79
Aqustus 2016 Rp 8.000,00
COVER Langkah Besar KM ITB
ISSN 08546703 www.boulevarditb.com
Edisi 79| 1
Pembina Dr. Yasraf Amir Piliang, M.A Pimpinan Umum Nurina Maretha Rianti Wakil Pimpinan Umum Huda Al-Hakim Redaktur Online Lisa Santika Onggrid Pimpinan Redaksi Margaretha Vania Stephanie Staf Redaksi Maryam Zakkiyah, Azifa Risalati, Rohmah Nasada Tuita, Siti Fatima, Rio Harapan P., Nurina Maretha Rianti, Nurani Istiqomah, Dzikra Yuhasyra, Lisa Santika Onggrid, Fidel Adriana, Millatul Khasanah, Huda Al-Hakim, Riani Jaya Yanti, Razky Rahadian, Ichwan Fakhrudin, Hellen Putri K., Fatimatuz Zahro, Alma Cantika A., Renica N., Brigitta Merylla, M. Ghaffar, Juang Arwafa, Nadyra C., Churrotul Aini, Astrid Theola, Rayi Ruby, Sitti Mauludy Khairina, Brigitta d’Avriella. Redaktur Artistik Johan Iswara Staf Artistik Anas Zakaria, Pandu Hutagalung, Adinda Yuwono, Agus Muhammad, Nadia Maghfira, Ibadurrahman, M. Bahrul Ilmi, Nida An K., I Putu Anan, Condro Wiyono, Firza Aulia, Hana Azalia, Reza Pahlevi, Harashtina, Jane Marito, Hamdi Alfansuri, Candra Kusumarahardi. Pemimpin Perusahaan Izzudin Prawiranegara Staf Perusahaan Arsy Karima Zahra, Effie Farida, Rizki Nur Fitriansyah, Yola Kamalita, Teo Wijaya, Rafico, Helmi Ma’rifatir, M. Dita Farel, Galih Endrayana, Nandira.
Selasar Mekanika Tanah, Labtek 1 Email :boulevarditb@gmail.com website :http://www.boulevarditb.com Twitter :@boulevarditb iklan :Izzu (089602695801) ISSN :08546703
Visi
Langkah Besar KM-ITB KM ITB, organisasi besar yang menaungi seluruh kemahasiswaan ITB. Beban berat yang dipikul KM ini selalu mendorong setiap pemimpin untuk membawa ‘sinergisasi’ dalam pergerakannya. Kini KM ITB hadir tanpa tangan kosong. Student summit yang menjadi hadiah di awal tahun ini membawa harapan untuk menyelaraskan pergerakan kemahasiswaan ITB. Namanya yang sudah tersebar di seluruh penjuru ITB ini tak lepas dari pro-kontra massa kampus. Seolah tak pernah kehabisan kejutan, inovasi demi inovasi dilakukan untuk menyatukan arah gerak KM ITB. Hadiah kedua diluncurkan tepat di tengah tahun ini, yaitu hadirnya Integrasi dan Festival sebagai pembaharuan dari OSKM dan OHU. Perubahan yang sempat menarik pandangan massa kampus ini tentu menjadi bagian sejarah pergerakan kemahasiswaan. Lahirnya Student Summit sebenarnya tak lepas dari bayang-bayang LK yang ingin menyerahkan wewenang keuangan ke tangan mahasiswa. Student government yang dicita-citakan KM dan LK menjadi semangat untuk melaksanakan periodisasi serentak layaknya beberapa kampus lain. Setiap kampus pasti memiliki cerita kemahasiswaannya sendiri. Lantas, sudah sampai mana perjalanan student summit? Apakah massa ITB sudah menyelaraskan pergerakannya?
Cover Story Sesosok mahasiswa yang melangkah sambil menarik untaian beragam rupa warna sehingga menyatu dan bergerak bersama. menggambarkan KM ITB yang sedang berusaha menyelaraskan pergerakan lembaga kemahasiswaan di ITB yang beragam. Ilustrasi oleh Hana Azalia
Edisi 79| 3
DAFTAR 6
10
SURAT PEMBACA Budaya Merokok di ITB ITB Under Preassure
LAPORAN UTAMA
Langkah Awal Sinergisasi Manfaatkan Momentum Keuangan Selaras Pergerakan: Resolusi Kemahasiswaan Sejak Dulu Integrasi dan Festival: Sejarah Baru Kaderisasi Kampus Gajah Kisah Mereka yang Disana
26
Lima Bulan Berlalu, Sudah Selaraskah Kita?
KAMPUS
Ada Apa Dengan Gerbang Belakang? PKM Lagi-Lagi Institut Terbersih Bangsa? Dilarang Masuk! Polemik Organ-
4 |BoulevardITB
3
ISI KILAS
Festival Anak Bertanya: Bertemu Menemukan Cita-Cita Anak Kontraversi 2016
8
JATINANGOR
36
GALERI GELITIK
38 40
KENCAN
42
IPTEK
44
SASTRA
46
Himpunan Baru untuk Program Studi Baru
Globalisasi Pengaruhi Pembangunan di ITB Hendra Gunawan: Anak Bertanya untuk Indonesia 2045
Matematika: Sebuah Kenyataan Buatan Surat Teruntuk Matahari Suara Malam Tukang Bangunan
RESENSI Pulang
50 4
Edisi 79| 5
Surat Pembaca
Budaya Merokok di ITB ITB didirikan pada 2 Maret 1959, merupakan sekolah tinggi teknik pertama yang didirikan di Indonesia. Kampus ini memiliki visi “Menjadi perguruan tinggi yang unggul, bermartabat, mandiri, dan diakui dunia serta memandu perubahan yang mampu meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia dan dunia� (Sumber: 09/SK/11-SA/ OOT/2011). Alhamdulillah dengan visi ini kampus ITB dikenal oleh masyarakat dengan prestasinya, terutama dalam hal yang terkait keilmuannya baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk hal demikian, mahasiswa memerlukan bekal yang cukup serta kesehatan yang mendukung. Dengan jasmani yang prima disamping keilmuan yang hebat, tentu prestasi yang diraih akan lebih optimal. Namun, bagaimana jika masih banyak para mahasiswa yang kurang peduli terhadap kesehatannya sendiri. Salah satu kebiasaannya yang buruk adalah merokok. Padahal kebanyakan dari mereka mengetahui tentang bahaya dari rokok tersebut. Sebenarnya, apa yang menjadi alasan mereka merokok? Apakah supaya dibilang keren karena mayoritas adalah anak teknik. Ataukah karena stress dengan tuntutan akademik yang cukup berat, atau karena ikut-ikutan? Apakah hanya perokok aktif dan perokok pasif saja yang dirugikan? Kita sama-sama tahu bahwa komposisi utama dari rokok adalah tembakau disamping bahan kimia berbahaya lainnya. Namun, apakah kita tahu bagaimana pengolahan tembakau hingga dijadikan bahan baku rokok? Satu artikel berjudul Panen dengan Darah Kami, bercerita tentang bagaimana para petani tembakau bekerja, sungguh memprihatinkan. Dalam bayangan kita
petani itu kebanyakan bapak ibu usia 40an. Namun, kenyataannya mereka turut mengikutsertakan anak-anak dalam pertanian tembakau ini mulai dari pembibitan, pemupukan dengan pestisida, hingga proses memanen. Alasan mereka mempekerjakan anak-anak mereka kebanyakan untuk menghemat pengeluaran karena tidak perlu diberi upah. Fakta yang terjadi mengejutkan. Banyak diantara anak-anak tersebut mengeluhkan gejala spesifik yang berkaitan dengan keracunan nikoton akut, paparan pestisida, dan berbagai cedera akibat suhu panas. Beberapa melaporkan gejala masalah pernapasan, kondisi kulit, dan iritasi mata saat bekerja di pertanian tembakau. Dalam jangka pendek, penyerapan nikotin melalui kulit dapat menyebabkan keracunan nikotin akut, yang disebut dengan penyakit akibat daun hijau tembakau (Green Tobacco Sickness). Anak- anak tersebut mengatakan mereka merasa mual dan disertai dengan muntah setiap musim panen saat mengikat dan menyortir hasil panen tembakau. Seringkali disertai dengan sakit kepala, hal ini dikarenakan mereka duduk di tengah bundelan tembakau. Banyak dari mereka yang menelantarkan sekolahnya karena sudah letih bekerja. Seandainya permintaan rokok menurun lama-kelamaan perusahaan rokok akan tutup dan petani tembakau mengalami penurunan permintaan tembakau dan Indonesia mengalami penurunan pendapatan. Namun, sebenarnya biaya untuk mengobati penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh tembakau tersebut jauh lebih besar daripada keuntungan dari pabrik-pabrik tersebut. Bagaimana baiknya untuk ke depan, itulah tugas kita untuk membantu pemerintah mencari solusinya. Rizki Pramadani - Sains dan Teknologi Farmasi 2014
6 |BoulevardITB
Surat Pembaca
ITB Under Pressure Sebagai gudangnya intelektual, ITB memiliki peran penting dalam memimpin gerak perubahan budaya. ITB ideal seharusnya paling terdepan dalam hal respons kritis-kreatif atas perubahan dan trendsetter pemikiran-pemikiran baru ke arah perubahan. Apalagi harapan besar pasal 2 plaza widya nusantara jelas menyatakan bahwa seharusnya ketika bangsa ini diliputi permasalahan apapun, ITB lah seharusnya menjadi tempat mencari jawabannya. Globalisasi telah menjadi tekanan besar buat Indonesia sejak awal pertama kali muncul ketika teknologi informasi mulai berevolusi. Ketika batas-batas negara mulai dihapuskan, dunia menjadi bagaikan colosseum yang mana semua negara terjun menjadi gladiator untuk bertahan pada arena yang sama. Hal ini menjadi tekanan besar bagi negara-negara berkembang yang tertuntut habis-habisan untuk mengikuti arus persaingan yang ada.
Namun sayangnya, ITB terbawa ambisi-ambisi yang akhirnya menyeret ITB kembali pada kompetisi. Target ITB untuk menjadi enterpreneurial university sangat tidak diimbangi dengan penigkatan kualitas nilai-nilai seperti moral, etika, karakter, dan budaya. Yang terjadi hanyalah kita bersaing di dunia internasional tapi kehilangan jati diri. Haruslah kompetensi diiringi dengan konsep. Yang dilihat jangan lah sekedar fasilitas atau produk yang dihasilkan, karena banyak hal-hal yang bersifat non-kuantitatif atau tidak terukur yang tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan. Aditya Firman Ihsan - Matematika 2012
ITB mengikuti arus, bukan membentuk arus, kata seorang dosen. ITB dengan statusnya sebagai BHMN sebenarnya punya kesempatan untuk bergerak seluas mungkin untuk terbebas dari tekanan. Hal ini menuntut komitmen dan integritas dari pimpinan-pimpinan ITB sendiri, dari rektor hingga kaprodi. Tekanan arus global yang menerjang Indonesia seharusnya tidak turut menerjang ITB, yang bisa menjadi the last stand buat Indonesia untuk mempertahankan nilai-nilai dasar intelektualitas tanpa harus terbawa kompetisi.
Redaksi Boulevard ITB menerima surat pembaca berupa kritik dan saran mengenai isu kampus, kebijakan kampus, hingga kebijakan nasional. Kirimkan artikel Anda melalui surel boulevarditb.com dengan subject [Surat Pembaca]_[Judul], sertakan data diri Anda. Edisi 79| 7
Kilas sumber: anakbertanya.com
FESTIVAL ANAK BERTANYA: BERTEMU MENEMUKAN CITA-CITA ANAK Minggu (29/05) telah diselenggarakan kegiatan Festival Anak Bertanya (FAB), dengan mengusung tagline membuka cakrawala, mematri cita-cita. Festival ini diselenggarakan oleh komunitas anakbertanya.com yang bekerjasama dengan Sabuga ITB. FAB merupakan festival tahunan yang telah diselenggarakan dua kali di Sabuga ITB. Kegiatan FAB berlangsung dari pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore dan dihadiri lebih dari 5000 pengunjung orangtua dan anak-anak. Dalam kegiatan FAB ini terdapat banyak wahana dan juga standstand komunitas yang sangat menarik perhatian terutama bagi anak-anak. Menurut keterangan Deasy, salah satu panitia FAB, ada 31 stand lembaga yang berasal dari komunitas anak, pendidikan, literasi, keahlian, dan juga Pemadam Kebakaran Kota Bandung. Selain itu juga terdapat panggung utama yang menampilkan hasil kreasi berupa tarian atau paduan suara dari anak-anak Ruang Ide Sabuga, beberapa sekolah sekitar dan komunitas lainnya. Ada juga penampilan simulasi tanggap darurat kebakaran oleh tim Pemadam Kebakaran Kota Bandung yang menarik perhatian anak-anak yang orangtua, dalam sesi ini anak-anak diajari bagaimana memadamkan api dan apa saja yang harus dilakukan ketiga terjadi bencana. Antusias
8 |BoulevardITB
peserta cukup tinggi, terutama saat diberi kesempatan untuk mematikan api. Wahana lainnya seperti biskop anak yang menayangkan film anak-anak, auditorium dan planetarium yang menyajikan wahana bermain dan wahana eduksi, dan juga ada cooking class yang mengajarkan anak-anak memasak kue. Antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan FAB sangat tinggi, tidak hanya berasal dari Kota Bandung dan sekitarnya saja, namun juga dari Kota Tangerang, Solo, Semarang dan berbagai kota lainnya. Lukman, salah satu panitia FAB menuturkan, “Antusias masyarakat sangat tinggi, kemarin juga ada yang meminta kegiatan diadakan di beberapa daerah.� Publikasi dan informasi seputar kegiatan FAB disebar melalui web, media sosial terutama Facebook yang umumnya digunakan oleh orangtua, dan penyebaran poster di wilayah Coblong dan beberapa wilayah sekitar Sabuga ITB. “Harapannya, melalui kegiatan FAB ini anak-anak bisa menemukan lebih awal cita-cita mereka, dan kegiatan ini bisa terus diadakan setiap tahun dan kalau bisa juga di beberapa daerah luar Bandung,� ujar Lukman. [Hamdi]
Kilas
KONTRAVERSI Sabtu (04/06), sebuah acara menarik yang digelar di gedung FSRD ITB. Acara yang diberi nama “Kontraversi� ini berhasil menarik perhatian banyak orang, terbukti dari ramainya pengunjung yang mampir dan menikmati pameran serta instalasi yang ada. Kontraversi sendiri merupakan event yang bertumpu pada pameran karya mahasiswa tingkat pertama FSRD. Tugas-tugas terbaik selama satu tahun berkuliah dipajang pada masing-masing stand. Semua mahasiswa TPB FSRD diperkenankan memajang karya mereka pada stand yang telah disiapkan. Masing-masing stand mahasiswa memamerkan berbagai karya berbeda yang keindahannya tidak kalah satu dengan lainnya. Tiap karya memiliki keunikannya tersendiri. Permainan teknik, bentuk, dan warna yang digunakan dalam karya yang berbentuk lukisan ataupun benda tiga dimensi berbeda antarsatu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain. Akan tetapi, terdapat kesamaan tema pada beberapa karya yang menandakan bahwa karya-karya tersebut merupakan hasil dari tugas yang sama pada suatu mata kuliah tertentu. Selain karya mahasiswa TPB FSRD, ada beberapa instalasi menarik yang turut melengkapi acara ini. Ramainya pameran dengan lalu-lalang orang ternyata tidak mengurangi minat pengunjung untuk melihat stand dengan seksama dan mengagumi keragaman karya-karya yang dipajang. Suasana acara Kontraversi ini pun tetap tenang dan nyaman karena pengunjung yang ramai masing-masing terlihat menikmati karya-karya yang dipamerkan. Stand-stand karya mahasiswa tidak semuanya berada dalam ruangan yang sama. Ada beberapa stand yang terletak di ruangan lain dengan suasana yang tak kalah menarik. Instalasi pada masing-masing ruangan juga tidak kalah unik dan keren antarsatu dengan yang lain.
2016 Masing-masing stand mahasiswa disusun dengan format yang sama dengan peletakan karya-karya yang bervariasi. Karya-karya dua dimensi berupa lukisan dipajang di dinding stand, sedangkan karya tiga dimensi diletakan di meja yang telah disediakan pada masing-masing stand. Selain karya tiga dimensi, buku berisi bentuk dua dimensi dari karya-karya mahasiswa juga diletakan di meja tersebut. Pada beberapa stand mahasiswa juga terdapat permen-permen yang disediakan bagi pengunjung yang melihat-lihat karya pada stand tersebut. Kesan, saran, serta kritik ternyata juga diharapkan oleh para mahasiswa setelah karya mereka dilihat. Oleh sebab itu, tersedia pula sticky-notes serta pulpen di setiap stand mahasiswa agar para pengunjung dapat menuliskan ekspresi mereka setelah melihat karya yang dipamerkan. Acara yang berlangsung selama dua hari ini berhasil menampilkan hasil karya mahasiswa TPB FSRD selama satu tahun secara apik. Kreativitias para mahasiswa tercermin dari karya-karya mereka yang unik, penuh warna, serta rapi. Meski beberapa karya merupakan tugas mata kuliah yang sama, hasil masing-masing karya tetap memiliki perbedaan. Hal tersebut menunjukan tingkat orisinalitas yang tinggi dari para mahasiswa. Kreativitas para mahasiswa tidak hanya berhenti pada karya-karya yang dipamerkan namun juga terlihat dari kemampuan mereka mengelola sebuah acara. Selain pameran karya, ternyata pada akhir acara Kontraversi (05/06), dilangsungkan pula sebuah talkshow yang dibawakan oleh mahasiswa FSRD sendiri. Banyaknya minat pengunjung Kontraversi juga dipicu oleh video teaser unik dan kreatif yang diunggah beberapa hari sebelum digelarnya acara Kontraversi. [Rayi]
Edisi 79| 9
Laput
Langkah Awal Sinergisasi Manfaatkan Momentum Keuangan Oleh Alma C. Aristia dan Nurina Maretha R.
Istilah “sinergisasi” telah lama digaung-gaungkan dalam kehidupan kemahasiswaan ITB. Kata tersebut merujuk pada cita-cita Kongres KM-ITB untuk menyelaraskan pergerakan kemahasiswaan ITB dalam membangun Indonesia. Sifat sinergis tersebut hendak diupayakan melalui perundingan antarlembaga kemahasiswaan ITB (Kongres, Kabinet, UKM, dan HMJ) untuk membahas pergerakan yang selaras. Pada tahun 2008, istilah Student Summit sudah dicanangkan. Forum tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan perwakilan-perwakilan lembaga untuk bermusyawarah mengenai arah gerak bersama. Namun, urgensi forum ini belum ditemukan saat itu. Oleh karena itu, Student Summit belum dapat dilaksanakan.
C
ita-cita Kongres mengenai Student Summit seolah diaminkan oleh Lembaga Kemahasiswaan. Sekitar tahun 2010-2011, LK mewacanakan untuk memberikan wewenang keuangan kepada mahasiswa. Rencana tersebut disosialisasikan kepada Kongres dan Kabinet pada tahun 2014-2015. Gagasan tersebut bermula dari alasan dasar LK membentuk KM-ITB. Konsep KM-ITB adalah dari, untuk, dan oleh mahasiswa. Tidak ada “atasan-bawahan” antara pihak rektorat dan KMITB. Konsep tersebut berbeda dengan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang umumnya dimiliki oleh perguruan tinggi lain di Indonesia. Keberadaan KM-ITB pun telah diakui dalam Anggaran Rumah Tangga ITB. Dalam hal ini, KM-ITB terikat oleh LK dalam hal keuangannya. ITB yang kini berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), memiliki anggaran berupa hibah dari pemerintah dimana pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada PTN tersebut. Status ini disandang ITB secara resmi pada tahun 2015. Adapun sebelumnya ITB berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada tahun 2000-2010. Setelah itu, statur ITB meningkat menjadi Badan Layanan Umum
10|BoulevardITB
(BLU) sebelum akhirnya beralih menjadi PTNBH. Pola otonomi PTNBH memberikan inspirasi kepada LK untuk membentuk sistem student government. Melalui sistem ini, mahasiswa dituntut untuk bertindak dewasa agar dapat menentukan pergerakannya sendiri dengan penuh tanggung jawab. Dengan sistem otonomi ini mahasiswa lebih bebas beraksi sehingga diharapkan lebih bergairah dalam berkarya. “Jadi, mereka bisa menentukan apa yang prioritas menurut mereka. Mereka siapa? Ya, Keluarga Mahasiswa. Kesepakatan mereka. Misalkan tahun ini saya mau fokus di sini, ya sudah silakan,” ujar Dr. Eng. Sandro Mihradi, Ketua Lembaga Kemahasiswaan ITB. Adanya keluhan dari organisasi mahasiswa mengenai ketidaksesuaian penerimaan dana dengan kebutuhan kegiatan menjadi cerita lain di balik rencana program student government. Misalnya, UKM kebudayaan biasanya mendapat dana lebih besar dari pada UKM lainnya. Padahal, UKM lain juga membutuhkan dana yang tak kalah besarnya untuk aktivitas organisasi mereka. Hal tersebut
Laput terjadi akibat LK tidak mengetahui secara menyeluruh kebutuhan mahasiswa. Oleh karena mahasiswa yang tahu betul tentang kebutuhannya, maka LK memberi wewenang otonomi keuangan. Keluhan lembaga tersebut seolah kontradiksi dengan kenyataan forum untuk UKM yang terjadi di Labtek 7 pada awal Student Summit akan diinisiasi. Pada forum tersebut, Kongres memaparkan TAP 001 tahun 2016 tentang Student Summit KM ITB, mengenai latar belakang, tujuan, alur, hingga apa-apa yang perlu dipersiapkan lembaga pada saat Student Summit berlangsung. Namun nampaknya bahasan ini kurang menarik bagi UKM, hingga Kongres membuka bahasan tentang keuangan. Pada bahasan keuangan, banyak UKM yang merasa kaget, tak tahu menahu soal adanya keluhan tersebut bahkan rencana student government. Sistem otonomi keuangan yang dirancang LK adalah dengan pengumpulan proposal kegiatan lembaga kepada Kabinet KM ITB, baik nantinya akan dibentuk satgas, badan audit, atau ke-
“Keuangan bukan LK yang minta, dari angkatan 2002 megang Kabinet, Kabinet udah minta keuangan dipegang oleh Kabinet.� Pernyataan senada disampaikan oleh Fadil Kusuma, Ketua Komisi Perbaikan Sistem Kongres KM ITB 2016, “Sebenarnya isu ini sudah lama dan yang membawa adalah Kongres dari evaluasi Kabinet dan stakeholder sebelumnya. Bisa dijalankan karena LK memberi ruang supaya kita bisa mengatur.� Adapun hal yang dinilai dari proposal tersebut di antaranya adalah magnitude dan urgensi kegiatan. Selain itu, dipertimbangkan pula kondisi administrasi lembaga pada tahun sebelumnya, seperti adanya pengembalian dana ke LK dan keberadaan laporan pertanggungjawaban. Sistem penilaian dilakukan secara skoring lalu dikelompokan berdasarkan beberapa klaster. Klasterklaster tersebut kemudian dibuat pemaketan dana bantuan, misalnya klaster A mendapat bantuan Rp 20juta, klaster B mendapat bantuan Rp 10juta, dan sejenisnya. Dalam hal ini, otonomi keuangan yang diterima oleh Kabinet KM-ITB berupa bantuan kegiatan mahasiswa. Sementara itu, pengelolaan dana untuk kompetisi dan pengabdian masyarakat masih dipegang oleh LK.
Adanya keluhan dari organisasi mahasiswa mengenai ketidaksesuaian penerimaan dana dengan kebutuhan kegiatan menjadi cerita lain di balik rencana program student government. mentrian khusus. Proposal tersebut diseleksi oleh badan tersebut untuk penyusunan rekomendasi pengajuan dana kepada LK. Seleksi dilakukan berdasarkan parameter-parameter yang diadopsi dari peraturan keuangan sebelumnya yang pada saat ini masih dipegang LK. Student government bukan hanya sekedar amanah dari LK, tetapi juga telah menjadi keinginan Kabinet sejak lama. Hal ini diakui oleh Mahardhika Zein, Ketua Kabinet KM ITB 2016,
Rencana LK mengenai otonomi keuangan menjadi momentum bagi Kongres dan Kabinet untuk mengadakan Student Summit. Sidang Istimewa Kongres tahun 2015 lalu menetapkan bahwa Student Summit perlu dilakukan pada tahun 2016. Pengeloaan dana kemahasiswaan yang dipegang oleh Kabinet menuntut adanya pergerakan yang sinergis dalam KM-ITB. Setiap organisasi mahasiswa hanya mendapat kesempatan mengajukan proposal kegiatan sekali dalam setahun untuk memperoleh dana dari LK. Kondisi tersebut memicu terjadinya periodesasi serentak yang menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan sinergisasi dalam KM-ITB. Upaya sinergisasi lainnya juga dibahas dalam Student Summit ini, seperti peng
Edisi 79|11
Laput aturan flow massa dan kolaborasi antarlembaga. Tujuan akhir dari student summit kali ini adalah dengan adanya penyamaan arah gerak KM-ITB. Sistem baru mengenai keuangan ini agaknya belum matang benar. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Kongres untuk mewujudkan sistem ini. Adanya kesangsian dari setiap lembaga, terutama UKM yang kegiatannya banyak bergantung pada pendanaan dari LK, menjadi salah satu persoalannya. Mekanisme advokasi juga belum terpikirkan secara utuh. Sejauh ini, Kongres terus melakukan kajian mengenai badan audit atau pengawasan yang akan dibentuk untuk melaksanakan otonomi keuangan dari LK. Selain itu, studi banding dengan sistem di luar lembaga eksternal kampus (misalnya lembaga Pemerintah Indonesia) juga sedang dilakukan oleh Kongres. Selain belum siapnya Kabinet dan matangnya sistem, respon lembaga pun banyak mempengaruhi, terutama pada saat forum UKM di Labtek 7 berlangsung. Banyak lembaga yang menginginkan transparansi parameter, namun Kongres bersikukuh tak membuka agar tidak ada proposal yang sengaja dibuat hanya demi mendapat dana lebih. Kekhawatiran lembaga juga terusik mengenai siapa orang-orang yang nantinya menjabat di badan audit, apakah mereka masih membawa ego lembaganya masing-masing. Namun Kongres masih terus memperbaiki system dan akan berusaha agar tahun depan kebijakan ini dapat diterapkan, “Keuangan adalah peninggalan kongres sebelumnya dan kemarin saat penyusunan draft memang tidak sampai membuat forsos di Labtek 7. Kalau sistemnya sendiri udah siap dengan draft keuangan dan badan audit sudah ada tinggal nanti penyesuaian aja,� terang Fadil. Soal transparansi, Fadil memutuskan untuk membicarakannya nanti, parameter dibuka pun asal dananya dapat dipertanggungjawabkan dan bisa diaudit dengan benar, hal itu tak akan jadi masalah. Pada akhirnya, pengambilalihan wewenang keuangan ini gagal dilaksanakan di tahun ini, namun Student Summit dengan segala sektor arah gerak yang dibawa dan ingin disinergisasikan oleh Kabinet sukses menarik atensi lembaga.
12|BoulevardITB
Laput
Selaras Pergerakan:
Resolusi Kemahsiswaan Sejak Dulu Oleh: Margareta Vania S. dan Rayi Rubi
Pergantian kabinet setiap tahun selalu membangkitan hidup kemahasiswaan di kampus ini. Api keberanian timbul dalam insan calon pemimpin kampus dan sorai sorai massa kampus ikut memeriahkan pergerakan mahkota kampus. Tak lupa calon mengumandangkan ‘selaras pergerakan kemahasiswaan’ dalam setiap kobaran api semangatnya. Student summit kini hadir sebagai salah satu misi untuk mencapai pergerakan mahasiswa yang selaras. Sebenarnya sudah sejauh mana pergerakan mahasiswa ITB saat ini? Arah gerak apa yang ingin dibawa oleh para presiden kampus terbaik bangsa?
K
etika masuk ke kampus ITB, kaderisasi awal terpusat selalu menanamkan arti pergerakan kemahasiswaan kepada para mahasiswa baru. Hampir semua benih-benih yang ditaburkan ini tumbuh dengan baik dimana mahasiswa aktif di unit, himpunan, KM atau bahkan organisasi di luar kampus. Semakin bertambahnya pengalaman organisasi, pemahaman akan pergerakan kemahasiswaan pun semakin berkembang. Akhirnya, satu dari sekian banyaknya benih mempunyai mimpi kemahasiswaan yang ingin dibagi dengan massa ITB setiap tahunnya yaitu dengan menjadi pemimpin KM ITB. Tizar Bijaksana, mantan presiden KM ITB 2011/2012 berpendapat bahwa pergerakan kemahasiswaan adalah usaha untuk mengubah keadaan, baik nama mahasiswa itu sendiri ataupun keadaan di luar mahasiswa.
Edisi 79|13
Laput “Disebut pergerakan karena pergerakan harus sesuatu yang massive, bukan dikerjakan oleh sendirian. Ada kerja sama dengan orang lain dan ada upaya-upaya yang terorganisisar. Jadi, upaya itu lebih rapi dan terarah,” jelas Tizar. Beda lagi dengan Ridwansyah Yusuf, mantan presiden KM ITB 2009/2010 yang berpendapat bahwa pergerakan kemahasiswaan adalah pergerakan atau aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa berbasis kompetensi dan nilai yang dimiliki untuk membuat suatu perubahan bagi Indonesia dan dunia. Pergerakan kemahasiswaan ITB selalu dinamis. Masing-masing presiden selalu membawa arah geraknya sendiri, aktivitas berbasis isu dan bidang. Pergerakan yang dibawa Ridwansyah Yusuf, atau yang lebih dikenal dengan Uda Yusuf tersebar di berbagai bidang. Ada isu sosial budaya, politik advokasi kebijakan public, dan pengembangan kapasitas mahasiswa termasuk minat dan bakat. Sebagian besar arah gerak pada masanya berpusat di eksternal. Ketika Tizar memimpin, ia membawa cita-cita untuk menumbuhkan perasaan satu keluarga di KM ITB. Saat itu, keadaan antarlembaga di kemahasiswaan ITB tidak harmonis, baik itu antara himpunan dengan kabinet, himpunan dengan unit, dan kabinet dengan unit. Alumni Planologi 2007 ini merasa tidak baik jika KM ITB berada dalam atmosfer penuh dengan rasa tidak suka. Maka, dia membawa tagline ‘KM ITB Asyik’ dimana dengan tagline tersebut, dia ingin megubah pandangan bahwa KM ITB bukan sesuatu yang menakutkan dan selalu dengan marah-marah melainkan ada perasaan satu keluarga. Untuk mensukseskan tagline tersebut, ia, ketua himpunan, dan perwakilan unit, roadshow ke kelas-kelas TPB untuk menunjukkan bahwa meskipun kita semua beda himpunan dan unit, tapi kita adalah satu ITB. Gerak kemahasiswaan di KM ITB yang belum sinergis antarlembaga disetujui oleh Mohammad Jeffry Giranza, mantan presiden
14|BoulevardITB
KM ITB 2014/2015. Berdasarkan data dari Kemenkoan PSDM dan hasil perjalanan kemahasiswaannya di ITB selama 4,5 tahun, ia menyimpulkan ada 4 tingkatan lembaga/komunitas di KM-ITB. Pertama, lembaga belum stabil, dengan ciri tidak siapnya organisasi karena kurangnya sumber daya manusia sebagai pengurus maupun anggota. Kedua, lembaga stabil, dengan ciri jumlah pengurus dan anggota yang mencukupi. Ketiga, lembaga dengan kekeluargaan sebagai tujuan. Cirinya adalah selalu mengejar kebersamaan dan kekeluargaan serta kecintaan yang tinggi terhadap lembaga tetapi tidak diimbangi dengan gerakan dan pengabdian yang setimpal. Tipe yang ketiga ini biasanya terjadi di himpunan. Terakhir, lembaga yang berorientasi menyelesaikan permasalahan bangsa, dengan ciri rutin melakukan diskusi dan pergerakan terhadap isu kebangsaan yang ada. Sebenarnya, tipe inilah yang sedang diupayakan oleh KM ITB. Arah gerak KM ITB yang ideal menurut Uda Yusuf adalah gerak kemahasiswaan yang bermanfaat buat masyarakat dan Indonesia. “Kalau tidak yg bermasalah,”
bermanfaat, ujar Uda
ada Yusuf.
Jeffry pun memiliki pandangan yang sama dimana sebenarnya tingkatan keempat itulah yang sedang diupayakan oleh KM ITB. Untuk mencapai KM-ITB ideal, kabinet harus menginsepsi lembaga sehingga bisa mencapai tingkat 4.
“Disebut pergerakan karena pergerakan harus sesuatu yang massive, bukan dikerjakan oleh sendirian. Ada kerja sama dengan orang lain dan ada upaya-upaya yang terorganisisar. Jadi, upaya itu lebih rapi dan terarah,” Pada zamannya, gerakan KM ITB didasari oleh kecintaan terhadap tanah air Indonesia dan ini dibuktikan dengan banyaknya wadah kemahasiswaan yang tumbuh seperti ITB Innovators Move, ITB Gallery & Partner, Tim Siaga Bencana, Gerakan Perlindungan Perokok Pasif, Reboedaya, Gowes Ganesha, dan Cisitu Berkebun. Untuk mencapai arah gerak yang ideal, unsur yang penting adalah pergerakan selaras. Tizar mengibaratkan KM ITB seperti sebuah perusahaan atau bisnis, dimana mahasiswa sebagai bagian bisnis harus memaksimalkan output dan meminimalkan input. Selaras adalah cara bagaimana mahasiswa bisa menghasilkan output lebih besar dengan biaya yang lebih kecil. Maksud biaya disini bukan uang, tetapi untuk organisasi kemahasiswaan yang paling tepat adalah waktu.
Laput setuju bahwa periodisasi yang serentak seperti Student Summit dapat meminimalkan biaya. Uda Yusuf pun mendukung adanya Student Summit karena penganggaran keuangan bisa lebih teratur, pemilihan presiden KM, ketua himpunan dan bagan lembaga lainnya bisa lebih rapih sehingga terjadi penyamaan frekuensi aktivisme mahasiswa. Meskipun demikian, transisi di awal yang akan membingungkan harus diterima. Adanya badan pengurus yang hanya punya waktu singkat di awal periodisasi serentak perlu dimaklumi untuk kehidupan mahasiswa yang lebih harmonis. Kemudian, bagaimana pergerakan KM ITB dari tahun ke tahun? Tizar berpendapat bahwa dari sisi internal, kemahasiswaan sudah lebih harmonis. Koordinasi antarlembaga sudah lebih bagus karena sudah ada saling pengertian. Akan tetapi, Tizar menyayangkan kurangnya wadah untuk menunjukkan karya mahasiswa ITB, seperti pagelaran seni budaya (PSB) pada zamannya. Tizar kurang menyetujui wadah apresiasi yang ada sekarang seperti ITB in Move karena didesain seperti lomba. “Mahasiswa seharusnya menciptakan sesuatu untuk memotivasi dan mengapresiasi mahasiwa berkarya. Suatu momen dimana massa kampus bisa have fun dan melihat sebenarnya kekayaan ITB tuh apa sih,” ujar Tizar.
“Periodisasi hanya setahun, masih sibuk dengan kuliah dan sebagainya. Selaras itu ketika mahasiswa tidak perlu berlama-lama berdebat di dalam masalah ini kita mau ngapain atau pembagian tugasnya gimana, tapi bisa mengalokasikan lebih banyak resource agar produktif,” jelas Tizar.
Selain itu, Jeffy juga berpesan bahwa KM ITB adalah lari estafet yaitu harus ada keberlanjutan gerakan dari setiap periode kepengurusan di KM-ITB. Gerakan inovatif yang diinisiasi oleh kabinet sebelumnya tidak boleh berhenti. Yang dulu pernah dilakukan oleh alumni Teknik Geologi 2010 dan kebinetnya adalah pembuktian dan membangun gerakan-gerakan ini bersama lembaga-lembaga yang sudah dipastikan keberlanjutannya, seperti himpunan, unit, ataupun tim independen. Harapannya lembaga-lembaga ini menjadi basis yang sangat kuat dalam setiap fokus isu masing-masing dan menjadi garda terdapan untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat bersama Kabinet KM-ITB.
Diskusi tetap harus ada, tetapi keputusan harus dibuat dalam waktu yang cepat supaya punya waktu yang lebih banyak untuk bekerja produktif. Untuk mencapai produktivitas yang baik, perlu dibuat aturan bersama. Tizar
Semoga saja, politik kampus kita bukan politik satu tahunan, tetapi terdapat program keberlanjutan bagi sistem-sistem yang telah baik dicanangkan, ditambah dengan inovasi khas setiap kepengurusan tentunya.
Edisi 79|15
Laput
Integrasi dan Festival:
Sejarah Baru Kaderisasi Kampus Gajah Oleh: Nurina Maretha Rianti
Bermula dari Sidang Istimewa Kongres, lalu tercetusnya Student Summit yang sukses diinisiasi oleh kabinet, hingga pembentukan formatur KM ITB dalam membicarakan kaderisasi dan periodesasi di Kampus ITB. Kemudian sedikit banyak dipoles oleh ketua panitia dan jajarannya, Integrasi terbentuk bukan hanya sekedar pergantian nama. Karenanya, dalam persiapan dan keberjalanan sosialisasi segala inovasinya, Integrasi banyak diwarnai pertentangan dari berbagai lembaga kampus. KISAH DI BALIK PERGANTIAN NAMA
P
olemik bermula dari serangkaian agenda formatur yang dianggap tidak representatif karena kehadiran lembaga yang sangat minim. Selain itu beberapa keputusan pun dianggap sepihak mulai dari adanya minimal IPK untuk calon ketua panitia KAT, yang akhirnya tidak diterapkan dipicu dari ramainya massa kampus yang menentang melalui akun media sosialnya masing-masing. Terakhir, keputusan untuk menggabungkan dua acara besar, OSKM dan OHU.
16|BoulevardITB
“Sebenarnya baik konsepsi maupun AD/ART tidak menjelaskan OSKM dan OHU, melainkan menjelaskan kaderisasi awal terpusat,” terang Miqdam Furqany selaku Ketua Panitia Integrasi 2016. “Saya rasa pembentukan formatur KAT (Kaderisasi Awal Terpusat, -red) ini prematur dan sepihak. Kami yang dulunya bagian dari OHU tidak sama sekali diberitahu. Sehingga mau tak mau aspirasi dari kami sangat minim,” tutur Almo Tarigan, Ketua Panitia OHU 2015, saat diwawancara di tempat lain.
Laput Forum formatur yang cukup panas dan panjang ini memang mempengaruhi keterlambatan dibentuknya panitia KAT. Hal itu diakui Miqdam bahwa lamanya formatur mempersingkat waktu persiapan menuju hari H, “Memang agak sedikit padat di awal, harus mengejar ketertinggalan. Tetapi cukup membantu juga. Forum ini meringkas banyak dokumen penting dalam suatu arahan. Forum ini menjadi kajian yang banyak sumbernya, arahan dari massa kampus, kementrian, presiden. Lalu diintisarikan menjadi lima arahan sehingga kami tak perlu kajian terlalu jauh.” Selain tidak dijelaskannya OSKM maupun OHU pada dokumen-dokumen legal KM ITB, Kabinet berpikir bahwa dari tahun ke tahun konsep OSKM hanya diterima mentah-mentah oleh panitianya. Karena itu, Miqdam mencetuskan untuk mengganti nama OSKM menjadi Integrasi. “Manusia memiliki mindset yang terprogram jika namanya sama, cenderung nggak ada proses berpikir, hanya meng-copas tahun lalu. Saya ingin kita berpikir, sebenernya dasar hukum dan tujuan yang tertera itu untuk apa,” tutur Miqdam, mendukung pernyataan Kabinet. Integrasi, atau Inisiasi Terpusat Keluarga Mahasiswa, menjadi pengganti OSKM dengan harapan dapat menjadi wadah untuk mengintegrasikan seluruh lembaga yang ada di Kampus ITB. Karena Integrasi boleh berbeda dengan OSKM, panitia menawarkan berbagai inovasi agar massa kampus tidak lagi membandingkan keduanya. Pertama, materi yang dibawa menekankan kata empati. “Saya mengangkat tema empati. Mungkin ini tak bisa dikatakan sebagai inovasi, setiap ketua KAT dari tahun ke tahun membawa materi yang berbeda,” tutur Miqdam. Kedua, alur materi yang dibalikkan, kader diperkenalkan terlebih dahulu realitas bangsa, lalu mengenal identitasnya sebagai mahasiswa. Miqdam menjelaskan, “Karena kita membawa empati, jadi kita membawanya dari luar ke dalam. Dari tahun ke tahun biasanya dari dalam ke luar. Menurut kami itu representasi nilai empati. Bahwasanya empati itu, kita memposisikan diri kita seperti orang lain. Nantinya itu menjadi suatu cara dan masukan kita untuk bergerak keluar.”
“Manusia memiliki mindset yang terprogram jika namanya sama, cenderung nggak ada proses berpikir, hanya mengcopas tahun lalu. Saya ingin kita berpikir, sebenernya dasar hukum dan tujuan yang tertera itu untuk apa,”
Ketiga, tidak ada lagi OSKM dan OHU, begitu
Edisi 79|17
Laput yang ditekankan panitia. Lewat beberapa mata acara yang cukup jauh berbeda dari tahun lalu. Interaksi fakultas akan diubah menjadi diskusi bersama yang melibatkan seluruh lembaga. “Kami ingin menghilangkan kesan senioritas, karena kita itu adik-kakak,” ujar Miqdam. Kemudian kegiatan yang melibatkan lembaga akan diperbanyak, dengan adanya talkshowdari Kabinet, Kongres, dan MWA WM. Lalu menghadirkan unitunit agama saat Isoma dan mengundang seluruh lembaga saat pembukaan dan penutupan. Mata acara berikutnya yang baru adalah materi PKM. “KAT tahun ini adalah pertama kalinya ada materi PKM yang terstruktur. Dengan outputabstrak yang nanti akan di-follow up oleh kementrian terkait yang bisa dimasukkan ke pimnas.” Selain itu, Miqdam juga menjelaskan bahwa panitia mencoba mengenalkan mahasiswa baru atas beberapa macam pergerakan. Jika sudah ada pergerakan di bidang karya dalam materi PKM. Panitia pun sedang menggodok materi yang menggambarkan pergerakan di bidang lain, kemungkinan simulasi aksi untuk bidang sosial politik. “Kami maunya searah dengan Kabinet, karena mereka nantinya akan bergerak diwadahi Kabinet yang diketuai Dhika. Dhika fokus pada inovasi dan sosial politik. Jadi kami pun menggodok metode untuk merepresentasikan pergerakan di bidang itu.” FESTIVAL SEBAGAI INOVASI TERBESAR
18|BoulevardITB
Festival menjadi satu acara yang sangat disoroti dan menjadi perhatian seluruh massa kampus, terutama lembaga unit kegiatan mahasiswa. Karena jika Integrasi dianggap sebagai pengganti OSKM, festival dianggap sebagai pengganti OHU. “Tujuan, konsep, dan teknis sangat jauh berbeda. Bener-bener baru ada tahun ini. Kami sedang menggodok inovasi baru,” lanjut Miqdam bercerita. Mengenai pergantian nama, Almo pun mengatakan bahwa metode dan konsep harus diperbaharui. Namun, ia kembali menekankan pada penggabungan OSKM dan OHU, “Latar belakang keduanya berbeda, membentuk gap yang besar antara OSKM dan OHU, hingga bisa fatal eksekusinya jika KAT atau penggabungan ini merujuk atau sama persis pada OSKM,” ujarnya. Pada forum 24 Juni 2016, M. Hamzah Permana, selaku ketua divisi Festival berkali-kali menekankan agar massa kampus memiliki benchmark bahwa Festival berbeda dengan OHU, bahkan Festival bukanlah OHU. “Kalau dibandingin susah. Yang udah-udah bagus karena udah punya parameter dan evaluasinya tersendiri,” tutur Hamzah saat diwawancara setelah forum usai. Senada dengan Miqdam di tempat lainnya, “OHU itu satu acara besar, nggak seimbang, sedangkan festival mata acara dari Integrasi.”
Laput Forum yang dilaksanakan di Basement Labtek VII itu sudah lebih tenang dibandingkan forum sebelumnya di Pilotis Geodesi pada Rabu (15/06). Hal itu diakui Hamzah karena di forum 15 Juni itu, ia tidak melakukan framing terlebih dahulu mengenai apa itu Festival. “Festival ini hanya metode, part of Integrasi, yang menjadi acara puncaknya Integrasi. Yang tadi dijelaskan sebagai interaction day di hari ke-empat. So, gimana caranya kita ngebawa kaderisasi dengan bentuk festival,” jelas Hamzah.
mendaftar. Karena konsepnya memperkenalkan secara intim. Jika OHU dihilangkan, perlahan unit akan mati. Unit perlu diperkenalkan, sedangkan HMJ tak perlu karena pasti dilalui dan rekrutmennya tidak seenaknya sesuai minat dan bakat.” Hamzah menyadari bahwa unit sangat bergantung pada Festival. Namun kembali pada konsep yang telah dibentuk panitia, jika OHU all about unit, Festival adalah all about us. Menurut Hamzah, marketing unit tidak hanya dapat dilakukan di Festival atau OHU, “Dari awal Integrasi sudah bisa buka pendaftaran online, lalu panitia memfasilitasi defile, sedang digodok juga iklan unit lewat OA. Bisa saja, lewat pendaftaran online, peserta dapet voucheryang bisa ditukar di stand unit, atau langsung diajak ke sekrenya, lebih interaktif.”
“OHU itu satu acara besar, nggak seimbang, sedangkan festival mata acara dari Integrasi.”
Mengenai kegelisahan UKM, Hamzah menggarisbesarkan menjadi beberapa hal, yaitu soal waktu yang mengapa tidak ada jeda seminggu seperti OHU, SDM yang fokus kerjanya terbagi karena beberapa menjadi panitia lapangan, dan porsi yang terasa dikurangi. Soal SDM di hari Festival, Fadly selaku Kordinator Lapangan telah menjelaskan tiga opsi. Pertama, seluruhnya adalah panitia lapangan. Kedua, meminta bantuan kepada Menwa. Ketiga, kolaborasi panitia lapangan dan Menwa. Namun sebelumnya Fadly akan melakukan pendataan mengenai distribusi kerja panitia lapangan di hari festival. Jika memang mereka dibutuhkan unit, panitia tersebut tidak akan diturunkan untuk kebutuhan Festival. Lalu mengenai porsi yang dikurangi, “Kami tidak mengambil hak unit, tetapi menggesernya. Secara kalkulatif, jika dulu unit di OHU 100%, semuanya difokuskan di OHU. Kalau sekarang mungkin, 50% di Festival. Tetapi 50% lagi digeser bukan dihilangkan, 50% itu terbagi di tiga hari Integrasi sebelumnya atau mungkin hari sebelum Integrasi,” terang Hamzah. Almo kembali menegaskan bahwa OHU adalah apresiasi untuk UKM, “Fungsi OHU sebenarnya untuk menyamaratakan, menjual, dan mempertunjukkan UKM, baik itu UKM kecil atau yang sudah besar. Kita kemas dalam mempertunjukkan tanpa kecuali, sama rata, agar unit kecil juga terlihat sama keren, sehingga ada peningkatan orang yang
“Festival hanya sistensi, sedangkan belum hari H.”
menunjukkan ekmarketing bisa selanjutnya bercerita.
Selain tiga hal yang digarisbesari Hamzah, kekhawatiran unit juga terpusat pada kegiatan unit yang terasa dikesampingkan. Bioskop kampus dan foto studio LFM serta radio OHU dari Radio Kampus dan 8EH terancam kehadirannya. Irsyad Firsandi, selaku Ketua Bidang Acara menjelaskan, “Kasarnya gini, unit butuh A, kita nggak bisa langsung jawab A. Tapi kita sama-sama pikirkan bersama unitnya. Lalu juga apakah kita sanggup memfasilitasi itu.” Kini, UKM tak bisa banyak bargantung pada acara sebesar OHU, tapi Integrasi khususnya Festival masih sangat dapat dimanfaatkan. Panitia pun sudah berjanji tidak akan merampas hak unit. Yang perlu dilakukan adalah tidak banyak menuntut tetapi sama-sama berbincang agar kegiatan yang baik dan membesarkan unit masih bisa dipertahankan. Saling menurunkan ego, agar tersentuh hingga ikut berempati dan bergerak bersama-sama.
Edisi 79|19
Laput
Kisah Mereka yang di Sana Oleh: Juang Arwafa
Akhir-akhir ini, sang gajah sedang banyak bertanya. Bertanyatanya tentang bagaimana dirinya bisa mendorong kawanannya untuk bergerak sinergis, tentang bagaimana kawanannya menjadi lebih baik lagi. Dalam usahanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, sang gajah telah banyak berpikir dan mengkaji hingga buah hasilnya adalah pertemuan akbar yang mempertemukan seluruh angggota kawanannya. Akan tetapi, jawaban atas pertanyaan sang gajah bisa saja datang dari cerita kawanan-kawanan lain.
S
etiap universitas memiliki sistem kemahasiswaan yang berbeda-beda. Di ITB, konsepsi KM-ITB menegaskan bahwa kongres adalah perwujudan kedaulatan tertinggi ditangan seluruh mahasiswa. Akan tetapi, konsepsi kemahasiswaan juga tetap menjunjung otonomi tiap-tiap lembaga kemahasiswaan, baik himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) maupun unit kegiatan mahasiswa (UKM), dalam menjalankan program dan aktivitasnya. Sementara itu, Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang bertempat di kota pelajar Yogyakarta, memiliki konsepsi kemahasiswaan yang sedikit berbeda. Dhimas Panji, Ketua LEM-UII (Lembaga Eksekutif Mahasiswa, -red) 20152016, menuturkan bahwa KM-UII menjunjung tinggi student government dengan sistem layaknya pemerintahan parlementer. Hal tersebut menjadikan lembaga legislatif tingkat univer-
20|BoulevardITB
sitas, DPM-UII (Dewan Permusyawaratan Mahasiswa), sebagai nakhkoda utama kemahasiswaan di UII. LEM-UII dan lembaga kemahasiswaan lainnya hanya bertugas menyusun dan menjalankan program kerja yang telah disetujui oleh DPM UII. Dengan otoritas penuh, DPM-UII merumuskan dan mengawasi pergerakan kemahasiswaan di UII. Setiap tahunnya, DPM-UII mengundang seluruh perwakilan lembaga kemahasiswaan di UII untuk menghadiri suatu forum terpusat yang dinamakan Sidang Umum KM-UII. Terkait konsep Sidang Umum ini, Dhimas menjelaskan, “Sebagai sebuah forum penyatu UII, KM UII merupakan gabungan dari DPM, LEM, DPM dan LEM ditingkat fakultas, dan UKM. DPM pusat memegang kontrol penuh terhadap KM-UII. DPM menyelenggarakan Sidang Umum KM-UII yang akan membahas seluruh hal yang men
Laput gangkut
kemahasiswaan
di
UII.”
Secara umum, konsep Sidang Umum KM-UII tidak jauh berbeda dengan Student Summit di ITB. Hanya saja, Sidang Umum KM-UII diselenggarakan dan dikontrol oleh DPM-UII yang setingkat dengan kongres, sementara Student Summit KM-ITB merupakan program dari Kabinet KM-ITB. Berbagai hal dibahas di Sidang Umum KM-UII, mulai dari pedoman dasar KMUII, garis-garis besar haluan KM-UII, keuangan lembaga, periodesasi, dan bahkan peraturan administrasi hingga aturan surat menyurat. Hasil dari Sidang Umum ini adalah TAP SU, Ketetapan Sidang Umum yang akan menjadi landasan kerja setiap lembaga kemahasiswaan di UII. Salah satu pembahasan yang menarik dari Sidang Umum di UII adalah periodisasi lembaga kemahasiswaan mereka. Melalui Sidang Umum, KM-UII telah menerapkan periodisasi serentak yang teknis umumnya tertulis di TAP SU. Periodisasi seluruh lembaga kemahasiswaan di UII dimulai bersama-sama di hari ditetapkannya TAP SU. Sangat berbeda dengan di ITB, dimana periodisasi serentak masih hanya menjadi isu umum ditengah hegemoni kemahasiswaan. Selain periodisasi, anggaran kemahasiswaan juga menjadi bahasan utama di Sidang Umum KM-UII. Terkait dengan anggaran, KM-UII memiliki mekanisme tersendiri. Seluruh dana yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan kemahasiswaan di UII dihimpun dari iuran wajib maha-
siswa. Dana yang telah dihimpun akan dibagikan dengan mekanisme pembagian dana yang telah dibahas dan diputuskan di Sidang Umum. Teknis penyaluran anggaran dari pusat akan tetap dikontrol dan diawasi oleh DPM pusat. “Sebuah forum sebesar Sidang Umum memberikan dampak yang sangat berarti bagi keberjalanan kemahasiswaan di UII. Pergerakan satu periode kepengurusan setiap lembaga di KM-UII mengacu pada TAP SU yang dihasilkan, karena memang pembahasan disana berkaitan dengan arah gerak seluruh lembaga. Sidang Umum juga merumuskan visi dan misi KM-UII yang akan menjadi rujukan para delegatoris dan Ketua umum LEM UII untuk membuat visi dan misi lembaga yang dipimpinnya.” Ujar Dhimas ketika ditanya mengenai manfaat Sidang Umum KM-UII. Lain UII, lain pula Universitas Diponegoro Semarang. Sistem kemahasiswaan UNDIP tidak jauh berbeda dengan ITB. Ahmad Baikuni Perdana, Kepala Bidang Harmonisasi Kampus BEM UNDIP 2016, menerangkan bahwa tiap-tiap lembaga kemahasiswaan di UNDIP memiliki wewenang sendiri dalam merumuskan program kerja mereka. “Di tingkat universitas, UNDIP memiliki BEM sebagai lembaga eksekutif dan Senat sebagai lembaga legislatif. Tiap fakultas dan jurusan memiliki lembaga eksekutifnya sendiri, sementara lembaga legislatif hanya ada sampai tingkat fakultas. Garis hubungan diantara lembaga-lembaga ini adalah koordinasi.
“Harmonisasi kampus juga sudah menggalakan sebuah gerakan untuk seluruh mahasiswa UNDIP. Gerakan ini dinamai GACU, Gerakan Aku Cinta UNDIP, yang merupakan gerakan penanaman kecintaan terhadap almamater.” Edisi 79|21
Laput
Setiap lembaga menyusun program kerja yang sesuai dengan Pedoman Pokok Organisasi Unversitas,” ujar pria yang akrab disapa Kuni ini. Kuni mengakui bahwa sistem kemahasiswaan di universitasnya masih memiliki kekurangan. Tiap organisasi mahasiswa ditingkat manapun pasti memiliki ego masing-masing. Hal tersebut terjadi karena belum terlalu mengikatnya hubungan antara organisasi pusat dengan organisasi dibawahnya. Akan tetapi, BEM UNDIP memiliki cara tersendiri untuk memperbaiki kekurangan ini. “Untuk membangun kemahasiswaan yang sinergis dan dalam rangka menyamakan arah gerak, BEM UNDIP membentuk bidang harmonisasi kampus yang berada dibawah internal kampus. Tugas dari bidang ini adalah berkoordinasi dengan BEM fakultas dalam mengambil kebijakan. Harmonisasi kampus juga sudah menggalakan sebuah gerakan untuk seluruh mahasiswa UNDIP. Gerakan ini dinamai GACU, Gerakan Aku Cinta UNDIP, yang merupakan gerakan penanaman kecintaan terhadap almamater. Untuk memperbaiki sistem yang sudah ada memang sulit, karena itu kami memanfaatkan nilai ikatan yang sudah ada,” tutur Kuni. Selain itu, UNDIP juga mulai berusaha untuk menerapkan periodesasi serentak. Kuni menceritakan bahwa lembaga-lembaga yang berada di tingkat fakultas telah melakukan pelantikan serentak beberapa waktu lalu. Akan tetapi, untuk lembaga ditingkat jurusan seperti himpunan mahasiswa jurusan, masih be-
22|BoulevardITB
lum bisa melaksanakan periodisasi serentak. Ketika ditanya latar belakang UNDIP dalam menerapkan periodisasi serentak, Kuni menjawab, “Latar belakangnya adalah untuk menyatukan arah gerak setiap organisasi se-UNDIP. Selain itu, kami juga memiliki rencana untuk merumuskan rencana strategis organisasi mahasiswa se-UNDIP.” Dari setiap kisah dan cerita, selalu ada makna dan hikmah yang dapat dipetik. Sekarang, semua kembali pada kebijaksanaan sang gajah, mau dibawa kemanakah kawanannya ini?
Laput
Lima Bulan Berlalu, Sudah Selaraskah Kita? Oleh Dzikra Yuhasyra dan Nurina Maretha R.
“Hasil kesepakatan yang dilakukan dengan cara musyawarah dalam Student Summit dituangkan dalam bentuk MoU (Memorandum of Understanding) antar lembaga terkait yang disahkan pada akhirnya dengan ketetapan Kongres KM ITB tentang keabsahan hasil Student Summit.” Ketetapan Kongres KM ITB Nomor 001 Tahun 2016 Tentang Student Summit, poin 6, Keabsahan Hasil.
K
etetapan Kongres tersebut menjelaskan bahwa kesepatakan setiap lembaga akan dituangkan pada MoU dan hasil akhir berupa TAP yang akan dikeluarkan oleh Kongres. Namun pada keberjalanannya, masih ada beberapa sektor yang tidak mengeluarkan MoU, seperti sektor Sosial Politik serta sektor Media Informasi. Yang ada hanyalah kesepakatan lisan dan notulensi berupa rangkuman output Student Summit pada setiap sektor. MoU berisi peraturan umum, kesepakatan, paket-paket kerjasama yang ada terutama antara Kabinet dan lembaga. Mahadhika Zein, Ketua Kabinet KM ITB 2016, mengatakan bahwa banyak lembaga yang tidak ingin menggunakan MoU karena tidak ingin terikat. Namun supaya terdapat hitam diatas putih, Kabinet tetap mengusahakan adanya MoU agar bukti dan sanksinya jelas. Soal MoU, Dhika menanggapi, “Yang sulit ditemukan itu sanksinya seperti apa. Dengan adanya sanksi, apakah itu mengurangi esensi kita sebagai Keluarga Mahasiswa?” Tanpa MoU, memang banyak kesepakatan Student Summit yang tetap berjalan. Tetapi karena tidak adanya keterikatan, beberapa kegiatan berjalan kurang maksimal. Seperti halnya dalam
sektor Sosial Politik, banyak massa kampus yang mengakui bahwa sektor ini adalah sektor yang paling terlihat perkembangannya, dengan intensitas kajian rumpun yang semakin sering. Namun intensitas tersebut ternyata tidak sebanyak apa yang dulu direncanakan. “PSIK diminta bantuan buat bertanggungjawab pada rumpun pemerintahan-polhukam. Dua-tiga pertemuan jalan, abis itu jalan di tempat,” terang Anton Kurniawan selaku Ketua Unit PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan, -red). Pada sektor Media Informasi, sebelum adanya Student Summit, Kabinet memang selalu mengeluarkan MoU bersama unit-unit media (Boulevard, Pers Mahasiswa, Radio Kampus, 8EH, -red) mengenai kegiatan-kegiatan Kabinet apa saja yang perlu diliput oleh unit media. Namun pada tahun ini, hingga artikel ini ditulis MoU belum keluar. Kementrian terkait menjanjikan MoU akan keluar bulan Agustus karena beberapa kementrian belum rampung mendata kegiatan apa saja yang perlu diliput. Akibat belum adanya MoU di awal dan terkadang unit media pun kurang tanggap terhadap isu, banyak kegiatan yang tak diliput seperti aksi yang dilakukan KM ITB tempo lalu dan kegiatan monev PKM.
Edisi 79|23
Laput Lain halnya dengan sektor Sosial Politk dan Media Informasi, beberapa sektor justru sudah menjalankan kolaborasi sebelum terselenggaranya Student Summit pada tahun ini. Seperti sektor Seni Budaya dengan acara Cisitu Gonjang Ganjing dua tahun lalu, dan sektor Olahraga dan Kesehatan dengan kegiatan rutin Olimpiade. “Sebenarnya kalau unit senbud sudah punya wadah panggung kolaborasinya sendiri yang kebetulan pada Student Summit juga sekalian dimatangkan. Pada saat itu belum terasa kolaborasinya karena hanya unit-unit tampil bergantian,” tutur M. Danang P., selaku Ketua Unit KPA (Keluarga Paduan Angklung, -red)
“Sebenarnya kalau unit senbud sudah punya wadah panggung kolaborasinya sendiri yang kebetulan pada Student Summit juga sekalian dimatangkan. Pada saat itu belum terasa kolaborasinya karena hanya unitunit tampil bergantian,” 24|BoulevardITB
Selain MoU yang masih ditunggu-tunggu oleh beberapa lembaga, Kabinet sendiri pun masih menunggu keluarnya TAP dari Kongres. “TAP targetnya udah lewat, kita menyesuaikan saja dengan Kongres, agenda mereka mungkin sudah padat. Sepakat sih sudah, tapi tanda tangan resmi belum ada,” terang Dhika. Saat dikonfirmasi ke Kongres, Fadil Kusuma, Ketua Komisi Perbaikan Sistem Kongres KM ITB mengatakan bahwa ketetapan kongres yang mengatur Student Summit hanya TAP 001 Tahun 2016 saja. Fadil melanjutkan, “Bentuk kesepakatan MoU aja tanpa TAP untuk kesepakatan antara kabinet dengan lembaga. Pengawasannya juga dilakukan berbarengan dengan pengawasan peer to peer oleh senator kongres dengan kabinet.” Diluar polemik MoU dan TAP sebagai semestinya keabsahan akhir, Student Summit juga membahas tentang formatur kaderisasi awal terpusat dan pengaturan timeline agar setiap lembaga tidak lagi berebut massa untuk setiap kegiatan yang dilakukannya. Dulunya, Dhika berharap agar Student Summit dapat menggabungkan proker-proker hingga mengoptimalkan kolaborasi dan mengefektif-efisienkan timeline akibat periodesasi serentak setelah framing arah gerak pada Student Summit. Acara-acara besar yang waktunya bertabrakan beberapa sudah dapat diatasi dengan tempat yang berbeda, seperti acara Pharmanova HMF dan BE Summit HMRH di bulan November 2016. Namun yang menjadi masalah adalah jika acara besar tersebut memiliki target massa yang
Laput sama, acara yang paling signifikan adalah Integrasi dengan orientasi studi beberapa HMJ. “Pada saat itu (formatur, -red), kami belum fiksasi waktunya untuk kaderisasi. Intinya sama aja tiap tahun juga begitu, ada yang bentrok wajar,” tutur Bimo Aryo, sebagai Ketua HMIF, salah satu HMJ yang waktu osjurnya beririsan dengan Integrasi. “Timeline kita, masuk kuliah udah tinggal akhir-akhir osjurnya. Soalnya kita tahu dari panitia maupun peserta berat ngejalanin osjur ditambah kuliah,” tambahnya. Senada dengan HMIF, HMRH pun tidak memungkinkan mengadakan osjur pada saat waktu kuliah, sehingga mau tidak mau lagi-lagi peserta harus memilih kaderisasi terpusat atau kaderisasi himpunan. “Dari tahun ke tahun memang begitu, sulit juga cari solusinya. Ditambah lagi kalau di SITH, memang nggak boleh ada osjur saat masuk masa perkuliahan. Paling, kami hanya menitipkan semacam materi untuk si peserta osjur himpunan di dikpus (diklat terpusat, -red) Integrasi. Makanya kami coba mewajibkan anak-anak 2015 ikut dikpus biar gaul juga sih sama anak ganesha,” ujar M. Firmansyah, Ketua Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati. Dhika
mengakui
bahwa
pekerjaan
menumpuk di awal tahun, mulai dari merancang proker-proker, limpahan wewenang keuangan, hingga mempersiapkan mekanisme Student Summit, sehingga kabinet tidak memikirkan mekanisme detail pasca Student Summit yang juga sama pentingnya. Bimo mengatakan, dengan adanya Student Summit, kabinet seolah muker (musyawarah kerja, -red) kepada massa kampus, jadi rasanya proker kabinet lebih melibatkan massa. Senada dengan Firman, walau tak dapat melakukan komparasi dengan tahun-tahun sebelumnya mengenai ada tidaknya penyamaan arah gerak seperti Student Summit. Menurutnya ini adalah awal yang baik meskipun dampaknya tak terlihat secara kasat mata dibanding awal Student Summit dilakukan. Lagi-lagi, langkah besar dengan segala keputusannya untuk berinovasi, akan selalu diwarnai atensi bermacam-macam khususnya sebuah pertentangan oleh kawanan yang terlibat menjadi rakyat. Mereka mengakui bahwa langkah ini adalah awal yang baik. Sudah banyak teman yang berhasil menderapkan langkah serupa, maka tak menutup kemungkinan kalau kita juga dapat melakukannya, dengan menutupi segala kegelisahan rakyat lewat kesiapan untuk melangkah bersama.
kabinet
Edisi 79|25
Kampus
S
ejak ditutup pada awal tahun 2013 lalu, gerbang belakang kampus ganesha telah menjadi buah bibir di kalangan massa kampus. Sebagian menentang penutupannya, terutama massa unit yang mendiami sunken court. Beberapa bahkan berani meloncati teralis penutup gerbang sebagai simbol perlawanan. Namun apadaya, keputusan petinggi kampus sudah bulat. Pada akhirnya gerbang belakang tetap terkunci rapat hingga saat ini. Pengembangan kampus menjadi alasan utama dikorbankannya gerbang belakang. Dalam audiensinya dengan massa kampus, rektorat menegaskan adanya pembangunan gedung-gedung baru yang membuat gerbang belakang harus ditutup untuk alasan keselematan. Dari pernyataan tersebut, massa kampus menyimpulkan bahwa gerbang berlakang akan segera dibuka setelah pembangunan gedung-gedung tersebut selesai. Akan tetapi, bahkan setelah CADL dan CAS berdiri kokoh, tirai besi yang menutup gerbang belakang belum juga tersibak. Penundaan pembukaan gerbang belakang tentu membuat massa kampus kecewa. Dari keke-
Ada Apa Dengan Gerbang Belakang? Oleh: Juang Arwafa Cita, Teo Wijayarto
26|BoulevardITB
cewaan tersebut, muncul isu-isu lain yang membayangi alasan ditutupnya gerbang belakang, mulai dari amblasnya tunnel saraga hingga pemberangusan PKL dayang sumbi. Apa kata K3L? Gerbang belakang sebenarnya telah menjadi perhatian K3L sejak lama. Dalam rencana pembangunan yang diterima K3L, gerbang belakang memang akan dibuka dengan beberapa ketentuan khusus. “Gerbang belakang akan dibuka hanya untuk pejalan kaki. Sementara kendaraan bermotor akan masuk lewat gerbang dayang sumbi yang menuju ke jalan D dan keluar lewat gerbang CADL,� ujar Aban, Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban UPT K3L. “Gerbang belakang memang sejak awal sudah direncanakan akan dibuka kembali. Hanya saja, sampai saat ini belum ada penyerahan dari pihak pengembang ke rektorat. Pembukaan gerbang belakang hanya bisa dilakukan jika sudah ada keputusan dari Pengembangan ITB. Baru setelah keputusan itu terbit, Sarana Prasana ITB akan memerintahkan K3L un-
Kemampuan mahasiswa dalam mengaktualisasi diri tak terlepas dari kemudahan dalam mengakses forum-forum kemahasiswaan. Tidak mengejutkan jika banyak protes dilayangkan saat gerbang belakang yang menjadi akses utama sunken court, salah satu arena teraktif kemahasiswaan ITB, ditutup. Protes berhasil sedikit diredam dengan audiensi dan sebuah pengharapan. Massa kampus hanya tinggal duduk menunggu, dengan kesiapan penuh untuk dapat menagih janji rektorat kapan saja. Lantas, apakah pihak-pihak yang berkuasa sudah siap menepati janjinya?
Kampus tuk membuka gerbang belakang� lanjut Aban. Saat ditanya alasan gerbang belakang yang hanya diperuntukan untuk pejalan kaki saja, Aban menuturkan bahwa kekuatan jalan ITB yang melintang di atas tunnel tidak memungkinkan untuk dijadikan pintu keluar masuk kendaraan bermotor. Akan tetapi, tidak tepat jika amblasnya tunnel merupakan faktor yang membuat gerbang belakang ditutup. Bagian yang amblas di Jalan Tamansari adalah saluran air, bukan tunnel itu sendiri. Bagian tunnel yang ada di bawah Jalan Tamansari sudah dipastikan kuat menahan beban kendaraan yang lalu lalang diatasnya. Akan tetapi, polemik gerbang belakang ternyata bukan hanya urusan internal ITB saja. Aban menjelaskan bahwa pembukaan gerbang belakang juga harus melibatkan pemerintah kota Bandung. Pasalnya, gerbang belakang masih dibayang-bayangi oleh PKL Dayang Sumbi yang menempati trotoar di samping gerbang. “Gerbang belakang tidak bisa dibuka karena masih terhalang oleh kios-kios pedagang. Dulu sudah hampir diselesaikan oleh pemerintah kota,
tapi masih ada mahasiswa ITB yang ikut campur. Padahal para pedagang itu berjualan di zona merah. Kios-kiosnya juga menimbulkan bau. Masak kampus yang sudah berdiri semegah ini masih terlihat kumuh di gerbangnya sendiri.� tutur Aban. Rektorat dan pemerintah kota berusaha untuk tidak menutup mata. Salah satu solusi yang dipilih untuk menyelesaikan masalah PKL sekaligus mempermudah pembukaan gerbang belakang adalah dengan merelokasi PKL Dayang Sumbi ke kios-kios di depan pintu SBM. Setelah relokasi selesai, para PKL diharapkan untuk bisa pindah dari trotoar sehingga kios mereka tidak lagi menghalangi pembukaan gerbang belakang. Terlepas dari polemik yang menghiasi penutupan gerbang belakang, banyak suara yang menagih janji rektorat untuk membuka gerbang tersebut. Pembangunan gedung baru tidak bisa lagi dijadikan alasan hingga akhirnya PKL yang dijadikan dalih baru rektorat dalam mempertahankan penutupan gerbang. Akan tetapi, sesuai dengan hakikatnya, setiap janji wajib ditepati.
Edisi 79|27
Kampus
PKM Lagi-Lagi oleh Lisa Santika Onggrid
Masalah PKM seolah telah menjadi duri dalam daging bagi ITB. Di perhelatan tahunan prestisius bagi mahasiswa ini, kinerja ITB yang begitu-begitu saja dan kenyataan bahwa ITB tak pernah sekalipun meraih gelar tertinggi yang ditawarkan, sudah jadi cemoohan basi. Sementara, kampus-kampus lain bergiliran naik podium, bahkan menjadi langganan juara. Sindiran nyelekit bisa terdengar, “ITB yang katanya nomor satu di saintek, hasilnya mana?”
Pihak kampus tampaknya resah karena PKM dijadikan tolok ukur prestasi kemahasiswaan dalam banyak audit. Salah satunya, dalam parameter kinerja dalam audit kontrak kinerja bantuan hibah kepada PTN-BH. “60% dari PKM,” sebut Sandro Mihradi, Ketua Lembaga Kemahasiswaan (LK) ITB. Pada hasil yang sempat dirilis dan dibagikan beberapa waktu lalu, indeks prestasi kemahasiswaan ITB hanya 1.9 dari skala 10. 40% lainnya dari olimpiade nasional dan lomba minat bakat. “Sebenarnya saya tidak begitu setuju dengan kriteria begitu,” sebut Sandro, menunjukkan bahwa ITB sebenarnya punya banyak prestasi di luar PKM, misalnya ON-MIPA. Namun demikian, jelas bahwa reputasi ITB di PKM perlu dibenahi. Salah siapa? Bola panas bergulir dari tahun ke tahun, sebagian mengatakan kurangnya perhatian dari pihak kampus, sebagian mengatakan mahasiswa terlalu tidak peduli. Apapun itu, inisiatif demi inisiatif diluncurkan, dan beberapa tahun terakhir satgas PKM terlihat ramai menyapa media sosial untuk terus mengingatkan civitas akademika ITB akan keberadaan program ini. Sesi konsultasi PKM pun sudah jamak diadakan. Kini, usaha terbaru dari kampus adalah dengan memberikan beasiswa. Seperti apa? Beasiswa PKM Menurut Sandro, beswan diharuskan membuat proposal PKM. Proposal tidak harus diterima atau
28|BoulevardITB
melewati tahap seleksi tertentu. “Kita meminta pendaftar beasiswa untuk minimal bikin proposal. Masalah diterima atau tidaknya, itu belakangan, yang penting mereka berusaha ikut.” Beasiswa yang diberikan berupa kupon makan siang. Rischa Octoviany (PL ’15) adalah salah satu beswan program terbaru ini. Menurutnya, saat ini penerima beasiswa masih diharapkan mandiri karena belum adanya sistem evaluasi dan pelaporan ke pihak kampus. Sebutnya, pada perjanjian beasiswa tidak ada batas periode beswan harus sudah mengumpulkan proposal, dan beswan yang sedang mengikuti PKM saat penandatanganan perjanjian tidak perlu lagi ikut PKM periode berikutnya. “Belum ada pemberitahuan atau peringatan (untuk) kami mengikuti PKM (hingga saat ini).”Hal ini, menurut Rischa, sempat membuatnya bertanya-tanya apakah program ini sebenarnya masih berjalan. “Saya berharap mendapat bimbingan, mungkin sekadar dikumpulkan para beswan wajib PKM agar bisa mencari tim, karena saya merasa di lingkungan saya belum ada orang-orang yang tertarik mengikuti PKM.” Sebagai orang yang baru pertama kali akan mengikuti PKM, Rischa merasa kebingungan dengan metode lepas tangan ini. Beasiswa wajib PKM adalah usulan dari seorang pembina PKM ITB beberapa tahun yang lalu. Sebagai generasi pertama, Rischa memang mengalami masa-masa percobaan. Namun, tampa-
Kampus
“Pada hasil yang
sempat dirilis dan dibagikan beberapa waktu lalu, indeks prestasi kemahasiswaan ITB hanya 1.9 dari skala 10”
knya, lubang-lubang dalam program ini tengah berusaha ditambal oleh LK dan Satgas PKM ITB, walau beswan diharapkan juga punya inisiatif untuk mencari tahu program yang diselenggarakan di kampus untuk mendukung PKM. “Soal dibiarkan begitu saja, sebenarnya massa kampus telah diberikan pelayanan seperti biro jodoh, Coaching Clinic, sosialisasi, seminar, pemeriksaan proposal dan banyak lagi. (Hal seperti ini) tidak bakal diberikan satgas terpusat di universitas lain,” kata Cristian Angga Jumawan (MS ’14) selaku Ketua Satgas PKM ITB 2015/2016. Angga mengakui bahwa sistem evaluasi dan pelaporan mesti diperbaiki, tapi juga berharap beswan tidak mengumpulkan proposal sekadar untuk memenuhi kewajiban beasiswa, namun terdorong oleh keinginan berkontribusi untuk ITB. “Untuk sesuatu yang besar diperlukan koordinasi yang besar juga,” katanya merujuk hubungan beswan, satgas, dan LK. Menurutnya, saat ini satgas sudah kewalahan melayani massa kampus secara umum sehingga akan sulit jika harus pula memberi pelayanan khusus atau lebih terhadap beswan wajib PKM. Apalagi, data beswan belum dapat diminta dari LK.
pelopor karya,” kata Angga lagi. Apakah pemberian beasiswa ini dapat menggenjot keberhasilan ITB? Hanya waktu yang bisa menjawab. PKM, Apa dan Mengapa? LK mengaku bahwa banyak cara lain diupayakan, mulai dari diskusi bersama KM, konsultasi alumni PKM, sebelum kini mencoba pemberian insentif dan beasiswa. Beruntung, masalah kontrak kinerja membuat rektorat kini memberi perhatian pada PKM pula. Ya, dikatakan bahwa pejuang PKM sekarang berhak atas dana talangan guna mengantisipasi dana pemerintah yang telat cair. Pembimbingan fakultas akan diadakan mulai tahun depan, dan insentif juga akan diberikan pada fakultas dan prodi yang aktif mengikuti PKM. Mengapa tidak sekalian diwajibkan saja? Sandro beralasan bahwa hal tersebut berlawanan dengan pandangan kemandirian mahasiswa. LK memberikan sosialisasi dan dorongan, namun tidak akan memaksakan mahasiswa. Selain itu, sebutnya, ITB menginginkan hasil PKM tetap berpusat di tangan mahasiswa. “Kalau di kampus lain itu sudah masif. Kalau saya lihat itu sudah sampai titik yang tidak sehat. Peran dosen, rektor, aparat perguruan tinggi porsinya lebih besar dari mahasiswanya sendiri.” Apakah ini cukup untuk melegitimasi dosen yang lepas tangan? Sekali lagi, Sandro menekankan bahwa yang dikejar adalah kualitas, bukan kuantitas, dan bahwa kualitas sulit didapatkan dari keterpaksaan semata.
Angga tidak setuju jika beswan nantinya diwajibkan ikut dalam semua kegiatan satgas. Selain sulitnya pengawasan, kegiatan satgas saat ini ditujukan untuk beragam masalah seputar PKM dan dapat dihadiri sesuai kebutuhan.
Lanjutnya, banyak mata kuliah di ITB yang sebenarnya sudah menunjang PKM. Mengapa masih banyak yang tidak ikut, menurutnya, karena mahasiswa tidak melihat bahwa ini perlu. Sementara, para aktivis satgas punya mimpi yang besar. PKM adalah cara penerapan keilmuan dengan kreatif untuk menyelesaikan masalah masyarakat, sebagai salah satu jembatan penghubung kampus dengan dunia luar sana. PKM bukan sekadar masalah angka hasil audit, bukan sekadar ajang unjuk kegagahan. Secara pribadi, Angga mengatakan,”(Saya ingin) semua orang dapat duduk membicarakan karya di waktu kosongnya.”
Tanggapan terhadap kemunculan beasiswa ini terbilang positif terlepas dari kerut-kerut teknisnya. “Kalau bisa mereka (berperan) sebagai
Akankah mimpi ini terwujud? Konon, putra-putri Ganesha sendirilah yang mampu menjawabnya. [Lisa]
Edisi 79|29
Kampus
Institut Terbersih Bangsa? Tumpukan sampah di sekitar lapangan Sipil
ITB, Institut Teknologi Bandung, juga sering disebut sebagai Institut Terbaik Bangsa. Namun, sudah cukup baikkah warga ITB untuk mendedikasikan diri bagi Indonesia mulai dari hal-hal kecil seperti menjaga lingkungan? Layakkah ITB dengan program ecocampus-nya disebut Institut Terbersih Bangsa?
I
TB sudah memiliki tiga lembaga penting dalam masalah lingkungan: U-Green, HMTL, dan Kementerian Manajemen Lingkungan. Namun, dengan segala fungsi dan program kerjanya, ternyata masih ada masalah-masalah lingkungan yang kerap dijumpai di ITB. Sampah bekas makanan dan minuman sering terlihat memenuhi meja-meja depan ATM Centre atau kursi-kursi basement CC Barat. Pintu ATM yang ber-AC seperti ATM BRI sering dibiarkan terbuka. Masalah ini juga terjadi pada ATM Mandiri Syariah di GKU Barat. Masalah lainnya adalah tempat sampah yang kurang memadai alias rusak di Labtek V dan Labtek VI. Namun, banyak warga ITB yang tidak peduli dan seenaknya membuang sampah di tempat tersebut sehingga ujungnya sampah malah berceceran di lantai. Sampah juga sering terlihat menumpuk di tempat sampah seperti di Bank Sampah ATM Centre seakan tidak ada petugas yang mengurusi sampah-sampah itu. Masalah lain yang lebih mengganggu adalah bau keringat yang sering tercium di CC Barat atau bahkan Perpustakaan Pusat yang merupakan ruang ber-AC.
30|BoulevardITB
Melihat masalah-masalah tersebut yang hanya merupakan sebagian kecil dari masalah lingkungan di ITB, muncul pertanyaan penting: kemana U-Green, HMTL, dan Kementerian Manajemen Lingkungan selama ini? Kalau tidak ada hasil kerja mereka, kenapa tidak cukupkan saja satu lembaga? “Karena ecocampus tuh harus terdiri atas tiga: habit, infrastruktur, sama policy. Nah, habit itu dipegang sama U-Green. Infrastruktur itu lebih ke TL dan kita, Manajemen Lingkungan, meregulasikan hal tersebut,� jelas Gian Nanda Pratama, Menteri Manajemen Lingkungan 2015. Kementerian Manajemen Lingkungan sendiri awalnya dibentuk supaya ada kuasa mewakili massa kampus dalam hal perijinan. Achmad Rizky, ketua U-Green, menyetujui hal ini. Baginya, U-Green sangat terbantu dalam hal advokasi ke rektorat berkat adanya kementerian ini. Kemenling fokus pada dua hal utama yaitu lingkungan dan kebencanaan. Rizky menyayangkan bahwa fokus program kerja dari Kemenling hanya untuk acara tertentu saja, tidak berkelanjutan.
Kampus Namun, Gian membantah hal tersebut. Kemenling punya program kerja berkelanjutan yaitu Bank Sampah untuk lima himpunan yaitu MTI, HMTL, HMFT, KMPN, dan HMM serta di CC Barat, ATM Centre, dan wilayah dekat Labtek Biru. Bank Sampah ini merupakan hasil kerja sama dengan STEI. Kemenling sudah mengajukan proposal ke ITB’80 untuk Bank Sampah di semua lembaga dan sejauh ini sudah diterima. Bank Sampah ini tidak berbeda jauh dengan tong-tong sampah yang sebelumnya sudah ada di ITB. Tong-tong sampah sebelumnya hanya dibagi menjadi dua: dapat membusuk dan tidak dapat membusuk sedangkan Bank Sampah dibagi menjadi tiga tempat. Untuk di wilayah himpunan, himpunan memiliki wewenang untuk menentukan pembagian sampahnya. Namun, Bank Sampah untuk umum sudah dibagi menjadi tiga oleh Kemenling. Pembagian ini lebih detil dan mungkin ini menjadi salah satu solusi dari pemilahan sampah yang sebelumnya kurang efektif. Sistem pemisahan sampah yang lebih efektif akan mempermudah proses pendauran ulang sampah. Namun, sudahkah massa kampus memilah sampah dengan baik?
untuk mengolah sampah organik dan cara kerjanya lebih baik daripada insenerator. Saat ini, biodigestor masih “mencari” tempat yang tepat dan baik. Gian sendiri mengusulkan ke Direktur Perkembangan agar tidak hanya alat yang tersedia, tetapi juga SDM terlatih disediakan untuk merawat alat. Selain insenarator dan biodigestor, Gian menjelaskan bahwa tahun lalu sudah diresmikan pengolahan limbah cair dari BNI yang terletak di Saraga. Sebanyak-banyaknya alat pengolah sampah yang dimiliki ITB, mereka tidak akan lagi berguna jika sudah rusak. Oleh karena itu, diperlukan perawatan yang baik dimulai dari hal kecil seperti pemilahan sampah. Rizky menyayangkan bahwa sampai saat ini, masih ada lingkar setan antara massa kampus dengan petugas. Masih banyak massa kampus yang berpikir bahwa tidak penting untuk memilah sampah karena pada akhirnya petugas akan mencampurnya jadi satu. Di lain sisi, petugas berpikir bahwa tidak penting baginya berkotorkotor ria memilah sampah karena massa kampus sendiri tidak memilahnya. Dipilah atau tidak, sampah-sampah itu pada akhirnya tetap akan dipilah di TPS Saraga. Namun, kesadaran diri massa kampus untuk mulai memilah sampah merupakan awal yang baik untuk proses selanjutnya.
“Duh, sampah gue ketinggalan di meja. Yaudahlah ya, ntar juga diambil petugas.”
Rusaknya insenerator pada tahun 2013 merupakan bukti nyata bahwa massa kampus belum memilah sampah dengan baik. Insenerator merupakan alat pembakar sampah padat pada suhu tertentu sehingga sampah dapat terbakar habis. Kandungan air limbah padat maksimal sebesar 10% dan bila lebih dari 10% perlu dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Rizky menjelaskan bahwa adanya dedaunan di antara sampah-sampah padat menyebabkan insenerator tidak mencapai titik maksimal. Hal ini menjadi dugaan terkuat yang menyebabkan rusaknya insenerator. Menurut Rizky, diperbaiki atau tidaknya insenerator masih menjadi kajian karena hasil pembakaran insenerator sendiri buruk untuk lingkungan. Namun, ada solusi baru yang diberikan oleh Pemerintah Kota berupa biodigestor. Biodigestor ini berfungsi
Kesadaran diri untuk memilah sampah pun harus dimulai dari kesadaran diri untuk membuang sampah di tempat yang benar. Pernahkah Anda pergi ke salah satu kantin lalu mendengar ada massa kampus berkata, “Duh, sampah gue ketinggalan di meja. Yaudahlah ya, ntar juga diambil petugas.” Hal ini sangat disayangkan mengingat mahasiswa ITB sebagai mahasiswa terbaik Indonesia seharusnya paham betul apa fungsi dari tempat sampah yang sudah disediakan kampus. Mahasiswa terbaik Indonesia yang aktif ikut ini-itu seharusnya tidak semalas itu hanya untuk membuang sampahnya sendiri. Rizky kembali
Edisi 79|31
Kampus
Kampanye Pemilahan sampah
menyayangkan bahwa massa kampus masih sering bergantung pada orang lain sehingga melupakan tanggung jawabnya sendiri. Ia menjelaskan bahwa unit-unit yang ada di Sunken –U-Green juga berada di sana– sering menganggap bahwa UGreen adalah “tempat sampah” dan yang bertugas “mengurusi” sampah-sampah di Sunken. Hal ini tidak jauh berbeda dengan bagaimana massa kampus masih sering berpikir bahwa petugas harus bertanggung jawab akan seluruh sampah milik massa kampus. Tokoh penting U-Green ini menegaskan bahwa massa kampus harus bertanggung jawab akan sampahnya masing-masing. Lalu, apakah dapat disimpulkan bahwa ini semua disebabkan oleh massa kampus? Tidak juga. Coba lihat apakah tempat sampah yang ada di ITB sudah memadai untuk pembuangan sampah dan pemilahan sampah? Salah satu contoh tempat sampah yang sangat disayangkan berada pada Labtek V. Tempat sampah tidak memiliki alas
32|BoulevardITB
sehingga tempat sampah tidak berfungsi, hanya seperti pajangan. Selain itu, menurut Rizky, volume tempat sampah juga kurang sesuai. Misalnya, di pinggir jalan, volume tempat sampah untuk sampah dapat membusuk disamakan dengan sampah tidak dapat membusuk. Padahal, massa kampus yang melewatinya akan lebih banyak membuang sampah yang tidak dapat membusuk, botol plastik air mineral misalnya. Hal inijuga lah yang membuat Kemenling memutuskan untuk membebaskan tiap himpunan menentukan pembagian Bank Sampah mereka. Gian berharap tiap himpunan dapat menyesuaikannya dengan volume tiap jenis sampah yang dibuang oleh massa himpunan. Tidak hanya sampah, penggunaan energi pun menjadi salah satu masalah di ITB. Hal kecil seperti menutup pintu ruangan ber-AC termasuk ATM misalnya. Gian menjelaskan bahwa AC akan berhenti bekerja jika suhu ruangan sudah sesuai per-
Kampus
Limbah laboratorium
mintaan. Jadi, jika suhu ruangan belum sesuai permintaan, AC akan terus bekerja mengusahakan suhu ruangan yang tepat. Jika pintu ruangan dibiarkan terbuka, suhu ruangan tidak mungkin sesuai dengan suhu yang diinginkan. AC akan terus bekerja sehingga banyak energi yang terbuang. Masih banyak hal kecil lainnya, seperti melepas charger dari stop kontak jika sudah selesai digunakan, yang seharusnya dapat menghemat penggunaan energi, tapi nyatanya tidak dilakukan oleh massa kampus. Rizky mengatakan bahwa ini bisa terjadi karena massa kampus masih suka berpikir instan. Sungguh disayangkan bagaimana mahasiswa ITB berpikir keras untuk mengerjakan soal-soal ujian tetapi berpikir untuk menyayangi lingkungannya pun belum mampu. Permasalahan ini menjadi dorongan untuk U-Green dan Kemenling untuk mencari solusi agar massa kampus bisa lebih peduli akan penghematan energi.
ha sangat baik. Namun, bukan mereka yang bisa merubah kampus ini menjadi Institut Terbersih Bangsa. Apalah artinya ketiga lembaga ini yang akan segera berkurang menjadi dua –Kemenling akan dihapuskan dan hanya menjadi deputi— tanpa kesadaran diri dari massa kampus. Saran dari Rizky untuk massa kampus, “Jangankan untuk Indonesia, untuk lingkungan kampus saja tidak mampu. Semoga massa kampus bisa lebih aware akan lingkungan ITB.� [Gitta D.]
Tiga lembaga peduli lingkungan ini sudah berusa-
Edisi 79|33
Kampus
Dilarang Masuk! Polemik Organisasi Ekstrakampus Meskipun sekarang sedang ramai-ramainya aktivitas organisasi ekstrakampus berkedok student summit, ternyata mereka belum terfasilitasi oleh LK maupun konsepsi KM ITB. Eksistensi mereka di kampus Gajah pun terancam. Bagaimana kita harus bersikap terkait hal ini? Pada tahun 60-an, organisasi ekstrakampus sempat mendominasi kehidupan kemahasiswaan Indonesia. GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan lain-lain memiliki basis massa yang kuat. Mereka bahkan mampu mempengaruhi politik kampus dengan campur tangannya di BEM atau senat mahasiswa. Di masa kini, terutama di ITB, organisasi ekstrakampus seperti telah hilang kiprahnya. Hal ini terkait dengan peraturan kemahasiswaan ITB pasal 13 ayat 2 yang melarang organisasi KEMA ITB menginduk ke organisasi luar. “Di peraturan itu dijelaskan bahwa organisasi kemahasiwaan ITB itu independen, tidak menginduk pada organisasi mana pun di luar. Ini adalah prinsip kemahasiswaan yg sudah dipegang sejak dulu. Jadi harus dari mahasiswa untuk mahasiswa,” ujar Sandro, Ketua LK ITB. Pemberlakuan aturan ini bukan tanpa alasan. Kehadiran organisasi berbasis politik seperti GMNI dan PMII pada zaman dulu cukup memberi intrik dan konflik dalam BEM dan senat meskipun mereka memberi warna yang khas dalam pergerakan kemahasiswaan kita. Namun demikian, mencuatnya kembali isu organisasi ekstrakampus ini bukan karena organ ekstra berbasis politik, namun organisasi berbasis keprofesian dan keagamaan seperti SPE (Society of Petroleum Engineers),
34|BoulevardITB
AAPG (American Association of Petroleum Geologists), KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama), dan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah). SPE dan AAPG sebenarnya sudah lama mendirikan SC (student chapter) di ITB. SPE SC ITB sudah ada dari tahun 1992 sebagai adalah organisasi berbasis keprofesian di bidang oil and gas industries. Sementara itu, AAPG merupakan organisasi geologi pusat di Amerika dan mulai mendirikan SC ITB dari tahun 2000. “Kendala baru muncul sekitar 1 tahun lalu, LK mulai mempermasalahkan student chapter di ITB. Semua SC,” kata Irham Ilmanel A. (GL ’13), Ketua AAPG SC ITB. Kurangnya dukungan dari LK menjadi hambatan tersendiri bagi kedua SC ini, terutama soal perizinan dan dana. “Jadi masalah besar sih kalau tidak diakui LK, acara kami jadi tidak jelas. Bahkan minta duit yang bukan ke LK, gak bisa. Meskipun sudah dapat tanda tangan dari dosen Geologi sendiri,” ujar Irham. Dalam peraturan kemahasiswaan, sebenarnya organisasi luar yang dimaksud tidak mencakup organisasi keprofesian. Namun menurut Sony Suhandono, Sekretaris Lembaga Bidang Nonkurikuler dan Kemasyarakatan LK ITB, dalam dunia kemahasiswaan ITB, organisasi keprofesian hanya mencakup HMJ saja. “Dalam doktrin ITB, yang disebut organisasi kemahasiswaan yang bersifat
Kampus
professional adalah HMJ. Kalau sekarang HMJ gak dianggap, terus ngapain berhimpun?” ujar Sony. Masalah organisasi ekstrakampus bukan hanya kurangnya pengakuan dari LK, namun juga posisi mereka yang tidak jelas dalam konsepsi KM ITB. Dalam konsepsi KM, kabinet hanya membawahi HMJ dan UKM saja. Meskipun begitu, kedua SC ini mengaku sudah mendapat dukungan dari KM. Dihubungi melalui email, Fikri Aulia A. (TM ’13), Ketua SPE SC ITB, menyatakan bahwa KM sudah banyak membantu dalam aktivitas mereka, misalnya dalam promosi kegiatan. “Kami juga sudah melakukan diskusi dengan Kongres KM ITB melalui ketua kongres, terkait status organisasi kami, dan mereka juga mendukung legalitas kami di ITB,” Fikri menambahkan. Lain halnya dengan kedua SC di atas yang sudah mendapat dukungan dari KM, kabinet maupun kongres belum menyatakan sikap untuk organisasi keagamaan seperti KMNU dan IMM. Hal ini menurut Rinaldi Oky S. (OS ’13), Ketua KMNU ITB, bukan merupakan masalah besar. “Selama ini belum pernah ada kendala. Dan kami pun juga tahu diri, sebagai organisasi ektrakampus kami juga tidak berhak atas fasilitas-fasiltas seperti organisasi intrakampus,” begitu menurut Rinaldi. Menurut Rinaldi, konsepsi KM ITB juga hanya mengatur aspirasi massa intrakampus, bukan ekstrakampus. KM ITB tidak perlu mengurusi organisasi ekstrakampus dengan mengubah konsepsi KM. “Biarkan saja organisasi ektrakampus tetap seperti ini, selama organisasi itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” lanjutnya. Lebih jauh lagi, Raa Ina (GD ’14), Ketua IMM ITB, berpendapat bahwa mereka tak masalah jika IMM tak diakui LK. “Kalau menurut saya sejauh ini ya gak apa-apa misalnya ITB dengan alasannya tidak mengizinkan organisasi ekstrakampus. Kan bukan berarti organisasi ekstrakampus gak bisa eksis.” Untuk pendanaan, selama ini mereka memanfaatkan dana usaha, patungan, serta bantuan donatur.
Solusi Belum Jelas Sejauh ini menurut Irham, solusi yang ditawarkan LK untuk organisasi ekstrakampus berbasis keprofesian barulah sekadar mengubah SC menjadi UKM sendiri. Namun menurut Sony, solusi ini belum tepat. “UKM sendiri tidak boleh menjadi underbow organisasi profesi dari luar,” ujarnya. “Bayangkan organisasi profesi banyak kan, kalau organekstra jadi UKM semua, gimana kita ngatur UKM itu.” LK sendiri sangat ketat dalam menerapkan kebijakan ini. Organisasi luar mana pun itu tidak diperbolehkan membawa nama ITB dalam kegiatan resminya. Solusi lain yang diberikan oleh Sony adalah dengan menggunakan perantara unit ataupun himpunan dalam kegiatan di kampus. “Misal organisasi mahasiswa katolik Indonesia, mau bikin aktivitas di kampus ya harus dengan KMK. KMK yang nanti bikin program. Dan bahkan yang punya agenda, ya mahasiwa kita. Kalau programnya bawaan dari ekstrakampusnya itu, gak bisa,” jelasnya. Senada dengan Sony, Sandro juga menyarankan kerjasama dengan organisasi yang sudah ada di dalam ITB. “Bukan berarti tidak boleh ikut organisasi luar, boleh saja, tapi bukan sebagai organisasi ITB. Mereka boleh mengadakan acara di sini sepanjang mereka punya partner kerjasama yang setara di sini. Itu sudah banyak berjalan,” ujarnya. Mencari solusi untuk organisasi ekstrakampus tidak mudah. Di satu sisi, masuknya mereka dapat membuka wawasan mahasiswa ITB tentang dunia luar. Namun di sisi lain, diizinkannya organ ekstra membuat kampus ITB rawan dimasuki organisasi dengan kepentingan politik maupun radikalisme agama. Melihat berbagai masalah di atas, apakah dikotomi HMJ dan UKM sebagai organisasi keprofesian dan minat/bakat sudah tepat? Mengutip Fikri, “Sekarang bukanlah lagi era dimana organisasi hanya dapat dibagi menjadi dua kategori seperti HMJ dan UKM. Organisasi keprofesian yang mencakup mahasiswa dari berbagai jurusan untuk menjawab tantangan dunia karir sangat penting eksistensinya.” [Ghaffar]
Edisi 79|35
Jatinangor
Himpunan untuk Program Studi Baru Oleh Brigitta Merylla & Margareta Vania Stephanie
Kampus Jatinangor, di sini sebagian mahasiswa ITB beraktivitas, menuntut ilmu dan berkemahasiswaan. Kampus ini merupakan salah satu program multikampus ITB yang baru ada pada tahun 2012 yang lalu. Walaupun kampus ini baru, namun telah banyak program studi yang menghuni kampus Jatinangor ini, diantaranya Program Studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan (RIL), Teknik Pengolahan Sumber Daya Air (TPSDA), Kehutanan, Rekayasa Hayati, Pertanian, dan Kewirausahaan. Menilik dari track record-nya, kegiatan kemahasiswaan di kampus ini masih kalah jauh dengan kampus ITB Ganesha. Sistem yang berlaku di kampus Jatinangor pada umumnya masih terkait dengan apa yang ada di kampus Ganesha, tak terkecuali sistem periodesasi yang menjadi topik hangat di kalangan para aktivis kampus teknologi ini beberapa bulan lalu. Periodisasi yang diberlakukan oleh kabinet KM-ITB bagi semua himpunan, diberlakukan juga untuk himpunan baru di Jatinangor. Ada beberapa himpunan yang memang baru naik jabatan dan harus turun beberapa waktu kemudian karena adanya periodesasi. Sebagai contoh, Keluarga Mahasiswa Infrastruktur Lingkungan (KMIL), himpunan yang baru berdiri pada Februari 2014 lalu juga tak luput dari periodesasi. Urgensi akan kaderisasi yang dirasa penting bagi anggota KMIL mengantarkan pada pembentukan himpunan ini. Selain itu, aktualisasi diri juga menjadi hal yang dijunjung sebagai dasar pembentukan himpunan ini, dan harapannya himpunan dapat menjadi rumah bagi seluruh anggota. Berdirinya himpunan KMIL ini dimulai dengan dibentuknya Komite Persiapan Pembentukan Himpunan, dimana tujuan dari komite ini adalah urgensi kaderisasi untuk meregenerasi KMIL nantinya. Kendala yang dihadapi salah satunya adalah membuat budaya baru, budaya berhimpun, karena membuat budaya lebih susah daripada menurunkan, ditambah lagi ini merupakan angkatan pertama tanpa kaderisasi dengan kewajiban harus mengkader anggota muda. Berdasarkan AD-ART, pemilu KMIL dilaksanakan dengan metode musyawarah, layaknya pemilihan kahim yang lalu, bukan dengan voting ataupun metode lainnya. Pelaksanaan voting terkadang diperlukan untuk menentukan apa saja parameter yang harus dibawa oleh seorang calon kahim sehingga dapat dikatakan layak untuk menjabat sebagai kahim. Mengikuti periodesasi yang diberlakukan oleh kabinet, maka badan pengurus KMIL
36|BoulevardITB
yang seharusnya selesai pada bulan Februari, mau tidak mau harus turun pada bulan Desember. Pelaksanaan pemilu KMIL untuk kahim periode kedua ini dilaksanakan dengan metode musyawarah, dengan tahapan awal pengambilan berkas serta adanya hearing untuk calon kahim. Hal ini berbeda dengan pemilihan kahim sebelumnya dimana memang hanya melakukan musyawarah untuk menentukan kahim, dan budaya pemilu yang demikian ini merupakan budaya baru di KMIL. Menurut Gesit Nurdaksina, kahim KMIL periode 2014-2015, ada salah satu keunikan dari keberlangsungan pemilu kali ini yaitu peraturan pemilu dapat diamandemen sesuai kesepakatan dan kondisi massa. Keadaan ideal yang seharusnya adalah peraturan bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat, jika ditemukan pelanggaran maka komdis akan bertindak. Karena KMIL adalah himpunan baru dengan jumlah massa yang terbilang sedikit, maka metode musyawarah untuk pemilihan kahim masih akan dilanjutkan dengan perubahan yang sesuai dengan keadaan nantinya. Selain KMIL, ada pula HIMASDA (Himpunan Mahasiswa Sumber Daya Air) yang menyelenggarakan pemilu untuk pertama kalinya. Diawal berdirinya himpunan ini, tidak ada campur tangan dari pihak luar, murni dari internal angkatan yang berusaha untuk membentuk himpunan dengan cara mengutamakan keadaan internal angkatan. Sempat juga muncul harapan untuk bisa berga-
Jatinangor
“
Dengan lahan kosong di kampus Jatinangor masih luas, ITB pun semakin memberanikan diri untuk menambah progam-program studi baru. Mahasiswamahasiswa tanpa wadah untuk berorganisasi sesuai keprofesiannya pun akan bertambah.
�
bung sementara dengan HMS, mengingat kedua jurusan ini masih satu fakultas. Namun hal tersebut ditolak oleh HMS dengan alasan jurusan baru akan terus bermunculan. Karena kebutuhan akan himpunan dirasa penting, maka pembentukan himpunan ini akhirnya difasilitasi oleh kabinet KM-ITB. Dalam keberjalanan pembentukan himpunan ini, tentunya terdapat kendala salah satunya tidak adanya panutan karena himpunan ini berdiri hanya diprakarsai oleh 1 angkatan, yakni 2013. Mengikuti periodesasi yang diberlakukan oleh kabinet KM-ITB, pemilu HIMASDA pada tahun ini merupakan pemilihan kahim perdana yang dilakukan oleh himpunan ini, dimana panitia dari pemilu ini adalah angkatan 2014. Secara keseluruhan, metode dan sistem yang digunakan dalam Pemilu ini mengadopsi dari kabinet KM-ITB dan PEMIRA. Tahapan dari pelaksanaan pemilu hampir sama dengan pemilu kahim pada umumnya, 1 mingggu pengambilan berkas, yang kemudian terpilih 3 kandidat calon kahim yang lolos verifikasi berkas. Setelah pemberkasan selesai, kemudian dilanjutkan dengan hearing sebanyak 3 kali yang berlangsung selama 2 minggu. Pemilu kemudian dilanjutkan dengan pemungutan suara, dan sesuai dengan peraturan maka calon kahim yang mendapatkan suara 1/2n+1 yang akan menjadi kahim. Setelah melalui serangkaian tahapan pemilu,maka terpilihlah kahim perdana HIMASDA yakni Afrizal Maulana. Ada yang unik dalam pemilu HIMASDA ini, yakni pada tahap pemberkasan diwajibkan untuk melampirkan surat keterangan bebas narkoba dimana untuk membuat surat keterangan ini memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan lahan kosong di kampus Jatinangor masih luas, ITB pun semakin memberanikan diri untuk menambah progam-program studi baru. Mahasiswa-mahasiswa tanpa wadah untuk berorganisasi sesuai keprofesiannya pun akan bertambah. Akankah mahasiswa-mahasiswa baru selanjutnya memiliki semangat berhimpun? Kita tunggu saja jawaban para mahasiswa terbaik bangsa selanjutnya. []
Edisi 79|37
Galeri
38|BoulevardITB
Galeri
Edisi 79|39
Gelitik
GLOBALISASI Pengaruhi Pembangunan di ITB Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan salah satu institusi tertua di Indonesia. Kualitas lulusannya yang sudah tak diragukan lagi membuat banyak siswa SMA tertarik untuk menjadi mahasiswa ITB. Sebagian besar siswa memang hanya sekadar tertarik pada lulusannya saja. Padahal, banyak hal yang menarik yang dapat digali dari institusi impian banyak siswa ini, salah satunya bangunan-bangunannya yang memiliki nilai kearifan local tersendiri. Sebelum kita gali lebih lanjut, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu bagaimana awal mula pembangunan di ITB.
S
alah satu narasumber yang paham betul mengenai sejarah arsitektur di ITB adalah seorang dosen dari Teknik Arsitektur, Ir. Agus S. Ekomadyo. Singkat cerita, beliau memaparkan pembangunan ITB erat kaitannya dengan keadaan di wilayah Hindia-Belanda. Keadaan sarana di Hindia-Belanda yang dirasa masih rendah membuat Belanda mendirikan suatu sekolah teknik di Bandung bernama Technische Hoogeschool te Bandoeng pada tahun 1920. Bangunan pertamanya yang sudah ada sejak 1920 adalah Aula Timur ITB dilanjutkan dengan Aula Barat ITB pada 1921. Henry Maclaine Pont ialah arsitek bangunan yang kini menjadi ciri khas ITB ini. Beliau merupakan seseorang yang sangat mengapresiasi budaya local, tercermin dari hasil karyanya sendiri.
Salah satu teknologi yang unik dari beliau adalah penggunaan kayu sebagai bangunan bentang lebar. Pemanfaatan kayu tersebut juga dapat dikatakan berhasil mengingat hingga kini strukturnya pun masih kuat dan kokoh. Beralih ke tahun 1959, nama Institut Teknologi Bandung (ITB) resmi digunakan. Misi nasionalisme ITB pun dimulai. Bangunan-bangunan utama seperti Aula Barat dan Aula Timur lah yang banyak digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar, belum ada arsitektur yang menonjol. Keadaan Indonesia pun masih belum stabil karena baru beberapa tahun merdeka. Akan tetapi, ada peninggalan yang bernilai sejarah tinggi pada saat ini yang sekarang dikenal dengan nama Tugu Sukarno.
“Aula Barat dan Aula Timur itu punya makna ya, gedung kuat, karena arsiteknya punya nilai2 yang kuat ketika merancang.” terang Agus. Kecintaan Henry pada berbagai budaya Indonesia ternyata memengaruhi karya-karyanya. Sebagaimana pada kedua aula tersebut, sebagian menganggap konsepnya sunda besar, sebagian berkata minang, dan sebagainya. Namun begitu, menurut Agus, seorang arsitek tidak akan terbatas akan satu hal saja, kreativitas seorang arsitek dapat membuatnya berpikir inovatif dan selalu mengeksplor segala hal.
“Bangunan itu tanda dari sebuah zaman,” ujar Agus. Sebagaimana halnya dengan bangunanbangunan yang ada di ITB sampai saat ini. Konteks-konteks peristiwa yang terjadi di dunia itu dapat memengaruhi suatu arsitektur. Arsitektur tidak hanya dilihat sebagai objek teknis semata, tetapi juga sebagai penanda yang ‘ditandakan’. Maksud dari ‘ditandakan’ ini, suatu arsitektur tersebut juga memiliki pesan-pesan tersendiri yang hendak disampaikan sang arsitek.
40|BoulevardITB
Jika melihat pada kondisi ITB, bangunan-bangunannya pun berhubungan dengan peristiwa yang
Gelitik sumber: www.itbcatalysis.itb.ac.id
sedang terjadi di Indonesia. Bangunan Oktagon dan Laboratorium Mesin misalnya, keduanya memiliki gaya arsitektur tahun 70-an, di mana sedang maraknya orde baru.
Campus Center ITB
Lain gedung, lain cerita. Bangunan Campus Center diinisiasi dari hasil sayembara yang dimenangkan oleh salah satu arsitek dari ITB juga yaitu Baskoro Tedjo. Mungkin terlihat ‘berbeda’ dari gedung-gedung di ITB pada umumnya karena Baskoro memberikan unsur-unsur Jepang kepada bangunan tersebut. Sempat pula bangunan tersebut dinilai melenceng dari nilai-nilai yang sudah tertanam di ITB, tetapi pada akhirnya era globalisasi ternyata memang memengaruhi keberlangsungan pembangunan di ITB. Pada prinsipnya, ITB masih mengeksplor dalam pembangunan gedungnya. Agus juga berpendapat bahwa ITB ingin mencari dan mencoba format baru. Namun, beliau juga menambahkan bukan berarti ITB tidak memiliki karakteristik. “Karakter ada, tapi belum kuat. Makanya (ITB) masih mencoba-coba hal baru,� ungkap Agus. Beliau mengaku bahwa kuatnya arus globalisasi amat memengaruhi karakter dari suatu arsitektur itu sendiri sehingga untuk menyampaikan pesan yang ada dalam arsitektur tersebut merupakan suatu tantangan sendiri. [Ririn]
Edisi 79|41
Kencan
Hendra Gunawan: Anak Bertanya untuk Indonesia 2045 Oleh Margareta Vania S. dan Yola Kamalita
Kalau ditanya bagaimana siklus kehidupan dosen, mungkin sebagian dari kita akan berpikir ‘datang-mengajar-pulang’. Akan tetapi, tidak dengan Hendra Gunawan, satu dari sekian banyak dosen ITB yang mempunyai kepedulian untuk meningkatkan pendidikan di tanah air tercinta. Dosen asal prodi Matematika ini telah membuat website edukasi anakbertanya.com untuk anak-anak dan indonesia2045.com yang ditujukan untuk remaja hingga dewasa. Mengapa website edukasi? Menurut Hendra, 2045 akan menjadi tahun penting bagi Indonesia yaitu Indonesia berusia 100 tahun. Orang-orang akan berharap Indonesia menjadi negara yang maju tapi faktanya masyarakat belum menunjukkan kesiapannya. Di tahun 2045, jumlah pemuda-pemudi menduduki peringkat teratas pada sebaran masyarakat Indonesia. Ini modal bagus untuk menjadi negara maju. “Kalau saja para pemuda Indonesia terdidik, pintar, punya keahlian, itu modal bagus. Indonesia pasti negara majulah, kayak Korea dan Jepang. Tapi kalau mereka nggak bisa apa-apa bahkan putus sekolah sejak SMP, pekerjaan hanya bisa jadi tukang dan itu pun dengan keahlian pas-pas-an,” ujar Hendra. Pertanyaannya: tahun 2045 kita mau jadi apa? “Orangnya banyak tapi gabisa apa-apa, itu kan mengerikan!” seru Hendra. Masyarakat Indonesia memang masih punya 30 tahun lagi menuju 2045, tapi Hendra berpendapat bahwa generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan sejak dini. Anak-anak dan remaja Indonesia perlu memiliki cita-cita tinggi dan tujuan hidup yang jelas, jangan sampai di masa depan mereka tidak bisa memajukan Indonesia. Hendra juga bercerita bahwa di sisi lain, banyak siaran TV yang kurang membangkitkan cita-cita. “Anggota DPR kayak gitu, partai politik kayak
42|BoulevardITB
gitu, kita berkomunikasi lewat media sosial yang diberitakan banyak hoax, cerita-cerita yang nggak jelas. Apa Indonesia akan jadi maju kalau kemudian, yang kita bisa cuma ngelawak atau apa gitu,” kritik Hendra. Maka dari itu, ia terpikir untuk membuat website yang berisi cerita tokohtokoh sukses yang bisa menjadi sosok panutan pada indonesia2045.com. Dosen yang suka menulis ini juga berpendapat kurikulum saat ini sedang berantakan dimana kurikulum 2013 sendiri sempat batal. Di masa penting seperti ini, anak-anak tidak bisa belajar sembarangan. Sebenarnya anak-anak memiliki keingintahuan yang banyak. Hal ini terbukti pada anakbertanya.com, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak di website ini tidak terjawab melalui kurikulum. Website ini dibuat berbeda dengan indonesia2045.com karena anak-anak harus dipancing dengan sesuatu yang mereka minati sendiri. Hendra tidak menjawab semua pertanyaan, tetapi ia mencarikan orang yang ahli untuk menjawab. Ia berharap orang yang menjawab bisa menjadi sosok panutan. “Jawabannya sendiri nomor tiga. Nomor satu sosoknya, yang kedua adalah bidang atau pekerjaannya,” jawab Hendra. Publikasi web sudah sangat luas. Untuk masuk ke anakbertanya.com, bisa melalui Twitter, Fa-
Kencan
Tampilan website anakbertanya.com
cebook, dan search engine. Hendra bercerita bahwa ketika hari biasa web dikunjungi sebanyak 2000 tetapi ketika ada momen gerhana, ada 3000 kunjungan. Selain website, Hendra juga sudah merangkum isi website anakbertanya.com menjadi buku. Sudah ada 4 buku yaitu edisi IA,IB,IIA,IIB. Ia berharap website dan buku tetap berlanjut, bahkan produknya bertambah. Ia ingin produk berupa kanal Youtube tetapi masih membutuhkan videographer dan penyusun script. Kendala lainnya adalah cara membayar orang-orang tesebut karena selama ini orang-orang yang menjawab sukarela di anakbertanya.com. Selain itu, buku dijual dengan harga yang murah yaitu Rp 25.000 karena tidak membayar untuk kontibutor dan tidak diterbitkan di penerbit. Meskipun demikian, buku-buku ini ada ISSN sehingga terdaftar. Jilid 1 sendiri sudah terjual 1200 eksemplar dan sudah habis, sedangkan jilid 2 ada 700 dan bersisa sekitar 200. Meskipun mimpi kanal Youtube belum tercapai, mimpi lain Hendra sudah tercapai yaitu mengadakan festival anak bertanya. Acara yang sudah diselenggarakan dua kali ini merupakan tindak lanjut dari website. Di festival ini, Hendra menghadirkan lembaga-lembaga lain yang perhatian pada anak-anak agar dapat berinteraksi
langsung dengan mereka. Hendra juga memiliki harapan bahwa yang menjawab di website tidak hanya rekan-rekan dosen tetapi juga mahasiswa. Guru/dosen dan mahasiswa adalah figur penting buat anak-anak supaya bisa menginspirasi. “Contoh pertanyaan tentang besi berkarat, dijawab oleh mahasiswa FMIPA, oh ada FMIPA jadi tertanam dibenak anak, saya ingin belajar kimia, kimia itu keren,� ujar Hendra. Jadi, jangan sampai kelas 3 SMA tapi baru berpikir cita-cita. Hendra berpendapat orang yang sukses biasanya punya cita-cita dari kecil, yang bukan dadakan atau terpaksa. anakbertanya.com adalah wadah menyiapkan anak-anak menuju 2045, dan ini bukan hanya pekerjaan Hendra sendiri. Bagi Hendra, dosen maupun mahasiswa di ITB sangat pantas untuk menjadi panutan yaitu tampil dengan pertanyaan sesuai dengan bidang. Hendra pun mengungkapkan kesenangannya karena apa yang dilakukannya tidak bertempuk sebelah tangan, melainkan disambut secara luas. “Saya yakin ini harus dilanjutkan,� tutur Hendra. []
Edisi 79|43
IPTEK
Matematika, Sebuah Kenyataan Buatan Oleh Aditya Firman Ihsan Pemenang Lomba Menulis Artikel Ilmiah Populer pada Boulevard’s Day, 23th Boulevard ITB Teknologi Pikiran Matematika terkadang diibaratkan gudang perkakas. Ketika menemukan suatu permasalahan di dunia nyata, cukup cari dalam gudang itu, atau bila belum ada alat yang memadai, tinggal rakit yang baru di gudang itu juga. Perspektif ini memang selalu membuat matematika selalu dianggap hal yang jarang menyentuh dunia nyata. Memang, pada perkembangannya, matematika selalu mengikuti permasalahan yang ada. Seperti halnya volume bangun ruang tidak akan dirumuskan jika tidak ada kebutuhan manusia untuk mencipta benda secara presisi, atau kalkulus tidak akan dirumuskan jika tidak ada kebutuhan manusia untuk melakukan kalkulasi dengan variabel-variabel yang bergerak tak wajar, atau lebih mendasar lagi, bilangan tidak akan dirumuskan bila tidak ada kebutuhan manusia untuk melakukan perbandingan jumlah suatu objek. Jika berkata mengenai perspektif matematika sebagai alat, pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah alat seperti apa matematika itu, atau mungkin lebih tepatnya, apa itu alat? Misalkan didefinisikan bahwa alat adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu atau barang yang dipakai untuk mencapai suatu maksud. Perspektif ini sangat mirip dengan perspektif pembahasan makna teknologi sebagai sesuatu yang memudahkan manusia, sehingga bila dianalogikan, matematika tidak lain adalah teknologi untuk pikiran, alat untuk mengolah, menganalisis, memahami, menyimulasi, membayangkan, mengabstraksi, mengalkulasi, dan hal lainnya agar pikiran dapat “mengerjakan sesuatu� atau mencapai suatu maksud. Walaupun begitu, seperti apa yang dikatakan Bertrand Russel dalam bukunya, perkembangan matematika sesungguhnya mengarah pada dua arah berlawanan, ke ranah abstraksi dan ke ranah aplikasi. Hal ini diibaratkan mikroskop dan teleskop, keduanya sesunggunya memakai konsep yang sama, yaitu pemanfaatan magnifikasi visual
44|BoulevardITB
secara optik, namun yang satu menyingkap realitas dasar, ke arah mikro, dan yang satu menyingkap realitas holistik, ke arah makro. Matematika dalam analogi tersebut adalah optiknya, tidak perlu menjangkau objek, namun ia menjadi instrumen, media, atau perantara manusia untuk mempersepsi realita di sekitarnya dengan skala yang berbeda-beda. Bahkan konsep abstrak seperti aljabar pun menjadi instrumen manusia untuk melihat realita dalam suatu prinsip yang sangat umum, ia ibarat teleskop yang hanya melihat sesuatu yang diluar jangkauan untuk sekedar memahami keseluruhan struktur dari realita. Mungkin pertanyaan berikutnya yang akan muncul adalah mengnai seberapa benar realita yang dipersepsikan, karena mungkin saja itu hanyalah konstruksi ideal sebagai pendekatan permasalahan yang lebih kompleks. Tak ada yang benar dalam matematika, yang ada adalah valid atau sah secara logika. Maka bila demikian, realita seperti apa yang dipersepsikan oleh matematika? Membahasakan semesta Kita semua tahu bahwa prinsip utama yang dipegang dalam matematika adalah logika. Walaupun dikatakan oleh Cantor bahwa esensi dari matematika adalah kebebasannya, matematika tetap tunduk pada logika. Jika diibaratkan, logika adalah pijakan, atau bahkan jiwa dari matematika. Tapi sebenarnya kita harus mulai bertanya, apa sesungguhnya logika? Karena matematika adalah dasar dari semua ilmu eksak dan matematika sendiri berlandaskan logika, tentu saja landasan paling dasar ini haruslah sesuatu yang sangat kuat dan tidak memiliki cacat sedikitpun. Jika ada sedikit saja lubang pada logika, maka seluruh konstruksi ilmu pengetahuan akan rubuh. Asal muasal munculnya logika adalah pencarian suatu bahasa universal untuk mengungkapkan dan mengolah apa yang terlihat tanpa terpengaruh oleh persepsi. Tentu saja, logika hanyalah
IPTEK bahasa. Bahasa diciptakan pada dasarnya untuk mencapai pemahaman bersama antar individu mengenai sesuatu. Ketika dikatakan “kursi�, orang yang memahami bahasa itu akan memiliki pemahaman yang sama terhadap objek yang ditunjuk. Sayangnya, bahasa selama ini selalu relatif, memiliki dialeknya sendiri-sendiri antar daerah. Perbedaan sedikit saja dalam hal budaya, geografis, atau variabel lainnya, bisa memengaruhi makna yang diciptakan bahasa. Lalu jika demikian, bagaimana kita bisa memahami alam semesta ini dengan pemahaman yang sama? Dari situlah muncul logika, sebagai bahasa yang diciptakan universal, didesain dalam bentuk aturan-aturan sederhana sedemikian sehingga orang manapun yang membacanya akan berpikir dengan cara yang sama. Kita tidak pernah tahu semesta berkomunikasi dengan bahasa apa. Namun, matematika hanya mencoba melakukan pendekatan agar bisa menerka fenomena yang ada dalam melalui pola-pola tertentu. Ini bagaikan seorang arkeolog yang mencoba membaca suatu artefak kuno yang dia sama sekali tak tahu-menahu bahasa apa yang dipakai dalam artefak tersebut. Itulah kenapa sering dikatakan, matematika adalah ilmu tentang pola. Karena dengan bersenjatakan logika, matematika berusaha melihat suatu tatanan dalam realita, dan menggeneralisasikannya dalam konsep yang lebih abstrak dan luas, walaupun itu belum tentu ada pada realita. Mulai dari geometri, teori bilangan, hingga sekarang yang sekompleks sistem dinamik pun awalnya hanya berasal dari realita sederhana yang kemudian diperluas menjadi suatu konsep umum. Peniru realita Matematika sesungguhnya mencoba mendekati realita dengan konsep-konsep umum yang dibangun dari logika. Sesungguhnya, realita begitu kompleks untuk benar-benar bisa dikonstruksikan suatu konsep umumnya, maka dibuatlah pendekatan-pendekatan terpisah dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada tataran lebih lanjutnya, agar struktur konsepnya lebih kokoh, matematika sering memperluas abstraksi ke ranah di luar realita. Namun pada dasarnya ia tetap berdasar pada keinginan untuk memodelkan realita. Dengan berkembangnya teknologi komputasi dan kemampuan simulasi komputer,
matematika mengembangkan konsepnya tidak sebatas berbahasa simbol namun dalam bentuk visualisasi tertentu untuk dapat lebih menerka realita dengan lebih nyata. Ketika matematika dianggapsebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan praktis sesungguhnya kurang tepat. Hal ini karena apa yang dilakukan matematika hanyalah membahasakan semesta, mendekati realita dalam suatu sistem yang lebih ideal atau mudah untuk diselesaikan ketimbang permasalahan yang sesungguhnya. Maka jika sebelumnya kita bertanya apakah memang matematika hanyalah alat untuk mempersepsi atau instrumen membaca? Jawabannya adalah iya. Sebagai alat, matematika hanyalah instrumen sensorik, ia mempersepsi dan memodelkan. Selebihnya adalah urusan kreativitas dan inovasi mengenai bagaimana permasalahan yang telah disederhanakan itu dapat dicarikan solusinya. Matematika selalu lepas dari realita, kecuali bila ingin verifikasi atau pencocokan. Teleskop ataupun mikroskop tidak pernah peduli dengan bagaimana langit ataupun bakteri berkata, ia cukup memperbaiki alatnya agar lebih jelas melihat, sama halnya matematika. Tidak ada yang berbeda sesungguhnya dari awal matematika berkembang hingga saat ini selain kompleksitas dan kerincian realita yang ingin modelkan. Bahkan tujuannya sendiri pun tetap sama, yaitu kebutuhan untuk memahami diiringi kebutuhan untuk melakukan. Berkembangnya matematika menjadi saksi keinginan manusia untuk menguasai realita. Seperti halnya teknologi, selama hasrat manusia dengan kebutuhan-kebutuhannya yang tak pernah habis masih ada, matematika akan terus berkembang dan meluas. Jarak pandangnya pun semakin lebar, pada ranah teori ia semakin abstrak, pada ranah praktis ia semakin kompleks. Pengembangan matematika sebagai alat untuk mempersepsi mungkin hanya akan berhenti bila realita sudah bisa tergambarkan sepenuhnya, tapi apakah itu mungkin terjadi? [] Redaksi Boulevard ITB menerima artikel ilmiah populer berdasarkan bidang keprofesian Anda masing-masing. Kirimkan artikel Anda melalui surel boulevarditb@gmail.com dengan subject [IPTEK]_[Judul]. Sertakan data diri dan nomor rekening Anda, akan ada imbalan untuk artikel yang dimuat di majalah kami. Artikel yang memenuhi kualifikasi kami dapat dimuat di web boulevarditb.com atau majalah Boulevard edisi selanjutnya.
Edisi 79|45
Sastra
Surat Teruntuk Matahari oleh Adi Nugraha
Tidakkah lengkung bibir itu bergula? Tidakkah itu banyak kirana? Bak matahari Yang selalu terasa hangat Yang dapat mencairkan isak Yang selalu dinantikan Yang masuk ke dalam celah tersembunyi Yang membuat rembulan terbang dengan indah Hanya maaf, aku bukan bintang Bukan bagian dari luminositas unik Bukankah ada bintang sepertimu? Selalu emisi dan absorpsi energi Dengan radius lebih dekat Aku, hanya bulan Pengukir segurat parabolik di sela sedu Hanya dengan mengukir, aku dapat terbang Di sela kelam, aku tersenyum Agar terukir, matahari perlu bersinar Kerna kau, aku terbang Angkasa ini kelam Penuh dengan materi tajam bertujuan Aku hanya makhluk hitam Aku hanya makhluk berawan Aku hanya makhluk curam Berorbit linear tak berujung Dapatkah serupa komet? Menyelimuti sinar dalam warna Akan menguap, cukuplah itu Warna kehidupanmu Tak ingin engkau redup Selalu ingin menjadi Merkurius Terlalu panas, tak boleh dekat Selalu ingin menjadi Merkurius Kapankah gerhana itu tiba? Ketika sebagian penuh sinarmu tertuju padaku? Ketika radius terdekat kita tiba
46|BoulevardITB
Sastra
Ilustrasi oleh Hamdi Alfansuri
Edisi 79|47
Sastra
Ilustrasi oleh Ibadurrahman
48|BoulevardITB
Sastra
Suara Malam dari Tukang Bangunan oleh Alma Cantika Aristia
Suara malam adakah kau dengar, Tuan-Tuan? Gemilang bintang yang berbisik lewat puntung yang mengepul di ujung pembicaraanmu Dalam simposium yang kau datangi bersama mereka Pelantun-pelantun pengetahuan Pengagung-pengagung pembaharuan Suara malam adakah kau dengar di sela hirup kopi hitammu, Tuan-Tuan? Suara malam adakah kau dengar, Anak-Anak? Bayu yang merabas di sela deru postulat para jauhar yang sedang kau mamah Dalam deru ilmu yang dengan kikir kau habisi Demi masa depan Demi konglomerasi yang kau jadwalkan Suara malam adakah kau dengar di cuil citamu tentang kejayaan, Anak-Anak? Suara malam aku dengar Di samping larung asap rasionalitasmu, Tuan-Tuan! Di pinggir nalar yang kau tusuk untuk mimpi lusamu, Anak-Anak! Suara malam mendendangku Seirama dengan paku yang kupalu-palu Aku berdiri di atas langit yang pondasinya masih lugu Tiang-tiang kubuat sendiri untuk bisa memangkuku Kuenyah malam dengan ramuan pasir dan perekat batu Ruang mewahmu kususun dengan kayu-kayu Satu-satu bilik tertalu membentuk puri kerjamu Namun, tempatku hanya gubuk layu Istana megah telah gagah! Siap menghimpun pemikir-pemikir mahir Siap menampung intelek-intelek ulung Siap mencipta sarjana-sarjana berida Siap memunculkan baginda-baginda perdana Ya, para persona yang mengaku pewira Suara malam aku dengar Menemaniku membentang mahligai ilmuwan-ilmuwan pintar Namun, rumahku tak lebih dari sangkar
Edisi 79|49
Resensi
“Pulang”,
Satu lagi Karya Cemerlang Tere Liye oleh Rayi Ruby
50|BoulevardITB
Resensi Judul :Pulang Penulis :Tere Liye Penerbit :Republika Tebal :404 halaman Tahun terbit :2015
Pada September 2015 lalu, Tere Liye kembali meluncurkan karya novelnya yang berjudul “Pulang�. Novel tersebut resmi menggenapkan jumlah karya sang penulis yang telah dipublikasikan menjadi 14 buah. Meski mengaku bahwa menulis hanya hobi, pada kenyataannya karya-karya Tere Liye tetap mampu menempatkannya sejajar dengan penulis-penulis hebat tanah air lainnya. Berbagai genre yang ia usung dalam novel-novelnya membuat pembaca tidak bosan dan jenuh. Mulai dari religi, romansa, kehidupan anak-anak, hingga politik telah coba diangkat Tere Liye menjadi latar belakang cerita di dalam novel-novelnya. Kehadiran Novel “Pulang� ini juga turut menambah keragaman karya Tere Liye. Dengan didominasi oleh aksi tokoh-tokohnya dalam berbagai pertarungan dan pertikaian, novel ini menjadikan Tere Liye salah satu penulis yang sukses mengangkat aksi sebagai latar belakang ceritanya. Dua puluh tahun sudah Bujang bergabung dengan Keluarga Tong, keluarga penguasa shadoweconomy di Indonesia. Tumbuh dewasa dalam berbagai konflik dan pertikaian perebutan kekuasaan, Bujang dituntut untuk menjalani latihan fisik serius selain dari pendidikan akademis yang juga ditempuhnya. Perjalanan hidupnya yang penuh intrik ini dimulai ketika sekelompok pria bersenjata datang ke desanya. Pria-pria tersebut adalah kawan lama bapaknya. Mereka datang untuk memburu babi hutan yang menganggu ladang penduduk desa. Meski begitu, kehadiran sekelompok pemburu itu ternyata tidak sesederhana yang tampak. Ada hutang yang harus dilunasi oleh sang pengundang, Samad, yang tak lain adalah bapak dari Bujang. Hutang itu adalah Bujang. Ia harus ikut bersama kelompok pemburu yang kelak diketa-
huinya sebagai Keluarga Tong, keluarga tempat bapaknya dahulu bekerja. Bagi Bujang sendiri, pergi bersama Keluarga Tong adalah kesempatan untuknya keluar dari desanya yang terpencil. Hari demi hari berlalu. Kini, Bujang telah berada di posisi puncak dalam hirarki keluarga tersebut. Ia adalah calon tunggal pengganti Tauke Besar, pemimpin Keluarga Tong. Akan tetapi, sebuah pengkhianatan besar menembus dinding-dinding ketakutannya. Ia tak yakin lagi dengan langkahnya. Pergolakan batin yang dialami Bujang akhirnya memaksa ia merumuskan kembali jati dirinya dan membawanya kembali pulang ke tempat yang telah lama ia tinggalkan. Diwarnai oleh aksi-aksi pertempuran, novel ini membuat jantung pembaca ikut berdegub tegang mengikuti alur cerita. Membaca kisah penyerbuan dan misi-misi yang dijalankan tokohtokoh di dalam novel ini dapat disamakan dengan menonton film-film aksi yang dibintang aktoraktor laga macam Jet Li, Jackie Chan, dan Matt Damon. Alurnya yang bercampur antara maju dan mundur semakin membuat pembaca antusias karena misteri di dalamnya satu persatu mulai terkuak. Novel terasa semakin sempurna dengan tampilan fisiknya yang juga menarik. Warna sampulnya yang terang membuat pengunjung toko buku tertarik untuk melirik novel ini. Sayangnya, dalam novel ini ada perasaan beberapa tokoh yang tidak terlalu digambarkan. Dialog antar tokoh juga lebih banyak dinarasikan sehingga suasana yang tergambar tidak terlalu jelas. Meski begitu, novel ini adalah sarana yang tepat bagi para pembaca yang menginginkan cerita yang segar, mendebarkan, dan penuh intrik.[]
Edisi 79|51
52|BoulevardITB
hubungi: Izzu (089602695801) Yola (081289197990) untuk iklan
(space iklan percetakan)
Edisi 79|53
Percaya pena lebih tajam dari sebilah pisau?
Bergabunglah bersama kami! Kumpul perdana Boulevard: Sabtu, 27 Agustus 2016 54|BoulevardITB
Informasi lebih lanjut: line @HOY8092L