MEDIA KOMUNIKASI TRIWULANAN Vol. 29 No. 116 Oktober - Desember 2017
PROVINSI JAWA BARAT
MEWUJUDKAN PARIWISATA SEBAGAI LOKOMOTIF EKONOMI JAWA BARAT
PORPEMPROV XV Aher: Tingkatkan Prestasi untuk Jabar Terus Kahiji
DARI
REDAKSI
PROVINSI JAWA BARAT
Majalah Warta Bappeda merupakan produk media cetak yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. Diproduksi secara berkala dan memberikan insipirasi, pencerahan, serta edukasi untuk menunjang proses perencanaan pembangunan anda Assalamu'alaikum Wr. Wb Para pembaca yang berbahagia pada terbitan Warta Bappeda Edisi Triwulan I Volume 29 Nomor 116 Oktober-Desember Tahun 2017 kali ini kami tampilkan wajah baru, perubahan tata letak dan penambahan rubrik anyar kami hadirkan lebih kontras untuk penyegaran majalah yang sudah 29 tahun menemani pembaca setia kami. Beberapa Rubrik diantaranya Laporan Utama dan Khusus berkenaan dengan Kegiatan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat dan Wawasan Perencanaan. Hal ini dilakukan demi memberikan kepuasan para pembaca dalam memperoleh informasi perencanaan pembangunan Jawa Barat melalui majalah triwulanan ini. Tulisan kali ini diawali dengan Laporan Utama Pekan Olahraga Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2017, dilanjutkan dengan Liputan tentang Rapat Koordinasi Bidang Ekonomi di Garut. Para pembaca Warta Bappeda yang kami hormati, selain tulisan diatas kami hadirkan pula beberapa Artikel Wawasan Perencanaan yang mengupas tentang Kesempatan Kerja Penduduk Miskin di Jawa Barat, Analisis Kebutuhan Air Bersih dan Sanitasi Penduduk Miskin di Jawa Barat, Patbo Super Inovasi Teknologi Budidaya Padi SpesiďŹ k Lahan Sawah Tada Hujan Meningkatkan Produktivitas Padi > 30% di Jawa Barat, Peranan “Geographic Informasi Sy s te m â€? d a l a m M e m ba n t u Pe re n c a n a a n Pembangunan Sosial, Statistik Data yang Berkualitas Menuju Perencanaan Pembangunan yang Smart, Akses Masyarakat Miskin Terhadap Puskesmas. Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penulis atas kontribusinya selama ini. Kami tunggu artikel berikutnya yang akan diterbitkan dalam Edisi Triwulan I Tahun 2018. Selamat membaca.
Terbit Berdasarkan SK Menpen RI No. ISSN
Penanggung Jawab Ketua
1353/SK/DITJENPPG/1988 0216-6232
Ir. H. Yerry Yanuar, MM Ir. Bambang Tirtoyuliono, MM
Sekeretaris
Anjar Yusdinar, S.STP., M.Si
Penyunting
Ir. H. Tresna Subarna, M.M Drs. Bunbun W. Korneli, MAP Drs. Achmad Pranusetya, M.T T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si
Sekretariat
Hj. Megi Novalia, S.Ip., M.Si
Fotografer
Roni Sachroni, BA
Layouter Alamat
Ramadhan Setia Nugraha S.Sos Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061 Website : bappeda.jabarprov.go.id E-mail : wartabappedajabar@yahoo.com
Wassalamu'alaikum Wr. wb menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung. Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.
D A F TA R I S I Warta Bappeda Vol. 20 No. 77 Januari - Maret 2017
L A P O R A N U TA M A
3
LAPORAN KHUSUS
10
PORPEMPROV XV 2017 A H E R : T I N G K AT K A N P R E S TA S I UNTUK JABAR TERUS KAHIJI
Pelaksanaan Musrenbang Perbatasan Jabar-Jateng 2017 ini dimaksudkan dapat menjadi suatu forum kerjasama daerah dalam rangka pemerataan pembangunan peningkatan aksesbilitas masyarakat, khususnya di wilayah perbatasan Provinsi Jawa Barat-Jawa Tengah
R A KO R E KO N O M I : MEWUJUDKAN PA R I W I S ATA S E B A G A I LO KO M O T I F E K O N O M I J A W A B A R AT
Bappeda Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 pada Rabu, 22 November 2017 di Kampung Alam Sumber Resort, Kabupaten Garut.
16
K E S E M PATA N K E R J A PENDUDUK MISKIN D I J A W A B A R AT
31
ANALISIS KEBUTUHAN A I R B E R S I H D A N S A N I TA S I PENDUDUK MISKIN D I J A W A B A R AT
42
68
S TAT I S T I K D ATA YA N G B E R K U A L I TA S M E N U J U PERENCANAAN PEMBANGUNAN YA N G S M A R T
76
A K S E S M A S YA R A K AT MISKIN TERHADAP PUSKESMAS
PAT B O S U P E R I N O V A S I T E K N O L O G I B U D I D AYA PA D I S P E S I F I K L A H A N S A W A H TA D A H U J A N M E N I N G K AT K A N P R O D U K T I V I TA S PA D I > 3 0 % D I J A W A B A R AT
Beras merupakan isu utama dalam pemantapan ketahanan pangan, karena 95 persen penduduk Indonesia masih sangat tergantung pada beras. Konsumsi energi dan protein rata-rata penduduk Indonesia lebih dari 55% berasal dari beras (Statistik Indonesia, 2014).
50
PERANAN “GEOGRAPHIC INFORMASI SYSTEM” DALAM MEMBANTU PERENCANAAN PEMBANGUNAN SOSIAL
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
1
LAPORAN
U TA M A
2
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Foto: Humas Bappeda
PORPEMPROV XV 2017 Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
3
LAPORAN
U TA M A
Aher: Tingkatkan Prestasi untuk Jabar Terus Kahiji Sebanyak 3.000 Aparatur Sipil Negara (ASN) bertanding memperebutkan empat (4) medali emas, 40 medali perak, dan 64 medali perunggu. Mereka bertanding pada perhelatan Pekan Olahraga Pemerintah Provinsi (PORPEMPROV) XV/2017. Foto: Humas Bappeda
PORPEMPROV XV/2017 diselenggarakan dalam suasana berbeda.dengan mengambil tempat di Stadion Atletik dan Sepak Bola di kawasan Sentra Pembinaan Olahraga Terpadu (SPOrT) Jabar Arcamanik, di Bandung. Ajang pertandingan olahraga tahunan ini diikuti seluruh pegawai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Asisten Daerah Setda lingkup Pemprov Jabar. Mulai berlangsung pada tanggal 12-14 Desember 2017 dengan beberapa cabang olah raga yang dipertandingkan, diantaranya; volley ball, bulutangkis, futsal, catur, bilyar, tenis meja, gerak jalan, serta beberapa permainan tradisional seperti tarumpah panjang dan galah. 4
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mengatakan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari sedikit Provinsi yang secara rutin menyelenggarakan Pekan Olahraga bagi para pegawainya. Baik di tingkat Pemerintah Provinsi lewat PORPEMPROV, maupun di tingkat Daerah Provinsi melalui penyelenggaraan PORPEMDA. "Karenanya tidak mengherankan jika dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PORNAS) KORPRI dua kali berturut-turur pada tahun 2015 di Manado dan tahun 2017 di Yogjakarta, para ASN Provinsi Jawa Barat berhasil
meraih gelar juara umum," ungkapnya saat membuka acara PORPEMPROV XV 201, Selasa (12/12/2017). Ia juga menambahkan, pada penyelenggaraan Asean Civil Service Games (ACSG) yang merupakan penyelenggaraan pekan olahraga para pegawai pemerintah di negaranegara ASEAN untuk pertama kalinya diselenggarakan tahun 2016 di Malaysia, Kontingen Indonesia yang diwakili para ASN anggota KORPRI Jabar berhasil menjadi Runner Up setelah tuan rumah Malaysia.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
5
LAPORAN
U TA M A
Hal itu, kata Aher, merupakan hasil dari proses penyelenggaraan pembinaan olahraga di lingkungan ASN Jawa Barat yang sudah cukup baik dan berkesinambungan. Dalam terwujudnya budaya olahraga yang kokoh di lingkungan para ASN anggota KORPRI Jabar, Aher mengajak semua ASN di lingkungan Pemprov Jabar melaksanakan kegiatan olahraga secara rutin di lingkungan instansinya masingmasing. Aher berharap PORPEMPROV XV/2017 akan terselenggara dengan penuh semangat dan gairah yang lebih tinggi. Sehingga tujuan PORPEMPROV sebagai ajang silaturahim, pemeliharaan jasmani rohani, dan sekaligus pembinaan prestasi para ASN anggota KORPRI Jabar di bidang olahraga dapat tercapai dengan lebih optimal.
“Atlet berprestasi harus diberikan apresiasi Meskipun secara umum prestasi kontingen Indonesia pada ajang tersebut tidak terlalu menggembirakan, namun atlet-atlet Jawa Barat ternyata mampu memberikan kontribusi yang terbesar dibanding atlet dari Provinsi lain,”
6
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Penyerahann Penghargaan SEA GAMES 2017 Pada upacara pembukaan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menyerahkan penghargaan bagi para atlet asal Jawa Barat yang telah berhasil meraih medali pada ajang SEA GAMES 2017, di Malaysia. “Atlet berprestasi harus diberikan apresiasi Meskipun secara umum prestasi kontingen Indonesia pada ajang tersebut tidak terlalu menggembirakan, namun atlet-atlet Jawa Barat ternyata mampu memberikan kontribusi yang terbesar dibanding atlet dari Provinsi lain,” terang Aher. Hal itu dilihat dari jumlah atlet yang berlaga dan jumlah medali yang diperoleh. Total raihan mendali atlet asal Jabar ialah 19 medali emas, 21 medali perak, dan 9 medali perunggu. Secara keseluruhan, Indonesia memperoleh 38 medali emas, 63 perak, dan 90 perunggu bertengger pada posisi ke-5 setelah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Lebih menggembirakan lagi kata Aher, pada event PARAGAMES, kontingen Indonesia berhasil meraih prestasi sebagai juara umum.
Foto-foto: Humas Jabar & Bappeda
“Atlet PARALYMPIC asal Jawa Barat juga memberikan kontribusi raihan medali terbanyak di ajang olahraga tersebut, yakni mencapai 32 medali emas, 25 mesali perak, dan 16 mesali perunggu,� sebut Aher.
Foto: Humas Bappeda
Pada rangkaian upacara tersebut, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan diganjar penghargaan dari NPC Indonesia Provinsi Jawa Barat. Aher memperolehnya karena dinilai kepedulian dalam membina para atlet paralympic hingga mampu meraih sukses. Kemudian terdapat juga GOR Laga Satria yang dapat digunakan kegiatan cabang olahraga karate, yudo, taekwondo dan tinju. Gymnasium yang dapat digunakan untuk kegiatan catur, senam dan angkat besi/angkat berat, padepokan pencak silat, stadion bola voli pasir, stadion baseball dan softball serta Gedung Youth Centre. "Pada hari ini kita punya komplek olahraga terpadu yang bisa menampung banyak orang. Insya Allah awal 2018 nanti, saya ingin mengumpulkan seluruh ASN Jawa Barat di GOR ini," tutur Aher. Sebelum dibangun menjadi kawasan olahraga terpadu, Sport Jabar Arcamanik digunakan sebagai lapangan sepakbola dan lapang pacuan kuda. Pada tahun 2012, kawasan tersebut direnovasi dan dijadikan Sport Jabar Arcamanik. Pembangunannya memakan waktu tiga tahun dan menghabiskan anggaran sekira Rp 175 Miliar.Aher menyebutkan bahwa SPOrT
Gubernur Resmikan SPOrT Arcamanik Bandung Masih pada rangkaian pembukaan PORPEMPROV XV/2017, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, meresmikan penggunaan kawasan SPOrT Arcamanik Bandung. Peresmian ditandai dengan penandatanganan beberapa prasasti oleh Aher, yakni Stadion Utama yang dapat digunakan untuk kegiatan cabang olahraga atletik, sepak bola dan panahan. Selain itu ada GOR Laga Tangkas yang dapat digunakan kegiatan cabang olahraga basket, volly ball dan bulu tangkis. Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
7
LAPORAN
U TA M A
Arcamanik Bandung sepenuhnya merupakan milik dan dibangun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2012. dapun secara bertahap, telah mulai dimanfaatkan untuk penyelenggaraan eventevent olahraga seperti Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) tahun 2016, Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX, dan saat ini telah menjadi sentra pembinaan olahraga terpadu khususnya pembinaan bibit-bibit atlet masa depan Jawa Barat. Disamping tetap digunakan untuk berbagai kegiatan keolahragaan dan kepemudaan tingkat daerah, nasional, bahkan internasional. Aher pun berharap sarana yang diresmikannya dapat representatif untuk pembinaan olahraga para atlet maupun dimanfaatkan masyarakat umum. Selain itu juga, dapat melecut semangat meraih prestasi olahraga Jawa Barat. Dengan telah terbangunnya dan termanfaatkannya fasilitas pelatihan olahraha tersebut, Aher menginginkan budaya dan prestasi olahraha di Jawa Barat dapat terus ditingkatkan, sehingga jargon "Jabar Kahiji" bisa terus menggaung hingga menjadi "Jabar Terus Kahiji". “Terbangunnya dan termanfaatkannya fasilitas pelatihan olahraga ini, semoga budaya dan prestasi olahraga di Jawa Barat dapat ditingkatkan sehingga jargon 'Jabar Kahiji' bisa ditradisikan menjadi 'Jabar Terus Kahiji'," ujar Aher. (Humas Bappeda)
8
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Foto-foto: Humas Bappeda
Dapatkan informasi terbaru seputar Perencanaan Pembangunan Jawa Barat
Design by: Rama
bappeda.jabarprov.go.id Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
15
LAPORAN
KHUSUS
Foto: Humas Bappeda
10 Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Rakor Ekonomi:
Mewujudkan Pariwisata Sebagai Lokomotif Ekonomi Jawa Barat
LAPORAN
KHUSUS
B
appeda Jabar, Garut.- Bappeda Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 pada Rabu, 22 November 2017 di Kampung Alam Sumber Resort, Kabupaten Garut. Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi Provinsi Jawa Barat merupakan agenda tahunan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi antar Kabupaten/Kota dengan tujuan sinkronisasi perencanaan pembangunan bidang ekonomi seJawa Barat. Capaian dari hasil rapat tersebut ialah, (1) terinformasikannya pencanangan Pariwisata sebagai lokomotif perekonomian Jawa Barat kepada Kabupaten/Kota di Jawa Barat, (2) dukungan Kabupaten/Kota terhadap kebijakan pembangunan ekonomi Jawa Barat, (3) terjaringnya data dan infromasi pembangunan ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Selain itu, beberapa narasumber juga dihadirkan, diantaranya: (1) Perwakilan Bappeda Kabupaten Garut yang memaparkan Selayang Pandang Kabupaten Garut. (2) Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Barat yang membahas Perkembangan Ekonomi Regional dan Data P a r i w i s a t a J a w a B a r a t . ( 3 ) D r. R u l y u s a Pratikto,S.AB.,M.S.E (Dosen UNPAR) dengan pembahasan Peluang Sektor Pariwisata Menjadi Lokomotif Ekonomi Jawa Barat. Serta Direktur Utama PT JASWITA yang membahas tentang Mengenal business plan PT JASWITA, BUMD
Bidang Usaha Pariwisata. Mengangkat tema “Mewujudkan Pariwisata Sebagai Lokomotif Jawa Barat” rapat yang dihadiri seluruh Bidang Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan OPD mitra Bidang Ekonomi ini memetakan kondisi sektor pariwisata Jawa Barat dalam hal kesiapan infrastruktur baik itu fisik maupun non-fisik sehingga teridentifikasi potensi, keunggulan, dan kelemahan dari sektor pariwisata Jawa Barat. Juga memberikan rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bagaimana menumbuhkembangkan sektor pariwisata di Jawa Barat sehingga dapat mencapai potensinya sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Provinsi Jawa Barat Ahmad Ade Hadeansyah, ST,. M.Si pada sambutannya memaparkan kondisi dan potensi pariwisata di Jawa Barat. Menurutnya, pariwisata menempati posisi keempat sebagai penyumbang devisa dan ini menjadi sumber potensi ekonomi baru bagi masyarakat terlebih di Jawa Barat.“Di tingkat nasional, pariwisata merupakan penyumbang devisa ke-4 terbesar dengan trend pertumbuhan yang selalu positif. Sektor pariwisata diproyeksikan akan menjadi kontributor terbesar devisa nasional pada tahun 2020,” ujar Ade. Kontribusi devisa sektor pariwisata, secara nominal menduduki ranking ke 4 (empat) pada tahun 2014 - 2015 dengan kontribusi sebesar 12,226%, setelah minyak & gas bumi sebesar 18,552%, batu bara sebesar 15,943%, dan minyak kelapa sawit sebesar 15,385%.
Secara Nominal Menduduki Ranking ke-4* M I N YA K & G A S B U M I B AT U B A R A M I N YA K K E L A PA S AW I T PA R I W I S ATA
18.552
15.943
15.385
12.226 *) tahun 2014-2015
12 Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara memiliki pengaruh untuk mengembangkan sektor pariwisata kedepannya. Kunjungan wisata mancanegara mengalami peningkatan setiap tahunnya dan lebih banyak datang dari Bandara Soekarno-Hatta, serta sisanya datang dari Bandara Juanda, Adi Sumarno, Adisucipto, dan Husein Sastranegara dan dari Pelabuhan Tanjung Priok. Di Jawa Barat, sektor Pariwisata dapat menjadi alternatif sumber pertumbuhan ekonomi khususnya daerah yang memiliki potensi alam dan budaya namun tidak berada di sekitar pusat aglomerasi sehingga tidak memungkinkan untuk membangun industri (umumnya Jabar bagian selatan). Rata-rata pertumbuhan sektor terkait pariwisata 5 tahun terakhir 7,63%(yoy) dan rata-rata pertumbuhan total PDRB 5 tahun terakhir 5,73%(yoy)
Potensi Pariwisata
Data dari Parbud dalam angka Jabar 2016, diketahui Provinsi Jawa Barat memiliki potensi kepariwisataan lengkap dengan usaha jasa pariwisata terdiri dari, 562 Biro Perjalanan Wisata, 37 Cabang Biro Perjalanan Wisata dan 148 Agen Perjalanan Wisata. Kemudian, tersedianya 320 hotel berbintang, 1070 restoran, 3450 rumah makan, 253 cafĂŠ dan 631 objek dan daya Tarik wisata yang terdiri dari wisata alam, budaya dan minat khusus.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
13
LAPORAN
KHUSUS Ade menambahkan, berdasarkan data dari BI dan Tim Ekonomi Jawa Barat, dilihat dari distribusi kunjungan wisatawan nusantara, Provinsi Jawa timur menduduki peringkat pertama sebagai daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan nusantara (sebesar 17,8%), kemudian di susul oleh Jawa Barat (16,3%), Jawa Tengah (12,86%), dan Jakarta (7,72%).
Distribusi Kunjungan Wisatawan Nusantara
Sumber: BI dan Tim Ekonomi Jawa Barat
Foto: Humas Bappeda
Untuk mencapai Mewujudkan Pariwisata Sebagai Lokomotif Jawa Barat ada langkahlangkah perlu dilakukan yakni:
1
Mendorong percepatan pembangunan infrastruktur konektivitas dan infrastruktur pendukung pariwisata, memperbaiki infrastruktur jalan dan yang terkait dengan moda transportasi lain untuk mempermudah dan mempercepat akses ke tempat wisata (Transport is a key enabler of tourism). Serta, meningkatan akses langsung wisatawan mancanegara ke Jawa Barat, melalui pembukaan rute penerbangan internasional langsung ke Jawa Barat yang lebih intensif - mungkin akan bisa ditingkatkan setelah beroperasinya BIJB di Kertajati.
2
Penyiapan SDM antara lain melalui 1) sekolah pariwisata, 2) peningkatan community involvement menuju community based tourism (contoh:
14 Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
3
4
kampung wisata) 3) melakukan pelatihan bagi para pekerja/calon pekerja pariwisata untuk skill yang diperlukan di bidang ini, agar mereka dapat mempertahankan kelanggengan pekerjaan mereka.
Peningkatan program-program package tour di Jawa Barat, yang menawarkan series paket-paket wisata ke beberapa lokasi wisata di Jawa Barat (tourism routes) dengan karakterstik yang berbeda-beda, mulai dari wisata alam, wisata budaya, hingga wisata buatan. yang membuat wisatawan merasakan keanekaragaman wisata di Jawa Barat
Menyesuaikan karakteristik dan kebutuhan para wisatawan dengan aktivitas kegiatan yang ada di spot-spot wisata, sehingga para wisatawan lebih betah berada di Jawa Barat meningkatkan lama tinggal wisatawan, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi wisatawan.Preferensi wisatawan berbeda, ada yang butuh hotel bagus, gubug khas desa, dan yang lainnya namun tetap nyaman ditempati.
5 6 7
Perlunya peningkatan pada besaran promosi pariwisata, agar semakin banyak orang yang tahu keanekaragamani jenis pariwisata di Jawa Barat - baik untuk wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Salah satunya dengan memanfaatkan media murah yang sering dikunjungi oleh netizen seperti youtube, twitter, instagram ataupun facebook. Selain itu, kerjasma dalam tourism promotion level ASEAN juga dapat dilakukan.
Pengembangan ruang kreatif dan outlet pemasaran produk kreatif serta konektivitas diantaranya.
Meningkatkan keterkaitan sektoral di industri pariwisata, sehingga aktivitas wisata mampu mendorong perkembangan sektor-sektor perekonomian Jawa Barat - baik melalui keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang, sehingga wisata dapat menjadi industri yang memiliki value added yang tinggi. (Humas Bappeda)
Foto-foto: Humas Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
15
WAWA S A N PERENCANAAN
Kesempatan Kerja Penduduk Miskin di Jawa Barat Oleh Reni Marlina* Lissiana Nusifera**
Dalam upaya penurunan kemiskinan melalui peningkatan kesempatan kerja permasalahannya adalah belum adanya pemetaan tentang karakteristik pekerjaan rumah tangga miskin, dan belum adanya gambaran yang kongkrit tentang lapangan usaha RTS termiskin di Jawa Barat.
*) Fungsional Perencana Bappeda Provinsi Jawa Barat **) Guru SMA Lab School UPI
Foto: Humas Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
17
PENDAHULUAN
K
onsep Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mewujudkan tujuan dan sasaran setiap misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2013-2018 dilaksanakan melalui 10 (sepuluh) skenario pembangunan Common Goals berbasis tematik sektoral. Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, terdapat pada penjabaran tematik sektoral berbasis Common Goals nomor 9 (sembilan) yaitu menanggulangi kemiskinan, penyandang masalah kesejahteraan sosial dan keamanan. Kondisi kemiskinan di Jawa Barat Tahun 2007 sebesar 13,7 persen, turun menjadi 8,7 persen pada Tahun 2016 (BPS, Jawa Barat). Rendahnya laju pertumbuhan tersebut salah satunya diduga dari kurangnya akses masyarakat miskin terhadap layanan lapangan kerja. Menurut BPS (2008), faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan diantaranya keterbatasan akses terhadap lapangan pekerjaan, dan kemampuan untuk berproduktif. Faktor tersebut sejalan dengan pendapat Midodo (2006) bahwa yang menyebabkan seseorang atau sebuah keluarga adalah rendahnya taraf pendidikan, yang menyebabkan rendahnya kemampuan untuk mengakses lapangan pekerjaan. Untuk mengantisiasi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan berbagai program pemberdayaan masyarakat, akan tetapi upaya tersebut terkendala oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia keluarga miskin yang menyebabkan sempitnya kesempatan untuk menjangkau sektor ekonomi yang produktif (Faturochman dan Marcelinus Molo, 1993). Dalam upaya penurunan kemiskinan melalui peningkatan kesempatan kerja permasalahannya adalah belum adanya pemetaan tentang karakteristik pekerjaan rumah tangga miskin, dan belum adanya gambaran yang kongkrit tentang lapangan usaha RTS termiskin di Jawa Barat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan kajian tentang kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin di Jawa Barat, untuk menganalisis karakteristik pekerjaan rumah tangga miskin, dan menganalisis lapangan usaha RTS termiskin di Jawa Barat. Keluaran dari kajian ini adalah bahan kebijakan perencanaan penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat.
18
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Kajian kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin di Jawa Barat merupakan kajian kuantitatif deskriptif dengan unit analisis rumah tangga miskin di Jawa Barat pada aspek kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin yang meliputi pekerjaan rumah tangga dan lapangan usaha. Sumber informasi untuk pelaksanaan kajian tersebut berupa data yang diperoleh dari BPS, PBDT, Dinas Ketenagakerjaan dan data lain yang berkaitan dengan sumber data yang dibutuhkan menggunakan data sekunder, analisis data dilakukan melalui tabulasi silang, studi literatur, dan dijelaskan secara deskriptif.
KARAKTERISTIK DAN PEKERJAAN KEPALA RUMAH TANGGA MISKIN Jumlah Anggota Rumah Tangga Miskin Berdasarkan data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) Tahun 2015, jumlah anggota RTS miskin di Jawa Barat rata-rata empat orang per keluarga dengan frequensi antara dua sampai dengan lima orang per keluarga miskin. Rata-rata jumah anggota keluarga sebanyak tiga orang di Kabupaten Kota Jawa Barat terdapat di 10 kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Bandung Barat, Pangandaran, dan Kota Banjar. Sedangkan jumlah anggota rumah tangga sebanyak empat orang terdapat di delapan kabupaten yaitu: Bogor, Sukabumi, Bandung, Garut, Kuningan, Cirebon, Purwakarta, Bekasi, dan di delapan kota yaitu: Kota Bogor, Sukabumi, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Bandung dan Tasikmalaya. Usia Kepala Rumah Tangga Miskin Tingkat usia merupakan salah satu indikator penentu produktiďŹ tas kerja seseorang. Hal ini dapat terlihat seseorang yang berusia produktif antara usia 17-50 tahun mampu beraktivitas dengan baik dan menghasilkan sesuatu yang berguna dikarenakan usia mereka masih muda dan memiliki ďŹ sik yang masih kuat jika dibandingkan dengan seseorang yang sudah memasuki usia tidak produktif ≼ 50 tahun. Dengan tidak produktifnya kemampuan manusia maka akan jelas mempengaruhi jumlah curahan jam kerja dan jumlah penghasilan yang didapatkan dikarenakan faktor tingkat usia yang dimiliki.
Usia kepala keluarga miskin di Jawa Barat di dominasi penduduk di atas usia 50 tahun, kondisi ini agak sulit untuk meningkatkan kemampuannya baik dalam pendidikan, kesehatan dan bersaing dalam lapangan kerja. Namun demikian masih terdapat 60 persen lebih kepala keluarga miskin yang berada di bawah usia 60 tahun, sehingga masih berpeluang untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Jawa Barat. Kepala rumah tangga miskin dengan usia produktif bisa menghasilkan barang dan jasa dengan cara bekerja sehingga akan meningkatkan kemiskinan, keterampilan mereka dan meningkatkan tingkat kualitas hidup menjadi lebih baik sehingga menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas, unggul dan mampu berkompetensi. Pendidikan Kepala Keluarga Rumah Tangga Miskin Pengangguran dan kemiskinan merupakan dua isu sentral masalah pembangunan, kedua permasalahan ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam berbagai kasus yang seringkali terjadi, kemiskinan diawali dari kurangnya akses tenaga kerja produktif terhadap lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh terhambatnya akses masyarakat miskin terhadap pemenuhan pendidikan dan kesehatan yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya mutu sumber daya manusia (Murjana Yasa,2008). Di Jawa Barat pendidikan kepala keluarga miskin didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar sebanyak 54,00 persen atau 2.138.836 orang kepala keluarga, dan masih tingginya kepala keluarga miskin yang tidak punya ijazah yaitu 19,99 atau 791.893 orang (Gambar 1).
Gambar 1. Tigkat Pendidikan Kepala Keluarga Rumah Tangga Miskin
Sumber : PBDT 2015 diolah Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
19
Dalam banyak kasus, di kalangan keluarga miskin anak-anak biasanya bekerja demi menambah penghasilan keluarga atau rumah tangganya sehingga faktor pendidikan terabaikan dan kualias sumber daya manusia menjadi rendah (Seacombe:2000; Manning, Eendi, dan Tukiran: 1990). Dengan tingkat pendidikan yang rendah, maka akan sulit keluar dari kemiskinan (Rinus, 2009). Berdasarkan pendidikan, kepala rumah tangga miskin di Jawa barat didominasi oleh pendidikan sekolah dasar, yang tersebar di 15 kabupaten/kota dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Gambar 2. Sebaran Kabupaten Kota dengan Tingkat Pendidikan Terendah
Sumber : PBDT 2015 diolah
Kabupaten Cianjur merupakan wilayah dengan jumlah kepala keluarga miskin yang berpendidikan sekolah dasar tertinggi, kabupaten Bogor dengan jumlah kepala keluarga miskin yang tidak berijazah tertinggi, dan kabupaten Bandung dengan wilayah dengan jumlah kepala keluarga miskin yang berpendidikan SMP tertinggi di Jawa Barat. Perempuan Sebagai Kepala Keluarga Rumah Tangga Miskin Berdasarkan data PBDT 2015 dari 3.961.005 RTS miskin dengan status kepala keluarga perempuan sebanyak 20,10 persen yang terdiri atas 796.247 kepala keluarga perempuan. Dari jumlah tesebut didominasi oleh kepala keluarga miskin perempuan berusia lanjut yaitu lebih dari usia 60 tahun sebanyak 48,63 persen, kondisi ini hampir sebanding dengan yang masih produktif sebanyak 51,37 persen (Gambar 3). Foto: Humas Bappeda
20
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Gambar 3. Kepala Keluarga Rumah Tangga Miskin Perempuan Berdasarkan Usia
Sumber : PBDT 2015 diolah
Perempuan sebagai kepala keluarga miskin di Jawa Barat tersebar di seluruh kabupaten/kota, yang terdiri atas usia kurang dari 18 tahun sebanyak 1.169 kepala keluarga, antara 18 sampai dengan 25 tahun 6.142, usia 26-45 tahun 129.015, usia 46-60 tahun 272.719, dan usia di atas 60 tahun sebanyak 387.202 kepala keluarga. Perempuan sebagai kepala keluarga miskin dengan usia lebih dari 60 tahun dengan jumlah lebih dari 10.000 kepala keluarga berada di Kabupaten Kuningan, Sukabumi, Bekasi, Sumedang, Bandung Barat, Karawang, Majalengka, Cirebon, Ciamis, Indramayu, Tasikmalaya, Bandung, Garut, Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kota Bandung (Tabel 1.)
Tabel 1. Sebaran Usia Kepala Rumah Tangga Perempuan Miskin
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
21
Sumber : PBDT 2015 diolah
Kabupaten Bogor merupakan wilayah dengan perempuan sebagai kepala keluarga miskin yang terbanyak di Jawa Barat. Untuk menurunkan angka kemiskinan di Jawa Barat dengan basis perempuan sebagai kepala keluarga miskin terdiri atas usia produktif (26 sampai 60 tahun) dan usia tidak produktif (di atas 60 tahun), serta dibawah usia 18 tahun. Pemilahan berdasarkan usia ini penting untuk menentukan inter vensi dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan terhadap perempuan sebagai kepala keluarga yang produktif dan tidak produktif.
Kabupaten Bogor merupakan wilayah dengan perempuan sebagai kepala keluarga miskin yang terbanyak di Jawa Barat
22
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Lapangan Usaha Kepala Keluarga Rumah Tangga Miskin 1)
Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan
Dari data yang didapat PBDT 2015 terdapat 4 jenis lapangan usaha yang banyak KRTS miskin diantaranya: (1) jenis lapangan usaha pertanian padi palawija sebanyak 20.17 persen; (2) jenis lapangan usaha konstruksi sebesar 10.96 persen; (3) jenis lapangan usaha perdagangan sebanyak 7.81 persen; dan (4) jenis lapangan usaha Jasa Kemasyarakatan sebesar 6.27 persen. Dan untuk jenis lapangan lainnya rata-rata di bawah 1 persen seperti: (1) Pemulung; (2) Perikanan Tangkap; (3) Pertambangan Pergalian; (4) Kehutanan; (5) Jasa Pendidikan; (6) Perikanan Budidaya; (7) Gas; (8) Jasa Kesehatan; (9) informasi dan komunikasi; dan (10) keuangan asuransi.
Gambar 4. Lapangan Usaha KRTS Miskin di Jawa Barat
Sumber: Data diolah dari PBDT 2015
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat miskin di Jawa Barat. Kondisi ini ditunjukkan dengan 20,17 persen kepala rumah tangga miskin bekerja dalam sektor pertanian. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa rumah tangga yang banyak hidup dalam kemiskinan adalah rumah. Di wilayah selatan Jawa Barat, yang di dominasi oleh sektor pertanian menjadi kantung kemiskinan dari jenis lapangan usaha sektor pertanian, perikanan,
peternakan dan kehutanan, dengan jumlah KRTS sebanyak 144.470 Kabupaten Garut, 119.171 KRTS untuk Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi sebanyak 92.275 KRTS. Sedangkan untuk jumlah KRTS dari jenis lapangan usaha terkecil terdapat di Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran Kabupaten Purwakarta dengan nilai masingmasing sebanyak 9.638 KRTS, 15.997 KRTS dan 16.785 KRTS.
Gambar 5. Lapangan Usaha Sektor Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan KRTS Miskin di Jawa Barat
Sumber: Data diolah dari PBDT 2015 Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
23
Permasalahan kemiskinan di pertanian ini terdiri dari 3 hal, yaitu petani yang miskin, produk pertanian yang murah (kecuali kalau terjadi ke l a n g k a a n ) d a n ke b i j a k a n y a n g k u r a n g mendukung sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi kunci dan dapat sebagai leading sector dalam mengurangi kemiskinan secara agregat, mengingat kemiskinan terbesar terdapat di wilayah perdesaan. Kebijakan pemerintah diharapkan mampu langsung menuju pada pusat dimana kemiskinan tersebut berada. Wilayah perdesaan yang sarat dengan kegiatan usahatani sebaiknya menjadi titik awal yang penting untuk melindungi dan memberdayakan petani, khususnya petani kecil.
Komoditas perikanan menyerap 60 juta tenaga kerja atau 50% dari total angkatan kerja di Indonesia, namun demikian, potensi komoditas perikanan yang besar berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Fakta bahwa Indonesia termasuk Jawa Barat merupakan wilayah maritim yang memiliki potensi dan kekayaan laut yang besar berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir. Berdasarkan data PBDT 2015 kepala keluarga miskin yang bekerja di lapangan usaha perikanan sejumlah 34.771 kepala keluarga yang terbagi kepada perikanan tangkap (nelayan) sejumlah 26.537 kepala keluarga dan perikanan budidaya sebanyak 8.174 kepala keluarga miskin (Gambar 6).
Gambar 6. Jumlah KRTS Miskin Di Jawa Barat Pada Lapangan Usaha Perikanan Tangkap Dan Budidaya
Sumber: Data diolah dari PBDT 2015
Lapangan usaha perikanan tersebut tersebar di 18 kabupaten di Jawa Barat dengan jumlah yang cukup bervariatif, karena dipengaruhi oleh geograďŹ s. Lapangan usaha keluarga miskin pada sektor perikanan budidaya dari 8.174 keluarga didominasi oleh Kabupaten Indramayu sebanyak 1.789 kepala keluarga atau 21,89 persen, Purwakarta sebanyak 471 kepala keluarga atau 5,76 persen, Cianjur sebanyak 531 kepala keluarga atau 6,50 persen, Cirebon sebanyak 589 kepala keluarga Foto: Humas atau 7,21Bappeda persen, Bogor sebanyak 826 kepala
keluarga atau 10,11 persen, Karawang sebanyak 940 kepala keluarga atau 11,50 persen, dan Kabupaten Subang sebanyak 947 kepala keluarga atau 11,59 persen. Sedangkan lapangan usaha keluarga miskin pada sektor perikanan tangkap dari 26.537 keluarga didominasi oleh Kabupaten Indramayu sebanyak 9.018 kepala keluarga atau 33,98 persen, Cirebon sebanyak 4.680 kepala keluarga atau 17,64 persen, Karawang sebanyak 3.205 kepala keluarga atau 12,08 persen, Sukabumi sebanyak 1.907
kepala keluarga atau 7,19 persen, Bekasi sebanyak 1.385 kepala keluarga atau 5,22 persen, dan Kabupaten Subang sebanyak 1305 kepala keluarga atau 4,92 persen, dari jumlah nelayan miskin
persen, Bandung Barat 1.223 kepala keluarga atau 3,0 pesen, Cirebon 1.206 kepala keluarga atau 3,0 persen, dan Kabupaten Karawang sebanyak 1.097 kepala keluarga miskin atau 2,7 persen Gambar 7).
Berdasarkan data PBDT 2015 kepala keluarga miskin yang bekerja di lapangan usaha peternakan sejumlah 40.137 kepala keluarga. hampir di seluruh kabupaten/kota terdapat kepala rumah tangga miskin memanfaatkan lapangan usaha sektor peternakan baik komoditas ayam, bebek, domba dan buruh ternak sapi. Pada umunya untuk ternak domba, kambing dan sapi lapangan usaha tersebut berperan sebagai buruh.
Penduduk yang tinggal di sekitar hutan merupakan salah satu kelompok miskin di Jawa Barat, kebanyakan masyarakat pedesaan tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan negara. Berdasarkan data PBDT Tahun 2015 sekitar 20.506 kepala keluarga miskin tinggal di desa-desa dekat lahan hutan negara yang memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan. Kondisi ini sesuai dengan kondisi nasional, menurut hasil penelitian Sunderlin, W.D., Resosudarmo, I.A.P., Rianto, E. dan Angelsen, A., (2000) yang menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di hutan merupakan salah satu kelompok miskin terbesar di Indonesia. Di luar Jawa, kebanyakan masyarakat pedesaan tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan negara. Sekitar 48,8 juta orang tinggal pada lahan hutan negara dan sekitar 10,2 juta di antaranya dianggap miskin. Selain itu ada 20 juta orang yang tinggal di desa-desa dekat hutan dan enam juta orang di antaranya memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan.
Wilayah yang tinggi populasi rumah tangga pada lapangan usaha ternak berada di Kabupaten Bandung sebanyak 4.265 kepala keluarga atau 10,6 persen, Garut 4.070 kepala keluarga atau 10,1 persen, Cianjur 3.207 kepala keluarga atau 8,0 persen, Indramayu 3.029 kepala keluarga atau 7,5 persen, Sumedang 2.990 kepala keluarga atau 7,4 persen, Sukabumi 2.776 kepala keluarga atau 6,9 persen, Bogor 2.341 kepala keluarga atau 5,8 persen, Tasikmalaya 2.214 kepala keluarga atau 5,5 persen, Majalengka 2.196 kepala keluarga atau 5,5 persen, Ciamis 2.064 kepala keluarga atau 5,1 persen, Kuningan 2.034 kepala keluarga atau 5,1 persen, Subang 1.823 kepala keluarga atau 4,5
Gambar 7. Jumlah KRTS Miskin Di Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Peternakan
Berdasarkan data PBDT 2015 kepala keluarga miskin yang bekerja di lapangan usaha peternakan sejumlah 40.137 kepala keluarga.
Sumber: Data diolah dari PBDT 2015
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
25
Gambar 8. Jumlah KRTS Miskin Di Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Kehutanan
Permasalahan kemiskinan di kawasan hutan yang begitu besar mengharuskan adanya perhatian khusus pada kawasan hutan dan masyarakat yang tinggal di hutan dan daerah s e k i t a r h u t a n . Pe r l u a d a pertimbangan khusus pada pola kepemilikan dan pengelolaan hutan yang ada, peluang ekonomi yang tersedia dari hutan dan kendala-kendala p e m ba n g u n a n d i d a e r a h daerah ini. Untuk itu diperlukan sasaran dan indikator khusus bagi penanggulangan kemiskinan di kawasan hutan. Sumber: Data diolah dari PBDT 2015
2) Lapangan Usaha Non Pertanian
Foto: Humas Bappeda
Populasi kepala rumah tangga miskin dari lapangan usaha bervarisi antara 2011 sampai dengan 456.976 kepala rumah tangga, populasi rumah tangga yang kurang dari 10.000 kepala keluarga dengan frequensi antara 2.011 sampai dengan 9.625 kepala keluarga terdiri atas lapangan usaha listrik dan gas, informasi dan komunikasi, keuangan dan asuransi, jasa pendidikan, jasa kesehatan. Dengan demikian dalam penyediaan lapangan usaha bagi kepala rumah tangga miskin di Jawa Barat yang paling berperan terdapat delapan lapangan usaha. Dari delapan lapangan usaha tersebut terdapat lima lapangan usaha yang menjadi mata pencaharian penduduk miskin yaitu: pertambangan dan penggalian, pemulung, hotel dan rumah makan, transportasi dan pergudangan, industri pengolahan, jasa kemasyarakatan, perdagangan, dan bangunan dan konstruksi (Gambar 9). 26
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Gambar 9. Lapangan Usaha Non-Pertanian yang Dominan Bagi Peenduduk Miskin (KK)
Sumber: Data diolah dari PBDT 2015
Lapangan usaha yang mempunyai kontribusi tinggi pada sektor pertambangan, industri pengolahan, konstruksi dan bangunan, perdagangan, transportasi dan pergudangan, jasa kemasyarakatan, dan pemulung yang merupakan potensi di kabupaten kota untuk dikembangkan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran Potensi Lapangan Usaha Non Pertanian yang Berkontribusi Tinggi Terhadap Pekerjaan Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat
Sumber: Data diolah dari PBDT 2015 Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
27
Foto-foto: Humas Bappeda
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan A.
Karakteristik dan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Miskin
1
Ke n d a l a d a l a m m e n u r u n k a n a n g k a kemiskinan di Jawa Barat pada kurun waktu lima tahun terakhir adalah: usia rata-rata kepala keluarga miskin di atas 50 tahun, pendidikan didominasi oleh tidak berijazah dan lulusan SD, jumlah anggota keluarga rata-rata empat orang dan tingginya kepala rumah tangga miskin perempuan.
1 B.
Lapangan usaha Rumah Tangga Miskin Di wilayah selatan Jawa Barat yang didominasi oleh sektor pertanian menjadi kantung kemiskinan dari jenis lapangan usaha sektor per tanian, perikanan, peternakan dan kehutanan, dengan jumlah KRTS sebanyak 144.470 Kabupaten Garut, 119.171 KRTS untuk Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi sebanyak 92.275 KRTS. Sedangkan untuk jumlah KRTS dari jenis lapangan usaha terkecil terdapat di Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Purwakarta dengan nilai masingmasing sebanyak 9.638 KRTS, 15.997 KRTS dan 16.785 KRTS.
2
Lapangan usaha perikanan tersebar di 18 kabupaten di Jawa Barat dengan jumlah yang cukup bervariatif karena dipengaruhi oleh geograďŹ s. Lapangan usaha keluarga miskin pada sektor perikanan budidaya dari 8.174 keluarga didominasi oleh Kabupaten Indramayu sebanyak 1.789 kepala keluarga atau 21,89 persen, Purwakarta sebanyak 471 kepala keluarga atau 5,76 persen, Cianjur sebanyak 531 kepala keluarga atau 6,50 persen, Cirebon sebanyak 589 kepala keluarga atau 7,21 persen, Bogor sebanyak 826 kepala keluarga atau 10,11 persen, Karawang sebanyak 940 kepala keluarga atau 11,50 persen, dan Kabupaten Subang sebanyak 947 kepala keluarga atau 11,59 persen.
28
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
3
Lapangan usaha keluarga miskin pada sektor perikanan tangkap dari 26.537 keluarga didominasi oleh Kabupaten Indramayu sebanyak 9.018 kepala keluarga atau 33,98 persen, Cirebon sebanyak 4.680 kepala keluarga atau 17,64 persen, Karawang sebanyak 3.205 kepala keluarga atau 12,08 persen, Sukabumi sebanyak 1.907 kepala keluarga atau 7,19 persen, Bekasi sebanyak 1.385 kepala keluarga atau 5,22 persen, dan Kabupaten Subang sebanyak 1305 kepala keluarga atau 4,92 persen, dari jumlah nelayan miskin
4
Wilayah yang tinggi populasi rumah tangga pada lapangan usaha ternak berada di Kabupaten Bandung sebanyak 4.265 kepala keluarga atau 10,6 persen, Garut 4.070 kepala keluarga atau 10,1 persen, Cianjur
3.207 kepala keluarga atau 8,0 persen, Indramayu 3.029 kepala keluarga atau 7,5 persen, Sumedang 2.990 kepala keluarga atau 7,4 persen, Sukabumi 2.776 kepala keluarga atau 6,9 persen, Bogor 2.341 kepala keluarga atau 5,8 persen, Tasikmalaya 2.214 kepala keluarga atau 5,5 persen, Majalengka 2.196 kepala keluarga atau 5,5 persen, Ciamis 2.064 kepala keluarga atau 5,1 persen, Kuningan 2.034 kepala keluarga atau 5,1 persen, Subang 1.823 kepala keluarga atau 4,5 persen, Bandung Barat 1.223 kepala keluarga atau 3,0 pesen, Cirebon 1.206 kepala keluarga atau 3,0 persen, dan Kabupaten Karawang sebanyak 1.097 kepala keluarga miskin atau 2,7 persen
5
Dari sejumlah 20.506 kepala keluarga miskin dengan lapangan usaha sektor kehutanan di Jawa Barat kabupaten dengan populasi tinggi (lebih dari 1.000 kepala keluarga) berada di Kabupaten Bogor, Tasikmalaya, C i a n j u r, G a r u t , C i a m i s , B a n d u n g , Pangandaran dan Kabupaten Sukabumi.
6
Lapangan usaha bagi kepala rumah tangga miskin di Jawa barat pada sektor nonpertanian tercatat sejumlah 1.746.217 kepala keluarga yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Lapangan usaha tersebut terdiri atas 13 lapangan usaha yaitu pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan gas, konstruksi dan bangunan, perdagangan, hotel dan rumah makan, transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, keuangan dan asuransi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan, pemulung, dan lainnya.
Rekomendasi Untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin agenda yang mampu memperbesar kapasitas produktif keluarga miskin antara lain adalah:
1
Pendidikan, usia, jumlah anggota keluarga serta status kepala keluarga perempuan yang tinggi merupakan perhatian utama bagi perangkat daerah terkait;
2 3
Sektor pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan lima sektor non pertanian merupakan potensi memperluas kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin, untuk itu perangkat daerah terkait dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja perlu menyesuaikan lokasi dan sektor yang dominan di setiap kabupaten.
Sektor pertanian seharusnya menjadi kunci dan dapat sebagai leading sector dalam mengurangi kemiskinan secara agregat, mengingat kemiskinan terbesar terdapat di wilayah perdesaan. Kebijakan pemerintah diharapkan mampu langsung menuju pada pusat di mana kemiskinan tersebut berada. Wilayah perdesaan yang sarat dengan kegiatan usahatani sebaiknya menjadi titik awal yang penting untuk melindungi dan memberdayakan petani, khususnya petani kecil.
DAFTAR PUSTAKA Murjana Yasa, I G. W. 2008. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Partisipasi Masyarakat di Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Sosial Input Rinus, 2009. Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Desa Jatiroto Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember.Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jember Sanibo, 2012. Kemiskinan Pada Masyarakat Nelayan Di Indonesia. https://sanibo.wordpress.com/20 1 2 / 0 7 / 0 7 / ke m i s k i n a n - pa d a masyarakat-nelayan-di-indonesia. Diunduh 12 Oktober 2017 Foto: Humas Bappeda
Sunderlin, W.D., Resosudarmo, I.A.P., Rianto, E. dan Angelsen, A. 2000. The eect of Indonesia's economic crisis on small farmers and natural forest cover in the outer islands. Occasional Paper 29(E). Bogor, CIFOR.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
29
Foto: Humas Bappeda
WAWA S A N PERENCANAAN
ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN SANITASI PENDUDUK MISKIN DI JAWA BARAT Oleh: Lulu Lubaida dan Putri Nuristi (Peneliti Bappeda Jawa Barat dan Guru SMK Pertanian Lembang)
T
PENDAHULUAN im Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan TKPK (Kementrian Sosial, 2016) menyatakan bahwa akses masyarakat terhadap air bersih dan kondisi sanitasi, khusnya tempat buang air besar merupakan salah satu indikator kemiskinan. Indikator tersebut dirumuskan karena rendahnya akses masyarakat miskin terhadap air berakibat terhadap kualitas sanitasi dan kesehatan, sehingga air sebagai kebutuhan dasar dan perilaku masyarakat terhadap sanitasi akan mempengaruhi tingkat kemiskinan. Perilaku dalam pembudayaan hidup bersih dalam mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya merupakan tolok ukur dari tingkat sanitasi (Kementrian Kesehatan, 1992).
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
31
Menurut Peal dan Van Der Voorden (2010), semua penyakit yang berhubungan dengan air berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar, hal ini ditunjukkan oleh penyakit yang ditularkan lewat air, seperti typhus dan disentri, menyebar dengan cepat di daerah tanpa sarana sanitasi. Menurut The United Nations Children's Fund (UNICEF), lebih dari 40 persen kasus kematian balita disebabkan oleh diare dan pneumonia, di negara berkembang, secara umum sekitar 88 persen dari kasus penyakit diare diperkirakan berkaitan dengan air, sanitasi, dan perilaku bersih dan sehat. Di Negara Kibera di daerah kumuh Nairobi salah satu wilayah termiskin di Afrika, warga buang air besar di kantong plastik dan membuangnya begitu saja, kemudian pemeritah setempat mendirikan toilet umum di wilayah tersebut, dan hasilnya jumlah warga yang jatuh sakit berkurang (Media Center, 2014). Dengan demikian maka akses masyarakat terhadap air akan menentukan kualitas sanitasi lingkungam, kualitas sanitasi yang kurang baik akan menyebabkan tingginya angka kemiskinan. Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap air bersih dan menurunkan tingkat kemiskinan merupakan pelaksanaan dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2013). Namun demikian kemiskinan dan ketersedian air bersih masih menjadi permasalahan di Jawa Barat, pada Tahun 2014 sebanyak 18 persen penduduk miskin masih belum mempunyai jamban sendiri dan jamban komunal (Kemensos, 2015). Permasalahannya adalah belum diketahuinya lokasi prioritas sebaran penduduk miskin yang memerlukan air bersih dan kebutuhan jamban individu atau komunal. Untuk itu diperlukan identiďŹ kasi dan prioritasisasi terhadap lokasi masyarakat yang memerlukan sarana sanitasi untuk buang air besar dan kebutuhan air bersih. Sehingga diperoleh gambaran lokasi kebutuhan sanitasi bagi rumah tangga miskin, dan desa yang memerlukan air bersih, yang diperlukan dalam penyusunan perencanaan penanggulangan kemiskinan di bidang kesehatan dan lingungan.
METODA 1)
32
Ruang Lingkup analisis ini adalah: (1) Untuk kebutuhan sanitasi di Rumah Tangga Miskin Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
meliputi seluruh desil satu. Sanitasi yang dimaksud dalam kajian ini adalah tempat masyarakat miskin dalam buang air besar. (2) Untuk kebutuhan air bersih di Rumah Tangga Miskin meliputi seluruh desa di Jawa. Air bersih yang dimaksud dalam kajian ini adalah sumber air yang digunakan untuk air minum, mandi dan masak 2)
Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah: (1) Untuk sanitasi data sekunder yang berasal dari PBDT Tahun 2015, Potensi Desa (Podes) Tahun 2014 dan data lain terkait sanitasi yang diambil dari instansi pemegang sektor sanitasi. (2) Untuk air bersih di Rumah Tangga Miskin meliputi seluruh desa di Jawa Barat dengan Basis Data Potensi Desa Tahun 2014 yang berasal dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia dengan lokasi Jawa Barat.
3) Metoda Analisis, (1) Analisis dilakukan secara tabulasi dan spasial sehingga data memetakan desa di setiap kabupaten yang memerlukan fasilitas BAB pribadi maupun komunal.
Sehingga kebjakan dalam menanggulangi sanitasi dalam aspek tersebut akan fokus. (2) Untuk menentukan desa/kelurahan yang memerlukan air bersih bagi keperluan rumah tangga di Jawa Barat dilakukan perhitungan kondisi desa dengan rumus sebagai berikut: ni = yi * xi dimana N = (∑ni... i=1-7 ), dimana: ni = Parameter indikator kecukupan air bersih (i=1-7); yi = Bobot dari tiap parameter, xi = Nilai dari tiap komponen, N = Skor kecukupan air bersih
HASIL ANALISIS Kondisi Sanitasi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat.
Foto: Humas Bappeda
Pada umumnya kelompok miskin di Indonesia termasuk di Jawa Barat tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar atau dengan kata lain melakukan buang air besar di tempat terbuka atau di sungai dan saluran drainase. Berdasarka data PBDT Tahun 2015 (Kemensos, 2016) menunjukkan 18 persen Rumah Tangga miskin tidak memiki jamban sendiri dan jamban komunal, atau sebanyak 712.971 kepala keluarga miskin BAB di tempat terbuka (Gambar 1).
Gambar 1. Kondisi Sanitasi Jamban Rumah Tangga Miskin Di Jawa Barat
Sumber: Kemensos, 2016 di olah
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
33
Berdasarkan analisis, terdapat 712.071 rumah tangga miskin di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang tidak menggunakan jamban, dari 27 kabupaten kotatersebut terdapat 18 kabupaten dengan jumlah rumah tangga yang tidak mempunyai jamban untuk BAB lebih dari 10.000 kepala keluarga, seperti pada Gambar 2 serta gambaran untuk tiga Kabupaten tertinggi untuk setiap kecamtan disajikan pada Gambar3 sampai Gambar sebagai berikut:
Gambar 2. Sebaran Rumah Tangga Miskin Yang BAB Di Bukan Jamban Di Jawa Barat
Sumber : Data PBDT 2015 diolah
Gambar 3. Sebaran Rumah Tangga Miskin yang Tidak Memilik Jamban
Sumber : Data PBDT 2015 diolah 34 Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Gambar 4. Sebaran Rumah Tangga Miskin Yang BAB Di Bukan Jamban Di Kabupaten Bogor
Sumber : Data PBDT 2015 diolah
Gambar 5. Sebaran Rumah Tangga Miskin Yang BAB Di Bukan Jamban Di Kabupaten Karawang
Sumber : Data PBDT 2015 diolah
Foto: Humas Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
35
Gambar 6. Sebaran Rumah Tangga Miskin yang BAB di Bukan Jamban Di Kabupaten Cirebon
Sumber : Data PBDT 2015 diolah
Akses Masyarakat Jawa Barat Terhadap Air Bersih Penyediaan air bersih bagi masyarakat erat kaitannya dengan tingkat kesehatan masyarakat, yang berdampak terhadap kualitas sumberdaya manusia Jawa Barat. Di beberapa wilayah Jawa Barat khususnya di pedesaan masih dijumpai masyarakat yang menggunakan air bersih yang bersumber dari; (1) air hujan; (2) mata air dari tempat lain yang relatif jauh dan mahal; dan (3) air sungai, waduk dan kolam yang secara kualitas masih belum dijamin kesehatannya. Masih banyaknya masyarakat Jawa Barat yang menggunakan air yang tidak berkualitas disebabkan oleh: (a) terbatasnya sumber air baku; (b) kondisi tofografi wilayah yang terjal dan jauh dari sumber air; (c) rendahnya kualitas sistem penyediaan air minum, dan (c) kondisi ekonomi masyarakat yang belum mampu berswadaya (Mas Zulfah Kamaliyatul A, dan Nadia Agni Sheilla, 2016). Hasil analisis dari sejumlah 5.681 desa di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, terdapat 1.365 desa yang tersebar di 22 Kabupaten Kota Jawa Barat 36
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
yang sangat membutuhkan air bersih saat ini, baik untuk air minum maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya seperti mandi dan mencuci. Lokasi kekurangan air bersih terdapat dibeberapa kabupaten yang ditunjukkan oleh umlah desa yang tinggi yaitu kabupaten: Garut, Tasikmalaya, Cianjur, Sumedang, Ciamis, Majalengka, Kuningan Majalengka , Sukabumi, Bandung, dan Bogor (Gambar 7). Berdasarkan hasil analisis ternyata wilayah yang sangat membutuhkan air bersih berada di Jawa Barat Selatan, wilayah ini memiliki karakteristik alam yang khas, yaitu geografi dan topografi yang cukup tinggi dan terjal sehingga ada indikasi bahwa kondisi ini menjadi penghambat bagi sistem penyediaan air bersih terutama sistem jaringan di perdesaan. Pada kondisi geografi dan tofografi seperti di Jawa Barat Selatan, maka yang dilakukan untuk pemenuhan air bersih bagi masyarakat adalah air tanah, atau memanfaatkan mata air untuk disalurkan ke masyarakat.
Gambar 7. Jumlah Desa yang Memerlukan Air Bersih Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
Sumber : Diolah dari Data PODES 2014. BPS Provinsi Jawa Barat 2015.
Sumber air permukaan merupakan sumber utama air bersih penduduk Jawa Barat dengan kuantitas air yang relatif besar terletak pada topograďŹ rendah seperti yang berada di Jawa Barat Wilayah Utara. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ch. Nasution dan Djazim Syaifullah (2005) yang menyatakan bahwa pada wilayah ini disamping ketersediaan airtanah yang cukup akibat banyaknya aliran sungai serta tofograďŹ datar, juga kondisi ekonomi cukup baik sehingga masyarakat mampu untuk menyediakan air bersih secara individu dengan sedikit memanfaatkan air sungai. Kondisi yang berbeda dengan Jawa Barat Wilayah Selatan dan Tengah, dengan tofograďŹ yang terjal, dan kondisi ekonomi yang belum sebaik di wilayah utara, menyebabkan masyarakat di wilayah ini secara individu dan komunal sulit untuk mengembangkan penyediaan air bersih (Gambar 8).
Gambar 8. Peta Desa yang Memerlukan Air Bersih Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
Sumber : Diolah dari Data PODES 2014. BPS Provinsi Jawa Barat 2015
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
37
Untuk mengetahui desa yang perlu penanganan segera dalam penanganan air bersih, maka dari 1365 desa prioritas yang sangat membutuhkan air, kemudian di bagi dalam tiga kategori yaitu prioritas pertama dengan skor diatas 40.000, prioritas kedua dengan skor antara 30.000-40.000, dan prioritas ketiga dengan skor kurang dari 30.000. Hasil analisis menunjukkan terdapat 95 desa dengan prioritas pertama yang berada di 12 Kabupaten dan satu desa di Kota Depok, 297 desa dengan prioritas kedua yang berada di 19 Kabupaten, 190 desa dengan prioritas ketiga yang berada di 22 Kabupaten/Kota (Tabel 1). Berdasarkan analisis di atas seperti disajikan pada Tabel 1, prioritas pertama yang harus didukung dalam pemenuhan air bersih adalah Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 20 desa, Ciamis sebanyak 16 Desa, Sumedang sebanyak 11 Desa, Cianjur sebanyak 10 desa dan Kabupaten Garut sebanyak 8 desa, serta Kabupaten Sukabumi dan Kuningan masing-masing 6 desa, serta Prioritas Kabupaten Bandung dan majalengka masingmasing 5 desa.
Tabel 1. Prioritas Lokasi Desa Penanganan Kebutuhan Air Bersih di Jawa Barat
Sumber : Diolah dari Data PODES 2014. BPS Provinsi Jawa Barat 2015
Dari 1.365 desa yang prioritas memerlukan air bersih di Jawa Barat, sebagian besar masyarakatnya (69,64 persen) menggunakan mata air, dan air hujan (17,72 persen) sebagai sumber utama untuk minum, mandi dan cuci. Pada kelompok masyarakat yang menggunakan sumur, ternyata penggunaan sumur bor masih relatif 38
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
rendah yaitu 0,39 persen dari populasi masyarakat yang menggunakannya untuk mandi dan cuci, 8,53 persen untuk minum, demikian pula dengan sumber air bersih dari sumur gali hanya 8,53 persen untuk minum dan 17,72 persen untuk mandi dan cuci seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Sumber Air Bersih di Perdesaan Jawa Barat (dalam %)
Sumber : Diolah dari Data PODES 2014 BPS Provinsi Jawa Barat 2015
Sebagian besar masyarakat pada kelompok yang menggunakan sumur hanya sebagian kecil yang menggunakan air sumur untuk keperluan mandi dan cuci, kondisi ini kemungkinan besar masyarakat menghemat air tanah yang disebabkan langkanya air tanah, padahal jarak antara sumber mata air dengan pemukiman masyarakat relatif jauh dengan akses yang cukup sulit.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kebutuhan Sarana Sanitasi untuk BAB Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat. 1) Terdapat 712.071 rumah tangga miskin di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang tidak menggunakan jamban, dari 27 kabupaten kota tersebut terdapat 18 kabupaten dengan jumlah rumah tangga yang tidak mempunyai jamban untuk BAB lebih dari 10.000 kepala keluarga. Kabupaten tertinggi dengan keluarga miskin yang tidak mempunyai jamban ssendiri dan komunal berada di Kabupaten Karawang 112.102 kepala keluarga (KK), Bogor 85.613 KK, Cirebon 54.093 KK, Indramayu 53.573 KK, Tasikmalaya 52.073 KK, Sukabumi 50.391 KK, Bekasi 47.502 KK, dan Ciamis 40.931 KK. 2. Kebutuhan Sarana Air Bersih di Jawa Barat 1) D a r i s e j u m l a h 5 . 6 8 1 d e s a d i 2 7 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, terdapat 1.365 desa yang tersebar di 22 Kabupaten Kota Jawa Barat yang sangat membutuhkan air bersih. Lokasi kekurangan air bersih terdapat dibeberapa kabupaten yang ditunjukkan oleh umlah desa yang tinggi yaitu kabupaten: Garut, Tasikmalaya, Cianjur, Volume 20 Nomor 77 Januari - Maret 2017 Warta Bappeda
39
Sumedang, Ciamis, Majalengka, Kuningan Majalengka , Sukabumi, Bandung, dan Bogor. Prioritas pertama yang harus di dukung dalam pemenuhan air bersih adalah Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 20 desa, Ciamis sebanyak 16 Desa, Sumedang sebanyak 11 Desa, Cianjur sebanyak 10 desa dan Kabupaten Garut sebanyak 8 desa, serta Kabupaten Sukabumi dan Kuningan masing-masing 6 desa, serta Prioritas Kabupaten Bandung dan majalengka masing-masing 5 desa.
B. Rekomendasi
Ch. Nasution dan Djazim Syaifullah, 2005. Analisis Spasial Indeks Kekeringan Daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Jurnal Air Indonesia (JAI) Vol. 1 , No.2 2005. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknoogi (BPPT), Jakarta. Media Center, 2014. Atasi Kemiskinan Lewat WC ‌http://www.dw.com/id/atasikemiskinan-lewat-wc/g-17238968 Peal, A. J., Evans, B. E., & van der Voorden, C. (2010). Hygiene and Sanitation Software: An Overview of Approaches. Geneva: Wa te r S u p p l y a n d S a n i t a t i o n Collaborative Council. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2013, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013. Tentang Rencana Pembangunan Jangka Mennegah aerah Tahun 2013-2018. Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 955/MENKES/SK/XI/1992 Sutarja, Norken, Dibia, dan Prama (2013), Kajian A k a d e m i s M a s te r P l a n R i s i ko Bencana Kekeringan. Prosiding Seminar Nasional Riset Ke b e n c a n a a n , M a t a r a m , 8 - 1 0 Oktober 2013. Universitas Udayana, Denpasar Bali.
Foto: Humas Bappeda
Kesimpuln dari hasil analisis ini dipergunakan Bagi Bidang Perencana Bappeda Provinsi Jawa Barat dan OPD yang terkait dalam melaksanakan program pemenuhan air baku di Jawa Barat yang berpedoman kepada desa prioritas pertama, kemudian dilanjutkan dengan desa prioritas kedua dan ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
40
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Foto: Humas Bappeda
Patbo Super Inovasi Teknologi Budidaya Padi Spesiď€ k Lahan Sawah Tadah Hujan Meningkatkan Produktivitas Padi> 30% di Jawa Barat Oleh: Nana Sutrisna dan Agus Ruswandi (Peneliti BPTP Balitbangtan Jawa Barat & Peneliti BP2D Provinsi Jawa barat) 42
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
PENDAHULUAN
B
eras merupakan isu utama dalam pemantapan ketahanan pangan, karena 95 persen penduduk Indonesia masih sangat tergantung pada beras. Konsumsi energi dan protein rata-rata penduduk Indonesia lebih dari 55% berasal dari beras (Statistik Indonesia, 2014). Ketergantungan sumber bahan pangan pokok berasal dari beras menuntut pemerintah setiap tahun harus selalu meningkatkan produksinya. Pemerintah juga harus dapat memenuhi keinginan masyarakat, yaitu pasokan beras tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dan harganya stabil serta terjangkau. Provinsi Jawa Barat sesungguhnya sudah mampu menyediakan beras sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dan harganya stabil serta terjangkau bagi sekitar 43,02 juta penduduk Jawa Barat dengan tingkat konsumsi beras ratarata 105,87 kg/kapita/tahun. Namun demikian, Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi beras nasional dituntut untuk memberikan kontribusi terhadap produksi beras nasional. Ko n t r i b u s i P ro v i n s i Ja w a B a r a t te r h a d a p penyediaan beras nasional setiap tahun tidak kurang dari 17 % (Dinas Pertanian, 2015). Keberhasilan pencapaiaan produksi beras di Provinsi Jawa Barat, pemerintah pusat setiap tahun meningkatkan target produksinya; padahal luas lahan sawah produktif semakin berkurangn
dengan tidak dapat dikendalikannya alih fungsi lahan untuk non pertanian, seperti untuk jalan tol, bandara, dll. Akibatnya proporsi luas lahan sawah irigasi semakin berkurang. Menurut data BPS (2014), luas lahan sawah di Provinsi Jawa Barat saat ini sekitar 942.974 ha dan menyebar di 27 kabupaten/kota. Berdasarkan sistem pengairannya hanya sekitar 40% berupa lahan sawah irigasi dan 60% lainnya atau seluas 565.784 ha dari luasan lahan sawah tersebut merupakan lahan sawah tadah hujan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2015). Program intensiďŹ kasi padi pada lahan sawah tadah hujan sesungguhnya sudah digulirkan sejak tahun 2008 melalui Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN), seper ti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Gerakan Pengembangan Pengelolaan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT). Namun demikian, hasilnya belum optimal, produktivitas padi baru mencapai sekitar 4-5 t/ha padahal potensi hasilnya sekitar 6-7 t/ha. Atas dasar itu, perlu inovasi teknologi baru yang mampu meningkatkan produktivitas padi mencapai potensinya pada lahan sawah tadah hujan. Salah satu inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas padi > 30% sehingga bisa mencapai potensinya adalah PATBO SUPER.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
43
TEKNOLOGI PATBO SUPER PATBO adalah singkatan dari Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik. PATBO SUPER merupakan paket teknologi budidaya padi spesifik lahan tadah hujan dengan basis manajemen air dan penggunaan bahan organik untuk menghasilkan produktivitas tinggi serta potensi peningkatan Indeks Pertanaman (IP).
2 Manajemen air
3
1
Penggunaan bahan organik
Penggunaan VUB kelompok ampibi
PATBO SUPER 5 Pengendalian gulma
4
Penggunaan alsintan Foto-foto: Humas Bappeda
1
Penggunaan VUB kelompok ampibi V U B p a d i a m p i b i a d a 1 4 va r i e t a s , diantaranya Situbagendit, Inpari 38, dan Inpari 39
44
2
Manajemen air
·
Pengaturan air mikro dengan memberikan air di lahan sawah sesuai dengan kebutuhan tanaman (fase per tumbuhan tanaman vegetatif s.d. generatif).
·
Pengaturan air tingkat makro, dengan memanfaatkan potensi sumberdaya air yang tersedia (sungai, embung, dll.) seefisien mungkin untuk meningkatkan IP
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
3.
Penggunaan bahan organik
·
Prioritas menggunakan bahan organik in situ, yaitu jerami padi dengan menggunakan dekomposer kemudian di gelebeg menggunakan traktor tangan,
·
Penggunaan pupuk hayati (Agrimeth)
4.
Penggunaan alsintan: Alsintan yang digunakan untuk pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan, dan panen)
5.
Pengendalian/penyiangan) gulma
·
Mengendalikan dengan menggunakan herbsida pra tumbuh yang selektif.
·
Menggunakan alsintan “Power Weeder”
Dengan demikian PATBO SUPER adalah sistem budidaya padi spesifik lahan sawah tadah hujan yang terdiri atas beberapa komponen teknologi dengan memanfaatkan kekuatan biologis tanah sebagai pabrik pupuk alami dalam ekosistem tanah, diimbangi dengan penggunaan pupuk anorganik dan dipadukan dengan tata kelola air secara terencana.
KINERJA TEKNOLOGI PATBO SUPER Biota Tanah (Bakteri Penambat N) H a s i l p e n e l i t i a n m e n u n j u k k a n ba h w a penerapan PATBO SUPER memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah populasi bakteri penambat N yaitu populasi Azotobacter sp (Tabel 1). Jumlah bakteri populasi Azotobacter sp rata-rata sebesar 2,36 x 106 tergolong tinggi.
Pemberian jerami yang digelebeg memberikan pasokan unsur hara seperti N (2,55395%), P (0,35-0,85%), Ca (0,400,85%), Mg (0,300,40%), Mn (0,09-0,12%), Fe (0,30-0,20%) dan K (1,80-390%), unsur hara tersebut dimanfaatkan oleh bakteri Azotobacter sp, sehingga jumlahnya meningkat (Bioteknologi Pertanian UMM, 2003 dalam Nisa'akhida, 2009).
Tabel 2. Pengaruh penerapan sistem PATBO SUPER terhadap bakteri penambat N
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
45
Kondisi pH tanah juga sangat mempengaruhi keberadaan Azotobacter sp. (Dwarkin et al., 2006). Azotobacter sp. merupakan bakteri pemďŹ ksasi nitrogen heterotof yang hidup bebas dan banyak ditemukan pada tanah yang memiliki pH netral sampai basa (Gowariker et al., 2009). Petumbuhan Tanaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan PATBO SUPER padi sawah tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tinggi tanaman pada umur 21 dan 42 hst dibandingkan dengan teknologi eksisting PTT
(Tabel 2). Hal ini diduga karena pada PATBO SUPER selain diberi pupuk organik yang lebih banyak dibandingkan dengan PTT, juga diberi pupuk hayati pada umur 1 dan 7 minggu setelah tanam. Menurut Rosiana, et al., (2013), inokulan pupuk hayati terdiri dari bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Azotobatcter sp., Azospirilium, sp., bakteri pelarut fosfat Bacillus subtilis., bakteri pelarut kalium Bacillus megatherium. Inokulan bakteri ini dikemas dalam bahan pembawa campuran gambut dan kompos dengan 75% gambut, 20% kompos dan 5% unsur tambahan berupa unsur hara makro dan mikro.
Tabel 2. Perbandingan Dua Nilai Rata-rata Tinggi Tanaman Umur 30, 46, dan 60 hst pada Perlakuan PATBO SUPER dan PTT
Keterangan: ns = tidak berbeda nyata dan * = berbeda nyata
Sementara itu, pada umur 21 dan 42 hst penerapan PATBO SUPER tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan PTT. Hal ini diduga karena pada awal pertumbuhan unsur hara yang tersedia di dalam tanah baik pada IPAT-BO maupun PTT masih cukup tersedia untuk memberikan pertumbuhan yang maksimal. Pada kedua perlakuan tersebut sama sama diberi pupuk dasar dan pupuk organik. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa penerapan sistem PATBO UPER tidak berbeda nya dengan PTT terhadap jumlah anakan pada umur 30 dan 46 hst, namun pada umur 60 hst berbeda nyata dan memberikan jumlah anakan lebih banyak dibandingkan dengan penerapan PTT. Komponen Hasi dan Hasil Padi Foto: Humas Bappeda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem IPA-BO pada padi sawah memberikan pengaruh yang berbeda dan lebih baik terhadap komponen hasil (gabah hampa dan gabah isi), serta hasil padi dibandingkan dengan PTT namun tidak berbeda nyata terhadap bobot 1000 butir (Tabel 3). 46
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Tabel 3. Perbandingan Dua Nilai Rata-rata Gabah Hampa, Gabah Isi, Bobot 1000 butir, dan Produktivitas Padi pada Perlakuan PATBO SUPER dan PTT
Keterangan: ns = tidak berbeda nyata; * = berbeda nyata; dan ** = sangat berbeda nyata
Tabel 3 menunjukkan bahwa gabah hampa rata-rata pada PATBO SUPER sebesar 4,84 butir/malai, lebih rendah dibandingkan dengan teknologi eksisting 10,53 butir/malai. Hai ini duduga karena pengolahan jerami pada IPAT-BO dengan sistem gelebeg meningkatkan kandungan kalium tanah. Peran unsur K pada tanaman berkaitan erat dengan proses bioďŹ sika dan biokimia (Beringer 1980). Dalam proses bioďŹ sika, K berperan penting dalam mengatur tekanan osmosis dan tugor, yang pada gilirannya akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel serta membuka dan menutupnya stomata. Gangguan pada pembukaan dan penutupan stomata akibat tanaman kahat (deďŹ ciency) K akan menurunkan aktivitas fotosintetis karena terganggunya pemasukan CO2 ke daun. Penerapan sistem PATBO SUPER dapat meningkatkan produktivitas padi sebesar 33,5% lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi eksisting PTT. Sejalan dengan pendapat Sri Adiningsih (1986), unsur K sangat berperan dalam proses biokimia. Dalam proses biokimia, peranan K berkaitan erat dengan 60 macam reaksi enzimatis, di antaranya enzim untuk metabolisme karbohidrat dan protein. Penyediaan K yang cukup sangat diperlukan dalam proses pengubahan tenaga surya menjadi tenaga kimia (ATP
atau senyawa organik). Peningkatan produktivitas padi 33,5% dengan penerapan sistem PATBO SUPER pada lahan sawah tadah hujan sudah tergolong tinggi. Hasil penelitian Rosiana et la. (2012) pada lahan sawah tadah hujan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dengan ketinggian 740 m dari permukaan laut menunjukkan bahwa penerapan teknologi IPAT-BO pada varietas Inpari 13 mampu meningkatkan produktivitas padi sebesar 40,8% dari 3,9 menjadi 6,59 t/ha.
Foto-foto: Humas Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
47
PENUTUP Keberhasilan penerapan teknologi PATBO SUPER sangat ditentukan oleh komponen teknologi dan Teknik budidaya yang diterapkan. Prioritas menggunakan varietas padi amphibi dan bahan organik in situ, yaitu jerami padi dengan menggunakan dekomposer kemudian di gelebeg menggunakan traktor tangan. Untuk dapat merekomendasikan teknologi tersebut harus didukung dengan tingkat kelayakan secara finasial dan sosial
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. BPS Nasional. Jakarta. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat. 2014. Data Pokok Pertanian Di Jawa Barat. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat. Hingdri, Tien, T., Yuyun, Y.,Tati, N., dan Tualar Simarmata. 2013. Teknik Pengaturan Air pada Intensifikasi Padi Aerob Terkendaliberbasis Organik (IPAT-BO) untuk Meningkatkan Populasi Rhizobacteria, Efisiensi Penggunaan Air, Perakaran Tanaman, dan Hasil Tanaman Padi. AGROVIGOR Vol. 6 NO. 1. Hal 23-29. Kadengkang, I., Jeanne M.P, dan Edy F. L., 2015. Kajian Pemanfaatan Kompos Jerami sebagai Substitusi Pupuk NPK pada Pertumbuhan dan Produksi Padi Sistem IPAT-BO. JurnalL BIOSLOGOS, Vol. 5 No. 2. Hal. 69-78. Nuraini. 2009. “Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, Desain Produk, Harga Dan Kepercayaan Terhadap Loyalitas
Foto: Humas Bappeda
48
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Pelanggan”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Undip Resmayeti Purba. 2015. Kajian aplikasi pupuk hayati pada tanaman padi sawah di Banten Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon Volume 1, Nomor 6, September 2015 ISSN: 24078050 Halaman: 1524-1527 Rosiana, F.,Tien, T.,Yuyun, Y.,Mahfud, dan Tualar Simarmata. 2013. Aplikasi Kombinasi Kompos Jerami, Kompos Azolla dan Pupuk Hayati untuk Meningkatkan Jumlah Populasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Produktivitas Tanaman Padi Berrbasis IPAT-BO. AGROVIGOR Vol. 6 NO. 1. Hal. 16-27. Simarmata, T. 2008. Teknologi Intensifikasi Aerob Terkendali Berbasis Bahan Organik untuk Melipatgandakan Produksi Padi dan Mempercepat Pencapaian Kedaulatan Pa n g a n d i I n d o n e s i a . U n i ve r s i t a s Padjadjaran. Bandung. S u a rd i , D. 2 0 0 2 . Pe r a k a r a n Pa d i d a l a m Hubungannya dengan Toleransi Tanaman terhadap Kekeringan Hasil. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3). Sumarno dan Kasdi Subagyono. 2013. Penelitian Adaptif. Panduan Kegiatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Turmuktini, T., Tualar Simarmata, Betty Natalie, Hersanti, dan Yuyun Yuwariah. 2011. Pe n g u j i a n I n o k u l a n Ko n s o r s i u m Dekomposer Beragen Hayati dalam Laju Dekomposisi Jerami Selama Masa Inkubasi yang Dilakukan di Rumah Kaca. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. Vol. 2 (2). Hal. 73-83.
Foto: Humas Bappeda
50
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
WAWA S A N PERENCANAAN
PERANAN “GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM“ DALAM MEMBANTU PERENCANAAN PEMBANGUNAN SOSIAL
Oleh Eka Komara*
*) Perencana Ahli Madya Bappeda Kab. Kuningan
Foto-foto: Humas Bappeda
52
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
53
54
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
55
56
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Foto: Humas Bappeda
Foto: mediatataruang.com Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
57
Foto: Humas Bappeda
58
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Lampiran Tabel Jumlah RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban Di Kabupaten Kuningan (Sumber TNP2K, 2015) NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
1
2
3
4
5
1
101
CIBINGBIN
SUKAHARJA
349
2
154
CIDAHU
JATIMULYA
322
3
104
CIBINGBIN
CIBINGBIN
253
4
71
CILEBAK
MANDAPAJAYA
247
5
134
CIMAHI
MARGAMUKTI
234
6
230
GARAWANGI
LENGKONG
201
7
202
LEBAKWANGI
PAGUNDAN
196
8
208
MALEBER
CIPAKEM
191
9
49
HANTARA
TUNDAGAN
189
10
2
DARMA
TUGUMULYA
178
11
170
CIAWIGEBANG
DUKUHDALEM
167
12
67
SUBANG
SUBANG
157
13
50
HANTARA
BUNIGEULIS
156
14
114
CIBEUREUM
RANDUSARI
155
15
73
CILEBAK
BUNGURBERES
151
16
38
NUSAHERANG
JAMBAR
143
17
191
CIPICUNG
CIMARANTEN
142
18
246
SINDANGAGUNG
BALONG
140
19
181
CIAWIGEBANG
PADARAMA
137
20
212
MALEBER
MEKARSARI
128
21
133
CIMAHI
CILEUYA
127
22
252
SINDANGAGUNG
TARAJU
120
23
66
SUBANG
JATISARI
110
24
105
CIBINGBIN
CITENJO
110
25
256
KUNINGAN
WINDUHAJI
109
26
76
CILEBAK
PATALA
107
27
70
SUBANG
SITUGEDE
102
28
196
LEBAKWANGI
CINEUMBEUY
100
29
244
SINDANGAGUNG
KERTAWANGUNAN
99
30
317
JAPARA
KALIMATI
99
31
69
SUBANG
GUNUNGACI
95
32
86
CIWARU
GARAJATI
93
33
68
SUBANG
BANGUNJAYA
92
34
229
GARAWANGI
TEMBONG
89
35
85
CIWARU
KARANGBARU
87
36
37
NUSAHERANG
CIKADU
86 Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
59
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
37
46
CINIRU
RAMBATAN
85
38
99
CIBINGBIN
CIANGIR
83
39
182
CIAWIGEBANG
SUKADANA
83
40
171
CIAWIGEBANG
PANGKALAN
81
41
137
CIMAHI
CIMAHI
79
42
195
LEBAKWANGI
CINAGARA
78
43
100
CIBINGBIN
CIPONDOK
77
44
106
CIBINGBIN
DUKUHBADAG
76
45
147
CIDAHU
DATAR
76
46
250
SINDANGAGUNG
BABAKANREUMA
76
47
338
CIGANDAMEKAR
TIMBANG
76
48
224
GARAWANGI
CIRUKEM
74
49
75
CILEBAK
JALATRANG
73
50
228
GARAWANGI
KADATUAN
73
51
64
SUBANG
TANGKOLO
72
52
113
CIBEUREUM
CIBEUREUM
69
53
174
CIAWIGEBANG
PAMIJAHAN
69
54
59
SELAJAMBE
CIBERUNG
68
55
188
CIPICUNG
SUKAMUKTI
68
56
163
CIAWIGEBANG
SIDARAJA
67
57
88
CIWARU
ANDAMUI
66
58
110
CIBEUREUM
KAWUNGSARI
64
59
315
JAPARA
CENGAL
64
60
83
CIWARU
CIWARU
63
61
287
KRAMATMULYA
CIKASO
63
62
243
SINDANGAGUNG
SINDANGSARI
62
63
248
SINDANGAGUNG
KERTAYASA
61
64
92
KARANGKANCANA
KARANGKANCANA
60
65
90
KARANGKANCANA
MARGACINA
56
66
213
MALEBER
PADAMULYA
56
67
139
CIMAHI
CIKEUSAL
55
68
231
GARAWANGI
PURWASARI
55
69
247
SINDANGAGUNG
MEKARMUKTI
55
70
260
KUNINGAN
CIJOHO
55
71
36
NUSAHERANG
KERTAWIRAMA
54
72
20
KADUGEDE
MARGABAKTI
53
73
65
SUBANG
PAMULIHAN
53
74
136
CIMAHI
GUNUNGSARI
53
75
128
LURAGUNG
GUNUNGKARUNG
52
76
32
NUSAHERANG
HAURKUNING
51
77
197
LEBAKWANGI
CIPETIR
51
78
1
DARMA
CIMENGA
50
79
180
CIAWIGEBANG
SUKARAJA
48
60
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
80
237
GARAWANGI
MEKARMULYA
48
81
292
KRAMATMULYA
KARANGMANGU
48
82
4
DARMA
SAKERTA TIMUR
47
83
126
LURAGUNG
CIKANDANG
47
84
176
CIAWIGEBANG
CIAWILOR
47
85
47
CINIRU
LONGKEWANG
46
86
185
CIPICUNG
MUNCANGELA
46
87
233
GARAWANGI
KARAMATWANGI
46
88
201
LEBAKWANGI
PAJAWANKIDUL
45
89
199
LEBAKWANGI
MANCAGAR
44
90
80
CIWARU
SUMBERJAYA
42
91
135
CIMAHI
CIMULYA
42
92
138
CIMAHI
KANANGA
42
93
98
KARANGKANCANA
CIHANJARO
41
94
253
KUNINGAN
CIBINUANG
41
95
87
CIWARU
BAOK
40
96
149
CIDAHU
LEGOK
39
97
187
CIPICUNG
SUSUKAN
39
98
203
LEBAKWANGI
MANGGARI
39
99
209
MALEBER
GIRIWARINGIN
39
100
225
GARAWANGI
GEWOK
37
101
285
KRAMATMULYA
CILAJA
37
102
366
PANCALANG
SAREWU
37
103
172
CIAWIGEBANG
CIAWIGEBANG
36
104
51
HANTARA
HANTARA
35
105
217
MALEBER
MALEBER
35
106
42
CINIRU
CIPEDES
34
107
74
CILEBAK
CILEBAK
34
108
232
GARAWANGI
GARAWANGI
34
109
156
KALIMANGGIS
KALIMANGGIS WETAN
33
110
354
PANCALANG
SILEBU
32
111
374
PASAWAHAN
PADAMATANG
32
112
118
LURAGUNG
DUKUHPICUNG
31
113
254
KUNINGAN
CITANGTU
31
114
108
CIBINGBIN
BANTARPANJANG
30
115
151
CIDAHU
NANGGELA
30
116
211
MALEBER
GALAHERANG
30
117
222
MALEBER
KUTARAJA
30
118
41
CINIRU
PINARA
29
119
72
CILEBAK
LEGOKHERANG
29
120
236
GARAWANGI
TAMBAKBAYA
29
121
5
DARMA
SAKERTA BARAT
27
122
148
CIDAHU
BUNDER
27 Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
61
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
123
193
CIPICUNG
SALAREUMA
27
124
223
MALEBER
MANDALAJAYA
27
125
240
GARAWANGI
CITIUSARI
27
126
308
JAPARA
RAJADANU
27
127
205
LEBAKWANGI
SINDANG
26
128
258
KUNINGAN
PURWAWINANGUN
26
129
336
CIGANDAMEKAR
BUNIGEULIS
26
130
184
CIAWIGEBANG
CIHIRUP
25
131
249
SINDANGAGUNG
TIRTAWANGUNAN
25
132
334
CIGANDAMEKAR
KOREAK
25
133
376
PASAWAHAN
CIMARA
25
134
84
CIWARU
LINGGA JAYA
24
135
186
CIPICUNG
KAROYA
24
136
198
LEBAKWANGI
LEBAKWANGI
24
137
276
CIGUGUR
WINDUHERANG
24
138
26
KADUGEDE
CIPONDOK
23
139
116
CIBEUREUM
TARIKOLOT
23
140
192
CIPICUNG
PAMULIHAN
23
141
214
MALEBER
CIKAHURIPAN
23
142
175
CIAWIGEBANG
KARANGKAMULYAN
22
143
206
LEBAKWANGI
BENDUNGAN
22
144
215
MALEBER
PARAKAN
22
145
235
GARAWANGI
CIKANANGA
22
146
239
GARAWANGI
MANCAGAR
21
147
241
SINDANGAGUNG
KERTAUNGARAN
21
148
270
CIGUGUR
SUKAMULYA
21
149
365
PANCALANG
TARIKOLOT
21
150
169
CIAWIGEBANG
KAPANDAYAN
20
151
219
MALEBER
DUKUHTENGAH
20
152
331
CIGANDAMEKAR
SANGKANURIP
20
153
356
PANCALANG
PATALAGAN
20
154
142
CIMAHI
MEKARJAYA
19
155
234
GARAWANGI
SUKAIMUT
19
156
242
SINDANGAGUNG
KADUAGUNG
19
157
91
KARANGKANCANA
JABRANTI
18
158
221
MALEBER
CIPORANG
18
159
310
JAPARA
GARATENGAH
18
160
43
CINIRU
PAMUPUKAN
17
161
162
CIAWIGEBANG
CIOMAS
17
162
178
CIAWIGEBANG
CIGARUKGAK
17
163
227
GARAWANGI
PAKEMBANGAN
17
164
291
KRAMATMULYA
KALAPAGUNUNG
17
165
368
PASAWAHAN
PANIIS
17
62
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
166
94
KARANGKANCANA
SEGONG
16
167
245
SINDANGAGUNG
SINDANGAGUNG
16
168
372
PASAWAHAN
PADABEUNGHAR
16
169
56
HANTARA
PAKAPASAN GIRANG
15
170
82
CIWARU
CILAYUNG
15
171
109
CIBEUREUM
CIMARA
15
172
122
LURAGUNG
LURAGUNGTONGGOH
15
173
161
CIAWIGEBANG
CIJAGAMULYA
15
174
179
CIAWIGEBANG
MEKARJAYA
15
175
269
CIGUGUR
CIGADUNG
15
176
325
CILIMUS
CILIMUS
15
177
371
PASAWAHAN
PASAWAHAN
15
178
44
CINIRU
CIJEMIT
14
179
115
CIBEUREUM
SUKADANA
14
180
238
GARAWANGI
SUKAMULYA
14
181
266
KUNINGAN
AWIRARANGAN
14
182
293
JALAKSANA
SUKAMUKTI
14
183
309
JAPARA
DUKUHDALEM
14
184
311
JAPARA
JAPARA
14
185
89
CIWARU
CITIKUR
13
186
129
LURAGUNG
DUKUHMAJA
13
187
226
GARAWANGI
KUTAKEMBARAN
13
188
332
CIGANDAMEKAR
SANGKANMULYA
13
189
18
DARMA
KARANGSARI
12
190
25
KADUGEDE
WINDUJANTEN
12
191
155
KALIMANGGIS
KALIMANGGIS KULON
12
192
183
CIAWIGEBANG
CIKUBANGMULYA
12
193
282
KRAMATMULYA
GEREBA
12
194
347
MANDIRANCAN
KERTAWINANGUN
12
195
28
KADUGEDE
BAYUNING
11
196
81
CIWARU
LEBAKHERANG
11
197
263
KUNINGAN
ANCARAN
11
198
357
PANCALANG
SUMBAKELING
11
199
79
CIWARU
SAGARANTEN
10
200
93
KARANGKANCANA
KADUAGUNG
10
201
131
LURAGUNG
CIKADUWETAN
10
202
207
LEBAKWANGI
MEKARWANGI
10
203
259
KUNINGAN
CIGINTUNG
10
204
273
CIGUGUR
BABAKANMULYA
10
205
355
PANCALANG
KAHIYANGAN
10
206
103
CIBINGBIN
SUKAMAJU
9
207
150
CIDAHU
CIEURIH
9
208
177
CIAWIGEBANG
CIHAUR
9 Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
63
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
209
345
MANDIRANCAN
PAKEMBANGAN
9
210
12
DARMA
DARMA
8
211
14
DARMA
BAKOM
8
212
35
NUSAHERANG
NUSAHERANG
8
213
40
CINIRU
GUNUNGMANIK
8
214
130
LURAGUNG
LURAGUNGLANDEUH
8
215
194
CIPICUNG
SUGANANGAN
8
216
220
MALEBER
BUNIASIH
8
217
286
KRAMATMULYA
BOJONG
8
218
290
KRAMATMULYA
GANDASOLI
8
219
316
JAPARA
CIKELENG
8
220
318
CILIMUS
BANDORASA KULON
8
221
351
MANDIRANCAN
CIREA
8
222
363
PANCALANG
MEKARJAYA
8
223
45
CINIRU
CINIRU
7
224
95
KARANGKANCANA
TANJUNGKERTA
7
225
167
CIAWIGEBANG
GERESIK
7
226
204
LEBAKWANGI
PASAYANGAN
7
227
257
KUNINGAN
KUNINGAN
7
228
262
KUNINGAN
CIPORANG
7
229
281
KRAMATMULYA
CILOWA
7
230
361
PANCALANG
TAJURBUNTU
7
231
16
DARMA
GUNUNGSIRAH
6
232
52
HANTARA
CIKONDANG
6
233
140
CIMAHI
MULYAJAYA
6
234
190
CIPICUNG
MEKARSARI
6
235
200
LEBAKWANGI
LANGSEB
6
236
271
CIGUGUR
CILEULEUY
6
237
275
CIGUGUR
CIGUGUR
6
238
288
KRAMATMULYA
KRAMATMULYA
6
239
295
JALAKSANA
JALAKSANA
6
240
306
JALAKSANA
SINDANGBARANG
6
241
353
MANDIRANCAN
MANDIRANCAN
6
242
17
DARMA
SITUSARI
5
243
27
KADUGEDE
BABATAN
5
244
34
NUSAHERANG
WINDUSARI
5
245
189
CIPICUNG
CIPICUNG
5
246
210
MALEBER
GARAHAJI
5
247
272
CIGUGUR
PUNCAK
5
248
307
JALAKSANA
NANGGERANG
5
249
313
JAPARA
WANO
5
250
320
CILIMUS
BOJONG
5
251
340
CIGANDAMEKAR
INDAPATRA
5
64
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
252
341
CIGANDAMEKAR
CIBUNTU
5
253
352
MANDIRANCAN
NANGGELA
5
254
39
NUSAHERANG
CIASIH
4
255
119
LURAGUNG
WILANAGARA
4
256
143
CIDAHU
CIHIDEUNGGIRANG
4
257
153
CIDAHU
CIKEUSIK
4
258
280
KRAMATMULYA
RAGAWACANA
4
259
296
JALAKSANA
BABAKANMULYA
4
260
312
JAPARA
SINGKUP
4
261
319
CILIMUS
BANDORASA WETAN
4
262
328
CILIMUS
KALIAREN
4
263
337
CIGANDAMEKAR
BABAKANJATI
4
264
367
PASAWAHAN
CIBUNTU
4
265
6
DARMA
SUKARASA
3
266
19
DARMA
SAGARAHIANG
3
267
22
KADUGEDE
KADUGEDE
3
268
77
CILEBAK
CILIMUSARI
3
269
111
CIBEUREUM
SUKARAPIH
3
270
124
LURAGUNG
CIRAHAYU
3
271
132
LURAGUNG
BENDA
3
272
166
CIAWIGEBANG
KERAMATMULYA
3
273
279
KRAMATMULYA
PAJAMBON
3
274
350
MANDIRANCAN
SUKASARI
3
275
362
PANCALANG
RAJAWETAN
3
276
8
DARMA
CIPASUNG
2
277
9
DARMA
KAWAHMANUK
2
278
24
KADUGEDE
NANGKA
2
279
117
LURAGUNG
WALAHARCAGEUR
2
280
127
LURAGUNG
PANYOSOGAN
2
281
152
CIDAHU
CIBULAN
2
282
158
KALIMANGGIS
PARTAWANGUNAN
2
283
159
KALIMANGGIS
KERTAWANA
2
284
165
CIAWIGEBANG
LEBAKSIUH
2
285
216
MALEBER
KUTAMANDARAKAN
2
286
267
KUNINGAN
KASTURI
2
287
283
KRAMATMULYA
CIKUBANGSARI
2
288
284
KRAMATMULYA
WIDARASARI
2
289
294
JALAKSANA
SIDAMULYA
2
290
314
JAPARA
CITAPEN
2
291
323
CILIMUS
LINGGAJATI
2
292
326
CILIMUS
CARACAS
2
293
333
CIGANDAMEKAR
KARANGMUNCANG
2
294
346
MANDIRANCAN
RANDOBAWAILIR
2
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
65
66
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
295
360
PANCALANG
PANCALANG
2
296
3
DARMA
CAGEUR
1
297
10
DARMA
CIKUPA
1
298
15
DARMA
KARANGANYAR
1
299
23
KADUGEDE
CIKETAK
1
300
29
KADUGEDE
CIHERANG
1
301
33
NUSAHERANG
KERTAYUGA
1
302
57
SELAJAMBE
CANTILAN
1
303
60
SELAJAMBE
KUTAWARINGIN
1
304
97
KARANGKANCANA
SIMPAY JAYA
1
305
102
CIBINGBIN
SINDANGJAWA
1
306
123
LURAGUNG
MARGASARI
1
307
141
CIMAHI
SUKAJAYA
1
308
144
CIDAHU
CIHIDEUNGHILIR
1
309
160
KALIMANGGIS
WANASARAYA
1
310
164
CIAWIGEBANG
PAJAWANLOR
1
311
173
CIAWIGEBANG
KADURAMA
1
312
218
MALEBER
KARANGTENGAH
1
313
255
KUNINGAN
KARANGTAWANG
1
314
274
CIGUGUR
CISANTANA
1
315
305
JALAKSANA
CINIRU
1
316
324
CILIMUS
LINGGAINDAH
1
317
330
CILIMUS
CIBEUREUM
1
318
339
CIGANDAMEKAR
PANAWUAN
1
319
359
PANCALANG
SINDANGKEMPENG
1
320
364
PANCALANG
TENJOLAYAR
1
321
370
PASAWAHAN
CIDAHU
1
322
7
DARMA
PANINGGARAN
0
323
11
DARMA
PARUNG
0
324
13
DARMA
JAGARA
0
325
21
KADUGEDE
SINDANGJAWA
0
326
30
KADUGEDE
TINGGAR
0
327
31
KADUGEDE
CISUKADANA
0
328
48
CINIRU
MUNGKALDATAR
0
329
53
HANTARA
PASIRAGUNG
0
330
54
HANTARA
CITAPEN
0
331
55
HANTARA
PAKAPASAN HILIR
0
332
58
SELAJAMBE
SELAJAMBE
0
333
61
SELAJAMBE
BAGAWAT
0
334
62
SELAJAMBE
JAMBERAMA
0
335
63
SELAJAMBE
PADAHURIP
0
336
78
CIWARU
CITUNDUN
0
337
96
KARANGKANCANA
SUKASARI
0
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
NO
NR
Kecamatan
Desa
Jml RT dengan Fasilitas BAB Tidak Ada Jamban
338
107
CIBINGBIN
CISAAT
0
339
112
CIBEUREUM
SUMURWIRU
0
340
120
LURAGUNG
SINDANGSARI
0
341
121
LURAGUNG
CIGEDANG
0
342
125
LURAGUNG
SINDANGSUKA
0
343
145
CIDAHU
CIDAHU
0
344
146
CIDAHU
KERTAWINANGUN
0
345
157
KALIMANGGIS
CIPANCUR
0
346
168
CIAWIGEBANG
CIPUTAT
0
347
251
SINDANGAGUNG
DUKUHLOR
0
348
261
KUNINGAN
WINDUSENGKAHAN
0
349
264
KUNINGAN
KEDUNGARUM
0
350
265
KUNINGAN
CIRENDANG
0
351
268
KUNINGAN
PADAREK
0
352
277
CIGUGUR
GUNUNGKELING
0
353
278
CIGUGUR
CIPARI
0
354
289
KRAMATMULYA
CIBENTANG
0
355
297
JALAKSANA
SANGKANERANG
0
356
298
JALAKSANA
SAYANA
0
357
299
JALAKSANA
PEUSING
0
358
300
JALAKSANA
SEMBAWA
0
359
301
JALAKSANA
SADAMANTRA
0
360
302
JALAKSANA
MANISKIDUL
0
361
303
JALAKSANA
MANISLOR
0
362
304
JALAKSANA
PADAMENAK
0
363
321
CILIMUS
LINGGAMEKAR
0
364
322
CILIMUS
LINGGASANA
0
365
327
CILIMUS
SAMPORA
0
366
329
CILIMUS
SETIANEGARA
0
367
335
CIGANDAMEKAR
JAMBUGEULIS
0
368
342
MANDIRANCAN
TRIJAYA
0
369
343
MANDIRANCAN
RANDOBAWAGIRANG
0
370
344
MANDIRANCAN
SALAKADOMAS
0
371
348
MANDIRANCAN
SEDA
0
372
349
MANDIRANCAN
NANGGERANGJAYA
0
373
358
PANCALANG
DANALAMPAH
0
374
369
PASAWAHAN
SINGKUP
0
375
373
PASAWAHAN
KADUELA
0
376
375
PASAWAHAN
CIWIRU
0
Jumlah
11794
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
67
Statistik Data yang Berkualitas Menuju Perencanaan Pembangunan yang SMART Oleh Bunbun W. Korneli & Yodi Sastrakusumah
Foto-foto: Humas Bappeda
(Perencana Ahli Madya pada Bappeda Provinsi Jawa Barat & Pegiat Pembangunan pada Komunitas Peduli Jawa Barat)
68
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Pendahuluan
S
aat kita menyebut dan menggunakan Indikator Pembangunan Manusia (IPM), Indikator Makro Pembangunan, Indeks Demokrasi, Indeks Kebahagian, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Nilai Tukar Petani (NTP) atau Angka Harapan Hidup (AHH) atau indikator-indikator lainnya dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan. Sadarkah kita bahwa saat itulah kita telah memanfaatkan hasil dari ilmu statistika. Bilamana kualitas statistik tersebut tidak akurat, tidak valid dan tidak mutakhir, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas perencanaan pembangunan. Sehingga tidak menuntup kemungkinan target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan tidak tercapai dan pembangunan pun akan gagal. Menurut Wikipedia, Statistika merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Statistik adalah data yang diperoleh dengan cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis serta sebagai sistem yang mengatur keterkaitan antarunsur dalam penyelenggaraan statistik. Menurut Undang-Undang R.I. Nomor 16 Tahun 1997. Statistik adalah data yang diperoleh d e n g a n c a ra p e n g u m p u l a n , p e n g o l a h a n , penyajian, dan analisis serta sebagai sistem yang m e n g a t u r ke t e r k a i t a n a n t a r u n s u r d a l a m penyelenggaraan statistik. Sedangkan pengertian data adalah informasi yang berupa angka tentang karakteristik (ciri-ciri khusus) suatu populasi.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
69
Kilas balik peraturan perundangan-undangan statistik. Dengan diundangkannya UndangUndang (UU) Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik sebagai pengganti Statistiek Ordonnantie 1934 pada tanggal 26 September 1960, yang merupakan upaya pemenuhan kebutuhan bagi penyusunan perencanaan Pembangunan Semesta Berencana. Selanjutnya, Presiden R.I. pada bulan Agustus 1996 menetapkan tanggal diundangkannya UndangUndang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik tersebut sebagai ”Hari Statistik Nasional”. Sehingga tanggal diundangkannya dijadikan titik awal perjalanan BPS dalam mengisi kemerdekaan di bidang statistik , yang sebelumnya diatur berdasarkan sistem perundang-undangan kolonial. Seiring berjalannya waktu dan dinamika pembangunan, Pemerintah R.I. menetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik sebagai pengganti Undang-Undang R.I. Nomor 6 Tahun 1960 tentang Sensus dan Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik. Dengan peraturan turunannya yakni Perarturan Pemerintah R.I. Nomor 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik. Beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal, 26 September 2017 telah diperingati Hari Statistik Nasional (HSN) 2017 dengan tema “Kerja Bersama dengan Data”. Tema ini merupakan seruan secara nasional bagi seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama, membangun Indonesia, dengan mengacu kepada statistik sebagai landasannya. Dalam rangkaian acara HSN 2017, BPS mengadakan Seminar Nasional HSN 2017 yang ber tajuk “Merancang Format Masa Depan Pengumpulan Data Statistik dengan Pemanfaatan Teknologi Informasi. Dalam sambutan pembukaan seminar HSN 2017. Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan: “Data BPS memang tidak mampu menyenangkan semua pihak. BPS menyajikan data untuk menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Bila data yang dirilis BPS tidak sesuai dengan ekspektasi, maka seharusnya itu menjadi warning untuk segera melakukan perbaikan agar tujuan pembangunan dapat tercapai” . Memperhatikan harapan para pengguna data. BPS menghadapi banyak tantangan, yaitu peningkatan ragam dan kualitas data yang harus disediakan, perkembangan teknologi, serta tuntutan stakeholders untuk memperoleh data berkualitas dan mudah diakses. Menjawab harapan para penggunan data tersebut. Maka upaya BPS
70 Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 70
“
Data BPS memang tidak mampu menyenangkan semua pihak. BPS menyajikan data untuk menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Bila data yang dirilis BPS tidak sesuai dengan ekspektasi, maka seharusnya itu menjadi warning untuk segera melakukan perbaikan agar tujuan pembangunan dapat tercapai” Kecuk Suhariyanto (Kepala BPS)
dalam peningkatan pelayanan antara lain: penambahan variabel baru pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pelaksanaan survei baru seperti Survei Kualitas Air (untuk menyajikan indikator capaian Goal 6 SGDs), Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (untuk menyajikan indikator capaian Goal 5 SDGs), uji coba penerapan Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPI) pada berbagai survei, serta pemanfaatan Big Data yang implementasinya telah dimulai pada data pariwisata (mobile positioning data), commuter, dan uji coba persepsi konsumen. Untuk memenuhi harapan pengguna statistik sektoral, BPS terus berupaya bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah melalui perangkat daerah terkait, dalam mendorong kemajuan statistik sektoral. BPS menyadari bahwa Sistem Statistik Nasional yang solid perlu dukungan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, para akademisi, para pelaku usaha dan peran masyarakat pada umumnya.
Pelayanan Data di BPS Untuk mengetahui kualitas pelayanan data yang diselenggarakan BPS, berikut Analisis Hasil Survei Kebutuhan Data (SKD) 2015, yang dibagi dalam dua kategori yaitu penilaian terhadap kualitas produk dengan menggunakan kualitas data dan penilaian terhadap kualitas pelayanan. 1. Penilaian terhadap kualitas data a. Pengguna data BPS sangat beragam dengan mayoritas pengguna data adalah kalangan pelajar/mahasiswa (63,33 persen) baik untuk kepentingan tugas sekolah/tugas kuliah (19,89 persen) maupun untuk penyusunan skripsi/tesis/disertasi (43,54 persen). Hal ini menunjukkan bahwa data BPS sangat mendukung dan berdaya guna bagi dunia pendidikan. b. Untuk keperluan perencanaan dan evaluasi pembangunan masih belum banyak memanfaatkan data BPS sebagai rujukan utama. Hal ini terjadi karena masih belum lengkapnya data yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Oleh sebab itu, perlu peningkatan kelengkapan, akurasi, maupun kemutakhiran data.
c. Perolehan data BPS oleh pengguna masih cukup rendah yaitu hanya 66,18 persen dari jumlah data yang dicari. Dengan kata lain, masih terdapat 33,82 persen data yang tidak diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa angka perolehan data masih sangat rendah. Rendahnya perolehan tersebut terjadi pada ragam data statistik sosial (59,86 persen), ragam data statistik produksi (52,42 persen), maupun ragam data statistik distribusi dan jasa (51,33 persen). Bahkan di antara data yang diperoleh tersebut, terdapat perolehan dengan penggantian data, karena ketidak tersediaan data yang dibutuhkan pengguna. d. Ragam data dengan periode tahunan merupakan data yang paling banyak tidak diperoleh. Pada ragam data statistik sosial terdapat 1.254 jenis data yang dinyatakan tidak diperoleh. Adapun pada ragam data statistik produksi terdapat 885 jenis data dan pada ragam data statistik distribusi dan jasa terdapat 1.081 jenis data. Hal yang sama juga terdapat pada ragam data neraca dan analisis statistik (630 jenis data) maupun metodologi dan informasi statistik sebanyak 5 jenis data. 2. Penilaian terhadap kualitas pelayanan a. Secara umum pelayanan data di BPS telah memenuhi harapan, yang ditunjukkan dengan 86,87 persen pengguna merasa puas terhadap pelayanan BPS. Hal tersebut juga didukung dengan nilai Indeks Kepuasan Konsumen (IKK) yang mencapai 84,87 yang berarti sangat memuaskan. Akan tetapi, dalam pencapaian kinerja yang maksimal masih terdapat beberapa aspek pelayanan yang perlu untuk ditingkatkan.
Foto-foto: Humas Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
71
b. Berdasarkan hasil penghitungan Indeks Kepuasan Konsumen (IKK) menunjukkan bahwa pelayanan data BPS berada pada nilai memuaskan dan sangat memuaskan. Hasil penghitungan tidak ditemukan adanya indikasi pelayanan yang masuk dalam kategori kurang memuaskan ataupun tidak memuaskan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelayanan data BPS sudah baik. c. Berdasarkan Importance and Performance Analysis (IPA) terdapat empat aspek pelayanan yang perlu mendapatkan perbaikan yaitu kemudahan dalam mendapatkan produk BPS (IKK 80,87 dengan 81,50 persen pengguna merasa puas), kemudahan dalam pemanfaatan website BPS (IKK 81,59 dengan 85,29 persen pengguna merasa puas), ketepatan waktu penerbitan data (IKK 77,07 dengan 70,64 persen pengguna merasa puas), dan kemudahan komunikasi melalui e-mail (IKK 84,51 dengan 84,52 persen pengguna merasa puas).
Statistik--Data untuk Keperluan Perencanaan Pembangunan Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tidak dapat berjalan sesuai harapan. Perencanaan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan. Perencanaan yang berkualitas merupakan kunci sukses menuju keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh produk perencanaan yang berkualitas dan akuntabel. Oleh karenanya ketersedian data dan informasi yang akurat dan akuntabel merupakan suatu keniscayaan. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa data dan informasi yang dibutuhkan untuk keperluan perencanaan dan evaluasi pembangunan dibutuhkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebutuhan data untuk keperluan perencanaan telah diatur dalam Undang-undang R.I. Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Dalam undangundang ini dijelaskan tentang tujuan pemanfaatan jenis statistik yang terdiri atas: 1. Statistik dasar, yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat, yang memiliki
72
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
ciri-ciri lintas sektoral, berskala nasional, makro, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh BPS; 2. Statistik sektoral, yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugastugas pemerintahan dan pembangunan yang merupakan tugas pokok instansi yang bersangkutan diselenggarakan oleh instansi pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, secara mandiri atau bersama dengan BPS; 3. Statistik khusus, yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spesiďŹ k dunia usaha, pendidikan, sosial budaya, dan kepentingan lain dalam kehidupan masyarakat, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga, organisasi, perorangan, dan atau unsur masyarakat lainnya. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2007 tentang Badan Pusat Statistik (BPS). BPS merupakan lembaga penyelenggara statistik, yang merupakan lembaga pemerintah non ke m e n te r i a n y a n g b e r a d a d i ba w a h d a n bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Secara kelembagaan statistik dasar dikelola oleh BPS. Sedangkan statistik sektoral dikelola Perangkat Daerah dan/atau dikerjasamakan dengan BPS. Statistik ini pemanfaatannya terbuka untuk umum, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara statistik khusus, dapat diselenggarakan oleh masyarakat, baik lembaga, organisasi, perorangan maupun unsur masyarakat lainnya secara mandiri atau bersama dengan BPS. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengetahui dan memanfaatkan statistik khusus dengan tetap memperhatikan hak seseorang atau lembaga yang dilindungi undang-undang. Kebutuhan data untuk keperluan perencanaan pembangunan sekurangnya memenuhi kriteria berikut: data runtun waktu (time series); data silang (cross section); data panel (pooled data). Namun ketersediaan data ini terkendala oleh data yang belum lengkap, akurasi rendah, serta data yang belum mutakhir. Juga adanya perbedaan data sektoral yang bersumber dari dua instansi berbeda (BPS dan Perangkat daerah). Permasalahan ini sering mengemuka saat rapat koordinasi perangkat daerah dalam pembahasan sinkronisasi perencanaan pembangunan.
Foto: Humas Bappeda
Dalam Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah diatur tentang pembagian urusan bidang statistik. Untuk statistik dasar penyelenggaranya adalah Pemerintah Pusat, sedangkan untuk statistik sektoral penyelenggaranya adalah Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karenanya, perangkat daerah wajib melaksanakan urusan pemerintahan bidang statistik, sehingga kebutuhan data untuk keperluan perencanaan pembangunan dapat terpenuhi dengan cepat tanpa ketergantungan pada instansi lain (misal, BPS). Sebagaimana penjelasan di atas, p e n y e l e n g g a r a a n s t a t i s t i k s e kto r a l y a n g merupakan lingkup tugas dan fungsi perangkat daerah. Seharusnya dapat dilakukan secara mandiri tanpa bekerja sama dengan BPS. Namun kenyataannya hanya sebagian perangkat daerah
yang menjalankan tugas dan fungsi ini. Umumnya dilaksanakan oleh Sub Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data. Agar tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan statistik sektoral ada dan melekat pada setiap perangkat daerah (dinas teknis). Maka fungsi kendali biro/bagian organisasi dalam proses penyusunannya harus ditingkatkan.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
73
Satu Data Indonesia Karut marut data pemerintahan direspon oleh pihak Kantor Staf Presiden (KSP) bekerjasama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Bappenas, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Dengan membangun portal resmi data terbuka Indonesia dengan alamat di http://data.go.id ini, yang diklaim sebagai wujud operasionalisasi inisiatif Satu Data Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas dan pemanfaatan data pemerintah. Portal Data Indonesia dikelola oleh U n i t Ke r j a P re s i d e n B i d a n g Pe n g a w a s a n Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) sebagai salah satu komitmen pemerintah dalam Open Government Partnership. Portal ini menyediakan data dalam format yang mudah dicari, diakses serta digunakan dengan harapan pengguna situs dapat memanfaatkan data yang tersedia di sini seluas-luasnya dan se-inovatif mungkin demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Seluruh kumpulan data yang ada di dalam portal data.go.id dikategorikan sebagai domain public sehingga tidak diperkenankan mengandung informasi yang mengandung rahasia negara, rahasia pribadi atau hal-hal lainnya yang diatur dalam Undang-Undang R.I. Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Data yang tersedia meliputi data Kementerian dan Lembaga, Pemerintah Daerah, dan semua instansi terkait lainnya yang menghasilkan data yang berhubungan dengan Indonesia. Data tersedia dalam format terbuka yang mudah digunakan kembali, dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawal pembangunan. Pemanfaatan data pemerintah ini tidak terbatas pada penggunaannya untuk pengambilan kebijakan, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan data bagi masyarakat.
Penutup Undang-Undang R.I. Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik diundangkan saat zaman orde baru (1996-1998) yakni pada tanggal 19 Mei 1997. Saat itu produk hukum yang baru berupa peraturan perundangan-undangan sangat terbatas, kondisi 74
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
tersebut sangat berbeda di era reformasi kini. Melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) produk hukum perundangan-undangan relatif banyak dan beragam. Terdapat 160 RUU yang masuk dalam Prolegnas 2015-2019. Namun dari sekian banyak RUU tersebut, ternyata tidak ada RUU Perubahan atau RUU pengganti UndangUndang R.I. Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik . Padahal dinamika pembangunan khususnya dalam bidang hukum perubahannya sangat signiďŹ kan di era reformasi ini. Selama era reformasi peraturan perundangundangan yang memiliki muatan/substansi statistik/ data/ informasi jumlahnya relatif banyak antara lain: Undang-Undang R.I. Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang R.I. Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang R.I. Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, dan Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang R.I. Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka sudah sepatutnya Undang-Undang R.I. Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik menjadi prioritas untuk dirubah/diganti sehingga masuk dalam Prolegnas tahun yang akan datang. Mengingat substansi statisik, data dan informasi dalam undang-undang ini sangat mendasar bagi pembentukan peraturan perundangan lainnya. Maka dalam hal ini BPS-lah lembaga yang paling terkait dan paling berkepentingan untuk memprakarsai usulan perubahan undang-undang ini. Melalui upaya-upaya tersebut di atas, semoga perencanaan pembangunan yang SMART (speciďŹ c, measurable, achievable, resources avaibility, times) dapat ter wujud. Sehingga target-target pembangunan dapat dicapai sesuai rencana yang telah ditetapkan.
___________________________________
Daftar Pustaka Buku-buku B a d a n P u s a t St a t i s t i k , 2 0 0 8 . Pe n g e n a l a n t e n t a n g B P S : A n Overview of Statistics Indonesia, Badan Pusat Statistik, Jakarta; Badan Pusat Statistik, 2015. Analisis Hasil Survei Kebutuhan Data (SKD) 2015; Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39); Undang-Undang R.I. Nomor 25 Ta h u n 2 0 0 4 t e n t a n g S i s t e m Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN); Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 51 Ta h u n 1 9 9 9 t e n t a n g Penyelenggaraan Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 96); Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2007 tentang Badan Pusat Statistik Sumber Lainnya https://bps.go.id, diakses tanggal 8 Desember 2017; https://bps.go.id, diakses tanggal 8 Desember 2017; https://id.wikipedia.org, diakses tanggal 8 Desember 2017
Foto: Humas Bappeda
AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP
PUSKESMAS Oleh Ferdian Gumiwa* Suciati Nurhartati**
76
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Foto: Humas Bappeda
PENDAHULUAN Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup masyarakat, yang berakibat kepada tinggi rendahnya prouktivitas dan daya saing masyarakat. Menurut Winoto dan Siregar (2006), ketersediaan infrastrutur dapat berpengaruh pada peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga meningkatkan produktivitasnya dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam peningkatan daya saing sumberdaya manusia untk mencapai daya saing melalui pembangunan kesehatan yang tertuang dalam Misi Kesatu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 20132018. Pembangunan sumberdaya manusia pada bidang kesehatan difokuskan kepada peningkatan aksesibilitas dan layanan kesehatan dengan sasaran: (1) Peningkatan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas, PuskesmasPONED dan pemenuhan sumber daya kesehatan; (2) Pemenuhan pelayanan kesehatan dasar ibu dan anak; (3) Peningkatan layanan Rumah Sakit Rujukan dan Rumah Sakit Jiwa; (4) Pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (Perda Pemprov Jawa Barat No 25 Tahun 2013). Program pengembangan infrastruktur kesehatan ditujukan untuk mendukung kinerja bidang urusan kesehatan dalam rangka mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang sehat, produktif dan berdaya saing., Secara garis besar infrastruktur kesehatan terbagi ke dalam Foto: Istimewa
infrastruktur kesehatan ďŹ sik dan non-ďŹ sik. Infrastruktur ďŹ sik meliputi bangunan rumah sakit, puskesmas, klinik, apotik, dan lain-lain (World Health Organization/WHO, 2012). Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Republk Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, menyebutkan bahwa fungsi Puskesmas antara lain: (1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2) Pusat pemberdayaan masyarakat, (3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Puskesmas merupakan infrastruktur yang diharapkan mampu meningkatkan akses smasyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan, Pemerinah Pusat termasuk di dalamnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin, berupa BPJS, Jamkesmas. Peserta program Jamkesmas dan BJS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu dengan peserta berasal dari data PPLS Badan Pusat Statistik Tahun 2011, dan Pemutahiran Basis Data Terpadu (PBDT) rumah tangga miskin dari Kementrian Sosial Tahun 2015 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menkes RI. *) Fungsional Perencana Bappeda Provinsi Jawa Barat **) Guru SMK Pekerjaan Umum Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
77
Foto-foto: Humas Bappeda
Namun demikiaan, penurunan laju pertumbuhan penduduk miskin di Jawa Barat relatif lamban yaitu 0,7 persen dari target satu persen berdasarkan target Rencana Pembangnan Jangka Menengah Daerah Tahun 2013-2018. Rendahnya laju pertumbuhan tersebut salahsatunya diduga dari kurangnya akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan oleh masih tingginya masyarakat miskin mengidap penyakit kronis. Permasalahannya adalah: bagaimana kondisi kesehatan rumah tangga miskin khususnya yang mengidap penyakit kronis, bagaimana kondisi puskesmas di Jawa Barat sebagai rujukan pertama dalam pelayanan kesehatan, dalam optimalisasi pelayanan kesehatan bagaimana rasio puskesmas dengan penduduk di setiap kabupaten/kota, dan bagaimana hubungan rasio puskemas dengan populasi penyakit kronis RTS miskin yang belum dikertahui. Tujuan dari kajian ini adalah diperoleh bahan kebijakan untuk perbaikan akses kesehatan bagi masyarakat miskin di Jawa Barat, kaitannya dengan infrastruktur kesehatan.
METODOLOGI Ruang Lingkup Kajian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan rancang bangun penelitian yaitu cross sectional. Unit analisis penelitian yaitu Puskesmas dan Rumahtangga miskin di Jawa Barat. Sumber informasi dari unit analisis yaitu data BPS, PBDT, Dinas Kesehatan dan data lain yang berkaitan dengan sumber data yang dibutuhkan menggunakan data sekunder
Data dan Sumberdata 1) Untuk mengkaji kondisi kesehatan rumah tangga miskin diperlukan data : Jenis dan jumlah penyakit kronis penduduk miskin di setiap kecamatan, kabupaten/kota di Jawa Barat, yang berasal dari PBDT 2015 Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2) Untuk mengkaji kondisi puskesmas di Jawa Barat, diperlukan data: jumlah fasilitas kesehatan menurut kabupaten/kota, dan distribusi pukesmas dan poned di Jawa Barat. Sumber data ini berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan BPS Jawa Barat. 3) Untuk mengkaji rasio puskesmas di Jawa Barat diperlukan data: Jumlah penduduk kabupaten/kota, jumlah rumah tangga miskin sasaran (RTS), jumlah puskesmas di kabupaten/kota. Data ini diperoleh dari BS, PBDT, dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 4) U n t u k m e n g k a j i h u b u n g a n r a s i o puskemas dengan populasi penyakit kronis RTS miskin di perlukan data: Jumlah penduduk, jumah KRTS berpenyakit kronis, dan jumlah puskesmas. Data ini diperoleh dari BS, PBDT, dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Analisis Data 1) Analsis kondisi kesehatan rumah tangga miskin dilakukan melalui tabulasi silang dan dijelaskan secara deskriptif. 2) Analisis kondisi puskesmas di Jawa Barat, dilakukan melalui tabulasi silang dan dijelaskan secara deskriptif. 3) Analisis rasio puskesmas di Jawa Barat dilakukan melalui tabulasi silang dan dijelaskan secara deskriptif.
78
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
4) Analisis hubungan rasio puskemas dengan populasi penyakit kronis RTS miskin dilakukan melalui auji korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kesehatan Rumah Tangga Miskin Jawa Barat Kondisi kesehatan penduduk miskin di Jawa Barat sangat memprihatinkan, berdasarkan Pemutahiran Basis Data Terpadu (PBDT) Tahun 2014 dari Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia menunjukkan dari sejumlah 3.961.005 kepala rumah tangga sasaran (KRTS) miskin di Jawa Barat terdapat 340.042 KRTS yang tercatat menderita 10 macam penyakit kronis. Kesepuluh macam penyakit kronis tersebut adalah hipertensi, reheumatik, asam urat, masalah jantung, diabetes, tuberkolosis, stroke, kanker/tumor dan lainnya seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Penyakit Kronis Penduduk Miskin di Jawa Barat
Sumber : PBDT Kemensos, 2014 diolah
Berdasarkan data di atas, rheumatik merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk miskin di Jawa Barat, kemudian disusul oleh penyakit hipertensi, ISPA dan asma. Sejumlah 12,28 persen penduduk miskin di Jawa Barat menderita penyakit kronis yang perlu penanganan. Populasi penduduk miskin yang menderita penyakit kronis tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Populasi teringgi di Kota Depok dan Kabupaten Sumedang yang berada di atas ratarata Jawa Barat yaitu masing-masing12,89 persen dan 14,16 persen dari total KRTS miskin. Namun demkian terdapat 10 kabupaten/kota walaupun perentase penduduk miskin yang sakitnya di bawah rata-rata Jawa Barat yang populasinya berada di atas 10 persen, yaitu di Kabupaten Sukabumi, Pangandaran, Kota Cimahi, Kota
Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Purwakarta, Kota Bandung, Kabupaten Majalengka, Kota Sukabumi, dan Kota Bogor (Gambar 1). Hasil analisis data spasial, menunjukkan wilayah dengan penyakit kronis tinggi (lebih dari 11 persen) berada di Kabupaten Pur wakar ta, Sumedang, Majalengka, Koa Depok, Kota Bogor, Kota Sukabumi, dan Kota Bandung. Wilayah dengan penyakit kronis sedang (antara 8-11 persen) berada di Kota Bekasi, Tasikmalaya, Banjar, Kabupaten Bogor, Sukabumi, Bandung, Kuningan, Ciamis, Tasikmlaya dan Kabupaten Pangandaran. Wilayah dengan penyakit kronis rendah ( kurang dari delapan persen), berada di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Bandung Barat, Indramayu, Cirebon, Cianjur, Garut, dan Kota Cirebon (Gambar1). Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
79
Gambar 1. Peta Populasi Penduduk Misin yang Berpenyakit Kronis di Jawa Barat
Sumber : PBDT Kemensos, 2014 diolah
Kabupaten Sumedang dan Kota Depok merupakan wilayah dengan penduduk miskin yang berpenyakit kronis teringgi di atas rata-rata Jawa Barat. Di Kabupaten Sumedang dari 96.942 KRTS miskin yang mengidap penyakit kronis sebanyak 5.420 KRTS. Jenis penyakit kronis yang tertinggi di Kabupaten Sumedang adalah hipertensi sebanyak 20.825 KRTS, dan asthma sebanyak 1394 KRTS. Kecuali Kecamatan Bugel, seluruh Kecamatan di Kabupaten Sumedang peduduk miskin yang mengidap penyakit kronis berada di bawah rata-rata kabupaten. Tiga kecamatan terbanyak populasi penduduk miskin dengan berpenyakit kronis adalah di Kecamatan Paseh, Sumedang Selatan dan Buahdua (Tabel 2).
Tabel 2. Distribusi Penduduk Miskin Berpenyakit Kronis di Kabupaten Sumedang
80
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Sumber : PBDT Kemensos, 2014 diolah Hasil analisis data spasial, menunjukkan wilayah kecamatan di Kabupaten Sumedang dengan penyakit kronis tinggi (lebih dari 11 persen) berada di Kecamatan : Buahdua, Ujung Jaya, Paseh, Pa m u l i h a n , R a n c a k a l o n g d a n Ke c a m a t a n Sumedang Selatan. Wilayah dengan penyakit kronis sedang (antara 8-11persen) berada di Kecamatan Surian, Tanjungkerta, Tanjungmedar, S u m e d a n g U t a r a , Ta n j u n g s a r i , S u a s a r i , Cimanggung, Cisarua, Situraja, Ganeas, Cisitu, Jatigede, Jatinunggal, dan Wado. Sedangakan wilayah dengan penyakit kronis rendah ( kurang dari delapan persen), berada di Kecamatan
Jatinangor, Cimalaka, Darmaraja, Cibugel dan Tomo. Ko t a D e p o k m e r u pa k a n ko t a d e n g a n persentase jumlah penduduk miskin yang mengidap penyakit kronis tertinggi di Jawa Barat, dari 74.287 KRTS miskin di Kota tersebut tercatat 10.514 KRTS atau sebanyak 14,15 persen mengidap penyakit kronis, penyakit yang tertinggi adalah hipertensi sebanyak 3.161 KRTS, dan rheumatik sebanyak 2.081 KRTS. Tiga kecamatan dengan penduduk miskin yang bepenyakit kronis paling tinggi berada di Kecamatan Cinere, Sawangan, Sukmajaya ( Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi Penduduk Miskin Berpenyakit Kronis di Setiap Kecamatan di Kota Depok
Sumber : PBDT Kemensos, 2014 diolah Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
81
Hasil analisis data spasial, menunjukkan wilayah kecamatan di Kota Depok dengan penyakit kronis tinggi (lebih dari 17,5 persen) berada di Kecamatan: Cinere, Sawangan, dan Sukajaya. Wilayah dengan penyakit kronis sedang (antara 14-17,5 persen) berada di Kecamatan Pancoran Mas. Sedangakan wilayah dengan penyakit kronis rendah (kurang dari 14 persen), berada di Bojngsari, Limo, Beji, Cimanggis, Tapos, Cilodong dan Cipayung. Kondisi Puskesmas di Jawa Barat Puskesmas, Poliklinik dan Pustu merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama saat ini Puskesmas menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, khusunya masyarakat miskin. Semakin banyak jumlah ketersediaan puskesmas, maka akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan mudah. Jumlah puskesmas di Jawa Barat menuru Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2016) sebanyak 1.050 unit yang tersebar di 27 Kabupaten/kota, untuk melayani lebih dari 46 juta penduduk (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
Sumber BPS Jawa Barat 2017
Berdasakan data pada Tabel 4 sarana kesehatan yang langsung melayani masyarakat di setiap kecamatan, selain terdapat 1.050 puskesmas, juga terdapat 51.035 posyandu sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat, Balai Pengobatan sebanyak 82
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
1.800, dan pos pelayanan persalinan desa (Polindes) sebanyak 1.212. Polindes dibangun untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk
keluarga berencana di pedesaan yang juga merupakan pelayanan bidan desa. Fungsi puskesmas yang berada di kecamatan dalam melayani kesehatan masyarakat terbagi atas puskesmas dengan rawat inap dan tidak rawat inap. Dari 1.050 puskesmas di Jawa Barat baru 176 (20,14 pesen) puskesmas yang menyediakan tempat perawatan untuk rawat inap seangkan sisanya sebanyak 874 (79,86 persen) puskesmas hanya menyediakan klinik dan rawat jalan. Berdasarkan wilayah administrasi terdapat beberapa wilayah kerja satu kecamatan, dan dua puskesmas dalam satu kecamatan.
Seluruh puskesmas di Jawa Barat memiliki kemampuan pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) yang dilaksanakan sesuai dengan waktu pelayanan puskesmas. Pada Standar Puskesmas (2013) disebutkan bahwa UGD merupakan pelayanan medik dasar yang berfungsi untuk membantu mengatasi kegawatan jalan nafas, pernafasan, peredaran darah, dan juga kesadaran. Untuk meningkatkan penurunan angka kematian ibu melahirkan telah dibangun Puskesmas Poned sebanyak 425 buah atau 48,63 persen ( Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi Pukesmas dan Poned di Jawa Barat
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2016
1. Rasio Puskesmas di Jawa Barat Untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan khususnya di perdesaan diperlukan puskesmas yang dapat melayani masyarakat secara optimal. Optimalisasi pelayanan puskesmas tersebut diantaranya tergantung dari jumlah penduduk yang dapat dicover oleh puskesmas. Berdasarkan Kementrian Kesehatan Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
83
Gambar 2. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk di Jawa Barat
Sumber : BPS Jawa Barat 2016 diolah
Berdasarkan jumlah penduduk, rasio puskesmas, jumlah puskesmas saat ini, dan jumlah puskesmas sesuai standar rasio yang telah ditetapkan, maka diperoleh kekurangan atau kelebihan puskesmas di setiap kabupaten/kota. Dengan menggunakan perhitungan rasio 30.000 penduduk untuk setiap puskesmas, maka diperoleh kekurangan puskesmas di Jawa Barat sebanyak 507 unit. Kabupaten yang kekurangan puskesmas lebih dari 20 unit berada di : Kabupaten Garut sebanyak 20 puskesmas, Kabupaten Sukabumi 23, Kabupaten Bandung Barat 23, Kabupaten Karawang 26, Kabupaten, Cianjur 30, Kota Depok 38, Kabupaten Bandung 56, Kota Bekasi 59, Kabupaten Bekasi 69, dan Kabupaten Bogor sebanyak 81 puskesmas. Sedangkan kabupaten/kota dengan rasio kurang dari 30.000 atau kelebihan puskesmas berada di Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Kota Banjar, Kabupaten Kuningan, dan Pangandaran, selebihnya adalah kabupaten kota yang kekurangan puskesmas antara dua sampai dengan 19 (Tabel 6 ). 84 Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Tabel 6. Kekurangan dan Kelebihan Puskesmas di Setiap Kabupaten Kota Jawa Barat
Sumber : BPS, Dinas Kesehatan diolah
2. Hubungan Antra Rasio Puskesmas Dengan Jumlah KRTS Berpenyakit Kronis Pelayanan puskesmas akan tergantung kepada rasio puskesmas dengan enduduk yang di layani dalam wilayahnya. Dalam kaitan dengan kemiskinan diduga terdapaat korelasi antara rasio puskesmas dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Haasil penelitian Debra S. at al (2015) menunjukkan Puskesmas dalam sistem JKN/ BPJS memiliki peran yang besar kepada peserta BPJS kesehatan. Apabila pelayanan puskesmas yang diberikan baik maka akan semakin banyak peserta
BPJS yang memanfaatkan pelayanan kesehatan, namun dapat terjadi sebaliknya jika pelayanan dirasakan kurang memadai. Kondisi tersebut hamper sama dengan hubungan antara rasio puskesmas dengan jumah KRTS berpenyakit kronis di Kabupaten/kota di Jawa Barat. Semakin tinggi rasio puskesmas semakin tinggi KRTS miskin yang berpenyakit (Tabel 7).
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
85
Tabel 7. Hubungan Antara Rasio Puskesmas Dengan Jumah KRTS Berpenyekit Kronis
Berdasarkan hasil analisis rasio puskesmas dan jumlah KRTS berpenyakit kronis diperoleh gambaran:
1
Terdapat hubungan antara jumlah KRTS berpenyakit kronis tinggi (antara 20 ribu sampai dengan 32.000 KRTS) dengan rasio puskesmas yang tinggi (rasio 43.000-53.000), hal ini terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, Bogor, dan Bandung. Kondisi ini mennjukkan masih perlu penambahan puskesmas sesuai rasio di wilayah tersebut.
2
Terdapat hubungan antara jumlah KRTS berpenyakit kronis sedang (antara 10 ribu sampai dengan 17.000 KRTS) dengan rasio puskesmas yang sedang (rasio 31.000-35.000 penduduk), hal ini terjadi di Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kabupaten
86
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Cirebom, Indramayu, Majalengka dan Ciamis. Kondisi ini mennjukkan masih perlu penambahan puskesmas sesuai rasio di wilayah tersebut.
3
Terdapat hubungan antara jumlah KRTS berpenyakit kronis tinggi (antara 20 ribu sampai dengan 32.000 KRTS) dengan rasio puskesmas yang sedang (rasio 31.000-35.000 penduduk), hal ini terjadi di Kabupaten Karawang. Hal ini mennjukkan masih perlu penambahan puskesmas walaupun dapat melayani penduduk miskin pada katagori sedang.
4
Terdapat hubungan antara jumlah KRTS berpenyakit kronis rendah (di bawah 10.000 KRTS) dengan rasio puskesmas yang rendah (rasio dibawah 30.000), hal ini terjadi di Kota
Banjar, Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Kabupaten Pangandaran. Hal ini menunjukkan belum perlu penambahan puskesmas sesuai rasio di wilayah tersebut.
5
Tidak terdapat hubungan antara jumlah KRTS berpenyakit kronis rendah (di bawah 10.000 KRTS) dengan rasio puskesmas yang tinggi (rasio 43.000-53.000), hal ini terjadi di Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, Kota Bekasi, dan Kota Bogor. Hal ini menunjukkan pelayanan kepada penduduk miskin relati baik walaupun beban kerja di puskesmas terebut tinggi
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Kondisi kesehatan penduduk miskin di Jawa Barat 1) Wilayah dengan penyakit kronis tinggi (lebih dari 11 per s en) berada di Kabupaten Purwakarta, Sumedang, Majalengka, Koa Depok, Kota Bogor, Kota Sukabumi, dan Kota Bandung. Wilayah dengan penyakit kronis sedang (antara 8 – 11 persen) berada di Kota Bekasi, Tasikmalaya, Banjar, Kabupaten Bogor, Sukabumi, Bandung, Kuningan, Ciamis, Tasikmlaya dan Kabupaten Pangandaran. Wilayah dengan penyakit kronis rendah
(kurang dari delapan persen), berada di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Bandung Barat, Indramayu, Cirebon, Cianjur, Garut, dan Kota Cirebon. 2. Kondisi Puskesmas di Jawa Barat 1) Sarana kesehatan yang langsung melayani masyarakat di setiap kecamatan, selain terdapat 1.050 puskesmas, juga terdapat 51.035 posyandu sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat, Balai Pengobatan sebanyak 1.800, dan pos pelayanan persalinan desa (Polindes) sebanyak 1.212. 2) Dari 1.050 puskesmas di Jawa Barat baru 176 (20,14 pesen) puskesmas yang menyediakan tempat perawatan untuk rawat inap seangkan sisanya sebanyak 874 (79,86 persen) puskesmas hanya menyediakan klinik dan rawat jalan. 3. Rasio Puskesmas di Jawa Barat 1) Rasio puskesmas di Jawa Barat mencapai 44.485 penduduk, artinya satu puskesmas melayani sejumlah tersebut. Kondisi ini menunjukkan beban puskesmas melebihi batas optimal yang telah ditetapkan yaitu 30.000 penduduk, atau secara rata-rata satu puskesmas kelebihan melayani sebanyak 12.485 orang. 2) Terdapat enam kabupaten/kota di Jawa Barat
Foto: Humas Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
87
yang mempunyai layanan maasyarakat kurang dari rasio yang telah ditetapkan yaitu Kabupaten Kuningan, Pangandaran, Kota Sukabumi, Kota Banjar dan Kota Cirebon. 3) Terdapat sepuluh kabupaten/kota yang rasio puskesmas lebih dari 40.000 penduduk, yaitu Kabupaten Sukabumi, Tasikmalaya, Kota Bogor, Kota Cimahi, Kabupaten Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bandung Barat, Bogor, Bandung, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi. Kota bekasi merupakan puskesmas dengan beban yang paling berat yaitu hampir tiga kali dari rasio yang telah ditetapkan. 4) Kekurangan puskesmas di Jawa Barat sebanyak 507 unit. Kabupaten yang kekurangan puskesmas lebih dari 20 unit berada di Kabupaten Garut sebanyak 20 puskesmas, Kabupaten Sukabumi 23, Kabupaten Bandung Barat 23, Kabupaten Karawang 26, Kabupaten, Cianjur 30, Kota Depok 38, Kabupaten Bandung 56, Kota Bekasi 59, Kabupaten Bekasi 69, dan Kabupaten Bogor sebanyak 81 puskesmas. Sedangkan kabupaten/kota dengan rasio kurang dari 30.000 atau kelebihan puskesmas berada di Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Kota Banjar, Kabupaten Kuningan, dan Pangandaran, selebihnya adalah kabupaten kota yang kekurangan puskesmas antara dua sampai dengan 19. 4. Hubungan Antra Rasio Puskesmas Dengan Jumlah KRTS Berpenyakit Kronis Terdapat hubungan antara jumlah KRTS berpenyakit kronis tinggi (antara 20 ribu sampai dengan 32.000 KRTS) dengan rasio puskesmas yang tinggi (rasio 43.000-53.000), hal ini terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, Bogor, dan Bandung. Kondisi ini mennjukkan masih perlu penambahan puskesmas sesuai rasio di wilayah tersebut.
Rekomendasi Kesimpuln dari hasil analisis ini dipergunakan Bagi Bidang Perencana Bappeda Provinsi Jawa Barat dan OPD yang terkait dalam melaksanakan program penurunan kemiskinan. Foto-foto: Humas Bappeda
88
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Chen E, Karen AM, Boyce WT. Socio economic differences in children's health: how and why do these relationships change with age? Psycchological Bulletin. 2002 Christian Gönner,Ade Cahyat, Michaela Haug, 2 0 0 7 . G o d w i n L i m b e rg K a j i a n pengentasan kemiskinan dan indikator-indikator keluarga miskin yang tergantung pada hasil hutan. Menuju Kesejahteraan Pemantauan Kemiskinan di Kutai Barat, Indonesia Departmen Kesehatan. 2007. Direktorat Jendral Bina pelayanan Medik Standar Minimal Pelayanan Kesehatan Gigi Puskesmas. Depkes RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 t entang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Dewi,
Ni
Kadek. S.S, 2014. “Pengaruh Aksesibilitas Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati D e n p a s a r ”. S k r i p s i . Fa k u l t a s Ke d o k t e r a n G i g i , U n i v e r s i t a s Maharaswati Denpasar.
editor/gambar/file/ProfilKesehatan2013.pdf). Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, USU Press, Medan. Fuat, Alfauzi, 2012. Pengertian dan Contoh Konsep Geografi, Universitas Negeri Ghozali,
Grigg,
Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS19, Universitas Diponegoro, Semarang. N.dan Fontane G. Darel., 2000. Infrastructure System Management & Optimization. International Seminar “Paradigm & Strategy Of Infrastructure Management”, Civil Engineering Department Diponegoro University.
Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017 Warta Bappeda
89
Juliandi, A dan Irfan, 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Bisnis, Kartini
Kartono, 2001. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Pemimpin
Kodoatie, Robert, J., 2005.Pengantar Manajemen Infrastruktur, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Maryaningsih, N., Oki, H., & Savitri, M. 2014. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol. 17 No 1 Muhammad Nasir, 2012. Ndikator Dan Strategi Pe n a n g g u l a n g a n K e m i s k i n a n Daerah Kabupaten Aceh Utara. Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. B.Aceh-Medan Pe r m a t a s a r i , D e s y, Y. E , 2 0 1 4 . “ Pe n g a r u h I n f r a s t r u k t u r Te r h a d a p Pe r t u m b u h a n E ko n o m i D a n Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor ”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
united`states, 1939 through 1996. NEMJ; Sagita, Rendy, 2013. “Analisis Kausalitas Infrastruktur dengan Investasi Asing Untuk Meningkatakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia“, Economic Development Analysis Journal, Vol 2 (4). Sudarsana. 2009. Program Raskin Sebagai Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Sosiologi. Vol. 21 No 2. Todaro P Michael, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke-3 Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Warsilan dan Ahmad Noor, 1995. Peranan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan E ko n o m i d a n I m p l i k a s i pa d a Kebijakan Pembangunan di Kota Samarinda. MIMBAR, Vol. 31, No. 2 (Desember, 2015): 359-366 World Bank,(1994).World Development Report: Infrastructure For Development. Oxford University Press, New York.
Rasdiyanti,
2008.“Pengembangan Database Sarana Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatatan Di Dinas Kesehatan Kabupaten Buton”. Tesis Program Pascasarjana IKM FK-UGM, Yogyakarta
Rizanda Machmud , 2015. Pengaruh Kemiskinan Keluarga pada Kejadian Pneumonia Balita di Indonesia. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas FK Universitas Andalas, Jl. Perintis Kemerdekaan, Padang (e-mail: rizanda_machmud@yahoo.com) Dowell SF, Benjamin AK, Elizabeth R Z, Stat M, David K S, 1996. Mortality from pneumonia in children in the
90
Warta Bappeda Volume 29 Nomor 116 Oktober - Desember 2017
Foto: Humas Bappeda
Putra, Andhika. W, 2010. “Analisis Permintaan Penggunaan Layanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Milik Pemerintah di Kabupaten S e m a r a n g ”. S k r i p s i . Fa k u l t a s Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang.
BALE WIWAHA
MAJALAH
Call For Papers Kami Mengundang para Fungsional Perencana, Peneliti, Dosen, Mahasiswa dan Pemerhati Pembangunan untuk menyumbangkan artikel ilmiah populernya ke Majalah
I I S I ED ri anua
8
t 201
Mare
J
Majalah Warta Bappeda merupakan produk media cetak yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. Diproduksi secara berkala guna memberikan inspirasi, pencerahan, serta edukasi bagi pembacanya. Selain itu, bisa digunakan sebagai referensi untuk menunjang proses perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Barat
1.
Artikel berisi gagasan tentang perencanaan pembangunan di Jawa Barat, bukan kumpulan dokumen atau regulasi.
2.
Tulisan berbentuk Karya Tulis Ilmiah Populer dengan tetap menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar/sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
3.
Isi artikel tidak memuat unsur yang merusak hubungan suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan kebencian atau memunculkan aksi terorisme.
4.
Artikel belum pernah dipublikasikan di media manapun.
5.
Besaran honor yang diterima penulis berdasarkan jumlah halaman yang telah melalui proses penyuntingan.
Artikel dikirim melalui email:
wartabappedajabar@yahoo.com dengan menyertakan: identitas lengkap (biodata) dan foto penulis paling lambat tanggal:
23 Februari 2018 CP: 087820862434
bappeda.jabarprov.go.id Jl. Ir. H. Juanda No.287 Dago, Bandung
bappeda.jabarprov.go.id bp2apd.jabarprov.go.id pep3d.jabarprov.go.id e-mail: wartabappedajabar@yahoo.com
sumber informasi perencanaan pembangunan jawa barat C Bappeda Provinsi Jawa Barat
@bappedajabar
@bappedajabar
Bappeda Provinsi Jawa Barat