13 minute read

Kajian Berbagai Pendekatan Diagnosis Dini COVID-19 pada Fase Awal

Hansel Tengara Widjaja 1 , Reynardi Larope Sutanto 1 , Ariestiana Ayu Ananda Latifa 1 , Christopher Christian 1 , Muhammad Salman Abbas 1 , Shafira Aurelia 1

1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Advertisement

Abstrak

SARS-CoV-2 merupakan virus korona jenis baru yang menyebabkan pandemi per 11 Maret 2020. Diagnosis COVID-19 meliputi riwayat epidemiologi, gejala klinis, radiografi thorax, pemeriksaan hematologi, RT-PCR, dan sekuensing genom. Pemeriksaan penunjang yang membuktikan adanya infeksi virus SARS-CoV-2 adalah RT-PCR, yang merupakan gold standard. Meskipun demikian, dengan adanya keterbatasan seperti hasil yang lambat diketahui, maka digagaslah metode tes cepat. Tes cepat yang telah dilakukan untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 antara lain adalah berbasis deteksi antigen virus, antibodi virus, serta RNA virus. Tes cepat yang telah dibeli oleh pemerintah Indonesia adalah pemeriksaan berbasis deteksi antibodi. Pemeriksaan ini tidak lebih sensitif dalam mendeteksi infeksi virus SARS-CoV-2 pada fase awal. Meskipun demikian, pemeriksaan ini dapat menunjang pemeriksaan baku emas (RT-PCR) dalam menegakkan diagnosis pada fase lanjut. Dengan demikian, penggunaan tes cepat harus disikapi dengan adanya pengetahuan mengenai perjalanan penyakit infeksi COVID-19 sehingga dapat diperoleh performa diagnosis yang optimal.

Kata kunci: diagnosis, tes cepat, COVID-19, SARS-CoV-2.

SARS-CoV-2 adalah virus korona jenis baru yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Tiongkok. Virus ini terutama menyerang saluran pernapasan dan dapat menyebabkan pneumonia yang kini disebut sebagai pneumonia COVID-19. SARS-CoV-2 sangat mudah menular antar manusia sehingga dalam waktu relatif singkat sudah menyebar ke seluruh dunia sehingga WHO menyatakan pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Indonesia menemukan pasien positf infeksi virus SARSCoV-2 pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 dan sampai tulisan ini diterbitkan angka tersebut terus menanjak secara eksponensial. (BNPB, 2020)

B. Pembahasan 1. Pendekatan Diagnosis COVID-19

Pada pendekatan diagnosis COVID-19, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan bahwa pendekatan diagnosis harus meliputi riwayat epidemiologi, gejala klinis, radiografi thorax, pemerikaan hematologi, RT-PCR, dan sekuensing genom.(Burhan et al., 2020) Diagnosis definitif COVID-19, yang merupakan suatu penyakit infeksi, pada dasarnya adalah untuk menemukan virus SARS-CoV-2 dalam saluran napas pasien. Deteksi virus ini dilakukan dengan real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) yaitu menemukan fragmen RNA virus dari sampel saluran napas. Hal ini menjadi penting karena proses penularan virus antar manusia melalui droplet. Dengan ditemukannya fragmen virus dalam saluran napas seseorang maka orang tersebut dapat menularkan virus ke orang lain didekatnya. Langkah selanjutnya adalah usaha memutus rantai penularan dengan melakukan isolasi pada orang-orang yang sudah terinfeksi virus SARS-CoV-2 baik mereka yang memiliki gejala pernapasan ataupun yang tidak (asimptomatik).(Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020) 2. Baku Emas Penegakan Diagnosis

Infeksi SARS-CoV-2

Pada prinsipnya, diagnosis definitif untuk patogen penyebab penyakit infeksi adalah dengan mengidentifikasi patogen tersebut. Pada beberapa kasus, dapat dilakukan kultur patogen untuk membuktikan jenis patogen yang menyebabkan penyakit. Meskipun demikian, untuk kasus infeksi virus (COVID-19), hal tersebut amatlah sulit dilakukan, karena hasilnya yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu, metode deteksi patogen lainnya adalah dengan melakukan identifikasi asam nukleat patogen dengan metode polymerase chain reaction (PCR).(Hodinka dan Kaiser, 2013)

Pemeriksaan RT-PCR yang dilanjutkan sekuensing genom merupakan baku emas dalam penegakkan diagnosis COVID-19 (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020) Meskipun demikian, terdapat keterbatasan pemeriksaan RT-PCR antara lain waktu yang lama untuk mendapatkan hasil, membutuhkan teknisi yang terlatih karena prosesnya yang rumit dan harus dikerjakan pada laboratorium bersertifikat dengan tingkat keamanan tertentu (biosecurity level). (Li et al., 2020) Selain itu, pada fase awal pandemi, pemerintah Indonesia memusatkan pemeriksaan di Litbangkes pusat sehingga dibutuhkan waktu transport dari lokasi pengambilan sampel pasien ke laboratorium.(Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020) Hal ini berkontribusi pada lamanya mendapatkan hasil. Padahal, dalam kondisi pandemi, kecepatan pemeriksaan dan jumlah pasien diperiksa menjadi penting.

3. Pemeriksaan Rapid Test sebagai Alternatif terhadap Baku Emas

Terhitung hari Minggu, 12 April 2020, jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia mencapai 3.842 kasus, dengan rincian 3.229 pasien dalam perawatan, 286 pasien sembuh, dan 327 pasien meninggal dunia (BNPB, 2020). Pemerintah mencoba berbagai cara untuk

menanggulangi wabah ini. Salah satu cara tersebut adalah dengan mendatangkan rapid test berbasis immunoglobulin assay, seperti yang disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Korona, Achmad Yurianto (Utama, 2020).

Tes cepat atau rapid test merupakan tes penapisan untuk melakukan tahap pemeriksaan awal dengan mudah dan cepat. Tes ini berguna bagi negara yang memiliki keterbatasan fasilitas. Selain itu, tes cepat juga cocok digunakan dalam kondisi-kondisi darurat yang memerlukan penapisan awal yang cepat (WHO, 2014). Tes cepat ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi pasien positif infeksi SARS-CoV-2 lebih cepat.

Terdapat tiga jenis rapid test yang digunakan untuk mendeteksi SARS-CoV-2, yaitu:

1.

2.

3. Berbasis deteksi antigen: mendeteksi antigen virus, diperkirakan dapat mendeteksi 2-3 hari setelah terinfeksi virus meskipun blm bergejala. Namun saat ini masih dalam studi Berbasis antibodi: mendeteksi IgG/IgM terhadap virus SARS-CoV-2, diduga terbentuk 7-8 hari setelah terinfeksi. Umumnya muncul setelah seseorang ada gejala. Jika dilakukan pemeriksaan pada fase asimptomatik dapat menhasilkan negatif palsu karena antibodi belum terbentuk. Berbasis tes molecular. prinsipnya deteksi virus langsung dengan rapid PCR. Hasil bisa didapatkan dalam 2-3 jam, lebih cepat dari RT PCR yang biasa, 2-3 hari.

Tes cepat yang didatangkan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 20 Maret 2020 adalah tes berbasis antibodi yaitu yang dengan mendeteksi respons antibodi terhadap infeksi virus SARS-CoV-2. Sampel yang digunakan adalah sampel darah vena atau darah tepi. Pengambilan sampel ini relatif lebih mudah dibandingkan dengan pengambilan sampel swab nasofaring/orofaring. Tes tersebut untuk mendeteksi IgM dan IgG yang terbentuk setelah terjadi paparan SARS-CoV-2 yang menandakan bahwa telah terjadi infeksi pada diri seseorang (Utama, 2020).

Saat ini, di Indonesia sedang dilakukan penerapan rapid test antibodi untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang yang mengalami kontak dengan pasien positif, OTG (Orang Tanpa Gejala), ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) terutama bagi fasilitas kesehatan yang tidak memliiki sarana dalam melakukan RT-PCR. Setelah melakukan rapid test antibodi, hasil pemeriksaan akan tetap dilanjutkan pengecekan (konfirmasi) dengan menggunakan teknik RT-PCR (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020)

Untuk menilai kelebihan dan kekurangan masing-masing modalitas pemeriksaan, perlu diketahui bagaimana proses tubuh berespons terhadap patogen yang menginfeksi. Pada fase awal infeksi, tubuh masih belum dapat memproduksi antibodi terhadap patogen dalam jumlah yang terdeteksi, sedangkan marker RNA maupun antigen lain sudah dapat terdeteksi. Seiring dengan berjalannya waktu, maka jumlah antibodi yang dihasilkan oleh tubuh dapat sampai pada jumlah yang dapat terdeksi. Dengan meningkatnya respons imun tubuh terhadap patogen, kemungkinan ditemukannya patogen dalam bentuk antigen maupun RNA virus akan semakin kecil.(Liu et al., 2020)

Gambar 1 . Dinamika serokonversi virus SARS-CoV-2 (Liu et al, 2020)

a. Pemeriksaan berbasis Deteksi Antigen

Saat ini hanya ada 5 produk deteksi antigen yang masih dalam proses uji klinis. Adapun penulis tidak berhasil menemukan sensitivitas dan spesifisitas produk tersebut dibandingkan dengan baku emas. Sebagian besar merupakan produksi asal Korea Selatan.(WHO, 2020b)

b. Pemeriksaan berbasis Deteksi Antibodi

Pemeriksaan yang bergantung dari keberadaan IgM dan IgG ini memiliki kendala dalam waktu dilakukannya pemeriksaan. Saat mengalami infeksi virus SARS-CoV-2, diasumsikan antibodi IgM akan terdeteksi pada darah pasien setelah 3-6 hari dan IgG dapat dideteksi setelah 8 hari setelahnya. Guo et al. (2020) juga menemukan bahwa median hari kemunculan antibodi adalah 5 hari untuk IgM serta 11 hari untuk IgG. Hal ini serupa dengan temuan Zhang et al. (2020) di Wuhan dan Lee et al. (2020) di Taiwan. Jeda waktu sejak pertama kali terinfeksi virus hingga sebelum terbentuknya imunoglobulin disebut juga dengan periode jendela (window period). Pasien yang dilakukan pemeriksaan saat ia mengalami periode ini berpotensi mendapatkan hasil negatif

palsu (Li et al., 2020). Tes cepat ini dinyatakan memiliki angka sensitivitas 88.66% dan spesifisitas 90.63%, didapatkan dari 525 kasus dengan 397 hasil positif RT-PCR. Meskipun demikian, tidak disebutkan pada hari ke berapa sampel diambil, sehingga keseragaman hasil tidak dapat ditentukan. (Li et al., 2020). Dengan demikian, sebenarnya nilai sensitivitas dan spesifitas untuk periode waktu yang jelas masih belum ditemukan dan nilai yang tertera sebelumnya merupakan akumulasi dari berbagai kasus suspek COVID-19 di Tiongkok.

Pada penelitian Liu, et al, didapatkan bahwa hasil pemeriksaan antibodi hanya 55,6 persen menunjukkan hasil positif pada pasien terkonfirmasi dengan RT-PCR pada hari ke 0-5. Pada hari ke 6-10, hasil pemeriksaan antibodi hanya menunjukkan nilai positif pada 44% sampel yang diambil sampel pada hari ke 6-10. Barulah pada hari ke-11, ditemukan bahwa 93.3 persen pasien yang terkonfirmasi menujukkan hasil yang positif.(Liu, et al, 2020) Artinya, pemeriksaan antibodi baru menunjukkan sensitivitas yang tinggi setelah hari ke-10. Hal serupa juga nampak pada penelitian Zhao, et al, seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Sensitivitas dan spesifisitas berbagai metode diagnosis pada berbagai kelompok hari pengambilan sampel. Catatan: metode Ab merupakan metode deteksi antibodi dengan mengukur kuantitatif titer antibodi (tidak termasuk dalam definisi test cepat).(Zhao et al, 2020)

c. Pemeriksaan berbasis Deteksi RNA

Di sisi lain, per tanggal 21 Maret 2020, FDA Amerika Serikat telah memberi izin penggunaan Genexpert sebagai salah satu metode rapid test untuk mendeteksi RNA virus. Genexpert sebelumnya telah banyak digunakan sebagai tes cepat molekular untuk mendeteksi mycobacterium tuberculosis. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan distribusi alat diagnosis tersebut sejak tahun 2014 silam. Alat yang sama kini dapat digunakan untuk mendiagnosis COVID-19. Meskipun demikian, sejumlah 112.000 cartridge yang dipesan ke Cepheid masih mengalami masalah karena Amerika Serikat melarang ekspor produk

tersebut. (BBC Indonesia, 2020) Dengan metode diagnosis yang sama, ketepatan diagnosis COVID-19 dapat setara dengan baku emasnya, yaitu RT-PCR. Meskipun demikian, belum ada penelitian lebih lanjut yang ditemukan mengenai hasil penggunaan dengan metode ini.

5. Rekomendasi penggunaan di

Indonesia

Penggunaan rapid test di Indonesia yang merupakan wilayah dengan transmisi local, perlu menimbang prioritas populasi yang mendapatkan pemeriksaan, seperti yang telah disampaikan oleh WHO, yaitu: 1.

2.

3. Orang yang memiliki risiko penyakit berat dan populasi rentan (lansia, pasien dengan kondisi penyakit lainnya). Petugas kesehatan yang memiliki gejala COVID-19 (baik petugas medis maupun non-medis) yang pernah berkontak dengan pasien kasus positif. Kelompok bergejala yang tinggal dalam lingkungan tertutup (misalnya: sekolah, penjara, rumah sakit, apartemen) untuk pendeteksian cepat dan membatasi penyebaran,beserta individu yang berkaitan dengan kelompok tersebut (WHO, 2020a).

Hal ini menjadi sangat penting terutama ketika tingkat transmisi telah melebihi kapasitas pemeriksaan tes cepat.

Penegakan diagnosis infeksi SARS-CoV-2 dengan RT-PCR merupakan baku emas, terutama pada fase awal. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala, yaitu masalah logistik, kemampuan teknisi dan laboratorium. Masalah logistik muncul karena penggunaan RT-PCR kerap terbatas. Di Indonesia, dibutuhkan proses transportasi sampel yang kadang dapat berskala lintas pulau sehingga mampu mengurangi kualitas spesimen.

Dengan melihat harapan baru uji cepat berbasis deteksi RNA dengan memodifikasi alat genexpert, masalah terkait diperlukannya laboratorium khusus untuk dapat menyelenggarakan proses diagnosis berbasis RT-PCR dapat dimudahkan. Akan tetapi, dengan adanya keterbatasan pengadaan cartridge karena pembatasan ekspor dari Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia dapat menggenjot produksi produk tersebut dalam negeri dengan membeli lisensi dari Perusahaan Cepheid.

Selain itu, perlu juga diperhatikan bahwa sensitivitas alat deteksi berbasis antibodi baru akan menunjukkan hasil positif bukan pada fase awal, sehingga tetap diperlukan metode berbasis penemuan RNA virus untuk segera dapat mendeteksi infeksi SARS-CoV-2. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan pemerintah untuk merevisi kebijakan mengenai penggunaan alat deteksi cepat tersebut dikarenakan pada fase awal, kemungkinan hasil berupa negatif palsu sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, rapid test berbasis deteksi antibodi dapat dikombinasikan dengan metode deteksi RNA virus untuk PDP yang berada pada fase lanjut, karena temuan deteksi RNA pada fase tersebut akan kurang sensitif dibandingkan dengan fase awal.

Penggunaan rapid pada pasien asimtomatik juga masih belum terdapat bukti ilmiahnya. Oleh karena itu, rapid test belum direkomendasikan untuk digunakan pada orang tanpa gejala. Terkait dengan rekomendasi mengenai uji deteksi antigen masih minim dapat disimpulkan karena keterbatasan bukti-bukti ilmiah yang ada dan sedang melalui proses penelitian lebih lanjut.

Poin rekomendasi berikutnya adalah mengenai implementasi di berbagai daerah serta faktor psikososial masyarakat di Indonesia. Alur diagnosis serta kontrol infeksi disinyalir belum seragam dan dapat laksana di seluruh daerah terjangkit di

Indonesia. Hal ini dapat terlihat di awal bulan Maret 2020 saat kontrol infeksi di berbagai lokasi berbedabeda (Dongoran, 2020). Selain itu, akibat dari pengumuman rapid test, masyarakat berbondong-bondong membeli peralatan tes cepat sendiri sehingga harganya sampai mencapai Rp900.000 (Idris, 2020). Padahal, interpretasi awam sangat besar kemungkinan salahnya sehingga malah dapat menjadi bumerang bagi kesehatan masyarakat Indonesia.

C. Kesimpulan

Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis COVID-19 adalah RT-PCR. Terdapat tiga jenis modalitas tes cepat, yaitu berbasis deteksi antigen, deteksi antibodi, dan deteksi RNA virus SARS-CoV-2. Modalitas tes cepat yang sudah dibeli oleh pemerintah Indonesia adalah pemeriksaan berbasis deteksi antibodi. Antibodi umumnya baru dapat terdeteksi tidak pada fase awal infeksi SARS-CoV-2. Oleh karena itu, penggunaan tes cepat berbasis deteksi antibodi harus disikapi dengan pengetahuan yang baik mengenai modalitas pemeriksaan tes cepat tersebut. Tes cepat lainnya yang berpotensi untuk digunakan di Indonesia adalah berbasis deteksi RNA virus, meskipun saat ini pemerintah Indonesia masih belum dapat membeli cartridge dikarenakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Oleh karena itu, masyarakat juga disarankan untuk tidak membeli tes cepat sendiri tanpa rekomendasi dokter yang memeriksa. 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9. BBC Indonesia (2020) Virus corona: Rencana gunakan alat deteksi TBC untuk Covid-19, pemerintah diminta tidak abaikan penyakit yang lebih mematikan [Online]. Available at: https://www.bbc.com/indonesia/ indonesia-52142678 (Accessed: 3 April 2020) BNPB (2020) Situasi Virus Corona [Online]. Available at: https://www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/ (Accessed: 12 April 2020). Burhan, E., Isbaniah, F., Susanto, A.D., Aditama, T.Y., Soedarsono, Sartono, T.R., Sugiri, Y.J., Tantular, R., Sinaga, B.Y.M., Handayani, R.R.D., Agustin, H., 2020. COVID-19 diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta. CNN Indonesia (2020) Pemerintah Siapkan Satu Juta Rapid Test Virus Corona. Available at: https://www.cnnindonesia.com/nasion al/20200321173824-20-485636/pemerintahsiapkan-satu-juta-rapid-test-virus-corona (Accessed: 26 March 2020). Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020. Pedoman kesiapsiagaan menghadapi coronavirus disease (COVID-19), 3rd ed. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Dongoran, H., 2020. Longgarnya Pemeriksaan Corona di Bandara Indonesia [WWW Document]. Tempo. URL https://majalah.tempo.co/read/laporanutama/159897/longgarnya-pemeriksaan-corona-dibandara-indonesia (accessed 3.27.20). Guo, L., Ren, L., Yang, S., Xiao, M., Chang, D., Yang, F., Dela Cruz, C.S., Wang, Y., Wu, C., Xiao, Y., Zhang, L., Han, L., Dang, S., Xu, Yan, Yang, Q., Xu, S., Zhu, H., Xu, Yingchun, Jin, Q., Sharma, L., Wang, L., Wang, J., 2020. Profiling Early Humoral Response to Diagnose Novel Coronavirus Disease (COVID-19). Clin. Infect. Dis. https://doi.org/10.1093/cid/ciaa310 Hodinka, R. L., Kaiser, L., 2013. Is the Era of Viral Culture Over in the Clinical Microbiology Laboratory?. J Clin Microbiol 51, 2–8. doi: 10.1128/JCM.02593-12 Idris, M., 2020. Harga Alat Tes Corona di Toko Online Mencapai Rp 900.000 [WWW Document]. Kompas. URL https://money.kompas.com/ read/2020/03/24/170024026/harga-alat-tes-coronadi-toko-online-mencapai-rp-900000 (accessed 3.27.20).

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19. Kwon, K.T., Ko, J.H., Shin, H., Sung, M., Kim, J.Y., 2020. DriveThrough Screening Center for COVID-19: a Safe and Efficient Screening System against Massive Community Outbreak. J. Korean Med. Sci. 35, e123. https://doi.org/10.3346/jkms.2020.35. e123 Lee, N.-Y., Li, C.-W., Tsai, H.-P., Chen, P.-L., Syue, L.-S., Li, M.- C., Tsai, C.-S., Lo, C.-L., Hsueh, P.-R., Ko, W.-C., 2020. A case of COVID-19 and pneumonia returning from Macau in Taiwan: Clinical course and anti-SARS-CoV-2 IgG dynamic. Journal of Microbiology, Immunology and Infection. https://doi. org/10.1016/j.jmii.2020.03.003 Li, Z., Yi, Y., Luo, X., Xiong, N., Liu, Y., Li, S., Sun, R., Wang, Y., Hu, B., Chen, W., Zhang, Y., Wang, J., Huang, B., Lin, Y., Yang, J., Cai, W., Wang, X., Cheng, J., Chen, Z., Sun, K., Pan, W., Zhan, Z., Chen, L., Ye, F., 2020. Development and Clinical Application of A Rapid IgM-IgG Combined Antibody Test for SARS-CoV-2 Infection Diagnosis. J. Med. Virol n/a. https://doi.org/10.1002/ jmv.25727 Liu, L., Liu, W., Wang, S. and Zheng, S., 2020. A preliminary study on serological assay for severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) in 238 admitted hospital patients. Utama, F. (2020) Rapid Test Virus Korona, Pemerintah Siapkan 1 Juta Kit Alat [Online]. Available at: https://www.inews.id/news/ nasional/rapid-test-virus-korona-pemerintah-siapkan-1-juta-kitalat (Accessed: 26 March 2020). WHO (2014). Simple / Rapid tests. Available at: https://www.who. int/diagnostics_laboratory/faq/simple_rapid_tests/en/ (Accessed: 26 March 2020). WHO (2020a). Laboratory testing strategy recommendations for COVID-19: Interim guidance. https://www.who.int/emergencies/ diseases/novel-coronavirus-2019/technical-guidance/laboratoryguidance (Accessed: 26 March 2020). WHO (2020b). National laboratories. Available at: https:// www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/ technical-guidance/laboratory-guidance (Accessed: 26 March 2020). Zhao, J., Yuan, Q., Wang, H., Liu, W., Liao, X., Su, Y., Wang, X., Yuan, J., Li, T., Li, J., Qian, S., Hong, C., Wang, F., Liu, Y., Wang, Z., He, Q., Li, Z., He, B., Zhang, T., Fu, Y., Ge, S., Liu, L., Zhang, J., Xia, N., Zhang, Z., 2020. Antibody responses to SARS-CoV-2 in patients of novel coronavirus disease 2019. Clin Infect Dis. doi: 10.1093/cid/ciaa344. Zhang, W., Du, R.-H., Li, B., Zheng, X.-S., Yang, X.-L., Hu, B., Wang, Y.-Y., Xiao, G.-F., Yan, B., Shi, Z.-L., Zhou, P., 2020. Molecular and serological investigation of 2019-nCoV infected patients: implication of multiple shedding routes. Emerg Microbes Infect 9, 386–389. https://doi.org/10.1080/22221751.2020.1729071

This article is from: