Boulevard #82 - Agustus 2019

Page 1


Ilustrasi Sampul Warna: Vikha Puti Madani Garis: Dini Damarpertiwi Dermawan Tata Letak Dini Damarpertiwi Dermawan Audrey Xaviera Fotografer Amaliyah Nurul A. Irza Sanika Audrey Xaveria Ilustrator Amaliyah Nurul A. Vikha Puti Madani Dini Damarpertiwi Dermawan 1


VISI

Jejak Kebangkitan dan Keruntuhan Gedung di Kampus Gajah Institut Teknologi Bandung telah berdiri bahkan sebelum Indonesia merdeka. Bangunan-bangunan tua nan antik telah menghiasi Bumi Ganesha di segala penjuru sejak Belanda masih menambatkan 足jangkarnya di perairan nusantara. Namun seiring berjalannya waktu, bangunan baru mulai tumbuh satu persatu sebagai pemenuhan 足berbagai kebutuhan institusi ini. Berdirinya berbagai gedung ini bukannya tak tersentuh hal-hal yang menyebabkan kerusakan. Mulai dari tembok yang runtuh, atap yang terlepas, gedung yang terbakar, hingga fasilitas rusak yang tak terhiraukan turut menghiasi 足 cerita bangunan di kampus gajah.

Seolah belum lengkap penderitaan yang ditimbulkan, gedung-gedung ini terkesan terbengkalai karena tak adanya penanganan yang dilakukan. Atau, sebenarnya ada kah? Gedung merupakan sarana yang amat krusial bagi pendidikan akademik di dalam kampus. 足Berbagai fasilitas, mulai dari ruang kelas, laboratorium, ruang dosen, dan ruangan lainnya terdapat di dalam sebuah gedung. Bila terjadi seperti ini, apakah kegiatan perkuliahan akan terganggu? Lalu, bagaimana tanggapan dan tindakan Direktorat Sarana dan Prasarana mengenai hal ini?

2


DAFTAR ISI

1. KILAS 5

Mencicipi Lezatnya Hidangan Lewat Lensa 7 Meresapi Makna dalam Labirin Seni Eksperimental 10 Meningkatkan Kesadaran Akan Sampah lewat Earth Day 2019

2. LAPORAN UTAMA 15 Menelusuri Jejak Kerusakan Bangunan di Kampus Gajah 19 Di Balik Layar Sarana dan Prasarana ITB 23 Tap Water dan RFID, Fasilitas Uji Coba yang Menjanjikan di Masa Depan 27 Mengupas Perawatan dan Pemeliharaan Fasilitas Lingkungan Kampus 31 Fasilitas Eksternal, Mekanisme Pengajuan dan Pengelolaannya 34 G A L E R I

3. KAMPUS 37 Keuangan ITB : Sumber dan Alokasinya 41 Pasar Seni ITB 2020, Konflik Dunia Maya

3


4. GELITIK

44 Habis Tidak Bersisa 46 Habis Hujan, Enaknya sih Main Minesweeper di ITB!

5. ULASAN FILM 48 Captain Marvel, Wanita Super Berkekuatan Foton 50 “Call from An Angel”, Kisah yang Tidak Seindah Sampulnya

6. SASTRA

52 Tidak Aku Menemukan Rumah 53 Lindungan 56 Ialah Daun yang Layu

7. KOMIK

59 Apalah Arti Sebuah Nama

4


KILAS

Mencicipi Lezatnya Hidangan Lewat Lensa

G

Oleh: Patricia Anita Rosiana, Gabriella Yovanda

EP atau Ganesha Exhibition Programme merupakan acara tahunan dari Liga Film Mahasiswa ITB. GEP biasanya diadakan dua kali dalam satu tahun. Kali ini, GEP mengusung tema makanan, yang dinamakan Gastrospective. Sesuai namanya, yang berasal dari kata “gastro” yang berarti perut dan “perspective” yang berarti sudut pandang, GEP tahun ini mengangkat makanan sebagai sajian utamanya. Acara ini menghidangkan karya dari ­berbagai mahasiswa yang tergabung dalam Liga Film Mahasiswa ITB.

5


Boulevard ITB Pemilihan tema makanan dalam acara GEP tahun ini bukannya tanpa alasan. Makanan dipilih berdasarkan interpretasi para kru LFM ITB t­ erhadap makanan itu sendiri. Makanan merupakan unsur terpenting dan ­ paling dekat dengan manusia. Namun, makanan sendiri seringkali terlupakan atau dianggap remeh, padahal makanan memiliki nilai yang cukup tinggi. Salah ­satunya adalah makanan merupakan suatu kekayaan budaya pada suatu daerah. Tempat yang dipilih para kru LFM ITB kali ini cukup berbeda. Biasanya, kegiatan mahasiswa ITB berlangsung di area kampus, atau setidaknya masih di sekitar lingkungan kampus sendiri. Namun, pada acara GEP kali ini, para kru memilih lokasi yang cukup ‘­menyingkir’ dari lingkungan ITB. Berjarak kurang lebih lima k­ilometer dari Institut Teknologi B ­ andung, Galeri Yuliansyah Akbar menjadi tempat para kru LFM ITB menambatkan hati untuk melangsungkan GEP. Bukan tanpa alasan, selain para kru telah jatuh hati dengan lokasi ini, Galeri Yuliansyah Akbar dipilih agar ­masyarakat dari luar ITB dapat turut menikmati rangkaian acara yang telah dipersiapkan sejak bulan September 2018. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Galeri Yuliansyah Akbar, para pengunjung dihidangkan dengan ­ berbagai hasil jepretan makanan yang disajikan dalam bentuk album foto pada sebuah setting meja makan. Kemudian, mata para pengunjung dimanjakan dengan potret makanan yang menghiasi seluruh dinding galeri serta review berbagai macam film yang bertemakan makanan. Potret-potret dari makanan ini disusun dengan unik. Terdapat pula instalasi beruAgustus 2019

pa p ­ iring-piring kertas yang ­disusun pada salah satu dinding galeri. Piring kertas tersebut telah dilukis oleh para kru LFM ITB. Ada juga instalasi yang menerangkan film pendek apa saja yang akan diputar, beserta sinopsis dan sutradara dari film tersebut. Tak melulu mengenai pameran foto, pada GEP kali ini terdapat p ­ emutaran film-film pendek karya kru-kru LFM ITB. Dengan tema makanan, berbagai film pendek yang ­ditampilk memberikan daya tarik tersendiri dalam acara. Ditambah lagi dengan juduljudul film pendek yang menarik perhatian seperti Kopi Putih, Warisan Terbaik, Selamat Ulang Tahun, Sego Boran, dan film-film lainnya. Selain menyaksikan berbagai hasil karya kru LFM ITB, pengunjung juga mendapatkan kesempatan secara langsung untuk berinteraksi dengan para pemilik karya yang dipamerkan. Diskusi karya fotografi, serta talkshow bersama Mas Wisnu Surya Pratama, salah satu sutradara ternama Indonesia, menambah keseruan acara. Diskusi ini memberi kesempatan bagi para pengunjung untuk menggali lebih dalam dunia fotografi dan perfilman. Bagi para pengunjung yang masih awam dalam dunia tersebut, acara d ­ iskusi ini cukup edukatif dalam memberikan beberapa informasi seperti teknik pengambilan gambar, story telling yang baik, serta bagaimana m ­ engantarkan sebuah cerita. Tak hanya pameran, para kru LFM ITB turut memanjakan indra ­pendengar para pengunjung. Di penghujung acara, para kru telah menyiapkan suguhan menarik yaitu persembahan live music dari Rasukma Gaussian Blue dan juga sekaligus ­ menutup acara ini.[] 6


KILAS

Meresapi Makna dalam Labirin Seni Eksperimental

Oleh: Hanif Rahman, Adzky Mathla

Minggu (31/3) silam menjadi hari ketiga sekaligus terakhir acara BINAR 2019 dilaksanakan. BINAR 2019: Experimental Craft Exhibition merupakan acara pameran karya seni eksperimental yang diselenggarakan oleh mahasiswa Kriya ITB. Bertempat di Selasar Sunaryo Art Space, tahun ini acara tersebut diketuai oleh Titis Embun Ayu (KR’15). Pada acara ini dipamerkan karya-karya menakjubkan buah tangan mahasiswa kelima jurusan di FSRD ITB, yaitu Seni Rupa, Desain Interior, Desain Produk, Desain Komunikasi Visual, dan Kriya sendiri. Setiap karya yang dipamerkan membuat pengunjung bertanya-tanya apa makna filosofis di balik karya tersebut.

M

elangkahkan kaki memasuki ruang pameran, pengunjung langsung disuguhkan oleh peta Indonesia. Namun, peta tersebut bukanlah peta biasa, melainkan dibuat menjadi

7


Boulevard ITB wadah bagi berbagai macam sambal di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Pengunjung dapat mencicipi satu persatu sambal tersebut dengan kerupuk yang disediakan ­ oleh panitia. Sambal ini merupakan buah karya panitia acara sendiri yang berkolaborasi dengan Sobat Budaya. Lebih jauh masuk ke dalam, ­terdapat berbagai karya menakjubkan yang membuat mata pengunjung mencari-cari rahasia di balik karya tersebut. Salah satunya adalah “Nervosa” karya Zahrah Nur Adilah. Karya ini berupa manekin manusia yang digambarkan amat sangat kurus dengan kulit berupa potongan-potongan majalah kecantikan. Zahrah menuturkan bahwa karya “Nervosa” diangkat dari sebuah mental illness yaitu Anorexia Nervosa. Anorexia Nervosa sendiri merupakan sebuah ketakutan terhadap peningkatan berat badan yang salah satunya dapat diakibatkan oleh pencitraan diri yang salah terhadap tubuh yang dianggap ideal oleh majalah kecantikan tersebut. Selain “Nervosa”, ada pula karya yang berjudul “Kuliwa” oleh Muh. ­ Sachrul Saad. Karya ini berupa g ­ uling yang disandarkan secara vertikal pada meja, dan di bawah meja tersebut terdapat cangkir kopi yang telah kosong. Karya “Kuliwa” merupakan pengejewantahan romantisme keluarga pelaut suku Mandar di Sulawesi Barat. Makna karya ini adalah agar pelayaran oleh nelayan dapat berjalan dengan lancar. Sang istri akan meletakkan cangkir kopi suami yang akan melaut dan meletakkan bantal serta guling secara vertikal dengan harapan layar perahu sang suami akan tetap berdiri kokoh.

“Diharapkan Binar menjadi gerbang untuk melakukan kolaborasi, terutama dalam hal seni eksperimental.” Baik guling serta meja yang dipamerkan di sini telah ditulisi oleh petuah para leluhur suku Mandar. Titis Embun Ayu selaku Ketua Pelaksana menuturkan bahwa ia i­ngin membuat sebuah gerakan yang merupakan kolaborasi dari seluruh jurusan yang ada di FSRD ITB, dan tidak terkotak-kotakkan oleh masing-masing jurusan saja. Oleh ­ karena itu, ia menggandeng seluruh jurusan di FSRD ITB untuk berpartisipasi dalam pameran ini. “Harapannya adalah acara ini menjadi pintu yang terbuka lebar bagi semua orang untuk melakukan kolaborasi, terutama dalam hal seni eksperimental,” ujarnya. Selain itu, Titis juga berpesan ­kepada seluruh pengunjung bahwa ketika melihat suatu karya gunakanlah seluruh indra yang ada di dalam diri, karena setiap orang memiliki perasaannya masing-masing keti­ ka melihat suatu karya. “Ketika kamu mempunyai energi yang menyenangkan, janganlah malu untuk mengekspresikannya,” tutupnya.[]

8


Boulevard ITB Karya-karya yang terdapat dalam BINAR 2019:

9


KILAS

Meningkatkan Kesadaran Akan Sampah Lewat Earth Day 2019 Oleh: Nurselina Simarmata, Priquela Aprilya

F

akultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB telah berhasil melangsungkan rangkaian acara tahunannya untuk memperingati Hari Bumi, Earth Day 2019, dimulai dari tanggal 24 Maret sampai dengan tanggal 7 April 2019. Earth Day 2019 mengangkat tema Destruction Caused by Trash, bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai dampak sampah terhadap lingkungan. “Tema itu diambil karena melihat bahwa di lingkungan kita terlalu banyak sampah, dan kita ngga sadar kalau

Agustus 2019

10


sampah itu pelan-pelan merusak lingkungan. Dari situ, kita ingin mengembangkan awareness pada masyarakat kalau sampah yang kita buang sekecil apapun itu akan berdampak besar”, ungkap Avissa Putri Khairunnisa, selaku ketua Earth Day 2019. Mata acara pertama Earth Day 2019 merupakan pengabdian masyarakat oleh Tahap Persiapan ­ Bersama (TPB) FITB angkatan 2019 di Desa Cibedug, Cikole dengan empat sub-acara, yaitu litigasi bencana, literasi, kemasyarakatan, dan kerja bakti. Pada acara litigasi bencana, TPB FITB memberi awareness kepada siswa-siswi SD Cikole d ­ engan cara yang fun dan mengajarkan mereka bahwa daerah mereka tersebut rawan bencana, serta juga melakukan simulasi bencana. Pada acara literasi, TPB FITB mengajak siswa-siswi tersebut belajar membaca dan memberi bantuan buku untuk perpustakaan mini. Selain itu, TPB FITB juga membantu petani memanen tomat dan cabai, serta membantu peternak membersihkan kandang, memandikan binatang, dan ­memerah susu. Acara kedua adalah Earth Run yang berlangsung pada tanggal 7 April 2019 dan terbuka untuk umum. Acara Earth Run merupakan acara yang membedakan Earth Day tahun ini dari tahun-tahun sebelumnya, karena panitia Earth Day 2019 mencoba untuk menyebarkan masalah Hari Bumi dan lingkungan tidak hanya ke internal ITB saja, tetapi juga kepada masyarakat luar. Earth Run merupakan acara fun run sekaligus ajang memunguti sampah yang berserakan di jalanan pada saat berlari. Rute Earth Run dimulai 11

dari Forest Walk Siliwangi, McDonald’s Dago, Bank BCA, RS Borromeus, Dago Park, Kartika Sari, BATAN, hingga berakhir di Kampus ITB. Setelah fun run, acara dilanjutkan dengan workshop tentang pengelolaan sampah oleh berbagai Lembaga Sosial Masyarakat yang ada di Bandung. Menurut Azhar, salah satu peserta Earth Run, acara telah berlangsung dengan sangat baik. “Acara Earth Run mengingatkan kita untuk bukan hanya sehat, tetapi juga peduli lingkungan,” ucap Azhar. Karena peserta tidak hanya berlari, tetapi juga harus mengambil sampah di sekitar track lari, ia jadi kembali teringat untuk sadar terhadap banyaknya sampah yang berserakan di lingkungan sekitar, seperti botol bekas minuman dan puntung rokok. Acara terakhir sekaligus penutup Earth Day 2019 dilaksanakan pada malam hari tanggal 7 April 2019. Acara ini berupa penampilan dari berbagai pihak, seperti TPB FITB, ­ TPB FTMD, TPB FTI, Pseudo Logica Fantastica, OSD HMT ITB, Apres ITB, Pabrik Bamboe, dan Feast. Menurut Avissa, saat ini kesadaran mahasiswa ITB mengenai sampah dan lingkungan masih belum terlalu baik. Contohnya adalah, memang pada saat ini sudah banyak mahasiswa yang sadar akan lingkungan dengan membawa botol minum sendiri, namun di sisi lain mereka masih sering menggunakan hand gloves pada saat makan dan meninggalkan sampah plastik tersebut. Selain itu, masih banyak juga sampah yang belum dibuang pada tempatnya. Hal-hal seperti itu yang membuat di satu sisi kesadarannya sudah cukup, tapi di sisi lain tidak.


Boulevard ITB

Maka dari itu, Avissa berharap bahwa setelah melaksanakan Earth Day, para peserta bisa lebih peduli ­dengan lingkungan dan bisa mulai take action, yang tidak harus besar tetapi dimulai dari diri sendiri. Misalnya, hal-hal kecil seperti menggunakan stainless straw sebagai

pengganti sedotan plastik, atau membawa totebag saat berbelanja. “Membawa aksi yang besar masih sulit jika belum ada awareness, tapi membangun dari hal-hal kecil bisa menginspirasi orang di sekitar kita. Dan dari situ, lama kelamaan bisa menjadi habit,� tutupnya.[] 12


13

LAPORAN UTAMA


14


LAPORAN UTAMA

Menelusuri Jejak Kerusakan Bangunan di Kampus Gajah Oleh: Sebastian Anthony, Maria Sinta Kusuma

Bagi kegiatan perkuliahan yang dirasakan oleh mahasiswa, sistem multi kampus yang diterapkan oleh Institut Teknologi Bandung membawa berbagai dampak positif dan negatif dalam berbagai aspek, diantaranya adalah sarana dan prasarana yang tersedia. Beberapa gedung yang berada di Kampus Ganesha maupun Kampus Jatinangor tak luput dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal. Mulai dari usia bangunan yang sudah cukup tua, diterjang berbagai fenomena alam, dan hal lainnya yang menyebabkan gedung tersebut menjadi kurang kondusif dalam penyelenggaraan kegiatan perkuliahan. Lalu, gedung-gedung mana sajakah yang harus merasakan kerusakan tersebut?

S

ampai saat ini, Institut Teknologi Bandung mempunyai dua situs kampus yang secara fungsional beroperasi, yaitu Kampus Ganesha dan Kampus Jatinangor. Kedua kampus tersebut memiliki fasilitas yang bisa dibilang cukup berbeda baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Hal tersebut mungkin terjadi karena Kampus Jatinangor bisa dibilang adalah sebuah kampus yang cukup baru. Maksud kata baru dalam konteks ini adalah bahwa kampus ini belum lama berada di bawah naungan Institut Teknologi Bandung. Keadaan Gedung Kampus ITB Jatinangor Kampus ITB yang terletak di Jatinangor bukanlah kampus yang pembangunannya dimulai oleh pihak Institut Teknologi Bandung sendiri, tetapi merupakan bekas sebuah perguruan tinggi lain, yaitu Universitas Winaya Mukti. Kampus ITB Jatinangor merupakan pemberian hibah barang milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan 15

Pendidikan Tinggi. Kesepakatan ini tertuang dalam perjanjian kerjasama yang ditandatangani pada tanggal 27 Januari 2010 dengan nomor 073/02/otdksm dan No. 022/K01/ DN/2010. Pada Kampus ITB Jatinangor, hampir semua gedung yang merupakan peninggalan perguruan tinggi tersebut, difungsikan kembali oleh pihak ITB sebagai gedung perkuliahan. Renovasi untuk memperbaiki kerusakan di sana dan sini telah dilakukan agar gedung-gedung tersebut layak pakai dan memiliki standar yang sama dengan gedung di Kampus ITB Ganesha. Akan tetapi, setelah digunakan, tidak sedikit gedung-gedung perkuliahan di Jatinangor pada akhirnya mengalami kerusakan cukup parah sehingga mempengaruhi kegiatan civitas akademika ITB Jatinangor. Padahal, gedung menjadi sebuah sarana vital bagi terselenggaranya kegiatan belajar dan mengajar yang baik dan efektif. Kondisi gedung dengan segala fasilitas yang terintegrasi di dalamnya menjadi kunci terciptanya suasana akademis yang nyaman.


Boulevard ITB Sudah cukup banyak kejadian yang memunculkan ketidaknyamanan dalam hati mahasiswa. Contohnya adalah Gedung Kuliah Umum 2 yang pada awal tahun 2019 tersambar angin kencang sehingga menyebabkan rusaknya atap gedung tersebut. Atap yang rusak selama beberapa waktu hanya dibiarkan menggantung dengan mengerikan tanpa ada penanganan, dan di sekitar GKU 2 tersebut diberi garis polisi agar tidak ada yang melintas. Pada saat ini atap dari GKU 2 telah diperbaiki setelah terkesan diabaikan selama beberapa waktu lamanya. Hal serupa juga terjadi pada Gedung Asrama TB 4. Sama seperti GKU 2, atap gedung mengalami kerusakan parah akibat diterjang angin kencang. Lagi-lagi, daerah tersebut juga sempat dipasang garis polisi yang mengelilingi gedung asrama sebagai tanda waspada. Tempat yang seharusnya menjadi kawasan istirahat bagi mahasiswa, malah menjadi potensi munculnya kecelakaan. Hal tersebut tentunya memunculkan rasa tidak aman dari mahasiswa penghuni asrama TB 4. Namun, pada bulan Desember 2018, pihak Sarana dan Prasarana ITB akhirnya melakukan perbaikan menyeluruh terhadap Gedung Asrama TB 4 sehingga kembali layak huni. Penggunaan gedung yang tidak layak, tentunya akan menimbulkan kecemasan jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan bagi penggunanya. Hal tersebut ternyata benar terjadi, ketika dua orang mahasiswa mendapatkan luka memar akibat tertimpa dinding yang tiba-tiba runtuh saat menghadiri sebuah kelas di Gedung C. Tidak ada penanggulangan yang Agustus 2019

diberikan oleh pihak ITB terkait hal ini, karena memang dari pihak korban sendiri tidak melaporkannya. Walaupun dosen sempat mengambil bukti foto kejadian, tidak ada yang tahu apakah dosen tersebut menyampaikan masalah ini kepada pihak yang lebih berwenang. Mengulik Realitas Gedung Kampus ITB Ganesha Sekarang, mari kita bandingkan keadaan Kampus ITB Jatinangor dengan Kampus ITB Ganesha yang menjadi pusat berbagai kegiatan di Institut Teknologi Bandung. Tidak seperti di Jatinangor, Kampus ITB Ganesha memang dibangun dari nol menjadi seperti saat ini oleh pihak Institut Teknologi Bandung dan bantuan pihak eksternal. Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa ternyata masih saja terdapat beberapa gedung di kawasan Kampus Ganesha yang kondisinya kurang layak akibat adanya b ­ erbagai kerusakan. Seperti yang terjadi belum lama ini, yaitu basemen Gedung Freeport yang seringkali mengalami banjir saat hujan dan Gedung Studi Pembangunan yang mengalami kebakaran. Basemen Gedung Freeport adalah sebuah ruangan di kawasan barat laut ITB yang utamanya digunakan sebagai kantin dan ruang sekretariat dari berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa. Saat hujan deras, di salah satu sudut ruangan terdapat atap yang mengalami kebocoran cukup parah sehingga muncul genangan air hingga menyebabkan terjadinya banjir di kawasan basemen Gedung Freeport. Banjir ini mengakibatkan berbagai kegiatan di basemen Gedung Freeport seperti transaksi di kantin dan kegiatan UKM menjadi terganggu. 16


Menurut Bapak Wahyu Srigutomo, S.Si., M.si., Ph.D., selaku Direktur Sarana dan Prasarana ITB, penyebab bocornya basemen Gedung Freeport adalah rusaknya salah satu bagian dari atap Gedung Freeport yang menyebabkan air hujan bisa menembus dan bocor. Salah satu penyebab rusaknya atap Gedung Freeport tadi adalah kebakaran yang terjadi pada Gedung Studi Pembangunan. Pada awalnya kedua gedung ini saling berhimpitan, namun setelah kebakaran, terbentuk suatu celah yang menyebabkan air dapat masuk melalui celah kosong tersebut. Selain terhambatnya aktivitas massa kampus di kawasan basemen Gedung Freeport, akibat lain yang ditimbulkan dari banjir adalah kotornya lantai kawasan basemen Gedung Freeport itu sendiri, seperti munculnya jejak sepatu yang berlumpur dari massa kampus yang 17

melewati genangan air tersebut. Hal ini memunculkan ketidaknyamanan bagi massa kampus yang memiliki aktivitas di dalam kawasan basement Gedung Freeport, dan juga cukup membahayakan karena adanya genangan air yang membuat lantai menjadi licin. Selain basemen Gedung Freeport, gedung lain di ITB yang baru-baru ini mengalami masalah adalah Gedung Studi Pembangunan. Gedung Studi Pembangunan adalah sebuah gedung yang terletak di sebelah barat laut ITB, yang berfungsi sebagai gedung kuliah bagi mahasiswa program studi magister Studi Pembangunan. Gedung ini pernah terbakar pada 30 Desember 2018 silam yang diakibatkan oleh korsleting listrik. Selama beberapa waktu lamanya, sisa-sisa kebakaran gedung ini hanya dibiarkan begitu saja. Menurut


Boulevard ITB

“Kerusakan gedung di kampus tentu menimbulkan ketidaknyamanan para civitas akademika ITB baik di Kampus Ganesha maupun Jatinangor. Perbaikan dan renovasi tentu dilakukan berdasarkan skala prioritas.�

Bapak Wahyu, Gedung Studi Pembangunan tersebut memang rencananya akan dibangun kembali dari awal karena melihat kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran cukup besar. Namun pada saat itu, pembangunan ulang Gedung Studi Pembangunan memang bukan menjadi prioritas Direktorat Sarana dan Prasarana ITB. Seiring berjalannya waktu, gedung ini telah diruntuhkan hingga rata dengan tanah dan akan dilakukan pembangunan kembali. Selain akibat kerusakan, saat ini di ITB juga sedang dilakukan renovasi gedung yang memang dikarenakan oleh kondisi gedung yang sudah tua, yaitu Gedung Kimia Lama yang terletak di sebelah timur Kampus ITB Ganesha. Gedung ini sudah mulai direnovasi sejak awal tahun 2019. Hal ini menyebabkan terjadinya pemindahan lokasi kegiatan belajar mengajar yang semula bertempat di Gedung Kimia Lama menjadi di Gedung Labtek I. Selain itu, Kantin Bengkok yang lokasinya berada persis di sebelah selatan Gedung Kimia Lama terpaksa ditutup sementara karena renovasi Gedung Kimia yang sedang berlangsung. Dengan adanya berbagai kerusakan gedung yang terjadi, baik di Ganesha maupun Jatinangor, sebenarnya pihak Sarpras ITB telah menentukan prioritas gedung mana yang akan diperbaiki terlebih dahulu. Oleh karena itu, apabila terdapat gedung yang rusak namun terkesan diabaikan, tandanya gedung tersebut belum menjadi prioritas yang paling utama.[]

18


LAPORAN UTAMA

Di Balik Layar Sarana dan Prasarana ITB Oleh: Rona Atikah, Anastasia Cesaria, Tito Satria Joel Kebakaran sempat menimpa Gedung Pascasarjana Studi Pembangunan ITB beberapa bulan yang lalu. Kebakaran tersebut kemudian berdampak kebocoran di Kantin Barat Laut. Sebagian massa kampus mempertanyakan kelanjutan perbaikan gedung tersebut yang terkesan diabaikan. Mengapa setelah beberapa bulan sejak kejadian belum tampak perbaikan yang signifikan?

D

irektorat Sarana dan ­Prasarana ITB telah melakukan perencanaan perbaikan Kantin Barat Laut di basemen Gedung Freeport dan kebakaran Gedung Pascasarjana Studi Pembangunan ITB. Sayangnya, mengingat kerusakan yang cukup parah, perbaikan tidak mungkin dilakukan dengan segera. Gedung tersebut harus diruntuhkan terlebih dahulu dan akan dibangun kembali dari awal.

oleh gedung maupun fasilitas semakin besar sehingga usianya lebih pendek. Namun, kerusakan yang tidak terencana dan bukan atas tanggung jawab elemen ITBlah yang terkadang menyumbang kerusakan mayor. Misalnya saja, beberapa bulan silam gedung kuliah umum di ITB sempat mengalami kerusakan akibat badai angin. Kerusakan tersebut menyebabkan atap gedung hampir hilang.

Berita simpang siur mengenai laju kerja Direktorat Sarana dan Prasarana ITB terkadang menjadi ­ bahasan yang tidak berujung ketika mahasiswa melewati gedung pascasarjana tersebut. Walaupun Direktorat Sarana dan Prasarana ITB tampak ­seperti berjalan di tempat, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan ITB dalam memperbaiki kerusakan fasilitasnya.

Perlu diketahui, seharusnya tidak semua keluhan tersebut langsung disampaikan ke Sarpras Pusat. ­Masing-masing fakultas memiliki lembaga sarprasnya sendiri yang secara struktur organisasi langsung berada di bawah dekan. Jadi, jika terdapat masalah di ruang kelas yang dikelola oleh fakultas, maka keluhan dapat disampaikan kepada sarpras di fakultas tersebut. Misalnya, jika menemui dinding yang retak, toilet yang kotor, atau aliran air yang bocor di gedung kuliah fakultas, hal tersebut dapat didiskusikan dengan pihak prodi. Terkait dana, prodi mendapat distribusi dana perawatan dan perbaikan aset melalui fakultas masing-masing.

Keluhan Terkait Sarpras Selain masalah kerusakan gedung, Sarpras ITB seringkali mendapat keluhan lain seperti infocus yang tidak dapat berfungsi dengan baik akibat kabelnya yang rusak, atap yang bocor, hingga dinding bangunan yang retak. Dengan lahan ITB yang terbilang sempit dan harus mewadahi 22.000-24.000 mahasiswa, beban yang harus ­ditanggung 19

Lain halnya jika terdapat keluhan terkait gedung atau fasilitas umum. Hal tersebut merupakan tanggung jawab Sarpras Pusat sehingga kelu-


Boulevard ITB

han dapat disampaikan langsung kepada lembaga tersebut. Jika kerusakan di gedung fakultas dirasa cukup berat atau melibatkan objek yang lebih besar, maka perbaikan juga dilakukan oleh Sarpras Pusat. Misalnya, jika pipa air yang bocor disebabkan oleh kerusakan pada pipa utama, maka Sarpras Pusat akan melakukan perbaikan. Keluhan-keluhan yang ada dapat disampaikan melalui nomor telepon yang tersedia di situs Sarpras ITB atau kepada petugasnya langsung. Selain itu, mahasiswa biasanya mengajukan keluhannya ke KM ITB. Selanjutnya, KM ITB akan meneruskannya ke Lembaga Kemahasiswaan ataupun langsung kepada Sarpras ITB. Tidak hanya itu, keluhan seringkali disampaikan pada acara kopi sore, yaitu acara duduk bersama Rektorat dan KM ITB. Oleh karena itu, banyak cara untuk menyampaikan keluh kesah terkait fasilitas ­kampus. Walaupun jalur penyampaian keluhan ini sudah terbuka lebar dari berbagai penjuru pendekatan, penyampaian keluhan terkadang ­ Agustus 2019

masih menjadi hal yang tidak tergapai oleh massa KM ITB. Memang, sarana dan prasarana bukan hal pokok yang menjadi topik utama perhatian massa, namun aspek tersebut merupakan hal yang penting dan massa kampus sa­ ngat bergantung padanya. Tanpa sarana dan prasarana yang baik, kegiatan akademik dan kemahasiswaan tidak akan berjalan lancar. Quality Control Ini merupakan sisi yang sering luput dari perhatian mahasiswa. Pengadaan acara merupakan fenomena harian yang sering diselenggarakan di kampus ini. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa segala acara kemahasiswaan juga meningkatkan jumlah sampah yang ada. Dalam hal mekanisme quality control, Direktorat Sarpras ITB rutin melakukan kegiatan operasional. Misalnya, setiap hari dilakukan beberapa kali jadwal keliling untuk pengolahan sampah. Di hari-hari tertentu, misalnya saat acara wisuda, produksi sampah akan meningkat sehing20


ga harus dibentuk tim dan jadwal khusus dalam menangani masalah sampah. Hingga saat ini, sampah peninggalan kegiatan organisasi yang ada terus diupayakan untuk ditanggulangi baik dari segi sistem maupun sumber daya.

mekanisme penanganan kerusakan minor dan mayor. Jika dana reparasi di bawah Rp50.000.000,00, mekanisme yang dibutuhkan yaitu perbaikan kerusakan minor. Kerusakan di atas nominal tersebut digolongkan sebagai kerusakan mayor.

Mekanisme Perawatan dan Perbaikan Sarpras

Penanganan kerusakan minor yang masih dapat ditanggulangi tim Sarana dan Prasarana ITB, ditangani dengan mekanisme sebagai berikut. Beberapa alokasi dana dari berbagai kerusakan yang telah direncanakan diambil sebagian dan disisihkan sehingga terkumpul dana yang cukup. Dana yang telah terkumpul tadi digunakan untuk memperbaiki kerusakan yang tidak terprediksi. Dengan demikian, penanganan kerusakan minor ­dapat langsung dieksekusi mengingat perbaikannya masih dapat ditangani di bawah tanggung jawab pihak ITB seluruhnya.

ITB memiliki mekanisme perawatan dan perbaikan bagi sarana dan prasarana yang membutuhkan penanganan. Untuk fasilitas berupa gedung, perawatan dan perbaikan memiliki dua mekanisme, yaitu terencana dan tidak terencana. Mekanisme perawatan gedung yang terencana yaitu dengan membagi ITB dalam beberapa zona; zona utara, zona tengah, dan zona selatan. Tim Sarpras kemudian mengobservasi zona-zona tersebut, mendokumentasikan beberapa hal, dan membentuk rencana perawatan. Perawatan reguler meliputi aspek kebersihan dan monitoring. Rencana perawatan disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia dan kondisi kerusakan fasilitas. Akibat keterbatasan dana, pemerataan perawatan tersebut dilakukan dengan sistem prioritas-bergilir. Sistem prioritas-bergilir ini terkadang membuat proses perbaikan sarana dan prasarana ­ terkesan seperti ditelantarkan, padahal sebenarnya fasilitas tersebut hanya sedang menunggu giliran untuk diperbaiki. Di sisi lain, mekanisme perawatan gedung yang tidak terencana digolongkan menjadi dua kategori bergantung kepada seberapa besar kerusakan yang terjadi, yaitu 21

Berbeda halnya dengan kerusakan minor, tidak seluruh kerusakan mayor dapat dieksekusi oleh pihak ITB. Kerusakan mayor ditangani d ­ engan mengajukan permintaan tambahan keuangan dari ITB pusat. Jika dana yang dibutuhkan amat besar, tim logistik ITB akan melelang proyek tersebut kepada para tenant. Karena besarnya skala pembangunan yang dilakukan, pembangunan ini dapat diselesaikan dalam satuan waktu berupa tahun. Jika menilik kembali mekanisme perbaikan mayor sarana dan prasarana yang ada di ITB, laju perbaikan beberapa sarana dan prasarana yang seringkali dipertanyakan massa kampus bukanlah berasal dari kesalahan penentuan mekanisme perbaikan. Lamanya waktu perbaikan kerusakan mayor me-


Boulevard ITB rupakan akibat dari pertimbangan skala prioritas Direktorat Sarpras ITB dan eksekusi perbaikan tennant yang membutuhkan jangka waktu tertentu. Sistem alih tangan kepada tennant ini juga merupakan cara ITB memperbaiki fasilitasnya, terlepas dari keterbatasan dana yang ada. Sejauh Apa Perkembangan Perbaikan Sarpras ITB? Dengan mekanisme perbaikan tersebut, perbaikan kerusakan Kantin Barat Laut yang bocor dan Gedung Pascasarjana Studi Pembangunan yang hangus sedang berjalan. Untuk kebocoran di KBL, Sarpras ITB telah menutup lubang penyebab kebocoran dan mengalihkan kebocorannya untuk sementara sehingga tidak mengganggu aktivitas massa kampus. Kerusakan Gedung Pascasarjana Studi Pembangunan digolongkan ke dalam kerusakan mayor dan akan ­ dibangun ulang. Sampai saat ini, gedung yang baru telah direncanakan dengan fasilitas-fasilitas baru yang akan dikembangkan pula. Proses peruntuhan gedung juga sedang berlangsung.

kami selalu mencoba memperbaiki, baik dari segi sistem maupun ­kinerja sumber dayanya. Ya, meskipun memang belum sempurna atau ideal, tetapi kita berusaha setiap tahun meningkatkan kapabilitasnya. Jadi, kualitas secara umum mungkin membaik dari sebelumnya, tetapi semoga setelah ini akan lebih baik lagi.â€? Sebagai pengguna sarana dan prasarana sehari-hari, massa kampus sebaiknya memiliki kesadaran untuk ikut menjaga fasilitas yang ada. Selain akan meringankan beban Sarpras ITB, bukankah melakukan hal tersebut juga memberikan keuntungan bagi massa kampus sebagai pengguna?[]

Di samping itu, perbaikan halaman Information Center sepanjang Jalan Boulevard pun berlangsung dengan cepat. Alokasi dana yang sebenarnya sudah disiapkan berapa waktu lalu kini telah menempati takdirnya. Dengan begitu, tidak ada lagi kaki-kaki yang terciprat air selepas hujan. Pada masa mendatang, pengembangan sarana dan prasarana baru akan lebih banyak dijumpai. Bapak Wahyu Srigutomo, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku Direktur Sarana dan Prasarana ITB berkata, “Kalau melihat fungsi itu, tentu saja setiap tahun, atau setiap waktu, setiap kepengurusan, 22


LAPORAN UTAMA

Tap Water dan RFID, Fasilitas Uji Coba yang Menjanjikan di Masa Depan Oleh: Adella Nur Apriati, Beta Miftahul Falah Tap water yang tersebar ke segala penjuru kampus memang sudah rusak dan tak dapat digunakan kembali. Namun belum lama ini, prodi Teknik Lingkungan menyajikan sebentuk instalasi air minum tap water kembali yang diletakkan di samping gedung prodi tersebut. Di sisi lain, pada beberapa mata kuliah telah menerapkan sistem RFID sebagai alat presensi. Meskipun kedua fasilitas ini masih dalam tahap uji coba, namun keduanya memiliki potensi yang mumpuni di masa depan. Lalu bagaimanakah cara kerja kedua alat ini? Dan bagaimana pula potensi yang dibawa oleh kedua fasilitas tersebut?

Instalasi Air Minum Tap Water

T

ap water, salah satu fasilitas yang pernah dibangga-banggakan oleh ITB merupakan sebuah instalasi pengolahan air yang dapat menghasilkan air layak minum. Dengan adanya tap water, siapapun dapat mengisi botol minumnya di saat sedang kehausan tanpa perlu merogoh kocek. Namun, ternyata tap water di kampus ini sudah tidak lagi mengeluarkan air. Hal itulah yang menjadikan tap water tak lebih dari sekadar monumen penghias kampus belaka. Sebagai bentuk sumbangan dari alumni ITB angkatan 1970, tap water pertama kali diresmikan pada tahun 2005. Saat itu, 70 buah tap water disebarkan ke beberapa zona dan fakultas-fakultas yang ada di sekeliling kampus seperti labtek kembar, GKU Barat, Gedung Oktagon, dan lorong jalur teduh. Massa kampus boleh sedikit berbangga hati karena tap water masih sangat jarang diterapkan di Indonesia meskipun penggunaannya sudah lumrah di luar negeri. 23

Instalasi tap water ini juga telah memberikan dampak positif bagi mahasiswa maupun dosen, seperti terbentuknya budaya membawa botol minum yang refillable. Sayangnya, selama masa beroperasinya, sering kali tap water mengalami kerusakan fungsi yang membuat air dari tap water tersebut menjadi tak layak konsumsi. Akhirnya, pada tahun 2013, tap water berhenti berfungsi secara total. Dengan manfaat sebesar itu, lantas apa yang menyebabkan tap water harus berhenti beroperasi? Menurut Bapak Wahyu Srigutomo, S.Si., M.Si., Ph.D., selaku Direktur Sarana dan Prasarana ITB, banyak kendala teknis yang terjadi, di antaranya yaitu penggunaannya yang melebihi kapasitas. Bagaimana tidak, air dari tap water yang seharusnya hanya dipakai untuk mengisi beberapa botol minum saja ternyata dimanfaatkan secara tidak bijaksana oleh warga kampus maupun masyarakat sekitar. Contohnya adalah banyak yang mengisi botol menggunakan air dari tap water, lalu air tersebut diperjualbelikan. Ada pula yang memanfaatkannya untuk berwudu karena


Boulevard ITB

malas berjalan menuju keran air. Bahkan seringkali ditemukan warga selain mahasiswa ITB yang datang untuk mengisi galonnya dengan berliter-liter air dari tap water. Selain masalah penggunaan, fasilitas seperti tap water juga butuh daya dukung perawatan yang kuat, sedangkan saat ini kondisi alat tersebut masih rusak dan belum diperbaiki. Untuk memperbaiki tap water, langkah yang perlu dilakukan adalah memperbaiki alat instalasi air dan fungsi pompanya. Kondisi air yang sudah lama tidak mengalir menyebabkan pipa pada instalasi tersebut tersumbat dan kotor. Sebenarnya, tap water bukannya mustahil untuk diperbaiki. Bahkan kabarnya tap water akan dikembangkan lagi oleh Direktorat Sarana dan Prasarana ITB. Namun saat ini hal tersebut masih terhalang oleh dana sehingga belum bisa dipastikan tarAgustus 2019

get waktu untuk melakukan perbaikan tap water tersebut. “Tahun 2019 belum, tetapi sudah ada tujuan untuk mengembalikan fungsi tap water. Bukannya tidak d ­ ipikirkan, tapi dari masalah anggaran memang belum menjadi prioritas di tahun 2019 ini. Kalau mau menjadi prioritas bisa menghubungi Direktorat Hubungan Masyarakat untuk ­mengubungi alumni, atau mungkin ­menghubungi angkatan 1970 lagi,” ujar Bapak Wahyu. Sementara itu, prodi Teknik Lingkungan baru-baru ini mengadakan fasilitas tap water yang berbeda. Alat ini merupakan sumbangan dari institusi di Jepang hasil kerja sama dengan dosen Teknik Lingkungan. Bertempat di samping gedung prodi Teknik Lingkungan, pengadaan tap water ini masih dalam tahap uji coba yang memiliki masa pemakaian selama satu tahun. Setelah berakhirnya masa uji coba, akan ada beberapa opsi tindak lanjut dari tap 24


water tersebut. Apabila dalam satu tahun ini penggunaannya cukup efektif, maka tap water akan ditambah lagi di beberapa tempat yang berbeda di sekeliling kampus ITB. Namun, jika dalam masa uji coba tidak didapat hasil yang baik, tap water tersebut tidak akan diproduksi secara massal. Apabila uji coba tap water ini berhasil dan instalasinya diperbanyak, terkait pengelolaanya sendiri akan ada kemudahan maupun kesulitannya. Berbeda dengan tap water sumbangan dari alumni, tap water ini memiliki sumber saluran dan sistemnya sendiri pada tiap alatnya. Karena tidak berasal dari satu sumber, jika terjadi kerusakan maka tidak akan menyebar ke seluruh tap water yang ada. Alhasil, perbaikannya hanya perlu dilakukan untuk tap water yang rusak saja. Namun, kesulitannya adalah pengelolaan harus dilakukan pada setiap tap water yang ada karena harus dikontrol satu persatu. Terlepas dari segala permasalahan yang ada, tap water dapat memberikan dampak yang sangat baik. Semua kembali kepada warga kampus akan menyikapi fasilitas tap water ini seperti apa nantinya. Metode Presensi Otomatis RFID Fasilitas lain di ITB yang belum lama ini juga sedang diujicobakan adalah RFID. RFID (Radio Frequency Identification) merupakan salah satu teknologi identifikasi yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi dan membaca suatu bentuk identitas. Penggunaan RFID bermula dari proyek penelitian yang diusung dan didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi me25

ngenai implementasi penggunaan RFID di Indonesia. Sejumlah universitas ternama di Indonesia akhirnya membentuk suatu konsorsium untuk mengembangkan teknologi ID di dalam kartu. Setelah beberapa tahun melakukan pengembangan ini, RFID sebagai sarana presensi mahasiswa mulai diuji coba di universitas-universitas tersebut, termasuk ITB. ID sendiri berkembang dalam berbagai bentukan, yaitu RFID, barcode, dan magnetic stripe. Alasan dipilihnya RFID dibanding jenis ID yang lain adalah karena penggunaannya yang lebih praktis. Apabila menggunakan barcode, kartu harus dihadapkan dan disejajarkan secara tepat dengan cahaya. Sedangkan jika menggunakan magnetic stripe, kartu harus dimasukkan atau digesek ke reader karena ID baru bisa dibaca apabila terdapat pergerakan antara ID dengan reader tersebut. Untuk modelnya, RFID yang digunakan di ITB berupa smart card berbentuk sebuah kartu dengan chip di dalamnya. Smart card yang digunakan berjenis contactless. Ini berarti ID yang berada di dalam kartu tidak perlu melakukan kontak langsung dengan reader sehingga kartu hanya cukup didekatkan pada reader agar ID yang tersimpan dapat terbaca. RFID sebetulnya dapat digunakan dalam berbagai aspek dalam kehidupan mahasiswa, seperti presensi di kelas dan transaksi di kantin. Oleh karena itu, ITB pun dengan antusias melakukan uji coba dan pengembangan sistem RFID ini, yang jangka waktunya bergantung pada Ditjen DIKTI. Mengetahui hal ini,


Boulevard ITB massa kampus berlomba-lomba untuk mencoba melakukan presensi menggunakan RFID. Akan tetapi, menurut Bapak Dr. Ir. Arry Akhmad Arman, M.T., selaku Direktur Sistem dan Teknologi Informasi ITB, uji coba hanya dilakukan pada mahasiswa tingkat pertama (TPB) tahun 2018 pada beberapa mata kuliah saja. Karena itu, angkatan 2017 ke atas belum bisa menggunakan teknologi ini. Meskipun masih dalam tahap uji coba, ke depannya akan direncanakan perluasan penggunaan dari RFID. Dengan begitu, akan ada lebih banyak ruang kuliah yang memanfaatkan RFID sebagai sarana presensi. Namun, pengembangan yang dilakukan masih harus mempertimbangkan beberapa faktor, misalnya biaya, urgensi, dan kepentingan dari penggunaan RFID ini. Menurut Bapak Arry, tidak ada masalah teknis yang serius sejauh diadakannya uji coba RFID. Karena itulah, maintenance dari RFID tidak dilakukan begitu sering dan biasanya hanya akan dilakukan jika terdapat laporan masalah pada alatnya. Namun, tetap saja semua barang memiliki masa pakai tertentu sehingga alat ini harus diperiksa saat telah mendekati jangka waktu yang tertera pada RFID.

perketat sistemnya, nanti takutnya begitu keluar dari ITB dan menemukan bahwa lingkungan baru mereka mempunyai sistem yang tidak seketat ITB, mereka malah ingin mencurangi sistem tersebut. Bukannya tidak peduli, tetapi biarkan ini menjadi pembelajaran bagi mahasiswa juga bagaimana harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini juga tugas universitas untuk mendidik mahasiswanya menjadi pribadi yang lebih baik.� Selepas dari berkembangnya teknologi RFID, Bapak Arry menyatakan bahwa saat ini tengah dikembangkan teknologi biometric. Teknologi ini menggunakan identifikasi anggota tubuh seperti fingerprint, face recognition, dan voice recognition. Dengan teknologi ini, mahasiswa tidak perlu membawa kartu kemana-mana sehingga penggunaannya akan lebih efektif. Namun karena implementasi teknologinya yang cukup rumit, masih dibutuhkan riset lebih lanjut sebelum digunakan dalam berbagai bidang di Indonesia. Dengan mulai diadakannya kembali tap water dan diterapkannya RFID di lingkungan kampus, muncul satu pertanyaan: sudah siapkah masyarakat di Institut Teknologi Bandung menghadapi perkembangan teknologi ini dengan bijak?[]

Selain kendala teknis, terdapat masalah lain dalam penggunaan RFID, yaitu mahasiswa lupa membawa kartu, ID tidak dapat dikenali oleh reader, ataupun mahasiswa dapat menitipkan kartunya pada orang lain. Perihal masalah penitipan kartu, Bapak Arry berpen- dapat bahwa tidak diperlukan sistem yang terlalu ketat untuk mencegah adanya kecurangan seperti itu. Bapak Arry melanjutkan, “Kalau kita 26


LAPORAN UTAMA

Mengupas Perawatan dan Pemeliharaan Fasilitas Lingkungan Kampus Oleh: Claresta Evadne Idelia, Kirei Serly Agatha Saat berkegiatan di lingkungan ITB, warga kampus tentu saja tidak akan jauh dari penggunaan fasilitas di dalamnya. Fasilitas kampus yang ada dapat berupa gedung dan ruangannya, alat-alat pendukung kegiatan perkuliahan, dan furnitur. Dalam penggunaannya, tentu saja fasilitas-fasilitas yang disediakan harus dijaga agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Fasilitasfasilitas di dalam ITB tidak hanya dipelihara oleh mahasiswa, staf ITB, atau dosen, tetapi juga oleh staf kebersihan Masadenta yang didatangkan dari luar kampus. Lalu, bagaimana Direktorat Sarana dan Prasarana ITB serta pihak Masadenta melakukan perawatan dan pemeliharaan fasilitas dalam kampus ITB ini?

Direktorat Sarana dan Prasarana ITB

S

aat ini, ITB memiliki dua wilayah yang dipakai sebagai tempat menimba ilmu, yaitu di Ganesha dan Jatinangor. Pada masing-masing wilayah, terdapat sarana dan prasarana yang menjadi penopang untuk menjalani aktivitas di Kampus Gajah ini. Tentu saja sarana dan prasarana yang tersedia memiliki fungsinya masingmasing. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Wahyu S.Si., M.Si., Ph.D., selaku Direktur Sarana dan Prasarana di ITB, “Kalau Sarpras di ITB sendiri fungsi utamanya adalah menjadi unit pendukung aktivitas akademik di ITB dalam menjalankan tri darmanya, yaitu fungsi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.â€? Dukungan tersebut diwujudkan dalam aspek fisik, yaitu gedung dan infrastruktur, serta fasilitas umum. Baik Ganesha maupun ­ Jatinangor memiliki koordinator sarana dan prasarananya masing-masing. Kerusa27

kan yang terjadi di wilayah tersebut akan ditangani oleh koordinator wilayah itu pula. Kedua tempat ini juga memiliki anggaran dan peralatannya sendiri yang digunakan untuk menyediakan fasilitas umum. Akan tetapi, untuk masalah yang berkaitan d ­ engan pencatatan dan dokumen yang berhubungan dengan fasilitas umum tersebut, ditangani oleh Sarpras Pusat. Tak hanya mahasiswa dan dosen, semua orang yang mempunyai kepentingan di ITB membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai agar kepentingannya dapat tercapai. Sarana dan prasarana di ITB sendiri meliputi gedung-gedung dan hal-hal di dalamnya, jalur teduh, lampu penerangan, air, listrik, Wi-Fi, sistem RFID, dan hal-hal lain yang banyak digunakan untuk menunjang kegiatan warga kampus. Gedung-gedung yang terdapat di ITB dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan fungsinya. Pertama, terdapat gedung fasilitas umum. Gedung ini mencakup Aula Timur, Aula Barat, Oktagon, TVST, GKU Barat, GKU Timur, dan gedung lainnya yang


Boulevard ITB bukan milik fakultas tertentu. Aula Timur dan Aula Barat biasanya digunakan untuk kegiatan seminar atau pementasan acara besar. Sedangkan Oktagon, TVST, GKU Barat, GKU Timur umumnya diperuntukkan sebagai kelas dalam kegiatan perkuliahan. Selain gedung fasilitas umum, juga terdapat gedung fakultas, yaitu gedung yang diperuntukkan untuk menunjang berbagai kegiatan perkuliahan khususnya mahasiswa jurusan yang ada di fakultas tersebut. Gedung ini mencakup ruang kelas perkuliahan, laboratorium, tata usaha, ruangan dosen pengajar, dan bahkan beberapa fakultas memiliki fasilitas kantinnya tersendiri. Di samping fasilitas berupa gedung, terdapat juga fasilitas non-gedung. Contohnya adalah Wi-Fi berkoneksi cepat, yang terletak di berbagai sudut gedung di ITB dan dibutuhkan oleh mahasiswa maupun dosen untuk melakukan pekerjaan terkait dengan akademik dan penelitian. Selain itu, terdapat RFID yang merupakan presensi otomatis berbasis IT yang diaplikasikan di ITB dalam bentuk Kartu Tanda Mahasiswa. Dan tentunya juga fasilitas lain yang menunjang kegiatan warga kampus seperti pengadaan listrik dan air, jalur teduh, dan sebagainya. Dengan segala fasilitas yang disediakan oleh ITB, tentunya fasilitas tersebut haruslah dijaga dan dirawat dengan baik. Pada masing-masing gedung terdapat suatu mekanisme perawatan serta perbaikan yang dilakukan, yaitu terencana dan tidak terencana. ­Perawatan dan perbaikan yang terencana dilakukan dalam skala besar dan biasanya membutuhkan piAgustus 2019

hak lain dalam proses e ­ ksekusinya. Perbaikan dengan rencana ini harus dapat diamati oleh orang banyak karena harus dipertanggungjawabkan dengan benar. Di sisi lain, perawatan dan perbaikan tidak terencana dilakukan secara spontan. Perbaikan ini dilakukan apabila terdapat keluhan dari beberapa pihak dan terjadi pada skala kecil. Perawatan gedung fasilitas umum dapat berupa perbaikan terhadap dinding yang bocor, pencegahan gardu yang meledak dengan cara mengganti gardu yang sudah tua, dan sebagainya. Untuk gedung-gedung yang bukan merupakan fasilitas umum, seperti gedung fakultas, perawatan dan perbaikannya dilakukan oleh fakultas itu sendiri karena telah terdapat anggaran dana yang diberikan untuk perawatan fakultas tersebut. Masadenta Melintasi jalan-jalan sekeliling ITB, lalu memasuki bangunan-bagunan di dalamnya, kerap ditemukan para petugas yang mengenakan seragam merah-kuning yang menjaga fasilitas-fasilitas kampus. Staf-staf tersebut bukanlah bagian dari Direktorat Sarpras ITB, melainkan berasal dari lembaga di luar kampus yaitu PT. Masadenta. PT. Masadenta berperan dalam penyediaan jasa outsourcing. Outsourcing dapat diartikan sebagai penyediaan tenaga kerja dengan keahlian tertentu dari pihak lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Di ITB sendiri, staf Masadenta memiliki beberapa peran, di a ­ntaranya adalah membersihkan gedung mulai dari lantai, dinding, jendela, tangga, hingga platform. Lalu Masadenta 28


juga membersihkan berbagai furnitur, bak dan wastafel kamar mandi, selasar suatu bangunan, lapangan, serta melakukan pengangkutan sampah ke TPS yang ada di lingkungan ITB. Staf Masadenta yang berada di ITB tetap bertanggung jawab kepada PT. Masadenta, atau dalam hal ini kepada pengawas Masadenta yang berada di ITB. Pengawas inilah yang melakukan hubungan aktif dengan Sarpras ITB. Apabila terdapat suatu permintaan terkait perawatan fasilitas yang merupakan ­tanggung jawab dari Masadenta, Sarpras ITB akan menyampaikan hal tersebut kepada pengawas Masadenta. Kemudian, pengawas akan menyampaikannya kepada staf yang bersangkutan. Ketika terdapat fasilitas yang rusak, Masadenta memiliki mekanisme untuk menanggulangi hal tersebut. Pertama, staf Masadenta akan menuliskan kerusakan tersebut pada form 29

yang mereka miliki. Kemudian, jika fasilitas tersebut kerusakannya kecil, staf Masadenta akan memperbaikinya secara langsung. Akan tetapi, jika kerusakan fasilitasnya dirasa cukup parah, staf Masadenta akan melaporkannya kepada pengawas, dan pengawas tersebutlah yang akan menyampaikannya kepada Sarpras ITB. Menurut salah satu staf Masadenta yang bekerja di zona TVST, sebenarnya pekerjaan dari Masadenta sendiri tidak terlalu berat. Hanya saja, terkadang terdapat suatu permintaan dan tuntutan dari Sarpras ITB, atau berkurangnya jumlah staf Masadenta yang bertugas dibandingkan sebelumnya, membuat beban kerja Masadenta bertambah. Menjadi penjaga fasilitas di ITB kerap membuat Masadenta secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan mahasiswa. Tentu saja ada beberapa hal yang tanpa mahasiswa sadari dapat


Boulevard ITB

membuat Masadenta jengkel. Beberapa hal di antaranya adalah membuang sampah sembarangan, membuang tisu di kloset, menitipkan tas di ruangan petugas tanpa permisi, wudu di wastafel, mengambil barang yang tertinggal di ruang petugas tanpa izin, dan meninggalkan gawai saat mengisi daya kemudian lupa untuk mengambilnya. Selain hal-hal tersebut, terkadang terdapat oknum mahasiswa yang bertindak tidak sopan kepada Masadenta. Contohnya adalah menginjak lantai yang baru saja dipel tanpa permisi kemudian membuat lantai kotor kembali, dan memarahi petugas ketika barangnya hilang padahal hal tersebut merupakan kesalahan mahasiswa itu sendiri yang lalai meletakkan barangnya. Petugas Masadenta berpesan kepada mahasiswa untuk turut serta dalam menjaga fasilitas serta kebersihan di lingkungan kampus. Hal paling sederhana untuk dilaku-

kan adalah membuang sampah pada tempatnya, tidak berwudu di wastafel, dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Selain itu, mahasiswa sebaiknya lekas keluar ruang kelas setelah kuliah agar petugas dapat membersihkan kelas tersebut dan menyimpan barang-barang yang tertinggal. Pada hakikatnya yang terpenting adalah semua orang yang menggunakan fasilitas di kampus wajib memeliharanya. Membuat fasilitas di ITB menjadi bagus itu memang mudah, tetapi menjaganya tetap terawat itu cukup sulit. Oleh karena itu, berkacalah kepada diri sendiri, sudahkah masing-masing dari kita memiliki kesadaran akan penggunaan fasilitas yang baik dan benar sehingga fasilitas tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama?[]

30


LAPORAN UTAMA

Fasilitas Eksternal, Mekanisme Pengajuan serta Pengelolaannya Oleh: Adzky Mathla, Efri Liana, Ulqi Ulya Institut Teknologi Bandung, sebagai sebuah institusi untuk mendidik para akademika tentu membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang segala bentuk pembelajaran. Berbagai bentuk fasilitas dibangun demi memberi dukungan positif terhadap warga kampus baik dalam bidang akademik maupun nonakademik. Dalam sejarah kehidupan di kampus gajah, suatu kebanggaan terhadap almamater tercinta membuat adanya gerakan dari alumni untuk turut serta memajukan dan mengembangkan fasilitas di kampus ini.

Peran Alumni dan Pihak Eksternal

S

ebagai kampus yang tidak menutup diri akan adanya kolaborasi, Institut Teknologi Bandung membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bekerja sama dengan alumni dan pihak eksternal dalam hal pengadaan gedung dan fasilitas. Dalam kerja sama yang dilakukan, terdapat beberapa jenis kasus. Kasus pertama adalah ketika ITB aktif mencari donatur karena membutuhkan bantuan untuk mengembangkan sesuatu. Kasus kedua adalah ketika ada pihak yang berkunjung dan ingin menyumbang fasilitas tanpa diminta terlebih dahulu oleh pihak ITB. Dan kasus terakhir adalah ketika ITB memiliki kesepakatan kerja sama dengan suatu perusahaan dan untuk memenuhinya dibutuhkan peralatan te-r tentu, biasanya pihak perusahaan tersebut yang akan menyediakan peralatannya. Dari berbagai kolaborasi yang dilakukan, alumni ITB menyumbang porsi yang cukup banyak terhadap pengadaan fasilitas. Hal ini terjadi 31

karena setiap alumni memiliki ikatan batin dengan almamaternya. Misalnya Ikatan Alumni ITB ‘78 yang sudah menjadi tradisi bagi mereka untuk mengadakan reuni akbar ­setiap lima tahun sekali, dan tahun 2018 silam menjadi reuni 40 tahun sejak mereka masuk ITB. Alumni ITB ‘78 mengadakan serangkaian acara dengan tiga tujuan utama, yaitu mempererat silaturahmi sesama ITB ‘78, sumbangsih kepada masyarakat luas, dan sumbangsih kepada almamater. Pada poin ketiga itulah, alumni ikut berkontribusi dalam pengadaan berbagai fasilitas kampus. Ratna Sari W., selaku salah satu panitia Reuni 40 Tahun Ikatan Alumni ITB ‘78, menyebutkan bahwa selain membantu pengadaan fasilitas, alumni juga ikut memberi anggaran untuk perawatan rutin beberapa fasilitas tersebut. Salah satu hal yang dilakukan oleh Ikatan Alumni ITB ‘78 terkait pemeliharaan fasilitas adalah renovasi yang dilakukan di Lapangan Cinta. Lapangan Cinta yang semula kosong kini disulap menjadi taman yang lebih nyaman, karena disedi-


Boulevard ITB akannya kursi-kursi sepanjang keliling taman dan pengecatan kembali daerah lapangan dan tribun, sehingga lebih menarik minat massa kampus untuk duduk-duduk dan menghabiskan waktu di Lapangan Cinta. Tidak terbatas dari alumni saja, pihak eksternal pun turut berkontribusi dan bekerja sama dengan internal ITB terkait pengadaan fasilitas kampus, contohnya adalah BukaBike. BukaBike merupakan wujud kerjasama antara kampus ITB dengan perusahaan Bukalapak berupa layanan peminjaman fasilitas sepeda di lingkungan kampus. Saat ini, terdapat 50 unit sepeda yang dapat digunakan baik oleh dosen, mahasiswa, maupun tamu untuk mempermudah mobilitas di dalam kampus gajah ini. Mekanisme Kerja Sama Pengadaan Fasilitas Selama ini, pihak eksternal memang tidak dilarang untuk bekerja sama dalam membantu pembangunan fasilitas di ITB. Namun, segala bentuk kerja sama yang diajukan tentunya memiliki berbagai syarat dan ketentuan di dalamnya. Menurut Ibu Dra. Samitha Dewi Djajanti, selaku Direktur Humas dan Alumni ITB, pihak eksternal dapat melakukan pengajuan kerja sama melalui WRAAK (Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi) ITB, Lembaga Kemahasiswaan ITB, program studi ataupun fakultas masing-masing, dan untuk saat ini dapat pula melalui BPUDL (Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari) ITB. Setelah dilakukan pengajuan kerja sama ke salah satu lembaga yang sudah disebutkan, Agustus 2019

pihak eksternal dan ITB akan melakukan perundingan lebih lanjut sehingga ITB dapat memutuskan untuk menerima atau menolak kerja sama tersebut. Dalam menentukan keputusan yang diambil, ITB akan menimbang berbagai persoalan dan dampak yang akan terjadi di masa mendatang. Persoalan tersebut dapat berupa mampu atau tidaknya ITB menjaga fasilitas tersebut dengan baik, dan mampu atau tidaknya pihak eksternal memenuhi keinginan ITB dalam mengembangkan fasilitas tertentu. Dalam hal ini, syarat utama untuk dapat bekerja sama dengan ITB adalah segala bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pihak eksternal tidak dijadikan alasan untuk menuntun ITB ke arah tertentu, karena ITB merupakan institusi yang memiliki kewenangan sendiri. Terlepas dari itu semua, dalam kerja sama pengadaan fasilitas, baik dengan alumni maupun pihak eksternal, segala bentuk fasilitas yang ada harus diperhitungkan pemeliharaannya demi terciptanya kenyamanan dan keamanan bersama. Bukankah memang fasilitas dibuat untuk memberi kenyamanan dan kemudahan bagi warga kampus? Oleh karena itu, segala bentuk fasilitas dan pemeliharaannya di ITB sangat diperhatikan untuk dijadikan evaluasi yang akan datang. “Jadi kita harus lebih memperhatikan dampak ke depannya, misalnya kalau peralatannya mahal, apakah kita bisa mengurusnya? Jangan hanya senang di awal karena dikasih, tapi berikutnya bagaimana? Kan itu juga harus dipikirkan,� ujar Ibu Samitha.

32


Boulevard ITB Jika ternyata hasil perundingan telah disetujui oleh kedua belah pihak, kepemilikan gedung dan fasilitias hasil kolaborasi tersebut ­ bergantung pada perjanjian yang telah disepakati. Sebagian besar memang menjadi milik pihak kampus ITB. Namun ada juga yang dimiliki bersama dengan pihak eksternal karena masih dalam hubungan kerja sama. Pengelolaan Fasilitas Pengelolaan fasilitas di ITB tak terlepas dari peran Direktorat Sarana dan Prasarana ITB. Bapak Wahyu Srigutomo S.Si., M.Si., Ph.D., selaku Direktur Sarana dan Prasarana ITB, memaparkan bahwa Sarpras ITB memiliki peran penting sebagai unit pendukung keberjalanan kegiatan akademik di ITB dengan cara mengelola aspek fisik terutama bangunan dan infrastruktur serta fasilitas-fasilitas umum, seperti gedung, jalan raya, lampu ­ penerangan, sumber daya listrik, dan sumber daya air. Semua aspek tersebut dikelola oleh pihak Sarpras ITB agar dapat digunakan secara optimal dan berkelanjutan. Sarpras ITB, dengan stafnya yang berjumlah sebanyak 270 orang, telah mengusahakan yang terbaik dari sisi perawatan dan ketersediaan semua fasilitas kampus. Setiap kali berganti kepengurusan, mereka selalu mencoba memperbaiki sistem, kinerja, dan juga kapabilitasnya. Namun, yang bertanggung jawab dalam memelihara fasilitas di kampus bukan hanya Sarpras ITB saja. Seluruh warga kampus terutama mahasiswa juga memiliki peran besar dalam pemeliharaan fasilitas yang ada di kampus.

33

Bapak Duddy Iskandar, S.T., selaku Kepala Sub Direktorat ­ Operasional dan Kebersihan ITB, menyatakan “Fasilitas ini bukan hanya tanggung jawab kita sebagai Sarpras. Namun, mahasiswa juga harus merasa memiliki fasilitas yang disediakan. Jadi kita perlu berkolaborasi agar dapat menjadi lebih baik lagi.” Pada intinya, Institut Teknologi Bandung memang perlu secara kontinu melakukan pengadaan dan pengembangan fasilitas agar tercipta kenyamanan dan kemudahan dalam kegiatan pembelajaran maupun penelitian yang berlangsung di dalamnya. Dalam pengadaan fasilitas, tidak menjadi masalah jika dilakukan kerja sama dengan pihak eksternal maupun alumni selama fasilitas yang disumbangkan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas kampus ITB. Selain itu, penting juga untuk meninjau dari segi pengelolaan fasilitas tersebut agar tetap b ­erfungsinya secara optimal. Mampukah pihak kampus melakukan pemeliharaan berkelanjutan agar fasilitas hasil kerja sama yang telah ada tetap terawat dengan baik? Jangan sampai hanya terus-menerus membangun fasilitas baru sedangkan fasilitas yang telah ada sebelumnya menjadi terbengkalai, tak terpelihara, dan malah memunculkan masalah baru.[]


GALERI

34


35


Boulevard ITB

Agustus 2019

36


KAMPUS

dini

drm

Keuangan ITB: Sumber dan Alokasinya Oleh: Muhammad Farhan Firdaus, Jeihan Aulia Ramdhani

Setelah ditutup selama tiga tahun, Seleksi Mandiri Institut Teknologi Bandung (SM ITB) kembali dibuka. Berbagai isu dan kabar pun berkembang di kalangan mahasiswa, mulai dari minimnya dana yang dimiliki ITB, untuk memperluas jangkauan penerimaan mahasiswa, dan berbagai alasan lain melatarbelakangi pembukaan seleksi masuk tersebut. Isu terdepan mengenai dibukanya kembali SM ITB ialah karena ITB kekurangan dana. Namun sebenarnya apakah ITB memang betul-betul kekurangan dana hingga membuka kembali SM ITB?

37

wn


D

ibukanya kembali SM ITB menjadi isu yang cukup hangat bagi kalangan mahasiswa. Kurangnya transparansi membuat massa kampus bertanya-tanya mengenai alasan di balik pembukaan kembali seleksi masuk yang telah ditutup selama tiga tahun ini. Kesimpangsiuran informasi yang diterima mahasiswa rupanya sampai terdengar ke telinga rektorat. Bapak Prof. Dr. Wawan Gunawan A. Kadir M.S., selaku Wakil Rektor Bidang Keuangan Perencanaan dan Pengembangan ITB, memberikan tanggapannya mengenai alasan dibukanya SM ITB untuk tahun akademik 2019/2020. Alasan tersebut antara lain adalah tuntutan ITB untuk menjadi peringkat 200 besar World Class University, jumlah mahasiswa dengan kompetensi dan tingkat ekonomi yang baik tetapi tidak tertampung di ITB, serta perubahan sistem SBMPTN. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, ITB pun memutuskan untuk kembali membuka SM ITB. Dari sini muncullah berbagai pertanyaan, apakah dengan keadaan keuangan yang sekarang, ITB tidak mampu menggapai tuntutan tersebut? Lalu bagaimana sebenarnya sistem keuangan di ITB? Sistem Keuangan ITB Berdasarkan keterangan Bapak Wawan, secara garis besar ITB memiliki empat sumber pemasukan dana, antara lain dari pemerintah, kerja sama dengan pihak luar, Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa, dan hasil usaha. Dana dari pemerintah didapatkan karena status ITB sebagai Perguruan Tinggi ­ Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Namun

Boulevard ITB dalam empat tahun t­erakhir, pemasukan dari pemerintah tidak mengalami kenaikan, bahkan sempat mengalami penurunan. Sumber dana yang kedua adalah hasil kerja sama dengan pihak luar. Kampus ITB sebenarnya memiliki banyak kerja sama dengan perusahaan luar, seperti Chevron dan Pertamina. Total dana yang dihasilkan pun terbilang fantastis. Akan tetapi sebagian besar dananya digelontorkan untuk keperluan kerja sama tersebut dan tidak dapat digunakan untuk kebutuhan akademik lainnya. Sumber berikutnya adalah UKT mahasiswa yang pada tahun lalu besaran normalnya mengalami kenaikan. Pada awalnya UKT mahasiswa sebesar Rp10.000.000,00 kemudian menjadi Rp12.500.000,00 untuk mahasiswa non-SBM, ­sedangkan untuk mahasiswa SBM tetap Rp20.000.000,00. UKT mahasiswa pun disesuaikan dengan kondisi ekonomi mahasiswa yang bersangkutan, sehingga dapat dilakukan subsidi hingga nol rupiah. Pemasukan dana yang terakhir berasal dari hasil usaha yang dikelola oleh Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari (BPUDL) ITB. BPUDL ITB ini merupakan satuan pendukung ITB yang mengelola unit usaha dan dana lestari yang dimiliki oleh ITB. Dalam BPUDL ini, terdapat b ­ erbagai perusahaan-perusahaan ­dengan endowment fund atau berupa dana abadi yang baru mencapai angka ratusan miliar rupiah. Angka tersebut masih kalah jauh apabila dibandingkan dengan endowment fund milik Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang mencapai angka $16,4 miliar, atau sekitar 238 triliun rupiah pada tahun 2018. 38


Besaran dana dari berbagai sumber tersebut kemudian digunakan untuk beberapa keperluan yang ada di ITB. Keperluan tersebut secara umum dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu untuk kelangsungan operasi dan untuk pengembangan. Dana kelangsungan operasi dilakukan untuk menunjang tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, dengan alokasi terbesarnya ialah untuk pendidikan. Alokasi pendidikan ini berupa anggaran perkuliahan, praktikum, bimbingan tugas akhir, tesis, disertasi, serta perawatan dan pengembangan ­ peralatan laboratorium. Lalu yang kedua terdapat dana penelitian, yang digunakan untuk riset serta pengembangannya. Dan yang terakhir alokasi dana untuk pengabdian masyarakat, yang dialirkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ITB (LPPM ITB). Dana tersebut digunakan sebagian besar untuk membiayai kegiatan pengabdian masyarakat yang ditanggung oleh ITB, baik dilakukan oleh mahasiswa, dosen, maupun kegiatan pengembangan desa binaan yang dimiliki oleh ITB sendiri. Selain dana kelangsungan operasi, bagian kedua adalah dana pengembangan, yang merupakan program tidak kontinu. Program pengembangan ini seperti pembangunan gedung baru dan renovasi gedung. Namun apabila program pengembangan ini terulang hingga beberapa tahun, maka akan dimasukkan dalam bagian kelangsungan operasi. Dengan segala pemasukan keuangan yang ada, ITB tentunya memiliki keharusan untuk mem39

pertanggungjawabkan keuangannya ke berbagai pihak, seperti ­Senat Akademik, Majelis Wali Amanat, auditor, hingga BPK. Menurut Bapak Wawan, ITB selaku PTN BH diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan keuangannya ke Senat Akademik, yang merupakan perwakilan dosen dari berbagai jurusan serta fakultas, dan MWA yang d ­idalamnya terdapat perwakilan mahasiswa. Lalu s ­ etiap tahun ITB juga harus melaporkan keuangannya ke Kemenristekdikti, serta diaudit oleh BPK dan konsultan auditor independen. Dari banyaknya bentuk pertanggungjawaban tersebut, menurut beliau, jika terdapat hal yang janggal dalam sistem keuangan ITB pastinya saat ini sudah terkuak. Kondisi Keuangan ITB Menurut laporan keuangan, daya serap keuangan ITB sudah mencapai lebih dari 80 persen. Dengan daya serap keuangan yang cukup tinggi tersebut, seharusnya keuangan ITB sudah berhasil. Namun faktanya, ITB tetap mengalami kesulitan untuk melaksanakan rencana pembangunan yang dimiliki. Rencana dan mimpi ITB yang cukup besar membutuhkan jumlah dana yang besar pula, sedangkan sumber pemasukan yang ada saat ini masih belum cukup. Hal itu yang menjadi salah satu faktor d ­ ibukanya kembali penerimaan mahasiswa baru lewat jalur seleksi mandiri. ITB juga mengelak bahwa adanya SM akan menciptakan komersialisasi pendidikan, karena berdasarkan peraturan yang telah dibuat, peserta SM tetap dapat mengajukan uang pangkal nol rupiah jika memang tidak mampu.


Boulevard ITB

“Faktanya ITB masih dihadapi kesulitan dalam melaksanakan rencana pembangunan. Sumber pemasukan yang ada saat ini masih belum cukup untuk mewujudkan rencana dan mimpi besar ITB.�

Lalu, apa yang membuat banyak mahasiswa ITB cukup skeptis terhadap keputusan dibukanya kembali SM ITB? Tidak adanya transparansi pengelolaan keuangan adalah salah satu alasannya. Menurut Andriana Kumalasari, selaku PJS MWA Wakil Mahasiswa ITB periode 2018-2019, setelah kenaikan UKT sebesar Rp2.500.000,00 pada tahun 2018 silam tidak ada yang tahu peningkatan dan pengembangan apa saja yang telah ITB lakukan dengan dana hasil kenaikan UKT tersebut. Bagaimana dengan UKT mahasiswa internasional? Dengan UKT yang cukup tinggi, mahasiswa internasional tetap mendapat fasilitas yang sama seperti mahasiswa reguler. Lantas kemana saja alokasi dananya jika bukan untuk fasilitas yang disediakan? ITB memang perlu berkembang dan menggapai mimpi tetapi tentunya tetap ada kewajiban untuk melaksanakan transparansi dan komunikasi mengenai berbagai kebijakan yang akan terjadi. Bukankah tidak adil jika mahasiswa mengetahui kebijakan kampus melalui berita di televisi dibanding mendengarnya pertama kali melalui penjelasan langsung para petinggi kampusnya sendiri?[]

Agustus 2019

40


KAMPUS

dinidrmwn

Pasar Seni ITB 2020, Konflik Dunia Maya Oleh: Andrian Cedric, Adisty Najmia Daud

Pasar Seni ITB lima tahun lalu, yaitu di tahun 2014, mendulang sukses yang amat besar. Namanya terkenal sebagai pasar seni terbesar se-Asia Tenggara, dengan menghabiskan anggaran sampai satu miliar rupiah, dan waktu persiapan yang tidak sebentar. Namun, bagaimana awal mulanya munculnya Pasar Seni di ITB? Bagaimana pula persiapan dan keadaan Pasar Seni ITB selanjutnya?

41


P

asar Seni Institut Teknologi Bandung adalah ajang pengenalan seni kepada masyarakat melalui pameran maupun pentas seni. Pasar Seni dipelopori oleh seorang dosen FSRD ITB, Bapak Prof. A. D. Pirous, yang terinspirasi saat sedang berkuliah di Amerika. Saat sedang menimba ilmu di Negeri Paman Sam, Prof. Pirous sering sekali melihat para seniman menjual karya seni mereka setiap pergantian musim. Hal ini disebabkan karena para seniman khawatir akan karya seni mereka yang akan rusak jika disimpan terlalu lama dan mereka juga ingin memperkenalkan seni kepada masyarakat umum. Kemudian, sekembalinya Prof. Pirous ke Indonesia, beliau ingin menerapkan pagelaran seperti itu dengan semangat yang sama. Alhasil beliau mengajak mahasiswa ITB untuk memulainya. Pasar Seni yang pertama akhirnya digelar pada tahun 1972 dengan tujuan untuk memperkenalkan seni kepada masyarakat dengan menjual dan memamerkan karya seni. Pasar Seni yang pertama tidak hanya berisi pameran karya, tetapi juga ada tarian, kesenian musik, dan drama. Sejauh ini, Pasar Seni ITB telah dilaksanakan sebanyak 11 kali, pertama pada tahun 1972, dan yang kesebelas pada tahun 2014 silam. Pasar Seni ITB mengambil tema yang berbeda-beda tiap tahunnya dengan tujuan untuk merespon zaman pada tahun tersebut. Sempat ada rumor yang mengatakan kalau Pasar Seni ITB diselenggarakan setiap empat tahun sekali. Namun, terlepas dari rumor tersebut, pagelaran Pasar Seni tidak diadakan secara rutin, yakni sesuai dengan kebutuhan 足angkatan penyelenggara.

Boulevard ITB Pasar Seni Selanjutnya Muhammad Arno Zarror, ketua Pasar Seni ITB selanjutnya yang a 足 krab disapa Arno, mengungkapkan bahwa menurut rencana yang ada, Pasar Seni ke-12 akan dilaksanakan tahun 2020 dan bertepatan d 足 engan 足peringatan 100 tahun ITB. Pasar Seni yang diadakan pun berbeda dengan Pasar Seni-Pasar Seni sebelumya. Menurut Arno, Pasar Seni pada tahun 2020 nanti mungkin akan diadakan pre-event yang tidak hanya diadakan di Bandung, tetapi juga bisa saja di Jogja, Semarang, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Pre-event ini diselenggarakan untuk menaikkan hype, dengan melangsungkan kegiatan seperti pesta lentera atau malam puisi Bandung. Selain diadakannya pre-event, acara Pasar Seni direncanakan tidak hanya digelar dalam satu hari, tetapi akan ada rangkaian acara yang diselenggarakan di berbagai tempat di Bandung yang memakan waktu beberapa hari. Sedangkan main event serta penutupan acara Pasar Seni akan diselenggarakan di Kampus ITB. Ada alasan mengapa Pasar Seni ITB 2020 didesain secara demikian. Arno menilai bahwa pelaksanaan Pasar Seni yang hanya terpusat di ITB dan diadakan dalam waktu satu hari membuat nilai yang ingin disampaikan melalui Pasar Seni tidak tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan hanya satu hari pun akan membuat Pasar Seni terlalu padat oleh pengunjung. Menurut Arno, Pasar Seni kali ini akan membawa semangat kolaborasi 42


Boulevard ITB antarbidang yang dapat digambarkan melalui karya-karya seni dengan menggandeng prodi-prodi lain yang ada di ITB, tidak hanya sekadar prodi yang ada di FSRD saja. Prodi-prodi tersebut nantinya dapat menonjolkan keunikan atau ciri khas mereka dalam bentuk karya seni. Dengan adanya kolaborasi antarbidang ini, Arno berharap bahwa mahasiswa akan aktif untuk membawa bidang-bidang yang mereka geluti saat ini ke dalam bidang seni. Selain itu, ia juga menekankan akan kolaborasi yang terselenggara antara mahasiswa ITB, masyarakat sekitar, dan juga instansi-instansi yang terkait pada saat pagelaran Pasar Seni ITB, baik pada saat pre-event maupun main event. Nilai yang Ingin Dibawa di Pasar Seni Selanjutnya Sampai saat ini, belum ada tema besar pasti yang diusung dalam Pasar Seni ITB 2020. Namun, Arno menjelaskan bahwa untuk Pasar Seni nanti, gagasan utama atau gagasan secara umum yang ingin dibawa adalah “Konflik Sosial akibat Kebebasan dalam Guyub Maya”. Guyub yang dimaksud adalah paguyuban yang terbentuk dalam dunia maya, termasuk media sosial. Ia mengatakan bahwa konflik-konflik yang terjadi saat ini di dunia maya adalah dampak dari masalah-masalah dalam dunia nyata yang kita bawa ke dalam dunia maya. Tentunya, ini menjadi topik yang hangat pada saat ini dan juga meresahkan bagi sebagian besar orang.

“Desain Pasar Seni 2020 ditujukan agar masyarakat mendapat nilai yang ingin disampaikan. Topik yang diangkat pun sedang menjadi trend pada saat ini.” kan tidak lagi memandang sebelah mata pada seni dan desain, serta mahasiswa mendapatkan ­pengalaman yang lebih dengan diadakannya Pasar Seni ini, misal pengalaman dalam membuat karya seni maupun pengalaman dalam menyelenggarakan event besar yang bergerak dalam bidang seni. Lebih lanjut lagi, Arno menambahkan harapannya agar pengunjung saat kembali ke rumahnya setelah dari pameran, mereka resah dan berpikir akan isu-isu yang diangkat di Pasar Seni. Kemudian keresahan itu membuat masyarakat tergerak untuk melakukan sesuatu yang positif dan bijak di masa mendatang.[]

Untuk Pasar Seni ITB 2020 nanti, Arno berharap, Pasar Seni akan berdampak untuk masyarakat dan mahasiswa. Masyarakat diharap43

Agustus 2019


GELITIK

Habis Tak Bersisa Oleh: Audrey Xaveria

T

idak seperti biasanya di musim hujan, pagi itu matahari bersinar terik. Hanya sedikit awan terlihat menutupi langit biru yang cerah. Di awal semester genap ini, kampus Institut Teknologi Bandung sudah kembali hidup dengan kegiatan pembelajaran dan hiruk-pikuk mahasiswa. Joni yang tengah mengikuti pelajaran dari mata kuliah yang baru saja ia ambil di semester ini menguap di kelas. ­ Rasanya setelah sekian lama tidak berpikir saat liburan telah menguras tenaga dan membuat perutnya lebih cepat ­lapar. Ditambah lagi dengan materi yang serba baru dan sedikit rumit untuk dipelajari. Joni sudah tidak sabar untuk keluar dari kelas.

Saat dosen membubarkan kelas, Joni segera memasukkan alat tulis dan bukunya ke dalam tas. Karena terlalu terburu-buru, ia hampir saja menabrak temannya yang sedang berbicara dengan temannya yang lain. Kakinya dengan cepat menyusuri tangga GKU Timur yang tinggi, dari lantai paling atas sampai dengan lantai paling bawah. Dengan langkah semangat, Joni berjalan ke kanan, menuju Kantin Bengkok. Namun setibanya di sana, dia sangat terkejut melihat kantin kesayangannya tutup. Seluruh pintu gedungnya tertutup dan tampak beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang duduk di meja kursinya untuk mengerjakan tugas.

44


Boulevard ITB Ia sangat kecewa dan bertanya-tanya dalam hati. Apa gerangan yang terjadi dengan Kantin Bengkok? Apakah belum buka? Tapi seharusnya sudah buka pada saat itu. Apakah bangkrut? Tapi pelanggannya sangat banyak. Rasanya sangat tidak mungkin! Memberanikan diri, ia bertanya pada seorang mahasiswi yang sedang duduk di meja kantin tersebut. Sepertinya Joni sering kali melihat mahasiswi tersebut juga makan di Kantin Bengkok. “Permisi, mbak, kantinnya tidak buka ya?” tanya Joni dengan sopan. Mahasiswi itu menatapnya dan membalas, “Iya, ini sudah dari beberapa hari yang lalu juga tutup. Tapi aku sendiri tidak tahu kenapa kantinnya ­tutup.” Joni mengangguk dan berterima kasih. Ia sangat bingung dengan t­ utupnya kantin ini, ditambah lagi pelanggan setia lainnya juga tidak m ­ engerti alasan yang ­ sebenarnya. Joni bertekad untuk mencari tahu alasan dibalik tutupnya Kantin Bengkok. Namun, untuk sekarang ia harus mencari kantin terdekat lainnya untuk mengisi perutnya. Dengan kebingungan dan penasaran, Joni melanjutkan langkahnya menuju kantin lain karena perutnya sudah tidak bisa berkompromi. Selama perjalanan, ia terus memikirkan apa alasan dibalik tutupnya Kantin Bengkok. Setelah menyeberangi gedung Mekanika Tanah, Joni berbelok ke kanan menuju kantin kedua, yaitu Kantin Synergi. Namun setibanya di sana, Joni kembali dikejutkan dengan kantin yang juga tutup. Tidak hanya tutup seperti Kantin Bengkok, bahkan gedung dari kantin kedua ini tidak ada, lenyap seperti ditelan bumi.

45

Rasanya aneh sekali. Baru saja semester yang lalu kantin tersebut masih utuh dan masih banyak pengunjungnya. Tiba-tiba saja sudah tutup dan bahkan tidak terlihat sisa-sisa gedungnya sama sekali. Kursi-kursi, meja-meja, dan atap terpal masih berada di posisinya seperti yang diingat Joni. Beberapa anak yang berjalan dari arah tengah kampus juga terlihat terkejut melihat kantinnya sudah tidak ada. Beberapa hal berkecamuk dalam pikiran Joni. Apakah kantin ini akan buka lagi? Kalau tidak, mereka akan pindah ke mana? Kalau iya, lalu kenapa gedungnya sudah tidak ada? Apakah kantin ini akan direnovasi? Tapi ia tidak melihat bahan-bahan bangunan di dekat situ yang mengindikasikan akan dilaksanakan renovasi! Perutnya bergejolak minta makan, akhirnya Joni berhenti mempertanyakan hilangnya kedua kantin kesayangannya dan mencari makan di Kantin Pratama Corner. Ia menghela napas lega saat melihat kantin tersebut buka seperti biasanya dan ramai dengan pengunjung. Mungkin ramainya kantin ini merupakan imbas dari kedua kantin yang tutup tersebut. Namun ia bersyukur setidaknya ia bisa makan. Ia yakin jika kantin ini juga tutup, ia akan pingsan di tempat karena mendapatkan terlalu banyak shock.[]

Agustus 2019


GELITIK

Habis Hujan, Enaknya sih Main Minesweeper di ITB! Oleh: Hanifa Chairunnisa Muharroro

A

ya, seorang mahasiswa biasa kampus ITB merasa dirinya beruntung hari ini, atau mungkin tidak. Pasalnya niat Aya yang sudah bulat untuk skip kelas siang ini urung karena rinai sudah berhenti memberikannya alasan untuk menghindar lagi. Masih ada tiga puluh menit, seharusnya Aya bisa datang tepat waktu. Jatah absennya memang masih ada satu lagi, namun Aya tidak lagi memiliki alibi untuk tidak hadir kali ini, jatahnya simpan untuk lain waktu saja. Langit mungkin berkompromi dengannya. Siapa yang tahu urusan langit, mungkin suatu hari Aya akan membutuhkan jatah itu. Jadi Aya memutuskan merasa harinya akan baik, lancar, dan menjadi seperti hari-hari lain yang dapat berlalu begitu saja tanpa meninggalkan keseruan khusus di ingatan Aya. Aya

sampai di kampus beberapa ­menit sebelum kelas dimulai, sepertinya aku harus berlari untuk bisa sampai tepat waktu, ini hal biasa baginya, jadi… tidak masalah. Dari gerbang utama ke k­elasnya Aya berlari sambil mengangkat sedikit roknya. Aya tidak tahu bahwa saat itu permainan dimulai. “Kamu dihadapkan pada kotak-kotak. Beberapa kotak adalah ranjau dan kotak yang lain tidak. Jika kamu mengenai kotak yang beranjau, kamu kalah, dan jika kamu berhasil lewat tanpa mengenai satu ranjau pun, kamu menang.” Aya berlari ke kelas tanpa tahu bahwa Dewi Fortuna sedang melempar dadu miliknya. Duarr!!

46


Boulevard ITB

“Kamu dihadapkan pada kotakkotak. Beberapa kotak adalah ranjau dan kotak yang lain tidak. Jika kamu mengenai kotak yang beranjau, kamu kalah, dan jika kamu berhasil lewat tanpa mengenai satu ranjau pun, kamu menang.�

Entah dari mana air lumpur ­menyiprat dan mengotori sepatu Aya, bahkan roknya kini bermotif titik-titik cokelat. Tidak ada kubangan air di sekitarnya. Jalanan di sini terlihat baik-baik saja. Hujan juga sudah berhenti, tapi Aya merasa seperti menemukan sumber mata air ketika kakinya menghujam bumi. Perlahan-lahan Aya menginjak kotak di sebelah kotak ranjau tersebut, tidak terjadi apa-apa. Seperti sebuah permainan yang sangat familiar. Aya membayangkan angka-angka dan mencoba melangkah sekali lagi. Tidak terjadi apa-apa. Mungkin hanya kebetulan? Menurutnya ini tidak sebatas itu. 47

Minesweeper, untungnya permainan ini telah ia kuasai. Besok, Aya bertekad dalam hatinya. Besok ketika rintik usai, Aya akan kembali lagi dan memenangkan permainannya. Aya sedikit terlambat tiba di kelas, tapi semua baik-baik saja. Pulangnya Aya melewati jalan yang sama, tapi sekarang kotak-kotaknya sudah dibongkar. Paving block diganti dan dipastikan rekat. Mungkin keberuntungan memang hanyalah sebuah perasaan yang berada di luar kehendak permainan kehidupan.[]

Agustus 2019


ULASAN

CAPTAIN MARVEL,

WANITA SUPER BERKEKUATAN

FOTON

images7.alphacoders.com

Oleh: Sebastian Anthony

Judul Captain Marvel

Direktor Anna Boden, Ryan Fleck Pemain Brie Larson, Samuel L. Jackson Tanggal tayang 8 Maret 2019 Durasi 2 jam 5 menit

Rating 13 tahun ke atas

Genre Action & Adventure

C

arol Danvers (Brie Larson), mengalami kecelakaan saat ia menerbangkan pesawatnya. Namun kecelakaan itu mengubah hidupnya secara keseluruhan. Carol mendapatkan kekuatan super berupa sinar foton yang dapat ia kendalikan. Inilah asal mula ia menjadi seorang Captain Marvel. ­Dengan kucingnya Goose, Captain Marvel memulai petualangannya. Ketika disaksikan, Captain Marvel sayangnya kurang dapat dihubungkan dengan kehidupan milenial, karena film ini berlatar waktu di tahun 1995. Selain itu, film ini juga me- ngandung beberapa lelucon yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang hidup pada tahun 1995 atau mengalami tahun tersebut. Lagu yang digunakan pada film Captain Marvel juga lagu tahun 1990-an yang genrenya jauh berbeda dengan lagu populer jaman milenial ini. 48


Boulevard ITB

www.impawards.com

“War is a universal language. I know a renegade soldier when i see one. It never occured to me that one might come from aboveâ€? - Nick Fury Selain latar waktu yang kurang sesuai dengan generasi milenial, jalan cerita Captain Marvel juga terlalu mudah ditebak sehingga unsur kejutan menjadi tidak maksimal. Karakter Captain Marvel juga terasa terlalu kuat sehingga terlihat seperti tidak ada perlawanan dari musuhnya, berbeda dengan film Marvel lainnya yang pemeran utamanya harus berusaha lebih keras untuk mengalahkan musuh. Di balik segala kekurangannya, film ini bagus untuk orang yang ingin menonton Avengers: End Game, karena Captain Marvel akan memiliki salah satu peran penting di dalam film tersebut. Film ini juga cocok untuk orang yang baru mengikuti Marvel Cinematic Universe karena film ini tidak bergantung pada film-film Marvel sebelumnya sehingga d ­ apat dimengerti oleh orang yang tidak pernah menonton film Marvel Cinematic Universe sama sekali. Film ini 49

sendiri juga tidak mengandung kata kasar sehingga cocok untuk ditonton anak berusia 13 tahun ke atas. Pada film ini Brie Larson memerankan Captain Marvel dengan tepat. Dengan aktingnya yang menggugah pandangan dan efek yang diberikan, karakter Captain Marvel tampak sangat hidup. Selain Brie Larson, Samuel L. Jackson yang memerankan Nick Fury kembali dengan gaya khasnya yang humoris. Brie Larson yang berakting harmonis dengan Samuel L. Jackson dapat dikatakan sangat cocok untuk bermain menjadi pasangan Captain Marvel dan Nick Fury sebagai sahabat. Jadi, film Captain Marvel wajib ditonton untuk orang yang akan menonton film Avengers: Endgame. Film ini juga cocok untuk orang yang baru menonton film Marvel Cinematic Universe karena film tidak terikat kepada film-film sebelumnya.[] Agustus 2019


ULASAN

Call from An Angel Kisah yang

Tidak Seindah

Sampulnya

Oleh: Claresta Evadne Idelia

Judul Call from An Angel Judul Asli L’Appel de l’Ange

Penulis Guillaume Musso Penerbit Penerbit Spring

Tahun Terbit 2017 (terjemahan) Bahasa Asli Bahasa Prancis

“Tahun-tahun terbaik dalam hidup kita adalah tahun-tahun yang belum kita jalani.” – Bagian Dua, Bab 19.4, halaman 229.

C

all from An Angel adalah novel Guillaume Musso kedua yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Spring. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tanggal 31 Maret 2011 oleh Penerbit XO dalam bahasa Prancis dan merupakan buku pertama dalam Seri Madeline. Novel ini terbagi menjadi tiga bagian (babak) besar. Novel dimulai dengan prolog, berisikan narasi tentang tokoh ‘kau’ yang awalnya tidak begitu peduli dengan ponsel, namun menjadi terikat setelah memilikinya. Prolog tidak berkaitan langsung dengan tokoh dalam cerita atau alur utama novel, hanya ditujukan sebagai pengantar saja. 50


Boulevard ITB Cerita dilanjutkan dengan bagian pertama, Kucing dan Tikus. Pada bagian ini, dikenalkan kedua tokoh utama, yaitu Jonathan Lempereur dan Madeline Greene. Jonathan adalah seorang mantan koki selebritas yang terkenal, duda dengan seorang anak; sedangkan Madeline adalah seorang pemilik toko bunga di Paris yang baru saja bertunangan dengan pacarnya Räphael. Keduanya bertemu di La Porte du Ciel, kafetaria utama di Bandara Internasional JFK, dengan kisah pertemuan yang tidak terlalu baik. Keduanya berbenturan kala berebut tempat kosong di kafetaria, menyebabkan barang-barang yang dibawa mereka berdua jatuh berhamburan. Akibatnya, ponsel mereka berdua tertukar. Hanya saja, kisah ini bukanlah kisah roman picisan nan klise. Pertukaran ponsel tersebut mengakibatkan terkuaknya rahasia yang ingin dikubur oleh keduanya. Madeline yang adalah seorang mantan polisi Inggris dan kisah Jonathan dengan mantan istrinya yang tidak begitu menyenangkan. Bagian kedua, Kasus Alice Dixon, adalah bagian yang menceritakan tentang masa lalu dari Madeline sebagai polisi. Bagian ini juga menceritakan tentang Jonathan yang pernah berinteraksi dengan kunci kasus itu, Alice Dixon. Bagian ketiga, Untuk Satu Sama Lain, berisi penyelesaian dari kasus dan penuh dengan aksi yang menegangkan. Cerita ini ditutup dengan epilog. Tidak seperti prolog, epilog melibatkan kedua tokoh utama. Don’t judge a book by its cover adalah kalimat yang cocok untuk me51

nilai buku ini. Ilustrasi seorang wanita yang bertelepon sembari membawa bunga dan memandangi Menara Eiffel memberikan kesan manis dan romantis. Sampul belakangnya juga tidak jauh berbeda, seorang laki-laki yang bertelepon sambil memandangi Jembatan Golden Gate. Namun, ternyata cerita yang diangkat bukanlah kisah romantis dan menggemaskan seperti fiksi remaja, melainkan kisah pembunuhan, masa lalu yang kelam. Benar-benar menipu. Novel ini cukup menarik. Jalan cerita yang dibawakan sangat tidak biasa dan penuh dengan plot twist yang mengejutkan. Alurnya juga teratur dan pelan, tetapi tidak pernah membuat pembaca kehilangan stok rasa penasaran. Karakter setiap tokoh juga manusiawi, tidak terkesan mary sue atau gary stu yang menyebalkan. Hanya saja, hubungan Madeline dan Jonathan yang berkembang menjadi hubungan percintaan bukanlah hal yang menyenangkan. Memang, keduanya dapat saling memahami karena masa lalu mereka yang sama-sama rumit dan secara tidak langsung berkaitan. Namun, perkembangan hubungan mereka terlalu mendadak. Bagaimana bisa dua orang yang belum lama kenal– awalnya saling tidak menyukai, melanggar hak privasi pihak lain dengan menggali-gali isi ponsel serta masa lalu masing-masing–berubah menjadi rasa cinta secara romantik? Rasanya, percintaan pun tak luput diagung-agungkan oleh Musso. Terlepas dari hal tersebut, novel ini amat cocok dibaca untuk menghabiskan waktu dengan jalan cerita yang tidak biasa dan mengejutkan.[] Agustus 2019


SASTRA

Pengharapanku tidak pernah kuputuskan Rasa aman, rasa nyaman, selalu kuinginkan Aku mencoba membuka pintu dalam isakan Apadaya, terkuncilah tak pernah terbukakan

Tidak Aku Menemukan Rumah Oleh: Alvi Zainita

Ketukan pintu kulempar berharap ada sambut Yang kudapat hanya bisikan-bisikan memberengut Kutengok kembali, ternyata rupa-rupa bercemberut Belakangan aku tahu, aku tak berhak menuntut Aku tak berhak, untuk menuntut pulang Pulang ke rumah yang selalu aku impikan Ke rumah yang kukira membahagiakan Yang kukira tempat keluarga disatukan Awal kira, mungkin butuh waktu Mengenal asing satu persatu Lagi-lagi aku merasa ragu Karena aku tahu, tak ada harga untuk usahaku Jika kau sebut ada rumah untukku Apakah iya, rumah itu menyambutku Karena sejauh yang aku tahu Rumah lalu, tak ikhlas menerimaku Jika ia sebut-sebut persoal keluarga Menjanjikan kenangan untuk bahagia Maka kau bisa melarangnya bicara belaka Karena percayalah aku rasa hal itu tiada Telah aku berlari mencari seorang diri Mengenai rumah yang tak mengundang sepi Namun aku telah singgah kesana kemari Kawan tak kunjung aku temukan itu di sini Tak kunjung hadir hal yang bisa kusebut rumah Tak muncul juga keluarga untuk beradu kisah Kawan, aku tidak menemukannya Rumah yang selama ini kau sebut dalam cerita

52


SASTRA

Lindungan Oleh: Suwibatul Amalina

Bapak! Di sini mati satu!

L

indungan terkesiap, dengan sigap ia berdiri untuk memulihkan kesadarannya yang mungkin telah meluntur selama jam tidur siang. Ia mengentakkan kakinya ke tanah basah, siap melanjutkan perjalanan panjang yang mungkin tak ‘kan berujung. Ketika pandangannya tertuju ke atas, nampaklah warna kelabu yang meyelimuti angkasa. Langit tengah muram. Semuram dirinya yang amat tersiksa hanya untuk bertahan hidup melawan dunia yang kejam. Lindungan melangkah pelan mendekati permukaan air yang menggenang, menatap pantulan rupanya yang 53

semakin mengurus saja. Dalam hati ia tertawa. Mata sayunya adalah bukti bahwa ia sempat berjuang. Pipinya yang semakin menirus adalah isyarat bahwa ia setidaknya pernah bertahan. Simboknya, yang mendidik Lindungan agar selalu bertahan hidup, pasti akan bangga. Sedangkan kedua adiknya, yang selalu meminta jatah paha rusa dari hasil buruan Bapak, pasti akan... selamat. Genangan air yang awalnya tenang itu beriak ketika air mata Lindungan mulai berjatuhan. Ia menangis, untuk ketiga kalinya dalam hari ini. Lindungan takut. Tidak, ia tidak sekuat Simbok, ia hanya kakak lemah yang bersembunyi di balik semak


Boulevard ITB belukar ketika kedua adiknya dibinasakan oleh ‘mereka’. Saat itu ia hanya menonton tanpa memberikan pembelaan, melempar pandangan nanar dan menangis dalam diam. Ia pecundang, itulah mengapa kini ia sebatang kara. Dua bulan lalu, ketika senapan ‘mereka’ membunuh Simboknya, Lindungan berlari menghindar. Seminggu lalu, senapan itu pula merenggut nyawa adik-adiknya, dan lagi-lagi Lindungan tak berani melawan. Lindungan menggerakan kakinya, berjalan agak terburu sembari sedikit menyembunyikan tubuhnya ke semak-semak. Sejak kematian Simbok, mimpi buruk selalu menghantui tidurnya. Mimpi berisi teriakan sengsara dari para kaumnya yang dibarengi dengan ledakan dan suara senapan ‘mereka’. Ya, ‘mereka’, sang pencabut ajal yang tak punya belas kasih dan pengam­ punan. Lindungan tak terlalu jelas mengenali mereka, ia hanya hafal seorang, yaitu pemuda tinggi yang memakai ikat kepala merah muda. Pemuda itulah yang melepas sebutir peluru dan membinasakan Simbok. Bahkan yang lebih kejam, di sela-sela fokusnya untuk berlari, Lindungan masih mendengar teriakan senang pemuda itu yang menyeru, “Bapak! Di sini mati satu!” Lindungan terlalu kalut memikirkan kegirangan para pembunuh saat itu hingga tidak menyadari bahwa ia telah berjalan jauh. S ­ ejatinya, Lindungan pun tak tahu tempat apa yang ia tuju. Ia masih tergolong amat muda untuk m ­ engerti seluk beluk belantara secara keseluruhan. Tak berselang lama, Lindungan menghentikan langkah. Di hadapannya kini telah berdiri pagar-pagar bambu yang memisahkan waduk

Sungai Brantas dengan perkebunan kelapa muda. Logika membuatnya sadar bahwa kini ia berada di lokasi yang salah. ‘Mereka’, para pembawa senapan, hidup riang di belakang pagar. Mungkin mereka tertawa, makan dengan kenyang, dan menikmati hidup tanpa harus merasa terancam. Lindungan tahu, ia seharusnya pergi, namun ia tak sedikitpun beranjak. Ini perang! Lindungan memanjat pagar bambu dan berhasil menyeberang tanpa tergores sedikitpun. Kakinya bergetar ketakutan, tapi amarahnya telah memuncak. Dilihatnya dari balik tumpukan kayu, beberapa bagian dari ‘mereka’ tengah berjalan sambil memikul sesuatu. Lindungan mengalihkan arah pandangnya, kali ini ia menatap sekerumunan lagi dari ‘mereka’, namun yang ini tampak lebih kerdil, tengah menerbangkan sesuatu yang tampak berwarna putih dan memiliki ekor. Semua, mereka semua, tengah tertawa. Kepalanya berdenyut merasakan amarah yang mengalir ke sekujur tubuh, otot kaki Lindungan menegang. Ia keluar dari persembunyian dan berlari secepat kilat ke kerumunan yang nampak lengah. Semakin dekat... Simbok, lihat aku! Aku tak hanya bertahan hidup, aku melawan! DAR! Suara khas senapan yang tengah memuntahkan peluru pun ­terdengar. Saat itu juga, Lindungan tumbang. Ia tersungkur ke sisi kanan, menghantam tanah becek berwarna kecoke54


Boulevard ITB

“Di hadapannya kini telah berdiri pagar-pagar bambu yang memisahkan waduk Sungai Brantas dengan perkebunan kelapa muda. Logika membuatnya sadar bahwa kini ia berada di lokasi yang salah.”

latan. Derap langkah kaki berhamburan menuju ke tempat di mana ia tergeletak, L­indungan membuka mata. Dengan ­pandangan yang kabur ia masih mampu menangkap bayangan para kerdil tadi berlarian menjauh. Sementara itu, sebagian lain—yang lebih jangkung—berkerumun de- ngan formasi mengepung.

terangkat, dan suara khas dari peluru yang melesat kembali terdengar. Simbok, aku mencoba melawan, tapi aku dikalahkan.

Napas Lindungan tersendat, ia merasa sakit teramat di bagian dada. Bagian itu berlubang, sebuah peluru mungkin telah menembus ulu hatinya. Di akhir masa penghabisan, Lindungan melihat sosok pemuda tinggi yang saat ini pun tengah mengayun-ayunkan senapan. Dialah orang yang telah membunuh Simboknya, dan mungkin juga akan menjadi orang yang menghabisinya. Namun kali ini ada yang berbeda, ikat merah muda di kepala pemuda itu telah berganti warna menjadi jingga keemasan, lengkap dengan corak tutul padat di seluruh permukaannya. Corak itu familiar karena serupa dengan kulit Lindungan, kulit Simbok, kulit sang adik, kulit saudara-saudaranya di belantara yang telah dibabat habis. Hati Lindungan berdesir. Kejam. Manusia kejam.

‘Mereka’, para manusia, menyeret kasar kaki Lindungan menuju sebuah gubuk yang tertutup daun rumbia. Digeletakannya tubuh Lindungan di tanah tanpa alas.

Maaf, seluruh keluarga Simbok, termasuk aku, telah dibinasakan dari Hutan Brantas.

“Kurus sekali yang ini, ya?” tanya pemuda itu pada kawannya. Yang lain menyetujui. “Tapi kulitnya masih bagus,” sahutnya. “Sepertinya dia yang terakhir di sini. Kita harus segera pindah besok ke hutan dusun sebelah, di sana masih ada puluhan macan tutul yang bisa dikuliti untuk memenuhi permintaan pasar.” Mereka mengangguk setuju dan berjalan meninggalkan gubuk sambil menyesap cerutu.[]

Senapan di tangan sang pemuda 55

Agustus 2019


SASTRA

Ialah Daun yang Layu Oleh: Irza Sanika

Ddddrttt ddrttt

P

onsel itu terus bergetar. Tidak peduli, ia semakin merapatkan selimut dan mengeratkan ­ uling dalam pelukan. g Cting Sebuah pemberitahuan ­ pesan masuk muncul. Penasaran, ia mengambil ponsel yang terletak di atas meja di sebelah kasur. Dari: Julian A. Pesan: Kapan bisa kerja kelompok? Ada bahasan tentang makalah di multichat. Cepat buka. Hapus? Ya. Selesai. Ia semakin membenamkan kepala di bantal. Hari masih gelap, menurut jendela yang masih tertutup tirai dan tidak membiarkan sinar matahari masuk ke dalam kamar. Menutup diri. Mengabaikan hal-hal yang menakutkan yang mungkin terjadi di luar sana. --Ia tiada hentinya mengamati jam dinding yang jarumnya terus saja bergerak. Raganya mungkin sedang berada di bangku kelas dan berlagak mendengarkan Pak Dosen menjelaskan teori-teorinya. Namun pikiran yang terus berkecamuk dalam kepalanya, terus berkelana, menunggu “Ya sudah. Kelas hari ini selesai jangan lupa kerjakan..”

Sosok itu, tidak acuh terhadap kelanjutannya. Membereskan buku yang sedari tadi terbuka namun tidak ada satupun catatan yang ia buat. Memasukkannya ke dalam tas dengan sembarangan, memakai jaket, dan “Ran, tunggu! Bagaimana dengan tugas buat besok?” Kemudian memilih mengabaikan mereka. Tubuh jangkungnya terus berjalan melewati banyak mahasiswa yang juga kebetulan keluar dari kegiatan belajar di kelas. Sendirian, menuruni tangga, sembari indra pendengarannya tak sengaja menangkap pembicaraan antarmanusia. “Yah aku nggak bisa nonton kalo sore ini. Ada rapat besok sudah H-3.” “Eh iya? Aduh semangat ya! Semoga acaranya lancar. Kalau gitu aku nonton dulu ya sama mereka. Sayang nih perdana tayang di bioskop gamau ke-spoiler hahahah.” Ia mendengus. Tidak ada lagi namanya teman, karena ketika diuji dengan kesenangan ia hanya akan melupakan satu sama lain. Daun berguguran, ranting bergesekan karena angin yang menerpa. Bukan, ini bukan musim gugur. Nyatanya ia masih terjebak di tempat ini, dengan dua musimnya, membiarkan jiwanya membusuk kering karena pengharapannya 56


yang habis menguap. Ia tahu bahwa kesendiriannya ini adalah buah dari ikatan masa lalunya yang terbakar habis. Lepas. “Kamu mau ikut Papa ke Jepang? Nanti ya kalau sudah lulus SMA.� “Nggak usah aneh-aneh kamu ya. Daftar kuliah di sini saja. Buat apa kamu ngikutin jejaknya!� Suara-suara itu, terus saja mengusik dirinya. Dua sosok yang dulu pernah menyayanginya, kini terasa semu keberadaannya. Tidak salah jika kini ia ingin sendiri. Ia sudah lelah berhadapan dengan makhluk hidup yang hanya bisa menumpukan asa namun realitanya hal-hal tersebut tidak pernah terwujud. Manusia ha57

nya mencari manusia yang lain jika ia membutuhkan, bukan untuk menjalin hubungan atas dasar perasaan yang nyaman. Oleh karena itu ia bertekad untuk tidak merajut pertemanan dengan siapapun. Tidak ada yang bisa ia percayai, apalagi orang-orang yang baru masuk ke dalam kehidupannya. Ia memandang ke depan, menyaksikan kesibukan di hadapannya. Ia masih beberapa bulan di sini, dan bagaimana ia bisa menyelesaikan empat tahunnya dengan baik? Jauh di lubuk hatinya, sebenarnya ia takut. Ia khawatir dirinya terlalu menggantungkan harapan. ­ Baginya sebuah ekspektasi berlebih yang hadir adalah hal yang mengerikan.


Boulevard ITB

“Tidak salah jika kini ia ingin sendiri. Ia sudah lelah berhadapan dengan makhluk hidup yang hanya bisa menumpukan asa namun realitanya hal-hal tersebut tidak pernah terwujud.”

--Aku tidak tahu masalah apa yang menimpanya, namun selama empat bulan sekelas dengannya, ­ayolah. Bagaimana ada mahasiswa yang sangat tidak bersemangat di tahun pertama ia berkuliah? Ia hanya sekadar datang menempati bangku, menumpukan tangannya di atas meja, dan terlelap hingga ­akhir kelas. Kalau tidak begitu, ia hanya terdiam. Matanya ke arah papan tulis, namun pandangannya kosong. Kemudian setelah tersadar, ia akan menolehkan kepalanya pada jam dinding berulang kali, seakan waktunya di dunia ini akan segera habis. Oke ini memang berlebihan. Namun aku tidak habis pikir dengan orang yang.. ya, bahkan sekarang ia langsung keluar begitu saja ketika temannya berteriak untuk mengingatkan tugas. Aku tidak mengenalnya dengan baik, karena dia jarang sekali berinteraksi dengan teman-teman di kelas. Sedikit banyak aku penasaran, sebenarnya apa masalahnya sih? Agustus 2019

Ia tampak hidup di dunianya sendiri dan seakan tidak membutuhkan uluran tangan lain. Aku tidak yakin saat di sekolah dulu ia memperhatikan dengan seksama materi ‘Manusia adalah Makhluk Sosial’. Bukannya kita ditakdirkan untuk saling membantu sesama? Buk. Aku melihat buku tersebut jatuh dari tasnya yang terbuka. Segera aku mengambilnya, dan mengejar menyusulnya. “Hei,” aku menepuk bahunya. Ia menoleh, dengan wajah datarnya. “Mmm ini sepertinya bukumu jatuh,” aku menyodorkan buku yang ada di genggamanku. Tangannya tergerak untuk mengambil. Namun sebelum benda itu berpindah tangan, aku menawarkan tangannya yang lain untuk menjabat, tersenyum, sembari berkata, “Btw udah tahu belum? Aku teman sekelasmu lho. Salam kenal.”[]

58


KOMIK

Boulevard ITB

Oleh: Bunga Sausan Aisha

59

Agustus 2019


SUSUNAN KEPENGURUSAN Pemimpin Umum Muhammad Farhan Firdaus Pemimpin Redaksi Hanif Rahman Staf Redaksi Adella Nur Apriati Adzky Mathla Syawly Alvi Zainita P. B. Antyesti Vania Firda Haifa Fadhilah Hanifa Chairunnisa Muharroro Ika Keumala Fitri Kaiyuma Jabbar Raihan Maulana Affan Nicholas Yamahoki Rona Atikah Adisty Najmia Daud Agniya Dwiputri Aminah Anastasia Cesaria Azra Beta Miftahul Falah Claresta Evadne Idelia Evri Liana Dewi Gabriella Yovanda Jeihan Aulia Ramdhani Kirei Serly Agatha Luthfi Rizalullah Alrasyid Maria Sinta Kusuma Muzaimatul Musyarofah Patricia Anita Rosiana Priquela Aprilya Qinthara Silmi Suwaibatul Amalina

Ulqi Ulya Sebastian Anthony Tito Satria Joel William Chang Redaktur Artistik Irza Sanika Aulia Staf Artistik Amaliyah Nurul Aeni Christie Stephanie Naufal Faris Muhammad Theressa Triyessy S Vikha Puti Madani M. Febrilian Syah M. Akbar Sighab Dini Damarpertiwi D. Audrey Xaveria Bunga Sausan Aisha Nisrina Nurulita K. Pemimpin Perusahaan Astri Liyawati Staf Perusahaan Andrian Cedric Naufal Faris Luthfiah Haznan Nurselina Simarmata Ahmad Anabih Chyntia Angelina

Selamat Atas Kelulusannya! Dana Annisa Riefina Manajemen 2015 Sekretaris Boulevard 2017 Annisaa Auliyaa R. Manajemen 2015 Staff Redaksi

Muhammad Dita Farel Geodesi 2015 Pemimpin Perusahaan 2017 Reza Pahlevi Teknik Sipil 2015 Staf Artistik

Jane Marito Teknik Kimia 2015 Staf Artistik 60


Boulevard ITB Lantai Dasar Labtek XIV Gedung Freeport Indonesia Business Research Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No 18, Bandung Jawa Barat, 40132 Surel Website Kurio Line OA Facebook Twitter Instagram

61

: boulevarditb@gmail.com : www.boulevarditb.com : Boulevard ITB : boulevarditb : Boulevard ITB : @boulevarditb : boulevarditb


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.