65
Iklan Layanan Mahasiswa ini Dipersembahkan oleh
Pemimpin Umum Panji Wicaksono
Alamat Surat Gedung EKs UPT Olahraga Lt. 2 Jalan Ganeca 10 Bandung 40132 Website http://www.boulevard.org email boulevarditb@yahoo.com ISSN 08546703
Pemimpin Redaksi Devy Nandya Staf Redaksi Dini Ayudia Erwin Diana Puteri Alina Erika Gavriila Ramona Menayang Hafsah Halidah Jonathan Kiat S. Khalista Diniastri Putri Megariza Mirrah Almira M. Yunus Karim Muhammad Romadhona Novita Dwi Putri Oktavina Qurotta Ayun Rafika Hasna Rahardian Dimas Prayudha Rio Aurachman Ririn Restu Adiati Sandro Hanaehan Sirait Senni Muthia Tika Ayu Nastiti Tri Anisa Septiyani Yessica Fransisca Stephanie Redaktur Artistik Shinta Dwi Wahyuni Staf Artistik Ardya Dipta Nandaviri Devi Candraditya Faisal Dwiyana P Giovani Haryadi Halida Astatin Linda Agustina Surono Nurul Hikmah Rifqi Syahrial Rumanti WAsturini Saskia Putri Augustine Sausan Atika Maesara Shauma Hayyu Syakura Yudhi Octivan Aldha Pemimpin Perusahaan Hasan Ramdan
Dalam kover Boulevard kali ini, digambarkan Akhmaloka dengan dua toga, sebagai perumpamaan kedua gelar yang diperolehnya. Akhmaloka terpilih sebagai Rektor ITB periode 2010-2014. Pada saat yang bersamaan, ia dilantik menjadi Guru Besar.
Staf Perusahaan Christianto Dila Puspita Harya Dwi Nugraha Muhammad Yorga Permana Niki Tsuraya Yaumi Novhyta Agnes Stella Nike Wardhany Windy Iriana
Resensi
oleh Hasan Ramdan Judul : Revolutionary Road Sutradara: Sam Mendes Durasi : 119 menit Pemain : Leonardo DiCaprio, Kate Winslet, Kathy Bates, Michael Shannon Judul ‘Revolutionary Road’ diambil dari nama sebuah pemukiman kalangan intelektual di Conneticut, Amerika Serikat. Film yang dibintangi oleh Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet ini menggambarkan dengan apik kisah sebuah keluarga di Amerika Selatan di tengah resesi ekonomi dunia pasca Perang Dunia II.
Film ini adalah kali kedua Leonardo DiCaprio dipasangkan dengan Kate Winslet. Aktor-aktris yang pertama kali beradu akting dalam film Titanic ini mampu menghidupkan suasana dan intrik dalam rumah tangga yang berakhir tragis. Pengambilan gambar yang didominasi oleh full-shoot sangat mendukung suasana kehidupan di periode itu. Peyuasanaan latar tahun 50an digambarkan dengan baik melalui arsitektur bangunan dan kegiatan perkantoran yang diceritakan lewat film ini. Maka pantas saja film ini masuk dalam 3 jajaran nominasi dalam ajang penghargaan bergengsi Golden Globe Awards.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Film ini berfokus pada rumah tangga Frank (DiCaprio) dan April Wheeler (Winslet) yang diakibatkan oleh jalan hidup mereka yang tidak sejalan dengan jati diri masing-masing. Frank merasa bosan dengan karirnya yang cemerlang, bukan karena uang tapi karena ia belum menemukan apa yang ia inginkan. Sedangkan April yang ibu rumah tangga selalu dihantui oleh depresi karena harus meninggalkan karirnya sebagai pemain teater. Puncaknya, pada suatu saat April menyadari penyebab kegalauannya
dan memberikan ide untuk pindah ke Perancis agar dia dan Frank dapat leluasa mencari apa yang kurang dari hidup mereka.
Cerita dalam film ini dapat menjadi cermin kehidupan mahasiswa saat ini. Mahasiswa harus tahu apa yang mereka inginkan di masa depan. Jangan sampai muncul Frank Wheeler lainnya.[]
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
oleh Shinta Dwi Wahyuni Judul : Persepolis Sutradara: Marjane Satrapi dan Vincent Paronnaud Durasi : 95 menit Pemain : Chiara Mastroianni, Catherine Deneuve, Danielle Darrieux, Simon Abkarian Persepolis adalah sebuah film animasi yang bercerita tentang kehidupan Marjane Satrapi, seorang wanita berkebangsaan Iran. Diadaptasi dari graphic novel berjudul sama, film ini menggambarkan perkembangan politik dan pemerintahan Iran, dari era kediktatoran Shah sampai Revolusi Islam. Marjane, yang terlahir dalam keluarga komunissosialis, tumbuh menjadi gadis yang vokal dan berani. Hidup di Iran yang penuh konflik dan peperangan serta pemerintahan yang mengekang, orang tua Marjane khawatir akan masa depan
gadis itu. Akhirnya Marjane pun dikirim ke Vienna, Austria. Di negeri orang, Marjane menjalani kehidupan yang berbeda, sampai ia kembali lagi ke Iran untuk beberapa tahun, lalu menetap di Perancis. Lewat Persepolis, Marjane menceritakan kondisi politik negaranya dengan lugas dan berani, melalui sudut pandang yang sekuler dan sedikit bumbu humor. Disutradarai oleh Marjane Satrapi sendiri sebagai pembuat cerita, dan Vincent Paronnaud, seorang seniman dan film-maker asal Perancis, film ini terbilang unik. Dibandingkan dengan kisah film yang mengusung topik yang berat, visualisasi film ini justru terkesan main-main dan kekanak-kanakan. Tidak jauh berbeda dari graphic novelnya, animasi Persepolis juga didominasi oleh warna monokrom. Simpel dan terkesan naif. Film animasi ini merupakan sebuah political review yang dikemas secara ringan lewat kisah autobiografi seorang wanita. Sebuah film yang mampu membuka wawasan sekaligus menghibur.[]
Djoko Santoso: “Saya Sangat Puas dengan Kinerja Saya Memimpin ITB”
Dengan mengusung jargon communication, welfare, dan accountable, Djoko Santoso memimipin Institut Teknologi Bandung mulai tahun 2005 hingga saat ini. Apa saja yang telah dicapai Djoko selama lima tahun kepemimpinannya?
PR Lama Rektor Baru Selama lima tahun terakhir, ITB telah merasakan sejumlah perbedaan, baik kemajuan maupun kemunduran. Kini kepemimpinan beralih ke rektor yang baru. Boulevard menyoroti sejumlah pekerjaan rumah bagi Akhmaloka.
Kemahasiswaan Kata Pak Rektor Apa kata rektor baru mengenai kemahasiswaan di ITB? Bagaimana upaya selanjutnya untuk memajukan kemahasiswaan yang ada di ITB? Baca dalam wawancara Boulevard dengan rektor ITB terpilih.
Testimoni Pendapat ITB mengenai rektor lama dan harapan mengenai rektor baru.
Menapaki Jalan Menuju ITB-1 Napak tilas pemilihan Rektor ITB periode 2010-2014.
Resensi Rekor Pita Merah di ITB Berkompetisi Melestarikan Angklung JGTC Roadshow ke ITB Satu Suara dari Mahasiswa Maen Gedhe Koedroek
IT(S)B: Kampus Pseudo-ITB ITB dalam cita-citanya menjadi research university berencana untuk membangun fasilitas penunjang. Namun kampus Ganesha sudah penuh dengan bangunan. Apa yang dilakukan ITB? Membangun cabang, tentunya.
Meredupnya Si Bintang Merah
Cerita yang Terus Berulang
KM ITB Batal Keluar Negeri
Mahasiswa dalam Reformasi ’98 Lebih dari sepuluh tahun telah berlalu sejak reformasi yang menggulingkan kekuasaan Orde Baru. Boulevard akan membawa pembaca mengenang pergerakan mahasiswa dalam meninggalkan jejak di dunia perpolitikan Indonesia.
Onno W. Purbo : Teknologi Untuk Semua
Monumen Perjuangan Ganesha 10 Sebuah cerita di balik berdirinya salah satu monument di Jalan Ganesha 10.
Mungkin bagi orang awam namanya jarang terdengar. Namun di bawah asuhannya, mahasiswa ITB berhasil menyatukan seluruh jaringan yang ada di ITB.
Musik Buku Film
Trek pertama yang membuka serentetan pernyataan itu adalah 24-25. Melodi-melodi yang tercipta pada trek ini tidak begitu menyenangkan, seperti menghitung waktu menggembirakan sekaligus pengkhianatan yang menyakitkan. Namun kita akan segera mendengar melodi manis indikasi cinta yang awam; cinta yang seakan-akan berisi hal
yang melulu indah. Melodi ini muncul pada trektrek seperti Mrs. Cold dan Me In You. Kemudian, KOC memperkenalkan kitab pada keterisolasian dan rasa sakit. Misalnya pada Freedom and It’s Owner, Riot on An Empty Street, dan Peacetime Resistance. Namun KOC seperti kehilangan unsur catchy yang sangat menonjol pada dua album mereka sebelumnya, Quiet is A New Loud dan Riot on An Empty Street. Selain itu, tidak ada yang baru pada album ini. Semuanya masih terdengar sama. Biar begitu, duo yang diusung Erlend ye dan Eirik Glambek Boe ini tetap berhasil memukau para pendengarnya dengan kesederhanaan dan kedalaman arti pada liriknya.[]
Buku : Blink Penulis : Malcolm Gladwell Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Halaman : 316 halaman “Sesungguhnya manusia memiliki kemampuan untuk memutuskan lewat alam bawah sadar.” Pernyataan inilah yang berusaha untuk diungkapkan Malcolm Gladwell pada buku keduanya, Blink. Sama seperti buku-bukunya yang lain, Tipping Point dan Outliers, Gladwell membawa kita dalam sebuah petualangan di dunia wawasan yang belum terjamah. Referensi yang bertumpuk dan penuh nuansa akademis, Blink menawarkan serentetan pengetahuan baru namun tak membosankan. Blink bercerita tentang peranan alam bawah sadar kita dalam membuat keputusan. Dijelaskan mengapa pakar barang antik bisa lebih tepat dalam menilai keaslian suatu Kouros dibanding riset berbulan-bulan yang dilakukan museum. Diceritakan pula apa rahasia seorang tester makanan bisa digaji puluhan ribu dolar hanya karena kemampuannya dalam menilai prospek sukses suatu makanan cukup dengan sekali kecap.
oleh Rio Aurachman
Buku kedua Gladwell ini juga menyampaikan pentingnya membiasakan diri dengan kata-kata positif. Blink memaparkan secara ilmiah bagaimana orang dapat menjadi penyabar saat sering bergelut dengan kata “sabar” dan menjadi pemberontak hanya karena sering berucap kata “berontak”. Bila dalam buku Outliers ia mengungkapkan kisah sendu yang dialami Yahudi karena fasis, dalam buku Blink, penulis keturunan Afrika ini menyayangkan stereotip yang terbentuk tentang negrokriminalitas serta Muslim-terorisme. Blink menjadi sebentuk usaha Gladwell untuk menyampaikan pendapat politisnya pada para pembaca. Blink mengajak kita untuk berpikir tanpa berpikir. Blink mengajak kita untuk mengambil keputusan dengan cepat. Semangat yang perlu dimiliki mahasiswa untuk menghadapi hidup yang penuh pilihan.[]
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Memasuki akhir tahun, hujan seperti tak bosan-bosannya membasahi Ganesha. Boulevard menangkap sejumlah momen dalam romantisme kampus…
Declaration of Dependence Kings of Convenience 2009 EMI
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Wisuda dan polemik arak-arakan. Sebuah cerita lama yang terus berulang.
Rintik Hujan di ITB
: : : :
Pernyataan cinta. Itulah yang dihembuskan duo Kings of Convenience (KOC) dalam Declaration of Dependence. Pernyataan cinta yang ditanggapi dingin, yang tertunda bertahun-tahun. Pernyataan cinta yang mengunci hati sehingga tidak mampu berpaling dari ‘dia’. “Penguncian hati” inilah yang diterjemahkan dengan sangat menarik oleh KOC, tidak hanya mengunci hati pada wanita, tapi juga pada hal-hal lain: zona nyaman dan rasa sakit.
KMSR akhirnya memutuskan untuk vakum dari segala kegiatannya sebagai himpunan. Apa sebabnya?
Perwakilan dari himpunan-himpunan dan kabinet Keluarga Mahasiswa ITB akan studi banding keluar negeri. Namun belakangan diketahui rencana tersebut ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan…
Judul Artis Tahun Label
Kencan
Visi
program studi Teknik Informatika dan Elektro di Indonesia untuk teknik jaringan komputer.
Setiap tahun, lulusan-lulusan SMA se-Indonesia ramai-ramai mendaftar untuk jadi mahasiswa kampus gajah. Ada yang datang dengan berjuta harapan untuk masa depan yang lebih baik, ada yang datang untuk meneruskan jejak orang tua atau kerabat, ada pula yang datang karena ‘orang tua nyuruhnya begitu’. Apa pun alasannya, hidup itu pilihan. Mahasiswa memilih untuk jadi mahasiswa. Manusia bertransformasi. Siswa SD tumbuh kemudian masuk SMP, lalu SMA. Setelah itu tentu saja kuliah. Proses ini begitu wajar, hingga tempelan ‘maha’ dalam kata mahasiswa sudah tidak berarti. Toh pergi ke kampus hanya kelanjutan hidup yang dilakukan dengan otomatis. Sedangkan mahasiswa seharusnya bukan sekedar anak SMA yang bertambah usia. Ya, zaman memang berubah, kampus juga berubah. Kalau dulu mahasiswa dianggap cukup dewasa untuk menentukan masa depannya, sekarang kampus menargetkan harus lulus dalam 6 tahun. Mau melanggar? Siap-siap DO. Kalau dulu organisasi kampus dianggap cukup bertanggung jawab untuk diberi kebebasan, sekarang kampus membuat berbagai peraturan yang harus ditepati. Kalau mau coba melanggar hukumannya beragam, dari mulai dari ‘sekedar’ surat peringatan, pemotongan jatah SKS, skorsing, sampai DO. Tujuannya baik. Agar kampus tertib, minimalisasi ‘kecelakaan’ dalam lingkungan kampus, menjaga nama ITB tetap harum dan terhindar dari segala stereotip buruk masyarakat mengenai dunia pendidikan tinggi saat ini, dan seterusnya. Dengan semakin bertambahnya peraturan, ruang untuk melakukan kesalahan diperkecil terus menerus. Lama-lama mahasiswa ITB tidak perlu belajar dari kesalahan, karena selama mereka mengikuti peraturan, dijamin mereka tak pernah salah. Konsekuensinya mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai individu yang cukup dewasa untuk menentukan pilihan.
Menyikapi pergantian rektor di ITB, Onno berharap adanya rektor baru di ITB dapat menjadikan ITB lebih bermanfaat. “ITB hanya akan mempunyai nilai pada saat ITB memberikan manfaat pada 200 juta bangsa Indonesia,” beliau menyampaikan. “Jika pimpinan, dosen, dan mahasiswa ITB hanya memikirkan dirinya sendiri saja, ITB tidak akan bernilai apa-apa.”\
Dalam perkembangannya sebagai institusi pendidikan pun, kampus ini hanya mendengungkan dua hal: softskill dan hardskill. Sedangkan pembelajaran untuk jadi mahasiswa yang sebenarnya bukan didukung, malah terus menerus ditekan. Mahasiswa diproses secara batch, tersedia tiga kali dalam setahun. Kalau begitu, apa bedanya mahasiswa dengan komputer? Memangnya ITB mau jadi pabrik![]
Lalu, apa yang menyebabkan Onno berhenti mengajar di ITB? Menghadapi pertanyaan ini, dia menjawab dengan tegas, “Saya mengonsentrasikan diri mengajar bangsa Indonesia, bukan sekedar mahasiswa ITB yang cuma 100 orang satu semester.” Dia menilai seharusnya mahasiswa mengerjakan dan memilih bidang studi yang benar-benar disukai. Menurutnya, nilai mahasiswa bukanlah bergantung pada kepandaian, jabatan, kekayaan, ataupun gelar. “Nilai anda pada akhirnya hanya akan tergantung pada jumlah orang yang merasakan manfaat dari anda,” ucapnya.[] Foto: Internet
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Ditanya soal kebijakan rektor ITB pada masa ia bekerja di ITB, Onno berkomentar singkat. “Wah, saya sudah gak inget sebenernya, secara umum rasanya pimpinan tidak mengerti apa yang kita kerjakan,” komentarnya. “Baru belakangan di akhir-akhir masa saya aktif di ITB, baru pimpinan ITB melihat potensi yang ada di aktivitas CNRG dan KMRG (Knowledge Research Management Group, red.).”
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
“Yang membanggakan lagi, CNRG (Computer Research Network Group, red.). ITB saat itu sempat menjadi perintis dan panutan teknologi jaringan komputer dan Internet di Indonesia dari 1993-2000an,” Onno melanjutkan. Salah satu anak didiknya bersama KMRG ITB sempat pula menjadi perintis dan panutan teknologi perpustakaan digital di Indonesia pada awal tahun 2000. Sambil bercerita, Onno juga menyebutkan bahwa dulu ia sempat memperluas jangkauan internet ITB sampai ke Plesiran. “Wah itu sih kerjanya anakanak CNRG seperti Basuki Suhardiman, Arman Hazairin, dan kawan-kawan,” katanya. “Mereka kan saya bebaskan untuk berkreasi ngoprek pakai infrastruktur yang ada… Itu menyambungkan koskosan anak-anak di Plesiran.”
Kilas
Kencan
Oleh Halida Astatin
Bagi kelima mahasiswa SBM ITB, tujuan proyek ini diadakan adalah dalam rangka menyambut Hari AIDS yang jatuh setiap tanggal 1 Desember, meningkatkan awareness generasi muda terhadap bahaya HIV/AIDS, meningkatkan solidaritas kepada para ODHA, dan menerapkan ilmu kepemimpinan (leadership) yang telah diajarkan di bangku perkuliahan. Selain pengumpulan tanda tangan, diadakan pula roadshow berupa penyuluhan ke SMA-SMA di wilayah Bandung. Puncak acara ialah konser musik solidaritas yang dilaksanakan di Braga City Walk tanggal 1 Desember 2009. (Sausan)
FPA XII merupakan sebuah program kerja rutin Keluarga Paduan Angklung ITB (KPA-ITB) yang diselenggarakan tiap dua tahun sekali. Tujuannya adalah sebagai wujud nyata pelestarian eksistensi musik angklung baik nasional maupun internasional. Dalam acara ini, para pecinta angklung dapat menjalin silaturahmi, berbagi isu seputar dunia angklung, sampai berkompetisi dalam memainkan alat musin tersebut. Rangkaian acara yang ada pada Festival Paduan Angklung XII ITB (FPA XII ITB) berupa “Lomba Paduan Angklung 2009”, “Evening Concert: Serenade Of Life”, “Seminar Meningkatkan Media Pendidikan dan Apresiasi terhadap Kesenian Nusantara melalui Kesenian Angklung”, “Workshop Pembuatan Angklung”, “Presentasi Angklung Music in Singapore and Thailand”, “Workshop Traditional Bamboo Music In South East Asia”, “Pameran Alat Musik Tradisional Rumpun Bambu Sebagai Ciri Khas Budaya Daerah”, dan “Closing Concert”. Lomba Paduan Angklung 2009 terbagi atas beberapa kategori yakni “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Sekolah Dasar”, “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Sekolah Menengah Pertama”, “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Sekolah Menengah Atas”, “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Perguruan Tinggi dan Umum”. Juara 1 dari “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Sekolah Dasar” dimenangkan oleh SD Isola 2 Bandung, Juara 1 dari “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Sekolah Menengah Pertama” dimenangkan oleh SMP Negeri 1 Balikpapan, Juara 1 dari “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Sekolah Menengah Atas” dimenangkan oleh SMA Negeri 3 Bandung, dan Juara 1 dari “Lomba Paduan Angklung 2009 Kategori Perguruan Tinggi dan Umum” dimenangkan oleh Gentra Seba STBA.(Senni)
Siapa Onno W. Purbo? Mungkin bagi orang awam, nama Onno W. Purbo bukan nama yang familiar dan sering didengar. Namun di dunia jaringan komputer, lulusan terbaik Teknik Elektro ITB tahun 1987 ini adalah seorang pakar yang besar pengaruhnya. Dilahirkan di Bandung pada 17 Agustus 1962, Onno W. Purbo sempat menjadi dosen di Elektro ITB sejak Februari tahun 2000. “Panjang ceritanya, maklum total sekitar 7 tahun,” ungkap Onno. Beliau bercerita bahwa dulu, mahasiswa ITB adalah orang pilihan dari segala lapisan. Menurutnya, uang pangkal yang saat itu masih tidak terlalu tinggi menyebabkan persaingan masuk ITB lebih ketat karena semua orang bisa terlibat didalamnya. “Dulu masih belum dikejar target harus lulus 4 tahun,” komentarnya. “Masih bisa nongkrong di himpunan, workshop, ARC, dan lain-lain.” Menurut Onno, hal ini sangat positif bagi mahasiswa. Onno sendiri seringkali bertemu dengan mahasiswamahasiswanya yang sedang begadang dan tidur
di laboratorium. Tidak jarang dia ikutan ngoprek, terutama tentang teknologi jaringan. Di antara anak-anak yang dibimbingnya, beliau menyebutkan adanya orang-orang seperti Arman Hazairin, direktur Yellow Pages saat ini, Ismail Fahmi, dan Basuki Suhadirman. “Mereka anak-anak yang mau hidup di laboratorium, mengembangkan teknologi, bahkan mengembangkan digital library pertama di Indonesia,” ujarnya bangga. Di bawah bimbingannya juga, mahasiswa ITB pertama kalinya menyambungkan seluruh jaringan internet di ITB. “Ismail Fahmi dan teman-temannya itu orangorang yang menulis buku tentang TCP/IP pertama di Indonesia,” ceritanya. Buku yang ditulis anak bimbingannya itu, Onno katakan, merupakan buku yang selama 8 tahun menjadi acuan seluruh
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Pengumpulan tanda tangan dilakukan di atas pita merah AIDS terbesar yang dibuat dari kain sepanjang 200 meter dengan bubuhan lebih dari 1000 tanda tangan dari para dosen, staff pengajar, public figure yakni Becky Tumewu (pemilik Talk Inc. Public Speaking Course) dan Jaya Suprana (budayawan), mahasiswa ITB, pelajar SMA, serta masyarakat umum. Peresmian rekor sendiri dilaksanakan pada tanggal 29 November 2009.
Festival Paduan Angklung XII ITB (FPA XII ITB) diselenggarakan selama 6 hari pada tanggal 16 – 21 November 2009. Bertempat di area kampus ITB acara ini dimeriahkan oleh berbagai tim serta tokoh-tokoh angklung dalam maupun luar negeri.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Pada tanggal 25 – 29 November 2009 bertempat di sekitar Gedung Perkuliahan SBM, Campus Center Barat, dan Mall of Indonesia (Kelapa Gading, Jakarta) diadakan acara Rekor Pengumpulan 1000 Tanda Tangan Lebih bernama “SBM ITB for HIV/AIDS SOLIDARITY” yang diinisiasi oleh lima orang mahasiswa SBM ITB yakni Kristia, Febrian Gilang Isradityo, Faza Fauzan Adima, Ronald Adriano, dan Dirwanta Firsta bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan Aids (KPA), LSM Indonesia Unite, dan MURI.
Memoar
Kilas
Sabtu (21/11) bertempat di Basement CC Barat, Kongres KM ITB mengadakan musyawarah untuk menentukan calon rektor pilihan mahasiswa. Nama calon rektor ini nantinya akan diajukan oleh perwakilan mahasiswa dalam Rapat Pleno MWA untuk memilih Rektor ITB periode 2010-2014 yang diselenggarakan Senin, 23 November 2009.
“Momen reformasi itu sendiri bukan diciptakan oleh mahasiswa, tetapi momen itu datang kepada mahasiswa,” tegas Andri. Pergerakan mahasiswa pada saat itupun tercipta dengan sendirinya karena keadaan yang ada, karena sebuah prinsip yang dipegang oleh Satgas saat itu: untuk Tuhan, bangsa, dan almamater.[]
Foto-foto: Internet
Salah satu Roadshow JGTC ialah di Bandung yang bertempat di kampus ITB. Pelaksanaan Roadshow JGTC di kampus ITB yakni pada tanggal 18 November 2009 mulai pukul 17.00 sampai 22.00 WIB di Lapangan Basket ITB. Roadshow JGTC di Bandung ini diadakan atas kerjasama panitia JGTC, Apres! ITB, dan IT Jazz. Pengisi acaranya ialah Indra Aryadi ‘n friends featuring Brinets Idoll, IT Jazz ITB, band-band dari unit Apres! ITB, Klabjazz-Buy 3 Get 4,Sketsa, ESQI:EF (Syaharani and The Queenfireworks). (Sausan)
Himpunan yang mendukung satu atau dua nama calon umumnya menggunakan tiga buah parameter dalam menilai calon rektor pilihan mereka. Ketiga parameter tersebut adalah track record alias kinerja mereka selama melaksanakan suatu jabatan, komitmen untuk membuka komunikasi dengan mahasiswa, dan performa ketiga calon pada acara Debat Calon Rektor yang berlangsung Sabtu pagi, (21/11). (Novita, Mirrah)
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
“Itu merupakan panggilan moral,” jawab Gustaff. Mahasiswa menurut Gustaff adalah bagian dari
elit yang berkesempatan mendapatkan pendidikan dan dapat mengakses pengetahuan dan informasi lebih ketimbang masyarakat kebanyakan. Sehingga sudah menjadi kewajiban bagi mahasiswa untuk terlibat dalam pergerakan.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65 Ide mengenai dialog nasional akhirnya dapat diterima dan dialog akhirnya dapat terlaksana, meskipun sempat mengalami banyak kendala karena sulitnya meyakinkan tokoh-tokoh politik untuk hadir dalam dialog ini. Dialog ini pada akhirnya dihadiri oleh empat orang politisi besar, yaitu Amien Rais, Gus Dur, Megawati, dan Sri Sultan Hamengkubuono X. Dari dialog tersebut, lahir 10 tuntutan. Di antaranya, menuntut penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil, penghapusan dwifungsi ABRI, pengusutan kekayaan Soeharto, dan menyatakan pemerintah Habibie sebagai transisi.
Jazz Goes To Campus 32nd (JGTC) diadakan oleh mahasiswa Universitas Indonesia dengan acara puncak pada tanggal 29 November 2009 di Jakarta. Acara ini memiliki tujuan agar musik jazz juga dapat dinikmati oleh kalangan mahasiswa. Selama 31 tahun terakhir, acara ini hanya dilaksanakan di Universitas Indonesia. Oleh karena itu, pada pelaksanaan yang ke-32, diadakan Roadhsow JGTC sebagai salah satu rangkaian acara JGTC di luar wilayah Jakarta. Tujuannya agar tidak hanya mahasiswa-mahasiswa yang berdomisili di Jakarta saja yang dapat menikmati musik jazz di kampusnya.
Musyawarah dimulai sekitar pukul 20.00 WIB, terlambat tiga puluh menit dari waktu yang telah dijadwalkan, yaitu pukul 19.30 WIB. Bertindak sebagai moderator malam itu adalah Fikri (MG’05). Seharusnya musyawarah ini diikuti oleh perwakilan unit dan himpunan jurusan. Namun, tidak ada satu pun perwakilan unit yang datang. Sebaliknya, hampir seluruh himpunan jurusan mengirimkan perwakilannya.
Salah satu Unit Seni Budaya, Loedroek ITB kembali melaksanakan penampilan besarnya di akhir tahun 2009 dalam Maen Gedhe Loedroek ITB yang telah dilaksanakan lebih dari 80 kali. Tema yang diusung kali ini adalah nasionalisme. Acara dilaksanakan di Aula Barat ITB tanggal 11 Desember 2009 mulai pukul 19.00. Harga tiket Rp 2.000,00 dan terbuka untuk umum. Tujuan diadakan acara ini ialah untuk menyampaikan aspirasi dan pesan mengenai nasionalisme sekaligus hiburan bagi para penonton. (Sausan)
Laporan Utama
Memoar Belum lama pergerakan mahasiswa berlangsung di ITB, pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Pengunduran diri ini terjadi satu hari setelah mahasiswa ITB berhasil meyakinkan Liliek Hendra Jaya, Rektor ITB saat itu, untuk menandatangani surat permintaan pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Perjuangan mahasiswa tidak berhenti sampai di situ. Menurut Gustaff, setelah peristiwa Mei 1998, situasi turbulensi sosial masih terjadi, ketidaksetimbangan politik masih hangat, dan ancaman bahwa proses perubahan yang baru terjadi itu dijegal oleh rezim orde baru masih terasa. Saat itu, Satgas merasa harus mendorong satu skema gerakan alternatif untuk menginterfensi turbulensi politik yang terjadi.
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Dengan mengusung jargon communication, welfare, dan accountable, Djoko Santoso memimipin Institut Teknologi Bandung mulai tahun 2005 hingga saat ini. Banyak kebijakan dikeluarkan, banyak keputusan dibuat, semua ditujukan untuk membuat ITB mencapai tujuan yang diinginkan. Menjelang berakhirnya masa jabatan bulan Januari 2010, apa saja yang telah dicapai Djoko selama lima tahun kepemimpinannya?
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Oleh: M. Yunus Karim, Yessica Frasnsisca Stephanie, Muhamad Romadhona, dan Erika
Pada 10 November 1998, diselenggarakan sidang istimewa untuk mendiskusikan penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil dan transparan. “Kita waktu itu merasa proses negosiasi dan dialektika politik yang terjadi di parlemen itu tidak akan bisa menghasilkan kebijakan yang signifikan,� ujar Gustaff. Oleh karena ketidakyakinan tersebut, Satgas merasa harus ada upaya-upaya untuk mendukung gerakan ekstra parlementer sehingga muncul gagasan untuk menyelenggarakan dialog nasional atau lebih dikenal dengan istilah Deklarasi Ciganjur.
Memoar
Laporan Utama
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65 ***** Salah satu tugas dari Satgas KM ITB adalah mengkoordinir demonstrasi. Demonstrasi di ITB pada saat itu dilaksanakan sebanyak dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Kamis. Meskipun pesan yang disampaikan di setiap demonstrasi sebenarnya sama, yaitu meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden, demonstrasi di ITB bisa dikatakan berbeda dari demonstrasi pada umumnya. Di ITB, tuntutan disampaikan dengan penekanan visual. Inspirasi untuk melakukan penyampaian pesan secara visual ini diperoleh mahasiswa dari catatan pinggir Goenawan Muhamad. Pada tulisantulisannya, beberapa kali Goenawan membahas imagologi. Imagologi sendiri adalah sebuah konsep yang diambil dari novel karya Milan Kundera yang berjudul Immortality. Berasal dari penggabungan makna kata imago dan logos, ia mempunyai arti logika imaginasi. Di dalam novel tersebut, Kundera menyimpulkan penyebab keruntuhan blok timur,
yang mempunyai idiologi yang begitu kuat, adalah image yang diciptakan negara-negara penganut demokrasi. Imagologi ini yang kemudian digunakan oleh mahasiswa. “Kalo kita mau ngalahin idologinya Orde baru itu, bukan dengan idiologi, tapi dengan popularitas,� jelas Andri.
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
sebetulnya memberi mandat pada KM ITB 98 saat itu untuk membentuk tim taktis supaya gerakan mahasiswa di ITB itu bisa lebih terkoordinir dan terencana,� tambah Gustaff.
Demonstrasi pada saat itu juga sedikit banyak dipengaruhi oleh peristiwa Mei 1968 yang terjadi di Paris. Pada saat itu, terjadi demonstrasi mahasiswa besar-besaran untuk menjatuhkan pemerintahan De Gaulle di Perancis. Pada peristiwa tersebut, mahasiswa Paris mempunyai cara yang unik dalam melakukan demonstrasi. Mereka menggunakan spanduk-spanduk kreatif dan istilah-istilah menarik. Cara protes mahasiswa Paris ini yang berusaha ditiru mahasiswa ITB. Tiap kali demonstrasi akan dilaksanakan, kawasan di sekitar kolam Indonesia Tenggelam seolah disulap menjadi arena teater. Mata orang-orang yang datang dimanjakan dengan berbagai propaganda yang menarik. Spandukspanduk besar dibentangkan di kedua Labtek yang menghimpit kolam Indonesia Tenggelam. Panji-panji bertuliskan aspirasi mahasiswa tampak tersablon dengan rapi. Gambar tangan terbuka juga tampak terlekat di berbagai sudut.
foto: shinta
Laporan Utama
Memoar menuturkan bahwa rektorat sering mengambil keputusan sepihak untuk kegiatan kemahasiswaan dan mahasiswa selalu mendapat asumsi negatif jika ingin menyampaikan ide-ide tentang kemahasiswaan. “…nanti kalau acaranya bagus ya, terima kasih. Kalau kegiatannya jelek, baru kita dimarah-marahin. Jadi ya gak ada komunikasi yang baik untuk membangun kemahasiswaan kita yang seperti apa. Jadi, ya sepihak. Adapun kalau kita punya ide-ide selalu diasumsikan negatif,” jelas Benny. “Peraturan itu gak sepihak, tapi berpihak. Berpihak pada kemaslahatan, seperti kemaslahatan masyarakat mungkin atau kemaslahatan mahasiswa. Emangnya kalau mahasiswa berantem nanti ruginya di saya? Kan tidak, ruginya ya di mahasiswa sendiri,” bantah Djoko.
foto: shinta
Salah satu hal yang dibanggakan Djoko pada masa kepemimpinannya adalah pemberian status Wajar Tanpa Pengecualian di bidang audit finansial kepemimpinannya. “RI (Republik Indonesia, red.) aja statusnya disclaimer, lho,” terang Djoko. Dalam hal pemberian predikat ini Benny memiliki kritik terhadap Djoko. “WTP (Wajar Tanpa Pengecualian, red.) ini adalah suatu status yang didapatkan dengan bisa dikatakan ‘do nothing’, lah. Jadi bisa dikatakan rektorat tidak terlalu berbuat untuk halhal yang baru,” sergah Benny. Benny juga memiliki pandangan terhadap komunikasi Djoko dengan mahasiswa. Benny
Dari seluruh kebijakan yang telah dibuat Djoko membuat penilaian terhadap kinerja dirinya selama 5 tahun terakhir ini. Apabila dirata-ratakan dari keempat aspek yang dinilai, Djoko memberikan nilai 8 terhadap kinerjanya. Keempat aspek itu adalah akademis, finansial, kesejahteraan, dan fasilitas. Sama halnya dengan Djoko, Benny pun memberikan penilaian. Benny lebih menilai kinerja Djoko dalam membangun fondasi bagi pemerintahan selanjutnya. Namun hasil penilaian terlihat jauh berbeda. “…saya nilai mungkin masih 4,5. Yah, dia (Djoko Santoso, red.) mungkin emang fokus dimana, tapi di beberapa poin gak terlalu fokus. Dengan kondisi ini saya nilai 4,5.”[]
Salah satu kampus yang ikut menyuarakan perubahan adalah ITB, meskipun pada waktu itu pergerakan ITB dalam menanggapi peristiwa yang terjadi dapat dikatakan terlambat. “Gerakan ITB tuh gerakan mahasiswa paling telat,” kata ketua tim materi Satgas KM ITB, badan pengkoordinasi pergerakan mahasiswa, Andrianto Soekarnen (FI’90). Pergerakaan mahasiswa di ITB baru dimulai beberapa bulan setelah mahasiswa UGM di Yogyakarta membakar patung Soeharto dan mahasiswa UI telah mengganti nama kampus mereka menjadi kampus perjuangan rakyat. Menurut Andri, lambatnya pergerakan mahasiswa saat itu terjadi karena adanya redaman dari beberapa pihak di ITB yang memiliki kepentingan untuk mengamankan Sidang Umum MPR di bulan Maret 1998. Di mana pada Sidang Umum tersebut, B.J Habibie yang notabene dekat dengan ITB akan diangkat menjadi wakil presiden dan beberapa pihak di ITB pada saat itu mempunyai kepentingan dari pengangkatan tersebut. KM (kabinet) pada saat itu juga dianggap kurang tanggap dalam menyikapi isu pergerakan mahasiswa. “Saat itu, kebetulan FKHJ (Forum Komunikasi Himpunan Jurusan, Red) yang lebih berperan,” papar Gustaff Hariman Iskandar (SR’93). Gustaff saat itu menjabat sebagai pengelola dewan studio KMSR dan anggota Satgas KM ITB. FKHJ yang saat itu diketuai oleh Agung Wicaksono
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Secara keseluruhan, hal yang dilakukan Djoko untuk membuat ITB lebih baik adalah dengan membuat ITB lebih teratur. “Yang saya lakukan untuk membuat ITB adalah lebih teratur, yaitu dengan membuat ITB lebih akuntabel. Dan saya telah melaksanakan tugas saya di bidang itu,” tandas Djoko. Hal senada diutarakan Anggota Majelis Wali Amanat wakil mahasiswa, Benny Nafariza (EL’05). “Itu (manajemen, red.) yang istimewa, istilahnya, Pak Djoko itu membuat kestabilan di kampus ini selama ITB bertransformasi menjadi BHMN. Itu yang paling kuat di jamannya Pak Djoko ini,” tutur Benny.
Selama 5 tahun memimpin, Djoko masih memiliki hal yang belum dapat dia perbaiki, yaitu belum bisa mengatur orang-orang yang tidak terbiasa dengan peraturan. Meski demikian, dia tetap puas dengan kinerjanya dalam memimpin ITB. “Orangnya gak bisa diatur, mereka gak bisa, dan gak terbiasa dengan peraturan. Intinya, saya sih sangat puas dengan kinerja saya memimpin ITB ini,” tegas Djoko. Menanggapi kepuasan Djoko dalam memimpin ITB, Benny berpendapat bahwa yang dilakukan Djoko hanya sekedar tercapai, tetapi belum sesuai dengan yang diinginkan. “Mungkin karena belum cukup waktunya, orangorang belum puas.”
Pada awal tahun 1998, sejarah kembali berulang. Pergerakan mahasiswa secara besar-besaran terjadi di Indonesia. Pergerakan ini dipicu oleh kondisi moneter dan ekonomi Indonesia yang mengalami krisis pada tahun 1997. Krisis ini kemudian berdampak pada kehidupan perekonomian rakyat yang memburuk dari hari ke hari. Mulai dari hilangnya sembako dari peredaran, harga yang membumbung tinggi, sampai semakin meledaknya jumlah pengangguran dan calon pengangguran. Selain itu, isu-isu mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mewarnai pemerintahan Presiden
Soeharto yang saat itu menjabat sebagai kepala Negara mulai dirasakan oleh publik. Peristiwa ini kemudian menggerakkan mahasiswa di lebih dari 20 kampus di seluruh Indonesia untuk bersamasama menuntut sebuah perubahan yang lebih dikenal dengan sebutan ‘reformasi’.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Djoko pun beralasan bahwa mahasiswa tidak mungkin dilibatkan dalam diskusi dalam pengambilan sebuah keputusan. “Ini bukan pemerintahan yang perlu demokrasi. Ini institusi pendidikan. Kalo demokrasi gitu, nanti anak-anak mahasiswa pengen nilai 8 minimal juga dikabulkan saja gitu? Harus ada aturan.”
Entah mengapa pergerakan mahasiswa secara besarbesaran hampir selalu berulang di setiap dekade. Mahasiswa tahun 60an mempunyai sejarah penting pada tahun 1966 ketika pada bulan Februari 1966, KAMI Bandung dipelopori DM ITB mengirim 200 mahasiswa untuk membantu mahasiswa Jakarta yang terdesak akibat terbunuhnya Arief Rahman Hakim. Gerakan yang terkenal dengan sebutan perjuangan Tritura ini menghasilkan pemerintahan baru yang disebut ‘Orde Baru’. Sedangkan periode 1977-1978 tidak akan dilupakan mahasiswa angkatan 70an yang merasakan sendiri Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).
Memoar
Laporan Utama
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009 foto: shinta
Ilustrasi: Devi
Oleh Windy Iriana
Lima tahun yang lalu Djoko Santoso naik menjadi rektor. Dengan mengusung akuntabilitas, kesejahteraan, dan komunikasi, ITB telah merasakan sejumlah perbedaan, baik kemajuan maupun kemunduran. Kini kepemimpinan kampus gajah kembali berganti. Giliran Akhmaloka menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah yang tertinggal dari kepemimpinan sebelumnya.
Laporan Utama
Kampus
Pada pelaksanaannya, single account mengundang kontroversi. Banyak lembaga kemahasiswaan yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan ini. “Rasanya seperti dompet Anda diambil dan Anda harus melakukan hal-hal prosedural terlebih dahulu untuk mengambilnya, padahal dana itu jatahnya Anda,” ujar Mary. Sistem dan prosedur yang mengikat lembaga-lembaga di ITB yang tidak dengan manajemen keuangan yang keakuntabilitasannya itu mengeluhkan service dari pengelolaan finansial ITB.[]
membuat terbiasa dituntut level of
Oleh Shauma Hayyu Syakura dan Rafika Hasna Perwakilan mahasiswa ini akan mengunjungi 5 universitas di 5 negara, di antaranya Singapura dan Thailand. Gratis. Tidak perlu bayar karena ITB yang menanggung biaya akomodasinya.
Ketimpangan S1 dan S2 Masalah yang dihadapi pada mahasiswa S1 terletak pada bidang soft skill-nya. Begitu menurt Wakil Rektor Senior Bidang Akademik, Adang Surachman. Mahasiswa S1 ITB dinilai kurang dapat berorganisasi dan bekerja sama. Selain itu, integritas mahasiswa juga masih perlu ditingkatkan. Salah satu penyebab kurangnya soft skill mahasiswa S1 ITB adalah beratnya tuntutan akademis yang dibebankan dan pembatasan waktu studi di ITB. “Mahasiswa S1 kita banyak dikasih kuliah yang seharusnya bagian dari kurikulum S2,” kata Adang. Selain itu, sejak tahun 2004, ITB membatasi masa studi mahasiswa S1. 2 tahun untuk TPB, dan 4 tahun untuk tingkat selanjutnya. Jika tidak lulus dalam waktu 6 tahun maka mahasiswa akan di-DO. Pembatasan masa studi diakui Adang membuat mahasiswa lebih mengejar akademik dari pada mengasah soft skill. Namun, menurutnya pembatasan masa studi tidak mungkin dihapuskan, “Menurut saya enggak. Secara umum tidak efektif,” kata Adang. “Dia (mahasiswa, red.) lebih baik mengurus hal-hal yang non-akademis setelah lulus saja.”
Menurut Menteri Koordinasi Eksternal Kabinet Mahasiswa ITB, Robby Rahadian (FT’05), ITB mendapatkan dana yang cukup besar dari Departemen Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk mendanai kegiatan mahasiswa yang bersifat internasional. Dana itu bisa dipakai untuk berbagai macam kegiatan, seperti seminar, beasiswa, dan salah satunya adalah studi banding ini. Dana ini sudah ditawarkan oleh ITB dari bulan Mei ke pihak kabinet, penerapannya namun belum sampai batas teknis melainkan hanya berupa tawaran. Tadinya, Studi Banding Kabinet dan Himpunan dipisah, namun di tengah-tengah, keduanya diputuskan untuk digabung. Kabinet diberikan jatah sepuluh orang, sedangkan kongres, MWA, dan himpunan masing-masing satu orang. Robby mengatakan, persiapan baru bisa mulai dilakukan pada bulan Oktober dan ternyata banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan studi banding ini. Yang paling sulit menurutnya adalah ITB harus terlebih dahulu mendapatkan surat undangan dari pihak universitas terkait. “Sudah diusahakan sampai sekarang, namun masih belum bisa didapatkan,” kata Robby Salah satu penyebabnya adalah waktu yang kurang tepat, contohnya salah satu universitas yang dituju sedang mengadakan ujian.
Robby mengakui, tidak semua mahasiswa setuju dengan rencana ini. Bahkan ada himpunan yang menolak untuk mengirimkan perwakilannya, karena menurut mereka tidak ada esensinya. “Ada yang berpendapat, kenapa dana ini ngga dipakai buat yang lain, buat hal yang lebih nasional, seperti membantu korban gempa,” aku Robby. Namun menurutnya, dana studi banding ini tidak bisa dialihkan agar bisa digunakan untuk mendanai hal lain, karena akan menimbulkan masalah di pertanggungjawaban anggaran. ”Seandainya memang penggunaan dana ini memang tidak tepat, ini bisa menjadi evaluasi untuk perancangan anggaran di tahun berikutnya,” dia menambahkan. Ditambahkan Presiden KM ITB, Ridwansyah Yusuf (PL’05), studi banding menurutnya adalah wahana sharing ilmu. “Kalaupun gak jadi masih banyak cara lain yang bisa dilakukan, dan memang harus diusahakan. Entah nantinya kita yang tetap ke sana atau mereka yang akan ke sini,” ujarnya. Sesuai dengan ketentuan pengaturan Anggaran Belanja BHMN, dana yang disediakan hanya bisa digunakan sampai Bulan Desember. Oleh karena itu, Studi Banding ini ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Menurut Robby, walau Studi Banding ini tidak jadi dilaksanakan, segala kajian dan mekanisme-mekanisme teknis yang sudah dirancang diharapkan bisa dijadikan bekal dan bahan pertimbangan jika suatu hari nanti Studi Banding Keluarga Mahasiswa akan diadakan kembali.[]
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Untuk alasan akuntabilitas, ITB mulai menggunakan dual system yaitu merujuk pada Standar Akuntan Publik (SAP) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no.45. Pada awal tahun 2005, untuk mengatasi kesemrawutan rekening lembagalembaga di ITB , Djoko mencanangkan solusi single account dan penggunaan oracle system. Single account merupakan suatu sistem kontrol untuk memonitor keuangan lembaga-lembaga, termasuk lembaga kemahasiswaan, di ITB untuk menjadi satu kesatuan badan.
Perwakilan dari himpunan-himpunan dan kabinet Keluarga Mahasiswa ITB akan studi banding ke luar negeri. Demikian kabar yang santer terdengar, namun belakangan diketahui rencana tersebut ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Pada USM/PMBP (Ujian Saringan Masuk/ Penelusuran Minat Bakat dan Potensi) ITB tahun 2009 terjadi peningkatan pungutan SDPA (Sumbangan Dana Pengembangan Akademik) sebesar sepuluh juta rupiah. Selain itu, mulai tahun 2009 ini juga mulai diberlakukan sistem pembayaran SPP per SKS. Menurut Direktur Keuangan ITB, Mary Handoko, kebijakan ini diambil atas usulan mahasiswa sendiri, terutama mahasiswa tingkat akhir. Mereka merasa dirugikan dengan sistem pembayaran paket, karena mengambil jumlah SKS yang relatif sedikit dibanding mahasiswa tingkat di bawahnya. Dalam kepemimpinan Djoko pula, empat nama labtek yang dijual seharga 25 miliar rupiah per gedung. Keputusan yang tak lepas dari persetujuan MWA ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dana abadi yang dinilai masih relatif kecil. Lewat peningkatan dana abadi ini diharapkan bunga depositonya dapat digunakan untuk biaya operasional ITB.
Selidik
Laporan Utama
Sebagai timbal balik, ITB berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia di Kabupaten Bekasi. Seperti jatah tertentu bagi putra daerah Bekasi untuk berkuliah di ITB Bekasi. Oleh karena itu, awalnya ITB berenca untuk membuka program S1 di tempat ini.
Lahirnya ITSB BOULEVARD # 65
“LAHAN INI MILIK ITSB”. Begitu bunyi sebuah papan di bilangan Delta Mas, tempat seharusnya ITB jilid dua dibangun. Namun, tidak terlihat gedung ataupun papan yang menjelaskan keberadaan kampus cabang ITB.
ITSB (Institut Teknologi dan Sains Bandung) didirikan pada tahun 2001 oleh beberapa individu ITB. Tujuannya adalah untuk perluasan lahan kampus ITB. Awalnya Institusi ini memiliki kampus di kawasan Dago, Bandung. Namun, ketika pembangunan ITB Bekasi menghadapi kendala mengenai penyelenggaraan pendidikan, ITB merekomendasikan pada Pemda Bekasi untuk ‘mengundang’ ITSB ke Bekasi. ”Ya kita (ITSB, red.) di minta sama Delta Mas dan disponsori untuk pindah,” kata Pudji Permadi, ketua Yayasan ITSB. Pada saat didirikannya ITSB, memang ada butir dalam akta yang menyebutkan bahwa apabila diperlukan, ITSB akan diserahkan kepada ITB. “Tapi ITB dan ITSB itu beda, badan hukumnya juga beda,” dosen Teknik Perminyakan ini menegaskan. Mengenai mahasiswa-mahasiswa lama ITSB, Pudji mengatakan mahasiswa lama akan tetap kuliah dan diwisuda di Bandung. Sedangkan untuk
foto: uthie selanjutnya, ITSB hanya akan membuka kelas di Bekasi. Didirikan oleh individu-individu ITB secara tidak langsung membuat ITSB Bekasi banyak mengadopsi kurikulum dan standar ITB. Kedepannya, beberapa mahasiswa terbaik ITSB pun dapat melanjutkan studi di ITB melalui jalur kemitraan. “Tadinya kan (masyarakat Bekasi, red.) inginnya dapat pendidikan S1, tapi karena tidak ada, masuk ITSB,” ujar Adang. Namun demikian, dengan memprioritaskan masyarakat Kota dan Kabupaten Bekasi sebagai calon mahasiswanya, sistem penerimaan ITSB memiliki beberapa kelonggaran. “Kurikulumnya (ITSB-red) ITB banget, tapi ada penurunan standar. Nggak pa-pa, kan ITSB…” kata Adang. Walaupun memiliki badan hukum yang terpisah, terkesan ITSB tidak lain adalah kampus ITB Ganesha, dengan dosen dan kurikulum yang sama tetapi proses seleksi masuk berbeda, lebih longgar. “Yah…, ITSB bisa dibilang ITB kelas bawah lah,” seloroh Adang.[]
Walau begitu, mahasiswa tetap harus belajar soft skill dalam perkuliahan,misalnya dengan mengambil kuliah minor. Mahasiswa diwajibkan mengambil mata kuliah dari program studi lain minimal 9 sks. Menurut WRSA, dari kuliah minor inilah diharapkan mahasiswa dapat memperoleh tambahan wawasan. “Mahasiswa punya 3 pilihan, mau diisi dengan kegiatan ko-kulikuler boleh, mau ambil pilihan dari luar prodi boleh, jadi dia variatif, atau dia nanti tetep ngambil spesialisasi juga boleh,” papar Adang.. Namun, diakuinya pula program yang diterapkan ini tidak cukup untuk mengasah soft skill dan integritas. “Ada dampaknya tapi tidak terlalu banyak. Di beberapa prodi berhasil, di beberapa tidak,” papar Adang. Di sisi lain, Adang menilai perlu ada peningkatan kualitas lulusan S2. “Mestinya tingkat kesulitan S2 lebih besar dari pada S1,” ujarnya. Kesulitan meningkatkan tekanan akademik bagi mahasiswa S2, menurut Adang, adalah kualitas mahasiswanya sendiri. Berbeda dengan penerimaan mahasiswa S1, pada penerimaan mahasiswa S2 terjadi penurunan standar. Hal ini dilakukan karena jika standar masuk tidak diturunkan maka program S2 pada beberapa prodi terpaksa ditutup.[]
Namun, tak sedikit pula kekurangan yang dimiliki oleh pihak rektorat yang dirasakan oleh Ucup. Komunikasi yang dilakukan terkesan represif. “Pendekatannya emang agak represif, kebanyakan dengan SK (Surat Keputusan, red.) terutama untuk dua hal yang cukup tabu, yaitu kaderisasi dan wisudaan,” terang Ucup. Hal ini memicu ketakutan pada pihak mahasiswa. “Itu stres itu, buat mahasiswa frustasi. Dikit-dikit nutup, dikitdikit skorsing.” Widyo Sulasdi, Wakil Rektor Bidang Mahasiswa dan Alumni, menilai masalah komunikasi seharusnya menjadi tanggung jawab dekan fakultas. “Yang selalu menjadi masalah kan himpunan, lha, himpunan kan berada di bawah fakultas. Komunikasi himpunan dengan fakultas itu relatif tidak baik, tinggal itu aja,” papar Widyo. Mengenai hal ini, Ucup mengatakan bahwa WRMA tidak menjadikan mahasiswa sebagai mitra dalam kegiatan kemahasiswaan tetapi menjadikan mahasiswa dibawah institusi. “Di bawah dalam arti komando. Mahasiswa kan pengennya sama. Ini yang membuat banyak mahasiswa gak terlalu nyaman dengan pola komunikasi ini.” Menurut Widyo, ke depannya mesti dicari lagi bagaimana cara membuat himpunan-himpunan secara keseluruhan mampu mengembangkan keprofesian dan komunitas. Dengan demikian, ada solusi terhadap persoalan-persoalan masyarakat dan bangsa.
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
“Kita terikat perjanjian, bahwa kita akan menyelenggarakan pendidikan tinggi disana (Bekasi-red), begitu ada larangan dari MWA, maka kita cari solusi,” papar Adang. Solusi yang diambil adalah dengan memindahkan suatu yayasan bernama Institut Teknologi dan Sains Bandung (ITSB) untuk menggantikan keberadaan ITB di Bekasi.
ilustrasi: gio
BOULEVARD # 65
Kelebihan rektorat periode ini adalah dukungan dalam hal pengembangan kegiatan yang terkait keprofesian dan enterpreneurship. Begitu menurut Presiden Keluarga Mahasiswa ITB, Ridwansyah Yusuf Achmad (PL ’05). “Itu (dukungan, red.) sangatsangat dahsyat. Itu mesti diakui. Banyak banget usaha dari Pak Widyo dan timnya,” kata mahasiswa yang akrab dipanggil Ucup ini. Selain dukungan, Ucup merasa WRMA juga banyak menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan mahasiswa. “Ini saya rasakan sebelum saya menjadi presiden sekalipun.”
Namun demikian, untuk menyelenggarakan pendidikan di area kampus riset, ITB terbentur peraturan yang dikeluarkan Majelis Wali Amanat (MWA). Dengan keluarnya peraturan tersebut, ITB tidak dapat menyelanggarakan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Bekasi sesuai dengan MoU.
Laporan Utama
Selidik
Ucup menyayangkan apabila pihak rektorat hanya memandang kegiatan kemahasiswaan sebagai keprofesian. “Ketika hanya memandang seperti itu bisa dibilang pengkerdilan ya, bahasanya,” tandasnya. Menurut Ucup, menjadi universitas kelas dunia bukan berarti mengadaptasi total yang ada di luar negeri. “Mereka tidak bisa menyamakan ITB begitu saja karena kita punya kekhasan di himpunan.”[]
“Deal mengosongkan ruangan memang belum saya bicarakan dengan mahasiswanya karena saya bahkan belum pernah dengar bahwa sunken akan direnovasi dan membutuhkan saya untuk menciptakan deal dengan mahasiswa,” kata Djaji Suradji, Kepala Biro Kemahasiswaan. Menurutnya selama ini dirinya hanya mendapat imbauan dari Yuli untuk menertibkan unit-unit.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Pemenuhan target Direktorat Sarana Prasarana dalam menghadapi masalah tentang fasilitas yang ada di kampus ganesha juga kerap memubat mahasiswa ragu akan tercapainya cita cita ITB untuk menjadi world class unniversity. Masalah watertap misalnya, “Sebenarya kami menargetkan perbaikan watertap akan selesai ketika masa perkuliahan 2009/2010 dimulai,” jelas yuli. Nyatanya, di seluruh watertap yang ada di ITB sekarang tidak sampai setengahnya yang layak digunakan sebgaiamana mestinya. []
foto: shauma
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Sebagai Institut yang bercita cita menjadi world class university dalam beberapa dekade ke depan, fasilitas merupakan bagian dan syarat tak terpisahkan dari status tersebut. Namun, 2 tahun lalu Badan Akuntansi Publik bahkan memberi nilai rendah pada bidang inventarisasi aset institusi ini.
foto: uthie
Setelah diruntuhkannya Student Center pada tahun 2004 dan alokasi unit-unit yang berada di kompleks LFM, kini unit kegiatan mahasiswa bisa dibilang berpusat di Sunken Court. Ditempati oleh sekitar 20 unit, masalah kerapihan dan fasilitas sunken court sering disoroti, seperti cat tembok yang sudah tak layak dan tembok yang sudah mulai rusak. Menurut Direktur Sarana dan Prasarana, Endang Yuliansyah, dirinya sudah sering ingin memperbaiki tempat yang terkesan kumuh itu. ”Namun saya cuma ingin memperbaikinya dengan satu syarat: semua unit mengosongkan ruangannya untuk sementara,” tegasnya. “Kemudian, tak ada kabar dan deal yang tercipta antara mahasiswa melalui Biro kemahasiswaan sampai sekarang.”
tahun ke depan, 8 lantai. Itu nanti akan diisi oleh kegiatan-kegiatan ITB yang banyak kaitannya dengan pabrik atau industri, jadi interaksi dengan industri. Kemudian barangkali, ITB menawarkan kepada program studi jika ingin membuka laboratoriom,” tutur Adang. Pada bulan Juli 2007, bertempat di Kantor Bupati Kabupaten Bekasi, dilaksanakan penandatanganan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dengan ITB. Pembangunan kampus pun resmi disepakati. Termasuk juga kewajiban ITB tentang pengembangan kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat di foto: shauma
Kabupaten Bekasi. MWA melarang didirikannya ITB cabang Bekasi Dalam pembangunan kampus Bekasi, ITB sangat dimanjakan oleh Pemda Bekasi. Selain lahan, Pemda Bekasi juga menanggung seluruh biaya pembangunan yang menghabiskan dana sekitar Rp. 1 Triliun. “Urusan Akademis ITB, tapi urusan pencarian dana, itu Pemda Bekasi. Prinsipnya kita tidak mau merugi. Dana yang kita dapat hanya untuk disini (kampus jalan Ganesha, red.),” kata Adang.
Selidik
Laporan Utama
Dr. Mary Handoko (Direktur Keuangan ITB)
Benny Nafariza (MWA Wakil Mahasiswa)
Alkisah, ITB dalam cita-citanya menjadi research university berencana untuk membangun fasilitas penunjang berupa gedung dan laboratorium. Untuk melakukan pembangunan tentu diperlukan lahan, sedangkan kampus sudah penuh dengan bangunan. Lalu apa yang dilakukan ITB? Membangun cabang, tentunya. ITB = Institut Teknologi Bekasi Beberapa daerah sempat mengajukan diri menjadi tempat pembangunan kampus kedua ITB, di antaranya Bekasi, Riau, Makasar, dan Balikpapan. Bekasi terpilih menjadi tempat perluasan ITB
karena lokasinya dianggap bagus dalam ekspansi ITB. Tujuh puluh persen ekspor Indonesia berasal dari kota Bekasi. Selain itu, Pemerintah Daerah Bekasi juga menjadi pihak yang menawarkan angggaran pembangunan kampus dengan harga tertinggi.
Pemerintahan Pak Djoko sudah berhasil membangun sistem manajemennya, tinggal membangun atmosfer akademik yang diinginkan di ITB ini. Mulai dari master plan akademik, pembangunan fasilitas, pembangunan komunikasi, komunikasi internal.
Kampus ITB Bekasi menempati lahan seluas 40 hektar. Lahan yang berada di lingkungan industri Deltamas, tepatnya di km 38 ini adalah milik Pemerintah Daerah Kota Bekasi. Pembangunan kampus ‘cabang’ ini ditujukan untuk keperluan riset, seperti penuturan Adang Surachman, ketua proyek ITB Bekasi. “Akan ada gedung dalam 1-2
Rektor selanjutnya harus bisa membangun atmosfer kampus ini. Pertama kekeluargaan tinggi, kedua suasana akademiknya yang membela kebenaran ilmiah, yang netral, dan punya misi untuk memajukan bangsa itu kebangun disini. Gak hanya dosen, mahasiswanya semua bahu membahu untuk mencapai visi misi ITB.
Jadi barangkali orang-orang ITB lebih kompak, tidak individualis, kemudian lulusan ITB otak kanannya lebih bagus, tidak hanya otak kiri. Hasil-hasil ITB dapat dirasakan juga oleh masyarakat yang lebih luas. Kemudian kalo kita mau lebih muluk lagi, ITB bisa jadi pusat perubahan bangsa.
Yoni Hikatul (Petugas Satpam) Pak Djoko orangnya ramah, biasa-biasa saja, ga banyak complain atau rewel. Di bawah kepemimpinan be-liau kesejahteraan kami (pe-tugas satpam—red) cukup diperhatikan. Tiap bulan diberi Indomie dan kopi, tidak banyak tapi cukup lah. Kalau menurut saya tidak ada yang mengganjal, kok. Untuk rektor selanjutnya saya sih berharap lebih baik dari sebelumnya saja.
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Saya berharap Rektor baru tetap mempertahan kan sistem korporasi yang akuntabel yang telah saya bangun selama ini, dan tentunya mengagendakan peningkatkan kualitas di bidang finansial khususnya.
Secara overall kepemimpinan Pak Djoko cukup berhasil. Komunikasi, Pak Djoko, banyak m e l a k u k a n k o m u n i k a s i . Paling tidak, saya bandingkan dengan Pak Kusmayanto. Komunikasi kepada fakultas dan mahasiswa saya kira lebih bagus. ITB tahun lalu dapat wajar tanpa pengecualian, artinya kita itu bersih administrasinya, ga ada permainan-permainan kotor. Kenaikan pendapatan dosen, pegawai ada.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Dalam memimpin ia (Djoko, red.) adalah seorang yang kuat akan visinya. Sewaktu pertama kali menjabat, jargon utamanya adalah : accounteble, communication, and welafare. Dia banyak bekerja dengan saya dalam hal accountable itu. Resiko penurunan kepopuleran selalu ada, tapi kita lebih mementingkan kemajuan ITB daripada kepopuleran semata. Keputusan yang dihasilkan semuanya merupakan hasil pemikiran bersama dan tidak akan memberatkan bagian keuangan dan mahasiswa juga.
Adang Surahman (Wakil Rektor Bidang Akademik)
Laporan Utama
Gelitik
Pada tubuh monument terpahat duabelas warga kampus, yang gugur dalam perjuangan kemerdekaan dalam kurun waktu 1942-1950.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Oleh Niki Tsuraya Yaumi dan Christanto 23 November 2009, melalui sidang Majelis Wali Amanat, Institut Teknologi Bandung telah mendapatkan seorang sosok pemimpin rektorat yang baru. Akhmaloka, dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB, dipercaya untuk menjadi rektor periode 5 tahun ke depan. Bagaimana upaya Akhmaloka ke depannya untuk memajukan kemahasiswaan yang ada di ITB? Boulevard (B): Apa visi Anda ke depan mengenai ITB? ITB mau jadi kampus seperti apa? Akhmaloka (A): Di atas kertas adalah sebagai universitas riset dan inovasi: ITB sebagai world class university yang berkebangsaan. ITB mempunyai iklim yang menantang, artinya tidak sekadar kondusif, tetapi civitas akademik mempunyai partisipasi untuk ikut memajukan ITB. ITB juga harus mempunyai excellence, artinya mempunyai proses dan produktivitas yang baik, dan committed bersama bangsa lain untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami Indonesia. Di masalah bidang keilmuan, ke depannya harus ada keseimbangan antara keilmuan frontier atau basic science yang bagus, dan kreasi berupa teknologiteknologi untuk menyelesaikan masalah bangsa. Sains dan teknologi yang bagus adalah yang digali dari objek keunikan lokal, agar kita mempunyai perbedaan dan keunggulan dengan bangsa lain. (B): Bagaimana pendapat Anda dengan kemahasiswaan di ITB? (A): Saya selalu mengatakan pada mahasiswa
bahwa kuliah adalah proses belajar. Proses belajar itu tidak hanya fisika, kimia, matematika, atau teknik. Tidak cukup kita hanya tahu segala macam tentang akademik, tetapi yang terpenting adalah mereaktualisasi apa yang dipelajari untuk bisa disalurkan ke masyarakat. Mahasiswa harus mampu berinteraksi dengan orang lain dan bersosialisasi dengan masyarakat. (B): Anda menyadari kekurangan pada kemahasiswaan sekarang ini. Masalahnya apa? (A): Seharusnya kita harus bekerja keras. Dulu mungkin tidak banyak orang pintar, tapi sekarang sudah banyak. Mestinya mahasiswa membuktikan ITB masih exist dengan menghasilkan karya-karya yang berbeda untuk membangun bangsa. Nah, potensi di ITB bisa diekpresikan secara optimal, menjadi gerakan yang luar biasa. Tapi memang harus ada orang yang mempunyai idealisme untuk mengerjakan itu. (B): Anda ingin pergerakan kemahasiswaan yang seperti apa?
Oleh Panji Wicaksono Awalnya akan dibangun di bawah Jam Gerbang Utama Kampus, yang merupakan tempat berkumpulnya para Pejuang Ganesha 10 di kala itu. Namun atas pertimbangan teknis dan estetis dari penggagas, perencana dan satgas pembangunannya, monumen akhirnya diletakkan di atas Rotunda Utara Taman Ganesha, depan Gerbang Utama Kampus. Peletakan ini juga sebagai bagian dari keperdulian masyarakat ITB, sebagai awal upaya penataan dan pengelolaan lingkungan luar kampus, khususnya Kota Bandung.
Monumen ini mengangkat tema Perjuangan Unsur Ganesha 10, untuk meraih dan menegakkan kemerdekaan, sebagai dinamika waktu yang bergulir di kampus teknologi. Tiga buah kubus melambangkan kepastian dan perjalanan waktu, yakni masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Gelitik
Laporan Utama
Diresmikan pada 3 Juli 1995, dalam rangka memperingati 50 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia dan 75 tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia.
Digagas oleh Satgas Penulisan Buku yang diketuai Samudro (alm.), guru besar Teknik Mesin. Gagasan ini berawal dari proses penulisan buku “Kisah Perjuangan Unsur Ganesha 10 Kurun Waktu 1942-1950”.
Di hari -hari api, di bulan –bulan darah Bersama yang lain kami berada di sana. Buku di tangan kiri, senapan di tangan kanan Beradu bahu kami menjagamu, Ibu Pertiwi. Bagimu Negeri, kembang -kembang keremajaan Telah kami hiaskan, dalam untai rangkaian. Sebagian berguguran, sebagian kini t’lah layu. Namun wanginya akan semerbak selalu. Selamanya.
foto: shinta
foto: niki (B): Jadi sebagai rektor terpilih, apa yang ingin Anda sampaikan tentang kaderisasi? (A): Harusnya ada komunikasi yang baik antara himpunan mahasiswa dengan pimpinan ITB, dan bentuk-bentuk kaderisasi yang seperti apa, apakah bentuknya fisik atau lainnya. Tidak ada kemajuan dalam bentuk pelaksanaan kaderisasi. Kalau sekarang kita masih bentuknya seperti dulu, ya sudah ketinggalan. Jadi, yang terpenting adalah, adakah cara yang lebih baik. Itu yang harus diexplore mahasiswa sebenarnya. Mahasiswa juga harus berani berpikir out of the box, yang lebih kreatif. (B): Selama ini, yang selalu dikeluhkan adalah komunikasi antara mahasiswa dan rektorat. Bagaimana Anda akan memperbaiki hal ini? A: Well, saya gak bisa bilang kalo memang beliau (Djoko Santoso, red.) punya kekurangan dalam hal komunikasi karena saya pun adalah bagian dari sistem. Tapi, perlu diintensifkan itu, ya. Hubungan ini hanya bisa baik dengan komunikasi dan saling pengertian. Harusnya ada orang-orang yang membidangi kemahasiswaan, harus bisa duduk dan berkomunikasi dan mahasiswa. Kita harus saling sinergis. Sinergi hanya bisa terjadi jika ada pengertian, ada pandangan bersama.[]
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Atas saran Dewan Juri, monumen ini dihiasi pula dengan sebuah puisi. Ditulis secara khusus oleh penyair terkenal Jawa Barat, Saini K.M, dengan judul “Catatan Seorang Pejuang Ganesha 10” :
(B): Program apa yang akan Anda berikan untuk mahasiswa dalam bidang kemahasiswaan ke depannya? (A): ITB sebagai sarana institusi tentu memberikan sarana yang baik, baik sarana belajar akademik ataupun belajar yang lain. ITB harus menyediakan ruang kuliah yang bagus, laboratorium yang bagus, dan juga laboratorium interaksi yang bagus. Jadi, sarana dan prasarana yang kemudian diperlukan untuk mahasiswa untuk bisa berinteraksi dengan orang lain, juga harus difasilitasi dengan baik. Program saya adalah bisa memberikan fasilitas-fasilitas itu. Tentu fasilitas yang akan diberikan ini dengan segala keterbatasan yang ada di kampus. (B): Menurut Anda, bagaimana peran himpunan untuk mahasiswa? (A): Tentu saja himpunan perlu, tinggal tergantung himpunan-himpunan membuat programnya agar kemudian dapat memberikan fasilitas yang tadi saya sebutkan. Kalau anda lulus, anda kerja di masyarakat, lalu salah, anda akan dihukum. Tapi kalau di himpunan, jika anda salah, bisa dijadikan sebagai proses pembelajaran. (B): Mengenai kaderisasi, Anda setuju dengan adanya kaderisasi? (A): Suatu organisasi itu tidak mungkin hidup terus tanpa ada penerus yang menggantikan. Jadi, kaderisasi memang sebuah keharusan bagi sebuah organisasi. Saya pernah menjadi ketua kaderisasi di Amisca. Tapi, saya tidak mengatakan bagaimana kaderisasi yang benar. Bentuk-bentuk dari kaderisasi yang sebenarnya perlu diperhatikan, agar tidak menyebabkan hal-hal yang buruk nantinya.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65 Desainnya sendiri didapat dari seyembara terbatas yang diikuti sembilan seniman muda, dengan desain Kuswa Budiono sebagai pemenangnya. Pengembangan desain pun kemudian dilakukan dalam acuan slogan ITB, “In Harmonia Progressio”.
(A): Mahasiswa tidak hanya belajar dari buku dan eksperimen, tetapi juga harus berinteraksi dengan manusia lain dan memiliki life skill. Perlu ada wahana untuk belajar mengenai hidup. Jadi, kehidupan kemahasiswaan harus dipandang sebagai proses pembelajaran yang utuh, dan menjadi pelengkap. Mahasiswa harus punya pergerakan yang baik yang didukung masyarakat, misalnya adakan gerakan sains dan teknologi. Gerakan seperti itu yang diperlukan Indonesia. Ini yang diperlukan kampus ini untuk memajukan teknologi yang dimiliki bangsa ini. Kalau kita punya gerakan seperti ini, masyarakat akan merasakan manfaatnya, dan mahasiswa juga belajar mengenai interaksi. Gerakan seperti ini harus muncul di kampus yang menamakan dirinya sains, teknologi, dan seni.
Laporan Utama
Kampus
Oleh Devy Nandya
10 Oktober 2009 Bertempat di Aula Barat ITB, kesepuluh calon rektor berinteraksi dengan masyarakat ITB yang meliputi dosen, karyawan dan mahasiswa.
14 Juli – 24 Agustus 2009 Klarifikasi, verifikasi, dan seleksi para pendaftar untuk disahkan menjadi nominee rektor.
17 Oktober 2009 Para bakal calon melakukan presentasi di Sidang Pleno Senat Akademik.
8-10 September 2009 Panel diskusi 22 nominee di Ruang Rapat Majelis Wali Amanat. Dalam diskusi ini, faktor yang diperhatikan antara lain integritas dan komitmen terhadap jabatan yang akan dipegang.
30 Oktober 2009 Sepuluh bakal calon rektor diseleksi lagi menjadi lima besar. Selanjutnya, Sidang Senat Akademik memutuskan tiga nama yang maju menjadi calon rektor.Sidang yang diselenggarakan di Gedung Majelis Guru Besar itu meloloskan Adang Surahman, Akhmaloka, dan Indradjati Sidi. 23 November 2009 Sidang Pleno Majelis Wali Amanat di Jakarta. Melalui sidang tersebut, terpilih Akhmaloka, guru besar program studi Kimia, sebagai rektor periode 2010-2014.[]
Satu masalah lain yang sering diungkit terkait arak-arakan adalah kemacetan. Yusuf kembali menanggapi bahwa jika ITB mau, sebenarnya jalan bisa ditutup. “Cuma dua jam, nggak susah.” Namun Yusuf menambahkan bahwa ia tidak menyalahkan keberadaan SK yang bersangkutan, “Ketika Pak Widyo menjabat tahun 2005, tiga kali setahun ada perkelahian di arak-arakan. Bagaimana tidak kesal? Maka itu, ketika SK tersebut dibuat, saya nggak termasuk orang yang kaget.” Yusuf menjelaskan, bahwa untuk arak-arakan yang kemarin, KM dan himpunan-himpunan sudah berembuk dan membuat suatu MoU (Memorandum of Understanding) yang isinya pernyataan bersedia bertanggung jawab atas arak-arakan tersebut serta konsekuensinya. MoU ini disertai tanda tangan
Indradjati Sidi (3) Adang Surachman (5)
Akhmaloka (19)
Jadi, bagaimana kelanjutan pemberlakuan SK ini? Deputi WRMA, Nanang T. Puspito menjawab. “Tadi pagi (29 November 2009), Presiden KM sudah bertemu dengan saya dan mengaku bersalah,” jelasnya. “KM juga sudah memberikan daftar himpunan yang ikut mengadakan arak-arakan, totalnya ada 14 himpunan. Termasuk juga 2 himpunan yang sebelumnya sudah diberikan peringatan keras.” Nanang menjelaskan, sekarang rektorat sedang menunggu surat permohonan maaf tertulis dari KM. “Jika memang ada yang bertanggung jawab seperti itu, tidak akan diangkat ke sidang komisi,” jelas Nanang. Hal ini senada dengan penjelasan Pak Djaji mengenai keputusan memberikan skorsing bagi beberapa mahasiswa FSRD yang tertangkap menyiapkan arak-arakan beberapa bulan sebelumnya. Tidak seperti mahasiswa IF yang langsung meminta maaf sehingga hanya diberi peringatan keras, mahasiswa FSRD dianggap tidak menyesali perbuatannya, sehingga hukuman pun dijatuhkan. Djaji menambahkan bahwa berdasarkan surat permohonan maaf tersebut akan disusun surat peringatan bagi keempat belas himpunan yang terlibat. “Sanksi tidak harus selalu dalam bentuk DO atau skorsing. Menurut saya, seharusnya peringatan keras sudah cukup—mahasiswa sudah dewasa, kan?”[]
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
12 September 2009 Sidang pleno MWA memutuskan sepuluh nama yang masuk sebagai bakal calon rektor. Mereka adalah Adang Surahman, Akhmaloka, Deny Juanda Puradimaja, Ichsan Setya Putra, Indra Djati Sidi, Intan Ahmad, Irwandy Arif, Isnuwardianto, Rizal Z. Tamin, Suhono Harso Supangkat.
Menurut Kepala Biro Kemahasiswaan, Djaji S. Satira, acara wisuda awalnya sederhana, lalu berkembang menjadi arak-arakan. “Lamakelamaan jumlah mahasiswa bertambah banyak dan menjadi tidak terkendali,” paparnya. Djaji mengaku telah memberikan usul kepada mahasiswa untuk mengadakan suatu pameran budaya atau teknologi di SABUGA sebagai ganti arak-arakan. Namun menurut Yusuf, ia dan mahasiswa yang lain belum menemukan kecocokan antara acara semacam itu dengan momen wisuda.
Yusuf sendiri selaku Presiden KM dan dengan demikian menjadi tanggung jawab KM.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
6 Juli – 6 Agustus 2009 Masa pendaftaran untuk menjadi Rektor ITB periode 2010-2014. Jumlah pendaftar yang masuk 29 orang.
Mengenai ini, Yusuf berargumen, “Tapi itu kan kalau acara resmi. Arak-arakan memang bukan acara resmi, tidak pakai proposal dan sebagainya. Kalau alumni masuk dan jalan-jalan di dalam kampus, kan tidak apa-apa.”
Kampus
Kampus
Oleh Gavrila Ramona Menayang dan Rahardian Dimas Prayudha Pada tanggal 26 April 2007, Rektor ITB menetapkan SK Rektor no. 082/SK/K01/2007 tentang “Pelarangan Kegiatan dan Tindakan Mahasiswa dan Organisasi Kemahasiswaan Yang Melanggar Etika Akademik ITB dan Hak Azasi Manusia”.
Menurut Widyo, setelah mahasiswa diwisuda, statusnya bukan lagi mahasiswa melainkan alumni. “Kalau alumni mengadakan acara di kampus, ya harus izin. Tidak boleh sembarangan masuk dan membuat acara.”
Bintang Merah masih menyala, hingga pada tanggal 30 Juli 2007 keluar Keputusan Rektor ITB Nomor: 018/SK/K01.04/KM 2007 yang meredupkannya perlahan. Surat Keputusan tersebut berisi pembekuan KMSR serta pemberian sanksi akademik kepada beberapa anggota KMSR, yakni ketua angkatan 2006, Presiden, dan Menteri Sumber Daya Manusia. Keputusan yang dikeluarkan oleh Rektorat tersebut berawal dari kegiatan kaderisasi oleh panitia 2006 kepada anggota baru (angkatan 2007) pada tanggal 16 Juni 2007 yang dianggap melanggar peraturan. Namun, keputusan ini seolah menjadi teguran semata. KMSR tetap melanjutkan kegiatan organisasinya. Perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya ialah tidak ada regenerasi struktur organisasi secara formal, melainkan secara kultural. “Sebenarnya KMSR beku dari dua tahun yang lalu, cuma organisasinya masih dijalanin. Kegiatan tetap jalan dan secara kultur, angkatan 2007 yang memegang tanggung jawab secara moral. Namun, tidak ada struktur secara tertulis presiden dan kabinetnya siapa. Karena toh KMSR sudah beku,” papar Radit (DP’07) selaku ketua angkatan 2007.
foto: shinta
Pertengahan 2009, sanksi akademik untuk anggota KMSR terjadi kembali yakni dua orang skorsing dan enam orang mengalami pemotongan SKS. Kali ini SK keluar karena pengadaan arak-arakan wisuda bulan Juli 2009. Dicekoki oleh masalah dari fakultas, muncul pula masalah internal dari KMSR sendiri. Segala pelik yang terjadi ini membuat KMSR memutuskan untuk vakum sejak bulan Oktober 2009. Keputusan vakum KMSR tentu saja berdampak terhadap kegiatan-kegiatan internal Ilustrasi: Saski dan hubungan eksternal ke lembaga-lembaga lain. Pada akhirnya setelah keputusan ini, kegiatan-kegiatan internal lebih dipusatkan pada himpunan di program studi masing-masing. Sedangkan hubungan eksternal ke lembaga lain ditangani oleh angkatan 2007 yang bertanggung jawab secara kultural. Radit menambahkan bahwa keputusan ini suatu saat dapat berubah dalam jangka waktu yang tidak ditentukan tergantung hasil musyawarah bersama nanti. Namun, untuk saat ini masalah internal yang terjadi disertai tekanan yang diterima terutama dari program studi seolah menjadi awan mendung yang menutupi Si Bintang Merah ini.[]
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009
Namun pada hari Sabtu, 25 Oktober 2009 kemarin, mahasiswa kembali ramai merayakan kelulusan para wisudawannya dengan melakukan arak-arakan di lingkungan kampus dan sekitarnya. Arak-arakan kali ini berjalan dengan lebih tertib, demikian
Meski begitu, bagi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni (WRMA), Widyo Sulasdi Nugroho, arak-arakan tersebut tetap tidak sesuai dengan acara wisuda. Menurutnya, wisuda adalah sebuah acara akademik. “Mahasiswa diterima oleh rektor dan diluluskan oleh rektor. Ini merupakan acara akademik yang tidak boleh ditebengi oleh acaranya mahasiswa,” kecam Widyo.
Sudah dua angkatan sekaligus dua periode kabinet kegiatan organisasi KMSR masih dijalankan dan berbagai cara ditempuh untuk penataan kembali organisasi tersebut. Namun, dengan label ‘telah beku’ maka di mata rektorat, segala bentuk kegiatan organisasi yang dijalankan adalah ilegal.
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
Tercantum delapan poin yang dilarang dalam SK tersebut. Poin ketiga berbunyi : “Melakukan arak-arakan baik di dalam maupun di luar kampus dalam kaitannya dengan acara kewisudaan dan sejenisnya”. SK tersebut didukung dengan sanksi dalam Peraturan Kemahasiswaan, bahwa mahasiswa yang melakukan arak-arakan akan diberikan skorsing. SK dan Peraturan Kemahasiswaan inilah yang berhasil membuat kampus ini sepi saat wisuda bulan Juli lalu.
yang dikatakan oleh Presiden KM Ridwansyah Yusuf Achmad (PL’05). Menurut Yusuf, rasa kehilangan akan arak-arakan yang sebelumnya, menyebabkan mahasiswa jadi lebih berhati-hati, sehingga terwujudlah arak-arakan yang damai tanpa perkelahian.
Tak seperti fakultas atau sekolah di ITB pada umumnya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) yang terdiri dari berbagai program studi bergabung dalam satu wadah Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR). Di KMSR inilah setiap program studi dengan latar belakang kebudayaan, karakter keprofesian, dan cita-cita yang berbeda diikat oleh sebuah lambang Bintang Merah.
Galeri Galeri
BOULEVARD # 65
BOULEVARD # 65
DESEMBER 2009
DESEMBER 2009