SKMA Edisi Maret-April 2016

Page 1

Media edia Aesculapius PERANGKO BERLANGGANAN KP JAKARTA PUSAT 10000 NO. 3/PRKB/JKP/DIVRE IV/2014

Surat SuratKabar Kabar

Kedokteran Kedokterandan danKesehatan KesehatanNasional Nasional

No. 02 06 l XLV XLVIl lMaret-April Juli-Agustus 2016 2014

Terbit Sejak 1970

ISSN No. 0216-4966

Kontak Kami

Kesmas

Kolum

Artikel Bebas

Resistensi Antimikroba, Salah Siapa?

Donor Organ dan Hukum yang Terselubung

Meniti Anak Tangga Sama dengan Meremajakan Otak

halaman 4

Harga Rp3.000,00 Harga Rp3.000,00

halaman 6

halaman 5

@MedAesculapius @mediaaesculapius beranisehat.com

Terulang Kembali, Kisah Klasik Perdagangan Organ Ilegal Fenomena jual beli organ jelas bukan isapan jempol belaka. Tak tanggung-tanggung, rumah sakit bertaraf nasional pun ikut “kecolongan”. Mengapa masih tersedia celah yang terbuka lebar dari penerapan regulasi yang ada?

A

wal tahun 2016 silam, masyarakat dikejutkan oleh penemuan sindikat jual beli ginjal yang terorganisir oleh Bareskrim Mabes Polri. Kecurigaan polisi berawal dari informasi bahwa banyak warga di suatu desa di Jawa Barat memiliki ginjal tidak lengkap. Setelah ditelusuri dan dikembangkan, polisi berhasil menangkap tiga tersangka. Menurut Kanit Human Trafficking Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKBP Arie Darmanto, ketiga tersangka merupakan sindikat yang berperan sebagai perantara atau makelar. Setiap pelaku mempunyai tugas yang berbeda-beda, mulai dari merekrut, mengurus kesehatan dan advokasi, hingga mengurus proses operasi dan transplantasi. Dalam melancarkan aksinya, pelaku sukses mengelabui SOP (standar operasional prosedur) transplantasi yang berlaku di rumah sakit dengan pemalsuan keterangan. Setelah semua proses selesai, pembeli atau resipien ginjal membayar makelar hingga 500 juta. Dari total uang tersebut, pendonor ginjal “hanya” menerima uang sekitar 70 juta dengan dalih sudah dipotong berbagai biaya pengurusan transplantasi. Sisanya, dinikmati oleh makelar tersebut. Menurut Arie, sudah terdapat 30 orang yang menjadi korban praktik jual beli ginjal berdasarkan pengakuan dari ketiga tersangka. Namun, hingga saat ini, berdasarkan data dari RSCM baru terdapat 15 korban sehingga polisi masih menelusuri nama-nama korban lainnya. “Korban (lainnya) kemungkinan masih ada dan kita

baru dapat 30 orang. Sisanya kita belum tahu,” terang Arie.

kesehatan. Sementara itu, aturan mengenai syarat dan mekanisme transplantasi ginjal dan organ tubuh lainnya diberikan kewenangan ke masing-masing rumah sakit melalui SOP.

Legalitas Jual Beli Organ Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, transplantasi organ diperbolehkan dengan syarat dilakukan Ketika SOP Tak Setangguh Jeruji untuk tujuan kemanusiaan, Selama ini, rumah sakit yang tidak untuk dikomersialkan melaksanakan transplantasi atau diperjualbelikan merumuskan dan menjalankan dengan dalih apapun. standar operasional masingPrinsipnya, donor masing. Di RSCM sendiri, dan jual beli organ proses administrasi adalah dua hal transplantasi tidaklah yang berbeda. sederhana. Menurut Dr. dr. Donor organ Hanifah Oswari, yang dilakukan Sp.A(K), Ketua dengan Transplantasi motivasi RSCM, proses kemanusiaan ini paling tidak dan tidak terdiri atas dua mengharapkan tahap besar, yaitu imbalan adalah pemeriksaan oleh Tim hal yang legal. Advokasi dan skrining “Saya yakin, medis. Calon pendonor harus kalau pendonor lolos uji kelayakan oleh Tim ginjal itu ingin Advokasi terlebih dahulu mendonorkan agar dapat diperiksa secara ginjalnya dengan medis. suka rela pasti tidak Tim Advokasi adalah butuh uang,” papar Arie. tim khusus yang ditunjuk oleh meutia/MA Sementara itu, memberikan pimpinan RSCM untuk memberikan organ dengan mengharapkan imbalan pembekalan dan memeriksa apakah calon tidak diperbolehkan. Dokter tidak boleh donor layak serta mampu mendonorkan melakukan transplantasi jika mendapatkan organnya. Tim tersebut bertugas kasus seperti ini karena melanggar UU menjelaskan syarat-syarat menjadi

pendonor, persiapan dari segi hukum dan hal-hal yang harus dilakukan setelah proses transplantasi. Tim akan memastikan bahwa calon pendonor memahami tentang larangan untuk memperjualbelikan organnya. Bersamaan dengan tugas-tugas tersebut, Tim Advokasi dapat mendeteksi adanya kemungkinan tranksaksi jual beli antara pendonor dan resipien. Oleh karena bersifat independen, tim ini menapis calon secara objektif. Prosedur administrasi juga dibuat berlapis agar calon pendonor dan resipien mengerti bahwa transplantasi organ memberikan dampak besar bagi keduanya. Artinya, keselamatan pendonor dan resipien harus terjamin. “Kondisi resipien memang biasanya tinggal hitungan hari, tetapi keselamatan pendonor juga penting dipertimbangkan,” jelas Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, DFM., S.H., M.Si, Sp.F(K). Prosedur tetap tidak boleh diubah, meskipun resipien atau donor mendesak. Meski prosedur yang telah dibuat oleh rumah sakit sudah dirancang sedemikian rupa untuk mencegah kasus kecurangan, pada kenyataannya masih terdapat celah yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu. “Kami dari pihak rumah sakit telah membuat tahapan ini serinci mungkin, tetapi masih ada pihak luar yang berusaha memalsukan segala sesuatu demi melewati proses penapisan tadi,” papar Hanifah. Hanifah juga menjelaskan bahwa tim transplantasi tidak mengetahui kecurangan yang terjadi karena prosedur sudah... bersambung ke halaman 7

Perjalanan Panjang Menjadi Pendonor Organ

U

ntuk dapat dinyatakan lolos sebagai pendonor, terdapat prosedur yang harus dilewati. Di RSCM sendiri, menurut Dr. dr. Hanifah Oswari, SpA(K), prosedur tersebut terbagi ke dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah menjalani serangkaian pemeriksaan oleh Tim Advokasi yang terdiri atas ahli hukum dan dari psikiatri forensik. Pada tahapan ini, pendonor akan menjalani serangkaian pemeriksaan psikis dan mental serta penilaian keseharian untuk menentukan apakah pendonor sanggup merawat dirinya pasca menjalani transplantasi. “Jika ternyata

pendonor tidak mampu merawat dirinya setelah transplantasi, ia tidak diperbolehkan mendonorkan organnya,” tegas Hanifah. Tahapan hukum serupa yang harus dilalui oleh seorang pendonor ini juga dikemukakan oleh AKBP Arie Darmanto. Di samping pemeriksaan psikis dan mental, calon pendonor juga akan dijelakan mengenai hak-hak dan sanksi apabila melakukan pelanggaran. Setelah lolos melalui tahap advokasi, tahapan selanjutnya adalah skrining medis. Barulah setelah berhasil melewati tahap ini, calon pendonor akan dimasukkan

ke dalam daftar pendonor dan proses transplantasi dapat dilakukan. Dengan kata lain, seorang pendonor adalah orang yang dinyatakan lolos melalui tahap advokasi dan skrining medis. Hingga saat ini, pendonor di RSCM didapatkan melalui pencarian dari resipien. Namun ke depannya, Kementrian Kesehatan akan membentuk Komite Transplantasi Nasional di mana semua pendonor harus mendaftarkan diri kepada komite tersebut. “Pencanganan komite transplantasi ini sampai di tahap pembuatan Permenkes,” tutur Hanifah. anggi, abdi, veronica

Pojok MA Donor organ tanpa mengharap imbalan adalah hal yang legal. Diimingi rupiah siapa yang tidak tergugah?


22

KLINIK

MARET-APRIL 2016

AESCULAPIUS

MA INFO

DARI KAMI Salam sejahtera bagi kita semua. Zaman silih berganti menciptakan cabang dan ranting generasi yang baru. Begitu juga dengan kepengurusan Media Aesculapius yang telah berganti kembali demi meneruskan tongkat estafet semangat menyebarluaskan informasi kesehatan. Dalam edisi ini, ulasan utama diangkat topik yang tidak lama ini sedang marak diperbincangkan, yaitu perdagangan ilegal organ tubuh. Kami menghadirkan pendapat ahli dari berbagai sudut pandang agar hasrat haus informasi tersebut kian terpenuhi. Selain itu, prosedur tata cara yang benar dalam donor organ kami bahas secara rinci. Ilmu pengetahuan senantiasa berkembang sehingga manajemen terbaru mengenai syok sepsis yang baru dikeluarkan pada tahun 2016 dihadirkan pada edisi kali ini. Bagaimana perbedaannya dengan guideline sebelumnya? Simak informasi menariknya pada rubrik MA Info. Perkembangan zaman cenderung maraknya gaya hidup sedenter. Padahal, riset membuktikan naik tangga dapat membuat otak lebih segar, bahkan awet muda. Tertarik? Rubrik Artikel Bebas telah menyediakan ulasannya. Siapa tidak kenal dengan dr. Boyke Dian Nugraha, Sp.OG, MARS? Ternyata beliau memiliki hobi yang menarik. Hobi yang penuh filosofi tentunya akan menginspirasi pembaca sekalian. Ingin tahu seperti apa dan bagaimana beliau mengimplementasikan hobi tersebut? Simak rubrik Senggang. Akhir kata, kami mengucapkan selamat menikmati sajian informasi kami dan selamat membaca!

Ferry Liwang Pemimpin Redaksi

MA FOKUS

Dilema Jual Beli Organ: Ketika HAM Dipertaruhkan

J

MEDIA

ual beli organ sepertinya telah menjadi rahasia umum. Kasus telah banyak terjadi, tetapi berbagai pihak yang berkepentingan hanya seolah menutup mata. Berbagai alasan dilontarkan dengan mayoritas adalah ekonomi. Memang, harga fantastis puluhan juta hingga puluhan miliar rupiah sangat menggiurkan. Tidak jarang tindakan ini diwujudkan sebagai eksploitasi serius terhadap masyarakat miskin, terutama anak. Terlepas dari semua itu, poin utama dalam sindikat jual beli organ adalah secara moral, perdagangan organ tubuh telah melanggar martabat manusia dan hak asasi manusia (HAM). Organisasi internasional turut serta membahas masalah serius ini. Protokol PBB Pasal 3 mengatur terkait mencegah, menekan, dan menghukum perdagangan manusia dengan jelas salah satu bentuk eksploitasi adalah penghambaan atau pengambilan organ tubuh. Selain itu, World Health Organization (WHO) mengambil langkah serius dengan mengeluarkan prinsip transplantasi sel, jaringan, dan organ manusia yang telah diinisiasi sejak tahun 1991 dan kini salah satunya diwujudkan dalam Deklarasi Istanbul pada tahun 2008. Protokol lainnya yaitu Konvensi Eropa tentang HAM dan Biomedis tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Asal Manusia juga melarang perdagangan organ atau jaringan yang dicapai pada tahun 2002. Bahkan, pelanggaran terhadap perdagangan organ atau jaringan juga telah diatur dalam protokol tersebut. Bagaimana dengan Indonesia? Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO juncto Pasal 62 ayat (3) UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebenarnya telah mengatur mengenai jual beli organ. Namun, pelaksanaannya tetap dipertanyakan mengingat masih terjadinya kasus yang melanggar HAM tersebut. Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi hal tersebut? Akankah kita tetap kaku berdiam diri seolah menutup mata dan telinga dari isu yang beredar? Tindakan nyata adalah solusinya. Semoga kita bisa mewujudkan sikap dan tidak hanya berteori belaka.

Tegakkan Diagnosis Sepsis untuk Cegah Syok Sepsis Menghadapi sepsis seolah berpacu dengan waktu. Kematian menanti saat terlambat, sebaliknya diagnosis tepat menyelamatkan pasien. Alhasil, kriteria diagnosis yang menjadi kuncinya.

S

epsis merupakan sindrom kelainan fisiologi dan biokimia yang dipicu oleh respon inflamasi sistemik melawan infeksi. Respon tersebut tidak teratur dan dapat menyebabkan kelainan organ yang mengancam jiwa akibat respon berlebihan dalam mengeliminasi patogen penyebab infeksi. Alih-alih berhasil mengalahkan patogen, respon tubuh malah menyerang jaringan atau organ sendiri. Sementara itu, kesadaran dokter serta masyarakat terhadap sepsis masih rendah. Padahal, tahun 2011, rumah sakit di Amerika Serikat menghabiskan dana sebanyak $20 miliar atau 5% dari total pengeluaran demi penanganan sindrom ini. Pada tahun 1991, sepsis dinilai berdasarkan kriteria systemic inflammatory response syndrome (SIRS) terhadap infeksi. Kriteria SIRS mencakup suhu tubuh, frekuensi nadi, kecepatan respirasi atau tekanan parsial gas karbondioksida, dan jumlah leukosit atau netrofil batang. Selama dua dekade terakhir, diagnosis sepsis ditegakkan jika terdapat dua atau lebih dari empat /MA robby kriteria tersebut. Akan tetapi, hingga saat ini kriteria tersebut belum cukup untuk menjadi alat diagnosis standar karena hanya terfokus pada proses inflamasi yang berlebih. Ditambah lagi, respon perubahan jumlah sel darah putih, suhu, dan frekuensi nadi merupakan respon yang banyak terjadi pada kondisi infeksi sehingga sangat memungkinkan terjadinya kesalahan diagnosis. Belakangan diketahui bahwa sepsis melibatkan aktivasi mediator proinflamasi, antiinflamasi, dan disertai respon nonimunologi seperti kardiovaskular, saraf otonom, hormon, metabolisme, serta koagulasi. Oleh karena itu, kriteria baru dibentuk untuk mengidentifikasi semua unsur sepsis, seperti infeksi, respon inang, dan kelainan organ. Sepsis yang disertai dengan kelainan organ disebut sepsis berat dan dapat semakin berkembang menjadi syok sepsis. Sepsis berat membahayakan jiwa pasien sehingga pasien yang datang dengan infeksi harus dipertimbangkan kemungkinan mengalami sepsis berat. Tingkat keparahan disfungsi organ dinilai secara kuantitatif berdasarkan temuan gejala klinis, data laboratorium, atau intervensi terapi. Sistem penilaian

MEDIA AESCULAPIUS

menggunakan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) yang memperhatikan kelainan pada sistem respirasi, koagulasi, hati, kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan renal. Komponen setiap organ yang dinilai antara lain tekanan oksigen, koagulasi platelet, kadar bilirubin hati, tekanan rata-rata arteri atau pemberian dopamin, dobutamin, epinefrin, serta norepinefrin, nilai Glasgow Coma Scale (GCS) untuk menilai kesadaran, dan kadar kreatinin ginjal, serta jumlah urine yang dikeluarkan Jika terdapat dua atau lebih perubahan akut dari kriteria tersebut akibat infeksi, seseorang dikatakan mengalami kelainan organ. Semakin tinggi nilai SOFA, semakin tinggi juga probabilitas terjadi kematian. Skor berjumlah dua atau lebih tersebut menggambarkan pasien memiliki risiko kematian hingga 10%. Terdapat kriteria lain untuk mengidentifikasi sepsis pada pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dalam waktu yang lama atau meninggal saat perawatan, yaitu quick SOFA (qSOFA) yang meliputi laju respirasi ≥ 22/menit, tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg, serta adanya gangguan mental. Sepsis yang tidak mendapatkan tata laksana yang tepat dapat berkembang menjadi syok sepsis, yaitu sepsis yang disertai kelainan sirkulasi dan metabolisme seluler yang dapat meningkatkan mortalitas hingga lebih dari 40%. Diagnosis syok sepsis ditegakkan jika pasien mengalami sepsis dengan kriteria SOFA atau qSOFA, tidak membaik dengan resusitasi cairan, membutuhkan terapi vasopresor untuk meningkatan tekanan rata-rata arteri menjadi ≥ 65 mmHg, dan kadar laktat dalam serum mencapai > 2 mmol/L. Dengan demikian, kriteria diagnosis sepsis dan syok sepsis terbaru dapat digunakan untuk mengganti definisi sebelumnya. Ke depannya, diharapkan penegakkan diagnosis sepsis lebih adekuat sehingga tata laksana yang tepat dan cepat dan risiko perkembangan sepsis dapat dicegah. claragunawan

Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) (Dekan FKUI) Penasihat: Prof. Dr. Bambang Wibawarta, S.S., M.A. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Ahmad Fuady, MSc (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius

Pemimpin Umum: Hardya Gustada. PSDM: Vanya Utami Tedhy, Indah Lestari, Sukma Susilawati, Zharifah Fauziyyah, Fatira Ratri Audita, Hiradipta Ardining. Pemimpin Produksi: Anyta Pinasthika. Wakil Pemimpin Produksi: Meutia Naflah Gozali. Tata Letak dan Cetak: Gabriella Juli Lonardy. Ilustrasi dan Fotografi: Herlien Widjaja. Staf Produksi: Edo Rezaprasga, Annisaa Yuneva, Arief Dimas Dwiputro, Eiko Bulan Matiur, Rosyid Mawardi, Selvi Nafisa Shahab, Andrew John, Aditya Indra, Nobian Andre, Vanya Utami Tedhy, Zharifah Fauziyyah, Dhiya Farah, Kartika Laksmi, Robby Hertanto, Dinarda Ulf Nadobudskaya, Fatira Ratri Audita, Dinda Nisapratama, Skolastika Mitzy, Bagus Radityo Amien, Dewi Anggreni Kusumoningrum, Arlinda Eraria Hemasari. Pemimpin Redaksi: Ferry Liwang. Wakil Pemimpin Redaksi: Puspalydia Pangestu. Redaktur Desk Headline: Rifka Fadhilah. Redaktur Desk Klinik: Irma Annisa. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Hiradipta Ardining. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Tommy Toar. Redaktur Desk Liputan: Shierly Novitawati. Reporter Senior: Amajida Fadia Ratnasari, Paulina Livia Tandijono, Nabila Aljufri, Herdanti Rahma Putri, Patria Wardana Yuswar, Berli Kusuma, Fidinny Hamid, Rusfanisa, Yasmina Zahra Syadza, Nadia Zahratus Sholihat, Andy William, Sukma Susilawati, Edwin Wijaya, Elva Kumalasari, Jihaan Hafirain, Jimmy Oi Santoso, Raditya Dewangga. Reporter Junior: Camilla Sophi, Phebe Anggita Gultom, Teuku Abdi Zil Ikram, Farah Vidiast, Veronika Renny, Clara Gunawan, Levina Putri, Salma Suka Kyana Nareswari. Pemimpin Direksi: Tania Graciana. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Wilton Wylie Iskandar, Diadra Annisa Setio Utami, Dwitya Wilasarti, Indra Wicaksono, Fahmi Kurniawan, Nurul Istianah, Laksmi Bestari, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Catharina Nenobais, Dyah Ayu, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Koe Stella Asadinia, Al Syarif Hidayatullah, Tiara Grevillea. Buku: Indah Lestari, Fildzah Hilyati, Elvina J. Yunasan, Apri Haryono Hafid, Fadhli Waznan, Tiroy Junita, Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Roberto Bagaskara Indy Alamat : Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi : Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp 18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke medaesculapius@gmail.com dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.

Kirimkan kritik dan saran Anda:

medaesculapius@gmail.com

Website Media Aesculapius

beranisehat.com

Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius


MEDIA

AESCULAPIUS

KLINIK

JULI

MARET-APRIL 2016

3

KONSULTASI

Tangani dengan Tepat Kejang pada Anak Akibat Infeksi Sistem Saraf Pusat Bagaimana sebaiknya penanganan pada anak yang kejang karena meningitis dan ensefalitis di daerah yang tidak ada obat seperti fenitoin dan fenobarbital? dr. KM di Sulawesi Tenggara

I

nfeksi sistem saraf pusat (SSP) dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi tersebut dapat menyerang otak (ensefalitis) atau membran pelapis otak (meningitis). Meningitis pada anak umumnya disebabkan oleh Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, enterovirus, adenovirus, dan virus Epstein-Barr. Sekitar 80% dari kasus meningitis terjadi pada 5 tahun pertama kehidupan seorang anak. Secara umum, gejala awal meningitis umumnya tidak spesifik, yaitu demam, muntah, mengantuk, dan kejang. Pada anak, gejala-gejala tersebut ditambah dengan sakit kepala, fotofobia, dan kaku kuduk atau kesulitan untuk memfleksikan leher. Selain meningitis, ensefalitis juga dapat terjadi pada anak, terutama anak dengan gizi buruk. Organisme yang dapat menyebabkan ensefalitis antara lain virus herpes simpleks-1, varicella zoster, virus Epstein-Barr, dan HIV. Ensefalitis berhubungan dengan gejala-gejala serebral, seperti kejang dan mengantuk. Sekitar 15-60% anak dengan ensefalitis mengalami kejang. Kejang atau konvulsi mengindikasikan adanya gangguan rangsangan elektrik

pada sistem saraf pusat. Jenis-jenis kejang berdasarkan sumber lepas muatan listrik, yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum (sentrensefalik). Namun, kejang dapat pula terjadi secara bertahap, diawali dengan kejang fokal terlebih dahulu dan selanjutnya menjalar keseluruh tubuh (generalisasi). Kejang sering menimbulkan gangguan kesadaran pada anak dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi otak, sampai kematian. Oleh karena itu, seseorang yang mengalami kejang harus segera mendapat perawatan medis darurat. Penting bagi dokter umum untuk arlin/MA dapat menangani kejang pada anak dengan cepat dan tepat. Berdasarkan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2016, penatalaksanaan anak dengan status epileptikus terdiri atas tata laksana prehospital dan hospital, dengan tata laksana hospital terdiri atas

Narasumber: dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A(K), MNeuro Sci Divisi Neurologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM

Intensive Care Unit (ICU) dan Gawat Darurat (GD). Penanganan kejang pada anak didahului dengan pemberian obat golongan benzodiazepin yang bekerja short acting, seperti diazepam dan midozolam. Jika anak masih kejang, lanjutkan dengan pemberian obat yang bekerja long acting, seperti fenitoin atau fenobarbital. Apabila kejang belum juga berhenti, dokter dapat memberikan midazolam infus secara kontinu, profofol, atau pentobarbital. Akan tetapi, tidak semua fasilitas kesehatan memiliki persediaan fenitoin injeksi maupun fenobarbital. Pada kondisi tersebut, tata laksana prehospital (di rumah atau selain di rumah sakit) menjadi pilihan alternatif. Anak diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak yang berat badannya di bawah 12 kg atau dosis 10 mg untuk anak yang berat badannya di atas 12 kg. Jika tidak tersedia diazepam rektal, dokter dapat memberikan diazepam secara intravena. Diazepam intravena diberikan

dengan dosis 0,2-0,5 mg/kg. Bila kejang belum berhenti, berikan diazepam sekali lagi dengan dosis yang sama. Di rumah sakit, apabila setelah pemberian diazepam yang kedua kalinya anak masih kejang, berikan diazepam infus secara kontinu sebanyak 0,010,1 mg/kg/menit. Pemberian diazepam infus kontinu tersebut diberikan oleh dokter saat anak berada di ICU. Bila kejang belum juga berhenti, dokter memberikan asam valproat rektal sebanyak 20 mg/kg. Cara membuat asam valproat rektal tersebut adalah dengan mengencerkan asam valproat sirup bersama larutan NaCl 0,9% dengan perbandingan dosis 1:1. Urutan pemberian asam valproat rektal dan diazepam infus kontinu dapat ditukar. Artinya, asam valproat rektal dapat diberikan terlebih dahulu. Setelah kejang berhenti, dokter harus memberikan rumatan karena anak masih memiliki risiko untuk mengalami kejang berulang. Rumatan diberikan secara oral atau melalui nasogastric tube (NGT) dengan obat pilihannya antara lain fenitoin oral, fenobarbital, asam valproat, karbamazepin, atau levetiracetam dan topiramat (tunggal atau kombinasi) sampai anak diizinkan pulang. Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke medaesculapius@gmail.com Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.

TIPS DAN TRIK

Tidak Panik di Instalasi Gawat Darurat dengan Triase Kondisi Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang tidak terprediksi membutuhkan kemahiran tenaga kerja dalam menentukan prioritas pasien yang ditangani. Di sinilah peran triase untuk mencegah kepadatan IGD menjadi malapetaka.

T

anggap dan tepat penanganan di IGD berdampak signifikan terhadap kelangsungan hidup pasien. Namun, jumlah dan kondisi pasien IGD sulit diprediksi. Untuk itu, diperlukan sistem triase dalam mengatur prioritas penanganan pasien dengan cepat dan tepat. Mayoritas IGD di Indonesia masih menggunakan sistem triase klasik yang lebih sesuai untuk situasi bencana. Sementara itu, sistem triase di Amerika Serikat sudah berbasis evidence-based medicine, yaitu ESI (Emergency Severity Index) yang mengelompokkan pasien dalam lima tingkat prioritas. Triase dilakukan oleh perawat bersertifikat pelatihan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat (PPGD). Pasien dikategorikan sebagai ESI tingkat 1 jika membutuhkan intervensi segera untuk menyelamatkan hidupnya. Hal ini didasarkan pada keadaan pasien ketika terdapat kondisi terintubasi, apnea, tidak ada pulsasi, gawat napas, SaO2 < 90%, perubahan status mental akut, atau tidak responsif. Apabila tidak memenuhi kriteria ESI tingkat 1, dilanjutkan ke poin keputusan kedua, yaitu penentuan apakah pasien dapat menunggu untuk ditangani. Hal ini dilakukan dengan wawancara singkat, observasi klinis, dan pengalaman penanganan pasien

terdahulu. Pasien dengan kebingungan, letargi atau disorientasi, dan/atau kondisi yang berpotensi mengancam nyawa, alat gerak, dan organ, dikategorikan sebagai ESI tingkat 2. Di samping itu, penilaian nyeri yang bernilai 7 atau lebih juga

dewi/MA

dipertimbangkan sebagai ESI tingkat 2. Jika pasien masih dapat menunggu untuk ditangani, perawat melanjutkan ke poin keputusan ketiga, yaitu jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani pasien. Sumber daya yang dimaksud adalah laboratorium, radiologi, injeksi cairan dan obat, konsultasi spesialis, serta prosedur lainnya (prosedur kompleks terhitung sebagai dua sumber daya). Pasien ESI tingkat 5 tidak membutuhkan sumber daya, sedangkan pasien ESI tingkat 4 membutuhkan satu sumber daya. Di sisi lain, pada ESI tingkat 3 dibutuhkan dua atau lebih sumber daya. Tidak hanya itu, masih dibutuhkan pengecekan tanda vital berupa denyut nadi, laju pernapasan, dan saturasi oksigen. Suhu tubuh diukur khusus pasien di bawah 3 tahun. Jika tanda vital tidak normal, maka pasien tergolong ESI tingkat 3. Klasifikasi ke dalam ESI tingkat 2 dilakukan jika perawat merasa kondisi pasien tersebut perlu lebih diprioritaskan. Berbeda dari kebanyakan sistem triase, ESI tidak mematok waktu yang spesifik untuk penanganan pasien pada tiap tingkat. Seberapa cepat penanganan bergantung pada kesepakatan setiap rumah sakit. Pastinya, jika perawat sudah mahir melakukan triase, pasien tentu dapat ditangani secara cepat dan tepat. salmakyana

PENAWARAN JASA Media Aesculapius selalu setia membantu Anda dalam hal jurnalistik dan sastra. Kami menyediakan jasa: 1.

2.

3.

Terjemahan Kami menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris/Inggris-Indonesia untuk jurnal dan textbook. Harga disesuaikan dengan materi dan waktu pengerjaan. Info lebih lanjut, hubungi: Koe Stella (081282411321)

Media partner

Ingin acara Anda terpublikasi secara luas? Kami menyediakan jasa media partner untuk acara Anda. Info lebih lanjut, hubungi: Aisyah Aminy M. (08111813801) Ingin punya KSK IVmu sendiri? Dapatkan KSK IV di toko buku kesayangan Anda! Harga KSK IV (2 jilid): Rp 240.000,00* *harga tergantung masing-masing toko buku

Info lebih lanjut, hubungi: TIroy Junita (081283671059)


42

MARET-APRIL 2016

Ilmiah Populer

MEDIA

AESCULAPIUS

KESMAS

Resistensi Antimikroba, Tanggung Jawab Siapa? Penggunaan antimikroba yang kian marak menyebabkan penyakit infeksi semakin sulit diobati. Siapa yang bertanggung jawab terhadap fenomena ini?

K

ondisi antimikroba tidak dapat lagi melawan infeksi mikroorganisme, padahal dahulu agen terapi tersebut menjadi pilihan utama, dikenal sebagai resistensi antimikroba. Antimikroba tidak hanya memberikan terapi terhadap bakteri, tetapi juga memberikan terapi terhadap virus, jamur, dan parasit. Penggunaan antimikroba secara luas, konsumsi antimikroba dalam jangka waktu panjang, diagnosis tidak tepat sehingga memberikan antimikroba yang salah, dan pemberian antimikroba terhadap tanaman yang dikonsumsi manusia dapat mengubah kemampuan adaptasi mikroba terhadap antimikroba sehingga terjadi mutasi spontan terhadap antimikroba tersebut. Mutasi ini dapat menyebabkan resistensi antimikroba yang dapat disebarkan dari satu organisme ke organisme lainnya. Resistensi antimikroba menjadi masalah yang besar di dunia dan Indonesia. Pada penelitian tahun 2012 di Indonesia, walapun penggunaan antimikroba yang salah telah mengalami penurunan, resistensi terhadap bakteri yang memproduksi enzim beta lactamase dan bakteri S. aureus yang resisten metisilin tetap meningkat, secara berurutan menjadi 58% dan 24%. Sementara itu, resistensi terhadap obat antituberkulosis (OAT) meningkat menjadi 480.000 kasus

baru setiap tahunnya, terhadap obat pilihan antiretrovirus pada pasien HIV yang bahkan belum pernah mendapatkan terapi meningkat menjadi 5% di dunia, dan terhadap obat oseltamivir untuk mengobati influenza A meningkat menjadi 1-2%. Masalah tidak hanya terjadi di masyarakat, melainkan terjadi pula di rumah sakit sebagai tempat yang cenderung menggunakan antimikroba yang beragam. Resistensi antimikroba menjadi masalah yang perlu mendapat bagus/MA perhatian karena mengancam kemampuan dokter untuk menangani infeksi yang umum terjadi sehingga menurunkan kualitas hidup penderita bahkan kematian.

Masalah resistensi ini menyebabkan waktu penyembuhan menjadi lebih lama, meningkatkan jumlah biaya perawatan, bahkan kematian. Pemilihan obat alternatif sulit dilakukan karena memiliki efektivitas yang lebih rendah, sifat lebih beracun, dan harga yang lebih mahal. Di Amerika Serikat, setidaknya terdapat dua juta pasien yang mengalami infeksi yang tidak dapat diobati akibat terjadinya kekebalan terhadap antimikroba dan 23.000 orang meninggal akibat resistensi antimikroba setiap tahun. Kebutuhan untuk mengurangi resistensi antimikroba menjadi salah satu fokus kerja organisasi kesehatan dunia maupun

Indonesia. Namun, usaha tersebut juga menjadi tanggung jawab bersama baik masyarakat, pekerja kesehatan, farmasis, dan pembuat kebijakan di pemerintahan. Usaha yang dapat dilakukan masyarakat antara lain menjaga kebersihan dengan mencuci tangan dan menghindari orang yang memiliki penyakit menular, mendapatkan vaksinasi, menggunakan antimikroba yang hanya diresepkan oleh dokter, menggunakan antimikroba secara patuh, dan tidak membagikan antimikroba terhadap orang lain. Bagi tenaga kesehatan, usaha seperti mencegah dan mengontrol infeksi serta memberikan obat secara rasional dapat mengurangi kejadian resistensi antimikroba. Pembuat kebijakan dalam bidang kesehatan dapat memonitor kondisi dan penyebab resistensi, meningkatkan kontrol dan upaya pencegahan, membuat peraturan penggunaan antimikroba yang rasional, dan memberikan informasi yang dapat memberikan dampak terhadap masyarakat dan tenaga kesehatan untuk mengurangi angka resistensi antimikroba. Usaha yang dilakukan bersama-sama tersebut diharapkan dapat mengurangi kematian akibat infeksi yang tidak mampu diobati. claragunawan

INFO OBAT

Idelvion®, Profilaksis Hemofilia B yang Bersahabat Berfusi dengan albumin, cukup diinjeksi satu kali dalam sepekan ini masih memiliki kelemahan. Pemberian profilaksis untuk hemofilia B rata-rata memerlukan injeksi IV sebanyak 2-3 kali sepekan yang membuat penggunanya terbebani baik secara biaya, maupun kepraktisan. Pada 4 Maret 2016, FDA merilis kabar gembira untuk penderita hemofilia B dengan melegalkan profilaksis baru, yaitu Idelvion®. Obat yang memiliki nama generik albutrepenonacog alpha ini merupakan profilaksis hemofilia B pertama yang berhasil menggabungkan rekombinan faktor koagulan IX dengan rekombinan albumin. Rekombinan albumin terbukti dapat mempertahankan kadar rekombinan faktor koagulan IX yang sejatinya cepat didegradasi oleh tubuh. Perpanjangan waktu paruh tersebut memungkinkan penderita hemofilia B memiliki kadar faktor koagulan IX yang lebih banyak dalam waktu yang lebih lama. Albumin merupakan protein yang stabil herlien/MA

M

enurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, hemofilia B tergolong ke dalam penyakit langka dengan rasio kejadian 1:50.000 individu. Meskipun demikian, penyakit kongenital ini tidak dapat dianggap remeh sebab kemunculannya dapat menurunkan kualitas hidup seseorang secara signifikan. Pada hemofilia terjadi gangguan pembekuan darah atau hemostasis, yang merupakan masalah serius dan dapat mengancam nyawa. Salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada penderita hemofilia adalah hemartrosis, yaitu perdarahan pada sendi. Pada penderita hemofilia, hal ini dapat terjadi berulang kali. Akibatnya, struktur sendi menjadi rusak sehingga ruang gerak sendi berkurang dan otot-otot di sekitarnya akan atrofi. Serangkaian kejadian tersebut tentu dapat menurunkan kualitas hidup, terlebih lagi pada anak yang masih mengalami pertumbuhan. Untuk inilah profilaksis perlu diberikan. Sejauh ini, profilaksis merupakan penanganan terbaik bagi penderita hemofilia B yang bekerja dengan cara menutupi kekurangan faktor koagulan IX dalam darah secara konstan. Sebuah penelitian di Amerika membandingkan efek penanganan hemofilia secara on demand dengan terapi profilaksis pada anak. Kelompok yang mendapat perlakuan profilaksis mengalami hemartrosis dan perubahan struktur sendi yang lebih minim. Tidak hanya pada anak, pemberian profilaksis pada penderita hemofilia dewasa juga menunjukkan hal yang serupa. Namun, dibalik perbaikan kualitas hidup yang dijanjikan oleh profilaksis tersebut, terapi

dalam plasma darah sehingga membuat Idelvion® memiliki waktu paruh lima kali lebih panjang dibandingkan dengan injeksi rekombinan faktor koagulan IX tunggal. Akibat perpanjangan waktu paruh tersebut, Idelvion® cukup diinjeksi 1 kali dalam 7 hari atau bahkan dalam 14 hari bagi pasien yang terkontrol dengan baik. Sebelumnya, pada tahun 2014, FDA pernah meresmikan rekombinan faktor koagulan IX yang difusikan dengan protein Fc (Alprolix®), yaitu protein yang juga terdapat dalam tubuh. Namun, kombinasi ini hanya menghasilkan waktu paruh yang lebih lama dua setengah kali dari rekombinan faktor koagulan IX tunggal. Dengan kata lain, Idelvion® unggul dalam hal waktu paruh. Selain itu, efek samping yang ditimbulkan pun lebih ringan, yaitu berupa sakit kepala, dengan insiden 1%. Idelvion® tersedia dalam vial sekali pakai berkekuatan sediaan 250, 500, 1000, atau 2000 IU. Sediaan diencerkan terlebih dahulu dengan sterile water for injection dan kemudian diinjeksi melalui intravena. Idelvion® dapat diberikan untuk anak maupun dewasa dengan indikasi terapi profilaksis rutin, terapi on-demand (setelah terjadi perlukaan), maupun antisipasi perioperatif.

Kontraindikasinya adalah adanya reaksi hipersensitivitas terhadap Idelvion® (atau komponen penyusunnya) karena dapat menimbulkan reaksi anafilaksis. Belum ada keterangan lebih lanjut mengenai keamanan penggunaan Idelvion® untuk ibu hamil dan menyusui sehingga peresepan terhadap kedua subjek ini perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Usia Idelvion® yang panjang di dalam plasma menjanjikan terapi profilaksis yang lebih bersahabat bagi penderita hemofilia B. Frekuensi injeksi yang lebih sedikit dapat mengurangi beban biaya dan nyeri yang harus ditanggung oleh penggunanya. Efisiensi ini memiliki pengaruh penting dalam kenyamanan terapi pada pasien. Namun sayang, penderita hemofilia B di Indonesia masih perlu bersabar karena Idelvion® belum tersedia di pasaran. Hal ini mungkin memerlukan beberapa waktu, sebab Idelvion® terbilang masih sangat baru disetujui oleh FDA. Sembari menunggu hadirnya profilaksis ini, tetaplah mempertahankan kontinuitas terapi yang ada, demi kualitas hidup yang lebih baik. vidiast

Nama dagang

: Idelvion® (Albutrepenonacog alpha) Indikasi : Hemofilia B Kontraindikasi : Hipersensitivitas Komplikasi : Hemartrosis Cara pemberian : Injeksi Intravena Availabilitas : Belum tersedia di pasaran


MEDIA

AESCULAPIUS

Ilmiah Populer

JULI

MARET-APRIL 2016

5

ARTIKEL BEBAS

Meniti Anak Tangga Sama dengan Meremajakan Otak Tinggalkan lift dan eskalator, pilih anak tangga sekarang juga!

T

ubuh manusia tersusun atas miliaran sel dengan berbagai fungsi. Sel-sel tersebut menjadi kunci atas berjalannya fungsi suatu jaringan atau organ. Oleh karena manusia tidak diciptakan abadi, sel-sel dalam tubuh akan mengalami penurunan performa seiring berjalannya waktu. Akibatnya, fungsi suatu organ atau jaringan juga akan menurun. Penurunan fungsi yang terjadi akibat bertambahnya usia disebut sebagai penuaan. Setiap bagian tubuh manusia akan mengalami hal tersebut, tidak peduli seberapa vitalnya bagian tersebut, termasuk otak. Penuaan pada otak dikenal juga sebagai brain aging. Pada brain aging, terjadi perubahan morfologis yang berdampak pada menurunnya kinerja otak. Korteks serebri gabriella/MA merupakan zona terluar dari otak yang memiliki warna keabuan atau gray matter. Zona tersebut merupakan kumpulan dari badan beserta inti sel saraf atau neuron yang berfungsi sebagai pusat pengaturan kinerja neuron. Seiring bertambahnya usia, zona ini mengalami penipisan, terutama pada daerah frontal (lobus frontalis) dan hipokampus otak.

Kedua daerah ini memiliki peran penting dalam fungsi intelektual seseorang. Selain itu, penipisan juga terjadi pada otak kecil dan ganglia basalis yang berperan penting pada kontrol pergerakan tubuh. Menipisnya gray matter pada area-area tersebut menandakan berkurangnya jumlah sel neuron sehingga terjadilah penurunan fungsi otak. Kendati penuaan pada otak masih termasuk kejadian yang normal, hal ini bukan berarti proses tersebut tidak dapat diganggu gugat. Jika kita memperhatikan orangorang dengan usia lanjut di sekitar kita, bukankah masih ada di antara mereka yang fungsi kognitif serta motoriknya terbilang prima untuk seusia mereka? Hal ini menandakan bahwa walaupun pasti terjadi, brain aging masih dapat diminimalkan. Upaya untuk meminimalkan dampak penuaan inilah yang kita sebut sebagai peremajaan otak. Jason Randal Steffener dari Concordia University Montreal di Kanada membuktikan bahwa peremajaan otak bukanlah hal yang mustahil. Melalui hasil studinya yang dirilis pada Februari 2016, disimpulkan bahwa aktivitas fisik dapat membuat otak menjadi lebih muda daripada usia yang seharusnya. Dalam studinya tersebut dijelaskan bahwa terdapat dua terminologi yang dipakai untuk menjelaskan usia suatu organ. Pertama

adalah usia kronologis, yaitu usia otak terhitung dari hari kelahiran individu yang bersangkutan. Kedua, usia biologis, diukur berdasarkan seberapa prima kinerja otak. Alaminya, usia biologis akan sebanding dengan usia kronologis. Namun, Steffener dan kawan-kawan membuktikan bahwa usia biologis otak dapat lebih muda beberapa bulan hingga beberapa tahun dibandingkan dengan usia kronologisnya. Dalam studinya, Steffener mengukur ketebalan korteks serebri masing-masing partisipan yang berasal dari berbagai usia dengan menggunakan MRI. Partisipan yang kerap melakukan aktivitas fisik, seperti jogging, bersepeda, aktivitas aerobik, berenang, berbagai olahraga permainan, dan mendaki tangga ditemukan memiliki usia biologis otak yang lebih muda dibandingkan seharusnya (usia kronologis). Usia muda tersebut ditandai dengan penampakan korteks serebri yang lebih tebal yang terlihat pada pemeriksaan MRI. Dengan kata lain, fungsi otak para partisipan tersebut berada dalam kondisi yang lebih prima daripada kondisi seharusnya berdasarkan usia. Di antara bentuk aktivitas fisik tersebut, meniti anak tangga mungkin memiliki kesan yang sepele. Namun, temuan Steffener dan kawan-kawan dari penelitiannya justru menyatakan sebaliknya. Dibandingkan dengan berbagai bentuk aktivitas fisik yang dilakukan oleh subjek penelitian tersebut, meniti anak tangga ternyata memiliki pengaruh yang relatif lebih besar pada peremajaan otak. Dari segi intensitas, meniti anak tangga sebanyak satu lantai sudah

memenuhi kriteria minimum untuk mencapai dampak positif dari suatu aktivitas fisik. Kedua hal ini memberikan arti penting pada aktivitas fisik berupa meniti anak tangga. Dari segi frekuensi, aktivitas fisik ini tentu lebih mudah untuk dilakukan ketimbang aktivitas lainnya yang cenderung lebih berat dan membutuhkan waktu khusus. Bangunan tempat manusia beraktivitas, kini sudah amat banyak yang terdiri lebih dari satu lantai, contohnya gedung perkantoran, sekolah, tempat perbelanjaan, tempat umum lainnya, hingga rumah-rumah penduduk. Meskipun teknologi juga turut menyaingi, yaitu dengan adanya eskalator dan lift, peluang seseorang untuk meniti anak tangga tersebut tetap terbilang besar karena jumlah ketersediaan tangga yang cukup banyak. Oleh karena itu, meniti anak tangga yang memiliki intensitas moderat dan kontinu lebih baik dibandingkan dengan aktivitas fisik lainnya. Selain itu, meniti anak tangga merupakan aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh siapa pun, tidak terbatas pada usia dan jenis kelamin sehingga aktivitas ini dapat menjadi pilihan setiap orang. Menjadi tua merupakan keniscayaan bagi setiap orang. Namun, tetap memiliki fungsi otak yang prima di usia tua sehingga senantiasa memiliki kualitas hidup yang maksimal adalah pilihan bagi setiap orang. Pilihan dalam menggunakan tangga untuk mencapai tingkatan lantai berbeda adalah salah satu upaya yang sangat mudah, tidak memakan biaya, serta efektif bagi orang yang ingin memiliki otak yang awet muda. vidiast

SEGAR

Selamat dan Sukses Kepengurusan Baru Media Aesculapius 2016/2017


62

OPINI & HUMANIORA

MARET-APRIL 2016

MEDIA

AESCULAPIUS

SUARA MAHASISWA

Donor Organ dan Hukum yang Terselubung Donor organ, niat yang baik, dan negara yang salah?

S

ering kita mendengar gurauan seperti “soal uang gampang, tinggal jual ginjal bisa dapat uang banyak” di sekitar kita. Bagi beberapa orang, terutama mahasiswa kedokteran, mungkin hal ini terdengar biasa saja. Pertanyaannya ialah, apakah kita benarbenar mengetahui makna kalimat sederhana yang sering kita permainkan tersebut? Kita dapat mengartikan jualan ginjal tersebut sebagai penjualan organ untuk mendapatkan bayaran atau imbalan. Nyatanya, tindakan ini jelas merupakan hal yang secara etis tidak terpuji dan juga secara hukum dinyatakan sebagai tindakan kriminal. Tingginya Kebutuhan Donor Donor organ merupakan salah satu bentuk penanganan yang banyak dibutuhkan oleh para pasien di seluruh dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2010 yang ditinjau di 95 negara anggota PBB,terjadi sekitar 106.879 kasus transplantasi organ baik secara legal maupun tidak. Sayangnya, jumlah tersebut hanya memenuhi 10% kebutuhan transplantasi organ di seluruh dunia. Bayangkan saja bagaimana perasaan kita bila menjadi bagian dari 90% pasien yang belum mendapatkan donor organ, tentunya kita akan mencari berbagai cara untuk menemukan donor tersebut, bukan? Karena tingginya kebutuhan akan donor organ, pemerintah berinisiatif mendirikan bank alat dan jaringan tubuh. Hasilnya, pada tahun 1989 berdirilah bank tersebut dengan nama Bank Jaringan Tubuh, yang secara resmi berada di bawah Pusat Penelitian Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional (P3TIR-BATAN) atau sering disebut juga BRTB.

KOLUM

J

akarta, 23 April 2014. Suasana di stasiun itu sedang ramai. Orang berlalu-lalang sibuk dengan kehidupannya masing-masing. Di tengah kesibukan itu aku melihat seorang ibu, umurnya kutafsir sekitar 50 tahunan, dengan kebayanya yang lusuh dan kain batik yang selalu dipakainya. Ibu itu tampak asyik dengan dirinya sendiri, namun sesekali memanggil orang-orang yang hilir mudik di stasiun itu. Orangorang yang dihampirinya kebanyakan tampak jijik, takut, dan tidak jarang mendorong menjauhinya. Kadang katakata kasar dikeluarkan orang-orang kepadanya. Rasa penasaran menghampiriku untuk mencari tahu lebih banyak mengenai ibu itu. Akhirnya aku bertanya kepada petugas stasiun yang sedang bertugas. Petugas stasiun itu memberitahuku kalau ternyata Ibu itu mengalami gangguan jiwa. Diduga kalau ibu itu mendapat gangguan semenjak kehilangan anaknya dalam kecelakaan kereta api beberapa tahun silam. Kabarnya, kejadian itu terjadi tidak jauh dari stasiun ini. Ditambah lagi dengan tidak adanya sanak saudara di Jakarta sehingga terpaksa hidup terlunta-

Institusi tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981. Dalam peraturan tersebut, tertera tugas-tugas yaitu memfasilitasi pengambilan, penyimpanan, serta pengawetan jaringan dan alat tubuh manusia yang akan digunakan untuk kepentingan transplantasi yang bertujuan demi pemulihan kesehatan. Seperti yang dilansir oleh National Geographic Indonesia pada tahun 2014, walaupun telah bekerja sama dengan beberapa bank jaringan lain seperti Bank Jaringan RS Lepra Sitanala Tangerang, Bank Amnion RS Dr M Djamil Padang, dan Bank Tulang RS Dr Sutomo Surabaya, BRTB masih kekurangan banyak suplai jaringan manusia untuk transplantasi allograft (tranplantasi yang menggunakan organ manusia sebagai organ yang ditransplantasikan). Inilah yang menyebabkan sering dipakainya tranplantasi xenograft (teknik transplantasi yang menggunakan jaringan hewan yang dikembangkan) yang dinilai cukup baik dalam pelaksanaannya walaupun kualitasnya tidak sebaik tranplanstasi allograft.

Apakah Salah Pemerintah? Sayangnya di Indonesia, para donor yang secara sukarela ingin memberikan organ tubuhnya harus berhati-hati. Keikhlasan ternyata bukan modal yang cukup bagi seseorang untuk melakukan donor organ karena apabila hal ini dilakukan tanpa bukti yang jelas, hukum yang berlaku dapat menyebabkan sang donor terjerat hukuman. Salah satunya ialah kasus penuduhan jual beli organ yang dapat menyeret mereka kepada tindak pidana seperti yang telah ditetapkan di pasal 80 UndangUndang No. 23 Tahun 1992, dimana transaksi jual beli organ 15 tahun serta denda maksimal Rp300.000.000. mitzy/MA Seorang dokter spesialis ginjal dan hipertensi, Dokter Tunggul Diapari Situmorang, SpPDKGH menyatakan bahwa tidak ada alur yang menjamin agar seseorang yang melakukan donor organ secara sukarela tidak dituduh sebagai pelaku jual beli organ. Dari keseluruhan isi peraturan perundang-undangan yang membahas donor organ di Indonesia yang mencakup UU No. 23 Tahun 1992, PP No. 18 Tahun 1981, dan Permenkes No. 37 Tahun 2014, peraturan-peraturan tersebut terkesan cukup baik. Namun, kurangnya sosialisasi dan

Yoga Arif Syah Hidayat Mahasiswa FKUI angkatan 2015 pemahaman mengenai peraturan donor organ seringkali dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang kurang bertanggungjawab. Berbagai sindikat kriminal perdagangan organ tubuh pun muncul. Salah satunya ialah penjualan ginjal yang berhasil diungkap oleh Bareskrim Polri pada awal tahun 2016. Masalah transplantasi organ ini sejatinya adalah masalah bagi seluruh masyarakat di negeri ini. Untuk itu, semua tingkat masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam menangani hal ini. Pemerintah harus meningkatkan sosialisasi peraturanperaturan tentang donor organ yang berlaku di masyarakat. Selain itu, pemerintah juga selayaknya mengatur donor dan transplantasi organ tidak hanya dalam Undang-Undang Kesehatan, tetapi juga diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nasional Indonesia karena pada dasarnya hal ini merupakan kasus multidimensi dan seharusnya diatur dalam peraturan tertinggi di Indonesia. Kita sebagai para mahasiswa kedokteran dapat membantu dengan memarakkan peduli hukum kepada orang-orang di sekitar kita. Potensi kita untuk membuat perubahan cukup besar teman-teman, akankah kita diam?

Orang Jalanan Be the change you want to see in the world.

dinda/MA

lunta dan tidur di jalanan atau di stasiun, tempatnya menghabiskan pagi, siang, sore, dan malam sebagai “penghuni tetap” stasiun ini. Bertahan hidup diraihnya dari belas kasihan segelintir orang yang masih punya

hati nurani untuk memberinya satu-dua nasi bungkus. Bagaimana bisa orang serentan itu harus menghadapi semua ini? Kondisi ibu ini, dengan tidak adanya rumah untuk ditinggali membuatnya memiliki risiko lebih tinggi dibanding dengan orang lain dengan kondisi kesehatan yang sama dengannya. Hal ini diperparah dengan perlakuan masyarakat yang menolak atas kehadiran mereka. Mereka inilah yang seharusnya membutuhkan pertolongan yang lebih, karena mudah sekali terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kasus bunuh diri, pembunuhan, atau human trafficking. Harusnya ibu ini sekarang sudah dirawat di panti khusus untuk merehabilitasi kondisi beliau. Apakah sudah tidak ada lagi orang yang peduli dengannya? Apakah orangorang seperti ibu ini hanya dianggap sebagai orang-orang yang menyusahkan di tengah-tengah masyarakat. Memang jika diperhatikan, banyak sekali orang-orang disekelilingku yang masih menganggap kalau orang gila itu berbahaya. Mungkin saja mereka takut keselamatannya akan terancam bila dihampiri “orang gila”. Masih saja ada

Camilla Sophi Mahasiswa FKUI Tingkat II anggapan kalau “orang gila” itu menular, penuh penyakit, dan dapat membahayakan orang lain. Mungkin anggapan-anggapan inilah yang membuat mereka dipandang rendah oleh masyarakat. Hal ini yang kuperhatikan menimbulkan respon yang tidak baik di masyarakat terhadap kelompok tersebut. Bahkan aku pernah membaca kasus mengenai seorang Bapak yang tega untuk mempasung anak perempuannya sendiri dan tidak memperbolehkan anak itu untuk melakukan kontak dengan dunia luar. Bagaimana bisa seorang Bapak tega untuk memperlakukan anaknya sedemikian rupa? Aku yakin masih banyak kasus-kasus serupa yang masih belum terungkap. Keadaan ini tentu sungguh meresahkan dan membuatku berpikir bahwa masih banyak hal yang perlu kita pelajari mengenai penyakitpenyakit kejiwaan dan bagaimana cara menyingkapinya.


MEDIA

AESCULAPIUS

Liputan

JULI

MARET-APRIL 2016

7

SEPUTAR KITA

Mengenal Efek Kardioproteksi Obat Antihipertensi Lama dikenal sebagai antihipertensi, diltiazem terbukti memiliki efek kardioproteksi.

P

erjalanan penyakit kardioserebrovaskular dimulai dari hipertensi, lalu berturut-turut hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, iskemia, dan infark miokard. Jika pasiennya masih selamat, terdapat kemungkinan mengalami remodeling otot jantung, lalu akhirnya gagal jantung. Tugas kita sebagai dokter adalah sebisa mungkin mengantisipasi pasien hipertensi agar tidak menjadi demikian.” Begitulah pernyataan dr. Sally A. Nasution, Sp.PD-KKV pada simposium tentang “Diagnosis dan Tata Laksana Krisis Hipertensi” di Hotel Borobudur Jakarta pada Minggu, 28 Februari 2016. Simposium yang bertema “Tata Laksana Komprehensif Kegawatdaruratan Medik” tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara yang diadakan oleh angkatan 1986 ILUNI FKUI ’92 dalam rangka menyambut Dies Natalis Universitas Indonesia. Acara yang diketuai oleh dr. Surahman Hakim, Sp.OG(K) itu berlangsung pada 27-28 Februari 2016 . Tiga tema yang diangkat tata laksana kegawatdaruratan medik, teknologi antipenuaan, dan dokter berjiwa wiraswasta. Denyut jantung merupakan faktor risiko independen terjadinya penyakit kardioserebrovaskular. Dengan demikian, semakin banyak denyut jantung suatu populasi diturunkan, semakin banyak pula

levina/MA

angka penyakit kardioserebrovaskular pada populasi tersebut dapat diturunkan. Umumnya, pasien rawat jalan yang datang ke dokter umum menderita penyakit jantung koroner stabil tanpa riwayat infark. Jika pasien tersebut telah didiagnosis penyakit jantung koroner, tugas dokter umum adalah mengurangi gejala angina dan melakukan pencegahan agar tidak terjadi sindrom koroner akut.

INFO SPESIALISTIK

Pencetak Spesialis Parasitologi Klinik Pertama di Indonesia Akibat masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi parasit, spesialisasi ini dibentuk

D

idirikan pada tahun 2010 di Fakultas seperti patient safety, sedangkan materi Kedokteran Universitas Indonesia, parasitologi didapatkan di semester dua menurut Ketua Program Studi hingga enam. Dengan sistem pembelajaran Parasitologi Klinik FKUI, dr. Lisawati berupa modul dengan ujian, Susanto, M.Kes., Sp.ParK, program studi diskusi kasus, simulasi, dan yang hingga saat ini kegiatan laboratorium, hanya terdapat di dalam mengejar gelar Universitas Indonesia Sp.ParK, peserta itu didirikan dengan didik juga harus alasan masih banyak menyelesaikan 64 penyakit akibat SKS yang berisi 59 infeksi parasit SKS mata kuliah yang terabaikan. wajib dan 5 Oleh karena SKS mata itu, program kuliah studi tersebut pilihan. diharapkan Selain dapat itu, peserta mengurangi didik juga angka harus melakukan kejadian penelitian dan uji infeksi board, yaitu ujian dengan parasit penguji dari luar FKUI. dengan Calon PPDS harus melibatkan kerja mengikuti ujian SIMAK bagus/MA sama antardokter di rumah sakit. UI. Selain itu, syarat masuk Peserta Pendidikan Dokter Spesialis lain yang harus dipenuhi adalah calon PPDS (PPDS) Parasitologi Klinik dibagi menjadi memiliki nilai Indeks Prestasi Kumulatif dua kelas, yaitu kelas reguler bagi PPDS (IPK) ≥ 2.5 dan TOEFL ≥ 450, memiliki Surat berusia kurang dari 35 tahun dan kelas Tanda Registrasi (STR), memberikan hasil perluasan bagi PPDS berusia lebih dari 35 uji kompetensi pada lulusan dokter sebelum tahun. Program studi yang sudah memiliki tahun 2012, dan lulus ujian wawancara. empat angkatan ini diadakan di Salemba Setelah menjalani proses pendidikan selama dan rumah sakit dengan bekerja bersama enam semester, dokter spesialis parasitologi spesialis ilmu kesehatan anak dan penyakit klinik dapat bekerja sebagai laboran di dalam di bidang gastrointestinal, saraf, mata, berbagai rumah sakit yang akan bekerja sama dan infeksi tropis. Proses pembelajaran dengan dokter klinik, pengajar, tenaga ahli di berlangsung selama enam semester. departemen kesehatan, atau peneliti. Materi semester satu adalah materi umum claragunawan

“Kenapa harus meredakan nyeri? Pasien dengan nyeri dada biasanya takut mati. Oleh karena itu, dokter harus memberikan pengobatan yang tepat untuk meredakan nyeri dan mencegah pemburukan,” tegas Sally. Obat yang dimaksud adalah obat golongan calcium channel blocker (CCB), terutama yang bersifat non-dihydropiridin (NDHP). Obat CCB NDHP bekerja menghambat kanal kalsium di pembuluh

darah sehingga menimbulkan efek vasodilatasi pembuluh arteri. CCB NDHP, misalnya diltiazem, walaupun efeknya tidak sekuat CCB DHP (dihydropiridin), ia memiliki efek kardioproteksi dengan menurunkan denyut jantung. Oleh karena itu, CCB NDHP diberikan sebagai terapi lini pertama untuk mengurangi nyeri dada pada pasien penyakit jantung koroner. Kemudian upaya pencegahan sindrom koroner akut dilakukan dengan pemberian aspirin, statin, dan penghambat ACE (angiotensin-converting enzyme) atau ARB (angiotensin receptor blocker). Selain diberikan untuk penderita hipertensi, diltiazem juga dapat diberikan untuk pasien stroke, infark miokard, dan iskemia refrakter. Manfaat lain diltiazem yang telah terbukti secara klinis adalah mencegah fibrilasi atrial, mengurangi risiko diabetes, dan melindungi ginjal. Meskipun demikian, pemberian CCB NDHP memiliki kontraindikasi berupa bradikardia, hipotensi, gagal jantung, dan ibu hamil. Secara umum, efek CCB NDHP sebagai terapi antihipertensi hampir sama baik dibandingkan terapi konvensional, tetapi aktivitas kardioprotektifnya terbukti lebih baik daripada terapi konvensional untuk mencegah stroke dan menghilangkan nyeri dada. Oleh karena itu, dokter umum disarankan untuk beralih dari beta blocker ke CCB NDHP untuk terapi hipertensi. levina

Terulang Kembali...

sambungan dari halaman 1

...dijalankan dengan benar. Calon pendonor mengikuti tahap demi tahap dengan lengkap sehingga penapisan tidak mendeteksi adanya kecurangan. Tim Advokasi juga telah bekerja maksimal dalam menggali informasi calon pendonor. Sementara itu, Agus juga berpendapat bahwa para dokter yang tergabung dalam tim adalah eksekutor, maka tidak mungkin mengulang penapisan atau penelusuran pendonor secara keseluruhan. Lantas, sistem seperti apakah yang kiranya benar-benar tidak akan memberikan kesempatan bagi “para pencuri”? Sistem pemilihan dan pemeriksaan calon pendonor yang masih diserahkan pada masing-masing rumah sakit menjadi beban bagi pihak rumah sakit. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Kesehatan tengah merumuskan peraturan transplantasi bagi seluruh rumah sakit di Indonesia, termasuk pencanangan pembentukan Komite Transplantasi Nasional. Komite ini bertugas mengatur proses penapisan awal dan urutan prioritas donor serta resipien sehingga beban rumah sakit dalam menyeleksi calon pendonor akan dialihkan. Ke depannya, rumah sakit dapat berfokus hanya pada eksekusi transplantasi. Komite ini dipastikan memperkuat pencegahan jual beli organ. Dengan demikian, kasus jual beli organ diharapkan tidak terulang kembali di masa depan, tetapi kapankah perumusan ini selesai dan dapat diaplikasikan secara nasional? abdi, veronica, anggi

FORMULIR BERLANGGANAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama : Pekerjaan : Alamat Lengkap (untuk pengiriman)

:

Telepon/HP : Email : memohon untuk dikirimi Surat Kabar Media Aesculapius selama kurun waktu (beri tanda silang): 1. Enam edisi (GRATIS 1 edisi): Rp18.000,00 2. Dua belas edisi (GRATIS 2 edisi): Rp36.000,00 Biaya kirim ke luar pulau Jawa Rp5.000,00 per enam edisi. Cara pembayaran: 1. Wesel pos ke Redaksi MA FKUI 2. Transfer ke rekening Media Aesculapius di Bank Mandiri Cabang UI Depok 157-00- 04895661. Mohon untuk menyertakan bukti pembayaran baik bukti transfer atau fotokopi wesel pos dengan formulir berlangganan ke MA.

(

) Nama Lengkap


82

MARET-APRIL 2016

Liputan

MEDIA

AESCULAPIUS

SEREMONIA

Semangat Masyarakat Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020

Belajar Berkarya dari Seminar AMSA

meutia/MA

T

eens Go Green adalah satu dari 25 komunitas peduli lingkungan hidup yang turut serta dalam acara “Revolusi Mental, Indonesia Bebas Sampah” pada Minggu, 21 Februari 2016. Acara tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup di Bundaran Hotel Indonesia dalam rangka menyambut Hari Peduli Sampah Nasional. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Drs. H. Djarot Syaiful Hidayat, M.S. salmakyana

dokumentasi panitia

Pada Selasa, 29 Febuari 2016 lalu di ruang BEM FKM Universitas Indonesia, Departemen Akademik Asian Medical Student Association (AMSA) UI mengadakan seminar dengan tema “Health Beyond Our Clinics: Social Determinants of Health.” Dua topik yang dibahas dalam seminar tersebut adalah “Health Care System as A Whole” oleh dr. Adhitya Sigit Ramadianto dan “How to Make a Systematic Review” oleh Fabianto Santoso, S.Ked. Acara tersebut ditujukan ke mahasiswa kedokteran dan dokter yang ingin membuat sebuah karya tulis ilmiah. camilla

SENGGANG

Ketika Lukisan Bersajak Baginya, lukisan tidak pernah sekadar tergantung di dinding. Selalu ada makna yang bisa didapat, bahkan berupa untaian sajak yang indah.

D

inding-dinding Klinik Pasutri yang berlokasi di Tebet menjadi bukti bahwa lukisan adalah pajangan yang istimewa baginya. Di setiap ruangan, mulai dari ruang tunggu hingga ruang praktik, setidaknya terdapat sebuah lukisan yang terpajang. Tidak cukup hanya di Tebet, tetapi juga puluhan lukisan lainnya tersebar menghiasi

dewi/MA

dinding kediamannya dan Rumah Sakit Bersalin Pasutri di Bogor. Dikenal sebagai sosok yang bergelut di dunia kesehatan reproduksi, dr. Boyke Dian Nugraha, Sp.OG, MARS ternyata memiliki kedekatan tinggi dengan seni, terutama lukisan dan puisi. “Saya bisa melukis, tetapi tidak banyak. Saya lebih suka membaca lukisan orang,” ujar Boyke. Kesukaannya

terhadap lukisan lebih diungkapkan dengan mengapresiasi karya pelukis lain sehingga lukisan karyanya dapat terhitung jari. Berbeda dengan lukisan, puisi karyanya berjumlah sangat banyak yang sering dilakukannya baik pada momen istimewa, misalnya ketika anak-anaknya lahir, maupun di sela aktivitas harian, yaitu ketika sedang merenung. Boyke yakin setiap lukisan pasti menyimpan pesan yang turut ditorehkan oleh pelukisnya. Oleh karena itu, ia sering memandangi koleksinya untuk sekadar menyapa, “Apa yang ingin kamu ceritakan?” Boyke kemudian menceritakan salah satu lukisan favoritnya, yaitu mengenai seorang pria yang memangku seekor ikan besar. Menurutnya, ikan pada lukisan tersebut adalah simbol dari keberuntungan. Awalnya, sang pria mengaliri suatu lahan kosong hingga menjadi sebuah telaga. Kemudian, ia memasukkan ikan-ikan kecil yang semakin lama semakin besar sehingga dapat dipanen. “Jika ingin berinvestasi, mulailah dari yang kecil. Lalu tunggulah sebab membutuhkan waktu untuk menjadi suatu keberuntungan,” jelas Boyke mengenai lukisan tersebut. Kedalaman makna, seperti filosofi, peringatan, dan makna kehidupan, yang didapatnya dari memandangi lukisan tidak jarang menginspirasinya untuk menulis puisi. Setelah “menyapa” suatu lukisan,

Boyke membuat puisi untuk mengutarakan perasaan dan persepsinya tentang makna lukisan yang ditangkapnya untuk kembali berbicara pada lukisan tersebut. Kepeduliannya terhadap makna dibalik lukisanl mendorongnya membuat buku yang berjudul “Lukisan dan Puisi Kehidupan”. Buku tersebut melampirkan puluhan lukisan banyak seniman yang masing-masing disertai puisi hasil interpretasinya. Menurutnya, kebanyakan orang membiarkan lukisan tergantung begitu saja sehingga maknanya terabaikan. Melalui puisi-puisi tersebut, ia berharap dapat menyampaikan makna dari setiap lukisan kepada banyak orang. Boyke meyakini bahwa setiap manusia dianugerahi jiwa seni oleh Tuhan, tetapi keinginan untuk menumbuhkannya atau tidak merupakan keputusan masingmasing. Menciptakan puisi dan menyelami makna lukisan merupakan caranya untuk menumbuhkan jiwa seni sehingga ia akan senantiasa melakukan kesukaannya tersebut. “Seni itu melembutkan hati, menumbuhkan cinta, dan membuat kita lebih peka terhadap keindahan.” Menurutnya, jika kita peka akan keindahan, kita akan selalu menatap orang lain dengan anggapan yang positif. Hal itulah yang membuatnya mahir dalam berinteraksi dengan pasien dan menjadi dokter yang sangat dicintai. vidiast


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.