15 minute read

Keberhasilan Polda Aceh

BAB VI

KEBERHASILAN POLDA ACEH

Advertisement

Polda Aceh dari waktu ke waktu terus berupaya meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Kiprah Polda Aceh telah ada sejak masa-masa perjuangan melawan Belanda. Pertama kalinya dalam sejarah, bendera merah putih berkibar di bumi Serambi Mekkah yang dilakukan seorang anggota polisi bernama Lama Amin Bugis pada 24 Agustus 1945 di Kompleks Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis) Banda Aceh. Pengibaran merah putih melewati perjuangan luar bisa sehingga semangat perjuangan kian membara. Pada saat itu sebutan jabatan Keimubutyo atau Kepala Daerah Polisi (Kadapol) sebagai pimpinan kepolisian tertinggi di Aceh.

Dalam perjalanannya, tantangan demi tantangan dialami oleh pihak kepolisian yang berupaya optimal menjaga kamtibmas. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya pengungkapan kasus-kasus dalam wilayah hukum Polda Aceh, khususnya tindak pidana terorisme, narkoba, korupsi, dan kejahatan lainnya. Keberhasilan Polda Aceh dalam menjaga kamtibmas yang melibatkan partisipasi masyarakat maupun stakeholder tersebut tentunya berdampak positif terhadap pembangunan Aceh.

Kasus penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu segmen yang sangat diperhatikan Polda Aceh. Penyalahgunaan narkoba yang memberikan nikmat sesaat meresahkan seluruh masyarakat. Metode penyalahgunaan narkoba baik itu pengedar dan pemakai berbeda-beda sehingga Polda Aceh senantiasa meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sabu dan ganja jenis narkoba paling banyak banyak beredar di Aceh.

Contoh kasus paling menonjol seperti penangkapan pelaku penyalahgunaan/pengedar narkotika jenis sabu bersama 37 kilogram sabu di SPBU yang terletak di Desa Blang Priya, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Pada April 2020 kepolisian kembali menangkap lima orang pelaku penyalahgunaan/pengedar narkotika jenis sabu di Dusun Riwat Desa Naleung, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur dengan barang bukti sabu 45 kilogram. Penangkapan para pengedar sabu dengan jumlah besar adalah bukti keseriusan Polda Aceh menjalankan tanggung jawabnya terhadap masyarakat.

Tanggal 4 Maret 2020 tim kepolisian yang dipimpin langsung Kapolda Aceh, serta diikuti Karo Op, Dir Resnarkoba Polda Aceh, dan Kapolres Gayo Lues menemukan 25 hektare ladang ganja dengan jumlah batang ganja sekitar 25.000 batang di Dusun Blang Keke, Desa Agusen, Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Kemudian 24.850 batang ganja langsung dimusnahkan di lokasi, dan 150 batang dibawa ke Mako. Gayo Lues dikenal sebagai salah satu daerah tempat tumbuh suburnya ganja. Meskipun pada awalnya ganja yang ditanam agar memberikan dampak positif terhadap tanaman di kebun mereka. Seiring berkembangnya zaman ganja disalahgunakan untuk diisap atau diperjualbelikan. Selanjutnya, pada 20 Juli 2020 ladang ganja seluas 15 hektar dengan jumlah batang ganja sebanyak 250.000 batang di Desa Lamteuba Droe, Kemukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar dimusnahkan.

Pasca-damai, Aceh kembali dikejutkan dengan munculnya beragam kelompok kriminal bersenjata yang dilatarbelakangi dipengaruhi radikalisasi dan

kekecewaan terhadap pemerintah. Kelompok tersebut misalnya teroris Jalin yang ingin mendirikan negara khilafah, kelompok Din Minimi yang muncul mengangkat senjata karena kecewa terhadap Pemerintahan Aceh yang dipimpin Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf, selanjutnya kelompok Abu Razak, dan sejumlah kelompok lainnya. Kerja keras Polda Aceh bersama stakeholder berhasil menumpas kelompok tersebut dan mengembalikan ketenteraman.

Demi menjaga kamtibmas, Polda Aceh terus meningkatkan profesionalisme kinerja sehingga tuntutan dan harapan masyarakat terhadap kepolisian terpenuhi. Sehingga Polda Aceh berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik yang membuat laporan menjadi semakin mudah dan lancar melalui layanan online maupun offline. Tindakantindakan preventif terhadap potensi kejahatan diusahakan bertambah maksimal agar sektor industri, pariwisata, dan investasi berkembang dengan baik. Oleh karenanya, Polda Aceh akan melakukan penguatan peran intelijen Polri agar keamanan dan ketertiban masyarakat terjamin melalui pendeteksian dini aksi kriminal, baik itu mencakup bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial budaya, bidang keamanan negara, dan bidang keamanan khusus. Pencegahan tindakan terorisme diperkuat dengan melakukan patroli udara dan kapal seluruh wilayah perairan dan sepanjang garis pantai untuk melaksanakan pengamanan perairan.

Berbagai keberhasilan lainnya yang diraih Polda Aceh yakni pengungkapan kasus tindak pidana korupsi pada UPTD Balai Ternak Non Ruminansia (BTNR) Dinas Peternakan Aceh dengan kerugian negara sebesar Rp. 2.607.193.481 (Dua Milyar Enam Ratus Tujuh Juta Seratus Sembilan Puluh Tiga Ribu Empat Ratus Delapan Puluh Satu Rupiah) dan mengamankan 2 orang pelaku. Kemudian, pengungkapan kasus tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dengan menggagalkan perdagangan satwa yang dilindungi dengan barang bukti 6,3 Kg sisik Trenggiling dan 115 duri landak serta mengamankan 3 orang pelaku dengan TKP di Sei Hotel Jalan Tanoh Abee Desa Kuta Alam, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Polda Aceh melibatkan stakeholder agar program-program Polda dalam menjaga kamtibmas terlaksana dengan baik. Sejumlah nota kesepahaman dengan berbagai lembai dapat diraih seperti dengan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) terkait penyelenggaraan pendidikan sarjana hukum bagi anggota kepolisian, nota kesepahaman dengan Unsyiah, Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Ombudsman, Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Aceh, sejumlah dinas, dan advokat, terkait penerimaan calon anggota Polri panitia daerah Aceh tahun 2016.

KISAH PENUMPASAN KKB DI ACEH

TERORIS JALIN DITANGKAP

Blang Raya, Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar kini telah menjadi salah satu destinasi wisata favorit. Tak disangka, bukit seindah dengan panorama hamparan pegunungan dan sungai mengalir di sisinya, pernah menjadi markas pelatihan teroris sejak tahun 2009 hingga Maret 2020. Pihak luar Aceh ikut terlibat menyukseskan pelatihan, seperti adanya penyuplai logistik, pendanaan, dan dilengkapi persenjataan canggih.

Di Jantho, para teroris dilatih menembak, cara bertahan, merakit bom, dan cara menyerbu musuh. Mereka murni dari jaringan Jemaah Islamiyah (JI). Bahkan Afif, tsaat pelaku teror di Jalan MH Thamrin, kawasan Sarinah, Jakarta, Kamisi (14/1) Jakarta, Kamis, 14 Januari 2016, pernah menjalani pelatihan teroris di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar. 22 Februari 2019 saat Irjen Adityawarman menjabat Kapolda Aceh, Polres Aceh Besar bersama satuan Brimob Polda Aceh yang tergabung dalam operasi “Walet Rencong 2010” melakukan penyerbuan ke kamp pelatihan teroris di sana. Polisi menangkap empat orang di lokasi, yakni Ismet Hakiki (Pandeglang, Banten), Zaki Rahmatullah (Pandeglang, Banten), Yudi Zulfahri (Aceh), dan Masykur Rahmat (Aceh).

Pada 25 Februari 2010, polisi kembali menangkap teroris lainnya atas nama Surya, di kawasan Sare. Kemudian pada 3 Maret 2010 polisi menyerbu teroris di Lamkabeu. Dua anggota Brimob Polda Aceh dan satu anggota Densus 88 Mabes Polri ditemukan meninggal pada 6 Maret 2010 setelah tim gabungan melakukan penyisiran lanjutan di lokasi baku tembak, daerah hutan kawasan Bayu, Lamkabeu, Seulimeum, Aceh Besar. Sebelumnya mereka telah menghilang usai baku tembak.

Terkait evakuasi jenazah langsung disampaikan oleh Kadensus Polri Brigjen (Pol) Tito Karnavian kala itu melalui pesan singkat kepada Persda Network seperti dikutip dari Kompas. com. Dari hasil usaha kepolisian maka sekitar 30-an teroris berhasil ditangkap.

Setelah itu pada 12 Maret, polisi menangkap enam orang dan menembak mati dua lainnya dalam sebuah razia di depan Polsek Leupung, Aceh Besar.

FOTO: WIKIMEDIA.ORG Suasana di sekitar perbukitan Jalin, Jantho, Aceh Besar yang kini dijadikan lokasi wisata.

Dua teroris yakni Pura alias Jaja dan Enceng Kurnia alias Arham tewas tertembak timah panas polisi. Enceng adalah instruktur andal perakit bom.

Awalnya, para teroris ingin menjadikan Lampanah sebagai markas sebelum meninggalkan Aceh. Bahkan Munir, salah seorang teroris dipersiapkan melakukan bom bunuh diri di Hotel Hermes Palace Banda Aceh karena dianggap banyak terjadi kemaksiatan di sana.

Penumpasan terorisme oleh pihak Polres Aceh Besar bersama satuan satuan Brimob Polda Aceh, dan Densus 88 Mabes Polri dalam operasi “Walet Rencong 2010” mendapatkan penghargaan dari Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo saat itu yang diserahkan secara simbolis kepada AKP Apriadi yang kini menjabat Kasat Intel Polres Pidie, pada acara HUT ke-65 Bhayangkara di kawasan pantai dekat Mapolsek Ulee Lheue, Banda Aceh, Jumat, 1 Juli 2011.

Tim gabungan aparat keamaan tersebut berhasil melumpuhkan 35 orang teroris dari total 71 teroris yang terdata. Kiprah pihak kepolisian telah menyebabkan munculnya rasa aman bagi masyarakat Aceh. Barang bukti tindakan terorisme berupa tiga pucuk senjata api M-16, satu AK-57, satu AK-58, satu senpi jenis Gold, satu magazen, 464 butir peluru, dan uang tunai Rp 17 juta.

FOTO: DETIK.COM Yudi Zulfahri, mantan teroris alumni Jalin yang sudah insaf atas perbuatannya dan kini menjadi Direktur Yayasan Jalin Perdamaian.

Perekrutan Teroris

Adalah Yudi Zulfahri, mantan teroris alumni Jalin, sudah insaf atas perbuatannya selama tergabung dalam kelompok terlarang itu. Ia ditangkap 17 Maret dan telah mendekam 5,5 tahun di penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kini, ia bersama eks teroris lainnya telah mendirikan Yayasan Perdamaian Jalin yang beranggotak 37 orang eks napi teroris.

Di hadapan awak media usai mengisi seminar yang diadakan oleh Kesbangpol Banda Aceh pada 6 November 2019 di Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Lampineung, Banda Aceh mengatakan, yayasan tersebut dibentuk untuk mencegah kembali munculnya kelompok radikal. Katanya, Aceh masih menjadi sasaran upaya radikalisasi. Di samping itu, pasokan senjata teroris memungkinkan dipasok dari luar negeri seperti Thailand karena geografis Aceh memudahkan ruang gerak teroris, pasokan logistik, dan persenjataan.

Lulusan S2 Universitas Indonesia itu mengatakan, tujuan teroris di Aceh yakni membentuk negara khilafah dan memahami agama secara monotafsir. Orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka akan mudahnya langsung dikafirkan. Pola rekrutmen teroris pun mudah dilakukan dengan memanfaatkan media sosial atau melalui perorangan. Apalagi sebagai daerah berlakunya syariat Islam, isu agama digunakan untuk propaganda politik.

Polda Aceh Tangkap KKP Pimpinan Abu Razak

Sekitar pukul 18:00 WIB, dentuman suara senjata memenuhi ruang udara pusat pasar sekaligus Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya, Aceh. Kondisi tampak mengerikan sehingga warga terpaksa pergi melindungi dari pusat suara. Bagaimana tidak, tim Polda Aceh sedang kontak senjata dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Tun Sir Muhammad Azrul Mukminin Alkahar alias Abu Razak (53 tahun).

Abu Razak sudah 2 tahun menjadi buronan polisi karena perbuatan kriminal bersama anggotanya. Pada 12 September 2019 ia menyekap dan merampok sepeda motor milik Baital (42) warga di Bireuen atas nama di kawasan Bukit Cerana Desa Ie Rhob Timu, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen. sekitar pukul 14.30 WIB. Baital melaporkan dirinya disekap dan dirampok oleh kelompok Abu Razak.

Tak berselang lama kemudian, 15 September 2019, Baital membuat laporan kepada pihak kepolisian. Polisi langsung menindaklanjuti laporan tersebut. Keberadaan kelompok bermarkas di Bukit Cerana Desa Ie Rhop Babah Lueng Kecamatan Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen diketahui saat mereka turun gunung sambil menenteng senjata pada 15 September 2019. Warga yang melihat mereka melapor ke polisi. Ketika diburu polisi, anggota KKB ini melarikan diri ke dalam hutan.

Empat hari berselang, polisi mendapat laporan Abu Razak dan empat anak buahnya hendak berangkat ke Banda Aceh menggunakan mobil avanza berpelat BL-1342-R. Tim gabungan Polda Aceh bersama Polres Bireuen melakukan pengejaran mulai dari Simpang Mamplam, Bireuen.

Ketika hendak disergap pada 19 September 2019, pukul 17:30 WIB oleh personel Satgas Penindakan KKB di Trienggadeng, Pidie Jaya, mereka melawan. Kontak tembak pun yang terjadi sekitar 15 menit berhasil melumpuhkan mereka. Abu Razak dan tiga anggotanya yakni Wan Neraka, Zulfikar serta Hamdi tewas. Taufik selamat dari baku tembak tersebut dan diamankan oleh Tim Satintelkam Polres Bireuen, kemudian diserahkan kepada Tim Satgas KKB Polda Aceh untuk pengusutan lebih lanjut. Sementara seorang pelaku, Wan Ompong, kini ditahan di Polres Bireuen.

Dari hasil penggeledahan, polisi berhasil mengamankan barang bukti dari tangan pelaku berupa AK 56 lipat, revolver, peluru AK berjumlah lebih kurang 100 butir.

Siapa Abu Razak?

Awaluddin, adik sepupunya Abu Razak, menceritakan bahwa Abu Razak merupakan anak bungsu dari sembilan bersaudara. Ia besar di Gampong Bintang Hu, Lhok Sukon, Aceh Utara. Bersama istrinya Nidar dan dua buah hatinya, mereka tinggal di Gampong Cot Trieng, Kecamatan Jeumpa, Bireuen. Abu Razak tergolong jarang berinteraksi dengan masyarakat.

Abu Razak mulai bersentuhan dengan senjata ketika bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 1999 di Batee Iliek, Bireuen. Ia ditugaskan menservis senjata dan memperbaikinya. Usai penandatanganan perdamaian MoU Helsinki 15 Agustus 2005 ia bekerja

serabutan sebagai pekebun dan petani tambak. Ia termasuk orang yang menentang MoU Helsinki.

Nama Abu Razak kembali mencuat tahun 2008. Ia pernah mengancam warga asing di Kabupaten Aceh Barat dan melarang penambang di Meulaboh. Akhirnya ia ditangkap pihak kepolisian dan divonis 1,6 tahun penjara, kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Salemba di Jakarta Pusat.

Tahun 2010 ia sudah bisa menghirup udara bebas. Ia kemudian kembali ke Aceh dan tinggal di Dusun Cinta Alam, Desa Cot Trieng, Kecamatan Kuala, Kabupaten Bireuen. 20 Maret 2015 ia bergabung dengan KKB yang dipimpin dengan KKB yang dipimpin Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi yang tidak puas terhadap kinerja Pemerintah Aceh. Menurut Din Minimi, pemerintah belum menyejahterakan eks GAM dan anak yatim.

Namun akhirnya Din Minimi menyerahkan diri kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso Desember 2015 dan mendapatkan amnesti dan abolisi. Din Minimi saat

FOTO: DIALEKSIS.COM Abu Razak, Pimpinan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Aceh

itu tidak diproses hukum dan kembali pada masyarakat. Berbeda halnya dengan Abu Razak, ia ditangkap Polda Aceh pada Jumat, 10 April 2015 Jumat sekitar pukul 13.00 WIB di Desa Cot Tarum, Kecamatan Kuala Jeumpa, Kabupaten Bireuen.

Abu Razak diproses hukum atas kepemilikan senjata api dan pengadilan Negeri Lhoksukon memvonisnya 5,6 tahun penjara Senin 11 Januari 2016. Dia dijerat dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan mendekam di LP Kelas IIA Lhokseumawe.

Setelah menjalani hukuman selama dua tahun, Abu Razak kabur dari penjara tanggal

18 September 2017 sekira pukul 16:00 WIB. Dia kabur setelah berhasil mengelabui petugas piket dengan meminta izin kepada petugas jaga untuk melihat dan membantu bekerja di galeri hasil kerajinan napi di depan lapas tersebut.

Saat azan salat Asar berkumandang, beberapa napi yang bekerja di galeri depan lapas langsung masuk ke dalam, sementara Abu Razal tidak masuk dan setelah dicek melalui CCTV ditehui Razak sudah menghilang dari lokasi. Sejak itu dia ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Lhokseumawe dengan nomor DPO/81/IX/2018/Reskrim Polres Lhokseumawe.

Sementara itu, tiga anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Abu Razak menyerahkan diri kepada polisi sebelum baku tembak terjadi di Trienggadeng. Mereka bersedia menyerahkan diri setelah ada imbauan dari Polres Bireuen dan dibujuk keluarga masing-masing.

Mereka berinisial SF (31) warga Kecamatan Simpang Mamplam dan HS alias Apek (35), warga Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen dan menyerahkan diri ke Mapolsek Samalanga, Rabu, 18 September 2010.

Sedangkan satu lagi berinisial AM (42) warga Kecamatan Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur. Ia yang akrab disapa Raider menyerahkan diri pada Jumat, 20 September 2020 sekira pukul 01.00 WIB. Sehari-hari ia bekerja sebagai tukang kayu. Polisi menyita sepucuk senjata api darinya.

FOTO: Ditreskrimum Polda Aceh Barang bukti sejumlah senjata api dari KKB Abu Razak.

Putusan Hakim

Polisi berhasil menangkap hidup Ridwan Burhan alias Wan Neraka dan M Taufik MH dapat ditangkap. Mereka berdua sudah bergabung ke dalam KKB pimpinan Abu Razak pada Mei 2019. Usai diperiksa, polisi melimpahkan berkas Ridwan dan Taufik ke Kejaksaan Negeri Bireuen. Dalam persidangan, JPU menuntut keduanya dengan hukuman masingmasing 15 tahun penjara.

Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Bireuen memvonis keduanya dengan hukuman masing-masing 12 tahun penjara. Putusan dibacakan hakim yang diketuai Mukhtaruddin pada Rabu, 6 Mei 2020. Lebih rendah dari tuntutan jak sampai 15 tahun.

Ridwan tidak terima dengan putusan tersebut lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Majelis hakim yang diketuai Muhammad Nur dengan anggota masing-masing Makaroda Hafad dan Sifa'urosidin membacakan putusan terhadap Ridwan pada 20 Juli 2020. Putusannya yakni menerima permintaan banding dari terdakwa Ridwan Burhan alias Wan Neraka. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bireuen tanggal 06 Mei 2020 nomor 7/Pid.Sus/2020/ PN Bir, khusus terhadap terdakwa Ridwan Burhan alias Wan Neraka yang dimintakan banding tersebut.

Polda Aceh Dalam Bingkai Kemanusiaan

Polda Bantu Masyarakat Terdampak Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan menurunnya perekonomian masyarakat, salah satunya ekonomi masyarakat pesisir dan pulau terluar di wilayah barat Aceh. kondisi tersebut menggerakkan Kapolda Aceh Irjen. Pol. Drs. Wahyu Widada, M.Phil memberikan bantuan yang disalurkan oleh Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Aceh. Bantuan tersebut diharapkan meringankan beban ekonomi masyarakat yang didominasi dari kalangan nelayan tersebut.

Agar bisa sampai ke sana, Direktur Dirpolairud Polda Aceh, Kombes Pol Jemmy Rosdiantoro SSTMK SH pergi menggunakan helikoptes. Inilah salah satu upaya Polda Aceh untuk mengayomi masyarakat, selain dari tugasnya menjaga ketertiban dan keamanan.

Aktivitas kemanusiaan menjadi hal penting dilaksanakan bagi kepolisian di Aceh. Praktek kebaikan turut dilaksanakan Dirlantas Polda Aceh Kombes Pol. Dicky Sondani, S. I. K., M. H, dan Kepala Jasa Raharja Provinsi Aceh, dengan mengunjungi korban laka lantas di Jalan Banda Aceh – Medan Desa Lambeugak Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar. Dalam kejadian laka lantas sepasang suami istri meninggal dunia ditabrak mobil.

FOTO: KUMPARAN Sambil Sosialisasi Prokes Covid-19, Polisi Aceh Bagi-bagi Masker Berlogo TNI/POLRI.

Korban meninggalkan 4 orang anak, 2 anak sudah menikah, dan 2 lagi masih mengikuti pendidikan di dayah. Dirlantas dan Kepala Jasa Raharja memberikan santunan laka lantas sebesar 100 juta serta bantuan sembako berupa beras, makanan cepat saji, telur dan minyak goreng. Dirlantas turut menyemangati anak almarhum agar senantiasa tabah dan sabar menghadapi cobaan ilahi.

Tidak hanya itu, Dirlantas berperan aktif membantu pembangunan jembatan dengan mengirimkan kayu untuk memperbaiki jembatan gantung yang telah rusak di Dusun Bivak Gampong Krueng Simpo Kecamatan Juli Bireuen. Jembatan tersebut dibangun tahun 1982 dan digunakan masyarakat mayoritas dari kalangan pekebun. Jembatan dengan panjang 160 meter yang membelah Krueng Peusangan harus diperbaiki akibat sudah lapuk.

Polda Aceh menyadari bahwa setiap manusia merupakan makhluk yang senantiasa membutuhkan uluran tangan orang lain. Agenda-agenda kebaikan dari Polda Aceh diharapkan menginspirasi agar semua pihak bisa saling tolong menolong, apalagi di tengah kondisi serba sulit akibat pandemi Covid-19.

FOTO: DOK. POLDA ACEH Polwan Ditlantas Polda Aceh membagi 38 paket sembako untuk kaum dhuafa dan fakir miskin di Gampong Mane Deyah Kecamatan Darul Kamal, Aceh Besar, Senin (13/07/20) FOTO: DOK. POLDA ACEH Ditlantas Polda Aceh membagikan masker dan sembako untuk 100 juru parkir, Rabu (27/01/21)

FOTO: DOK. POLDA ACEH Polresta Banda Aceh dan 244 Satbrimobda Polda Aceh Lakukan Penyemprotan Disinfektan

FOTO: Serambinews.com

Pangdam IM Mayjen TNI Achmad Marzuki, bersama Kapolda Aceh Irjen Pol Drs Wahyu Widada MPhil, Selasa (8/12/2020) siang mengunjungi warga yang terkena bencana alam banjir, di Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.

Kepolisian Hadir Dukung Masyarakat Aceh Yang Ditimpa Musibah

Sejumlah wilayah di Aceh sering kali mengalami musibah banjir yang mengakibatkan terendamnya ribuan rumah, terhentinya aktivitas ekonomi masyarakat, gagalnya panen petani, melayangnya nyawa, munculnya penyakit di kamp pengungsian, dan sebagainya.

Pihak kepolisian tidak tinggal diam melihat kondisi seperti itu. Dari tahun ke tahun ketika musibah banjir terjadi, pihak kepolisian selalu terjun membantu korban, menyalurkan bantuan makanan.

FOTO: DOK. POLDA ACEH Sejumlah personel Polwan Polda Aceh dipimpin Kasubagsemu Bagpal Biro Log Kompol Mursidah salurkan bantuan bagi korban banjir Aceh Utara dengan tajuk “Polwan Polda Aceh Peduli Kemanusiaan Korban Banjir Aceh Utara & Aceh Timur”, Kamis (17/12/2020).

This article is from: