Kerupuk Pasir Zine - Hal-hal yang Menakutkan

Page 1

Hal-hal yang Menakutkan


PROLOG Sepekan ini aku di rumah saja. Kerja dari rumah. Tidak ke mana-mana. Ya paling cuma sepedaan keliling daerah rumah terus mampir ke Indomar*et. Nggak ada tuh yang namanya desak-desakan di bus. Nggak ada tuh berebut duduk atau berdiri lama sepanjang jalan. Semua interaksi dengan manusia berkurang drastis, kecuali dengan orang-orang di rumah. Kamu takut corona? Sedikit. Jujur aja, awalnya aku masih tidak masalah. Bahkan masih batuk dan kerja sampai malam. Tapi lama-lama kok yaa mengkhawatirkan. Rasanya nggak bisa egois karena aku harus berinteraksi dengan banyak orang. Dan kemudian perkembangan Corona di Indonesia pun cepat sekali, aku tidak menduganya. Kantor menerapkan WFH. Maka sudahlah. Hidup mati memang di tangan Tuhan (bagi kamu yang percaya) atau takdir. Kalo waktunya mati, ya mati. Kalo hidup, ya hidup. Ya benar juga sih. Tapi kita pun butuh bijak dalam bersikap karena kita tidak hidup sendiri.


Alah! Kok yaa aku jadi malah ceramah hahaha. SKIP SKIP! Sepekan WFH, ku pikir aku perlu memberi rehat buat otak dengan menulis apa saja. Dan Kerupuk Pasir Zine adalah jawabannya. AHA! Maka, terjadilah! Kali ini aku membahas tentang hal-hal yang menakutkan, tentunya selain Corona HAHAHA. Selamat membaca. Selamat ber-WFH. Selamat menjaga kesehatan diri dan sekitar. Salam, @kerisirek


# Ulat Di rumahku, ada sebuah pohon jambu air. Dia tumbuh lebih lama dari aku. Beberapa kali kami merapikan batang-batangnya yang semakin bertumbuh, namun tak pernah berpikir untuk menebangnya. Tak jarang, pohon tersebut diserbu kelompok ulat. Ulat bulu ataupun ulat yang tidak berbulu. Dan tidak jarang juga ulatnya masuk ke teras rumah. Ulat itu berjalan menggeliat dengan tubuhnya yang berbuku-buku. Dan setiap melihatnya membuatku merinding. Maka setiap ada ulat, di mana saja, membuatku merinding. Padahal ya dia nggak ngapa-ngapain. Nggak juga mengganggu yang gimana-gimana.


# Tidak Punya Uang Buat Beli Buku Aku jatuh cinta pada buku sejak kecil. Suatu hari papaku pernah mengajak ke Gramedia Matraman. Sejak itu aku jatuh cinta pada toko buku itu. Tahu aku suka membaca, papaku mencarikan komik bekas. Mamaku meminjam buku milik anaknya teman kantornya. Kami juga langganan Majalah Bobo. Sewaktu kuliah, setiap ke toko buku aku selalu membeli buku. Bahkan suka lupa kalo uang bulanan kudu diutamakan buat makan. Sering gigit jari juga. Begitu mulai kerja dan berpenghasilan sendiri, aku berniat untuk rutin membeli buku. Kadang suka kelebihan sih hehehe Maka ketakutanku salah satunya adalah tidak punya uang untuk beli buku. Meski kadang jatuhnya cuma menumpuk di kamar, aku ingin punya banyak buku. Nantinya akan kubuat perpustakaan untuk semua orang bisa membaca tanpa pusing soal biaya. Makanya, takut banget kan kalo aku nggak punya uang buat beli buku.


# Menipu Diri Sendiri Aku selalu percaya, bahwa umur jiwa dan raga adalah dua hal yang berbeda. Umur ragaku hampir menyentuh angka 30, tapi umur ragaku jauh di bawah itu. Karena kepercayaan itu, aku ingin jiwaku panjang umur. Salah satunya dengan tidak menipu diri sendiri. Sadar nggak sadar, sengaja nggak sengaja, kita suka menipu diri sendiri agar bisa masuk ke dalam kelompok atau bagian tertentu dari masyarakat. Tidak semua orang, dan itu pun tidak selalu. Tapi seringkali begitu. Aku takut menjadi orang yang seperti itu. Takut pula jika terus menipu diri membuat jiwaku tak berumur panjang. Membuat jiwaku kering dan lekas menua bersama umur raga. Dan berakhir mati sia-sia. Aku tidak begitu peduli, jika ragaku semakin tua semakin tidak berdaya. Aku hanya ingin jiwaku terus bertumbuh dan hidup dalam pilihan dan keinginan yang mendalam.


# Notifikasi yang Menumpuk

Aku termasuk orang yang risih dengan notifikasi yang bejibun. Risih dengan chat yang belum terbaca dan dibalas. Risih dengan email yang belum dibuka.

Tapi kadang aku pun risih dengan sifat risihku terhadap hal-hal di atas. Sampai kadang tidak memberi ruang untuk diri sendiri rehat sejenak. Untuk alasan-alasan itu, aku takut pada notifikasi yang menumpuk.


# Kehilangan Sebenarnya yang lebih aku takutkan adalah efek dari kehilangan. Aku seringkali sulit berdamai dengan diri sendiri. Alasan orang pergi, sering ku anggap sebagai tanggung jawabku sendiri. Kehilangan karena kematian, kehilangan karena ketidakcocokan, kehilangan karena cinta, kehilangan karena berbagai alasan. Aku merasa andilku cukup besar hingga membuat orang pergi dan menghilang. Padahal ada banyak alasan lainnya. Tak melulu soal dan karena aku. Maka aku takut akan kehilangan. Takut akan hal-hal yang dirasakan setelahnya. Takut sekali.


# Hidup

Suatu pagi, hidup jadi begitu mengerikan. Dunia terasa begitu kejam. Pekerjaan tak bisa berdamai. Orang sekitar yang tak membantu. Aku takut hidup. Aku takut tidak bisa membuat hidupku hidup.


EPILOG Di tengah ketakutan akan pandemik juga ketakutan lainnya akan hal-hal di atas, aku berupaya melawannya. Tidak bermaksud mengalahkan, namun memahaminya. Hingga nanti, jika aku bertemu dengan ragam bentuk ketakutan itu, aku bisa menyapanya dengan ramah. Tak lagi takut, menangis dan menghindarinya. Apa ketakutanmu? Bagaimana kamu menghadapinya? Mari kita sama-sama berusaha dan berproses untuk menghadapinya. Semoga.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.