SKMA Edisi Maret-April 2017

Page 1

Media Aesculapius Surat Kabar

Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970

Harga Rp3.000,00

No. 05 l XLVIII l Maret-April 2017 ISSN No. 0216-4966 Konsultasi

Manajemen Stroke Tanpa CT

halaman 3

Kesmas

Ciptakan Anak Sehat Melalui 1.000 Hari Pertama Kehidupan

Kolum

Tolong Dok, Saya Ingin Pergi!

halaman 5

Kontak Kami @MedAesculapius beranisehat.com 082-229-229-362

halaman 8

Setahun Berjalannya MEA: Sampai Manakah Kesiapan Indonesia? Setahun sudah MEA berjalan, bagaimana pengaruhnya di Indonesia? Langkah apa saja yang sudah dilakukan untuk menghadapi MEA ini?

M

asyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibentuk pertama kali tahun 2015 dan resmi terlaksana sejak 1 Januari 2016. Ada dua tujuan yang ingin dicapai MEA, yakni menciptakan pasar tunggal di kawasan ASEAN serta menurunkan kesenjangan dan kemiskinan antarnegara ASEAN. Oleh karena itu, MEA bukan hanya membuka arus barang dan jasa, tetapi juga pertukaran tenaga kerja yang dikoordinasi oleh Kementerian Perdagangan. Sayangnya, hingga saat ini belum ada pertukaran tenaga kerja dalam bidang kesehatan, termasuk dokter. Menurut Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), mantan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, kebijakan MEA dalam sektor kesehatan untuk saat ini belum begitu tepat. Ada dua alasan yang mendasari, yaitu MEA dipandang sebagai suatu industri serta pelayanan kesehatan Indonesia belum mumpuni bagi seluruh masyarakat dan pendidikan kedokteran belum tepat. “Kesehatan ditinjau dari segi industri kesehatan, artinya ada aspek bisnis di situ,” terangnya. Ketika kesehatan ditinjau dari aspek bisnis, dikhawatirkan akan timbul ketimpangan. Kendala Pelaksanaan MEA di Indonesia Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K), anggota Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan, “Kalau ditanya soal siap atau tidak, yang pasti ada yang sudah lebih siap daripada yang lain.” Dalam menghadapi MEA, diperlukan persiapan dari segi standar

D

kompetensi, khususnya bagi profesi spesialis karena memang sasaran MEA adalah pelayanan spesialistik. Sangat disayangkan, standar kompetensi se-ASEAN belum terbentuk sehingga semua kompetensi yang harus dicapai oleh para spesialis dalam rangka MEA masih berdasarkan standar dari Kolegium Kedokteran Indonesia. Selain kompetensi, kesiapan dokter spesialis juga tidak lepas dari ketersediaan akses, sarana, prasarana, serta penempatan dokter umum di Puskesmas sebagai pilar dalam membangun kesehatan masyarakat meutia/MA setempat. Hal ini tidak mudah mengingat kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk besar. Kondisi ini membuat pemerataan tenaga kesehatan di Indonesia sulit untuk dilakukan. Dalam Profil Kesehatan Indonesia 2015 disebutkan bahwa setiap Puskesmas bukan rawat inap layaknya diisi minimal seorang dokter sedangkan Puskesmas rawat inap

minimal oleh dua orang dokter. Walaupun jumlah fakultas kedokteran sudah bertambah dari 40 pada 2001 hingga 72 pada 2011, masih saja ada Puskesmas yang tidak terisi dokter akibat distribusi yang kurang merata. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2015, sebanyak 25,57% Puskesmas masih kekurangan tenaga dokter. Di saat kekurangan dokter terjadi di daerah seperti Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, kelebihan dokter justru terjadi di Jawa, Bali, dan Sumatera. Kondisi tersebut sangat disayangkan Menaldi. Menurutnya, dokter umum seharusnya menjadi bagian dari pembangunan ketahanan nasional. Menaldi menjelaskan, “Jika dokter dipakai untuk memperkuat bangsa, akan terbentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang akan memutar industri di sektor lain”. Menurut rencana pengembangan tenaga kesehatan 2011-2025, pada tahun 2025 diperkirakan Indonesia masih mengalami kekurangan dokter umum sebanyak 172 ribu. Tentu saja MEA dapat menjadi solusi untuk

memenuhi kebutuhan dokter tersebut. Akan tetapi, masih timbul pertanyaan: dokter asing seperti apakah yang akan masuk ke Indonesia di era MEA? Hal ini mengingat masih tingginya antusiasme beberapa kalangan masyarakat Indonesia untuk berobat ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Tercatat sekitar 30-40% pasien asing di Singapura berasal dari Indonesia. “Jangan sampai saat menjalankan MEA, sebenarnya dokter yang datang bukanlah dokter untuk pelayanan kelas wahidnya,” ungkap Menaldi. MEA sebagai Tantangan Untuk mematangkan persiapan, Indonesia perlu memperkuat sistem kesehatan dari akarnya. “Jadi, yang terpenting adalah perkuat dulu daya saing, baik dari segi sistem maupun SDM, yakni dengan dukungan sarana, prasarana, dan kepastian jenjang karier,” pesan Menaldi. Kesiapan sarana prasarana kesehatan salah satunya diukur melalui akreditasi. Adanya akreditasi ini memungkinkan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang terstandarisasi. Selain akreditasi, mutu dan biaya perawatan juga perlu disesuaikan dengan standar tertentu. Misalnya, RSCM sebagai rumah sakit pusat, berpatokan pada Joint Commision International dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan kesehatan. Dari sisi SDM, pemerataan tenaga kesehatan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp.PD, KGer, Direktur Utama ... bersambung ke halaman 11

Mengintip Persiapan Negara Tetangga Menghadapi MEA

SKMA Untuk Anda!

di Brunei dan Singapura, ketersediaan dokter sudah mencapai 14 dan 19 dokter per 10.000 populasi. Masalah kedua yang masih berkaitan, yakni lebih banyak tenaga kesehatan di daerah perkotaan dibandingkan daerah terpencil. Meskipun begitu, Singapura, Thailand, dan Malaysia sudah lebih dulu memulai perannya dalam MEA. Ketiga negara ini telah menjadi tempat tujuan bagi wisata kesehatan, bahkan di Malaysia sudah terbentuk organisasi Malaysian Healthcare Travel Council sejak 2009 yang menaungi rumah sakit penyedia wisata kesehatan. Tak hanya rumah sakit

Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.

engan dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), terbuka pula pasar bebas bagi sektor kesehatan. Peluang bagi para profesi kesehatan untuk bekerja di negara ASEAN lain akan terbuka bebas. Akan tetapi, sudah sampai sejauh mana negara anggota lain merespons program ini? Tak hanya di Indonesia, kurangnya tenaga kerja kesehatan dan penyebarannya yang tidak merata juga merupakan masalah yang signifikan bagi negara ASEAN lainnya. Rasio ketersediaan tenaga kesehatan terendah di ASEAN ditempati oleh Indonesia, Myanmar, dan Laos dengan hanya tersedianya dua dokter per 10.000 populasi. Sementara

milik swasta, rumah sakit pemerintah pun juga terbuka bagi wisata kesehatan ini. Dibanding negara kita, lebih siapkah mereka? Prof. Dr. dr. Med. Akmal Taher, SpU(K) memaparkan, “Selain subjektivitas masing-masing, kesiapan itu juga bergantung apakah fasilitasnya mencukupi atau tidak. Kalau kompetensi tenaga kesehatannya sama dengan di Indonesia, tapi fasilitasnya lebih bagus, bisa dibilang bahwa pelayanannya lebih bagus”. Meskipun begitu, sampai saat ini memang belum ada tolak ukur regional ASEAN terkait kesiapan tiap negara dalam menghadapi MEA. Untuk kedepannya, Akmal menambahkan bahwa seharusnya tiap negara sudah membentuk kerangka kualifikasi pelayanan kesehatan. Nantinya, kerangka kualifikasi itu akan disetarakan agar terbentuk kerangka kualifikasi seASEAN. nadhira, bella, renata

!

1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2

Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_ Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0822 229 229 362 atau mengisi formulir pada bit.ly/surveyskma Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius


22

MARET-APRIL 2017

DARI KAMI Salam sejahtera bagi kita semua. Tanpa terasa setahun telah berlalu. Kepengurusan Media Aesculapius pun telah berganti, menciptakan generasi dan menumbuhkan bibit baru dalam meneruskan idealisme dan semangat menyebarluaskan informasi kedokteran dan kesehatan ke seluruh Indonesia. Dalam edisi ini, ulasan utama yang diangkat adalah topik mengenai pertukaran profesi tenaga medis di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Sudah berjalan setahun, bagaimanakah pelaksanaannya di Indonesia? Kami hadirkan pendapat ahli dari berbagai sudut pandang agar hasrat haus informasi tersebut kian terpenuhi. Populasi penyandang diabetes mellitus semakin meningkat, tidak terkecuali pada wanita hamil di Indonesia. Prevalensi diabetes mellitus gestasional mencapai 25% total populasi wanita hamil di Asia Tenggara. Lantas, bagaimana langkah tepat menghadapi hal tersebut? Silahkan baca di rubrik MA Info berikut. Sudah tidak asing dengan budaya mengerok di tengah masyarakat Indonesia? Benarkah mengerok itu bermanfaat? Simak ulasannya pada rubrik Artikel Bebas di bagian Ilmiah Populer! Siapa bilang dokter tidak dapat menekuni dan ahli dalam hobi yang digeluti? Simak cerita Dr. dr. Minarma Siagian, M.S., AIF yang asik ngeband sejak di bangku kuliah di rubrik Senggang dalam bagian Liputan. Akhir kata, kami mengucapkan selamat menikmati sajian informasi kami dan selamat membaca!

Puspalydia Pangestu Pemimpin Redaksi

MA FOKUS

Kualifikasi Dokter Indonesia di MEA: Sudah Mumpunikah? MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN dibentuk oleh sepuluh negara ASEAN dengan tujuan membuat kesejahteraan semua warga ASEAN, salah satunya melalui pertukaran tenaga profesional, salah satunya adalah profesi dokter dan dokter gigi. Namun, tampaknya perihal tenaga kesehatan masih membutuhkan diskusi panjang dan kesepakatan kompetensi antar negara ASEAN. Menteri Kesehatan Indonesia, Nila Moeloek, menyatakan bahwa baik tenaga asing yang ingin bekerja di Indonesia, atau pun tenaga kesehatan Indonesia yang ingin praktik di luar negeri masih harus menunggu proses regulasi dan kesepakatan para konsil tenaga profesi kesehatan antar negara. Hal ini disebabkan masing-masing negara menghadapi persoalan kesehatan yang berbeda dan masih dalam tahap penyesuaian soal pertukaran tenaga medis ini. Menanggapi hal tersebut, sebenarnya standar kompetensi dokter Indonesia sudah cukup mumpuni untuk bekerja di luar negeri. Mengutip ucapan Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), mantan Ketua KKI periode lalu, standar kompetensi dokter umum Indonesia diadopsi sebagai standar kompetensi terbaik untuk wilayah Asia Timur dan dijadikan pedoman oleh WHO SEARO. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya kompetensi dokter Indonesia tidak kalah bila dibandingkan dokter asing. Namun, banyaknya fakultas kedokteran yang dibuka di Indonesia dengan jumlah mahasiswa yang diterima cukup banyak tetapi tidak merata ke seluruh Indonesia, membuat pembelajaran yang didapat akan jenis dan jumlah kasus atau penyakit berkurang. Hal ini menurunkan kualitas lulusan dokter dan menyebabkan kepercayaan masyarakat pada dokter Indonesia juga semakin rendah. Selain itu, stigma masyarakat untuk berobat ke luar negeri masih cukup kuat sehingga kedatangan dokter asing menjadi tantangan tersendiri bagi para dokter Indonesia. Oleh karena itu, peran Konsil Kedokteran Indonesia, serta Kementrian Kesehatan Indonesia dalam mengatur profesi tenaga dokter di era MEA perlu diperkuat sehingga dokter Indonesia tidak kalah bersaing dengan dokter asing, baik yang datang ke Indonesia atau pun yang ingin beradu praktik di negara lain. Kebutuhan dokter bagi seluruh rakyat Indonesia juga perlu diperhatikan karena ketahanan suatu negara salah satunya dilihat dari masyarakatnya yang sehat dan sejahtera.

KLINIK

MEDIA

AESCULAPIUS

MA KLINIK

Bell’s Palsy: Kenali Gejalanya, Atasi Gangguannya

B

ell’s palsy adalah sebuah sindrom yang didefinisikan dengan kelemahan saraf VII (fasial) perifer yang tidak disertai kelainan neurologis lain. Sindrom ini sampai sekarang masih diketahui bersifat idiopatik walaupun mungkin dapat diakibatkan oleh infeksi virus atau perubahan cuaca mendadak yang menyebabkan perubahan yang tiba-tiba dari vasokonstriksi dan vasodilatasi. Setelah beberapa saat, kedua jejas ini mengakibatkan saraf VII dapat terjepit oleh edema, khususnya saat serabut saraf VII melalui foramen melalui kanalis auditorius interna pada os. petrosum. Prevalensi Bell’s palsy adalah 11 hingga 40 insiden penyakit ini dalam tiap 100.000 penduduk setiap tahunnya. Gejala khas Bell’s palsy adalah kelopak mata pada sisi unilateral tidak dapat menutup. Gejala lainnya adalah mulut pasien akan tertarik ke sisi kontralateral dikarenakan otot sisi ipsilateral paresis, sudut nasolabial dari sisi ipsilateral akan mendatar atau tidak menarik saat tersenyum, dan dahi pasien juga tidak bisa diangkat atau dikerutkan. Secara sederhana, saraf kranial dan motorik lain harus normal pada Bell’s palsy.Ada berbagai diagnosis banding Bell’s palsy yang dapat dibedakan dengan melihat gejala dan tandanya. Bell’s palsy dibedakan dari teresia/MA kelemahan saraf VII yang bersifat sentral dengan cara membandingkan pergerakan dahi pasien, yaitu dahi pasien masih dapat digerakkan pada kelemahan saraf VII sentral. Jika terjadi gangguan pendengaran dan atau keseimbangan, terdapat kemungkinan saraf VIII (vestibulokoklear) juga terganggu. Oleh karena itu, meningioma juga harus dipikirkan. Jika kelainan terjadi pada daerah yang lebih pusat, harus dipikirkan kemungkinan tumor (misalnya tumor serebelopontin) atau penyakit serebrovaskular pada pons. Jika terdapat riwayat trauma, mungkin terjadi fraktur dari os. petrosum. Diagnosis banding lain yang dapat terjadi adalah neurinoma akustik, tetapi tumor ini juga akan mengenai saraf VIII dan serebelum sehingga akan terjadi pula gangguan keseimbangan. Kerusakan saraf VII dapat pula terjadi karena otitis

MEDIA AESCULAPIUS

dan/atau mastoiditis, namun pada kondisi tersebut, seluruh os. petrosum akan rusak, tidak hanya saraf VII. Neuropati kranial karena dr. Hartono Prabowo, Sp.S diabetes juga dapat terjadi pada saraf VII, tetapi lebih sering terjadi pada saraf III dan IV. Salah satu modalitas diagnostik Bell’s palsy adalah elektromiograf refleks berkedip. Pengukuran ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi jejas pada saraf sehingga pada akhirnya dapat diketahui prognosis. Prognosis akan lebih baik jika jejas terletak di distal ketimbang proksimal karena jejas di distal lebih mudah diterapi. Jejas ini juga dapat diverifikasi dan diketahui letaknya dengan jelas melalui modalitas MRI atau secara kasar dengan stimulasi pada aspek-aspek yang dipersarafi saraf VII. Saraf VII memiliki beberapa cabang, yakni cabang lakrimalis, stapedius, lingualis, dan motorik. Dokter dapat menggali informasi dari pasien melalui anamnesis atau menstimulasi pasien secara langsung pada keempat cabang saraf VII. Contoh stimulasi yang dapat diberikan antara lain kemampuan mensekresikan air mata, kemampuan untuk mendengar atau mengecap, dan kondisi motorik wajah. Tata laksana yang diberikan pada pasien Bell’s palsy antara lain farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada pasien dalam kasus Bell’s palsy adalah terapi steroid, salah satunya, prednison dengan dosis pada dua hari pertama 3 X 8 mg disusul dosis tapering off 3 X 4 mg selama dua hari dapat digunakan untuk mengurangi inflamasi atau edema yang menjepit saraf. Terapi ini disertai dengan pemberian vitamin-vitamin neurotropik seperti vitamin B kompleks (co: Neurobion) dengan dosis 5 X 1 selama lima hari dilanjutkan satu kali sehari hingga keluhan hilang. Jika terdapat dugaan bahwa pembengkakan yang menjepit saraf disebabkan oleh infeksi virus, salah satunya virus herpes, dapat digunakan antiviral, seperti isoprinosin oral 4 empat tablet sehari selama seminggu untuk mengurangi infeksi tersebut. Terakhir, modalitas-modalitas yang bersifat fisioterapis seperti stimulasi diatermis atau gelombang ultra-suara juga dapat digunakan untuk menstimulasi otot-otot dan saraf yang terkena dan menjaga tonisitas otot. Secara umum, penyakit Bell’s palsy sangat mudah ditata laksana. Satu-satunya hal yang wajib diperhatikan adalah diagnosis agar tidak terpikirkan diagnosis kerja yang terlampau berat ataupun terlampau ringan dari kenyataan kasus. stefanus

Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Akhmadu Muradi, Sp.B(K)V, Ph.D (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius

Pemimpin Umum: Aisya Aminy M. PSDM: Gabriella Juli Lonardy, Clara Gunawan, Elizabeth Melina, Herlien Widjaja. Pemimpin Produksi: Skolastika Mitzy Benedicta. Wakil Pemimpin Produksi: M. Idzhar Arrizal. Tata Letak dan Cetak: Dewi Anggraeni Kusumoningrum. Ilustrasi dan Fotografi: Meutia Naflah Gozali. Staf Produksi: Irfan Kresnadi, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna A. Z., Shafira Chairunissa, Kristian Kurniawan, Kelvin Gotama, Bagus Radityo Amien, Arlinda Eraria Hemasari, Robby Hertanto, Anyta Pinasthika, Gabriella Juli Lonardy, Herlien Widjaja, Aditya Indra, Nobian Andre, Vanya Utami Tedhy, Zharifah Fauziyyah, Dhiya Farah, Kartika Laksmi, Dinarda Ulf Nadobudskaya, Fatira Ratri Audita, Dinda Nisapratama. Pemimpin Redaksi: Puspalydia Pangestu. Wakil Pemimpin Redaksi: Farah Vidiast. Redaktur Senior: Andy William, Elva Kumalasari, Nadia Zahratus Sholihat, Ferry Liwang, Rifka Fadhilah, Shierly Novitawati, Irma Annisa, Hiradipta Ardining, Tommy Toar. Redaktur Desk Headline: Veronika Renny Kurniawati. Redaktur Desk Klinik: PClara Gunawan. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Phebe Anggita Gultom. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Levina Putri Siswidiani. Redaktur Desk Liputan: Farah Vidiast. Reporter Senior: Jimmy Oi Santosos, Fidinny Izzaturahmi Hamid, Sukma Susilawati, Yasmina Zahra Syadza, Teuku Abdi Zil Ikram, Salma Suka Kyana Nareswari, Camilla Sophi Ramadhanti. Reporter Junior: Joanna Erin, Fadlika Harinda, Abdillah Y Wicaksono, Aisyah Rifani, Maria Isabella, Nadhira Najma, Renata Tamara, Reyza Tratama, Stefanus Sutopo, Tiffany R, Vannessa Karenina. Pemimpin Direksi: Roberto Bagaskara. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Koe Stella Asadinia, Al Syarif Hidayatullah, Tiara Grevillea, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Tania Graciana, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Catharina Nenobais, Hardya Gustada, Dyah Ayu, Wilton Wylie Iskandar, Fahmi Kurniawan, Ainanur Aurora, Yusuf Ananda, Agassi Antoniman, Alice Tamara, Angela Kimberly Tjahjadi, Safira Amelia, Trienty Batari. Buku: Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Indah Lestari, Laksmi Bestari, Apri Haryono Hafid, Fadhli Waznan, Tiroy Junita, Indah Fitriani, Reganedgary Jonlean, Sabrina Tan, Gilbert Mayer C. Alamat : Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi : Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp 18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.

Kirimkan kritik dan saran Anda:

redaksima@yahoo.co.id

Website Media Aesculapius

beranisehat.com

Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius


MEDIA

AESCULAPIUS

KLINIK

JULI

MARET-APRIL 2017

3

KONSULTASI

Manajemen Stroke Tanpa CT Pertanyaan: 1. Bagaimana diferensisasi kasus stroke hemoragik dan non-hemoragik di tempat dengan keterbatasan fasilitas diagnostik radiologi (CT-scan)? Apakah cukup dengan scoring? 2. Bagaimana manajemen terapi pada kasus tersebut? Apakah bisa dan boleh dilakukan revaskularisasi secara medikamentosa? -dr. J, di Maumere

S

troke merupakan penyakit serebrovaskular yang terjadi akibat terhambatnya aliran darah menuju otak. Kondisi tanpa oksigen menyebabkan sel otak akan matidalam waktu beberapa menit. Kondisi medis serius yang dapat terjadi akibat stroke antara lain kerusakan otak, disabilitas berkepanjangan, dan kematian. Gejala yang dapat dialami pasien berupa kelemahan mendadak; kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki; kesulitan berbicara; dan kesulitan melihat. Di Indonesia, stroke merupakan pembunuh nomor satu dengan prevalensi 8,2 per 1000. Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah arteri mengalami hambatan, sementara itustroke iskemik, jenis stroke yang paling umum terjadi yang disebabkan oleh gumpalan darah yang menyebabkan obstruksi pada pembuluh darah, terjadi ketika pembuluh arteri di otak pecah atau mengalami kebocoran . . Hal ini salah satunya disebabkan karena kondisi tekanan darah yang tinggi.

Dalam penegakkan diagnosis stroke iskemik atau hemoragik, keduanyatidak dapat dibedakan tanpa Computerized Tomography (CT) scan kepala. CT scan merupakan pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis stroke. Rencana diagnosis lainnya adalah pemeriksaan tekanan darah dan glukosa darah pasien yang nilainya dijaga tetap dalam batas normal. Selain itu, diperlukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, albumin darah, ureum dan kreatinin, HDL dan LDL, kolesterol total, trigliserida, dan asam urat harus diperiksa secara berkala. Pengukuran keseimbangan cairan yang keluar, yang diukur dengan kateter, dan cairan yang masuk diperlukan pula. Nilai keseimbangan cairan adalah 16002000 cc yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Salah satu tata laksana stroke adalah revaskularisasi. Revaskularisasi adalah upaya mengalirkan kembali darah dari pembuluh darah yang tersumbat. Pada stroke, akan terbentuk penumbra iskemik di sekeliling pusat infark. Penumbra iskemik merupakan jaringan yang iskemik dan disfungsional namun masih bersifat reversibel. Area ini dapat dilihat dengan MRI atau CT. Tujuan utama terapi revaskularisasi adalah menyelamatkan penumbra iskemik agar tidak mengalami infark. Pada kasus stroke tanpa akses fasilitas CT seperti di daerah, terapi revaskularisasi tidak dapat diberikan. Keterbatasan ini terjadi karena dokter tidak dapat membedakan jenis stroke yang terjadi. Jika yang terjadi adalah stroke hemoragik, perdarahan yang lebih hebat dapat terjadi.

Terapi revaskularisasi dapat digolongkan menjadi terapi konservatif dan invasif. Terapi konservatif dilakukan dengan memberikan antikoagulan dan trombolitik, baik oral maupun parenteral. Obat-obatan ini sebaiknya diberikan oleh dokter spesialis. Antikoagulan oral yang dapat diberikan misalnya aspirin dan clopidogrel sedangkan heparin diberikan secara parenteral. Trombolitik yang diberikan secara oral contohnya tromboles sedangkan trombolitik parenteral contohnya streptokinase. Terapi invasif dilakukan dengan kateterisasi melalui pembuluh darah untuk mencapai pembuluh darah yang

meutia/MA

Narasumber:

dr. Ali Shahab, SpBS RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat RS Asri Duren Tiga, Jakarta Selatan

tersumbat, kemudian disemprotkan zat antikoagulan dengan tujuan menghancurkan trombus yang menyumbat. Tujuan penggunaan kateter adalah untuk lokalisasi obat sehingga komplikasi perdarahan sistemik dapat dihindari. Cara lainnya adalah dengan operasi bypass, yaitu membuat jalan baru pada pembuluh darah dengan mengambil sebagian vena (grafting) agar tetap dapat mengalir. Terapi revaskularisasi ini dilakukan satu bulan setelah terjadi stroke iskemik. Adanya selang waktu ini disebabkan karena dikhawatirkan akan terjadi perdarahan masif jika pasien belum pulih sempurna. Perlu diingatkan sekali lagi bahwa tanpa CT scan kita tidak bisa mengetahui apakah stroke pada pasien bersifat hemoragik atau iskemik. Pasien dengan gangguan vaskular pada pembuluh darah otak (stroke), baik hemoragik maupun iskemik, dapat dirujuk ke dokter bedah saraf. aisyah, abi Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id. Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.

TIPS DAN TRIK

Kenali Bunyi Pernapasan Normal pada Pasien Dalam kondisi yang terbatas, apakah seorang tenaga kesehatan dapat memikirkan diagnosis banding dari suara tarikan dan hembusan napas?

P

emeriksaan fisik dada dan paru merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi sistem pernafasan. Pemeriksaan fisik pada umumnya meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Auskultasi merupakan salah satu prosedur yang sangat penting untuk dilakukan pemeriksa karena melalui pemeriksaan ini, pemeriksa dapat mendengarkan bunyi napas normal dan bunyi tambahan. Pemeriksaan dimulai dengan penjelasan kepada pasien mengenai tujuan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dilanjutkan dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Auskultasi dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop di dada pasien, diikuti dengan instruksi agar pasien menarik napas dalam dan menghembuskannya melalui mulut. Pemeriksaan perlu dilakukan secara sistematis, yakni dari atas ke bawah pada bagian anterior dan posterior. Idealnya, pemeriksaan dilakukan dengan pasien yang berada dalam posisi duduk. Berdasarkan lokasi anatomisnya, terdapat empat jenis bunyi napas, antara lain bunyi vesikular, bronkovesikular, bronkial, dan trakeal. Bunyi vesikular merupakan bunyi yang dapat terdengar di bagian perifer paru-paru. Bunyi

napas vesikular terdengar saat inspirasi dan akan hilang pada sepertiga ekspirasi. Intensitas dan nada yang terdengar dari bunyi napas vesikular ini cenderung halus dan rendah. Bunyi vesikular yang meningkat atau menguat mengindikasikan adanya cairan atau massa padat di paru, sedangkan

fifi/MA

bunyi vesikular yang menurun dapat mengindikasikan adanya udara abnormal, seperti dalam kasus pneumotoraks. Bunyi bronkovesikular merupakan bunyi yang dapat terdengar di ruang interkostal pertama dan kedua area interskapula. Durasi bunyi bronkovesikular pada saat inspirasi dan ekspirasi terdengar hampir sama besar dan kadang bisa disertai jeda

di antaranya. Bunyi bronkovesikular ini menghasilkan intensitas dan nada yang sedang, tetapi relatif lebih kasar dibandingkan dengan bunyi vesikular. Di area manubrium sterni, dapat terdengar bunyi bronkial. Durasi bunyi bronkial pada saat ekspirasi relatif lebih lama dibandingkan dengan pada saat inspirasi dan selalu ada jeda di antaranya. Bunyi bronkial memiliki intensitas yang keras dan nada yang tinggi. Di sekitar area leher, pemeriksa dapat mendengarkan bunyi trakeal. Durasi bunyi trakeal pada saat inspirasi dan ekspirasi sama dan selalu ada jeda di antaranya. Bunyi trakeal merupakan bunyi yang paling keras dan bernada paling tinggi. Selain perubahan bunyi normal, pada keadaan patologis juga dapat terdengar bunyi-bunyi tambahan, seperti suara mengi (wheezing), stridor, ronkhi kering (ronchi), dan ronkhi basah (crackles). Bunyi mengi ditandai dengan nada yang tinggi dan nyaring seperti suara peluit, bunyi stridor ditandai dengan intesitas yang paling kuat di antara bunyi lainnya, bunyi ronchi ditandai dengan bunyi kasar bernada rendah, sedangkan bunyi crackles ditandai dengan bunyi kasar yang putusputus. vannessa

JASA PEMBUATAN BUKU Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.

Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)


42

MARET-APRIL 2017

KLINIK

MEDIA

AESCULAPIUS

MA INFO

Langkah Tepat Hadapi Diabetes Mellitus Gestasional

D

iabetes mellitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai keadaan intoleransi glukosa yang pertama kali terjadi pada kehamilan. Seorang wanita hamil dikatakan mengalami diabetes mellitus gestasional jika kerusakan toleransi glukosanya baru ditemukan saat kehamilan. Wanita hamil dengan diabetes mellitus gestasional biasanya tidak mampu untuk melakukan kompensasi terhadap adanya resistensi insulin yang terjadi saat kehamilan. Resistensi insulin ini dapat disebabkan oleh adanya perubahan hormonal serta munculnya reaksi-reaksi inflamasi pada wanita hamil. Prevalensi DMG di Asia Tenggara menunjukan bahwa sekitar 25% wanita hamil mengalami kehamilan dengan komplikasi hiperglikemia. Angka ini merupakan angka prevalensi terbesar di seluruh dunia, melebihi angka global yang berkisar di 16.9%. Klasifikasi DMG digolongkan berdasarkan klasifikasi White. Sistem klasifikasi ini membagi diabetes mellitus gestasional menjadi lima kelas, antara lain kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, kelas E, dan kelas F. Kelas A hingga E merupakan kelas diabetes mellitus gestasional yang dapat membahayakan janin. Sementara itu, kelas F merupakan kelas diabetes mellitus gestasional yang memberikan risiko terhadap wanita hamil. Dasar klasifikasi ini adalah melihat dari keadaan-keadaan yang mampu membahayakan janin serta wanita hamil.

Keadaan yang mampu membahayakan wanita hamil adalah adanya penyakit ginjal. Kemudian, keadaan yang mampu membahayakan janin antara lain umur ketika onset diabetes, durasi penyakit,dan tingkat keparahan dari penyakit vaskuler maternal. Wanita hamil dengan DMG memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan dengan wanita hamil normal. Selain itu, adanya manifestasi klinis berupa hiperglikemia diasosiasikan dengan peningkatan risiko kematian janin intrauterin pada irun/MA 4-8 minggu terakhir kehamilan. Namun, jika keadaan ini dapat dikontrol dengan baik, risiko kematian janin akan jauh berkurang. DMG pada derajat

keparahan apapun juga diasosiasikan dengan adanya makrosomia pada fetus. Selain itu, DMG juga meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia, ikterik, polisistemia, dan hipokalsemia pada neonatus. Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, tatalaksana untuk DMG terbagi dua, yaitu tata laksana umum dan tata laksana khusus. Tata laksana ini dilakukan secara terpadu dan komprehensif oleh sebuah tim yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, ahli gizi, dan dokter spesialis anak. Tata laksana umum dilakukan dengan segera melakukan rujuk ke rumah sakit supaya penatalaksanaan dapat dilakukan secara lebih baik dan memberikan edukasi kepada pasien mengenai risiko dari penatalaksanaan DMG. Tata laksana khusus dilakukan dengan

tujuan mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah puasa di angka kurang dari 95 mg/dl dan kadar glukosa darah dua jam sesudah makan di angka kurang dari 120 mg/dl. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengatur asupan nutrisi yang masuk ke pasien dengan menghitung berat badan ideal dan kebutuhan kalori harian pasien. Asupan protein yang dianjurkan untuk pasien adalah 1-1,5 g/kgBB Pemberian insulin dapat diberikan jika pengaturan asupan nutrisi yang dilakukan selama dua minggu belum mencapai target kadar glukosa darah yang diinginkan. Dosis pemberian insulin ini dimulai dengan dosis kecil, yaitu 0,5-1,5 unit/kgBB/hari. Kemudian, dilakukan juga pemantauan ibu dan janin dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri, USG, kardiokografi, penilaian fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) sejak usia kehamilan 35 minggu, dan amniosentesis saat usia kehamilan <38 minggu untuk memeriksa kematangan janin. Pasien yang usia kehamilannya telah mencapai 38 minggu dan janin tumbuh normal, sebaiknya ditawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea dengan tujuan mencegah adanya distosia pada bahu. Kemudian, 6-12 minggu setelah persalinan, lakukan skrining diabetes. Wanita dengan riwayat DMG perlu melakukan skrining diabetes setiap tiga tahun selama seumur hidupnya. reyza

ASUHAN KESEHATAN

‘Mengasuh’ Skizofrenia, Sebuah Skill Khusus Perawat Skizofrenia mungkin terdengar tidak asing bagi sebagian dari kita, sementara sebagian lainnya bertanya-tanya “Apa itu skizofrenia?”. Bila satu dari sekian pasien skizofrenia ternyata adalah bagian dari keluarga anda, sudah tahukah anda bagaimana cara memberikan asuhan bagi pasien skizofrenia ?

S

kizofrenia adalah penyakit gangguan kejiwaan yang ditandai dengan adanya gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah seperti dalam bentuk halusinasi paranoid yang dibangun atas unsur non-logika, disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan. Berbeda dengan pasien pada umumnya, pasien gangguan kejiwaan tidak semuanya datang ke layanan kesehatan karena keinginan untuk diobati melainkan atas inisiasi orang lain. Tidak jarang pasien bahkan menolak untuk pergi ke layanan kesehatan karena merasa dirinya baik-baik saja dan tidak ‘gila’. Menghadapi pasien gangguan kejiwaan pun menuntut perawat untuk lebih lihai dan kreatif. Perawat harus mempunyai ide dan cara yang berbeda agar tindakannya dapat diterima pasien karena keterbatasan kemampuan pasien untuk menerima informasi yang disampaikan langsung begitu saja, utamanya bagi mereka yang tidak merasa memiliki masalah kejiwaan. Mengutarakan tujuan tindakan dan meminta kerja sama dengan pasien selama tindakan adalah suatu hal yang harus benarbenar dipersiapkan sebelum dilakukan. Adapun bagi asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada pasien saja melainkan begitu juga bagi keluarganya. Oleh karena itu dalam asuhan keperawatan jiwa, keterlibatan keluarga sangatlah berperan dalam keberhasilan asuhan.

Ketika seorang pasien didiagnosis mengidap skizofrenia, maka diagnosis keperawatannya akan fokus pada intervensi terhadap risiko perilaku kekerasan terhadap diri pasien sendiri. Pasien skizofrenia kerap kali memiliki halusinasi penglihatan. Melalui halusinasi ini, berbagai risiko pun bermunculan. Pasien seringkali merasa cemas hingga menyakiti dirinya sendiri saat mengalami halusinasi. Untuk itu, tujuan keperawatan bagi pasien skizofrenia adalah mengontrol halusinasi pasien. Bentuk kelvin/MA intervensi yang perawat lakukan dapat diawali dengan pendekatan interpersonal lalu berdiskusi bersama pasien dan keluarga mengenai tindakan apa yang paling baik dilakukan ketika halusinasi mulai datang kembali. Pada beberapa kasus, ada pasien yang berusaha

Dhaifina Dini Ghassani Rizki Mahasiswa tingkat II Fakultas Ilmu Keperawatan UI menyibukkan diri atau tidur bila halusinasi mulai dirasakannya. Disinilah peran perawat sebagai bahu yang menguatkan pasien, dan mendampingi pasien dalam melawan halusinasinya tersebut. Diskusi juga dilakukan untuk memutuskan cara apa yang paling sesuai bagi pasien untuk memegang kendali atas halusinasinya, bisa dengan cara menghardik halusinasinya, membuat jadwal harian yang padat sehingga halusinasi tidak sempat muncul, atau meminta bantuan lingkungan sekitar untuk menegur bila pasien terlihat mulai berbicara sendirian. Upaya intervensi tersebut bertujuan untuk memberikan pasien kekuatan untuk mengontrol emosinya secara bertahap. Perawat dapat membuat jadwal periodik beserta target pencapaian yang diharapkan dari pasien tersebut, misalnya dalam 1x24 jam pasien sudah dapat menghardik halusinasinya sebanyak satu kali. Dalam protokolnya memang begitu, tetapi pada praktik lapangannya berbagai lika-liku harus dihadapi. Banyak pasien yang dalam bawah sadarnya tidak menerima intervensi keperawatan secara penuh sehingga dampaknya adalah pasien semakin dapat mendengar halusinasinya. Untuk itulah rasa percaya terhadap satu sama lain sangat dibutuhkan dalam proses intervensi keperawatan, baik rasa percaya pasien kepada perawat maupun sebaliknya. fadlikaharinda

JASA TERJEMAHAN Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Tidak hanya jasa terjemahan, kami juga menyediakan jasa pembuatan slide presentasi dan poster ilmiah sesuai kebutuhan Anda.

Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)


MEDIA

Ilmiah Populer

AESCULAPIUS

JULI

MARET-APRIL 2017

5

KESMAS

Ciptakan Anak Sehat Melalui 1.000 Hari Pertama Kehidupan

K

Kematian dan nutrisi anak menjadi masalah yang tidak ada habisnya di Indonesia. Apakah intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan memang penting untuk tumbung kembang si kecil?

ematian anak masih menjadi salah satu masalah di Indonesia. Setiap tiga menit, tercatat satu balita meninggal dunia. Angka kematian anak ini memprihatinkan. Selain itu, hal ini juga terkait dengan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Anak-anak yang hidup dalam rumah tangga miskin umumnya memiliki angka kematian balita lebih dari dua kali lipat dibandingkan angka kematian balita di kelompok sejahtera. Hal ini disebabkan kurangnya akses pelayanan kesehatan dan sosial yang berkualitas untuk rumah tangga miskin. Selain masalah kematian anak, masalah berat bayi lahir rendah (BBLR) juga tidak mampu teratasi dengan tuntas. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, persentase BBLR tahun 2013 mencapai 10,2%. Persentase BBLR pada perempuan mencapai 11,2% dan lebih tinggi dibandingkan dengan BBLR pada laki-laki yang mencapai 9,2%. Selain itu, angka BBLR juga berhubungan dengan tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan dimana terlihat adanya kecenderungan semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah prevalensi BBLR. Angka BBLR juga dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dimana BBLR tertinggi ada pada balita dengan kepala

INFO OBAT

rumah tangga yang tidak bekerja yakni 11,6%. Masalah kekurangan gizi di Indonesia juga masih menjadi momok di Indonesia. Tercatat 19,6% balita di Indonesia memiliki berat badan yang tidak sesuai dengan usianya. Hal ini menandakan adanya gizi kurang pada balita tersebut. Selain itu, 37,2% balita di Indonesia memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya (pendek). Padahal, apabila di suatu masyarakat terdapat >20% kasus Balita Gizi Kurang dan/atau >30% Balita Pendek, maka masyarakat tersebut menghadapi masalah kesehatan yang serius. Adanya masalah-masalah tersebut menunjukkan bahwa pemenuhan gizi di 1.000 hari pertama kehidupan merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Masa awal kehidupan di dalam kandungan hingga usia dua tahun disebut 1000 hari pertama kehidupan. Masa ini merupakan masa terpenting bagi anak karena merupakan

periode emas bagi tumbuh kembang anak. Gangguan yang terjadi pada periode kritis ini akan berdampak terhadap kelangsungan hidup serta tumbuh

irun/MA

kembang anak. Gangguan ini biasanya bersifat permanen dan jangka panjang serta sulit diperbaiki terutama jika usia anak tersebut telah melebihi periode dua tahun pertama ini. Dampak jangka panjang yang dapat terjadi, di antaranya rendahnya kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan, rendahnya daya tahan kemampuan kerja, serta meningkatnya risiko

di kemudian hari menderita penyakit tertentu seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, hipertensi, kanker, stroke, dan disabilitas pada lansia. Agar dapat mencapai pemenuhan gizi yang optimal di masa ini, terdapat dua intervensi yang dapat dilakukan, yakni intervensi gizi sensitif dan intervensi gizi spesifik. Intervensi gizi sensitif merupakan intervensi gizi yang dilakukan oleh tenaga nonkesehatan yang mencakup penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), stimulasi psikososial bagi bayi dan anak, penerapan keluarga berencana, pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya. Di sisi lain, intervensi gizi spesifik adalah intervensi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap ibu dan bayi. Intervensi gizi spesifik pada ibu hamil mencakup pemberian suplementasi, imunisasi, makanan tambahan bila kurang gizi, dan lain sebagainya. Intervensi ini juga dilakukan untuk bayi, antara lain pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai dari usia 6 bulan keatas, melengkapi imunisasi dasar, pemantauan tumbuh kembang, pencegahan dan penanganan bayi sakit secara terpadu, dan pemberian suplementasi yang sesuai. reyza

Menurunkan Kadar Lemak Darah: Tak Selamanya Statin Statin sudah bukan hal yang asing lagi bagi kehidupan praktisi layanan kesehatan dalam mengatasi hiperkolesterolemia. Akan tetapi, ternyata selain statin ada juga lho yang berkhasiat menurunkan kolesterol dengan sangat baik. Penasaran?

penggunanya. Adapun kini gemfibrozil dan fenofibrat menjadi obat utama dari golongan asam fibrat. Bila dilihat dari manfaat kerjanya, gemfibrozil sangat homolog dengan klorfibrat tetapi dengan risiko efek samping yang lebih rendah. Jadi, bagaimana sesungguhnya obat ini mengatasi keluhan tingginya kadar lemak dalam darah pada tubuh manusia? Asam fibrat berlaku sebagai ligan untuk peroxisome proliferatoractivated reseptor-Îą (PPAR- Îą). Adanya aktivasi PPAR-Îą menyebabkan terjadinya peningkatkan ekspresi protein apo A-I, apo A-II, lipoprotein lipase (LPL), dan penurunan ekspresi protein apo C-III (inhibitor lipolisis). hansel/MA Peningkatan jumlah protein apo A-I erkenalkan, golongan runner-up dan A-II akan meningkatkan sintesis yang bersembunyi dibalik ketenaran High Density Lipoprotein (HDL) atau yang statin, asam fibrat. Asam fibrat adalah lebih dikenal sebagai lemak baik. Peningkatan senyawa dalam kelas asam karboksilat LPL akan meningkatkan lipolisis lipoprotein ampifatik yang digunakan dalam mengatasi trigliserida di hati sehingga katabolisme Very gangguan metabolisme lemak. Oleh karena Low Density Lipoprotein (VLDL) meningkat, itu, golongan ini disebut juga sebagai satu dari sementara penurunan jumlah protein apo C-III beberapa golongan agen hipolipidemik. akan menurunkan sintesis VLDL. Dengan Sejatinya, obat golongan asam fibrat demikian, efek utama yang dihasilkan dari merupakan tatalaksana lini pertama dari obat ini adalah penurunan kadar trigliserida keadaan hipertrigliseridemia atau tingginya karena katabolisme VLDL yang meningkat kadar trigliserida dalam darah. Akan tetapi, dan karena sekresi dari hati berkurang diiringi asam fibrat nyatanya juga dijadikan sebagai dengan peningkatan sintesis HDL sebesar 10tatalaksana lini kedua dari hiperlipidemia 20%. setelah statin. Contoh obat dalam golongan Asam fibrat tersedia dalam sediaan ini adalah klorfibrat, gemfibrozil, fenofibrate, oral. Seluruh jenis asam fibrat diabsorpsi dan bezafibrate. Klorfibrat kini sudah secara sempurna melalui saluran cerna. ditinggalkan akibat efek sampingnya yang Di dalam plasma, obat ini berikatan kuat terbukti meningkatkan angka mortalitas dengan protein albumin sebesar 90-95% nya.

P

Konsumsi asam fibrat per oral menyebabkan obat ini mengalami metabolisme lini pertama di hati yang menurunkan bioavailabilitasnya. Di antara golongan asam fibrat, hanya fenofibrat yang bersifat prodrug, yakni diperlukan metabolisme terlebih dahulu di dalam tubuh sebelum menjadi zat aktif yang siap untuk bekerja pada lokasi kerjanya. Adapun bioavailabilitas dan waktu paruhnya bervariasi menurut jenis obatnya. Setelah dimetabolisme, zat sisa asam fibrat kemudian akan dieliminasi utamanya melalui ginjal dalam bentuk konjugat glukoronida yang dibuang bersama urin. Asam fibrat tidak diberikan pada pasien dengan hiperlipidemia tipe I, yakni kadar kilomikron meningkat sementara kadar VLDL normal. Asam fibrat, terutama gemfibrozil sangat kuat diindikasikan bagi hiperlipidemia tipe III dimana ditemukan adanya penumpukan lipoprotein densitas sedang atau intermediate density lipoprotein (IDL). Di sisi lain, pasien hipirlipidemia tipe V, yang memiliki kenaikan kadar VLDL dan kilomikron, dapat menggunakan obat ini bila perubahan pola diet rendah lemak tidak memberikan hasil positif. Pemberian obat antikoagulan atau pengencer darah bersama dengan asam fibrat diperbolehkan dengan dosis obat pengencer darah yang dikurangi karena sama-sama mudah berikatan dengan protein dalam darah. Selain itu, asam fibrat juga dapat meningkatkan efek antikoagulan darah melalui penekanan kadar fibrinogen plasma sehingga perlu diwaspadai risiko perdarahan pada pasien yang diberikan kombinasi obat ini dengan pengencer darah.

Seperti halnya agen hipolipidemik lainnya, gemfibrozil dapat dengan mudah melewati plasenta. Oleh karena itul, pemberian agen hipolipidemik pada wanita hamil sangat berisiko dan hanya diberikan bila terbukti adanya urgensitas yang tinggi. Penggunaan asam fibrat utamanya dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko pembentukan batu empedu. Selain itu, penggunaan bezafibrat jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya myositis yang dapat ditandai dengan peningkatan creatinine phosphat kinase (CPK), serta peningkatan SGOT darah. Efek samping lainnya yang dapat ditimbulkan oleh golongan ini adalah gangguan pada saluran gastrointestinal, rash kemerahan yang utamanya terjadi pada wajah, alopesia atau kerontokan rambut, dan peningkatan indeks litogenisitas. fadlikaharinda Golongan obat : Asam fibrat Contoh obat : Gemfibrozil, fenofibrate, klorifibrat, bezafibrate Indikasi : Hipertrigliseridemia Kontraindikasi : Hiperlipidemia tipe I, gangguan ginjal atau hati, penyakit kantung empedu, kehamilan dan menyusui Cara pemberian : Oral Dosis : Fenofibrat 200-400 mg/ hari atau gemfibrozil 600 mg 2 kali sehari Sediaan : Tablet fenofibrat 100, 200, dan 300 mg atau gemfibrozil 300 dan 600 mg


62

MARET-APRIL 2017

Ilmiah Populer

MEDIA

AESCULAPIUS

ARTIKEL BEBAS

S

Mengerok: Benarkah Bermanfaat?

iapa yang tidak kenal mengerok? Tradisi khas negara-negara Timur ini telah dipercaya secara turun-temurun sebagai metode pengobatan beragam jenis keluhan, dari nyeri hingga masuk angin. Tidak hanya di Indonesia, mengerok juga dikenal sebagai salah satu terapi alternatif yang sering digunakan masyarakat di negaranegara lain untuk beragam keluhan tersebut. Pada masa lampau di Eropa, dikenal teknik pengobatan yang serupa, yang disebut frictioning. Di sisi lain, di Tiongkok, mengerok dikenal dengan nama gua sha, di Vietnam dengan nama cao gio, di Kambodia dengan nama kos khyal, dan di Laos dengan nama khoud lam. Walaupun telah dikenal secara empiris akis/MA

oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, sebagai salah satu jenis terapi tradisional yang cukup manjur, belum terlalu banyak literatur yang membahas mengenai prosedur mengerok ini secara ilmiah. Sebuah studi review pada tahun 2010 yang secara spesifik meneleiti kemampuan mengerok untuk mengurangi nyeri muskuloskeletal (salah satu kemampuan yang sering digadanggadangkan dari terapi ini) mendapatkan hasil belum konklusif karena minimnya studi dengan kualitas yang memadai. Walau demikian, beberapa studi lain yang lebih mutakhir menemukan banyak khasiat pengerokan secara lebih konklusif, seperti perbaikan pada pasien dengan nyeri pada leher dan punggung bawah, hepatoproteksi pada pasien yang menderita infeksi hepatitis B kronik aktif, peningkatan respon imun yang mempercepat dampak imunisasi intradermal, perubahan laju jantung, serta penurunan gejala migrain dan mastitis. Berbagai fakta menarik dari banyak penelitian sebelumnya telah membuktikan efek mengerok terhadap kesehatan. Sebuah studi yang menggunakan laser Doppler menunjukkan peningkatan mikrosirkulasi pembuluh darah kapiler permukaan pada daerah yang

dikerok sebesar 400% pada 7,5 menit pertama setelah pengerokan dan masih berlanjut hingga 25 menit setelahnya. Perubahan yang muncul adalah dampak dari vasodilatasi dan ekstravasasi sel darah menuju jaringan di sekitarnya. Vasodilatasi dan ekstravasasi tersebut juga berkaitan dengan peningkatan produksi dari enzim heme oksigenase-1, sebuah enzim yang melindungi sel dari oksidasi, pada model tikus. Enzim ini berperan dalam mengurangi nyeri melalui jaras yang melibatkan karbon monoksida dalam tubuh dan juga berpengaruh dalam imunitas dengan mempengaruhi Th1, Th2, dan Th17, serta sel-sel T regulator. Kerja enzim tersebut dianggap penting mengingat peran beragam jenis sel T ini dalam beragam penyakit autoimun, seperti penolakan organ transfer, diabetes melitus yang tidak dikarenakan penurunan produksi insulin, dermatitis atopik, asma, dan lain-lain. Selain perluasan pembuluh darah dan ekstravasasi darah, konsekuensi lain dari pengerokan adalah infiltrasi sel-sel imun pada daerah sekitar dari tempat terjadinya pengerikan, pembentukan beragam sitokin, baik lokal maupun sistemik, serta senyawa nitrit oksida (yang berperan sebagai faktor-faktor antipatogenik), dan peningkatan respon imun, yang menyebabkan lebih tingginya produksi IgG pascavaksinasi. Efek lain yang belum diketahui mekanismenya adalah perubahan fisiologis di daerah distal area pengerokan, yaitu penurunan rasa nyeri. Mengerok yang dilakukan bersamaan dengan fisioterapi ternyata juga memberikan dampak positif baik secara fisik maupun psikis. Pada sebuah kasus, terapi tersebut ternyata dapat menurunkan skor keparahan seorang pasien dengan nyeri leher kronis yang dipicu oleh duduk lama-lama di

depan komputer sehingga membuktikan bahwa selain dampak fisiologisnya yakni memperlancar aliran darah, ada pula sebuah manfaat psikiatri yang juga didapatkan oleh pasien. Hal ini juga terkait dengan fakta bahwa sebuah tata laksana yang merupakan suatu perlakuan khusus akan cenderung memiliki efek plasebo yang lebih kuat dibandingkan pemberian sebuah obat. Salah satu kontraindikasi pengerokan yang ditemukan dalam penelitianpenelitian sebelumnya adalah luka pada kulit yang akan dikerok. Penggunaan obatobatan antikoagulan bukan merupakan kontraindikasi pengerokan. Karena ada risiko penyebaran patogen-patogen permukaan kulit menyebar melalui darah, para peneliti menyarankan alat kerok yang digunakan bersifat sekali pakai serta baik alat kerok, permukaan kulit, maupun lubrikan (minyak) yang dipakai dibersihkan dengan baik. Area yang diperkirakan lebih sensitif, seperti daerah leher, kepala, dan lain-lain juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi beragam komplikasi, seperti iritasi kulit, pembengkakan, dan nyeri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mengerok ternyata memiliki dampak yang baik bagi tubuh, seperti memperbaiki sirkulasi, meningkatkan produksi enzim heme oksigenase-1 yang memiliki efek anti-nyeri dan regulatif terhadap sistem imun. Namun, patut diingat bahwa terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan, seperti tidak mengerok pada daerah yang rawan (baik secara anatomis maupun karena keberadaan luka) dan untuk memperhatikan higien saat mengerok. Jika kedua hal tersebut diperhatikan dan benar-benar diterapkan, pengerokan akan menjadi suatu terapi yang bermanfaat. stefanus

SEGAR

M

dokumen penerbit/MA

edia Aesculapius (MA) mengucapkan selamat kepada Aisyah Aminy M (Pemimpin Umum), Puspalydia Pangestu (Pemimpin Redaksi), Skolastika Mitzy (Pemimpin Produksi), Roberto Bagaskara (Pemimpin Direksi), dan segenap Koordinator Desk Umum yang telah dilantik pada hari Minggu, 22 Januari 2017 lalu. Semoga amanah dan dapat membawa MA terus berkembang dalam menyebarluaskan berita kesehatan ke seluruh penjuru Indonesia. Terima kasih juga kepada jajaran Pengurus Harian MA 2016 yang telah membawa MA selangkah lebih maju lagi. erin


MEDIA

AESCULAPIUS

IPTEK

Ilmiah Populer

Penggunaan Nanocarrier Untuk Pelepasan Obat Anti Malaria yang Akurat

M

Dapatkah metode ini menghasilkan penanganan malaria yang lebih mudah dan efisien?

alaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium. Keempat spesies plasmodium (P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale) menyebabkan malaria yang dapat menyebar dari manusia ke manusia lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria karena P. falciparum paling banyak ditemukan di benua Afrika dan berperan pada tingginya angka kematian akibat malaria. Pada tahun 2015, diperkirakan dewi/MA terdapat 214 juta kasus malaria dengan sekitar 438.000 kasus kematian. Terdapat berbagai kombinasi obat untuk tatalaksana malaria, seperti artesunatamodiaquin (ASAQ), artesunat-mefloquin (ASMQ), dan artemether-lumefantrine (AL). Derivat Artemisinin merupakan salah satu obat anti malaria terbaru yang dapat digunakan untuk manusia, salah satu contohnya adalah artemison (ART). Artemison bersifat non-neurotoksik dengan aktivitas anti malaria yang lebih besar dari artesunat. Pada tikus, artemison masih tetap dapat bekerja meskipun tatalaksana baru diberikan pada tahap akhir patogenesis malaria. Obat ini juga memiliki efek terapeutik yang efektif terhadap malaria falciparum. Tantangan utama dalam penggunaan

artemisinin sebagai obat malaria hidrofobik adalah pemberian dosis yang optimal untuk mencapai efikasi dan mencegah toksisitas. Pelepasan obat yang time-dependent, dengan atau tanpa stimulus eksternal dapat menjadi solusi pengaturan dosis optimal artemisinin untuk periode yang lebih lama. Agar tidak menjadi toksik, konsentrasi terapeutik obat harus diimbangi oleh tingkat absorbsi tubuh. Kondisi ini dipengaruhi oleh kondisi fisiologis, sehingga absorbsi obat berbeda-beda pada setiap orang. Sistem obat yang ideal, meliputi pelepasan obat yang dapat diprediksi, mudah diakses, tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan, serta dapat diprogram sesuai dengan infeksi. Hal ini tidak dicapai dengan penggunaan inhaler, partikel mikro, maupun konjugat obatantibodi. Masalah lain yang dialami artemisinin adalah solubilitas dan waktu paruh yang rendah, serta stabilitasnya pada media aqueous. Dekomposisi dari artemisinin pada medium cairan perlu diperhatikan karena efek fisiologisnya tidak pasti. Meskipun terdapat beberapa hal yang telah dicoba seperti penggunaan vesikel nano dan partikel lipid solid, namun sistem tersebut masih jauh dari penggunaan praktikal. Selain itu, bentuk tersebut tidak memberikan pelepasan obat

yang terkontrol. Hal ini merupakan masalah dalam penghantaran obat, di mana studi in vitro dengan karier seperti NFN (nanofiber nonwoven) yang dibuat melalui electrospinning memiliki indikasi aplikatif, namun tidak dapat digunakan pada situasi in vivo. Oleh sebab itu, peneliti mencari cara untuk melepaskan obat secara terkontrol melalui kombinasi carrier nanofiber nonwoven (NFN) yang mengandung ART in vitro dengan drip chamber infus untuk mengatur pelepasan ART secara terkontrol sehingga lebih menguntungkan. NFN dengan ART tersebut memiliki pelapis polimer biokompatibel poly(p-xylylene) untuk mengatur pelepasan dan stabilitas obat pada medium infus. Selain itu, untuk mengatasi kelarutan ART yang rendah pada media aqueous, medium infus yang digunakan memiliki surfaktan. Melalui hal ini, pelepasan ART dapat diatur dengan jumlah NFN yang mengandung ART, kecepatan infus, serta komposisi dari medium infus. Metode ini memperbaiki stabilitas obat dengan administrasi yang terprogram dan mudah. Sistem ini dapat digunakan pula pada obat hidrofobik lainnya, dan pada obat kombinasi, seperti artemisinin drug combinations (ACT). NFN cukup esensial dan fleksibel, karena persiapan, penanganan dan pemindahannya dapat dikontrol dengan baik. Jadi, obat dengan bioavailabilitas, solubilitas, dan stabilitas rendah pada media aqueous dapat dilepaskan secara terprogram dan akurat. Konsep ini juga dapat diterapkan pada terapi dengan kombinasi obat. tiffany

ADVERTORIAL

Injeksi Sel Punca, Alternatif Baru Atasi Cedera Sendi Lutut Operasi penggantian sendi lutut yang cenderung berisiko tinggi kini bukan satu-satunya pilihan dalam tatalaksana cedera meniskus. Sebuah teknologi terbaru ditemukan untuk menangani cedera tersebut.

S

endi merupakan struktur tubuh yang berperan penting dalam setiap gerakan yang kita lakukan. Pada sendi, terdapat bantalan kartilago atau tulang rawan untuk mencegah terjadinya gesekan antartulang. Salah satu sendi yang paling sering mengalami cedera adalah sendi lutut. Cedera pada sendi lutut dapat disebabkan karena kecelakaan saat olahraga ataupun karena degenerasi sendi pada orang lanjut usia. Pada kasus cedera sendi lutut yang cukup parah, operasi perlu dilakukan untuk memperbaiki, mengangkat kepingan meniskus yang robek, dan mengganti sendi lutut dengan sendi prostetik. Operasi penggantian sendi merupakan operasi yang cukup sulit dan kompleks sehingga terdapat beberapa komplikasi, seperti infeksi, pembekuan darah, pemasangan sendi yang longgar, dislokasi, bahkan cedera pembuluh darah atau saraf. Oleh karena itu, dikembangkan suatu teknik alternatif baru untuk tatalaksana cedera sendi lutut. Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan sel punca (stem cell) pasien ke dalam lokasi yang cedera, yaitu lutut, agar dapat kembali menjadi sendi baru yang sehat. Sel punca yang digunakan berasal dari sel mesenkimal multipoten pasien dewasa yang terdapat di beberapa jaringan, seperti sumsum tulang belakang, darah, dan jaringan lemak. Dalam prosedur ini, dokter melakukan aspirasi sumsum tulang belakang, yakni mengambil sedikit sampel sumsum tulang belakang dari tulang pelvis dengan menggunakan jarum. Setelah itu, dokter mengambil darah melalui pembuluh vena lengan pasien dan memprosesnya bersama

dengan sampel sumsum tulang belakang yang mengandung sel punca di laboratorium.

Selain itu, masa pemulihan pada injeksi sel punca lebih cepat dibandingkan dengan operasi penggantian sendi. Pasien operasi penggantian sendi perlu menghabiskan waktu beberapa minggu dengan imobilitas atau mobilitas yang terbatas sedangkan pasien injeksi sel punca sudah dapat melakukan rutinitas ringan di hari yang sama setelah menjalani prosedur. Dalam beberapa minggu, pasien injeksi sel punca bahkan dapat meningkatkan aktivitasnya dan Injeksi melakulan lebih sel punca ke dalam banyak hal. A t/M u pasien menggunakan p Uji coba teknik r e t modalitas pencitraan, seperti injeksi sel punca real time fluoroscopy atau USG dalam beberapa tahun muskuloskeletal dan MRI, untuk terakhir menunjukkan memandu dokter menemukan area manfaat yang lutut yang tepat untuk diinjeksi. signifikan pada Jika sudah menemukan lokasi pasien dengan osteoartritis lutut karena yang tepat, sel punca serta faktor proses pemulihan yang dihasilkan cepat dan pertumbuhan yang berasal dari relatif lancar. Sayangnya, masih ada beberapa keping darah diinjeksikan dan hal yang membuat prosedur ini belum dapat menyebar ke jaringan yang cedera dijangkau oleh semua orang, seperti biaya di sekitarnya. yang mahal dan ketidakmampuan sendi Bila dibandingkan dengan sel punca menahan beban berlebihan dari operasi penggantian sendi, pasien dengan BMI lebih dari 35. Selain itu, teknik injeksi sel punca terbilang terapi sel punca juga hanya dapat dilakukan lebih cepat dan praktis dalam pada sendi yang tidak mengalami degenerasi menangani cedera sendi. Operasi total. Sel punca dapat berdiferensiasi dengan penggantian sendi berlangsung baik apabila sisa tulang rawan dan cairan sekitar dua jam dan sendi masih tersedia. Oleh karena itu, pada memerlukan beberapa kasus berat yang hanya menyisakan kontak hari untuk antartulang tidak dapat ditangani dengan perawatan di injeksi sel punca. Pada akhirnya, tidak rumah sakit sebelum pasien diperlukan operasi yang rumit dan memakan diperbolehkan pulang, sedangkan injeksi sel waktu, kini pasien bisa memilih teknik injeksi punca hanya menghabiskan waktu sehari. sel punca ini. vanessa

JULI

MARET-APRIL 2017

7

EBM

Menelaah Manfaat Terapi Farmakologis Sistemik pada Nyeri Punggung Bawah

N

yeri punggung belakang merupakan salah satu kondisi yang paling sering dihadapi klinisi. Pasien dengan nyeri punggung belakang umumnya menggunakan parasetamol dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Obat lain yang sering diresepkan sebagai obat lini kedua adalah skeletal muscle relaxant, benzodiazepin, dan antidepresan. Dalam upaya memperbarui panduan praktek klinis oleh American College of Physicians yang dikeluarkan pada tahun 2007, keuntungan dan bahaya obat-obatan tersebut ditinjau kembali berdasarkan bukti-bukti terbaru. Sumber literatur pada tinjauan ilmiah ini bersumber dari Ovid MEDLINE, the Cochrane Central Register of Controlled Trials, dan Cochrane Database of Systematic Review. Literatur yang diperoleh kemudian ditinjau secara independen oleh dua investigator untuk disesuaikan dengan kriteria tertentu. Data kemudian diekstraksi dan dinilai kualitasnya setelah itu disintesis secara kualitatif dan dilakukan meta-analisis. Hasil analisis ini kemudian kembali dinilai secara kualitatif. Kekuatan bukti (strength of evidence) dinilai berdasarkan kualitas studi, presisi, konsistensi, dan kelugasan. Pencarian literatur menghasilkan 46 publikasi yang memenuhi kriteria inklusif dari total 2847. Dari literatur tersebut, obat-obat yang ditinjau yaitu parasetamol, OAINS, skeletal muscle relaxants, benzodiazepines, antidepresan, obat antikejang, dan kortikosteroid sistemik. Ada banyak terapi farmakologis sistemik yang memiliki pengaruh kecil hingga sedang dalam mengatasi nyeri punggung belakang (mampu menurunkan 5-20 poin pada VAS 100 poin). Namun, perbaikan fungsi tidak sebaik pengaruh pada nyeri. Berdasarkan penelitian terbaru, parasetamol, antidepresan trisiklik, dan kortikosteroid sistemik tidak bermanfaat sebagai terapi pada nyeri punggung belakang. Untuk terapi jangka pendek, skeletal muscle relaxant mampu meringankan nyeri punggung belakang tetapi dengan efek samping sedasi. Opioid memiliki pengaruh kecil dibandingkan plasebo untuk nyeri punggung belakang kronik sehingga dikhawatirkan adanya risiko overdosis. Penelitian mengenai penggunaan pregabalin (antikejang) dan benzodiazepin masih belum mencukupi. Beberapa terapi farmakologi sistemik memiliki pengaruh yang kecil atau sedang dan hanya bersifat jangka pendek terhadap nyeri. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa parasetamol, obat yang dijadikan lini pertama pada panduan praktek klinik sekarang, tidak efektif untuk mengatasi nyeri punggung belakang akut. Selain itu, duloxetine yang merupakan obat baru ditemukan memiliki pengaruh yang terbatas dalam tatalaksana nyeri punggung belakang kronik. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pemilihan obat yang optimal, kombinasi terbaik, dan obat paling efektif untuk nyeri punggung belakang yang radikular. abdillah Chou R, Deyo R, Friedly J, Skelly A, Weimer M, Fu R, et al. Systemic Pharmacologic Therapies for Low Back Pain: A Systematic Review for an American College of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern Med [Internet]. 2017; Available from: http://annals.org/article.aspx?doi=10.7326/ M16-2458


82

MARET-APRIL 2017

OPINI & HUMANIORA

MEDIA

AESCULAPIUS

SUARA MAHASISWA

Taktik Jitu Invasi Industri Rokok di Indonesia Mulai dari promosinya yang unik hingga pameran industrinya yang sempat memecah Indonesia.

I

senjata pamungkasnya untuk tampil ndonesia merupakan negara dengan “baik” di depan masyarakat dan menjadi konsumsi rokok terbesar keempat di “pahlawan” bagi para remaja lewat dunia, setelah Tiongkok, Rusia dan promosinya yang unik. Investasi oleh Amerika Serikat. Berdasarkan data dari industri rokok juga tidak bisa dianggap The Tobacco Atlas 2015, dua per tiga bagian remeh. Hal ini terbukti pada bulan Oktober atau 66% dari total populasi laki-laki di 2015, dimana Sekretariat Negara Republik Indonesia adalah perokok aktif. Berdasarkan Indonesia merilis komitmen investasi lebih Riset Kesehatan Dasar tahun 2010-2013, dari 15 miliar dollar AS, termasuk 1,9 miliar terjadi kenaikan jumlah perokok perempuan dollar AS investasi dari Philip Morris. dari 4,1% menjadi 6,7%. Remaja Indonesia Untuk memperbesar pangsa pasarnya, juga tak luput dari sasaran industri rokok. industrialisasi pun dilakukan, yaitu melalui “Remaja hari ini adalah calon pelanggan pameran industri rokok World Tobacco Process tetap hari esok karena mayoritas perokok and Machinery (WTPM). WTPM di Indonesia mulai merokok ketika remaja,” tutur peneliti pertama kali diadakan tahun 2012 dan akan Myron E. Johnson pada Wakil Presiden dilaksanakan kembali bulan Mei mendatang. Riset dan Pengembangan Philip Morris Alat-alat produksi rokok dipamerkan, mulai International (PMI), industri tembakau dari pengembang rasa rokok hingga mesin terbesar di dunia, tahun 1981. Potensi bonus penghasil ribuan rokok dalam waktu demografi yang besar di tahun yang cepat. 2020-2025 dan Dampak WTPM mudahnya terhadap industrialisasi memengaruhi sektor tembakau di masyarakat Indonesia jelas, untuk produksi rokok konsumsi yang semakin rokok, meningkat Indonesia dan pola semakin kemasan rokok menggiurkan yang semakin bagi industri rokok menarik. Selanjutnya, dunia untuk dibidik pasar diperbesar dan sebagai pasar tetap konsumsi rokok pun rokok. mitzy/MA meningkat. Selain Iklan, promosi, dan kesehatan konsumen, sponsor masih menjadi cara jitu buruh tani juga turut dirugikan dengan hal industri rokok untuk menyembunyikan tersebut. Cara produksi rokok akan bergeser warna aslinya. Upaya mendanai kompetisidari produksi dengan tangan menjadi dengan kompetisi olahraga, seperti bulu tangkis mesin, yang menyebabkan rawan terjadinya hingga konser-konser besar masih menjadi

KOLUM

putus hubungan kerja. Lantas, isu bahwa industri rokok dapat menghidupi banyak orang hanyalah tipu daya untuk tetap bisa bertahan di Indonesia. Taktik lain yang dimainkan oleh industri rokok adalah menginfiltrasi regulasi pemerintah, baik daerah maupun pusat. Pengendalian tembakau yang kekuasaannya berada dalam produk hukum mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah seringkali terganjal oleh “titipan” industri rokok. Kasus yang sempat marak pada tahun 2009 adalah ayat 2 pasal 113 UndangUndang Kesehatan tentang pengamanan zat adiktif yang raib sebelum sempat ditanda tangani presiden. “Hilangnya” ayat ini menjadi indikasi adanya hubungan gelap antara pemerintah dengan industri rokok yang merasa terancam dengan adanya ayat tersebut. Belum usai tahun 2009, hadir RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan (RUUPDPTK). Isi RUU tersebut hanya melihat dari sudut pandang kesehatan yang kemudian menimbulkan kontra dengan yang berpandangan lain. RUUPDTK tersebut akhirnya diendapkan. Namun, secara tiba-tiba muncullah RUU Pertembakauan (RUUP) dengan dalih untuk melindungi petani dan buruh yang dianggap lebih luas perspektifnya. Sungguh sial, isi dari RUUP tak seindah niatnya. Banyak pasal yang bertentangan dengan empat belas undang-undang lain yang telah ada sebelumnya. Peraturan yang mengatur tentang petani justru tidak banyak dibahas. Bahasan utamanya lagi-lagi tentang Industri Hasil Tembakau (IHT) yang tak lain adalah rokok. Tahun 2017, RUUP dikatakan telah

Manik Marganamahendra Mahasiswa Tingkat 2 Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IM FKM UI 2017 rampung, padahal naskah akademik tidak tersedia dan pembahasannya juga sangat tertutup. DPR telah mengajukan RUUP tersebut kepada pemerintah untuk dibahas tetapi prosesnya masih simpang siur dan berjalan alot. Saat ini, DPR sendiri pun masih enggan mencabut RUUP sebagai inisiatifnya. Masih banyak lagi upaya yang dilakukan industri rokok untuk menginvasi Indonesia. Upaya-upaya tersebut tidak akan berhenti jika Indonesia masih bergantung pada rokok. Bertindak tegas dan menjaga integritas adalah kunci untuk tidak takluk pada industri rokok. Mengalihkan produksi tembakau dari rokok ke produk lain yang ramah kesehatan seharusnya dijadikan sebagai win-win solution untuk tidak mematikan kaum marginal yang bergantung pada tembakau namun sekaligus menjaga kesehatan Indonesia dari invasi racun industri rokok. stefanus

Tolong Dok, Saya Ingin Pergi!

Mereka ingin “hidup dengan terhormat dan mati dengan terhormat”. Dengan mengakhiri hidup pasien sesuai kehendak mereka sendiri, sudah tepatkah?

D

octor-assisted suicide atau doctorassisted death bukan merupakan istilah yang asing lagi di dunia kedokteran. Meski telah dilegalkan di beberapa negara, tindakan “bunuh diri” yang diperantarai oleh dokter ini pada kenyataannya masih menuai kontroversi. Di beberapa negara, seperti Swiss, Jerman, Inggris, dan Amerika, legalisasi tindakan ini didasarkan pada kematian sebagai hak asasi manusia, di mana seseorang berhak menentukan kapan ia ingin mengakhiri hidup. Beberapa organisasi di negaranegara tersebut menyediakan layanan untuk melakukan tindakan tersebut pada orang-orang yang memenuhi beberapa kriteria, seperti berusia di atas 18 tahun dan menderita penyakit stadium akhir atau penyakit lainnya yang tidak dapat disembuhkan. Bagi sebagian besar dokter di Indonesia, doctor-assisted death tentu bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma di Indonesia. Walaupun begitu, tak jarang dokter-dokter Indonesia mengalami dilema yang luar biasa ketika dihadapkan pada pasien dengan prognosis buruk yang sudah putus asa dan tidak ingin melanjutkan hidupnya lagi. Pada situasi tersebut, alasan dan pertimbangan untuk menolak legalisasi doctor-assisted death perlu direnungkan kembali.

Pertama, legalisasi doctor-assisted death akan melemahkan mental pasien dengan penyakit berat. Dengan mempunyai pilihan untuk mengakhiri penderitaan lebih cepat, pasien akan menjadi lebih mudah menyerah terhadap pengobatan. Seorang dokter selayaknya tidak boleh melemahkan harapan pasien untuk sembuh, sesedikit apapun itu. Seorang dokter yang baik seharusnya memahami bahwa ilmu kedokteran adalah sebuah seni sehingga tidak ada yang dapat memastikan 100% apakah seorang pasien akan hidup atau mati. Merawat pasien tidak berarti harus menyembuhkan mereka tetapi memberikan pilihan untuk mengakhiri hidup sama saja memadamkan harapan pasien untuk hidup. Kedua, legalisasi doctor-assisted death dapat menyebabkan kemunduran pengembangan pengobatan. Jika banyak pasien dengan penyakit kanker memilih untuk mengakhiri hidup, dokter akan kehilangan kesempatan melakukan penelitian untuk pengembangan pengobatan kanker. Semakin sedikit kasus kanker yang diberikan pengobatan, semakin kecil pula dana yang dialokasikan untuk pengembangan pengobatan penyakit tersebut. Pasien perlu tahu bahwa menjadi sakit tidak berarti menjadi beban bagi orang lain karena kesediaan pasien untuk diobati bukan hanya bermanfaat bagi diri pasien

tetapi juga penting bagi kesembuhan pasien lainnya. Ketiga, doctor-assisted death tidak membuat pasien “mati dengan terhormat” sama sekali. Saat ini banyak beredar kristian/MA kampanye tentang “my death, my decision – kematian saya adalah keputusan saya”. Dengan mempunyai kehendak untuk menentukan kematiannya, sebagian pasien merasa telah melakukan hal yang benar dalam hidupnya. Dengan tidak melibatkan dan merepotkan orang lain, sebagian pasien merasa tindakan “bunuh diri” yang mereka jalani akan membuat mereka tampak lebih terhormat. Padahal, orang-orang terdekat mereka justru akan lebih kecewa dan merasa tidak dihargai karena tidak diberikan kesempatan untuk

ikut berjuang dalam penyembuhan pasien yang bersangkutan. Sebagai tenaga medis yang profesional, dokter perlu menyadarkan pasien bahwa doctor-assisted death tidak membuat mereka mati dengan lebih terhormat. Mengakhiri hidup dengan bantuan dokter mencerminkan kerapuhan dan ketergantungan pada orang lain untuk mencabut nyawa mereka. Kematian bukanlah sesuatu yang terjadi karena kehendak pasien atau pun karena campur tangan dokter. Oleh karena itu, dokter perlu senantiasa berusaha keras untuk menyembuhkan pasien, baik secara jasmani maupun rohani. Tidak perlu menjanjikan kesembuhan, cukup dengan meyakinkan bahwa kemungkinan selalu terbuka dan harapan akan selalu ada. vanessa


MEDIA

OPINI & HUMANIORA JULI

MARET-APRIL 2017

AESCULAPIUS

SUKA DUKA

9

Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K): Menghadapi Seluruh Tantangan

Meski kerap kali ditawari bekerja di luar negeri, ia tetap bertahan di Indonesia dan berjuang memperbaiki kondisi yang ada. Nama Lengkap Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) Tempat, Tanggal Lahir Padang, 30 Januari 1959 Pendidikan • Pendidikan dokter di Universitas Indonesia, Jakarta (lulus 1983) • Pendidikan doktoral bidang penyakit metabolik dan genetik di Universiteit Utrecht, Belanda (lulus 2000) • Pendidikan spesialis II dokter spesialis anak konsultan FKUI (lulus 2002)

S

dok. penerbit

ejak dulu, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) bercita-cita menjadi seorang dokter spesialis anak. Perawakannya yang dulu kecil memunculkan keinginan tersebut. Seiring dengan perjalanan pendidikan kedokteran yang ditempuhnya, Damayanti menyadari bahwa ia senang menyembuhkan anak-anak. Mengapa profesi dokter? “Karena saya bisa menolong orang, itu saja,” ujarnya. Seusai menamatkan pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Damayanti ditugaskan untuk praktik sebagai pegawai negeri sipil di Nusa Tenggara Timur. Gaji PNS 3 bulan pertama yang

Pekerjaan • 1984-1987: Kepala Puskesmas Batakte • 2008-sekarang: Ketua divisi nutrisi dan penyakit metabolik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM tidak seberapa dan terlambat datang itu ia berikan kepada ibunya sebagai kaul. Sang nenek tak habis pikir dengan cucunya yang rela melayani di tempat terpencil dan imbalan seadanya itu. “Saya senang-senang saja, tidak pernah sekalipun saya kelaparan. Rezeki itu selalu saja ada. Tentunya, kita juga harus memiliki ilmu untuk menghidupi diri kita sendiri,” imbuhnya. Kiprahnya selama melayani pasien di NTT membuatnya dianugerahi penghargaan sebagai dokter teladan. Dokter yang sempat menerjemahkan buku EGC untuk menambah pendapatannya sewaktu menjalani wajib kerja sarjana itu lalu menerima beasiswa dari Yayasan Van

Deventer Belanda setelah ia menyelesaikan pendidikan Sp1 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Dia menjalani clinical training sebagai fellow Clinical Metabolic Diseases dan Clinical Genetic. di Wilhelmina Kinderziekenhuis Utrecht The Netherlands. Terapi gizi ia anggap unik karena bersifat personal dipengaruhi oleh komposisi genetika yang berbeda-beda pada setiap individu. Damayanti menyayangkan Indonesia yang belum memiliki sistem pengembangan genetik yang terstruktur sehingga masih tertinggal dengan negara ASEAN lain. Itulah yang mendasari didirikannya divisi Human Genetics Research Center di laboratorium Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI, agar perkembangan riset mengenai genetik, genomik dan metabolomik ini semakin berkembang pesat. Hal itu juga terkendala oleh terbatasnya bantuan dana dari pemerintah. Karena kemampuan diagnostik Damayanti, ia sering diundang oleh pihak lain sebagai pembicara. Selain mengajar dan menjadi pembicara, tak jarang ia mendanai sendiri beberapa dokter muda untuk menimba ilmu di luar negeri. Dengan prestasinya yang gemilang, tak heran jika ia kerap kali ditawari bekerja di Inggris, namun ditolaknya. “Tantangan di sini memang lebih banyak. Kenapa saya tetap mau bekerja disini? Karena ini negara kita,siapa yang akan membangunnya kalu bukan kita sendiri,” ujarnya. Menangani penyakit metabolik anak yang jarang ditemui, banyak suka duka yang dialami Damayanti. Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah tidak adanya alat diagnostik dan obat-obatan. Walaupun

obatnya tersedia, namun seringkali obatnya sulit didapat. Ia tidak menganggap hal tersebut sebagai kendala. Ia akan menghubungi teman-temannya di luar negeri yang dapat membantu menegakkan diagnosis di laboratorium mereka, umumnya dengan harga pertemanan bahkan digratiskan. Koneksi luas yang ia dapat dari menimba ilmu, baik di dalam maupun luar negeri, sangat membantunya dalam menghadapi tantangan yang ada. “Selalu lakukan yang terbaik. Kita tidak pernah tahu kapan kesempatan itu datang,” pesannya. Kesulitan lainnya, walaupun penyakitnya telah berhasil didiagnosis, sering kali pengobatannya tidak dapat dilakukan. Dengan berat hari Damayanti harus menyampaikannya kepada orang tua anak, bahwa ia dan timnya telah mengusahakan yang terbaik namun tak ada lagi yang dapat dilakukan. “Mereka selalu berterima kasih meskipun anaknya meninggal. Mengapa kita tidak bisa menyembuhkan pasien itu, di situ kita merasa bodoh. Di situlah kita merasa tidak ada gunanya kita menyombongkan diri,” ungkapnya. “Semakin banyak kita menangani pasien, semakin kita menyadari keterbatasan kita sebagai manusia yang tidak ada apa-apanya.” Dokter yang kerap kali memperoleh penghargaan dari Dekan FKUI atas Kuliah Terbaik ini tentunya juga mengalami hal-hal yang membahagiakan dalam melakukan pekerjaannya. Yang terbesar adalah ketika penyakit telah berhasil didiagnosis, obatobatan dapat diperoleh, dan pasien dalam kondisi baik. “Nanti anaknya akan datang lagi kepada kita, sudah besar, dan kini juara kelas. Sangat bahagia rasanya,” ujarnya. tiffany

RESENSI

Patch Adams: Membangun Empati dan Altruisme Dokter

P

atch Adams adalah karya fenomenal tahun 1998 yang diangkat dari kisah nyata seorang dokter multitalenta berkebangsaan amerika, dr. Hunter Doherty “Patch” Adams. Adams adalah dokter yang juga merupakan komedian, badut, dan penulis. Selain itu, ia adalah aktivis sosial yang menyuarakan pandangan tentang kesehatan rakyat Amerika pada masanya. Film yang bergenre semi-biografi dramakomedi ini dibintangi oleh sejumlah bintang Judul Genre Produser Pemeran Tahun dokumen penerbit/MA

: Patch Adams : Biografi, Komedi, Drama : Tom Shadyac : Robin Williams, Daniel London, Monica Potter : 1998

era 90-an, seperti Robin Williams, Monica Potter, Philip Seymour Hoffman, dan Bob Gunton. Selain berdasarkan cerita hidup Adams sendiri, film yang disutradarai oleh Tom Shadyac ini juga mengambil muatan mengenai pandangan-pandangan Adams melalui buku Gesundheit: Good Health is a Laughing Matter yang ditulisnya bersama dengan Maureen Mylander. Adams yang depresi berat memilih untuk menyembuhkan jiwanya di rumah sakit jiwa. Di sana, ia menyadari bahwa dengan humor ia dapat membantu rekan pasien lainnya untuk merasa lebih baik. Hal ini kemudian menjadi pijakan pertama dari loncatan kehidupan Adams. Adams memutuskan bahwa ia ingin menjadi dokter. Namun, perjalanan ke depan tidak mudah baginya. Adams yang menentang rektor universitasnya karena memperjuangkan pengadaan pendidikan nilai empati dokter dikeluarkan dari Medical College of Virginia. Adams berkeyakinan bahwa mahasiswa kedokteran haruslah bekerja dekat dengan perawat, berempati terhadap kematian pasien, dan memiliki

rasa humor untuk meringankan kesedihan pasien maupun keluarganya. Dengan bantuan teman-temannya, Adams kemudian mendirikan klinik seluas 105 hektar yang kini dikenal sebagai Institut Gesundheit!. Disana segala pelayanan medis tidak dipungut biaya dan bahkan pasien dihibur dengan berbagai sketsa komedi. Suatu ketika Adams kembali terguncang dengan wafatnya teman dekatnya, Carin. Ia mencoba bunuh diri sekali lagi sebelum teringat perkataan Carin yang iri pada ulat yang bisa berubah menjadi kupu-kupu dan terbang tinggi. Adams pun mengingat kembali mimpinya dan meneruskan sekolah kedokterannya. Hampir gagal untuk kedua kalinya akibat ideologi yang sama, kali ini Adams berhasil meyakinkan dewan sekolahnya dan lulus dengan bahagia untuk kemudian melanjutkan perjuangannya dalam mengabdi pada kesehatan masyarakat Amerika. Kekurangan film ini adalah adanya perbedaan yang cukup terlihat adalah pada rekan Adams yang meninggal dunia dimana dalam film diperankan sebagai tokoh wanita, sedangkan pada kenyataannya adalah pria. Sekali lagi, film ini memberikan begitu banyak inspirasi. Utamanya bagi dunia kesehatan abad ini, dimana aktivis kesehatan yang berani menyuarakan altruisme dan empati sangat dibutuhkan dalam menghadapi politik global yang dapat mengancam praktik kesehatan. fadlika

JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain.

Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)


10 2

Liputan

MARET-APRIL 2017

MEDIA

AESCULAPIUS

INSTITUSI

Klinik Satelit Makara: Layanan Kesehatan untuk Universitas yang Lebih Baik Sudah dua tahun klinik ini berkontribusi dalam mewujudkan universitas berkelas dunia. Apa saja upayanya?

K

linik Satelit Makara merupakan evolusi dari Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM) Universitas Indonesia. Klinik ini mulai beroperasi pada Maret 2015, tepat setelah lima puluh tahun PKM UI berdiri. Suksesi ini perlu dilakukan karena selain gedung PKM terletak di lokasi pendirian Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), konsep pelayanannya juga perlu diubah agar lebih komprehensif. “Tujuan pokok dan fungsinya bukan lagi hanya sebagai kuratif, seperti PKM dulu, melainkan juga mencakup promotif, preventif, dan rehabilitatif,” ujar Koordinator Pendidikan, Pelayanan, dan Penelitian Klinik Satelit Makara, Dr. dr. Dhanasari Vidiawati, MSc., CM-FM. Klinik Satelit Makara tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan melalui dokter, dokter gigi, dan psikolog. Klinik ini juga dikembangkan sebagai pusat pendidikan dan penelitian. Tidak hanya dari fakultas-fakultas kesehatan, mahasiswa dari berbagai fakultas lain pun telah melakukan penelitian di klinik ini. Dari sisi penelitian, klinik ini merupakan sumber data yang menjanjikan, dengan data kesehatan 7000 mahasiswa baru per tahunnya sejak 2015. Data ini tentunya tidak hanya digunakan untuk penelitian keilmuan saja, tetapi juga untuk mengupayakan mahasiswa yang sehat, baik selama maupun setelah masa studinya di UI. Setiap fakultas akan memperoleh data

hansel/MA

kesehatan mahasiswanya dari Klinik Satelit Makara. Data ini kemudian dapat menjadi dasar pembuatan kebijakan di fakultas agar mahasiswa mendapatkan layanan terbaik. Dengan memperoleh data mengenai jumlah mahasiswa yang memiliki disabilitas, fasilitas yang diperlukan—misalnya bidang miring untuk pengguna kursi roda—dapat disediakan. Fakultas juga dapat menimbang urgensi adanya program-program kebugaran di fakultasnya setelah memperoleh data mengenai proporsi mahasiswa yang berat badannya berlebih. Data yang diperoleh oleh Klinik Satelit Makara bukan hanya berupa data kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Sejak klinik ini berdiri, mahasiswa baru juga

mengalami proses skrining untuk gangguan mental dan emosional. Dari skrining ini, fakultas akan memperoleh jumlah mahasiswanya yang memiliki kecenderungan gangguan mental dan emosional. Dengan mengetahui data ini, diharapkan fakultas dapat giat mensosialisasikan layanan konseling Klinik Satelit Makara kepada seluruh mahasiswanya. Dalam menjalankan fungsi promotif dan preventifnya, Klinik Satelit Makara membuat sebuah program yang terbuka untuk mahasiswa semua fakultas, yaitu pelatihan peer health educators (PHE). Para calon PHE mendapat pelatihan mengenai obesitas, diabetes melitus, anemia, dan keamanan berkendara. Harapannya, PHE

dapat mengenali gejala-gejala penyakit pada orang-orang di sekitarnya dan mengajaknya untuk berobat ke klinik. Tentu saja manfaat Klinik Satelit Makara tidak hanya dirasakan oleh warga akademik Universitas Indonesia. Masyarakat umum juga dapat berobat di klinik, walaupun untuk sementara ini, mereka masih harus membayar. Ke depannya, klinik ini akan melayani BPJS dan sesuai namanya, menjadi “satelit” bagi RSUI: menyediakan fasilitas layanan primer dan dapat merujuk pasien ke RSUI. Klinik satelit RSUI tidak hanya Klinik Satelit Makara saja. Rencananya, akan dibangun enam klinik satelit lainnya yang tersebar, di antaranya di Salemba dan Kayu Putih. Upaya-upaya yang dilakukan Klinik Satelit Makara ini tidak lepas dari keinginan untuk meningkatkan kualitas universitas. Kualitas suatu universitas tidak hanya dilihat dari kualitas staf pengajar atau kualitas lulusannya saja. Selayaknya, kesehatan mahasiswa dan fasilitas apa yang diberikan oleh universitas untuk mempertahankan dan meningkatkannya juga perlu diperhatikan. “Bagaimana mau menjadi world-class university kalau mahasiswanya pada sakit?” ucap Dhanasari. Ia berharap agar Klinik Satelit Makara dapat mewujudkan visinya, yaitu menjadi klinik unggulan yang merupakan wahana pendidikan sekaligus penelitian kesehatan komunitas berkelas dunia pada tahun 2025. abi

SEPUTAR KITA

Rehabilitasi Medik dalam Penanganan Penyakit Jantung Koroner Rehabilitasi medik berperan penting dalam penanganan penyakit jantung koroner. Seperti apakah perannya?

U

nit Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan FKUI-RSCM berkolaborasi dengan The International Society of Internal Medicine, The Indonesian Cardiocerebrovascular Society (ICS), dan Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM mengadakan sebuah pertemuan ilmiah yang diadakan rutin setiap tahun, yaitu Holistic Approaches in Cardiovascular Diseases 2017 (HOPECARDIS). Pertemuan ilmiah ini bertujuan untuk memberikan update terbaru mengenai pencegahan dan tatalaksana penyakit kardiovaskular kepada tenaga kesehatan. Pertemuan ilmiah ini diselenggarakan pada tanggal 10-12 Maret 2017 di Hotel Shangri-La, Jakarta. Salah satu simposium yang diadakan dalam HOPECARDIS tahun ini berjudul Coronary Artery Disease: From A to Z, yang dimoderatori oleh dr. Zainal Safri, Sp.PD-Sp.JP. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan pada pasien penyakit arteri koroner adalah rehabilitasi medik. Rehabilitasi pasien yang mengalami penyakit jantung koroner penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini disampaikan oleh dr. Deddy Tedjasukmana, Sp.KFR-K, MARS., yang memberikan materi tentang The Role of Cardiac Rehabilitation in Coronary Artery Disease pada sesi tersebut. “Rehabilitasi jantung memberikan benefit terhadap jantung dengan meningkatkan kemampuan jantung dalam menangkap oksigen. Dengan melakukan exercise training, supply oksigen ke jantung penderita penyakit

jantung koroner dapat sesuai dengan demand” pungkas Deddy. Rehabilitasi penderita penyakit jantung koroner dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien serta kondisi psikologisnya, meningkatkan partisipasi dan dukungan keluarga serta sosial, melakukan modifikasi faktor risiko, meningkatkan fungsi dan kerja fisik, dan memberikan sarana aktivitas rekreasional. Rehabilitasi dan manajemen penyakit jantung terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase inpatient, outpatient, dan maintenance. Fase inpatient adalah fase rehabilitasi saat pasien berada di rumah sakit. Pada fase ini, tujuannya adalah melakukan mobilisasi awal pasien dengan gradual walking exercise. Fase ini dilakukan selama lima hari. Sebelum pasien dapat dipulangkan, pasien akan melakukan tes berjalan enam menit atau six minutes walking test (6MWT) untuk melihat peningkatan kemampuan jantung pasien. Sementara itu, setelah pasien diizinkan pulang, akan dilakukan fase kedua, yaitu fase outpatient. “Fase outpatient adalah fase yang bertujuan untuk meningkatkan endurance atau ketahanan jantung pasien”, terang Deddy. Selain meningkatkan kemampuan ketahanan jantung pasien, fase ini juga dilakukan untuk menghilangkan depresi dan kecemasan pasien atas penyakit yang diderita. Tim rehabilitasi medik akan memberikan edukasi mengenai nutrisi dan kegiatan apa saja yang dapat dilakukan untuk mencapai target dari fase ini. Target dari fase ini adalah ketahanan fisik pasien

itsna/MA

yang mencapai 6 METs setelah melakukan exercise training selama 4-8 minggu. Setelah itu, pasien akan masuk ke fase maintenance. “Fase ini akan berlangsung seumur hidup pasien” jelas Deddy. Perubahan gaya hidup pasien menjadi salah satu fokus yang dilakukan dalam

fase maintenance. Fase ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien penderita penyakit jantung koroner. Selain itu, fase ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya progresivitas penyakit dan regresi fungsi tubuh pasien. reyza


MEDIA

AESCULAPIUS

Liputan

JULI

MARET-APRIL 2017

11

SEPUTAR KITA

Menyelami Peran Mikrobiom dalam Dunia Kedokteran Perkembangan ilmu pengetahuan menggiring manusia untuk “bersahabat” dengan mikrobiom

T

idak dapat dipungkiri bahwa mikrobiom telah menjadi bagian dari perkembangan ilmu kedokteran sejak dahulu. Mikrobiom bukan hanya hadir saat individu dalam kondisi sakit — menjadi patogen, tetapi juga saat sehat. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif akan mikrobiom penting untuk dipelajari. Demikian pengantar yang disampaikan oleh Prof. dr. Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, Ph.D., Sp.MK(K) saat mengawali presentasi pada sesi lunch symposium dengan tema “Microbiome in Healthy and Disease.” Sesi tersebut merupakan rangkaian acara 12th Jakarta International Functional Endoscopy Sinus Surgery Course and Workshop (JiFESS) 2017 yang diselenggarakan pada 3 Maret 2017. Simposium ini diselenggarakan oleh Departemen Telinga Hidung Tenggorok — Kepala dan Leher (THT-KL) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN CM). Saat ini, telah diketahui bahwa populasi mikrobiom jauh lebih banyak dibanding manusia. Sebuah riset yang tenar pada tahun 1978 mengungkapkan bahwa perbandingan antara jumlah sel mikrobiom dan sel tubuh manusia adalah 10:1. Perbandingan jumlah DNA antara keduanya lebih besar lagi, yaitu sekitar 200:1. “Jumlah mereka sangat banyak dan tersebar di berbagai sistem

organ manusia, seperti mata, kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan lain sebagainya,” ungkap salah satu guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut. Peran mikrobiom sangat beragam. Dalam kondisi fisiologis, mereka dapat membantu proses pembentukan enzim dan proses biokimia lainnya dalam tubuh. “Amanah penting manusia adalah menjaga keseimbangan mikrobiom, sebab jika tidak seimbang, akan terjadi kondisi yang tidak fisiologis atau yang kita sebut penyakit,” tutur astronot perempuan pertama Indonesia itu. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini, mikrobiom diketahui tidak hanya menyebabkan penyakit infeksi, tetapi juga diduga terlibat dalam penyakit lainnya. Profesor di bidang mikrobiologi klinik FKUIRSCM tersebut menjelaskan bahwa mikrobiom dapat menyebabkan beberapa penyakit. “Contohnya adalah Adenovirus-36 (Adv36) yang dahulu hanya dikenal sebagai penyebab common cold, sekarang diduga kuat dapat menyebabkan obesitas,” jelasnya. Dari lima ratus individu obesitas yang diteliti, sebanyak 30% individu yang terinfeksi Adv36 memiliki berat badan lima puluh pon atau sekitar 25 kg lebih berat dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi. Tak hanya menimbulkan penyakit,

INFO SPESIALISTIK

Spesialisasi Anestesi FKUI-RSCM: Kombinasi Ideal antara Ilmu Dasar Kedokteran dan Keterampilan Prinsipnya adalah tekun, minat belajar tinggi, dan berani mengambil risiko.

“S

atu dokter anestesi melayani maksimal 100.000 penduduk. Penduduk Indonesia ada 250 juta, sehingga dibutuhkan minimal sekitar 2500 dokter anestesi di Indonesia. Namun, hingga saat ini, Indonesia baru memiliki 1700 dokter anestesi dan sekitar 400500-nya berada di Jakarta. Jadi, selain jumlah dokternya yang masih kurang, distribusinya juga belum merata.” ungkap dr. Aries Perdana, Sp.An(K), Ketua Departemen Anestesi FKUI-RSCM. Kebutuhan dokter anestesi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk Indonesia A yang juga meningkat. /M ar h z Calon residen id harus berusia maksimal 35 tahun saat mendaftar. Persyaratan pendaftaran lainnya, yaitu memiliki IPK ≥ 2,75 dan nilai TOEFL ≥ 500. Tentunya, para calon residen harus mengikuti terlebih dahulu tes SIMAK UI dan akan mengikuti tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) jika lulus SIMAK UI. Setelah peserta lolos di tingkat administrasi, seleksi dilanjutkan di tingkat departemen dengan melihat aspek psikologi peserta melalui wawancara. Salah satu nilai tambah yang menjadi pertimbangan dalam proses penerimaan adalah pengalaman calon pendaftar dalam

proses magang di departemen ini. Biaya pendidikan program spesialis anestesi berjumlah Rp10.000.000,00 per semester. Rata-rata calon residen yang diterima berkisar 10-12 orang per semester. “Jumlah pendaftar tahun lalu berjumlah 30 orang. Beberapa tahun yang lalu pernah mencapai 50 pendaftar” imbuh Aries. Lama studi pendidikan spesialis anestesi adalah empat tahun. Semester pertama disibukkan dengan kegiatan kuliah bersama dengan departemen spesialis lain. Kuliah aktif di departemen anestesi mulai berjalan di semester 2 dan dilaksanakan juga di luar RSCM, seperti RSUP Persahabatan. Di semester 5, residen akan ditempatkan di luar Pulau Jawa. “Dokter anestesi akan terasa menantang dan menarik bagi mahasiswa kedokteran yang berminat untuk mengaplikasikan ilmu dasar kedokteran dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dasar yang dimaksud antara lain fisiologi, farmakologi, anatomi, dan biokimia.” papar Aries. Kemampuan lain, seperti dapat bekerja sama dalam tim, menangani stres dan kelelahan, serta mampu berkomunikasi yang baik, juga dibutuhkan oleh calon residen anestesi. aisyah

terput/MA

mikrobiom juga memiliki andil dalam dunia kesehatan. Mikrobiom telah banyak digarap untuk kepentingan diagnostik, preventif, serta penatalaksanaan penyakit. Selain itu, di bidang penelitian banyak yang memanfaatkan mikrobiom untuk meraih ilmu pengetahuan tambahan yang bermanfaat bagi manusia. Lebih dalam membahas mengenai perkembangan penelitian dengan melirik peran mikrobiom, saat ini telah terhimpun genom manusia yang berisi lebih dari 20.000

gen dan setiap gen tersusun atas pasangan basa nukelotida. Big Data adalah proyek besar dunia untuk menganalisis pola genom dan melacak interaksi gen yang terjadi dalam suatu penyakit. “Masa depan dunia kedokteran nantinya akan mencari terapi dari interaksi genom yang salah sehingga tujuan terapi akan tepat sasaran,” jelas Pratiwi. Dengan demikian, masih sangat terbuka peluang riset dalam mikrobiom dunia kedokteran masa mendatang. erin

Setahun Berjalannya...

sambungan dari halaman 1

RSCM mengatakan bahwa sebenarnya, Kementerian Kesehatan telah mengadakan program “Nusantara Sehat” yang bertujuan mempersiapkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah-daerah perbatasan. “Jangan sampai ketiadaan dokter-dokter Indonesia di daerah perbatasan membuat daerah tersebut ditempati oleh dokter asing, seperti Malaysia,” ungkap Heriawan. Di samping itu, kompetensi setiap spesialisasi perlu diperhatikan, terutama kompetensi di lapangan, guna mempermudah proses evaluasi yang nantinya digunakan sebagai perbandingan terhadap standar yang diharapkan ASEAN. Apabila ditemukan kekurangan, hal ini dapat dijadikan dasar dilakukannya intervensi demi mencapai kompetensi tersebut. Salah satu langkah peningkatan kompetensi adalah Pendidikan dan Pengembangan Profesi Keberlanjutan (P2KB) dalam bentuk kursus atau pelatihan tidak formal yang telah diakreditasi oleh IDI. Dengan lebih siap dan kompeten, tentu secara tidak langsung terdapat pengaruh positif bagi masyarakat. “Yang perlu diingat adalah bagaimana memanfaatkan MEA agar masyarakat mendapat pelayanan yang lebih baik,” pungkas Akmal. nadhira, bella, renata

FORMULIR BERLANGGANAN Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama: Pekerjaan: Alamat Lengkap (untuk pengiriman): Telepon/HP: Email: memohon untuk dikirimi Surat Kabar Media Aesculapius selama kurun waktu (beri tanda silang): 1. Enam edisi (GRATIS 1 edisi): Rp18.000,00 2. Dua belas edisi (GRATIS 2 edisi): Rp36.000,00 *Biaya kirim ke luar pulau Jawa Rp5.000,00 per enam edisi. Informasi berlangganan hubungi 082-229-229-362 (SMS/WhatsApp)

( ) Nama Lengkap


12 2

MARET-APRIL 2017

Liputan

MEDIA

AESCULAPIUS

SEREMONIA

Jalan Sehat untuk Iklim yang Lebih Baik

dokumentasi panitia

P

ada hari Minggu, 12 Maret 2017 lalu, Center for Indonesian Medical Students’s Activities (CIMSA) dan Asian Medical Student’s Association (AMSA) mengadakan Fun Walk “ICEBERG”. Acara ini merupakan rangkaian dari Youth Collaboration Towards Action (YCTA) 2017. Kegiatan yang

bertemakan “Climate Change” ini mengambil start di Bundaran Hotel Indonesia dan mengakhirinya di Monumen Nasional, Jakarta. Tujuan diselenggarakannya acara ini adalah untuk mempromosikan dampak perubahan iklim pada masyarakat. aisyah.

Bersama, Kita Bisa!

“I

can, We can,” merupakan tema yang diangkat untuk memperingati Hari Kanker Sedunia di tahun 2017 ini. Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD, KHOM, FINASIM, FACP, sebagai ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengatakan bahwa tahun ini YKI memilih Family Fun Walk

erin/MA

untuk memperingati Hari Kanker Sedunia. Berdasarkan penuturan beliau, olah raga terbukti dapat mengurangi risiko terkena kanker. Acara ini diikuti oleh 1.500 peserta pada hari Sabtu, 26 Februari 2017, bertempat di Bundaran HI, Jakarta. erin

SENGGANG

Menikmati Kebersamaan dalam Band (Dr. dr. Minarma Siagian, M.S., AIF)

Kesibukan kuliah tidak menghentikan aktivitas dalam bermusik bersama bandnya.

S

ejak kecil, Dr. dr. Minarma Siagian, M.S., AIF telah menyenangi musik. Ketika SD, Minarma mengikuti les piano. Saat menginjak bangku SMP, Minarma mengikuti les gitar serta mencoba alat musik

tiup, seperti flute. Di antara berbagai macam alat musik tersebut, Minarma paling mahir memainkan flute. Banyak hal yang Minarma lakukan untuk mengisi waktu senggangnya selama berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mulai dari berjalanjalan, berpartisipasi dalam band, hingga mendaki gunung. Gunung yang sudah

pernah didakinya, Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango. Tiap tahun, Minarma dan band angkatannya tampil di aula FKUI Salemba pada acara Festival Band yang tergabung dalam acara Dekan Cup FKUI. Band tersebut kerapkali meraih juara pertama dua tahun berturut-turut, sampai akhirnya pada tingkat 3 dikalahkan oleh Gipsy, yang merupakan band profesional. Dr. Rizasyah Daud, SpPD-KR, yang merupakan anggota band Gipsy, sempat mengajari Minarma cara memainkan saksofon. Minarma dan band-nya terus tampil tiap tahun, sampai ia berada di tingkat 6. Setelah lulus dari FKUI, Minarma dan teman-temannya dari berbagai tingkat membuat band yang dinamakan The Doctors. Band dengan genre pop ini sering tampil di berbagai acara, seperti irun/MA undangan oleh lembaga kursus bahasa asing (LIA), pernikahan kolega, acara gathering ilmiah, simposium, hingga Dies Natalis FKUI. Bahkan, anggota band yang beranggotakan delapan orang ini sempat diundang oleh stasiun TVRI untuk membawakan beberapa lagu dalam siarannya. “Sebulan sebelum tampil, kita latihan yang agak intensif,” ungkapnya. Tidak hanya tampil, band tersebut juga pernah membuat CD yang berisikan lagu-

lagu. Kumpulan lagu tersebut tidak dijual tetapi hanya diberikan kepada orang-orang terdekat. Sayangnya, kesibukan bermain musik ini diakui Minarma cukup menyita waktu. “Waktu kita belajar, berkeluarga, dan tugastugas kadang kita lupa karena kadang kita terlalu larut dalam kesenangan kan,” tutur Minarma. “Karena itu, kita mesti ingat bahwa tugas dan kewajiban harus tetap berjalan,” pesannya. Meskipun demikian, Minarma mengatakan bahwa banyak manfaat yang dapat diperoleh dari hobinya, seperti berkenalan dengan teman-teman yang baru dan mengurangi stres. “Kita juga lebih terbuka akan hal-hal yang baru,” ujarnya. Keingintahuan yang dimiliki oleh staf Departemen Fisiologi FKUI ini membuatnya mengeksplor genre musik lain, yaitu genre klasik. Ia juga telah beberapa kali tampil membawakan genre tersebut di panggung. Salah satunya adalah acara Malam Musik Klasik di Energy Building, di daerah SCBD, Jakarta. Pada acara tersebut, ia memainkan flute dalam duetnya bersama Dr. dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, M.S. yang memainkan piano. Menurut Minarma, kita harus seimbang dalam menjalani kehidupan. Tentunya, seorang mahasiswa tidak bisa hanya belajar terus menerus. Pengalaman hidup perlu diraih dengan mencoba banyak hal. Jika hanya belajar dan tidak menekuni hal lain, seseorang bisa menjadi miskin pengalaman. tiffany


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.