4 minute read
Meningkatkan Pembelajaran Berkualitas
pembelajaran yang berfokus pada kompetensi-kompetensi yang esensial dikurangi materi-materi muatan yang dirasa terlalu padat untuk dapat mengeksplorasi lebih lanjut sehingga kemampuankemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan di level sekolah.
Pemerintah juga menyediakan beragam perangkat ajar secara lengkap agar satuan pendidikan, guru, siswa mampu mendapatkan inspirasi walaupun nanti guru yang menentukan bagaimana pelaksanaannya. Salah satu untuk memastikan karakter ini dapat terbangun adalah melalui pembelajaran berbasis project. Tiga utama karakteristik kurikulum prototype, yaitu • Pembelajaran berbasis project untuk pengembangan soft skill dan karakter, • Focus pada materi-materi esensial sehingga ada cukup waktu untuk pembelajaran yang mendalam terutama untuk kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, • Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Advertisement
Inisiasi dalam pengembangan kurikulum dilakukan untuk memastikan bahwa kompetensikompetensi yang direncanakan bisa terlaksana bukan hanya melalui mata pelajaran yang ditetapkan dalam capaian pembelajaran tetapi juga melalui project penguatan karakter profil pelajar pancasila. Rumusan keenam dimensi profil pelajar pancasila sudah selaras dengan kompetensi abad 21. Terkait dengan kebijakan kurikulum prototype baru diimplementasikan secara terbatas di 2500 sekolah penggerak dan 901 SMK Pusat Unggulan
B. Sinergi Pelaku dan Aspek Penting pada Program Sekolah Penggerak yang dapat
Meningkatkan Pembelajaran Berkualitas
Konsep sekolah penggerak merupakan bagian dari upaya program merdeka belajar dan perbaikan peningkatan mutu pendidikan melalui pengembangan kurikulum paradigma baru. Sekolah penggerak sebagai kelanjutan dari konsep merdeka belajar, Kemendikbudristek ingin membuat sebuah model terkait dengan sekolah unggul karena prototype sekolah unggul sudah banyak dilakukan namun berbeda dengan kurikulum prototype untuk sekolah-sekolah penggerak sebagai katalis yang diharapkan bisa menjabarkan perwujudan visi pendidikan Indonesia kedepan, dimana sekolah berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistic untuk mewujudkan profil pelajar pancasila dan starting poinnya adalah diawali dengan SDM yang unggul (melalui pemilihan kepala sekolah dan guru yang berprestasi).
Gambaran akhir sekolah penggerak setelah mendapatkan berbagai macam intervensi dalam kurun waktu tertentu sehingga sekolah tersebut bisa menampilkan sebuah profil sekolah yang akan menjadi inspirasi bagi sekolah lainnya untuk kemudian sama-sama berkembang dan menjadi sekolah yang memenuhi visi pendidikan Indonesia.
Program sekolah unggulan banyak diinisiasi oleh kementerian namun ada sedikit perbedaan dengan sekolah penggerak terutama dalam hal inisiasi kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Kemendikbudristek dengan pemerintah daerah dimana komitmen pemda menjadi kunci utama. Kolaborasi dimulai sejak pemilihan sekolah sasaran benar-benar menjadi kewenangan pemda. Sekolah penggerak merupakan Intervensi dilakukan secara holistic mulai dari SDM, proses pembelajaran, perencanaan, digitalisasi, dan pendampingan pemda.
Ruang lingkup sasaran sekolah penggerak tidak hanya meliputi sekolah unggul saja namun sekolah penggerak ini diambil dari seluruh lapisan kondisi sekolah seperti mutu sekolah (rendah, menengah, dan tinggi) meliputi sekolah negeri dan swasta. Sekolah penggerak dilakukan pendampingan secara terus menerus dan intens oleh kementerian selama 3 tahun dan selanjutnya dapat melakukan transformasi secara mandiri. Tujuan akhir dari sekolah penggerak adalah bisa terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia bisa menjadi sekolah penggerak.
Lima 5 intervensi program sekolah penggerak, yaitu: (1) pendampingan konsultatif dan asimetris, (2) penguatan SDM di sekolah, (3) pembelajaran dengan paradigma baru terkait dengan kurikulum prototype, (4) perencanaan berbasis data terkait dengan profil dan raport pendidikan, dan (5) digitalisasi sekolah berupa platform yang bisa membantu proses pembelajaran maupun manajemen sekolah.
Kerjasama dan sinergitas para pihak baik ditingkat pusat, daerah dan di level satuan pendidikan. Dalam sekolah penggerak ada intervensi khusus berupa pendampingan konsultatif dan asimetris yang dilakukan oleh pusat yaitu GTK melalui tenaga ahli yang ditempatkan di daerah yang terdapat sekolah-sekolah penggerak. Pendampingan konsultatif dan asimetris terkait dengan kurikulum dengan paradigma baru karena salah satu ciri utama sekolah penggerak adalah pelaksana kurikulum paradigma baru.
Terkait dengan penguatan SDM di sekolah, adanya platform komunitas belajar yang strategis di daerah (kab/kota) dalam hal ini MGMP dan MKKS. Dalam pelaksanaannya ada intervensi dari pusat, dinas pendidikan, pemda. Penyediaan fasilitas diklat peningkatan kompetensi tenaga pendidikan melalui intervensi GTK Pusat dan Pemda yang harus mulai menganggarkan tentang peningkatan kompetensi tenaga pendidikan melalui anggaran daerah.
Pembelajaran dengan paradigma baru, sekolah penggerak adalah sekolah yang diinisiasi untuk mulai menerapkan kurikulum dengan paradigma baru. Secara kelembagaan penyusunannya konsep kurikulum dimulai dari pusat oleh Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), pada tataran implementasinya melalui pelatihan kepada sekolah ditangani oleh GTK Pusat, dan ketika sekolah sudah mulai mengimplementasikan maka harus ada pendampingan implementasinya oleh tenaga ahli yang dibiayai oleh kementerian. Kegiatan pendampingan juga dibantu oleh unit lain di Pusat yaitu UPT di bawah Paud Dikdasmen seperti LPMP.
Paradigm baru dalam manajemen pendidikan, ada intervensi terkait perencanaan berbasis data dimana seluruh sekolah akan menerima profil dan raport pendidikan. Sekolah penggerak telah mengimplementasikan terlebih dahulu karena merupakan sekolah-sekolah piloting. Perencanaan berbasis data, meliputi (1) melakukan identifikasi kebutuhan pendampingan berdasarkan profil dan rapor pendidikan melalui intervensi oleh pusat (Paud dasmen, UPT, dan daerah), (2) melakukan pendampingan atau advokasi kepada daerah dalam menyusun perencanaan berbasis data sehingga program-program kegiatan yang dibuat daerah menjawab persoalan yang masih terjadi sebagai hasil refleksi dari identifikasi profil dan rapor pendidikan.