2 minute read
BPJS Tanpa Diskriminasi
Direktur Utama BPJS menyatakan akan adanya penghapusan kelas BPJS yang selama ini sudah tersebar luas di masyarakat. Lantas, apakah hal ini diperlukan?
wilayah lain di Indonesia. Hasil yang didapatkan berupa peningkatan okupansi tempat tidur atau
Advertisement
BOR, indeks kepuasan masyarakat (IKM), dan pendapatan rumah sakit. Namun, yang jadi pertanyaan kini adalah apakah penghapusan sistem ini dirasa perlu dan mampu laksana?
Sistem KRIS memang menuai pro dan kontra dilihat dari beberapa aspek. Pertama, ditinjau dari aspek mampu laksana, berdasarkan data yang dipaparkan oleh Prof. dr. Dante
Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Wakil secara kasat mata. Saya rasa, kritik yang selalu dikumandangkan masyarakat seputar pelayanan yang dirasa tidak memadai, ogah-ogahan, atau bahkan formalitas pada BPJS kelas 3 adalah hal yang lazim. Kelas standar atau KRIS yang menghapuskan seluruh kelas ini, tentu akan menciptakan suatu kesetaraan karena tak lagi memandang kelas.
Namun, bagaimana dengan beban finansial yang akan diberikan pada pengguna BPJS?
Apakah biayanya akan mengalami “pemukulan” secara rata? Atau pemerintah sudah siap menyediakan alur serta subsidi yang memadai?
Selama beberapa saat meninjau, berselancar di internet, rasanya saya belum menemukan kebijakan terkait biaya yang harus dibayarkan dilaksanakan untuk meninjau dan menciptakan keputusan ini. putri
Ketua BEM IKM FKUI 2023
Penghapusan kelas 1, 2, dan 3 pada sistem
BPJS menjadi kelas rawat inap standar (KRIS) atau kelas standar hingga detik ini masih dalam pelaksanaan secara bertahap.
Wacana implementasi sistem penghapusan secara menyeluruh di tahun 2024 mendatang pun kembali diundur ke tahun 2025. Memang nyatanya, hal ini termaktub di dalam PP Nomor
47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
Perumahsakitan dan beberapa uji coba juga telah dilakukan sejak tahun ini. Hasil uji coba
KRIS yang diterapkan pada 10 rumah sakit menampilkan hasil yang menjanjikan. Beberapa rumah sakit yang menjadi target uji coba KRIS meliputi RSUP Kariadi Semarang, RS Dr
Abdullah Palembang, RSUP Surakarta, RS
Al Islam Bandung, dan rumah sakit lainnya di
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, hanya terdapat sekitar 300 rumah sakit yang siap menerapkan sistem ini secara sempurna. Ribuan rumah sakit lainnya belum dapat dikatakan mampu untuk memenuhi seluruh syarat kelas standar, melainkan hanya mampu memenuhi 9 hingga 10 syarat saja. Akan tetapi, bukan berarti pesimis untuk mencapai pemenuhan sempurna dari sistem ini, justru pemerintah sudah layak dan sepantasnya melakukan beragam kajian, evaluasi, dan pembenahan agar kelak di tahun 2025 penerapan sistem baru ini tidak berujung pada kegagalan yang menyulitkan rakyat.
Selanjutnya mari menilik beberapa syarat dari kelas standar yang akan diterapkan. Sebuah syarat yang patut digaris bawahi adalah kriteria ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, setiap ruang rawat inap harus memiliki satu kamar mandi dan memenuhi standar aksesibilitas, hingga suhu ruangannya harus berada pada lingkup 20-26 derajat celcius. Rasanya hal ini patut diacungi jempol, bila memang dapat diterapkan dengan baik. Dari segi medis, hal ini turut membantu mengurangi penyebaran penyakit infeksius.
Lantas, apa urgensi atau keperluan konkret dari sistem KRIS ini? Sistem BPJS dengan 3 kelas memiliki tendensi untuk menciptakan suatu ketidaksetaraan dan ketidakadilan oleh masyarakat dalam sistem baru ini. Bahkan selama masa uji coba, belum terlihat hilal penetapan biaya BPJS. Sudah seharusnya pemerintah menempatkan pemikiran pada posisi rakyat selama penetapan biaya sistem kelas standar ini. Jangan sampai, biaya yang dipatok nantinya justru menyulitkan rakyat.
Mau bagaimanapun juga, kesehatan adalah aspek yang dibutuhkan oleh ratusan juta jiwa di Nusantara. Bila mereka tak mampu membayar, kekacauan apa lagi yang akan terjadi? Kajian demi kajian, riset demi riset, sudah seharusnya
Ribuan rumah sakit lainnya belum dapat dikatakan mampu untuk memenuhi seluruh syarat kelas standar, melainkan hanya mampu memenuhi 9 hingga 10 syarat saja.
SKMA untuk Anda!
Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/relevan dengan kondisi kesehatan saat ini?
2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya?
Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya
Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada http://bit.ly/EvaluasiSKMA21
Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius