok laki-laki, demikian juga program-program di sektor pertanian ditujukan untuk laki-laki. Kalaupun ada perempuan dalam kelompok tani maka perannya lebih sebagai penerus peran-peran domestik di kelompok. Tabel .1

Munculnya program-program pertanian organik dengan anggarannya yang terus meningkat mendorong Aliansi Organik Indonesia (AOI) dan Circle Indonesia memetakan program apa saja dan seberapa besar anggaran yang dialokasikan dalam APBN dan bagaimana praktik pelaksanaannya di tingkat lapangan.

Anggaran tak Cukupi “Go Organic�

Hasil kajian AOI dan Circle Indonesia dengan dukungan Program Representasi USAID 2012 menunjukan, meski pada 2012 anggaran pertanian organik meningkat mencapai 10 persen dari alokasi fungsi dan Kementerian Pertanian, namun anggaran tersebut masih sangat sedikit dan belum mencukupi kebutuhan gagasan “Go Organic�. Rata-rata belanja untuk pertanian oganik selama 2011-2012 diperkirakan hanya mencapai Rp1,5 triliun atau sekitar 8,47 persen dari belanja fungsi pertanian. Tahun 2011, angggaran pertanian organik hanya berkisar Rp 1,17 triiun, atau hanya 6,82 persen dari total belanja fungsi. Anggaran tersebut pada 5 kegiatan. Secara berurutan kegiatan yang paling besar anggarannya adalah subsidi pupuk, UPPO, rumah kompos , SRI dan LSPO (lihat tabel 1).

Komponen

Tahun 2011 (dalam juta)

% dari Fungsi

% dari Kementan

Subsidi Pupuk Organik

800

4.65

4,51

SRI

25.792

0.15

0,14

Rumah Kompos

32.685

0.19

0,18

UPPO

313.691

1.82

1,77

LSPO

1.423

0.01

0,01

1.173.591

6.82

6,6

Jumlah

12 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

Sumber: APBN 2011


Isu Utama | Dengan komposisi tersebut, 31,8 persen merupakan bantuan sosial yang ditujukan langsung kepada kelompok tani. Sedangkan 68,2 persen diberikan melalui perusahaan pupuk. Dengan potret anggaran seperti di atas, menunjukan bahwa pemerintah dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia lebih berkonsentrasi pada penyediaan pupuk ketimbang aspek lain misalnya benih dan pengolahan paska panen. Dengan besarnya alokasi subsidi pupuk dan bantuan langsung pupuk yang nilainya mencapi Rp.1,68 triiun jelas menunjukan bahwa pemerintah lebih senang menjadi pelaksana dengan memberi pupuk ketimbang memberdayakan petani untuk mandiri dengan memproduksi pupuknya sendiri. Kajian yang dipaparkan pada 14 Agustus 2012 ini juga menyebutkan, alokasi terbesar program organik saat ini masih berbentuk subsidi yang dikelola oleh perusahaan pupuk. Sedangkan program organik lain melalui bantuan sosial yang dilakukan melalui tugas pembantuan menempatkan kementerian sebagai pembuat program dan pemegang anggaran, sementara daerah hanya menjadi obyek yang harus tunduk pada kemauan pusat.

secar maksimal. Keempat, ketiadaan pendampingan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan menyebabkan sebagian tata kelola organisasi dan proyek relatif buruk dan bisa menimbulkan masalah pada masa-masa mendatang.

Pembangunan kelembagaan petani menjadi sangat penting terutama terkait pengelolaan sumberdaya proyek yang relatif besar. Mengabaikan kelembagaan justru akan menghambat dan bahkan mungkin merusak proyek tersebut.

Perlu Desain Ulang

Pada saat ini, pemerintah pusat dan daerah terlalu dalam melakukan intervensi dalam pelaksanaan proyek seperti SRI dan UPPO. Kasus kajian ini menunjukan bahwa pembelanjaan untuk proyek-proyek yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus/DAK terkadang dilakukan oleh Dinas, sedangkan kelompok penerima hanya tinggal melaksanakannya. Karenanya, diperlukan penataaan sistem yang dapat menjamin terlaksananya mekanisme transparansi dan partisipasi, prosedur akuntabilitas, dan sistem ganjaran. Pelibatan dan pembukaan ruang tanggung gugat bagi petani lain juga musti dibuka seluas-luasnya untuk memastikan proyek seperti SRI dan UPPO menjadi efektif dan akuntabel.(*)

“Program Bantuan Sosial seperti SRI dan UPPO sudah seharusnya didesain ulang sebagai transfer afirmatif hanya kepada lokasi dan kelompok petani yang secara serius dapat mengembangkan pertanian organik,” papar Abdul Ghofur, Konsultan Circle Indonesia. “Pilihan ini akan berkonsekuensi pada perubahan kriteria-kriteria yang telah menunjuk lokasi dan kelompok penerima. Dengan begitu, pertanian organik sebagaimana cita-cita “Go Organic” akan segera terwujud,” lanjutnya. Menurutnya, program seperti SRI dan UPPO yang menekankan pada kolektifitas kelompok petani sudah seharusnya dibarengi dengan penguatan kapasitas kelembagaan.

Menurut kajian yang dilakukan di Boyolali, Jawa Tengah ini, praktik System of Rice Intensification/SRI dan Unit Pengolahan Pupuk Organik/ UPPO dengan anggaran yang sangat sedikit tersebut, kenyataannya juga kurang efektif karena: pertama, distribusi anggaran tidak secara ketat mempertimbangkan lokasi dan kapasitas kelompok penerima. Pada praktiknya, lokasi penerima SRI dan UPPO belum tentu sesuai kriteria yang telah ditentukan. Demikian juga dalam penentuan kelompok penerima, relatif diwarnai kedekatan seseorang dengan kekuasaan di tingkat kabupaten. Kedua, waktu dan mesin-mesin yang ditetapkan oleh Pusat seringkali tidak relevan dengan kebutuhan kelompok dan justru menyebabkan penghamburan anggaran. Ketiga, keterlibatan elit dan kekuasaan cenderung menyebabkan proyek seperti UPPO tidak berjalan

Proses pengomposan oleh petani secara mandiri Foto: Dok. AOI

Edisi 29 / Th. 9Edisi (September 26 / Th. 8- (Sept-Des Desember2011) 2012) | | 13


| Jendela Konsultasi

Atasi Hama Tikus di Tanaman Padi Bagaimana menangani hama tikus yang menyerang tanaman padi yang berumur 1,5-2 bulan yg terjadi di Klaten, Jawa Tengah? Trima kasih, Ruslan Klaten, Jawa Tengah Daniel Supriono menjawab: Ketika ada serangan hama/penyakit di atas ambang batas yang berakibat kerugian secara ekonomi , berarti keseimbangan ekologis mulai terganggu. Maka perlu penyelarasan. 1. t t t t t

2. t

t

Preventif (pencegahan) : Perhatikan rotasi/pergiliran tanaman (tidak tanaman padi terus) sesuai potensi setempat. Tanam tanaman yang berbau menyengat (empon-empon, seperti : bengle, serai). Tanam ketela pohon yang nilai ekonominya lebih rendah dari padi (untuk makanan tikus). Pelihara predator seperti ular dan burung hantu yang efektif mengendalikan tikus. Hindari bahan kimia yang berlebihan karena dapat merangsang ledakan hama selanjutnya. Kuratif (pengobatan) : Ambil potongan bambu, yang penting dengan ukuran tikus dapat keluar masuk (pas, tidak sesak, tidak terlalu longgar), panjang 15-20 cm. Buat bubur dari pati dan gula merah secukupnya. Dikeletkan di dinding dalam bambu, di tengah diletakkan ikan asin yang digoreng (untuk merangsang tikus masuk). Letakan di dekat lubang tikus di pematang. Diharapkan tikus akan lalu lalang lewat bambu (Jawa : Bumbung) dan bulu, kaki terkena bubur manis. Semut akan mengikuti barang manis dan mengerumuni anak-anak tikus di

Daun Bayam

Redaksi Ahli

Bolong-Bolong Daun tanaman bayam saya bolong-bolong. Apakah penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?

Agus Kardinan

Sabirin

Pestisida Nabati

Tanaman Tahunan

Agung Prawoto

YP Sudaryanto

Diah Setyorini

Daniel Supriyono

Terima kasih, Neta Pariaman, Sumatera Barat Toto Himawan menjawab: Daun bayam yang bolong-bolong bisa disebabkan oleh belalang tapi itu bolongnya agak besar ya dan pasti kelihatan belalngnya. Kalau bolongnya kecil-kecil mungkin disebabkan oleh kutu anjing (Phylotreta sp.), yaitu jenis kumbang kecil. Sementara bisa diatasi dengan memakai pestisida nabati (misal serbuk biji mimba). Bisa juga menggunakan agens hayati (Beauveria basiana). Caranya semprotkan pada daun dan tanahnya. Untuk tanam berikutnya pastikan komposnya bagus dan ditambah dengan B. basiana dan Metarhyzium. Kalau lubang kecil atau transparan warna putih, itu disebabkan jamur putih. Cara mengatasinya semprot saja memakai Trichoderma. Sayangnya tidak ada gambar gejalanya ya. Mungkin sementara itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih.

liang. Maka tikus terkendali.(*) 14 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

Standar dan Sertifikasi

Kesuburan Tanah

Sayuran Organik

Padi Organik

Toto Himawan

Hama dan Penyakit Tanaman


Penjaminan Organis |

Bermacam Penjaminan Berbasis Komunitas di Indonesia Petani organik kecil menggunakan Sistem Penjaminan Berbasis Komunitas (PBK) untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dihasilkan petani memenuhi standar organik yang berlaku atau disepakati bersama.

Konsumen organik berkunjung ke lahan padi organik kelompok petani yang tergabung di Koperasi Sahani, Yogyakarta Foto: Imam Hidayat, Sahani, Yogyakarta

S

eiiring kesadaran pentingnya hidup sehat dan ramah lingkungan, masyarakat juga mulai mengenal pertanian dan produk organik. Sebagian besar petani organik skala kecil dan konsumennya berinteraksi jual beli produk organik dengan mengembangkan sistem kepercayaan dan penjaminan berbasis komunitas (PBK) atau diinternasional dikenal dengan nama Participatory Guarantee System (PGS). Dalam jarak dekat, sistem kepercayaan di antara petani dan konsumen organik biasanya menjadi dasar yang cukup meyakinkan bahwa petani benar-benar menghasilkan produk organik dengan standar yang ditentukan. Dalam jarak jauh, jika pasar produknya untuk skala domestik biasanya petani organik dan komunitasnya (koperasi, lembaga pendamping petani dan sebagianya) mengembangkan sistem penjaminan berbasis komunitas untuk memberikan jaminan atas keaslian produk organik kepada konsumen. Penjaminan Berbasis Komunitas (PBK) merupakan sistem penjaminan yang sesuai dan diperuntukan bagi (pasar/

konsumen) lokal, kelompok petani kecil yang sulit mengakses sertifikasi pihak ketiga, yang menekankan ada relasi yang berkesinambungn antara petani dan konsumen. Pada sistem penjaminan ini idealnya melibatkan banyak pihak meliputi petani, konsumen, pedagang, koperasi, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah dan sebagainya. Para pihak terlibat dalam membangun skema penjaminan organik, mulai dari perencanaan standar dan sistem pengawasan; pelaksanaan hingga evaluasi sistem. Istilah ini menggambarkan adanya kepedulian bersama banyak pihak terhadap kesejahteraan petani, keamanan produk pertanian dan keberlanjutan pertanian dan lingkungan hidup, sehingga sistem penjaminan ini juga dikenal sebagai sistem penjaminan partisipatif. Sistem penjaminan ini juga harus sesuai dengan kondisi budaya dan ekologis serta tradisi setempat, dengan menekankan pada aspek sosial dan lingkungan, dan juga mata pencaharian yang berkelanjutan. Penjaminan ini Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

15


| Penjaminan Organis ditetapkan dan bersifat spesifik terhadap komunitas individu, geografis, dan pasar sesuai dengan kelokalannya. Fokus utama penjaminan berbasis komunitas ini untuk memberikan penjaminan organik bagi pasar lokal dan langsung. Prosedur penjaminan berbasis komunitas ini lebih sederhana dan berbiaya murah bagi para petani kecil. Penjaminan berbasis komunitas mengharuskan adanya suatu pendekatan ekologis yang mendasar terhadap pertanian yang tidak menerapkan pemakaian pupuk atau pestisida kimiawi sintetis maupun organisme rekayasa genetik dan lebih lanjut menunjang para petani dan pekerja dalam sebuah wadah

ketahanan ekonomi jangka panjang dan keadilan sosial. Menurut data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2011, PBK yang teridentifikasi di Indonesia berjumlah 34. Di antaranya PAMOR INDONESIA, SAHANI, Bina Sarana Bakti (BSB) dan lain-lain. Selain mempunyai persamaan seperti samasama mempunyai standar, bermacam PBK ini juga memiliki perbedaan, seperti ada PBK yang belum memiliki prosedur terdokumentasi, tidak membentuk kelembagaan yang khusus dalam memastikan pemenuhan standar organik dan lain - lain.

PAMORĂŠINDONESIA

S

ejak 2008, Aliansi Organis Indonesia (AOI) menginisiasi terbentuknya model PBK di Indonesia dengan nama PAMOR INDONESIA atau Penjaminan Mutu Organik Indonesia. Dalam menjalankan sistem penjaminannya, PAMOR INDONESIA memiliki standar organik, mekanisme penilaian yang dilakukan oleh sesama petani, prosedur yang terdokumentasi dan label untuk produk yang memenuhi standar organiknya. Penjaminan PAMOR INDONESIA diperuntukkan bagi kelompok petani skala kecil, pasar lokal dan nasional. Untuk memastikan petani telah memenuhi standar organik PAMOR INDONESIA, dibentuklah sebuah kelembagaan yang dinamakan Unit PAMOR INDONESIA yang beranggotankan multipihak.

SAHANI Beda antara sertifikasi organik dari pihak ketiga (Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik-LSPO) dengan sertifikasi organik partisipatif PAMOR INDONESIA adalah tingkat kesulitan dari dokumentasi. Dalam dokumentasi PAMOR INDONESIA lebih sederhana dan mudah. Demikian juga dari segi biaya, PAMOR INDONESIA lebih terjangkau petani karena tidak melibatkan pihak eksternal dalam proses penjaminannya. Saat ini PAMOR INDONESIA telah memperbarui panduan dan pedoman sehingga petani lebih mudah mengaplikasikannya. Kelompok petani yang sudah menerapkan PAMOR INDONESIA di antaranya Tani Organik Merapi (TOM) di Magelang, Jawa tengah, Brenjonk di Malang, Jawa Timur.

PAMOR INDONESIA

Jl. Kamper Blok M No. 1 Budi Agung - Bogor 16165 Tlp/Fax : 0251 - 8316294 Email : info@pamor-indonesia.org

Produk organik berlabel PAMOR TOM Foto: Imam Hidayat, Sahani, Yogyakarta

16 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

K

elompok petani yang tergabung di Koperasi SAHANI mulai mengembangkan pertanian organik sekitar tahun 1993. Setelah berjalan sekitar 4 tahun, mulailah SAHANI memasarkan produk beras organik dengan pasar bersama. Pada tahun 2004, SAHANI mengadakan pelatihan Sistem Pengawasan Internal (Internal Control System- ICS) yang difasilitasi oleh BioCert. Menurut Imam Hidayat dari SAHANI, setelah pelatihan itu, SAHANI mengadopsi ICS sebagai standar Penjaminan Organik berbasis Komunitas (PBK). SAHANI melakukan ICS sebagai kontrol untuk petani yang tergabung dengan SAHANI agar proses budidaya organik sesuai dengan standar pertanian organik. Yang terlibat dalam personel ICS adalah petani. Untuk mensukseskan program PBK ini, SAHANI telah melatih personel ICS mulai dari Staf Pendaftaran,

Produk berlabel PAMOR SAHANI Foto: Dok. AOI


Penjaminan Organis |

BINAÊSARANAÊBAKTIÊ(BSB)

B

Produk berlabel PAMOR SAHANI Foto: Dok. AOI

Inspektor Internal, Komisi Persetujuan dan Manajer Mutu. Sistem PBK dengan berdasarkan pada ICS bisa membantu untuk menjamin proses organik dan juga bisa meningkatkan mutu produk organik. Pada dasarnya SAHANI berusaha membuat ICS sesimple mungkin karena sebenarnya ini proses mencatat proses produksi dengan beberapa form pendukung dengan acuan standar organik. Menurut Imam, prosesnya bisa dibilang mirip dengan PAMOR INDONESIA, hanya saja PAMOR INDONESIA lebih disempurnakan dan merupakan kesepakatan yang diakui bersama. Sedangkan sumber standarnya sama yaitu ICS. Atau bisa dibilang ICS adalah bagian dari PAMOR INDONESIA. Yang membedakan adalah struktur dalam PAMOR INDONESIA, yaitu ada forum PAMOR yang terdiri dari multistakholder dan ada inspektor eksternal dari PAMOR. Selain itu ada perbaikan dan penambahan, termasuk form-formnya dan ada sebuah sertifikat dengan Nomor Registrasi dari Sekretarian PAMOR INDONESIA yang ada di Aliansi Organis Indonesia (AOI). Dan untuk saat ini memang syarat petani Mitra SAHANI yang ingin mengikuti PAMOR INDONESIA harus menjalankan proses ICS dulu.

Sahani Organik & Fairtrade

Telp. 0815 7937 041; 0274 780 8931 Fax 0274 888926; Cp Imam Hidayat: 081 568 595 81 www.sahani.org www.sahaniorganik.blogspot.com

ina Sarana Bakti (BSB) dengan kepemimpinan Pather Agatho di Cisarua, Bogor Jawa Barat telah mengembangkan pertanian organik sejak 1980 an. Dalam perkembangannya permintaan produk organik BSB semakin meningkat. Bahkan produk organik Agatho telah terkenal di seputar Jabodetabek. Bahkan pada 2000 telah ada permintaan ekspor ke Singapura. Untuk menjawab permintaan ekspor dan perencanaan progresif, BSB membangun mitra petani. Sejak awal direncanakan menuju tiap hari ekspor sehingga butuh lahan di luar BSB. “Maka kita adakan penawaran kepada pihak peminat organis yang punya lahan seperti Permata Hati, Denny Farm dan lain-lain. Waktu itu sudah 10 mitra terlibat. Ketika diskusi dengan mereka pihak BSB sudah menyusun konsep budidaya dan MOU sederhana, intinya kebun disetting mirip BSB dan sangat ketat dalam hal prinsip, semua setuju, juga wajib kursus di BSB,” jelas Y.P Sudaryanto, Ketua BSB saat ini.

bukan transgenik. Di antara mitra BSB memberitahu varietasnya atau saling memberi informasi. Komponen yang ada dalam PBK yang dikembangkan BSB ini seperti pemilik lahan jelas, penanggung jawab yang ditunjuk, model tanam, target, sistem panen dengan standar mutu BSB, harga tetap dan pertemuan bersama 2x setahun. BSB lebih menekankan hidup organis dengan mitra petani meski kurang berhasil konsisten dipraktikkan tapi tetap mewarnai kerja mereka. Yang perlu ditingkatkan frekuensi pertemuan di lapangan sekaligus pendampingan mengatasi masalah, penting menjaga spirit untuk terus maju dan saling mengawasi. Dalam perjalanannya, dua kali BSB terpaksa menghentikan dengan salah satu mitra petani secara sepihak karena pelanggaran prinsipil.*

Menurutnya, saat itu sebagian lahan terletak di sekitar Cisarua dan sempat melebar ke Mega Mendung, Cipanas dan Sukabumi. Bahkan sempat negosiasi dengan kota administrasi Batu, Malang. Dalam membangun komunitas mitra dan menjaga kualitas produksi bersama selalu ada kunjungan rutin dan sidak terutama catatan bed, benih – bibit. Semua wajib membuat info panen setiap Sabtu. Selain itu penyadaran organis telah diberikan saat awal kesepakatan sambil membangun infrastruktur selama 1 minggu penuh. Dalam hal ini positifnya sekaligus mengubah paradigma bertani dan lansung tahu motivasi mitra. Sedangkan negatifnya benyak tenaga BSB tercurah tanpa ikatan kecuali percaya mitra akan setia dan nanti setor sayur. Selain itu BSB menyiapkan Standar Operasional Prosedure (SOP). Namun tidak memiliki struktur karena mitra BSB bukan kelompok tani melainkan perorangan. Di antara mitra BSB hanya saling mengawasi dan BSB mendampingi dengan kunjungan rutin tiap dua minggu sekali. Dalam penggunaan benih petani bebas asal

Pater Agatho bersama produk organik BSB Foto: Dok. BSB

Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB)

Pusat Pengembangan Organis Jl. Gandamanah No. 74 Tugu Selatan PO. BOX 32, Cisarua – Bogor 16750 Telp. +62 251 8254531 Fax. +62 251 8253334 Email: info@bsb-agatho.org

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 17


| Profil

Bayinah Hasilkan Produk Pertanian Sehat Dengan Organik H

arum semerbak menyeruak hangatnya matahari yang beranjak naik di ufuk timur. Bukan karena parfum, melainkan harum padi yang mulai menguning. Butiran padi jenis menthik wangi dan hitam yang menggantung di malainya seakan mengundang untuk menyentuhnya. Burungburung berterbangan dan hinggap tak mengganggu tanaman yang seminggu lagi siap panen ini. Capung pun bermain di antara malai yang penuh dengan biji padi.

Suasana inilah yang sekilas nampak di lahan pertanian organik Mubayinah Jauhari atau yang akrab dipanggil Bayinah di Desa Merden, Kecamatan Purwonegoro, Banjarnegara, Jawa Tengah. Lahan yang terletak sekitar 200 meter dari rumah Bayinah ini bersebelahan dengan lahan non organik dan jalan raya. Bayinah menanam padi secara organik di lahan seluas 3000 m2 ini. Sementara lahan organik Bayinah lainnya telah dipanen beberapa bulan sebelumnya.

18 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

Lahan pertanian organik Bayinah yang baru akan dipanen ini nampak berbeda dengan lahan pertanian non organik di sekitarnya. Tanaman padi organik jenis menthik wangi dan beras hitam ditanam secara bersamaan di satu lahan. Sementara hanya satu jenis padi non organik yang ditanam di hamparan lahan yang sama. Burung lebih suka hinggap di padi organik. Tanaman padi organik nampak lebih banyak bijinya dan segar. Sedangkan tanaman padi non organik nampak


Profil | lebih jarang bijinya dan lebih kering. Di antara maraknya pertanian non organik di sekitarnya, Bayinah sengaja mengembangkan pertanian organik sejak 2007. Saat itu Bayinah memutuskan pulang kampung ke Banjarnegara untuk merawat almarhumah ibunya yang sakit. Tak hanya itu Bayinah juga terpanggil menjaga lahan pertanian keluarga dan menghasilkan produk pertanian yang sehat.

Mubayinah Jauhari (Bayinah), petani organik dari Banjarnegara, Jawa Tengah Foto: Dok. AOI

Pupuk Kimia Merusak

organik selama bertahun-tahun, Bayinah yang sebelumnya adalah konsumen organik ini berpikir untuk memperbaiki lahan dan mengembangkan unsur hara.

Pupuk Organik Memperbaiki Bayinah berharap lahan pertanian yang rusak karena pupuk kimia sintetis bisa kembali pulih dan sehat dengan pertanian organik. Dengan menggunakan bahan-bahan alami dan organik, lahan pertanian bisa mendapatkan asupan nutrisi dan mengembalikan bermacam mikroba yang menyehatkan lahan. Dengan mengandalkan pengetahuan tentang organik, ibu berusia 58 tahun ini mulai mengembangkan pertanian padi organik. Bayinah juga mengolah pupuk organik dan nutrisi tanaman sendiri untuk pertanian organiknya. Untuk menunjang kemampuan bertani secara organik, Bayinah belajar dari berbagai media dan para ahli pertanian organik, pupuk organik, nutrisi hasil fermentasi dan teknik bertani SRI.

Namun ini bukanlah tugas yang mudah. Lahan pertanian keluarga Bayinah telah rusak karena pertanian non organik. Pemakaian pupuk kimia yang intensif dan meningkat ternyata semakin memperburuk kondisi lahannya menjadi kering, keras dan retak-retak saat tidak ada hujan selama seminggu. Sementara saat musim hujan lahan mengalami banjir. Hasil uji laboratorium di 10 titik lahan pertaniannya menunjukan sangat basa kondisinya. Mikroba di lahannya juga tidak ada lagi. Tak hanya itu, pemakaian pupuk kimia dan bibit yang didekte pihak-pihak tertentu tanpa sadar juga menjerat petani pada hutang. “Petani yang tidak mempunyai hutang akhirnya punya hutang. Sementara lahan semakin rusak. Ini sangat menyakitkan. Nah biangnya adalah pupuk kimia yang digunakan,” ungkap ibu tiga orang anak ini. Melihat lahan pertanian keluarganya yang rusak setelah pengembangan pertanian non

Dengan teknik tanam SRI, satu tanaman padi ditanam dalam satu lubang yang berjarak 30:30 cm satu dengan lainnya. Bayinah juga trampil membuat berbagai mol dari tanaman di sekitar, seperti bambu, bonggol pisang, dan memborong kotoran ternak dari salah seorang petani. Dari Jakarta, Bayinah membeli semacam aktivator untuk pembuatan kompos sebanyak 10 liter, yang segera habis digunakan. ”Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, dalam beberapa bulan hasilnya mulai terlihat. Tanahnya mulai sehat, dan hasil panen yang diperoleh lebih banyak dari cara konvensional yang menggunakan berbagai asupan kimia,” jelas Bayinah. Menurutnya, tanah yang konsisten ditanami organik, sekarang sangat gembur. Bahkan mungkin dalam beberapa musim mendatang, tidak perlu menggunakan traktor lagi. Hasil panen secara organik meningkat. Dari 1 batang tanaman padi berkembang menjadi 40-60 batang per rumpunnya. Jenis padi cintanur yang pertama ditanam secara organik ini menghasilkan sekitar 1 ton. Dibandingkan dengan padi yang ditanam dengan asupan kimia, rendemen yang diperoleh lebih tinggi. Sebagai perbandingan dengan cara konvensional, rendemen padi berkisar 50 – 53 persen. Sedangkan dengan organik, rendemennya mencapai 7 persen pada saat kemarau, dan 60 persen pada saat musim hujan.

Kompos cair Foto: Dok. AOI

Meski tetangganya tidak percaya dan mencemooh upayanya mengembangkan pertanian organik, semangat Bayinah tidak surut. Pada 2007 Bayinah mulai mengembangkan pertanian organik. Awalnya Bayinah mengolah 0,6 hektar dari seluruh 3 hektar lahannya secara organik dengan memberinya pupuk kandang yang diolahnya sendiri. Bayinah juga memberikan nutrisi untuk penyubur dan penggembur tanah lahannya.

“Juga tidak ada hama selama awal tanam. Ini karena pupuk yang berkualitas sehingga ada penangkal dari tanaman. Bisa disebut tanaman menjadi tahan banting,” kata Bayinah. “Lebih dari itu, keluarga kami menjadi sehat karena hasil panenan ini dikonsumsi keluarga. Ada juga yang dijual, ke daerah sekitar, namun sering kurang, karena permintaan akan produk lebih tinggi,” lanjutnya. Jenis varietas yang ditanam pun mulai beragam. Sekarang ada padi yang merah, hitam, pandan wangi, mentik wangi. Bayinah Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

19


| Profil juga memelihara kelinci, kambing dan ayam, untuk dimanfaatkan kotorannya. Saat ini sudah menginjak musim tanam ke-10. Dari seluruh lahan organiknya, 3 hektar (ha) menghasilkan panen rata-rata 21 ton. Hasil panen yang sehat ini menjadi menu konsumsi Bayinah sekeluarga dan dijual pada konsumen yang membutuhkannya. Biasanya konsumen yang datang membeli beras organik Bayinah adalah mereka yang disarankan dokter mengonsumsi beras organik yang lebih menyehatkan tubuh.

Mandiri Bagi Bayinah, bertani secara organik yang terpadu membuatnya mandiri. Dia maupun petani lainnya bisa melakukan cara tanam sendiri, membuat pupuk dan nutrisi alami sendiri. Pada akhirnya petani organik bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena hanya menjual

produk yang lebih berkualitas sementara input pertanian organik sudah ada di lahan sekitarnya yang bisa dibuat sendiri. Berharap petani lainnya megembangkan praktik pertanian organik dan terpadu seperti bertani dan beternak, membuat pupuk dan nutrisi alami sendiri, Bayinah tak segan-segan berbagi ilmu dengan petani di sekitarnya. Melalui Kelompok petani Istiqomah, Bayinah berbagi ilmu organik dengan petani di seputar Banjarnegara, Purbalinga, Wonosobo dan sekitarnya. Bayinah memahami dalam pengelolaan pertanian organik membutuhkan kerja yang sedikit berbeda. Mungkin sekarang beberapa petani penggarap sudah terlanjur dimanjakan oleh budaya pupuk dan pestisida instan, sehingga merasa lebih repot ketika mengelola organik. Misalnya ketika pemeliharaan tanaman padi, seminggu sekali

Mubayinah Jauhari dengan ternak kambingnya Foto: Dok. AOI

20 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

disemprot dengan pupuk organik cair yang saya buat sendiri. Lalu beberapa hari kemudian setelah disemprot, sering muncul rumput, karena tanah yang dipupuk menjadi lebih subur. Biasanya petani suka menggunakan roundup (semacam herbisida) untuk menghilangkan rumput. Tapi Bayinah mencabut rumput itu lalu dibenamkan ke tanah kembali sebagai pupuk baru padi tanaman padinya, sehingga menjadi lebih subur. Sementara untuk pengendalian hama, seperti hama tikus, biasanya Bayinah mengeringkan lahannya dan rumahnya dikasih gula. Bayinah juga menyiapkan obat yang diramu dari bahan-bahan nabati seperti jahe, temulawak, srikaya, gadung dan lainnya untuk mengatasi hama lainnya. Namun menurutnya, obat ini tidak banyak digunakan, karena dalam pertanian organik yang dijalaninya, telah membuat padi menjadi lebih tahan dalam serangan hama.*


M

Madu Organik yang Laris Manis

adu tak hanya manis rasanya. Hasil karya lebah ini juga punya banyak khasiat. Banyak orang yang mencarinya karena khasiatnya . Mulai untuk sumber nutrisi tubuh, baik untuk konsumsi pengidap deabetes, mengobati sakit maag dan pencernaan, mencegah infeksi, mencegah kegemukan, mengurangi hipertensi, memperlancar bicara anak, dan sebagainya. Dalam beberapa kebiasaan dan ritual budaya, masyarakat adat juga menggunakan madu.

Potensi madu hutan Apis dorsata di Indonesia mencapai 200 ton per tahun, sementara daya serap pasar lokal hanya 13 persennya saja. Perlu pengembangan akses pasar, keragaman produk dan meningkatkan mutu madu hutan. Inilah yang mendorong beberapa LSM pendamping produsen madu hutan menginisiasi terbentuknya Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) pada tanggal 23 September 2005 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Madu hutan organik “Dorsata� Foto: Dok AOI

Agribisnis |

Madu hutan dihasilkan dari lebah Apis dorsata yang mencari makan dari bunga-bunga tanaman di hutan dan membentuk sarangnya di dahandahan pepohonan di hutan. Aktifitas mencari makan lebah Apis dorsata ini berkontribusi bagi keragaman hayati di kawasan hutan. Sarang lebah Apis dorsata dapat dimanfaatkan sebagai madu, lilin dan produk lainnya yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Pengembangan madu hutan ini

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

21


| Agribisnis juga membantu program konservasi hutan karena secara tidak langsung melibatkan masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan dimana sarang lebah Apis dorsata berada yang menjadi sumber pendapatan masyarakat. Madu hutan berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk organik, karena dibudidayakan secara lestari di kawasan hutan yang dari asalnya memang dikelola secara alami. Selain kesadaran akan manfaat madu bagi tubuh, daya beli yang meningkat membuat konsumen madu mencari madu hutan yang berkualitas. Salah satunya yang bersertifikat organik. Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) telah melakukan pengumpulan madu hutan secara lestari di areal seluas 7378,4 ha dalam kawasan TNDS yang memiliki luas keseluruhan 132.000 ha. Dengan mengunakan mekanisme pengawasan mutu kelompok (internal control system - ICS), APDS memastikan bahwa madu hutan yang dikumpulkan memenuhi persyaratan sertifikasi BIOCert, SNI 01-6729-2002 dan mutu produk madu. Madu hutan APDS mendapat sertifikat organik yang pertama di Indonesia dan yang kedua bagi sertifikat organik yang dimiliki kelompok tani.

Drs. Johny W Utama sebagai Direktur Dian Niaga, distributor dan pemasar madu hutan organik APDS, mengatakan bahwa disadari atau tidak daya jual beli konsumen Indonesia meningkat pesat. Diprediksikan claim income menengah Indonesia berjumlah ±150 juta penduduk. Tentu saja daya beli tinggi diiikuti cara memilih yang semakin selektif pula. Pendapatan konsumen yang tinggi (high Income customer) berkorelasi positif dengan tingkat edukasi yang sangat kritis dengan kualitas produk yang akan mereka beli. “Pada umumnya mereka memprioritaskan produk organik apalagi yang sudah disertifikasi, bukan saja “yang katanya sudah organik”. Dalam kasus madu hutan, madu organik Danau Sentarum (KALBAR ) yang menjadi madu hutan pertama (2007) yang mendapat sertifikat organik, sehingga madu hutan ini sangat diminati,” ungkap Johny. Selain daya beli konsumen yang meningkat, untuk meningkatkan daya jual madu hutan organik ini, Dian Niaga juga melakukan berbagai upaya. Pembeli madu hutan pada umumnya sangat pemilih dan tidak mudah percaya. Maka dalam strategi pemasaran, Dian Niaga perlu lembaga yang kredible di mata konsumen seperti AMWAY. Konsumen tahu AMWAY sangat ketat menseleksi suppliernya dan supplier harus dapat mempertanggungjawabkan kualitas madunya. Untuk itu seluruh Trade Channel harus diverifikasi, diantaranya : 1. 2.

3. 4. 5. 6.

Proses penyaringan madu hutan Foto: Dok AOI

22

|

APDS harus bisa menjamin anggota-anggota periaunya melakukan teknik pasca panen yang benar, tidak ada kontaminasi zat-zat lain misalnya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pendamping APDS harus mengawal agar tepat prosedur panen madu hutan tersebut. Misal tidak mengangkat madu keluar dari hutan di saat siang hari karena HMF masuk dan rusak, enzimnya mati sehingga madu tidak berkhasiat lagi. Dian Niaga (DNJ) melakukan pembotolan dan repacking secara prosedur organik juga (harus lulus prosedur lembaga sertifikasi organik dalam hal ini BioCert ). Aliansi Organis Indonesia (AOI) sebagai penjamin teknis bersama. Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHII ) sebagai penjamin kualitas juga melakukan verifikasi secara berkala dari hulu ke hilir. AMWAY menjamin kepada IBO (agen)nya (yang menawarkan pada pembeli), bahwa kualitas A - Z telah terkontrol.

Kegiatan pertukaran informasi pengelolaan madu hutan melalui Madhu Duniya di Ujung Kolon, Jawa Barat, September 2011 Foto: Dok AOI

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)


Sarang lebah dan madu hutan Foto: Dok AOI

Agribisnis |

Apabila jalinan kerja “Pemasaran Berjaringan” (Network Marketing) ini berjalan mulus dari tahun ke tahun, maka kepercayaan konsumen akan menjadi kesetiaan pada merek tersebut dan repeat order (pemesanan berulangpun) terjadi. “Seluruh proses ini sulit dikatakan sebagai sukses dari Dian Niaga sendiri. Lebih tepatnya sukses seluruh jaringan kerja dari petani APDS, AOI, JMHI, DNJ dan AMWAY,” jelas Johny. Sebelum DNJ memasarkan madu hutan organik secara massal, Johny berupaya memasarkannya dalam jumlah kecil. Setiap saat Johny ke Pontianak atau Danau Sentarum, tak lupa Johny pribadi selalu membawa 6-8 botol madu hutan untuk teman-teman family di Jakarta. Ternyata semua suka madu tersebut. Maka sejak APDS berdiri bersama Riak Bumi dan terutama setelah JMHI diinisiasi tahun 2005, Dian Niaga baru terlibat formil menjual madu hutan dalam jumlah yang berarti. Saat ini madu hutan JMHI termasuk madu hutan Danau Sentarum dijual melalui jaringan pemasaran multilevel AMWAY dengan merk Amway. Selain itu juga di toko-toko organik, supermarket

di Jakarta dan outlet High End seperti SOGO, FOOD HALL, ALUN-ALUN, LIVING WORLD dengan merk DORSATA.

Harga Premium Tinggi Menurut Johny, harga madu hutan DORSATA termasuk harga Premium yaitu harga tertinggi untuk madu hutan Indonesia, dan menjadi price leader di Indonesia. Harga jual reatil saat ini Rp 115.000/ botol 300 gram. Dalam penentuan harga, pada awal pendirian JMHI 2005-2007 anggota masih mau mengikuti harga kesepakatan bersama (sesuai meeting tahunan) yang prosesnya amat terbuka, fokus, padat. Namun setelah 2007 terjadi kecenderungan anggota JMHI tiba-tiba menaikan harga walau sudah kontrak. Selanjutnya JMHI menawarkan sistem bagi hasil dengan anggota, bilamana bisa menjual madu lebih dari 2 ton/ tahun. Sejauh ini hanya APDS dan Sumbawa yang pernah menikmati bagi hasil tersebut. Kebanyakan anggota JMHI tidak mencapai jumlah 2 ton

tersebut untuk dijual ke DNJ. Retail madu Danau Sentarum mencapai 5 ton/tahun tapi di tahun 2009 Danau Sentarum pernah menjual 13,5 ton kepada DNJ dengan nilai ± Rp 607.500.000 (enam ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Ini tak lepas dari sertifikasi dan label organik yang bisa menaikan nilai jual madu. Selain itu logo JMHI sebagai organisai payung cukup berperan. Dalam negosiasi dengan buyer seperti kasus madu hutan Sumbawa yang belum bersertifikasi tapi JMHS cukup mampu menjaga kesinambungan ketersediaan madu. Hal tersebut juga penting bagi pembeli seperti AMWAY. Saat ini yang menjadi kendala utama adalah gagal panen di Danau Sentarum. Telah 2 tahun tidak ada madu. Kemungkinan adalah karena perubahan iklim (climate change). Untuk kendala ini Dian Niaga tidak punya kiat mengatasinya. Madu Danau Sentarum laku sekali terjual tapi tanpa madu Dian Niaga tidak bisa jual apa apa. Jadi masalahnya Supply lebih kecil dari Demand.(*)

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

23


OGH Expo 2012: It’s Time To Share _______________

| Info Organis

O

rganic, Green & Healthy Expo (OGH Expo) yang kedua kembali hadir di Jakarta pada 5-7 Oktober 2012. Bertempat di Tebet Green Mall, Tebet, Jakarta Selatan, para petani, produsen, pedagang, pemerhati, dan aktifis organik berkumpul di acara bertajuk “It’s Time To Share” ini. Tak ketinggalan Aliansi Organis Indonesia (AOI) juga turut memeriahkan acara ini.

Tak hanya menampilkan bermacam produk organik petani, AOI juga menyuguhkan bermacam informasi seputar produk pertanian dan gaya hidup organik, penjaminan organik, serta berbagi kiat-kiat dan pengalaman untuk sukses menembus pasar maupun event organik internasional seperti BioFach. Melalui acara ini AOI bersama Komunitas Organik Indonesia (KOI)

24 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

dan pelaku organik lainnya ingin menunjukan produk dan karya yang memiliki landasan 4P, yaitu People, Planet, Profit & Patriotic berupa produk organik, green & healthy living di Indonesia. “OGH Expo bertujuan untuk mengedukasi masyarakat melalui serangkaian acara seminar, talkshow, dan cooking show,” ungkap


Info Organis | Ir. Christopher Emille Jayanata selaku koordinator acara, di Green Mall Tebet, Jumat (5/10/2012). Acara talkshow ini seperti Slow Food oleh Bibong Widyarti, Gaya Hidup Organik bersama Yasmin Wirjawan dan Betty Nurbaiti, bertani di rumah oleh Suparwan, kisah mengikuti pameran organik di tingkat internasional BioFach oleh Paula Yahya, pola makan sehat bersama Wied Harry, dan sebagainya.

Namun sayang menurutnya, di Indonesia produksi makanan organik masih dalam skala industri kecil dan menengah. Hal ini menjadi tugas pemerintah untuk terus mengembangkan industri organik agar bisa bersaing di pasar dunia. Akan lebih baik bila pemerintah bisa memfasilitasi pertemuan antara produsen dan konsumen organik. “Ajang pameran seperti OGH Expo ini bisa menjadi salah satu upaya untuk mempertemukan produsen dan konsumen organik ini,” ungkapnya.

sebagai perwakilan Indonesia juga mengenalkan bermacam kekayaan budaya dan sumber daya alam Indonesia yang berkualitas di BioFach. Melalui OGH Expo 2012 ini, Paula Yahya yang juga mengikuti BioFach turut berbagi pengalaman bagaimana cara mengikuti BioFach dan mengekspor produk organik. Menurut Paula, produk organik yang ditampilkan di ajang BioFach adalah produk yang sudah mendapat sertifikat organik. Begitupun produk organik yang diekspor sudah mendapat sertifikat organik. Betty Nurbaiti sebagai salah satu pendukung OGH Expo ini juga mengatakan melalui kegiatan OGH Expo masyarakat bisa berpartisipasi dan mendapatkan produk organik yang dibutuhkan. Selain itu juga mendapat informasi dan pengetahuan bagaimana menjalankan hidup secara organik dan sehat.

r organik dunia, OGH EXPO, Oktober

Talkshow berbagi kiat menembus pasa Foto: Dok AOI

KOI juga ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa organik itu lebih dari sekadar makanan. Organik kini sudah menjadi sebuah lifestyle atau gaya hidup. Ada 105 stand yang menampilkan bermacam produk organik, alami dan sehat seperti beras, sayur-sayuran, herbal, sabun, kosmetik, kerajinan daur ulang sampah dan sebagainya. Yasmin Wirjawan, istri Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan dalam sambutannya mengatakan, orang yang mengonsumsi makanan organik, setiap tahun mengalami peningkatan antara 10 sampai 20 persen di seluruh dunia. “Ini merupakan peluang bisnis yang sangat bagus bagi industri organik di Indonesia untuk melakukan ekspor ke luar negeri,” ujar Yasmin.

Menurut pengusaha produk perawatan kulit dari bahan organik ini, gaya hidup organik menjadi pilihan satu-satunya jika kita ingin menjaga diri dan keluarga dari banyak hal yang dapat merugikan kesehatan.

2012

Berpartisipasi

dan Berbagi _______________

“Kita tentu akan melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang kita cintai. Ini bukanlah tren belaka,” kata Betty.

Selama ini AOI juga mendukung berbagai kegiatan pameran organik baik di tingkat nasional maupun internasional. Sejak 2010, AOI mengadakan pameran organik, alami dan sehat di tingkat nasional setiap tahunnya. Bila 2011 AOI menggandeng KOI untuk menyelenggarakan OGH Expo, maka pada Juni 2012, AOI menggandeng AKSI menyelenggarakan Bogor Organic Fair (BOF) di Bogor dan mendukung kegiatan OGH Expo 5-6 Oktober 2012. Di tingkat internasional, AOI sebagai mamber IFOAM aktif berpartisipasi di ajang pameran organik BioFach di Nurenberg, Jerman setiap tahun. Selain mempromosikan dan memasarkan produk-produk organik khas Indonesia, AOI

Bagi Betty, banyak sekali yang bisa dipelajari jika memutuskan untuk bergaya hidup organik. Produk organik juga meliputi suplemen tambahan, produk-produk perawatan kulit, produk kecantikan, produk kebersihan seperti sabun mandi, sabun cuci pakaian, pasta gigi, pakaian, dan masih banyak lagi. Produk-produk tersebut adalah produk yang bersentuhan dengan kita pada level sehari-hari. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak jumlah bahan kimia dan racun lainnya yang kita bebankan pada tubuh kita bila kita menggunakan produk berbahan kimia dan racun?(*)

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 25


a i s e n o d n I n a m a l a g Tukar Pena, Tingkatkan s a t i i n d u n _ m I _ o_ K_ _ _ k dan i n a _ _ g _ _ r _ _ _ O _ n _ a _ n _ i _ _ _ m _ _ a _ j _ n _ _ e_ P_ __ ______ _

Suasana Workshop di Kota Giri, India Foto: Dok AOI

, 2-4 Oktober 2012

| Info Organis

N

ilgiri berarti Mountain Blue sebuah kawasan kota dengan ketinggian 1800 mdpl di India bagian selatan. Ketinggian ini membuat kota Giri ini menjadi daerah yang cukup dingin dibandingkan daerah India lainnya. Daerah ini dapat ditempuh dengan darat selama 2 – 3 jam dari Coimbatore. Hutan dan perkebunan teh adalah pemandangan sekeliling kota ini. Kota Giri terbilang daerah dengan penduduk yang tidak padat. Mayoritas penduduknya adalah petani teh. Beberapa produk teh yang dijual di sana sudah banyak mendapat sertifikat dan belabel organik. Jenis sertifikasi beragam dari yang hanya penjaminan lokal (organic India) hingga internasional seperti organic EU dan Raintforest Alliance. Selain teh, Kota Giri memiliki beberapa kelompok masyarakat yang

mengumpulkan madu (Apis Dorsata) dari kawasan hutan dan tebing tinggi. Beberapa tahun terakhir ini masyarakat berupaya untuk mengikuti metode panen berkelanjutan, dengan kualitas produk yang baik dan harga yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Untuk meningkatkan kemampuan petani madu organik menghasilkan produk yang berkualitas, pada 2 – 4 Oktober 2012 di Kota Giri, India, Keystone Foundation dengan NTFPEP dan Aliansi Organis Indonesia-AOI (Indonesia Organic Alliance-IOA) bekerjasama mengadakan workshop membangun standar dan mekanisme penjaminan partisipatif untuk komoditas madu hutan. Selain workshop, para peserta dari India dan Indonesia ini juga berbagi ilmu dan pengalaman masing-masing dalam menghasilkan dan menjamin produk madu hutan organik dengan melakukan

26 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

kunjungan ke beberapa area produksi madu hutan organik di Kota Giri. Melalui workshop ini, Mathew Jhon dari Keystone Foundation India mengatakan kalau penjaminan organik berbasis partisipatif atau komunitas (Participatory Guarantee System-PGS) mengutamakan semangat dan karakter kepercayaan dalam pengembangannya. Tambahan dokumen dan kontrol hanya bagian kecil dari pembuktian. “Petani yang berkelompok sadar benar telah membangun PGS yang berarti produknya telah di jamin, sehingga kecurangan jauh dari bayangan mereka dan tetap menjaga keaslian produk yang akan dipasarkan atau dijual,� jelas Mathew. Selama ini pembiayaan proses penjaminan ini melekat dengan kerjakerja Lembaga Swadaya Masyarakat


Info Organis | (LSM) di daerah. Sehingga belum ada mekanisme pembiayaan yang membebani petani. Selain itu PGS di India hanya berfungsi sebagai penjaminan. Tidak harus masuk dalam fungsi–fungsi perdagangan. Malah tidak ada mekanisme pemasaran satu pintu untuk produk yang sudah di labell PGS India. Joy Daniel dari Institute for Integrated Rural Development (IIRD) India menjelaskan pengalamanya dalam menerapkan dan membangun PGS di desanya. Kelompok petani membangun sebuah mekanisme Self Help Group (SHG). SHG ini adalah penyisihan sebagian uang petani dari penjualan yang mereka lakukan. SHG ini kemudian digunakan untuk banyak hal yang dianggap perlu dan penting bagi kemajuan pertanian. Bisa banyak hal varianya, jika besar bisa saja petani membangun infrastruktur pertanian. Namun PGS sudah menjadi bagian dari dalam pembiayaan rutin tersebut.

Menurut Joy, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun PGS, yaitu:

1. Local Group Kelompok di sini adalah kelompok terkecil dalam masyarakat sosial yaitu keluarga. Dalam sebuah desa ada sedikitnya 5 keluarga yang memiliki ikatan cukup kuat. Dan itu menjadi kesempatan untuk menerapkan PGS ini.

2. Ikrar Sebuah komitmen yang dibangun bersama dengan petani. Ikrar ini dipandang lebih baik dari sebuah kontrak. Juga dapat digabungkan untuk meyakinkan bahwa petani memahami apa yang akan mereka lakukan.

3. Penilaian Sesama Petani Cukup dengan kontrol sosial sebuah penjaminan dapat berjalan. Sedangkan Mathew mengatakan struktur PGS India meliputi:

1. National Council PGS di tingkat nasional yang berada di bawah Pemerintah India. Pemerintah India mengakui penjaminan pihak pertama dan penjaminan pihak ketiga. Ini dilakukan untuk mengakomodir semua pasar yang ada, sehingga petani memiliki akses baik pasar lokal maupun pasar internasional

Sementara itu Sucipto K. Saputro dari AOI menyampaikan pengalaman AOI dalam membangun PGS, yang juga menekankan fungsi pemasaran untuk produk yang telah dijamin secara partisipatif dan fungsi pendampingan untuk membangun mekanisme penjaminan kelompok. “Fungsi pemasaran meliputi cara pemasaran satu pintu untuk produk yang telah dijamin oleh PGS. Sehingga sebagai sebuah metode, fungsi ini menjadi semacam kontrol untuk produk yang dipasarkan,� papar Sucipto. Dalam pembahasan workshop PGS kali ini lebih menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh petani madu dan fasilitator council. Dalam membangun persyaratan sangat ditekankan kesederhanaan prosedur dan aturan sehingga tidak memberatkan petani dalam menerapkanya. Sedangkan peran fasilitator council yaitu melakukan peningkatan kapasitas bagi kelompok petani, memfasilitasi pengembangan produk, memenuhi standar penyimpanan, pemprosesan dan pengemasan dan memiliki kemampuan untuk penelitian, laboratorium test untuk madu hutan. Dalam melakukan keempat hal ini bukan perkara mudah. Untuk memenuhinya butuh banyak tenaga dan sumber dana. Tidak semua faslitasi council dapat memenuhinya.(*)

2. Fasilitation Council Fungsi ini berada di daerah/regional, dimana berfungsi untuk memfasilitasi petani kecil untuk mendapatkan penjaminan PGS India. Lembaga yang menjalankan fungsi ini harus mendapat akreditasi dari National Council.

3. Local Group Kumpulan dari petani-petani yang mendapatkan dan akan mendapat penjaminan. Kelompok ini terdiri dari 5 petani kecil. Biasanya pendekatan keluarga atau RT (di Indonesia).

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 27


| Bijak di Rumah

Kompor Nabati Hemat & Ramah Lingkungan

ompor nabati mulai dipasarkan di kalangan K masyarakat Jakarta. Disebut kompor nabati, karena menggunakan bahan bakar minyak dari

tumbuh-tumbuhan. Keunggulan yang paling utama kompor nabati yaitu bisa menggunakan minyak bekas menggoreng makanan atau yang sering disebut minyak jelantah, sebagai bahan bakar kompor. Kompor nabati juga diklaim mampu memasak dua kali lebih cepat dibanding kompor minyak tanah. Kompor tersebut juga cukup hemat. Hanya dengan satu liter minyak goreng bekas, bisa untuk memasak selama empat jam.

28 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

Kompor nabati dijual seharga Rp275 ribu. Produsen kompor akan terus berupaya mengembangkan kompor nabati, sehingga bisa dijual dengan harga yang lebih murah lagi. Kompor nabati bisa menjadi alternatif di tengah keresahan masyarakat tentang rencana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak sebesar 33 persen, atau naik Rp1500 per liter. Masyarakat merasa resah, karena akan berimbas pada kenaikan harga barang lainnya.

Minyak jel Foto: www


lantah w.google.com

Bijak di Rumah |

1. Ciri-ciri kompor nabati t t t

$BSB LFSKB QFSBXBUBO UJEBL KBVI CFSCFEB EFOHBO LPNQPS NJOZBL UBOBI .FNBLBJ TVNCV CJBTB UBMJ TFQFSUJ LPNQPS NJOZBL UBOBI ,FTFNQVSOBBO TJSLVMBTJ VEBSB

2. Data teknis kompor nabati t t t t

%JNFOTJ EJBNFUFS Y UJOHHJ 9 NN .FOHHVOBLBO QMBU EFOHBO LFUFCBMBO NN .FOHHVOBLBO TVNCV UBMJ TFCBOZBL CVBI ,BQBTJUBT UBOHLJ CBIBO CBLBS BEBMBI MJUFS

3. Data kelengkapan kompor nabati t t t

.FOHHVOBLBO TJTUJN LOPDL EPXO UBOQB CBVU .FNQVOZBJ NFUFS JOEJLBUPS JTJ UBOHLJ CBIBO CBLBS .FNQVOZBJ UVBT QFOHBUVS VOUVL NFOHBUVS CFTBS LFDJM EBO NFNBEBNLBO OZBMB BQJ

4. Data performance kompor nabati t t

1FNBLBJBO NJOZBL KFMBOUBI KBN MJUFS 8BLUV QFNBOBTBO BJS TBNQBJ NFOEJEJI NFOJU CFSEBTBSLBO MUS BJS

5. Benefit menggunakan kompor nabati t t t t t t t t

t

#BIBO CBLBS NVEBI EJEBQBU LBSFOB EBSJ NJOZBL HPSFOH CFLBT KFMBOUBI UBOQB QSPTFT .VSBI LBSFOB CJTB NFOHHVOBLBO NJOZBL OBCBUJ MBJOOZB "NBO EBO UJEBL NVEBI NFMFEBL #JBZB PQFSBTJ ,PNQPS EBO QFSBXBUBO TBOHBU NVSBI )BSHB QFSVOJUOZB UFSKBOHLBV .FOHVSBOHJ CFCBO QFNFSJOUBI EBMBN TVCTJEJ ##. QFOEJTUSJCVTJBO QFOZJNQBOBO EBO QFOHBEBBO JOGSBTUSVLUVS QFNCBOHVOBO EFQP ##.

.FOHVSBOHJ QFODFNBSBO MJOHLVOHBO BLJCBU EBSJ QFNCVBOHBO MJNCBI NJOZBL KFMBOUBI EJ TFUJBQ SVNBI UBOHHB EBO JOEVTUSJ .FNCBOUV QFNFSJOUBI NFOHVSBOHJ CJBZB LFTFIBUBO NBTZBSBLBU LBSFOB NFOHVCBI QFSJMBLV NBTZBSBLBU ZBOH NFOHHVOBLBO NJOZBL HPSFOH CFSLBMJ LBMJ TFIJOHHB EBQBU NFOHHBOHV LFTFIBUBO LPMFTUFSPM LBOLFS EMM .FNCBOUV QFNFSJOUBI NFOJOHLBULBO LFTFKBIUFSBBO IJEVQ NBTZBSBLBU

6. Keunggulan kompor nabati

t 5JEBL #FSCBV t 5JEBL EBQBU NFMFEBL EBO UFSCBLBS t .VEBI NFNBUJLBOOZB t 5JEBL NFNCVBU QBODJ KBEJ IJUBN t 5JEBL NFNQFOHBSVIJ DJUB SBTB NBTBLBO t 4VNCFS XXX LPNQPSOBCBUJ DPN XXX NFUSPUWOFXT DPN .BSFU Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 29


| Ragam

KEDELAI IMPOR TRANSGENIK ------VS-----KEDELAI LOKAL ORGANIK

Pertaruhan Kedaulatan Pangan Bangsa

M

eski Indonesia sering disebut negara agraris, banyak bahan pangan yang mestinya bisa diproduksi di dalam negeri justru masih didatangkan dari negara lain. Sebut saja, beras, kedelai, gula, bahkan garam! Pada akhir Juli 2012, di beberapa daerah di Jawa sempat terjadi kelangkaan kedelai, lantaran bahan pangan ini sulit ditemukan. Impor kedelai terbesar Indonesia berasal dari AS, mencapai 1.847.900 ton pada 2011. Beberapa negara lain seperti Argentina, Brazil, dan lain-lain juga mengekspor kedelai ke Indonesia, sebagian besar adalah negara-negara yang mengijinkan teknologi rekayasa genetika diterapkan di pertanian. Menanggapi impor kedelai ini, Menteri Pertanian RI, Suswono, dalam sebuah wawancara di stasiun televisi membenarkan bahwa kedelai yang diimpor dari AS itu adalah kedelai transgenik (produk rekayasa genetika/PRG), dan hal ini memang diijinkan oleh Pemerintah Indonesia. Persoalannya, bukan hanya besarnya volume impor kedelai yang harus dibeli Indonesia dengan harga yang tidak murah. Kontroversi seputar

keamanan PRG tetap harus menjadi perhatian kita bersama. Awal Oktober 2012 lalu perhatian publik sempat teralihkan ke sebuah berita tentang hasil penelitian pada jagung PRG (Genetically Modified Organism/GMO). Jagung PRG produk perusahaan bioteknologi terkemuka Monsanto dengan kode NK603 itu, di pasar dunia memang diperuntukkan sebagai pakan ternak. Tanaman jagung PRG NK603 ini direkayasa untuk tahan terhadap pembasmi gulma glyphosate yang banyak digunakan oleh petani. Dari hasil penelitian Universitas Caen Perancis, jagung NK603 menimbulkan masalah kesehatan serius pada hewan percobaan yang diberi pakan jagung tersebut, seperti tumor, kerusakan organ, hingga kematian dini. Beragam reaksi pun bermunculan dari berbagai kalangan. Para peneliti di European Food Safety Authority (EFSA) meragukan hasil penelitian Universitas Caen itu. Sementara pemerintah Rusia mengambil langkah lebih jauh. Rospotrebnadzor, Badan Perlindungan Konsumen Rusia, meminta Lembaga Penelitian Gizi untuk menyelidiki temuan terbaru di Perancis itu. Sambil menunggu hasil

30 | Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

penyelidikan, impor dan penjualan jagung NK603 untuk sementara dihentikan. Bagaimana di Indonesia?

Regulasi Peredaran PRG Belum Memadai Masyarakat Indonesia menanggapi PRG dengan berbagai sikap: pro, kontra, tidak peduli, atau tidak tahu harus bagaimana. Salah satu yang menjadi perdebatan hangat adalah kekhawatiran dampak negatif terhadap kesehatan, lingkungan hidup (ekosistem), dan keamanan hayati akibat pelepasan PRG, serta bagaimana cara mengetahuinya (mengujinya). Isu tersebut cukup beralasan, karena begitu suatu PRG dilepas ke alam bebas, maka perilakunya tidak dapat dikendalikan (dikontrol) sebagaimana ketika PRG tersebut berada di dalam laboratorium. Tanggung jawab pihak pengembang akan menjadi lebih besar ketika PRG berada di luar laboratorium. Untuk mengantisipasi pengembangan produk bioteknologi, pemerintah Indonesia telah memiliki struktur organisasi dan perangkat peraturan, termasuk pedoman


Ragam | pelaksanaan dan pengkajian PRG. Pelepasan tanaman, ikan, hewan, dan pakan PRG tersebut diatur dalam PP No.21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. PP ini merupakan peningkatan/penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, yaitu Keputusan Bersama Empat Menteri Tahun 1999. Namun PP No.21 Tahun 2005 ini belum efektif melindungi masyarakat dan lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Wahyu Yun S. (pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada) dalam sebuah diskusi yang digelar KONPHALINDO, Februari 2012. PP ini dibuat atas dasar prinsip pendekatan kehati-hatian sesuai dengan amanat Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-undang No.21 Tahun 2004. Menurut Wahyu, konsep hukum yang mengatur bioteknologi berdiri di atas tiga konsep dasar yaitu: Perlindungan Hukum, Pengaturan Hukum (Regulasi), dan Pertanggungjawaban Hukumnya.

Kebijakan Tidak Berpihak kepada Petani Minimnya insentif dan sulitnya memasarkan kedelai lokal membuat daya tarik menanam kedelai di kalangan petani sangat rendah. Apalagi pemerintah lebih suka mengimpor kedelai, ketimbang memberi dukungan kepada petani kedelai lokal, sehingga keadaan ini tidak mampu mendongkrak peningkatan produksi kedelai di dalam negeri. Padahal Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada 1992 dengan proteksi.

berbagai fasilitas kredit ekspor untuk negara-negara produsen yang bekerja sama dengan para importir lokal. Negara-negara tersebut memberi pinjaman tanpa bunga kepada Indonesia untuk mengimpor kedelai, lalu dipasarkan di dalam negeri. Dengan konsumsi kedelai dalam negeri yang rata-rata mencapai 1,9 juta ton per tahun, hal ini akan menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan. “Menanam kedelai sebenarnya bisa menjadi menarik bagi petani,” ujar Mubayinah Jauhari, seorang petani organik di Banjarnegara, Jawa Tengah. “Ini jika pemerintah memberi jaminan harga beli kedelai dari petani secara layak.” Menurut Mubayinah, kedelai tidak membutuhkan penanganan khusus dalam budidayanya, seperti pengairan yang istimewa, pupuk dan pestisida kimia yang intensif. Kedelai justru tidak membutuhkan lahan yang terlalu basah. Apalagi kalau lahan sudah organis, petani tidak memerlukan input banyak seperti kedelai konvensional. Petani bisa membuat sendiri semua input yang dibutuhkan. “Hanya saja, kita perlu menanamnya secara serentak, bersama-sama, sehingga lahan kedelai dapat mencapai luasan yang cukup untuk bisa terhindar sebagai sasaran empuk serangan hama,” imbuh petani beras dan domba organik ini. “Tempe yang berbahan baku kedelai lokal rasanya lebih enak, lebih bergizi, meski harganya sedikit lebih mahal daripada tempe berbahan baku kedelai impor. Tetapi konsumen

mendapatkan pangan yang lebih sehat”. Kebijakan yang tidak berpihak kepada petani kedelai lokal, diizinkannya kedelai impor PRG tanpa bea masuk yang pantas dan kini menyerbu pasar Indonesia, berbuntut pada situasi pasokan pangan yang penuh ketergantungan pada impor. Tanpa disadari, konsumen pun telah “dipaksa” mengkonsumsi pangan PRG, meski tidak mengetahui keamanannya. Sementara petani tetap tidak tertarik menanam kedelai lokal. Sesungguhnya petani Indonesia mampu memproduksi sendiri berbagai komoditas pertanian, termasuk produk pertanian yang terlanjur diimpor. Persoalannya terletak pada kemauan para pembuat kebijakan, apakah mau bekerja sama untuk mencapai kemandirian petani sebagai anak bangsa? Harga kedelai yang sarat dengan permainan adalah salah satu bukti betapa kedaulatan pangan bangsa ini telah tersandera, betapa kita telah dibuat terus bergantung pada produk impor. Pertanian kedelai lokal organik menjadi pilihan tepat sebagai alternatif terhadap kedelai impor transgenik. Pertarungan keduanya akan menentukan kedaulatan pangan bangsa ini di masa depan.(*) Penulis: Ika N. Krishnayanti Aliansi Petani Indonesia-API Jl. Slamet Riyadi IV RT 10/04 No. 4950, Kel. Kebun Manggis, Matraman, Jakarta Timur 13150, Indonesia Tel - +62 21 8564164 Fax - +62 21 8564164

Namun setelah krisis moneter menghantam Indonesia pada 1998, Dana Moneter Internasional (IMF) memerintahkan Indonesia agar tidak memberikan proteksi apapun untuk komoditas kedelai. Dibukalah keran impor kedelai, dan langsung disambut dengan Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 31



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.