Boulevard #81 - Mei 2018

Page 1

81

Boulevard ITB Mei 2018 Rp 10.000,00

Pengabdian Masyarakat: Ikhlas atau Formalitas?

ISSN: 08546703


Cover Petugas kebersihan menyusuri selasar pertokoan di sekitar Alun-Alun Kota Bandung Nathanael Adianto Tata Letak

Hana Azalia Fotografer

Nathanael Adianto Christie Stephanie Ilustrator

Hamdi Alfansuri


VISI

Pengabdian Masyarakat: Ikhlas atau Formalitas?

B

elakangan ini, isu pengabdian masyarakat terangkat seiring dengan bisik-bisik warga sekitar kampus yang mengungkapkan bahwa mereka kecewa melihat mahasiswa semakin tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Gotong royong membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal mahasiswa agaknya tak membuat mahasiswa merasa terdorong untuk terjun langsung, bercengkerama, membantu sebisa mereka, dan memahami yang dirasakan oleh warga. Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kesempatan lebih menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Ironisnya, sebagian besar dari mahasiswa masih beranggapan bahwa ada sekat antara mahasiswa dan masyarakat. Namun, bagi sebagian kecil dari mereka, telah menyadari

betul posisi, potensi, dan peran mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Mahasiswa melakukan pengabdian masyarakat atas dasar ingin merasakan ‘pakaian’ masyarakat, apakah ini formalitas atau memang ikhlas dari hati? Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat, kehidupan mereka tidak lepas dari kehidupan masyarakat karena mahasiswa terlahir dari masyarakat, tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, dan akan kembali ke masyarakat. Terkadang mahasiswa lupa bahwa mereka adalah masyarakat itu sendiri. Membuat mereka seolah memiliki “pakaian� yang berbeda, membuat mereka seolah seperti pahlawan sehingga mereka lupa bagaimana menjadi sama seperti masyarakat dan membaur di dalamnya tanpa perlu memproklamirkan identitas mereka sebagai mahasiswa.[]


Daftar Isi

3   Pengabdian Masyarakat: Ikhlas atau Formalitas?

6   Euforia Sinematik dalam Cinephoria Vol. 4

8   KPA ITB in Concert: Menyajikan Musik Tiap Musim

10   Rang Luang: Sampai Jumpa di Masa Depan!

12   Pesta Pora Melayu 2018: Sebuah Malam dengan Hias Kebudayaan Melayu Riau

14   Dharma lan Cidra, Jiwa Bercengkrama Melalui Sebuah Sandiwara

16   Kemas-Kemas Pengmas

19   Pengmas ITB, Berbahayakah?


22   Kuantitas versus Kualitas Eksekutor, Mana yang Lebih Penting?

25   Pengabdian Masyarakat dari Kornea Perguruan Tinggi di Indonesia

29   Insan di Sudut Kota

30   Gerbang Utara ITB Dibuka, Telah Amankah?

32   Innovation Park ITB untuk Menyongsong Kemajuan Industri Nasional

39   Tizar Bijaksana

42   Andriana Kumalasari

42   Ingin Mengabdi Satu Tahun Lagi

44   Wali Radhi

47   Hepi Tanpa Dengki

48   ‘Angsa’ yang Dramatis dan Menggugah Psikologis

50   Lari!

34

52

36

54

Senator: Si Hebat yang Tak Dilihat Kisah Si-X

37   Di Balik Penyegaran Situs Akademik ITB (SIX)

Klandestin

Sudahkah Kamu Membaca Seluruh Majalahnya?


KILAS

Euforia Sinematik dalam Cinephoria Vol. 4 Evelyn​ ​Sippy

6


Boulevard 81 Mei 2018

“C

inephoria Volume 4? Cinema euphoria!” Begitulah penggalan tagline yang terdengar menggema di Institut Francais Indonesia (IFI) – Bandung, pada Minggu (18/3) lalu. Acara tahunan yang diadakan oleh Forum Film Telkom (FFT) ini merupakan wadah berkumpulnya pembuat film muda sekaligus menjadi ajang untuk mengapresiasi prestasi-prestasi para pembuat film. Ini merupakan kali keempat Cinephoria diadakan. Berawal dari acara Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) biasa oleh FFT di Telkom University pada tahun 2015, Cinephoria dibuat untuk acara internal saja. Tak disangka, pada tahun 2016, Cinephoria kembali diadakan di Blitz Megaplex. Pengunjung yang datang juga berasal dari berbagai universitas di Bandung yang memang mendalami subjek serupa. Kegiatan utama dari acara ini, antara lain community gathering, screening, talkshow, dan sharing. Tidak hanya itu, Cinephoria Vol. 4 juga mengadakan kompetisi membuat film pendek. Dari kompetisi ini, dihasilkan lima pemenang dengan film terbaik. Acara dimulai dengan screening film yang dibuat oleh para pemenang, yakni Putar Balik (Kosa), Prototype for Her (R Film), Power Off (LFM ITB), Pl4ga (Omega 101), dan Alas Lali Jiwo (Kolaborasi Film). Film-film pendek tersebut memiliki tema dan aliran yang berbeda. Putar Balik mengangkat isu narkoba di kalangan seniman untuk mempermudah proses kreatif. Mengusung tema romantis, Prototype for Her menceritakan perjuangan seorang lakilaki membuat prototipe untuk pacarnya dan ternyata prototipe tersebut justru yang akan menentukan masa depan hubungan mereka. Berbeda dengan kedua film tersebut, Power Off menggambarkan kehidupan sehari-hari manusia milenial yang bergantung kepada gadget. Pl4ga sendiri merupakan film aksi yang bercerita tentang sekumpulan manusia yang dijadikan bahan percobaan. Alas Lali Jiwo

mengisahkan mitos yang banyak berkembang di Indonesia, khususnya di daerah perhutanan dan beraliran horor.

Setelah dilakukan screening kelima film tersebut, moderator memimpin sesi sharing. Di sesi sharing ini, pengunjung dipersilakan untuk memberi tanggapan, dapat berupa kesan, saran, ataupun pertanyaan, langsung kepada para perwakilan pembuat film. “Filmnya jujur dan menggambarkan bahwa ternyata kehidupan manusia se-membosankan itu,” ujar salah satu pengunjung tatkala menanggapi film Power Off. Dalam sesi sharing ini, salah satu pembuat film mengaku bahwa kesulitan terbesar dalam membuat film adalah pemilihan sudut pengambilan gambar. Selain itu, para pembuat film juga mengalami proses kreatif yang berbeda sehingga menghasilkan film yang beragam pula.

Acara dilanjutkan dengan kegiatan utama, yakni screening dan sharing film utama Mobil Bekas dan Kisah-Kisah dalam Putaran (The Carousel Never Stops Turning) bersama dengan Ismail Basbeth, sang sutradara. Film berdurasi sekitar sembilan puluh menit ini menceritakan tentang mobil jip tua yang menjadi saksi keseharian hidup masyarakat Indonesia. Para pengunjung juga tampak antusias ketika sesi sharing dimulai. Pastinya ada banyak ilmu yang bisa diserap dari sang sutradara andal. Dengan berakhirnya kegiatan utama, berakhir pula acara Cinephoria Vol. 4. Semoga dengan adanya Cinephoria Vol. 4, para pembuat film muda bisa lebih terpacu untuk membuat film berkualitas dan memajukan dunia perfilman di Indonesia. []

7


KILAS

KPA ITB in Concert: Menyajikan Musik Tiap Musim Pandu Kristian, Antyesti Vania

8


Boulevard 81 Mei 2018

P

ada tanggal 18 Februari 2018, KPA ITB menggelar sebuah konser pertunjukan angklung yang diadakan setiap dua tahun sekali. Tahun ini KPA ITB mengangkat tema “Sound of the Seasons� yang dilambangkan oleh bunga sepatu sebagai simbol keindahan dengan disatukan oleh tabung angklung sebagai identitas KPA ITB. Konser ini bercerita tentang keempat musim yang memiliki karakter masing-masing yang hidup dengan damai. Bersama dengan Mother of Nature, mereka melestarikan keharmonisan di bumi. Hingga tiba suatu saat, muncul sesosok villain yang merebut kekuasaan Mother of Nature yang mengakibatkan kehancuran bumi. Untuk merebut kembali tahta tersebut, keempat musim bekerja sama hingga Mother of Nature sadar dan bumi pun kembali lestari.

Tidak sebatas memberi penampilan, KPA ITB juga berusaha menyampaikan sebuah pesan melalui penampilan ini. Ketika kita sedang menghadapi suatu masalah, kita harus mau untuk tetap bersatu dan bekerja sama agar masalah itu dapat diselesaikan, seperti keempat musim yang bekerja sama untuk mengembalikan keharmonisan di bumi seperti sedia kala.[]

Selama konser, dibawakanlah berbagai lagu yang menghantarkan penonton untuk merasakan nuansa empat musim. Mulai dari Rather Be, Wake Me Up When September Ends, How Far I’ll Go bahkan Pirates of the Caribbean Medley, Eternal Flame serta Rolling in the Deep pun dibawa agar penonton dapat masuk ke cerita yang dibawakan.

Para penonton membeli tiket yang dikategorikan sebagai Reguler, VIP, dan VVIP yang menentukan posisi duduk dan merchandise yang didapat. Konser yang diadakan di Aula Barat ITB itu dibuka mulai pukul 18.30 WIB dan pertunjukan dimulai pada pukul 19.00 WIB. Para penonton tidak hanya menyaksikan penampilan dari KPA ITB karena KPA ITB juga berkolaborasi dengan ISO, GSSTF Unpad, Erick Rene, Gina Umayati Dewi, serta Lovanda C. A. Sebayang untuk membuat konser semakin meriah.

9


KILAS

Ruang Luang: Sampai Jumpa di Masa Depan! Nicholas Yamahoki

10


Boulevard 81 Mei 2018

R

uang Luang, sebuah pameran untuk membangkitkan kesadaran akan isu global yang berkaitan dengan desain interior di masa mendatang. Begitulah deskripsi yang terpampang pada sebuah banner ketika kita memasuki ruang pameran. Bertempat di Bandung Creative Hub (BCH), acara ini diselenggarakan selama tiga hari, yakni tanggal 10 sampai 12 April 2018. Acara yang dipersembahkan oleh IMDI (Ikatan Mahasiswa Desain Interior) ITB ini terdiri atas pameran dan instalasi seni, serta talkshow.

Diadakan untuk yang pertama kali, Ruang Luang merupakan bagian dalam perayaan hari jadi IMDI ITB yang ke-30. Ruang Luang memiliki sasaran kaum muda milenial yang nantinya akan produktif di tahun 2045. Melalui acara ini, IMDI ITB hendak menyadarkan masyarakat, khususnya kaum muda, bahwa isu-isu global ini akan datang dan kita harus bersiap diri menghadapinya.

depan dipamerkan. Untuk keluar dari area pameran, kita harus melewati lembaranlembaran kain dengan siluet berbagai gestur manusia yang tampak sibuk. Instalasi terakhir ini membangkitkan kesan saat kita berjalan di tengah kerumunan orang yang sibuk dengan dunianya sendiri-sendiri.

Talkshow diadakan pada hari kedua dengan topik “Prediksi Isu Global di Masa Depan dan Pengaruhnya terhadap Desain dan Manusia�. Narasumber pada talkshow kali ini adalah Ir. Rido Matari Ichwan, M.Eng.Sc. dari Kementrian PUPR RI dan Tri Anugrah, Trend & Design Researcher BD+A Design. Sebagai penutup seluruh rangkaian acara, pukul 19.00 WIB pada hari terakhir diadakan acara puncak. Bertempat di Auditorium BHC lantai 3, acara puncak dimeriahkan oleh Tigapagi dan lainlain.[]

Pameran utama dan instalasi seni digelar di basement BCH selama tiga hari, mulai pukul 10.00 hingga pukul 20.00 WIB. Sebuah gerbang yang dirangkai dari pipa paralon menandai awal perjalanan pameran. Setelah melewati gerbang, kita akan disambut dengan kursikursi dengan wujud yang tak lazim. Kursikursi ini merupakan hasil karya mahasiswa Desain Interior ITB. Selanjutnya, mata kita akan tertuju pada instalasi sebuah ruangan berwarna hijau mencolok. Instalasi yang diberi nama 2045 Space ini menggambarkan terbatasnya tempat tinggal manusia di masa mendatang. Pameran utama menampilkan hasil workshop yang diadakan IMDI ITB sebagai praacara Ruang Luang. Workshop berlangsung pada 28 sampai 29 Maret ini mengangkat permasalahan trend hunian di masa depan. Empat hasil rancangan ruang tinggal masa

11


KILAS

Pesta Pora Melayu 2018: Sebuah Malam dengan Hias Kebudayaan Melayu Riau Rona Atikah, Kaiyuma J. Raihan

12


Boulevard 81 Mei 2018

P

esta Pora Melayu 2018 merupakan peringatan hari jadi UKMR ITB ke-12 pada 15 April 2018 yang diselenggarakan oleh Unit Kebudayaan Melayu Riau Institut Teknologi Bandung (UKMR ITB). Tahun ini, UKMR ITB membawakan tema nuansa kampung melayu dan kedatangan tamu dari URI, Ikatan Keluarga Anak Riau dan Kepulauan Riau (IKRAR), dan unit mahasiswa Riau dan Kepulauan Riau Universitas Telkom yang ikut memeriahkan acara pada malam puncaknya. Selain pengemasan acaranya yang bercorak kebudayaan, UKMR menyajikan rangkaian hiburan yang sangat cocok untuk dijadikan selingan kepenatan mahasiswa study-oriented. Tari dan musik disuguhkan beriringan dengan drama, kolaborasi musik unit rebana ITB, dan sesajak-dua sajak pantun.

Pesta Pora Melayu kali ini terdiri dari Wisata Kuliner sebagai praacara dan Malam Kebudayaan Melayu Riau VIII sebagai acara utama. Sabtu (31/3/18), praacara digelar berhiaskan makanan dan minuman khas Riau dan Kepulauan Riau di Lapangan Cinta ITB sejak 10.00 hingga 17.00 WIB. Wisata Kuliner ini menyambut Malam Kebudayaan Melayu Riau VIII yang diselenggarakan di Aula Timur ITB, Minggu (15/4) 18.30 WIB sampai sekitar 21.30 WIB. Pada keseluruhan acara ini, Rahma Fauziyah Yusri, Ketua Acara Pesta Pora Melayu 2018, bersama timnya mengenalkan budaya melayu secara tidak langsung bagi sebagian orang hanya dengan harga tiket masuk sebesar Rp 15.000,00. Mereka berhasil menghidupkan suasana lain pada sisi Selatan ITB―suasana Melayu―terutama bagi sebagian orang lainnya, perantau yang hendak segera kembali ke kampung asalnya. Wisata Kuliner sebagai praacara siang itu menawarkan beberapa cita rasa. Pelancong dapat mengenal Riau dengan menerima tawaran rasa yang di antaranya adalah bolu

kemojo, ketan durian, nasi dagang, otak-otak, lakse, aji serban, mie lendir, air mata kucing, roti jala, dan laksamana mengamuk. Tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam, harga yang diminta sekitar Rp 8.000,00 sampai Rp 15.000,00 untuk pemesanan dan Rp 10.000,00 sampai Rp 17.000,00 untuk pembelian di tempat.

Acara utama Pesta Pora Melayu 2018 berlangsung meriah. Pengunjung malam itu yang berkisar di angka tiga ratus orang disambut oleh hidangan khas Riau di pintu masuknya. Tidak seperti teater pada umumnya, Malam Kebudayaan Melayu Riau VIII dibuka dengan pembacaan peraturan untuk kemudian disambung dengan pantun. Bagi penonton yang tidak sempat mencicip roti jala, aji serban, otak-otak, laksamana, mie lendir pada wisata kuliner, dapat merasakannya sebagai cemilan di sela-sela acara. Pada kursi-kursi yang mendongak, penonton menyaksikan logat Melayu yang kental pada tari-tarian khas yang di antaranya adalah Tari Persembahan, Tari Teratai Klasik, Tari Batin Kemuning, dan Tari Zapin Tenglu. Alat-alat musik yang digunakan sebagai pengiring tari pun menggunakan gendang dan digabung dengan bas, gitar, dan akordion. Beberapa dari tarian ini dirangkai menjadi selingan di antara sandiwara utamanya, “Jeraan Aji Bonar”. Drama tersebut mengambil latar belakang tempat dan nuansa kehidupan masyarakat Riau dan sangat menghibur penonton dengan penampilan yang apik dan sisipan lelucon yang mengocok perut. []

13


KILAS

Dharma lan Cidra, Jiwa Bercengkrama Melalui Sebuah Sandiwara Irza Sanika, Alvi Zainita

14


Boulevard 81 Mei 2018

“Apa yang di matamu baik belum tentu baik dan apa yang menurutmu buruk belum tentu buruk juga.”

P

enggalan di atas merupakan bagian dari percakapan sendratari “Dharma lan Cidra” yang ditampilkan oleh Persatuan Seni Tari dan Karawitan (PSTK) ITB pada hari Minggu, 15 April 2018. Pementasan yang diadakan di Dago Tea House tersebut merupakan sebagian dari rangkaian acara Tanggap Warsa ke-47, yaitu peringatan ulang tahun PSTK ITB yang sudah berdiri sejak 1971. Sebelum malam penampilan sendratari ini, Tanggap Warsa juga memiliki beberapa rangkaian acara. Hari ulang tahun PSTK ITB pada 7 Maret tersebut diawali dengan serah terima jabatan Ketua PSTK ITB. Lalu ada pula acara Ganesha Membatik yang kemudian ditutup di malam puncak pagelaran drama tari “Dharma lan Cidra.” Pagelaran drama tari ini dihadiri oleh banyak mahasiswa ITB juga umum, bahkan ada juga alumni yang hadir untuk ikut menyaksikan. Pada pukul 19.00 WIB penonton sudah mulai berdatangan dan memasuki ruang teater dengan menunjukkan tiket yang telah dibeli sebelumnya.

Sebelum MC masuk dan membuka acara, penonton disuguhkan dengan Tari Kebyar. Pukul 19.30 WIB, MC naik ke panggung untuk menyambut penonton serta mempersilakan ketua pelaksana pagelaran yaitu Tectapatra An Nafi (MS’16) untuk memberikan sedikit sambutan. Selepasnya, MC tak lupa memperkenalkan para pemain gamelan. Setelah itu mereka turun dan mulai memainkan pertunjukan dengan harmonisasi yang indah. Itulah tanda bahwa drama “Dharma lan Cidra” akan dimulai.

Perpaduan yang Pas Drama itu bercerita tentang seorang gadis yatim piatu yang bernama Siwi, yang kini tinggal dengan Nyai. Suatu hari ia mendengar suara-suara ghaib yang diyakini dari dewa melalui mimpinya. Suara itu meminta Siwi untuk pergi ke suatu lembah yang berada di alam lain, jika ingin menyelamatkan desanya yang sedang dilanda kekeringan. Di perjalanan tersebut, Siwi banyak mengalami kejadiankejadian seperti bertemu buto dan penyihir yang sempat menghalanginya pulang ke dunia nyata. Meski begitu ternyata drama ini berakhir dengan Siwi yang menjadi gila karena tidak bisa menerima ayahnya adalah pengikut aliran hitam dan dibunuh oleh warga desanya sendiri. Selain menampilkan cerita yang apik, pagelaran ini juga semakin menarik dengan adanya efek cahaya lampu yang sesuai. Sektor lighting menjadi pendukung jalannya cerita agar emosi dan keadaan yang ingin disampaikan mereka terasa juga pada penonton. Tidak hanya yang berada di depan layar, orang-orang di belakang layar seperti shadow man yang bertugas memindahkan properti di pergantian babak juga perlu diapresiasi. Dengan kerja mereka yang cepat dan cekatan, penonton tidak perlu menunggu lama di setiap transisi pergantian adegan. Pagelaran sendratari “Dharma lan Cidra” ini berakhir pada pukul 21.30 WIB, dengan meninggalkan banyak kesan dan pesan pada penonton.[]

15


LAPORAN UTAMA

Kemas-Kemas Pengmas Nicholas Yamahoki

Kolaborasa, Gebrak Indonesia, dan Aku Masuk ITB (AMI) hanyalah sedikit dari sekian banyak agenda kegiatan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Akrab pula di telinga kita, Skhole-ITB Mengajar, perwujudan pengabdian masyarakat dengan kemasan yang lain lagi. Dari banyaknya kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di kampus ini, munculah suatu tanda tanya. Seberapa jauh pemahaman kita mengenai pengabdian masyarakat?

16


Boulevard 81 Mei 2018

P

engabdian kepada masyarakat, atau sering disebut pengmas, adalah setiap usaha pencurahan tenaga, pikiran, ilmu, serta setiap sumber daya yang dimiliki dengan tujuan membantu dan menyejahterakan masyarakat. UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mendefinisikan pengabdian kepada masyarakat sebagai kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejatinya, pengmas di perguruan tinggi merupakan hal wajib. UU No. 20 Tahun 2003 pasal 20 ayat (2) menyatakan perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pengmas. Kewajiban tersebut kembali diperkuat dalam konsep Tridarma Perguruan Tinggi. Sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 pasal 1, Tridharma—yang mencakup penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat—adalah suatu kewajiban bagi setiap perguruan tinggi di Indonesia. Pengmas di ITB berada di bawah koordinasi dua lembaga, yakni Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan Lembaga Kemahasiswaan (LK). Dalam hal pengmas, kedua lembaga ini mengambil peran yang berbeda. LPPM ITB berperan sebagai penghubung ITB—sebagai sebuah institusi— dengan masyarakat. Lembaga ini merupakan wadah bagi sivitas akademika ITB untuk melaksanakan penelitian dan pengmas. Pengmas yang dikerjakan oleh ITB melalui LPPM ITB berupa penelitian, pendidikan dan pelatihan, jasa konsultasi, serta kemitraan dengan institusi lain. Di sisi lain, LK ITB, seperti yang termaktub dalam misinya, berperan dalam pemberdayaan mahasiswa untuk masyarakat. Untuk itu, LK ITB senantiasa mendorong dan memberikan dukungan atas setiap kegiatan pengmas yang dilakukan mahasiswa ITB. Dukungan materiil

berupa dana yang dicairkan untuk kegiatan pengmas, sedangkan dukungan non-materiil dapat berupa rekomendasi dan perizinan kegiatan.

Beberapa kegiatan pengmas yang telah disebutkan sebelumnya, seperti Kolaborasa dan ITB Mengajar tak terlepas dari peran Keluarga Mahasiswa ITB. KM ITB bergerak sebagai pusat pergerakan mahasiswa ITB, termasuk pergerakan di bidang pengmas. Salah satu arah gerak KM ITB yang diusung Kabinet Ahmad Wali Radhi adalah Sosial Masyarakat. Hal ini tentu menegaskan bahwa KM ITB betul-betul ingin menjadi rahim pelayanan dalam pergerakan pengmas mahasiswa ITB. Tidak sedikit kegiatan pengmas yang dilaksanakan merupakan buah kerjasama Kabinet KM ITB dengan himpunan mahasiswa jurusan. Contohnya saja Gebrak (Gerakan Pemberdayaan Masyarakat) Indonesia yang merupakan pengmas hasil kolaborasi KM ITB, Sibades HMS ITB, Satoe Indonesia, Fardes HMF ITB, dan Inddes ITB. Ada pula bentuk pengmas mahasiswa dalam balutan mata kuliah 2 SKS, yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik. Semua mahasiswa ITB, kecuali mahasiswa tingkat pertama (TPB), dapat mengambil KKN Tematik sebagai mata kuliah pilihan. Koordinasi mata kuliah rasa pengmas ini dipercayakan kepada LK ITB dengan kerjasama LPPM ITB. Kembali kepada pertanyaan seberapa jauh pemahaman mahasiswa ITB mengenai pengmas, Shofi Aljannah, Presiden Asrama Putri ITB Kanayakan, membagikan pengalaman dan pandangannya tentang pengmas. Semenjak duduk di bangku SMA hingga saat ini, Shofi aktif melayani masyarakat. Di asrama tempat tinggalnya sekarang, dilaksanakan secara rutin kegiatan yang diberi nama Asrama Mengajar. Para mahasiswi penghuni asrama memberikan pengajaran ilmu dan keterampilan kepada anak-anak SD dan SMP yang tinggal di sekitar asrama.

17


LAPORAN UTAMA Shofi mengungkapkan pandangannya mengenai pengmas. Ia mengatakan bahwa bentuk kegiatan pengmas dapat bermacammacam tergantung pada kebutuhan masyarakat. Yang terpenting baginya pengmas itu soal menyediakan waktu. “Menurutku, ga ada orang yang sibuk, setiap orang punya jumlah waktu yang sama,” ujarnya, “hanya saja kesibukan itu bergantung prioritas.” Soal pendanaan, ia tidak menampik bahwa setiap kegiatan pengmas membutuhkan dana. Mahasiswa perlu berpikir kreatif untuk mendatangkan dana. Salah satu contoh yang ia berikan yaitu dengan memperbanyak relasi. “Banyak banget orang-orang yang mau berbakti, mau mengabdi, dan punya uang, tapi mereka ga punya waktu,” terang mahasiswi yang berasal dari Sumatera Selatan ini.

Shofi mengutarakan ketidaksetujuannya pada pandangan bahwa mahasiswa hanya perlu belajar dan belum saatnya untuk pengmas. “Setelah lulus, kita pasti punya prioritas lain, kita pingin kerja, punya rumah, punya keluarga, ya prioritasnya pindah ke situ”, ujarnya, “kalo ditunda terus, ya ga bakal kesampaian.” Shofi melanjutkan, banyak orang menganggap bahwa setelah mapan secara ekonomi barulah pengmas. Menurutnya, mind-set seperti itu harus diubah. “Selama kita diberi rezeki dan kekuatan untuk bisa mengabdi pada masyarakat, lakukanlah!” katanya dengan mantap. Sebagai penutup, Shofi mengungkapkan pengmas dalam satu kalimat. “Pengmas itu bukan pengabdian masyarakat, tapi bagaimana kita menjadi manusia yang tahu balas jasa.”

18

Pandangan berbeda diutarakan Iskandar Budisaroso Kuntoadji, pendiri Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka). Berdasarkan pengalaman terjun ke masyarakat, beliau menyimpulkan bahwa pengmas bukan sekadar memberi sesuatu kepada masyarakat. Menurutnya, mahasiswa selama ini hanya melakukan pengmas tanpa tahu betul kebutuhan masyarakat setempat. “Yang benar ‘tuh tinggal dulu sama masyarakat atau live in agar mahasiswa punya cara berpikir yang sistematis untuk bisa menganalisis keadaan yang tidak terungkap dengan kata-kata” ujar beliau.

Pak Iskandar juga berpendapat bahwa pengmas harus bisa sampai kepada pemberdayaan masyarakat. Dalam pengmas, masyarakat harus bertindak aktif mengusahakan kesejahteraannya, bukan hanya sebagai penerima bantuan. Tak lupa Pak Iskandar memberi saran agar mahasiswa fokus pada pendidikan terlebih dahulu. “Seperti yang saya bilang, perlu live in sama masyarakat baru bisa pengmas, kalau masih kuliah mau live in tiga bulan, ya di-DO (Drop Out—red) ‘ntar,” katanya.

Pada akhirnya, tidak ada definisi mutlak yang sempurna untuk mengukur seberapa jauh pemahaman kita mengenai pengabdian kepada masyarakat. Setiap orang memiliki caranya sendiri soal mengabdikan diri. Mengabdi bukan bicara teori, apalagi sekadar orasi. Mengabdi memang harus dari hati, tetapi bukan mengabdi namanya kalau tidak dijalani. Lebih lagi, menghidupi pengabdian dalam kehidupan sehari-hari, itulah esensi mengabdi. Layaknya melipat satu ujung kertas yang akan memberikan kita dua ujung kertas yang lain, di akhir setiap jawaban atas suatu pertanyaan, kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Bagaimana realita pengmas yang berjalan di kampus kita tercinta, ITB? Apakah pengmas yang selama ini dilakukan di ITB sudah tepat sasaran? Lalu, bagaimana pengmas di perguruan-perguruan tinggi lain di Indonesia?[]


Boulevard 81 Mei 2018

Pengmas ITB, Berbahayakah? Astri Liya

Perguruan Tinggi Teknik yang disandang ITB nampaknya tidak menjadikannya kampus yang kaku dan tidak acuh terhadap lingkungan sosial. Seperti kampus pada umumnya ITB tetap memberikan ruang kepada mahasiswanya untuk bersosialisasi dengan masyarakat terutama warga sekitar ITB, melalui pengmas. Namun ternyata masih banyak ditemukan kekurangan dalam kegiatan pengmas di ITB. Bagaimanakah pelaksanaan pengmas di ITB sebenarnya?

19


LAPORAN UTAMA

S

angat penting bagi kita, mahasiswa ITB, untuk mengenal pengabdian masyarakat alias pengmas. Tentunya, pelaksanaan pengmas dapat sesuai dengan hakekatnya. Menurut M. Yudiaputra Mashudi, dosen mata kuliah Study of Human Society di ITB yang sering disapa Kang Kampret, sebuah pengmas harus mampu memperbaiki masalah yang ada di masyarakat atau menguatkan potensi yang ada di masyarakat berdasarkan riset dan pembelajaran.

Di ITB sendiri terdapat banyak lembaga, organisasi, maupun kepanitiaan yang bergerak di lingkup sosial masyarakat. Lebih dari 100 kegiatan pengmas diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ITB, salah satunya Kolaborasa -sebuah kepanitiaan yang berfokus menjembatani mahasiswa dengan masyarakat untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Kolaborasa sendiri membawa konsep yang berbeda, yakni menempatakan masyarakat sebagai subjek bukan sebagai objek, seperti pengmas di ITB pada umumya. Kolaborasa berusaha untuk membangun budaya baru bersama masyarakat. Masyarakat pun mengaku senang dan tersanjung karena mendapat kesempatan sebagai subjek dari pengmas tersebut. Kali ini, mahasiswa lah yang mencoba untuk berkunjung ke acaraacara yang digelar masyarakat.

20

Pelaksanaan Pengmas ITB “Setelah melaksanakan pengmas, beberapa mahasiswa ITB paham betul bahwa hampir semua pengmas nyaris tidak pernah mencapai tujuan akhir, yaitu dapat mengubah tatanan sosial masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya, secara signifikan. Mereka juga sadar bahwa mereka memiliki keterbatasan yang sangat banyak terutama dalam bentuk waktu dan material,� ungkap Ilham Octiano selaku Ketua Kolaborasa 2018. Meskipun begitu, mahasiswa ITB tetap berusaha untuk memenuhi tahap-tahap persyaratan pelaksanaan pengmas, di antaranya melakukan pengamatan dan pendekatan terhadap masyarakat, melakukan hipotesis mengenai masalah yang dialami masyarakat, kemudian bekerja sama dengan masyarakat untuk memecahkan dan menyelesaikan masalahmasalah yang ada. Dalam hal ini, mahasiswa ITB selaku masyarakat terdidik dapat dianggap sebagai inisiator dan pembimbing bagi masyarakat untuk menyelesaikan masalahmasalah yang mereka alami. Setelah diulik lebih dalam, ternyata memang benar bahwa keterbatasan waktu yang dimiliki mahasiswa menjadi salah satu penghambat yang paling besar dalam ketercapaian tujuan pengmas. Menurut Kang Kampret, hal ini menjadi penghambat sekaligus masalah


Boulevard 81 Mei 2018

Dokumentasi pengabdian masyarakat oleh FSRD ITB

yang sistematis dalam proses pengmas. “Keterbatasan waktu yang dimiliki mahasiswa tidak serta-merta disebabkan kesibukan mereka secara individu, melainkan tuntutan akademik yang sangat padat. Hal ini menjadi wajar jika mereka secara profesional berusaha memenuhi tuntutan tersebut karena pada dasarnya menuntut ilmu adalah kewajiban utama mereka sebagai mahasiswa,” jelasnya. Kang Kampret menambahkan bahwa keterbatasan waktu yang dialami mahsiswa menghambat pelaksanaan prapengmas, yaitu penelitian. Keterbatasan waktu tersebut menyebabkan data-data penelitian yang dihasilkan menjadi tidak valid sehingga mahasiswa tidak dapat menyimpulkan secara tepat apa sebenarnya masalah yang sedang dialami oleh masyarakat. Maka, solusi yang diterapkan menjadi tidak tepat sasaran. Bahkan, sangat mungkin terdapat gap yang jauh antara solusi yang diciptakan dengan masalah yang sebenarnya sedang terjadi. Lebih parah lagi, masalah yang sistematis ini sebenarnya disadari oleh pihak ITB dan juga mahasiswanya. Dampak Pengmas

Ketika mahasiswa tidak dapat mencapai titik akhir tujuan pengmas, mahasiswa menyadari bahwa pengmas yang dilakukan tidak sematamata untuk mencapai tujuan akhir. Ilham mengatakan, “Bagi mahasiswa yang paling penting adalah prosesnya. Dalam proses pengmas mahasiswa dapat belajar untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar, belajar lebih empati, dan juga berlatih untuk memosisikan

diri pada posisi orang lain meskipun waktu yang tersedia hanya terbatas.”

Menurut Kang Kampret, pengmas yang dilakukan oleh mahasiswa ITB menjadi terkesan formalitas karena masih jauh dari kata mampu untuk menyelesaikan masalah yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Bahkan, semua yang sudah dilakukan oleh mahasiswa ITB selama ini ternyata hanya semakin memperdaya masyarakat dan menyebabkan masyarakat dalam keadaan yang bahaya, yakni masyarakat menjadi bergantung kepada mahasiswa. “Kemandirian dan kreativitas masyarakat menjadi tumpul, mereka semakin terperdaya serta lemah,” sebut Kang Kampret. Jika dikaitkan dengan tugas mahasiswa, yakni menuntut ilmu, proses pengmas sejatinya adalah ladang ilmu bagi mahasiswa yang sangat luas dan merupakan bekal bagi mahasiswa untuk terjun ke masyarakat di kemudian hari. Dengan catatan, mahasiswa memahami makna dari pengmas, belajar dan meresapi momen-momen kecil dari proses pengmas.

“Pada dasarnya pengmas yang dilaksanakan oleh mahasiswa ITB sudah sesuai dengan tahap-tahap dan kaidah. Hanya saja terdapat masalah sistematik yang cukup rumit. Sangat banyak hal yang perlu diperbaiki agar pengmas ITB menjadi lebih efektif dan efisien,” simpul Kang Kampret. Dengan mahasiswa yang masih perlu memperbanyak belajar ke lapangan dan sistem pengmas yang perlu peningkatan kualitas, apakah pengmas oleh ITB masih aman untuk dilanjutkan?[]

21


LAPORAN UTAMA

Kuantitas versus Kualitas Eksekutor, Mana yang Lebih Penting? Hanif Rahman

Salah satu dari tiga pilar yang tersemat dalam Tridarma Perguruan Tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat, yang mengandung makna bahwa seluruh sivitas akademik berkewajiban untuk membaktikan diri mereka untuk terjun langsung ke dalam masyarakat dengan berbagai cara seperti melakukan bakti sosial, penyuluhan, dan berbagai kegiatan lainnya. Namun, dalam keberjalanannya, kebutuhan akan pengabdian masyarakat menimbulkan kesan yang terlalu terburu-buru tanpa dilandasi data-data yang diperlukan. Lalu, apa yang menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah kegiatan pengabdian masyarakat?

22


Boulevard 81 Mei 2018

P

engabdian masyarakat (pengmas) sejatinya bergerak selaras dengan dua asas Tridarma Perguruan Tinggi lainnya, yaitu penelitian dan pendidikan. Dengan mencermati ketiga asas tersebut, dalam pelaksanaan pengmas pasti ada penelitian, ilmu, dan pendidikannya. Oleh karena itu, pengmas seharusnya melewati proses yang menerapkan penelitian dan pendidikan, bukan sekadar pengabdian. Iskandar B. Kuntoadji, board of trustee Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan, mencontohkan pengmas dari salah satu kegiatannya. Ia telah membangun pembangkit listrik di Putri Betung, Gayo Lues, Aceh, lalu masyarakat di sana pun diedukasi terkait dasar teori dari teknologi yang digunakan dan cara pengoperasiannya. “Perlu diperhatikan bahwa dalam membuat suatu teknologi harus yang sedekat-dekatnya dengan masyarakat,” ujarnya. Sampai saat ini, pembangkit listrik di desa tersebut bisa menghasilkan keuntungan hingga 180 juta rupiah per desa dalam satu bulan. Lalu, pemerintah pun melihat hal tersebut sebagai penghasilan asli daerah dan pembangkit listrik tersebut selanjutnya dikelola oleh pemda.

Namun, kalau menilik fenomena sekarang, pengmas yang dilakukan terutama oleh mahasiswa cukup melenceng dari makna pengmas yang sesungguhnya. Hal tersebut dibeberkan oleh Mohamad Yudiaputra Mashudi, direktur PT. Purnatarum Murni Rahayu yang juga merupakan dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB. Kang Kampret, sapaan akrabnya oleh para mahasiswa, berpendapat bahwa pengabdian yang dilakukan sekarang bukanlah mengabdi, melainkan memperdaya masyarakat. Setiap kali ada mahasiswa yang ingin melakukan pengmas, seakan sudah terpatri dalam pikiran masyarakat bahwa mereka adalah orang yang harus dibantu.

Kang Kampret menjelaskan fenomena tersebut terjadi karena kurangnya data yang diperlukan sebelum pengmas dilakukan. Seharusnya, sebelum melakukan eksekusi, pelaku harus mengkaji dahulu masalah-masalah yang terjadi di desa yang bersangkutan, melakukan riset

dengan mendalam, baik dari pihak perguruan tinggi, mahasiswa, maupun lembaga. “Pengmas di ITB sendiri, kita itu risetnya masih kecil, harus cepat-cepat eksekusi program, akhirnya mahasiswa hanya dilatih untuk mengeksekusi karena penelitian untuk memahami masyarakatnya hampir tidak ada, pengetahuan sosial semacam study of human society atau memahami bagaimana masyarakat berperilakunya masih tidak memadai,” ujar Kang Kampret.

Menurut Kang Kampret, pelaku pengmas saat ini masih belum menyadari sepenuhnya bagaimana kehidupan masyarakat, sehingga mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Jangan hanya memberikan apa yang dianggap baik jika kenyataannya justru bertolak 180 derajat dengan hal-hal apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. “Karena itulah, menurut saya program pengmas yang sekarang itu salah kaprah, jahat malah kalau saya bilang, dan yang jahat itu bukan karena orangnya, bukan karena ilmunya, tapi karena sistem!” serunya. Kang Kampret juga menambahkan mahasiswa selaku pelaku pengmas seharusnya hadir dan berperilaku sebagaimana Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu melakukan penelitian sebelum masuk ke lapangan, belajar dari masyarakat, lalu mengeluarkan sesuatu yang bisa memudahkan kegiatan masyarakat atau memperbaiki masalah yang ada di lapangan, atau menguatkan potensi yang ada di lapangan berdasarkan riset dan pembelajaran.

“Kenyataannya mah tidak, kebanyakan program ya begitu saja, masyarakatnya jadi terbentuk mental bahwa setiap ada mahasiswa datang, mereka akan berpikir kalau mereka akan dibantu, dan mahasiswa pun menganggap parameter berhasilnya pengmas adalah ketika programnya diterapkan, tetapi tidak melihat dampaknya ke masyarakat, apakah betul atau tidak yang diterapkan itu membantu masyarakat, atau malah menciptakan ketergantungan? Mereka berpikir, ‘Bagus kok ini alatnya, saat kita kasih produksinya jadi meningkat,’ lalu ketika alatnya rusak bagaimana?” lanjut Kang Kampret.

23


LAPORAN UTAMA

“...pengabdian yang dilakukan sekarang bukanlah mengabdi, melainkan memperdaya masyarakat. Setiap kali ada mahasiswa yang ingin melakukan pengmas, seakan sudah terpatri dalam pikiran masyarakat bahwa mereka adalah orang yang harus dibantu.�

Persoalan kualitas baik tidaknya eksekutor dalam melakukan pengmas, serta kuantitas banyak tidaknya jumlah eksekutor yang terjun dalam melakukan pengmas bukan lah hal yang berarti untuk diperbincangkan. Sebab, kedua aspek tersebut tidak berpengaruh dalam pelaksanaan pengmas. Masalahnya terletak pada program pengmas yang terkesan menuntut para eksekutor untuk terburu-buru dalam melakukan eksekusi tanpa didasari oleh data-data yang dibutuhkan oleh subjek yang ingin mereka kunjungi.

Sebagai penutup, Iskandar berpesan kepada mahasiswa bahwa mereka sebaiknya fokus dahulu dalam pendidikan karena pengmas harus dilakukan secara totalitas. Artinya dalam berpengmas harus mencari data apa-apa saja yang memang perlu dilakukan, mencoba tinggal dan merasakan kehidupan masyarakat, menganalisis potensi desa yang akan didatangi, kenal dengan tokoh-tokoh di desa tersebut, lalu analisis kuasa di sana, dan akhirnya melakukan konsensus yang diiringi dengan kesepakatan/konsolidasi dengan warga desa agar mereka tahu apa yang akan terjadi dan apa yang dibutuhkan di desa itu. Jangan menjadi “Santa Klaus� yang hanya memberikan bantuan pada masyarakat tanpa diiringi dengan pemberdayaan sehingga bantuan yang diberikan, di suatu masa yang akan datang, malah akan semakin menyusahkan masyarakat.

Lain halnya dengan Iskandar, Kang Kampret berpesan kepada mahasiswa untuk lebih sering ke lapangan sekadar melihat kondisi masyarakat dengan mata kepala sendiri, tetapi tanpa menomor-duakan pendidikan di dalam kelas. Di kelas, mahasiswa belajar ilmu-ilmu dasar. Di lapangan, mahasiswa akan belajar ilmu terapan yang belum tentu diajarkan di dalam kelas. Sering-seringlah berbicara dengan masyarakat sekitar untuk membuka wawasan lebih luas tentang kehidupan masyarakat.[]

24


Boulevard 81 Mei 2018

Pengabdian Masyarakat dari Kornea Perguruan Tinggi di Indonesia Alvi Zainita

Mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita jika mendengar kata pengabdian masyarakat, yaitu suatu aksi terjun langsung ke dalam masyarakat untuk membantu menyelesaikan persoalan di masyarakat. Pengabdian masyarakat bisa dilakukan oleh berbagai kalangan termasuk oleh seluruh sivitas akademika perguruan tinggi. ITB sebagai kampus yang katanya terbaik bangsa ini sudah gencar melakukan pengabdian masyarakat, lalu bagaimana dengan perguruan tinggi lain di Indonesia?

25


LAPORAN UTAMA

P

engabdian masyarakat (pengmas) dilakukan hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Beragamnya metode pun realisasinya tentu menimbulkan pemahaman yang berbeda di setiap benak mahasiswa. Seperti yang diungkapkan oleh Safina Nur Azizah, mahasiswa SI Farmasi UGM, bahwa pengabdian masyarakat adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh manusia dari mahasiswa, siswa, atau orang dewasa lainnya dalam bentuk kegiatan sosial yang bisa menjadi sarana penyalur ilmu juga bentuk dedikasi kepada masyarakat. Di ITB sendiri pengabdian masyarakat juga dilakukan oleh mahasiswa, beberapa digerakkan dalam himpunan mahasiswa jurusan (HMJ). Untuk melakukan pengabdian masyarakat tentu dibutuhkan waktu, biaya, skill juga idealisme. Kebanyakan mahasiswa hanya bisa menyediakan idealisme dan waktu luang. Waktunya saja juga harus disempatsempatkan karena padatnya kuliah terutama di ITB. Mahasiswa ITB sadar bahwa masih belum bisa serta-merta langsung memberikan dampak besar bagi masyarakat sehingga hanya dapat melakukan pendekatan dengan masyarakat, lalu melakukan program bersama berdasarkan potensi yang ada di dalam lingkungan masyarakat.

Tak hanya HMJ, Kabinet KM ITB juga menyediakan wadah untuk melakukan pengmas secara terpusat. Pengabdian masyarakat ini dibalut dengan beberapa di antaranya: menciptakan taman baca dan menyelenggarakan pesta rakyat. Dengan ini, diharapkan mahasiswa dapat lebih dekat dan membantu masyarakat di sekitar kampus ITB. Bukan hanya ajang mengabdi, tetapi juga sebagai ajang mahasiswa untuk belajar kepada masyarakat. Karena mau tidak mau, pada akhirnya seorang mahasiswa juga akan terjun ke masyarakat.

26

Selain ITB, Universitas Diponegoro (Undip) juga punya cara sendiri dalam melakukan pengabdian masyarakat. Tiap fakultas di Undip menyesuaikan keilmuannya untuk membidik sasaran masyarakatnya. Seperti paparan Dwi Ayu Kusuma, mahasiswa Oseanografi Undip, “Pengabdian di Undip ini disesuaikan

“...dalam melakukan pengmas tidak sepenuhnya berjalan baik. Masih ada juga mahasiswa yang merepotkan warga karena banyak maunya...”

dengan fakultasnya. Contohnya, untuk Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) cenderung memilih desa-desa di daerah pesisir karena kita bisa langsung mengaplikasikan ilmu yang kita dapat di kampus.” Beberapa desa yang dibidik FPIK begitu antusias mengenai program yang telah dijalankan, bahkan FPIK Undip telah menapaki tahun keempat dalam membina sebuah desa di Demak. Rasa untuk mengabdi telah dipupuk sejak mahasiswa baru masuk tahun pertama kuliah. Undip langsung mengenalkan pengabdian masyarakat berikut dengan desa binaannya sehingga bisa langsung ditindaklanjuti untuk ke depannya. Beralih ke kampus teknik di Jawa Timur, yakni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kampus yang terletak di Kota Pahlawan ini juga memberi wadah untuk melakukan pengmas, baik di jurusan maupun di fakultas masing-masing. “Kita mulai dengan berdiskusi sekiranya desa mana yang perlu dibantu. Lalu


Boulevard 81 Mei 2018

kami mulai menentukan melalui voting. Jika sudah diputuskan, kami mulai melakukan observasi dan penelitian mengenai desa tersebut,� ungkap Alifia mengenai mekanisme untuk memilih desa yang akan menjadi binaannya. Mahasiswi Teknik Instrumentasi ITS ini juga mengatakan bahwa dalam melakukan pengmas tidak sepenuhnya berjalan baik. Masih ada juga mahasiswa yang merepotkan warga karena banyak maunya dan kesulitan berkomunikasi karena banyak mahasiswa yang tidak bisa menggunakan bahasa jawa halus. Selain itu, tanggapan dari masyarakat cukup baik dan senang bila dikunjungi mahasiswa.

Mayoritas perguruan tinggi memiliki wadah untuk melakukan pengmas melalui HMJ juga fakultas masing-masing. Namun, terdapat wadah lain untuk mahasiswa dalam melakukan pengmas. Seperti halnya di Universitas Padjadjaran (Unpad), diadakannya mata kuliah Olahraga, Kesenian, dan Kreativitas (OKK) khusus mahasiswa tahun pertama yang membuat mahasiswa terjun langsung ke masyarakat di sekitar kampus. Kegiatannya sangat beragam, mulai dari membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) warga, menyelenggarakan program mengenai olahraga, kreativitas, dan mengembangkan kesenian wilayah lokal. Kemudian, ada pula wadah lain berupa komunitas. Di Universitas Gadjah Mada (UGM) terdapat suatu komunitas bernama Disaster Respons Unit (DERU) yang sigap dalam membantu masyarakat bila terjadi bencana alam. Ada juga tim kuliah kerja nyata (KKN) yang sempat berhasil membuat Pantai Ketawang di Kabupaten Purworejo menjadi objek wisata yang semakin diminati. Dalam objek wisata tersebut dihadirkan mini zoo, objek foto kekinian, juga gazebo. Safina, mahasiswa Farmasi UGM, juga memaparkan bahwa di fakultasnya ada kelompok studi yang langsung dibawahi oleh wakil dekan urusan pengabdian. Kelompok studi ini bernama Pusat Informasi Obat Gajah Mada (Piogama) yang di dalamnya terdapat berbagai program kerja yang mengarah ke pengabdian masyarakat. Tentu saja tidak hanya di perguruan tinggi

negeri, perguruan tinggi kedinasan seperti Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ikut meramaikan aksi mengabdi pada masyarakat ini. STKS juga STAN memiliki desa binaannya masing-masing yang ikut melibatkan para dosen untuk ikut mewujudkan pengabdian masyarakat tersebut. Pengabdian masyarakat bukan berarti bekerja sendiri. Misalnya, para mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) yang bekerja sama dengan kitabisa.com menggalang dana untuk para pedagang asongan yang biasa berjualan di sekitar kampus Unair. Dana tersebut tidak serta-merta langsung diberikan, melainkan diwujudkan dalam bantuan membayar kontrakan, tagihan listrik, juga biaya sekolah anak-anaknya.

Pengabdian masyarakat terdengar sangat elok dan berpotensi besar untuk mengembangkan masyarakat Indonesia. Namun, ternyata selama ini dalam menjalankan pengmas, mahasiswa khususnya, masih memiliki beberapa kendala. Kendala yang dihadapi oleh setiap perguruan tinggi juga beragam. Hal ini disebabkan oleh perwujudan kegiatan pengmas di setiap perguruan tinggi memiliki metode yang berbeda-beda pula. Meski begitu, kebanyakan masih hanya sekadar membuat program kerja di lembaga masing-masing. Untuk itu apakah pengabdian masyarakat yang dilakukan mahasiswa sudah cukup baik? Atau masih perlu diperbaiki?[]

27


GALERI

28


Boulevard 81 Mei 2018

Insan di Sudut Kota

Fotografer: Nathanael Adianto Christie Stephanie

29


KAMPUS

Gerbang Utara ITB Dibuka, Telah Amankah? Rona Atikah

Gerbang utara ITB, atau yang lebih dikenal dengan gerbang belakang, selama beberapa waktu ditutup untuk alasan tertentu. Hal ini tentu sangat disayangkan oleh beberapa pihak yang kebanyakan memiliki kelas yang berada di ITB bagian utara maupun yang berdiam di Cisitu dan sekitarnya. Kini gerbang itu dibuka kembali. Apakah dengan kembali dibukanya gerbang utara ITB menyiratkan kemudahan bagi beberapa pihak? Lalu, apakah dibalik itu isu-isu keamanan telah dibabat tuntas?

Selama penutupan gerbang ini, terdapat berita simpang siur yang mempertanyakan alasan penutupan jalur masuk ITB ini. Pembangunan CADL dan tiga gedung lain di sekitarnya, amblasnya jalan gerbang utara yang di bawahnya merupakan tunnel, dan PKL yang meramaikan trotoar merupakan beberapa alasan penutupan gerbang utara yang selama ini beredar. Di balik semua kabar tersebut, Dr. Ir. Sigit Darmawan, Direktur Pengembangan ITB, hanya membenarkan salah satu di antara spekulasi tersebut yaitu adanya proyek pembangunan empat gedung di sekitar gerbang utara. Keempat gedung itu merupakan Center for Advanced Sciences (CAS), Center for Art, Design, and Language (CADL), Center for Research and Community Service (CRCS), dan Center for Infrastructures and Built Environment (CIBE). Tidak lama setelah peresmian keempat gedung tersebut oleh Menteri Ristek Dikti (29/08/16), gerbang utara ITB dibuka kembali dan diresmikan sehingga wajah ITB di utara ini tampak bagi masyarakat sekitar.

30

Seperti isu yang pernah beredar di kalangan mahasiswa dahulu, gerbang utara ditutup karena ada jalanan di gerbang tersebut yang amblas. Jalanan gerbang utara yang di bawahnya merupakan tunnel menuju Saraga dan amblasnya jalan itu membuat keamanan gerbang itu dipertanyakan jika gerbang itu tetap dioperasikan. Isu yang beredar mengabarkan bahwa penyebab penutupan

gerbang utara adalah amblasnya jalanan di atas tunnel yang membahayakan pengguna gerbang utara maupun tunnel. Namun, isu ini telah disangkal oleh Sigit. Amblasnya jalanan di atas tunnel tersebut bukanlah penyebab sempat ditutupnya gerbang utara. Sampai pada titik ini, beliau telah mengklarifikasi bahwa gerbang utara sudah aman untuk kembali dioperasikan seiring berakhirnya pembangunan empat gedung tersebut. Menanggapi apakah ada hubungan banyaknya PKL di gerbang utara pada waktu itu menjadi penyebab ditutupnya gerbang utara, Sigit menekankan bahwa hal itu tidak berhubungan. Wilayah kuasa dengan pertanggungjawaban ITB di dalamnya hanya sampai pada pagar yang membatasi ITB dengan kawasan sekitarnya, maka adanya PKL bukan tanggung jawab pihak ITB. Lagi pula, saat penutupan gerbanglah pembenahan tata kawasan di sekitar gerbang utara dilakukan. Pembenahan tersebut meliputi penataan trotoar, taman, dan pemindahan PKL ke seberang teritori PKL oleh pemerintah kota. Selama penutupan gerbang ini, sempat mahasiswa berbisik tanya mengenai mengapa gerbang ditutup padahal tidak ada apapun yang tampaknya berlangsung. Memang, untuk beberapa waktu, terdapat jeda antara gerbang utara yang mulai ditutup dengan mulainya pembangunan empat gedung di sekitar gerbang. Hal ini dapat terjadi karena pagar


Boulevard 81 Mei 2018

direncanakan untuk dipasang lebih awal dari saat dimulainya pembangunan gedung-gedung tersebut. Gerbang utara dibangun usai gerbang selatan atau yang lebih dikenal dengan gerbang depan dibangun. Pembangunan ini didasari pada aktivitas penghuni kampus yang bertambah seiring bertambahnya kuota penerimaan mahasiswa baru ITB. Pada dasarnya, gerbang utara kembali dibuka untuk alasan yang sama seperti tujuan dibangunnya gerbang ini pada mulanya yaitu pemerataan jalur lalu-lalang aktivitas di kampus agar tidak terpusat pada gerbang selatan.

pengalih fungsi gerbang utara sementara selama gerbang utara ditutup. Gerbang CADL dan gerbang CRCS kini merupakan jalur kendaraan bagi yang berkepentingan di ITB. Sementara itu, gerbang utara memberi keistimewaan lebih, sebagai jalur eksklusif ia hanya dapat dilewati pejalan kaki. Dengan tugu ganesha yang berdiri kokoh, Sigit menambahkan, “Mudah-mudahan gerbang utara ITB memberikan keindahan muka utara ITB.�[]

Pengguna gerbang utara, khususnya mahasiswa ITB, sangat bersyukur atas dibukanya gerbang utara kembali. Disebutsebut bahwa gerbang ini mempermudah mobilisasi mahasiswa ke kelas yang berada di daerah utara ITB, terlebih jika mahasiswa bangun terlampau siang. “Manfaatnya tidak macet soalnya banyak gerbang jadi banyak jalan masuk, lebih dekat ke kelas, tidak banjir seperti gerbang depan,� jawab Syarach (TPB’17) saat ditanya mengenai imbas dibukanya gerbang utara baginya.

Kini, terdapat empat gerbang masuk ITB di bagian utara, antara lain adalah gerbang SBM, gerbang CADL, gerbang utara, dan gerbang CRCS. Gerbang SBM kini ditutup karena gerbang ini hanya merupakan gerbang

31


KAMPUS

Innovation Park ITB untuk Menyongsong Kemajuan Industri Nasional Kaiyuma Jabbar Kebutuhan manusia yang semakin hari semakin banyak secara langsung menjadi dongkrak perkembangan teknologi dan ekonomi. Keberadaan industri menjadi jawaban yang dapat membantu perkembangan tersebut berkembang kian pesat. Namun, kontribusi sektor industri Indonesia masih tergolong rendah dan tercermin oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2017. Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan utama ITB membangun Innovation Park ITB dalam upaya memajukan kinerja industri serta peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Innovation Park ITB dibangun dengan membawa misi utama untuk mendekatkan pihak universitas dan industri supaya karya serta inovasi yang diciptakan oleh baik mahasiswa maupun dosen pengajar tersalurkan ke masyarakat luas. Proses ini dipercaya dapat menjadikan hasil karya tersebut menjadi sebuah model bisnis yang sustainable sehingga mahasiswa juga dapat menciptakan lapangan kerja setelah lulus atau bahkan saat menjadi mahasiwa. Ini sepadan dengan salah satu tujuan ITB untuk menjadi entrepeurnial university dan menciptakan wirausaha muda dalam bidang teknologi yang diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi negara nanti.

“Di universitas ada dosen dan mahasiswa, mahasiswa menjadi pencari kerja atau pencipta lapangan pekerjaan, kalau dosen kan paper atau karya penelitian, makanya fungsi Innovation Park ada di tengah-tengah ini, menciptakan ekosistem untuk meminimalisasi kegagalan dan dipercepat sehingga jadi industri,� ujar Suhono Harso Supangkat selaku Ketua Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB. Beliau juga menuturkan bahwa ide pembangunan gedung tersebut telah muncul sejak empat tahun yang lalu dan akan dibangun di depan kampus ITB Ganesha dan di kawasan kota terpadu Summarecon Bandung, Gedebage.

32

Innovation Park Ganesha Innovation Park ITB Ganesha yang terletak di sebelah kantor LPIK ITB telah dimulai pembangunannya pada akhir bulan Maret 2018. Pembangunan pada lahan seluas 250 m2 yang sebelumnya adalah koperasi diperkirakan akan memakan waktu selama satu tahun. Innovation Park ITB Ganesha sendiri akan memiliki empat lantai, dengan lantai pertama diperuntukkan untuk koperasi yang sebelumnya menempati lahan tersebut. Sedangkan, sisanya dialokasikan sebagai coworking space yang diperuntukkan menjadi tempat bekerja dan realisasi ide-ide inovasi. Innovation Park Gedebage

Sementara Innovation Park ITB Gedebage akan dibangun jauh lebih besar daripada di Ganesha, yakni seluas tiga hektar dan setinggi sepuluh lantai. Dengan wilayah ruang yang lebih luas, di bangunan tersebut tidak hanya akan ada ruangan kerja -seperti di Ganesha-, tetapi juga ada laboratorium uji untuk pengecekan dan pengembangan inovasi produk. Hambatan dan Harapan

Walaupun desain bangunan Innovation Park ITB sudah selesai, pembangunan di Gedebage masih belum dapat dilakukan. Pembangunan gedung Innovation Park umumnya terhambat dalam pengumpulan dana. Bahkan, Innovation Park juga sempat diisukan dibangun di


Boulevard 81 Mei 2018

Bekasi, namun Suhono mengklarifikasi bahwa pembangunan tersebut tidak jadi dilakukan.

Proyek terbaru yang diprakarsai oleh ITB ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk berbagai macam start-up dan produk hasil anak bangsa hingga memasuki pasar komersil dan digunakan oleh masyarakat luas. Terlepas dari itu, fungsi dari Innovation Park ditujukan untuk pembangunan negara sehingga dapat digunakan oleh semua kalangan. “Semua perusahaan-perusahaan yang besar nanti bergabung. Mungkin bisa 60% sivitas akademika, 40% dari lingkungan sekitar. Kalau ITB saja nggak maju-maju, ‘kan? Harus bisa berkolaborasi dan tantangannya ‘kan kolaborasi,” terang Suhono. Beliau juga berharap dengan adanya Innovation Park ITB, inovasi dan hasil karya penelitian dari tenaga Indonesia tidak hanya berhenti pada penemuan, tetapi juga bisa masuk ke produksi massal oleh industri. “Untuk menjadi suatu produk yang bisa dipakai masyarakat ternyata tidak sederhana, karena perlu namanya suatu ekosistem yang menjembatani hasil karya-karya dosen atau mahasiswa itu dengan persoalan lapangan sehingga siap untuk dikomersialisasikan,” pungkasnya.[]

33


KAMPUS

Senator: Si Hebat yang Tak Dilihat Adella Nur, Ardhy Nur

Dalam dunia perkuliahan, mungkin tidak asing bagi kita mendengar orasi K3M, orasi kahim ataupun orasi danlap OSKM. Namun, mungkin tak pernah terbesit di benak kita tentang ‘orasi’ kongres yang tertulis di dalam TAP Kongres dan dicanangkan di Waktu Indonesia Bagian Kongres. Bahkan, mungkin kita tidak tahu senatorlah penyusun ‘orasi’ tersebut dan tetek bengek di balik kehidupan senator itu.

Sesuai Konsepsi KM ITB Amendemen 2015, Kongres KM ITB merupakan perwujudan dari kedaulatan tertinggi dalam organisasi kemahasiswaan ITB. Kongres KM ITB dapat terbentuk bila dua per tiga jumlah Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang telah genap berusia satu tahun di KM ITB telah mengirimkan perwakilannya. Fungsi kongres sendiri ada dua yaitu legislasi dengan membentuk peraturan perundang-undangan di KM ITB dan pengawasan dengan mengawasi keberjalanan KM ITB meliputi Kabinet dan Majelis Wali Amanah Wakil Mahasiswa (MWA WM). Sedangkan, tugas kongres di antaranya: menentukan garis besar kebijakan dalam kehidupan kemahasiswaan ITB, menyusun Garis Besar Haluan Program (GBHP) dan Arahan Kerja (AK), menjamin sumber daya untuk program terpusat yang telah disetujui, membuat dan menetapkan orientasi kemahasiswaan dan kriteria program yang dapat dilaksanakan oleh Kabinet KM ITB dan MWA WM.

34

Anggota Kongres KM ITB sendiri terdiri dari perwakilan himpunan jurusan yang disebut senator. Beban senator terbilang cukup berat mengingat dia harus dekat kepada massa himpunannya sendiri untuk menampung aspirasi. Dalam bekerja, senator seringkali membentuk tim dalam himpunannya untuk mengefisienkan kerja. Selain itu, senator menampung aspirasi massa dan

menyelenggarakan forum dengan HMJ untuk melaporkan kinerjanya.

Ketika massa kampus lain menyibukkan diri dengan mengerjakan tugas pada malam hari, justru pada waktu inilah anggota kongres berdiskusi sampai mencapai kata mufakat. Menurut cerita Faber Yosua, senator Keluarga Mahasiswa Teknik Penerbangan (KMPN), pernah suatu ketika agenda kongres yang seharusnya di malam hari baru dimulai pagi hari setelah menunggu untuk kuorum semalam suntuk. Ini menunjukkan bahwa senator harus siap menukar waktu luangnya demi mengawasi dan membuat kebijakan terkait sistem KM ITB. Belum lagi, quality time bersama keluarga dan teman-teman pun berkurang. Mereka harus membagi waktu antara kegiatan senator dan urusan akademik. Dari padatnya kegiatan, Muthiah Salsabila selaku senator Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) berhak mendapat apresiasi atas kehadiran seratus persennya pada agenda kongres. Kehidupan senator di kongres tidak jauh dari membuat TAP Kongres KM ITB dan mengkaji isu terkait sistem KM ITB, baik itu isu strategis, taktis, maupun sangat taktis. Bagi sebagian besar orang, kegiatan semacam itu sangat membosankan. Tapi nyatanya, senator bisa bertahan dengan kegiatan kesenatoran dan semua tetek bengek-nya yang tidak begitu orang pedulikan.


Boulevard 81 Mei 2018

Agenda Kongres KM ITB 2017-2018

Menurut Andi Setianegara, selaku senator Ikatan Mahasiswa Metalurgi (IMMG) sekaligus Ketua Kongres KM ITB 2017, tidak seluruh massa kampus menyadari bahwa senator adalah perwujudan suara lembaga. Banyak massa kampus yang protes dan mencurahkannya ke media sosial, alih-alih menyampaikan ke senator. Padahal, senator berperan sebagai penyalur suara massa ke kongres. Setelah suara tersebut sampai, senator di kongres akan berdiskusi hingga masalah terselesaikan. Walaupun begitu, senator tetap dihargai, terutama oleh HMJ.

Tentu akan berbeda pandangan dengan massa TPB yang mayoritas belum mengenal dunia kesenatoran. “Aku tahu senator itu bagian dari BEM kampus gitu. Tapi, aku kurang tahu dia kerjanya kayak gimana,” jawab seorang mahasiswa TPB ketika ditanya terkait senator. Bahkan ada beberapa mahasiswa TPB mengatakan bahwa mereka belum tahu apapun tentang senator. Banyak senator yang Boulevard wawancarai menyatakan bahwa mereka tidak menyesal telah jatuh ke jurang kesenatoran. Mereka berkesimpulan bahwa menjadi senator telah menguntungkan mereka. Secara umum, menjadi senator berarti harus siap untuk kehilangan waktu yang banyak, baik bersama teman maupun keluarga. Hal ini menjadi duka tersendiri dalam kehidupan senator. Sedangkan, keuntungan yang didapat di

kehidupan senator ini antara lain dapat mengembangkan pola pikir dan softskill. Istilah ‘beda orang, beda kepala’ terbukti benar ketika terjun di dunia kesenatoran ini. “Senator itu dilarang lelah,” ungkap Muthiah. Sedangkan, Andi berkata bahwa senator adalah pahlawan. Tanpanya, sistem tidak akan berjalan dengan baik. Menjadi senator juga harus ikhlas, tulus, rela berkorban, dan bertanggung jawab. Hal-hal itulah yang patut dimiliki senator kini dan nanti. Meski tidak sepopuler para orator, para senator masih rela menggerakan motor kemahasiswaan di KM ITB. Maka, seharusnya massa kampus lebih peka dan melihat sekitarnya lagi, terutama sosok-sosok hebat yang menjunjung martabat. []

35


GELITIK

Kisah Si-X Rahma Rizky

Teknologi informasi yang bertumbuh pesat nampaknya berdampak pada sistem informasi akademik kampus-kampus di Indonesia. Kini tiap universitas memiliki sistem informasi akademik masing-masing yang dapat diakses daring. Universitas Indonesia (UI) punya SIAKNG, Universitas Gadjah Mada (UGM) punya Palawa, Universitas Brawijaya (Unibraw) punya Siam, Universitas Airlangga (Unair) punya Cybercampus, dan sebagainya. Nama tiap laman tentu memiliki arti dan makna tersendiri, dapat berupa singkatan, harapan, atau sekadar nama beken. Nah, ITB memiliki laman bernama SIX. Kira-kira apa ya maksud dari SIX?

M

ungkin banyak dari mahasiswa ITB yang bertanya-tanya sebenarnya dari mana nama SIX itu muncul sebagai identitas situs akademik ITB. Mungkin juga sempat terlintas pertanyaan, “Kenapa tidak SEVEN, EIGHT, atau yang lain?�.

Kisah ini bermula pada tahun 2003. Direktorat Sistem Teknologi dan Informasi atau yang lebih umum disebut dengan Ditsti membangun sebuah sistem informasi akademik daring di tahun tersebut. Benar adanya bahwa sistem akademik perlu suatu nama, nama yang mudah melekat dan bermakna. Namun, ide tak kunjung muncul dan nama untuk sistem tersebut pun tak didapatkan. Maka, Ditsti memutuskan untuk menyebut sistem akademik tersebut dengan nama Si-X untuk sementara waktu –sampai mendapat ide nama. Waktu terus berlalu, nama tak kunjung ada. Akhirnya, nama Si-X pun menjadi nama resmi dari sistem informasi akademik kampus Gajah. Setelah ditelusuri lebih jauh, Si-X di sini bukan Si ke-10. Si-X bermakna si Eks. Eks adalah sebuah objek yang bernama Eks. Dinamakan Eks sebab Ditsti tidak kunjung memperoleh ilham tentang nama sistem. Meskipun telah dilakukan migrasi dari ol.akademik.itb.ac.id menjadi akademik.itb.ac.id sejak bulan Mei 2017, nama Si-X tidak diubah juga. Mungkin Ditsti sengaja ya mempertahankan keunikan nama ini atau sudah terlanjur melekat di kalangan mahasiswa beserta sivitas akademika.

36

Jadi, jangan lagi berspekulasi bahwa SIX itu berarti memiliki enam fitur, apalagi menebaknebak bahwa SIX berarti SI-X, yakni Sistem Informasi X (kesepuluh-red). Sebab, dalam hal ini bukanlah makna filosofis yang dicari, melainkan makna yang cukup sederhana dan tak terduga.[]


Boulevard 81 Mei 2018

TEKNO

Di Balik Penyegaran Situs Akademik ITB (SIX) Alvi Zainita

Akademik termasuk hal yang paling utama bagi lembaga pendidikan tinggi terlebih lagi untuk ITB. Bagi mahasiswa ITB sendiri pasti sudah tidak asing lagi dengan situs akademik yang sering pula disebut SIX. Sebagai lembaga pendidikan, tentunya ITB berusaha untuk terus melakukan peningkatan layanan serta meningkatkan kenyamanan fasilitas yang ada. Sekitar satu setengah tahun ke belakang, tepatnya pada tahun 2016, situs akademik ITB mengalami perubahan yang cukup signifikan baik dari segi tampilan maupun dari fitur-fiturnya.

S

alah satu pemicu adanya perubahan ini adalah jumlah mahasiswa ITB yang semakin banyak dengan latar belakang yang beragam, maka diharapkan adanya perubahan ini bisa mempermudah akses bagi siapapun. Ada pun, pembaruan ini sebenarnya sudah diwacanakan sejak lama yaitu sejak tahun 2014 tapi baru terealisasi pada 2016 karena kendala server. Pemicu lainnya yaitu karena banyak hal pada situs akademik lama yang kurang efektif dan efisien. Misalnya, dari segi penyimpanan data, situs akademik lama cukup memakan ruang yang sangat besar. Belum lagi banyaknya data mahasiswa yang tidak terorganisasi dengan baik menyebabkan terhambatnya layanan akademik ketika mahasiswa tersebut akan penjurusan, wisuda, cuti, atau mungkin ketika mahasiswa akan pindah program studi.

Pemindahan data yang tidak praktis menjadi latar belakang kuat untuk melakukan pembaruan. “Pada situs akademik yang lama kami menggunakan dua platform yaitu java dan web. Jadi ketika menghitung IP mahasiswa, harus dilakukan melalui java dulu baru dimunculkan di web. Itu pun biasanya dari dosen tidak langsung ke akademik tapi harus mandek dulu di TU (tata usaha-red) fakultas. Tentu saja hal itu sangat tidak efisien dan keamanan juga kurang terjaga dengan baik,� jelas Dadan Rusmawan selaku Kepala Sistem Informasi Direktorat Pendidikan ITB. ‘Wajah’ Baru Situs Akademik ITB

Akhirnya, ITB menyajikan situs akademik baru dengan beberapa penyelesaian dan pengembangan fitur layanan lainnya. Fitur-fitur yang ditawarkan memang

37


TEKNO

masih mengadopsi dari situs akademik yang lama, tetapi eksekusi kali ini sudah cukup baik. Seperti ketika akan log in kini sudah tidak berbasis NIM karena jika tetap mempertahankan memakai NIM, ketika mahasiswa berganti NIM pencarian datanya akan sangat sulit. Maka dari itu, sekarang ini akan menggunakan nama pengguna masingmasing yang tidak akan berubah hingga mahasiswa lulus. Jadi ketika penjurusan atau pindah program studi, perubahan data mahasiswa cenderung lebih mudah dan praktis.

Bagi dosen, juga ada fitur baru yaitu presensi mahasiswa online sehingga mempermudah persentase kehadiran mahasiswa di akhir semester. Masalah IP mahasiswa yang dulu harus dilempar ke sana ke mari sekarang bisa menjadi lebih praktis karena dosen bisa langsung input data secara online di manapun dan kapanpun. Sistem Informasi ITB juga mulai bekerja sama dengan beberapa bagian lain di ITB. Termasuk dengan Bumi Medika Ganesha untuk merekam kondisi kesehatan mahasiswa. Fitur baru yang sempat diperbincangkan oleh mahasiswa adalah fitur untuk orang tua mahasiswa. “Awalnya, kami memang tidak memberikan akses untuk orang tua karena kami rasa mahasiswa seharusnya sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Namun ternyata masih ada saja mahasiswa yang terkena kasus tapi orang tua tidak tahumenahu. Makanya kami membuat fitur ini untuk mengantisispasi hal tersebut. Meski begitu tentu saja kami akan tetap menjaga privasi mahasiswa, tidak semua akses kami berikan untuk orang tua.� Begitu penjelasan yang diberikan oleh bagian sistem informasi ketika disinggung mengenai fitur orang tua tersebut. Kendala yang Dihadapi

38

Dadan juga menjelaskan bahwa kendala awal saat menerapkan situs yang baru ke lapangan adalah ketika mahasiswa yang tidak segera aware dengan perubahan yang ada. Pihak ITB memang tidak melakukan sosialisasi secara langsung, tetapi sudah mengirimkan

email untuk setiap mahasiswanya mengenai perubahan situs akademik. Sosialisasi ke fakultas dan program studi juga sudah dilaksanakan dengan harapan bisa langsung menginformasikan kepada mahasiswanya.

Setiap ada perubahan tentunya tidak akan selalu diterima dengan baik. Apalagi perubahan ini dirasakan langsung oleh staf, dosen, dan mahasiswa ITB angkatan 2016 ke atas. “Awalnya beberapa dosen memang merasa malas ketika ada fitur presensi online karena dianggap menambah pekerjaan. Namun di akhir semester sebagian besar juga menyadari betapa praktisnya sistem akademik yang sekarang,� ungkap Dadan lagi ketika ditanyai mengenai adaptasi fitur pada situs akademik yang baru.

Masalah yang memang masih belum juga terselesaikan adalah ketika mahasiswa S1 mengisi rencana studi. Jadi, begitu waktu pengisian dibuka pada tengah malam, mahasiswa S1 cenderung berebut kelas sehingga server penuh dan mahasiswa harus mengantri selama beberapa waktu. Komplain mengenai hal itu memang masih sering terjadi. Untuk saat ini, penanganan hal tersebut masih belum bisa terselesaikan karena keterbatasan server dan SDM di ITB. Meski sudah banyak yang dilakukan untuk memperbaiki situs akademik, tentunya PR yang harus dilakukan juga tak sedikit. Untuk selanjutnya, bagian sistem informasi akan berintegrasi dengan Lembaga Kemahasiswaan (LK) untuk memantau kondisi keuangan mahasiswa. Lalu, juga ada rencana pemberian saran untuk mahasiswa ke bimbingan konseling hingga pemberian peringatan bagi mahasiswa yang sudah semakin mendekati waktu tenggat kelulusan. Harapan

Mengingat pembaruan-pembaruan serta perbaikan yang terus dilakukan, maka sangat diharapkan bagi siapapun untuk selalu aware dengan perubahan yang terjadi. Karena tentu saja kesuksesan sesuatu bergantung kepada semua pihak-pihak yang memang berkaitan secara langsung.[]


Boulevard 81 Mei 2018

KENCAN

Tizar Bijaksana Menjadi Pelaku dan Saksi Kemahasiswaan Irza Sanika Aulia

“Berkemahasiswaan berarti kita sedang belajar bermasyarakat. Jangan dianggap sebagai beban. Bagaimana kita memosisikan diri kita di masyarakat dan sebagai warga negara. Melatih kepekaan dan kedewasaan bermasyarakat. Karena lebih dari sekadar peka yang hanya sadar, namun sampai kepada level bagaimana kita membantu orang lain yang membutuhkan. Belajar berpendapat di forum kemahasiswaan, menjadi wadah kita belajar untuk menyampaikan kritik yang membangun, rasa keinginan untuk berkontribusi. Jadikan kesempatan kemahasiswaan ini menjadi ajang untuk menjadi anggota masyarakat dan warga negara yang baik,� terangnya.

P

esan tentang pentingnya berkemahasiswaan tersebut disampaikan oleh Tizar Muhammad Kautsar Bijaksana, seorang dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK. Tidak hanya sebagai staf akademisi di ITB, dosen yang populer dengan nama Tizar Bijaksana ternyata pernah merasakan duduk di kursi tertinggi kepemimpinan eksekutif kemahasiswaan ITB, yakni sebagai Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (K3M) ITB tahun 2011.

Tizar yang saat masuk kuliah menjadi mahasiwa oportunis -begitu ia menyebut dirinya- tidak menyangka bahwa dirinya akan terlibat dalam urusan Kabinet KM ITB. Berawal dari dukungan teman-teman mahasiswa dan beberapa dosen, Tizar akhirnya berani mencalonkan sebagai K3M. Terlepas dari peran orang tua, Tizar banyak mengumpulkan

39


KENCAN

dukungan dari berbagai elemen massa kampus, termasuk ketua-ketua himpunan dan tokoh-tokoh unit. Mereka berpendapat bahwa Tizar pantas dijadikan role model karena memiliki track record yang baik di bidang kemahasiswaan maupun akademik.

Hal itu terbukti ketika Tizar berhasil menjadi peringkat 2 Mahasiswa Berprestasi ITB tahun 2010, saat itu pula ia menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Planologi Pangripta Loka 2010-2011. “Orang-orang sudah percaya dengan saya, pasti akan sangat keterlaluan ketika orang sudah menyampaikan dukungan, siap membantu, tapi sayanya malah tidak mau. Saya pikir tidak ada alasan untuk menolak pada saat itu,” terangnya. Kemahasiswaan yang Dulu

Kondisi kemahasiswaan ITB yang “angker” pada saat itu membuat Tizar harus menyusun langkah-langkah agar suasana kembali kondusif. Tizar bercerita, pada tahun 2010 sempat terjadi ketegangan antara rektorat dengan mahasiswa di awal kepemimpinan rektor Akhmaloka terutama ketika pelaksanaan OSKM 2010. Selain itu, hubungan antara kabinet dengan massa kampus juga memanas seperti spanduk yang bertuliskan Turunkan Presiden KM yang terpajang di Sunken Court.

40

Tizar merasa perlu memperbaiki sistem yang berjalan pada saat itu. Strategi pertama yang dilakukan adalah merekrut orang-orang hebat untuk dijadikan ring 1, yaitu para ketua himpunan (kahim). Menurut dirinya, para kahim tersebut sudah berpengalaman dalam memimpin massa kampus. Itu dilakukan oleh Tizar karena di Kabinet tahun 2010, hanya ada satu ketua himpunan dan dua ketua unit yang menjadi menteri di kabinet. Tizar juga merekrut pewakilan-perwakilan unit agar representatif dan paham akan kebutuhan

mahasiswa selain berhimpun di fakultas atau prodi masing-masing.

Selanjutnya, untuk upaya pemenuhan kebutuhan mahasiswa, Tizar melakukan perluasan fungsi pada kabinet di KM ITB. Kementerian Advokasi dan Kebijakan Kampus yang sampai saat ini masih ada merupakan kementerian yang dibuat untuk menyampaikan aspirasi massa kampus kepada rektorat, termasuk menyambut isu kampus Jatinangor yang baru dibangun. Selain itu, bentuk organisasi yang diteruskan sampai saat ini adalah nomenklatur dan ruang lingkup Kementerian Koordinator Dinamisasi Kampus, nomenklatur dan ruang lingkup Kementerian Agama, Pendidikan, dan Kajian, fungsi Komunikasi dan Informasi yang dinaikkan menjadi ring 1 (setingkat Kemenko), karena sebelumnya selalu setingkat kementerian, serta fungsi relasi dan koordinasi himpunan dan unit di Kementerian Koordinator Dinamisasi Kampus. Kemahasiswaan Zaman Now

Tizar menilai bahwa kondisi kemahasiswaan saat ini lebih baik dibanding zamannya dulu. Suara-suara yang keras dulu sudah tergantikan dengan aspirasi-aspirasi yang positif. Ketegangan yang terbentuk pada saat itu lebih diakibatkan oleh sentimen antargeng atau kelompok. Tiap lembaga memiliki ego tinggi dan budaya mengkritik yang jarang berbuah solusi. Seringkali pengkritik hanya berbicara dan tidak turun tangan yntuk menyelesaikan masalah, yang semuanya justru terlihat seperti hujatan dan kata-kata menyerang. Jika dikatakan bahwa saat ini ITB dipenuhi dengan mahasiswa apatis, tidak seratus persen benar. “Jadi kalau tadi bicara mahasiswa yang lebih tidak peduli, pada zaman dulu juga banyak. Bukan berarti zaman dulu lebih bagus,” kata Tizar. Justru, ia mengapresiasi mahasiswa yang sekarang memiliki kedewasaan


Boulevard 81 Mei 2018

dan kepemimpinan yang tidak dimiliki generasi sebelumnya. Tidak ada lagi gengsi antarhimpunan atau massa kampus lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu himpunan berulang tahun, maka himpunan lainnya dengan sukarela memberikan ucapan selamat. “Itu yang tidak ada dulu,� ungkapnya. Pelajaran dan Pengalaman yang Tak Terlupakan

Menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di Kabinet KM ITB membuat Tizar banyak belajar, salah satunya adalah pengorbanan. Saat itu Tizar bersama panitia lainnya sering tidak tidur untuk menyiapkan sebuah acara agar sukses. Tak hanya itu, selama menjadi K3M ia juga banyak mengenal orang dengan latar belakang keilmuan yang berbeda. Keberagaman yang ditemui menambah wawasannya. Tizar mengaku tidak menyesal karena telah menjadi bagian penting dari perjalanan kemahasiswaan di kampus gajah ini.

Pengalaman lain yang masih diingat oleh Tizar sampai sekarang adalah massa organisasi mahasiswa ekstrakampus yang membuat aksi teatrikal di depan kampus. Mereka menuntut partisipasi ITB untuk membela mahasiswa yang membakar diri pada tahun 2011.

Namun, kala itu Tizar dan rekan-rekannya tidak menganggap serius. “Ya, itu membuat saya menjadi bahan obrolan se-ITB karena mereka membayangkan saya berdiri sendirian di hadapan gerombolan yang membuat kehebohan. Tapi, berkat itu saya jadi terkenal,� tambah Tizar. Mimpi yang Belum Usai

Saat ditanya hal apa yang belum sempat dilakukan ketika menjabat, Tizar menjawab bahwa ia ingin membuat acara kunjungan oleh mahasiswa ke berbagai tempat untuk melihat beragam realita sosial atau realita masyarakat, misalnya desa terpencil untuk mengamati masyarakat atau ke gedung pemerintahan untuk berdiskusi tentang kebijakan publik. Hal ini perlu dilakukan agar referensi mahasiswa meluas, mengetahui kondisi di luar dengan lebih baik. Dengan berkunjung ke desa, ke gedung DPR, membuat mahasiswa tidak hanya sibuk di kampus yang berimbas pada referensi akan realita menjadi terbatas. Mahasiswa tidak merasakan kegelisahan yang sama. Padahal, diharapkan mahasiswa sebagai tonggak perjuangan bisa mendapat bekal untuk memberikan solusi bagi masyarakat Indonesia. []

41


KENCAN

Andriana Kumalasari Ingin Mengabdi Satu Tahun Lagi Rahma Rizky

Periodesasi menjadi santapan tiap tahun keluarga yang kerap disebut KM ITB. Rangkaian pemira yang hampir selalu tertunda ternyata cukup digemari keluarga ini untuk menentukan sang delegasi. Tak berbeda dengan tahun lalu, pemilihan sang delegasi alias MWA WM harus bertubi-tubi mengalami penangguhan hingga penutupan. Disusul dengan pembukaan tahap dua, TAP Darurat yang disusul kritik, serta Forum Evaluasi. Lika-liku tersebut pun terlalui hingga pada 1 Maret 2018 terpilih secara resmi Andriana Kumalasari (SI’14) sebagai PJS MWA WM ITB periode 2018-2019 menggantikan Fauzan Makarim (TM’13).

42

M

ahasiswi yang kerap disapa Anna ini mengaku memiliki tekad yang tinggi untuk berkontribusi lebih di KM ITB. Bahkan, ia sudah merencanakan sejak lama bahwa ia akan lulus telat untuk mengabdi. Anna merasa ada tanggung jawab yang besar yang harus ia bayarkan, yakni dengan mengabdi satu tahun untuk KM ITB. Sebab, banyak nilai dan pengalaman berharga yang ia peroleh selama berkegiatan di KM ITB. “Aku merasa setelah banyak hal yang aku alamin bareng KM ITB, tidak sopan ketika aku harus meninggalkan KM ITB begitu saja,” jelasnya. Meskipun sudah berencana untuk lulus terlambat, Anna mengaku pada awalnya tidak terpikir untuk berkecimpung di ranah MWA WM. “Dari sebelumnya aku sudah mempertimbangkan untuk lulus telat, mengabdi satu tahun lagi buat KM ITB. Cuma


Boulevard 81 Mei 2018

emang dulunya aku nggak kepikiran kalau itu bakal MWA WM. Karena aku sendiri jadi tim MWA WM baru sekali, sewaktu periode Arya Zamal doang,” ujar Anna.

Namun, ternyata Kabinet SuarAsa membuka pandangan Anna terhadap MWA WM. Mahasiswi kelahiran Jakarta ini dipertemukan oleh teman-teman dari ITB Jatinangor dan Cirebon. Lewat cerita dan pengalaman mereka, jawaban di mana ia akan berkontribusi pun mulai terkuak. “Mereka sering cerita gitu tentang multikampus. Bagaimana perlakuan yang mereka terima, bagaimana simpang siurnya informasi yang mereka dapetin,” terangnya. Dari kisah tersebut, Anna pun tergerak untuk berbuat lebih demi mereka. Menurutnya, MWA WM lah yang bisa menjadi wadahnya untuk berkontribusi lebih.

Selebaran Pesta Demokrasi pun mulai disebarkan, artinya Pemilihan Raya tahun 2017 akan segera berlangsung. Pengambilan berkas bakal calon MWA WM dibuka. Pada saat itu, Anna masih menjabat sebagai Menteri Inkubasi Kajian Kabinet SuarAsa, ia pun memilih untuk tidak mengambil kesempatan tersebut. Sebab, masih banyak program-program kerja yang harus ia selesaikan. Ia tidak ingin mundur dan meninggalkan tanggung jawabnya di tengah kepengurusan. Toh, bagi Anna, berkontribusi tidak harus dituangkan secara struktural. Ia masih bisa bergabung dengan tim MWA WM atau sedikit banyak membantu MWA WM yang akan terpilih. Rupanya, ungkapan amanah takkan salah memilih pundaknya bukan lah omong kosong. Drama tidak ada pengambilan berkas calon MWA WM hingga Pemira usai menjadi pintu baru bagi Anna untuk mencapai keinginannya, mengabdi untuk KM ITB. Di tahun yang baru, tahun 2018, Kongres KM ITB membuka kembali kesempatan bagi massa kampus untuk menjadi MWA WM. Setelah mempersiapkan secara maksimal, ia pun mengambil

kesempatan itu. Proses yang harus dilewati cukup panjang dan terbilang rumit. Cekcok calon tunggal, melawan kotak kosong, hingga berujung pada mekanisme forum evaluasi.

Anna mengaku tidak menyangka Pemira yang lalu tidak memunculkan satu pun nama calon, ia juga tidak menyangka akan menjadi calon satu-satunya di Pemira ‘jilid II’. Meskipun begitu, ia tetap berusaha keras “Berapapun calonnya: 1 atau 3, aku berusaha untuk tidak menurunkan kualitasku. Kalau calonnya 2 atau 3 itu kan pasti kita akan punya semangat daya saing yang tinggi. Nah, walaupun calonnya 1 bukan berarti aku nyantai-nyantai aja, nggak bikin timses, nggak bikin konten, nggak kayak gitu. Berapapun calonnya, dengan semua waktu yang aku punya, aku berusaha untuk reinforce team, bikin konten yang sebaikbaiknya,” terang Anna. Ketua Bincang Dekat I ini pun akhirnya disahkan sebagai Penanggung Jawab Sementara (PJS) MWA WM melalui TAP No. 008/2018 Kongres KM ITB tentang Pengesahan PJS MWA Wakil Mahasiswa ITB periode 2018. Anna menyebut dirinya menerima kritik dan saran sehingga ia berharap massa kampus tidak bertindak apatis. Menurutnya, bargaining position mahasiswa akan terbantu jika mengirimkan MWA WM. Beberapa informasi pun hanya dibuka ke MWA WM saja dan akses informasi itu dibutuhkan ketika KM ITB ingin mewacanakan sesuatu, misalnya wacana terkait multikampus. Maka dari itu, Anna berpesan kepada massa kampus untuk lebih peduli dengan KM ITB.[]

43


KENCAN

Wali Radhi Melayani Demi Indonesia Madani Hanif Rahman, Rahma Rizky

Dengan disaksikan oleh gerimis dan awan mendung, tongkat estafet resmi diserahkan dan Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (K3M) berpindah tangan. Meski berkali-kali tertunda hujan, animo massa kampus menyambut pemimpin baru tak surut. Sesuai dengan TAP No. 032/2017, Ahmad Wali Radhi (TA’14) resmi terpilih menjadi pemimpin baru KM ITB dan secara sah menjabat setelah inaugurasi yang diselenggarakan pada 19 Februari lalu. Wali, begitu sapaannya, menggantikan Ardhi Rasy (TA’13) sebagai K3M ITB alias Presiden KM ITB sesuai TAP No. 006/2018 Kongres KM ITB.

44

W

ali lahir di Medan pada 8 Maret 1996. Hobi membaca dan menulis yang ia miliki mengantarkan Wali menjadi seseorang yang cukup mahir dalam menguasai berbagai bahasa, yakni bahasa Inggris, Arab, Prancis, Jerman, dan Turki. Saat mencalonkan diri sebagai K3M, ia membawa visi KM ITB sebagai Rahim Pelayanan dalam Pergerakan Indonesia Madani. Di matanya, Kabinet KM ITB bukan hanya sekadar keluarga yang merangkul semua elemen-elemen mahasiswa di ITB, tetapi juga seharusnya bisa menjadi rahim pelayanan. Maka, ia siap memimpin konsolidasi pergerakan yang memberikan ruang lebih luas bagi setiap elemen kemahasiswaan di ITB untuk bergerak tanpa hambatan. Sejak TPB, Wali cukup aktif dalam berkegiatan kemahasiswaan di dalam Kabinet KM ITB. Pengalaman yang cukup banyak mengantarkan


Boulevard 81 Mei 2018

dirinya bertemu dengan orang-orang baru dengan beragam kepribadian. Ia mendapat banyak nasihat dan pembelajaran yang bermakna dari orang-orang tersebut. Ia pun terdorong untuk berbuat banyak bagi KM ITB sehingga memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai K3M. “Dalam hal ini, saya terciduk oleh kakak-kakak di Kabinet KM ITB itu untuk memberikan kontribusi yang besar dengan saya mencalonkan diri sebagai presiden KM,” jelasnya saat ditanyakan apa motivasinya mencalonkan diri dalam Pemira K3M tahun ini. Ia juga mengungkapkan alasan dirinya untuk maju dalam pesta demokrasi ini adalah adanya dorongan dari rekan-rekan yang yakin bahwa Wali akan mengemban tanggung jawab ini dengan penuh amanah. “Karena saya punya prinsip, ‘Bagi seorang individu, kalau dia mencari-cari amanah, jabatan, posisi atau apapun itu, maka bisa saya katakan dia adalah orang yang hina. Tapi lebih hina lagi, ketika dia sudah dikasih amanah, kepercayaan, dikasih posisi, tapi dia tidak menjalani sebaik mungkin.’ Maka, saya menanggapi kepercayaan ini dengan saya mencalonkan diri jadi Presiden KM ITB ini, menawarkan narasi nurani saya,” lanjutnya. Masa-Masa Pemira

Dalam menjalankan visinya, Wali menawarkan empat misi, yaitu menanamkan semangat pelayanan dalam kemahasiswaan KM ITB, memperkuat sinergisasi pergerakan antarelemen KM ITB, harmonisasi pergerakan mahasiswa dalam karya inovasi, sosial masyarakat, dan sosial politik, dan misinya yang terakhir adalah mengembangkan kemahasiswaan multikampus yang berkelanjutan. Selain empat misi tersebut, Wali juga menawarkan empat program unggulan, yaitu Punten Jatinangor, Kun! (Karya Untuk Negeri), Lantang Bersuara, dan Sinergi Satu Negeri.

Bukan Pemira namanya jika jalan yang dilalui calon-calonnya mulus-mulus saja. Berbagai pahit manisnya Pemira pun dirasakan oleh Wali. Lelah fisik dan batin dirasakan oleh Wali beserta promotor dan tim suksesnya. Akan tetapi, Wali tidak menganggap hal tersebut sebagai penghambat jalannya, melainkan sebuah tantangan yang harus dipecahkan. Mulai dari kegiatan akademik yang harus dikorbankan hingga melimpahkan wewenang Ketua Gamais kepada juniornya dialami Wali dalam rangkaian Pemira. Pendapat tentang KM ITB

Dari kepengurusan sebelumnya, Wali melihat Student Summit belum berjalan dengan optimal. Tidak ada follow up yang jelas dari Student Summit yang disusun pada tahun lalu. Wali pun berniat memperbaikinya. Kemudian, pada Student Summit tahun 2018, ada lima arah gerak yang ia ajukan yaitu Peduli Kampus (Peka), Sosial Masyarakat (Somay), Satu Data KM ITB, Refleksi Reformasi, dan Olimpiade. Terkait lembaga-lembaga di KM ITB, peran masing-masing lembaga tak bisa tergantikan oleh lembaga yang lain. Baik UKM, HMJ, Kabinet, dan lembaga-lembaga lainnya. Layaknya tubuh yang lengkap dengan segala organnya. Jika salah satu organ tersebut diambil atau tidak dapat berfungsi dengan maksimal, kinerja organ lain pun akan terpengaruh.

KM ITB juga telah menyediakan wadah bagi para mahasiswa untuk melakukan pergerakan baik dalam bidang karya, sosial masyarakat, maupun sosial politik. “Tetapi, kembali ke diri mereka masing-masing. Mereka yang memilih untuk menjadi orang yang seperti itu. Bagi saya, ya silakan saja. Pastikan mereka sadar apa yang mereka lakukan selama perkuliahan ini adalah cara mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia, jangan sampai

45


KENCAN

menyesal,” tuturnya saat ditanya tentang mahasiswa ‘kupu-kupu’.

Ia menekankan bahwa pilihan orang yang satu dengan orang lainnya tidaklah sama. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pilihan mereka dihargai. Tidak ada salahnya menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’, siapa yang akan menyangka bahwa ke depannya mahasiswa yang seperti itu akan menjadi dosen yang dituntut harus memiliki pengetahuan yang mumpuni untuk diajarkan kepada para mahasiswa.

Terkait ‘serangan’ dari luar yang ingin menggantikan sistem KM ITB, Wali berkata bahwa itu hanyalah pendapat dari sebagian kecil orang. Ia bukan merupakan orang yang menolak perubahan. Jika memang ada sistem yang lebih baik, ya mengapa tidak. Akan tetapi, cara yang dilakukan pun harus dilakukan dengan pantas. “Maka, jadilah anggota himpunan yang baik, jadilah senator yang bisa memberikan pemikirannya terhadap KM secara menyeluruh,” pesannya. Karena kewenangan ada di tangan Kongres KM ITB, ia berpesan kepada siapa pun yang ingin mengubah tatanan KM ITB cobalah untuk masuk ke Kongres KM ITB. Lalu sampaikan ide-ide dan kegelisahannya dengan cara-cara yang pantas.

Dengan rekam jejak, pengalaman, dan visinya, Ahmad Wali Radhi siap memimpin dan mewujudkan Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB yang bernarasi nurani sebagai rahim pelayanan dalam pergerakan merangkai Indonesia Madani.[]

46


Boulevard 81 Mei 2018

PILIHAN

Berlatar belakang sebuah kampung di Sumatera Barat, buku ini menceritakan tentang seorang anak kota bernama Hepi yang terpaksa merantau ke kampung halamannya. Ia tak menyangka bahwa pulang ke kampung halamannya bukan untuk liburan semata, melainkan harus tinggal bersama kakek dan neneknya di Kampung Tanjung Durian. Hepi bertekad untuk dapat membalaskan perasaan dendamnya karena merasa ditinggalkan oleh ayahnya.

Hepi Tanpa Dengki Antyesti Vania

Judul

: Anak Rantau

Penulis

: Ahmad Fuadi

Cetakan

: Pertama, Juli 2017

Penerbit

: PT Falcon

Tahun Terbit

: 2017

Tebal Buku

: 382 halaman

Ukuran Buku

: 14 x 20,5 cm

ISBN

: 978-602-60514-9-3

Ia bekerja di sana sini demi bisa kembali ke Jakarta. Bulan demi bulan terlewati, celengan bambunya semakin penuh, kenakalannya pun semakin menjadi-jadi bersama dua temannya, Attar dan Zen. Mereka melewati berbagai petualangan menjadi detektif cilik, berjingkat-jingkat memasuki rumah Pandeka Luko yang terkenal ahli tenung, menangkap maling kampung, hingga menangkap pelaku sindikat narkoba di Tanjung Durian. Semua itu berlalu begitu cepat hingga akhirnya tabungan Hepi cukup untuk membeli tiket pesawat dan membalaskan dendamnya pada Sang Ayah. Namun, sebait puisi karangan Pandeka Luko membuatnya berpikir ulang bahwa tidak harusnya dendam itu dipendam.

Ahmad Fuadi mempunyai kekuatan untuk menuturkan kisah secara rapi dan runtut. Plotnya tersusun minim celah sehingga pembaca bisa mengikuti dengan nyaman. Begitu pula dengan penokohannya yang masing-masing tokoh sentral memiliki latar belakang yang cukup kuat. Penulisan setiap adegan dan suasana yang detail membuat pembaca seakan-akan berada pada cerita tersebut. Banyak adat istiadat yang dihadirkan dalam cerita ini, membuat para pembaca sedikit tahu tentang adat Minang. Selain itu, penulis juga tak lupa menyelipkan petuahpetuah lewat tokohnya. Meskipun sesekali terdapat kata-kata tidak baku, namun keseluruhan buku menggunakan kata baku. Berisi pelajaran untuk memaafkan dan melupakan dendam lama, buku ini layak dibaca oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.[]

47


PILIHAN Nama Aronofsky sebagai seorang sutradara memang sudah tidak diragukan lagi. Setelah mendulang sukses di Film Pi (1998) dan The Wrestler (2008), lewat Black Swan kali ini ia berusaha menampilkan kehidupan seorang balerina (penari balet) profesional.

Film ini menceritakan kehidupan Nina Sayers (Natalie Portman), seorang balerina yang tergabung dalam sebuah kelompok balet yang prestisius, New York City Ballet Company, dan konflik yang dialaminya dalam meraih kesempurnaan. Obsesi Nina untuk menjadi sempurna nampaknya dipengaruhi oleh ibunya, Erica Sayers (Barbara Hershey). Erica, sebagai seseorang yang terpaksa keluar dari dunia balet akibat suatu kesalahan, menginginkan agar anaknya tidak mengulangi kesalahan tersebut, membuat Erica bersikap terlalu protektif terhadap Nina. Hal ini menyebabkan Nina selalu merasa tidak bebas dalam kehidupannya.

‘Angsa’ yang Dramatis dan Menggugah Psikologis Adzky Mathla

Judul Film

: Black Swan

Sutradara

: Darren Aronofsky

Durasi

: 1 jam 48 menit

Pemeran : Natalie Portman, Mila Kunis, Vincent Cassel, Barbara Hershey, Winona Ryder

48

Bahasa

: Inggris

Tahun Rilis

: 2010

Ketika seorang direktur di kelompok balet tersebut, Thomas Leroy (Vincent Cassel), hendak mengadakan sebuah pertunjukkan balet dari sebuah kisah klasik berjudul “Black Swan”, ia melakukan sebuah improvisasi. Ia menginginkan pemeran utama dalam pertunjukannya, yang disebutnya sebagai Swan Queen (Ratu Angsa), harus dapat memerankan dua tokoh sekaligus; White Swan (Angsa Putih) yang anggun dan Black Swan (Angsa Hitam) yang lebih sensual dan menggoda. Melihat kesempatan emas untuk tampil sebagai pemeran utama, Nina berusaha keras untuk bisa mendapatkan peran tersebut. Sebagai seorang yang rapuh, Nina memang sudah sangat sempurna dalam memerankan White Swan. Namun, karakternya yang perfeksionis menjadikan Nina terkadang kaku dan tidak lepas dalam menari, membuat Nina dinilai tidak cocok berperan sebagai Black Swan. Thomas pun mulai melirik seorang pendatang baru, Lily (Mila Kunis), yang dirasa lebih lepas dalam tariannya dan sesuai dengan karakter Black Swan. Dari sinilah konflik psikolologis yang dialami Nina bermula. Perubahan karakter yang dialami Nina dari yang awalnya lembut dan rapuh menjadi seseorang yang obsesif dan ambisius


Boulevard 81 Mei 2018

diperankan oleh Portman dengan sangat baik. Hershey pun dirasa telah sukses memerankan karakter Ibu Nina yang sangat protektif terhadap Nina. Selain itu, ia juga dapat menunjukkan betapa besar keinginannya agar anaknya menjadi yang terbaik.

Pensuasanaan latar juga menjadi nilai tambah dari film ini. Pencahayaan yang ditampilkan memberikan kesan menyeramkan namun tidak terlalu gelap sehingga penonton dapat mengamati dengan jelas adegan yang sedang berlangsung. Pengambilan gambar yang pada beberapa adegan dilakukan dari belakang pemain membuat penonton dapat melihat dari sudut pandang tokoh sekaligus reaksi dari tokoh tersebut. Melalui film ini, penonton juga diajak untuk melihat kehidupan seorang balerina profesional dan kesulitan yang dialaminya. Tarian balet yang ditampilkan juga tidak main-main, penonton dibuat seakan tengah menghadiri sebuah panggung pertunjukkan balet yang sebenarnya. Cerita utama dari film ini, Black Swan, memang bukanlah sebuah kisah yang terkenal di dalam negeri. Namun, melalui tarian balet yang ditampilkan, penonton dapat mempelajari sedikit demi sedikit kisah Black Swan. Secara garis besar, Black Swan merupakan film yang telah sukses membawakan tema psikologis yang menegangkan dengan balutan tarian balet. Film ini cocok ditonton untuk penggemar kisah yang dramatis dan banyak menampilkan konflik psikologis.[]

49


SASTRA

Lari! Hanifa Chairunnisa

Sesak memotong nafas, lelah menghantam detak jantung, sakit tapi debarnya tidak boleh surut apalagi terhenti, debur ombaknya tidak boleh lurus, naik turun itu hidup. Degup itu kehidupan yang berlari, bukankah itu yang aku inginkan, untuk bukan hanya sekadar berjalan. Jalani sahaja, tetap melangkah, langkahi waktu yang terus berpacu, menghitung serahmu, tidak peduli lihaimu, melainkan pemberianmu yang tidak boleh sampai kau sesali.

Orang-orang saling berlomba, bergegas melakukan sikap, sigap menggagas. Sementara itu, dirimu bimbang menimbang-nimbang setarakah kasih dengan belas kasihan yang kau suapkan pada dirimu sendiri? Semua tampak kabur bagimu, tapi kau tetap tidak boleh kabur? Tentu saja, aku sadar benar aku tidak begitu pandai berlari. Tubuhku lemah mungkin karena sedari dulu aku memang takut bergerak. Mungkin gerakanku tidak terlihat bagus, mungkin salah, mungkin gerakanku akan cukup bagus. Tapi itu tidak pernah cukup. Aku tidak ingin berlari. Jika aku bisa, aku tidak ingin.

Aku ditinggal sendiri. Orang-orang begitu jauh. Mereka hebat, bisa memaksa diri seperti itu, menghabiskan nafas, menyakiti diri sendiri, berputar-putar, berlari hanya untuk mengejar ilusi. Tapi tetap saja, mereka selangkah di depanmu. Mungkin dua langkah, atau berapa. Mereka melangkah, beranjak pergi. Aku sendiri lagi. Mereka melangkah. Seraya membesarkan hati, waktu mencatatnya, mengembangkan mampunya, menghakiminya dengan tanda, dengan label, mereka seolah menolaknya, mengatakan tidak suka dipasangi nilai, tapi memintanya, karena selain itu, bagaimana mereka dapat dilihat? Bagaimana kamu dapat melihat mereka? Kasat mata dan senyap, bukankah itu sama dengan tidak ada? Aku merinding. Seram sekali, aku benci.

50

Jadi aku menghindar, jadi aku berlari. Aku


Boulevard 81 Mei 2018

berlari sekuat aku bisa, seperti mau mati, kakiku kebas, rasanya aku ingin roboh. Aku memang lemah, atau mungkin terlalu banyak orang yang lebih kuat dariku. Aku tidak bisa keluar. Mungkin aku dijebak. Tapi jika aku lolos pun, mau ke mana?

Aku mencoba menurut. Memaksa diriku berlari sedikit lagi. Mungkin aku tidak terlalu buruk. Bukankah aku sudah biasa melakukannya? Berlari ini bukan sesuatu yang asing bagiku. Melarikan diriku dalam genangan ekspresi. Aku hentikan alirannya, aku orang yang teguh! Jadi tidak boleh terbawa arus. Lawan! Tapi.. apakah aku punya cukup kekuatan? Aku, aku orangnya. Yang meragukan diriku sendiri, perbatasannya di sini.

Aku sedikit menengok kiri kanan. Lihat! Yang ragu bukan cuma aku! Aku menengokmelongok- aku melihat... Aku... sedikit melihat terlalu banyak.

Orang-orang, aku tidak sengaja menatap. Mata mereka jendela. Dan aku tidak bisa mengalihkan pandangan. Mereka ada... ada yang memakan mereka, dari dalam.

Ketakutan menolak apa yang aku lihat. Aku terlalu takut mengelak.

Cahaya menerobos masuk lewat jendela. Terang, bukankah itu yang harus aku tuju? Aku tidak seorang diri di sini, banyak hal-hal, aku melihatnya di bawah cahaya remang-remang. Berbagai macam, beragam warna, rasa. Melalui sebuah celah aku melihat semuanya juga bercela.

Bukan hanya aku yang bercela! Itu karena aku tidak sendirian! Aku harus melihat lebih banyak cela! Aku membutuhkan lebih banyak cahaya! Dimana aku bisa mendapatkan cahaya? Aku memecahkan jendelanya, serpihannya melukaiku, aku berteriak, namun di luar terlalu

bising. Tidak ada yang mendengarku. Suaraku terlalu pelan, belum pantas didengar siapapun. Tidak ada yang bisa melihatku juga. Di luar terang, dan di sini tidak ada yang menyala. Seandainya diriku menyala. Coba saja kalau diriku bersinar.

Ingin telah datang, angan menyambut, dan angin membawa harapnya pergi, seperti udara yang bergerak. Walaupun belum kelihatan, bergerak. Ada yang mulai terasa. Aku mulai merasakan tubuhku bergerak. Bertalu seirama jantungku berdetak. Berpacu seirama waktu berdetik. Aku meneruskan lariku. Iya. Aku hanya tidak menolak lagi. Kalau aku mau tahu lebih banyak, aku harus memaksa mengatakan iya. Iya, aku boleh merasa.

Orang-orang terlalu cepat. Aku ingin menyusul juga. Aku mencambuk diriku supaya berlari lebih cepat. Sangat sulit, mendahului orangorang yang begitu cepat berubah. Tentu saja, ini sulit bagi semua orang juga. Banyak air mata, yang sedih, yang haru, yang tertahan. Banyak jeritan, yang bersorak, yang mengaduh, yang berdoa.

Aku terdiam. Rasanya aku tidak sanggup lagi. Paru-paruku terbakar dan mataku panas. Aku terisak juga sama seperti mereka. Aku juga sama seperti mereka yang aku hakimi: rapuh, begitu.

Orang-orang begitu pintar. Apa itu sandiwara? Seolah-olah mereka tangguh dan cepat. Seakan mereka dapat mengalahkan waktu yang bisa berhenti kapan saja, dan bersamanya itu kamu terhenti. Semua terlalu rumit, dan ironis. Itulah cara mereka menggambarkannya, mereka tertawa, dan berlari.

51


SASTRA “Yaa... gimana sih kan kamu yang waktu itu menggebu-gebu mau ngeliput ini. Katanya program yang bagus banget dan wajib diliput.” “Iya Kar, tapi kan…” Aku lalu diam, tidak mungkin kuceritakan hal yang sebenarnya kepada Sekar. Lagipula dia juga tidak akan mengerti.

“Tapi apa? Lagipula pendiri klinik ini bilang kalau dia teman SMA kamu di Gresik, harusnya bagus dong kalau kamu ikut, kita bisa mewawancarainya langsung.” Justru itu aku tidak ingin ikut, batinku. Aku hanya tidak kuasa kalau harus bertemu dengannya lagi apalagi setelah sekian lama. “Raina! Kok malah diem sih. Udah ya fix harus ikut. Ayo cepetan siap-siap.”

Klandestin Alvi Zainita

I was dreaming to be happy. But I am not. Kota itu masih tetap sama seperti dulu ketika pertama kali kutinggalkan. Kota itu masih berisik, ramai, masih sarat dengan cerobong asap pabrik yang selalu memuntahkan kepiluan untukku. Hidup di perantauan ternyata bukan hal yang mudah. Bahkan hal-hal kecil mengenai Gresik, kampung halamanku, selalu menjadi hal yang kurindukan meski hal itu merupakan memori yang buruk. “Rain, kamu jadi ikut nggak?”

Sekar, teman satu kamarku menyeruak masuk tiba-tiba dan kembali mempertanyakan kepastianku untuk meliput acara peresmian klinik kesehatan gratis di daerah Bandung Barat.

52

“Masih belum tahu deh.”

Sekar tidak akan berhenti bicara kalau aku masih menentang kemauannya. Jadi masih dengan pikiran yang tidak menentu aku terpaksa bersiap-siap menuruti kemauan Sekar. ***

Acara peresmian klinik ini berlangsung sangat baik. Penduduk sekitar juga sangat bahagia menyambut klinik gratis yang didirikan oleh orang itu, Elang Gema Abimanyu. Di penghujung acara, ada pula acara makan gratis untuk penduduk sekitar juga para tamu. Kala para tamu mulai berhamburan mengambil makanan, Sekar menarik tanganku, “Mau ke mana ini, Kar?” “Ketemu sama Pak Elang lah. Kita harus segera ngewawancarain dia sehubungan klinik ini.” “Kita makan dulu kan bisa.”

“Kalau orangnya sibuk dan keburu pergi gimana? Udah ayo.” Aku mengekor di belakang Sekar dan mulai ikut berjalan menuju keberadaan Elang.

Dari kejauhan aku mulai melihat sosoknya. Tubuh menjulangnya masih sama seperti Elang yang pernah kukenal dulu. Bahkan sorotan mata seriusnya masih identik dengan sorotan matanya ketika dulu kami melakukan bakti sosial bersama. Elang, si penggila masyarakat semenjak dulu akhirnya aku bertemu denganya kembali.


Boulevard 81 Mei 2018

“Maaf, Pak Elang.” Sekar memotong pembicaraan Elang dengan rekan kerjanya.

Elang menoleh menatap Sekar sejenak, lalu mulai melihatku. “Rain?” Aku hanya tersenyum tipis. “Hai Lang. Apa kabar?” sapaku canggung. “Baik. Kamu Raina, kan ?”

“Iya bener kok,” jawabku sekenanya masih merasa gugup kembali mendengar suaranya.

“Wah kamu kemana saja. Aku udah melewatkan berapa proyek tanpa kamu Rain. Rasanya nggak pernah lengkap kalau nggak kerja bareng kamu.” Sekar berdeham merasa terlupakan membuatku tersenyum geli melihat tingkahnya. “Aku ada kok. Kenalkan ini rekanku, Sekar namanya.”

Sekar menyalami Elang dan memperkenalkan dirinya sebelum akhirnya pamit untuk makan duluan. Ia merasa kalau kami harus berbicara sebagai teman dulu baru membicarakan tentang liputan.

Elang mengajakku duduk di salah satu ruangan di klinik untuk menghindari keramaian. “Jadi, ke mana saja dan kerja apa nih sekarang?” “Aku menetap di Bandung. Sejauh ini masih jadi wartawan.”

“Masih? Maksudnya nggak akan diteruskan jadi wartawannya?” Aku terkekeh pelan. “Ya kamu kan tahu sebenarnya aku ingin jadi novelis tapi ya wartawan dulu bolehlah.”

“Oh iya hahaha… Masih sering pulang nggak? Aku rindu banget sama Gresik.”

“Hampir setengah tahun sekali aku pulang kok. Jadi gimana kabar Caca?” Jujur aku tidak mengerti kenapa aku malah menanyakan kekasih Elang di SMA. Tapi aku cukup penasaran bagaimana keadaan mereka. Masihkah bersama?

“Kamu pasti terkejut Rain. Kamu harus pulang ke Gresik bulan depan karena bulan depan aku dan Caca akan melangsungkan pernikahan. Aku juga nggak nyangka kita seawet ini. Beruntung sekali kita bertemu sekarang. Jadi, aku bisa mengundangmu nanti.” Mataku seolah melebar mendengarnya. Dan mengapa harus di Gresik? Mungkin pertanyaan retoris, tentu saja Gresik, memangnya Elang dan Caca berasal dari mana. Aku tidak menyangka kampung halaman yang selalu kurindukan dalam sekejap tidak ingin kudatangi. “Wah begitu ya, selamat Lang,” ucapku tergugu dan seluruh sendi tubuhku melemas begitu saja. Bodohnya aku menanyakan hal itu dan berharap mereka tak lagi bersama. “Ehm, Lang buat liputan enaknya gimana?” Sepertinya pikiranku sudah berbelok ke manamana, bagaimana bisa aku malah membahas pekerjaan ketika Elang sedang berbahagia. Benar-benar ada yang tidak beres denganku. “Oh iya. Besok saja bagaimana jam makan siang aku chat tempatnya nanti.”

“Oke. Kalau gitu aku duluan ya.” Aku pamit pada Elang dan keluar ruangan mencari sosok Sekar. Sekar sedang bersenda gurau ketika aku menghampirinya. “Kar, Pak Elang mau wawancara besok saja tempatnya dikabarin lagi. Nanti kamu aja ya yang ketemu.” “Lah kenapa?”

“Aku besok sudah ada janji.” Mendengar hal itu Sekar langsung mengiyakan.

Aku terpaksa berbohong pada Sekar. Tidak mungkin rahasia yang kusimpan rapat-rapat sejak dulu aku ceritakan begitu saja. Rahasia mengenai sikap Elang dalam membantu kehidupan masyarakat yang selalu membuatku kagum. Rahasia mengenai senyumannya yang selalu ramah pada orang lain dan selalu disambut oleh retina mataku. Rahasia mengenai Elang yang tidak akan pernah berpaling dari Caca, wanita superlembut dan superbaik yang pernah kukenal. Rahasia mengenai diriku yang tidak suka terus merasa sendiri.[]

53


Sudahkah Kamu Membaca Seluruh Majalahnya?

1. Tokoh utama film Black Swan 2. Klinik gratis dirian Pak Elang berada di daerah Bandung ... 3. Bunga lambang konser KPA ITB : Sound of the Seasons 4. Tempat kegiatan pengmas keempat FPIK UNDIP 5. Pembuat film “Putar Balik” 6. Lembaga KM ITB yang bergerak di bidang pengmas 7. Pengarang puisi yang membuat Hepi berpikir ulang untuk balas dendam 8. Film karya LFM ITB yang ditampilkan pada acara Cinephoria Vol. 4 9. Tempat acara Cinephoria Vol. 4 10. Sapaan akrab direktur PT Purnatarum Murni Rahayu ialah Kang ... 11. Program studi yang dijalani

Andriana Kumalasari 12. Acara KM ITB yang berbasis pengmas 13. Tempat lahir Ahmad Wali Radhi 14. Patra bersama warga menghidupkan kembali taman bacaan di desa ... 15. Salah satu teman dari tokoh utama pada novel “Anak Rantau” 16. Sapaan akrab Pak Tizar ialah Tizar ... 17. Salah satu platform sistem informasi lama ITB 18. DERU, salah satu komunitas di UGM, merupakan singkatan dari Disaster ... Unit 19. Pak Iskandar membangun pembangkit listrik di Putri Betung provinsi ... 20. Andi Setianegara menyebut ... sebagai pahlawan


KAMI

Pemimpin Umum Rahma Rizky Alifia

Pemimpin Redaksi Ardhy Nur Ekasari Staf Redaksi

Sitti Mauludy Khairina Juang Arwafa Cita

Muhammad Ghaffar Mukhlis Rayi Ruby

Ruhkhis Muhtadin

Annisaa Auliyaa Rabbani Rahmanto Dana Annisa Riefina

Amalia Septiani Radiva

Renaldy Yusuf Wibisono Adella Nur Apriati

Adzky Mathla Syawly

Alvi Zainita Putri Batistuta Andrian Cedric

Antyesti Vania Apsari

Evelyn Sippy Prisetyo Hanif Arfani Rahman

Hanifa Chairunnisa Muharroro Ika Keumala Fitri Irza Sanika Aulia

Kaiyuma Jabbar Raihan

Luciana Rosaria Oktaviana

Maulana Affan

Tiara Millenia Ratno

Nur Aini Rachmawati

Pemimpin Perusahaan

Muhammad Farhan Firdaus Nicholas Yamahoki

Clarissa Ruby Fortuna

Pandu Kristian Prayoga Simamora

Rifqi Rifaldi Utomo

Redaktur Artistik

Fransiskus Asisi Dwinugroho P

Rona Atikah, Sari Kusumaningsih Firda Haifa

Mahmud Tantowi Baihaqi Mazdy Staf Artistik Hana Azalia

Staf Perusahaan

Muhammad Dita Farel Teo Wijayarto

Azkabellajati Syefera Diah Rachmawati Diana Vitonia

Hamdi Alfansuri

Sista Dyah Wijaya

Jane Marito

Brigitta d’Avriella

Nida An Khofiyya

Galih Endrayana Sudarno

Condro Wiyono

Thierris Nora Kusuma

Firza Aulia Syafina Yahya Haytsam

Ivannsa Ramadhia Moussafy Abdul Hamid

Nathanael Adianto Ponno Amaliyah Nurul Aeni Christie Stephanie

Naufal Faris Muhammad

Hafizh Ihsaanuddin

Nyimas Carissa Nur Annisa Chyntia Angelina Mulia Andreas

Aliyya Ilma Shafani Manajer Proyek

Ambar Setia Awan

Sons Bima Nusantara

Selamat Atas Kelulusannya!

Anas Zakaria Pemimpin Umum 2014/2015

Nurina Maretha Rianti

Margaretha Vania

Nadia Maghfira

Pemimpin Umum

Pemimpin Redaksi 2015/2016

Staf Artistik

2015/2016

2014/2016


Boulevard ITB Lantai Dasar Labtek XIV – Gedung Freeport Indonesia Business Research Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No. 10, Bandung Jawa Barat 40132 Surel Website Kurio Line OA Facebook Twitter Instagram

: boulevarditb@gmail.com : www.boulevarditb.com : BoulevardITB : boulevarditb : Boulevard ITB : @boulevarditb : boulevarditb


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.