2 minute read
2.13 Perubahan Iklim
sudah melekat pada mereka, dan atas kontribusi mereka terhadap kesejahteraan alam semesta kita. Sejatinya pemerintah Indonesia memerlukan tanah adat sebagai tempat penyimpanan karbon dan dalam memenuhi janji nasional mereka untuk mengurangi emisi karbon. Komitmen untuk menghentikan penggundulan hutan pada 2030 (The New York Declaration on forests), melalui kebijakan pemulihkan 150 juta hektar hutan yang rusak pada 2020 (Bonn Challenge), dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati pada 2020 (Aichi Biodiversity Targets) telah membantu menekankan pentingnya penjaminan hak penguasaan hutan bagi masyarakat adat dan masyarakat hutan. Agar potensi hutan dapat sepenuhnya digunakan untuk solusi peubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan serta tempat perlindungan keanekaragaman hayati, mau tidak mau, masyarakat adat perlu mendapatkan pengakuan dan dilibatkan sebagai mitra strategis dan agen aktif kepengurusan hutan dan mitigasi iklim. 2.13 Perubahan Iklim
The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan international yang dibentuk tahun 1988 oleh Organisasi Meteorologi Dunia dan PBB untuk mengembangkan pemahaman tentang perubahan iklim, menyimpulkan bahwa lebih dari 50 tahun planet kita telah memanas akibat kegiatan manusia, khususnya pembakaran bahan bakar fosil dan hilangnya serta rusaknya hutan tropis. Aktivitas perkebunan, perubahan pemanfaatan hutan dan lahan menyumbang hampir seperempat dari emisi gas rumah kaca. Para ilmuwan memperkirakan bahwa suhu global bumi dapat meningkat lebih dari 1,5˚C hingga 4,9˚C pada akhir abad ini, dibandingkan suhu era pra-industri. Kenaikan sebesar 2˚ Celsius dianggap sebagai bencana besar bagi lingkungan hidup dan maanusia serta perekonomian saat ini. Evaluasi IPPC mengenai
Advertisement
situasi iklim masa depan menunjukkan bahwa menangkap karbon dari atmosfer dan menyimpannya dengan baik sangat diperlukan guna pencapaian Perjanjian Paris. Perubahan iklim dalam atmosfer bumi untuk menangkap panas matahari dan menghangatkan bumi sedemikian rupa sehingga suhu bumi dapat menunjang kehidupan. Proses yang terjadi secara alami ini dikenal sebagai efek rumah kaca, dan tanpa proses tersebut, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk menopang kehidupan di atas bumi. Namun demikian, seiring dengan semakin banyaknya pelepasan gas rumah kaca dari kegiatan manusia ke atmosfer, pada gilirannya proses pelepasan gas rumah kaca tersebut memperkuat efek alami, sehingga dapat meningkatkan suhu ratarata bumi lebih tinggi lagi, yang lazim dikenal sebagai pemanasan global. Akibat peningkatan suhu yang kemudian berpengaruh pada pola iklim bumi secara umum dikenal sebagai perubahan iklim. Berbagai catatan menunjukkan bahwa konsentrasi karbon dioksida di atmosfer saat ini naik dalam rentang waktu 800.000 tahun terakhir. Untuk mengukur seberapa panasnya planet kita, para ilmuwan membandingkan suhu rata-rata permukaan bumi saat ini dengan suhu rata-rata sebelum era industri (sekitar tahun 1850) ketika emisi gas rumah kaca mulai meningkat dengan cepat. Pada 2015, suhu rata-rata bumi tercatat naik mencapai 1˚C di atas suhu sebelum era industri dimulai, dan dua tahun berikutnya terekam lebih panas. Pemanasan planet ini telah menyebabkan meningkatnya kebakaran hutan yang mematikan, badai angin topan, bencana kekeringan, dan banjir. Kerja keras pembangunan beberapa dasawarsa yang lalu semakin terancam akibat efek perubahan iklim di samping ancaman terhadap kesehatan manusia, air, ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi orang-orang di wilayah yang paling rentan di dunia. Akhirnya, kenaikan tanpa henti akibat