Boulevard #80 - September 2017

Page 1

Juni 2017

boulevard 80

80 Agustus 2017 Rp 5.000,00

1

Ketika Sang Gajah Sedang Tertekan


Pembina Dr. Yasraf Amir Piliang, M.A. Pimpinan Umum Teo Wijayarto Pimpinan Redaksi Juang Arwafa Cita Staf Redaksi Adi Nugraha, Brigitta d’Avriella, Churrotul Aini, Muhammad Ghaffar Mukhlis, Rayi Ruby, Siti Muludy Khairina, Ardhy Nur Ekasari, Rahma Rizky Alifia, Ruhkhis Muhtadin, Renaldy Yusuf, Annisaa Auliyaa Rabbani, Dana Annisa Riefina, Amalia Septiani Radiva, Ramadhan Dwi Kurniawan Redaktur Artistik Hana Azalia Staf Artistik Condro Wiyono, Firza Aulia Syafina, Hamdi Alfansuri, Harashtina Aunurrahim, I Putu Anan Wiyandha Putra, Jane Marito, Nida An Khofiyya, Reza Palevi, Abdul Hamid, Clarissa Ruby Fortuna, Fathoni Hidayat, Ivannsa Ramadhia Moussafy, Joscha Gabriel Tampubolon, Mahmud Tantowi Baihaqi Mazdy, Nathanael Adianto, Yahya Haytsam Pimpinan Perusahaan Muhammad Dita Farel Staf Perusahaan Galih Endrayana Sudarno, Helmi Ma’rifatir Rizal, Ambar Setia Awan, Azkabellajati Syefera, Chika Citra Savira, Diah Rachmawati, Diana Vitonia, Fitri A Siahaan, Fransiskus Asisi Dwinugroho P, Mahbub Ridhoo Maulaa, Rifqi Rifaldi Utomo, Sista Dyah Wijaya

Basemen CC TImur Email :boulevarditb@gmail.com website :http://www.boulevarditb.com Twitter :@boulevarditb iklan :Farel (082388780578) ISSN :08546703, Cover: Yahya Haytsam


Juni 2017

VISI

boulevard 80

Ketika Sang Gajah Sedang Tertekan Sebagai salah satu institusi pencetak insan terbaik di negeri ini, banyak cerita yang dapat didengar dari manusia-manusia yang sedang dibentuk di dalamnya. Disamping cerita-cerita menyenangkan yang terucap dari mulut mereka, tak jarang telinga kita juga menangkap suara-suara bernada keluh kesah yang disertai dengan raut muram si sumber suara. Suara tersebut menjadi semakin lazim terdengar tatkala masa ujian mulai mendekat diikuti dengan tumpukan tugas yang kian menggunung. Perlu diingat, bahwa makhluk yang menuntut ilmu di ITB bukanlah robot yang tidak memiliki jiwa. Berbagai hal yang menekan manusia ITB dapat berujung pada goncangan emosional yang dapat mempengaruhi karsa mereka. Universitas berlogo gajah duduk ini seakan memiki jutaan peluru tekanan mental yang dapat meluncur dari berbagai sudut kampus. Terkadang kita pun menemukan manusia berwajah murung dan was-was berjalan pelan di sela-sela megahnya gedung ITB. Tekanan yang semakin mendera membawa implikasi baru pada kesehatan mental mahasiswa ITB. Dampak pertama yang akan dirasakan adalah peningkatan tingkat stres. Jika hal tersebut tidak ditangani dengan baik, stres akan menerbitkan frustasi dan berujung pada depresi. Jika sudah menyangkut depresi, maka Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengklasifikasikan hal tersebut sebagai suatu penyakit yang dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Secuil permasalahan kecil dapat menggunung menjadi gangguan mental. Depresi yang sedemikan berbahaya sejatinya dapat dicegah jika stres yang memicunya dapat dikendalikan sedari awal. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian diri yang efektif dalam memanajemeni stres yang kian meningkat. Lebih baik lagi jika hal-hal kecil yang mengganjal sudah terselesaikan terlebih dahulu, bahkan sebelum stres tersemai dari bibit permasalahan tersebut. Julukan putra-putri terbaik bangsa yang disematkan ke mahasiswa ITB menyiratkan harapan besar yang telah diberikan masyarakat kepada manusia-manusia pencari ilmu di kampus ini. Guna mewujudkan harapan yang dititipkan kepadanya, mahasiswa dan lulusan ITB sudah sepatutnya memiliki sifat dan kondisi mental sebaik mungkin sebelum berkarya di tengah masyarakat. Manajemen stres yang tepat menjadi bekal yang wajib dimiliki seluruh mahasiswa ITB dalam menangkis serangan tekanan mental dan menjaga kestabilan emosinya. Jika putraputri terbaiknya saja tak kuasa menahan tekanan mental yang mendera, mau jadi apa bangsa dan negeri ini? []

3


D A F TA R ISI 06

KILAS Up-Real State, Ajang Perlihatkan Produk-Produk Karya Anak Bangsa Tuid: Menyebarkan Semangat Inovasi Pemuda Indonesia Design in Touch 2017: Desain Produk di Tebgah Masyarakat Luminous: Let the Voices Shine KPA ITB 2017: Gemerlap Malam Puncak Festival Paduan Angklung XV

11

LAPUT TPB: Tahap Paling Bahagia? Mengintip Tingkat Stress Mahasiswa ITB Tekanan-Tekanan Pemicu Stres Kepribadian Manusia dan Kerentanan terhadap Stres Strategi Melawan Stres: Sebuah Pedang Bermata Dua

23

KAMPUS Apa Kabar PTN-BH ITB? Begini Caranya Agar Nama Kamu Jadi Nama Labtek di ITB Tarik Ulur FISH MWA WM, Wakil Mahasiswa


32

TEKNO

34

GELITIK

36

GALERI

38

SASTRA

40

RESENSI

DIGICOOP: Smartphone 4G Pertama Hasil Karya Anak Bangsa

Saat Penanda Himpunan Tak Sekadar Jahim

Roman dalam Lensa

Membangun Persepsi dari Puisi Para Peminum Karya Sutadji Colzoum Bakhri

Sedang Tuhan pun Cemburu


Juni 2017

KILAS

boulevard 80

Up-Real State, Ajang Perlihatkan Produk-Produk Karya Anak Bangsa Oleh: Rahma Rizky Alifia

D 6

i tahun 2017, tepatnya Sabtu (15/04), Program Studi (Prodi) Kewirausahaan kembali mengadakan pameran bisnis yakni Up-Real State. Setelah dua tahun sebelumnya, 2015 dan 2016, berturut-turut diselenggarakan di sebuah kafe dan Bandung Electronic Center (BEC), kali ini Up-Real State memilih Paris Van Java (PVJ) sebagai tempat menarik konsumen, tepatnya di LG floor. Pameran bisnis ini dilaksanakan dari pukul 10.00 sampai 22.00. Mengusung tema Color Pop, Up-Real State ditujukan untuk meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap produk-produk lokal. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk menggiatkan wirausaha di Indonesia. “Di negara-negara maju, minimal ada 2% dari penduduknya menjadi wirausahawan. Di negara tetangga sendiri, Malaysia, 7% penduduknya adalah seorang wirausahawan. Sedangkan, di Indonesia belum mencapai angka minimal tersebut,” ungkap Zed Ridlo (MK’18), ketua penyelenggara, dalam sambutannya. Pameran yang menerapkan konsep art-exhibition ini memperkenalkan kurang lebih 40 bisnis startup mahasiswa sarjana jurusan Kewirausahaan ITB. Wawan Dhewanto, P.hd selaku Ketua Prodi Kewirausahaan ITB pun menuturkan akan pentingnya pameran ini, “Melalui pameran ini, mahasiswa dapat memperlihatkan produk dan bisnisnya ke masyarakat.”. Sebelum direalisasikan dalam Up-Real State, tepatnya di mall PVJ, ide-ide bisnis tersebut telah diluncurkan terlebih dahulu pada 2 Desember

lalu di Aula Timur ITB. Ada pun 40 bisnis yang dirilis merupakan bisnis kreatif seperti makanan, kerajinan, jasa (event organizer, dsb.), pakaian, aksesoris, serta bisnis digital (games 3D, platform kewirausahaan, dsb.). Selain pameran, Up-Real State juga menghadirkan beberapa wirausahawan sebagai pembicara dari berbagai bidang usaha. Salah satunya ialah Meizan Diandra Nataadiningrat yaitu co-founder dan CEO dari House the House. Alumni jurusan Desain Produk ITB ini menceritakan bagaimana proses dirinya dalam mendirikan usaha. “Keep turning on your idea, jangan pernah berhenti menjadi kritis. Gagasan-gagasan bisnis sendiri saya dapat dari pameran, workshop, dan ngobrol-ngobrol dengan orang sekitar,” ujar wirausahawan yang kerap disapa Meizan. Seorang co-owner dari Restoran Cikini 5 di Jakarta, Rifaldi Putra Ilham, juga berbagi pengalamannya saat kuliah sembari berbisnis. Rifaldi memiliki prinsip bahwa jika ingin “bersenang-senang” saat dewasa, masa muda lah yang mau tidak mau harus dikorbankan. Rifaldi juga menyampaikan kisahnya saat berkuliah di ITB, “Menurut saya, mata kuliah di Prodi Kewirausahaan sangat terstruktur sehingga dalam pendirian bisnis tidak ada yang terlewat.”.

Free-entry exhibition ini diharapkan dapat memberi feedback yang konstruktif bagi para mahasiswa Kewirausahaan. “Semoga banyak pengunjung yang datang, pun mendapat customer yang banyak,” harap Wawan Dhewanto.


Juni 2017

KILAS

boulevard 80

TUID: Menyebarkan Semangat Inovasi Pemuda Indonesia Oleh: Juang Arwafa Cita

M

inggu (19/03/2017), puluhan orang mengisi kursi-kursi yang disediakan di Aula Barat ITB. Raut antusias pengunjung mengiringi acara puncak dari rangkaian Teknologi untuk Indonesia (TUID) berupa pameran dan seminar yang bertajuk Pekan Raya Inovasi (PRI). Royyan Abdullah Dzaky (IF’15), Ketua Panitia TUID 2017, mengungkapkan bahwa TUID adalah salah satu acara pamungkas dari Kemenkoan Inovasi Kabinet Nyala yang baru saja menutup masa baktinya beberapa bulan lalu. “Selain arti formal TUID, acara ini juga berangkat dari keresahan kami saat melihat banyaknya ranah-ranah yang belum disentuh oleh inovasi. Padahal menurut data BPS ranah-ranah ini justru menyerap tenaga yang cukup besar,” ujar Royyan. Selain masalah kurangnya inovasi di ranah baru, TUID juga berusaha menyambungkan permasalahan tersebut dengan realita yang menunjukan bahwa banyak inovasi dan karya yang dihasilkan dari prestasi mahasiswa dalam lomba-lomba justru menguap tanpa sempat diimplementasikan. TUID sendiri adalah rangkaian acara yang terdiri dari empat mata acara utama. TUID diawali dengan Kampanye Ranah Baru dimana panitia melancarkan kampanye media untuk memperkenalkan karyakarya di ranah-ranah baru kepada masyarakat. Acara kedua adalah Sayembara Teknologi untuk Indonesia. Pada acara tersebut, panita mengundang beberapa universitas untuk menghadirkan karyakarya terbaik mereka. Karya-karya tersebut akan dilombakan, dinilai, dan dievaluasi yang buah hasilnya adalah satu karya terbaik.

Karya terbaik dari sayembara akan dibahas pengimplementasiannya dalam acara ketiga, Forum Riset dan Teknologi. Forum ini mengajak universitas-universitas lain untuk duduk bersama dan mengkaji pengimplementasian karya terbaik hasil Sayembara Teknologi untuk Indonesia. Hasil forum tersebut adalah asosiasi dan forum Persatuan Mahasiswa Riset dan Teknologi yang menyepakati gerakan bersama untuk bahu membahu memperluas implementasi karya. Acara puncak dari TUID adalah Pekan Raya Inovasi sebagai acara apresiasi akbar bagi inovator-inovator muda yang telah berkontribusi selama rangkaian TUID. Pekan Raya Inovasi juga menghadirkan pembicara-pembicara ternama yang bertujuan untuk memotivasi mahasiwa agar dapat berinovasi. Selain seminar, Pekan Raya Inovasi juga menampilkan pameran karya dari seluruh pemenang lomba TUID, karya-karya mahasiswa ITB, dan karya dari universitas lain untuk diperkenalkan ke masyarakat luas. Ketika ditanya pesan apa yang ingin dibawa TUID ke massa kampus, Royyan menjawab, “Masa-masa mahasiswa adalah masanya kita belajar. Di masa ini kita menguatkan semangat, idealisme, serta ideide kita. Semua harus dipupuk dari sekarang. Jika tidak, mau jadi apa kita nanti? Apakah kita akan jadi orang-orang yang mengikuti flow, atau kita mau jadi high energy people yang tahu mereka harus ngapain dan untuk apa, orang-orang yang bisa mendobrak apapun karena sebuah idealisme yang mereka yakini akan membawa perubahan.” []

7


Juni 2017

KILAS

boulevard 80

Design in touch 2017: Desain Produk di Tengah Masyarakat

Oleh: Juang Arwafa Cita

D 8

esign Project adalah sebuah pameran karya mahasiswa Desain Produk ITB (Industrial Design Student Society ITB) yang sudah pernah dilaksanakan pada tahun 2013 di Gedung Gas Negara, Braga Bandung dan pada tahun 2015 di Gedung OCBC Jl. Asia Afrika, Bandung. Kali ini desain produk menawarkan pameran desain yang ramah dan hadir di tengah masyarakat untuk menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-hari, yang bertajuk “Design in Touch”. Pameran yang mengangkat tema masyarakat sosial khususnya di wilayah Bandung ini dilaksanakan pada tanggal 28-30 April 2017. Opening dimulai pada pukul 18.30 WIB di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung yang menghadirkan banyak sesi hiburan bagi para pengunjung. Acara utama dari pameran ini adalah talkshow Pecha Kucha #21 yang menghadirkan forum presentasi dari para creator kreatif seperti Deddy Wahjudi, Joediono Soeleiman, John Martono, Bandung Design Biennale, LABO, BCCF, Bali Creative Industry Center, Rupa Design, Jatiwangi Art Factory, Yumaju Coffee, Pasar Komik Bandung, Geotour, Goodlife, Alumni Ikkon Bekraf, dan Semester Alam. Forum diskusi dibentuk untuk saling menginspirasi, menumbuhkan serta mendorong terbentuknya jejaring kreatif di antara rekan-rekan creator dan komunitas dari berbagai latar belakang. Pameran ini akan menyajikan hasil karya produk mahasiswa Desain Produk ITB maupun hasil karya yang didapat dari kolaborasi antara masyarakat Kampung Pulosari, Bandung dengan mahasiswa. Pameran tidak kalah menarik dengan penampilan dari band penutup “Rice Cereal and Almond Choco”,

ITB Jazz, wahana interaktif, dan sederet aktivitas lainnya. Sedikit gambaran mengenai keilmuan desain produk pada hakikatnya diciptakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan menawarkan solusi yang estetis dan fungsional untuk masalah yang dialami manusia. Selama manusia ada masalah akan selalu ada, maka desain produk akan terus berkembang. Sayangnya, saat ini desain lebih dikenal sebagai objek dagang dengan nilai tambah. Keberadaan user sebagai konsumen pun dipandang sebagai sumber eksploitasi kekayaan. Padahal desain tidak terbatas pada pemahaman itu saja. Pemahaman desain seperti ini menciptakan persoalan sosial baru, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia di mana masih terdapat kesenjangan taraf hidup, pemahaman “desain” seperti di atas menjadikan “desain” hanya bisa dinikmati oleh kalangan menengah-atas. Hal ini menjadikan “desain” tidak membantu penyelesaian masalah yang esensial tetapi malah menimbulkan masalah sosial baru seperti konsumerisme, penimbunan sampah, eksploitasi tenaga kerja, dan masih banyak lagi. Melalui Design in Touch ingin menghilangkan kesan desain adalah barang mahal yang tidak terjangkau dan kami ingin menghadirkan desain yang menyelesaikan masalah sehari-hari masyarakat. Terutama dalam bidang pendidikan, ekonomi, serta kesehatan manusia dan lingkungan.


Juni 2017

KILAS

Luminous:

Let the Voices Shine Oleh: Rifqi Rifaldi Utomo dan Brigitta d’Avriella

P

SM-ITB in Concert merupakan acara tahunan yang diadakan oleh PSM-ITB. Tahun ini, PSM-ITB in Concert yang bernama “Luminous” ini mengambil tema Western. Luminous diselenggarakan dua kali, yakni pada Minggu, 23 April 2017 di Jakarta dan Minggu, 30 April 2017 di Bandung. Setelah sukses diselenggarakan di Jakarta, acara yang bertajuk let the voices shine ini hadir di Aula Barat ITB pada 30 April 2017. Open gate Luminous dimulai pada pukul 19.00. Penonton sudah mengantre dengan rapi di depan pintu masuk utara dan selatan, tidak sabar untuk segera memasuki Aula Barat ITB. Setelah menunjukkan tiket pada pintu masuk, para penonton diarahkan menuju kursinya masingmasing sesuai dengan kelas yang tertera pada tiket. Terdapat empat jenis tiket yang dijual pada konser di Bandung. Keempatnya adalah Emerald, Sapphire, Ruby, dan yang menempati tempat duduk paling depan yakni Diamond. Pada pukul 19.30, Luminous dibuka dengan sambutan oleh ketua PSM-ITB, Kevin Nataniel dan dilanjutkan dengan sambutan oleh pembina PSM-ITB. Kemudian, direktur musik sekaligus konduktor Adi Nugroho naik ke atas panggung dan menjelaskan bahwa PSM-ITB in Concert merupakan sebuah konser pembinaan. “Diharapkan dengan adanya konser ini, dapat memunculkan bibit-bibit baru dari PSM-ITB,” tuturnya. Ia pun memperkenalkan dua konduktor muda yang akan membantunya mengiringi keberjalanan konser PSM-ITB kali ini. Luminous pun dimulai dengan sesi satu yang berisi karya paduan suara Eropa. Sesi satu dibuka dengan lagu Dindaru Dandaru yang merupakan lagu tradisional Latvia. Kemudian, sesi satu dilanjutkan dengan German Partsongs oleh Joseph Haydn yang berisi tiga buah lagu, Die Beredsamkeit, Die Warnung, dan Die Harmonie in der Ehe. Sesi satu dilanjutkan dengan lagu-lagu karya komposer Eropa abad ke-20. Lagu yang dibawakan pada bagian ini antara lain Izar Ederrak karya Josu Elberdin, Segelariak karya Josu Elberdin, dan Only in Sleep karya Eriks Esenvalds. Sesi satu ditutup dengan lagu Song of Hope karya Josu Elberdin yang dibawakan dengan koreografi yang menarik oleh PSM-ITB. Sesi satu pun berakhir dengan tepuk tangan yang meriah dari penonton.

boulevard 80

Setelah jeda selama 20 menit, Luminous dilanjutkan dengan sesi dua yang berisi karya paduan suara Amerika. Yang menarik dari sesi dua ini adalah sebagian dari lagu yang ditampilkan pada sesi ini dibawakan oleh konduktor muda. Sesi dua dimulai dengan lagu Maximina yang merupakan lagu tradisional Kolombia dan The Glow karya Eric Whitacre. Kedua lagu ini dibawakan oleh konduktor muda Eric Edwin. ertunjukan pun dilanjutkan dengan pergantian konduktor menjadi konduktor muda Dimas Bimo Mahardika. Lagu yang dipimpin oleh Dimas yakni Si Moine Voulait Danser! yang merupakan lagu tradisional Prancis-Kanada serta Nyon Nyon karya Jake Runestad. Sesi dua diakhiri dengan lagu-lagu Jazz yang dipimpin kembali oleh Adi Nugroho. Lagu-lagu yang dibawakan yaitu It Doesn’t Mean a Thing, I’ve Got You Under My Skin, Birdland, dan Let’s Jam. Sesi dua sekaligus sesi penutup dari Luminous diakhiri oleh tepuk tangan dari para penonton. Seluruh anggota paduan suara beserta konduktor pun menundukkan kepala tanda mengucapkan terima kasih. Tiba-tiba, seseorang dari bangku tengah pun bersorak “We want more!” Seketika, seluruh penonton yang ada di dalam aula barat meneriakkan hal yang sama. Kemudian, PSMITB pun membawakan satu buah lagu kejutan yang tidak tertera dalam setlist, yakni Uptown Funk. Seketika penonton pun terdiam menikmati lagu terakhir dari PSM-ITB ini. Konser pun berakhir disambut dengan senyum puas dari para penonton. Acara yang berlangsung dengan meriah ini pun bukan tanpa kendala. Teresa Avilla, selaku ketua acara mengungkapkan terdapat banyak kendala dalam menyelenggarakan Luminous, terutama di bidang perizinan. Namun, banyaknya kendala tak menghalangi PSM-ITB untuk menyelenggarakan Luminous. Avilla yang sukses memimpin keberjalanan acara ini pun mengungkapkan harapan untuk PSM-ITB in Concert selanjutnya. “Semoga sukses, acaranya lancar, dapat mengembangkan potensi anggota PSM-ITB dan dapat mengharumkan nama baik PSM-ITB” tuturnya. []

9


Juni 2017

KILAS

boulevard 80

KPA ITB 2017:

Gemerlap Malam Puncak Festival Paduan Angklung XV

Oleh: Azkabellajati Syefera dan Sista Dyah Wijaya

H 10

ari Sabtu (25/02), panggung cantik dengan hiasan kelap-kelip lentera menyambut para penonton yang mulai berdatangan sejak pukul 18.30 melalui pintu sayap timur Teater Tertutup Dago Tea House. Teater tersebut menjadi tempat diselenggarakannya Festival Paduan Angklung (FPA) XV. FPA merupakan acara dwitahunan yang diselenggarakan oleh Keluarga Paduan Angklung (KPA) ITB. Festival angklung ini diwarnai dengan acara Angklung Practical Class, Flashmob Angklung, Parade Angklung, serta Lomba Paduan Angklung kategori SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi/umum. Closing concert menjadi pentup rangkaian acara FPA XV. Konser dibuka dengan pemberian penghargaan bagi para pemenang lomba, kemudian dilanjutkan penampilan para juara pertama dari masing-masing kategori. Tidak hanya memberi penghargaan kepada para pemenang, KPA ITB turut mengapresiasi para arranger yang telah berkontribusi dalam menggubah lagu demi keberjalanannya FPA yang ke- 15 ini. Pemenang Lomba Paduan Angklung Kategori SD, MI Ar-Rohmah Bandung membawakan lagu Bunda dan Danau Wellen. Kemudian, SMP Nasional 1 Bekasi sebagai juara kategori SMP tampil dengan lagu Can’t Help Falling Love dan We Are The Champion, SMA Pasundan 2 Bandung untuk kategori SMA dengan lagu Cinta dan Melati Suci, sedangkan juara kategori perguruan tinggi/umum yaitu SMB AWI SADA Bandung menampilkan lagu Dancing Queen dan Kopi Dangdut. Dengan mengangkat

tema All The Great in Harmony, FPA XV dalam Closing Concertnya, mengingatkan penonton akan kenangan pada masa sekolah melalui sebuah showcase yang berkolaborasi dengan Studi Teater Mahasiswa (Stema ITB). Selain drama, showcase juga menyuguhkan penampilan KPA ITB sendiri dengan lagu-lagu legendaris Indonesia yaitu Kisah Kasih di Sekolah, Surat Cinta, Seperti yang Kau Minta, dan Mengejar Matahari. Artamevia Nabila, Filqhi Firqin dan Oktaviani selaku panitia memaparkan sempat terjadi kendala oleh cuaca dan kesibukan panitia di sela-sela jadwal perkuliahan mereka berharap FPA akan terus sukses kedepannya semakin banyak dan beragam peserta yang mengikuti terutama dari berbagai daerah di luar bandung. “Harapannya supaya angklung lebih digemari di masyarakat dan semakin dilestarikan� ungkap Oktaviani. Konser penutup ini berhasil memukau penonton karena penampilan ciamik para pemenang lomba. Penampilan showcase yang menggelitik tetapi tetap romantis juga berhasil menarik perhatian pengunjung. Dalam gemerlap panggung warna-warni, Showcase kolaborasi KPA ITB dan STEMA ITB berhasil menutup malam dengan spektakuler. []


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

TPB:

Tahap Paling Bahagia? oleh: Ardhy Nur Ekasari, Rahma Rizky Alifia

Sumber: OA Line LTPB

Status menjadi seorang mahasiswa baru di institut impian merupakan kebahagiaan sekaligus tantangan bagi para mahasiswa tahap persiapan bersama (TPB) yang baru saja melepas masa putih abu-abunya. Tantangan-tantangan yang ditemui terkadang tidaklah mudah untuk dihadapi, bahkan berpotensi mengalami kegagalan. Kegagalan dalam menghadapi tantangan sering kali memunculkan stres hingga depresi.

D

esas-desus tidak lulusnya 30% dari mahasiswa TPB 2016 yang sempat menjadi buah bibir massa kampus pada Januari lalu menjadi tanda tanya besar akan kondisi mahasiswa TPB 2016 saat ini. Bagaimana tidak? Angka ketidaklulusan ini melonjak jauh dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apakah benar mahasiswa TPB 2016 gagal mengatasi tantangan di institut impiannya? Pada tahun 1970-an pendidikan di Indonesia mulai mengalami perkembangan. Perkembangan tiap daerah pun tak sama sehingga menimbulkan keberagaman level pendidikan. Menghadapi hal tersebut, ITB mencari cara untuk menyamaratakan kemampuan para mahasiswa barunya. Kemudian, titel TPB mulai digaung-gaungkan dalam struktur kurikulum ITB sebagai solusi dari kesetaraan kemampuan tersebut. Tepatnya pada tahun 1973, ITB meresmikan TPB –yang pada saat itu bernama Tahun Pertama Bersamasebagai program wajib setiap mahasiswa ITB selama dua semester pertama. Program TPB pun selalu diperbarui dan dipantau lewat Lembaga Tahap Persiapan Bersama (LTPB). KONDISI MAHASISWA TPB 2016 “Mahasiswa yang tidak lulus ada sekitar 300 dari 4200, bisa dikatakan hanya 7%,” Hendri Syamsudin, Ph.D, Sekretaris Lembaga Bidang

Kemahasiswaan dan Pengembangan Karakter LTPB, mengklarifikasi isu terkait jumlah mahasiswa TPB yang harus mengulang. Angka ketidaklulusan tahun 2016 di jenjang TPB sebetulnya tidak berbeda jauh dengan TPB di tahun-tahun sebelumnya. Meskipun begitu, angka ketidaklulusan ini mengalami kenaikan dari tahun 2015. Hendri mengungkapkan bahwa penyebabnya sendiri masih dalam proses investigasi. “Rektor sudah mengeluarkan surat keputusan, ada tim khusus dari Direktorat Pendidikan untuk mencari tahu penyebab mahasiswa tidak lulus. Di LTPB pun sudah berusaha mencari tahu dengan mengadakan SSDK (Strategi Sukses di Kampus) tahap II,” jelasnya. Sebelum dilaksanakannya SSDK tahap II, LTPB telah menyebar kuesioner untuk mahasiswa TPB 2016. Dari 1200 responden ditemukan empat masalah utama TPB 2016: kurang baik dalam manajemen waktu, belum mampu menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang ada, malas dalam belajar, dan cenderung masih sering menjadi deadliner. Mahasiswa TPB sendiri dinilai Hendri memiliki kemampuan yang di atas rata-rata. “Mahasiswa yang masuk ITB pasti memiliki rata-rata IQ di atas 50%,” tuturnya. Hal ini dapat dengan mudah disimpulkan karena mereka telah berhasil lolos dalam seleksi masuk ke ITB, baik jalur SNMPTN maupun SBMPTN, yang sedemikian ketatnya. Dengan begitu,

11


Juni 2017

LAPUT

seharusnya tidak ada lagi kendala yang berarti hingga menyebabkan mereka harus mengulang tahun pertamanya di ITB.

SEBAB-AKIBAT STRES Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari proses beradaptasi. Sama halnya dengan mahasiswa TPB, perubahan aktivitas dan pola hidup dari SMA menjadi perkuliahan memaksa para mahasiswa TPB untuk beradaptasi. . “Biasanya mereka kaget dengan perbedaan kondisi di SMA dan perkuliahan. Di SMA dengan usaha yang sedikit saja sudah bisa mendapatkan hasil akademik yang baik,” tutur Ciptati MS selaku Ketua Bimbingan Konseling (BK) ITB. Banyak yang dapat melakukan adaptasi dengan baik, namun tak sedikit pula yang mengalami beberapa hambatan.

12

Berbeda dengan SMA, dunia perkuliahan membutuhkan kemandirian khususnya dalam pola belajar. Mahasiswa harus aktif bertanya dan mencari tahu jika ada yang tidak dipahami. Ciptati menuturkan mahasiswa kini bergantung pada bimbingan belajar (bimbel) sehingga tidak percaya diri untuk menyelesaikan permasalahannya. Kegagalan dalam proses adaptasi ini secara tidak langsung akan memicu stres. “Mereka yang stres akan cenderung menarik diri, tenggelam dalam dunianya,” tambah Ciptati. Target prestasi yang terlalu tinggi pun kerap menjadi penyebab meningkatnya stres mahasiswa TPB, yakni apabila target tersebut tidak mampu ia capai. “Ketika target mereka gagal diraih mereka harusnya berpikir bahwa dunia tidak berakhir saat itu,” komentar Ciptati. Kadar stress akan bertambah jika keluarga menuntut prestasi akademik yang tinggi karena tanpa tuntutan eksternal pun beban akademik di ITB dianggap paling membebani di antara beberapa faktor lain seperti: tanggung jawab jabatan, konflik keluarga dan sosial (berdasarkan survei oleh majalah Boulevard). Terkadang stres juga dapat disebabkan oleh masalah keluarga, khususnya bagi perantau Mahasiswa perantau kerap merasa sulit

boulevard 80

berkomunikasi dengan keluarga dan berusaha selalu melaporkan hal-hal yang baik agar tidak membuat keluarga khawatir. Usaha menutupi masalah ini lama kelamaan menumpuk dan terpendam akan mengakibatkan stres tinggi. Permasalahan yang semula mudah diatasi pun menjadi semakin rumit.

PENANGANAN STRES TPB Lembaga-lembaga di ITB telah melakukan banyak upaya dalam mencegah, mendampingi, dan mengatasi permasalahan yang dialami mahasiswa TPB. LTPB, salah satunya, lembaga yang memantau perkembangan mahasiswa TPB. Sejauh ini, usaha yang telah dilakukan untuk mencegah stres di kalangan mahasiswa TPB adalah adanya training SSDK (Strategi Sukses Di Kampus) dan SMPE (Strategi Menjadi Pribadi Efektif) yang dilakukan di awal semester guna memberi pandangan pada mahasiswa baru mengenai kenyataan yang akan mereka hadapi dan tips-tips mengatasi permasalahan di kuliah nanti. Di sisi pendampingan, LTPB mengadakan program Peer Counselor sebagai bentuk langkah untuk mendeteksi permasalahan mahasiswa dengan menggerakan beberapa mahasiswa sebagai mentor untuk tempat bercerita bagi mahasiswa TPB. Peer Counselor sendiri merupakan program yang sudah cukup lama yakni sejak tahun 2011. “Ada 140 peer. Biasanya mahasiswa lebih nyaman berkomunikasi dengan sesama mahasiswa, maka dari itu peer sendiri adalah mahasiswa. 130 peer diterjunkan ke mahasiswa TPB, lalu mereka melaporkan masalahan-masalah yang diceritakan anggota grupnya. Kemudian, dikaji apakah masalah tersebut dapat ditangani oleh peer atau harus ditangani oleh LTPB,” jelas Hendri terkait program Peer Counselor. Selain itu, ada pula dosen wali dan BK yang juga memiliki fungsi dalam pendampingan mahasiswa. Dengan adanya dosen wali, BK, dan LTPB diharapkan dapat menanggulangi setiap permasalahn yang dialami oleh mahasiswa.


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

Mengintip Tingkat Stress Mahasiswa ITB Oleh: Rahma Rizky Alifia

TPB memang salah satu tahap yang krusial bagi kelangsungan studi mahasiswa ITB. Akan tetapi, satu tahun masa TPB tidak sebanding dengan tahap jurusan dan tingkat akhir yang dapat memakan lebih dari tiga tahun kehidupan mahasiswa di kampus ini. Sama halnya seperti mahasiwa TPB, mahasiswa yang sedang mengenyam suasana jurusan atau menekuni tugas akhirnya juga tidak luput dari serangan stres. Lantas, seperti apakah tingkat stres mereka yang sudah lulus SMA kelas empat ini?

ADAPTASI DI JURUSAN ika permasalahan utama yang dihadapi mahasiswa TPB adalah kesulitan dalam proses transisi dari suasana SMA ke kehidupan akademik kampus, maka permasalahan mahasiswa yang sedang duduk di tingkat dua dan tiga juga tak jauh dari proses adaptasi ke lingkungan yang baru.

J

Ketua LBK, Dr. Ciptati, menuturkan bahwa mahasiswa yang baru meginjakkan kaki di tingkat jurusan akan menghadapi sesuatu yang baru. Tahap TPB yang biasanya didominasi dengan pembelajaran di kelas dan terbatas pada subjek-subjek MIPA telah berubah menjadi perkuliahan jurusan yang terkadang dipenuhi praktikum, laporan, dan tugas-tugas yang lebih banyak.

membaca dan menulis akan sangat dibutuhkan di tahap jurusan mengingat mahasiwa akan lebih banyak berinteraksi dengan jurnaljurnal ilmiah serta tugas dan laporan tertulis. “Mahasiswa yang memiliki kekurangan dalam hal-hal tersebut dapat memiliki kecenderungan mengalami permasalahan akademik yang dapat berujung pada ketidakstabilan tingkat emosional mereka,” tutur Ciptati.

“Suasana di tahap jurusan yang berbeda dengan TPB membuat beberapa mahasiswa membutuhkan manajemen waktu dan strategi belajar yang berbeda. Tentunya hal tersebut akan menjadi sulit jika mahasiswa tersebut tidak mempunyai kemampuan adaptasi yang baik,” ujar Ciptati.

MAHASISWA TINGKAT AKHIR Masuk ke tingkat akhir, masalah yang dihadapi oleh mahasiswa ITB telah bergeser ke arah kemandirian. Kemandirian menjadi persoalan klasik karena mahasiswa yang tidak terbiasa hidup mandiri cenderung akan mengalami kesulitan dalam manajemen waktu yang dituntut oleh padatnya pelaksanaan tugas akhir. Ciptati menuturkan, “tugas akhir akan memaksa mahasiswa untuk mengatur waktunya sendiri. Kapan Ia harus masuk laboratorium, kapan ia harus menulis laporan, dan kapan ia masih harus mengikuti kuliahkuliah lain sangat ditentukan oleh kemampuan perencanaan kegiatan dan kedisiplinan dalam menjalankan rencana tersebut.”

Lebih lanjut, Ciptati juga menekankan bahwa beberapa hal yang menyangkut keterampilan personal bisa saja mempengaruhi tingkat stres yang dialami mahasiswa jurusan. Kemampuan

Selain kemandirian, Ciptati juga menjelaskan dua persoalan lain yang dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir, yaitu komunikasi dan kemampuan berbahasa Inggris. Banyak

13


Juni 2017

14

LAPUT

boulevard 80

mahasiswa yang mengalami kendala dalam menjalani tugas akhir karena bermula dari komunikasi yang tidak baik dengan dosen pembimbing atau kesulitan dalam membaca artikel ilmiah yang berbahasa Inggris. Halhal yang terlihat sepele bisa saja menjadi batu sandungan bagi mahasiswa tingkat akhir dan dapat berujung pada peningkatan tingkat stres. “Dalam beberapa kasus, mahasiswa seakan masih kebingungan dan mengalami ketidakmengertian tentang apa yang akan ia kerjakan. Hal tersebut dapat memicu rasa frustasi dalam diri mereka dan mebuat mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir dapat kehilangan arah,” lanjut Ciptati.

pelariannya dari masalah akan membuatnya tidak lagi masuk kuliah dan mulai larut dalam kesenangan-kesenangan yang tidak produktif. Hal tersebut akan semakin menjauhkan kehidupan mahasiswa itu dari kegiatan akademik di ITB,” tutur Ciptati.

FENOMENA MENARIK DIRI Beberapa mahasiswa yang mengalami peningkatan tingkat stres memiliki kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan akademik maupun sosial. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil kuesioner tingkat stres mahasiswa ITB yang menunjukan sebanyak 38% responden memilih untuk menarik diri saat merasa tingkat stres yang dimiliki sudah melebih batas. Sebanyak 30,1% responden memilih melakukan hal-hal yang menyenangkan dan berekreasi, 17,8% responden memilih berkonsultasi dengan orang terdekat, dan hanya 8,6% responden yang berusaha mencari pemecahan masalah sendiri. Ironisnya, fenomena menarik diri ini dapat menjadi pintu gerbang terjadinya mahasiswamahasiswa ITB yang ‘hilang’ dan tidak pernah masuk kuliah dalam jangka waktu yang lama. “Mahasiswa yang mengalami demotivasi dan penurunan kepercayaan diri akan membuat ia menarik diri dari lingkungan sekitar. Upaya

“Ada beberapa contoh kasus yang terkait dengan tingkat stres mahasiswa. Ada yang karena suatu masalah seorang mahasiswa tidak mau keluar dari kamar, bahkan ada juga yang sampai tidak mau melihat ITB lagi. Ada juga mahasiswa tingkat akhir yang karena kebingungan justru menarik diri dan tidak mau masuk ke laboratorium lagi. Mengatasi mahasiswa-mahasiswa ini memang butuh kesabaran dan waktu yang lebih lama karena dibutuhkannya waktu adaptasi ulang bagi mahasiswa tersebut,” ujar Ciptati saat ditanya perihal contoh kasus menarik diri yang berakibat fatal bagi proses perkuliahan mahasiswa ITB.

Contoh nyata dari fenomena hilangnya mahasiswa-mahasiswa ini dapat ditemukan pada seluruh tingkatan perkuliahan di ITB. Mahasiswa yang sudah terlalu lama menghilang akan memerlukan masa adaptasi dan penyesuaian sebagai upaya pengintegrasian kembali mahasiswa tersebut ke dalam kehidupan kampus.

TIDAK HANYA TAHAP SARJANA Permasalahan emosional dan tingkat stres tinggi ternyata tidak terbatas pada mahasiswa sarjana di ITB saja. Banyak mahasiswa S2 yang tercatat pernah mengunjungi LBK untuk


Juni 2017

LAPUT

berkonsultasi terkait permasalahan emosional yang dialaminya. Ciptati menuturkan bahwa permasalahan yang dialami mahasiswa S2 ini juga tidak jauh dari permasalahan akademik yang dialami oleh mahasiswa tersebut. Akan tetapi, penyelesaian persoalan mental yang dialami mahasiswa S2 berbeda dengan cara penyelesaian yang diterapkan ke mahasiswa S1. Ciptati menceritakan bahwa beberapa mahasiswa S2 yang datang berkonsultasi memang menunjukan rasa optimisme yang mulai terbangun kembali setelah konseling dilakukan. Akan tetapi, saat ia dihadapkan dengan kondisi yang lebih serius atau persoalan akademik yang lebih rumit, ia pun mulai menarik diri lagi. “Mahasiswa S2 memang lebih dewasa, namun sifat tersebut justru yang membuat mereka kurang memiliki sifat kompromi. Berbeda dengan mahasiswa S1 yang masih memposisikan diri mereka sebagai anak yang penurut, mahasiswa S2 lebih cenderung tidak konsisten untuk melakukan hal-hal yang sudah disepakati saat konseling,� ujar Ciptati. MANAKAH TAHAP YANG PALING BERPENGARUH DALAM PENINGKATAN TINGKAT STRES? Kembali ke kuesioner yang dihimpun oleh Boulevard ITB, sebanyak 46,2% responden merasa tingkat dua dan tiga adalah tingkatan perkuliahan yang paling berpotensi meningkatkan tingkat stres karena pada tingkatan tersebut kehidupan perkuliahan dirasa paling berat. Sebanyak 28,3% responden memilih tingkat akhir (tingkat empat dan seterusnya) sebagai penyumbang stres paling tinggi dan 25,5% responden lainnya merasa TPB

boulevard 80

adalah tingkat perkuliahan yang paling berat. Ciptati menuturkan bahwa tahap TPB memang tahap yang sangat krusial bagi keberlangsungan pendidikan mahasiswa ITB. Pada tahap ini pula terjadi peningkatan tingkat stres yang cukup tinggi. Akan tetapi, Ia melihat bahwa mahasiswa yang mengalami permasalahan di TPB namun berhasil menyelesaikan permasalahan tersebut dengan baik, maka ia dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan di tingkat selanjutnya dengan sendirinya. Permasalahan yang dialami oleh mahasiswa tingkat akhir juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan studi mahasiswa. Apalagi jika mahasiswa tersebut baru datang berkonsultasi ke LBK di saat-saat yang mepet dengan batas akhir masa studi. Tentunya keberhasilan menyelesaikan masalah yang melanda di tingkat akhir akan sangat mempengaruhi lulus atau tidaknya mahasiswa terebut. Ulasan yang dituturkan oleh Dr. Ciptati sebagai Ketua LBK mengungkapkan bahwa permasalahan emosional dan peningkatan tingkat stres dapat menyerang mahasiswa ITB di tingkat manapun. Pada akhirnya, semua kembali pada insan-insan yang menempuh perjuangan mulia dalam menuntut ilmu di kampus ini. Sudah siapkah kita menghadapi tantangan yang ada? []

15


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

Tekanan-tekanan Pemicu Stress oleh: Ardhy Nur Ekasari

ITB merupakan kawah candradimuka bagi mahasiswa, para insan yang haus akan ilmu. Mahasiswa memiliki tugas untuk mampu melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. Tugas tersebut tentu saja akan terlaksana apabila dalam diri mahasiswa tercipta atmosfer yang mendukung arah gerak mahasiswa tersebut, baik dalam jiwa maupun raga. Akan tetapi, mahasiswa rentan terkena stres yang dapat mempengaruhi kehidupannya selama di kampus, lingkungan keluarga, maupun saat Ia bermasyarakat.

16 �If you get something wrong in your life, don’t blame someone or something because blame someone or something is easy to say but hard to change.� –Anonim

A

danya kata-kata di atas bukan berarti kita tidak boleh mengevaluasi pihak luar atas permasalahan yang terjadi dalam hidup kita. Evaluasi seyogyanya harus menyeluruh pada semua aspek termasuk faktor-faktor eksternal yang mendorong meningkatnya tingkat stres saat berkemahasiswaan. Hasil kuesioner tingkat stres mahasiswa ITB yang diterbitkan oleh Boulevard ITB menunjukan saat ini 68,7% responden sedang mengalami stres. Responden juga menyatakan bahwa 7,4% diantaranya mengalami tekanan stres yang sangat tinggi (4/4), 28,8% responden mengalami tekanan stres tinggi (3/4), responden yang mengalami tekanan stres cukup tinggi (2/4) sebanyak 35,6% dan 22,1% responden mengalami tekanan stres yang tidak terlalu tinggi (1/4), sementara sisanya tidak mengalami stres sama sekali.

Dalam kuesioner pun telah diuraikan beberapa faktor yang mungkin memicu tingkat stres mahasiswa dan sebanyak 59,5% dari mahasiswa mengaku beban akademik sangat berpengaruh terhadap tingkat stres mereka. Angka yang cukup besar juga diperoleh dari faktor tanggung jawab jabatan di suatu organisasi yaitu sebesar 16,6%. Mahasiswa yang menjabat di badan pengurus suatu organisasi, baik himpunan maupun unit, serta mereka yang terlibat dalam panitia pelaksana suatu kegiatan tertentu memiliki kerentanan mengalami stres yang lebih tinggi. Hal tersebut diperparah jika mahasiswa yang bersangkutan kurang memiliki kemampuan menentukan skala prioritas dan membagi waktu yang tersedia untuk kegiatan akademik dan kemahasiswaan. Selain kedua faktor tersebut, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi tingkat stres yang dialami mahasiswa saat berkemahasiswaan di kampus ini. Faktor-faktor tersebut adalah keikutsertaan dalam organisasi terpusat,


Juni 2017

LAPUT

kegiatan himpunan jurusan, kegiatan unit kegiatan mahasiswa, kepanitiaan jurusan, pekerjaan sampingan, permasalahan keluarga, konflik dengan teman atau pasangan, belum dapat beradaptasi dengan lingkungan ITB, metode pengajaran dosen, materi pelajaran, serta kondisi tempat tinggal saat ini. Faktor-faktor di atas didukung dengan pernyataan Dr. Ciptati, Ketua LBK ITB terkait permasalahan-permasalahan yang dialami oleh mahasiswa ITB, baik TPB, tingkat dua dan tiga, tingkat akhir, maupun mahasiswa S2. Ciptati menuturkan, untuk mahasiswa TPB sendiri menurunnya motivasi mereka disebabkan terlalu kaget dengan perbedaan kondisi saat sekolah menengah atas dengan perkuliahan. Hal ini membuat mahasiswa mencari kesibukkan lain seperti game. Lama kelamaan mereka akan menikmati dan merasa nyaman dengan game tersebut karena di dalam game mereka merasa berhasil dan dihargai, kemudian mereka akan menghilang dari peredaran kampus hingga tertinggal beberapa semester. Beberapa yang mencoba bangkit menjadi gagal karena merasa sudah jauh tertinggal dibandingkan teman seangkatannya.

boulevard 80

Ciptati pun mengungkapkan beberapa akar permasalahan dari mahasiswa bermasalah dapat timbul dari kehidupan pribadi mahasiswa tersebut seperti kurang perhatian dan kasih sayang dari keluarga. Sebagian keluarga beranggapan bahwa memancarkan kasih sayang terlalu emosional. Oleh karena itu, LBK menilai bahwa sebagian persoalan yang dialami mahasiswa sebenarnya dapat diselesaikan dengan kasih sayang. Berdasarkan pandangan tersebut, dalam menangani mahasiswa yang sudah memiliki tingkat stres tinggi, mahasiswa harus dibuat nyaman terlebih dahulu. Tekanan yang diberikan oleh berbagai faktor eksternal dapat membentuk pribadi manusia ITB yang akan sangat dipengaruhi oleh respon dari manusia tersebut terhadap persoalan yang dihadapinya. Selama mendiami kampus gajah ini, stres dapat datang dari berbagai sisi kehidupan mahasiswa ITB. Akan tetapi, hal tersebut tidak sebanding dengan apa yang akan dihadapi putra-putri terbaik bangsa saat terjun di masyarakat bukan? []

17


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

Kepribadian Manusia dan Kerentanan Terhadap Stres Oleh: Rahma Rizky Alifia

Kepribadian dan manusia adalah dua hal yang tidak bisa berdiri sendiri. Kepribadian merupakan identitas dari seorang manusia. Berdasarkan ilmu psikologi populer, kepribadian manusia secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu tipe A dan tipe B.

18

F

rieldman dan Rosenman, dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa tipe kepribadian A lah yang lebih rentan terhadap stres. Tipe kepribadian A yang dimaksud ialah orang-orang ambisius, kompetitif, berorientasi pada pencapaian, dan banyak ciri lainnya. Sesuai dengan hasil studi lapangan berupa kuesioner yang dilakukan majalah Boulevard, lebih dari 30% mahasiswa S1 ITB memiliki kepribadian tipe A. Artinya, mahasiswa kampus Gajah ini rawan terkena stres. Ada beberapa kasus yang telah terjadi yang diindikasikan sebagai akibat dari stres, seperti bolos kuliah selama satu semester atau lebih karena takut bertemu dosen, teman-teman, dan tugas-tugas yang menumpuk. Bahkan, beberapa kali terjadi percobaan bunuh diri. Kepala Lembaga Bimbingan Konseling (BK) ITB, Dr. Ciptati menuturkan bahwa kasuskasus yang berkaitan dengan persoalan mental, termasuk percobaan bunuh diri, biasanya

disebabkan oleh hal-hal yang kecil. Diantara semua percobaan bunuh diri, tidak ada yang benar-benar berniat mengakhiri hidupnya. Orang-orang tersebut sebenarnya masih memiliki pengendalian diri dan baru sebatas mempertanyakan alasan hidupnya. Oleh karena itu, Ciptati menegaskan pentingnya dialog dengan cara yang tepat untuk meredakan histeria yang dialami orang tersebut. “Terkadang, emosi yang tak terkendali membuat manusia melakukan tindak seperti ini. Tidak ada manusia yang benar-benar ingin mengakhiri hidupnya, percobaan ini hanya suatu histeria untuk mencari perhatian orang lain,� nilai Ciptati. Meskipun begitu, percobaan bunuh diri tetap berbahaya karena ini merupakan masa-masa kritis yaitu puncak dari stres yang harus segera ditenangkan. Ciptati menganggap bahwa stres atau depresi sendiri dapat disebabkan oleh kepribadian dan sikap seseorang terhadap suatu kejadian. Ciptati memberikan sebuah permisalan, “Jika


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

ilustrasi: Hana Azalia

19 diejek ‘bodoh’ oleh teman, kita bisa marah dengannya atau menganggap hal itu sebagai gurauan.” Perlakuan sekitar terhadap pihak tertentu memang sulit dihindari, maka dari itu sudah menjadi tanggung jawab setiap insan untuk menyikapinya secara positif. “Kalau dilihat 3000 sampai 4000 mahasiswa mendapat tekanan yang sama dan terlihat hasilnya berbeda-beda, artinya bukan situasi kampus yang membuat mereka stres, tetapi ada sikapsikap bagaimana untuk menyikapi stres. Ada yang stres, ada yang terinspirasi untuk lebih giat. Memang faktor lingkungan pasti ada, namun yang utama adalah kepribadiannya,” jelasnya. Mahasiswa-mahasiswa yang mengalami stres, menurut Ciptati, adalah mereka yang tidak dapat menerima kenyataan. Sikap perfeksionis, idealis, kompetitif, tak jarang mengantarkan manusia kepada stres. Perfeksionis dan idealis mungkin baik, namun ketika realita

tidak berjalan sesuai dengan keinginan atau idealismenya, saat itu lah emosi akan melonjak dan dapat berujung pada stres. Manusia yang kompetitif dapat berpotensi mengalami stres karena tidak pernah merasa puas dan merasa selalu tersaingi. Kepribadian sangat berpengaruh dengan risiko terkena stres. Di mata Ciptati, manusia yang memiliki kepribadian kuat akan mudah untuk “bangkit” jika suatu hari ia “terjatuh”. Kuatnya kepribadian seseorang pun terbentuk oleh proses yang didukung oleh kekuatan mental. “Kekuatan mental bukan sesuatu yang sifatnya bisa instan. Kalau dari kecil sudah terbiasa untuk mengatasi masalah, ‘jatuh bangun’ dapat dia nikmati dan diatasi untuk kemudian bangkit. Namun, kalau dari awal cenderung mudah –menyelesaikan masalah karena dibantu-, biasanya ini agak berat. Mahasiswa yang hidupnya cenderung ‘mulus’ harus selalu didampingi entah sampai kapan,” tambahnya. []


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

Strategi Melawan Stres: Sebuah Pedang Bermata Dua oleh: Fransiskus Asisi D

20

Tidak dapat dipungkiri, bahwa bagi sebagian besar mahasiswa ITB, tekanan akademik yang diberikan oleh kampus ini dapat meningkatkan tingkat stres mahasiswanya. Kesalahan strategi manajemen stres dapat berakibat fatal dan malah memperparah dampak stres terhadap kesuksesan akademik dan kemahasiswaan di ITB. Lantas, bagaimanakah seharusnya mahasiswa ITB menangani tingkat stresnya yang semakin meninggi? STRATEGI YANG TEPAT DALAM MENANGANI TINGGINYA TINGKAT STRES anajemen stres yang dimiliki oleh mahasiswa ITB juga cukup bervariasi. Akan tetapi, lebih dari satu per tiga mahasiswa ITB memilih menarik diri untuk sementara jika mengalami peningkatan stres yang menurut mereka sudah melebih ambang batas. Strategi yang dipilih oleh 38% mahasiswa ITB ini berbeda dengan solusi penanganan stres yang direkomendasikan oleh LBK. Menurut Dr. Ciptati, Ketua LBK ITB, mahasiswa yang menarik diri saat berhadapan dengan permasalahan tidak akan menyelesaikan masalah dan justru akan menambah masalahmasalah baru yang berakar dari masalah awal tersebut.

M

Berkonsultasi dengan orang terdekat dinilai Ciptati sebagai solusi yang paling tepat dalam menangani tingginya tingkat stres. Pernyataan tersebut menyiratkan pentingnya memiliki orang-orang terdekat selama berkuliah

di kampus ini. “Biasanya, orang-orang yang menarik diri dan terjerumus dalam kesenangannya sendiri adalah orang-orang yang tidak pandai bergaul dengan orang lain. Dia memang tidak berkawan dengan komunitas ITB, bahkan dengan teman seangkatannya sendiri tidak terlalu mengenal dekat. Tidak adanya teman dekat yang mendampingi mereka yang bermasalah akan semakin menyulitkan mereka berubah,� ujar Ciptati. Semakin lama mahasiswa menarik diri dari lingkungan ITB, akan semakin sulit pula penanganan dan rehabilitasi yang harus dijalani. Ciptati menuturkan bahwa dibutuhkan sinergi antara pihak-pihak yang bersinggungan dengan mahasiswa tersebut. “Selain kemauan yang kuat dari mahasiswa untuk dapat sukses dalam studinya di ITB, dibutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat termasuk keluarga dan temantemannya. Pemulihan yang terkadang membutuhkan waktu lama, beberapa ada


Juni 2017

LAPUT

boulevard 80

ilustrasi: tumblr.com

yang sampai menahun, juga membutuhkan sinergitas dari orang tua, kepatuhan mahasiswa, kesepakatan dari pihak prodi atau dekanat fakultas yang bersangkutan, serta konselor atau dokter yang menangani mahasiswa tersebut,” lanjut Ciptati. Hal-hal rumit yang dapat timbul dari persoalan menarik diri sesungguhnya dapat dicegah jika mahasiswa memiliki kemampuan memecahkan persoalan pribadi dengan baik. Ciptati menilai survival skill dalam kehidupan sosial adalah hal yang wajib dikembangkan oleh setiap mahasiswa. Kemampuan tersebut dapat menjadi kunci bagi mahasiswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. “Kebanyakan persoalan yang dihadapi mahasiswa ITB sebenarnya tidak terlalu rumit. Persepsi dari mahasiswanya saja yang membawa persoalan itu seolah besar dan tidak dapat diselesaikan. Dari perbincangan dengan mahasiswa, persoalan yang dirasa berat timbul karena adanya hubungan sebab akibat yang semakin bertumpuk saat tidak berhasil diatasi. Permasalahan itu sebenarnya dapat diurai sedikit demi sedikit,” tutur Ciptati. KONSELING SEBAGAI SARANA Ciptati kembali menjelaskan bahwa membagi persoalan dengan orang terdekat adalah salah

satu cara yang paling ampuh dalam mecegah persoalan tersebut semakin menggunung. “Mahasiswa harus tahu kemana mereka akan bersandar saat dirundung masalah, tahu dimana mereka dapat meminta bantuan. Mahasiswa ITB jangan sampai tidak mempunyai sandaran, karena hal itu akan membuat ia gamang sehingga salah mengambil sikap. Mahasiswa ITB juga jangan sampaui menjadi orang yang soliter, sehingga masalah yang dihadapi jadi dipendam sendiri dan merasa menjadi orang yang paling berat bebannya,” jelas Ciptati. ITB sendiri sudah menyediakan sarana bagi mahasiswa yang merasa kesulitan dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Mahasiswa ITB dapat memanfaatkan fasilitas Lembaga Bimbingan dan Konseling (LBK) yang terletak di sebelah GKU Timur. Masalah yang dapat diperbincangkan dengan konselor di LBK tidak terbatas pada persoalan akademik saja, tetapi juga persoalan pribadi yang menyangkut hubungan sosial dan masalah pribadi selama berkuliah di ITB. LBK sendiri sejatinya bukanlah lembaga yang berisi dokter atau psikiater sehingga tugas utamanya bukanlah mendiagnosis kelainan mental dan emosional yang dimiliki mahasiswa. Fungsi LBK lebih sebagai tempat konsultasi yang memberi petunjuk dengan cara mengajak mahasiswa berpikir agar dapat menemukan

21


Juni 2017

22

LAPUT

boulevard 80

solusi masing-masing. Akan tetapi, jika kondisi mahasiswa yang mengalami stres sudah terlalu parah, LBK akan membina komunikasi dengan ahli-ahli lain seperti psikiater, dokter dan konselor yang tentu dengan persetujuan orang tua dari mahasiswa yang bersangkutan. Selain sebagai teman konseling mahasiswa, LBK juga memiliki fungsi sebagai fasilitator. Konsep dasar yang dianut LBK adalah selalu melihat permasalahan secara holistik. Pendirian tersebut membuat LBK melihat pihak mana saja yang dapat diajak bekerja sama dalam penyelesaian masalah yang dihadapi mahasiswa.

KATA MEREKA TENTANG MANAJEMEN STRES Muhammad Ghifari Ridwan (TM’13), Mahasiswa Berprestasi ITB 2016 membagi pengalamannya dalam mengatasi stres yang meningkat selama berkuliah di ITB. Pemuda yang juga aktif di Unit Kesenian Sulawesi Selatan (UKSS) dan HMTM “PATRA” ini menjelaskan pentingnya menjaga hubungan dengan orang terdekat. “Saat saya mengalami suatu hambatan, support dari teman-teman dan keluarga sangat penting. Prestasi-prestasi saya, termasuk Mahasiswa Berprestasi ITB juga tak lepas dari dukungan teman-teman sejurusan saya,” tutur Ghifari.

Saat ditanya mengenai kepedulian ITB dalam persoalan mental dan tingkat stres mahasiswanya, Ciptati menjawab, “ITB sangat peduli dengan keadaan mental mahasiswanya. Tentunya ITB menginginkan mahasiswanya bermental baja, pejuang, dan juara. Itulah mengapa ITB menyediakan fasilitas-fasilitas seperti dosen wali, konselor, dan LBK. Saat lulus nanti, alumni ITB diharapkan dalam kondisi prima dan mengetahui jalan apa yang akan ditempuhnya.”

Saat ditanya apakah pernah mengalami tekanan stres yang tinggi selama di ITB, Ghifari menjawab, “tentunya banyak hal yang dapat membuat stres terutama di ITB. Saya sendiri pernah dihadapkan dengan posisi dimana banyak kegiatan saya yang bentrok, dan itu cukup membuat saya stres juga. Pada akhirnya kita harus bisa mengatur prioritas. Semuanya penting, tetapi prioritas itu kan fungsi dari waktu, jadi semakin berjalan waktu maka akan semakin terlihat mana hal-hal penting yang dapat dikerjakan lebih dahulu. Tetap saja harus ada yang dikorbankan.”

“Pada akhirnya kami mengaharapkan kontribusi kami dapat melancarkan perkuliahan, pergaulan, dan kondisi emosional mahasiswa ITB yang masih berada dalam masa transisi dari dewasa muda ke dewasa ini. LBK ingin membantu mahasiswa mengatasi keraguan, melihat potensi yang ada di dalam diri, menumbuhkan rasa percaya diri, serta membantu mahasiswa memilih alternatifalternatif penyelasaian masalah yang akan berujung ke keberhasilan mahasiswa tersebut di ITB,” lanjut wanita yang telah bertahuntahun menjadi Ketua LBK ini.

Permasalahan-permasalahan yang menyangkut emosi dan mental mungkin masih dianggap sepele bagi sebagian manusia yang mendiami tanah ganesha ini. Akan tetapi, hal berbeda sangat dirasakan oleh mereka yang pernah mencicipi sesaknya jurang tekanan mental. Sebagian besar orang mungkin sudah memiliki manajemen stresnya masing-masing. Akan tetapi, benarkah strategi yang dianut adalah pilihan terbaik yang akan meloloskan kita dari cekaman stres? Atau justru strategi tersebut akan menghempaskan kita jauh lebih dalam lagi ke jurang kekacauan emosional? []


Juni 2017

KAMPUS

boulevard 80

Apa Kabar PTN-BH ITB? Oleh: Dana Annisa, Annisaa Auliyaa

Masih ingatkah dengan orasi yang disampaikan dalam Inaugurasi KM ITB oleh Fauzan Makarim selaku PJS MWA-WM? Dalam orasinya ia menyebut-nyebut status PTN-BH yang disandang ITB. Sejak status ini diresmikan di tahun 2013, masih banyak mahasiswa yang tidak mengerti bahkan tidak tahu perihal PTN-BH. Banyak mahasiswa yang masih tidak memahami pentingnya untuk ‘melek’ terhadap status PTN-BH. Padahal ketidaktahuan ini bisa menjadi bumerang tersendiri bagi mahasiswa.

P

TN-BH atau Perguruan Tinggi NegeriBadan Hukum adalah status yang kini disandang ITB sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Status ITB sebagai PTN-BH diresmikan oleh pemerintah bersamaan dengan perguruan tinggi lain, yaitu UI, UGM, dan ITS. Selanjutnya di tahun 2016 semakin banyak perguruan tinggi yang berstatus sebagai PTNBH, totalnya ada 11 perguruan tinggi. Kini pun semakin banyak perguruan tinggi yang berlomba-lomba meraih status PTN-BH. Dengan status PTN-BH yang dimiliki suatu perguruan tinggi, ia mendapatkan banyak kewenangan untuk mengatur sendiri berbagai hal yang bersifat internal. Kewenangan yang dilimpahkan pemerintah sangat beragam, mulai dari mengatur keuangan secara otonom, bisa merekrut dosen atau tenaga pendidikan sendiri, menetapkan berbagai kebijakan sendiri, dan membuka prodi atau fakultas baru

sendiri sesuai kebutuhan perguruan tinggi. Berbeda dengan perguruan tinggi non PTNBH, dalam penentuan kebijakan birokrasi yang dilakukan cukup panjang karena harus melalui pemerintah terlebih dahulu. Selain itu, berbeda dengan perguruan tinggi lainnya, aset perguruan tinggi dan negara dipisahkan. Dengan kata lain, status PTN-BH akan membuat akselerasi perkembangan perguruan negeri, khususnya ITB, berlangsung lebih efektif dan efisien. Kewenangan pengaturan keuangan secara otonom menjadi hal yang berdampak langsung dengan mahasiswa. Dengan kewenangannya ini, perguruan tinggi menjadi lebih bebas untuk menentukan UKT dan jalinan kerja samanya dengan berbagai perusahaan negara maupun swasta. Kebebasan ini bisa jadi mengkhawatirkan jika saja penetapan UKT

23


Juni 2017

KAMPUS

memberatkan mahasiswa atau jalinan kerja sama dengan perusahaan yang malah merugikan rakyat Indonesia. Banyak kampus-kampus yang baru menyandang status ini diwarnai dengan kenaikan UKT dan isu komersialisasi kampus. Lalu bagaimana dengan ITB?

24

Fauzan Makarim, PJS MWAWM ITB 2017 berpendapat bahwa keberjalanan PTN BH di ITB sudah cukup baik. ITB memiliki lembaga MWA yang didalamnya terdapat unsur mahasiswa, kebijakan kampus dievaluasi dalam rapat pleno yang diadakan sebulan sekali di kantor sekretariat MWA. Seluruh unsur MWA, termasuk mahasiswa memiliki suara yang sama dengan unsur lain, kecuali dalam rapat pemilihan rektor. Pendanaan dari perusahaan dalam skala besar atau penentuan UKT ikut menjadi bahasan dalam rapat pleno. Fauzan mengatakan, dalam pembahasan pendanaan berskala besar dilakukan sistem penyaringan bersama semua unsur MWA, sebelum dilempar ke rapat pimpinan. Lalu dalam pembahasan UKT di MWA selalu diusahakan UKT tidak naik dan tidak memberatkan mahasiswa. Ini menjadi bukti nyata bahwa keberjalanan PTN-BH di ITB cukup berpihak kepada mahasiswa karena pendapat mahasiswa juga turut

boulevard 80

diperhitungkan dalam keberjalanan kampus ini. Pelimpahan wewenang ini tak berarti ITB secara bebas bisa menentukan kebijakan tanpa batasan apapun. Batasan keberjalanan PTNBH di ITB tertulis dalam statuta yang berupa Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2013, sedangkan perguruan tinggi non PTN-BH batasannya tertulis dalam Peraturan Menteri. Di dalam statuta ITB terlampir pengaturan organisasi, identitas, tujuan, dan nilai dasar ITB. Jika kebijakan yang dikeluarkan ITB tidak sesuai dengan isi statuta, kebijakan tersebut bisa dibantah. Dalam orasinya pada hari Jum’at, 17 Februari 2017, Fauzan mengajak massa kampus untuk ikut mengawal keberjalanan PTN-BH di ITB. Mahasiswa harus sadar status ITB yang sekarang otonom. Mahasiswa yang memiliki idealisme dan masih bebas dari segala kepentingan harus lebih kritis dalam mengawasi keberjalanan PTN-BH di kampus ini. Kalau mahasiswanya apatis dan tidak peduli, bisa saja kebijakan yang dikeluarkan melenceng dan malah merugikan mahasiswa. “Kalau kebebasan itu nggak diawasi dengan baik, kita sebagai orang yg berada di kapal ITB yang dinakhkodai sama atasan-atasan bisa terombang-ambing nggak jelas, atau lebih parahnya komersialisasi pendidikan bisa terjadi,� ujar Fauzan. Sebagai mahasiswa kita bisa tahu arah kebijakan kampus dari informasi MWA-WM, Kabinet KM ITB, atau dari pihak kampus yang lain. Setelah tahu, mahasiswa bisa lebih peduli dengan mengaspirasikan dan memikirkan solusinya bersama-sama lewat MWA-WM, sehingga bisa disampaikan ke pemangkupemangku kekuasaan di ITB. []


Juni 2017

KAMPUS

boulevard 80

Begini Caranya Agar Nama Kamu Jadi Nama Labtek di ITB Oleh: Amalia Septiani Radiva

S

eperti dilansir laman resmi Institut Teknologi Bandung (www.itb.ac.id), belum lama ini, tepatnya pada Sabtu (25/03/2017) lalu, salah satu gedung kampus teknik tersebut, yaitu Labtek III baru saja rampung berbenah diri. Gedung yang sehari-harinya digunakan sebagai tempat perkuliahan Teknik Industri (S1), Manajemen Rekayasa Industri (S2), Teknik dan Manajemen Industri (S2 dan S3), serta Logistik Berorientasi Terapan (S2) ini, melewati proses pembenahan selama kurun waktu satu tahun. Tak hanya mempercantik diri dari segi konstruksi dan estetika, rupanya gedung yang berlokasi di wilayah Barat Laut kampus Ganesha tersebut turut berganti nama. Ya, “Labtek III Mathias Aroef� sapaan barunya. Nama Mathias Aroef dipilih sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan atas jasa dan dedikasi Prof. DR. H. Mathias Aroef, MSIE, IPM terhadap keilmuan bidang Teknik dan Manajemen Industri di Bumi Pertiwi. Tak tanggung-tanggung, serangkaian proses dan panitia khusus dibentuk pada Juni 2016 silam sebagai langkah konkret pengajuan hingga pemilihan nama gedung Labtek III. Dr. Miming Miharja ST,M.Sc. Eng. selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi mengungkapkan, ITB memiliki dua kategori utama penobatan nama tokoh menjadi salah satu nama gedung. “Kategori pertama, nama tokoh yang bisa diusulkan sebagai nama gedung didasarkan pada jasa dalam bidang keilmuan dan

kelembagaan pendidikan, nah opsi yang kedua berdasarkan donasi�, ujar Miming. Melalui kriteria penilaian kategori pertama, nama Mathias Aroef yang kerap kali disimbolkan sebagai tonggak kebangkitan keilmuan bidang Teknik Industri di Indonesia kini menorehkan jejak alfabetik di gedung Labtek III. Di sisi lain, bukan tanpa alasan, sebagai salah satu institusi pendidikan terbaik bangsa, Kampus Ganesha dituntut untuk terus berkembang dan berbenah. Meski telah memperoleh dukungan dana dari pemerintah, pasalnya hal tersebut belum dapat dikatakan cukup, sebab pengadaan dan pemeliharaan fasilitas di ITB membutuhkan nominal yang tak sedikit dan kategori kedua dalam kriteria pemilihan nama gedung hadir menawarkan solusi untuk menjawab persoalan di atas. Dosen yang saat ini masih aktif mengajar dalam kelompok keahlian Infrastruktur Wilayah dan Kota ini menyatakan bahwa sayembara pengajuan nama gedung di ITB, khususnya kriteria kedua, bersifat terbuka untuk umum. Siapapun berhak mengajukan diri agar namanya dapat dimonumenkan, tetapi tetap harus melewati serangkaian seleksi dan investigasi. Apabila seseorang datang mengajukan diri sembari membawa sejumlah nominal, pihak ITB tidak lantas menganggukkan kepala,

25


Juni 2017

KAMPUS

pengadaan dan pemeliharaan fasilitas di ITB membutuhkan nominal yang tak sedikit dan kategori kedua dalam kriteria pemilihan nama gedung hadir menawarkan solusi untuk menjawab persoalan di atas.

sebaliknya, sederet mekanisme penilaian dan uji kelayakan akan dilakukan, di antaranya mempelajari latar belakang dan riwayat hidup orang tersebut serta motif di balik pengajuan nama. “Labtek VI T.P. Rachmat dan Labtek VIII Achmad Bakrie adalah dua contoh di antaranya”, ungkap Miming.

26

boulevard 80

Meski berbasis donasi, pihak kampus bersama dengan Tim Implementasi Penamaan Gedung yang dibentuk secara khusus dan diketuai oleh Prof. Ir. Bermawi P. Iskandar, Msc. PhD. tetap berusaha memberikan penilaian dengan selektif dan objektif sebab nama-nama yang kelak menghiasi setiap sudut bangunan institusi ini akan mencerminkan karakter dan kepribadiannya di kemudian hari. Tim tersebut akan bertugas melakukan inventarisasi gedung, ruang, dan jalan yang akan diberi nama, mengevaluasi usulan nama yang disampaikan rektor, serta menyampaikan hasil evaluasi kepada rektor sebagai pertimbangan lebih lanjut, untuk kemudian disusun dalam bentuk laporan tertulis. Setiap bangunan di kampus ini yang belum memiliki sapaan, membuka peluang bagi siapa saja yang berminat mencantumkan nama, kecuali gedung Aula Timur dan Aula Barat. Lebih lanjut, Miming menjabarkan, setiap rinci prosedur, persyaratan, dasar penamaan, serta pengusul penamaan gedung di ITB telah diatur dalam Surat Keputusan (No. 027A/SK/ II.A/PP/2016) tentang Ketentuan Penamaan Gedung, Ruang, dan Jalan di Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Berikut garis besar tahapan pengajuan nama yang harus ditempuh sebelum diresmikan: INISIATIF USULAN PENAMAAN Inisiatif usulan penamaan berdasarkan jasa

atau prestasi luar biasa dan diakui dapat berasal dari individu, kelompok individu, unit atau badan hukum di dalam atau di luar ITB yang selanjutnya diajukan dalam bentuk proposal kepada Dekan Fakultas/Sekolah yang relevan. PENGAJUAN USULAN KEPADA SENAT Dekan yang telah menerima proposal inisiatif usulan akan mengajukan usulan kepada Senat Fakultas/Sekolah yang bersangkutan. Apabila disetujui secara aklamasi, maka dekan akan menyampaikan usulan beserta kelengkapan kepada rektor. PEMBENTUKAN TIM EVALUATOR Selanjutnya, rektor akan membentuk tim pengevaluasi proposal, tim tersebut akan memberikan rekomendasi penerimaan/ penolakan terhadap usulan yang ada. Rektor dapat meminta pertimbangan Senat Akademik ITB dan/atau MWA ITB jika dirasa masih diperlukan. Selama SK tersebut masih berlaku, namanama yang telah mencatatkan sejarah di bangunan kampus ini, dapat dipastikan, tidak akan pernah dihilangkan dari ingatan. “Terutama bagi mereka yang memiliki jasa di bidang pendidikan, karena hal tersebut bukan untuk dikenang dalam batas waktu tertentu, melainkan selamanya.” Saat disinggung mengenai minimal nomimal yang harus dipersiapkan agar dapat mencatatkan nama di salah satu gedung ITB melalui kriteria kategori kedua, Miming tidak memberi jawaban pasti, seraya tersenyum, ia mengungkapkan sebuah analogi, “misalkan Anda datang membawa 25 milyar rupiah, tentu selanjutnya akan kami proses dan pihak kampus akan membentuk tim pengimplementasiannya. []


Juni 2017

KAMPUS

boulevard 80

Tarik Ulur FISH Oleh: Muhammad Ghaffar

Pembukaan sebuah fakultas sosial humaniora di ITB selalu melewati tarik ulur yang tak pasti. Bagi pihak yang kontra, tak pantas bagi sebuah insitut teknik untuk meniruniru kampus lain dengan membuka jurusan yang ‘bukan bidangnya’. Banyak juga yang menganggap fakultas sosial humaniora hanya sesuatu yang dipaksakan dan ajang mengeruk uang semata. Apakah fakta yang ada sejalan dengan tudingan yang beredar?

M

eskipun masih menyandang nama ‘Institut’, banyak orang yang belum menyadari bahwa ITB bukan hanya sebuah institut teknologi. Hal ini jelas terlihat dalam statuta ITB tahun 2013 yang menyatakan bahwa ITB merupakan universitas penelitian yang mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ilmu sosial, serta ilmu humaniora. Tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, ITB tentu saja sudah tidak diragukan lagi. Bahkan ilmu seni telah terwadahi dengan adanya FSRD yang sudah diresmikan sejak 1984. Namun, apakah ilmu sosial humaniora telah mencapai status yang sama dengan ilmu lain di ITB? FISH: HUTANG YANG BELUM TERBAYAR Ilmu sosial dan humaniora (soshum) sebenarnya bukan hal yang baru di ITB. Cikal bakal ilmu soshum di ITB dimulai pada tahun 1964 dengan dibukanya Biro Mata Kuliah Umum yang berubah menjadi Jurusan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) pada tahun 1984. Seiring waktu, nama ‘Jurusan’ berubah menjadi ‘Departemen’ dan pada tahun 1998 nama MKDU pun diubah menjadi Sosioteknologi. Perkembangan terakhir pada tahun 2005 Departemen ini diubah menjadi Kelompok

Keahlian (KK) Ilmu-ilmu Kemanusiaan. Meskipun telah diwadahi oleh Kelompok Keilmuan tersebut di bawah FSRD, semua ini dirasa belum cukup. Apalagi statuta ITB mengisyaratkan bahwa semua ilmu di ITB harus dikembangkan secara setara. Padahal, KK Ilmu-ilmu Kemanusiaan hanya menyediakan layanan mata kuliah dasar dan pilihan saja, tidak seperti departemen dan KK lainnya yang juga memiliki program studi. Hal ini memunculkan ide untuk membentuk fakultas sosial humaniora tersendiri dalam bentuk Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISH). Menurut Fauzan Makarim (TL’13), MWA-WM ITB, pembentukan FISH sendiri sebenarnya merupakan saran dari MWA sejak 1-2 tahun lalu. Pada waktu itu, untuk mengembangkan ilmu soshum di ITB, akan dibuka jurusan Ekonomika di SAPPK.Namun ternyata untuk membuka prodi baru di ITB semua harus melalui unjuk dengar MWA terlebih dulu. Pada saat unjuk dengar inilah MWA menyarankan untuk membuat suatu fakultas yang sesuai yang dapat mewadahi prodi-prodi soshum.

27


Juni 2017

KAMPUS

BASIS STEM DI SOSIAL HUMANIORA

28

Dasar pendidikan sosial dan humaniora di FISH pun digadang-gadang akan sangat berbeda dibandingkan universitas lain seperti UGM atau UI. Menurut Fauzan, dari penjelasan tim formatur FISH pada unjuk dengan MWA, kurikulum FISH akan dikembangkan dalam koridor STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Contohnya adalah adanya materi pemodelan dan komputasi untuk semua mahasiswanya. “Penerapannya nanti misalnya bagaimana kita memodelkan pengaruh suatu kebijakan terhadap perkembangan ekonomi,” ungkap Fauzan. Dengan adanya basis STEM dalam pendidikannya, diharapkan lulusan FISH kelak akan memiliki karakter yang berbeda dibandingkan lulusan soshum universitas lain. Persiapan FISH sendiri tidak main-main. Berdasarkan audiensi formatur FISH dengan MWA, FISH akan memiliki 8 laboratorium, yaitu Lab. Fonetik, Lab. Audiovisual, Lab. Computer Graphic, Lab. Human Behavior, Lab. Forensik Linguistik, Lab. Audit dan Asuransi Teknologi, Seni dan Sains, Lab. Genolinguistik dan Lab. Digital Humanities. Bahkan fakultas ini akan memiliki satu supercomputer yang dihibahkan dari Bank Dunia. Semua fasilitas tersebut dipersiapkan

boulevard 80

untuk pengembangan sosial humaniora yang berakar pada pemodelan, pengetahuan etika, dan pengalaman estetik. Dengan fasilitas-fasilitas tersebut, rencananya akan dibuka lima prodi S1. Kelima prodi tersebut adalah Sosiologi, Psikologi, Ekonomika (sudah mengantongi SK), Linguistik, dan Ilmu Budaya. Selain prodi S1, akan dibuka juga 9 prodi pascasarjana yang transdisiplin. Dua di antaranya (Studi Pembangunan dan Studi Pertahanan dan Keamanan) sudah ada namun berada di bawah naungan SAPPK. Meskipun di Indonesia adanya sebuah fakultas sosial humaniora di suatu institut teknologi bukan hal yang umum, berbagai institut teknologi di belahan dunia lain telah mengembangkan hal ini sejak lama. MIT misalnya, telah memiliki School of Humanities and Social Studies sejak tahun 1950. Hal yang sama juga dapat dilihat di IIT (Indian Insitute of Technology) di India yang telah mengembangkan departemen ilmu sosial dan humanioranya dari tahun 1950-an. Keberadaan ilmu sosial humaniora di perguruan tinggi tersebut dimaksudkan untuk melengkapi ilmu ‘keteknikan’ mereka. Dengan demikian, pendidikan sosial humaniora di perguruan tinggi tersebut memiliki basis matematika yang sangat kuat terutama untuk program ilmu-ilmu ekonomi.


Juni 2017

KAMPUS

boulevard 80

“KALAU BEGITU, MASALAHNYA APA?” “Dari hasil diskusi MWA kemarin, intinya memang penting sosial humaniora ini. Tapi untuk sekarang bentukannya nggak harus dalam bentuk fakultas baru,” ujar Fauzan. Menurutnya dari hasil diskusi antara tim formatur FISH dengan MWA, untuk sekarang sebaiknya pengembangan sosial humaniora memanfaatkan fasilitas yang sudah ada terlebih dulu. Alasannya adalah pembuatan fakultas baru membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, belum lagi perubahan pasar kerja yang sangat cepat. Kebutuhan pasar kerja untuk lulusan FISH juga dipertanyakan. Fauzan menambahkan, “Mungkin bisa disimpulkan sekarang FISH ditunda, cuma nggak tahu sampai kapan dan siapa yang memutuskan. Yang pasti dari kementerian (Kemenristekdikti – red.) menyerahkan ke PTNBH, jadi kita sendiri yang memutuskan mau buka atau nggak.” Selain itu, ada masukan juga dari MWA bahwa mungkin jurusan-jurusan FISH bisa dibuka di fakultas lain dulu sebelum akhirnya digabungkan. Pertimbangannya adalah waktu pengembangan fakultas yang bisa cukup lama sehingga lebih baik memanfaatkan sumber daya yang sudah ada dulu. Hingga artikel ini diterbitkan, FISH belum masuk dalam daftar pilihan fakultas yang dapat diambil dalam SBMPTN. Namun tidak menutup kemungkinan prodi S1 Ekonomika yang telah memiliki SK akan dimasukkan dulu sebagai pilihan jurusan ke dalam fakultas lain, misalnya SAPPK yang awalnya direncanakan menampung prodi ini. Cepat atau lambat, FISH akan tetap dibuka di ITB, ‘menyosialkan’ ilmu-ilmu teknik dan pengetahuan alam yang sudah mapan berdiri di kampus Gajah ini. Apakah hasilnya akan sesuai harapan? Kita tunggu saja. []

29


Juni 2017

KAMPUS

boulevard 80

MWA WM Materi Awal

PEMOSISIAN MWA Wakil Mahasiswa sebagai salah satu stakeholder yang mewakili sekitar 22.000 mahasiswa yang melingkupi S1, S2, S3, dan keprofesian memiliki posisi di struktur tubuh MWA sebagai anggota Komite Internal. Komite Internal ini memiliki tugas dalam merumuskan kebijakan, memberikan pertimbangan, dan menilai semua hal yang bersifat strategis dalam tata kelola ITB, dari mulai perencanaan nilai, kebijakan umum, pengelolaan keuangan dan sumber daya, hingga penilaian efektivitas dari pelaksanaan fungsi SPI sebagai auditor internal.

Di sisi lain, MWA Wakil Mahasiswa adalah unsur yang memiliki posisi di mahasiswa. Walaupun dalam keseluruhan sistem untuk mahasiswa belum ada organisasi yang menaungi, pada mahasiswa S1 terdapat organisasi yang mengakui keberadaan MWA Wakil Mahasiswa yaitu KM ITB.

30

Lalu bagaimana hak suara MWA Wakil Mahasiswa di MWA? Porsi suara setiap anggota MWA adalah sama untuk setiap anggota. Pengecualian terjadi pada pemilihan dan pemberhentian Rektor dimana porsi untuk menteri sebsar 35% hak suara, Rektor dan Senat Akademik tidak memiliki hak suara, sisa suara dibagi rata antara anggota MWA. Adapun setiap anggota MWA memiliki hak dan kewajiban yang sama tidak terkecuali wakil mahasiswa. Hak yang dimaksud mencakup mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, serta membela diri. Sedangkan kewajiban mencakup hadir dalam rapat MWA, menaati nilai dan kode etik ITB, menjaga nilai dan etika dalam hubungan kerja dengan orang atau lembaga lain, menyerap, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi, serta memberikan peranggungjawaban secara moral kepada komunitas ITB.

Sistem pada KM ITB menegaskan bahwa kontrol penuh dari Kongres ke MWA Wakil Mahasiswa dan tim, serta koordinasi dengan pihak Kabinet KM ITB. Walaupun secara organigram dua hal tersebut yang diatur, namun bentukan kinerja MWA Wakil Mahasiswa menjadi lebih luas karena arahan kerja yang diberikan Kongres kepada MWA Wakil Mahasiswa. Diantaranya aspirasi jika berdasarkan organogram hanya melalui Kabinet dan Kongres, sedangkan fungsi aspirasi terdapat pada arahan kerja sehingga perlu dibuat kanal aspirasi kepada MWA Wakil Mahasiswa. Adapun hak dan kewajiban MWA Wakil Mahasiswa pada organisasi KM ITB termasuk melaksanakan dan menjunjung tinggi asas dan tujuan KM ITB, melaksanakan segala ketetapan Kongres KM ITB, menjunjung tinggi Konsepsi dan AD/ART KM


Juni 2017

ITB, melaporkan rencana kerja kepada Kongres KM ITB, menyampaikan dan mensosialisasikan semua hasil keputusan yang diambil di MWA kepada Kongres KM ITB, dan memberikan pertanggungjawaban secara periodik dan bila dipandang perlu oleh Kongres KM ITB. Selain KM ITB, tidak ada wadah formal mahasiswa lain yang mengikat sehingga bentukan posisi masih umum yaitu hanya sebatas koordinasi. Pemosisian ini dikhususkan pada mahasiswa pascasarjana yang ada di ITB. Koordinasi dapat dilakukan baik melalui peranan lembaga yang ada di pascasarjana atau individu dengan bentuk pemberian informasi, penarikan informasi, dll. CARA MENYAMPAIKAN ASPIRASI PADA MWA WM Tanya Nyata: Merupakan Forum yang diadakan untuk kesiapan pleno. Diadakan secara sektoral dan pembahasannya berupa bahasan pleno. Sektor terbagi atas jatinangor, cirebon, tpb, pascasarjana, dan ganesha yang terbagi atas 6 zona. Khusus yang 6 zona di ganesha, dapat didatangi oleh setiap himpunan diwilayah apapun dan juga unit. Divisi Relasi: Setiap divisi dari relasi dapat menjadi tempa untuk mahasiswa beraspirasi. nanti yang sudah sampai akan diberikan laporan aspirasinya kepada setiap mahasiswa yang beraspirasinya. Suara Nyata: Tempat beraspirasi melalui kanal media sosial MWA WM, seperti OA dan WEB. Nantinya juga akan ada laporan dari penindakan aspirasinya.

boulevard 80

STRUKTUR MWA WM

PJS MWA WM Sekretaris Jenderal Sekretaris

Bendahara

31

MSDA

Relasi

Riset

Media

Relasi S1 Ganesha

Kajian Strategis

Kreasi Visual

Relasi TPB

Analisis Data dan Aspirasi

Publikasi dalam Jaringan

Relasi Jatinangor Relasi Cirebon Relasi Pascasarjana dan Humas

Publikasi luar Jaringan


Juni 2017

32

TEKNO

boulevard 80

DIGICOOP:

Smartphone 4G Pertama Hasil Karya Anak Bangsa Oleh: Rahma Rizky Alifia

K

ini, dunia telah memasuki era digital. Persaingan teknologi , mulai dari fitur hingga estetikanya, sudah sedemikian pesatnya. Indonesia, tentu tak ingin terdengar namanya hanya sebagai konsumen pasar. Lewat ITB yang dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, mimpi Indonesia untuk bersaing dengan produsen teknologi lainnya mulai terwujud. Akhir-akhir ini, nama ITB menggema dalam berita-berita khususnya seputar teknologi. Bulan Januari lalu smartphone ITB memenuhi kolom berita-berita lokal. Smartphone yang dibuat atas permintaan sebuah koperasi bernama Koperasi Digital Indonesia Mandiri (KDIM) resmi dirilis pada

11 Januari 2017 oleh Muhammad Nasir, Menteri Riset dan Perguruan Tinggi. Smartphone yang hanya dimiliki oleh anggota KDIM ini sudah menggunakan jaringan 4G dan diberi label Digicoop. PROSES PRODUKSI SMARTPHONE DIGICOOP Pembuatan sebuah smartphone melibatkan banyak bidang, antara lain: sistem integrator, aplikasi, pengembangan operating system (OS), manufaktur, marketing atau brand owner. Proses produksi Digicoop didukung oleh PT Jalawave Integra dan PT Tata Sarana Mandiri (TSM Technologies) sebagai penyedia sistem integrator dan supply gen. Kemudian, PT VS Technology Indonesia di bidang manufaktur.


Juni 2017

TEKNO

ITB sendiri berkecimpung di bagian pengembangan OS, melakukan custom pada OS (Android) sesuai dengan keinginan KDIM. “Mereka ingin ada tempat menampilkan iklan. Selain itu, kita juga bertanggung jawab atas desain tampilan smartphone ini. Seperti posisi lambang, stiker pada baterai dan lainnya, wallpaper, animasi, dan sebagainya,” ungkap Muhammad Iqbal Arsyad selaku engineer dalam pembuatan Digicoop. Lain halnya dengan OS, bahan yang digunakan Digicoop masih berasal dari luar negeri. “Bahan-bahannya masih diimpor dari Tiongkok di Indonesia belum ada yang dapat memproduksi bagian-bagian handphone. Level kita masih di software, tapi bukan berarti kita berdiam saja,” jawab Iqbal ketika ditanya soal bahan yang digunakan. Iqbal juga mengatakan bahwa sebenarnya ada beberapa pabrik yang dapat memproduksi bahan-bahan dari smartphone tersebut, namun sayangnya produksi dapat dilakukan hanya dalam skala kecil sehingga tidak memenuhi permintaan dari konsumen. Digicoop telah berhasil membuat lima ribu unit dan tiga ribu di antaranya saat ini sudah berada di tangan konsumen. TUJUAN DAN ALASAN PEMBUATAN Mengembangkan industri elektronika, di Indonesia khususnya, memang tidak mudah. Keterbatasan ilmu dan sarana prasarana, kesulitan biaya, dan kebijakan politik menjadi penyebab terhambatnya perkembangan industri ini. Upaya pengembangan sendiri sudah dilakukan ITB sejak lama, namun

boulevard 80

nyatanya tidak banyak perubahan yang terjadi. Tak berhenti di situ, ITB tetap optimis hingga akhirnya menciptakan smartphone Digicoop guna menumbuhkan kembali perindustrian elektronika di Indonesia. Di samping itu, smartphone yang akan diganti dalam waktu dua tahun ini juga dibuat untuk memudahkan koordinasi para anggota koperasi melalui aplikasi-aplikasi khusus terkait perkoperasian di dalamnya. Saat ditanya alasan memilih smartphone sebagai produk tim PME, Iqbal menyatakan, “Industri dapat tumbuh karena pasar. Smartphone memiliki pasar yang sangat banyak di Indonesia.” Pada tahun 2015 barang impor di Indonesia dengan kuantitas yang paling besar setelah migas ialah impor smartphone yakni 29,3 juta unit. RESPONS KONSUMEN Digicoop menerima berbagai respons positif serta negatif terkait produk perdana. “Sebetulnya, masalah positif atau negatif tergantung kita memandangnya. Sejauh ini kita anggap sebagai respons konstruktif,” tutur Iqbal. Pengujian selalu dilakukan sebelum produk dirilis, tetapi pengujian tersebut hanya dalam ‘skala lab’artinya hanya dari sudut pandang pengembang/produsen. “Nah, kalau produk sudah dilempar ke pasar pasti banyak sekali pandangan yang unik sehingga kita tahu bahwa ada hal-hal yang masih belum terpikirkan oleh kita dan kita sangat membutuhkan itu,” tambahnya.

33


Juni 2017

GELITIK

boulevard 80

Saat Penanda Himpunan Tak Sekadar Jahim Oleh: Brigtta d’Avriella

B

34

anyak orang mengenal ITB bukan hanya sebagai tempat mengenyam pendidikan, tetapi juga tempat berkemahasiswaan. Mahasiswa ITB aktif dalam berbagai lembaga: unit, paguyuban, himpunan, atau kabinet. Cobalah untuk berjalan keliling kampus di hari kuliah, pasti berpapasan dengan seseorang menggunakan jahim (jaket himpunan). Tidak menemukannya? Saat ini, eksistensi himpunan tidak hanya adilihat dari jahim. Sudah banyak himpunan yang memiliki penanda lain misalnya jaket lapangan, seragam olah raga, kaos, polo, hoodie, dan lainnya. Meskipun ada beragam penanda himpunan, 83% responden (selain KMSR) dalam dalam kuesioner tertutup yang diadakan Boulevard ITB tetap lebih memilih jahim dibandingkan penanda lainnya. Namun, tidak semua massa himpunan memiliki jahim. Orang-orang tersebut adalah massa yang kehilangan jahimnya, memberikan jahimnya ke orang lain, dan massa KMSR. Penanda KMSR sendiri bukanlah jahim, tetapi badge. Anggota bebas memilih dimana ingin menjahit badge yang diberikan saat dilantik tersebut. “...karena tidak ada jaket himpunan. Jaket himpunan aku itu parka, beli di cimol gedebage terus ditempelin badge KMSR sama IMDI hehe,� tutur salah satu responden. Lalu, apa alasan utama massa himpunan membeli jahim? Lebih dari 50% responden

membeli jahim karena merasa pentingnya jahim sebagai tanda bahwa ia merupakan anggota himpunan. Sebagian lainnya memiliki alasan yang beragam: karena jahimnya bagus, membantu keuangan himpunan, untuk kenang-kenangan setelah kuliah, dan lainnya. Bagaimana dengan penanda lainnya? Tidak seperti jahim, lebih dari 70% responden yang membeli penanda lainnya memiliki alasan pribadi: desain yang bagus, kebutuhan pribadi, membantu danus. Fenomena maraknya penanda himpunan tidaklah mengherankan melihat antusiasme massa himpunan untuk memakainya. 40% responden menyatakan mereka minimal seminggu sekali memakai penanda himpunan terutama jahim. 25% responden memakai penanda himpunan karena ingin menunjukkan eksistensi himpunan mereka, 18% responden memakainya karena kewajiban dalam mengikuti acara himpunan. Sisanya memakai penanda melihat dari segi fungsinya sebagai penghangat atau melihat dari segi desainnya yang menarik. Pemakaian penanda himpunan ternyata berkaitan dengan penurunan nilai dalam suatu organisasi. 44% responden membanggakan penanda himpunannya karena sudah menjadi nilai yang diturunkan dari angkatan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan osjur untuk menanamkan


Juni 2017

GELITIK

rasa bangga akan himpunan cukup tinggi. 25% responden membanggakannya hanya untuk sekedar menunjukkan “Saya anggota himpunan�. Menjadi anggota himpunan ternyata masih menjadi sebuah capaian penting bagi sebagian massa kampus. Massa kampus memiliki kebanggaan tersendiri ketika mengenakan jahimnya. Namun, tidak semua orang hapal jahim semua himpunan. Ada hal-hal lain yang membantu massa himpunan untuk membanggakan himpunannya. Misalnya di AMISCA tidak mengenal istilah kakak-adik NIM. Mereka menggunakan keluarga unsur untuk menyatakan keakraban mereka. Lalu, HIMAFI yang terkenal dengan Phiwiki-nya. Massa TPB mana yang tidak tahu Phiwiki? HIMATEK mungkin terkenal dengan jahim hitamnya. Namun, bukan itu yang menjadi istimewa, melainkan dwi garis putih pada lengan jahimnya. Selain itu, siapa yang tidak tahu HMF dengan massa yang mayoritas perempuan itu? Ada juga HMFT dengan lambang tengkoraknya. Tentu, yang paling nyentrik adalah KMSR dilihat dari cara berpakaiannya. Setiap himpunan punya cara sendiri untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Setiap massa himpunan pun punya cara sendiri untuk mengenalkan himpunannya. Bagaimanapun, rasa kebanggaan akan himpunan tidak akan begitu meluap ketika sudah diluar kampus. Bertemu dengan massa kampus lainnya tentu mendorong mahasiswa untuk mengenalkan diri sebagai mahasiswa ITB. Setelah jahim dan penanda himpunan lainnya, bagaimana dengan jamal mu? Sedikit tentang Jamal 38% responden menyatakan mereka bangga

boulevard 80

dengan jamal ITB. 4% tidak bangga dan sisanya merasa biasa saja. 90% responden yakin mereka masih punya jamal. 6% sudah yakin tidak tahu dimana jamalnya dan sisanya meragukannya. Mahasiswa ITB ternyata tidak cukup excited dengan keberadaan jamal 90% responden menyatakan bahwa tidaklah biasa untuk memakai jamal. Sebagian besar responden mengidentikkan jamal dengan acara terpusat sehingga tidak sesuai jika digunakan ke kuliah atau ke kegiatan sehari-hari. Ada juga yang menyatakan bahwa jamal itu penanda untuk anak kabinet sehingga massa himpunan cenderung lebih memilih jahim untuk dikenakan. Ada juga yang menyatakan bahwa jamal terlalu formal dan desainnya tidak bagus. Perlu diingat kembali bahwa jamal sendiri bukan singkatan dari jaket almamater, tetapi jas almamater sehingga memang sewajarnya jamal didesain formal. Sisanya menyatakan pemakaian jamal kurang ditekankan dan adanya konsep jika memakai jamal rawan mengundang kejahatan. Jamal merupakan sebuah penanda untuk mahasiswa ITB. Meskipun ada rasa ingin kompak satu sama lain, ada kecenderungan pada manusia untuk membanggakan keunikan diri. Tidaklah aneh ketika massa himpunan memilih untuk memakai jahim. Di dalam ITB, tidak penting seseorang mengenalkan diri sebagai mahasiswa ITB. Selain itu, ada kebanggaan tersendiri ketika memakai jahim karena butuh perjuangan untuk mendapatkan jahim. Namun, salah satu responden mengingatkan kembali bahwa perjuangan mendapatkan jamal jauh lebih sulit dibandingkan jahim. Belajar selama tiga tahun dan bersaing dengan ratusan ribu siswa lain untuk masuk ITB jauh lebih sulit dibandingkan bersatu dengan angkatan untuk masuk himpunan. []

35


Juni 2017

GALERI

ROMAN DALAM LENSA

36

fotografer:

Pada edisi 80 ini, Boulevard ITB menyajikan rupa romansa manusia yang kami abadikan dalam lensa. Dalam setiap potretnya terdapat kisah dibaliknya yang disini tak akan dipadatkan menjadi kata agar tak mengurangi kedalaman ceritanya. Seiring tumbuhnya diri kita, makna baru muncul tanpa harus dituliskan dalam kata-kata.

fotografer:

boulevard 80


Juni 2017

GALERI

boulevard 80

fotografer:

37

fotografer:

fotografer:


Juni 2017

SASTRA

boulevard 80

Membangun Persepsi dari Puisi Para Peminum Karya Sutadji Colzoum Bakhri oleh: Hamdi Alfansuri

38

ilustrasi: tumblr.com

Puisi Sutardji selalu menjadi puisi dengan pemaknaan yang sangat luas namun tetap memiliki penjiwaan yang sangat dalam. Setiap pembaca dapat menterjemahkan kata-kata Sutardji menjadi apa saja yang mereka suka. Begitu juga dengan puisi Para Peminum yang secara sederhana mungkin akan dibayangkan oleh pembaca sebagai kisah tentang para peminum yang terlena dalam rasa mabuknya, tapi lebih dari itu.


Juni 2017

SASTRA

di lereng lereng para peminum mendaki gunung mabuk kadang mereka terpeleset jatuh dan mendaki lagi pada bait ini, diceritakan tentang para peminum yang mendaki gunung yang terkadang mereka jatuh namun terus mendaki lagi, seperti tertera pada baris kadang mereka terpeselet / jatuh / dan mendaki lagi //. Hal ini dapat juga dimaknakan bahwa suatu perjalanan tentu tidak akan lepas dari berbagai halangan dan rintangan. Akan banyak kondisi yang membuat kita jatuh dan harus bangkit kembali. Berkaitan dengan ini, tidak akan lepas dengan persepsi yang dibangun. Seseorang akan dapat bangkit dan mengembangkan dirinya dengan lebih cepat apabila memiliki persepsi yang baik. Persepsi dapat menjadi katrol yang menaikturunkan keinginan dan kemauan seseorang akan sesuatu. Ketika ia membangun persepsi bahwa sesuatu itu adalah hal yang sangat menarik, maka ia akan memiliki keinginan dan kemauan jauh lebih kuat. Selain itu ketika seseorang memiliki persepsi yang baik dalam menyikapi banyak hal yang diterimanya, maka persepsi-persepsi itu akan membangun dirinya menjadi seseorang yang lebih baik pula. memetik bulan

di puncak mereka oleng tapi mereka bilang --kami takkan karam dalam lautan bulan-mereka nyanyi nyanyi jatuh dan mendaki lagi

boulevard 80

Dari bait ini diketahui bahwa alasan peminum itu terus bangkit lagi adalah ketika mereka membangun persepsi bahwa kami takkan karam / dalam lautan bulan // mereka menciptakan kekuatan pada diri mereka untuk mendaki mencapai puncak bulan. mereka nyanyi nyanyi / jatuh / dan mendaki lagi //. Mereka terus membangun persepsi bahwa perjalanan pendakian itu adalah perjalanan yang menyenangkan dengan terus bernyanyi. Dengan adanya anggapan yang terbentuk maka mereka menjadi lebih sadar dalam ketidaksadarannya.

di puncak gunung mabuk mereka berhasil memetik bulan mereka menyimpan bulan dan bulan menyimpan mereka Dan di bait terakhir, Sutardji memberikan jalan yang baik bagi para peminum itu pada baris mereka berhasil memetik bulan //. Bahwa perjuangan para peminum itu telah menjadikan mereka pantas mendapat keberhasilan dalam memetik bulan di puncak gunung mabuk. Sutardji melanjutkan dengan baris mereka menyimpan bulan / dan bulan menyimpan mereka // sebagai wujud dari pencapaian yang mungkin tidak ada didugaduga, bagaimana mungkin seorang pemabuk bisa mencapai harapannya, dan bahkan harapan tersebut juga menyambut mereka dengan sangat baik. Semestinya kita juga harus menjadi para peminum untuk dapat mencapai harapan-harapan kita. Kuncinya adalaha bagaimana kita membangun persepsi dan anggapan-anggapan tentang diri kita sendiri. Banyak orang yang akhirnya mengalami kondisi paling bawah, atau merasa stres hanya karena belum memiliki anggapan bahwa mereka adalah makhluk paling baik yang pernah ada. Mereka masih membangun persepsi itu menjadi rasa takut dan menjadi ketidakteraturan dalam hati dan pikiran. Sehingga akhirnya harus jatuh, dan tidak dapat bangkit kembali. Ketika banyak kegagalan dalam perjuangan yang kita lalui, mestinya banyak persepsi yang kita bangun bahwa perjalanan ini adalah perjalanan yang menyenangkan. Hingga akhirnya kita mencapai kondisi paling tinggi, maka jadilah diam dan tersimpan seperti kata Sutardji di akhir sajaknya:

di puncak semuanya diam dan tersimpan.

39


Juni 2017

RESENSI

boulevard 80

Sedang Tuhan pun Cemburu oleh: Hana Azalia

Judul : Sedang Tuhan pun Cemburu Penulis : Emha Ainun Nadjib Penerbit : Bentang Tahun : 2015 Genre : Sosial-Budaya Tebal : 456 halaman

40

S

ebuah buku kumpulan esai bergaya satir yang dikemas secara apik namun eksentrik. Esaiesai berisi kritik sosial ini membuat pembacanya merenungkan lagi pertanyaan-pertanyaan atas hidup dan atas status mereka sendiri sebagai makhluk dengan strata tertinggi. Emha menyentil para pembaca secara halus lewat opininya mengenai kisah-kisah kehidupan yang lumrah terjadi saat ini. Kelihatannya, manusia sekarang sudah terlalu nyaman hidup dalam ketidakwajaran akan budaya dan tatanan sosial yang mereka bentuk sendiri, walaupun pada kenyataannya garis antara terlalu nyaman dan terbiasa sudah cukup mengabur. Salah satu contoh yang dijabarkan dalam buku ini adalah kisah suami-suami yang mengantar-jemput istri mereka ke tempat prostitusi demi menyokong ekonomi keluarga. Namun, ditengah-tengah dunia yang penuh ketidakwajaran ini, ada juga golongangolongan yang sadar akan kejanggalan tersebut dan berusaha memberontak namun tidak dapat melakukan apapun. Mereka adalah golongan pemuda musisi jalanan yang bertengger di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta. Maka, mungkin saja bersikap legowo terhadap situasi masyarakat dan menikmati sisa-sisa kenikmatan yang disodorkan

hidup ini tanpa banyak mengeluh seperti yang dijalani orang-orang tua seniman keroncong di tempat yang sama dengan para musisi jalanan tersebut beroperasi, lebih baik daripada mengeluh dan memaki hidup tanpa bisa melakukan apapun. Emha melihat negeri kita ini sudah terbiasa dengan berbagai macam penderitaan hingga penderitaan itu sendiri dijadikan bahan lelucon dalam pagelaran wayang, atau acara komedi di stasiun televisi. Sedangkan di negeri lain, mereka menganggap menjadikan penderitaan menjadi sebuah lawakan adalah sesuatu hal yang jahat. Kelihatannya, hanya orang Indonesia yang bisa mengangkat kepedihan hidup mereka menjadi suatu bentuk humor. Namun, memang dalam pandangan Emha orang Indonesia itu lucu-lucu. Esai-esai ini ditulis Emha pada tahun 1980-1994 dan sudah pernah diterbitkan pada tahun 1994. Maka dari itu, esai-esai ini memuat banyak konteks peristiwa yang terjadi pada rentang tahun tersebut yang perlu kita ketahui lebih dulu. Pada tahun 2015, kumpulan esai ini diterbitkan kembali setelah dikemas ulang oleh editor Toto Rahardjo. Meskipun esai-esai ini bisa dikatakan sudah cukup tua, kontenkontennya masih relevan jika dikaitkan pada zaman sekarang. []



Hidup

sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya

tafsirannya - Pramoedya Ananta Toer


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.