STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP)
PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88 Fakfak Papua Barat Indonesia Telepon (0956)22854
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
1. PENGERTIAN Pembukaan wilayah hutan (PWH) adalah kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana (rencana sumbu jalan, base camp, jembatan dan gorong-gorong) yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu.
2. RUANG LINGKUP Pembangunan jalan angkutan meliputi kegiatan perencanaan trase jalan sampai dengan pelaksanaan pembangunan jalan di lapangan beserta dengan sarana-prasarana pendukung jalan lainnya, misalnya jembatan, gorong-gorong, rambu jalan, dan lain-lain.
3. TUJUAN Mempermudah
penataan
hutan,
tindakan-tindakan
pembinaan
hutan
(penanaman,
pemeliharaan, penjarangan), mempersiapkan jalan angkutan dan sarana-prasarana jalan lainnya untuk kelancaran angkutan produksi kayu dan hasil hutan dengan kualitas yang memadai dan dengan memperhatikan upaya-upaya mengurangi dampak terhadap lingkungan (RIL).
4. SASARAN Daerah di dalam maupun di luar wilayah pengusahaan hutan yang sesuai untuk dibangun jalan angkutan dan menghubungkan asal kayu di dalam hutan dengan TPK.
5. PENANGGUNG JAWAB 5.1.
Kepala Seksi Pembukaan Wilayah Hutan Kepala Seksi Pembukaan Wilayah Hutan bertanggung jawab terhadap terlaksananya kegiatan pembukaan wilayah hutan secara keseluruhan dan dibantu oleh Kepala Seksi Peralatan dan Kepala Seksi Road Costruction.
5.2. Kepala Bagian Perencanaan Kepala Bagian Perencanaan bertanggung jawab atas kebenaran proses pengolahan dan pelaporan data 5.3. Manajer Camp Manajer Camp bertanggung jawab atas kebenaran pelaksanaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan di lapangan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
6. MASUKAN a. Peta-peta, antara lain: peta topografi, peta vegetasi, peta jaringan sungai, peta jaringan jalan yang sudah ada, peta geologi, peta tanah, dll. b. Peta Rencana PWH. c. Potensi hutan dan Keadaan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar. d. Peraturan dan perundangan mengenai PWH yang berlaku. e. Buku mengenai Reduce Impact Logging (RIL).
7. KELUARAN a. Peta Rencana Trace Jalan. b. Realisasi pembangunan jalan yang memenuhi standar sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. c. Peta realisasi pembangunan jalan.
8. PROSEDUR KERJA 8.1. Survey Jalan a. Pelaksanaan survey rencana jalan angkutan disesuaikan dengan rencana kegiatan perencanaan hutan dalam RKT yang berjalan (setelah kegiatan inventarisasi tegakan) b. Waktu yang diperlukan untuk melakukan survey jalan, rata-rata 30 hari, dengan mempertimbangkan panjang jalan yang akan dibuat, prasarana, aksesibilitas, fisiografi lapangan/topografi, potensi tegakan dan kemampuan kerja tim survey per harinya. Sedangkan untuk pengolahan data hingga pembuatan peta dibutuhkan waktu sekitar 12 hari. Pelaksanaan survey rencana jaringan jalan angkutan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:  Dengan menggunakan peta topografi/jika tersedia peta topografi.  Tidak menggunakan peta topografi/jika tidak tersedia topografi. Urutan kerja untuk pelaksanaan survey rencana jalan angkutan untuk kedua alternatif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
(1).
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Jika tersedia peta topografi
Peta Topografi
Peta RKT
Peta Isoden
Spec. Jalan
Simulasi
LAY OUT Topografi 1 : 5.000
Titik ikat/control point Alternatif trace jalan utama Alternatif trace jalan cabang Alternatif trace jalan
Topografi 1 : 5.000
Titik ikat/control point Alternatif trace jalan utama Alternatif trace jalan cabang
sarad
Orientasi & penetapan titik ikat/control point
Orientasi & penetapan titik ikat/control point
Penilaian alternatif trace
Tdk sesuai spec
Sesuai spec
Penetapan Trace
Pengukuran trace
Peta Isoden Pengolahan data
Peta Isoden
Data ukur trace
Peta trace jalan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
(2) Jika tidak tersedia peta topografi
Peta Drainage
Peta RKT
Peta Isoden
Spec. Jalan
Simulasi
-
Alur perbukitan Alternatif jalan utama
-
Alternatif jalan cabang
Orientasi & penetapan titik ikat/control point
Orientasi alur bukit & drainage
Merencanakan alternatif trace
Orientasi & penilaian alternatif trace
Tdk sesuai spec
Sesuai spec
Penetapan Trace
Pengukuran trace
ITSP
Pengolahan data
LHC & Peta seb.ph
Data ukur trace
Peta trace jalan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
8.2. PELAKSANAAN 8.2.1. Persiapan 8.2.1.1.
Pengumpulan data dasar Pengumpulan data dasar yang sangat diperlukan dalam peyiapan rencana kerja pembuatan trace jalan angkutan adalah sebagai berikut : (1) Data letak dan lokasi blok tebangan/poligon tebangan. (2) Data konfigurasi areal/topografi (3) Data tentang drainase atau jaringan sungai (4) Data potensi dan pengelompokkan tegakan. (5) Data tentang posisi titik-titik kontrol/titik ikat. (6) Spesifikasi jalan angkutan yang akan dibuat (jalan utama, jalan cabang, maupun jalan sarad).
8.2.1.2.
Pembuatan rencana lay out trace jalan (1) Jika tersedia peta topografi Melakukan
simulasi
di
atas
peta
blok
tebangan,
peta
pengelompokkan potensi/peta isoden, data tentang posisiposisi titik kontrol di lapangan. Informasi-informasi tersebut digunakan dalam menetapkan rencana alternatif trace yang meliputi : a). Alternatif trace jalan angkutan utama b). Alternatif trace jalan angkutan cabang c). Alternatif trace jalan sarad (jika tersedia peta topografi 1 : 5.000) d). Rencana lokasi TPn (jika tersedia peta topografi skala 1 : 5.000) Setelah rencana alternatif trace ditetapkan diatas, kemudian dilakukan: a). Pengukuran arah (azimuth) dan jarak datar untuk setiap ruas alternatif trace jalan angkutan yang didasarkan pada ikatan tertentu (antara lain ujung jalan yang sudah jadi, base line, batas blok tebangan, batas petak/poligon tebangan, muara sungai, dsb). b). Untuk selanjutnya hasil pengukuran azimuth dan jarak datar tersebut dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi/orientasi terhadap alternatif rencana trace di lapangan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
(2) Jika tidak tersedia peta topografi Melakukan simulasi diatas peta blok tebangan atau petak tebangan, peta drainase, peta pengelompokkan potensi/peta isoden, peta sebaran pohon,drainase, dan titik-titik ikatan guna penetapan sketsa rencana alternatif trace di lapangan. Sketsa alternatif trace di lapangan meliputi : a). Sketsa alur perbukitan b). Sketsa alternatif trace jalan angkutan utama c). Sketsa alternatif jalan angkutan cabang. Setelah sketsa alternatif trace tersebut ditetapkan, kemudian dilakukan : a). Pengukuran arah dan jarak datar tiap ruas sketsa yang didasarkan pada titik ikatan tertentu (seperti ujung jalan yang sudah jadi, batas blok, batas petak, dsb). b). Selanjutnya hasil pengukuran tersebut dijadikan pedoman dalam pelaksanaan evaluasi/orientasi alur perbukitan dan sungai dan dalam pembuatan sketsa alternatif trace jaringan jalan.
Susunan Tim
8.2.1.3.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dalam kegiatan survey jalan angkutan adalah sebanyak 7 (tujuh) orang, dengan komposisi tim sesuai dengan spesifikasi dan tahapan kegiatan sebagai berikut : Spesifikasi
Tahap 1
Tahap 1
Tahap 1
Tahap 1
Road Surveyor
1
1
1
1
Compassman
1
1
1
1
Perintis/jalur/brusher
1
3
4
0
Pengenal jenis pohon
0
0
0
2
Tukang masak
1
1
1
1
Jumlah
4
6
7
5

Kegiatan tahap 1
= adalah kegiatan orientasi dan penetapan trace

Kegiatan tahap 2
= adalah pengukuran poligon trace yang telah ditetapkan pada tahap 1.

Kegiatan tahap 3
= adalah kegiatan pengukuran melintang (cross section) poligon trace.

Kegiatan tahap 4
= adalah kegiatan inventarisasi tegakan selebar 12,5 meter (untuk jalan angkutan utama), dan kegiatan ini dapat dilakukan secara bersamaan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
dengan kegiatan tahap 3. Sehubungan dengan adanya komposisi dan spesifikasi tenaga kerja yang diperlukan dalam setiap tahap kegiatan tidak merata, maka perlu dilakukan pengaturan kerja sebagai berikut : a). Kelebihan tenaga kerja 2 orang perinis jalur pada tahap 1 dapat dimanfaatkan untuk kegiatan angsur logistik. b). Karena adanya keperluan 2 orang timber marker pada tahap 4, maka hendaknya dalam menyiapkan 4 orang perintis jalur agar dibagi dalam 2 orang perintis dan 2 orang timber marker. c). Pada
saat
melakukan
kegiatan
tahap
2,
hendaknya
compassman dapat berfungsi minimal sebagai pencatat hasil pengukuran poligon trace jalan. 8.2.1.4.
Peralatan Kerja Peralatan kerja yang digunakan untuk kegiatan survey jalan angkutan adalah sebagai berikut : a. Alat ukur Teodolith (+ 2 rambu ukur) b. Compass (merk suunto) c. Clinometer (merk suunto) d. Pita ukur panjang 300 meter e. Tally sheet, untuk pencatatan dan setsing hasil pengukuran f.
8.2.2.
Peta kerja skala 1 : 25.000
Persiapan 
Jika tersedia peta topografi a.
Menetapkan titik ikat sesuai dengan titik kontrol yang telah ditetapkan pada saat merencanakan lay out alternatif trace.
b.
Berdasarkan penetapan titik ikatan tersebut diatas, kemudian dilakukan orientasi terhadap alternatif trace yang berpedoman pada azimuth dan jarak yang direncanakan dalam lay out.
c.
Melakukan pengukuran adverse
slope (kemiringan jalan yang
diijinkan), favorable slope (kemiringan jalan yang disukai), ground slope, dan jari-jari tikungan atas alternatif trace yang telah diorientasi. d.
Melakukan penilaian atas hasil ukur tersebut diatas yang kemudian dibandingkan dengan standar atau spesifikasi yang telah ditetapkan. (sesuai lampiran).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN e.
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa kualitas (grade) alternatif trace memenuhi spesifikasi, maka diperlukan orientasi alur baru yang berada disekitarnya sampai didapatkannya alur trace yang memenuhi spesifikasi.
f.
Setelah trace jalan ditetapkan, kemudian dilakukan pengukuran trace (azimuth, jarak dan kelerengan) dan pengumpulan data situasi di kanan-kiri sumbu trace selebar 25 meter guna keperluan pembuatan desain jalan.
g.
Bersamaan dengan kegiatan pembuatan trace dan pengumpulan data situasi,
dilakukan
pula
kegiatan
inventarisasi
tegakan
yang
berdiameter 20 cm keatas yang berada di kanan-kiri sumbu trace selebar 25 meter untuk jalan dan 12,5 meter untuk jalan cabang. h.
Pengolahan data-data diatas akan menghasilkan : (a). Peta trace dan situasinya skala 1 : 5.000, (b). Laporan hasil cruising (LHC) PWH dan rekapitulasinya, (c) Peta sebaran pohon skala 1 :1.000.

Jika tidak ada peta topografi Melakukan orientasi titik ikat/titik kontrol berdasarkan sketsa yang direncanakan. Titik ikat dapat berupa ujung jalan yang sudah ada, batas peta, tanda alam, dan sebagainya. a.
Menetapkan titik ikat.
b.
Orientasi posisi puncak/alur bukit dan drainase, serta membaca tinggi tempat tertentu berdasarkan bacaan altimeter.
c.
Menggambarkan hasil orientasi puncak/alur bukit dan drainase.
d.
Merencanakan alternatif trace diatas sketsa, atau jika bentuk dan lokasi alur bukit/drainase masih sesuai dengan sketsa yang dibuat, maka alternatif trace yang telah dibuat dapat dievaluasi/diorientasi.
8.2.3.
e.
Melakukan orientasi dan pengukuran alternatif trace.
f.
Langkah selanjutnya sama dengan tahapan diatas.
Desain Jalan Angkutan Desain jalan merupakan pekerjaan untuk menerapkan unsur-unsur konstruksi jalan di lapangan berdasarkan patok-patok sumbu jalan yang telah dibuat. Hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam konstruksi jalan, antara lain : 1.
Lebar bahu jalan dan kemiringan.
2.
Lebar dan kemiringan perkerasan.
3.
Kemiringan jalan maksimum dan minimum.
4.
Radius belokan.
5.
Kapasitas muatan minimum.
6.
Posisi selokan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN 7.
Kemiringan jalan.
8.
Letak bangunan jalan.
9.
Detail konstruksi lainnya.
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Urutan dalam desain jalan angkutan diilustrasikan dengan bagan berikut : Hasil pengolahan data ukur & peta hasil survey jalan angkutan
Pembuatan penampang memanjang rencana jalan angkutan
Pembuatan penampang melintang rencana jalan angkutan
Pembuatan desain alingment dan detail jalan angkutan
Menghitung volume cut (gusuran) & fill (timbunan)
Penandaan patok-patok konstruksi
Konstruksi jalan angkutan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN 8.2.3.1.
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Pembuatan Penampang/ Profil Memanjang Jalan 1. Pembuatan peta penampang memanjang jalan tidak perlu sepanjang trace, tetapi diutamakan pada daerah-daerah yang mempunyai bentuk yang spesifik /khas dan medan berat. 2. Skala yang digunakan untuk pembuatan peta profil memanjang adalah : skala 1:200 untuk skala vertikal dan skala 1:2.000 untuk skala horinzontal. 3. Jurusan pengangkutan harus digambarkan dari arah kanan ke kiri peta. 4. Garis lapangan digambarkan dari arah kanan ke kiri peta. 5. Titik : menyatakan patok sumbu jelas. 6. Garis : menyatakan garis alignment 7. Dibawah
gambar
profil
diuraikan
keterangan-keterangan
sebagai berikut : a. Garis jurusan : Bagian yang lurus menyatakan trace yang lurus. Bagian yang melengkung ke atas menyatakan trace berbelok ke kanan. Bagian yang melengkung ke bawah menyatakan trace berbelok ke kiri. b. Nomor patok, ditulis pada ruangan ( 1 cm) memanjang di bawah garis jurusan. c. Jarak patok, ditulis pada ruangan ( 1 cm) memanjang dibawah nomor patok. d. Tinggi patok, diatas nol diberi tanda (+) dan dibawah nol diberi tanda (-). e. Jenis tanah (pasir, batu, rawa, dsb).
8.2.3.2.
Pembuatan Penampang/ Profil Melintang Jalan Tujuan pembuatan profil melintang adalah untuk mengetahui profil melintangnya di lapangan terhadap sumbu jalan yang berbelok serta pelebarannya. Lebar pengukuran/pembuatan profil melintang, tergantung pada derajat kemiringan lapangan (berkaitan erat dengan rencana galian dan timbunan).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Sebagai pedoman lebar pengukuran dapat diambil dalam kisaran 10 hingga 50 meter, dan pada kelerengan 10ď‚°. Skala dibuat 1 : 100 dan digambarkan dalam jurusan pengangkutan. Ketentuan ini penting
untuk
menghindarkan
kesalahan
dalam
perhitungan
pengerjaan tanah, terutama dalam pemiringan belokan. Teknis pelaksanaannya adalah : 1. Patok sumbu digambarkan dengan simbol lingkaran kecil 2. Permukaan lapangan digambarkan sebagai garis penuh. 3. Nomor patok ditulis mendatar dibawah patok. 4. Tinggi timbunan dan galian ditulis patok kearah vertikal. 8.2.3.3.
Menghitung Volume “Cut & Fill� Cut (galian) dibuat apabila alur trace jalan berada pada daerah yang
menanjak
dan
kemudian
menurun
(tanjakan-turunan),
sehingga dalam hal ini perlu dicari slope/kemiringan yang paling rendah. Dari gambar profil memanjang tersebut diperoleh gambaran bentuk konfigurasi alur dan rencana slope yang akan dibuat setelah mempelajari berbagai hal termasuk jenis tanah dan batuan, sehingga dapat diperoleh volume galian yang akan dilakukan. Fill (timbunan) dibuat apabila alur trace jalan berupa lekukan. Lekukan tersebut dapat berupa alur sungai dari lereng bukit. Setelah diketahui lebar / kecuraman lekukan, kemudian dapat diperkirakan tentang perlakuan untuk lekukan tersebut, antara lain :
(1) Akan ditimbun tanah seluruhnya sampai dengan ketinggian yang diinginkan.
(2) Dibuat culvert (gorong-gorong) dan timbun drainage. (3) Memperhatikan jumlah yang akan dibuat, terutama apabila dijumpai beberapa lekukan-lekukan kecil yang beruntun.
(4) Volume embankment yang direncanakan. Volume Cut & Fill akan sering dijumpai pada daerah yang bergelombang, sehingga pada daerah bergelombang tersebut perlu diketahui profilnya secara lengkap.
(5) Penandaan patok-patok konstruksi. Pembuatan patok-patok konstruksi
tersebut
dimaksudkan
sebagai
panduan
operator saat melakukan pengerjaan / konstruksi jalan.
bagi
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Tanda-tanda yang dicantumkan dalam patok berisikan point-point sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembuatan profil memanjang dan melintang. 8.2.4.
Konstruksi Jalan Angkutan Dalam pembukaan wilayah hutan pembuatan jalan utama, jalan cabang dan jalan ranting sangat diharapkan sudah diselesaikan sebelum penebangan atau penanaman dimulai. Dalam Pedoman TPTI pembuatan jalan harus selesai satu tahun sebelum penebangan. Untuk pembukaan wilayah dalam rangka penanaman disarankan tiga bulan sebelum pembukaan lahan, jalan angkutan harus sudah selesai dibuat. Pembuatan jalan tidak boleh dilakukan pada waktu musim hujan. Tahapan pembuatan jalan angkutan :
01.
Opening/Pembukaan dan clearing/pembersihan areal pembuatan jalan
Sub Grading/Perataan dan Pembentukan Badan Jalan
02.
03.
Pemberian Lapisan Pengerasan dan Pemadatan
04.
Finishing/Kegiatan Tahap Akhir
8.2.4.1.
8.2.4.2. Opening/Pembukaan dan Clearing/Pembersihan Areal Pembuatan Jalan Lebar jalur maksimum areal yang dibuka adalah sekitar 25-30 M untuk jalan utama dan 20-25 M untuk jalan cabang dan ranting. Opening dan brushing adalah kegiatan untuk menghilangkan pohonpohon, tunggak-tunggak dan akar serta penghalang-penghalang lainnya dari areal konstruksi jalan. Pembukaan jalur dilakukan dengan menebang pohon-pohon yang berada di atas jalur jalan dengan chainsaw, kemudian jalur trase jalan dibersihkan dengan bulldozer. Tunggak-tunggak, tajuk-tajuk pohon, sampah-sampah vegetasi dan organik lainnya dipindahkan dengan traktor ke tempat yang telah disediakan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
8.2.4.3. Sub Grading/Perataan dan Pembentukan Badan Jalan Perataan dan pembentukan badan jalan dilakukan setelah areal jalur jalan sudah dibuka dan dibersihkan. Gali-timbun tanah dan pemindahan tanah untuk jarak dekat dapat dilakukan dengan bulldozer atau excavator. Sedangkan untuk yang jarak jauh digunakan dump truk dan loader. Bulldozer, excavator, motor grader, compactor merupakan perlengkapan utama dalam perataan dan pembentukan badan jalan. 8.2.4.4. Pemberian Lapisan Pengerasan dan Pemadatan Lapisan pengerasan pada umumnya menggunakan bahan batuan induk seperti kerikil-kerikil, pasir atau material lainnya yang diambil dari quiry. Penggangkutan kerikil dapat digunakan dump truk. Batu kerikil disebarkan di atas lapisan tanah dasar yang telah dipadatkan. Kerikil-kerikil dapat disebarkan dengan mencurahkan muatan truk sambil berjalan di atas dasar lapisan pengerasan. Penyebaran yang merata dan pembentukan lapisan pengeras kemudian dilakukan dengan motor grader. 8.2.4.5. Pemberian Lapisan Pengerasan dan Pemadatan Pemadatan jalan merupakan pekerjaan kontruksi yang penting. Pemadatan dapat membuat jalan lebih kuat dan membentuk suatu lapisan yang kedap air. Roller Vibrator/Compaktor merupakan perlengkapan/alat utama yang dibutuhkan untuk memadatkan tanah dan bahan-bahan pembuatan jalan. 8.2.4.6. Finishing/Kegiatan Tahap Akhir Penghalusan dan pembentukan permukaan jalan tahap akhir dilakukan dengan motor grader, kemudian diikuti roller vibrator untuk membuat lapisan permukaan yang telah dipadatkan menjadi halus sehingga
dapat
menjamin
drainase
yang
efektif
dari
permukaan jalan.
8.3. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN Kondisi jalan hutan yang telah digunakan pada umumnya mengalami kerusakan. Kerusakan disebabkan oleh beban berat yang diterima jalan atau karena saluran drainase yang kurang berfungsi, sehingga menyebabkan adanya kubangan dan genangan air yang tetap diatas badan jalan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Kondisi jalan angkutan memerlukan pemeliharaan agar tidak rusak. Beberapa cara untuk menjaga agar kondisi badan jalan tetap terpelihara baik : a. Pemeliharaan Drainase.
Pemeliharaan drainase air penting untuk mempertahankan kekuatan lapisan tanah dasar.
Pemeliharaan drainase dilakukan dengan mengusahakan lubang saluran yang bersih sehingga dapat menjamin permukaan air serendah mungkin.
Perangkap lumpur harus dibersihkan secara teratur. Pembentukan kembali dan pembersihan lubang saluran harus dilakukan selama musim kering.
Pembentukan kembali lubang saluran dapat dikerjakan menggunakan motor grader atau exscavator.
b. Pemeliharaan permukaan jalan.
Perataan kembali permukaan jalan.
Sebagai pedoman disarankan apabila terdapat 80-100 lubang-lubang per kilometer maka sudah saatnya untuk mengadakan perataan permukaan jalan.
Disarankan agar setiap interval sebanyak 20.000 kali setelah jalan dilewati oleh kendaraan, dilakukan perataan permukaan jalan kembali.
Interval perataan permukaan jalan disarankan dengan jadwal seperti disajikan pada tabel :
permukaan
jalan
harus
dijadwalkan
sesuai
kondisi
Jadwal/interval Pemeliharan permukaan jalan angkutan Kepadatan lalu lintas per tahun
Interval perataan kembali
>20.000
Kurang dari satu tahun
12.000 - 20.000
1 tahun
8.000 - 12.000
2 tahun
6.000 – 8.000
3 tahun
Pada saat operasi perataan kembali permukaan jalan, akan sangat menguntungkan apabila dapat menambah kerikil-kerikil untuk menambal bagian-bagian jalan yang rusak berat.
c. Pemeliharaan rutin jalan
Pemeliharaan rutin jalan angkutan pada umumnya dilakukan sebelum pemanenan kayu dimulai.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Pada jalan angkutan yang kondisinya kurang baik,dimana daya dukungnya terhadap kendaraan pengangkutan kayu sudah tidak memadai, maka perlu dilakukan penambahan bahan lapisan permukaan jalan dan dipadatkan dengan kompaktor.
Pada jalan yang kondisi daya dukungnya terhadap kendaraan pengangkut kayu cukup baik, namun permukaannya tidak rata dan berlubang kecil-kecil, pemeliharaannya cukup disapu dengan motor grader.
Disamping itu keadaan drainase jalan angkutan harus selalu dalam kondisi bergungsi baik.
d. Pemeliharaan Jembatan Jembatan harus diinspeksi sekurang-kurangnya setahun dua kali untuk memastikan : -
Sungai dibawah jembatan bersih dari sampah-sampah.
-
Struktur bangunan bagian atas dan bawah bagian jembatan dalam keadaan stabil.
-
Tembok sayap pelindung jembatan berfungsi dengan baik dan tidak terjadi erosi di sekitarnya.
-
Pengikisan tidak terjadi disekitar penopang jembatan.
-
Permukaan penutup jembatan dalam kondisi baik.
e. Pemeliharaan gorong-gorong Gorong-gorong harus diinspeksi dan dipelihara secara teratur, terutama pada waktu hujan, gorong-gorong yang sering tersumbat harus dibersihkan.
9. LAPORAN DAN PENCATATAN a. Perkembangan pembangunan jalan setiap hari dilaporkan oleh pelaksana kepada pengawas dalam bentuk laporan harian pembangunan jalan, yaitu berupa:
Laporan pembukaan badan jalan
Laporan hasil trip dump truck
Laporan harian pembatuan
Laporan harian pemeliharaan jalan
Laporan harian kegiatan alat
b. Data harian dikumpulkan dan pada setiap minggu dilaporkan kepada mandor pembangunan jalan sebagai dasar untuk pembuatan laporan bulanan dan pembayaran upah operator dan sopir.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
c. Setiap pertengahan bulan dan akhir bulan, bekerja sama dengan seksi monitoring dan evaluasi melakukan monitoring dan evaluasi realisasi pelaksanaan dan hasil kegiatan dibandingkan dengan spesifikasi teknis. Hal ini bertujuan: 1. Apabila pembuatan jalan, jembatan sudah memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan, serta memenuhi persyaratan RIL, maka pembangunan jalan selanjutnya dapat dilanjutkan. Tetapi bila hasilnya belum memenuhi spesifikasi teknis dan RIL, maka hal-hal yang masih kurang harus disempurnakan terlebih dahulu. 2. Bila pembangunan jalan sudah selesai dan memenuhi spesifikasi, segera dilakukan pengukuran dan pemetaan. 3. Dibuat laporan pengukuran dan pemetaan oleh petugas pembetulan rintis jalan yang diketahui oleh Kepala Jalan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Lampiran 1.
Contoh Penampang Melintang Jalan Kontur
permukaan asli Saluran pencegat
Saluran/parit
1m
Max.100%
0,9 m
Bahu jalan
1,2 m
Lebar badan jalan
Lebar konstruksi
Lebar areal milik jalan
1m
Max.100%
1m
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Lampiran 2.
1.
Kemiringan jalan sampai dengan 20% untuk seksi jalan yang pendek (maksimum 500 m) dapat diterima bila mengurangi kerusakan/gangguan tanah.
2.
Tiap dua seksi jalan yang mempunyai kemiringan absolut harus dipisahkan dengan jalan yang datar atau berkemiringan ringan sepanjang 100 meter.
Tabel 1. Spesifikasi kemiringan jalan
Kemiringan Kemiringan maksimum maksimum
KELAS JALAN Jalan yang diijinkan (%)
Spesifikasi panjang jalan maksimum
yang disukai (%)
Jalan utama
10
8
1.000
Jalan cabang
15
10
75
Jalan ranting
18
12
600
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Lampiran 3. Tabel 2. Spesifikasi Lebar Jalan
Lebar Jalan Maksimum Kelas Jalan
Permukaan yang
Permukaan tanah liat
Diperkakas (m)
Yang dipadatkan (m)
Jalan Utama (2 arah)
10,0
15,0
Jalan Utama (1 arah)
6,3
11,0
Jalan Cabang
6,0
7,3
Jalan Ranting
5,0
6,0
Tabel 3. Spesifikasi Tikungan Jalan Jari – jari (m)
Spesifikasi Tikungan Pelebaran
25
30
40
50
60
75
100
150
200
1,65
1,20
0,95
0,80
0,70
0,55
0,40
0,35
0,20
Tikungan (m)
Pelebaran tikungan jalan diperlukan agar trailer dapat berjalan agak menepi
Lebar pelebaran tikungan berdasarkan kendaraan dengan panjang seluruhnya 14 meter
Tambahan lebar pelebaran diperlukan untuk tiap jalur jalan, misalnya jalan dua arah, tikungannya memerlukan lebar pelebaran tikungan 2 kali nilai yang terdapat dalam tabel di atas. Tabel 4. Jari-jari Belokan
Jari-jari Belokan
Desain Kecepatan (km/jam) 30
50
80
Jari-jari minimum (memerlukan rambu-2)
25 m
30 m
55 m
Jari-jari minimum yang disukai
35 m
75 m
140 m
Jarak pandang minimum yang diperlukan
30 m
64 m
120 m
Jarak temu pandang
50 m
100 m
220 m
Jari-jari minimum belokan berhubungan dengan jarak dan kecepatan kendaraan yang melewati jalan tersebut
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
No. Dok.
: SOP -0105
Revisi
: 04
Terbit
: 19/11/2011
Lampiran 4. Tabel 5. Jarak Saluran Drainase Jarak Saluran Maksimal (m) Kemiringan jalan (%) Tanah Labil
Tanah Stabil
0-15
40
60
16- 20
20
40
21-25
10
20
Semua saluran drainage jalan untuk meminimalkan produksi sedimen.
Saluran drainage keluar harus dibelokan ke semak/belukar di sekelilingnya, minimal 50 m sebelum bermuara ke sungai
Saluran drainase harus dibuat sebagai berikut :
pada perubahan kemiringan
Pada jarak 50 m diberi penyebrangan sungai/kali
Saluran tambahan agar memenuhi kebutuhan jarak maksimum.