12 minute read

Usulan Konsolidasi untuk Donasi yang Lebih Terkoordinasi dan Terarah

Aditya Parawangsa 1 , Angelina Patricia Candra 1 , Angelica Riadi Alim Suprapto 1 , Fadlika Harinda 1 , Kelvin Kohar 1 , Nabila Yulianingrum Adella Visco 1

1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Advertisement

Abstrak

Tenaga medis menjadi garda terdepan negara dalam menghadapi pandemi COVID-19. Di samping harus bekerja lebih keras, tenaga medis juga dihadapkan dengan berbagai keterbatasan seperti kurangnya ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan nutrisi, serta dibatasinya interaksi dengan keluarga karena protokol isolasi yang wajib diikuti selama merawat pasien di tengah pandemi. Hal ini mendorong berbagai kalangan di Indonesia untuk menggalang donasi untuk membantu tenaga medis. Adanya penggalangan dana masif ini belum terkoordinasi dengan baik. Penggalang dana tidak jarang kurang mempunyai perencanaan yang matang mengenai alokasi donasi. Pemerintah melalui kementerian terkait dinilai lamban dalam menanggapi fenomena ini. Padahal dengan koordinasi yang terpusat, alokasi dana dapat dilakukan lebih merata dan terkoordinasi lebih baik. Oleh karena itu, melalui artikel ini kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan upaya konsolidasi donasi agar hasil donasi lebih terkoordinasi, terarah, dan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhkan.

Kata kunci: COVID-19, Konsolidasi donasi, koordinasi

Kasus COVID-19 pertama di Indonesia tercatat terkonfirmasi pada tanggal 2 Maret 2020. Saat itu Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama warga negara Indonesia (WNI) yang positif terinfeksi virus SARS-CoV2. Selanjutnya, jumlah kasus positif COVID-19 meningkat secara eksponensial. Per tanggal 27 Maret 2019, angka kasus COVID-19 di seluruh indonesia telah mencapai 1046 kasus dengan diperkirakan masih akan terus bertambah.

Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan untuk membantu tenaga kesehatan melalui Kementerian Kesehatan. Meskipun demikian, penanganan COVID-19 pada saat ini mencerminkan ketidaksiapan pemerintah akibat upaya antisipasi yang kurang memadai. Kurangnya antisipasi ini terlihat melalui minimnya edukasi dini yang memadai mengenai upaya pencegahan transmisi virus SARS-CoV2 kepada masyarakat. Kementerian Kesehatan mulai membawa topik SARS-CoV2 melalui akun media sosial sejak 18 Januari 2020. Sayangnya, guideline resmi dari Kementrian Kesehatan baru dirilis pada tanggal 16 Maret 2020, di mana pada kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 134 kasus terkonfirmasi positif dengan lima kasus meninggal dunia.

Kurangnya edukasi dini yang memadai serta menyeluruh, membuat edukasi masyarakat kini harus dilakukan secara ekstra di tengah status kegawatan nasional. Edukasi pentingnya social distancing pun menjadi salah satu edukasi yang masih harus dilakukan karena pemahaman masyarakat yang belum merata, bahkan setelah kasus COVID-19 di Indonesia berada di tingkat penyakit dengan transmisi lokal. Padahal, social distancing bersifat fundamental bagi limitasi transmisi virus SARS-CoV2. Hal ini mencerminkan tidak efektifnya tindakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah.

Pemerintah harus lebih fokus dalam penanganan pandemi COVID-19. Ketidakfokusan pemerintah terhadap pandemi dicerminkan dengan kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak terkait pandemi ini. Salah satu contohnya adalah omnibus law yang memicu kontroversi di masyarakat dan menurunkan fokus pemerintah terhadap pandemi COVID-19. Selain itu, minimnya antisipasi pemerintah menambah beban dalam penanganan COVID-19 kini. Pemerintah dinilai kewalahan dalam mencukupi pasokan alat kesehatan yang diperlukan untuk penanganan COVID-19. Hal ini dapat dilihat dengan kurangnya supply alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan dan fasilitas isolasi bagi pasien. Tenaga kesehatan bagaikan berada di medan perang melawan COVID-19 tanpa dibekali senjata dan pelindung diri yang memadai.

Edukasi dini di tahap awal penyebaran virus yang kurang memadai berkontribusi terhadap fenomena panic buying APD seperti masker, hand glove, dan hand-sanitizer di masyarakat. Tajamnya peningkatan permintaan yang dihadapkan dengan stok yang terbatas menyebabkan lonjakan harga APD. Sebagai imbasnya, penyediaan APD bagi tenaga kesehatan membutuhkan anggaran ekstra di tengah jumlah stok yang kian menipis. Keadaan kemudian diperkeruh dengan adanya pihak tidak bertanggung jawab yang menjual APD dengan harga yang tidak masuk akal untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.

Seiring bertambahnya kasus COVID-19 di Indonesia, berbagai pihak mulai menggalang donasi untuk membantu pemerintah mengatasi situasi ini. Namun, banyaknya aksi penggalangan donasi tersebut kerap tidak diikuti dengan perencanaan alokasi yang jelas sehingga rawan terhadap penyalahgunaan. Selain itu, dari pihak pemerintah sendiri belum memberikan kebijakan yang mengatur konsolidasi penggalangan dana dari pihak-pihak terkait sehingga pihak penggalang dana bekerja secara mandiri, tidak terkait satu sama lain, meskipun secara umum

memiliki tujuan yang sama. Oleh karena itu, Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas dinilai perlu untuk melakukan konsolidasi donasi untuk mengkoordinasi dana yang telah terkumpul dan mengatur penggalangan dana kedepannya agar lebih terarah dan tepat sasaran.

Pembahasan

1. Pembentukan Alur Konsolidasi dan Distribusi Donasi yang Jelas oleh Pemerintah

Bila kita melakukan benchmarking, Pemerintah Britania Raya mempunyai komisi tersendiri yang mengatur alur dana sosial dengan membuat portal daring terpadu. Alur satu pintu ini memudahkan masyarakat untuk memulai penggalangan donasi dan mengecek kredibilitas penggalang bagi calon donatur. Bahkan, dalam portal tersebut juga terdapat tempat pengaduan terhadap penggalangan dana yang dirasa mencurigakan. Pada sistem ini, pemerintah dipercaya mampu mengelola donasi dengan baik di mata masyarakat.

Gambar 1 . Tampilan depan laman Charity Commision (Sumber: https://www.gov.uk/government/organisations/ charity-comission)

Indonesia sendiri telah memiliki beberapa produk hukum terkait penggalangan uang dan barang untuk kepentingan sosial, antara lain Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Kasus COVID-19 didefinisikan sebagai bencana non alam menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Dalam kedua produk hukum terkait penggalangan dana sosial tersebut tercantum bahwa penggalangan dana untuk bencana nonalam dapat dilakukan tanpa perlu mengurus izin terlebih dulu dan tetap

bertanggung jawab kepada menteri. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut, menteri berperan untuk menunjuk organisasi pelaksana penggalangan dana. Namun, hingga saat ini, belum ada peraturan jelas yang mengatur alur koordinasi terpusat mengenai bagaimana seharusnya sumbangan ini dialokasikan dan didistribusikan.

Dengan produk hukum yang ada, pemerintah tentunya harus segera menunjuk organisasi yang bertugas untuk mengkonsolidasi penggalangan dan distribusi donasi. Pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan baru yang mengatur fungsi pengawasan terhadap organisasi tersebut. Hal yang perlu diawasi oleh pemerintah terutama adalah mengenai bagaimana organisasi ini mendata dan mengimbau pihak-pihak yang melakukan penggalangan dana terkait suatu musibah (yang dalam konteks ini pandemi COVID-19), memastikan kredibilitas penggalang dana, mengaudit rekapitulasi donasi dari semua penggalang donasi, melakukan konsolidasi bagi pihak-pihak terlibat, baik dalam penggalang, supplier barang, distributor, atau pihak lainnya, dan membuka pusat aduan bagi masyarakat untuk melaporkan masalah yang berkaitan dengan penggalangan dana yang ada.

2. Pelaksanaan Kebijakan Konsolidasi Donasi yang Diiringi Pemantauan Pemerintah dan Pendataan Kebutuhan yang Jelas di Setiap Daerah

Poin kedua yang ingin ditekankan adalah mengenai alur distribusi yang perlu dirinci dan dilaksanakan segera setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan konsolidasi donasi tersebut. Kebijakan harus bersifat konkret, berupa langkah yang akan diambil secara rinci oleh pemerintah dalam mendistribusikan donasi yang terkumpul sesuai dengan kebutuhan di setiap daerah. Distribusi donasi ini harus mempertimbangkan dua aspek, yaitu daerah dan kebutuhan.

Dari aspek daerah, setiap wilayah terjangkit COVID-19 di Indonesia yang menjadi titik persebaran COVID-19 ini harus mendapatkan pertolongan pemerintah. Realita yang terjadi saat ini adalah sebagian besar distribusi donasi masih terbatas pada lingkup yang sempit, karena banyaknya penggalang dana yang berdomisili di kota besar seperti Jakarta. Saat ini kasus terkonfirmasi COVID-19 memang banyak ditemukan di wilayah kota Jakarta dan sekitarnta sehingga wajar bila banyak bantuan yang disalurkan ke Rumah Sakit Rujukan COVID-19 di wilayah tersebut. Akan tetapi, terdapat banyak rumah sakit yang tersebar di tiap daerah terjangkit lainnya yang juga membutuhkan bantuan donasi tersebut, terutama bantuan Alat Pelindung Diri (APD).

Dari aspek kebutuhan, saat ini belum terdapat pendataan kebutuhan yang jelas di setiap rumah sakit. Bila pemerintah mampu melakukan pendataan kebutuhan tersebut, pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan secara merata melalui sistem konsolidasi donasi yang dilakukan oleh berbagai instansi maupun individu seperti social influencer. Jika kedua aspek telah ditangani dengan baik oleh pemerintah, sebagai upaya penyaluran konsolidasi donasi untuk tenaga kesehatan, pemerintah juga perlu memperhatikan beberapa hal berikut, antara lain:

Penyediaan konsumsi tenaga kesehatan yang seringkali terlupakan di tengah kesibukan melayani pasien yang begitu banyak, Penyaluran dana untuk penelitian COVID-19 dan vaksinnya, bila memungkinkan Pengadaan fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan penanganan pasien COVID-19 yang jumlahnya meningkat secara eksponensial, seperti ruang isolasi, supply peralatan medis, APD, maupun perangkat uji diagnosis untuk deteksi infeksi SARS-CoV2 yang memadai

Pembangunan Kepercayaan Donatur dengan Alur Distribusi dan Laporan Keuangan yang Transparan

Organisasi yang akan ditunjuk pemerintah sebagai penggalang dana perlu membangun kepercayaan agar pihak donatur dapat merasa yakin bahwa bantuan dana yang diberikan benar tersalurkan secara tepat. Pembangunan kepercayaan dapat diupayakan melalui laporan keuangan yang jelas. Laporan keuangan tersebut berisi perputaran dana yang dilaksanakan oleh pihak penggalang dana tersebut. Cara tersebut telah dilaksanakan oleh beberapa pihak penggalang dana, seperti: AMSA (Asian Medical Students Association), COHOPE, Nutrisi Garda Terdepan (NGT) yang memberikan laporan keuangan harian melalui platform media sosial yang bersangkutan. Laporan tersebut berisi rincian penerimaan dan pengeluaran dana. Laporan keuangan yang dibagikan di media sosial dapat mempermudah akses data oleh masyarakat sehingga mampu menjadi bukti konkret transparansi. Bila telah terdapat organisasi resmi yang ditunjuk oleh Kementerian Sosial, pihak-pihak tersebut dapat dikonsolidasi.

Selain itu, kepercayaan juga dapat dibangun melalui adanya bukti bahwa donasi tersebut tersalurkan secara tepat sasaran. Bukti tersebut dapat berupa foto penyerahan barang, waktu, lokasi, surat tanda penyerahan barang, dan sebagainya. Untuk menarik kepercayaan donatur, organisasi konsolidasi penggalangan dana yang ditunjuk pemerintah dapat melakukan publikasi melalui berbagai media. Publikasi ini bertujuan untuk mengkonfirmasi kredibilitas suatu penggalangan dana yang sedang berlangsung. Banyak masyarakat yang ingin terlibat dalam upaya pemerintah mengatasi pandemi COVID-19 di Indonesia. Hal tersebut mendatangkan munculnya berbagai donatur, dimulai dari tingkat individu, kelompok, hingga perusahaan yang bersifat bebas dan tidak terbatas. Oleh karena itu, sebagai koordinator dana, suatu penggalang dana membutuhkan kredibilitas yang terkonfirmasi dan memberikan laporan keuangan secara transparan sebagai bentuk tanggung jawab atas kepercayaan yang telah diberikan sekaligus membangun kepercayaan bagi donatur lainnya.

4. Peran Mahasiswa dalam Konsolidasi Donasi COVID-19 pada Skala Nasional

Peran mahasiswa adalah sebagai agent of change, yakni agen perubahan. Mahasiswa diharapkan mampu memotivasi, mendorong, dan mempelopori terjadinya suatu perubahan serta pembaharuan yang positif pada suatu kebijakan pemerintah. Mahasiswa mempunyai peluang untuk berinteraksi dan bertukar pendapat dengan masyarakat. Bila hal ini digabungkan dengan keilmuan yang dimiliki, mahasiswa sangat berpotensi memberikan masukan yang baik untuk pemerintah. Dengan demikian, mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang besar, dalam memberi masukan untuk membantu pemerintah dalam membuat kebijakan terutama di tengah pandemi COVID-19. Dalam melaksanakan peran tersebut, mahasiswa tidak jarang menemui banyak hambatan dan rintangan untuk mewujudkan usulan kebijakan yang tepat dan dapat didengar oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama antara mahasiswa dengan berbagai pihak termasuk masyarakat umum.

Pemerintah terutama melalui Kementerian terkait harus terbuka dengan pendapat dari mahasiswa dan pakar agar dapat membentuk kebijakan yang lebih menguntungkan bagi semua pihak. Dalam hal ini, mahasiswa memiliki peran untuk menyampaikan aspirasi dan mengajukan solusi untuk memperbaiki kondisi sosial sebagai bentuk kepekaan terhadap kebijakan pemerintah. Dengan memiliki pemikiran yang kritis dalam analisis suatu kebijakan serta rasa semangat yang tinggi, mahasiswa dapat membangun usulan pembaharuan dalam kebijakan yang dapat didengar dan diterima oleh pemerintah. Pergerakan mahasiswa dapat diinisiasi dan dikoordinasi oleh ISMKI

sebagai organisasi kemahasiswaan kedokteran terbesar di Indonesia yang saat ini telah bekerja sama bersama dengan Kemendikbud untuk menggiring relawan dalam membantu garda terdepan, baik relawan medis maupun non-medis.

5. Standar APD dan Bahan APD Sebagai Donasi Untuk Tenaga Kesehatan

Secara umum, terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi terkait dengan APD, yaitu:

a.

b. c. d. e. f.

g. h. Mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya spesifik / bahaya yang dihadapi (percikan, baik kontak langsung maupun tidak langsung) Seringan mungkin agar nyaman Fleksibel (reuse atau disposable) Tidak menimbulkan bahaya tambahan Tidak mudah rusak Memenuhi ketentuan standar yang ada Pemeliharaan mudah Tidak membatasi gerak

APD yang diperlukan oleh tenaga kesehatan dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah:

a.

b.

c. Masker, berupa: masker bedah; masker N95. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah Elastomeric respirator dan Powered Air-Purifying Respirators (PAPR). Masker N95 dapat dibuka dan dipasang kembali sebanyak 5 kali selama 8 jam, kecuali jika masker N95 telah digunakan untuk tindakan aerosol. Pelindung wajah (face shield/ facemask) dengan menggunakan bahan plastik jernih transparan yang bersifat kedap air dan menutup hingga ke bawah dagu. Pelindung mata (goggles) yang harus mampu disegel ketat di sekitar hidung dan mata. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah kacamata renang atau kacamata sekali pakai (disposable), yang dapat digunakan d.

e.

f.

g.

h. kembali (reusable) setelah desinfeksi. Apron dengan menggunakan bahan plastik sekali pakai atau bahan plastik dengan kualitas tinggi yang dapat digunakan kembali (reusable). Jubah/gown, dengan menggunakan bahan synthetic fiber, seperti: polypropylene, polyester, polyethylene (sekali pakai); atau bahan 100% katun/100% polyester/ kombinasi keduanya (dapat digunakan berulang maksimal 50 kali tanpa kerusakan). Alternatif lain yang dapat digunakan adalah jubah laboratorium atau jas hujan sekali pakai (disposable) yang dikombinasikan dengan apron panjang. Sarung tangan yang ideal harus mampu tahan robek, tahan bocor, biocompatibility (tidak toksik), dan pas di tangan. Bahan yang dapat digunakan yaitu: lateks karet, polyvinyl chloride (PVC), nitrile, polyurethane. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah sarung tangan rumah tangga yang tebal. Penutup kepala, dengan menggunakan bahan: tahan terhadap cairan, tidak mudah robek, dan ukuran pas di kepala. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah surgical hood, topi renang, dan topi hiking. Sepatu pelindung yang mampu menutupi seluruh kaki hingga betis (apabila gaun tidak mampu menutup hingga bawah). Bahan yang dapat digunakan yaitu: karet, bahan tahan air, atau dilapisi dengan kain tahan air. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah sepatu kets tertutup dengan pelindung sepatu/shoe covers.

Catatan: Alternatif APD tidak berlaku di luar masa krisis.

Meskipun telah banyak gerakan penggalangan donasi kepada tenaga medis yang berada di garis depan mengobati pasien COVID-19, penggalangan donasi tetap perlu dikoordinasi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Di sini kami mendesak pemerintah untuk memimpin koordinasi melalui organisasi yang ditunjuk pemerintah melalui Menteri Sosial dan memberikan fungsi pengawasan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan baru. Organisasi tersebut harus mampu mendata, mengecek, dan mengaudit semua pihak yang terlibat dalam penggalangan dana untuk memastikan seluruh donasi terarah dan tepat sasaran. Selain itu, konsolidasi dan distribusi donasi harus dilakukan secara proporsional dan menggandeng pihak yang sudah terlanjur turun ke lapangan. Adapun bentuk donasi yang disalurkan bila berupa barang seperti APD haruslah menyesuaikan dengan standar yang ada agar pemanfaatannya optimal. Mahasiswa sebagai agen perubahan yang membawa sebagian pesan masyarakat bisa menjadi teman diskusi bagi pemerintah untuk membuat kebijakan baru ini bersama pakar di bidangnya.

Referensi

1.

2.

3.

4. Berman, K., 2013. Students as Agents of Change. Third Text, 27(3), pp.387-399. CNN Indonesia. 2020. Jokowi: Stok Terbatas, Butuh 3 Juta APD Sampai Akhir Mei. [online] Available at: <https:// www.cnnindonesia.com/nasion al/20200330152259-20-488318/jokowistok-terbatas-butuh-3-juta-apd-sampaiakhir-mei> [Accessed 10 April 2020]. GOV.UK. 2020. The Charity Commission. [online] Available at: <https://www.gov. uk/government/organisations/charitycommission> [Accessed 27 March 2020]. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD). Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 6.

7.

8.

9.

10.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Lembaran Negara RI Tahun 1980 No.49. Sekretariat Negara, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang. Lembaran Negara RI Tahun 1961 No. 214. Sekretariat Negara, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI No. 66. Sekretariat Negara, Jakarta. Setya, D., 2020. Salut! Netizen Patungan Kirim Makanan Untuk Para Perawat Dan Dokter. [online] detikfood. Available at: <https://food.detik. com/info-kuliner/d-4950323/salutnetizen-patungan-kirim-makananuntuk-para-perawat-dan-dokter?_ ga=2.95087263.206965244.1585326959- 1890232528.1582193530> [Accessed 27 March 2020]. Sholekan, M., 2020. NGT Beri Bantuan Makanan Dan Minuman Bergizi Untuk Rumah Sakit Rujukan Virus Corona Di Semarang - Tribun Jateng. [online] Tribun Jateng. Available at: <https://jateng. tribunnews.com/2020/03/27/ngt-beribantuan-makanan-dan-minuman-bergiziuntuk-rumah-sakit-rujukan-virus-corona-disemarang> [Accessed 27 March 2020]. Widiyanto, A., 2020. Donasi APD Kepada Relawan Co Hope. [online] mediaindonesia.com. Available at: <https://m.mediaindonesia.com/galleries/ detail_galleries/13737-donasi-apdkepada-relawan-co-hope> [Accessed 27 March 2020]. Iqbal M. 2020. Update Covid-19 16 Maret: 134 Positif, 5 Meninggal, 8 Sembuh. [online] CNBC Indonesia. Available at: <https://www.cnbcindonesia.com/ news/20200316173143-4-145283/ update-covid-19-16-maret-134-positif-5- meninggal-8-sembuh

This article is from: