BuPsi #23

Page 1

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23

ROSA PARKS Pemimpin tapi Takut Istri? Why Most Men Often Lead? Tips on Choosing GOod leader Liputan Eksklusif: Psyphoria “Mashmallow” 4 Tipe Phonia “Abu-Abu” Kepemimpinan Psychocinema fighter of human Right


About Us B

uletin Psikologi adalah media informasi dan pengetahuan mengenai psikologi dengan konsep bahasa yang lebih mudah dipahami dengan tujuan mengenalkan psikologi dan penerapannya kepada mahasiswa dan mahasiswi, serta masyarakat umum. Jika anda ingin memberikan kritik dan saran, dapat langsung ditujukan pada: bupsi.untar@gmail.com E-BuPsi dapat dibaca & diunduh di: bupsi-untar.blogspot.com Follow Us: Twitter: @bupsi_untar Facebook: Bupsi Untar (Buletin Psikologi Untar) Blog: bupsi-untar.blogspot.com Bagi yang ingin memasang iklan di BuPsi Advertisement, hubungi: Lucia Vega - 08978617637 Dilarang untuk mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buletin ini tanpa izin tertulis dari BUPSI. Isi dari informasi yang dimuat dalam buletin ini telah diperiksa dengan seksama mengenai ketepatannya. Apabila terdapat kesalahan dalam penyampaiannya, kami memohon maaf sebesar-besarnya.


Editor’s Letter Advisor Sandi Kartasasmita, M. Psi., Psi., Psikoterapis, CBA, CHA Editor-in-Chief Elvina Pekasa Vice Editor-in-Chief Jessie Gani Secretary & Treasury Elaine Novieanny Editor Staff Veronica Clarissa Cardia Ivana Cindy Clara Ellen Reporter Ayu Thannia Dewi Ahmad Wahyu R. Lawita Fransiska Sila Paramita Winda Andriani

Halo, Bupsiers! Akhir-akhir ini, media massa bayak membahas tentang pemilu, calon presiden, partai-partai, dan tidak jauh-jauh dari politik ya? Rasanya hampir setiap hari nama calon presiden, partai-partai, dan lembaga-lembaga pemerintahan selalu disebut. Maraknya fenomena ini membuat Bupsi tertarik untuk membahasnya. Eits, tapi Bupsi tidak akan membahas tentang calon presiden atau partai tertentu loh. Bupsi edisi 23 kali ini akan lebih membahas tentang kepemimpinan. Pada edisi kali ini, Bupsi akan membahas apa sih bedanya boss sama leader, apa saja tipe-tipe leadership, apa itu kharisma pemimpin, dan sosoksosok pemimpin. Tidak lupa, Bupsi juga memberikan informasi mengenai ciri-ciri pemimpin yang baik dan bagaimana cara memilih pemimpin. Jadi Bupsiers tidak salah dalam memilih pemimpin. Bupsi edisi 23 kali ini juga meliput acara-acara yang terjadi di Universitas Tarumanagara seperti acara Abu-Abu yang diadakan oleh Phonia, Psychocinema, dan Psyphoria. Jadi, kurang lebih hal-hal di atas yang akan dibahas di Bupsi edisi 23 kali ini. Semoga dapat menambah pengetahuan teman-teman ya. Enjoy your reading!

Graphic Designer Caroline Ahmad Chalifar H. Meylisa Permata S. Circulation, Distribution, & Public Relation Lucia Vega Elizabeth Ayu F. Stefanie Christina Stevani

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 03


{Cont ARTICLES

06 Apa arti leadership? 09 Leadership Through Ages in Indonesia 10 Tips for Choosing Good Leader 11 Leader: Dilahirkan atau Dibentuk? 13 Are You Boss or Leader? 15 4 Tipe Kepemimpinan 17 No Followers, No Leader 18 Leadership: Gagal atau Berhasil? 20 Why Most Men Often Lead? 21 Sang Pemimpin Wanita 23 Charismatic Leaders 25 Pemilu 26 Menjadi Pemimpin yang Takut Istri? Oh No... 28 Tokoh: Rosa Parks 31 A Good Leader: Characteristics 33 What is Your Power? 04 |BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


tents} REGULARS

02 About Us 03 Editor’s Letter 04 Contents 35 Liputan: Psyphoria Marshmallow 38 Liputan: Phonia is Back with “Abu-Abu” 40 Psychocinema in Cinema 41 Psychopedia 42 Sumber

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 05


The Psychology of Leadership

Menurut Anda

leader

Grace Amelia Christy, Psikologi 2010, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Leadership atau kepemimpinan itu menurut saya adalah suatu proses atau cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk membawa anggota-anggotanya mencapai tujuan atau visi misi bersama. Dalam pelaksanaannya, setiap pemimpin juga memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Pada awalnya, sama sekali tidak terlintas di pikiran saya untuk menjadi ketua BEM Fakultas Psikologi. Namun, setelah berpikir panjang, didukung dengan pertimbangan-pertimbangan lainnya, saya akhirnya memilih untuk menuliskan nama saya di kertas pendaftaran calon ketua yang ditempel di mading. Banyak hal yang saya rasakan selama menjadi pemimpin. Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah, karena harus memikul tanggung jawab yang besar. Saya juga harus menjadi teladan bagi anggota-anggota saya. Di sisi lain, saya juga sedang menjalani skripsi. Saya harus pandai membagi waktu antara studi dan organisasi. Terkadang, saya merasa berat karena berbagai macam kendala yang saya hadapi dalam perjalanan kepemimpinan saya. Namun, saya juga merasa senang dan bangga karena saya memiliki tim yang hebat, yang sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri. Kebersamaan, suka-duka menjalani program kerja, canda-tawa, profesionalitas kerja, semuanya kita lalui bersama dalam tim ini. We are not only a team, but also a family.

Ketika menjadi pemimpin di organisasi yang Bagaimana perasaan a

Andrew William, Manajemen 2010, Ketua Ikatan Mahasiswa Manajemen Tarumanagara (IMMANTA) Kepemimpinan itu adalah seni yang bercampur dengan teori. Tidak cukup hanya sekedar in-class training. Ilmu kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan aplikasi praktis sehari-hari. Tidak ada pemimpin yang baik tanpa pengalaman lapangan yang mendukung. Menurut saya, leadership adalah ilmu yang dinamis dan tidak pernah kaku. Belajar dan terus belajar adalah kuncinya. Menjadi pemimpin atas pilihan sendiri membutuhkan komitmen. Karena tanpa komitmen, tentu kita tidak akan mampu menjalani tugas dengan maksimal. Jalani semuanya dengan komitmen dan rasa kepedulian yang tinggi, maka menjadi seorang leader adalah hal yang sangat membantu diri sendiri dan orang lain. Ini adalah 06 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

a, apa itu arti

rship?

sebuah kesempatan yang hanya saya dapatkan sekali seumur hidup. Bayangkan, saya bisa bekerja dan bersama dengan keluarga kedua saya setiap hari di kampus. Kebanggaan dan keinginan berkontribusi untuk IMMANTA adalah motivasi saya menjadi leader. Rasanya, saya tidak pernah merasa bosan, dan begitu senang bila mampu memberikan andil untuk adik-adik di lembaga. Ingat, tugas seorang pemimpin adalah hal yang mulia dan tidak boleh dikhianati. Menjadi seorang pemimpin di organisasi saat ini merupakan kombinasi antara pilihan sendiri dan dukungan dari rekan-rekan mahasiswa ketika dilakukan pemilu raya. Pesan saya, teman-teman semua jangan pernah takut untuk mengambil resiko dan berani menerima tanggung jawab yang lebih besar. Tanpa kedua hal tersebut, maka Anda tidak akan pernah menjadi seorang pemimpin. A great leader was not born, but it was created through hard work. Salam Sukses! Viva IMMA!

sekarang ini, itu pilihan sendiri atau bukan? anda menjadi pemimpin?

Yulia Devyana, Akuntansi 2010, Ketua Paduan Suara Universitas Tarumanagara (PSUT) Kalau menurut aku, leadership itu lebih ke arah pengabdian yang dipercayakan dan diberikan kepada seorang yang disebut pemimpin dimana pemimpin itu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap semua orang yang berhubungan dengan organisasi atau lembaga tersebut. Pemimpin dibantu oleh pengurus dan anggota untuk mengatur, menjalankan, dan memajukan organisasi tersebut. Kalau menjadi ketua PSUT, aku diberi kepercayaan oleh anggota aktif PSUT melalui program PKB (Pemilihan Ketua Baru). Kalau ditanya perasaan menjadi pemimpin, ya, pasti ada suka-dukanya. Kalau sukanya, bisa punya banyak temen bukan hanya dari PSUT aja tapi bisa kenal dengan anak PSM (Paduan Suara Mahasiswa) lainnya. Selain itu, bisa lebih percaya diri dan makin cinta PSUT, hehehe. Dukanya itu, kadang kesulitan untuk mencari titik temu, karena PSUT itu anggotanya dari berbagai macam fakultas, jadi harus kerja ekstra untuk membagi waktu. Rezki Dika Putra, Teknik Arsitektur 2010, Ketua Ikatan Mahasiswa Arsitektur Tarumanagara (IMARTA) Menurut saya, leadership atau kepemimpinan itu merupakan suatu hal yang mengarah pada perilaku melayani. Melayani di sini maksudnya, ketika menjadi seorang pemimpin, kita bukan hanya menggunakan pemikiran-pemikiran kita saja melainkan juga menggunakan hati terhadap apa yang akan kita pimpin. Ketika kita sudah menggunakan hati kita, secara tidak langsung kita sudah merasa rela untuk melayani bagaimana pun kondisi yang sedang dihadapi. Menurut saya juga, tidak ada pemimpin yang Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 07


The Psychology of Leadership tidak melayani. Mengingat banyaknya tugas kuliah sebagai mahasiswa, apa lagi jurusan arsitektur, saya sempat ragu ketika ingin menjadi ketua IMARTA. Awalnya, saya menolak untuk mencalonkan diri sebagai ketua. Namun, karena saya merasa masih memiliki hati dan impian yang belum tercapai, lalu melihat kondisi yang ada, akhirnya saya memutuskan untuk mencoba. Karena menjadi ketua IMARTA adalah pilihan sendiri, maka bagi saya tidak ada lagi alasan untuk melihat ke belakang (masa lalu). Perasaan ketika menjadi pemimpin IMARTA periode kali ini pastinya campur-aduk. Ada hal-hal yang mungkin belum dapat dicapai atau hal-hal yang sudah tercapai tetapi tidak sesuai harapan/ekpektasi. Terkadang saya merasa sudah melakukan hal yang benar, tapi terkadang juga malah sebaliknya yang terjadi. Ada orang yang suka terhadap kita, tetapi ada juga yang tidak menyukai kita. Jadi, sebenarnya dalam organisasi ini, kita masih sama-sama belajar. Sehingga nantinya kita dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang lebih berat dari pada hal ini, misalnya ketika memasuki dunia kerja. Perasaan saya lebih mengarah pada perasaan pasrah dan ingin belajar. Tetapi pasrah bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Tetapi ketika saya menghadapi suatu tantangan, saya akan berpikir bahwa “Oke, saat ini saya sedang belajar, ketika saya menghadapi hal ini, maka saya harus mengambil langkah seperti apa?�. Sekali pun langkah yang saya ambil saat ini belum tepat sepenuhnya, namun intinya saya sudah belajar. Johan Tanuwijaya, Akuntansi 2010, Ketua Keluarga Mahasiswa Buddhis (KMB) Dharmayana, Universitas Tarumanagara Arti leadership menurut saya yaitu sesuatu yang dimiliki setiap orang dan muncul dari dalam dirinya sendiri yang merupakan sebuah proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Leadership itu bukanlah mengenai jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Menjadi pemimpin di organisasi sekarang ini adalah pilihan sendiri. Karena, menurut saya, ini adalah sebuah kesempatan dimana saya dapat berkembang dan mengetahui karakter yang ada di dalam diri saya mau pun yang ada pada orang lain. Saya memilih untuk menjadi pemimpin di organisasi sekarang ini, bukan karena saya ingin jabatan atau gelar. Melainkan saya hanya ingin melayani setiap orang yang ada. Perasaan saya menjadi pemimpin tidak dapat diungkapkan, apakah itu senang atau tidak. Karena ini merupakan suatu proses bagi saya untuk bisa belajar bagaimana berkomunikasi, bekerja sama, serta mengembangkan karakter diri sendiri. Bagi saya, menjadi seorang pemimpin itu bukan untuk mendapatkan penghormatan atau pujian dari orang lain, melainkan saya hanya ingin melayani orangorang yang ada di sekitar saya. Saya ingin bersama-sama maju dan berkembang, tidak tidak untuk diri sendiri saja, melainkan bersama dengan tim yang saya pimpin.

08 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

Leadership Through Ages in

Indonesia P

eople often refer leader in Indonesia as the president for Indonesia is a democracy country since 1945. But even before then, there is a lot of leader in Indonesia (which called Nusantara before adopting Presidential system) written in history. The first era that written were kingdoms. There were three kingdoms with great powers, which are Sriwijaya Kingdom, Majapahit Kingdom, and Mataram Kingdom. In their own era, each kingdoms tried to unite Nusantara into one realm. Unfortunately, the efforts are unsuccessful because so many pressures came from both inside and outside Nusantara. And then, came colonialism called Hindia-Belanda from 16th century. The goals were to rule trading and financial in Nusantara. After the 3rd centuries, Nusantara had a revival of nationalism which marked by establishment of Budi Oetomo in 1908. This establishment followed by other organisations of youth. Came another colonialism from Japan which followed by a great suffers from Indonesian people. At last, the whole society of Indonesian people united and resulted a freedom. This colonialism ended when Japan lost the battle to allies and declare independece of the nation. It was the beginning of the Presidential system in Indonesia, from democratic to united state and then back to democratic. Started with Dwi Tunggal Soekarno-Hatta, this era was when the independence of nation, still needed to be strived. Even after the proclamation, Indonesia still had to argue with Netherland because Netherland thought Indonesia was their “Historical Rights”. Fortunately, we could win it by our “The Rights for Self-Determination” to get the International support. After that, the pressures from outside were diminish, but pressures from inside were increase. The struggle to improve our economic and education, to built our nation. From Soekarno in Orde Lama, to Soeharto in Orde Baru, and then to the Era of Reformation with Habibie, to Gus Dur, and Megawati who was the first woman president of Indonesia, to the last 8 years with SBY. Who will be next? And what will be the next main focus to built our nation? We have our vote in there, don’t miss the chance to change our nation! ;)

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 09


The Psychology of Leadership

Tips for Choosing a

GOOD LEADER

Within an organization or group, it’s necessary to have qualified leaders who can guide the members in order to achieve group goals. In a country that adopts democracy, leaders are usually chosen based on a joint decision. A leader is directly elected by the voice of the people through donations or members of the group. However, choosing a leader is notan easy matter. One chooses a leader in the hope that the leader is aware of what people’s needs and goals thus helps them to achieve it. Sometimes doubtful thoughts come across, as the likes of "What if I choose the wrong one?" Below are some traits that resemble the character of a good leader.

Having Vision

Able to Communicate, Creative and Smart

The vision of a leader should at least clearly describe the direction and goals of an organization/group (Heathfield, 2014). Good vision must be communicated to the members of the group; reflecting the uniqueness, value, and culture of the group. Profoundly, the vision can also inspire the members of the group to show their loyalty and involvement in the group.

Smart means being able to read the situation well, looking for opportunities in the narrowness, and find creative solutions to a problem. In addition, a good leader must also have good communication skills in order to align goals with people so the meaning of his/her message could be understood well as to avoid misunderstandings.

Inspire Through Action

Being A Good Listener

Leadership is defined through actions (Ward, 2014). Without real concrete actions, all goals are all some mere vision which is more likely to be in vain. A good leader will attain the vision through concrete actions, and provide real-life examples for the members to look up to. Being a leader does not mean delivering only empty promise.

“There’s a reason why God gave us two ears and one mouth.” The statement seemed to encourage us to do more listening than talking. Therefore, a leader needs to listen well to each of the opinions expressed, so everyone feels appreciated. By listening genuinely and thoroughly, leaders can also find the exact solution of the problems faced.

Fair and Square

A leader should always convey everything honestly. Not only to the members, but also he/she needs to be honest with his/ herself. In addition, leaders should also be fair in attaining their own personal interests and the members’ interests. 10 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014

In addition to the above tips, this is the last but not the least, “Choose carefully & wisely.”


The Psychology of Leadership

Leader Dilahirkan atau Dibentuk? Mungkin kamu pernah mendengar bahwa pemimpin itu terlahir dengan ciri-ciri tertentu yang membuatnya menjadi pemimpin Apakah kamu terlahir dengan ciri-ciri itu? Jika tidak, maka gawat!!! Kamu tidak akan bisa menjadi pemimpin yang hebat. Dan, tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk mengubah hal itu (Cohen, 2011). Ada yang mengatakan jika leader bersejarah, seperti Julius Caesar, Alexander The Great, masih hidup pada masa ini, mereka akan kembali menjadi pemimpin karena kemampuan alami mereka. Oh no!!! Lalu, bagaimana dengan kita yang tidak memiliki kemampuan alami seperti mereka? T e n a n g ,

kawan... Tentu saja teori tersebut memiliki banyak perdebatan dan bukti yang ada sangat sedikit untuk mendukung teori tersebut. Meskipun begitu, bukan berarti orang tidak mempercayai hal tersebut. Seperti kamu, pasti kamu sempat percaya ‘kan dengan teori di atas? Pemikiran tersebut benar-benar omong kosong dan tidak masuk akal. Memang, orang terlahir dengan karakteristik atau ciri tertentu yang memberinya potensi untuk ahli dalam suatu bidang. Sebagian orang terlahir dengan keunggulan bermain bola basket, menjadi pianis yang hebat, atau menjadi seorang pemimpin. Namun, mempelajari dan mengembangkan kemampuan apa pun yang kamu miliki adalah jauh lebih penting ketimbang kemampuan apa yang kamu punya dari lahir (Cohen, 2011). Para pemimpin besar dunia, dalam bidang apapun, tidak dilahirkan dalam sekejap, melainkan dibentuk melalui proses yang sangat panjang. Fase ulat-kepompongMei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 11


The Psychology of Leadership

kupu-kupu tersebut terjadi dan dapat berlangsung seumur hidup (Soedarsono & Kusuma, 2004). Yang benar adalah seorang leader dapat dibentuk bukan dilahirkan, dan menjadi seorang leader adalah pilihan. Pilihan menjadi leader disebabkan dorongan atau tuntutan dari brain strengths-nya yang membuat dia merasa nyaman sebagai leader bukan manajer ataupun sebagai ahli. Pernyataan leader dapat dikembangkan, maksudnya adalah harus adanya dorongan kemauan dari orang tersebut untuk menjadi leader karena dia memang menginginkannya dan menjadi leader merupakan pilihannya. Proses pembentukkan akan berhasil bila orang yang akan dibentuk menjadi leader memang memiliki keinginan untuk menjadi leader (Bahaudin, 2007). Ada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa kamu memiliki peluang lebih baik untuk menjadi presiden perusahaan jika tinggi badan kamu lebih dari 180 cm, dibandingkan jika tinggi badan anda kurang dari 180 cm. Penelitian tersebut terlihat seperti mendukung teori “terlahir dengan bakat”. Jadi, bagaimana ya? Apakah menjadi seorang pemimpin 12 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014

berarti harus memiliki syarat tubuh yang tinggi? Tampaknya tidak seperti itu, beberapa orang seperti Napoleon Bonaparte dan Mahatma Gandhi yang sedemikian suksesnya hanya memiliki tinggi tubuh 170 cm. Bahkan perdana menteri pertama Israel, David Ben Gurion, hanya memiliki tinggi badan 160 cm (Cohen, 2011). So, jangan sedih ya untuk kalian yang tidak memiliki ciri “terlahir dengan bakat”. Kamu tetap bisa mengembangkan kemampuan menjadi seorang pemimpin kok. Asalkan kamu memang mau menjadi pemimpin dan terus berusaha keras untuk mengembangkannya. Jadi, tetap semangat ya!


The Psychology of Leadership

D

o you know that there are significant differences between a boss and a leader even though they are in the same high organization level? There are some positive and negative points in both leader’s and boss’ position yet there is also a line that differs the two of them. Check this out!

T

he definition of a leader is the one who leads. The significant difference in leader and boss: A leader is the one who takes responsibility, inspires, maneuvers, and leads people in group of people on a path for a common goal while a boss is the one who is in charge of the work place. Leader is expected to listen to the group members as well as to lead them to their goals and not just attaining his own benefits and responsibilities. He is not only the commander but also being a part of the group as well. A leader has values and principles such as innovation, inspiration, and power of vision in leadership. Generally, a

ARE YOU

A BOSS OR A LEADER ?

leader is charming, original, and really open minded for aspirations and feedbacks from the members on a discussion or meeting.

Then what of a boss? Boss in definition is the person who makes decisions and dominates the people. We often refers the word “boss” to people who lead in workplace or the person who leads as a CEO or supervisor in the company. Bosses are believed to work for monetary purposes and do not always care for the well-being of their people; they are always looking to exploit more sources while trying to pay the least amount possible. Bosses acquire authority and respect from fear thus they tend to have the last say on anything. Although some researchers found that charismatic boss can make his Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 13


The Psychology of Leadership employers happier and more productive. The leader is believed to encourage people by creating the footsteps to follow while a typical boss is demanding people to work under his orders and pushes them to work harder. A leader is considered to be more effective compared to a boss; group members are more productive when they work out of trust and respect in comparison to those who just take and follow orders. The

most successful is a mix of both a leader and a boss. A leader’s authority and power are in the hands of the people, while the boss’ authority is not. Thus while sometimes the authority primarily does the trick, it is best to ensure that the bosses believe in their employees and lead people by inspiring them. These are another differences between a boss and a leader cited from elitedaily.com:

These are another differences between a boss and a leader cited from elitedaily.com:

BOSS

• Likes to Tell • Gets Lost in the Details • Rules by Fear • Displays Great Hubris • Likes to Talk • Wants to Dictate • Outlines the “WHAT” • Thinks First about Profit • A Disabler • Criticizes • Manages to an End

14 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014

LEADER

• Prefers to Teach • The Big Bicture • Inspires with Trust • Shows Quiet Humility • Prefers to Listen • Would rather Collaborate • Always Explains The “WHY” • Thinks First About People • An Enabler • Coaches • Serves for a Purpose


The Psychology of Leadership

4 Tipe

Kepemimpinan K

epemimpinan atau yang biasa dikenal dengan istilah leadership merupakan suatu hal yang sering menjadi pokok bahasan dalam suatu organisasi di kehidupan seharihari. Dalam perusahaan, instansi/lembaga, sekolah, bahkan di dalam keluarga sekalipun seseorang dapat menemukan apa yang disebut sebagai kepemimpinan. Berbicara tentang kepemimpinan tidak akan terlepas dari membicarakan pemimpin dan yang dipimpin dalam suatu kelompok atau organisasi. Pemimpin adalah seseorang yang mampu memberikan pengaruh terhadap orang lain yang menjadi anggota kelompok atau bawahannya, memberikan mereka motivasi, dan mendorong anggota kelompok atau bawahannya untuk mencapai kesuksesan (Barling, Christie, & Hoption, dikutip dalam King, 2012). Tidaklah lengkap apabila suatu kelompok berjalan begitu saja mencapai tujuan kelompok tanpa ada yang mengarahkan atau memimpin. Individu memiliki gaya masing-masing dalam mengarahkan atau pun memimpin kelompok atau bawahannya. Mulai dari gaya yang sangat demokratis hingga gaya yang terkesan sangat otoriter. Terdapat banyak teori yang mengungkapkan bebagai macam tipe atau gaya kepemimpinan seseorang, salah satunya adalah 4 tipe kepemimpinan yang dikembangkan oleh Martin Evans dan Robert House yang disebut Path-Goal Leadership Theory (Luthans, 2008). Teori ini menjelaskan tentang bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi tingkat kepuasan, motivasi, dan prestasi individu yang menjadi bawahan (Luthans, 2008). Berikut ulasannya:

Directive Leadership

Tipe kepemimpinan yang satu ini serupa dengan tipe kepemimpinan autocratic. Bawahan mengetahui apa yang menjadi harapan bersama (target) dan pemimpin memberikan arahan yang spesifik (jelas) untuk mencapai target tersebut. Pemimpin membuat keputusan sendiri dan tidak ada peran dari bawahan dalam pembuatan keputusan. Tipe ini juga membantu para bawahan untuk memperjelas tanggung jawab mereka terhadap pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan. Selain itu, tipe kepemimpinan ini sangat disarankan untuk pemimpin yang memiliki bawahan yang kurang terlatih dan kurang berpengalaman dalam mengerjakan tugas-tugas yang kompleks (Grimsley, n. d.).

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 15


The Psychology of Leadership Supportive Leadership

Pemimpin yang termasuk dalam tipe ini terkenal ramah dan dekat dengan bawahannya, serta mampu menunjukkan perhatian yang tulus terhadap bawahan. Tipe kepemimpinan yang mendukung ini merupakan suatu upaya yang dilakukan pemimpin untuk mengurangi tingkat stres yang dialami bawahannya. Tugas pemimpin dalam tipe ini antara lain (a) mengklarifikasi tugas, peran, dan tanggung jawab bawahan; (b) memberikan bimbingan dan pembinaan, (c) menghilangkan hambatan yang dapat mencegah penyelesaian tugas, dan (d) memberikan dukungan psikologis dan penghargaan di saat yang tepat (Grimsley, n. d.). Tipe kepemimpinan ini sangat efektif digunakan apabila tugas-tugas yang diberikan bersifat membahayakan, membosankan, dan mudah membuat bawahan merasa tertekan.

Participative Leadership

Tipe kepemimpinan ini disebut juga tipe kepemimpinan demokratis, yang dicirikan dengan adanya keterlibatan bawahan dalam menyampaikan saran-saran sebelum pemimpin membuat keputusan (Cherry, n.d.). Beberapa riset juga menunjukkan bahwa tipe kepemimpinan yang demokratis ini dapat meningkatkan produktivitas kerja suatu kelompok. Kelebihan dari tipe ini adalah dengan adanya keterlibatan dari bawahan dalam menyampaikan ide-ide dapat menciptakan solusi yang kreatif terhadap masalah yang dihadapi. Namun, tipe kepemimpinan ini kurang efektif apabila berada dalam situasi dimana seorang pemimpin harus membuat keputusan dalam waktu yang singkat. Selain itu, dalam beberapa kondisi, bawahan atau anggota kelompok belum tentu menguasai atau memiliki pengetahuan tentang hal yang ingin diputuskan, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap kualitas kontribusi (saran/ide) yang disampaikan.

Achievement-oriented Leadership

Dalam tipe ini, pemimpin akan membuat target yang menantang untuk para bawahannya dan menunjukkan keyakinan bahwa mereka mampu mencapai target dan bekerja dengan baik. Tipe ini menuntut performa kerja yang tinggi agar ekspektasi atau target yang tinggi dapat tercapai. Menurut Jones (2013), pemimpin yang menganut tipe ini biasanya dipilih secara khusus karena reputasi dan keahlian tertentu yang dimiliki. Achievement-oriented leadership jarang digunakan karena membutuhkan bawahan yang sangat kompeten dan juga memiliki keinginan untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.

16 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


No Followers, No Leader!

The Psychology of Leadership

P

enelitian Greene (1975) dan Mumford, Densereau, dan Yammarino (2000) menemukan bahwa perilaku pengikut memengaruhi perilaku pemimpinnya dan sebaliknya. Saat bawahan tidak menunjukkan kinerja yang diharapkan, atasan cenderung menekankan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada penyusunan struktur tugas. Begitu pula saat bawahan menunjukkan kinerja yang dianggap baik, atasan cenderung menekankan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan. Green dan Schriesheim (1980) juga menemukan bahwa pada kelompok yang baru terbentuk, sang pemimpin kelompok akan melakukan penyesuaian perilaku memimpin berdasarkan kedekatan antar anggota dan tingkat motivasi yang terjadi saat itu. Dengan demikian, aspek followership (kepengikutan) menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya dengan aspek kepemimpinan itu sendiri karena aspek kepengikutan menentukan juga efektifitas kepemimpinan. Perilaku kepengikutan seperti apa yang lebih mendukung efektivitas kepemimpinan? Bagaimana perilaku kepemimpinan yang tepat sehingga kombinasi antara pemimpin dan pengikut dapat meningkatkan efektifitas kepemimpinan? Chaleff (2009) memperkenalkan model yang disebut sebagai Courageous Followership yang berisi lima dimensi kepengikutan dan merupakan sikap serta

perilaku pengikut. Menurut Chaleff, lima dimensi itu merupakan kekuatan dan akuntabilitas para pengikut dalam menjaga keseimbangan.

Dimensi Courageous Followership

1.Berani

mendukung pemimpin dan melakukan semua hal yang diperlukan untuk berkontribusi dalam suksesnya pemimpin, 2.Berani memikul tanggung jawab atas tujuan bersama dan bertindak selaras dengan hal tersebut, baik dengan atau tanpa perintah dari pemimpin, 3.Berani secara konstruktif mempertanyakan perilaku atau kebijakan pemimpin yang menghambat tujuan bersama. 4.Berani berpartisipasi dalam perubahan demi meningkatkan hubungan atasanbawahan dan kinerja organisasi, 5.Berani mempertahankan standar moral untuk mencegah pelanggaran etika atau setidaknya menolak untuk berpartisipasi di dalamnya. Kelima dimensi kepengikutan di atas menunjukkan adanya keseimbangan bagi pengikut untuk mendukung dan menantang pemimpin yang tujuannya adalah tercapainya kepentingan organisasi. Kesimpulannya, kemampuan pemimpin untuk menginspirasi pengikutnya dikombinasikan dengan pengikut yang turut berkomitmen terhadap tujuan organisasi dan memegang standar moral akan menciptakan kepemimpinan yang sangat efektif. Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 17


The Psychology of Leadership

LEADERSHIP

P

GAGAL atau BERHASIL?

ertanyaan yang mungkin paling membuat penasaran adalah bagaimana sebuah leadership dapat menjadi berhasil atau gagal?

Pertanyaan yang mungkin paling membuat penasaran adalah bagaimana sebuah leadership dapat menjadi berhasil atau gagal? Penting dimengerti bahwa dalam leadership selalu ada tiga hal yang

berinteraksi, yaitu leader, follower, dan situasi. Sebelum menyimpulkan sesuatu mengenai seorang leader, sebaiknya kita memahami interaksi ini. Mungkin saja solusi yang diberikan terlihat efektif maupun tidak efektif bagi kita, namun kita tidak boleh langsung menyimpulkan apakah ia adalah leader yang baik atau tidak, atau apa yang benar maupun salah untuk dilakukan.

DALAM INTERAKSI ANTARA LEADER, FOLLOWER, DAN SITUASI terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi.

1. Seorang

2. Seorang lead- 3.Follower

leader mungkin er mung-

mungkin mememiliki respon kin memiliki miliki respon berbeda terh- respon berbeda berbeda terhaadap follower terhadap satu dap leader yang berbeda follower dalam yang berbeda. dalam satu situasi yang situasi. berbeda. Perlu diketahui bahwa leadership sendiri adalah sebuah proses (Hughes, Ginnett, & Curphy, 1999) sehingga dalam perjalanan leadership ada beberapa pemahaman yang dapat menghalangi perkembangan leadership.

GOOD LEADERSHIP IS ALL COMMON SENSE Permasalahannya adalah common sense mungkin kurang umum bagi kita dan seberapa benar common sense tersebut dalam kenyataan. Tantangannya dalam leadership adalah mengetahui kapan menggunakan common sense dan kapan tidak. Jika pemimpin efektif hanyalah common sense, maka di tempat kerja akan

18 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014

4. Sesama fol- 5. Dua leader

lower demungkin memilingan leader ber- ki persepsi yang beda mung-kin berbeda terhamemiliki respon dap satu followberbeda. er atau situasi.

(Hughes, Ginnett, & Curphy, 1999)

sedikit sekali permasalahan yang muncul. Pada kenyataannya tidak demikian.

LEADERS ARE BORN, NOT MADE Sama seperti permasalahan nature versus nurture, mana yang benar? Keduanya benar namun juga tidak satu pun di saat bersamaan. Terdapat interaksi di antara nature dan nurture, sebagian didapat sejak lahir dan kemudian dikembangkan. Leaders are born and made.


The Psychology of Leadership

THE ONLY SCHOOL YOU LEARN LEADERSHIP FROM IS THE SCHOOL OF HARD KNOCKS

Beberapa orang tidak percaya bahwa leadership dapat berkembang dalam pelajaran formal, hanya melalui pengalaman. Kesalahan umum untuk menganggap bahwa pendidikan formal dan pengalaman sama-sama berdiri sendiri atau saling berlawanan. Pendidikan formal dan pengalaman justru saling melengkapi.

Q:

Di mana seorang pemimpin bisa salah?

Bennis dan Townshed (1998) menjawab pertanyaan ini. Ringkasannya sebagai berikut.

1. MENGAMBIL SEMUA PENGHARGAAN

Padahal, salah satu karakteristik pemimpin yang baik adalah dengan memberikan bimbingan. Pemimpin membantu anak buahnya untuk berkembang dan menuai imbalan atas pekerjaan mereka. Salah satunya adalah dengan meneruskan penghargaan yang diterima kepada seluruh organisasi sedapat mungkin.

3. KETANGGUHAN

2. HUMOR

4. ADIL

Padahal, salah satu karakteristik pemimpin yang baik adalah dengan memberikan bimbingan. Pemimpin membantu anak buahnya untuk berkembang dan menuai imbalan atas pekerjaan mereka. Salah satunya adalah dengan meneruskan penghargaan yang diterima kepada seluruh organisasi sedapat mungkin.

Menjadi seorang pemimpin berarti berada di posisi tengah-tengah antara atasan dan bawahan. Tangguh terhadap pengaruh gangguan dari luar dan dari dalam. Misalnya adalah berani menghadapi atasan dengan mengatakan ‘tidak’ pada pekerjaan yang sia-sia atau tidak pada tempatnya.

Pemimpin seharusnya adil, meskipun adil itu sulit. Sebagian besar orang melewatkan lebih banyak waktu dengan orang yang disukainya. Namun, akan menjadi tidak adil jika orang yang disukainya ini memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkembang dibandingkan yang lainnya.

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 19


The Psychology of Leadership Pada umumnya, pria dipandang atau dinilai sebagai pemimpin yang lebih baik dibandingkan dengan wanita. Salah satu bukti konkretnya yaitu di Indonesia di mana kita dapat melihat suatu struktur organisasi pemerintahan biasa dipimpin oleh seorang pria. Saat melihat sejarah kepemimpinan di Indonesia, hampir semua yang pernah menjabat sebagai presiden Indonesia adalah pria. Sementara itu, hanya satu presiden wanita yang pernah memimpin negara ini. Lalu, apakah benar seorang pria dapat memimpin lebih baik dibandingkan dengan wanita? Pria dinilai dapat menjadi pemimpin yang lebih baik dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan kriteria untuk menjadi seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki fisik dan mental yang baik. Mengacu pada hal tersebut, pria lah yang lebih unggul dibandingkan dengan wanita. Sebagai bukti, banyak pria yang sukses menjadi pemimpin di luar sana. Pada aspek

lainnya, rata-rata pemimpin pria dapat berpikir lebih matang sebelum memberikan instruksi. Hal tersebut merupakan salah satu contoh mengapa jumlah pemimpin pria lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pemimpin wanita. Selain itu, terdapat sebuah penelitian di bidang kedokteran mengenai hormon testosteron yang ada pada pria. Dalam penelitian tersebut, dikatakan bahwa seorang pria yang memiliki kadar testosteron yang tinggi biasanya lebih dominan dan percaya diri. Sebaliknya, kadar testosteron yang rendah umumnya berhubungan dengan rasa gugup dan keragu-raguan. Hal ini dapat menjadi suatu alasan mengapa pria dianggap lebih mampu dalam memimpin. Alasan lainnya adalah ratarata pria lebih dominan menggunakan logika untuk mengambil sebuah keputusan, sementara wanita rata-rata lebih cenderung menggunakan perasaan dalam mengambil sebuah keputusan.

Why most

Moftenen Lead?

20 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

Sang Pemimpin

Wanita

"W

anita tidak layak menjadi pemimpin". Ya, pernyataan seperti itu pasti sudah tidak asing lagi di telinga pembaca. Bahkan sampai saat ini, munculnya para pemimpin wanita masih menjadi kontroversi yang membuat telinga pembaca wanita menjadi panas. Untungnya, sampai detik ini sudah banyak sosok wanita yang membuktikan bahwa wanita juga mampu menjadi pemimpin. Siapa saja mereka?

1. Cut Nyak Dhien Beliau merupakan pahlawan nasional Indonesia dari Aceh yang lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh tahun 1848. Beliau berjuang melawan Belanda pada saat Perang Aceh. Cut Nyak Dhien adalah sosok wanita yang sangat pemberani. Hal ini dibuktikan ketika Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 sehingga ia pun berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Padahal, Cut Nyak Dien saat itu sudah tua serta memiliki penyakit encok dan rabun.

2. Megawati Soekarnoputeri Ibu Megawati merupakan simbol dari 'kebangkitan kaum perempuan' dalam mengisi kepemimpinan bangsa. Kabar baiknya, beliau memimpin bangsa yang penduduknya menempati peringkat ke 4 terbesar di dunia. Ternyata, beliau tidak pernah disiapkan untuk memimpin bangsa sejak kecil. Ayahnya, Bung Karno, Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 21


The Psychology of Leadership lebih senang jika saat beliau masih kecil belajar menari dan menunjukkan kegemulaiannya di lingkungan istana untuk menghibur tamu-tamu negara sahabat. Nyatanya, perjalanan beliau tidak lepas dari perjuangannya. Kabarnya, beliau mendapatkan banyak perlawanan saat orde baru. Dengan keberaniannya, beliau berani melakukan "perlawanan" atas ketidakadilan. Kesuksesannya semakin dibuktikan ketika menjabat sebagai presiden untuk menggantikan Gus Dur.

3. Sri Mulyani Kalau wanita yang satu ini lebih banyak berkarya dalam bidang perekonomian. Beliau merupakan wanita pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia yang meraih penghargaan dalam The 100 Top Global Thinkers 2012 versi majalah Foreign Policy dan The Most 100 Powerful Woman 2012 versi majalah Forbes. Kabarnya, beliau pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Prestasi lain yang diraihnya adalah terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007.

Nah, itu masih 3 dari ratusan sosok wanita hebat di Indonesia bahkan dunia. Kalau ketiga tokoh itu belum bisa membuktikan bahwa wanita dapat menjadi pemimpin, coba deh cari tahu tentang sosok-sosok wanita yang berhasil membuktikan dirinya menjadi pemimpin yang kuat dan cerdas. Selain mampu menjadi pemimpin yang terkenal, pastinya wanita yang menjadi inspirasi juga mampu menjadi sosok ibu rumah tangga yang baik karena sosok pemimpin wanita yang bijaksana juga mampu mengurus rumah tangganya. Prestasi para wanita yang menjadi pemimpin akan sangat dikagumi oleh banyak kalangan, terutama oleh kaum wanita sendiri. Di zaman ini, emansipasi wanita semakin berkembang. Namun, kontra terhadap pemimpin wanita juga masih sering terdengar. Wanita yang optimis mampu membuktikan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin. Sekarang, tinggal bagaimana kita menghadapi kontra tersebut. Apakah kita akan berdiam diri atau terus melangkah untuk membuktikan kepada seluruh dunia?

22 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

Charismatic Leaders

S

iapa yang tidak kenal Winston Churchill atau Mahatma Gandhi, Julius Caesar, Simon Bolivar, atau gubernur DKI Jakarta yaitu Joko Widodo. Mereka adalah contoh dari sekian banyak pemimpin kharismatik yang ada di dunia ini. Pemimpin kharismatik sendiri dicirikan sebagai individu yang mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi secara mendalam dengan pengikutnya.

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 23


The Psychology of Leadership

P

emimpin yang kharismatik mampu menciptakan visi yang baik serta membangkitkan ikatan emosional dengan pengikutnya. Selain itu, ciri lain dari pemimpin kharismatik adalah mereka memiliki pemikiran yang teguh dan pemikiran kritis sehingga mereka tidak mudah terpengaruh dengan pendapat atau opini dari orang lain. Lalu bagaimanakah cara kita untuk menjadi seorang pemimpin yang kharismatik? Tentunya hal seperti asertif (ketegasan), adaptabilitas, dan intelegensi merupakan elemen-elemen yang paling penting untuk menjadi seorang pemimpin yang karismatik. Menurut Riggio (1999) pemimpin yang kharismatik adalah pemimpin yang dihargai oleh anggota kelompoknya, serta merupakan orang yang memiliki performa dan konstribusi yang tinggi di dalam tim. Ada beberapa tips yang bisa menjadikan kita seorang pemimpin yang kharismatik:

1. Pelajari kembali tentang gaya kepemimpinan anda. Memahami apa

gaya kepemimpinan anda merupakan hal yang esensial. Pemahaman tersebut diperlukan sehingga anda dapat mengetahui apa kelebihan anda dan apa kekurangan anda yang harus anda benahi

2. Dengarkan dan berkomunikasilah dengan anggota kelompok. Hal ini

merupakan salah satu elemen penting untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok salah satu tujuannya adalah untuk membina rapport. Pemimpin yang baik harus mampu mengekspresikan perhatian untuk anggotanya kelompoknya sendiri baiksecara verbal maupun non verbal. Cara ini dilakukan untuk meyakinkan anggota kelompoknya untuk merasa bahwa mereka telah memberikan konstribusi dan merasa dihargai atas prestasi yang telah tercapai.

3. Latihlah sikap yang positif. Sikap pemimpin yang positif dapat menjadi motivasi

tersendiri bagi para anggota kelompok. Latihan untuk memiliki sikap positif dibutuhkan apabila anda belum memiliki atau seringkali berfikir negatif dalam menghadapi kejadiankejadian dalam hidup. Latihan dapat dilakukan dengan cara self talk. Dengan self talk, kita dapat mengeluarkan pikiran-pikiran yang terpendam dalam diri kita. Dengan self talk kita juga mampu untuk memotivasi diri kita sendiri. Jika pemimpin bersifat apatis maka anggota kelompok juga merasa tidak terinspirasi. Ketika ada kejadian buruk menimpa kelompok leader yang baik harus tetap bersikap positif dan tetap memotivasi anggota kelompoknya untuk mengerjakan tugasnya dengan lebih baik lagi.

4. Beranikan diri untuk mencoba hal-hal baru. Seorang pemimpin tidak

dapat mengambil keputusan secara sepihak. Jangan lupa apabila anda ingin menjadi pemimpin yang baik, maka anda dapat meminta pendapat anggota kelompok anda untuk memberikan saran atau inspirasi. Anda juga dapat memberi perhatian pada hal-hal positif yang terjadi di masa lalu sekaligus melihat hal-hal baru yang dapat menginspirasi, memotivasi, serta memberikan apresiasi terhadap anggota kelompok . 24 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

Pemilu T

ahun 2014 merupakan salah satu tahun penting bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada tahun ini, masyarakat Indonesia dapat memilih secara langsung wakil mereka di parlemen serta memilih presiden dan wakil presiden selanjutnya untuk ketiga kalinya sejak tahun 2004. Indonesia memang dikenal sebagai negara yang menganut paham demokrasi sehingga sebagian besar segala sesuatunya merupakan hasil keputusan bersama. Pemilihan wakil yang menduduki parlemen, presiden, dan wakil presiden dipilih langsung oleh masyarakat melalui kegiatan yang dikenal dengan Pemilu (Pemilihan Umum). Pemilu sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955 di mana pada tahun tersebut masyarakat Indonesia hanya memilih anggota DPR dan konstituante (lembaga negara yang bertugas menyusun UUD baru pengganti UUDS 1950). Awalnya, masyarakat Indonesia mengalami hambatan-hambatan dalam melaksanakan pemilu pertama tersebut. Namun, pada akhirnya pemilu tetap dapat dilaksanakan dan kegiatan pemilu kala itu telah menjadi dasar yang kuat bagi masyarakat Indonesia untuk belajar mengenai demokrasi. Tahun demi tahun berlalu dan tiba lah hingga saat ini, pemilu di Indonesia berada di jaman millennium. Banyak perubahan yang terjadi dengan pelaksanaan pemilu di Indonesia. Pada tahun ini, partai politik peserta pemilu berjumlah 12 partai. Setiap partai politik mengajukan wakil mereka (calon legislatif/caleg) untuk saling berlomba menyampaikan janji-janji manis kepada masyarakat Indonesia dengan harapan mereka dapat terpilih untuk menjadi wakil rakyat. Bahkan, tidak jarang pula ada caleg yang saling menjatuhkan caleg lainnya hanya untuk menduduki kursi wakil rakyat di DPR. Setiap caleg melakukan kampanye besar-besaran guna merebut perhatian masyarakat Indonesia. Pemilu kali ini juga merupakan kesempatan yang sangat baik bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan siapakah pemimpin yang dianggap tepat untuk mencapai cita-cita bersama bangsa Indonesia. Para calon presiden dan wakil presiden merupakan utusan beberapa partai politik dan mereka pun melakukan kampanye serta menyampaikan visi-misi yang mengesankan bagi masyarakat Indonesia. Janji manis dan visi-misi yang “mengesankanâ€? seakan menjadi rambu-rambu bagi masyarakat Indonesia untuk tidak asal pilih pemimpin. Sebagai bangsa yang cerdas dan berbudaya, hendaknya seseorang dapat teliti dan bijaksana dalam menentukan pemimpin selanjutnya. Masa depan Indonesia ditentukan oleh suara yang disumbangkan pemilih melalui pemilu sehingga tidak ada alasan bagi mereka yang memilih untuk tidak memilih (golput). Seperti pelaksanaan pemilu sebelumnya, seseorang yang memiliki hak untuk menyumbangkan pilihan dalam pemilu adalah mereka yang telah berusia 17 tahun dan memiliki KTP. Jadi, jangan sia-siakan hak yang telah dimiliki untuk memilih pemimpin negeri ini. Siapa pun presiden, wakil presiden, dan wakil rakyat yang terpilih nantinya, semoga dapat menjadi cerminan yang baik bagi bangsa Indonesia, mewujudkan visi-misi yang membangun negeri, dan dapat membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju lagi. Selamat memilih! Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 25


The Psychology of Leadership

Menjadi Pemimpin yang Takut Istri?

Oh No…

Penulis: Sandi Kartasasmita, M. Psi., Psi., Psikoterapis, CBA, CHA

M

embaca judul di atas sepertinya saya ingin memprovokasi para lakilaki untuk tidak takut sama istrinya. Bagi saya, bukan karena ingin memprovokasi atau tidak, hanya, tulisan ini lebih diarahkan untuk membahas apa dasarnya suami takut istri…

Saya teringat cerita mengenai sepasang suami istri yang sudah menikah puluhan tahun dan terlihat oleh banyak kenalan mereka sebagai pasangan yang paling akur, tidak pernah berselisih pendapat dan saling menghargai. Pada suatu ketika, ada yang bertanya, “apa yang membuat hubungan kalian dapat berjalan sedemikian indahnya? Apa resepnya? Tolong bagilah kepada saya, agar saya dapat menjalani pernikahan seperti Anda.”Kemudian, sang suami berkata “Kisahnya cukup lama… saat itu, saya dan istri pergi bersama. Kami samasama mengendarai kuda. Saat berjalan, istriku terjatuh dari kuda karena kesalahan si kuda. Saat itu, ia hanya berkata, “PERTAMA”. Kemudian kami melanjutkan kembali perjalanan kami. Setelah berjalan beberapa saat lamanya, kuda yang ditunggangi istri saya melakukan kesalahan kedua yang membuat istri kembali terjatuh. Kemudian istri saya mengatakan, “KEDUA”. Saat itu saya tidak paham apa yang dimaksud oleh istriku. Lalu kami melanjutkan perjalanan. Di satu daerah, kuda tersebut melakukan kesalahan lagi yang membuat istriku kembali terjatuh. Kali ini, dia tidak mengatakan “KETIGA”, tetapi dia mengambil senapan dan langsung menembak kepala kuda sambil berkata, “KETIGA”. Nah, sejak saat itulah, saya tersadar, apa yang akan terjadi pada diri saya bila dia akan mengatakan “KETIGA”. Kisah diatas memang hanya lelucon semata. Akan tetapi, lelucon mengenai betapa takutnya sang suami terhadap istri membuat suami menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan suatu perilaku. Kisah ini pun sempat diangkat menjadi sitcom di salah satu TV swasta di tahun 2007an. Tayangan ini pun sempat ditayangkan 600 episode dan ada di layar lebar. Suatu acara yang dapat dikatakan luar biasa karena mencapai ratusan episode. Sebenarnya, apa yang melatarbelakangi hingga seorang suami menjadi takut sama istrinya sendiri? Padahal katanya, sekali lagi, katanya, suami itu adalah pimpinan di dalam rumah tangga. Suami adalah sosok yang memegang kendali dalam rumah tangga. Lalu, apa yang menyebabkan menjadi pemimpin yang takut istri? Saat ini, tidak ada literatur yang membahas hal ini. Bila melihat dari sudut pandang ilmu Psikologi, ada berbagai macam

26 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership teori yang dapat dipakai untuk mengkaji permasalahan ini. Ada kemungkinan mother complex, inferiority complex ataupun perasaan bersalah terhadap istri. Apa dasarnya mother complex menjadi orang yang takut istri walaupun dia adalah seorang pemimpin di rumah maupun pekerjaannya? Sebelum itu, coba dipahami apa yang menyebabkan laki-laki menjadi seperti itu. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya atau bahkan tidak adanya figur ayah yang dapat diandalkan ataupun ditiru oleh anak laki-laki. Minim atau hilangnya figur tersebut, akhirnya digantikan oleh figur ibu (wanita). Tanpa disadari, ibu pun membatasi ruang gerak anak lakilakinya untuk menjadi mandiri. Takut nanti anak laki-lakinya menjadi seperti ayahnya yang tidak pernah ada untuk keluarga. Perlindungan yang luar biasa ini mengakibatkan melemahnya kepercayaan diri sebagai seorang laki-laki. Melemahnya kepercayaan diri sebagai lakilaki, membuatnya menjadi takut sama istrinya. Hal ini berlangsung tanpa disadari. Takut kehilangan istri karena takut kehilangan figure ibu. Daripada kehilangan, lebih baik mengalah dan tanpa disadari menjadi tidak berani sama istri. Hilangnya kepercayaan diri sebagai laki-laki, tentunya tanpa disadari membuat laki-laki menjadi rendah diri dihadapan pasangannya. Hal ini sama seperti relasi ibu dan anak yang dipelajarinya semenjak kecil. Perasaan inferior muncul karena kembali lagi (dalam hal ini), semenjak kecil laki-laki tersebut sudah dibuat menjadi dependent dan membuat dirinya menjadi lemah serta mengikuti keputusan orang lain (dalam hal ini ibu), sehingga setelah menikah, laki-laki tersebut menjadi suami yang mengikuti keinginan istri dan bahkan cenderung menjadi takut. Sedangkan perasaan bersalah, adalah kondisi yang terjadi karena suami pernah melakukan kesalahan yang sangat fatal sehingga untuk menebusnya pun tanpa disadari menjadi takut sama istri. Sebagai suami yang diharapkan dapat menjadi pemimpin dalam keluarga memang tidak mudah. Akan tetapi bukan juga sesuatu yang sulit. Menjadi pemimpin di perusahaan dapat saja dilakukan dengan lebih mudah daripada di rumah. Akan tetapi, bila sudah menyadari bahwa ada beberapa kemungkinan penyebab suami takut istri, saatnya juga mulai menemukan solusinya agar hal ini tidak terjadi dan mempersiapkan diri agar nanti tidak menjadi suami yang takut sama istri. Sebenarnya, bukan takut atau tidak takut, lebih tepat adalah saling melengkapi satu sama lain. Saya percaya bahwa di balik laki-laki yang hebat terdapat perempuan yang luar biasa.

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 27


The Psychology of Leadership

Rosa Parks

“I would like to be remembered as a person who wanted to be free… so other people would be also free..”

28 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

T

o those who know one of the most dedicated fighters on Human Rights in the United States, raise your hand! Yes, that’s right, his name is Rosa Parks. Her courage and calmness to fight for the truth are very inspiring to the world and that makes her qualified to be a ‘role model’. Parks was a pioneer of civil rights in America. She was frustrated on the account of unfair and biased situation of her surroundings. One afternoon in December 1955, Parks, a black woman who worked as a daily laborer, was getting ready to go home after a hard day’s work. She was walking toward a bus-stop across the street while carrying a bag. After a 10-minute waiting, Parks saw a black man stood up from his chair and gave his seat to a white man. The behavior was not due to a sense of brotherhood among humans, but to the U.S. law that once prohibited black men having a seat while his white “master” standing. The rule applied to anyone with black skin, no matter of the age. Even though it was a situation between an elderly black woman and a young white gallant, had the violation occurred (the elder woman didn’t give her seat to the young man), then the black woman had to pay a penalty. At that time, you would be familiar with the board hung on the doors of supermarkets and restaurants, written: “No Entry for Cats, Dogs, and Black People!” The discrimination based only on skin color made Parks sad and angry. When the bus stopped, Parks went up with anger. Parks looked to her left and right, looking for an empty seat and found it. On arriving at the next stop, a white man got in the bus and incidentally all bus seats were occupied. He casually walked toward Parks, expecting her to give up her seat. But he was in for a surprise because Parks only threw him a nonchalant glance then turned her head away to look at the road. The man was angry, so were the white passengers. They also denounced and threatened Parks, but Parks stayed seated. When the bus driver saw this situation, he went straight to the police station to report

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 29


The Psychology of Leadership the act of black woman that “disturbed” white gentlemen. Parks had to pay a penalty of fifteen dollars in exchange for the infraction of the rights of others (white people). On Monday, December 5, 1955, a group of African-American leaders gathered at Mt. Zion Church to develop strategies and efforts to form a new organization with strong leadership. They formed the “Montgomery Improvement Association” (MIA) with Dr. Martin Luther King, Jr., minister of Dexter Avenue Baptist Church as its chairman. The MIA believed that the case of Parks provided an excellent opportunity to take further action to create real change. Black people then began demonstrating around the country, they boycotted facilities of transportation and ask for their rights as a human being (right to life and human rights association). The demonstration lasted for 381 days and during that time, America was hit by the commotion. Finally, the court ruled in favor of Parks and discrimination case must be dismissed. The story of Rosa Parks told us about the continuing fight. Although she has become a symbol of the Civil Rights Movement, Parks had faced difficulties due to her actions. She lost her job at the Department Store and her husband suddenly “disappeared” after his boss forbade him to talk about Parks and their legal case. When Parks was 80 years old, she wrote her experiences in a book published under the title Quiet Strength. On 24th of October in 2005, thousands of people came to join her funeral, the American civil rights pioneer who died at the age of about 92 years. At that time, millions of people crying, state leaders gathered, and the American flag was flown. Since her death, the body was kept in the Congress building until before buried. It was a respect only given exclusively to a few people; the leaders of the country and meritorious people. When Parks died, the greatest badges were hung around her neck: President for Freedom in 1996 and a gold Congress badge in 1999. These were the highest civilian honors in the United States. Another badge was a badge given to people who dare to say no, and Parks was undoubtedly one of the most famous persons in the American history for being brave to ever say no.

30 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

A Good Leader, Who?:

Characteristics A

s unique as every human is, so is leadership. There are a lot of variations of a leader, because leadership has so many different forms. Citing Bennis and Townshed in their book, leadership is unique in every people and there is no formula to make a leader. Being a leader is a characterictic. There are three domains of leadership that go together hand in hand-leader, follower, and situation are all part of leadership process. This is why there’s no simple recipe for an effective leadership (Hughes, Ginnett, & Curphy). The title “leader” is not a position but a process. There will be so many opinions regarding the characteristics of a good leader. A good leader is often interpreted as an ideal one, and people often see it this way. Siagian (Arifin, 2012) states 24 characteristics of an ideal leader. Hughes, Ginnet, and Curphy explain 12 basic leadership skills and 12 advanced leadership skills in their book. There are also Bennis and Townsend who stated another few charactheristics necessary in a good leader. Overall, there is so much more notions of what one needs to be a good leader. All of them seems to be overlapping yet different with each other. Arifin (2012) even said there is no one who totally has all the characteristics. Max De Pree said, “First task of a leader is to define reality. Last task of a leader is to say ‘thank you’. And in between one needs to be a servant.” (Bennis dan Townsend). The meaning of the phrase is that a leader has to assure his followers that they don’t have any reason to fail, that their wishes are fulfilled, and they have the resources they need. This is an amenable role that may change in each different situation. Here are a few characteristics of a good leader:

1. Intelligence

Intelligence is a profound matter for being a leader, especialy at a higher position in organization. He/she has to understand every situation he/she encounters, how to obtain data then analyze it, and so many more. Intelligence includes the ability to learn from experiences, so he/she can develop both himself and his/her group.

2. Communication Skill

This skill plays a big role in leadership. A leader has to know how to build an effective Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 31


The Psychology of Leadership

relationship with superiors, peers, and followers. This skill will help in negotiations, delegations, managing conflicts, and as such. A leader has to be able to speak their goal and mission verbally, to choose a good medium, and to ensure that others understand the message

3. Coaching

A leader has to help his/her folowers to advance and progress. Leaders need to make sure their followers do a good job, make sure they stick to the plans, and ensure they have the credit for their work.

4. Objective

Objective here is being objective to perceive goals. A leader should not choose thing that is only beneficial to himself rather than it is to people. Bennis and Townsend stated in their book that a good leader should have controlled and directed ambition. In the same said book, there is a citation by Senator George Shultz, “Do not bestow power to those who cannot live without it.”

5. Problem Solving

One thing that must not be ignored is the ability to solve a problem. How he acknowledges the problem, obtains information, and knows when to act. This skill is likely to be crucial in guiding an organization.

6. Assertiveness

How a leader could stand up valiantly for one’s own or the group’s rights in a constructive, non-hostile way. A leader needs to know how and when to behave assertively but in the end still could work in an effective manner with others. And there are still so many more characteristics of a good leader. Hopefully the information above can help us to select a good leader, or even be a good leader ourselves.

32 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

WHAT IS YOUR "POWER"? M

any people think different about "power". Sometimes, we think power is the role to control other. Actually, we must have the "power" to be success. For many people, showing off their power is an uninteresting thing. Power isn’t about the hierarchy. In this case, every people can show the power in organizational. What is your type of power?

1. Coercive

Coercive power is one type of power in leadership because the fear of losing one’s job, being demoted, receiving poor performance reviews, having prime projects taken away, etc. This power is gotten through threatening the others.

2. Reward

Reward power is one type in of power in leadership through rewarding individuals for compliance with one’s wishes. The leaders who have this power could give bonuses, raising wage, job promotion, extra time off from them work, etc for their employee.

3. Legitimate

Legitimate power is one type of power in leadership owned by leader who has a high position in organization. Typically, this power is used by the employee who claimed that he/ she had some sort of authorities in the organization.

T

he power isn’t exist only in the organizational field, but everyone has a power called "Personal Power". What is your type of "personal power"?

1. Expert

Expert power is a type of power a person can held because he/she has many experiences, skills, or knowledge. The person who has the expert power loves to share his/her experiences and knowledge to others.

2. Referent

Referent power is a type of power in leadership whom already being trusted and respected by other people. Actually, someone gain this power when other person trust what he/she do. Moreover, the others will respect how he/she handle the situations. Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 33


The Psychology of Leadership What are the strategies for leveraging the power effectively?

1. Make a relationship a priority

Your ability to use the power of relationship will be compromised if you are not relating with the right people. Invest your time and energy into your existing relationship. You can make face to face interaction or sharing with your partner. Through the activity, you can give and get many information from others. You must share the information broadly and with integrity. Finally, you will learn how to understand and acknowledge the needs of other to build the social capital that’s being required to influence others In the present and future. If you have the ability to make relationships with others, you can maximize the communication network.

2. Make the most of your position

"Position ain't always power". To increase perceptions of your position power, find subtle ways to communicate your formal authority. You might include your title on your e-mail signature, communicate in meetings where you normally keep quiet, or modify your style of dress so that you resemble people at the level above you. Meanwhile, expand your usage of other sources of power.

3. Develop your brand of charisma

What do you want to be viewed as a high-level of leader (ex: when you are announcing something)? Be amusing or giving a pathetic impression to other? The best way is to be amusing. Maintain the characteristics that make you who you are, but try to identify two or three behaviors that might increase your ability to connect with others. You can practice those new behaviors as a coach or mentor. In other word, you will be the expert. It comes from actual expertise (such as an advanced degree or relevant experience) or the perception of expertise. Don’t be shy about putting your credentials on your business cards or on your e-mail signature, or talking about your experience and expertise.

34 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership

Psyphoria

Marshmallow P

ysphoria hadir lagi di tahun 2014 dengan berbagai lomba-lomba yang inovatif dan memacu semangat untuk berprestasi. Psyphoria kali ini bertemakan “Marshmallow” dengan kepanjangan “Melt A diveRSity, harMony And color through masLOw World”, yang terinspirasi oleh salah satu tokoh Psikolog yang terkenal, yaitu Abraham Maslow. Mungkin banyak yang bertanya-tanya, mengapa Maslow World? Abraham Maslow terkenal dengan teori hierarki kebutuhan miliknya, yaitu bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat dan sebelum menuju tahapan berikutnya tahapan yang sebelumnya harus tercukupi. Kebutuhan ini adalah kebutuhan fisiologis, kemanan, cinta, self esteemdan, selfactualization. Acara yang diadakan dalam Psyphoria kali ini adalah fotografi, lomba fulsal,dan puncaknya dengan acara Pensi (Pentas Seni). Pada lomba futsal, pemain berasal dari berbagai fakultas dengan nama-nama tim yang unik dan kreatif. Acara juga dipenuhi oleh suporter yang tak kalah semangat. Timtim yang berhasil lolos ke babak final adalah Tangdur, Jayeslee, Gozific, dan Gerobak. Sayangnya, tim Tangdur harus gugur dan mencoba bertanding kembali di Psyphoria tahun depan. Pertandingan akhirnya berakhir dengan keputusan tim Gerobak menduduki posisi ketiga, tim Jayeslee di posisi kedua, tim Gozific di posisi pertama. Pertandingan final berlangsung cukup ketat dan membuat penonton senantiasa bersorak kagum akan keahlian-keahlian yang ditunjukkan Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 35


The Psychology of Leadership masing-masing tim. Pertandingan futsal pun diakhiri dengan berfoto bersama masing-masing tim. Selamat untuk para pemenang!  Acara Psyphoria 2014 di mulai pukul 16:30. Dalam acara Psyhoria ini hadir beberapa grup band ternama, salah satunya yang tidak asing lagi adalah grup band Tangga sebagai bintang tamu utama pada acara Psyphoria kali ini. Selain itu juga terdapat beberapa grup band yang hadir yaitu Laki Star, Vellarose, Unity Band, Jirya, Autorion, Favor Band, Selga serta Psychopath. Penonton ikut bernyanyi bersama serta terlihat sangat menikmati lagu- lagu yang dibawakan oleh band - band tersebut. Selain itu, tidak ketinggalan mahasiwa psikologi Untar angkatan 2013 yang juga membawakan perkusi, paduan suara serta drama. Penonton juga sangat terlihat antusias dengan penampilan mahasiswa – mahasiswi baru Psikologi Untar ini terutama anak angkatan 2013 yang datang untuk mendukung temantemannya tampil pada acara Psyphoria ini. Dalam acara ini, juga di bagikan piala – piala untuk pemenang lomba Fotografi dan lomba Futsal. Lomba Fotografi di menangkan oleh Erlyn. Foto yang di tampilkan oleh Erlyn bertemakan love and peace “meskipun kita diliputi perbedaan, tetapi kita cinta perdamaian”. Dan acara puncak yang paling di tunggu-tunggu oleh para penonton pun akhirnya tiba ketika grup band “Tangga” sebagai bintang tamu utama dalam acara Psyphoria 2014 ini naik ke atas panggung pada pukul 21:30. Teriakan dari para penonton bergemuruh ketika Tangga menyanyikan lagu-lagu yang sudah familiar di telinga penonton. Pada acara ini penonton juga di suguhi fasilitas Photobooth secara gratis serta snack yang sudah di sediakan oleh pihakpanitia. Panitia juga menjual es krim goring di stand penjualan mengingat pada hari itu cuaca cukup panas.

36 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership Selain dihadiri oleh mahasiswa Psikologi Untar ataupun mahasiswa fakulltas lain, dalam acara Psyphoria 2014 juga dihadiri oleh Bapak Sandi Kartasasmita, M.Psi, CBA, CHA sebagai Pudek I Fakultas Psikologi. Pak Sandi terlihat menikmati acara Psyphoria yang di gelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Untar ini. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa acara Psyphoria kali ini berjalan dengan cukup lancar. Para penonton pun sangat menikmati acara yang di gelar hari itu. Dari acaranya, harapannya agar mahasiswa dapat semakin harmonis, sampai menghargai perbedaan sama seperti slogan acara ini yaitu MARSHMALLOW (Melt A diveRSity, harMony And color through masLOw World). Berikut adalah beberapa ulasan yang didapat dari penonton: “Acaranya seru, badai nggak ada matinya sampe lepek. Terus berkembang ya biar lebih seru lagi ke depannya.”–Kartika “Seru banget acaranya, sampe keringetan. Bikin lagi acaranya dan jangan pernah berhenti.”–Michael “Pecah … Tangga keren. Lanjutkan ! Keep terus ! Undang yang lebih gila lagi seperti Gugun Blue Shellter.” – Muhammad Yudha a.k.a bête “Selalu keren dan makin keren tiap tahun acaranya. Lanjutkan.” – Marcel “Acaranya seru, asik, amazing semoga makin rame dan makin kompak.” –Helin Kami ucapkan selamat atas keberhasilan acaranya kepada panitia Psyphoria. Semoga Psyphoria selanjutnya menjadi semakin seru, kreatif dan meriah!

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 37


The Psychology of Leadership

PHONIA IS BACK WITH:

“ABU-ABU” “H

itam dan putih hanya ada di alam baka.” Ya, begitulah salah satu cuplikan katakata dari pementasan teater kedua yang dipersembahkan oleh Phonia (Psychology on Action) dengan judul ”ABU-ABU”. Acara ini disutradarai oleh Venatius Vladmir Ivan. Pementasan tunggal ini diadakan pada Jumat, 25 April 2014 pada pukul 19.00 21.00. Abu - abu juga didukung oleh beberapa pihak, seperti panitia lepas, donatur, media partner, dan pastinya pihak-pihak dari Fakultas Psikologi. Pada awal acara penonton di sambut oleh lagu yang di bawakan oleh Elaine Magracia dan setelah itu acara di lanjutkan dengan sambutan dari Dekan dari Fakultas Psikologi Untar Dr. Rostiana, M. Si., Psi., tidak lupa sambutan juga di sampaikan oleh pembina Phonia yaitu Ibu Naomi Soetikno, M. Pd., Psi. selain itu juga ada sambutan dari Grace Amelia Christy selaku ketua dari Badan Eksekutif Mahasiswa Psikologi Untar. Kisah ini berawal dari Ratu Putih yang diserang oleh para Hitam sehingga terluka. Akibatnya, Ratu Putih menjadi sangat marah dan ingin membalaskan dendamnya kepada Hitam. Setelah kejadian yang dialami Ratu Putih, pihak-pihak dari Kerajaan Putih ingin menyerang Kerajaan Hitam. Ratu Putih selalu bertekad untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Puteri Anastasia adalah anak tunggal dari Ratu Putih yang selalu dilarang keluar dari istana. Padahal, Puteri Anastasia ingin sekali menikmati dan mengalami kejadiankejadian di luar istana. Sampai akhirnya, Puteri Anastasia berhasil keluar dari istana dan langsung diserang oleh para Hitam. Kemudian para Hitam mengambil gelang mutiara yang digunakan oleh Puteri Anastasia. Pangeran Hitam yang menghentikan penyerangan itu, sangat kasihan melihat nasib Puteri Anastasia dan menolongnya. Karena kecantikan Puteri Anastasia dan kebaikan Pangeran Hitam, mereka menjadi saling jatuh cinta. Hitam 1 menjadi saksi dua insan yang saling jatuh cinta dan membuatnya sangat marah. Akhirnya, dia berencana untuk mengadukan hal tersebut kepada Ratu Putih dengan tujuan untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan sebagai penguasa kerajaan dengan bukti gelang mutiara yang diambil oleh para Hitam. Hitam 1 berhasil membuat Sang Ratu beserta Perdana Menteri dan Panglima

38 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership percaya akan pengaduannya. Ketika Puteri Anastasia diinterogasi, dirinya justru berbohong dan membangkang kepada ibunya. Hal itu membuat Puteri marah dan melarikan diri dari kerajaan sampai 3 hari tidak ada yang berhasil menemukannya. Ratu Putih pun menjadi sangat marah. Panglima Putih justru “memanas-manasi” sang ratu untuk segera menghancurkan Kerajaan Hitam. Tetapi, Perdana Menteri Putih berusaha untuk mencegah hal itu karena masih memegang prinsip untuk tidak melawan kejahatan dengan kejahatan. Karena Ratu Putih sudah sangat marah, kali ini dia tidak menuruti sang perdana menteri. Mereka semua pun menuju ke Kerajaan Hitam. Ternyata selama ini Puteri Anastasi beserta Nanny bersembunyi di istana Kerajaan Hitam. Pada saat yang bersamaan, Ratu Hitam sakit-sakitan. Akhirnya, muncullah para Putih di istana Kerajaan Hitam. Melihat Hitam 1 bersama dengan mereka, Pangeran Hitam menjadi sangat marah dan berhasil membunuh Hitam 1. Tidak lama kemudian, para Putih menyerang Ratu dan Pangeran Hitam serta berhasil membunuh mereka. Melihat kematian Ratu dan Pangeran Hitam, Puteri Anastasia akhirnya memilih bunuh diri. Melihat tindakan dari putrinya, Ratu Putih menyesal karena sudah menghancurkan prinsipnya selama ini, yaitu untuk tidak melawan kejahatan dengan kejahatan. Berikut adalah beberapa ulasan yang didapat dari penonton. “Menarik banget plot ceritanya, actingnya juga bagus pokoknya greget lah” –Ikhsan Persada “ Karakternya unik dan kreatif. Nilainya 7/10 lah buat acara ini.” –Herman Goranov Kami ucapkan selamat atas keberhasilan pementasannya Phonia. Semoga selanjutnya Phonia menjadi semakin kreatif, sukses, dan jaya.

Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 39


The Psychology of Leadership

Psychocinema: Psychology in Cinema

B

EM Fakultas Psikologi Tarumanagara proudly presents Psychocinema! Sebuah acara nonton bersama bertemakan psikologi yang pertama kali diadakan di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Acara ini adalah ide baru dari Ketua Bem Fakultas, yang telah ditunggu-tunggu dan akhirnya terlaksana juga. Dalam acara ini, dipersembahkan sebuah film berjudul “Me, Myself, and Irene� (2000) lengkap dengan analisa dan sesi tanya-jawab dengan pakar, yaitu Psikolog Naomi Soetikno M. Pd. Film ini menceritakan kisah seorang polisi baik yang mengalami double personality, atau dissociative identity disorder. Pemeran utama Charlie, adalah seorang Polisi di Rhode Island yang bangga akan pekerjaannya. Sayangnya ia selalu menahan emosi dan perasaannya sampai akhirnya ia mengalami psychotic breakdown dan berakibat pada munculnya kepribadian kedua, Hank. Jim Carey yang memerankan Charlie sangat piawai dalam aktingnya, sehingga beragam gerakan sulit, konflik dalam dua kepribadian, dan ekspresi yang sangat berbeda antara dua kepribadian mampu ia perankan dengan sangat believable. Jalan cerita yang dipenuhi oleh intrik dan konspirasi yang diberikan bumbu-bumbu komedi dalam film ini membuat seluruh studio terkesima dan tertawa berkali-kali. Sesi pertanyaan memberikan pandangan-pandangan baru mengenai dunia realita, yang tentu saja jarang dibumbui humor dalam masalah-masalah seperti Charlie hadapi. Seperti bahwa setiap manusia memiliki ideal self dan perceived self, dan kesenjangan yang terlalu jauh dapat memicu ketidak sehatan mental. Lalu, mengenai makna sembuh yang relatif, bahwa selalu ada kemungkinan relaps atau munculnya kembali gejala yang bahkan lebih parah (seperti flu) sehingga individu harus selalu berjuang menjaga kesehatan mentalnya. Namun tetap, mencegah lebih baik daripada mengobati. Bagaimana cara mencegahnya? Ibu Naomi memberikan tips, yaitu untuk meningkatkan komunikasi antara keluarga atau teman. Kita juga dapat menghindari menyindir orang lain mengenai diri mereka, mulai menerima teman kita apa adanya dan dengan ketulusan. Hal seperti ini dapat membantu kita dan orang lain untuk menghindari sakit mental, loh!Karena ingat, ucapan dan sikap kita memiliki efek terhadap orang lain. Sehat bukan hanya untuk diri sendiri namun juga memberi kesempatan orang lain untuk sehat, lakukan seperti itu maka dunia akan menjadi lebih baik. ^^

40 | BuPsi 23 • Mei-Juni 2014


The Psychology of Leadership Intrumental Value:

The work is considered to be valuable as a means to a purposeful end. This value is measured by the compensation (e.g.: money) received for work performed.

Intrinsic Value:

The work is considered to be valuable as an end in itself. On the account of this value, one might work for free. Usually the employee feels free and enjoys working.

Psychopedia

Divergent Thinking:

The matter of thinking differently and out-of-box.

Convergent Thinking:

Collecting thoughts into a pattern.

Cohesive Group:

The group is consisted of close personal friends. Generally the members feel a strong of sense of belonging and perform great teamwork.

Social Loafing:

The individual effort in a wide variety of tasks often decreases as the size of the group increases. It refers to the reduction in individual efforts that occur when people work in group instead of individually.

Free Riding:

A situation that occurs when employees do less than their share of the work, but still share equally in the rewards.

Sucker Effect:

An outcome that occurs when group members become concerned that their coworkers are holding back, at which point they reduce their efforts to the same level they believe is being exhibited by their other coworkers.

Social Compensation:

Individuals increase their efforts on collective task because they don’t anticipate much help from their group members.

Brainstorming:

a technique of which all the members of the group generate potential solutions without fear of having their suggestion criticized by other members Mei-Juni 2014 • BuPsi 23 | 41


Sumber: Artikel:

Setyohadi, T. (2002). Sejarah perjalanan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Jakarta, Indonesia: Bennis, W. & Townsend, R. (1998). Reinventing leadership (terj.). Batam, Indonesia: Interaksa. Hughes,R. L., Ginnett, R. C., & Curphy, G. J. (1999). Leadership: Enchancing the lessons of experience. US: McGraw-hill. Arifin, S. (2012). Leadership: Ilmu dan seni kepemimpinan. Jakarta, Indonesia: Mitra Wacana Media. http://elgawatyoctaviani.wordpress. com/2012/12/31/Parks-parks-on-role-models/ Grimsley, S. (n. d.). Directive leadership: Definition, lesson, & quiz. Diunduh dari http://education-portal. com/academy/lesson/directive-leadership-styledefinition-lesson-quiz.html#lesson Grimsley, S. (n. d.). Supportive leadership style: Definition, lesson, & quiz. Diunduh dari http:// education-portal.com/academy/lesson/supportiveleadership-style-definition-lesson-quiz.html#lesson Jones, R. G. (2013). The rarest type of leader: What makes an achievement-oriented leader? Diunduh dari http://www.richardgjonesjr.com/blog/2013/2/17/ the-rarest-type-of-leader-what-makes-an-achievementoriented.html King, L. A. (2012). The science of psychology (2nd ed.). New York, NY: McGraw-Hill. Luthans, F. (2008). Organizational behavior (11th ed.). New York, NY: McGraw-Hill. Cherry, K. (n.d.). What is Democratic Leadership? Diunduh dari http://psychology.about.com/od/ leadership/f/democratic-leadership.htm Bennis, W. & Townsend, R. (1998). Reinventing leadership (terj.). Batam, Indonesia: Interaksa.

042 |BuPsi 23 • Mei-Juni 2014

Hughes,R. L., Ginnett, R. C., & Curphy, G. J. (1999). Leadership: Enchancing the lessons of experience. US: McGraw-hill. Heathfield, S. M. (2014). Leadership vision: Leadership success secrets. Diunduh dari http://humanresources. about.com/od/leadership/a/leader_vision.htm Rosa. (2013). Memilih pemimpin yang tepat. Diunduh dari http://www.koran-jakarta.com/?1794memilih%20pemimpin%20yang%20tepat Ward, S. (2014). 5 keys to business leadership for small business: Small businesses need business leadership too. Diunduh dari http://sbinfocanada.about.com/od/ smallbusinesslearning/a/leadership1.htm Bahaudin, T. (2007). Brainware leadership mastery: Kepemimpinan abad otak dan milenium pikiran. Jakarta: Elex Media Komputindo. Cohen, W. A. (2011). The new art of the leader: Setiap pemimpin harus baca buku ini. (D. Prayitno, Penerj.). Jakarta: Tangga Pustaka. (Karya asli di publikasikan tahun 2000). Soedarsono, Y. S. A. & Kusuma, W. (2004). Leadership metamorfosis: Memahami proses perubahan dari pengikut belaka menjadi pemimpin utama. Jakarta: Elex Media Komputindo. http://indonesiasatu.kompas.com/pemilumasa

Ilustrasi:

Dokumentasi BEM, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Dokumentasi Buletin Psikologi Universitas Tarumanagara http://freehdwall.info/ http://www.blogger.com/ http://www.deviantart.com/ http://www.fin6.com/ http://www.genovic.com/ http://www.iwallscreen.com/ http://www.tumblr.com/ http://www.wallike.com/ http://www.wallpaperpassion.com/ http://www.wallpaperpin.com/ http://www.wallpaperscraft.com/ http://www.wall-pix.net/ http://www.wallsbot.com/


Space Iklan Untuk informasi pemasangan iklan atau kerjasama dalam bentuk lainnya silahkan menghubungi: Lucia Vega +62 8978617637


To lead people, walk behind them. -Lao Tzu


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.