2 minute read

Perhatikan

Asupan Gizi

Bayi, Cegah Obesitas Dini

Advertisement

Tengah viral bayi obesitas akibat mengonsumsi susu kental manis berlebih

Oriana Zahira Putri

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Tingkat III

Reihan/MA keamanan dalam prosedur ini digunakan untuk memastikan komunikasi yang menyeluruh dan efektif antar disiplin. Selain itu, tilik keamanan tersebut juga menghindari kesalahan yang mungkin terjadi dan meningkatkan keamanan serta efikasi. Pertimbangan keamanan dalam terapi ini dimulai dari pemilihan pasien yang sesuai. Hal terpenting sebelum mengambil keputusan dan memulai terapi yaitu memastikan diagnosis radiologi pasien. Berbagai literatur melaporkan kejadian clinicoradiological mimickers yang justru menghasilkan kesalahan diagnosis dan terapi yang diberikan. Sebelum pemasangan kerangka Leksell, tim yang bekerja harus meninjau ulang gambaran pre-operatif dan mendiskusikan strategi pemasangan kerangka yang optimal. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dan diperiksa sebelum memulai prosedur terapi ini, meliputi fiksasi kerangka yang tepat untuk memosisikan lesi di pusat kerangka, ukuran helm, dosis dan waktu radiasi, sudut sinar gamma, dan kenyamanan pasien pada berbagai posisi. dwi

Beberapa waktu lalu, Kenzie, bayi berusia 16 bulan tengah ramai menjadi perbincangan. Perhatian publik mengarah pada kondisi obesitas yang dialaminya. Berat badannya (BB) mencapai 27 kg, di saat BB normal untuk usianya berada di rentang 7,7–12 kg. Salah satu alasan yang menjadi sorotan adalah asupan susu kental manis (SKM) yang telah dikonsumsi sejak Kenzie memasuki usia makanan pendamping ASI (MPASI). Padahal, sang Ibu tahu betul bahwa SKM tidak diperuntukkan bagi bayi. Apa daya, faktor ekonomi memaksa orang tua untuk memberikan bubur fortifikasi dan SKM. Tak hanya itu, riwayat batu empedu sang Ibu membuat ASI tak lancar keluar. Kabar baiknya, saat ini Kenzie mulai mendapatkan perawatan intensif dan ditangani oleh tim ahli. Dikutip dari Health.Detik.com, kasus ditangani oleh lebih dari 10 dokter multidisiplin. Kelainan genetik juga dinyatakan sebagai salah satu penyebabnya. Lalu, seberapa umum kejadian obesitas pada anak di Indonesia dan bagaimana dampaknya?

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi obesitas pada balita di Indonesia sebanyak 3,8%. Perlu diketahui bahwa berat badan berlebih dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Berat badan berlebih atau overweight adalah kondisi ketika BB anak lebih dari +2 SD, sedangkan obesitas dinyatakan ketika BB lebih dari +3 SD mengacu pada grafik pertumbuhan World Health Organization. Bayi yang chubby dan berisi sekilas memang tampak lebih menggemaskan. Namun, jangan sampai terlena bila bayi memiliki tanda-tanda kegemukan. Hal tersebut justru akan mendatangkan konsekuensi kesehatan untuk si bayi. Mulai dari komplikasi sindrom metabolik, gangguan tidur, pubertas dini, gangguan pertumbuhan muskuloskeletal, hingga gangguan psikologis dapat menjadi konsekuensi jangka pendek maupun panjang.

Beberapa tanda kegemukan pada bayi yang perlu diwaspadai, di antaranya BB di atas rata-rata, lipatan pada beberapa bagian tubuh terutama di dagu, cepat lelah sehingga kurang aktif, serta terjadi pembesaran payudara dan alat kelamin kecil pada bayi laki-laki.

Universitas Indonesia

Jika obesitas pada masa kanak-kanak bertahan hingga usia dewasa, besar kemungkinan kondisi tersebut akan berkembang menjadi penyakit kronis. Meski ketidakseimbangan asupan kalori anak dan malas bergerak dinyatakan sebagai penyebab utama obesitas, faktor genetik, psikologi, sosioekonomi, dan riwayat penggunaan obat tertentu pun turut berperan.

Terdapat periode emas, dikenal dengan 1000 HPK, dimana anak akan tumbuh dan berkembang secara pesat dan signifikan baik secara kognitif maupun fisik. Banyak hal yang perlu dilakukan orang tua untuk mendukung periode emas yang bisa berdampak pada tumbuh kembang anak. Asupan gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan menjadi salah satunya. Idealnya, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan inisiasi menyusu dini (IMD) dilakukan. Selain itu, memerhatikan jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan, memperkenalkan beragam makanan dengan zat gizi seimbang, mengonsumsi susu rendah gula, dan mengurangi asupan gula harian. Sebagai upaya pencegahan obesitas, lakukan IMD, pemberian ASI eksklusif, MPASI pada usia 6 bulan, pemberian makanan bayi anak sesuai usia, tummy time sebagai usaha aktivitas fisik, serta hindari merespons tangisan dengan memberikan makanan.

Obesitas pada bayi merupakan kondisi kesehatan serius yang dapat mendatangkan konsekuensi kesehatan jangka panjang. Padahal, obesitas dapat diintervensi sedari dini dan sangat disayangkan bila ketidaktahuan orang tua mengenai isu tersebut justru menyebabkan kesengsaraan bagi anak kelak. Semoga isu ini bisa menjadi perhatian bagi masyarakat umum, terlebih calon orang tua maupun orang tua agar lebih memerhatikan asupan gizi sang buah hati. Lakukanlah kunjungan rutin ke posyandu sebagai salah satu langkah skrining pemantauan tumbuh kembang anak. Mari bersama cegah obesitas dini demi masa depan cerah anak yang menanti. oriana

This article is from: