2 minute read
Langkah Tepat Atasi GERD
Penanganan tepat sasaran mencegah lanjutnya keparahan
Gastroesophageal reflux disease (GERD) sebagai solusi yang tepat untuk pemerataan pelayanan kesehatan dengan harga terjangkau dan fasilitas memadai. Harapannya, pemberlakuan ini dapat menghapuskan kecenderungan untuk membedakan pelayanan berdasarkan biaya.
Advertisement
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021, KRIS-JKN diberlakukan untuk memenuhi 12 kriteria minimum. Tanpa dipandang dari biaya yang dibayarkan setiap bulan, semua pendaftar, baik kaya atau miskin, akan mendapatkan pelayanan medis dengan kualitas yang sama dan bermutu. Dengan demikian, persepsi masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan akan membaik dan menarik kembali kebutuhan berobat di dalam negeri.
Tentu saja, penerapan kebijakan ini tidak akan efektif jika tidak disertai dengan pembangunan fasilitas alat kesehatan di rumah sakit. “Kalau tujuan utama mau mencegah orang berobat ke luar negeri, perbaiki kualitas prima di kota-kota besar, Jakarta, dengan harga yang terjangkau. Harga terjangkau harus ada standarnya,” tegas Hasbullah. Tenaga kesehatan di setiap rumah sakit perlu dibekali alat diagnosis, obat-obatan, dan perlengkapan kesehatan lainnya yang menunjang peningkatan kualitas pelayanan. Tidak hanya berbentuk materiil, birokrasi dan kebijakan pemerintah juga harus disesuaikan untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia sehingga jasa pelayanan dalam negeri kembali menjadi preferensi di mata masyarakat. aisyah, arnold
SKMA untuk Anda!
Jawab dengan format:
Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh:
Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya
Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada http://bit.ly/EvaluasiSKMA21
Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius merupakan penyakit gastrointestinal kronik yang ditandai dengan naiknya isi lambung menuju lumen esofagus, orofaring, bahkan saluran pernapasan. Umumnya, pasien akan merasakan dua gejala tipikal berupa heartburn dan regurgitasi. Gejala heartburn dapat diartikan sebagai sensasi seperti terbakar di dada, sementara regurgitasi berupa rasa pahit atau asam di lidah.
Pasien GERD dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan keberadaan erosi di mukosa esofagus, yaitu erosive esophagitis (EE) dan nonerosive reflux disease (NERD). Selain itu, pasien yang diberikan terapi proton pump inhibitor (PPI) selama delapan minggu tetapi tidak berespons dapat digolongkan ke dalam GERD refrakter.
Pada dasarnya, penanganan GERD meliputi terapi farmakologis, non-farmakologis, dan intervensi endoskopi maupun bedah. Terapi farmakologis pada pasien GERD dapat berupa pemberian beberapa golongan obat, seperti antasida, proton-pump inhibitor (PPI), H2-receptor antagonist (H2RA), dan prokinetik. Setelah diagnosis ditegakkan, pasien dapat diberikan tata laksana awal berupa PPI dosis tunggal setiap sebelum makan pagi selama 2 hingga 4 minggu. Terdapat beberapa jenis PPI yang beredar di Indonesia beserta dosisnya, yaitu omeprazole (20 mg), rabeprazole (20 mg), lansoprazole (30 mg), pantoprazole (40 mg), dan esomeprazole (40 mg). Jika gejala masih ditemukan setelah pemberian dosis tunggal, pasien dapat diberikan PPI dosis ganda selama 4—8 minggu.
Pada pasien yang memiliki respon parsial terhadap penghambat pompa proton, dapat diberikan obat golongan H2RA sebelum tidur untuk mengurangi kejadian nocturnal acid breakthrough. Selain itu, dapat dipertimbangkan pula pemberian prokinetik, seperti metoklopramid, yang dapat meningkatan tekanan sfingter esofagus bawah dan mempercepat proses pengosongan lambung. Alternatif lain yang dapat diberikan pada pasien dengan GERD refrakter berupa golongan agonis reseptor GABA (B), seperti baklofen dengan dosis 5–20 mg sebanyak 3 kali sehari. Baklofen diketahui memiliki efek pengurangan relaksasi transien sfingter esofagus bawah sehingga dapat mengurangi episode refluks. Selain tata laksana medikamentosa, aspek nonfarmakologis juga tidak kalah penting dalam menangani keluhan yang dialami pasien GERD. Dokter dapat memberikan edukasi seputar modifikasi gaya hidup, yaitu elevasi kepala saat tidur, menurunkan berat badan berlebih, mengurangi konsumsi alkohol dan merokok, menghindari makan sebelum tidur, dan mengurangi konsumsi makanan yang dapat memicu refluks asam lambung, seperti makanan pedas dan berlemak, makanan asam, minuman berkafein, serta coklat.
Apabila kerusakan pada katup gastroesofageal semakin progresif dan tidak menghasilkan respon yang baik setelah pemberian terapi medikamentosa, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan terapi pembedahan, seperti fundoplikasi Nissen, perbaikan hernia hiatal, dan intervensi bedah lainnya. Selain itu, dapat dilakukan juga terapi endoskopik, meliputi prosedur ligasi, endoscopic mucosal resection, dan argon plasma coagulation.
Gejala GERD yang ada dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien dan mempengaruhi kualitas hidupnya. Oleh karena itu, diperlukan tata laksana yang cepat dan tepat sesuai dengan kondisi klinis pasien. dwi