Media
Surat Kabar
Urgenkah Siswi Sekolah Dasar Memperoleh Vaksinasi HPV?
Aesculapius
Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
Pelanggaran Etik Terawan: Antara Basis Bukti dan Testimoni
Raih Penuaan Sehat dengan Rajin Berolahraga
03/LVII
Mei-Jun 2022 | ISSN 0216-4996
Daftar Isi
Headline
Pelanggaran Etik Terawan: Antara Basis Bukti dan Testimoni
Asuhan Kesehatan Operasi LASIK: Alternatif Gangguan Penglihatan Tanpa Kacamata
MA Info
Kasus Serangan Asma? Tak Lagi Meresahkan!
Seremonia
Kenali Lebih Jauh Hemofilia
Konsultasi
Cermati Penggunaan Antijamur pada Anak
Advertorial
Ortokeratologi, Solusi Mata Minus tanpa Kacamata dan Operasi LASIK
Tips & Trik
Belajar Jenius Memasang Infus
Iptek
Olahraga Sambil Memakai Masker: Efeknya pada Tubuh
Kolom Umum
Selembar Surat Pengobat Kerinduan
3 5
Daftar Isi
7 8 9
Suara Mahasiswa
11
Arbeb
12 13 14
Urgenkah Siswi Sekolah Dasar Memperoleh Vaksinasi HPV? Workout dari Rumah? Siapa Takut!
Suka Duka
Mendalami Ilmu Akupuntur Medik: Mengapa Tidak?
Kabar Alumni
Kontribusi pada Kesehatan Jiwa Melalui Edukasi
Seputar Kita
Raih Penuaan Sehat dengan Rajin Berolahraga
Senggang
Menjadi Seorang Dokter dan Content Creator
Segar
Tahukah Kamu?
Ilustrasi Sampul oleh Kania Aisyah (MA)
1
MEDIA
AESCULAPIUS
15 16 17 19 20 21 22
Dari Kami Salam sejahtera untuk kita semua. Apa kabar, Pejuang Kesehatan di seluruh Nusantara? Semoga senantiasa sehat dan bahagia selalu. Berjumpa lagi dengan Surat Kabar Media Aesculapius. Sudah dua tahun kami bertransformasi dalam bentuk digital dengan harapan dapat lebih mengikuti perkembangan zaman dan juga dapat hadir lebih dekat dengan pembaca. Dua tahun ini memang menjadi tahun yang menantang bagi kita semua, terombang-ambing di tengah ketidakpastian pandemi. Tetap saja, berbagai tantangan tersebut tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap menyebarkan informasi dan justru menjadi dorongan untuk melakukan inovasi. Sebagai tenaga kesehatan, pengobatan berbasis bukti menjadi suatu hal yang sangat ditekankan, baik dalam dunia akademis maupun untuk menerapkan hasil-hasil penelitian yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat. Akan tetapi, kita masih menghadapi musuh berupa pengobatan yang hanya berbasis testimoni. Bagaimana dampak testimoni terhadap peneliti maupun masyarakat? Apa yang dapat kita pelajari dari kasus Terawan, di mana testimoni justru menjadi bumerang bagi keanggotaannya dalam IDI? Silakan simak ulasan tuntasnya pada rubrik Headline. Kementerian Kesehatan RI telah menambahkan vaksin HPV sebagai vaksin wajib guna mencegah kanker serviks. Namun, tak sedikit masyarakat yang bertanya, mengapa program ini menargertkan murid sekolah dasar? Mengapa bukan orang dewasa? Perwakilan Standing Committee on Sexual and Reproductive Health and Rights Including HIV&AIDS CIMSA UI memberikan pandangannya dalam suara mahasiswa. Berolahraga di saat pandemi, terutama bila dilakukan bersama orang lain, penggunaan masker menjadi suatu kewajiban untuk melindungi diri. Akan tetapi, awas! Ada bahaya tersendiri dari penggunaan masker saat berolahraga yang diulas dalam rubrik artikel bebas (arbeb). Menjadi seorang dokter atau content creator…atau menjadi keduanya? Bisa! Dr. Hashfi Muhammad Azhar menceritakan pengalaman serta suka duka menjadi seorang dokter sekaligus content creator di rubrik senggang. Kami menyediakan penyegaran berupa games mencari kata di halaman terakhir. Akhir kata, selamat menikmati Surat Kabar Media Aesculapius edisi ini. Semoga bermanfaat dan dapat menghibur pembaca sekalian. Salam sehat!
Amanda Safira Aji, S.Ked Pemimpin Redaksi
MEDIA AESCULAPIUS
Pelindung: Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, PhD (Rektor UI), Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Tito Latif Indra, MSi (Direktur Kemahasiswaan UI), Dr. dr. Anggi Gayatri, SpFK (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius
Pemimpin Umum: Stella Kristi Triastari. POSDM: Alessandrina Janisha P, Ariestiana Ayu A, Fahriyah Raihan M, Hubert Andrew. Pemimpin Produksi: Ayleen Huang. Wakil Pemimpin Produksi: Ilona Nathania. Tata Letak dan Cetak: Aisha Putri C, Chastine Harlim. Ilustrasi dan Fotografi: Indira Saraswati S, Athira Marsya K. Infografis: Hasbiya Tiara K, Nabilla Luthfia S, Kania Aisyah P. Staf Produksi: Reihan Khairunnisa, Sherlyn Austina, Yasmin Nur A, Auvan Lutfi, Sandra Princessa, Fahriyah Raihan M, Stella Clarissa, Indira Saraswati S, Arfian Muzaki, Aurelia Maria PS, Gita Fajri G, Hannah Soetjoadi, Marthin Anggia S, Mega Yunita, Sakinah Rahma S, Vina Margaretha M. Pemimpin Redaksi: Amanda Safira Aji. Wakil Pemimpin Redaksi: Alessandrina Janisha P. Chief Editor: Gabrielle Adani, Izzati Diyanah, Alexander Rafael. Redaktur Senior: Aughi Nurul A, Billy Pramatirta, Elvan Wiyarta, Jessica Audrey, Jonathan Hartanto, Leonaldo Lukito N, Lidia Puspita H, Mariska Andrea S, Prajnadiyan C, Sheila Fajarina S, Wira Tirta D. Redaktur Headline: Ryan Andika, Benedictus Ansel S. Redaktur Klinik: Raisa Amany. Redaktur Ilmiah Populer: Laurentia. Redaktur Opini & Humaniora: Rejoel Mangasa S. Redaktur Liputan: Rheina Tamara T. Redaktur Web: Kelvin Kohar, Taris Zahratul A, Hendra Gusmawan. Reporter Senior: Albertus Raditya D, Alexander Rafael S, Ariestiana Ayu AL, Kareen Tayuwijaya, Nada Irza S. Reporter Junior: Alifa Rahma R, Cahyadi Budi S, Dwi Oktavianto M, Fadila Julianti, Oriana Zahira P, Rahmi Salsabila, Savira Wijaya, Sofia Salsabilla S, Yosafat Sebastian P, Yuri Annisa I. Pemimpin Direksi: Rafaella Shiene W. Wakil Pemimpin Direksi: Aulia Nisrina Y. Staf Direksi: Medhavini Tanuardi, Stella Kristi T, Stephanie Amabella P, Hubert Andrew, Engelbert Julyan G, Laureen Celcilia, Regine Viennetta B, Gerald Aldian W, Gilbert Lazarus, Kevin Tjoa, Mochammad Izzatullah, Nur Zakiah Syahsah, Sean Alexander, Vincent Kharisma W Alamat: Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com
MEDIA
AESCULAPIUS
2
Headline
Pelanggaran Etik Terawan: Antara Basis Bukti dan Testimoni Berbagai inovasi Terawan di bidang kesehatan, apa gunanya tanpa diiringi bukti sahih?
P
emberhentian Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad(K) oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang belum lama ini terjadi mengundang berbagai reaksi, mulai dari masyarakat hingga tokoh-tokoh dalam pemerintah Indonesia saat ini. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa sang dokter lulusan Universitas Airlangga itu menerima perlakuan yang tidak layak dari IDI. Terlebih, sosok kontroversial tersebut telah melahirkan berbagai inovasi baru dalam dunia kesehatan Indonesia, meskipun bukti dari berbagai penemuan tersebut masih dipertanyakan. Polemik ini menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, terutama mengenai latar belakang dari keputusan besar yang diambil organisasi yang menaungi dokterdokter di Indonesia tersebut, serta mengenai peran testimoni dalam penemuan ilmiah yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Kronologis Pemecatan Terawan: Bukan Keputusan Impulsif Permasalahan mengenai tindakan Terawan sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2013. Prosedur terapi digital subtraction
angiography (DSA) modifikasi, atau yang dikenal masyarakat awam sebagai prosedur “cuci otak” inovasi Terawan, sebenarnya merupakan tindakan diagnostik. Pemanfaatan DSA menjadi tindakan kuratif belum didasari bukti-bukti penelitian yang adekuat sehingga dikhawatirkan dapat membahayakan pasien. “Tidak ada penjelasan mengenai besar perhitungan sampel dan parameter-parameter yang diukur merupakan parameter pengganti,” ujar Prof. dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK. staf Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Selain itu, bukti dari efektivitas dan efikasi dari prosedur DSA yang dilakukan oleh Terawan sebagian besar berasal dari testimoni. “Pembuktian melalui testimoni bersifat rentan karena faktor subjektivitasnya besar,” jelas pria kelahiran 1948 itu. Polemik lainnya yang timbul dari prosedur tersebut adalah penggunaan heparin yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan terapeutik, yaitu untuk menyembuhkan pasien stroke.
Yasmin/MA
3
MEDIA
AESCULAPIUS
Headline
“
“Katakanlah kita mendapat suatu berita mengenai efikasi atau keampuhan suatu obat atau terapi, maka itu harus, kita sebagai tenaga kesehatan harus bisa mengkritisi dan masyarakat juga perlu mempertanyakan,” dr. Reyhan Eddy Yunus, SpRad, M.Sc
Terhadap prosedur dari DSA yang tidak sesuai dengan kaidahnya dan juga bukti-bukti penelitiannya yang belum valid, IDI merespons dengan melakukan pemanggilan terhadap Terawan untuk berdiskusi. Tidak ada hukuman yang terlibat dalam pemanggilan ini dan proses dilakukan melalui forum tertutup, yang berarti tidak ada eksposur ke media luar untuk mencegah adanya pencorengan nama baik. Namun, ketidakhadiran Terawan dalam forum tersebut kemudian membuat IDI mempertimbangkan untuk memberikan konsekuensi yang lebih berat. Keputusan untuk menghentikan Terawan dari IDI pun muncul pada tahun 2018 di Muktamar IDI Banjarmasin, tetapi tertunda selama empat tahun. “Keputusan sanksi etik Terawan telah melalui proses profesi dan akademik sehingga harus kita jalani dan hormati bersama,” ucap dr. Reyhan Eddy Yunus, SpRad, M.Sc., Koordinator Penelitian dan Pengembangan Departemen Radiologi FKUI-RSCM. Akan tetapi, dokter lulusan FKUI tahun 2014 ini juga mengungkapkan bahwa untuk merangkul dan mendukung seorang dokter spesialis radiologi yang sedang mengalami kesulitan, PDSRI (Persatuan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia) memberikan sebuah surat keberatan yang memohon pertimbangan kembali pemecatan Terawan pada Muktamar IDI di Banda Aceh. Testimoni, Bukti Valid dalam Penelitian Medis? Salah satu akar permasalahan dari kasus Terawan adalah penerapan hasil penelitian yang melenceng dari prinsip pengobatan berbasis bukti atau evidencebased medicine (EBM). Sesuai dengan namanya, EBM merupakan suatu proses pendekatan medis berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Hasil penelitian seperti metaanalisis dan penelitian dengan randomisasi memiliki tingkat bukti yang tinggi. Tingkat bukti yang paling rendah berdasarkan EBM adalah pendapat para ahli. Testimoni dari pasien, seperti yang digunakan Terawan dalam menerapkan hasil penelitiannya, sejatinya tidak memiliki tempat dalam EBM. Meskipun demikian, bukan berarti testimoni tidak memiliki peran. “Kalau
MEDIA
kita memberikan suatu pengobatan kepada pasien dan ada testimoni, maka ilmuwan yang baik tidak mudah percaya dan menyusun publikasi laporan seri kasus untuk memicu pertanyaan dan rancangan penelitian”, jelas Rianto. Melihat prinsip EBM tersebut, testimoni tidak semestinya dijadikan alat bukti dalam kesehatan. Testimoni juga berpotensi menimbulkan bias karena hanya diungkapkan oleh subjek yang mendapat perbaikan dari prosedur atau terapi tertentu, sedangkan mereka yang tidak mendapatkan perbaikan atau manfaat dari tindakan yang diujikan tidak diikutsertakan dalam testimoni. Alhasil, akan tercipta kesalahan informasi di masyarakat atau kalangan awam yang pada gilirannya berisiko mendapat efek merugikan. “Bias yang terbentuk akan susah dikoreksi dan merupakan penipuan terhadap masyarakat awam. Karena itulah, penelitian yang memiliki metodologi amburadul akan memiliki kesimpulan yang tidak dapat dipegang”, tegas pria yang mendapat gelar spesialis Farmakologi Klinik pada tahun 1994 ini. Temuan baru yang belum terbukti secara ilmiah tidak seharusnya disebarluaskan dan dieksploitasi untuk menghasilkan keuntungan. Meskipun begitu, temuan baru boleh didiskusikan dengan sesama ahli dalam forum tertutup. Hal itu bertujuan untuk mendukung inovasi baru melalui forum diskusi ilmiah yang menampung berbagai masukan dan saran mengenai suatu temuan. Pelajaran dari Pemakzulan Tindakan Terawan terkait prosedur cuci otak berbuah sanksi dari IDI berupa pelepasan keanggotaan. Pelanggaran etik yang dilakukan, seperti mengumumkan dan menerapkan penemuan pengobatan baru yang belum teruji kebenarannya, serta mangkir dari pemanggilan diskusi selama beberapa kali menjadi alasan kuat dibalik keputusan final IDI tersebut pada tahun 2022 ini. Polemik pemakzulan Terawan dapat menjadi pelajaran, terutama bagi tenaga medis tanah air, bahwa inovasi ilmiah dengan tujuan yang diterapkan sesuai kaidah penelitian yang berlaku. Ilmuwan dalam bidang kedokteran di Indonesia sudah sepatutnya menerapkan EBM sebagaimana standar, bukan berdasarkan cara sendiri yang tidak diakui secara luas. Temuan yang dikatakan sebagai karya anak bangsa memang perlu mendapat dukungan, tetapi bukan berarti mengabaikan kaidah ilmiah yang menjadi landasan kesahihan suatu prosedur terapi kesehatan. Di samping itu, masyarakat juga perlu diedukasi bahwa penelitian kesehatan yang sedang ramai dibicarakan belum tentu teruji kebenarannya. “Katakanlah kita mendapat suatu berita mengenai efikasi atau keampuhan suatu obat atau terapi, maka itu harus kita sebagai tenaga kesehatan harus bisa mengkritisi dan masyarakat juga perlu mempertanyakan,” pesan Reyhan. yosafat, cahyadi
AESCULAPIUS
4
Headline
Kolaborasi Lintas Sektor dalam Menggencarkan Penerapan EBM
P
enelitian berbasis bukti menjadi isu yang mencuat semenjak pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI. Metode cuci otak yang diklaim mampu menangani berbagai pasien stroke, nyatanya mendapat tentangan dari komite etik kedokteran. Ketidakjelasan besar sampel dan kelompok pembanding dalam terapi cuci otak dengan metode DSA yang dilakukan seakan tertutupi oleh testimoni keberhasilan dari beberapa pasien yang telah menjalani terapi. Penggiringan opini untuk memasarkan suatu produk obat turut terjadi pada masa pandemi Covid-19. Perusahaan farmasi yang memproduksi Ivermectin, secara sepihak menyatakan bahwa obat cacing tersebut mampu mengatasi Covid-19. Padahal, Badan Pengawas Obat dan Makan Republik Indonesia (BPOM RI) memastikan Ivermectin tidak dapat menjadi obat Covid-19 dan peredarannya hanya sebagai obat antiparasit. Maraknya penggunaan opini publik sebagai landasan temuan medis menjadi keprihatinan beberapa ahli. “Bayangkan rakyat kita yang 270 juta ini akan menggunakan obat seperti makan kacang goreng, padahal obat itu tidak semuanya ramah dan banyak diantaranya memiliki efek samping bahkan kematian,” ujar Rianto. Menurutnya, hanya klaim dengan pembuktian keamanan dan efikasi obat yang baik boleh untuk dipasarkan kepada masyarakat. Para petinggi negara dan pemangku jabatan turut memiliki peran dalam menunjukkan keberpihakannya kepada sains. Kesadaran untuk menghindarkan konflik
kepentingan dalam penerapan EBM serta menghormati kebijakan profesi kedokteran menjadi langkah bijak yang dapat diambil. Sementara itu, masih gencarnya penerapan testimony based medicine di masyarakat menjadi sinyal bahwa penerapan EBM masih terbatas pada dunia akademis saja. “Tantangan EBM di Indonesia adalah masih berkutat di pusat pendidikan seperti RS pendidikan sehingga di luar itu dapat terinfiltrasi seperti penyalahgunaan obat untuk suatu terapi,” tambah Reyhan. Kemenkes RI dan akademisi pun memiliki tanggung jawab untuk menegur dan meluruskan apabila terdapat sesuatu yang salah khususnya terkait bidang kesehatan. Selain itu, mahasiswa dapat terlibat dalam mendukung penerapan EBM melalui kegiatan membaca jurnal, penilaian kritis mengenai suatu temuan, maupun melakukan riset akan suatu isu kesehatan. Dengan begitu, diharapkan terbentuk pemikiran mahasiswa yang kritis dan berorientasi pada kebenaran. Kolaborasi berbagai pihak, baik itu akademisi, industri, maupun pemangku jabatan menjadi bagian integral dalam kemajuan penerapan EBM di Indonesia. Diperlukan pula penguatan sistem yang tidak terbatas hanya sebagai anjuran, tetapi aturan yang mengikat dapat mendorong posisi EBM di masyarakat. Hasilnya, masyarakat dapat menyesuaikan diri dan meletakkan EBM sebagai fondasi yang penting untuk menyaring informasi hoaks maupun pengambilan keputusan medis terkait. cahyadi, yosafat
SKMA untuk Anda!
!
Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya
Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada http://bit.ly/ EvaluasiSKMA21 Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
5
MEDIA
AESCULAPIUS
Asuhan Kesehatan
Operasi LASIK: Alternatif Gangguan Penglihatan Tanpa Kacamata Prosedur LASIK menjadi alternatif bagi pasien dengan rabun jauh maupun dekat tanpa penggunaan kacamata ataupun lensa kontak.
I
stilah hipermetropi, miopia, maupun astigmatisme tentunya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Hipermetropi yang umum dikenal dengan istilah rabun dekat merujuk pada ketidakmampuan untuk melihat benda dalam jarak dekat dengan jelas. Sementara itu, miopia atau rabun jauh merujuk pada ketidakmampuan untuk melihat benda dengan jelas pada jarak jauh. Terakhir, astigmatisme atau biasa disebut dengan mata silinder merupakan gangguan penglihatan yang menyebabkan pandangan kabur dan menyimpang dalam jarak dekat maupun jauh. Penderita penyakit tersebut identik dengan pengguna kacamata ataupun lensa kontak. Akan tetapi, kedua terapi tersebut dapat digantikan oleh tindakan operasi yang disebut dengan laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK). LASIK merupakan operasi yang dilakukan untuk mengoreksi astigmatisme, rabun jauh, atau rabun dekat dengan mengubah bentuk kornea menggunakan laser. Dengan mengubah bentuk kornea, fokus cahaya yang jatuh ke retina juga dapat diatur agar penglihatan kembali normal. Namun, prosedur ini tidak dapat dilakukan untuk mengoreksi gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia seperti presbiopia. Sebelum memulai tindakan operasi LASIK, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan pasien. Pertama, pasien akan bersandar di kursi khusus yang telah disediakan untuk operasi. Di atas kursi tersebut, terdapat excimer laser yang berfungsi sebagai alat untuk melakukan tindakan pada kornea. Setelah itu, sama seperti tindakan operasi pada umumnya, pasien akan diberikan anestesi topikal terlebih dahulu. Operasi LASIK dilakukan dengan posisi mata tetap terbuka. Karena itulah, diperlukan alat bernama spekulum untuk menjaga mata agar tetap terbuka. Setelah persiapan selesai, pasien dapat masuk ke tahap prosedur operasi. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan meletakkan suction ring. Tindakan ini akan menyebabkan penglihatan pasien menghitam karena kornea sedang terangkat dan menipis. Setelah itu, laser atau pisau mikrokeratome akan digunakan untuk membuat suatu lembaran yang dapat dibuka dan ditutup pada kornea. Lalu, lembaran tersebut dibuka
MEDIA
sehingga bagian dalam kornea terlihat. Bagian itulah yang akan dipahat menggunakan excimer laser. Setelah prosedur selesai, lembaran yang dibuka tadi akan menutupi bagian kornea yang sudah dilakukan tindakan dengan excimer laser. Kemudian, bagian tepi dari lembaran akan disatukan dengan bagian lainnya. Namun, perlu diingat bahwa penyatuan ini tidak bersifat kuat karena tidak menggunakan jahitan sehingga rentan terjadinya pergeseran dari lembaran kornea. Ketika prosedur sudah selesai, pasien perlu diberikan edukasi mengenai kebiasaan yang harus dihindari. Salah satu kebiasaan tersebut adalah kebiasaan mengucek mata. Aktivitas ini dapat menggeser lembaran kornea yang sudah dilakukan prosedur. Salah satu cara untuk menghindari kebiasaan ini adalah dengan menggunakan penutup mata transparan. Operasi LASIK dapat menjadi alternatif bagi pasien yang menderita hipermetropi, miopia, dan astigmatisme. Prosedurnya yang cepat dan tidak memerlukan rawat inap dapat menjadi pilihan yang tepat bagi para pasien. Prosedur ini juga dapat membebaskan pasien dari penggunaan kacamata atau lensa kontak untuk mengatasi gangguan penglihatan yang dialami. fadila
AESCULAPIUS
Ilona
/MA
6
MA Info
Kasus Serangan Asma? Tak Lagi Meresahkan! Asma merupakan salah satu penyakit respirasi yang paling umum diderita di dunia. Bagaimana cara menanggulanginya pada kondisi urgen klinis?
A
sma merupakan penyakit inflamasi kronis peak expiratory flow (PEF). PEF dilakukan untuk di saluran pernapasan yang ditandai gejala mengetahui adanya keterbatasan pada kemampuan suara napas mengi, kesulitan bernapas, dan ekspirasi pasien. Ditemukannya variabilitas berlebih batuk. Penyakit ini juga menyebabkan terbatasnya pada fungsi paru (forced expiratory volume atau FEV) kemampuan ekspirasi penderita akibat inflamasi dan juga mendukung diagnosis asma. Perlu diingat bahwa penyempitan pada otot saluran pernapasan. Asma dapat diagnosis asma setelah pemberian controller cenderung dipicu berbagai iritan, seperti infeksi virus, debu, asap, sulit dan perlu dilakukan penurunan dosis untuk perubahan cuaca, serbuk bunga, rambut atau membantu diagnosis pada sebagian pasien. bulu hewan, dan sebagainya. Asma yang tidak terkontrol Asma sangatlah umum serta faktor independen seperti ditemukan. Pada tahun 2019, merokok, riwayat sinusitis, WHO mengestimasi kasus dan infeksi virus berisiko asma dunia mencapai menyebabkan eksaserbasi 262 juta kasus dan asma. Pada kondisi menyebabkan sekitar eksaserbasi asma, 455 ribu kematian. pengobatan empiris Asma seringkali tidak dengan inhaled terdiagnosis pada corticosteroid (ICS) negara dengan ekonomi dan short-acting menengah ke bawah. beta-2-agonist Penderita asma juga (SABA) sebelum rawan memiliki kualitas pemeriksaan PEF hidup yang rendah dapat dilakukan apabila gejala asma dengan catatan mengganggu aktivitas kemungkinan diagnosis sehari-hari. lain lemah. Penanggulangan asma M a n a j e m e n diatur dalam guideline Global eksaserbasi asma akut atau Initiative for Asthma (GINA) 2019. subakut di rumah sakit diawali Fenotipe asma secara klinis meliputi asesmen diagnosis asma dan asma alergi, asma nonalergi, asma late-onset, keparahan gejala. Gejala dikategorikan Chastine/MA asma persisten (diduga akibat remodelling pada menjadi ringan (moderat) apabila pasien masih saluran pernapasan pada kasus asma kronis), dan asma dapat berbicara dalam kalimat dan tidak tampak gelisah, akibat obesitas. denyut nadi 100–120 kali per menit, saturasi oksigen Diagnosis asma pada dewasa diawali dengan 90–95%, dan PEF >50%. Sementara itu, gejala berat memperhatikan gejala tipikal asma pada pasien, yaitu ditandai dengan hanya dapat berbicara kata per kata, suara napas mengi, kesulitan bernapas, rasa tidak tampak gelisah, laju napas >30 kali per menit, denyut nyaman di dada, dan batuk. Gejala asma umumnya nadi >120 kali per menit, saturasi oksigen <90%, dan juga memburuk pada malam atau pagi hari, terjadi PEF ≤50%. Gejala dianggap mengancam jiwa apabila dengan intensitas bervariasi, dan kambuh apabila pasien tampak mengantuk, bingung, atau tidak adanya terpapar iritan atau alergen. Gejala yang mengurangi mengi (silent chest). kemungkinan diagnosis asma di antaranya batuk Manajemen gejala ringan dengan pemberian terisolasi tanpa gejala penyakit respirasi lain, produksi SABA (salbutamol) sebanyak 4–10 puff dengan pMDI dahak kronis, dan dispnea akibat aktivitas. dan spacer setiap 20 menit hingga 1 jam, prednisolone Selanjutnya, perlu dilakukan anamnesis mendetail dengan dosis dewasa 40–50 mg atau dosis anak 1–2 terkait riwayat asma dan pemeriksaan spirometri atau mg/kg (maksimal 40 mg), serta oksigen dengan target
7
MEDIA
AESCULAPIUS
Seremonia saturasi dewasa 93–95% dan anak-anak 94–96%. Pemberian SABA hingga 1 jam diikuti asesmen respons pasien terhadap pengobatan. Apabila kondisi memburuk atau pasien dikategorikan mengidap gejala berat atau mengancam jiwa, perlu dilakukan pemindahan ke fasilitas perawatan akut dibarengi pemberian SABA, ipratropium bromide, oksigen, dan kortikosteroid sistemik. Apabila kondisi pasien dengan gejala ringan membaik, perlu dilakukan asesmen dan persiapan
pemulangan pasien. Asesmen pemulangan meliputi perbaikan gejala, tidak diperlukannya pemberian SABA, serta perbaikan PEF (>60–80%) dan saturasi oksigen (>94%). Persiapan pemulangan meliputi pemberian reliever sesuai kebutuhan, inisiasi konsumsi atau meningkatkan dosis controller, pengecekan teknik inhaler dan kepatuhan, pemberian prednisolone lebih lanjut selama 5–7 hari untuk dewasa dan 3–5 hari untuk anak-anak, serta follow-up dalam 2–7 hari untuk dewasa dan 1–2 hari untuk anak-anak. sofia
Seremonia Kenali Lebih Jauh Hemofilia
D
alam rangka memperingati hari Hemofilia Sedunia yang jatuh pada tanggal 17 April 2022, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengadakan acara Tanya IDAI yang digelar secara daring dengan topik “Yukkk Kenali Lebih Jauh Hemofilia”. Acara ini diselenggarakan pada 14 April 2022 dan dapat disaksikan melalui live Instagram IDAI (@idai_ig). Diskusi dan sesi tanya jawab yang menghadirkan narasumber ahli serta pasien hemofilia ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat seputar hemofilia yang tergolong sebagai penyakit langka. dwi
Sumber: Instagram Ikatan Dokter Anak Indonesia
Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT
Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, ASMIHA 2018, AFCC-ASMIHA 2019, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 0858-7055-5783 (SMS/Whatsapp)
MEDIA
AESCULAPIUS
8
Konsultasi
Cermati Penggunaan Antijamur pada Anak Pertanyaan Di lapangan, banyak kasus pada anak dengan gatal dan ruam kemerahan dengan kecurigaan mengarah pada infeksi jamur. Namun, masih belum bisa ditegakkan karena kondisi klinis belum jelas dan bisa mengarah juga pada dermatitis. Pada FKTP, banyak yang belum menunjang pemeriksaan jamur. Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk kami terapkan sebagai dokter umum di FKTP, mengingat untuk kasus infeksi jamur tidak bisa diberikan terapi kortikosteroid dan sebaliknya (kasus dermatitis tidak dapat sembuh dengan antijamur), termasuk terapi pada anak usia < 2 tahun dengan infeksi jamur, mengingat terdapat kontraindikasi pemberian pada usia tersebut. –dr. F
Jawaban
I
nfeksi jamur (mikosis) kulit cukup sering ditemui, terutama tiga jenis: dermatofitosis, kandidiasis, dan panu. Gejala klinis infeksi jamur hampir serupa dengan dermatitis, yaitu ruam kemerahan dan gatal. Dermatitis atau dapat disebut juga dengan eczema adalah radang kulit dengan pencetus yang beragam, diklasifikasikan menjadi dermatitis atopik, kontak, seboroik, dan statis. Di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan segala keterbatasan yang ada, dokter ditantang untuk mendiagnosis dan mengobati pasien dengan cermat. Dalam hal ini, anamnesis menjadi kunci utama. Terutama untuk menatalaksana penyakit kulit pada anak, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara komprehensif guna mendiferensiasikan infeksi jamur dengan dermatitis. Keduanya dapat dibedakan dengan mudah dari awitan gejala klinis penyakit. Awitan gejala dermatitis umumnya lebih lama dibandingkan dengan infeksi jamur, kecuali pada
9
MEDIA
dermatitis kontak yang terjadi secara akut. Selain itu, informasi mengenai genetik juga perlu digali. Kebiasaan higiene pasien pun dapat menjadi petunjuk. Pasien dengan dermatitis justru cenderung pembersih dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, panu paling mudah dibedakan. Sesuai dengan namanya, yaitu Tinea versicolor, bercak panu pada ras kulit gelap akan berwarna gelap—dapat berprogres menjadi warna keputihan. Sedangkan, pada ras kulit putih bercak panu berwarna kemerahan. Perhatikan juga tempat predileksi untuk mikosis karena terdapat ciri khas masing-masing. Pada FKTP, seringkali pasien datang dengan penyakit kulit tidak menjadi perhatian utama karena berasumsi penyakitnya belum vital bagi dirinya. Padahal, hal sepele itulah yang justru sering terlewatkan dan berakibat pada penggunaan obat yang lebih berisiko. Misalnya, penyakit kulit yang awalnya dapat sembuh hanya dengan obat topikal akibat diabaikan menjadi harus diobati dengan obat sistemik yang memerlukan beberapa konsiderasi. Oleh karena itu, intervensi dini diperlukan bila terdapat kecurigaan pada penyakit kulit mikosis atau dermatofitosis. Penggunaan antijamur pada anak maupun dewasa umumnya tergolong relatif aman dan tidak terdapat kontraindikasi, terlebih pada antijamur topikal. Namun, patut digarisbawahi bahwa pemberian antijamur non-topikal, terutama secara oral untuk penyakit kulit sistemik pada anak usia kurang dari 2 tahun harus dirujuk pada dokter spesialis kulit. Di samping itu, penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan untuk infeksi jamur karena jamur justru dapat berkembang lebih hebat sehingga menimbulkan Tinea incognito, yaitu infeksi jamur yang manifestasi klinisnya tidak menyerupai mikosis maupun dermatitis. Timbulnya Tinea incognito menjadi penanda telah terjadi salah pengobatan. Untuk mikosis jenis dermatofitosis, pilihan obat
Stella/MA
AESCULAPIUS
Konsultasi Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya. topikal terdapat golongan azol (ketokonazol 200 mg/ hari dan trakonazol 200 mg/hari selama 2 minggu) dan terbinafin (250 mg/hari selama 2 minggu), serta obat oral griseofulvin 2 x 50 mg/hari dan dosis anak lebih dari 12 tahun 10mg/kgBB/hari untuk fine particle atau 5 mg/kgBB/hari untuk ultramicrosize. Waktu terapi bergantung letak lesi yang berkisar antara 2—4 minggu dan 8 minggu untuk tinea kapitis. Sedangkan, pengobatan kandidosis topikal dapat menggunakan mikonazol dan oral menggunakan azol. Selain itu, rekomendasi pengobatan topikal untuk tinea versicolor adalah ketokonazol 2% atau selenium sulfida 1,8% dan obat sistemik yaitu itrakonazol dosis 200 mg untuk 7 hari atau 100 mg untuk 10 hari. Apabila terdapat keraguan saat diagnosis yang berujung pada rancunya opsi pengobatan, dokter umum di FKTP dapat memilih obat dengan risiko terendah terlebih dahulu, yaitu anti jamur topikal. Jika tidak terdapat perubahan kondisi pasien dalam seminggu berikutnya, pasien kemungkinan mengalami dermatitis dan berikanlah tata laksana yang sesuai. Baik pengobatan mikosis maupun dermatitis sebaiknya mengutamakan topikal, terutama jika persentase bagian terdampak di bawah 3%. oriana
Narasumber Dr. dr.Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK (K)
JASA TERJEMAHAN DAN PEMBUATAN BUKU Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Kami juga menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.
MEDIA
AESCULAPIUS
10
Advertorial
Ortokeratologi, Solusi Mata Minus tanpa Kacamata dan Operasi Lasik Punya miopia tapi ingin beraktivitas normal tanpa kacamata atau operasi? Siapa takut!
M
iopia merupakan salah satu jenis kelainan refraksi mata yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kelainan refraksi ini menyebabkan penderitanya sulit untuk melihat objek jarak jauh. Metode yang paling umum digunakan untuk menangani kondisi ini ialah dengan memberikan lensa negatif, baik dalam bentuk kacamata ataupun lensa kontak lunak (soft lens). Bagi pasien yang tidak ingin menggunakan metode ini, dokter dapat menawarkan pilihan operasi lasik untuk membentuk kembali struktur kornea. Meski demikian, tidak semua pasien ingin atau dapat memenuhi syarat operasi lasik. Dalam kondisi tersebut, dokter mungkin perlu menawarkan alternatif koreksi lainnya, yaitu dengan memberikan lensa ortokeratologi. Ortokeratologi, sering disebut pula dengan ortho-k, merupakan sebuah metode non-operatif yang dapat dipilih bagi pasien miopia yang tidak ingin menggunakan kacamata atau soft lens dalam kesehariannya. Ortho-k sendiri merupakan lensa kontak yang bersifat agak keras (hard lens) yang permeabel terhadap gas, seperti oksigen, sehingga kesehatan mata tetap terjaga. Berbeda dengan soft lens, ortho-k hanya perlu digunakan pada malam hari selama tidur. Lensa yang sedikit kaku ini akan membentuk kembali kornea pasien miopia yang umumnya memiliki kelengkungan lebih besar dibanding mata normal. Prinsip penggunaan metode ini ialah dengan menurunkan kekuatan refraksi mata dengan cara mendatarkan bagian sentral dari kornea. Pemakaian Ortho-K sepanjang malam akan membantu menurunkan kelengkungan kornea. Kornea yang telah dibentuk sedemikian rupa tersebut akan bertahan selama beberapa waktu sehingga pasien dapat melihat normal tanpa menggunakan alat bantu penglihatan selama beraktivitas. Selain pada dewasa, ortho-k juga dapat menjadi pilihan koreksi miopia pada anak-anak. Bagi anak yang tidak ingin menggunakan kacamata, Ortho-k menjadi
11
MEDIA
pilihan pertama karena operasi lasik belum dapat dilakukan sampai seseorang berusia 18 tahun. Selain itu, penggunaan lensa jenis ini disebut dapat memperlambat progresivitas miopia anak. Penggunaan ortho-k sendiri juga tidak dibatasi umur tertentu sehingga dapat digunakan segala usia. Ortho-k memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan metode koreksi lainnya. Pertama, ortho-k merupakan alternatif koreksi non-invasif sehingga disebut relatif lebih aman dibanding tindakan bedah. Selain itu, metode jenis ini mungkin dapat mencegah terjadinya ketidaknyamanan, seperti gejala mata kering, yang dapat terjadi akibat penggunaan soft lens selama beraktivitas. Kelebihan lainnya adalah hasil dari ortho-k tidak bersifat permanen, jadi pasien dapat menghentikan ataupun mengganti metode koreksi jika dirasa tidak sesuai. Meski begitu, penggunaan lensa ortho-k dinilai memiliki beberapa kekurangan, seperti meningkatkan risiko keratitis apabila higienitas lensa tidak terjaga. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mendapat lensa yang sesuai dengan kondisi kelainan refraksi juga terbilang lama dengan kesuksesan terapi yang mungkin bervariasi antar pasien. Selain itu, hasil ortho-k yang bersifat reversibel membuat pasien harus rutin menggunakannya agar kornea tidak kembali ke bentuk semula. Kekurangan inilah yang perlu diperhatikan sebelum meresepkan lensa ortho-k pada pasien. Dari penjelasan di atas, Ortho-k memang dapat menjadi alternatif pada pasien miopia yang tidak menginginkan penggunaan alat bantu penglihatan atau tindakan operasi. Penggunaan lensa ini tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan metode koreksi lainnya. Perlu diperhatikan bahwa hasil yang didapatkan pada setiap pasien mungkin berbeda. Karena itulah, diperlukan komunikasi yang baik antara dokter-pasien agar dapat menemukan metode koreksi terbaik yang sesuai dengan preferensi pasien. nada
AESCULAPIUS
Tips & Trik
Belajar Jenius Memasang Infus Memasang infus bukan lagi perkara yang sulit.
P
emasangan infus adalah salah satu keterampilan di bawah daerah tersebut, kemudian pasang karet yang perlu dikuasai oleh tenaga kesehatan. pembendung di dekat pembuluh vena yang akan ditusuk. Penyaluran cairan dengan metode intravena ini Sebelum menusuk pembuluh vena, lakukan desinfeksi bertujuan untuk mencegah dehidrasi, mempertahankan permukaan kulit menggunakan kapas alkohol. keseimbangan cairan tubuh atau volume darah, Dengan jari tangan kiri, tegangkan kulit diatas vena juga untuk distribusi obat jalur pembuluh darah. yang akan ditusuk agar vena tidak mudah bergerak. Pemasangan infus harus dilakukan sesuai prosedur agar Ambil kanula intravena yang sudah dipersiapkan dengan tidak menyebabkan komplikasi berupa iritasi tangan kanan, lalu tusuk ke vena dengan atau peradangan, infeksi, emboli udara, posisi lubang jarum menghadap ke dan sebagainya. atas. Darah akan mengalir dan Sebelum mempersiapkan terlihat pada ujung jarum peralatan, cuci tangan terlebih jika jarum berhasil masuk dulu mengikuti panduan ke pembuluh vena. 6 langkah cuci tangan Introduser dari kanula yang ditetapkan oleh intravena ditarik ke WHO. Setelah itu, belakang sambil periksa kelengkapan mendorong seluruh alat-alat yang terdiri kanula berada dari sarung tangan, di bawah kulit. kanula intravena, Lepaskan karet cairan infus, selang pembendung vena infus, kapas alkohol, dan keseluruhan alat pembendung vena, i n t r o d u s e r kain pengalas, kassa sambil melakukan steril, antiseptik, plester, penekanan pada ujung gunting verband, standar kanula vena supaya infus, serta bengkok untuk darah tidak mengalir. meletakkan peralatan bekas. Pasang ujung selang Buka penutup botol cairan infus pada pangkal kanula infus dan lakukan desinfeksi pada dengan kuat sambil membuka karet botol, kemudian gantungkan pada kunci selang infus dan pastikan tidak Irin/MA standar infus. Ambil selang infus dan lakukan ada sela udara antara cairan infus dan darah. Bila penguncian sebelum ditusukkan pada botol infus. tetesan lancar, fiksasi pangkal kanula dengan plester Tekan botol untuk mengisi sepertiga tabung tetesan dan beri kasa betadin pada daerah tusukan, kemudian selang infus. Buka kunci selang infus, lalu arahkan ujung tutup dengan kasa steril. Hitunglah tetes cairan sesuai selang ke atas dan alirkan cairan sampai dipastikan dengan kebutuhan. Terakhir, lepaskan sarung tangan, tidak ada udara lagi di selang infus. rapikan peralatan, serta cuci tangan. Setelah mempersiapkan cairan infus, arahkan Demikian tata cara pemasangan infus, lakukan pasien untuk berbaring pada kasur. Gunakan sarung langkah-langkah pemasangan infus dengan hati-hati tangan, lalu carilah lokasi pembuluh vena yang cukup agar tidak menyakiti pasien. Pastikan bahwa pasien besar pada tangan pasien dan letakkan kain pengalas merasa nyaman dengan infus yang telah terpasang. savira
MEDIA
AESCULAPIUS
12
Arbeb
Olahraga Menggunakan Masker, Apa Efeknya?
M
Ternyata, penggunaan masker saat berolahraga berat dapat menyebabkan rebreathing CO2
A
/M
yn
MEDIA
erl
13
substantial. Alhasil, tercipta lingkungan hipoksia untuk semua organ vital. Berkurangnya ketersediaan O2 dan CO2 akan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, meskipun pada beban kerja yang rendah. Perubahan fisiologis ini dapat meningkatkan tekanan aorta dan tekanan ventrikel kiri, yang menyebabkan peningkatan beban jantung dan kebutuhan koroner. Peningkatan beban pernapasan lebih lanjut terhadap “pernapasan katup” menyebabkan peningkatan beban otot pernapasan dan tekanan arteri pulmonalis yang dapat menambah beban jantung. Perubahan ini mungkin tidak terlalu tampak pada individu yang sehat selama berolahraga. Namun, pada orang dengan penyakit kronis, perubahan ini dapat memperburuk penyakit yang mendasarinya. Selain itu, salah satu efek penggunaan masker ketika berolahraga berat, yaitu hipoksia hiperkapnia juga bisa mengurangi aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus yang menimbulkan risiko penurunan fungsi ginjal. Selain itu, disfungsi otonom dan penurunan respon imun dapat meningkatkan zat inflamasi yang mengakibatkan nefritis umum pada pasien gagal ginjal kronis. Selain itu, aliran arteri ginjal yang buruk menyebabkan hipoksemia pada nefron yang memperpanjang patofisiologi fungsi ginjal yang buruk. Berdasarkan jurnal “Effects of Wearing Facemasks on the Sensation of Exertional Dyspnea and Exercise Capacity in Healthy Subjects” oleh Fukushi I, et al (2021), tidak terdapat perbedaan denyut nadi yang signifikan pada seseorang yang berolahraga dengan intensitas rendah dan sedang dengan menggunakan masker medis, masker kain, dan tanpa masker. Namun, saat melakukan olahraga dengan intensitas berat, terdapat perbedaan yang cukup besar pada seseorang yang mengenakan masker dengan yang tidak memakai. Pemakaian masker tidak memperburuk sesak napas selama olahraga ringan hingga sedang tetapi memperburuk selama olahraga berat. savira Sh
asa pandemi tidak dapat menghalangi keinginan seseorang untuk tetap aktif dalam berolahraga atau melakukan aktivitas fisik. Masker medis ataupun kain menjadi andalankala berolahraga di luar ruangan untuk mencegah penularan virus COVID-19 dari sekitar. Namun, penggunaan masker pada saat beraktivitas fisik terutama intensitas berat dapat menimbulkan efek yang kurang baik bagi tubuh. Berolahraga dengan masker yang ketat dapat menyebabkan terjadinya hipoksia hiperkapnia, yaitu pertukaran oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) yang tidak memadai. Metabolisme otot sangat tergantung pada suplai oksigen dan pertukaran karbon dioksida dengan atmosfer. Selama latihan intensitas berat, metabolisme anaerobik mendominasi dan membutuhkan pasokan oksigen yang cukup besar setelah berhenti beraktivitas untuk konversi asam laktat. Masker membentuk sirkuit tertutup untuk udara inspirasi dan ekspirasi meski tidak sepenuhnya kedap udara. Peningkatan tahanan jalan napas akibat masker menyebabkan peningkatan kerja pernapasan dengan peningkatan konsumsi dan permintaan oksigen, baik otot pernapasan maupun jantung. Udara ekspirasi yang kembali terhirup dapat meningkatkan konsentrasi CO2 arteri dan meningkatkan intensitas keasaman dalam lingkungan asam yang bisa menyebabkan banyak perubahan fisiologis saat berolahraga dengan masker. Dengan demikian, individu yang berolahraga dengan menggunakan masker akan memiliki efek fisiologis seperti ketidaknyamanan, kelelahan, pusing, sakit kepala, sesak napas, kelemahan otot, dan kantuk. Selanjutnya, saturasi hemoglobin yang buruk dapat terjadi karena peningkatan tekanan parsial CO2 pada intensitas latihan yang lebih tinggi. Lingkungan asam ini akan melepaskan O2 lebih cepat pada tingkat otot. Namun, detak jantung yang lebih tinggi dan penurunan afinitas pada alveolar junction menyebabkan tekanan parsial O2 akan turun secara
AESCULAPIUS
Kolom Umum
Selembar Surat Pengobat Kerinduan Menunggu jawaban dalam coretan kata-kata
P
agi hari itu terasa sangat cerah. Matahari bersinar bak tersenyum membawa sejuta kebahagiaan. Pelan-pelan kulangkahi anak tangga menuju puncak panggung perjuanganku. Walau kakiku agak bergetar, aku berjalan tegap sebab inilah kebanggaanku. Tangan kananku membawa selembar surat berisikan untaian tinta yang begitu berharga di hidupku. Lambailambai tangan dan seruan selamat turut meramaikan suasana. Raut wajahku memang terlukis bahagia tetapi batinku merasa duka. Aku, seorang mahasiswa jurusan teknik mesin yang berjuang di tengah revolusi bangsa. Negaraku kacau balau sebab pendidikan tinggi hanya terbuka untuk anak-anak pejabat. Akan tetapi, hal ini bukanlah penghalang untuk menuntut ilmu di luar negeri. Semua berawal dari ayahku, seorang pelaut, yang kerap bercerita tentang panorama indah yang terselimut di setiap tempat yang ia jelajahi. Aku terkagum dengan ceritanya, “Seindah itukah negeri orang?” gumamku. Tahun demi tahun berlalu. Aku beranjak dewasa dan memilih nasib untuk kuliah di Jerman. Kala itu, kedua orang tuaku merelakan anaknya untuk berpisah raga dan jarak dengannya meski sementara. Setiap bulan, kami saling berbalas surat untuk menanyakan kabar. Rinduku terobati oleh setiap kata yang tertuang pada surat. Selama di tanah perantauan, aku menyewa sebuah kamar kecil milik sepasang suami istri berusia senja yang telah kuanggap sebagai keluarga. Setiap malam, kubuka jendela kamar demi mengagumi keindahan di tengah kegelapan. Angin-angin berlarian membawa hawa sejuk, menyegarkan pikiran yang telah diisi kelelahan. Ku duduk di atas kursi yang bercorakkan bunga mawar, kuamati bintang-bintang berjejer membentuk rasi keindahan. Dalam hati ku terpukau, “Inikah salah satu dari banyak keindahan yang pernah ayah ceritakan?”. Hari demi hari telah berlalu, suka dan duka sudah menjadi asupan hari-hariku. Saatnya pun tiba, aku mengakhiri masa belajarku di sini sebab minggu depan aku akan diwisuda. Ku ambil pena, kutuliskan pesan ke rumah, “Ayah, ibu, anakmu telah tuntas tugasnya. Bagaimana kabar kalian di sana? Tunggulah aku pulang, membawa kebanggaan.” Tak berselang lama, melalui jendela kulihat seorang kurir mengantarkan surat di depan pintu
MEDIA
Dwi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Tingkat II Universitas Indonesia
rumah. Heran rasanya, baru seminggu kukirimkan surat untuk orangtuaku. Segera ku sobek bungkusan amplop itu, kubentangkan lipatan surat itu di atas meja. Sedikit demi sedikit kubaca dalam hati isi surat itu, “Nak, ayahmu telah tiada. Ibu harap kamu dapat menerimanya dengan ikhlas. Doakan dia, jangan lupakan pesan yang pernah ia titipkan padamu. Jadilah pribadi yang tangguh di luar sana. Taklukkan semua rintangan yang kau hadapi, apapun itu. Kembalilah ke rumah dengan rasa bangga.” Air mataku menetes, hatiku hancur setelah membaca surat itu. Padahal, aku berpikir sebentar lagi akan berjumpa dengan mereka. Sejak saat itu, ku isi hari-hariku dengan doa, “Tuhan, tanpa mereka, aku bukanlah apa-apa. Mengapa engkau menjemputnya di saat aku sedang bahagia? Aku ingin melihat dia tersnyum bangga melihat aku berhasil.” Rasaku kini bercampur aduk, apakah aku bahagia merayakan kelulusanku atau larut akan duka kehilangan. Akhirnya hari itu tiba, namaku disebut sebagai lulusan terbaik, hatiku bergetar mendengarnya. Andai saja ayah masih ada, pasti kuceritakan keindahan petualangan keberhasilanku. Aku naik ke atas panggung, memberikan pidato, serta mengucap syukur. Dalam hati aku berkata “Ayah, Ibu, anakmu telah berhasil di sini. Aku segera pulang.” dwi
AESCULAPIUS
14
Suara Mahasiswa
Urgenkah Siswi Sekolah Dasar Memperoleh Vaksinasi HPV? Ramai dipertanyakan mengapa bukan orang dewasa yang menjadi target utama, apakah pemerintah keliru dalam menentukan prioritas penerima vaksin HPV?
Foto: dokumen MA
Nayla Hayyin
Member of Standing Committee on Sexual and Reproductive Health and Rights Including HIV&AIDS (SCORA) CIMSA UI
P
ada pertemuan dengan diaspora kesehatan Indonesia bulan April silam, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menambah tiga jenis vaksin baru ke dalam program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Vaksin Human papillomavirus (HPV) menjadi salah satu imunisasi rutin yang diwajibkan bersama dengan pneumococcal conjugate vaccine (PCV) dan vaksin rotavirus. Jenis vaksinasi tambahan ini dapat diperoleh gratis dan akan diwajibkan secara efektif pada tahun 2023 mendatang. Kementrian Kesehatan RI menargetkan pemberian vaksin HPV kepada 889.813 anak sekolah dasar pada kelompok usia kelas 5 hingga 6. Kanker serviks sendiri menduduki peringkat kedua dalam kategori jenis kanker yang paling umum diderita oleh perempuan Indonesia. Berdasarkan data The International Agency on Research on Cancer (IARC) WHO, jumlah perempuan yang didiagnosis kanker leher rahim diestimasikan sejumlah 36.633 jiwa dengan 21.003 kematian setiap tahun. Angka penyintas kanker serviks dapat dieliminasi dengan beragam upaya pencegahan seperti vaksinasi dan skrining. Berdasarkan uji klinis, vaksin HPV Gardasil 9 menyediakan proteksi dengan efektivitas mendekati 100% terhadap 9 tipe HPV, termasuk tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab utama kanker serviks. Pencegahan primer memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan kuratif sehingga vaksinasi HPV dicanangkan menjadi intervensi kesehatan pada program imunisasi nasional tahun depan. Akan tetapi, sasaran program vaksinasi HPV banyak menuai tanda tanya dari masyarakat Indonesia.
15
MEDIA
Tidak sedikit yang berpandangan bahwa pemberian vaksin HPV untuk usia anak sekolah merupakan hal siasia lantaran belum memasuki usia aktif secara seksual. Seperti yang diketahui, risiko kanker leher rahim akan semakin meningkat ketika seorang perempuan telah melahirkan beberapa kali atau mengonsumsi obatobatan kontrasepsi seperti pil KB. Mengingat biaya vaksinasi HPV mandiri yang relatif tinggi, yakni sebesar Rp750.000,00 hingga Rp1.300.000,00 untuk setiap dosis, beberapa pihak menyesalkan belum tersedianya vaksinasi HPV gratis bagi kalangan dewasa. Dalam menanggapi hal ini, Budi Gunadi menuturkan bahwa efikasi vaksin HPV akan semakin efektif jika diberikan sejak belia. Pernyataan beliau diperkuat dengan usia rekomendasi WHO, yaitu anakanak berumur 9-14 tahun. Untuk pencegahan primer yang optimal, vaksin HPV perlu diberikan sebelum anak terekspos dengan aktivitas seksual yang notabene menjadi salah satu faktor risiko kanker serviks. Oleh karenanya, mempertimbangkan kemangkusan dan kesangkilan baik waktu serta biaya, program vaksinasi HPV gratis ini baru disediakan untuk anak perempuan sekolah dasar. Isu lain yang turut mengiringi program vaksinasi HPV ini berkaitan erat dengan efek samping vaksin yang mungkin terjadi. Selain mual dan demam, beredar pula informasi bahwa vaksin HPV dapat menyebabkan menopause dini hingga kemandulan pada anak. Kabar ini telah menjadi isu klasik yang memantik keresahan masyarakat dalam menyikapi vaksin satu ini. Meskipun demikian, belum pernah ada bukti sahih yang menunjukkan bahwa vaksin HPV dapat menyebabkan infertilitas atau menopause dini. Selain itu, tidak ditemukan asosiasi antara vaksinasi HPV dengan menopause prematur pada perempuan yang telah memperoleh vaksin HPV. Kekeliruan ini telah diklarifikasi oleh pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes, Prima Yosephine. Kebijakan penambahan jenis vaksin wajib menjadi inovasi yang bermakna bagi sejarah penanggulangan kanker serviks di Indonesia. Akan tetapi, beragam miskonsepsi yang hadir barangkali menjadi sebuah pengingat bahwa pencegahan primer melalui vaksinasi perlu diselaraskan pula dengan upaya sosialisasi dan edukasi yang linear. Selain berorientasi kepada pemangkasan jumlah kasus dan angka kematian akibat kanker serviks, program vaksinasi HPV perlu mempertimbangkan aspek psikososial, spiritual, hingga kultural yang berkembang dalam masyarakat. Meskipun baru menjaring sasaran anak usia sekolah dasar di Provinsi DKI Jakarta dan Bali, kebijakan program vaksin HPV gratis sudah membuka pintu baru bagi gerakan pencegahan serta penatalaksanaan kanker serviks yang lebih inklusif di tanah air. nayla
AESCULAPIUS
Arbeb
Workout dari Rumah? Siapa Takut
W
Workout dari rumah menjadi alternatif bagi penggemar olahraga di zaman pandemi.
orkout atau yang biasa disebut sebagai olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang secara terstruktur dan mengeluarkan banyak energi sehingga mencapai berbagai manfaat. Manfaat yang dapat diperoleh meliputi berat badan yang terkontrol karena kalori terbakar. Manfaat kedua adalah olahraga dapat meningkatkan jumlah kolesterol baik, high density lipoprotein (HDL), di dalam tubuh. Peningkatan HDL dapat menurunkan risiko sejumlah penyakit, seperti hipertensi, stroke, diabetes, dan sindrom metabolik lainnya. Manfaat lain dari olahraga tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga secara psikis. Olahraga terbukti dapat meningkatkan mood seseorang. Olahraga juga dapat meningkatkan kesehatan jantung. Selain itu, olahraga dapat mengatasi kesulitan tidur. Dengan mempertimbangkan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dengan berolahraga, World Health Organization (WHO) menyarankan aktivitas fisik pada berbagai kelompok usia dengan jenis dan durasi yang berbedabeda. Pada anak-anak yang berusia 5-17 tahun, WHO merekomendasikan aktivitas fisik sedang hingga berat selama 60 menit setiap harinya dan aktivitas fisik berat serta penguatan tulang dan otot sebanyak tiga kali per minggu. Pada kelompok usia dewasa, aktivitas fisik sedang yang disarankan adalah selama 150 hingga 300 menit atau aktivitas fisik berat selama 75 hingga 150 menit atau kombinasi keduanya dalam satu minggu. Pada kelompok lansia, aktivitas fisik sedang yang disarankan selama 150 hingga 300 menit atau aktivitas fisik berat selama 75 hingga 150 menit atau kombinasi keduanya dalam satu minggu. Agar mencapai manfaat maksimal yang dapat diperoleh, rekomendasi WHO sepatutnya dijalankan. Akan tetapi, kondisi pandemi terkesan menghalangi kemampuan seseorang untuk melaksanaan aktivitas fisik; terutama bagi Anda yang sudah terbiasa pergi ke tempat tertentu untuk berolahraga, seperti pusat kebugaran. Dengan adanya pandemi, Anda tidak bisa pergi ke pusat kebugaran anda seleluasa sebelumnya. Namun, Anda tidak perlu khawatir! Anda masih tetap dapat memenuhi kebutuhan aktivitas fisik anda dari rumah.
MEDIA
Dengan adanya kemajuan teknologi, Anda dapat mengakses berbagai informasi dengan mudah melalui internet. Saat ini, banyak aplikasi workout yang tersedia di Internet dan dapat diunduh secara gratis. Anda dapat mengikuti aplikasi tersebut dan mulai menjadikannya rutinitas anda. Selain itu, Anda juga dapat dipimpin dalam melakukan workout melalui video yang dapat di akses di platform YouTube. Anda dapat menonton video-video yang tersedia dan memilih durasi serta intensitas yang Anda inginkan. Selain menggunakan informasi yang ada di Internet, Anda juga dapat membeli alat-alat olahraga yang dijual secara bebas di rumah dan menggunakannya secara teratur. Berdasarkan penjelasan pada paragraf di atas, dapat disimpulkan bahwa olahraga dari rumah dapat dilakukan dengan mengikuti informasi atau video yang ada di internet atau menggunakan alat olahraga di rumah. Namun, manakah yang lebih efektif ? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Roberts et al, menyatakan bahwa terdapat penurunan berat badan, lemak, dan tekanan darah serta lingkar lengan, pinggang, pinggul, dan paha pada latihan yang dilakukan selama 12 minggu. Pada penelitian tersebut, setiap subjek diminta untuk melakukan aktivitas fisik yang dipandu melalui aplikasi video dengan durasi tiga kali tiap minggunya dan waktu setiap pertemuan selama 30 menit. Auvan/MA Selain itu, penelitian ini juga mengkaji efek dari penggunaan metode olahraga yang sama, tetapi dengan tambahan penggunaan treadmill dan dumbbell serta durasi olahraga selama 25 hingga 50 menit. Pada kelompok ini, didapatkan hasil penurunan yang sama seperti kelompok sebelumnya, tetapi disertai dengan penurunan lean body mass dan lean tissue mass. Olahraga dapat dilakukan dimana saja, seperti di rumah. Pandemi seharusnya tidak menjadi batasan dalam melakukan aktivitas fisik karena ada banyak fasilitas yang tersedia di internet dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung aktivitas fisik di rumah. Anda masih dapat memperoleh manfaat kesehatan seperti penurunan tekanan darah dan lemak dengan melakukan workout secara teratur di rumah. Yuk, biasakan! fadila
AESCULAPIUS
16
Suka Duka
Mendalami Ilmu Akupuntur Medik: Mengapa Tidak?
I
Menjadi seorang klinisi tidak menghalanginya untuk berkontribusi bagi kesehatan masyarakat
lmu kedokteran merupakan ilmu yang senantiasa berkembang, termasuk salah satunya cabang ilmu kedokteran akupuntur medik pada beberapa tahun terakhir. Menekuni ilmu pengetahuan yang tergolong baru tentu memberi kesan dan tantangan, tak terkecuali bagi dr. Sri Wahdini, M. Biomed, Sp. Ak yang kini aktif berpraktik sebagai spesialis akupuntur medik di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dan Rumah Sakit Siaga Raya. Sri juga aktif bekerja sebagai staf Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Keputusan Mengambil Spesialisasi Perjalanan Sri mengambil spesialisasi akupuntur medis awalnya tak terduga. Sri lulus sebagai dokter umum dari FKUI pada tahun 2005. Selayaknya dokter umum yang baru lulus di zaman tersebut, Sri sedang menunggu penempatan program Pegawai Tidak Tetap (PTT) sembari memetakan rencana kariernya. Dalam sela waktu tersebut, Sri melihat promosi kursus akupuntur yang memiliki kelas dasar dan lanjutan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Ia pun mendaftarkan diri untuk menambah keahlian saja tanpa terpikir untuk fokus di bidang tersebut. Melalui kursus ini, ia mulai mengantongi ilmu akupuntur sebelum mengikuti program PTT. Selesai PTT, Sri melanjutkan pendidikan Magister Biomedik dan lulus pada tahun 2010. Perempuan berkacamata ini juga aktif mengajar sebagai staf Departemen Parasitologi FKUI. Pada tahun 2013, Sri yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di RSUI diharuskan untuk kembali aktif menjalani praktik sebagai dokter. Hal ini membuatnya berusaha mencari spesialisasi yang sesuai dengan kesibukan Sri, yakni sebagai ibu bagi kedua anaknya yang masih dalam masa tumbuh kembang dan tanggung jawabnya sebagai staf pengajar. Pilihan Sri akhirnya jatuh pada akupuntur medik. Keputusan tersebut didasari oleh spesialisasi akupuntur medik yang tidak memiliki kasus emergensi, jadwal praktik yang teratur, serta bekal yang ia miliki sebelumnya. Suka dan Duka dalam Berpraktik Akupuntur Medik Bagi Sri, salah satu hal yang menarik dari dunia akupuntur medik adalah beragamnya kalangan praktisi yang terlibat , mulai dari dokter spesialis, dokter umum yang mengambil kursus formal maupun informal,
17
MEDIA
A
M
a/
ell St
hingga kalangan nonmedis. Sayangnya, kalangan praktisi di lapangan tersebut masih belum diregulasi secara rapi. Tak hanya itu, informasi mengenai akupuntur medik bagi masyarakat juga masih sangat terbatas sehingga kebanyakan dari mereka belum mengetahui tentang spesialisasi ini. Akibatnya, akupuntur yang terlintas di benak masyarakat awam adalah akupuntur yang dilakukan kalangan nonmedis. Tenaga kesehatan pun ternyata masih banyak yang belum mengetahui tentang manfaat dari terapi akupuntur medik. Akupuntur medik sendiri menjadi terapi efektif utamanya pada kasus nyeri kronis. Menurut dokter lulusan FKUI ini, efek pengurangan nyeri langsung terasa dan pasien dapat mengurangi konsumsi obat pereda nyeri. Manfaat lainnya juga dapat mengatasi penyakit neurologis, masalah kulit, kecantikan, hingga program bayi tabung. Di sisi lain, mengingat pasien umumnya memiliki penyakit kronis dan terapi jangka panjang, biaya yang harus dikeluarkan pasien tidak murah. Sayangnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih belum menanggung terapi akupuntur medik. Hal ini menjadi kendala bagi beberapa kalangan pasien dalam menjalani terapi. Ruang yang Luas untuk Berkembang Dengan segudang manfaatnya, tentu Sri berharap informasi mengenai akupuntur medik semakin tersebar ke masyarakat. Menurutnya, seluruh stakeholder perlu
AESCULAPIUS
Suka Duka
“
Kita harus aktif mencari informasi baru. dr. Sri Wahdini, M. Biomed, Sp. Ak mensosialisasikan informasi terkait akupuntur medik, mulai dari dalam rumah sakit yang menyediakan pelayanan bersifat kolaboratif dan rehabilitatif, hingga publikasi yang lebih luas. Kegiatan pengabdian masyarakat juga dapat menjadi salah satu media edukasi dan sosialisasi. Selain itu, bagi ibu dari dua anak ini hal terpenting lainnya adalah pengembangan ilmu pengetahuan akupuntur medik. Program studi dapat melakukan lebih banyak penelitian dan publikasi agar kalangan tenaga kesehatan lainnya pun dapat memahami ranah yang sebenarnya dapat ditangani melalui terapi tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat keilmuan akupuntur medik bersifat empiris dengan evidence-based medicine yang masih terbatas. Hingga saat ini, program studi spesialisasi akupuntur medik hanya ada satu di Indonesia. Sementara itu, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) akupuntur medik setiap tahunnya terus meningkat. Melihat tren tersebut, Sri berharap bahwa lulusan spesialis akupuntur medik tidak hanya fokus bekerja di rumah sakit besar di ibu kota saja, melainkan aktif melakukan penelitian, menjadi staf pengajar, berpraktik di daerah, hingga mempelopori program studi spesialis akupuntur medik di fakultas kedokteran lainnya di Indonesia. Melalui hal tersebut, Sri berharap praktik akupuntur medik semakin luas tersebar di Indonesia. Bagi dokter umum di luar sana, Sri berharap agar dokter umum dapat terus aktif mencari informasi sebanyak-banyaknya. “Banyak sekali spesialisasi baru di luar sana yang mungkin belum tersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu, kita harus aktif mencari informasi baru mengenai hal tersebut,” pesan dokter kelahiran Lhokseumawe ini. Profesi kedokteran tidak hanya terbatas pada lulus menjadi dokter umum dan mengambil spesialis mayor saja, melainkan banyak sekali cabang keilmuan yang dapat didalami dan berpotensi untuk berkembang kedepannya. Sri juga berharap ilmu akupuntur medik terus berkembang dan para klinisi bisa menjawab tantangan bersama dalam menemukan bukti ilmiah di bidang akupuntur medik. rahmi
MEDIA
dr. Sri Wahdini, M. Biomed, Sp. Ak Tempat, Tanggal Lahir: Lhokseumawe, 8 Juni 1981 Riwayat Pendidikan: S1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999-2005) Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (20072010) Spesialisasi Akupuntur Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (20112013) Riwayat Pekerjaan: Dokter spesialis akupuntur medik RSUI Dokter spesialis akupuntur medik RS Siaga Raya Staf Departemen Parasitologi FKUI
AESCULAPIUS
18
Kabar Alumni
Kontribusi pada Kesehatan Jiwa Melalui Edukasi Dari komunitas media sosial, pengungsi, hingga cita-cita berskala nasional
K
etika mulai membagikan pengalaman dan pengetahuan mengenai kesehatan jiwa melalui media sosial, dr. Salma Suka Kyana Nareswari, M.Res tidak berekspektasi bahwa ia sedang membentuk suatu komunitas yang dapat menjangkau banyak orang. Dokter lulusan FKUI KKI 2014 ini memang memiliki minat yang besar terhadap kesehatan jiwa. Selain dikenal sebagai pendiri MengenalDiri.ID, Salma juga berpengalaman menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan terkait kesehatan jiwa, dengan tema seputar mengenali dan menyayangi diri. Setelah melafalkan sumpah dokter, Salma menjalani magang pada Juni 2021 hingga April 2022 di Rumah Sakit Budhi Asih, Puskesmas Kelurahan Ciracas, dan Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Rumah Sakit Budhi Asih adalah salah satu fasilitas kesehatan yang menjalin kerja sama dengan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dalam merawat pasien pengungsi. Di sanalah Salma bertemu dengan pengungsi dari berbagai negara dalam perang dan bencana, kemudian merasa tertarik dengan tantangan budaya dan bahasa dalam berkomunikasi dengan mereka. Salma menyadari bahwa para pengungsi memiliki tingkat stres tinggi dan umumnya mengalami gejala psikosomatik. Besarnya minat pada kesehatan jiwa dan ketertarikan untuk membantu pengungsi membuat Salma memilih IOM sebagai tempatnya bekerja. IOM merupakan sebuah organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfokus pada migrasi internasional. Saat ini, Salma bertugas sebagai konsultan di IOM Indonesia dengan tanggung jawab mengevaluasi dan membentuk rekomendasi terkait edukasi kesehatan bagi pengungsi dan pencari suaka di delapan area, yaitu Batam, Pekanbaru, Medan, Tanjung Pinang, Jakarta dan sekitarnya, Kupang, Makassar, dan Surabaya. Pekerjaan sebagai evaluator skala nasional pastinya membawakan tantangan-tantangan baru, seperti ekspektasi yang tinggi, jadwal yang ketat dan independen, serta banyaknya hal yang perlu dipelajari. Akan tetapi, Salma merasa puas dengan pengalaman dan pelajaran yang ia dapatkan. Meskipun saat ini Salma tidak berkecimpung dalam dunia kesehatan jiwa secara spesifik, minat dan mimpinya masih terletak pada dunia tersebut. Salma percaya bahwa kontribusi pada peningkatan kesehatan jiwa tidak hanya dapat dilakukan sebagai spesialis kedokteran jiwa, tetapi juga sebagai edukator pada sarana edukasi. Ke depannya, Salma berharap dapat
19
MEDIA
Foto: dokumen pribadi
dr. Salma Suka Kyana Nareswari, M.Res Konsultan di Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Indonesia E-mail: salma.nareswari@gmail.com
menjadikan MengenalDiri.ID sebagai yayasan yang terintegrasi dengan sistem kesehatan nasional, dapat menjangkau berbagai kalangan masyarakat tanpa batasan biaya, dan dengan cepat menghubungkan tenaga kesehatan dengan masyarakat yang memerlukan bantuan profesional. Cita-cita untuk mengembangkan komunitas dan melakukan edukasi pun tidak terlepas dari pekerjaan Salma saat ini. Pekerjaan sebagai konsultan di IOM membantu Salma meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal lintas budaya dan kemampuan manajerial dalam menjalankan edukasi kesehatan skala besar. Melalui IOM, Salma juga bermaksud untuk membangun pengalaman dan karir. Namun, ia tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sebagai klinisi dan bertemu dengan pasien secara empat mata pada waktu yang akan datang. Salma berpesan bahwa pengalaman dapat dicari sebanyak-banyaknya, sedangkan pencarian tujuan hidup adalah proses yang akan berlangsung seumur hidup. alifa
AESCULAPIUS
Seputar Kita
Raih Penuaan Sehat dengan Rajin Berolahraga
P
Penuaan erat dikaitkan dengan menurunnya kemampuan fisik dan lekatnya komorbid, lantas bagaimana menentukan olahraga yang tepat agar tetap sehat?
ertambahan usia secara sehat tentunya menjadi harapan bagi setiap orang. Masa usia lanjut diharapkan tidak menjadi masa yang dihabiskan dengan penurunan kualitas hidup, melainkan masa yang dilalui dengan tetap aktif berkontribusi di masyarakat. Di sisi lain, usia yang bertambah tua erat dikaitkan dengan perubahan fisiologis dalam tubuh, sehingga diperlukan perhatian dari segi gizi, olahraga, hingga sosial untuk mempersiapkan pertambahan usia yang sehat. Menanggapi hal ini, IMERI FKUI mengadakan serial Webinar “The Secrets of Aging Well: How to Promote The Healthy Aging” yang merupakan bagian dari kegiatan kursus daring “Healthy Aging Module as a Prevention Strategy for Non-communicable Disease”. Webinar melalui Zoom Meeting ini diadakan pada tanggal 23 April 2022 dengan salah satu topik yang diangkat berjudul “Aktivitas Fisik yang Tepat dan Aman untuk Lansia” dan dibawakan oleh Dr. dr. Nani Cahyani Sudarsono, Sp.KO. Usia lanjut menurut ACSM dan AHA didefinisikan sebagai usia diatas 65 tahun ataupun usia 50-64 tahun dengan kondisi klinis kronis yang signifikan dan/atau dengan fungsi yang terbatas. Menjaga aktivitas fisik menjadi hal yang penting dalam mencapai penuaan yang sukses. Aktivitas fisik yang sesuai tidak dapat mengurangi penuaan, namun dapat membatasi serta mencegah kecepatan prosesnya. Tujuan dari aktivitas fisik pada lanjut usia (lansia) sangatlah beragam, diantaranya dapat mencegah non-communicable disease, cedera, hingga risiko jatuh. Aktivitas fisik pada lansia juga memiliki segudang manfaat. Pada sistem seluler, olahraga akan meningkatkan kebutuhan oksigen, sehingga timbul adaptasi dari sistem respirasi, kardiovaskular, dan metabolisme. Olahraga juga diketahui dapat mengurangi inflamasi yang terjadi selama penuaan serta mencegah osteoporosis pada sistem muskuloskeletal. Olahraga pun dapat mendatangkan manfaat positif dari sisi psikologis, di antaranya memperbaiki pola
MEDIA
tidur, meningkatkan mood, dan memperbaiki fungsi kognitif pada lansia. Dalam menentukan latihan fisik yang tepat dan aman bagi lansia, diperlukan identifikasi risiko yang cermat. Sebelum melaksanakan program latihan fisik, lansia dianjurkan melakukan pemeriksaan pralatihan, pemanasan dan peregangan, serta mewaspadai timbulnya gejala umum seperti nyeri dada dan sesak napas. Rekomendasi aktivitas fisik yang dianjurkan bagi lansia adalah paling sedikit 150-300 menit per minggu untuk aktivitas fisik intensitas sedang atau sedikitnya 75-100 menit aktivitas fisik intensitas berat. Untuk tambahan manfaat kesehatan, dapat dilakukan latihan penguatan otot setidaknya 2 hari per minggu serta latihan keseimbangan sedikitnya 3 hari per minggu. Bagi lansia, terutama di masa pandemi ini, pengurangan waktu sedenter juga sangat penting. Saat ingin memulai latihan, para lansia dapat mengawalinya dengan latihan berintensitas ringan secara perlahan dan bertahap. Aktivitas fisik yang dilakukan juga harus diiringi dengan perhatian terhadap komorbid dan adaptasi terhadap latihan. Sebagai contoh, lansia dengan penyakit diabetes harus menambah latihan yang bersifat aerobik karena berdampak baik pada metabolisme serta mewaspadai timbulnya gejala hipoglikemia saat latihan. Apabila ditemukan masalah, lansia dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter agar dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut dan efek kesehatan yang maksimal dapat tercapai. rahmi
AESCULAPIUS
Foto: dokumen penyelenggara
20
Senggang
Menjadi Seorang Dokter dan Content Creator Di tengah suka duka menjalani profesi, humor menjadi penghibur sejawat
D
r. Hashfi Muhammad Azhar atau lebih dikenal dengan nama akun media sosialnya, hashfiazhar, merupakan alumni FKUI angkatan 2015 yang kini tengah menggeluti profesi sebagai seorang dokter. Kesibukan yang ia hadapi tidak menghalanginya melanjutkan hobi yang sudah ia gemari sejak masa perkuliahan, yakni membuat konten untuk media sosial, terutama Tiktok dan instagram. Meskipun dikenal mulai memupuk popularitasnya dari Tiktok, kegemaran dokter satu ini terhadap seni telah ada sejak masa kanak-kanak, khususnya dalam menggambar. Sewaktu di jenjang sekolah dasar, Hashfi beserta temantemannya gemar menggambar berbagai hal, mulai dari ular dengan bentuknya yang unik nan anggun, hingga manusia dengan art style menyerupai manga (komik asal Jepang). Seiring berjalannya waktu, ketika menjalani pendidikan kedokteran, Hashfi pun beranjak menggunakan Tiktok yang pada waktu itu sedang ’naik daun’ sebagai media ekspresi dirinya. “Dari dulu, coping mechanism-ku memang humor,” ujar Hashfi. Semenjak Tiktok merajalela, ia seringkali terpapar berbagai video pendek bertemakan kedokteran, terutama dari content creator luar. Akan tetapi, dokter yang juga gemar me-review makanan ini menyadari bahwa belum ada konten sejenis itu di ekosistem Tiktok Indonesia. Akhir tahun 2019, Hashfi mulai mengeluarkan berbagai konten, mulai dari video bertemakan kedokteran hingga kehidupan pribadinya. Melihat respons yang jauh lebih positif pada konten bertemakan kedokteran, ia pun mulai berfokus membuat konten dengan tema yang sama. Meskipun menjadi viral bukanlah tujuan utama Hashfi ketika awal mula memupuk popularitasnya, tidak dapat dimungkiri bahwa viral merupakan salah satu tolok ukur kesuksesan suatu konten. Akan tetapi, algoritma media sosial dalam menentukan konten yang layak di-viral-kan seringkali memusingkan para pembuat konten. Oleh karena itu, Hashfi beserta para dokter content creator lainnya memutuskan untuk membuat perkumpulan TikDocs sebagai wadah bertukar ide dan membuat konten bersama. Di tengah hobi dan popularitasnya, tentu terdapat banyak suka dan duka yang Hashfi alami. Waktu, suasana hati, dan energi merupakan beberapa faktor yang
21
MEDIA
Foto: dokumen pribadi
seringkali menghambatnya untuk mengeluarkan konten baru. Paling penting, sebagai seorang dokter dan content creator, Hashfi diharuskan mempertimbangkan aspek profesionalitas seorang dokter dalam setiap kontennya. Konten yang ia hasilkan tidak boleh menyinggung pasien dan khalayak umum, apalagi hingga melanggar privasi dan kepercayaan pasien. Ia juga menyadari bahwa seringkali terdapat ketimpangan persepsi antara tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai lelucon seperti apa yang dianggap ofensif. Menurutnya, hal inikemungkinan karena telah terjadi desensitisasi pada proses menjalani profesi tenaga kesehatan. Bagi Hashfi, hobi ini merupakan salah satu bentuk mengekspresikan dirinya yang autentik di muka umum. Di samping itu, relasi dan perspektif yang didapatkan jauh lebih luas dibandingkan dari lingkungan FKUI. Ia juga belajar untuk tidak menilai seseorang dengan sebelah mata. Selain itu, dokter ini merasadapat lebih memahami perspektif dan budaya yang beredar di masyarakat yang memudahkannya dalam berkomunikasi, terutama kepada pasien dan khalayak umum. Bagi Hashfi, “Everyone can be a content creator” dengan ceritanya masing-masing dan kemauannya untuk percaya diri tampil dengan keunikan masingmasing individu. sofia
dr. Hashfi Muhammad Azhar E-mail: hashfiazhar@gmail.com Alamat: Jl. Jeruk Purut no59A, Cilandak, Jakarta Selatan
AESCULAPIUS
Segar
Tahukah Kamu? Imunisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan pemberian vaksin sebagai upaya pencegahan maupun penurunan tingkat keparahan gejalanya. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) telah mengeluarkan rekomendasi jadwal imunisasi beserta kelompok usia dan manfaatnya bagi anak. Di bawah terdapat kata tersembunyi yang terdiri atas beberapa jenis imunisasi yang dapat diperoleh anak. Mari cari tahu bersama pemberian imunisasi yang wajib dan dianjurkan! Jawaban dapat tersusun secara mendatar, menurun, miring, maupun terbalik, dan dapat juga saling bersinggungan.
Temukan rekomendasi jadwal imunisasi anak secara lengkap pada website IDAI!
MEDIA
AESCULAPIUS
22
Media Aesculapius
@MediaAesculapius | beranisehat.com | 0858-7055-5783 Temukan informasi selengkapnya pada akun Instagram dan website kami Anti-hoaks | Ensiklopedia penyakit | Guideline diagnosis dan penanganan penyakit | Berita dan artikel kesehatan terkini