Media Aesculapius
Meroketnya
Berobat Keluar
Negeri: Pelarian
demi Perawatan?
Waspadai
Menstruasi Lebih
dari Tujuh Hari
BPJS Tanpa
Diskriminasi
02/LX Mar-Apr 2023 | ISSN 0216-4996
Surat Kabar Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
MEDIA AESCULAPIUS
Dari Kami
Salam sejahtera untuk kita semua, Apa kabar, Pejuang Kesehatan di seluruh Nusantara? Semoga semangat untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien dan mencari ilmu-ilmu Kesehatan terbaru tetap terjaga meskipun sudah memasuki separuh akhir tahun 2023. Berjumpa lagi dengan Surat Kabar Media Aesculapius. Sudah tiga tahun kami bertransformasi dalam bentuk digital dengan harapan dapat lebih mengikuti perkembangan zaman dan jaga dapat hadir lebih dekat dengan pembaca. Tiga tahun ini memang menjadi tahun yang menantang bagi kita semua: terombangambing di tengah ketidakpastian pandemi dan adanya masalah-masalah kesehatan yang nampaknya terus bermunculan pascapandemi Covid-19. Tetap saja, berbagai tantangan tersebut tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap menyebarkan informasi dan semoga semangat. Pembaca sekalian untuk terus memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk negeri.
Akhir kata, selamat menikmati Surat Kabar Media Aesculapius edisi MaretApril 2023. Semoga bermanfaat dan dapat menghibur pembaca sekalian. Salam sehat!
Benedictus Ansell Susanto
Pemimpin Redaksi
Pelindung: Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, PhD (Rektor UI), Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP (Dekan FKUI)
Penasihat: Dr. Tito Latif Indra, MSi (Direktur Kemahasiswaan UI), Dr. dr. Anggi Gayatri, SpFK (Koordinator Kemahasiswaan FKUI)
Staf Ahli Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH
Pembantu Khusus Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius
Pemimpin Umum: Savira Wijaya. POSDM: Joseph Edwardo AS, Ryan Andika, Farah Rafiqah A.
Pemimpin Produksi: Reihan Khairunnisa. Wakil Pemimpin Produksi: Viona Titania R. Tata Letak dan Cetak: Sherlyn Austina, Fiorenza Kaila FH. Ilustrasi dan Fotografi: Kania Aisyah P, Bernard Prima P. Infografis: Ilona Nathania, Nabilah Putri D. Staf Produksi: Athira
Marsya K, Yasmin Nur A, Joseph Edwardo AS, Aisha Putri C, Auvan Lutfi, Ayleen Huang, Chastine Halim, Fahriyah Raihan M, Hasbiya
Tiara K, Indira Saraswati S, Nabilla Luthfia S, Sandra Princessa, Stella Clarissa, Tania Meirianty, Ayu Saraswati, Siti Noor AM.
Pemimpin Redaksi: Benedictus Ansell Susanto. Wakil Pemimpin Redaksi: Sofia Salsabila S. Pengawas Internal: Kelvin Kohar. Pengawas
Eksternal: Laurentia. Chief Editor: Rejoel Mangasa S, Raisa Amany, Taris Zahratul A, Hendra Gusmawan. Redaktur Senior: Rheina
Tamara T, Alessandrina Janisha P. Redaktur Headline: Sofia Salsabila S. Redaktur Klinik: Cahyadi Budi S. Redaktur Ilmiah Populer: Alifa
Rahma R. Redaktur Opini & Humaniora: Cahyadi Budi S. Redaktur Liputan: Dwi Oktavianto M. Redaktur Web: Sofia Salsabila S, Yuri
Annisa I, Nada Irza S. Reporter Senior: Yosafat Sebastian P, Dwi Oktavianto M, Fadila J, Oriana Zahira P, Rahmi Salsabila. Reporter Junior: Arnold Keane, Aisyah Lathifah, Muhammad Rosyidan R, Reihana Lathifunnisa.
Pemimpin Direksi: Keisha Annabel Garnette. Wakil Pemimpin Direksi: Olivia Jocelyn. Staf Direksi: Adinda Cattleya A, Ardelia Salsabila R, Dhabitah Zahraa PG, Amita Pradhani, Stefanny Cong, Aulia Nisrina Y, Hubert Andrew, Medhavini Tanuardi, Rafaella Shiene W, Stella Kristi T, Stephanie Amabella P, Engelbert Julyan G, Laureen Celcilia, Regine Viennetta B.
Alamat: Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@ gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com
MEDIA AESCULAPIUS 1 2 MEDIA AESCULAPIUS Daftar Isi
Headline Meroketnya Berobat Keluar Negeri: Pelarian demi Perawatan? 3 Asuhan Kesehatan Langkah Tepat Atasi GERD 6 MA Info Tenang Hadapi Kanker Kolorektal 7 Seremonia RSCM FKUI Rayakan Hari Tuberkulosis Sedunia 8 Konsultasi Waspadai Menstruasi Lebih dari Tujuh Hari 9 Kesmas Kejar Target Stunting, Pemerintah Gencarkan Program Intervensi 11 Tips & Trik Tangani Pergelangan Kaki Terkilir dengan PRICE! 12 Arbeb Gamma Knife Radiosurgery 13 Kolom Umum Perhatikan Asupan Gizi Bayi, Cegah Obesitas Dini 14 Suara Mahasiswa BPJS Tanpa Diskriminasi 15 Suka Duka Memperluas Manfaat dengan Meraup Luasnya Ilmu Parasitologi Klinik 17 Kabar Alumni Internship: Ajang Latihan jadi Dokter Sungguhan 19 Seputar Kita Maksimalkan Seputar Kita Fungsi Pendengaran Yuk Jaga Telinga Kita! 20 Senggang Badminton yang Membuat Hidup Tidak Monoton 21 Segar Artikel Segar Edisi SKMA MaretApril 2023 22
Daftar Isi
Ilustrasi Sampul oleh Aisha Putri (MA)
Meroketnya Berobat Keluar Negeri: Pelarian
demi Perawatan?
Belum mumpuninya kualitas pelayanan Indonesia di mata masyarakat memicu eksodus pengobatan masyarakat ke luar negeri
“Hampir 2 juta orang Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri setiap tahun. Gara-gara ini, kita kehilangan devisa 165 triliun rupiah karena modal keluar,” demikian ujar Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo pada Maret lalu ketika meresmikan Rumah Sakit Mayapada Bandung yang berstandar internasional. Fenomena masyarakat Indonesia yang memilih berobat keluar negeri menjadi sorotan dunia kesehatan dan menimbulkan berbagai pertanyaan terhadap pelayan kesehatan Indonesia.
Kondisi Saat Ini
Preferensi ini bukanlah berita baru. Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, Ketua Ikatan Ahli Ekonomi
Kesehatan Indonesia, mengatakan bahwa hal ini sudah terjadi sejak tahun 1970-an. Masyarakat yang umumnya melakukan hal ini adalah pasien yang tinggal di Riau dan Sumatera di mana rumah sakit mereka tidak memiliki alat kesehatan yang memadai untuk menyembuhkan mereka, sedangkan rumah sakit besar di Jakarta terlalu jauh untuk dicapai. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mencari perawatan di Singapura atau Malaysia yang lebih dekat. Tak hanya masyarakat biasa yang dalam jarak lebih dekat dengan negeri tetangga, pejabat publik pun tak jarang menunjukkan preferensi untuk berobat di luar negeri. Publikasi ini seolah menguatkan persepsi bahwa kualitas pengobatan di luar negeri lebih baik. Kemudian, apakah hal ini hanyalah sebuah masalah persepsi atau memang ada kekurangan fundamental dalam sistem pelayanan kesehatan dalam negeri?
Kekhawatiran Dokter: Berdasarkah?
Pandemi Covid-19 sejatinya menyingkap kondisi dualisme sistem kesehatan kita bahwa kualitas rumah sakit kita belum merata, terutama di daerah luar Jabodetabek, tetapi sekaligus adaptif dan mampu bangkit dari keterpurukan. Kenyataan ini bila disandingkan dengan fenomena masyarakat yang memilih berobat ke luar negeri, tentunya menyesakkan sekaligus memvalidasi kekhawatiran masyarakat yang menginginkan hasil terbaik. Akibatnya, tak jarang dokter merasa tak selevel dengan kualitas pelayanan koleganya di negeri seberang.
Kendati demikian, kenyataan akan kekhawatiran dan persepsi masyarakat itu ada dan berdasar. Rumah sakit, dokter, dan keraguan masyarakat menjadi setidaknya trias faktor yang mendasari kekhawatiran tersebut. Seakan tak ada harga pasti, alihalih menekan harga, banyak rumah sakit dan dokter yang mematok harga tak terstandardisasi bahkan di pelayanan primer sekalipun. Hal ini merupakan imbas kurang sertanya peran pemerintah dalam menentukan harga jasa dan pengobatan. “Pemerintah harus lebih realistis membuka layanan obat-obat(an) dalam jumlah sedikit harus dilonggarkan cara izinnya, kualitas tidak boleh dilonggarkan, tetapi administrasi bisa dilonggarkan,” demikian tutur Hasbullah, yang menggarisbawahi bahwa setingkat obat kanker masih dikenai pajak barang mewah hingga 100%. Alhasil, masyarakat memilih kepastian akan perawatan demi keselamatan.
Ketidakmerataan sebaran dokter di Indonesia juga turut berdampak pada kualitas yang tak maksimal. Tak ayal, seorang dokter, entah untuk memenuhi kebutuhan finansialnya atau kesehatan daerahnya, harus berpraktik di lebih dari satu rumah sakit. Lantas, susah rasanya untuk mencurahkan kualitas maksimal pada tiap pasien,
lebih-lebih menjawab pertanyaan tambahan bahkan konseling. Kembali, masyarakat dihadapkan pada peruntungan mendapatkan dokter dengan pemaparan holistik atau sekadarnya–demi pasien lainnya–, sebuah opsi yang seharusnya tidak ada.
Dokter di Indonesia: Mau Dibawa ke Mana?
Mengingat semakin mendekatnya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA), sebuah sistem perdagangan bebas yang dilakukan oleh seluruh negara ASEAN, dampaknya pada sektor kesehatan menjadi hal yang tak terelakkan. Dokter di Indonesia dalam melihat fenomena ini seakan dihantui oleh free movement of labour–kebebasan bagi siapa pun untuk bekerja di mana pun. Apabila dokter luar negeri berbondong-bondong masuk,tinggal menunggu waktu hingga Indonesia menjadi pasar yang padat akan persaingan dokter. Akan tetapi, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PDKEMD, PhD, Wakil Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, menegaskan, “Saya harus sampaikan kualitas dokter di Indonesia tidak kalah dengan dokterdokter di luar negeri.” Baginya, hal ini tidak untuk diinterpretasikan sebagai menang-kalah, tetapi sebagai koridor perkembangan kesehatan Indonesia.
Akan dibangunnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang mengusung health-tourism di Sanur, Bali menjadi salah satu cara pemerintah untuk menyiapkan dan memfasilitasi kebutuhan kelompok masyarakat Indonesia yang masih berobat ke luar negeri. Dengan berafiliasi bersama dokter mancanegara atau bahkan menggandeng raksasa kesehatan Amerika Serikat, Mayo Clinic, dokter di Indonesia dapat belajar sekaligus mempelajari model kesehatan terbarukan sehingga mampu berkompetisi dan meyakinkan persepsi masyarakat.
Di balik polemik besarnya kerugian negara, Hasbullah menarik tanggapan yang berbeda. Menurutnya, perbandingan angka belanja medis yang tinggi oleh masyarakat Indonesia harus disandingi pula dengan peningkatan produktivitas pascapengobatan yang signifikan. Artinya, masih terdapat laba yang
diperoleh dalam kondisi ini. Namun demikian, sebagian masyarakat beserta pemangku kepentingan masih enggan untuk mempersepsikan kondisi ini sebagai sebuah investasi. Bukannya berinvestasi pada persiapan
dokter, sumber daya kesehatan, dan kualitas pelayanan yang semakin baik supaya masyarakat bisa lebih sehat dan produktif, sebagian rakyat masih harus dibebani pajak pungutan yang besar.
Menatap ke Depan
Hak masyarakat dalam mencari kesembuhan dan menjaga kesehatan dirinya patutlah dihargai, meski harus memilih pengobatan di luar negeri. Mungkin memang terdapat faktor psikologis dari masyarakat untuk mencari “kepastian” dalam kesembuhannya, tetapi kondisi ini dapat berhulu pula dari kemampuan komunikasi tenaga medis kita yang masih belum terasah secara optimal. Dante menjelaskan bahwa salah satu hal yang masih menjadi “PR” bagi tenaga medis di Indonesia ialah persoalan komunikasi dan hospitality–keramahan. Seorang pasien, di tengah hiruk-pikuk memperoleh kesehatan terbaik, tentu membutuhkan “jaminan” yang jelas akan kondisi yang menimpanya atau sanak keluarganya. Perbedaan inilah yang dapat dokter dan tenaga kesehatan lainnya perbaiki.
Di samping itu, tren maraknya publikasi kesehatan secara global seharusnya turut ditunggangi dengan memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia sebanding atau bahkan lebih baik dalam beberapa bidang. “Komunikasi pada bukti keberhasilan sebuah pengobatan atau tindakan harus diangkat,” terutama dalam menegasi hoaks yang tersebar dalam bidang kesehatan. Perubahan inilah yang bisa dimulai oleh setiap tenaga kesehatan Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kepercayaan masyarakat.
Akhir kata, kehendak untuk memilih pengobatan di dalam ataupun luar negeri pada hakikatnya adalah keputusan pasien yang patut dihargai demi memperoleh kesehatan paripurnanya. Persepsi negatif yang hadir di masyarakat muncul akibat belum terstandardisasinya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit beserta kualitas pelayanan dan penyampaian dokter yang belum merata dan memfasilitasi kebutuhan pasien. Persoalan ini tidak dapat semata-mata diserahkan dan diatasi oleh pemerintah saja sebagai pemangku kepentingan, apalagi menunjuk dan menyalahkan biangnya. Akan tetapi, dibutuhkan peran serta dari seluruh elemen yang terlibat, baik pihak rumah sakit, dokter, maupun masyarakat itu sendiri. Harapannya, dalam proses penyelesaian polemik ini, kita tidak hanya berfokus dalam meningkatkan kepercayaan akan sistem kesehatan di Indonesia, tetapi juga bersama-sama mengerahkan usaha untuk meningkatkan pelayanan dan kualitas untuk kita bersama. arnold, aisyah
MEDIA AESCULAPIUS 3 4 MEDIA AESCULAPIUS Headline Headline
“
Pemerintah harus lebih realistis, membuka layanan obat-obat(an) dalam jumlah sedikit harus dilonggarkan cara izinnya
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr PH
Ilona/MA
KRIS-JKN: Solusi Peningkat
Kualitas Layanan Kesehatan
Hampir 2 juta masyarakat Indonesia memilih untuk berobat di luar negeri. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti biaya pengobatan yang dinilai lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga, fasilitas kesehatan yang belum adekuat, dan adanya persepsi
masyarakat bahwa kompetensi dokter Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan dokter lulusan luar negeri. Akan tetapi, pelayanan kesehatan yang belum memadai menjadi sorotan utama pendorong masyarakat melirik negara tetangga untuk perawatan mereka.
Pelayanan kesehatan di Indonesia telah ditunjang oleh Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia
Sehat (JKN-KIS) selama 9 tahun. Tiga tingkat fasilitas
kesehatan dengan urunan biaya per bulan yang bertingkat
pula menjadi karakteristik program tanggungan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini. Namun, adanya ketimpangan pelayanan berdasarkan biaya urunan
menjadi salah satu alasan banyak orang lebih tertarik dengan perawatan luar negeri. Tak sedikit masyarakat yang tak puas dengan pelayanan kesehatan yang dirasa berbeda untuk tiap tingkatan faskes. Hal ini tentu tidak sesuai dengan prinsip ekuitas yang menjadi dasar JKNKIS. Selaras, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH, berpendapat “Pelayanan kesehatan seharusnya tidak membeda-bedakan dari biaya yang dibayarkan.”
Untuk mengatasi hal ini, kementerian kesehatan mencetuskan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS-JKN) sebagai penyempurna jaminan kesehatan Indonesia. KRIS-JKN dipandang
Langkah Tepat Atasi GERD
Penanganan tepat sasaran mencegah lanjutnya keparahan
Gastroesophageal reflux disease (GERD)
sebagai solusi yang tepat untuk pemerataan pelayanan kesehatan dengan harga terjangkau dan fasilitas memadai. Harapannya, pemberlakuan ini dapat menghapuskan kecenderungan untuk membedakan pelayanan berdasarkan biaya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021, KRIS-JKN diberlakukan untuk memenuhi 12 kriteria minimum. Tanpa dipandang dari biaya yang dibayarkan setiap bulan, semua pendaftar, baik kaya atau miskin, akan mendapatkan pelayanan medis dengan kualitas yang sama dan bermutu. Dengan demikian, persepsi masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan akan membaik dan menarik kembali kebutuhan berobat di dalam negeri.
Tentu saja, penerapan kebijakan ini tidak akan efektif jika tidak disertai dengan pembangunan fasilitas alat kesehatan di rumah sakit. “Kalau tujuan utama mau mencegah orang berobat ke luar negeri, perbaiki kualitas prima di kota-kota besar, Jakarta, dengan harga yang terjangkau. Harga terjangkau harus ada standarnya,” tegas Hasbullah. Tenaga kesehatan di setiap rumah sakit perlu dibekali alat diagnosis, obat-obatan, dan perlengkapan kesehatan lainnya yang menunjang peningkatan kualitas pelayanan. Tidak hanya berbentuk materiil, birokrasi dan kebijakan pemerintah juga harus disesuaikan untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia sehingga jasa pelayanan dalam negeri kembali menjadi preferensi di mata masyarakat. aisyah, arnold
SKMA untuk Anda!
Jawab dengan format:
Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh:
Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya
Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada http://bit.ly/EvaluasiSKMA21
Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
merupakan penyakit gastrointestinal kronik yang ditandai dengan naiknya isi lambung menuju lumen esofagus, orofaring, bahkan saluran pernapasan. Umumnya, pasien akan merasakan dua gejala tipikal berupa heartburn dan regurgitasi. Gejala heartburn dapat diartikan sebagai sensasi seperti terbakar di dada, sementara regurgitasi berupa rasa pahit atau asam di lidah.
Pasien GERD dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan keberadaan erosi di mukosa esofagus, yaitu erosive esophagitis (EE) dan nonerosive reflux disease (NERD). Selain itu, pasien yang diberikan terapi proton pump inhibitor (PPI) selama delapan minggu tetapi tidak berespons dapat digolongkan ke dalam GERD refrakter.
Pada dasarnya, penanganan GERD meliputi terapi farmakologis, non-farmakologis, dan intervensi endoskopi maupun bedah. Terapi farmakologis pada pasien GERD dapat berupa pemberian beberapa golongan obat, seperti antasida, proton-pump inhibitor (PPI), H2-receptor antagonist (H2RA), dan prokinetik. Setelah diagnosis ditegakkan, pasien dapat diberikan tata laksana awal berupa PPI dosis tunggal setiap sebelum makan pagi selama 2 hingga 4 minggu. Terdapat beberapa jenis PPI yang beredar di Indonesia beserta dosisnya, yaitu omeprazole (20 mg), rabeprazole (20 mg), lansoprazole (30 mg), pantoprazole (40 mg), dan esomeprazole (40 mg). Jika gejala masih ditemukan setelah pemberian dosis tunggal, pasien dapat diberikan PPI dosis ganda selama 4—8 minggu.
Pada pasien yang memiliki respon parsial terhadap penghambat pompa proton, dapat diberikan obat golongan H2RA sebelum tidur untuk mengurangi kejadian nocturnal acid breakthrough. Selain itu, dapat dipertimbangkan pula pemberian prokinetik, seperti metoklopramid, yang dapat meningkatan tekanan sfingter esofagus bawah dan mempercepat proses pengosongan lambung. Alternatif lain yang dapat diberikan pada pasien dengan GERD refrakter berupa golongan agonis reseptor GABA (B), seperti baklofen dengan dosis 5–20 mg sebanyak 3 kali sehari. Baklofen diketahui memiliki efek pengurangan relaksasi transien sfingter esofagus bawah sehingga dapat mengurangi episode refluks. Selain tata laksana medikamentosa, aspek nonfarmakologis juga tidak kalah penting dalam menangani keluhan yang dialami pasien GERD. Dokter dapat
memberikan edukasi seputar modifikasi gaya hidup, yaitu elevasi kepala saat tidur, menurunkan berat badan berlebih, mengurangi konsumsi alkohol dan merokok, menghindari makan sebelum tidur, dan mengurangi konsumsi makanan yang dapat memicu refluks asam lambung, seperti makanan pedas dan berlemak, makanan asam, minuman berkafein, serta coklat.
Apabila kerusakan pada katup gastroesofageal semakin progresif dan tidak menghasilkan respon yang baik setelah pemberian terapi medikamentosa, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan terapi pembedahan, seperti fundoplikasi Nissen, perbaikan hernia hiatal, dan intervensi bedah lainnya. Selain itu, dapat dilakukan juga terapi endoskopik, meliputi prosedur ligasi, endoscopic mucosal resection, dan argon plasma coagulation.
Gejala GERD yang ada dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien dan mempengaruhi kualitas hidupnya. Oleh karena itu, diperlukan tata laksana yang cepat dan tepat sesuai dengan kondisi klinis pasien. dwi
MEDIA AESCULAPIUS 5 6 MEDIA AESCULAPIUS Headline
!
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/relevan dengan kondisi kesehatan saat ini?
2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya?
Asuhan Kesehatan
Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
Tenang Hadapi Kanker Kolorektal
Mengacu kembali ke aturan yang berlaku
Kanker kolorektal (KKR) merupakan sebuah tumor ganas yang mengalami perkembangan dari jaringan kolon dan rektum. KKR merupakan salah satu jenis kanker dewasa yang paling umum ditemui, dalam berbagai statistik menginjak angka kedua tertinggi setelah kanker payudara. Diperkirakan bahwa sekitar lima persen dari seluruh populasi orang dewasa merupakan kelompok yang berisiko menderita KKR, sehingga diperlukan pencegahan, deteksi dini, pelaksanaan, dan upaya paliatif yang baik sehingga kualitas hidup pasien KKR dapat dioptimalkan.
Secara umum, berkembangnya KKR dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik dan gaya hidup. Satu dari lima kasus KKR merupakan kasus yang disebabkan oleh kondisi herediter. Adapun contoh dari faktor risiko genetik pasien KKR meliputi familial polyposis dan sindrom Lynch. itu, aktivitas fisik yang berada dalam tingkat sedenter, diet tinggi daging merah, merokok dan alkohol juga telah ditemukan meningkatkan risiko seseorang menderita KKR.
Skrining kanker
kolorektal dapat
dimulai pada populasi yang menginjak usia 50 tahun atau lebih, terutama pada populasi berjenis kelamin pria.
Skrining dilakukan menggunakan
pemeriksaan colok dubur secara manual oleh dokter pemeriksa dan pemeriksaan laboratorium seperti based fecal occult blood tests, exfoliated DNA dan fecal immunochemical tests
skrining, faktor risiko yang perlu diperhatikan antara lain meliputi faktor risiko yang dimiliki oleh pasien atau keluarganya, consent
pasien terhadap skrining yang dimiliki. Risiko tinggi yang membutuhkan skrining secara urgen mencakup
riwayat polip pada kolonoskopi, riwayat kanker kolorektal terdahulu, dan riwayat penyakit keluarga yang telah dipaparkan sebelumnya.
Setelah hasil skrining didapatkan, pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dengan
metode endoskopi sebagai prosedur diagnostik utama adalah langkah berikutnya. Seorang dokter pemeriksa dapat melakukan endoskopi untuk menilai kolon secara keseluruhan menggunakan sigmoidoskopi dan kolonoskopi. Alternatif dari pemeriksaan tersebut adalah barium enema dengan kontras ganda atau CT. Jika diagnosis telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan stadium pra-operasi dengan memeriksa adanya perluasan tumor pada hepar dan paru menggunakan berbagai modalitas pencitraan yang tersedia. Stadium kanker kolorektal ditentukan dengan sistem TNM, yang mengevaluasi ekstensi tumor primer, limfonodus regional, dan ada tidaknya metastasis pada organ yang berada jauh dari lokasi tumor primer. Terdapat empat stadium yang masing-masing dibagi menjadi subdivisi yang lebih kecil berdasarkan
stadium IV, terapi dipengaruhi oleh apakah metastasis dari pasien dapat direseksi (tumor primer akan direseksi) atau tidak, yang berarti hanya dapat dilaksanakan kemoterapi sistemik.
Kanker rektum juga memiliki pola tata laksana yang serupa. Pada stadium I, massa kanker diangkat dengan eksisi, baik transanal, transabdominal, ataupun dengan eksisi total mesorektal pada pasien berisiko tinggi. Eksisi ini berlanjut hingga stadium III dengan tambahan adanya kemoterapi neoadjuvan 5-FU/RT
Seremonia
atau capecitabine/RT jangka pendek pada stadium II dan jangka panjang pada stadium III. Pada kanker rektum stadium IV, kanker dengan metastasis dapat direseksi atau borderline resectable diberikan kemoterapi kombinasi kemudian dikaji ulang untuk menilai kemungkinan reseksi, dengan pelaksanaan reseksi menggunakan metode staged/synchronous. Pada metastasis yang tidak dapat direseksi, dilakukan kemoterapi paliatif, dan dibuat stoma atau stenting pada kolon. yosafat
RSCM FKUI Rayakan Hari
Tuberkulosis Sedunia
Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang jatuh pada tanggal 24 Maret, Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis Departemen Ilmu Penyakit Dalam mengadakan kegiatan World TB Day 2023 yang mengangkat tema “Yes! We can end TB!”. Rangkaian kegiatan yang meliputi senam sehat, poundfit, talkshow, dan rontgen paru gratis ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 19 Maret 2023 di Gedung Imeri FKUI Salemba, mulai dari pukul 06.30 – 11.00 WIB. Sesi talkshow yang dilaksanakan secara interaktif membahas mengenai penyakit TB secara umum, langkah pencegahan dan tata laksananya. Partisipasi dari civitas akademika RSCM
FKUI dan masyarakat umum pada kegiatan ini merupakan bentuk dukungan terhadap upaya eliminasi TB 2030 dan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. hana
JASA
PEMBUATAN SYMPOSIUM
HIGHLIGHT
Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, ASMIHA 2018, AFCC-ASMIHA 2019, dan lain-lain.
Hubungi Hotline MA: 0858-7055-5783 (SMS/Whatsapp)
MEDIA AESCULAPIUS 7 8 MEDIA
MA Info
AESCULAPIUS
Seremonia
Senam sehat bersama dalam rangka World TB Day 2023 di Gedung IMERI FKUI Salemba Jakarta Pusat (Sumber: Instagram Dr Cipto Mangunkusumo Hospital)
Reihan/MA
Konsultasi
Waspadai Menstruasi Lebih dari Tujuh Hari
Dapat menjadi pertanda keganasan, bagaimana cara mengidentifikasi penyebab anemia dan pansitopenia?
Pertanyaan
“Wanita 34 tahun, belum menikah, datang dengan keluhan menstruasi selama 10 hari keluar darah sehari ganti pembalut 3 kali. Keluhan saat ini lemas, pucat, pusing berkunang, dan sedikit sesak. TD 100/70, n 120, rr 26, Hb 6,5, plano test (-). Sudah minum asam traneksamat dan vitamin k dari klinik tetapi keluhan tidak membaik. Dx nya apa dok? AUB dd polimetroragia? Lalu untuk penatalaksanaannya bagaimana?” – dr. D
Jawaban
Gangguan menstruasi rupanya cukup sering terjadi dan menyumbang sekitar 3040% kasus yang masuk ke departemen obstetri ginekologi. 1 dari 3 perempuan juga diketahui pernah mengalami gangguan haid yang banyak dipengaruhi oleh hormon. Abnormal uterine bleeding (AUB) merupakan perdarahan pervaginam yang ditandai dengan menstruasi abnormal dan tidak teratur. Kriteria menstruasi normal biasanya berlangsung antara 4 hingga 7 hari sedangkan pada kondisi AUB, lama menstruasi biasanya lebih dari 7 hari dengan jarak antara haid pertama dan berikutnya lebih pendek dari 21 atau lebih panjang dari 31 hari.Secara umum, kondisi pansitopenia dapat disebabkan oleh gangguan produksi (nutrisional atau non-nutrisional), gangguan konsumsi, dan destruksi sel yang berlebihan. Penyebab pansitopenia yang sering ditemukan antara lain infeksi (misalnya virus HIV, hepatitis B, hepatitis C), kelainan darah (hipersplenisme pada talasemia), hingga
keganasan hematologi. Maka dari itu, diperlukan algoritma
khusus untuk menemukan etiologi pansitopenia, mulai dari yang sederhana hingga pemeriksaan tingkat molekuler.
Perdarahan yang normal dalam kasus menstruasi seharusnya tidak sampai mengganggu kadar Hb dan status
generalis seseorang, misalnya tekanan darah dan nadi.
Jika nadi seseorang mencapai 120 dengan nilai Hb
6,5, maka artinya sudah mengalami perdarahan hebat, apalagi jika menstruasi sudah berlangsung lebih dari
7 hari. Maka, kasus ini dikategorikan sebagai AUB polimenorea atau menoragia emergensi.
Beberapa etiologi AUB rupanya menghasilkan
karakteristik manifestasi klinis yang berbeda pada pasien. Jika darah menstruasi yang keluar banyak dan lama (>7 hari), tetapi di luar fase menstruasi masih berjalan normal, kemungkinan besar disebabkan karena gangguan rahim dan pembekuan darah. Dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi (USG), kita bisa menilai kondisi rahimnya, apakah mengalami pembesaran atau tidak. Dalam kasus ini, etiologi terseringnya adalah mioma uteri dan adenomiosis. Jika pasien mengalami keterlambatan menstruasi baru kemudian perdarahannya banyak, bisa jadi disebabkan karena gangguan hormonal. Untuk kasus keganasan, biasanya pasien mengalami perdarahan sedikit demi sedikit tetapi tidak pernah berhenti.
Tata laksana untuk awal kasus AUB emergensi adalah wajib merujuk pasien ke rumah sakit dan tidak boleh hanya sekadar memberikan obat. Yang harus dilakukan pertama adalah menstabilkan nadi karena kemungkinan besar pasien tersebut mengalami takikardia hipovolemik akibat kehilangan banyak darah. Tentunya, kita harus cepat memasang infus untuk membantu pasien agar tidak terjadi syok. Batas kita bisa melakukan transfusi pada kasus menoragia adalah nilai Hb dibawah 8.
Selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium (pemeriksaan darah), dan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui etiologi pastinya. Untuk sementara waktu, kita bisa menghentikan darah dengan obat seperti asam mefenamat dan traneksamat, tidak cukup hanya dengan vitamin K. Jumlah dosis yang biasa diberikan adalah 3 x 500 mg secara peroral. Akan tetapi, obat ini memiliki kontraindikasi pada pasien dengan keluhan lambung karena bersifat asam. Solusinya
Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id
Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.
adalah dengan memberikan asam traneksamat melalui jalur intravena, sedangkan untuk asam mefenamat tidak tersedia preparat infusnya.
JIka setelah dilakukan pemeriksaan ternyata didapatkan diagnosis pasti mioma uteri atau adenomiosis, pemberian asam traneksamat dan vitamin K tidak cukup untuk membantu menghentikan perdarahan. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah dengan mengganti darah yang keluar, memperbaiki keadaan umumnya, dan melakukan penghentian haid dengan cara yang lebih kuat yaitu dengan pemberian hormon atau obat-obatan lain seperti progestine tetapi hal ini juga bergantung pada hasil USG. jika miomanya berukuran besar, maka tidak ada cara lain selain melakukan operasi. Jenis operasi bergantung pada ukuran dan letak miom.
Gangguan menstruasi seperti AUB tidak dapat dicegah 100% karena belum bisa diketahui penyebab pastinya. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan deteksi dini. Caranya, semua perempuan perlu diedukasi bahwa haid yang normal, siklus atau jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya tidak boleh kurang dari 24 dan fase menstruasi tidak boleh lebih lama dari 7 hari. Jika sudah di luar kriteria tersebut, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas layanan kesehatan. Selain itu, kita juga bisa meminimalisir risiko AUB dengan menjaga pola hidup sehat. Salah satu hal yang berpengaruh cukup besar adalah tidak boleh sampai obesitas. syidan
Narasumber
Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH
- Guru Besar Obstetri dan Ginekologi FKUI
- Staf KSM Obstetri dan Ginekologi RSCM
- Wakil Dekan 1 FKUI
- Wakil Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia
E-mail: dwianaocviyanti@yahoo.com
JASA TERJEMAHAN DAN
PEMBUATAN BUKU
Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Kami juga menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.
MEDIA AESCULAPIUS 9 10 MEDIA AESCULAPIUS Konsultasi
Kejar Target Stunting, Pemerintah
Gencarkan Program Intervensi
Dengan misi turunkan angka stunting, sudahkah intervensi pemerintah berjalan
secara maksimal dan merata?
Stunting merupakan salah satu bentuk malnutrisi dengan manifestasi berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat gizi yang tidak adekuat. Masalah ini menjadi salah satu target dalam Sustainable Development Goals (SDGs) poin 2.2. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah telah menetapkan target prevalensi stunting di Indonesia sebesar 14 persen pada tahun 2024. Namun, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting hingga saat ini masih di angka 21,6 persen. Meskipun prevalensi ini sudah turun sebesar 2,8 persen dari tahun sebelumnya, tetap saja untuk mencapai target tersebut tentunya memerlukan usaha yang ekstra.
Presiden Republik Indonesia, Joko
Widodo, mengungkapkan bahwa infrastruktur dan lembaga yang
ada harus digerakkan secara terintegrasi dan terkonsolidasi.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak
keliru dalam hal
pemberian gizi karena jika
sampai terjadi stunting pada anak, dampak yang dihasilkan cukup berbahaya dan berkepanjangan.
Dalam jangka pendek, tampak gangguan pertumbuhan pada anak, tetapi dampak lainnya adalah gangguan perkembangan otak sehingga anak akan memiliki kemampuan kognitif yang rendah, mengalami kesulitan dalam belajar, keterbelakangan mental, hingga munculnya penyakit-penyakit kronis di masa depan.
Tak hanya berkaitan dengan kesehatan, rupanya stunting juga berdampak pada masalah sosial ekonomi. Anak dengan gizi buruk cenderung memiliki tingkat
kecerdasan atau IQ yang rendah. Hal ini tentu akan menurunkan performa belajar dan bekerja hingga
memicu timbulnya masalah lain seperti kemiskinan. Maka, stunting perlu ditangani dengan sigap untuk mencegah masalah yang lebih serius di kemudian hari.
Tangani Pergelangan Kaki Terkilir
dengan PRICE!
Menilik penggunaan PRICE agar tepat dan cermat
Terkait hal ini, pemerintah telah menerapkan beberapa program intervensi untuk mengejar target stunting pada tahun 2024. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, akan memfokuskan program intervensi pada 2 fase pertumbuhan anak, yaitu sebelum dan sesudah ibu melahirkan. Sebagai langkah intervensi yang pertama, puskesmas akan mengukur Hb remaja putri dan ibu hamil, kemudian memberikan tablet tambah darah. Pemerintah juga menaikkan standar pemeriksaan kehamilan melalui antenatal care menggunakan USG sebanyak 6 kali. Untuk fase sesudah kelahiran, pemerintah akan menggiatkan program imunisasi, memastikan bayi mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan, dan menyarankan kepada dinas kesehatan di berbagai wilayah di Indonesia untuk memberikan intervensi berupa protein hewani pada balita dengan berat badan kurang.
Program intervensi tersebut dapat menjadi solusi yang tepat untuk masalah-masalah stunting jika diimbangi dengan pemantauan dan pengawasan dari pihak pemerintah, misalnya bagaimana pemerintah bisa memastikan bahwa tablet tambah darah tersebut tidak hanya sekadar dibagikan, tetapi benarbenar dikonsumsi oleh remaja putri; apakah pemeriksaan posyandu sudah secara rutin diselenggarakan di setiap daerah; dan sebagainya. Selain itu, pemerataan sarana dan prasarana di daerah-daerah pelosok juga penting untuk diperhatikan. Masalahnya, apakah semua puskesmas sudah memiliki layanan USG, dokter spesialis anak, dan fasilitas kesehatan lainnya? Dalam hal ini, perlu koordinasi yang sistematis antara pembuat kebijakan dan pelaksana di daerah, seperti dinas kesehatan, pelayanan kesehatan primer, kader kesehatan setempat, hingga ibu hamil dan menyusui. Dengan begitu, harapannya hal ini bisa menjadi langkah yang tepat dalam menurunkan angka stunting di Indonesia. syidan
PPergelangan kaki terkilir atau ankle sprain adalah kondisi ketika ligamen tertarik atau robek akibat pergerakan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Cedera yang terjadi dapat menyebabkan rasa sakit, nyeri, lebam, dan bengkak yang kemudian dapat berpengaruh terhadap aktivitas seharihari. Maka dari itu, walaupun kondisi ini termasuk kondisi yang umum, penanganan yang sesuai tetap diperlukan guna mengembalikan fungsi tubuh dengan maksimal.
Salah satu prinsip yang dapat diterapkan dalam menangani kasus cedera adalah PRICE, yaitu protection, rest, ice, compression, dan elevation. Ketika mengalami cedera pada pergelangan kaki, hal pertama yang harus dilakukan adalah memproteksi diri dari kemungkinan kemunculan cedera lainnya. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah apabila pergelangan kaki terkilir saat sedang berlari, berhenti segera dan duduk guna mengurangi beban pada area yang cedera. Selain sebagai proteksi, istirahat harus dilakukan agar proses penyembuhan dapat berjalan dengan baik. Namun, istirahat yang diterapkan bukanlah istirahat total. Kondisi istirahat ini seringkali disebut sebagai relative rest yang merupakan kondisi saat pergerakan dibatasi, tetapi gerakan-gerakan kecil tetap harus dilakukan. Hal ini dilakukan karena kontraksi otot yang terjadi dapat membersihkan sisa-sisa akibat cedera. Pembentukan kolagen dan proses metabolisme dapat berlangsung dengan maksimal apabila istirahat dan gerakan dapat diseimbangkan. Tahap proteksi dan istirahat juga dapat dilakukan dengan imobilisasi area pergelangan kaki menggunakan belat, selempang, atau perban elastis.
Penggunaan es atau yang juga dikenal dengan sebutan cryotherapy merupakan salah satu metode yang sering digunakan
pada kasus pergelangan kaki yang terkilir. Akan tetapi, berdasarkan tinjauan literatur sistematis yang dilakukan oleh Departemen Fisioterapi Universitas Federal Vales do Jequitinhonha e Mucuri pada tahun 2021 belum ada bukti yang cukup memadai mengenai efikasi dan signifikansi penggunaan es terhadap berkurangnya rasa sakit dan pembengkakan. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan es untuk menangani cedera pada pergelangan kaki sebaiknya dihindari. Terapi ini dapat menjadi salah satu pilihan apabila nyeri yang dirasakan sangat hebat. Penggunaan es dapat dilakukan dengan cara menempelkan es yang telah dibungkus agar tidak langsung mengenai kulit selama 15–20 menit sebanyak 3 kali sehari. Kompresi dilakukan dengan melilitkan perban elastis di pergelangan kaki dan area di sekitarnya guna mengurangi pembengkakan. Elevasi kaki sampai di atas jantung juga merupakan penanganan awal cedera karena hal ini dapat mengurangi aliran darah ke pergelangan kaki agar pembengkakan dan inflamasi dapat dikurangi.
PRICE merupakan metode penanganan sederhana yang direkomendasikan untuk dapat dilakukan dalam jangka waktu 48 jam setelah cedera. Namun, pelaksanaannya tetap harus dilakukan dengan pengawasan maksimal dan konsultasi ke dokter apabila diperlukan hana
MEDIA AESCULAPIUS 11 12
Tips & Trik Kesmas
Bernard/MA
Gamma Knife Radiosurgery
Gamma Knife Radiosurgery merupakan salah satu teknik Stereotactic Radiosurgery (SRS) yang paling sering digunakan di dunia saat ini. SRS merupakan prosedur pemberian radiasi pengion dosis tinggi yang terfokus pada suatu area ruang intrakranial melewati tempurung kepala yang utuh. Dalam prosedur ini, target intrakranial akan diradiasi dari beberapa arah menggunakan korelasi akurat dari target virtual, yang terlihat pada gambaran radiologi pasien menggunakan sistem koordinat tiga dimensi. Sistem Gamma Knife terdiri atas susunan 192 hingga 201 sumber dari kobalt-60 yang diluruskan menggunakan suatu kolimator untuk memancarkan berkas proton yang dihasilkan oleh peluruhan kobalt-60, yang lebih dikenal sebagai sinar Gamma. Prosedur ini memungkinkan pemberian radiasi dosis tinggi pada target area kecil tertentu tanpa memengaruhi struktur otak normal lainnya. Penggunaan luas Gamma Knife stereotactic radiosurgery menjadi sangat mungkin oleh perkembangan teknik pencitraan stereotaktik, seperti CT dan MR, serta teknologi komputer yang membuat penanganan setiap pasien menjadi lebih akurat dan efisien.
Terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan oleh dokter dan pasien dalam prosedur ini. Pasien awalnya akan ditempatkan pada sebuah kerangka stereotaktik Leksell. Pasien lalu menjalani neuroimaging atau pencitraan menggunakan MRI atau CT yang menghasilkan suatu gambaran koordinat stereotaktik. Kemudian, perangkat lunak Gamma Knife menghasilkan suatu rencana tata laksana berbasis tiga dimensi untuk menyimulasikan radiation isodose lines dan memungkinkan ahli bedah saraf atau ahli onkologi radiasi menentukan dosis radiasi pada target tumor yang telah ditentukan. Selanjutnya, pada rencana terapi akan disimulasikan pemberian radiasi dosis tinggi secara konformal dengan fraksi tunggal. Setelah proses perencanaan, pasien akan diposisikan untuk diterapi. Pasien dipasangkan sebuah helm dengan ratusan lubang
yang akan memfokuskan sinar radiasi menuju target. Terapi ini umumnya berlangsung dari hitungan menit hingga beberapa jam bergantung pada jenis dan lokasi kelainan otak.
Prosedur Gamma Knife radiosurgery umumnya digunakan untuk menangani beberapa gangguan yang terdapat di otak, meliputi tumor jinak (meningioma, schwannoma vestibular, adenoma hipofisis), tumor ganas (tumor otak metastasis, glioma), lesi vaskuler (malformasi arteri-vena), dan gangguan fungsional (trigeminal neuralgia, epilepsi). Meskipun prosedur Gamma Knife radiosurgery menyingkirkan efek samping bedah konvensional, terdapat beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah prosedur ini selesai dilakukan, seperti kelelahan, mual, muntah, sakit kepala, rambut rontok, dan rasa kesemutan di kepala.
Terapi ini melibatkan koordinasi multidisiplin yang berada di bawah supervisi dokter ahli bedah saraf. Tilik
Perhatikan
Asupan Gizi
Bayi, Cegah Obesitas Dini
Tengah viral bayi obesitas akibat mengonsumsi susu kental manis berlebih
Oriana Zahira Putri
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Tingkat III
Reihan/MA
keamanan dalam prosedur ini digunakan untuk memastikan komunikasi yang menyeluruh dan efektif antar disiplin. Selain itu, tilik keamanan tersebut juga menghindari kesalahan yang mungkin terjadi dan meningkatkan keamanan serta efikasi. Pertimbangan keamanan dalam terapi ini dimulai dari pemilihan pasien yang sesuai. Hal terpenting sebelum mengambil keputusan dan memulai terapi yaitu memastikan diagnosis radiologi pasien. Berbagai literatur melaporkan kejadian clinicoradiological mimickers yang justru menghasilkan kesalahan diagnosis dan terapi yang diberikan. Sebelum pemasangan kerangka Leksell, tim yang bekerja harus meninjau ulang gambaran pre-operatif dan mendiskusikan strategi pemasangan kerangka yang optimal. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dan diperiksa sebelum memulai prosedur terapi ini, meliputi fiksasi kerangka yang tepat untuk memosisikan lesi di pusat kerangka, ukuran helm, dosis dan waktu radiasi, sudut sinar gamma, dan kenyamanan pasien pada berbagai posisi. dwi
Beberapa waktu lalu, Kenzie, bayi berusia 16 bulan tengah ramai menjadi perbincangan. Perhatian publik mengarah pada kondisi obesitas yang dialaminya. Berat badannya (BB) mencapai 27 kg, di saat BB normal untuk usianya berada di rentang 7,7–12 kg. Salah satu alasan yang menjadi sorotan adalah asupan susu kental manis (SKM) yang telah dikonsumsi sejak Kenzie memasuki usia makanan pendamping ASI (MPASI). Padahal, sang Ibu tahu betul bahwa SKM tidak diperuntukkan bagi bayi. Apa daya, faktor ekonomi memaksa orang tua untuk memberikan bubur fortifikasi dan SKM. Tak hanya itu, riwayat batu empedu sang Ibu membuat ASI tak lancar keluar. Kabar baiknya, saat ini Kenzie mulai mendapatkan perawatan intensif dan ditangani oleh tim ahli. Dikutip dari Health.Detik.com, kasus ditangani oleh lebih dari 10 dokter multidisiplin. Kelainan genetik juga dinyatakan sebagai salah satu penyebabnya. Lalu, seberapa umum kejadian obesitas pada anak di Indonesia dan bagaimana dampaknya?
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi obesitas pada balita di Indonesia sebanyak 3,8%. Perlu
diketahui bahwa berat badan berlebih dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Berat badan berlebih atau overweight adalah kondisi ketika BB anak lebih dari +2 SD, sedangkan obesitas dinyatakan ketika BB lebih dari +3 SD mengacu pada grafik pertumbuhan World Health Organization. Bayi yang chubby dan berisi sekilas memang tampak lebih menggemaskan. Namun, jangan sampai terlena bila bayi memiliki tanda-tanda kegemukan. Hal tersebut justru akan mendatangkan konsekuensi kesehatan untuk si bayi. Mulai dari komplikasi sindrom metabolik, gangguan tidur, pubertas dini, gangguan pertumbuhan muskuloskeletal, hingga gangguan psikologis dapat menjadi konsekuensi jangka pendek maupun panjang.
Beberapa tanda kegemukan pada bayi yang perlu
diwaspadai, di antaranya BB di atas rata-rata, lipatan pada beberapa bagian tubuh terutama di dagu, cepat lelah sehingga kurang aktif, serta terjadi pembesaran payudara dan alat kelamin kecil pada bayi laki-laki.
Universitas Indonesia
Jika obesitas pada masa kanak-kanak bertahan hingga usia dewasa, besar kemungkinan kondisi tersebut akan berkembang menjadi penyakit kronis. Meski ketidakseimbangan asupan kalori anak dan malas bergerak dinyatakan sebagai penyebab utama obesitas, faktor genetik, psikologi, sosioekonomi, dan riwayat penggunaan obat tertentu pun turut berperan.
Terdapat periode emas, dikenal dengan 1000 HPK, dimana anak akan tumbuh dan berkembang secara pesat dan signifikan baik secara kognitif maupun fisik. Banyak hal yang perlu dilakukan orang tua untuk mendukung periode emas yang bisa berdampak pada tumbuh kembang anak. Asupan gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan menjadi salah satunya. Idealnya, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan inisiasi menyusu dini (IMD) dilakukan. Selain itu, memerhatikan jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan, memperkenalkan beragam makanan dengan zat gizi seimbang, mengonsumsi susu rendah gula, dan mengurangi asupan gula harian. Sebagai upaya pencegahan obesitas, lakukan IMD, pemberian ASI eksklusif, MPASI pada usia 6 bulan, pemberian makanan bayi anak sesuai usia, tummy time sebagai usaha aktivitas fisik, serta hindari merespons tangisan dengan memberikan makanan.
Obesitas pada bayi merupakan kondisi kesehatan serius yang dapat mendatangkan konsekuensi kesehatan jangka panjang. Padahal, obesitas dapat diintervensi sedari dini dan sangat disayangkan bila ketidaktahuan orang tua mengenai isu tersebut justru menyebabkan kesengsaraan bagi anak kelak. Semoga isu ini bisa menjadi perhatian bagi masyarakat umum, terlebih calon orang tua maupun orang tua agar lebih memerhatikan asupan gizi sang buah hati. Lakukanlah kunjungan rutin ke posyandu sebagai salah satu langkah skrining pemantauan tumbuh kembang anak. Mari bersama cegah obesitas dini demi masa depan cerah anak yang menanti. oriana
MEDIA AESCULAPIUS 13 14 MEDIA AESCULAPIUS Arbeb
“Bedah” tanpa sayatan untuk mengatasi gangguan pada otak
Kolom Umum
dokumen pribadi
Foto:
BPJS Tanpa Diskriminasi
Direktur Utama BPJS menyatakan akan adanya penghapusan kelas BPJS yang selama ini sudah tersebar luas di masyarakat. Lantas, apakah hal ini diperlukan?
wilayah lain di Indonesia. Hasil yang didapatkan berupa peningkatan okupansi tempat tidur atau
BOR, indeks kepuasan masyarakat (IKM), dan pendapatan rumah sakit. Namun, yang jadi pertanyaan kini adalah apakah penghapusan sistem ini dirasa perlu dan mampu laksana?
Sistem KRIS memang menuai pro dan kontra dilihat dari beberapa aspek. Pertama, ditinjau dari aspek mampu laksana, berdasarkan data yang dipaparkan oleh Prof. dr. Dante
Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Wakil
secara kasat mata. Saya rasa, kritik yang selalu dikumandangkan masyarakat seputar pelayanan yang dirasa tidak memadai, ogah-ogahan, atau bahkan formalitas pada BPJS kelas 3 adalah hal yang lazim. Kelas standar atau KRIS yang menghapuskan seluruh kelas ini, tentu akan menciptakan suatu kesetaraan karena tak lagi memandang kelas.
Namun, bagaimana dengan beban finansial yang akan diberikan pada pengguna BPJS?
Apakah biayanya akan mengalami “pemukulan” secara rata? Atau pemerintah sudah siap menyediakan alur serta subsidi yang memadai?
Selama beberapa saat meninjau, berselancar di internet, rasanya saya belum menemukan
kebijakan terkait biaya yang harus dibayarkan
dilaksanakan untuk meninjau dan menciptakan keputusan ini. putri
Ketua BEM IKM FKUI 2023
Penghapusan kelas 1, 2, dan 3 pada sistem
BPJS menjadi kelas rawat inap standar (KRIS) atau kelas standar hingga detik ini masih dalam pelaksanaan secara bertahap.
Wacana implementasi sistem penghapusan secara menyeluruh di tahun 2024 mendatang pun kembali diundur ke tahun 2025. Memang nyatanya, hal ini termaktub di dalam PP Nomor
47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
Perumahsakitan dan beberapa uji coba juga
telah dilakukan sejak tahun ini. Hasil uji coba
KRIS yang diterapkan pada 10 rumah sakit
menampilkan hasil yang menjanjikan. Beberapa
rumah sakit yang menjadi target uji coba KRIS
meliputi RSUP Kariadi Semarang, RS Dr
Abdullah Palembang, RSUP Surakarta, RS
Al Islam Bandung, dan rumah sakit lainnya di
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, hanya terdapat sekitar 300 rumah sakit yang siap menerapkan sistem ini secara sempurna. Ribuan rumah sakit lainnya belum dapat dikatakan mampu untuk memenuhi seluruh syarat kelas standar, melainkan hanya mampu memenuhi 9 hingga 10 syarat saja. Akan tetapi, bukan berarti pesimis untuk mencapai pemenuhan sempurna dari sistem ini, justru pemerintah sudah layak dan sepantasnya melakukan beragam kajian, evaluasi, dan pembenahan agar kelak di tahun 2025 penerapan sistem baru ini tidak berujung pada kegagalan yang menyulitkan rakyat.
Selanjutnya mari menilik beberapa syarat dari kelas standar yang akan diterapkan. Sebuah syarat yang patut digaris bawahi adalah kriteria ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, setiap ruang rawat inap harus memiliki satu kamar mandi dan memenuhi standar aksesibilitas, hingga suhu ruangannya harus berada pada lingkup 20-26 derajat celcius. Rasanya hal ini patut diacungi jempol, bila memang dapat diterapkan dengan baik. Dari segi medis, hal ini turut membantu mengurangi penyebaran penyakit infeksius.
Lantas, apa urgensi atau keperluan konkret dari sistem KRIS ini? Sistem BPJS dengan 3 kelas memiliki tendensi untuk menciptakan suatu ketidaksetaraan dan ketidakadilan
oleh masyarakat dalam sistem baru ini. Bahkan selama masa uji coba, belum terlihat hilal penetapan biaya BPJS. Sudah seharusnya pemerintah menempatkan pemikiran pada posisi rakyat selama penetapan biaya sistem kelas standar ini. Jangan sampai, biaya yang dipatok nantinya justru menyulitkan rakyat.
Mau bagaimanapun juga, kesehatan adalah aspek yang dibutuhkan oleh ratusan juta jiwa di Nusantara. Bila mereka tak mampu membayar, kekacauan apa lagi yang akan terjadi? Kajian demi kajian, riset demi riset, sudah seharusnya
Ribuan rumah sakit lainnya belum dapat dikatakan mampu untuk memenuhi seluruh syarat kelas standar, melainkan hanya mampu memenuhi 9 hingga 10 syarat saja.
SKMA untuk Anda!
Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/relevan dengan kondisi kesehatan saat ini?
2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya?
Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya
Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada http://bit.ly/EvaluasiSKMA21
Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
MEDIA AESCULAPIUS 15 16 MEDIA AESCULAPIUS Suara Mahasiswa Suara Mahasiswa
Putri Amadea Gunawan
Foto: dokumen pribadi
!
“
Putri Amadea Gunawan
Memperluas Manfaat dengan
Meraup Luasnya
Ilmu Parasitologi Klinik
Dr. dr. Robiatul Adawiyah, M. Biomed, Sp.Par.K dan perjalanannya untuk terus berkembang dalam bidang keahliannya
Parasitologi tak asing dikenal sebagai cabang keilmuan yang berperan dalam menelusuri etiologi penyakit. Kini, bidang tersebut telah berkembang dan menciptakan spesialisasi tersendiri, yakni spesialis parasitologi klinik. Dr. dr. Robiatul Adawiyah, M. Biomed, Sp.Par.K. merupakan salah satu spesialis parasitologi klinik yang kini aktif bekerja sebagai dosen parasitologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan turut mengembangkan laboratorium parasitologi klinik di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Di UI, beliau tidak hanya mengampu mahasiswa program sarjana, melainkan turut terlibat dalam pendidikan dan penelitian dari mahasiswa S2 hingga Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Menjajaki Bidang Parasitologi Klinik
Munculnya ketertarikan di bidang parasitologi bagi dokter yang akrab disapa Ada ini bukanlah hal yang terbilang aneh. Pasalnya, ia memang gemar dalam mencari ilmu baru, sehingga parasitologi menjadi bidang yang menarik untuk dieksplorasi lebih dalam. Ada lulus dengan gelar sarjana kedokteran dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) dan melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Biomedik di FKUI di jurusan Parasitologi. Setelah menyelesaikan studinya, Ada melanjutkan S3 dengan jurusan yang sama, dengan fokus pada mikologi atau ilmu tentang jamur. Ia pun menjalani PPDS untuk memaksimalkan keilmuannya di bidang parasit, khususnya mikologi.
Menurut wanita berkacamata tersebut, parasitologi klinik merupakan bidang dengan beragam kasus yang unik. Parasit dapat menginfeksi berbagai organ manusia, contohnya sumsum tulang belakang, darah, bahkan menyebar secara sistemik. Ketertarikannya untuk melanjutkan pendidikan spesialis di bidang tersebut juga didasari permasalahan bahwa kasus-kasus infeksi jamur yang termasuk dalam ranah parasitologi kerap kali tidak terdiagnosis maupun salah diagnosis. Laboratorium parasitologi FKUI yang menjadi rujukan kasus pun terkadang mengalami keterbatasan dalam mendiagnosis kasus-kasus tertentu. Oleh karena itu, Ada terdorong untuk melebarkan ranah keilmuannya agar laboratorium parasitologi juga semakin mampu dalam membantu penegakan diagnosis pasien. Parasitologi dahulu kerap dipandang sebelah mata
karena dianggap tidak mematikan. Nyatanya, kini mulai ditemukan kasus-kasus parasit yang menginfeksi otak hingga mengancam nyawa. Bidang parasitologi klinik juga erat kaitannya dengan tenaga medis dari berbagai spesialisasi, sehingga dibutuhkan sosialisasi secara terus menerus melalui pertemuan ilmiah agar klinisi lainnya semakin menyadari bahwa laboratorium parasitologi saat ini sudah cukup mumpuni dalam membantu mereka menelusuri etiologi penyakit. Seiring peningkatan kualitas laboratorium, keilmuan dari para staf yang terlibat, dan penyebaran informasi yang gencar kepada sejawat tenaga kesehatan, laboratorium parasitologi FKUI kini telah mampu mendiagnosis kasus rujukan dari dalam maupun luar negeri. Hal tersebut lantas menjadi pemacu semangat Ada dan rekan sejawatnya untuk tidak berhenti mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya. Ada pun hingga kini aktif dalam berbagai penelitian dan mengajar untuk terus memberi manfaat melalui bidang ini.
Tak Luput dari Tantangan
Meskipun begitu, dalam menjalani profesinya, dokter kelahiran Kediri ini tidak semata-mata luput dari tantangan. Beberapa kali ia mendapati sampel yang dikirim ke laboratorium tidak diambil dengan cara yang benar, karena teknik pengambilan sampel pada kasus
“Persiapkan secara matang spesialis apa yang akan diambil
Dr. dr. Robiatul Adawiyah, M. Biomed, Sp.Par.K.
parasit tertentu berbeda dengan pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium lainnya.
Alhasil, pemeriksaan sampel harus diulang, sehingga menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Penanganan sampel inilah yang senantiasa Ada gaungkan kepada rekan sejawat di kalangan dokter maupun perawat pada berbagai acara ilmiah untuk memastikan sampel yang dikirim telah tepat agar interpretasi hasil yang diberikan dapat optimal.
Dalam berbagai kasus sulit yang ia tangani, Ada kerap mendapati kasus yang diagnosisnya dapat ditegakkan, namun terkendala untuk ditata laksana akibat tidak tersedia obatnya di Indonesia. Beberapa obat harus melewati permintaan khusus melalui
Kementerian Kesehatan, yang tentunya membutuhkan proses panjang karena harus didatangkan dari luar negeri. Di beberapa kasus sulit juga didapati bahwa tata laksana yang ada membuat pasien harus rela mengalami disabilitas. Hal tersebut turut menimbulkan kesedihan bagi Ada.
Dengan kurang lebih 38 spesialis parasitologi klinik yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia dan persebarannya yang tergolong sedikit di luar pulau Jawa, tentunya hal tersebut mempengaruhi banyaknya kasus yang dapat ditolong oleh spesialis parasitologi klinik. Ada pun berharap agar kemampuan spesialis parasitologi klinik di berbagai daerah bisa semakin meningkat. Selain itu, ia juga berharap agar pemerintah terus mendorong dokter-dokter umum di daerah untuk melanjutkan pendidikan spesialis parasitologi klinik dan kembali ke daerah asalnya, agar penyebaran dokter spesialis parasitologi klinik semakin merata dan menolong banyak pasien, terutama untuk kasuskasus malaria, Schisostoma sp., dan kasus infeksi parasit lainnya yang masih umum di Indonesia.
Pesan bagi Calon Rekan Sejawat Bagi para calon dokter, Ada berpesan untuk meluruskan niat bahwa menjadi dokter bukanlah untuk kaya. Namun dengan menjadi dokter yang baik, percayalah bahwa rezeki tidak akan tertukar. Dalam memilih spesialisasi, pastikan juga bahwa bidang yang diambil memang sesuai minat. Hal ini akan membantu dokter dalam menikmati profesinya kelak. rahmi Edo/MA
Dr. dr. Robiatul Adawiyah, M.Biomed, Sp.Par.K.
Tempat, Tanggal Lahir: Kediri, 3 April 1974
Riwayat Pendidikan:
- S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
- S2 Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
- S3 Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
- Program Spesialis Parasitologi Klinik FKUI
Pengalaman Kerja:
- Staf Departemen Parasitologi FKUI
MEDIA AESCULAPIUS 17 18 MEDIA AESCULAPIUS Suka Duka
Suka Duka
Internship: Ajang Latihan jadi Dokter Sungguhan
Meningkatkan taraf pendidikan kedokteran adalah kunci pembangunan kesehatan Indonesia
PPerjalanan internship yang dilalui setiap dokter mempunyai kisah menarik yang seru untuk dibagikan. Begitu pula dengan pengalaman
dr. Lowilius Wiyono, seorang dokter umum lulusan
FKUI angkatan 2016. Selesai dengan pendidikan
kedokterannya, Lowi, sapaan akrabnya, menghabiskan
waktu dengan ikut kegiatan magang atau menjadi
asisten konsulen untuk memperbanyak pengalaman
sambil mempersiapkan berkas-berkas untuk internship
Lowi memilih Singkawang, Kalimantan Barat sebagai
tempatnya mengabdikan diri selama satu tahun dengan harapan untuk bisa mengeksplorasi dan memperoleh pengalaman lebih mengenai pelayanan kesehatan di luar Pulau Jawa. Enam bulan pertamanya ia habiskan di Puskesmas Singkawang Timur 1 sebagai dokter
umum yang kesehariannya mengisi poliklinik, menjaga
IGD puskesmas, serta berpartisipasi dalam kegiatan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Selanjutnya, ia mendapat rotasi di sebuah rumah sakit rujukan tipe
B, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Azis Singkawang. Mulanya, Singkawang tidak menjadi pilihan pertamanya untuk menjalani internship. Di luar dugaan, Kota Seribu Kelenteng tersebut memberikan segudang cerita yang tidak terlupakan baginya.
Lowi bercerita bahwa kebudayaan masyarakat setempat sangatlah beragam, baik dari etnis Melayu, Dayak, serta Tionghoa. Budaya dan kebiasaan masyarakat yang masih sangat kental menjadi sebuah tantangan tersendiri baginya. Lowi menjadikan perbedaan ini sebagai pacuan untuk beradaptasi dan terbiasa dengan situasi apapun yang nanti akan dihadapinya selama menjalani profesi. “Selama internship, kita dilatih menjadi dokter sebenarnya. Saat koas lebih banyak observasi dan asistensi saja, tetapi saat internship lebih menggunakan peran kita sebagai dokter,” terang Lowi. Secara umum, tidak ada perbedaan yang signifikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan di Ibu kota, tetapi masalah logistik, bahan, serta fasilitas yang dirasa lengkap pun tentunya tetap terdapat keterbatasan. “Hal ini juga mengasah kemampuan sebagai dokter umum di IGD untuk bisa memutuskan apa yang harus dilakukan dalam menangani pasien, khususnya dalam hal tatalaksana kegawatdaruratan,” lanjutnya.
Awalnya, ia mengalami culture shock dengan hal-hal di sana. Lokasi puskesmas yang dekat dengan perkebunan membuat ia sering menerima kasus pasien dengan kecelakaan akibat kerja, digigit anjing, dan kasus lain yang berkaitan dengan perkebunan. Pun, banyak perbedaan dari segi istilah, bahasa, kebiasaan
Maksimalkan Fungsi Pendengaran
Yuk Jaga
Telinga Kita!
Gangguan pendengaran mengintai, sudahkah kita
sadar dengan kebisingan di sekitar kita?
Dalam rangka memperingati Hari Pendengaran
Sedunia yang jatuh pada tanggal 3 Maret 2023, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengadakan seminar virtual bertajuk “Apa Telinga Kita dalam Bahaya?”. Acara yang dibuka langsung oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat tentang pentingnya kesehatan telinga dan mencegah gangguan pendengaran serta memperkuat integrasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit. Untuk mendukung peringatan ini, pemerintah akan melakukan gerakan dan kampanye deteksi dini gangguan pendengaran yang akan dilaksanakan pada Bulan
yang berkaitan dengan kesehatan dibandingkan di daerah kota. Banyak masyarakat setempat yang berobat ke mantri ataupun dukun. Meskipun metode yang dilakukan juga membantu pengobatan, tentunya sebagai dokter dari sisi medis tidak jarang memiliki perbedaan pandangan. Namun, di satu sisi kita juga tidak bisa memaksakan pasien. Hal ini membuat Lowi belajar lagi cara untuk mengedukasi pasien. Sebisa mungkin ia mengakrabkan diri dengan masyarakat dan mempelajari bahasa mereka agar tidak terlalu merasa asing.
Banyak pelajaran yang diperoleh dari internship yang ia anggap sebagai ajang latihan, terutama untuk koas yang jarang memiliki pengalaman klinis dengan pasien. “Menurutku, internship adalah ajang belajar, jangan takut untuk mencoba. Meskipun menjadi dokter umum, kita masih dibimbing di sini, masih ada pihak yang akan membantu meluruskan. Jadikan ini pengalaman baru untuk menghadapi dunia kerja sesungguhnya,” tutupnya. savira
Maret hingga April di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan. Tak hanya itu, pemerintah juga mengimbau kepada masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang inklusif bagi teman-teman penyandang disabilitas
Sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam acara ini, seminar berjudul “Bising di Sekitar Kita” yang
dibawakan langsung oleh Dr. dr. Tri Juda Airlangga
Sp.THT-BKL, Subsp.Kom(K), membahas topik tentang pengaruh kebisingan terhadap timbulnya
gangguan pendengaran. Bising sendiri didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan dan dianggap
sebagai stressor yang dapat berdampak pada kesehatan
jika terpapar pada taraf tertentu. Pada tahun 2020, World Health Organization (WHO) mengungkapkan
bahwa terdapat 466 juta orang di seluruh dunia yang
mengalami gangguan pendengaran dan diprediksi akan naik menjadi dua kali lipat pada tahun 2050. Beberapa kasus pada remaja dan dewasa muda diantaranya seringkali disebabkan oleh headphone dan bising rekreasional lainnya. “Jadi, karena sekarang banyak kita lihat di jalan ada anak menuju sekolah dan di dalam kendaraan umum dia mendengarkan earphone dengan volume suara yang hampir maksimal, nah itu bisa
menyebabkan gangguan pendengaran,” ujar beliau. Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi gangguan pendengaran seperti usia, jenis kelamin, intensitas, frekuensi, dan durasi paparan. Adapun paparan bising yang dapat mencetuskan gangguan pendengaran adalah suara dengan intensitas diatas 85 dB, seperti alat pabrik dan konstruksi bangunan, kendaraan, konser musik, hingga headphone. “Gejala gangguan pendengaran akibat bising secara umum tidak nyeri, bersifat progresif, permanen, tetapi untungnya bisa dicegah,” terang beliau. Tak hanya berpengaruh pada kondisi pendengaran, manifestasi fisik akibat kebisingan juga diketahui dapat menghambat perkembangan kognitif anak, peningkatan nadi dan tekanan darah, serta perubahan sistem imun. “Gangguan pendengaran juga dapat memberikan efek psikologis seperti stres yang meningkat, efek sosial, gangguan tidur, dan masalah ekonomi,” tambah Tri. Narasumber juga membagikan tips tentang bagaimana cara mencegah gangguan pendengaran, yaitu dengan mengetahui jenis suara apa saja yang berpotensi merusak telinga, menjauh atau menggunakan pelindung telinga jika berada pada tempat yang bising, segera ke dokter THT jika dirasa mengalami penurunan kemampuan mendengar, serta cek pendengaran rutin. Masyarakat juga diingatkan untuk selalu awas terhadap efek samping pengobatan yang tidak sesuai dengan rekomendasi dokter, misalnya obat-obatan yang bersifat ototoksik dan penggunaan antibiotik yang berlebihan dalam jangka waktu lama. syidan
MEDIA AESCULAPIUS 19 20 MEDIA AESCULAPIUS Seputar Kita
Kabar Alumni
Foto: dokumen penyelenggara
dr. Lowilius Wiyono Dokter umum
Foto: dokumen pribadi
Badminton yang Membuat Hidup Tidak Monoton
Cerita tentang seorang dokter dan hobinya bermain badminton
Olahraga merupakan hobi yang tidak jarang dimiliki oleh seorang dokter, seperti dr. Riyan Apriantoni, Sp.Onk.Rad yang menjalani hobi badmintonnya sejak di bangku sekolah hingga menjadi seorang dokter spesialis. Riyan mulai sering bermain badminton di masa SMA, terutama di akhir pekan bersama teman-teman satu yang berada di asrama yang sama dengannya. Ia pun mulai menyukai hobinya dan berkeputusan untuk tetap melanjutkan bermain badminton di masa perkuliahannya.
Seiring dengan perjalanan pendidikannya, permainan badmintonnya pun berkembang. Riyan beberapa kali mengikuti berbagai turnamen, salah satunya mencapai tingkat daerah, dan meskipun tidak menang tetap menjadi pengalaman berharga. Tidak hanya dalam bagian kemampuan, pertemanan dan orang-orang yang ia kenal pun bertambah karena Riyan mengikuti berbagai kelompok bermain, baik dengan teman-teman seangkatannya, senior-seniornya waktu di pendidikan dokter spesialis, maupun pasien di rumah sakit yang ia kunjungi. Waktu bermain badminton tidak hanya dijadikan sebagai pelepas penat, tetapi juga sebagai wadah untuk saling bertemu, berkumpul, dan berbagi pengalaman.
Namun, jadwalnya sebagai dokter yang menuntutnya untuk fleksibel, termasuk berpindahpindah rumah sakit dan jadwal mengharuskan Riyan untuk terbuka dalam memilih komunitas bermainnya. Hal tersebut, ungkapnya, merupakan sesuatu yang membutuhkan adaptasi. “Berpindah-pindah terus berarti menjalin hubungan interpersonal baru, yang mungkin agak tricky,” ujar dokter yang lulus dari pendidikan dokter spesialis Radiologi Onkologi pada tahun 2022 yang lampau. Akan tetapi, tidak jarang menjalin hubungan baru itu tidak serumit seperti yang dibayangkan. Riyan mengungkapkan bahwa seringkali komunitas baru yang ia ikuti menerima dirinya dengan baik, dan akhirnya ia pun dapat kembali bermain tanpa masalah. Ia juga perlu menyesuaikan level bermainnya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. “Saya pernah bermain dengan rombongan yang serius, pernah juga dengan ibu-ibu, ada juga dengan pasien dan pedagang yang ternyata kenal saya. Akhirnya kadang berujung saya ke lapangan badminton lebih untuk bersosialisasi,”
ARTIKEL SEGAR EDISI SKMA
MARET-APRIL 2023
tambahnya.
Bermain badminton ternyata juga berpengaruh positif terhadap pekerjaan Riyan sebagai seorang dokter. Ia mengungkapkan bahwa dengan badminton dan aktivitas fisik lain yang ia jalani, seperti latihan kardio dan beban membuatnya mampu berkonsentrasi dan berpikir lebih positif. Dokter yang sekarang menjadi project officer dari Kajian Paliatif WHO Indonesia ini juga menyampaikan bahwa gejala COVID yang ia alami lebih ringan dibandingkan dengan sejawatnya yang jarang berolahraga. Selain itu, koneksi yang ia dapatkan juga mampu membantunya menemukan berbagai orang-orang yang bekerja lintas sektoral yang kompetensinya sedang dibutuhkan.
Kepada mahasiswa kedokteran lain yang juga menjalani aktivitas olahraga serupa, Riyan mengungkapkan bahwa selama ada niat, hobi dapat diseimbangkan dengan pendidikan kedokteran. “Kita tidak dapat mengikuti jadwal yang fixed, pasti ada dadakan, emergensi, tetapi kita tetap sadari bahwa kita mencintai dan membutuhkan olahraga. Kita tidak membatasi pada komunitas lingkup kecil,” tukasnya, “Kedokteran bukanlah sesuatu yang ringan, tidak sedikit yang gagal menyelesaikan dan mengalami gangguan kejiwaan. Mungkin berolahraga dapat menjadi salah satu cara jalan keluar dari gangguan tersebut. yosafat
dr. Riyan Apriyantoni, Sp.Onk.Rad
Project Officer Kajian Paliatif WHO Indonesia
E-mail: riyan.apriantoni@gmail.com
Alamat: Matraman raya no 32 A
Puzzle tersusun atas 12x12 baris dan kolom. Jawaban dapat tertera secara mendatar, menurun, menyilang, dibaca dari kanan ke kiri, maupun dari bawah ke atas. Selamat bermain!
Simaklah petunjuk berikut untuk bersama-sama mengenal istilah maupun perayaan dalam hari besar kesehatan di Indonesia dan dunia.
1. Salah satu perayaan bulan vitamin A (menurun)
2. Pemilihan tanggal untuk peringatan sedunia setiap tanggal 21 Maret berdasarkan pada istilah (menyilang)
3. Istilah ‘Purple Day’ hadir untuk meningkatkan kesadaran (mendatar)
4. Hari donor darah sedunia diperingati pada tanggal 14 Juni setiap tahunnya. Salah satu
organisasi yang mewadahi kegiatan donor darah di Indonesia (menyilang)
5. Edukasi dan deteksi dini yang digencarkan untuk memperingati Hari Kanker Payudara Sedunia (menurun)
6. Diperingati setiap bulan Juni sebagai upaya pemberantasan kebutaan (menyilang)
7. Latar belakang dari tema Hari Gizi Nasional 2023 (mendatar)
8. Salah satu bulan kesadaran pada November dengan tingkat prevalensi kanker tertinggi pada pria menyerang organ (menyilang)
MEDIA AESCULAPIUS 21 22 MEDIA AESCULAPIUS Segar
Senggang
Kunci Jawaban
Foto: dokumen pribadi
Februari, Trisomi, Epilepsi, PMI, Sadari, Katarak, Stunting, Paru
Temukan informasi selengkapnya pada akun Instagram dan website kami Anti-hoaks | Ensiklopedia penyakit | Guideline diagnosis dan penanganan penyakit | Berita dan artikel kesehatan terkini Media aesculapius @MedAesculapius | beranisehat.com | 0858-7055-5783