MEDIA KOMUNIKASI TRIWULANAN
Vol. 20 No. 78 April - Juni 2017
PROVINSI JAWA BARAT
ANALISIS POTENSI LAPANGAN USAHA PEREKONOMIAN DI JAWA BARAT TAHUN 2011-2015
MUSRENBANG PROVINSI Jawa Barat Tahun 2017
DARI
REDAKSI
PROVINSI JAWA BARAT
Majalah Warta Bappeda merupakan produk media cetak yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. Diproduksi secara berkala untuk memberikan insipirasi, pencerahan, serta edukasi dalam menunjang proses perencanaan pembangunan anda
Assalamu'alaikum Wr. Wb Para pembaca yang berbahagia pada terbitan Warta Bappeda Edisi Triwulan II Volume 20 Nomor 78 (April-Juni) Tahun 2017 ini, kami h a d i r k a n b e b e r a p a a r t i k e l Wa w a s a n Pe re n c a n a a n y a n g m e n g u pa s te n t a n g Pe r t u m b u h a n E ko n o m i , K e t i m p a n g a n Pendapatan, Kemiskinan Dan Pengangguran Di Jawa Barat, Memahami Konsep Land Banking (Bank Tanah) Sebagai Alat Untuk Mempercepat Implementasi Pembangunan, Analisis Potensi Lapangan Usaha Perekonomian Di Jawa Barat Tahun 2011 – 2015 serta artikel lainnya yang cukup menarik untuk disimak oleh para pembaca.
Terbit Berdasarkan SK Menpen RI No. ISSN
Penanggung Jawab Ketua
Pembaca Warta Bappeda yang kami hormati, selain tulisan tersebut diatas kami sajikan pula Rubrik Rehat yang mengupas tentang Samsat dalam Perspektif Nilai Pelayanan Publik menurut Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat di Jawa Barat, serta tulisan liputan berita yang berisi informasi terkini kegiatankegiatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Triwulan 2 Tahun 2017 yang masuk pada Rubrik Laporan Utama tentang Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Barta 2017
1353/SK/DITJENPPG/1988 0216-6232
Ir. H. Yerry Yanuar, MM Ir. Bambang Tirtoyuliono, MM
Sekeretaris
Anjar Yusdinar, S.STP., M.Si
Penyunting
Ir. H. Tresna Subarna, M.M Drs. Bunbun W. Korneli, MAP Drs. Achmad Pranusetya, M.T T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si
Sekretariat
Hj. Megi Novalia, S.Ip., M.Si
Fotografer
Roni Sachroni, BA
Layouter Alamat
Ramadhan Setia Nugraha S.Sos Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061 Website : bappeda.jabarprov.go.id E-mail : wartabappedajabar@yahoo.com
Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penulis atas kontribusinya. Kami tunggu artikel berikutnya yang akan diterbitkan dalam Edisi Triwulan III Tahun 2016. Selamat membaca Wassalamu'alaikum Wr. wb
menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung. Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.
D A F TA R I S I Warta Bappeda Vol. 20 No. 78 April - Juni 2017
L A P O R A N U TA M A
2
R E H AT
76 M U S R E N B A N G P R O V I N S I J A W A B A R AT 2 0 1 7
Mengusung tema “Percepatan Pembangunan Manusia Bagi Upaya Peningkatan Daya Saing Menuju Kemandirian Masyarakat.” Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tahun 2017. Musrenbang merupakan tahapan akhir perencanaan pembangunan Jawa Barat Tahun 2017 untuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2018.
16
ANALISIS POTENSI L A PA N G A N U S A H A P E R E KO N O M I A N D I J A W A B A R AT TA H U N 2011-2015
34
K E B U T U H A N T E K N O LO G I P E R TA N I A N ( PA D I , J A G U N G , KEDELAI) SPESIFIKASI L O K A S I J A W A B A R AT
44
S A M S AT D A L A M N I L A I P E L AYA N A N PUBLIK MENURUT I K M D I J A W A B A R AT
Sebagai lembaga pelayanan, SAMSAT diharapkan dapat memberikan layanan kepada masyarakat yang dilakukan secara cepat, tepat, transparan, akuntabel, dan informatif mengacu kepada Peraturan Presiden R.I. Nomor 5 tahun 2015
14
JENDELA PERENCANAAN
54
M E M A H A M I KO N S E P LAND BANKING ( B A N K TA N A H ) S E B A G A I A L AT U N T U K M E M P E R C E PAT I M P L E M E N TA S I PEMBANGUNAN
66
PERTUMBUHAN E KO N O M I , K E T I M PA N G A N P E N D A PATA N , KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN D I J A W A B A R AT
KO N D I S I A N G K A PA R T I S I PA S I M U R N I ( A P M ) PENDIDIKAN MENENGAH D I J A W A B A R AT
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga dengan adanya pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia semakin meningkat (Todaro, 2011). Menyadari pentingnya peningkatan sumberdaya manusia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Misi Pertama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode Tahun 2013-2018 yaitu “Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing”, dengan sasaran meningkatnya aksesibilitas dan kualitas pendidikan yang unggul, terjangkau, dan merata (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2013).
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
1
LAPORAN
U TA M A
2
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
3
LAPORAN
U TA M A
Mengusung tema “Percepatan Latar Belakang Dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Manusia Bagi Upaya Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Peningkatan Daya Saing Menuju Tahun 2018, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat Kemandirian Masyarakat.” Badan m e l a k s a n a k a n M u s y a w a r a h Pe re n c a n a a n Perencanaan Pembangunan Daerah Pembangunan Daerah (Musrenbang) Provinsi pada tanggal 13 April 2017, sebagaimana amanat (Bappeda) Provinsi Jawa Barat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang menyelenggarakan Musyawarah Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Perencanaan Pembangunan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan (Musrenbang) Tahun 2017. Pembangunan Daerah. Musrenbang merupakan tahapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 akhir perencanaan pembangunan merupakan forum antarpemangku kepentingan Jawa Barat Tahun 2017 untuk dalam rangka menyusun Rencana Kerja Pemerintah Rencana Kerja Pemerintah Daerah Daerah (RKPD), dengan tujuan untuk penajaman, (RKPD) Tahun 2018. penyelarasan, klarifikasi dan kesepakatan terhadap
4
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto-foto: Humas Bappeda
rancangan RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018. Kegiatan Musrenbang Provinsi dan merupakan kegiatan yang setiap tahun dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat guna menjaring aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Musrenbang Provinsi Jawa Barat pada tahun 2017 dilaksanakan di Hotel Intercontinental, Dago yang dihadiri sekitar 700 tamu undangan , terdiri dari perwakilan Pemerintah Pusat, DPRD Provinsi, Forum Pimpinan Daerah, Organisasi Perangkat Daerah dan Biro Setda Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, Lembaga Vertikal serta Tokoh Masyarakat Jawa Barat.
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
5
LAPORAN
U TA M A
2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
3. Mekanisme Pelaksanaan Musrenbang
Maksud pelaksanaan Musrenbang adalah dalam rangka menyerap usulan Rencana program dan Kegiatan prioritas Pemerintah Provinsi yang merupakan isu yang berkembang di masyarakat dalam rangka mengatasi permasalahan daerah. Adapun tujuannya sebagai berikut :
Mekanisme pelaksanaan Musrenbang Provinsi, telah diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah serta Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 6 Tahun 2 0 0 9 t e n t a n g S i s t e m Pe r e n c a n a a n Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dan Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat, dimana Bappeda bertugas untuk memfasilitasi Musrenbang Provinsi, mengkordinasikan Forum SKPD ditingkat Provinsi dan menyelenggarakan Musrenbang Provinsi.
1
Menyelaraskan program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah provinsi dengan arah kebijakan, prioritas dan sasaran pembangunan nasional serta usulan program dan kegiatan hasil musrenbang kab/kota;
2
MengklariďŹ kasi usulan program dan kegiatan yang telah disampaikan kepada pemerintah daerah provinsi pada forum – forum perencanaan yang telah dilaksanakan sebelum m u s re n ba n g R K P D p ro v i n s i dilaksanakan;
3
Mempertajam indikator dan target kinerja program dan kegiatan pembangunan provinsi; dan menyepakati prioritas p e m ba n g u n a n d a e r a h s e r t a rencana kerja dan pendanaan.
4
Menyepakati prioritas p e m ba n g u n a n d a e r a h s e r t a rencana kerja dan pendanaan.
Sedangkan sasarannya adalah : Mendapatkan masukan untuk menyusun rancangan RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah dari berbagai sumber pendanaan;
b.
Menyempurnakan dokumen Rancangan RKPD Tahun 2018.
Foto: Humas Bappeda
a.
6
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
7
LAPORAN
U TA M A
Dalam sambutannya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Her yawan menjelaskan bahwa Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2017, adalah entry point tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018, guna pencapaian visi pembangunan Jawa Barat, yaitu : “Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua”. Tahapan terakhir dari perwujudan RPJMD Tahun 2013 – 2018, memiliki fokus pada upaya pencapaian kemandirian masyarakat Jawa Barat. “Saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang sangat luar biasa kepada seluruh pihak yang telah terlibat, berpartisipasi dan berperan aktif dalam seluruh rangkaian acara Musrebang Tahun 2017, sehingga menghasilkan rumusan program dan kegiatan pembangunan yang berkualitas guna mewujudkan sinergitas pembangunan antara Kabupaten Kota dan Provinsi.” Ucap Aher sapaan Akrabnya. Musrenbang Tahun 2017 telah menghasilkan rumusan program dan kegiatan pembangunan, yang merespon berbagai isu strategis dan permasalahan pembangunan yang real terjadi di masyarkat, yang terkait dengan : 1) aspek kesejahteraan masyarakat, 2) aspek pelayanan umum dan 3) aspek peningkatan daya saing daerah. 10 Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
“Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua” Setiap rumusan program dan kegiatan pembangunan yang dihasilkan mencerminkan kebersamaan, komitmen dan sinergitas antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota dalam menjawab ketiga aspek tersebut. “Selanjutnya, menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk dapat mengawal sehingga tercapai sukes implementasi, terhadap semua hal yang menjadi rumusan program dan kegiatan pembangunan tahun 2018 antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota, dengan tetap memperhatikan ruang lingkup pembagian kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Tambahnya. Musrenbang Tahun 2017, mewujudkan perencanaan pembangunan Tahun 2018 yang
sinergis antara Provinsi dan Kabupaten Kota, dengan tema pembangunan : “Percepatan Pembangunan Manusia Bagi Upaya Peningkatan Daya Saing Menuju Kemandirian Masyarakat�, secara nyata telah menghasilkan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2018. Di dalam dokumen RKPD Tahun 2018 telah dicantumkan dengan jelas 17 isu strategis dan 11 prioritas pembangunan daerah Provinsi Jawa Barat. Pembahasan 17 isu strategis dan 11 prioritas pembangunan tersebut dalam Rangkaian musrenbang 2017 telah dilakukan secara transparan dan akuntabel, yang membuka ruang secara luas bagi seluruh pihak, untuk terlibat dan berperan aktif dalam proses perencanaan pembangunan. Hal tersebut ditandai dengan penyelenggaraan Virtual Musrenbang pada awal pelaksanaan Musrenbang Tahun 2017 antara Provinsi dan Kabupaten Kota. Selanjutnya, dalam Musrenbang 2017, dalam rangka proses perencanaan pembangunan yang lebih terarah, terpadu, serta bersinergi antar sektor, diwujudkan perubahan paradigma dalam perencanaan dari pendekatan Money Follow Function menjadi Money Follow Program Priority.
Foto-foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
11
LAPORAN
U TA M A
Dirumuskan isu strategis pembangunan Jawa Barat Tahun 2018 sebagai berikut : a. Isu strategis pada aspek kesejahteraan masyarakat, meliputi: 1)
Ketahanan pangan;
2)
Kemiskinan;
3)
Pengangguran; dan
4)
Ketahanan keluarga.
5)
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS);
b. Isu strategis pada aspek pelayanan umum, meliputi:
c.
1)
Pendidikan;
2)
Kesehatan;
3)
Infrastruktur;
4)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Isu strategis pada aspek daya saing daerah, meliputi: 1)
Ketenagakerjaan;
2)
Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM);
3)
Kepemudaan dan Olahraga;
4)
Reformasi Birokrasi;
5)
Kepariwisataan;
6)
Kebudayaan;
7)
Lingkungan hidup dan penataan ruang;
8)
Energi dan Sumber Daya Mineral
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Musrenbang 2017, yang dapat menunjukkan bentuk dari komitmen dan konsistensi Provinsi dan Kabupaten Kota dalam mewujudkan sinergitas yang nyata, maka dokumen RKPD Tahun 2018 harus dijadikan pedoman utama dalam seluruh tahapan proses perencanaan sampai dengan penganggaran. “Untuk itu, saya sampaikan apresiasi dan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya atas respon yang positif dari Kabupaten Kota dan semua pihak yang terkait, untuk dapat mewujudkan harapan tersebut.� Pungkas Aher. (Liputan Humas Bappeda).
12 Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
13
JENDELA PERENCANAAN
Foto: Humas Bappeda
Flyover Antapani Bandung
WAWA S A N PERENCANAAN
ANALISIS POTENSI LAPANGAN USAHA PEREKONOMIAN DI JAWA BARAT TAHUN 2011 - 2015
oleh E. Agus Ismail* Helmi Makarim**
*) Kepala Balai Pengembangan Pembangunan dan Analisa Potensi Daerah (BP2APD) Jabar **) Tenaga Teknis Database BP2APD
16
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
ABSTRAK
P
rovinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Jawa dan sebagai salah satu peyangga ibu kota Indonesia memiliki banyak potensi-potensi ekonomi yang tersebar di kabupaten kota. Potensipotensi yang ada di Provinsi Jawa Barat dimasingmasing sektor lapangan usaha belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pertumbuhan pembangunan ekonomi Jawa Barat sehingga mengalami pertumbuhan yang lambat. Keberhasilan pembangunan harus diukur dengan perameter yang lebih luas dan lebih strategis yang mencakup semua aspek material dan non material dalam pertumbuhan pembangunan ekonomi. Sehingga pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Jawa Barat harus melalui pemilihan prioritas dan target yang memiliki nilai strategis dan bernilai positif dengan fasilitas-fasilitas yang menunjang dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan alat analaisis Location Quotient (LQ), Shift Share (SS) dengan melihat unsur komponen Shift Share komponen proportional shift share sehinga dapat melihat rata-rata komponen shift share dan analisis Tipologi. Penganalisisan tersebut terlebih dahulu melihat pertumbuhan ekonomi dengan melihat Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, Produk Domestik Reional Bruto (PDRB). Berdasarkan analisis LQ dapat mengetahui bahwa Provinsi Jawa Barat memeiliki beberapa potensi sebagai sektos basis yang dapat di kembangkan yang diantarnya (1) indrustri pengolahan; (2) jasa lainnya;(3) perdagangan besar dan eceran , reparasi mobil dan motor;(4) transportasi dan pergudangan. Dan berdasarkan shift share bahwa komponen propotional (Pj) memiliki 10 sektor lapangan usaha yang diantaranya (1) sektor lapangan usaha transportasi dan pergudangan,(2)kontrusi,(3) Jasa keuangan dan asuransi,(4) Jasa pendidikan,(5) pertanian, kehutanan dan perikanan,(6) penyediaan akomodasi dan makan minum,(7) jasa kesehatan dan kegiatan sosial,(8) jasa perusahaan,(9) real estat,(10) admin pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib dan (11) pengadaan listrik dan 18
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
gas. Dan terdapat 6 nilai negatif, pada komponen proportional shift ini memiliki nilai tertinggi pada sektor lapangan usaha dengan nilai sebesar 6021.18 dan nilai terendah pada sektor lapangan usaha industri pengolahan dengan nilai sebesar 4091.26. Pada nilai rata-rata Komponen Pertumbuhan Dierential (Dj)terdapat 10 sector lapangan usaha yang mempunyai nilai positif yaitu (1) industri pengolahan (2) jasa pendidikan (3) informasi dan komunikasi (4) penyedia akomodasi dan makan minum (5)perdag besar dan eceran, reparasi mobil dan motor (6) pengadaan listrik dan gas (7) jasa kesehatan dan kegiatan sosial (8) jasa keuangan dan asuransi (9) kontruksi (10) pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang. Serta untuk komponen pertumbuhan dierential (Dj) yang tertinggi terdapat pada sektor lapangan usaha industri pengolahan sebesar 4923.49 dan yang terendah pada sektor lapangan kerja pertambangan dan pergalian sebesar – 3105.91. Pembagian analisis tipologi pembagian sektor ekonomi lapangan usaha di Provinsi Jawa Barat masing-masingsektor tingkat kepotensialannya cukup berpariatif. Pada Tipologi I Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat tidak ada yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan istimewa. Pada Tipologi II sektor ekonomi lapangan usaha Provinsi Jawa Barat dengan tingkat kepotensialan baik sekali terdapat 2 (dua), pada Tipologi III Sektor ekonomi lapangan usaha di yang mendapatkan nilaitingkat kepotensialan baik terdapat 2(dua), sedang pada tipologi IV Provinsi Jawa Barat dengan nilai kepotensialan lebih dari cukup tidak ada, Pada Tipologi V Sektor ekonomi lapangan usaha di Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan cukup terdapat 6 (enam) sektor lapangan usaha. Pada ipologi VI sektor ekonomi lapangan usaha Jawa Barat nilai tingkat kepotensialan hampir dari cukup terdapat 2 (dua) lapangan usaha dantipologi VII Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan kurang terdapat 4 (empat) lapangan usaha dan pada tipologi VIII Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan kurang sekali terdapat 1(satu) sector lapangan usaha.
Keberhasilan pembangunan harus diukur dengan perameter yang lebih luas dan lebih strategis yang mencakup semua aspek material dan non material dalam pertumbuhan pembangunan ekonomi
Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
19
PENDAHULUAN Keberhasilan Pembangunan Nasional tidak terlepas dari pembangunan tingkat daerah dengan potensi-potensi yang terkoordinasi antar sektor y a n g d i m i l i k i d a e r a h te r s e b u t . S e h i n g g a pelaksanaan pembangunan daerah harus terintegral dengan kebijakan pemerintah pusat. Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan harus disesuaikan dengan permasalahan daerah tersebut, serta kewenangannya pemerintah daerahharus dapat mengoptimalkan potensipotensi sektoralnya dalam menyusun perencanaan pembangunan (Yulianta,2007). Foto: Humas Bappeda
program kerja yang efektif dan eďŹ sien untuk peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat tidak hanya sebagai objek tapi juga sebagai subjek dalam pelaksanaan program pembangunan yang telah tersusun (Gadang, 2012), (Aziz,2012). Oleh karena itu, suatu daerah harus mampu melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan pada potensi sumberdaya yang ada baik sumber daya manusia dan sumber daya alam, sehingga daerah harus dapat menentukan sektor yang menjadi basis (unggulan) baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang agar pembangunan daerah dapat diarahkan kepada pengembangan sektor basis tersebutyang pada akhirnya dapat memberikan dampak bagi pengembangan sektor lain. Menurut Daryanto (1999), dalam mencapai masyarakat yang sejahtera. Pemerintah daerah dapat membangun kebijakan publik sektor ekonomi melalui pemberdayaan potensi berciri khas daerah. Pelaksanaan pembangunan ekonomi yang baik untukdaerah dilakukan oleh pemerintah daerah dengan masyarakat dalam membentuk suatu pola kemitraan antara mengelola sumber daya yang tersedia dengan harapan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Untuk melihat pergerakan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah bisa melalui pendapatan daerah, sedangkan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah diantaranya menggunakan komponen data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan membandingkan angka perolehannya dari tahun ke tahun.
Pelaksanakan pembangunan daerah tentunya melakukan suatu prioritas untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan UU No.23 Tahun 2014 melalui kegiatan pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan potensi sektoral yang tersedia. Sehingga untuk mencapai sasaran pembangunan itu pemerintah harus menerima masukan dari berbagai masyarakat dan melibatkannya untuk ambil bagian dalam pembangunan. Karena pemerintah pusat dan daerah berkewajiban untuk mengembangkan
20
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Perhitungan per tumbuhan pendapatan nasional / PDRB suatu daerah dapat melalui nilai pasar produk yang berbentuk barang dan jasa yang d i h a s i l k a n m a s y a r a k a t . M e n u r u t Ro s y i d i (2006:107) menyatakan barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat terbagi dalam 11 sektor ekonomi, yakni, (a)pertanian, (b)pertambangan (c)industri, (d)bangunan, (e)perdagangan, (f)listrik, gas dan air minum, (g)bank dan lembaga keuangan lainnya, (h)perhubungan dan telekomunikasi, (i)pemerintahan dan hankam, (j)sewa rumah, (k)sektor jasa-jasa. Disisi lain semakin tinggi perolehan dari produksi barang dan jasa sektoral tersebut maka
akan meningkatkan pendapatan nasional/PDRB suatu wilayah regional (Manzaliati, 2012). Potensi ekonomi yang ada di setiap daerah perlu digali dan dimanfaatkan secara eďŹ sien dan efektif untuk menunjang pembangunan maupun pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Pengembangan potensi ekonomi sektor unggulan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kemajuan ekonomi daerah merupakan prioritas kebijakan yang harus dilaksanakan. Pada Tabel 1 kontribusi tiga sektor paling besar terhadap PDRB di Provinsi JawaBarat adalah pertama industri pengolahan, kedua perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepah motor dan ketiga sektor pertanian. Industri pengolahan setiap tahunnya berkontribusi terhadap PDRB Jawa Barat>30%. Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepah motor berkontribusi rata-rata sebesar 15 %. Padasektor pertanian kontribusinya selalu mengalami penurunan setiap tahunnya, pada tahun 2011 sebesar 9.34% menjadi 8.71%pada tahun 2015. Hal ini disebabkan olehpesatnya pertumbuhan industri yang saat ini mulai menggeser kontribusi sektor pertanian.
Tabel 1. Kontribusi Sektor Lapangan Usaha Terhadap PDRB Tahun 2011-2015 (Persen)
Sumber : BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2011-2016 Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
21
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama periode tahun 2011 hingga 2015 memiliki pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 5.89%. Di tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 6.50% dan pada tahun 2015 menjadi 5.03%. Selama lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang menarik Provinsi Jawa Barat ini tidak kalah dibandingkan dengan provinsi lain baik dari segi sarana-prasarana maupun dari segi kekayaan sumber daya alam. Jawa Barat juga memiliki keunggulan letak geograďŹ s karena terletak diantara Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga ada mobilitas penduduk yang tinggi di Jawa Barat jika dimanfaatkan dengan baik akan membantu pertumbuhan ekonom iJawa Barat. Berdasarkan table 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor-sektor lapang usaha di Jawa Barat mengalami uktuasi. Penurunan laju pertumbuhan yang paling tajam pada tahun 2013 ke tahun 2014 turun sebesar 1.24%. Pengaruh sektor-sektor tersebut terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat masih belum terlihat berpengaruh besar, padahal salah satu pendorong distribusi sektor lapangan usaha ekonomi Jawa Barat adalah pertama sektor industri pengolahan yang sebesar 43.39% sebagai sektor sekunder, kedua sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 15.53% sebagai sektor tersier, ketiga sektor pertanian sebagai sektor primer sebesar 8.95%. Dan menurut pakar (Daryono dkk, 2013) untuk melihat seberapa besar tiap sektor terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan mencari Basis melihat seberapa besar pengaruh dari tiap sektor tersebut terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat dan mencari sektor-sektor basis atau unggulan, sehingga diperlukan analisis mengenai sektor basis melalui Location Quotion dan Panel Data untuk melihat pengaruh sektor unggulan pada laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat tahun 2011-2015.
Foto: Humas Bappeda
22
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
KAJIAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Jawa Barat
Menurut Mankiw (2007:182) pertumbuhan e ko n o m i m e r u pa k a n s u a t u m e n i g k a t n y a pendapatan secara terus menerus sehingga memungkinkan untuk mengkonsumsi barang dan jasa lebih banyak dengan beragam jenis.
Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 35.377,76 Km2 dengan 27 kabupaten kota, memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap nasional terutama di sektor industri pengolahan. tidak hanya itu letak geograďŹ s Jawa Barat yang banyak pegunungan. PDRB Jawa Barat terbesar ke-3 setelah DKI dan Jawa Timur, Jawa Barat meski laju pertumbuhan ekonomi setiap sektor lapangan usaha mengalami penurunan selama periode 2011-2015 namun secara hasil distribusi setiap sektor lapangan usaha rata-rata mengalami peningkatan kecuali lapangan usaha dari pertambangan dan penggalian. Dan selama periode 2011-2015 rata-rata kontribusi setiap lapangan usaha mengalami kenaikan, akan tetapi untuk sektor lapangan usaha industri pengolahan yang menyumbang distribusi PDRB mengalami penurunan 0.87 % dan untuk s e kto r l a pa n g a n u s a h a t r a n s p o r t a s i d a n pergudangan mengalami kenaikan sebesar 1.39% serta lapangan usaha kontruksi mengalami kenaikan 1.02% walaupun bukan sebagai penyumbang PDRB terbesar. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi menurut Sukirno (2011:447) merupakan suatu kegiatan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi untuk meningkatakan taraf hidup masyarakat, dari usaha yang kurang maju , sangat tradisional dan berpendapatan rendah menjadi perekonomian yang modren. Dan senada dengan Sukirno pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999;11) merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka pendek disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan. Sehingga pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan ketersedian serta perluasan distribusi kebutuhan hidup. Peningkatan ini bukan hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, peningkatan kualitas pendidikan dan kemanusiaan sehingga dapat memperbaiki kesejahteraan materiil dan harga diri masyarakat (Todaro & Smith, 2004: 28).
Untuk mengukur pertumbuhanekonomi, para ekonom banyak menggunakan pembandingan data produk domestik bruto (GDB) dari tahun yang dihitung dengan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan Arsyad (1999:13) menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Namun d e m i k i a n u n t u k m e m ba n d i n g p e r u ba h a n pertumbuhan pendapatan pada dua faktor, yaitu (1) perubahan tingkat ekonomi (2) perubahan harga-harga barang dan jasa menurut harga berlaku pada tahun yang bersangkutan.
pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan ketersedian serta perluasan distribusi kebutuhan hidup Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah antara lain Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya. Kekayaan alam meliputi luas dan kesuburannya, keadaan iklim dan cuaca. Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2011: 429). Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) adalah komponen makro ekonomi untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi untuk Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
23
wilayah regional. Untuk menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu: PDRB melalui pendekatan produksi yang menghitung jumlah produksi barang dan jasa Pendekatan Pendapatan, menghitung pendapatan dari balasa jasa yang diterima masyarakat berupa, gaji/upah, bunga bersih jasa perbankan, jasa sewa, dan keuntungan usaha di wilayah regional durasi waktu satu tahun. PDRB melalui pendekatan kegiatan pengeluaran yang dilakukan masyarakat berupa konsumsi total,kegiatan penanaman usaha atau dan tabungan, pemerintah regional, dan kegiatan ekspor dan impor diwilayah regional dalam durasi waktu satu tahun. Teori Basis Ekonomi Menurut Richardson dalam bukunya Adisasmita, analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identiďŹ kasi pendapatan basis. Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, selanjutnya menambah permintaan terhadap barangdan jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis (Adi sasmita 2005:28). Bila daerah yang dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan komparatif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan ditingkatkan. Karena menurut Douglas C.North dalam Sjafrizal (2008:87) pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan komparatif yang dimiliki oleh daerah bersangkutan sehingga teori basis ekonomi (economic base) merupakan sebuah sistem sosio-ekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari pemikiran teknik location quotient, yaitu teknik yang membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat keswasembadaan (Self-suďŹƒciency) suatu sektor. Konsep dasar teori basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu; a. Sektorsektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan; b. Sektor-sektor bukanbasis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat
24
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
bersangkutan potensial yang dihasilkan suatu wilayah regional dalam durasi satu tahun.
METODE PENELITIAN Lokasi /Daerah Penelitian Provinsi Jawa Barat menjadi daerah yang di ambil dalam penulisan penelitian. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi data PDRB Jawa Barat tahun 2011-2015 Atas Tahun Harga Dasar 2010 serta Jawa Barat Dalam Angka tahun 2011 – 2015 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat 2011-2015 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Jawa Barat. Metode Analisa Data Untuk memperoleh keunggulan sektor-sektor lapangan usaha di Provinsi Jawa Barat dilakukan beberapa tahapan analisis sebagai berikut :
b. Analisis shift share Analisis yang digunakan untuk mengatahui komponen per tumbuhan wilayah sektor perekonomian dan subsektor pada sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat adalah analisis Shift Share (Budiharsono, 2005). Analisis Shift Share secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut:
Penentuan lapangan usaha unggulan di Jawa Barat Penentuan lapangan usaha unggulan di Jawa Barat menggunakan analisis umum yang digunanakan dalam model ekonomi basis untuk mengukur tingkat konsentrasi relatif melalui pendekatan perbandingan Location Quotient (Budiharsono, 2005) dan analisis shift share yang digunakan untuk menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi seper tiproduksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatuwilayah. Kedua analisisi ini dinyatakan dengan persamaan sistematis melalui formula berikut. a. Analisis Location Quotient Besarnya nilaiL Q diperoleh dari persamaan berikut :
Dimana : Gj
: Pertumbuhan PDRB Totaldi Jawa Barat
Nj
: Komponen Share di Jawa Barat
(P + D)j : Komponen Net Shift di Jawa Barat
Dimana LQ : indeks Location Quotient, Si : PDRB sektor i pada sektor di Jawa Barat, S : PDRB total sektor Jawa Barat, Ni :PDB sektor I pada sektor di Nasional, N :PDB total Nasional.
Pj
: Proportional Shift Jawa Barat
Dj
: Diferential Shift Jawa Barat
Yj
: PDRB total Jawa Barat
Y
: PDRB Total Indonesia
o,t
: Periode Awal dan Periode Akhir Perhitungan
I
: Sektor (subsektor) pada PDRB Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
25
Tipologi Sektoral (Klassen) Menurut Mujib Saerofi (2005), dalam pengembangan hasil perhitungan indeks Location Quotient (LQ>1), komponen differential shift (Dj>0), dan komponen proporsional shift (Pj>0) untuk menentukan tipologi sektoral. Tipologi Klassen mengklasifikasikan sektor basis dan non basis, dengan cara menggabungkan indeks LQ dalam analisis Shift Share. Tipologi sektor tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Arti Tipologi Lapangan Usaha Ekonomi
Sumber: Mujib Saerofi, 2005
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi
PDRB
Pengertian sektor potensial dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengubah/menaikkan keadaan yang ada (mengganti keseimbangan yang telah ada) pada sektor-sektor ekonomi potensial (unggul, mampu, strategis), guna meningkatkan PDRB Provinsi Jawa Barat secara umum (Mujib Saerofi, 2005).
Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah padaperiode ter tentu salah satu indikatornya adalah dengan melihat laju pertumbuhan PDRB atas dasar hargakonstan maupun atas dasar harga berlaku. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu wilayah pada periode tertentu (BPS,2007). Analisis Data Dalam menigkatkan PDRB Provinsi Jawa Barat, potensi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Baratserta sektor-sektor strategis yang potensial harus di kembangkan secara inovasi. Dan untuk mengetahui potensi sektor-sektor ekonomi yang mendukung PDRB Provinsi Jawa Baratmaka digunakan alat analisis LQ yaitu untuk mengetahui apakah sektor ekonomi tersebut termasuk sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shift Share sebagai pendukung alat analisis LQ.
26
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005), Pengertian sektor unggulan adalah sektor atau kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi, kinerja, dan prospek yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya sehingga diharapkan mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya, sehingga dapat tercipta kemandirian pembangunan wilayah. Analisis Location Quotient (LQ) Menurut Tarigan (2005), jika LQ menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sector tersebut merupakan sektor basis, dengan kata lain sektor tersebut berpotensi ekspor ke daerah lain atau ke luar negeri. Kemudian jika hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN PDRB Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah pada periode ter tentu salah satu indikatornya adalah dengan melihat laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu wilayah pada periode tertentu (BPS,2007). Analisis Data Dalam menigkatkan PDRB Provinsi Jawa Barat, potensi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Baratserta sektor-sektor strategis yang potensial harus di kembangkan secara inovasi. Dan untuk mengetahui potensi sektor-sektor ekonomi yang mendukung PDRB Provinsi Jawa Barat maka digunakan alat analisis LQ yaitu untuk mengetahui apakah sektor ekonomi tersebut termasuk sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shif t Share sebagai pendukung alat analisis LQ.
tersebut merupakan sektor basis, dengan kata lain sektor tersebut berpotensi ekspor ke daerah lain atau ke luar negeri. Kemudian jika hasil menunjukkan angka kurang dari satu (LQ < 1) berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor basis, dengan kata lain sektor tresebut tidak berpotensi untuk ekspor ke daerah lain atau ke luar negeri. Kemudian jika hasil menunjukkan angka kurang darisatu (LQ < 1) berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor basis, dengan kata lainsektor tresebut tidak berpotensi untuk ekspor ke daerah lain atau ke luar negeri. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Jawa Barat 5 tahun (2011-2015) selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasilperhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Jawa Barat 5 tahun (2011-2015)
Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Pengertian sektor potensial dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengubah/menaikkan keadaan yang ada (mengganti keseimbangan yang telah ada) pada sektor-sektor ekonomi potensial (unggul, mampu, strategis), guna meningkatkan PDRB Provinsi Jawa Barat secara umum (Mujib SaeroďŹ , 2005). Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005), Pengertian sektor unggulan adalah sektor atau kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi, kinerja, dan prospek yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya sehingga diharapkan mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya, sehingga dapat tercipta kemandirian pembangunan wilayah. Analisis Location Quotient (LQ) Menurut Tarigan (2005), jika LQ menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sektor
Sumber : Jawa Barat dan Nasional dalam Angka 2011-2015 (diolah)
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
27
Di Provinsi Jawa Barat terdapat 4 sektor Lapangan Usaha yang menonjol dibandingkan sektor lapangan usaha di Nasional yang diamtaramya sektor lapangan usaha indutri pengolahan sebesar 1.991, perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan motor sebesar 1.132, tranportasi dan pergudangan sebesar 1.109, dan jasa lainnya sebesar 1.152, karena menurut Tarigan Robinson (2005), LQ > 1 menunjukan bahwa peranan sektor i cukup menonjol di daerah tersebut dan sering kali sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut surplus akan produk i dan mengekspornya ke daerah lain, karena mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah dan eďŹ sien. Sektor lapangan usaha jasa perusahaan mempunyai LQ terendah yaitu 0.239 pada tahun 2011 dan 0.246 pada tahun 2015. Hal tersebut dapat dilihat dari sangat terbatasnya suatu fasilitas untuk menunjang eskpor seprti pelabuhan. Menurut Tarigan Robinson (2005) menyatakan, apabila LQ < 1 maka peranan sektor itu di daerah tersebut lebih kecil dari pada peranan sektor tersebut secara nasional.
Komponen ini positif didaerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yangsecara nasional tumbuh cepat (Pj>0) dan negatif (Pj<0) didaerah yang berspesialisasi dalam sektorsektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot. c. Komponen DiďŹ&#x20AC;erential shift (D j ) mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan dibandingkan dengan tingkat provinsi yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, seperti sumber daya yang baik akan mempunyai diďŹ&#x20AC;erential shift component yang positif (Dj>0),sebaliknya daerah yang tidak memiliki keuntungan lokasional akan mempunyai diďŹ&#x20AC;erential shift component yang negatif (Dj<0).
Tabel 4 Komponen Shift Share Provinsi Jawa Barat 2011-2015
Analisis Shift Share Untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan menggunakan analisis Shift Share digunakan variabel penting seperti tenaga kerja, penduduk dan pendapatan. D a l a m p e n e l i t i a n i n i d i g u n a k a n va r i a b e l pendapatan yaitu PDRB untuk menguraikan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat serta untuk perubahan struktur ekonomi daerah dalam menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (Robinson Tarigan,2005). Pertumbuhan PDRB total (Gj) dapat diuraikan menjadi komponen Shift dan Komponen Share yaitu (Robinson Tarigan,2005): a. Komponen National Share (Nr) adalah banyaknya pertambahan PDRB kab/kota seandainya pertumbuhannya sama dengan laju pertumbuhan PDRB Provinsi selama periode yang tercakup dalam studi. b. Komponen Proportional shift (Pj) mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri didaerah yang bersangkutan.
28
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Sumber : BPS, Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2011-2016 (diolah)
Pada Tabel 4 dapat diketahui komponen shift share tahun 2011-2015. Komponen pertumbuhan total PDRB tahun 2011-2012 di Provinsi Jawa Barat ( G j ) s e b e s a r R p 1 0 6 6 1 7 , 0 8 , h a l te r s e b u t menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan PDB Nasional sebesar Rp 100327,50 yang berarti terdapat kenaikan sebesar Rp 6289,58. Hal serupa begitu pula pada tahun 2012-2013 PDRB Jawa Barat mengalami kenaikan lebih besar dari nasional pada tahun sebelumnya sebesar Rp 131145,99 sedangkan di tahun 2013-2014 pertumbuhan ekonomi PDRB Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sebesar Rp. 3399,04. Dengan penurunan pada tahun sebelumnya pada tahun 2014-2015 pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar Rp. 20937,24 dibandingkan nasional.
Tabel 5. Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Provinsi Jawa Barat 289,71; jasa keuangan dan asuransi sebesar 1278,77; real estat sebesar 141,51; jasa perusahaan sebesar 185,43; administrasi pemerintah, pertanahan dan jaminan sosial wajib sebesar 124,67; jasa pendidikan sebesar 1041,23; jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesra 212,15; jasa lainnya sebesar 973,62. Adapun sektor-sektor yang mempunyai memiliki nilai rata-rata komponen pertumbuhan p r o p o r s i o n a l n e g a t i f, y a i t u pertambangan dan penggalian sebesar 3686,35; industri pengolahan sebesar 4091,26; pengadaan air, sampah, limbah dan daur ulang sebesar 10,79; perdagangan besar dan kecil, reparasi mobil dan motor sebesar 330,04; dan informasi dan komunikasi sebesar 57,57.
Sumber : BPS, Provinsi Jawa Barat dan BPS republik Indonesia 2011-2016 (diolah)
Berdasarkan table 5 diatas pertumbuhan komponen proporsional Provinsi Jawa Barat selama periode 2011-2015, diketahui bahwa nilai proporsional shift (Pj) memiliki nilainya ada yang positif dan negatif, hal ini berarti Provinsi Jawa Baratberspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Nasional apabila nilai Pj rata-ratanya positif. Dan Provinsi Jawa Barat berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh lambat di perekonomian Nasional apabila nilai Pj rataratanya negatif.
Foto: Humas Bappeda
Sektor sektor yang memiliki nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional yang positif yaitu sektor lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 464,25;pengadaan listrik dan gas sebesar 54,21; kontruksi sebesar 3828,40; transportasi dan pergudangan sebesar 6021,18; penyedia akomodasi dan makan minum sebesar
Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
29
Tabel 6. Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi Jawa Barat
Sumber : BPS, Provinsi Jawa Barat dan BPS republik Indonesia 2011-2016 (diolah)
Pada tabel 6 diatas bahwa komponen pertumbuhan diďŹ&#x20AC;erential (Dj) menunjukan cepat atau lambatnya laju pertumbuhan PDRB dengan tanda positif atau negatif. Cepatnya laju pertumbuhan PDRB daerah atau nasional menandakan positif, sebaliknya jika negatif maka tingkat laju pertumbuhan PDRB daerah atau nasional tersebut sangat lambat. Pertumbuhan DiďŹ&#x20AC;erential (Dj) Provinsi Jawa Barat memiliki tanda positif dan negatif. Pada nilai rata-rata terdapat 10 sektor yang mempunyai nilai positif yaitu sektor lapangan usaha industri pengolahan sebesar Rp. 4923,49; pengadaan listrik dan gas sebesar Rp. 2995,84; pangadaan air, penglohan sampah, limbah dan daur ulang sebesar Rp. 14,64; kontruksi sebesar Rp. 15,77; perdagangan besar dan ecer; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar Rp. 463,33; penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar Rp. 515,73; informasi dan komunikasi sebesar Rp. 789.95; jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp. 100,21; jasa pendidikan sebesar Rp. 1073,42; jasa kesehatan dan kegiatan social sebesar Rp. 256,63. Dengan nilai laju pertumbuhan ekonomi yang positif pada sektor lapangan usaha tersebut bisa dikatakan lebih cepat dari pada PDB Nasional. Sedangkan sektor lapangan usaha yang mempunyai nilai negatif pada Komponen Pertumbuhan DiďŹ&#x20AC;erential (Dj) di Provinsi Jawa Barat antara lain: sektor lapangan usaha pertanian, kehutan dan perikanan sebesar Rp. -1699,02; pertambangan dan penggalian sebesar Rp -3105,91; transportasi dan pergudangan sebesar Rp. -690,01 ; real estat sebesar Rp. -387,29; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jam sosial wajibsebesar Rp.-120,45; jasa perusahaan sebesarRp.-90,37; jasa lainnya sebesar Rp.-476,77. 30
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Dengan melihat jumlah total rata-rata komponen pertumbuhan differential (Dj) yang negativemenandakan < 0 yang mempunyai arti tingkat laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat lebih lambat daripada tingkat laju pertumbuhan Nasional. Analisa Tipologi Sektoral (Klassen) Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada Tabel 3 (LQ, Dj, Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai bahwa sektor e ko n o m i d a l a m T i p o l o g i I merupakan sektor lapangan usaha dengan tingkat kepotensialanya “istimewa” untuk dikembangkan Karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1), bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialan “baik sekali”, untuk dikembangkan, Tipologi III “baik”, Tipologi IV “lebih dari cukup”, Tipologi V “cukup”, Tipologi VI “hampir dari cukup”, Tipologi VII “kurang”, Tipologi VIII “kurang sekali”
Tabel 7. Pembagian Sektor Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Tripologi Tahun 2011-2015
Sumber : Data Sekunder diolah Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
31
B e rd a s a r k a n t a b e l 7 y a n g m e r u pa k a n pembagian sektor lapangan usaha Provinsi Jawa Barat berdasarkan Tipologi. Pada Tipologi I Sektor lapangan usaha ekonomi Provinsi Jawa Barat tidak ada yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan istimewa. Pada Tipologi II sektor lapangan usaha ekonomi Provinsi Jawa Barat mendapatkan nilai tingkat potensial baik sekali yang diantaranya industri pengolahan; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor. Pada Tipologi III Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan baik adalah sector Transportasi dan pergudangan; jasa lainnya. Pada Tipologi IV sektor lapangan usaha ekonomi Provinsi Jawa Barat tidak memiliki nilai lebih dari cukup. Pada Tipologi V Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan cukup antara lain pengadaan listrik dan gas; kontruksi, penyediaan akomodasi makan minum; jasa keuangan dan asuransi; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Pada Tipologi VI Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan hampir dari cukup adalah sektor lapangan usaha pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang. Pada Tipologi VII Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan kurang adalah sektor lapangan usaha per tanian, kehutanan, perikanan; real estat, jasa perusahaan, admin pemerintahaan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Pada Tipologi VIII Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan kurang sekali adalahsektor pertambangan dan penggalian.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan p e m ba h a s a n y a n g te l a h d i l a k u k a n m a k a kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1
Berdasarkan analisis LQ maka dapat di ketahui bahwa sektor lapangan usaha ekonomi yang memiliki sektor basis yang potensial dan strategis untuk dikembangkan dan memacu penunjang per tumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat, yaitu (1). Industri pengolahan, (2). Jasa Lainnya, (3). Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, dan (4). Transportasi dan
32
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
pergudangan.
2
Berdasarkan analisis Shift Share bahwa Provinsi Jawa Barat pada sektor tertentu mempunyai nilai (P j ) positif (P j > 0) merupakan sektor dengan tingkat pertumbuhan yang dapat dikatakan memiliki potensi dalam mempercepat perekonomian Provinsi Jawa Barat. Sektor-sektor yang nilairata-ratanya proportional positif adalah (a) sektor lapangan usaha transportasi, (b) kontrusi, (c) Jasa keuangan dan asuransi, (d) Jasa pendidikan, (e) pertanian, kehutanan dan perikanan, (f) penyediaan akomodasi dan makan minum, (g) jasa kesehatandan kegiatan sosial, (h) jasa perusahaan, (i) real estat, (j) admin pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib dan (k) pengadaan listrik dan gas. Pada nilai rata-rata Komponen Pertumbuhan DiďŹ&#x20AC;erential (Dj) terdapat 10 sektor lapangan usaha yang mempunyai nilai positif yaitu (1) industri pengolahan (2) jasa pendidikan (3) informasi dan komunikasi (4) penyedia akomodasi dan makan minum (5)perdag besar dan eceran, reparasi mobil dan motor (6) pengadaan listrik dan gas (7) jasa kesehatan dan kegiatan sosial (8) jasa keuangan dan asuransi (9) kontruksi (10) pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang. Ini berarti kesepuluh sektor tersebut mempunyai peranan penting terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat.
3
Berdasarkan tipologi pembagian sektor ekonomi lapangan usaha di Provinsi Jawa Barat masing-masingsektor tingkat kepotensialannya cukup berpariatif. Pada Tipologi I Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat tidak ada yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan istimewa. Pada Tipologi II sektor ekonomi lapangan usaha Provinsi Jawa Barat dengan tingkat kepotensialan diantaranya industri pengolahan dan perdagangan besar dac eceran serta reparasi mobil dan motor. Pada Tipologi III Sektor ekonomi lapangan usaha di yang mendapatkan nilaitingkat kepotensialan baik diantaranya transportasi dan pergudangan. Pada Tipologi V Sektor ekonomi lapangan usaha di Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan cukup diantaranya pengadaan listrik dan gas, kontruksi, penyedia akomodasi dan makan minum, jasa keuangan dan asuransi, jasa
pendidikan dan jasa kesehatan serta kegiatan sosial. Pada Tipologi VI sektor ekonomi lapangan usaha Jawa Barat nilai tingkat kepotensialan hampir dari cukup diantaranya pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang dan informasi komunikasi. Tipologi VII Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan kurang adalah sektor lapangan usaha pertanian, kehutanan, perikanan; real estat, jasa perusahaan, admin pemerintahaan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Pada Tipologi VIII Sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan nilai tingkat kepotensialan kurang sekali adalah sektor pertambangan dan penggalian.
Saran
1
Provinsi Jawa Barat pada saat mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang strategis dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonominya, seharusnya tidak melewatkan peranan sektor yang tergolong non basis. Karena diharapkan dengan pengembangan sektor potensial akan mampu merangsang per tumbuhan sektor non potensial sehingga semua sektor ekonomi bersama-sama mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Manzaliati, Asfi, dkk , 2012, Telaah Kritis Pembiayaan Agribisnis Pada Kontak Tani, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Vol.4, No2, November 2012 Mujib Saerofi, (2005) “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang” (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT),. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Rosyidi, Suherman (2006), Pengantar Teori Ekonomi,Pendekatan Kep ada Ekonomi Makrodan Mikro Ekonomi,PT Rajawali Press, Jakarta. Sukirno, Sadono (2011),Makro Ekonomi, Teori Pengantar, PT Rajawali Press, Jakarta Tarigan, Robinson Drs. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT.Bumi Aksara. Tarigan, Robinson Drs. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (edisi revisi).Jakarta : PT. Bumi Aksara Yulianta, Ana (2007) Analisis Sektor Unggulan Dan Pengeluaran Pemerintah Di Kabupaten Ogan KomeringIlir, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Hal. 70-85
2
Perlunya pengembangan sektor-sektor yang s t r a t e g i s pa d a P ro v i n s i Ja w a B a r a t terintegrasi tanpa mengabaikan peranan sektor yang tergolong non basis dengan per tumbuhan lambat. Sehingga sektor ekonomi bersama-sama dapat mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad,Lincolin (1999)Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta. BPS. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat2011-2051”. BPS Jakarta, 2016
Foto: Humas Bappeda
Budiharsono, Sugeng. 2005. TeknikAnalisis PembangunanWilayah Pesisir dan Lautan.Pradnya Paramita. Jakarta. Daryanto, A. (2004). Keunggulan DayaSaing dan TeknikIdentifikasiKomoditas Unggulan Dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional. JAgrimedia, 9 (2), 51-62 Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
33
Foto: Humas Bappeda
Kebutuhan Teknologi Pertanian (Padi, Jagung, Kedelai) Spesiď&#x20AC; kasi Lokasi Jawa Barat
oleh Lulu Labida* Putri Nuristi**
*) Calon Peneliti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Barat **) Guru SMK Pertanian Lembang
WAWA S A N PERENCANAAN
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
35
U
ntuk mendukung peningkatan produksi ekonomi pertanian seperti diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2013-2018, maka diperlukan teknologi yang sesuai dengan kondisi Jawa Barat. IndentiďŹ kasi kebutuhan teknologi pertanian khususnya padi, jagung dan kedelai telah dilaksanakan melalui Focus Group Discussion (FGD) pada bulan September sampai dengan November 2016 dengan hasil sebagai berikut: (1) Kebutuhan teknologi padi saat ini adalah mekanisasi per tanian, dimulai dari pengolahan tanah, penanaman, pengendalian haa, dan penanganan panen dan pasca panen.(2) Kebutuhan teknoogi jagung adalah: benih unggul yang dapat diproduksi sendiri/ kelopok penangkar; mekaniasasi pertanian, dimulai dari pengolahan tanah, penanaman, pengendalian hama, dan penanganan panen dan pasca panen; dan teknologi pengendalian penyakit. (3) Kebuuhaan teknologi produksi kedelai adalah: varietas unggul baru yang tahan kekurangan air, berumur pendek (kurang dari 100 hari); teknologi cara tanam dan pengendalian hama; teknologi panen dan pasca panen. Implikaasi dari hasil kajian ini adalah, perencanaan peeningkatan produksi padi, jagung daan kedeli perlu mengacu kepada kebutuhan teknologi tersebut.
Pendahuluan Misi kedua Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018, menyatakan â&#x20AC;&#x153;Membangun Perkonomian yang Kokoh dan Berkeadilanâ&#x20AC;?. Untuk mewjudkan misi tersebut pada Bidang Pertanian dilaksanakan melalui: strategi per tama, mempertahankan dan menggantikan luas baku lahan sawah yang beralih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian dengan arah kebijakan mencetak lahan sawah baru untuk mencapai lahan p e r t a n i a n b e r ke l a n j u t a n . St r a te g i ke d u a , meningkatkan produksi, inovasi dan nilai tambah hasil pertanian, perkebunan dan peternakan, dengan arah kebijakan (a) meningkatkan produksi, inovasi dan nilai tambah hasil per tanian, perkebunan dan peternakan, dengan arah (b) peningkatan kinerja sumber daya dan
36
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
ABSTRAK
kelembagaan per tanian, perkebunan dan peternakan; (c) peningkatan kuantitas pengendalian hama dan penyakit tanaman dan ternak; (d) pengembangan usaha dan sarana prasarana pengolahan serta pemasaran produk pertanian, perkebunan, dan peternakan. Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran setiap misi dilaksanakan melalui 10 (sepuluh) skenario pembangunan Common Goals berbasis tematik sektoral, dimana sektor pertanian Berada pada Common Goals ke lima yaitu â&#x20AC;&#x153;Meningkatkan ekonomi pertanianâ&#x20AC;? melalui : (1) Jawa Barat sebagai sentra produksi benih/bibit nasional; (2) Pengembangan agribisnis, forest business, marine business, dan agroindustri; (3) Perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, pemenuhan 13 juta ton GKG dan swasembada protein hewani; (4) Jawa Barat bebas rawan pangan; (5) Meningkatnya dukungan infrastruktur (jalan, jembatan dan irigasi) disentra produksi pangan. Untuk mendukung pelaksanaan Misi dan Common Goals diperlukan inovasi dan teknologi per tanian, sebagaimana disampaikan oleh Lembaga Penelitian Pertanian (2012), FAO (1994), RiďŹ anto (2005) dan Adnyana et. al., (1999) bahwa teknologi pertanian mempunyai peran strategis dalam mendukung pencapaian target pembangunan per tanian dalam upaya memecahkan masalah-masalah petani. Masih rendahnya produksi pertanian dan pendapatan petani di Jawa Barat disebabkan oleh m a s i h re n d a h n y a p e n g g u n a a n te k n o l o g i per tanian, khususnya menggunakan input produksi dibawah rekomendasi. Di sisi lain, lambannya penggnaan teknologi selain dipengaruhi oleh kinerja teknologi itu sendiri, baik terkait dengan aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat atau spesiďŹ k lokasi untuk mendorong dan mempercepat penggunaan teknologi sehingga produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat. Pendapat lain menyatakan bahwa relatif rendahnya penggunaan teknologi pertanian berhubungan dengan: (1) hasil-hasil penelitian tidak sampai kepada para petani atau hasil-hasil p e n e l i t i a n te r s e b u t s a m pa i ke pa d a y a n g bersangkutan, tetapi tidak tepat waktu; (2) hasilhasil penelitian tidak sesuai dengan kebutuhan
Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
37
KEBUTUHAN TEKNOLOGI PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI
Foto: Humas Bappeda
Berdasarkan hasil kesepakatan FGD tingkat Provinsi, bahwa komoditas pertanian unggulan di Jawa Barat untuk tanaman pangan adalah padi, jagung dan kedelai. Sentra produksi padi di Propinsi Jawa Barat terdapat di 17 kabupaten termasuk kota Tasikmalaya dan kota Banjar, 15 kabupaten kecuali Bekasi dan Cirebon untuk padi ladang. Sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat terdapat di Bogor, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka. Sedangkan sentra produksi kedelai ada di kabupaten Garut, Cianjur, Ciamis, Kuningan, Majalengka dan Karawang. petani untuk memecahkan permasalahan dalam berusaha tani; (3) metodologi diseminasi hasil penelitian/pengkajian tidak sesuai dengan cara petani belajar; (4) petaninya tidak memiliki modal untuk menerapkan teknologi; dan (5) tidak ada insentif menarik bagi petani mengadopsi teknologi yang diintroduksi (Irawan, 2004; Lakitan (2009). Atas dasar kondisi di atas sudah saatnya bahwa penelitian dan pengkajian serta materi yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan petani, rekayasa teknologi spesifik lokasi, yaitu teknologi yang dirakit betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah setempat (Sudaryanto, et al., 2005) Berdasarkan informasi di atas, maka tujuan dari kajian ini adalah: Melakukan identifikasi kebutuhan teknologi komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi yang dibutuhkan pengguna. Kajian ini menggunakan metoda Focus Group Discusion (FGD) yang ditujukan untuk penetapan komoditas pertanian unggulan daerah untuk penggalian informasi perkembangan pelaksanaan program pengembangan komoditas unggulan ser ta melakukan penelaahan data/informasi (kondisi terkini, kaitan dengan unggulan nasional, prospek ke d e pa n ) d a n m e m a n t a p k a n i d e n t i fi k a s i kebutuhan teknologi pertanian spesifik lokasi. Data diperoleh melalui pendekatan FGD dengan peserta terdiri atas Peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Prtanian Jawa Barat, Perencana, Penyuluh, Dinas pertanian dan kontaak tani, untuk menelaah sumber ketersediaan teknologi dan selanjutnya disosialisasikan hasil telaahan tersebut dengan pemangku kepentingan terkait sehingga dapat dihasilkan umpan balik. 38
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Berdasarkan hasil FGD dihasilkan bahwa pengumpulan data kebutuhan teknologi spesifik lokasi ditetapkan di salah satu sentra produksi yaitu padi (Majalengka); Jagung (Kab. Garut dan Kab. Bandung) dan Kedelai (kabupaten Ciamis). Hasil identifikasi kebutuhan teknologi spesifik lokasi untuk komoditas padi, jagung dan kedelai diuraikan sebagai berikut:
Komoditas Padi Kegiatan usaha tani padi di Jawa Barat sudah tergolong baik, sebagian besar petani sudah menerapkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Beberapa komponen PTT seperti varietas unggul baru, benih bermutu, tanam jajar legowo, penggunaan bibit 2-3 batang per rumpun, pemupukan berimbang, panen tepat waktu mengunakan sabit bergerigi, dan penangan pasaca panen dengan perontok sederhada (digebot dan pedal threser) serta penggunaan terpal bertirai sudah dilakukan. Penggunaan teknologi oleh petani padi di Jawa Barat diatas merupakan dampak dari sebagian besar petani di Jawa Barat telah mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Namun demikian masih ada beberapa teknologi yang dibutuhkan seperti disajikan pada Tabel 1. Foto: Istimewa
Tabel 1. Hasil FGD Kebutuhan Teknologi Padi di Jawa Barat
Keterangan: Data FGD Tahun 2016
Komoditas Jagung Komoditas jagung saat ini masih merupakan komoditas strategis kedua setelah padi, karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku industri pangan maupun industri pakan ternak khususnya pakan ternak ayam. Komoditas jagung dengan luasan areal pertanaman terbesar dan hasil produksi tertinggi berada di Kab. Bandung. Hasil FGD penggalian kebutuhan teknologi pada Komoditas Jagung di Jawa Barat disajikan pada Tabel 2.
Foto: Istimewa
Tabel 2. Kebutuhan teknologi spesiďŹ k lokasi komoditas jagung di Jawa Barat
Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
39
Keterangan: Data FGD Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa kebutuhan teknologi tepat guna spesiďŹ k lokasi Jawa Barat khususnya di kabupaten Bandung, meliputi bibit unggul/benih bermutu yang seragam, teknologi alat/mesin tanam, teknologi pemupukan, teknologi PHT (pengendalian hama terpadu), teknologi asintan pemipilan yang lebih praktis dan eďŹ&#x192;sien dan teknologi pasca panen (pengeringan). Hal ini didasarkan karena bibit jagung hibrida yang ditanam petani saat ini harganya mahal dan memerlukan biaya input produksi yang tinggi, selain itu juga mutunya tidak seragam sehingga tongkol jagung yang dihasilkan tidak memiliki kualitas yang seragam. Oleh sebab itu petani menginan ada varietas yang lebih unggul baik dari segi ekonomis maupun kualitasnya. Penggunaan benih bermutu yaitu benih bersertiďŹ kat dengan vigor tinggi merupakan langkah awal menuju keberhasilan dalam usaha tani jagung.
Usaha tani jagung di Jawa Barat tergolong masih sederhana. Hal ini tercermin dari teknologi yang diterapkan masih sederhana dan cenderung hasil buatan sendiri serta masih belum digunakannya mesin pertanian (seperti hand tractor atau mesin perontok hasil panen dengan kapasitas besar), pengaturan komposisi input produksi (benih, pupuk dan obat-obatan) yang masih belum berimbang sampai pengaturan tenaga kerja yang cenderung selalu kesulitan dalam setiap tahapan usaha tani. Pola produksi yang demikian tentu mempengaruhi tingkat penerimaan dan pendapatan petani dari usaha tani yang dilakukan. Penggunaan benih umumnya menggunakan hibrida (Pioneer, Bisi, Syngenta, Dupon) karena sudah terbukti potensi hasil mencapai 12-13 ton/ha dan rata-rata produksi yang sudah dicapai 7 ton/ha. Penggunaan benih hibrida sudah berkembang pesat di kalangan petani, hal ini disebabkan para petani sudah merasakan peningkatan terhadap hasil panen jagung dalam beberapa tahun terakhir. Pola penyebaran varietas benih oleh masyarakat sering tergantung hasil panen terbesar pada dusun atau desa tersebut dan penyebaran berlangsung dengan people to people contact (mulut-ke mulut). Penggunaan input produksi lain seperti pupuk dan obat-obatan secara umum sama dengan petani kebanyakan di daerah lain, namun
Foto: Humas Bappeda
40
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
pengaturan komposisinya saja yang masih belum berimbang. Belum berimbang (optimalnya) penggunaan pupuk dan obat dikarenakan pengetahuan petani tentang pemupukan spesiďŹ k lokasi masih kurang, dan kurangnya informasi dari petugas lapangan. Terdapat beberapa kendala dalam melakukan usaha tani jagung di Kecamatan Nagreg, diantaranya adalah harga benih di kios masih mahal, kesulitan tenaga kerja buruh pada saat pengolahan tanah dan penanaman, serta kesulitan d a l a m p e n g e r i n g a n ke t i k a m u s i m h u j a n . Berdasarkan masalah yang timbul di petani, maka kebutuhan teknologi benih unggul yang murah, teknologi alat/mesin tanam/panen sederhana, teknologi rekomendasi pemupukan spesiďŹ k lokasi, PHT, dan Teknologi pasca panen, adalah yang sangat dibutuhkan oleh petani jagung di Jaawaa Barat.
Foto: Istimewa
Komoditas Kedelai Kedelai merupakan salah tanaman polongpolongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, tempe, dan lain-lain. Propinsi Jawa Barat menetapkan kedelai sebagai komoditas unggulan daerah dan akan mengembangkan perbenihan kedelai pada Tahun 2017. Sentra produksi kedelai terdapat di kabupaten Garut, Cianjur, Indramayu, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, Majalengka dan Sukabumi .
Tabel 5. Hasil FGD kebutuhan teknologi spesiďŹ k lokasi komoditas kedelai di Jawa Barat
Keterangan: Data FGD Tahun 2016 Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
41
Foto-foto: Humas Bappeda
Kesimpulan
1
Masalah dalam peningkatan pendapatan petani dan produksi padi di Jawa Barat adalah: (1) Tenaga kerja mengolah tanah semakin berkurang; (2) kehilangan hasil panen yang tinggi. Sehingga kebutuhan teknologi saat ini adalah mekaniasasi pertanian, dimulai dari pengolahan tanah, penanaman, pengendalian hama, dan penanganan panen dan pasca panen.
2
Masalah dalam peningkattan pendapatan petani dan produksi jagung di Jawa Barat adalah: (1) harga benih yang mahal dan tidak dapat diproduksi sendiri (benih jagung hibrida); (2) tenaga kerja; (3) penngeringan saat panen di usim hujan, dan (4) pengendlian penyakit bulir. Sehingga kebutuhan teknooginya adalah: (1) benih unggul yang dapat diproduksi sendiri/ kelopok penangkar; (2) mekaniasasi pertanian, dimulai dari pengolahan tanah, penanaman, pengendalian haa, dan penanganan panen dan pasca panen; dan (3) teknologi pengendalian penyakit.
3
Masalah dalam peningkatan pendapatan petani dan produksi kedelai di Jawa Barat adalah: (1) produktivitas rendah, benih bermutu sulit diperoleh; (2) tenaga kerja sulit; (3) sumber air terbatas; (4) pengendalian hama, dan (5) kehilangan hasil tinggi. Sehingga teknologi yang dibutuhkan adalah: (1) varietas unggul baru yang tahan kekurangan air, berumur pendek (kurang dari 100 hari); (2) teknologi cara tanam dan pengendalian hama; (3) teknologi panen dan pasca panen.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana, et al. 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan PengembanganPeningkatan Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke
42
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Depan. LaporanTeknis Pusat Penelitian dan Pe n g e m b a n g a n Ta n a m a n Pa n g a n . LitbangPertanian. Bogor. Arief Subekti (2008), Prosiding Seminar Teknologi VII. Jakarta. Lembaga Penelitian Pertanian. 2013. Panduan Umum IdentiďŹ kasi Kebutuhan Teknologi SpesiďŹ k Lokasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2012. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tahun 2012. FAO. 1994. Farming Systems Development. A Participatory Approach to Helping Small Scale Farmers. Food and Agriculture Organization ot the United Nations. Rome. Irawan, B. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Makalah (yang telah disempurnakan) disampaikan p a d a Wo r k s h o p P r i m a Ta n i , y a n g diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian pertanian di Ciawi, 2004. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Lakitan, B. 2009 Kontribusi Teknologi dalam Pencapaian Ketahanan Pangan 1. Makalah Utama pada Seminar Hari Pangan Sedunia, Jakarta 12 Oktober 2009. Kementerian N e g a r a R i s e t d a n Te k n o l o g i . http://benyaminlakitan.ďŹ les.wordpress.co m/2012/04/20091012-makalah-haripangan-sedunia.pdf Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007.Ekonomi kedelai di Indonesia. hlm. 127. Dalam Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Foto: Humas Bappeda
44
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
WAWA S A N PERENCANAAN
KONDISI ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) PENDIDIKAN MENENGAH DI JAWA BARAT
oleh Hana Riana Permatasari (Calon Peneliti Bappeda Provinsi Jawa Barat) Suciati Nurhartati (Guru SPP SMK Pu Bandung)
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab APM tidak tercapai dan kondisi APM di perkotaan dan kabupaten. Kajian dilaksanakan dengan metoda deskriptif dengan menggunakan data skunder dan studi literatur. Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
45
ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab APM tidak tercapai dan kondisi APM di perkotaan dan kabupaten. Kajian dilaksanakan dengan metoda deskriptif dengan menggunakan data skunder dan studi literatur. Hasil kajian menunjukkan: (1) Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah sehingga diperlukan upaya berupa Program/Kegiatan yang dapat menunjang peningkatan APM Pendidikan Menengah, baik dari segi sumber daya manusia, infrastruktur, dan lainlain; (2) APM Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sehingga Pemerintah harus optimis bahwa APM Pendidikan Menengah di Jawa Barat dapat meningkat ditunjang dengan Program/Kegiatan yang memadai; (3) Rendahnya pencapaian APM di Jawa Barat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor: (a) kemiskinan penduduk; (b) kapasitas fiskal Pemda; (c) faktor geografi (jarak ke sekolah yang jauh); (d) ketersediaan layanan pendidikan (rasio jumlah anak usia 16-18 tahun per ruang kelas SMA/SMK; dan (e) tingkat pendidikan penduduk; (3) Kondisi APM Pendidikan Menengah di wilayah Kota lebih baik dibandingkan kondisi APM di wilayah Kabupaten, sehingga Pemerintah Provinsi perlu lebih memfokuskan Program/Kegiatan yang menunjang pada peningkatan APM Pendidikan Menengah di wilayah Kabupaten.. Untuk meningkatkan APM sekolah menengah di Jawa Barat diperlukan: (1) Upaya pemecahan masalah rendahnya APM sekolah menengah di Jawa Barat; (2) Pembebasan segala jenis pungutan di sekolah terutama bagi anak dari keluarga miskin; (3) Pemerintah perlu menyediakan subsidi untuk segala keperluan sekolah terutama bagi sekolah yang siswanya banyak berasal dari keluarga miskin, seperti beasiswa miskin, dan beasiswa; (4) Peningkatan pengelolaan BOS dan kartu pintar; (5) Meningkatkan akses anak ke Sekolah menengah; dan (6) Sosialisasi pentingnya sekolah kepada masyarakat. Kata Kunci: Angka Partisipasi Murni, Pendidikan Menengah, Standar Pelayanan Minimal
46
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga dengan adanya pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia semakin meningkat (Todaro, 2011)
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga dengan adanya pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia semakin meningkat (Todaro, 2011). Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap terhadap pertumbuhan ekonomi (Kemendikbud, 2016; Bol, 2015), yang pada akhirnya daya saing masyarakaat Jawa Barat khususnya, umumnya bangsa Indonesia. Menyadari pentingnya peningkatan sumberdaya manusia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Misi Pertama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode Tahun 2013-2018 yaitu “Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing”, dengan sasaran meningkatnya aksesibilitas dan kualitas pendidikan yang unggul, terjangkau, dan merata (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2013). Berdasarkan kewenangan pengelolaan pendidikan yang mengacu kepada UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014, pengelolaan pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus (SLB) berada pada Pemerintah Daerah Provinsi. Sebagai tindak lanjut dari UndangUndang tersebut, maka alih kelola SMA/SMK telah dimulai sejak Tahun 2016, dengan demikian apabila dilihat partisipasi usia sekolah bagi masyarakat Jawa Barat sepenuhnya berada pada tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai proporsi penduduk pada kelompok umur jenjang
Foto: Humas Bappeda
pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. APM menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya. Jika APM = 100, berarti seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu (BPS, 2017). APM sekolah menengah di Jawa Barat adalah baru tercapai sebesar 52,18 persen pada tahun ajaran 2015-2016, artinya baru 50 peren lebih penduduk Jawa Barat yang telah memanfaatkan fasilitas pendidikan sekolah menengah dari selurh penduduk Jawa Barat pada usia 16-18 tahun, dari target minimal sebesar 60 persen berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah. Permasalahannya adalah standar pelayanan minimal bagi APM sekolah menengah di Jawa Barat tidak tercapai, dan bagaimana kondisi APM di wilayah perkotaan dan kabupaten. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab APM tidak tercapai dan kondisi APM di perkotaan dan kabupaten. Kajian dilaksanakan dengan metoda deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan studi literatur. Hasil kajian ini d i h a r a pa n d a t a d i j a d i k a n re f e re n s i ba g i perencanaan pendidikan ke depan.
KESESUAIAN CAPAIAN APM DENGAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN MENENGAH Untuk APM idealnya adalah 100 persen berarti semua siswa bersekolah sesuai usia dan jenjang pendidikan. Makin tinggi APM berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah sesuai dengan usia resmi di suatu daerah dan di tingkat pendidikan tertentu. Bila nilai APM lebih besar dari 100% karena adanya siswa usia sekolah dari luar daerah bersekolah di daerah tertentu karena lokasi sekolah di daerah kota atau daerah perbatasan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Pasal 4 Ayat (1), salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah yaitu 60 persen anak dalam kelompok usia 16 sampai dengan 18 tahun bersekolah di SMA/MA dan SMK. Capaian Angka Partisipasi Murni (APM) Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan atau rata-rata Provinsi serta data APM seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun Ajaran 2013/2014 sebesar 44,71 persen, Tahun 2014/2015 45,89 persen, dan Tahun 2015/2016 sebesar 52,18 persen dari target berdasar SPM sekolah menengah 60 persen. Berdasarkan data tersebut di atas, APM sekolah menengah di Jawa Barat telah terjadi peningkatan setiap tahunnya. Tren kenaikan APM Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
47
sekolah menengah setiap tahun ajaran selalu meningkat dengan signiďŹ kan, sehingga pada tahun ajaran 2018/2019 Jawa Barat akan mencapai target SPM bagi sekolah menengah. Faktor-faktor yang terkait dengan rendahnya pencapaian APM dalam pengkajian ini dianalisis dengan menggunakan data sekunder dan hasil studi literatur. Mengacu kepada hasil penelitian Nur Berlian VA (2011). Rendahnya pencapaian APM di Jawa Barat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor: (1) kemiskinan penduduk; (2) kapasitas ďŹ skal Pemda; (3) faktor geograďŹ (jarak ke sekolah yang jauh); (4) ketersediaan layanan pendidikan (rasio jumlah anak usia 16-18 tahun per ruang kelas SMA/SMK; dan (5) tingkat pendidikan penduduk. Beberapa penelitian yang terkait antara lain hasil penelitian Yamin dan Suyidno (2014) yang menyatakan bahwa daya tarik siswa bersekolah
rendah, pemahaman guru terhadap angka partisipasi dalam pendidikan rendah, siswa yang berasal dari luar daerah dan usia kurang/lebih dari usia sekolah yang cukup banyak sehingga ini kemudian berdampak bagi rendahnya partisipasi dalam pendidikan, siswa tidak naik kelas dan drop out juga besar sehingga ikut memberikan sumbangan besar bagi rendahnya APK/APM, dan banyak siswa yang tidak melanjutkan sekolah akibat rendahnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan sebagai bekal masa depan.
PERBANDINGAN ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) ANTARA KABUPATEN DAN KOTA Gambaran kondisi Angka Partisipasi Murni (APM) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dari Tahun Ajaran 2013/2014 sampai dengan Tahun Ajaran 2015/2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun Ajaran 2013/2014 s.d. 2015/2016
Sumber: Kemendikbud
48
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Hampir seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi SPM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir, kecuali Kabupaten Kuningan yang dapat mencapai angka 60,58 % pada Tahun Ajaran 2015/2016
Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
49
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa hampir seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi SPM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir, kecuali Kabupaten Kuningan yang dapat mencapai angka 60,58 persen pada Tahun Ajaran 2015/2016. Sedangkan hampir seluruh Kota di Provinsi Jawa Barat telah mencapai SPM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir, yaitu Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar, kecuali Kota Bekasi yang baru mencapai SPM pada Tahun Ajaran 2014/2015 dan 2015/2016 serta Kota Depok yang baru mencapai SPM pada Tahun Ajaran 2015/2016. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi ketimpangan kualitas pendidikan menengah di wilayah kabupaten dan wilayah kota. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan menengah di wilayah perkotaan lebih baik dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan GriďŹ&#x192;ths (1982) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah pendidikan di pedesaan, seperti infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan, faktor psikologis anak seperti rasa malas untuk bersekolah, serta faktor ekonomi keluarga. Apabila dilihat setiap tahun ajaran, pada Tahun Ajaran 2013/2014, Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah terendah yaitu Kabupaten Sukabumi sedangkan Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah tertinggi yaitu Kota Sukabumi. Pada Tahun Ajaran 2014/2015, posisi APM pendidikan menengah tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu terendah di Kabupaten Sukabumi dan tertinggi di Kota Sukabumi. Berdasarkan peringkat terendah dan tertinggi dua tahun ajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun dua wilayah terletak pada posisi yang dekat, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi, nilai APM dapat berbeda signiďŹ kan. Sementara pada Tahun Ajaran 2015/2016, Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah terendah yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah tertinggi yaitu Kota Bogor. Apabila dilihat dari peningkatan, sebagian besar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan APM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir. Kabupaten/Kota yang mengalami peningkatan APM pendidikan menengah secara signiďŹ kan yaitu
50
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Kota Bogor yang mengalami peningkatan sekitar 10 poin lebih, yaitu dari 73,06 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015 menjadi 83,55 pada Tahun Ajaran 2015/2016. Sedangkan beberapa Kabupaten/Kota yang mengalami penurunan APM pendidikan menengah antara lain: Kabupaten Kuningan dari 58,39 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 58,38 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Majalengka dari 44,31 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015 menjadi 43,20 persen pada Tahun Ajaran 2015/2016; Kabupaten Purwakarta dari 40,21 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 36,44 persen
Foto: Humas Bappeda
pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Karawang dari 47,07 persen pada Tahun 2013/2014 menjadi 47,00 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Bekasi dari 53,04 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 50,58 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Pangandaran dari 35,09 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 34,68 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kota Sukabumi dari 80,10 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 77,82 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kota Cirebon dari 73,95 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 72,55 persen pada Tahun
Ajaran 2014/2015; Kota Tasikmalaya dari 70,97 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015 menjadi 70,23 persen pada Tahun Ajaran 2015/2016; serta Kota Banjar dari 65,89 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 65,12 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penurunan APM pendidikan menengah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat sebagian besar terjadi dari Tahun Ajaran 2013/2014 ke Tahun Ajaran 2014/2015 dengan selisih paling besar yaitu berada di Kabupaten Purwakarta sebesar 3,77 poin.
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
51
Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah
2
eda
app
as B
:
o Fot
m Hu
KESIMPULAN
1
Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah. Sehingga diperlukan upaya berupa Program/Kegiatan yang dapat menunjang peningkatan APM Pendidikan Menengah, baik dari segi sumber daya manusia, infrastruktur, dan lainlain;
52
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
APM Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sehingga Pemerintah harus optimis bahwa APM Pendidikan Menengah di Jawa Barat dapat meningkat ditunjang dengan Program/Kegiatan yang memadai;
3
Rendahnya pencapaian APM di Jawa Barat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor: (1) kemiskinan penduduk; (2) kapasitas ďŹ skal Pemda; (3) faktor geograďŹ (jarak ke sekolah yang jauh); (4) ketersediaan layanan pendidikan (rasio jumlah anak usia 16-18 tahun per ruang kelas SMA/SMK; dan (5) tingkat pendidikan penduduk
4
Kondisi APM Pendidikan Menengah di wilayah Kota lebih baik dibandingkan kondisi APM di wilayah Kabupaten, sehingga Pemerintah Provinsi perlu lebih memfokuskan Program/Kegiatan yang menunjang pada peningkatan APM Pendidikan Menengah di wilayah Kabupaten.
Pemerintah perlu menyediakan subsidi untuk segala keperluan sekolah terutama bagi sekolah yang siswanya banyak berasal dari keluarga miskin, seperti beasiswa miskin, dan beasiswa;
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai. Bol, T. (2015). Has Education Become More Positional? Education Expansion and Labour Market Outcomes, 1985-2007. Acta Sociologica. Vol. 58 (2), p. 105-120. GriďŹ&#x192;ths. (1982). Masalah Pendidikan di Pedesaan. Jakarta: UNESCO.
SARAN 1.
Upaya pemecahan masalah rendahnya APM sekolah menengah di Jawa Barat;
2.
Pembebasan segala jenis pungutan di sekolah terutama bagi anak dari keluarga miskin;
3.
Pemerintah perlu menyediakan subsidi untuk segala keperluan sekolah terutama bagi sekolah yang siswanya banyak berasal dari keluarga miskin, seperti beasiswa miskin, dan beasiswa;
4.
Peningkatan pengelolaan BOS dan kartu pintar;
5.
Meningkatkan akses anak ke sekolah menengah;
6.
Sosialisasi pentingnya sekolah kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). APK/APM Tahun 2013/2014. Ja k a r t a : P u s a t D a t a d a n St a t i s t i k Pendidikan. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan. Lestari, N.A. (2014). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah serta Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama: Data Panel 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2006 hingga 2011. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Nur Berlian, VA. (2011). Faktor-faktor yang Terkait dengan Rendahnya Pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 1, Januari 2011 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 20132018.
___________________________________ (2015). APK/APM Tahun 2014/2015. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
Robandi, B dkk. (2014). Landasan Pendidikan. Bandung: Jurusan Pedagogik FIP UPI.
___________________________________ (2016). APK/APM Tahun 2015/2016. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
Todaro, M.P. & Smith, S.C. (2011). Pembangunan Ekonomi Edisi Kesebelas Jilid I. Jakarta: Erlangga.
_____________________________________(2013). Indikator Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
Yamin, M. & Suyidno. (2014). Kajian tentang Faktor Penyebab Rendahnya Ketercapaian APM dan APK Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah di Kabupaten Banjar. Banjarmasin: Balitbangda Kalsel.
_____________________________________(2016). Modul Diklat Perencanaan. Jakar ta: Pusat
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
53
WAWA S A N PERENCANAAN
Memahami Konsep Land Banking (Bank Tanah) Sebagai Alat untuk Mempercepat Implementasi Pembangunan Oleh: Muhammad Raihan Aď&#x20AC; f (Tenaga Teknis Pengelola Data Geospasial pada Bidang Fisik Bappeda Jawa Barat)
Foto: Humas Bappeda
PENDAHULUAN
S
liberalisasi tanah baik secara sadar maupun tidak sadar yang menyebabkan harga tanah melonjak karena seringkali diserahkan kepada mekanisme pasar.
Sulitnya memperoleh lahan, khususnya di daerah perkotaan, disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya ialah laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, keterbatasan lahan di perkotaan yang disebabkan oleh tingginya angka urbanisasi penduduk, serta terjadinya
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa jumlah penduduk dunia pada tahun 1963 yang tercatat sebanyak 3,195 miliar orang menanjak pesat menjadi 7,125 miliar orang pada tahun 2013. Laporan Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertajuk â&#x20AC;&#x153;Prospek Populasi Dunia: Revisi 2012â&#x20AC;? bahkan menyatakan bahwa penduduk dunia akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun 2025 dan diperkirakan mencapai 9,6 miliar jiwa pada tahun 2050. Lebih parah lagi, PBB memprediksi pada Tahun 2050, 66 persen atau dua per tiga penduduk dunia akan tinggal di perkotaan.
alah satu permasalahan mendasar dari perencanaan dan implementasi pembangunan, terutama di kawasan perkotaan, ialah semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Proses pembebasan lahan seringkali memerlukan waktu yang lama, bahkan terkadang mandek, sehingga menyebabkan terhambatnya program-program pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik.
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
55
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat percepatan urbanisasi tertinggi di dunia. Menurut Bank Dunia, pada tahun 2025 diperkirakan 68 persen penduduk tinggal di perkotaan, meningkat pesat dari tahun 2012 yang hanya 52 persen. Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu pusat perekonomian nasional pada tahun 2013 memiliki tingkat laju pertumbuhan penduduk senilai 1,78 persen dan diperkirakan akan menjadi provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan tertinggi kedua setelah DKI Jakarta. Jika ditinjau dari segala fasilitas yang ada, tanah di perkotaan memang memiliki nilai strategis lebih tinggi dibandingkan dengan tanah di pedesaan. Kelengkapan fasilitas, infrastruktur dan kemudahan aksesibilitas membuat banyak masyarakat ingin tinggal di kawasan perkotaan. Akibatnya kebutuhan akan tanah di kawasan perkotaan meningkat pesat. Meningkatnya jumlah penduduk di daerah perkotaan mendesak penerapan manajemen pertanahan sehingga tanah yang bersifat statis dapat menyediakan kebutuhan dasar penduduk di perkotaan.
Tanah/lahan telah dijadikan komoditas yang memicu terjadinya liberalisasi tanah, akibat kurangnya aturan dan keterlibatan pemerintah di dalam mekanisme jual beli tanah.
Jumlah ketersediaan tanah yang statis dan t i d a k m a m p u m e n y o ko n g t i n g g i n y a l a j u p e r m i n t a a n a k a n t a n a h d i p e r pa r a h o l e h pergeseran ekonomi politik dari ekonomi kerakyatan ke ekonomi kapitalis neoliberalis belakangan ini. Tanah/lahan telah dijadikan komoditas yang memicu terjadinya liberalisasi tanah, akibat kurangnya aturan dan keterlibatan pemerintah di dalam mekanisme jual beli tanah. Akibatnya, harga tanah melambung tinggi karena ulah permainan spekulan tanah. Akibat selanjutnya, pembangunan ďŹ sik di segala bidang tersendat dikarenakan pembebasan lahan berjalan lambat dan terkatung-katung.
56
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Ketidakseimbangan antara supply dan demand dan juga kurangnya intervensi terhadap jual beli tanah mengakibatkan harga tanah di kawasan perkotaan pun melonjak. Dengan harga tanah yang sangat tinggi tentu sulit untuk membangun perumahan yang terjangkau MBR di kawasan perkotaan, sedangkan di sisi lain daerah perkotaan menyediakan berbagai fasilitas dan lapangan pekerjaan yang mengundang masyarakat berbondong-bondong untuk tinggal ke daerah perkotaan. Kondisi tersebutlah yang kemudian tidak jarang membuat masyarakat berpenghasilan rendah membangun rumah seadanya. Jika dibiarkan, hal ini tentu menimbulkan masalah lain di perkotaan yaitu permukiman kumuh, kriminalitas tinggi, perumahan rawan kebakaran, dan masalah lainnya. Di dalam pembukaan UUD 1945 dicantumkan secara jelas bahwa Negara Republik Indonesia bertujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta menjaga ketertiban dunia. Untuk itu, pada dasarnya Negara berkewajiban untuk dapat memenuhi hak-hak dasar bagi warganya seperti tempat tinggal, pekerjaan yang layak, bahan makan yang cukup dan lingkungan yang memadai sehingga Negara dituntut dapat memanfaatkan setiap jengkal tanahnya secara optimal sehingga berbagai permasalahan yang disebabkan oleh keterbatasan lahan di daerah perkotaan tersebut dapat diatasi dengan optimal. Selain itu, implementasi pembangunan juga tidak dapat serta-merta berjalan sesuai dengan rencana. Di dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2 0 1 2 t e n t a n g P e n y e d i a a n Ta n a h B a g i Pembangunan Untuk Kepentingan Umum diamanatkan bahwa pembangunan investasi publik yang dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus melalui proses perencanaan dan penganggaran. Namun yang tidak jarang terjadi ialah rencana strategis tidak serta merta didukung oleh penganggaran pada tahun anggaran yang sama sehingga menyebabkan pembangunan infrastruktur bagi kepentingan umum tersendat. Dengan demikian perlu dibentuk suatu lembaga yang dapat menjembatani penyelesaian persoalan tersebut dengan melakukan pembelian tanah terlebih dahulu sesaat setelah proses perencanaan selesai sehingga permasalahan lahan
Foto: Humas Bappeda
untuk kepentingan umum ser ta kepastian pembangunan untuk kepentingan umum dapat diselesaikan. Lembaga tersebut kemudian dikenal dengan nama Bank Tanah/ Bank Lahan.
PEMAHAMAN DASAR BANK TANAH (LAND BANKING) Bank Tanah (land banking) dideďŹ nisikan berbeda-beda oleh banyak ahli karena dapat diaplikasikan dalam banyak cara tergantung konteks serta pengaplikasiannya apakah oleh sektor privat atau publik. Bank Tanah bukan hanya merupakan alat yang digunakan oleh pemangku kebijakan publik, namun juga digunakan oleh investor swasta (private) sebagai alat untuk memperoleh keuntungan. Menurut US Department of Housing and Urban Development, Bank Tanah bukanlah lembaga keuangan. Di dalam konteks publik, entitas 'land bank' di USA dideskripsikan sebagai entitas publik atau milik masyarakat yang dibuat untuk tujuan utama: mendapatkan, mengelola, memelihara, serta mengalokasikan kembali properti yang terlantar, kosong atau agunan yang diambil alih. Secara teknis, Bank Tanah ialah sebuah lembaga yang menyediakan tanah (dalam artian lahan) untuk keperluan pembangunan sekaligus bertindak sebagai pengendali harga tanah dengan
cara membeli tanah kemudian menahannya hingga tiba waktu ia diperlukan. Limbong (2013) menyebutkan bahwa Bank Tanah merupakan sarana manajemen tanah dalam rangka pemanfaatan dan penggunaan tanah menjadi lebih produktif. Fungsi Bank Tanah meliputi atas enam hal berikut, yaitu:
1
penghimpun tanah (land keeper). Berupa inventarisasi dan pengembangan basis data tanah, administrasi dan sistem informasi pertanahan.
2 3
pengaman tanah (land warrantee). Berupa mengamankan penyediaan, peruntukan, pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang dan menjamin eďŹ siensi pasar tanah.
pengendali tanah (land purchaser). Berupa pengendalian penguasaan dan penggunaan tanah sesuai aturan yang berlaku.
4
penilai tanah (land valuer). Berupa menunjang penetapan nilai tanah yang baku, adil dan wajib untuk berbagai keperluan Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
57
5 6
penyalur tanah (land distributor). Berupa menjamin distribusi tanah yang wajar dan adil berdasarkan kesatuan nilai tanah, mengamankan perencanaan, penyediaan dan distribusi tanah.
pengelola tanah (land manager). Berupa melakukan manajemen pertanahan, melakukan analisis, penetapan strategi dan pengelolaan implementasi berkaitan pertanahan.
Thurston (2004) menegaskan bahwa pada prinsipnya tujuan Bank Tanah mencakup tiga hal, yaitu (i) mengelola pertumbuhan perkotaan; (ii) memastikan ketersediaan tanah untuk keperluan tertentu; (iii) mengambil keuntungan modal akibat peningkatan nilai tanah. Ditambahkan oleh Flechner (1974), jika terkait pemerintah, tujuan Bank Tanah di bidang publik dapat mencakup (i) membentuk pertumbuhan wilayah; (ii) menata perkembangan kota; (iii) memperoleh manfaat dari peningkatan nilai investasi tanah; (iv) menyempurnakan pasar tanah sehingga dapat mengurangi spekulasi tanah; (v) memperoleh tanah untuk kepentingan umum; (vi) mengurangi biaya pelayanan publik sebagai akibat pembangunan yang terencana; (vii) memungkinkan menyediakan subsidi rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; (viii) menjaga kualitas lingkungan (Limbong, 2013 dalam Agraria Indonesia, 2015).
Dari tujuan diatas dapat dipahami bahwa bank tanah pada dasarnya Bank Tanah dibuat untuk menjamin terjadinya dua hal berikut, yaitu eďŹ siensi a l o k a s i d a n ke a d i l a n d i s t r i b u s i . U n t u k mewujudkan hal tersebut, maka terdapat setidaknya tiga aksi fundamental yang dilakukan oleh Bank Tanah yaitu akuisisi lahan, manajemen lahan serta pengembangan lahan. Jika pemerintah ingin mencadangkan tanah, maka langkah pertama yang dilakukan ialah dengan cara membelinya. Pada pembelian tanah yang dilakukan oleh pemerintah, mengelola biaya pembelian tanah perannya sangat vital. Pengelolaan lahan yang telah dibeli dalam waktu yang panjang memerlukan sumber daya yang cukup besar, terkhusus nya pada lokasi yang strategis dan berada pada pusat pertumbuhan ekonomi dan transportasi. Berdasarkan pemahaman umum, terdapat 3 (tiga) jenis Bank Tanah, yaitu Bank Tanah Publik, Bank Tanah Swasta, dan Bank Tanah Campuran. a)
Bank Tanah Publik Bank Tanah Publik merupakan Bank Tanah yang penyelenggaraannya melibatkan lembaga publik, bersifat independen dan memberi layanan publik yang sepenuhnya berada dibawah kendali pemerintah. Fletcher (1974, dalam Limbong 2013, dalam Agraria Indonesia, 2015) mengklasiďŹ kasikan Bank Tanah publik menjadi (i) Bank Tanah Umum, yang melayani perolehan tanah yang belum dikembangkan dan terlantar, memegang tanah dan membagi tanah untuk semua jenis penggunaan tanah tanpa spesiďŹ kasi penggunaan sebelumnya untuk daerah tertentu. Bank Tanah ini dijalankan suatu badan publik dengan tujuan mengendalikan pola pertumbuhan kota, mengatur harga tanah, dan penggunaan tanah. Bank Tanah umum juga dapat ditujukan untuk kebutuhan pembangunan kepentingan umum di masa yang akan datang, meskipun pada saat pengadaan tanah/ atau pada saat menghimpun tanah, belum ditentukan secara pasti untuk apa tanah tersebut dimanfaatkan di kemudian hari; (ii) Bank Tanah Khusus (project atau special land banking), merupakan kegiatan bank tanah yang terfokus pada area fungsional
Foto: Humas Bappeda
58
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Bank Tanah Publik merupakan Bank Tanah yang penyelenggaraannya melibatkan lembaga publik, bersifat independen dan memberi layanan publik yang sepenuhnya berada dibawah kendali pemerintah. tertentu diantaranya pembangunan perkotaan, perumahan bagai masyarakat miskin, fasilitas umum, ruang terbuka hijau, dan pengembangan industri. Bank tanah jenis ini lebih ditujukan pada kepentingan pembangunan yang sudah ditentukan peruntukannya maupun waktu pelaksanaannya sehingga bank tanah khusus tersebut juga disebut bank tanah proyek . Selain itu, waktu penggunaan tanah sudah direncanakan dengan tenggang waktu jangka pendek atau menengah, dan rencana proyek termasuk pembiayaannya juga sudah dibuat. b) Bank Tanah Swasta Bank Tanah Swasta merupakan Bank tanah yang penyelenggaraannya dijalankan oleh swasta. Badan hukum swastalah yang akan menjadi pemegang saham bank tanah ataupun sebagai pendana dalam bank tanah. Bank tanah swasta ini dapat dijalankan oleh perorangan ataupun perusahaan swasta. Motif utamanya adalah keuntungan dari pendapatan kontrak sewa jangka panjang dan peningkatan nilai tanah. Bank Tanah swasta dapat berupa Bank Tanah investasi, perusahaan pengembang, kawasan industry, perkebunan, dan lainnya. Bank tanah swasta ini sebenarnya implementasinya sudah dilakukan di Indonesia. Memang lembaga Bank tanah swasta ini secara konseptual belum dikenal secara luas di Indonesia tetapi secara kenyataan sudah berjalan, baik perusahaan swasta lokal, nasional atau bahkan Internasional. c)
Bank Tanah Campuran Bank Tanah campuran merupakan Bank Ta n a h y a n g p e n y e l e n g g a r a a n n y a
dilaksanakan bersama antara pemerintah dan swasta. Bank Tanah jenis ini terbentuk untuk menyiasati keterbatasan dana namun dengan tetap mengedepankan kepentingan publik.
SUMBER TANAH Sumber ketersediaan tanah bagi Bank Tanah bila diterapkan di Indonesia diantaranya dapat mencakup (i) membeli dari masyarakat dengan harga pasar; (ii) memanfaatkan tanah pemerintah pusat/daerah; (iii) memanfaatkan tanah BUMN/D y a n g d a pa t b e r u pa p o l a ke m i t r a a n ; ( i v ) mendayagunakan tanah terlantar dan HGU yang tidak diperpanjang dan HGU yang tidak produktif; (v) tanah fasos/fasum yang sudah diserahkan oleh developer; dan (vi) tanah negara yang berasal dari pembebasan tanah.
KELEMBAGAAN BANK TANAH DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BANK KONVENSIONAL B a n k t a n a h s e ba g a i s e b u a h l e m ba g a dideďŹ nisikan sebagai suatu lembaga yang menyediakan tanah untuk keperluan pembangunan, sekaligus ber tindak selaku pengendali harga tanah. Bank Tanah adalah Badan Usaha yang tidak semata-mata mencari untung tetapi lebih bersifat pengelola pertanahan dari segi pengendalian harga tanah dan mendukung pelaksanaan Rencana Tata Ruang. Dengan demikian, Bank Tanah mendukung tugas pemerintah dalam pengelolaan, penyediaan dan pengendalian harga tanah. Bank Tanah setidaknya mempunyai beberapa kegiatan utama yaitu (i) membeli tanah, (ii) mematangkan tanah baik secara ďŹ sik maupun administrasi, (iii) menjual kapling tanah kepada yang membutuhkan, (iv) mengadministrasikan jual beli tanah sesuai dengan ketentuan. B a n k Ta n a h p a d a d a s a r n y a m e m i l i k i p e r s a m a a n d a n p e rb e d a a n d e n g a n ba n k konvensional. Persamaan antara bank tanah Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
59
dengan bank konvensional, yaitu (i) Dari segi fungsinya sama sama dapat menyimpan aset, membantu stabilisasi pasar sekunder, memegang cadangan modal; (ii) Dari segi pelaksanaannya kedua-duanya dapat dijalankan baik oleh pemerintah maupun swasta; (iii) Dari segi operasionalisasinya keduanya beroperasi dalam kerangka regulasi. Sedangkan perbedaannya, yaitu: (i) Bank tanah bertugas untuk menyimpan sekaligus mengelola tanah, sedang bank konvensional bertugas menyimpan sekaligus mengelola uang dan benda berharga serta surat berharga lainnya; (ii) Bank tanah terfokus pada stabilisasi lingkungan dan masyarakat serta perencanaan penggunaan tanah, sedangkan bank konvensional terfokus pada pasar nasional dan internasional; (iii) Bank tanah prioritasnya nirlaba meskipun ada juga yang proďŹ t oriented terutama yang dikelola oleh swasta, sedangkan bank konvensional lebih ke proďŹ t oriented. 60
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
PRAKTIK PENERAPAN BANK TANAH DI NEGARA LAIN DAN KUNCI SUKSES PENERAPAN BANK TANAH Ditilik dari pola organisasi dan manajemen, penerapan Bank Tanah mempunyai perbedaan di tiap Negara. Di beberapa Negara seperti Belanda, Swedia, Kroasia, Hungaria, Denmark, Polandia dan Slovenia, land banking dibentuk dan beroperasi di tingkat Negara (state) sedangkan di Jerman didirikan pada tingkat regional. Di Amerika Serikat, India, Guatemala Lembaga Bank tanah beroperasi di tingkat kota. Dari sisi kelembagaan land banking dilaksanakan dengan membentuk lembaga/ institusi pemerintah tersendiri (separate state institution) maupun memanfaatkan lembaga pemerintah yang telah ada sebelumnya yang pada umumnya berada di lingkungan Kementerian Keuangan (Ministry of Finance) atau Kementerian Pertanian (Ministry of Agriculture).
Negara Belanda sebagai salah satu pionir pelaksana Bank Tanah sudah mulai menerapkan konsep ini pada tahun 1896 di kota Amsterdam. Bank Tanah sepenuhnya bertanggung jawab pada hampir seluruh kota dalam penyediaan tanah. Bank tanah di Belanda dibentuk dan beroperasi di tingkat Negara dan tidak ada institusi khusus sebagai pelaksana. Aktivitas Land Banking dikerjakan secara bersama-sama oleh beberapa instansi Pemerintah melalui RVR sesuai dengan kebutuhan (objektif). Oleh karena itu, praktek Bank Tanah di Belanda lebih condong kepada kegiatan Bank Tanah yang bersifat khusus, yaitu yang ditentukan terlebih dahulu penggunaannya sebelum melakukan penyediaan, pematangan dan penyaluran tanah. Dalam hal pendanaan dikarenakan dari sektor public tidak mencukupi, beberapa lembaga keuagan juga sangat berperan dalam pendanaan operasional land banking seperti ABN AMRO, ASN Bank, ING Group, Rabobank dan sebagainya. Bank Tanah di Belanda umumnya diperuntukkan untuk restorasi sungai, peningkatan struktur perusahaan pertanian, serta untuk melestarikan alam yang rusak.
Foto: Humas Bappeda
Praktek Bank Tanah di Belanda lebih condong kepada kegiatan Bank Tanah yang bersifat khusus, yaitu yang ditentukan terlebih dahulu penggunaannya sebelum melakukan penyediaan, pematangan dan penyaluran tanah
Di Amerika Serikat, pengaturan land banking sebagai sarana manajemen pertanahan diatur oleh masing-masing Negara Bagian (State Act). Land Banking berkembang dengan pesat lebih dari 40 tahun yang lalu terutama pada saat banyak terjadinya perpindahan industri di beberapa Negara Bagian yang pindah ke luar negeri. Karena banyak bangunan dan gedung kosong di wilayah pemukiman yang ditinggalkan penghuninya, banyak pemerintah (municipality) pada tingkat city, village, town dan county yang memenuhi persyaratan membentuk land banking untuk melakukan manajemen ulang atas tanahtanah/bangunan yang kosong tersebut untuk mempercepat pembangunan kembali lingkungan serta berupaya untuk menyediakan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat. Seiring berjalannya waktu, bank tanah di AS mulai mengakomodir pencadangan serta penyediaan tanah untuk berbagai keperluan. Salah satu negara yang sudah mempunyai lembaga Bank Tanah di Asia ialah Korea Selatan. Bank Tanah juga diaplikasikan di level nasional dengan institutsi pelaksana yaitu Korea Land Bank & Housing yang merupakan Land Bank di level nasional. Selain itu, aktor utama yang terlibat di dalam pelaksanaan bank Tanah ialah Ministry of Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
61
Land, Transport and Maritime AďŹ&#x20AC;airs, Ministry of Strategy and Finance, dan Korea Development Bank yang berperan dalam pendanaan awal bank Tanah. Mekanisme pelaksanaan yang dilakukan diantaranya ialah Akuisisi lahan, pengembangan lahan dan pengembangan perumahan, serta pencadangan lahan dilakukan oleh Korea Land & Housing Corporation yang peruntukan utamanya untuk perumahan.
Namun, tidak semua lembaga Bank Tanah yang sukses mencapai tujuan pembentukannya. Salah satu contoh penerapan Bank Tanah yang gagal terjadi di India. Di India, pemilik tanah terbesar di Kota Delhi ialah The Delhi Land Bank atau dikenal juga sebagai the Delhi Development Authority (DDA). Dibangun pada dekade 1950 untuk menjamin pemerintah India dapat mengontrol penggunaan lahan di kota Delhi, DDA telah mengakuisisi lahan yang sangat luas namun di saat yang bersamaan dikatakan bahwa DDA adalah sebuah kegagalan. Alih-alih membuat regulasi untuk mengatur harga tanah, keberadaan DDA malah membuat harga tanah naik secara signiďŹ kan. Hal ini terjadi karena DDA tidak menetapkan target spesiďŹ k pada salah satu tujuannya dalam mencegah konsentrasi kepemilikan tanah pada sedikit orang dan melindungi kepentingan rakyat miskin. Hal yang terjadi di lapangan, pada 1982, hanya 44% dari lahan yang didistribusikan
diperuntukkan untuk masyarakat berpendapatan rendah(MBR) (Urban Land Mark). Akibatnya, MBR tidak memiliki akses untuk memiliki rumah yang terjangkau dikarenakan tidak ada pembatasan kategori pendapatan yang ditetapkan oleh DDA. Menurut studi yang dilakukan oleh Cleveland State University pada tahun 2005, setidaknya terdapat delapan faktor penting yang menentukan keberhasilan Bank Tanah, yaitu: 1.
Tujuan dan sasaran Bank Tanah jelas dan rinci
2.
Koordinasi antara Bank tanah dan Pemerintah Daerah termasuk pemangku kepentingan lainnya sangat krusial untuk menciptakan eďŹ siensi dalam praktik Bank Tanah
KERTAJATI 62
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
3.
Pe rc e pa t a n p ro s e s h u k u m d a l a m pembelian tanah sangat diperlukan
4.
Independensi Bank Tanah diperlukan
dalam proses distribusi tanah 5.
Ketersediaan sistem informasi manajemen yang terintegrasi dengan informasi properti yang detail sangat esensial
6.
T u j u a n B a n k Ta n a h s e b a i k n y a terinternalisasi dalam rencana strategis pemerintah
7.
Prosedur pengambil alihan lahan harus eďŹ sien
8.
Pendanaan harus eďŹ sien dan progresif
BANK TANAH DI DALAM RPJMN 2015-2019
Foto: Humas Bappeda
Di Indonesia, terdapat setidaknya tiga peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyediaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum, Perpres No 71 tahun 2012 tentang Pe n y e l e n g g a r a a n Pe n g a d a a n Ta n a h ba g i Pembangunan Untuk Kepentingan umum, dan Perpres No 41 tahun 2014 tentang Revisi Pe n y e l e n g g a r a a n Pe n g a d a a n Ta n a h B a g i Pembangunan Untuk Kepentingan umum. Namun demikian, peraturan perundangan tersebut masih belum memiliki peraturan pelaksanaan yang menyangkut format-format detail persiapan dan pelaksanaan pada implementasi pada Perpres no 41/2014. Selain itu, instrumen pengadaan pertanahan di perkotaan yang tersedia baru sebatas konsolidasi lahan.
Untuk mempercepat penyelesaian masalah pengadaan tanah, maka pencadangan tanah bagi kepentingan umum dicantumkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Pertanahan. Bank Tanah direncanakan akan menjadi lembaga yang menjadi instrumen pelaksana dari UU No 2 Tahun 2012. Oleh karena itu, strategi lanjutan yang akan dikembangkan ialah (i) penyiapan regulasi pembentukan lembaga bank tanah berupa peraturan presiden; (ii) penyusunan UU dan peraturan lainnya yang terkait dengan lembaga penyediaan tanah (bank tanah). Maka dari itu, dalam upaya mewujudkan institusi Bank Tanah diperlukan kerjasama dari beberapa instansi pemerintah. Diantaranya ialah Kementerian Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata ruang, dan Kementerian Dalam Negeri.
PENUTUP Penerapan Bank Tanah di Indonesia sangat penting untuk segera diterapkan untuk mengatasi kompleksitas masalah pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat. Penerapan bank tanah yang berfungsi sebagai penghimpun tanah, pengaman tanah guna mengamankan penyediaan dan peruntukan serta pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang yang sudah disahkan akan dapat menyelesaikan permasalahan mandeknya
Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
63
pembangunan dikarenakan sulitnya pembebasan lahan. Selain itu fungsi bank tanah sebagai pengendali tanah, dapat menekan munculnya spekulan tanah sehingga harga tanah dapat dijangkau guna kepentingan umum. Bank Tanah yang juga berfungsi sebagai pendistribusian tanah yang disesuaikan dengan program pembangunan serta rencana tata ruang akan dapat mengarahkan pemanfaatan tanah dalam pengembangan perkotaan dan suatu wilayah tertentu. Konsep bank tanah sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia dalam bentuk bank tanah publik mengingat ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD NKRI Tahun 1945 dan pasal 2 UUPA, bahwa negara mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan bank tanah. Penerapan konsep Land Banking sebetulnya sudah dilaksanakan di Indonesia, namun lebih banyak dilaksanakan oleh pihak swasta. Berbeda dengan pihak swasta yang berorientasi keuntungan, bagi pihak pemerintah yang membangun pada lahan cadangan yang dimilikinya tetap membawa misi membangun perumahan bagi golongan MBR sehingga tidak sebebas pihak swasta dalam menentukan harga rumah di atas lahan-lahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum. Limbong, Bernard. 2010, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Margaretha Pustaka, Jakarta Mochtar, Hairani. 2013. Keberadaan Bank Tanah D a l a m P e n g a d a a n Ta n a h U n t u k Pembangunan, Jurnal Cakrawala Hukum, volume 2 Desember 2013 Agraria Indonesia. Edisi 2. 2015. Bank Tanah Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas Cleveland State University. Best Practice in Land Bank Operation. Cleveland University, College of Urban AďŹ&#x20AC;airs. June 2005. D i a m b i l d a r i : https://www.hud.gov/oďŹ&#x192;ces/cpd/about/ conplan/foreclosure/pdf/bplbopsbest.pd f (23 April 2017) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Mengenal bank Tanah Sebagai Alternatif
64
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Manajemen Pertanahan. 21 Agustus 2015. D i a k s e s d a r i : h t t p s : / / w w w. d j k n . ke m e n ke u . g o . i d /2013/ar tikel/ mengenal-banktanahland-banking-sebagai-alternatifmanajemen-pertanahan pada 26 April 2017 Kementerian PPN/Bappenas. Paparan Persiapan Trilateral Meeting Kerangka Regulasi RPJMN 2015-2019. Dipaparkan di Jakarta pada 31 Oktober 2014 Noegroho, Noegi. Penerapan Konsep Land Banking di Indonesia Untuk Pembangunan perumahan MBR di Kawasan Perkotaan). Silva, Diana. Land Banking as a Tool for the Economic Redevelopment of Older Industrial Cities) Tribun News. Tahun 2050 Diprediksi 66 Persen Penduduk Dunia Tinggal di Kota. 20 Oktober 2015. Diakses dari: http://www.tribunnews.com/nasional /2015/10/20/tahun-2050-diprediksi-66persen-penduduk-dunia-tinggal-di-kota
Foto: Humas Bappeda
Dapatkan informasi terbaru seputar Perencanaan Pembangunan Jawa Barat
Design by: Rama
bappeda.jabarprov.go.id Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
15
WAWA S A N PERENCANAAN
PERTUMBUHAN EKONOMI, KETIMPANGAN PENDAPATAN, KEMISKINAN DAN PENGAnGGURAN
DI JAWA BARAT Oleh Trisna Subarna dan Lissiana Nussifera Peneliti Bappeda Jawa Barat dan Guru SMA Lab School UPI
66
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
Foto: Humas Bappeda
ABSTRAK
P
embangunan Provinsi Jawa Barat merupakan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha. Hasil t e l a a h a n m e n u n j u k k a n : ( 1 ) M e m ba i k n y a perekonomian ditunjukkan oleh Laju Pertumbuhan Ekonomi di atas lima persen per tahun yang tidak diimbangi dengan pemerataan pendapatan masyarakat. berakibat kepada melambatnya laju penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka; (2) Diperlukaan sinergits antara upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan peningkatan pemerataan pendapatan, melalui peningkatan kualitas dan produktivitas penduduk kelompok menengah ke bawah, kualitas SDM pekerja (menuju decent work); (3) Peningkatan akses masyarkat terhadap asset produktif memperkuat hubungan pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan peningkatan pemerataan pendapatan; (4) Diperlukan kebijakan sektoral yang pro-poor dapat mempercepat penurunan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan, serta pengangguran terbuka. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi
PENDAHULUAN Kebijakan perekonomian Jawa Barat tidak terlepas dari kebikan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yaitu pertumbuhan ekonomi, peningkatan Pendapatan Dmestik Bruto (PDB) perkapita, penurunan kemiskinan dan penurunan pengangguran. Berdasarkan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 pembangunan ekonomi ditujukan unuk mewujudkan per tumbuhan ekonomi yang 68
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
berkualitas dan mengurangi disparitas ekonomi antar wilayah dengan sasaran : (1) Jawa Barat sebagai Daerah Pertanian Berbasis Agrikultur.; (2) Meningkatnya daya saing usaha pertanian; (3) Meningkatnya kualitas iklim usaha dan investasi; (4) Meningkatnya jumlah dan kualitas wirausahawan; dan (5) Meningkatnya pembangunan ekonomi perdesaan dan regional Pembangunan Provinsi Jawa Barat merupakan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha. Keadaan perekonomian Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan, selama kurun waktu Tahun 2011-2016 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat rata-rata 5,76 persen. Sejatinya capaian pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap menciptakan peluang ekonomi yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, yang inheren, berkelanjutan, mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat. Namun demikian keberhasilan pembangunan ekonomi di Jawa Barat yang ditunjukan oleh laju pertumbuhan ekonomi di atas lima persen per tahun, belum dapat menurunkan tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan secara signiďŹ kan. Penurunan kedua indikator kesejahteraan masyarakat tersebut dinilai lamban atau kurang dari satu persen per tahun. Berdasrakan permasalahaan tersebut perlu dilakukan telaah secara deskriptif dengan menggunakan data skunder dan studi litelatur dengan tujuan: (1) menganalisis perkembangan perekonomian Jawa Barat yang berdampak terhadap kemiskinan dan pengangguran; (2) Menganalisis upaya yang diperlukaan untuk meningkatkan laju penurunan kemiskinan dan pengangguran. Implikasi dari telaahan ini adalah sebagai bahan rujukan dalam perencanaan pembangunan kedepan.
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT Selama kurun waktu Tahun 2011-2016 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat rata-rata 5,76 persen, dengan capaian tertinggi pada Tahun 2011 sebesar 6,50 persen dan terendah pada Tahun 2015 sebesar 5,03 persen (Gambar 1). Melambatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Jawa Barat telah diprediksi oleh Pemerintah Jawa Barat sejak Tahun 2012 bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang pada kurun waktu Tahun 20017-2012 didominasi oleh pertumbuhan pada sektor nontradable (sektor perdagangan dan jasa) perlu mendapat perhatian karena dapat berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan sumber daya yang rendah (Bappeda Jawa Barat, 2012).
Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada kurun waktu 2011-2016 disebabkan oleh dominasi pertumbuhan ekonomi pada sektor non-tradable (sektor perdagangan dan jasa). Kapasitas sektor non-tradable berperan cukup tinggi terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat. Sektor ini dari tahun ke tahun selama periode tersebut tumbuh positif dan cenderung meningkat. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) selama enam tahun terakhir tumbuh 7,67 persen, dan sub-sektor perdagangan besar dan eceran merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi yaitu 36,48 persen. Sementara itu, pertumbuhan sektor tradable (pertanian dan industri) mengalami pertumbuhan negatif (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat (persen), 2010-2015
Sumber BPS diolah dari tahun 201-2016 Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
69
Menurunnya pertumbuhan ekonomi pada sektor tradable (khususnya sektor pertanian dan industri), berdampak terhadap upaya penanggulangan kemiskinan dan upaya menurukan tingkat pengangguran terbuka. Pada kurun waktu Tahun 2011-2016, tingkat kemiskinan di Jawa Barat turun secara lambat dari 10,57 persen pada tahun 2011 menjadi 8,77 persen pada Tahun 2016, demikian pula dengan tingkat pengangguran terbuka dari 9,96 persen pada Tahun 2011 menjadi 8,89 persen pada Tahun 2016 (Gambar 1). Selain dari menurunnya pertumbuhan ekonomi pada sektor tradable, lambatnya penurunan tingat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka tersebut juga disebabkan oleh tinggnya penduduk Jawa Barat yang mencapai 46 juta jiwa pada Tahun 2016, serta kondisi ekonomi global. Disamping itu pengaruh kenaikan harga komoditi bahan makanan (di perdesaan lebih 75,54 persen, di perkotaan 70,33 persen) (Subarna, 2016), kenaikan harga pangan terutama beras yang berkontribusi terhadap kenaikan garis kemiskinan dan pengangguran.
Gambar 1 Tingkat Kemiskinan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Penduduk Di Jawa Barat Tahun 2010 - 2016
Sumber : BPS JABAR diolah
Kemiskinan dan pengangguran juga sebagai akibat dari tidak terkendalinya ketimpangan pendapatan masyarakat yang ditunjukkan oleh m e n i n g k a t n y a i n d e k s g i n i . Pe n i n g k a t a n kesenjangan pendapatan masyarakat menyebabkan rendahnya akses masyarakat menengah kebawah dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi. Dampak dari rendahya akses terhadap pelayanan dasar tersebut menyebabkan rendahnya akses terhadap sarana-prasarana pendukung ekonomi, sosial dan politik. Kondisi tersebut menyebabkan sumberdaya manusia tidak dapat bersaing di pasaran tenaga kerja yang menyebabkan tingginya pengangguran. Kesenjangan pendapatan terjadi akibat kurangya daya saing yang ditunjukkan oleh : Pekerja dengan keahlian yang tinggi mendapatkan upah relatif jauh lebih besar dibandingkan pekerja
70 Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 70
biasa; Upah pekerja formal relatif lebih tinggi dibandingkan upah pekerja di sector informal; Pekerja sektor formal lebih banyak di pusatpusat ekonomi (Rahma Iryanti, 2014). Pemerintah Daerah perlu memerhatikan pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah instrumen dalam mendorong pembangunan ekonomi agar pada akhirnya dapat mencapai tujuan penanggulangan kemiskinan yang efektif dan meningkatkan kesejahteraan (welfare) masyarakat (Bappenas, 2014). Kondisi perekonomian ditunjukkan oleh Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan distribusi pendapatan secara merata di seluruh lapisan masyarakat, merupakan upaya untuk mensejahterakan masyarakat dan menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data BPS, distribusi pendapatan masyarakat Jawa Barat pada kurun waktu Tahun
1993 sampai dengan Tahun 2015 terjadi kesenjangan yang melebar dari kondisi indeks gini Tahun 1993 di perdesaan sebesar 0,28 dan di perkotaan 0,32 menjadi di perdesaan sebesar 0,32 dan di perkotaan 0,42 pada Tahun 2015 ( Gambar 2).
Gambar 2 Perkembangan Ketimpangan (KoeďŹ sien Gini) Jawa Barat 1993-2015
Sumber: BPS, SUSENAS, diolah
Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan meningkatnya LPE dan stabilnya inďŹ&#x201A;asi di Indonesia belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan karena pertumbuhan ekonomi belum menyebar disetiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. NurďŹ tri, Yanti, (2011) dan Sianipar dan Herlina Hotmadinar (2012)menyatakan bahwa menurunnya pertumbuhan ekonomi pada sektor tradable (khususnya sektor pertanian dan industri) sepertii disajikan pada Gambar 1, menjadi penyebab dari tingginya kesenjangan pendapatan yang mengakibatkan melemahnya penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka. Potensi sektor tradable di Jawa Barat baik dari sektor pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan cukup tinggi, demikian juga potensi industri berbahan baku lokal baik dari sumber daya alam maupun industri turunan dari pertanian dan kehutanan masih dapat ditingkatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Namu kenyataannya sektor tradable pada enam tahun terakhir (Tabel 1) kontribusinya terhadap PDRB Jawa Barat menurun, bahkan negatif. Kondisi ini menurut Hariadi, et al, (2008) meningkatnya ketimpangan distribusi pendapatan antar rumah tangga terjadi karena semakin menurunnya pendapatan relatif dan
Menurunnya pertumbuhan ekonomi pada sektor sektor pertanian dan industri, menjadi penyebab dari tingginya kesenjangan pendapatan yang mengakibatkan melemahnya penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka.
pendapatan riil yang diakibatkan oleh: (1) terbatasnya kepemilikan dan kesempatan memperoleh modal, keterbatasan kesempatan berusaha dan bekerja, posisi tawar yang lemah; (2) terjadi penurunan daya beli konsumen yang berakibat pada tidak meningkatnya pendapatan relatif bagi usaha kecil dan rumah tangga, sektor informal, petani, buruh dan pekerja/pegawai kecil. Selain itu (Rahma Iryanti, 2014) menyatakan bahwa terjadi penurunan yang tajam proporsi tenaga kerja di bidang pertanian, perkembangan kearah sektor jasa, namun produkstivitasnya rendah, sementara, peningkatan tenaga kerja di bidang industri tidak dapat disubstitusi dengan mudah, dan kualitas SDM belum siap dengan tingginya keahlian yang diperlukan untuk sektor industri. Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
71
UPAYA YANG DIPERLUKAAN UNTUK MENINGKATKAN LAJU PENURUNAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN Sepeti telah di bahas di atas, bahwa laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang baik yang berada di atas lima persen per tahun, yang tidak diimbangi dengan pemerataan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadi penurunan yang tajam proporsi tenaga kerja di bidang pertanian, yang beralih ke sektor jasa dengan produkstivitasnya rendah. Sementara itu peningkatan tenaga kerja di bidang industri tidak dapat disubstitusi dengan mudah yang disebabkan oleh kualitas SDM belum siap dan tingginya keahlian yang diperlukan oleh sektor industri. Berdasarkan kondisi di atas maka, pembangunan perekonomian di Jawa Barat kedepan perlu diupayakan untuk mendorong pertumbuhan di berbagai sektor pembangunan, seperti pertanian, industri, dan jasa dan menghindari pertumbuhan yang cenderung ke sektor padat modal dan bukan padat tenaga kerja. Mekacu kepada pernyataan Rahma Iryanti (2014) maka tantangan pembangunan perekonomian Jawa Barat kedepan diarahkan kepada:
1. Memperbesar investasi padat pekerja Tantangan dalam mencari pekerjaan yang baik semakin meningkat, sehingga memperlebar kesenjangan antara pekerja. Untuk itu diperlukan membuka lapangan kerja baru menjadi salah satu sarana meningkatkan pendapatan penduduk; dan terciptanya lapangan kerja baru membutuhkan investasi baru untuk menyerap kesempatan kerja seluas-luasnya
2. Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro dan kecil Usaha mikro dan kecil perlu memperoleh dukungan penguatan teknologi, dan informasi, pemasaran, dan permodalan, akses kepada sumber
72
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
keuangan dan akses pasar yang bagus seperti halnya usaha besar. Usaha mikro-kecil sebagian termasuk miskin yang tidak memiliki modal, semakin banyak persentase pendapatan modal yang dinikmati oleh rumah tangga yang lebih mampu akan memperbesar kesenjangan. Sehngga dukungan perlu diberikan mengingat sebagian besar usahanya tidak memiliki lokasi permanen, dan mayoritas tidak berbadan hukum, sehingga rentan terhadap berbagai hambatan yang dapat menghalangi potensinya untuk tumbuh kembang.
3. Memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan sektor pertanian Sektor pertanian memiliki potensi besar untuk mencapai per tumbuhan ekonomi yang menghasilkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan secara signiďŹ kan. Sehingga diperlukan peningkatan sarana dan prasarana perekonomian di daerah pedesaan. akses kredit dan sumber permodalan lainnya,; Perbaikan iklim usaha di wilayah pedesaan, dan Pengembangan sistem inovasi pertanian melalui penelitian dan pengembangan dan diseminasi teknologi pertanian; Keuangan inklusif di daerah yang belum memiliki lembaga keuangan memadai, terutama pada daerah yang minim lembaga keuangan dan terpencil dan pengembangan branchless banking
4. Menjamin perlindungan sosial untuk seluruh pekerja Perluasan kesempatan kerja yang baik perlu diciptakan untuk penduduk miskin atau pekerja rentan yang umumnya tidak memiliki sumbersumber alternatif untuk menghidupi ekonomi keluarga melalui: Kegiatan ekonomi informal; Jaminan tempat berusaha, kebutuhan permodalan dan teknologi agar skala usahanya masuk dalam skala ekonomi; Menjamin iklim usaha bagi rumah
Foto: Humas Bappeda
Pembangunan perekonomian di Jawa Barat kedepan perlu diupayakan untuk mendorong pertumbuhan di berbagai sektor pembangunan, seperti pertanian, industri, dan jasa dan menghindari pertumbuhan yang cenderung ke sektor padat modal dan bukan padat tenaga kerja.
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
73
tangga sektor informal perkotaan; Penataan jenis usaha dan skala usaha adalah salah satu intervensi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya; Program jaminan kesehatan mulai diperkenalkan ke seluruh pekerja di sektor informal. 5. Melanjutkan Program-Program Penurunan Kemiskinan Sebagai kebijakan yang terintegrasi (Pro-Poor G row t h , P ro - J o b , P ro - Po o r ) d a l a m u pa y a meningkatkan kesejahteraan rakya, melalui Pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin; Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro kecil; Membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
KESIMPULAN
1
Membaiknya perekonomian ditunjukkan oleh Laju Pertumbuha Ekonomi di atas lima persen per tahun yang tidak diimbangi dengan p e m e r t a a n p e n d a pa t a n m a s y a r a k a t . B e r a k i ba t ke pa d a m e l a m ba t n y a l a j u penurunan tingkat kemiskinan dn penganggran terbuka.
2
Diperlukaan sinergits antara upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan peningkatan pemerataan pendapatan, melalui peningkatan kualitas dan produktivitas penduduk kelompok menengah ke bawah, kualitas SDM pekerja (menuju decent work);
3
Diperlukan peningkatan akses masyarkat terhadap asset produktif memperkuat hubungan per tumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan peningkatan pemerataan pendapatan.
4
Diperlukan kebijakan sektoral yang pro-poor dapat mempercepat penurunan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan, ser ta pengangguran terbuka.
PUSTAKA BPS, berbagai Tahun. Jawa Barat dalam angka Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2013. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 25 Tahun 2013 Tentang RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 â&#x20AC;&#x201C; 2018 Rahma Iryanti, 2014. Kemiskinan dan Ketimpangan
74
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
di Indonesia: Permasalahan dan Tantangan, Ketenagakerjaan, dan UKM. Yogyakarta, 5 September 2014 Arsyad, L., (2004). Ekonomi Pembangunan ekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta. Booth, A., (2000). Poverty and Equality in The Soeharto Era: An Assessment. Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol. 36 No. 1, April 2000. pp. 73 H a r i a d i , P. , A r i n t o ko . , B a w o n o , R I . , 2 0 0 7 . Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Jurnal Ekonomi Pembangunan. Kuncoro, AS., (2008).Kemiskinan: Kesenjangan Antar Provinsi Project OďŹ&#x192;cer untuk TARGETMDGs (BAPENAS/UNDP). MDGs News, Edisi 01/Juli-September 2008. Sinseng, M., (2003).Telaah Tentang Eksistensi Dan Ketangguhan Pelaku Ekonomi Rakyat Pasca Krisis Moneter 1997/1998 Di Dusun Pakel, Desa Piyaman, Wonosari, Gunung Kidul Jurnal Ekonomi Rakyat, Artikel Th. I No. 3, Mei 2002. Adelman, Irma. (1975). Development Economics â&#x20AC;&#x201C; A Reassessment of Goals, The American Economic Review, Vol. 65(2). Arsyad, Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima, Yogyakarta: STIM YKPN. Balassa, Bela. (1961). Patterns of Industrial Growth: Comment, American Economic Review, Vol. 51(3).
R E H AT
SAMSAT
dalam Nilai Pelayanan Publik Menurut Indeks Kepuasan Masyarakat di Jawa Barat Oleh Firdaus Saleh*
Sebagai lembaga pelayanan, SAMSAT diharapkan dapat memberikan layanan kepada masyarakat yang dilakukan secara cepat, tepat, transparan, akuntabel, dan informatif mengacu kepada Peraturan Presiden R.I. Nomor 5 tahun 2015
*) Doktor Filsafat Nilai Pada Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta; Sekretaris Kelompok Penasihat Ahli Kapolda Jabar, yang berfungsi sebagai Lembaga Studi Kamtibmas Polda Jabar (1998-2002)
Foto: Humas Bappeda
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
77
SAMSAT singkatan dari 'Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap', merupakan serangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan pelayanan: Registrasi dan IdentiďŹ kasi Kendaraan Bermotor, Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Kantor Bersama. Sebagai lembaga pelayanan, SAMSAT diharapkan dapat memberikan layanan kepada masyarakat yang dilakukan secara cepat, tepat, transparan, akuntabel, dan informatif mengacu kepada Peraturan Presiden R.I. Nomor 5 tahun 2015. Pola pelayanan yang terintegrasi dan terkoordinasi ini dibutuhkan karena melibatkan instansi terkait, seperti Kepolisian Daerah, Dinas Pendapatan Provinsi yang sekarang menjadi Badan Pendapatan Provinsi Jawa Barat, BUMN PT. Asuransi Jasa Raharja (Persero), dan Perusahaan Perbankan, yang masing-masing memiliki peran dan fungsi yang berbeda, namun menjadikan satu-kesatuan sistem layanan. Keberadaan SAMSAT dalam melayani masyarakat di Jawa Barat terdapat sebanyak 34 Kantor Bersama, yang tersebar di 27 wilayah kabupaten/kota. Penempatan Kantor Bersama didasarkan pada tingkat kepadatan penduduk atas kepemilikan kendaraan bermotor. Berdasarkan jenis layanan yang diberikan oleh instansi terkait selaku pemberi layanan, antara lain meliputi : (1) Registrasi dan IndentiďŹ kasi Kendaraan Bermotor dilakukan oleh Kepolisian Daerah yang dilaksanakan Kepolisian Resort setempat; (2) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dilakukan oleh Cabang Pelayanan Badan Pendapatan (CPBP) Pemerintah Provinsi Jawa Barat; (3) Pemungutan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (SWDKLLAJ) serta pengumpulan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (DPWKP) dilakukan oleh BUMN PT. Asuransi Jasa Raharja (Persero). (4) Pembayaran dana yang berkaitan dengan besaran rupiah atas pengeluaran jenis layanan point (1), (2), dan (3) di atas, disetorkan kepada PT. Bank Jabar Banten (BJB) sebagai Kasir Kantor Bersama SAMSAT yang tesebar di Provinsi Jawa Barat. 78
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto-foto: Humas Bappeda
I.PENDAHULUAN
SAMSAT sebagai lembaga layanan akan selalu dinilai masyarakat pengguna layanan, terutama berkaitan dengan kualitas pelayanannya. Pengukuran penilaian kualitas layanan, tentu berkaitan dengan tingkat kepuasan pelayanan dari kenyataan yang diterima, dibandingkan dengan pelayanan yang diharapkan. Pada saat kualitas pelayanan atas kenyataan yang diterima 'sama' dengan pelayanan yang diharapkan, maka tingkat kepuasan masyarakat telah tercapai, tetapi sebaliknya jika kenyataan pelayanan yang diterima dibawah tingkat kualitas pelayanan yang diharapkan, maka akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bentuk kekecewaan dengan beragam reaksi yang berbeda-beda. Oleh karena setiap lembaga pelayanan publik mengacu kepada Undang-Undang R.I. Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka SAMSAT diwajibkan melakukan survei kepuasan masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik mengacu kepada Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 96 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pola pelaksanaan survei kepuasan masyarakat mengacu kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 16 Tahun 2014.
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
79
Indeks Kepuasan Masyarakat merupakan data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat, dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya
Pola-pola pengukuran kepuasan masyarakat terhadap pelayanan lembaga pelayanan publik dapat menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) mengacu kepada Keputusan Menpan Nomor : KEP/25/M.PAN/2/2004 yang biasa digunakan oleh lembaga pelayanan publik sebelum diberlakukan Peraturan dan Perundangan tersebut di atas. Oleh karena itu, Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016 melakukan â&#x20AC;&#x153;Kajian Optimalisasi Peningkatan Kualitas Pelayanan Dalam Perspektif Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Baratâ&#x20AC;?, mengacu kepada Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat dan dipadukan dengan dimensi SERVQUAL sebagai pendekatan yang biasa digunakan dalam mengukur indeks kepuasan masyarakat suatu kelembagaan atau perusahaan. Indeks Kepuasan Masyarakat merupakan data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat, dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Ketersedian data Indeks Kepuasan Masyarakat secara periodik oleh SAMSAT, akan bermanfaat berupa : (1) Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (2) Diketahui kinerja penyelenggaraan proses pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit layanan publik secara periodik; (3) Sebagai bahan
80
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan; (4) Diketahuinya IKM secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah; (5) Memacu persaingan positif, antar Unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan; (6) Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit layanan.
II. SAMSAT DALAM MEKANISME LAYANAN TERINTEGRASI Organisasi Kantor SAMSAT dibentuk dari berbagai instansi terkait sebagai suatu sistem organisasi untuk mempermudah dan mempercepat administrasi pelayanan kendaraan bermotor secara terintegrasi dan terkoordinasi agar masyarakat sebagai pelanggan mendapatkan kualitas pelayanan prima. Pola pelayanan yang terintegrasi dan terkoordinasi ini dibangun dari adanya saling mempercayai; adanya kejelasan batasan kewenangan; kesetaraan; menerapkan prinsipâ&#x20AC;&#x201C;prinsip kemitraan berupa saling membutuhkan, saling
bermanfaat, dan saling menguatkan antar instansi terkait. Implementasinya dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan masingmasing instansi yang berorientasi atas capaian kualitas sistem layanan. Oleh karena itu, kepemimpinan organisasi secara kolektif dibangun dalam satu budaya kerjasama atas capaian kualitas pelayanan. Sebagai suatu sistem administrasi pelayanan kendaraan bermotor satu atap yang diimplementasikan dalam mekanisme prosedur pelayanan, maka ruang lingkup yang yang menjadi objek pelayanan SAMSAT mengacu kepada Pedoman Standar Pelayanan berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI. Nomor 15 Tahun 2014. Adapun ruang lingkup survei kepuasan masyarakat, mengacu kepada Keputusan MENPAN R.B. Nomor 16 tahun 2014, terdiri dari 9 aspek sebagai obek kajian antara lain : (1) persyaratan, (2) prosedur, (3) waktu pelayanan, (4) biaya/tarif, (5) produk spesifikasi jenis pelayanan, (6) kompetensi pelaksana, (7) perilaku pelaksana, (8) maklumat pelayanan, dan (9) penanganan pengaduan, saran dan masukan.
Foto-foto: Humas Bappeda
Prosedur setiap jenis layanan SAMSAT dilakukan mengikuti mekanisme alur proses yang mengalir, mulai dari tahapan awal sampai akhir sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan Pemerintah. Proses layanan di Kantor Bersama SAMSAT dapat dijelaskan secara garis besar terdiri dari 6 (enam) proses utama, antara lain : 1. Registrasi dan Identifikasi : pada intinya melakukan penerimaan, meneliti kelengkapan dan keabsahan berkas permohonan, daftar pencarian barang dan daftar pemblokiran, pemeriksaan cek fisik, serta pada tahap akhir dapat ditetapkan nomor polisi dan nomor BPKB untuk diserahkan pada proses berikutnya; 2. Otorisasi Data Statis Kendaraan: pada proses ini dilakukan pembuatan Kartu Induk Kendaraan Bermotor (KIKB), bagi kendaraan baru, memberikan Nomor Kartu Induk secara sistematis, menuliskan Identifikasi Kepemilikan, Jenis, Golongan, Fungsi Kendaraan pada KIKB, membuat order TNKB, melakukan penyimpanan dan penataan Kartu Induk Kendaraan, meneruskan berkas permohonan pada Penetapan PKB/BBN-KB dan SWDKLLJ; 3. Penetapan PKB dan BBN-KB serta SWDKLLJ, merupakan proses dalam penetapan besarnya
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
81
PKB dan BBN-KB serta denda dalam SKPD, memberikan Nomor SKUM dan kohir pada SKPD, menetapkan SWDKLLJ dan denda untuk diteruskan pada Penetapan Biaya Administrasi; 4. Penerimaaan Pembayaran, proses yang dilaksanakan pada penerimaan pembayaran antara lain menerima pembayaran sesuai dengan SKPD, serta menyerahkan berkas dan tindasan SKPD kepada petugas pencetak Peneng/pencetakan STNK/ pengesahan STNK; 5. Validasi STNK/Pencetakan STNK dan
Penyedian TNKB/ Penyediaan Peneng; pada proses ini dilaksanakan pencetakan STNK baru/perpanjangan/pengesahan, pencetakan TNKB, menyediakan Peneng atas dasar SKPD yang telah divalidasi; 6. Penyerahan STNK, TNKB, dan Peneng; proses terakhir dalam rangkaian layanan SAMSAT adalah penyerahan STNK, TNKB, SKPD, dan Peneng kepada pemohon. Proses 6 tahapan pelayanan SAMSAT itu dapat dilihat pada gambar 1 berikut .
REGISTRASI & IDENTIFIKASI
Pembayaran
-Identifikasi Registrasi dan Identifikasi Ranmor dan cek blokir. (POLRI) -Pengecekan KTP dan SPT. (Dispenda)
Penerimaan Pembayaran BBNKB/PKB (Bank Jabar)
Gambar 1 : Proses Layanan di Kantor Bersama SAMSAT
6 Tahapan pelayanan
OTORISASI DAN STATIS KENDARAAN Penetapan nomor polisi dan nomor PKB (POLRI)
SAMSAT
-Registrasi dan penyerahan STNK (POLRI) -Pengembangan STNK, Penning, dan TNKB. (POLRI)
PENETAPAN PAJAK DAN ASURANSI
penyerahan
-Penetapan PKB/BBN KB (DISPENDA) -Penetapan SWDKLLJ (Jasa Raharja)
-Penyerahan STNK (POLRI) -Penyerahan Tanda Terima Pajak (Dispenda)
Dalam proses layanan SAMSAT tersebut, terdapat 10 (sepuluh) jenis layanan, mulai dari : (1) Layanan pelanggan (customer service), (2) Registrasi dan identifikasi, (3) Registrasi kendaraan bermotor, (4) Pengesahan STNK tahunan, (5) Pengesahan STNK (5 tahunan), (6) Pendaftaran kendaraan mutasi, (7) Pendaftaran kendaraan bermotor khusus, (8) Pendaftaran STNK khusus, (9) Pembayaran kendaraan pajak dan asuransi, serta (10) Penyerahan dokumen. Ruang lingkup kajian ini dilakukan terhadap proses utama terhadap 6 langkah dan 10 jenis layanan pada setiap SAMSAT. . 82
pencetakan
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
III. PENGUKURAN IKM MELALUI SURVEI PELAYANAN KANTOR BERSAMA SAMSAT. Pengukuran tingkat kepuasan masyarakat pengguna layanan yang disediakan Instansi Pemerintah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI. Nomor 16 tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Setiap penyelenggara pelayanan publik diwajibkan melakukan Survei Kepuasan Masyarakat secara berkala minimal 1 (satu) kali setahun, mengacu pada Pasal 2 (1) Permen PAN RB ini. Karena itu,
Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016 melakukan survei kepuasan masyarakat pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan pada 15 kantor di kabupaten/kota dalam suatu kajian dengan mengacu kepada Permen tersebut. Maksud dilakukan kajian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pengguna layanan SAMSAT terhadap optimalisasi peningkatan kualitas pelayanan. Metode kajian ini mengadopsi Permen PAN & RB No.16, didasarkan pada Permen PAN & RB Nomor 15 Tahun 2014 dengan dipadukan teori pengukuran kualitas pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan konsumen, meliputi ; (1) Model lima gap analysis dalam konsep kualitas pelayanan, (2) Analisis Cermin (Mirror Analysis), (3) Faktor penentu kepuasan pelanggan jasa, (4) Pengukuran kualitas pelayanan dalam dimensi SERVQUAL, dan (5) Metode Tally yang dilakukan terhadap pertanyaan terbuka. Objek penelitian ini adalah Wajib Pajak yang sedang mengurus suratsurat kendaraan bermotor di Kantor Bersama SAMSAT serta Pegawai/Petugas SAMSAT berasal dari Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) maupun Petugas Kepolisian. Adapun sampel penelitian terdiri dari responden Wajib Pajak sebanyak 520 orang dan Pegawai CPDP dan Petugas Kepolisian sebanyak 220 orang pada 15 Kantor CPDP atau SAMSAT (44%) dari jumlah populasi sebesar 34 Kantor Bersama SAMSAT yang terdapat di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Berdasarkan tujuan dari kajian ini, maka hasil analisis terhadap responden Wajib Pajak dan Pegawai dengan menggunakan Analisis Cermin dari kedua kelompok responden, didasarkan pada : (1) Hasil pengukuran dan analisis kepuasan terhadap 10 (sepuluh) proses pelayanan SAMSAT; (2) Hasil pengukuran tingkat kepentingan dari dimensi-dimensi kualitas jasa (SERVQUAL & Information); (3) Hasil pengukuran kepuasan terhadap dimensi-dimensi kualitas jasa; (4) Hasil pengolahan atas masukan dari pernyataan terbuka. Dari hasil dan pembahasan kajian, maka terdapat 4 (empat) kesimpulan dan rekomendasi yang dapat diungkapkan sebagai berikut:
3.1. Hasil Pengukuran Kepuasan Terhadap Sepuluh Proses Di Kantor SAMSAT Sepuluh proses layanan di Kantor Bersama SAMSAT terdiri dari: (1) Layanan pelanggan (customer service), (2) Registrasi dan IdentiďŹ kasi, (3) Registrasi kendaraan bermotor, (4) Pengesahan STNK tahunan, (5) Pengesahan STNK (5 tahunan), (6) Pendaftaran kendaraan mutasi, (7) Pendaftaran kendaraan bermotor khusus, (8) Pendaftaran STNK khusus, (9) Pembayaran pajak dan asuransi, dan (10) Penyerahan dokumen. Hasil survei terhadap Wajib Pajak memperlihatkan bahwa, lebih dari 50% responden menyatakan puas dan sangat puas untuk ke 10 (sepuluh) proses layanan yang diberikan oleh SAMSAT, berdasarkan pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Pengukuran Kepuasan Terhadap Proses Pelayanan Menurut Wajib Pajak
Sumber : Hasil Survei Lapangan (diolah), 2016. Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
83
Mengacu pada tabel di atas, maka jika diperbandingkan tingkat pengukuran kepuasan, ternyata yang lebih tinggi didapat dari responden Pegawai, kecuali pada layanan pendaftaran kendaraan mutasi. Kesembilan proses lainnya dinyatakan puas dan sangat puas oleh lebih dari 60% responden Pegawai, seperti pada tabel 2 berikut.
Tabel 2 Pengukuran Proses Pelayanan Menurut Pegawai SAMSAT
Sumber : Hasil Survei Lapangan (diolah), 2016.
Analisis Cermin memperlihatkan bahwa, Pegawai cenderung menilai dengan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan Wajib Pajak, terutama pada layanan proses Pendaftaran Kendaraan Bermotor Khusus (-0,51) dan Proses layanan Pendaftaran STNK khusus (-0,54), sebagaimana digambarkan pada tabel 3 berikut.
Tabel 3 Hasil Analisis Cermin terhadap Proses Pelayanan SAMSAT
Sumber : Hasil Survei Lapangan (diolah), 2016. Foto: Istimewa
Berdasarkan tabel di atas, maka yang harus menjadi prioritas perbaikan bagi proses layanan SAMSAT, meliputi : (1) Proses pendaftaran kendaraan mutasi, (2) Proses pendaftaran kendaraan bermotor khusus, dan (3) Proses layanan Pendaftaran STNK khusus. Sedangkan tujuh proses layanan lainnya dapat dipertahankan, dan juga ditingkatkan kinerjanya. 84 Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Humas Bappeda
3.2. Hasil Pengukuran Tingkat Kepentingan Terhadap Dimensi Kualitas Jasa Layanan Dimensi kualitas jasa layanan yang diukur, terdiri atas 5 (lima) dimensi dari SERVQUAL, antara lain: (1) Tangible, berupa penampilan fisik dalam bentuk pegawai/petugas, peralatan, media komunikasi dan sarana lainnya; (2) Responsiveness, berupa kemampuan untuk membantu Wajib Pajak dan memberikan jasa dengan cepat; (3) Reliability, berupa kemampuan merealisasikan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya; (4) Emphaty, berupa syarat untuk peduli dan memberi perhatian pribadi kepada Wajib Pajak; (5) Assurance, berupa pengetahuan dan kesopanan pegawai/petugas serta kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, serta ditambah dengan satu dimensi lagi, yaitu (6) Information, berupa informasi yang berkaitan dengan penjelasan sistem pelayanan SAMSAT. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kepentingan dari Wajib Pajak maupun Pegawai, memperlihatkan hasil yang tidak terlalu berbeda, baik Wajib Pajak maupun Pegawai memberikan bobot yang lebih kecil terhadap dua dimensi, yaitu: Emphaty dan Information, sedangkan empat dimensi lainnya memiliki bobot yang hampir sama. Adapun upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan SAMSAT, maka fokus perbaikan adalah pada beberapa hal yang harus diperhatikan, berupa: (a) Dimensi Information, minimnya penjelasan mengenai proses layanan yang diberikan SAMSAT, sehingga perlu dipertimbangkan desain informasi, baik berupa desain informasi fisik (sign system) maupun desain informasi melalui website resmi SAMSAT yang terstandar untuk
semua Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) di Jawa Barat. Informasi yang baik akan mempermudah Wajib Pajak dalam mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan, sehingga akan mempercepat proses layanan. (b) Dimensi Tangible, bahwa bukti nyata yang merupakan salah satu indikator layanan yang baik. Dimensi ini meliputi tampilan kantor layanan, kenyamanan ruang tunggu, ketersediaan lahan pakir, kerapihan Pegawai SAMSAT, kebersihan lingkungan Kantor CPDP. Karena itu, dimensi ini agar dapat terpelihara dengan baik, maka harus ada standar yang jelas dan lebih baik dalam pengelolaan fasilitas fisik di Kantor SAMSAT. (c) Dimensi Assurance, aspek jaminan pelayanan yang sesuai dengan standar, sangat diperlukan oleh Wajib Pajak. Berdasarkan hal tersebut, perlu dibuat standarisasi Service Level Agreement untuk semua jenis layanan di Kantor SAMSAT. (d) Dimensi Empathy, bahwa Petugas yang ramah merupakan penentu kualitas layanan Kantor SAMSAT. Karena itu, Pelatihan layanan pada pelanggan menjadi satu keharusan bagi semua Pegawai SAMSAT, terutama bagi Pegawai yang melayani di garis depan (front office). Kegiatan ini wajib dilaksanakan untuk semua Pegawai yang melayani Pelanggan (Wajib Pajak) di Kantor SAMSAT di Jawa Barat.
3.3.
Hasil Pengukuran Tingkat Kepuasan Terhadap Dimensi Kualitas Jasa Layanan.
Pengukuran tingkat kepuasan terhadap dimensidimensi kualitas jasa layanan, ternyata menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain : (a) Semua pernyataan dari kuesioner direspon oleh Wajib Pajak
Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
85
maupun Pegawai dengan Measure of Service Adequacy (MSA) positif, artinya ukuran kecukupan pelayanan yang diberikan SAMSAT dinilai positif. Sedangkan Measure of Service Superority (MSS) negatif, artinya ukuran pelayanan yang unggul masih dinilai negatif. Dengan demikian, semua responden menyatakan puas, karena nilai perceived service jatuh pada zone-of-tolerance masing-masing pernyataan. Artinya, penilaian responden merasa terpuaskan atas pelayanan SAMSAT yang berada pada wilayah toleransi atas pernyataanpernyataan yang disajikan dalam kuesioner. Kondisi ini memperlihatkan bahwa, responden menyatakan puas terhadap dimensi-dimensi kualitas jasa layanan yang diterima. Selanjutnya untuk mencari room for improvement, artinya perbaikan organisasi layanan (SAMSAT) dalam penelitian ini menggunakan Analisis Cermin, yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dari kelompok responden Wajib Pajak dan kelompok responden Pegawai. Hasilnya memperlihatkan bahwa rata-rata persentase kepuasan [(perceivedminimum)/ZOT Range] dari Wajib Pajak memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan Pegawai, baik untuk data terbobot maupun belum terbobot. Hal ini memperlihatkan bahwa Pegawai menilai 'lebih tinggi' dibandingkan dengan Wajib Pajak untuk penilaian kepuasan atas semua dimensi layanan. Berdasarkan hasil pengukuran ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat empat dimensi yang harus ditingkatkan lagi kinerjanya, yaitu dimensi: Information, Assurance, Emphaty, dan Tangible. Adapun dua dimensi lainnya, berupa Responsiveness dan Reliability, sebaiknya dipertahankan dan juga ditingkatkan. Kajian ini juga menghasilkan kesimpulan, bahwa terdapat 3 (tiga) dari lima gap yang muncul, yaitu: ● Gap 2: adalah gap antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas jasa. Terdapat indikasi bahwa spesifikasi jabatan (job spesifikasi) dan standar jabatan (job standard) dalam organisasi layanan belum dikaitkan dengan keinginan para Wajib Pajak sebagai pelanggannya. Walaupun kedua jabatan (job) dalam organisasi layanan telah ada, tetapi dalam implementasinya masih belum sesuai keinginan Wajib Pajak. ● Gap 3: adalah gap antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasa. Bahwa akibat munculnya Gap 2, maka kemungkinan terjadinya Gap 3 adalah besar, dan Gap 3 ini berhubungan dengan konsistensi dari perilaku pelayanan dari para Petugas. ● Gap 4: adalah gap antara penyampaian jasa layanan dengan komunikasi eksternal (iklan). Gap 4 ini teridentifikasi karena dimensi information menjadi salah satu kelemahan yang muncul dalam kajian ini. ●
86
Gap 5: adalah gap antara yang dirasakan pelanggan (perceived) dengan harapan pelanggan (ecpected). Walaupun secara pengukuran gap ini Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
Foto: Istimewa
tidak muncul, tetapi karena sifat dari perceived service adalah dinamis dan pastinya semakin meningkat, sehingga membutuhkan penyempurnaan yang terus-menerus dari kualitas pelayanan yang harus tetap dilakukan. Room-forimprovement (RFI) yang teridentifkasi dalam kajian ini, terutama pada dimensi Tangible dan Emphaty.
3.4.
Hasil Pengukuran dari Pernyataan Terbuka
Hasil analisis terhadap Pernyataan Terbuka mempertegas hasil pengukuran kepuasan layanan atas analisis sebelumnya. Prioritas perbaikan dan peningkatan kualitas layanan dari Kantor SAMSAT meliputi: perbaikan dalam proses layanan yang dipercepat yang dikombinasikan dengan perbaikan dan penambahan fasilitas (Ruang tunggu, Musholla, AC, Toilet, dan Parkir), peningkatan kompetensi Petugas, serta ketersediaan dan kejelasan informasi.
IV. NILAI PELAYANAN DALAM PESPEKTIF KEPUASAN MASYARAKAT Nilai pelayanan, jika ditinjau dari perspektif filsafat nilai sebagaimana dikemukakan Notonagoro (1967), maka termasuk dalam Nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Pelayanan dalam perspektif nilai kerohanian berada dalam satu-kesatuan yang terpadu, antara nilai keindahan yang bersumber pada unsur “rasa” pada diri manusia (govoel, perasaan, estetis,) dan nilai kebenaran atau kenyataan yang bersumber pada unsur “akal” manusia (rasio, budi, cipta) serta nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur “kehendak atau kemauan” manusia (will, karsa, etika). Karena itu, nilai pelayanan yang diukur berdasarkan kepuasan masyarakat bersifat relatif pada setiap manusia atas subjektifitas
penilaian dirinya, yang didasarkan pada 3 (tiga) jenis nilai yang berbeda terhadap objek yang sama dalam perspektif bahasan penelitian kualitatif. Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam menilai kualitas pelayanan SAMSAT menggunakan metode kuantitatif dengan menampilkan angka-angka statistik. Pola ini merupakan cara untuk “mempermudah” logika responden memahami pilihan atas jawaban yang telah dipersiapkan melalui pernyataan/pertanyaan sebagai hasil justifikasi desain peneliti. Esensi yang menjadi capaian penilaian kepuasan responden terhadap kualitas pelayanan didasarkan pada indeks/bobot/persentase, yang pada akhirnya oleh peneliti akan dimaknai secara kualitatif. Tentu didasarkan pada metode yang mengikuti kaidah-kaidah keilmuan dan standar penelitian Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
87
ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah pula. Dalam perspektif objek kajian terhadap SAMSAT sebagai lembaga pemerintah yang mewakili Negara, tentu terdapat perbedaan orientasi tujuan pelayanan bagi Warga Negara (citizen's charter) sebagai Wajib Pajak yang didasarkan pada filosofi berbangsa dan bernegara, dibandingkan perusahaan yang berorientasi bisnis. Sebagai lembaga pemerintah, seharusnya memberikan pelayanan dengan nilai tambah (added value) yang lebih berkualitas dari pada perusahaan sebagai lembaga bisnis, karena SAMSAT membawa amanah Negara melayani Warga Negara. Indikator penilaian pelayanan yang berkualitas, tentu berorientasi pada nilai (value-oriented) untuk mendapatkan nilai kepuasan pelayanan (service satisfaction) terhadap pelanggan suatu perusahaan atau SAMSAT agar mendapatkan hasil dan kualitas proses jasa layanan yang melebihi harga dan biaya untuk memperoleh jasa layanan. Menurut Kotler dan Keller (2006), bahwa nilai yang diterima pelanggan (customer delivered values) adalah selisih dari nilai total bagi pelanggan (total customer value) dengan ongkos total bagi pelanggan dalam memperoleh jasa. Jika nilai yang diterima pelanggan adalah positif, maka pelanggan akan puas. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan SAMSAT selaku Wajib Pajak Kendaraan Bermotor dalam beberapa hal tertentu masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas pelayanan dari berbagai Perusahaan yang telah mampu menerapkan ISO 9000 secara sempurna. Namun, hasil kajian yang menunjukkan pada tingkatan penilaian “Baik” menurut pelanggan, adalah merupakan suatu perestasi yang harus dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus untuk mendapatkan pelayanan prima. Kendala internal dalam realitas manajemen SAMSAT dalam mewujudkan pelayanan yang terintegrasi dan terkoordinasi antar Instansi terkait tidaklah mudah, karena masing-masing instansi terkait ingin menunjukkan eksistensi atas Visi dan Misi kelembagaan secara sektoral agar lebih menonjol merupakan penghalang terbentuknya satukesatuan sistem budaya pelayanan prima. Karena disadari bahwa terbentuknya SAMSAT didasarkan atas adanya kebijakan pemerintah menjadikan prasyarat penting dalam menetapkan kebijakan
88
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
yang adil yang harus dilalui : Pertama, adanya proses politik yang harus dilakukan pemberi layanan (SAMSAT) agar betul-betul mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan beragam media yang sesuai. Kedua, adanya regulasi yang berbentuk produk hukum untuk menjamin adanya “kepastian” dalam pola relasi antara penerima dan pemberi layanan dalam implementasi sistem pelayanan. Ketiga, pemberi layanan yang melibatkan instansi terkait didasarkan atas kebijakan yang adil dalam perspektif terimplementasinya prinsip-prinsip kemitraan yang berorientasi pada pelayanan Negara terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, filsuf Yunani Aristoteles menyatakan bahwa, sebuah Negara harus peduli pada karakter warganya, dan harus mendidik serta membiasakan dalam 'kebajikan', sehingga harus memberikan kesempatan meraih hal-hal: ekonomi, moral, intelektual yang dibutuhkan bagi kehidupan yang baik. Itulah gambaran sebuah Negara dengan peran yang sangat essensial. Menurut filsuf Inggris John Locke, bahwa ada 2 (dua) tanggung jawab yang besar harus dilakukan Negara sebagai konsekuensi dari pembentukannya; Pertama, tanggungjawab Negara untuk memenuhi kebutuhan hak azasi warganya sebagai jaminan Negara atas kesediaan warga bersatu dalam Negara. Kedua, tanggungjawab Negara untuk memenuhi batasan-batasan kewenangan yang ditetapkan warganya. Pembayar pajak kendaraan bermotor adalah Warga Negara Indonesia yang harus dipahami karaternya sebagai insan manusia yang bermartabat yang telah berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah dan negaranya. Untuk memberikan kepuasan dalam dirinya terhadap penilaian kualitas pelayanan SAMSAT, maka pahamilah unsur jiwanya yang terdiri dari : (1) Unsur “rasa” berkaitan dengan capaian nilai kebagiaan atas pelayanan yang diterima; (2) Unsur “akal” berkaitan dengan nilai kebenaran atas implementasi sistem pelayanan; dan (3) Unsur “karsa” berkaitan dengan nilai kebaikan
Jika nilai yang diterima pelanggan adalah positif, maka pelanggan akan puas
Foto: Humas Bappeda
DAFTAR PUSTAKA atas pelaksanaan sistem pelayanan yang realitasnya diberikan SAMSAT. Semoga dengan memahamni dan menghargai harkat dan martabat manusia sebagai pelanggan SAMSAT akan meningkatakan kualitas pelayanannya. Karena itu, Wajib Pajak harus dididik dan dibiasakan serta ditumbuhkan kesadaran membayar pajak demi kelangsungan pembangunan dalam berbangsa dan bernegara.
1. Dwiyanto, A., 2006, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, UGM Press., Dharmayanti, Diah, Yogyakarta. 2. Gerson, R. F., 2002, Mengukur Kepuasan Pelanggan: Panduan Menciptakan Pelayanan Bermutu, Penerbit PPM. Jakarta. 3. Kasim, Azharet. al., 2011, Analysis on Mobile Samsat's Public Service Quality, Journal of Administrative Science & Organization, Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017 Warta Bappeda
89
January 2011, Page 22-32 Volume 18, Number 1, Universitas Indonesia, Jakarta.
New York: Free Press. 6. Puspitosari, Hasti, dkk., 2016, FilosoďŹ Pelayanan Publik : Buramnya Wajah Pelayanan Menuju Perubahan Paradigma Pelayanan Publik, Penerbit SETARA Press berkerjasama dengan MP3, Malang, Jawa Timur.
4. Notonagoro, 1967, Beberapa Hal Mengenai Falsafat Pancasila, Universitas Pancasila, Jakarta. 5. Parasuraman, A., Zeithaml, & Berry, L. L., 1990, Delivering Service Quality: Balancing Customer Perceptions and Expectations.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 96 tentang Pelakasanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
3.
Peraturan Presiden RI. Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor.
4.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan.
5.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor : KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, yang diganti dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
6.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penyelenggaran Pelayanan Publik.
7.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
8.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Jawa Barat No. 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
***
90
Warta Bappeda Volume 20 Nomor 78 April - Juni 2017
BALE WIWAHA
MAJALAH
Call For Papers Kami Mengundang para Fungsional Perencana, Peneliti, Dosen, Mahasiswa dan Pemerhati Pembangunan untuk menyumbangkan artikel ilmiah populernya ke Majalah
I
II I S I ED JULI
Majalah Warta Bappeda merupakan produk media cetak yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. Diproduksi secara berkala guna memberikan inspirasi, pencerahan, serta edukasi bagi pembacanya. Selain itu, bisa digunakan sebagai
1.
2.
3.
ER TEMB
2017
P
- SE
Artikel berisi gagasan tentang perencanaan pembangunan di Jawa Barat, bukan kumpulan dokumen atau regulasi. Tulisan berbentuk Karya Tulis Ilmiah Populer dengan tetap menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar/sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Isi artikel tidak memuat unsur yang merusak hubungan suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan kebencian atau memunculkan aksi terorisme.
Artikel dikirim melalui email:
wartabappedajabar@yahoo.com dengan menyertakan: identitas lengkap (biodata) dan foto penulis paling lambat tanggal:
23 Agustus 2017 CP: 087820862434
bappeda.jabarprov.go.id Jl. Ir. H. Juanda No.287 Dago, Bandung
bappeda.jabarprov.go.id bp2apd.jabarprov.go.id pep3d.jabarprov.go.id e-mail: wartabappedajabar@yahoo.com
Foto: Humas Bappeda
sumber informasi perencanaan pembangunan jawa barat C Bappeda Provinsi Jawa Barat
@bappedajabar
@bappedajabar
Bappeda Provinsi Jawa Barat