3 minute read

A. Kesimpulan

Next Article
A. Kesimpulan

A. Kesimpulan

V. Kesimpulan Dan Rekomendasi

A. Kesimpulan

Advertisement

• Konsep Proses Pembelajaran Berkualitas dengan pilar Trimitra Pendidikan yang harus dilibatkan yaitu Orang tua, Guru, dan Sekolah, masing-masing pihak memiliki fungsi dan perannya sebagai kontrol atau pengendali proses pembelajaran sehingga pembelajaran yang berkualitas dapat terjadi dengan sebagaimana mestinya sesuai harapan semua pihak walaupun masa pandemik. • Konsep Pembelajaran Berkualitas terdiri dari (1)Peserta didik yang berkualitas: sehat jasmani dan rohani dan siap untuk berpartisipasi dan belajar, proses belajarnya didukung oleh keluarga dan lingkungannya, (2)Lingkungan belajar yang berkualitas: sehat, aman, protektif dan gender-sensitive, dan menyediakan sumber belajar dan fasilitas belajar yang memadai, (3)Konsep “Sekolah Penggerak” berasal dari visi dan misi untuk melibatkan sekolah sebagai “tempat” dan “media” yang dinamis menjadi intervensi yang dilakukan agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang berkesinambungan, konsep Sekolah

Penggerak menjadi unggulan Kemendikbud Ristek untuk menjawab tantangan kualitas pembelajaran saat ini, (4)Konten yang berkualitas: tercermin dalam kurikulum dan materi ajar yang relevan demi tercapainya keterampilan dasar, khususnya di bidang literasi, numerasi dan kecakapan hidup, pengetahuan dalam hal gender, kesehatan, nutrisi, pencegahan HIV/AIDS dan perdamaian.

• Kurikulum Merdeka Belajar diharapkan menjawab tantangan saat ini dengan membawa perbaikan kualitas pembelajaran melalui “ Merdeka Belajar”, kurikulum ini merupakan inisiasi yang sudah dilakukan sejak 2020 dan mengalami transformasi dari kurikulum 2013 menjadi kurikulum “Merdeka Belajar”, adaptasi dan tahapan yang dilakukan diharapkan memberikan pilihan bagi siswa dengan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa sehingga harapannya hasil dari konsep ini berdampak pada hasil belajar yang terstandar mutu dan perbaikan kualitas.

• Konsep Guru yang berkualitas adalah guru yang terlatih menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik di dalam kelas yang dikelola dengan baik, penilaian yang baik untuk memfasilitasi belajar dan mengurangi kesenjangan. melalui Guru

Penggerak, Konsep inilah yang disebut “Guru Penggerak” sebagai guru yang berkualitas, inisiasi yang mencoba mendeskripsikan guru dengan peningkatan kualitas menjadi bagian dari mekanisme proses pembelajaran yang menghasilkan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan bagi siswa sehingga menghasilkan capaian pembelajaran yang berkualitas.

• Konsep Kepala Sekolah Penggerak Pasal 1 ayat (1) Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 menyatakan bahwa "Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), atau Sekolah Indonesia di Luar Negeri”, suatu pembelajaran dikatakan aktif, efektif, dan berkualitas bila memiliki karakteristik sebagai berikut (1)peserta didik aktif bertanya - pertanyaan yang baik, (1)pertanyaan dihargai lebih dari jawaban,

(2)gagasan atau ide datang dari berbagai sumber, (3)berbagai model pembelajaran digunakan, (4)penilaian dilakukan secara persisten, otentik, transparan, dan tidak bersifat menghukum, (5)kebiasaan belajar (learning habits) terus diterapkan, (6)ada kesempatan untuk mempraktekkan pengetahuan.

• Memastikan kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik dalam rangka mewujudkan suatu standar pendidikan yang bermutu terlebih dalam konteks melihat hasil pembelajaran siswa dan sekaligus mengevaluasi pendekatan pembelajaran yang bersifat HOTS karena akan dikaitkan dengan asesmen internasional melalui PISA. Konsep Program Intervensi

Pembelajaran Berkualitas Kepala Sekolah Penggerak Lalu Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa "Beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan."

• Scorecard Penerapan Balance Scorecard dalam lembaga pendidikan akan membantu sekolah untuk mengatur / memanage sekolah dalam mengatur visi dan misi, menerjemahkan sasaran yang operasional, dan bertindak sesuai ukuran tepat guna sesuai dengan misi sekolah tersebut. Dalam bidang manajemen penyelenggaraan institusi pendidikan, terdapat banyak sumber daya yang diperlukan, seperti: manusia, fasilitas dan sarana prasarana, konten dan pengetahuan, hingga jaringan kemitraan.

• Capaian PISA Indonesia dalam dua decade masih bersifat fluktuatif dan masih berada di level bawah hal ini dapat diidentifikasi melalui: (1) kemampuan guru-guru perlu ditingkatkan terkait dengan subject content knowledge dan pedagogical skills; (2) dalam praktik pembelajaran belum sepenuhnya berbasis HOTS karena dalam PISA critical thinking dan analysis skill sangat dominan; (3) pendekatan/metode dalam pembelajaran masih berbasis expository learning approach bukan discovery-inqury learning approach yang berbasis HOTS.

• Kompetensi abad 21 dalam kaitannya dengan dimensi profil pelajar pancasila, yaitu: kegiatan kolaborasi sudah terwadahi di dimensi gotong royong, komunikasi terwadahi di dimensi gotong royong dan kebhinekaan global, berpikir kritis sudah terwadahi secara eksplisit di dalam dimensi bernalar kritis, dan kemampuan berpikir kreatif sudah terwadahi dalam dimensi kreatif.

• Profil pelajar pancasila melalui capaian pembelajaran yang berfokus pada kompetensikompetensi yang esensial dikurangi materi-materi muatan yang dirasa terlalu padat untuk dapat mengeksplorasi lebih lanjut sehingga kemampuan-kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan di level sekolah.

• Tiga utama karakteristik kurikulum prototype, yaitu Pembelajaran berbasis project untuk pengembangan soft skill dan karakter, Focus pada materi-materi esensial sehingga ada cukup waktu untuk pembelajaran yang mendalam terutama untuk kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

This article is from: