w w w.dprd-lampungprov.go.id
EDISI JULI 2013
Kebutuhan Tambahan PNS Perlu Dikaji Ulang
Pasar Murah Tak Jadi Solusi Dampak Kenaikan BBM
Tunjangan Rumah Dinas Dinilai Pemborosan
Guru Jangan Dijadikan Alat Politik Praktis
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
1
Dari Redaksi
Transparan & Akuntabel alam suatu diskusi, Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung Hantoni Hasan meminta Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk melaksanakan transparansi dalam pengelolaan pajak, termasuk pajak kendaraan bemotor yang potensinya belum tergarap secara optimal. Provinsi Lampung seharusnya mendapatkan penambahan pendapatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak kendaraan bermotor, termasuk bea balik nama, dengan mengoptimalkan pajak dari para pemilik dan pengguna kendaraan bermotor. Ia memperkirakan potensi pajak kendaraan bermotor di daerah ini bisa mencapai Rp1 triliun. Politisi dari Partai Keadian Sejahtera (PKS) itu membandingkan perolehan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah penduduk lebih kecil dari Provinsi Lampung. Pendapatan Sumbar justru lebih besar dari perolehan pajak serupa dibandingkan dengan Lampung yang penduduknya lebih banyak, yaitu sekitar 9,3 juta jiwa. Hal bisa sebagai gambaran bahwa data yang digunakan Dispenda kurang valid karena tidak menunjukkan kondisi sebenarnya tentang jumlah kendaraan bermotor yang ada. Apalagi, datanya juga berbeda dengan data pihak Kepolisian. Tuntutan Hantoni terhadap Dispenda untuk melakukan transparansi, sebenarnya sesuatu yang lumrah karena memang sudah menjadi keharusan dalam demokrasi. Sebagai pengelola pendapatan, Dispenda perlu transparan dan akuntabel, mulai dari perencanaan, pengelolaan, hingga pemanfaatan anggaran. Hal itu merupakan wujud pertanggung-jawaban Dispenda, juga pemerintah daerah, terhadap masyarakat. Sehingga diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan yang akhirnya bermuara pada dukungan masyarakat terhadap pemerintah. Namun sebaliknya, kebijakan yang dibuat tidak transparan akan berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah; rendahnya partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik yang dibuat pemerintah; terbuka ruang terjadinya tindakan KKN; hingga bisa berdampak pada krisis moral, ketidak-adilan dan pelanggaran hukum. Lalu, bagaimana transparansi itu? Transparansi akan tercipta jika ada
D DITERBITKAN OLEH Sekretariat DPRD Provinsi Lampung PELINDUNG Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P Wakil Gubernur Lampung Ir.M.S.Joko Umar Said,M.M. PEMBINA Pimpinan DPRD Provinsi Lampung Ir. Hi. MARWAN CIK ASAN, MM Hj. NURHASANAH, SH, MH Ir. H. INDRA ISMAIL, MM Ir. H, HANTONI HASAN, M.Si. PENASEHAT Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Ir.Barliang Tihang, M.M PENANGGUNG JAWAB Sekretaris DPRD Provinsi Lampung Hi. Sudarno Eddi, SH,MH PIMPINAN REDAKSI Kabag Perundang-undangan Hi. Zulfikar, SH, MH DEWAN REDAKSI Kabag Umum Drs. Hi. Tibransyah, MM Kabag Keuangan Tina Malinda, S. Sos, MM Kabag Persidangan Zurizal, M.Sc. Kasubbag Humas dan Protokol Edy Nefo Irianto, S.Sos, MM Kasubbag Publikasi Produk Hukum Jamaluddin BP, S.Sos REDAKTUR PELAKSANA Kasubbag Dokumentasi, Informasi & Perpustakaan Cakrawala Oemar. STAF TATA USAHA Dra. Neli Yuniar ALAMAT REDAKSI Gedung DPRD Provinsi Lampung Jl. Wolter Monginsidi No. 69 Telukbetung Telp. (0721) 481166 Fax (0721) 482166 Web Site : www.dprd-lampungprov.go.id
2
kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Pemerintah daerah juga perlu membuat kebijakan tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat. Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi. Sedangkan instrumen pendukung adalah fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produkproduk dan informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan. Untuk itu, adanya Perda Transparansi adalah sebagai produk hukum yang memberikan jaminan untuk mengatur tentang hak memperoleh akses dan penyebarluasan informasi kepada publik penting. Apalagi transparansi memang telah menjadi semacam suatu etika pergaulan internasional yang mesti ada untuk menjamin integritas dan keberlangsungan demokratisasi. Yang lebih penting, penyelengara pemerintahan daerah yang transparan dan akuntabel, merupakan syarat utama untuk mewujudkan good governance dan clean government. redaksi
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA
Komisi V Terima Pengaduan Fasilitator PNPM Ratusan fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) se-Lampung, yang tergabung dalam Forum Komunikasi Fasilitator Lampung (FKFL), menggelar aksi damai, Selasa, 2 Juli 2013. etika mengadu ke DPRD Provinsi Lampung, mereka diterima Ketua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir dan beberapa anggota komisi tersebut di ruang rapat komisi. Pada pertemuan itu, juru bicara FKFL Hengki Irawan mengatakan honor fasilitator PNPMMPd se-Lampung selama empat bulan sejak Maret-Juni 2013 belum ada yang dibayar. “Inilah yang melandasi fasilitator se-Lampung bergabung melakukan aksi damai ini,” ujarnya. Selain itu, mereka juga menuntut kenaikan gaji fasilitator PNPM-MPd sebagai bentuk peningkatan taraf hidup dan kontrak kerja permanen atau selama program berjalan. “Kami juga menuntut pembenahan sistem penggajian fasilitator. Tidak ada lagi penundaan-penundaan dalam pembayaran gaji pokok dan tunjangan operasional fasilitator PNPMMPd,” tegasnya. Ketua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir mengatakan pihaknya segera mengagendakan rapat dengar pendapat dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (BPMPD) terkait tuntutan tersebut. “Kami juga berharap PNPM provinsi
K
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
terus berkomunikasi dengan kami. Selain itu, kami akan mempertanyakan kepada BPMPD, sejauh mana APBD bisa mengatasi permasalahan fasilitator,” katanya. Wakil Ketua Komisi V Abdullah Fadri Auli juga berjanji berusaha mengevaluasi kontrak kerja fasilitator PNPM-MPd. “Insya Allah akan kami perjuangkan,” ucapnya. Sedangkan, Kepala BPMPD Lampung Sutoto ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa pembayaran gaji
fasilitator sudah diproses. “Berkasnya telah saya tanda tangani,” ujarnya melalui sambungan telepon. Terkait permasalahan kontrak kerja, Sutoto menyatakan sudah melalui persetujuan fasilitator PNPM-MPd. “Kontrak kerja itu kan berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Ketika sudah ditandatangani, berarti menjadi peraturan bagi kedua pihak,” katanya. Sutoto juga menyatakan kesiapannya memberikan penjelasan kepada Komisi V terkait tuntutan fasilitator PNPM-MPd. (tim)
3
WARTA
Lampung Krisis Listrik Hingga Dua Tahun Lampung masih akan mengalami krisis listrik hingga dua tahun ke depan dengan kekurangan listrik sekitar 400 Mega Watt. Karena itu, masyarakat diimbau menghemat penggunaan kebutuhan listrik. PLN juga diminta tetap memerhatikan sistem proteksi transmisi tenaga listrik. al itu diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Lampung Ahmad Junaidi Auli, di Bandar Lampung. Menurut kajian yang dilakukan beberapa waktu silam, kebutuhan listrik Lampung diprediksikan akan mencapai beban puncak 1.000 Mega Watt. Namun, ketersedian saat ini hanya sekitar 600 MW. Itu pun, selama ini Lampung masih mendapatkan pasokan listrik dari interkoneksi Sumatera Bagian Selatan sebesat 250 MM, ujar Junaidi. Terkait masalah ini, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Distribusi Lampung, sedang mengupayakan optimalisasi dari proyek pembangunan PLTU Sebalang dan Sribawono. PLTU Sebalang sekarang sudah diujicoba 100 MW. Pada akhir Desember tahun ini rencanannya bertambah 100 MW lagi.
H
Salah satu penyebab tidak masuknya investor di Lampung karena kurang handalnya ketersediaan listrik Lampung. Ini PR yang harus segera diselesaikan PLN. Kemudian, Sribawono juga akan ada penambahan 200 MW, hanya untuk optimasasi PLTU Sribawono baru dapat terealisasi tahun 2015. Artinya, hingga dua tahun ke depan Lampung masih dihantui kekurangan pasokan daya listrik. “Untuk itu diimbau masyarakat dapat lebih menghemat penggunaan kebutuhan listrik,� ujar Ahmad Junaidi. Selain itu, PLN diminta agar tetap
4
memerhatikan sistem proteksi transmisi tenaga listrik. Pasalnya, sistem proteksi transmisi sangat penting dalam proses penyaluran daya dari satu tempat ke
tempat yang lain. Ini karena prinsip dalam transmisi tenaga listrik yang baik salah satunya adalah aman selain andal dan ekonomis.
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA Ia mengatakan, proteksi tenaga listrik merupakan bagian yang menjamin bahwa dalam transmisi tenaga lisrik dapat dikatakan aman. Sebab, dalam transmisi tenaga listrik akan diberikan suatu alat yang berfungsi untuk mengamankan transmisi dari gangguan. Bahkan mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh pemindahan daya listrik dari suatu tempat ke tempat yang lain. Menurut dia, dengan proteksi yang bagus, maka transmisi tidak akan rusak
ketika ada sebuah gangguan yang bersifat sementara. Jika proteksi transmisi tenaga listrik baik, maka nilai ekonomis dapat diperoleh. Sebab jika dalam suatu transmisi terjadi gangguan, maka kerusakan peralatan tidak dapat menyebar keperalatan yang lain dikarenakan ada sebuah proteksi transmisi. Nilai ekonomis dan aman dapat dipadukan menjadi nilai andal. Andal yang dimaksud yaitu tidak membahayakan manusia yang berada disekitar
transmisi tenaga listrik. Sehingga, manusia yang berada di sekitar transmisi tidak mengalami gangguan kesehatan maupun gangguan material. Di sisi lain, kekawatiran terkait masih minimnya daya listrik ini akan mengurangi minat investor untuk mengembangkan Provinsi Lampung. Salah satu penyebab tidak masuknya investor di Lampung karena kurang handalnya ketersediaan listrik Lampung. Ini PR yang harus segera diselesaikan PLN. (tim)
Listrik di Lampung Masih “Pas-Pasan” LN mengakui, kondisi kelistrikan di Lampung saat ini secara umum masih “pas-pasan”. Pelanggan tidak lagi kekurangan pasokan listrik, tetapi juga tidak berlebihan. Walaupun sewaktu-waktu terjadi gangguan pada pembangkit maupun peralatan yang ada, masih dapat menerapkan kebijakan pemadaman bergilir (“byarpet”). Deputi Manajer Komunikasi PT PLN (Persero) Wilayah Lampung, G Wisnu Yulianto, beberapa waktu lalu, menyebutkan, saat ini masalah keterbatasan pasokan daya listrik di Lampung sudah dapat tercukupi dengan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan. Namun, kondisi itu bukan berarti Lampung sudah terbebas sepenuhnya dari ancaman defisit daya listrik. Beban puncak (“peak load`) pasokan listrik di Lampung bagi sekitar 840 ribu pelanggan antara pukul 18.00-22.00 setiap hari dengan kebutuhan berkisar 370380 Mega Watt (MW). Pasokan listrik untuk memenuhi beban daya itu, diantaranya dari beberapa pembangkit listrik lokal di Lampung (PLTA, PLTG, dan PLTD) yang dapat memenuhi sampai 120-130 MW serta dukungan sejumlah pembangkit listrik yang ada di Sumatera Bagian
P
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
Selatan (Sumbagsel) melalui sistem interkoneksi yang dapat memasok sekitar 190200 MW. Tanpa tambahan pembangkit baru di PLTU Tarahan yang bisa memasok— baru dua unit bisa beroperasi—dengan kapasitas sebesar 2x100 MW yang telah dapat memasok listrik sekitar 180-190 MW, hingga pertengahan tahun 2007, daerah Lampung masih mengalami defisit daya listrik 60-80 MW. “Setelah PLTU Tarahan beroperasi, defisit pasokan daya listrik di Lampung mulai dapat teratasi, paling tidak sudah tercukupi,” kata Wisnu. Padahal PLTU itu masih dalam proses uji coba dan baru dua unit yang beroperasi, dengan dua unit tambahan sedang dalam proses pembangunan. Kendati begitu, menurut Wisnu, setiap kali terjadi gangguan pada pembangkit yang ada di Lampung maupun interkoneksi, dapat mengganggu pasokan listrik bagi konsumen di Lampung. Gangguan itu, diantaranya kerusakan peralatan listrik yang dimiliki maupun gangguan pada pembangkit, seperti pembangkit tenaga air (PLTA) yang kurang dapat berfungsi optimal pada saat kemarau akibat debit air yang digunakan untuk menjadi daya listrik mengalami penyusutan drastis.(tim)
5
WARTA
Kebutuhan Tambahan PNS Perlu Dikaji Ulang Kebutuhan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Lampung sebanyak 35 ribu perlu dikaji ulang. Sebab, dengan pegawai sejumlah itu akan berdampak pada pemborosan anggaran, terutana anggaran belanja untuk aparatur yang bisa mencapai 70 persen. ngka itu tentu sangat berbahaya terhadap pembangunan,” kata Ketua DPRD Lampung, Marwan Cik Asan, usai rapat paripurna DPRD, di Bandarlampung, Selasa (23/07/2013). Pengangkatan CPNS harus disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Saat ini kebutuhannya adalah tenaga teknis, seperti tertuang dalam peraturan pemerintah. Kebutuhan tenaga PNS yang harus diutamakan tenaga pendidikan dan kesehatan, sedangkan yang lainnya masih belum perlu dilakukan penambahan. Dengan cara itu akan menghindari pengeluaran anggaran yang diperuntukan bagi aparatur, yang berarti perimbangan dalam pengeluaran sehingga pembangunan tetap berjalan. Di sisi lain, kata dia, angka 700 orang kebutuhan PNS seperti keputusan pemerintah pusat, tergolong sedikit. Terkait Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar), jika adanya kebutuhan penambahan dinilai masih wajar, namun hal itu harus ada dukungan dari Kabupaten Lampung Barat, sebagai kabupaten induk. “Kita tak ingin seperti Kabupaten Lampung Utara, seluruh tenaga PNS hanya menumpuk di sekitar pemkab,” kata Marwan. Sebelumnya, pada paripurna DPRD Lampung dengan Pemprov Lampung, tentang penyampaian Raperda Pertanggungjawaban APBD Lampung 2012, eksekutif mencatat pendapatan daerah selama tahun anggaran 2012 terealisasi sebesar Rp3,721 triliun atau terealisasi sebesar 93,02% dari total target anggaran Rp4,306 triliun. Wakil Gubernur Lampung, Joko
“
6
A
Marwan Cik Asan
Umar Said mengatakan, realisasi pendapatan itu berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp1,666 triliun atau 88,92 persen dari total target anggaran.
Realisasi pendapatan transfer sebesar Rp1,280 triliun atau terealisasi 100,67 persen dari total target anggaran. Realisasi lain-lain pendapatan yang sah
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA sebesar Rp773,4 miliar atau 90,60 persen dari total anggaran. “Secara nominal, berdasarkan total pendapatan tersebut dapat kita lihat bahwa terdapat kenaikan jumlah realisasi pendapatan pada tahun anggaran 2012 dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp1,212 triliun atau naik 48,32 persen,” kata Joko. Dari total pendapatan yang terealisasi di 2012, berdasarkan nilai nominalnya secara berturut-turut pendapatan terbesar disumbang pendapatan asli daerah (PAD) sebesar (44,79%);
realisasi pendapatan dana transfer sebesar (34,42%) ; dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar (20,79%). Selanjutnya, dengan mencermati besaran analisis rasio dana perimbangan terhadap total pendapatan 2012, dengan rasio perbandingan sebesar 34,42% atau lebih rendah 9,69 persen dari Tahun Anggaran 2011. “Dapat diartikan kontribusi pendapatan transfer terhadap total pendapatan di Tahun Anggaran 2012 semakin berkurang. Melihat kondisi ini dapat disimpulkan proses kemandirian
daerah di Lampung berkembang baik, sehingga tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat berkurang,” ujarnya. Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Hasan mengatakan, gubernur akan diminta menindaklanjuti laporan LHP BPKP maupun yang disampaikan langsung BPK RI dalam waktu tiga bulan. “Jika tidak, mungkin juga tidak akan selesai, kita lihat saja progresnya,” kata Marwan. Nantinya bisa terjadi audit berkelanjutan jika memang diperlukan. (tim)
Gaji PNS 2013 Berdasarkan Golongan NS Golongan IIIa dengan masa kerja 0 tahun, gaji pokoknya Rp 2.046.100 (sebelumnya Rp 1.902.300) dan tertinggi IIId dengan masa kerja 32 tahun adalah Rp 3.742.300 (sebelumnya Rp 3.332.000) PNS Golongan IVa masa kerja 0 tahun adalah Rp 2.436.100 (sebelumnya Rp 2.245.000), sedang tertinggi untuk golongan IVe masa kerja 32 tahun adalah Rp 4.608.700 (sebelumnya Rp 4.100.000). Prajurit dua TNI atau bhayangkara Polri dengan masa kerja 0 tahun gaji pokoknya adalah Rp 1.325.000 (sebelumnya Rp 1.230.000) Prajurit TNI dengan pangkat kopral kepala atau prajurit Polri dengan pangkat ajun brigadir polisi dengan masa kerja 32 tahun menerima gaji pokok Rp 2.365.600 (sebelumnya Rp 2.134.600). Perwira pertama TNI dengan pangkat letnan dua atau inspektur polisi dua masa kerja 0 tahun menerima gaji pokok Rp 2.198.400 (sebelumnya Rp 2.032.100) Perwira pertama TNI dengan pangkat letnan dua atau inspektur polisi dua masa kerja 0 tahun menerima gaji pokok Rp 2.198.400 (sebelumnya Rp 2.032.100) Perwira TNI dengan pangkat kapten atau ajun komisaris polisi dengan masa kerja 32 tahun memperoleh gaji pokok Rp 3.803.100 (sebelumnya Rp 3.385.000) Perwira tinggi TNI dengan pangkat Brigjen, Laksamana Pertama atau Marsekal Pertama dan Polri dengan pangkat Brigjen dengan masa kerja 0 tahun menerima gaji pokok Rp 2.644.400 Perwira tinggi TNI dengan pangkat Laksama, Jendral dan Marsekal atau dengan Polri dengan pangkat Jenderal dengan masa kerja 32 tahun memperoleh gaji pokok Rp 4.717.500 (sebelumnya Rp 4.072.000) (tim)
P
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
7
WARTA
Dewan Setuju OTD Jemaah Haji Rp3,2 Juta DPRD Provinsi Lampung menyetujui kenaikan ongkos transit daerah (OTD) jemaah haji tahun 2013 menjadi Rp3,2 juta per jamaah. etua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir mengatakan, dari OTD yang diusulkan Kementrian Agama Lampung sebesar Rp3,2 juta, Pemerintah Provinsi Lampung memberikan subsidi sebesar Rp1.125.000 per jamaah haji. “Rencana sebelumnya, subsidinya hanya Rp500 ribu per jamaah haji,” ujarnya seraya menjelaskan, kenaikan subsidi itu berasal dari subsitusi calon jamaah yang batal berangkat akibat pengurangan kuota jemaah haji. Sedang kabupaten/kota akan menambahkan sebesar Rp750 ribu, sisanya ditanggung masing-masing jamaah. Kenaikan dana OTD, menurut dia, selain karena pemangkasan kuota, juga akibat pemindahan bandara trasnsit dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Halim Perdana Kesemua. Pemindahan ini secara otomatis menambah biaya perjalanan. Pada kesempatan sebelumnya, Ellya Muchtar, Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Lampung membenarkan adanya penambahan biaya OTD. Perubahan transit jamaah haji membuat biaya perjalanan harus
Berlangsung Alot
K
8
Yandri Nazir
disesuaikan. “Itu sebabnya, OTD mengalami kenaikan pada tahun ini,” katanya sambil menyebutkan, sebelum ada pemindahan transit, estimasi OTD berkisar Rp2 juta per jamaah. Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah KemenangLampung Abdurrahman Harun, membenarkan besaran angka OTD sebesar Rp 3,2 juta. “Bagiamana nilainya sampai sebesar itu, karena dua hal, terminal transit bandara dipindahkan dan dampak pemotongan kuota,” katanya. Pihaknya hingga saat ini masih menunggu persetujuan resmi dari DPRD. Diharapkan beban subsidi tidak hanya ditanggung Pemda Provinsi, tapi juga pemda kabupaten/kota. Sehingga beban OTD yang ditanggung jamaah tidak terlalu berat.
Pembahasan OTD di tingkat DPRD, berlangung cukup alot. Setidaknya hal ini tergambar pada proses pembahasan yang cukup lama hampir satu bulan lebih. Namun, menurut seorang anggota dewan, hal ini terkait dengan masalah teknis. “Yang pasti draf tentang OTD sudah kita selesaikan tepat waktu, jangan dianggap kami sengaja mengulurulur,” katanya. Soal beda pandangan pada saat rapat paripurna tentang jawaban GubernurLampung, yang sebagian anggota meminta dapat segera membahas OTD, sementara Badan Musyawarah (Bamus) DPRD menolak, tak perlu dibesar-besarkan. “Itu bagian demokrasi, toh kami bisa menyelesaikan,” kata Yandri. Dalam sidang paripurna yang dipimpin politisi PDI Perjuangan Nurhasanah, sempat menawarkan ke peserta soal pembahasan OTD. Namun politisi Golkar, Mega Putri Tarmizi (Bamus), menolak. Alasanya, Bamus merasa dilangkahi. Harusnya masalah itu dibahas di tingkat Bamus terlebih dahulu. Suasana-pun kembali memanas ketika sejumlah anggota Dewan menolak menunda pembahasan, mengingat waktu yang diberikan kepada dewan sudah cukup lama. Namun, akhirnya Pemimpin Sidang Nurhasanah mengambil keputusan untuk membahas OTD, dengan alasan kondisi di lapangan sudah sangat mendesak . ’’Sidang paripurna memiliki tingkatan tertinggi dalam ranah dewan. Karenanya, saya rasa tidak masalah bila besaran OTD dapat kita bawa ke persidangan ini,” tegasnya. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA
DPRD Setuju Pergub Kawasan Tanpa Rokok Pemprov berencana menerbitkan Peratutan Gubernur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sejumlah tempat umum. Namun, akan lebih kuat dengan peraturan daerah. nggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung Toto Herwantoko setuju dengan rencana Pemprov menerbitkan peraturan gubernur tentang KTR di sejumlah tempat umum. Namun, lebih kuat dibuatkan perda. “Lebih kuat dibuatkan perda karena di dalamnya ada sanksi. Sehingga tegas dan tidak boleh dilanggar. Lagipula kalau di provinsi sudah ada perdanya, nanti pemerintah kabupaten/ kota juga akan mengikuti,” ujarnya, menangapi rencana Pemprov menerbitkan Pergub KTR, Selasa (09/07/2013). Peraturan tentang KTR ini bagus, tapi perlu diingat dalam pergub tersebut juga jangan menghilangkan hak-hak perokok aktif. “Namanya merokok itu urusan pribadi, kita hanya mengatur di mana boleh merokok dan di mana yang dilarang. Kita juga harus memberikan solusi dengan menyediakan tempat khusus untuk mereka,” katanya. Diakui Toto, kesadaran hukum masyarakat Lampung masih kurang. Terkadang yang sudah jelas ada hukumannya saja masih dilanggar. Artinya kalau pergub sifatnya hanya untuk tempat-tempat umum tertentu di kawasan lingkungan kantor Pemprov Lampung. Tapi kalau sudah melarang tempat-
A
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
tempat umum lainnya, seperti supermarket, apotek, dan lainnya harus menggunakan perda. “Pergub ini bagus, tapi selanjutnya harus dikuatkan lagi dengan perda. Kesadarakn hukum masyarakat kita memang masih belum baik dan mengubahnya tidak gampang dan harus kita mulai dari sekarang,” imbuhnya. Sebelumnya, Asisten III Sekprov Lampung Elya Muchtar mengatakan Pemprov segera membuat Pergub tentang Kawasan Tanpa Rokok sebagai tindaklanjut PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. “Targetnya akhir tahun ini pergubnya jadi. Aturan tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari bahaya asap rokok terhadap risiko beragam penyakit. Tapi saat ini pemprov baru dalam tahap sosialisasi bahaya rokok,” ujarnya. Elya menjelaskan, dalam menyusun pergub tersebut pemprov akan merekomendasikan tempat-tempat yang menjadi kawasan bebas rokok. Untuk menyosialisasikan serta tertibnya diterapkan pergub ini, pemprov meminta peran aktif pegawai, pelajar, mahasiswa, hingga produsen rokok. Sedangkan dari pemerintahan,
Toto Herwantoko
rencana untuk pelaksanaan kawasan bebas rokok ini akan melibatkan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Di antaranya Bagian Hukum, Dinas Kesehatan, BPLHD, Diskoperindag serta forum kesehatan lainnya. Saat ini, Elya mengaku penegasan KTR tersebut baru dilakukan secara efektif oleh Pemkab Waykanan dan pemkot Metro. Dan berdasarkan PP No.109/2012, kawasan tanpa rokok minimal harus diterapkan di tujuh lokasi, antara lain di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain. “Area tanpa rokok tersebut akan dimulai dari kantor pemerintahan. Sebab saat ini kantor-kantor swasta sudah bisa menerapkan kawasan bebas rokok, bahkan karyawannya dilarang merokok di dalam ruangan kerja dan saat jam kerja,” imbuhnya. Dengan adanya pergub ini setiap pemda diharuskan menyediakan fasilitas area merokok bagi masyarakat. Sebab, sudah seharusnya tidak ada lagi toleransi bagi perokok untuk bisa melakukan kebiasaannya itu di luar lingkungan pribadinya. (tim)
9
WARTA
Guru Jangan Dijadikan Alat Politik Praktis Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), posisi guru sangat rentan dengan tindakan politisasi dan kerap kali jadi motor penggerak kepentingan politik. Hal itu terjadi lantaran ada kekhawatiran seorang guru akan dimutasi jika tidak patuh kepada atasannya. enanggapi hal ini, anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung Firman Yani mengatakan praktek politisasi terhadap profesi guru sudah sejak lama, tetapi tidak ada yang berani melapor, lantaran takut dikenakan sanksi mutasi atau pun lengser jabatan. “Ya, kita semua tahu setiap ada pemilihan kepala daerah, posisi guru sering dijadikan alat kepentingan politik. Karena posisi guru sangat bagus, dia ada murid, apalagi kalau kepala sekolah. Kalau tidak menjalankan perintah atasan mereka takut dimutasi. Memang dilematis,” ujar Firman Yani, Kamis (11/07/2013). Oleh sebab itu, Firman Yani setuju dengan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dalam pertemuan dengan guru nasional yang meminta kepada Menteri Pendidikan agar kewenangan guru dipindah ke tingkat nasional. Hal itu demi menjaga stabilitas pendidikan. “Saya setuju kalau kewenangan penempatan guru dikembalikan ke pemerintah, sehingga tidak ada lagi pejabat daerah yang sembarangan memindahkan atau memutasi guru. Karena posisi guru ini sangat rentan dengan politisasi. Makanya presiden minta kepada Kementerian Pendidikan agar kewenangan itu ditarik kembali, karena Presiden sudah tahu hal itu,” ungkap Politisi Partai Demokrat ini. Politisasi profesi guru jelas sangat menggangu cita-cita pendidikan. Karena guru tidak lagi merasa nyaman, dia tidak fokus pada kewajibannya mengajar dan mendidik, lantaran takut dipindahkan ataupun kehilangan jabatan. “Jika wewenang memutasi guru di pusat, daerah tidak lagi bisa memutasi guru. Dengan demikian, tidak lagi sembarangan main copot atau memindahkan seorang guru. Jangan jadikan guru korban kepentingan, karena sangat menggangu pendidikan,” jelasnya. Sementara pengamat politik Universitas Lampung (Unila) Robi Cahyadi mengatakan politisasi posisi guru jelas tidak dibenarkan dan jika terbukti akan dikenakan sanksi pidana sesuai yang diatur dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pilkada. “PNS, TNI dan Polri dilarang terlibat langsung dalam politik praktis, apalagi menjadi tim sukses salah satu calon. Bisa dikenakan sanksi pidana,” ujar dosen Unila itu. (tim)
M
10
Firman Yani
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA
Jelang Mudik, Jalan di Bandarjaya Belum Dapat Perhatian Ruas jalan di depan Masjid Taqwa Bandarjaya, Lampung Tengah, yang setiap tahun menimbulkan kemacetan lalu lintas, hingga kini belum ada perhatian. Padahal, jumlah kendaraan roda dua dan empat yang melintas di daerah itu saat arus mudik meningkat tajam. amun, penataan maupun diharapkan digunakan pada tahunupaya mempersiapkan arus tahun berikutnya, karena dinilai efektif mudik dan arus balik di mengurai penumpang dan memjalan itu belum ada. Sepercepat keberangkatan penumpang ke hingga saat tinggi potensi kemacetan daerah tujuan. arus lalu lintas di lintas itu. Perbaikan Tiga Koridor Angkutan di tempat itu hingga kini belum selesai dan di tempat itu juga terdapat Dinas Perhubungan (Dishub) pasar tumpah yang dikhawatirkan Lampung membuka tiga koridor makin memperparah terjadinya angkutan terusan untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas. lonjakan mudik lebaran pada H-5 dan Menurut Ketua Komisi IV DPRD H-6 atau tanggal 3-4 Agustus 2013. Lampung, Komang Koheri, di BanSebanyak 30 Angkutan Kota Dalam darlampung, Kamis (25/7/2013), Provinsi (AKDP) kelas pariwisata pemerintah dan instansi terkait perlu dipersiapkan mengantisipasi lonjakan segera mencarikan jalan keluarnya mudik pada waktu bersamaan. Komang Koheri karena saat arus mudik nanti jumlah Kepala Dishub Lampung Albar kendaraan meningkat tajam. Hasan Tanjung, melalui Kabid PerPersoalan lainnya yang harus dituntaskan adalah hubungan Darat Adi Sriyono, mengatakan, Kepala Dinas penempatan bus angkutan mudik. Bus harus ditempatkan menginstruksikan tim menganalisis dan mensinkronkan di dua titik, Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan dan lonjakan mudik 2013 ini. Terminal Induk Rajabasa, Bandarlampung. Pemerataan “Hasil analisis ada ‘space’ cuti panjang, mudik penempatan angkutan ini diharapkan mengurangi diprediksi pada H-5 dan H-6 tanggal 3-4 Agustus. Sebagai masalah penumpukan penumpang di salah satu tempat. antisipasi, Organda dan ASDP telah menyetujui Komisi IV DPRD Lampung telah meminta Dinas mengoperasikan 30 AKDP untuk membuka angkutan Perhubungan menempatkan bus di Pelabuhan Bakauterusan ke daerah-daerah mudik dari Bakauheni,” heni, sehingga tak terjadi penumpukkan penumpang di katanya. Terminal Rajabasa. Tiga koridor tersebut ialah Koridor I BakauheniKomang Koheri mengatakan, cara seperti itu Lintas Timur (Bakauheni-Ketapang, Way Jepara, diharapkan selain mengurangi penumpukkan di termiSukadana, Menggala dan Unit II), Koridor II Bakauheninal Rajabasa, juga memberi kenyamanan penumpang Lintas Tengah (Bakauheni-Bandarjaya, Kotabumi, Bukit yang hendak mudik. Penumpang pun bisa terangkut Kemuning, dan Baradatu), dan Koridor III Bakauhenilangsung ke daerah tujuan masing masing tanpa harus Lintas Barat Bauheni-Pesawaran, Pringsewu, kota menumpuk di Terminal Rajabasa. Agung). Program itu seharusnya jangan hanya dilakukan Sedangkan Lampung Barat dan Krui telah disiapkan pada tahun ini saja, tapi setiap saat mudik dan arus PO Krui Putra. Angkutan terusan ini dilakukan secara balik hari raya. Karena hal itu akan membantu isendental, saat hari-hari puncak dan melibatkan 30 bus penumpang menuju tujuan mereka ke daerah terpencil pariwisata berasal dari PO bus perusahaan. seperti Kabupaten Mesuji, katanya. Adi mengatakan, tarif yang berlaku adalah tarif Selain mengurangi penumpukan penumpang, itu ongkos terusan. Untuk sosialisasi, Dishub akan dapat mengurangi tindak kriminal seperti pencopetan memberikan petunjuk berupa visual jurusan ini dengan akibat ramainya penumpang yang datang. menggunakan pengeras suara. Dan bus ini ‘stand by’ Cara yang baru diterapkan pada tahun ini, mulai pukul 03.00-09.00 WIB. (tim)
N
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
11
WARTA
Pasar Murah Tak Jadi Solusi Dampak Kenaikan BBM DPRD Provinsi Lampung menilai upaya pemerintah merespon kenaikan harga sembako dengan menggelar pasar murah, tidak menjadi solusi yang dapat meringankan beban masyarakat. Karena pasar murah tidak dinikmati masyarakat kelas bawah.
D
ampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, membuat harga sembako di berbagai daerah di Lampung ikut melonjak tinggi. Bahkan, harga sebagian besar sembako sudah naik saat harga BBM naik. Sampai sekarang menjelang puasa harga masih tetap naik juga,” ujar Donny Irawan, di ruangannya, Rabu (3 Juli 2013). Menurut Anggota Komisi II DPRD Lampung ini, kenaikan harga bahan sembako sudah tidak wajar karena kenaikan tersebut mencapai 20 hingga 30 persen dari masing-masing bahan pokok. Tentu hal ini sangat menyulitkan masyarakat, terutama kalangan rakyat biasa. Ini, kata Donny yang membuat masyarakat mengeluh. Di tengah situasi yang serba sulit saat ini, masyarakat banyak di hadapkan dengan berbagai pilihan susah, sementara pemerintah mengambil sikap yang cenderung tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. “Seharusnya pemerintah bisa lebih sigap dalam menyikapi kenaikan harga sembako, sebab ini menyangkut nasib masyarakat banyak,” terangnya. Donny mengaku sudah meminta kepada dinas terkait agar turun langsung
12
ke bawah untuk mendengarkan keluhan masyarakat akibat kenaikan BBM. Langkah ini penting agar dinas terkait mengetahui banyak persoalan dan masalah yang terjadi di bawah. “Kalau saya tidak mungkin karena tidak pas. Pemerintah yang seharusnya turun langsung ke masyarakat untuk melihat dampak kenaikan harga BBM. Boleh saja saya turun, tapi hanya dengarkan aspirasi masyarakat, bukan meminta pedagang untuk menjual tidak terlalu mahal,” jelasnya. Politisi dari PAN ini juga mengatakan, seandainya diadakan pasar murah, hal itu tidak efektif sebab yang menggunakan kesempatan ini biasanya golongan menengah ke atas. “Lebih baik ditia-
dakan saja pasar murah karena masyarakat kalangan menengah ke bawah tidak menikmati pasar murah,” kata Donny. Ia menyarankan pemerintah provinsi segera berkordinasi dengan kabupaten/kota lainya, karena rata-rata yang mengalami kenaikan harga berada di kabupaten/kota terutama yang terpencil. Kader partai berlambang matahari ini, meminta pemerintah mengecek petani, pengepul, sampai ke penjual agar bisa mengetahui kendala dimana sumber masalahnya. “Karena pengepul juga bisa melakukan penimbunan bahan pokok. Sesaat harga mulai naik dan barang mulai langka, di situlah pengepul baru mengeluarkan barangnya,” ujarnya. Donny juga mendesak pemerintah ikut turun ke lapangan dalam penanganan masalah ini, jangan sampai menimbulkan masalah baru di masyarakat. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
AKTUALITA
Komisi I Desak Pemprov Koordinasi dengan BPK Komisi I DPRD Provinsi Lampung, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung untuk segera menyelesaikan koordinasi dengan Badan Pemerika Keuangan (BPK) RI Perwakilan Lampung, dalam meminta petunjuk soal pendahuluan anggaran pilgub.
“
Y
a, maunya pemprov ambil sikap segera minta pendapat BPK, bagaimana langkah selanjutnya. Bisa atau tidak menggunakan pendahuluan anggaran tersebut. Jangan berlarut-larut, karena dana tersebut juga kan untuk kepentingan kegiatan tahapan pilgub,” ujar anggota Komisi I Napiliyon Aswari, Senin (8/7). Menurutnya, proses meminta penjelasan BPK RI itu, merupakan langkah baik agar pada akhirnya nanti tidak ada permasalahan, sebab mengingat kondisi keuangan pemprov yang sedang defisit. “Ya konsultasi itu bukan hanya senilai pengajuan KPU Rp4 miliar itu, setidaknya kan pemprov ada dana bantuan dari pusat, mungkin juga mempertanyakan itu, apakah bisa digunakan atau bagaimana dengan sistem pendahuluan anggaran. Mungkin meminta petunjuk dengan BPK itu secara keseluruhan apakah dana pilgub itu bisa dengan pendahuluan anggaran,” jelas politisi Hanura itu. Dikatakan dia, secara struktural, tidak mungkin pemprov mengalami defisit yang sedemikian rupa, masih ada dana bantuan dari pusat yang diberikan ke-daerah-daerah. “Akan tetapi, nanti setelah ada persetujuan pendahuluan angaran, tetap saja nanti ada persetujuan dari DPRD. Dan saya rasa meminta petunjuk BPK ini adalah langkah tepat, gubernur pun tidak mau ada salah dan kena sanksi dan melanggar aturan. Maka dari itu kami minta pemprov segera mungkin meminta petunjuk dari BPK itu jangan sampai berlarut-larut, agar kami segera membahasnya,” ungkapnya. Nah, jika dana pilgub akan masuk pada APBDP, pihak pemprov diharapkan segera mungkin untuk mengajukannya. Sebab pembahasan APBDP dimungkinkan September, artinya tahapan pilgub bisa muindur dan jika
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
dari sekarang sudah bisa masuk, maka akan dipercepat pembahasannya. “Kalau masuk APBDP segera ajukan, memang kondisi keuangan defisit, makanya minta petunjuk BPK, akan tetapi tetap ada persetujuan DPRD, walau pun dengan metode pendahuluan anggaran,” tandasnya. Disisi lain, pengamat politik Universitas Lampung (Unila), Budi Harjo mengatakan bahwa masalah dana pilgub ini adalah intinya komitmen antara pemprov dan DPRD, mau tidak membahasnya. Karena walau pun sudah ada perkataan mau menganggarkannya, akan tetapi realisasinya mana dan kapan. “Sepele sebenarnya, alasan defisit itu lumrah. Dan saya pikir masih banyak jalan lain seperti penggelontoran dana dari pusat, kan bisa digunakan dengan pendahuluan, asalkan semuanya komitmen. Karena dari awal hanya wacana, jika mau ditaruh di APBDP, segera diajukan dan dibahas, agar tidak berlarut-larut,” jelasnya. Lalu, jika pihak pemprov tidak mau mengangarkan dana pilgub,
dengan alasan defisit, apakah ada sanksi bagi Gubernur? “Saya pikir, masalah sanksi pada undang-undang pemilu itu adalah tindak pidana ringan (Tipiring), sehingga sanksi hukumnya tidak jelas dan tidak ada ketegasan, tidak ada di UU tersebut menyatakan exsperatif, hanya saja, pemerintah bisa menunda penggelontoran dana atau pun mengurangi jatah dana dari pusat,” bebernya. Nah, disini juga, peran pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri (Depdagri) memiliki peran mendesak pemprov Lampung, untuk menganggarkan dana pilgub, karena pilgub itu merupakan hajat bangsa. “Depdagri sebenarnya punya kewenangan menegor dan mendesak pemprov untuk memasukkan segera dana pilgub. Semestinya pusat bukan hanya melaytangkan surat untuk mengangarkan dana pilgub, akan tetapi penegasan agar segera dibahas, agar pesta demokrasi bangsa itu teaksana dengan baik, dan pusat pun harunya mewarning pemprov, dan juga memberikan solusi bagaimana jalan terbaiknya,” ujarnya. (tim)
13
AKTUALITA
Pemprov Belum Ada Solusi Dana Pilgub Pemerintah Provinsi Lampung belum juga ada solusi untuk dana pemilihan gubernur. Meski sebelumnya, DPRD setempat sudah mendesak Biro Keuangan dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) agar melakukan penghematan dan pengurangan anggaran di setiap satker untuk menutupi defisit dan penanggulangan dana pilgub.
“
Y
a mau bagaimana lagi. Hasil rapat dengan Dispenda dan Biro Keuangan sampai hari ini pun Pemprov belum memiliki langkah kongkrit untuk mengatasi defisit anggaran yang dialami. Jadi defisit Rp600 miliar lebih itu, sampai saat ini belum ada solusi. Padahal sebelumnya kita sudah usulkan langkah efisiensi anggran. Namun sampai sekarang masih belum ada langkah pemangkasan, sehingga kondisi keuangan masih kekurangan dana,” jelas Ketua Komisi III DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Bastari, usai hearing dengan Dispenda dan Biro Keuangan, kemarin, Kamis (11/7). Menurutnya, defisit anggaran yang dialami pemprov yang mencapai Rp600 miliar lebih itu, termasuk di dalammnya anggaran pilgub. Oleh sebab itu, Komisi III DPRD Lampung merekomendasikan revisi pemangkasan anggaran setiap SKPD TA 2013. Langkah itu guna menutupi defisit anggaran. “Hasil rapat kita hari ini ternyata Pemprov belum memiliki langkah konkret untuk mengatasi kekurangan dana sebesar Rp600 miliar. Jadi kita rekomendasikan agar ada revisi anggaran di setiap SKPD,” ujar Ahmad Bastari. Oleh sebab itu, terus Politisi PAN itu, persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Defisit anggran ini dirasa sudah sejak bulan Maret dan harusnya sudah bisa diatasi. Namun sampai saat ini belum ada langkah, dan ini harus ada revisi APBD 2013 dan semua dinas dan badan harus bertanggungjawab dan mau menerima konsekwensi pemangkasan anggaran. “Konsekwensinya adalah ada program daerah yang tertunda. Namun tidak tahu juga kalau pak gubernur ada solusi lain untuk sumber dana pigub ini, karena yang paling mendesak adalah untuk pilgub, namun sampai rapat tadi belum ada sumber untuk
14
pilgub,” jelasnya. Ada solusi, katanya, dengan pinjaman ke Bank Lampug. Tetapi harus melihat masa jabatan kepala daerahnya. Karena Juni 2014 Gubernur sudah habis masa jabatannya, maka mereka berhati-hati tidak mau salah langkah. Dan saya rasa sulit karena mereka juga pastinya meminta pendapat dengan Bank Indonesia (BI). Kemudian, langkah kedua adalah pemangkasan anggran di setiap satuan kerja. Pemotongan akan disesuaikan dengan kebutuhan untuk menutupi defisit. “Revisi dan pemangkasan anggaran setiap SKPD, besarnnya disesuaikan dengan kebutuhan. Konsekuensinya adalah ada program daerah yang tidak bisa dilaksanakan, ya mau tidak mau,” tandasnya. Anggota Fraksi PPP DPRD Lampung, Munzir mengatakan, masih ada celah agar anggaran pilgub masuk dalam APBD-P 2013. “Masih ada solusinya, tapi apakah eksekutifnya mau? Seperti efisiensi belanja tidak langsung dan efisiensi belanja langsung satuan tenaga kerja,” kata Munzir. Menurutnya, ada SKPD yang memiliki anggaran besar dan dapat ditekan penggunaannya guna menutupi potensi defisit. Seperti di Dinas Bina Marga, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Permukiman dan Pengairan, serta Biro Aset. “Semuanya itu adalah SKPD yang mata anggarannya besar. Tinggal apakah mereka mau mengefesiensikan anggaran guna menutupi potensi defisit dan alokasi dana pilgub?” katanya.
Sementara, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) ProvinsiLampung, membantah jika dikatakan defisit. Pasalnya penghitungan pendapatan itu di akhir tahun. “Kan masih berjalan sekarang ini, sekarang saja baru masuk triwulan kedua, belum bisa dikatakan defisit. Nanti kalau sudah 31 Desember baru ada hasil, semua sudah ada penghitungannya,” jelas Sekretaris Dispenda Provinsi Lampung, Wan Ruslan, usai hearing dengan Komisi III. Lalu, bagaimana dengan wacana pilgub yang akan menggunakan dana dari penjualan aset Waydadi? “Untuk Waydadi itu tergantung DPRD. Dana pilgub saya tidak berhak bicara, karena kewenangan ada di Kepala Dinas, saya hanya mewakili dia. Nah, untuk menutupi semua itu, kami masih mengusahakan akan pendapatan lain, kita akan lihat dulu. Hasil rapat, kita akan hitung kembali. Solusi anggaran pilgub masih akan dicoba carikan solusinya,” terangnya. Nah, Sementara kita ketahui kondisi keuangan pemprov defisit, bagaimana mengatasi itu? “Kita tidak bicara defisit. Sekali lagi, karena penghitungan itu ada di akhir tahun, perjalanan masih panjang, maaf saya tidak bisa bicara banyak,” pungkasnya. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
AKTUALITA
Komisi III Siap Membahas Dana Pilgub eskipun pihak pemerintah provinsi (pemprov) Lampung menyatakan defisit keuangan, namun signal untuk pembahasan dana pilgub sudah ada di DPRD setempat. Dan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Bastari mengaku pihaknya siap membahas dana pilgub tersebut. “Ya kan pak Gubernur (Sjachroedin), sudah oke kan. Dan saya pikir tidak ada masalah, kita siap membahasanya, walaupun defisit itu kan penghitungan untuk belanja tahun berikutnya, tentunya masih ada dong dana saving pemprov yang masih bisa dialihkan untuk menanggulangi dana pilgub tersebut,” jelas Ahmad Bastari, kemarin, Kamis (4/7). Namun demikian, terus Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, pihaknya masih menunggu pengajuan dari pemprov. “Ya kita tunggu saja pengajuan dari pemprov, pokoknya pada prinsipnya kami
M
siap membahasnya, kami optimis masih bisa dan saya rasa bukan hanya pengajuan untuk dana verifikasi faktual senilai Rp4 miliar itu, namun semua,” tandasnya. Lalu, apakah pengajuan dana senilai Rp4 miliar yang diajukan pihak KPU itu tidak bisa didahulukan atau dengan sistem pendahuluan anggaran, mengingat waktu yang sangat mendesak? “Semua itu kan ada mekanismenya, walau pun mendahului anggaran harus ada pelaporan nantinya ke DPRD. Dan saya pikir bisa saja asal ada persetujuan dari BPK dan hal itu boleh saja, dan saya rasa pemprov pun tidak masalah,” ungkapnya. Nah, jika pihak pemprov tidak menyetujui pendahuluan anggaran tersebut bagaimana? “Saya rasa bisa lah, karena kan itu tidak semua. Kan yang diminta juga hanya Rp4 miliar, pasti adalah dananya,” jelasnya. Disisi lain, Ketua Komisi I DPRD setempat Ismet Roni mengatakan jika
pengajuan dana pilgub yang diajukan pihak KPU itu memang perlu persetujuan BPK RI, sebab dikhawatirkan ada kesalahan dikemudian hari. “Ya saya sih belum faham betul masalahnya seperti apa karena kita belum mendengar langsung, soal pengajuan Rp4 miliar oleh KPU itu sah-sah saja dan memang harus ada persetujuan dulu dari BPK RI, karena akan menggunakan pendahuluan anggaran,” jelasnya. Nah, soal pembahasan anggaran pilgub, pada dasarnya DPRD setuju namun mekanismenya harus jelas. “Ya kita lihat nantilah, bagaimana prosesnya, memang sih pak gubernur sudah tidak ada masalah, tetapi keuangan kita ini sekarang bagaimana, kita pelajari dulu mau menggunakan dana dari mana, kalau pun pendahuluan anggaran, dana mana yang akan dipangkas semua harus jelas, jangan nanti pada akhirnya ada masalah,” pungkasnya. (tim)
Pilgub Tak Mungkin Gunakan Dana Waydadi anitia Khusus (Pansus) Pelepasan Aset Tanah Waydadi tidak mau dikambing-hitamkan dengan persoalan dana pemilihan gubernur, lantaran penjualan aset Waydadi belum terealisasi. Pasalnya, jika lahan Waydadi terjual dan dananya digunakan untuk pilgub, justru dikhawatirkan masuk tindak pidana korupsi. Hal itu diungkapkan anggota Pansus Pelepasan Aset Waydadi DPRD Provinsi Lampung, M. Ari Wibowo, Rabu (3/7). “Kan saya sudah pernah bicara. Sejak awal juga sudah saya bilang terbuka. Saya pribadi enggak mau disalahkan, pilgub gagal gara-gara Waydadi. Kalau pun jadi dijual, tidak mungkin juga setahun bisa selesai pembayarannya, karena itu banyak sekali,” jelasnya. Kondisi pansus saat ini, lanjut politisi PKS itu, masih saling tunggu dengan pansus Pemprov. Sebab, pansus masih perlu banyak data, seperti by name dan by adress. Tetapi hal itu belum juga disampaikan pihak pemprov, dengan alasan belum adanya perda Waydadi. Kondisi itu menjadi dilema dan mengesankan pansus diendapkan sehingga sulit untuk menindaklanjuti. “Saya berkeyakinan, jika sampai jadi dijual pun tenggang waktu 10 tahun pun tidak selesai pembayarannya. Kenapa? Karena masyarakat di sana banyak yang tidak mau bayar. Masalahnya, mereka mendapatkan tanah rumah mereka itu, kebanyakan dengan membeli. Nah, sekarang kita suruh mereka bayar lagi, maka ini juga yang menjadi masalah,” tuturnya. Anggota Komisi 1 DPRD Provinsi Lampung ini
P
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
mengatakan, jika sampai aset Waydadi terjual, banyak resiko yang akan dihadapi, terutama anggota pansus. Saat pihaknya berkonsultasi dengan Kementrian Dalam Negeri, juga disarankan untuk berhati-hati karena mengandung resiko memperkaya orang lain. Bahkan, pihak Mendagri menyarakan agar aset itu tidak dilepas, cukup ditingkatkan saja menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). “Saya pribadi takutlah, kalau menyentuh ranah tipokor seperti itu. Kita menikmati enggak, tau-tau nanti setelah ketok palu, kita dipenjara, siapa yang mau! Kondisinya saat ini, kami minta berkas ke pansus pemprov, belum bisa dipenuhi karena belum ada perda. Kami pun tidak bisa bekerja jika belum ada data-data, jadi saling tunggu,” tandasnya. Oleh karena itu, kata Ari Wibowo, pihaknya memberikan jalan tengah dan menghimbau kepada pemprov agar koordinasi dengan masyarakat Waydadi dan aset tersebut ditingkatkan statusnya menjadi HGB. “Kalau HGB, pihak BPN pun merespon dan mereka mau mengukur dan memberikan estimasi pembiayaannya. Tidak mungkin langsung jadi sertifikat,” ujarnya. Karena itu, dengan tegas Ari Wibowo mengatakan, tidak mungkin hasil penjualan aset Waydadi digunakan untuk menalangi dana pilgub. Itu hanya akal-akalan saja,” ujarnya, seraya memperkirakan harga lahan di Waydadi, sesuai NJOP sekitar Rp200 ribu sampai Rp25 ribu per meter. (tim)
15
WARTA
Dispenda Diminta Transparan Soal Pajak Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung Hantoni Hasan meminta Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melaksanakan transparansi dalam pengelolaan pajak daerah, termasuk pengelolaan pajak kendaraan bermotor yang potensinya belum tergarap secara optimal. enurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, dalam diskusi tentang transparansi anggaran di Lampung yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, Sabtu (20/07/2013), Provinsi Lampung semestinya mendapatkan penambahan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak kendaraan bermotor termasuk bea balik nama, dengan mengoptimalkan pajak dari para pemilik dan pengguna kendaraan bermotor di daerah ini. Hantoni membandingkan dengan perolehan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah penduduk lebih kecil dari Provinsi Lampung. Pendapatan Sumbar justru lebih besar dari perolehan pajak serupa dibandingkan dengan Lampung yang penduduknya lebih banyak, yaitu sekitar 9,3 juta jiwa. Menurut Hantoni, seharusnya Dinas Pendapatan Daerah Lampung memiliki data yang valid tentang jumlah kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, yang sesuai dengan aturan harus membayar pajak atau melakukan balik nama kendaraan, untuk menambah pendapatan asli daerah ini. “Namun selama ini DPRD Lampung belum menerima data yang pasti jumlah kendaraan bermotor
M
Dengan potensi pajak yang digarap secara optimal di daerah ini, dimungkinkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung dapat meningkat menjadi beberapa triliun rupiah dari sebelumnya.
16
Hantoni Hasan
yang seharusnya membayar pajak di daerah ini. Padahal itu merupakan potensi pajak yang sangat besar,� kata Hantoni pula. Menurutnya, data jumlah kepemilikan dan penggunaan kendaraan motor yang disampaikan dinas terkait itu hingga saat ini dinilai masih belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya, apalagi dengan melihat asumsi kepemilikan dan penggunaan kendaraan bermotor berdasarkan jumlah penduduk di daerah ini. “Potensi pajak kendaraan bermotor itu diperkirakan bisa mencapai sedikitnya Rp1 triliun. Bayangkan, jika potensi pajak itu bisa diperoleh dengan didukung dengan data yang tepat, maka provinsi ini akan mendapatkan tambahan PAD cukup besar hanya dari pajak kendaraan bermotor saja,� kata dia. Hantoni menyatakan, dengan potensi pajak yang digarap secara optimal di daerah ini, dimungkinkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung dapat meningkat menjadi beberapa triliun rupiah dari sebelumnya. Dia menyebutkan, data yang diperoleh DPRD Lampung tentang kepemilikan dan penggunaan kendaraan bermotor di daerah ini, tidak sama antara Dinas Pendapatan Daerah Lampung dengan pihak kepolisian di sini. Karena itu, dia berharap Dispenda dapat berkoordinasi dengan Polda Lampung untuk memastikan data kendaraan bermotor secara tepat, sehingga potensi pajak yang bisa diperoleh menjadi optimal. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA
Dewan Minta Pemprov Perhatikan Pertanian DPRD Provinsi Lampung mengaku kecewa dengan pemerintah daerah karena kurang memperhatikan pertanian. Hal ini terlihat dari masih minimnya sarana dan prasana pertanian yang disediakan Pemerintah Provinsi Lampung. i Lampung masih sangat panen bisa langsung didistribusikan. kurang perhatian dari peBahkan sejauh ini lanjutnya, merintah untuk para petani pemerintah juga kurang gereget melakita. Ini bisa dilihat, dekukan pembinaan dan memahami nasib ngan minimnya berbagai fasilitas para petani. Dengan adanya wakil maupun prasarana yang dimiliki rakyat yang duduk di DPRD Lampung kalangan petani,” ujar Donny Irawan, berarti mereka bisa mengadukan Anggota Komisi II DPRD Provinsi nasibnya kepada anggota dewan. Lampung, di rungan kerjanya, 2 Juli Donni mengharapkan pemerin2013. tah mengeksploitasi petani secara Menurut Donni Irawan, dengan positif agar lebih bergairah dalam adanya peringatan Hari Krida Pertamelakukan kegiatan pertanian. “ Kita nian (HKP) ke 41 tahun 2013, juga terus menyuarakan agar petani seharusnya pemerintah lebih tidak kesusahan dan sulit mendamengoptimalkan sektor pertanian patkan apa yang menjadi kebutuhan karena dapat dilihat dengan jelas mereka,” bebernya. kalau bidang pertanian merupakan Peringatan Hari Krida Pertanian penunjang ekonomi nasional. ke-41 di Provinsi Lampung dilaksaDonni Irawan Salah satu yang disebutkan nakan pada 2 Juli 2013. Peringatan Donni ialah persedian pupuk bagi ini bertema: “Dengan Semangat Hari para petani yang terkadang habis saat diperlukan. Kondisi Krida Pertanian Kita Tingkatkan Komitmen Untuk ini jelas sangat menyulitkan petani. Seharusnya, kata Melindungi dan Memberdayakan Petani”. dia, di tengah petani sedang membutuhkan pupuk dan Upacara dilaksanakan di Lapangan Korpri diikuti prasarana, pemerintah harus sigap dalam pemenuhan. oleh aparatur seluruh instansi pemerintah di Provinsi “Kalau para petani butuh pupuk tidak ada, tetapi Lampung beserta SKPD/instansi pertanian di daerah ini. kalau petani lagi tidak butuh pupuk tersedia sangat Hari Krida Pertanian senantiasa diperingati oleh masyarakat banyak. Itukan mubazir,” ujar Donny. pertanian, yaitu para petani-nelayan, pegawai, dan Politisi dari Partai Amanat Nasional ini mengapengusaha yang bergerak di sektor pertanian. takan, melihat kondisi ini seharusnya Pemrov bisa lebih Penetapan tanggal 21 Juni sebagai Hari Krida jeli terhadap apa yang dirasakan petani. Karena itu, Pertanian didasarkan atas pertimbangan bahwa pada Pemrov bisa langsung turun ke bawah untuk mengecek tanggal tersebut ditinjau dari segi astronomis, matahari kebenaran itu semua. yang memberikan tenaga kehidupan bagi tumbuhan, “ Kita lihat masyarakat dengan pemerintah jarang hewan, dan manusia, berada pada garis balik utara (23,5 duduk bareng untuk mengatasi keluhan ini. Sejauh ini derajat Lintang Utara). Di mana pada saat itu terjadi hanya dengan melakukan aksi demon baru pemerintah pergantian iklim yang seirama dengan perubahanmendengar aspirasi ini. Coba sekali-kali duduk bersama perubahan usaha kegiatan pertanian. menyelesaikan persoalan ini apa yang mereka rasakan. Hari Krida Pertanian pada hakekatnya merupakan Apa yang mereka keluhkan baru bisa ketahuan semua hari bersyukur, hari berbangga hati, sekaligus hari mawas setelah ada duduk bersama,” sindir Donni. diri, serta hari darma bhakti (melalui kegiatan-kegiatan Ditegaskan lagi, saat ini kemampuan petani sudah yang dapat meringankan beban orang yang tengah tidak diragukan dari mulai tanam, sampai panen mereka menderita atau memerlukan bantuan). Setiap tahun (petani) lebih mengerti tetapi mengenai soal mengatasi diperingati oleh segenap masyarakat pertanian yakni para kekurangan air, jalan menuju ke lokasi harus ada agar petani-nelayan, pegawai dan pengusaha yang bergerak di pengendara seperti mobil dan motor pengangkut hasil sektor pertanian. Selamat Hari Krida Pertanian Ke-41. (tim)
“
D
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
17
LAPORAN UTAMA
Laporan Panitia Khusus DPRD Provinsi Lampung tentang • • •
Pembahasan Terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Lampung Tahun 2012; Laporan Pertanggungjawaban Penerimaan Dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik Provinsi Lampung Tahun 2012; Penyelesaian Kerugian Daerah Pemerintah Provinsi Lampung Per 15 Maret 2013
Disampaikan pada Sidang Paripurna DPRD Provinsi Lampung, Selasa, 23 Juli 2013 Melalui berbagai masukan, saran, ide, dan gagasan yang dituangkan dalam pokok-pokok analisa, evaluasi dan rekomendasi, kita laksanakan perbaikan dalam penatausahaan sistem keuangan Daerah Provinsi Lampung secara terintegrasi. Sehingga status Opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion) dapat dipertahankan pada tahun-tahun mendatang. Memenuhi amanat peraturan perundangan yang berlaku, DPRD Provinsi Lampung menggelar rapat Badan Musyawarah DPRD pada 18 Juni 2013. Disusul Rapat Paripurna pada 25 Juni 2013 untuk membentuk Pansus Pembahasan LHP BPK RI atas LKPD Provinsi Lampung TA. 2012; Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik Provinsi Lampung yang Bersumber dari APBD TA. 2012; dan Penyelesaian Kerugian Daerah Pemerintah Provinsi Lampung Per 15 Maret 2013 Berdasarkan Keputusan DPRD Provinsi Lampung No. 17/DPRD.LPG/12.01/2013, pansus yang memiliki masa kerja mulai 25 Juni s.d. 11 Juli 2013, ini diketuai Hi. Imer Darius,
18
SE., wakil ketua Drs. Hi. Indra Bangsawan, MM., sekretaris Ir. Hj. Nurhasanah, MM., dengan 12 anggota: Hi. Toto Herwantoko, Ir. Hi. Yandri Nazir, MM, Sahzan Syafri, SH, MH., Hi. Ismet Roni, SH., Hj. Mega Putri Tarmizi, SE, MM., Hi. Agus Kurniawan, ST., Yusuf Wibisono, S.Ag., Hi. M. Ari Wibowo, Lc., Elly Wahyuni, SE, MM., Drs. M. Effendi, Hj. Wardiyati, Hi. Misri Jaya Latif, SE.(26 s.d 28 Juni 2013); Selanjutnya, Pansus melakukan antara lain: Pendalaman materi LHP BPK, menyamakan persepsi, rapat konsultasi dengan BPK Lampung, dengar pendapat dengan jajaran pimpinan SKPD, Sekda Lampung selaku ketua Tim Anggara Pemda, Majelis Pertimbangan TP-TGR, kemudian perumusan dan penyampaian laporan kinerja Pansus kepada Pimpinan dan ketua-ketua Fraksi DPRD.
Deskripsi, Analisa, dan Evaluasi Pembenahan tatalaksana dan penatausahaan sistem keuangan daerah Provinsi Lampung TA. 2012, secara umum mengalami kemajuan sehingga mendukung upaya penanganan permasalahan manajemen pengelolaan keuangan daerah. Berkaitan dengan itu, beberapa temuan dalam LHP BPK–RI atas LKPD Provinsi Lampung Tahun 2012 perlu ditindaklanjuti.
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
LAPORAN UTAMA 290.340.587.523,75 per 31 Desember 2013. Yang perlu diperhatikan: a. Besaran nilai belanja tidak langsung di dalam struktur anggaran, belum diiringi dengan peningkatan kualitas pembangunan dan optimalisasi layanan kepada masyarakat; b. Penatausahaan sistem pengelolaan belanja daerah, agar senantiasa memperhatikan prinsip cermat, efisien, tertib serta disiplin (best practise); c. Proporsi dan struktur anggaran, agar senantiasa berorientasi kepada perkuatan implementasi fungsi ekonomi pemerintahan, yaitu upaya optimalisasi fungsi pelayanan dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara luas. 2. 1.
Evaluasi Pengelolaan Anggaran Pemerintah Provinsi Lampung Pengelolaan keuangan daerah merupakan instrumen vital dalam realisasi APBD, yang menggambarkan kapasitas kelembagaan dalam manajemen pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Untuk ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: a. Dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya, pendapatan daerah pada TA. 2012 yang terdiri dari PAD, Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah, meningkat dari Rp. 2.508.733.533.309,29 (2011) menjadi Rp. 3.721.020.415.490,00 (2012) atau mencapai 93,02 % dari rencana anggaran sebesar Rp. 4.000.306.794.341,68. Kondisi tersebut, secara umum ditunjang komponen Pendapatan Transfer yang mencapai Rp. 1.280.851.521.963,00 atau 100,67 % dari rencana anggaran. Hal yang perlu diperhatikan adalah kecenderungan melemahnya pencapaian pendapatan komponen PAD: Pendapatan Pajak Daerah (97,73 %), Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (1,35 %), dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (55,66 %), serta over ekspektasi unsur-unsur pendapatan dari komponen Pendapatan Transfer dan komonen LainLain Pendapatan yang Sah, yaitu Dana Bagi Hasil Pajak (96,22 %), Pendapatan Hibah (33,37 %), dan Dana Penyesuaian Otonomi Khusus (95,62 %). b. Peningkatan Pendapatan Daerah TA. 2012 diiringi dengan peningkatan Belanja Daerah, yaitu Rp. 3.363.892.812.536,15 dibandingkan TA. 2011 sebesar Rp. 2.159.104.269.385,00 Hal yang perlu diperhatikan adalah dominasi rasio Belanja Operasi sebesar Rp. 2.510.329.830.046,15 (74,63 %) dibandingkan Belanja Modal sebesar Rp. 831.950.659.490,00 (24,71 %) dan Belanja Tak Terduga sebesar Rp. 21.612.323.000,00 (0,62 %), serta defisit anggaran yang mencapai Rp. 114.975.936.329,31 sehingga melampaui pentingnya proporsionalitas komposisi anggaran dalam implementasi manajemen keuangan daerah. Berikutnya, realisasi Transfer Bagi Hasil ke Kabupaten/ Kota hanya mencapai 90,17 % atau sebesar Rp.
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
Sistem Pengendalian Internal 1). Prosedur pencairan atau pemindahbukuan kas daerah dari rekening kas umum daerah kepada bendahara pengeluaran dan pihak ketiga tidak efisien yang mengakibatkan peluang penyalahgunaan dalam pencairan kas daerah, sebagaimana temuan bahwa: a. Prosedur pencairan dana dari BUD terlalu panjang sehingga mengakibatkan in-efisiensi; dan b. Pelemahan fungsi SP2D, karena tidak lagi menjadi satusatunya alat perintah pemindahbukuan dari RKUD kepada para pihak selaku penerima pembayaran. Kondisi tersebut disebabkan: Sekretaris Daerah kurang melakukan pengawasan Pos pencairan SP2D; dan Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung dalam merancang Pos yang ditetapkan oleh Gubernur, tidak memperhatikan efisiensi prosedur pencairan SP2D. 2). BUD belum menerapkan strategi manajemen kas, sehingga mengakibatkan sisa kas daerah sebesar Rp. 14.762.911.209,52 tidak memungkinkan bagi Pemprov Lampung menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga atas penyelesaian pekerjaan fisik, serta belanja bagi hasil kepada Pemerintah Kabupaten/Kota per 31 Desember 2012 sebesar Rp. 290.340.587.523,75 yang telah diterima kas daerah namun kemudian dianggarkan dan direalisasikan untuk belanja daerah; terkait dengan temuan bahwa: a. Terdapat 16 (enam belas) SPM senilai Rp. 23.534.545.800 pada Dinas Pengairan dan Pemukiman yang belum diterbitkan SP2D; dan b. Terdapat 8 (delapan) SPM senilai Rp. 29.624.000.350 pada Dinas Bina Marga yang belum diterbitkan SP2D. Kondisi tersebut disebabkan: Sekretaris Daerah kurang melakukan pengawasan terhadap manajemen kas; Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung selaku BUD tidak menerapkan manajemen kas; dan Kepala Bagian Anggaran pada Biro Keuangan Setda Prov. Lampung lalai menerapkan strategi manajemen kas. 3). Aplikasi penerbitan SP2D pada BUD kurang andal, sehingga mengakibatkan peluang terjadinya penyalahgunaan kas; terkait dengan temuan bahwa: a. Aplikasi SIPKD belum mengakomodir penomoran secara pre-numbered; dan b. Rancangan SP2D telah dicetak sebelum diverifikasi oleh Kepala Perbendaharaan selaku kuasa BUD. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Biro Keuangan kurang melakukan pengawasan terhadap aplikasi pembuatan
19
LAPORAN UTAMA SP2D dan belum mengusulkan perbaikan aplikasi kepada gubernur; dan Kepala Bagian Perbendaharaan Biro Keuangan Setda Prov. Lampung lalai menerbitkan SP2D secara akurat. 4). Pengelolaan kas di Bendahara Pengeluaran dilaksanakan oleh PPTK, yang mengakibatkan peluang penyalahgunaan kas di Dinas Pendidikan serta Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, terkait temuan bahwa: a. Dana yang diberikan oleh bendahara pengeluaran digunakan dan dikelola oleh PPTK untuk keperluan masing-masing kegiatan tanpa pengendalian; b. Bendahara pengeluaran dan bendahara pembantu hanya sebagai pembuat SPP dan SPM, untuk selanjutnya menyalurkan uang yang diterima dari kas daerah kepada masing-masing PPTK. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Dinas Pendidikan serta Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan lalai dalam membina dan mengawasi tugas-tugas PPTK sebagai pengendali teknis kegiatan; dan Bendahara pengeluaran dan PPTK tidak memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing sebagaimana peraturan pengelolaan keuangan daerah. 5). Penerbitan surat ketetapan pajak daerah kendaraan bermotor tanpa oficial assessment, yang mengakibatkan laporan mengenai piutang pajak daerah menjadi tidak handal; terkait dengan temuan bahwa: a. Penetapan pajak terhitung dilakukan setelah wajib pajak melakukan pendaftaran di kantor Samsat; b. Aplikasi pengelolaan PKB dan BBNKB belum dapat menyajikan informasi atas laporan keuangan yang lebih handal; dan c. Perbedaan penafsiran piutang pajak pada aplikasi pengelolaan PKB/BBNKB; Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah kurang berkoordinasi dalam menyajikan data piutang pajak; Kepala Dinas Pendapatan Daerah kurang melakukan pengawasan dalam pengelolaan tunggakan pajak daerah, dan belum mengusulkan penyempurnaan mekanisme pengakuan piutang dalam sistem aplikasi; dan Kurangnya cermatnya Kepala Bidang Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah dalam mengelola tunggakan PKB dan BBNKB. 6). Penatausahaan persediaan belum tertib, mengakibatkan potensi penyalahgunaan persediaan, terkait dengan temuan bahwa: a. Terdapat kekurangan fisik persediaan pada Dinas Pendapatan Daerah sebesar Rp. 208.753.600 tidak dapat dijelaskan; b. Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura tidak dapat menjelaskan perbedaan volume persediaan laporan persediaan dengan hasil pemeriksaan berdasarkan stock opname; dan c. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah; Dinas Humas dan Kominfo; Dinas Kelautan dan Perikanan; serta Dinas Pengairan dan Pemukiman tidak melaksanakan penatausahaan persediaan berupa pencatatan buku persediaan dan kartu barang habis pakai. Kondisi tersebut disebabkan: Para Kepala SKPD kurang melakukan pengawasan pengelolaan persediaan; dan Penyimpan barang pada tiap-tiap SKPD lalai mencatat
20
persediaan dalam buku barang inventaris, buku barang habis pakai, buku hasil pengadaan, kartu barang, dan kartu persediaan barang. 7). Aplikasi sistem informasi Samsat pengelolaan PKB dan BBNKB tidak andal yang mengakibatkan terbukanya peluang penyalahgunaan pelaksanaan pengelolaan PKB dan BBNKB; terkait dengan temuan bahwa: a. Dinas Pendapatan Daerah belum memiliki pedoman mengenai pemanfaatan sistem informasi yang baik atas alur sistem, wewenang dan tanggung jawab user yang diberikan akses aplikasi serta pendistribusian user; b. NJKB dapat diubah pada menĂş penetapan sehingga terdapat coding NJKB dan nilai jual yang tidak sesuai pada sistem, serta terdapat nomor polisi yang sama dengan jenis kendaraan yang berbeda; c. Sistem/aplikasi yang ditampilkan tidak akurat yang antara lain pada tangal bayar tertulis Null; d. Nomor surat ketetapan pajak daerah pada sistem aplikasi dapat diisi hanya dengan satu digit angka dan dapat diisi nomor yang sama dengan sebelumnya; e. Sistem informasi Samsat belum mengakomodasi aplikasi penetapan pajak secara otomatis; f. Tidak dapat merekam setiap peristiwa transaksi dengan baik; dan g. Sebagian data tidak dapat terbaca. Kondisi tersebut disebabkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah belum mengusulkan sistem aplikasi Samsat yang andal untuk ditetapkan oleh Gubernur. 8). Proses penganggaran dan pencairan dana belanja bagi hasil Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah kabupaten/kota tidak tertib, sehingga mengakibatkan kondisi bahwa: 1. Realisasi belanja bagi hasil provinsi kepada kabupaten/kota tidak menggambarkan bagi hasil yang sebenarnya terjadi untuk satu periode akuntansi penerimaan pajak daerah; 2. Timbulnya kewajiban Pemerintah Provinsi atas bagi hasil pajak kepada Pemerintah kabupaten/kota sebesar Rp. 237.182.041.373,75; dan 3. Tertundanya pemanfaatan dana bagi hasil oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Terkait dengan temuan bahwa: a. Penganggaran belanja bagi hasil T.A. 2012 hanya memasukkan perhitungan pembayaran utang belanja
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
LAPORAN UTAMA bagi hasil pajak Triwulan IV Tahun 2011 serta perkiraan pembayaran Triwulan I, II, dan III tahun 2012, sedangkan pembayaran bagi hasil Triwulan IV Tahun 2012 dianggarkan pada tahun berikutnya; b. Dana sebesar Rp. 158.294.906.250 digunakan untuk pembayaran utang belanja bagi hasil Triwulan IV Tahun 2011; dan c. Belum adanya Peraturan Gubernur yang secara khusus mengatur tentang tata cara penghitungan dan penyaluran bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota. Kondisi tersebut disebabkan: TAPD Pemerintah Provinsi Lampung tidak menyetujui usulan anggaran belanja bagi hasil kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang sepatutnya menjadi prioritas belanja; dan Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung belum mengusulkan Pedoman Operasional Standar (POS) tentang tata cara penghitungan dan penyaluran belanja bagi hasil provinsi kepada kabupaten/kota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Gubernur. 9). Perjanjian kerjasama Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta) Provinsi Lampung dengan PT. Askes tidak memperhatikan realisasi pelayanan, sehingga mengakibatkan pembayaran biaya operasional kepada PT. Askes memboroskan keuangan daerah sebesar Rp. 2.344.008.375,50; terkait temuan bahwa penggunaan biaya operasional PT. Askes tidak pernah disampaikan kepada Dinas Kesehatan, namun rencana penggunaan biaya pelayanan tidak langsung Dinas Kesehatan sebesar 5% harus disampaikan kepada PT. Askes. Kondisi tersebut disebabkan Kepala Dinas Kesehatan dalam melakukan pemeriksaan perjanjian kerjasama dengan PT. Askes tidak mempertimbangkan efisiensi pengelolaan keuangan daerah. 10). Penerimaan daerah dari biaya alih fungsi lahan belum dibagihasilkan kepada kabupaten/kota sebesar Rp. 204.901.213,13, yang mengakibatkan kewajiban bagi hasil realisasi penerimaan biaya alih fungsi lahan sebesar Rp. 204.901.213,13 kepada kabupaten. Terkait dengan temuan bahwa: a. Realisasi penerimaan biaya alih fungsi lahan sebesar Rp. 431.370.975,00 belum dibagikan kepada kabupaten; dan b. Instansi pengelola dan pembantu pengelola yang diberi wewenang untuk menetapkan bagi hasil alih fungsi lahan belum terbentuk. Kondisi tersebut disebabkan: Sekretaris Daerah belum mengusulkan pembentukan instansi pengelola dan pembantu pengelola kepada Gubernur yang diberikan wewenang menatausahakan dan menetapkan bagi hasil penerimaan biaya alih fungsi lahan; Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Kehutanan belum berkoordinasi dan memperhitungkan hak kabupaten/kota atas realisasi biaya alih fungsi lahan. 11). Terdapat perbedaan data dalam pencairan dana bantuan peningkatan kesejahteraan guru ngaji dan penghulu melalui rekening SKPD, sehingga mengakibatkan terbukanya peluang penyalahgunaan penyaluran dana bantuan sosial. Terkait dengan temuan bahwa: a. Terdapat perbedaan
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
data antara nota dinas Kepala Biro Bina Sosial dengan Surat Keputusan Gubernur tentang jumlah guru ngaji dan penghulu; dan b. Proses penyaluran dana bantuan dengan menggunakan SP2D LS. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Biro Bina Sosial beserta Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung kurang melakukan pengawasan terhadap penyaluran dana bantuan sosial; dan Bendahara pengeluaran bantuan sosial tidak mempedomani mekanisme pencairan bantuan sosial.
12). Penyajian nilai persyaratan modal pemerintah daerah kepada PT. Wahana Raharja belum disahkan DPRD yang mengakibatkan nilai penyertaan modal kepada PT. WR belum disajikan secara wajar. Terkait dengan temuan: a. Selisih antara laporan keuangan tahun 2012 dengan modal dasar perusahaan sampai berakhirnya pemeriksaan belum dapat dijelaskan; dan b. PT. WR belum menerbitkan sertifikat saham sebagai bukti otentik kepemilikan perusahaan. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung kurang melakukan pengawasan terhadap penatausahaan penyertaan modal pada PT. WR; dan Kepala Bagian akuntansi pada Biro Keuangan Setda Prov. Lampung tidak cermat dalam menyajikan nilai penyertaan modal. 13). Kesalahan pengangaran atas realisasi belanja modal sebesar Rp. 36.541.308.371,00 dan hibah barang belum dilengkapi naskah hibah perjanjian daerah serta aset yang telah dihibahkan belum dihapuskan yang mengakibatkan: 1. Realisasi belanja modal disajikan lebih tinggi dan belanja barang disajikan lebih rendah masing-masing sebesar Rp. 36.541.308.371; 2. Terbukanya peluang penyalahgunaan hibah barang milik daerah; dan 3. Menambah beban administrasi atas aset yang telah dikuasai pihak lain. Terkait dengan temuan: a. Barang yang dihibahkan Dinas Kesehatan tidak dalam penguasaan/ belum diusulkan penghapusannya untuk diterbitkan berita acara serah terima hibah;
21
LAPORAN UTAMA
b. Barang yang dihibahkan oleh Dinas Pertanian diserahterimakan kepada penerima hibah tanpa adanya persetujuan oleh Sekretaris Daerah selaku pengelola barang; dan c. Serah terima barang hibah dari Dinas Pertanian dalam dokumen dilaksanakan bulan Juni, Agustus, Oktober dan November 2012, sedangkan konfirmasi dari pengurus barang bahwa permohonan hibah dilaksanakan secara sekaligus pada akhir tahun. Kondisi tersebut disebabkan: TAPD dalam menyusun anggaran belum sepenuhnya berpedoman pada stรกndar akuntasi pemerintahan; Kepala Dinas Kesehatan serta Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikulturan tidak mempedomani ketentuan dalam pelaksanaan hibah atas barang milik daerah; dan Kepala SKPD belum mengusulkan penghapusan barang yang dicatat pada aset lainnya namun sudah tidak dalam penguasaan untuk ditetapkan oleh Gubernur. 14). Penatausahaan aset tetap belum optimal yang mengakibatkan potensi penyalahgunaan aset, terkait dengan temuan bahwa: a. Proses pembukuan belum tertib/belum disusun secara mutakhir; b. Berdasarkan data laporan keuangan terdapat perbedaan pencatatan peralatan, mesin dan aset SKPD; dan c. Pada Dinas Kesehatan, Dinas Pengairan dan Pemukiman, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Sekretariat DPRD, barang milik daerah belum seluruhnya diberi nomor inventaris, dan barang yang dicatat meski sesuai dengan nilai perolehan tetapi jumlah unit yang tercatat berbeda. Kondisi tersebut disebabkan: Sekretaris DPRD, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman serta Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan kurang melakukan pengawasan pengelolaan aset; Pengurus barang Sekretariat DPRD, Dinas Kesehatan, Dinas Pengairan dan Pemukiman serta Dinas Kelautan dan Perikanan lalai membukukan, menginventarisir dan melaporkan barang milik daerah; dan Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Setda Prov. Lampung belum optimal dalam mengkoordinir proses penginputan data
22
barang milik daerah ke Sistem Informasi Barang Daerah (Simbada) dan kurang hati-hati dalam pelaporan aset tetap. 3.
Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan PerundangUndangan
1). Penyetoran pajak kendaraan bermotor Samsat Tulang Bawang Barat kurang diterima sebesar Rp. 170.732.660, yang mengakibatkan penyetoran penerimaan pokok PKB sebesar Rp. 170.732.660 tertunda. Terkait dengan temuan bahwa: Terdapat selisih antara laporan penyetoran penerimaan PKB dengan bukti fisik SKPD yang tercetak pada Samsat Pembantu Tulang Bawang Barat sebesar Rp. 165.464.660; dan adanya keterbatasan backup database yang diperoleh dari konsultan IT Dinas Pendapatan Daerah. Kondisi tersebut disebabkan: Dinas Pendapatan Daerah belum melaksanakan sistem penerimaan secara langsung atau on-line dengan PT. Bank Lampung pada Samsat Tulang Bawang Barat; - Kepala Bidang Pajak serta Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan pada Dinas Pendapatan Daerah kurang melakukan pengawasan terhadap sistem penerimaan secara langsung; dan Kepala Pelaksana Pemungutan PKB dan Bendahara Penerimaan Samsat Pembantu lalai menyetor semua penerimaan PKB ke kas daerah. Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (2); Permendagri Nomor. 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 122 ayat (1) dan (2). 2). Kelebihan perhitungan dan penyetoran PPh pasal 21 atas Pimpinan dan Anggota DPRD sebesar Rp. 731.687.398,84, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran PPh pasal 21 sebesar Rp. 731.687.398,84. Terkait dengan temuan bahwa selama tahun 2012 terdapat kelebihan pembayaran/setor ke kas negara atas tunjangan PPh pasal 21 bagi Pimpinan dan Anggota DPRD
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
LAPORAN UTAMA Provinsi Lampung sebagaimana dimaksud. Kondisi tersebut disebabkan: Sekretaris DPRD kurang melakukan pengawasan pemungutan pajak; dan Bendahara pengeluaran DPRD lalai memungut pajak. Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan; Permendagri Nomor 21 Tahun 2007 pasal 17 ayat (1) dan (2); Pedoman Perpajakan tentang perhitungan PPh 21. 3). Peraturan Gubernur tentang tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD memboroskan keuangan daerah sebesar Rp. 1.827.059.612,03. Terkait temuan bahwa terdapat perbedaan antara realisasi belanja tunjangan perumahan DPRD dengan yang seharusnya dibayarkan. Kondisi tersebut disebabkan penetapan besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD oleh Gubernur tidak memperhatikan penilaian harga sewa rumah oleh Appraisal. Hal tersebut tidak sesuai dengan PP No. 37 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Pasal 20 ayat (1), (2) dan (3); SE Mendagri No. 188.31/006/BAKD tanggal 4 Januari 2006 tentang Tambahan Penjelasan terhadap PP No. 37 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. 4). Pelaksanaan pekerjaan pembangunan tidak sesuai kontrak senilai Rp. 1.802.631.156,31, yang mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran. Terkait dengan temuan bahwa: Hasil pemeriksaan fisik yang dilaksanakan Dinas Bina Marga menunjukkan terdapat kekurangan volume pekerjaan AC-WC, AC-BC, Lapen dan Onderlaag sebesar Rp. 1.326.757.818,18; serta dari sembilan titik sampel yang diuji, hanya terdapat 2 (dua) titik yang tebal terpasangnya telah memenuhi toleransi spesifikasi teknik kontrak; Hasil pemeriksaan fisik yang dilaksanakan Dinas Pendidikan mengungkapkan terdapat volume pekerjaan pagar keliling pada item pekerjaan persiapan tidak dikerjakan sebesar Rp. 155.458.544,30; dan Hasil pemeriksaan fisik yang dilaksanakan pada Dinas Kesehatan, mengungkapkan terdapat volume pekerjaan pembesian yang tidak sesuai spesifikasi teknik kontrak pada item pekerjaan beton sebesar Rp. 321.442.146,59. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Dinas Bina Marga, Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas Kesehatan lalai dalam melaksanakan pengawasan pelaksanaan pekerjaan; PPK, PPTK, Pengawas Lapangan, dan Konsultan Pengawas di Dinas Bina Marga, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan lalai dalam melaksanakan pengawasan fisik pekerjaan; dan Rekanan tidak melaksanakan kewajiban pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan di dalam kontrak. Hal tersebut tidak sesuai dengan PP No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 84 ayat (4); Surat Perjanjian (Kontrak) Pekerjaan Pasal 3; Surat Perjanjian (Kontrak) Pekerjaan Pasal 5 huruf (b); dan Spesifikasi teknis dalam kontrak.
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
5). Pelaksanaan pekerjaan terlambat diselesaikan belum dikenakan denda keterlambatan senilai Rp. 126.170.605,74 sehingga mengakibatkan potensi penerimaan daerah dari denda keterlambatan atas pekerjaan tersebut menjadi tertunda sebesar Rp. 126.170.605,74. Terkait temuan bahwa: Belum dikenakannya denda Rp. 79.420.605,73 atas keterlambatan pembangunan sarana/ prasana SMK Unggul dan Terpadu Negara Bumi Ilir; Belum dikenakannya denda Rp. 46.750.000 atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan pengadaan lift oleh Biro Perlengkapan dan Aset Daerah Setda Prov. Lampung. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Dinas Pendidikan serta Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Daerah Setda Prov. Lampung lalai dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan; PPK, PPTK, Pengawas Lapangan dan Konsultan Pengawas Dinas Pendidikan serta Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Daerah Setda Prov. Lampung lalai dalam mengawasi penyelesaian pekerjaan; dan Rekanan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai perjanjian di dalam kontrak. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 89 ayat (4); Lampiran II tentang Pelaksanaan Kontrak/SPK huruf n tentang Denda dan Ganti Rugi; Lampiran II tentang Pelaksanaan Kontrak/SPK huruf l tentang Serah Terima Barang, Surat Perjanjian (Kontrak) Pekerjaan Pasal 5 huruf (b). 6). Pelaksanaan pekerjaan tiga paket pembangunan gedung tidak sesuai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak yang mengakibatkan potensi kerugian daerah sebesar Rp. 6.557.224.427,27.Terkait dengan temuan: Terdapat ketidaksesuaian mutu beton struktur sebesar Rp. 6.557.224.427,16 pada kegiatan pembangunan gedung oleh Dinas Pengairan dan Pemukiman. Kondisi tersebut disebabkan: Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman lalai dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan; PPK, PPTK, Pengawas Lapangan, dan Konsultan Pengawas lalai melaksanakan pengawasan fisik pekerjaan; dan Rekanan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai yang diperjanjikan di dalam kontrak. Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Pasal 89 ayat (4) dan Pasal 118 ayat (1); Surat Perjanjian (Kontrak) Pekerjaan Pasal 5 huruf (b); Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2006 Divisi 7 tentang Pekerjaan Struktur seksi 7.1; Peraturan Beton Indonesia 1971 Bab 4 Subbab 4.8. 4.
Penyelesaian Kerugian Daerah Dalam rangka perkuatan upaya penyelesaian terhadap permasalahan kerugian daerah Pemerintah Provinsi Lampung, terkait dengan kelemahan dalam tatalaksana; kendali terhadap prosedur penatausahaan; dan keandalan sistem informasi penanganan kerugian daerah, temuan-temuan berdasarkan Laporan Hasil Pemantauan BPK–RI atas Penyelesaian Kerugian
23
LAPORAN UTAMA
Daerah Pemerintah Provinsi Lampung, yang perlu menjadi perhatian untuk segera ditindaklanjuti, sampai dengan per15 Maret 2012, terdiri dari 376 kasus senilai Rp. 29.644.646.109,84 dengan uraian sebagai berikut: 1). Kasus kerugian daerah yang telah diterbitkan SK Pembebanan, Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTJM) dan putusan pengadilan sebanyak 12 (dua belas) kasus senilai Rp.37.429.636,75 antara lain berupa kekurangan kas, kehilangan kendaraan bermotor, penyimpangan pelaksanaan proyek dan pencairan SP2D fiktif. Yaitu: 10 kasus senilai Rp. 30.073.836,75 telah dilunasi; dan dua kasus senilai Rp. 5.255.800,00 telah diangsur senilai Rp. 2.100.000,00 dengan rincian: Kehilangan kendaraan dinas R2 atas tanggungjawab Sdr. IB (Pegawai Dinas Sosial Pemerintah Prov. Lampung), senilai Rp. 3.432.000,00 telah diangsur Rp. 1.250.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 2.182.000,00. Kehilangan kendaraan dinas R2 atas tanggungjawab Sdri. ML (Pegawai Badan Kesbang dan Politik Pemerintah Prov. Lampung), senilai Rp. 3.923.800,00 telah diangsur Rp. 850.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 3.073.800,00. 2). Kasus kerugian daerah yang sedang dalam proses penetapan pembebanan sebanyak tujuh kasus senilai Rp. 962.252.321,32 dengan rincian: a. Satu kasus senilai Rp. 14.998.850,00, telah dilunasi; b. Kekurangan kas pada Dinas LLAJR atas tanggungjawab Sdr. MZA (mantan Bendahara Khusus Penerima) senilai Rp. 57.322.000,00 telah diangsur Rp. 3.803.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 53.519.000,00; c. Kekurangan perbendaharaan atas tanggungjawab Sdr. AY (mantan Bendahara Umum Biro Perlengkapan Setda Prov. Lampung) senilai Rp. 23.204.181,32 telah diangsur Rp. 10.255.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 12.949.181,32. d. Penyimpangan pelaksanaan proyek atas tanggungjawab Sdr. BB (mantan Pimpro Biro
24
e.
f.
g.
Lingkungan Hidup Setda Prov. Lampung) senilai Rp. 6.912.000,32 telah diangsur Rp. 3.000.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 3.912.000,32. Pencurian brankas atas tanggungjawab Sdr. SW (mantan Bendahara Proyek Dinas Kehutanan Pemerintah Prov. Lampung Cabang Lampung Utara) senilai Rp. 9.778.000,32 telah diangsur Rp.1.555.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 8.228.000,32. Penggunaan uang PPh Pasal 21 atas tanggungjawab Sdr. HS (Bendahara Gaji Inspektorat Pemerintah Prov. Lampung) senilai Rp. 153.075.000,32 telah diangsur Rp. 83.400.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 69.675.000,32. Pencairan SP2D fiktif atas tanggungjawab Sdr. MZ (mantan Bendahara Sekretariat Badan Penanggulangan Bencana Pemerintah Prov. Lampung) senilai Rp. 696.962.290,32 sampai dengan berakhirnya pemantauan belum terdapat angsuran.
3). Informasi tentang kerugian daerah berdasarkan pemeriksaan BPK RI maupun aparat pengawas fungsional lain, sebanyak 357 kasus senilai Rp. 28.644.964.151,12 dengan uraian yaitu: a. Hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, terdapat 3 (tiga) kasus senilai Rp. 344.631.126,00 dengan uraian: Dua kasus telah dilunasi senilai Rp. 39.523.626,00 dan satu kasus diangsur senilai Rp. 115.410.000,00 sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 189.697.500,00. b. Hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi Lampung, terdapat 321 kasus senilai Rp. 5.825.525.506,01 dengan uraian: Sebanyak 293 kasus telah dilunasi senilai Rp. 3.579.571.174,11; Enam kasus diangsur senilai Rp. 1.183.621.136,00 dan 28 kasus belum melakukan pengangsuran, sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 1.062.333.195,90.
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
LAPORAN UTAMA c.
Hasil pemeriksaan BPK RI, terdapat 33kasus senilai Rp. 22.474.807.519,11 dengan uraian: Lima belas kasus telah dilunasi senilai Rp. 5.566.970.122,98; Sepuluh kasus diangsur senilai Rp. 8.875.416.944,13 dan delapan kasus pernah belum melakukan pengangsuran, sehingga terdapat sisa belum dikembalikan Rp. 8.032.420.425,00.
4). Memperhatikan evaluasi terhadap kinerja dalam penanganan kerugian daerah di atas, maka berdasarkan hasil pemantauan terhadap penyelesaian kerugian daerah sebagaimana dimaksud, terdapat beberapa permasalahan dalam tata kelola penanganan kerugian daerah, terdiri dari: a. Majelis Pertimbangan TP-TGR Keuangan dan Barang Daerah, belum optimal dalam penyelesain kerugian daerah. Pada bagian berikutnya, berbagai hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional, walaupun telah diinventarisir dengan baik, namun belum dilaporkan secara resmi kepada BPK RI; b. Proses penyelesaian TP-TGR belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga penyelesaian kerugian daerah terhadap bendahara maupun pegawai bukan bendahara menjadi berlarut-larut. Hal tersebut mengemuka pada 6 (enam) kasus, yang sampai dengan batas akhir waktu pelunasan berdasarkan SKTJM dan SK Pembebanan, belum terdapat upaya penyelesaian sisa angsuran, dikarenakan pelaku sudah meninggal dan/atau keberadaannya sudah tidak diketahui. Pada bagian berikutnya, SKTJM dan SK Pembebanan tersebut tidak disertai jaminan yang cukup, sehingga pengembalian kerugian daerah tidak dapat diajukan melalui penjualan barang jaminan. c. Kondisi di atas tidak sesuai dengan Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Pasal 23 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; Pasal 5 ayat (7), Pasal 14 ayat (2) dan ayat (5), serta Pasal 16 Permendagri No. 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah; Pasal 316 Permendagri NO. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan Pasal 1 angka 2 dan angka 8, serta Pasal 6 ayat (1) Peraturan BPK RI Nomor. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara. Pertanggungjawaban Penerimaan dan Pengeluaran Bantuan Keuangan Partai Politik Memperhatikan peraturan dan undang-undang terkait pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBD, maka evaluasi atas LHP BPK RI atas Pertanggungjawaban Penerimaan dan Pengeluaran Bantuan Keuangan kepada Partai Politik yang bersumber dari APBD Provinsi Lampung TA. 2012, antara lain: a. Secara umum, mekanisme dan prosedur penatausahaan keuangan daerah dalam Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, dan Penyaluran bantuan
b. c.
e.
g.
keuangan partai politik telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Partai Politik telah melaksanakan kewajiban penyampaian Laporan Pertanggungjawaban atas Penerimaan dan Penggunaan Bantuan Keuangan; Dalam pelaksanaan penyampaian laporan pertanggungjawaban atas bantuan keuangan, penyusunan format laporan penerimaan dan pengeluaran oleh partai politik secara umum belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena belum mencakup Laporan Barang Inventaris Modal (Fisik), Barang Persediaan Pakai Habis dan Pengadaan/ Penggunaan Jasa; d. Dana bantuan keuangan yang diterima oleh partai politik telah sesuai dengan yang ditransfer oleh Pemerintah Provinsi Lampung, namun secara keseluruhan partai politik belum melampirkan bukti penerimaan dari Pemerintah Provinsi Lampung; Kecuali Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Lampung, terdapat kelebihan dan/atau kekurangan dalam pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran dana bantuan keuangan oleh partai politik; f. Laporan pertanggungjawaban atas penggunaan bantuan keuangan oleh partai politik, secara umum telah dilengkapi dengan bukti yang valid dan memadai; dan Kecuali Partai Karya Peduli Bangsa Provinsi Lampung, terdapat penggunaan bantuan keuangan oleh partai politik yang tidak sesuai dengan kriteria sebagaimana ketentuan perundang-undangan, serta penggunaan bantuan keuangan untuk kegiatan lainnya diluar ketentuan mengenai penggunaan dana bantuan, namun penggunaan bantuan keuangan tersebut telah disertai bukti pengeluaran yang valid dan memadai.
5.
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
Kesimpulan dan Rekomendasi 1.
2.
Sekretaris Daerah belum menjalankan fungsi dan kewenangan secara optimal dalam pengendalian atas perencanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pengawasan keuangan Pemerintah Provinsi Lampung. Biro Perlengkapan dan Aset Sekretariat Daerah Provinsi Lampung belum tertib dalam penyusunan proses pembukuan dan pencatatan aset, serta tidak menjalankan prosedur berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam
25
LAPORAN UTAMA melakukan penanganan atas keterlambatan pekerjaan oleh pihak ketiga.
9.
10.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
26
Prosedur pencairan dana oleh Biro Keuangan Setda Prov. Lampung selaku BUD, dalam pelaksanaannya telah melemahkan fungsi SP2D yang mengakibatkan inefisiensi proses pemidahbukuan. Dalam beberapa hal kondisi tersebut terkait dengan lemahnya aplikasi SIPKD, kurangnya pengawasan terhadap aplikasi SP2D dan belum disempurnakannya sistem aplikasi dimaksud. Selanjutnya Biro Keuangan Setda Prov. Lampung belum melaksanakan penatausahaan belanja bagi hasil sebagaimana ketentuan yang berlaku, terkait dengan belum adanya Peraturan Gubernur Lampung tentang tata cara penghitungan dan penyaluran bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota. Penyusunan laporan keuangan PT. Wahana Raharja belum tertib, karena nilai penyertaan modal belum dapat disajikan secara wajar dan terdapat selisih antara laporan keuangan TA. 2012 dengan modal dasar perusahaan, serta belum terbitnya sertifikat saham sebagai bukti otentik kepemilikan perusahaan yang sah. Penatausahaan keuangan daerah oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung berjalan tidak tertib, karena dana yang dikelola oleh bendahara pengeluaran digunakan oleh PPTK tanpa pengendalian, dan lemahnya kesegeraan penanganan atas keterlambatan/kekurangan volume pekerjaan oleh pihak ketiga yang mengakibatkan kerugian daerah. Penatausahaan keuangan daerah oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan berjalan tidak tertib karena dana diberikan oleh Bendahara Pengeluaran digunakan dan dikelola oleh PPTK untuk keperluan masing-masing kegiatan tanpa pengendalian. Aplikasi pengelola PKB dan BBNKB oleh Dinas Pendapatan Daerah belum handal karena tidak dapat menyajikan informasi atas laporan keuangan secara akurat, serta belum tersedianya pedoman mengenai sistem informasi mengenai alur sistem, wewenang dan tanggung jawab user yang diberikan akses aplikasi. Proses penatausahaan barang oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) serta Dinas Humas dan Kominfo belum tertib karena tidak melaksanakan pencatatan buku persediaan dan kartu barang habis pakai.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Mekanisme penatausahaan asset tetap oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Pengairan dan Pemukiman, belum optimal sehingga mengakibatkan potensi penyalahgunaan asset, terkait dengan permasalahan proses pembukuan yang belum tertib, perbedaan data antara laporan keuangan dengan pencatatan jumlah unit asset, dan belum diterapkannya penomoran inventaris barang atas seluruh barang milik daerah di SKPD sebagaimana dimaksud. Prosedur penatalaksanaan dan penatausahaan keuangan yang oleh Dinas Bina Marga tidak tertib, sebagaimana mengemuka pada temuan 8 (delapan) SPM senilai Rp. 29.25.00.350,00 yang belum diterbitkan SP2D, serta lemahnya pengawasan dan kesegeraan atas penanganan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknik kontrak. Laporan penatausahaan asset tetap oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura belum tertib, ini dikarenakan terdapat perbedaan persediaan dengan hasil pemeriksaan berdasarkan stock opname. Penatausahaan asset tetap oleh Dinas Kesehatan belum sepenuhnya tertib, karena masih terdapat pencatatan barang milik daerah yang jumlahnya tidak sesuai dengan nilai inventaris. Pada bagian berikutnya, pengawasan dan kesegeraan atas penanganan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknik kontrak tidak optimal, terkait dengan lemahnya pengawasan dan pengendalian dalam penatausahaan keuangan daerah. Mekanisme penetapan bantuan sosial oleh Biro Bina Sosial tidak akurat, dan pelaksanaannya tidak diiringi dengan pengawasan secara memadai, sehingga terdapat perbedaan data yang cukup signifikan dalam realisasi dana bantuan kesejahteraan guru ngaji dan penghulu. Mekanisme penatausahaan asset tetap oleh Sekretaris DPRD belum tertib, karena belum seluruh barang inventaris diberi nomor dan terdapat perbedaan antara jumlah yang tercatat dengan jumlah barang yang ada. Pada bagian berikutnya, terdapat kelebihan pembayaran/ setor ke kas negara atas tunjangan PPh 21 bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Lampung, dan penetapan besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD yang tidak memperhatikan penilain harga. Penatausahaan keuangan daerah dalam penghitungan, penganggaran dalam APBD, pengajuan, dan penyaluran bantuan keuangan partai politik secara umum telah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian jajaran SKPD terkait yaitu: a. Penyusunan format laporan belum sesuai ketentuan yang berlaku; b. Kelebihan dan/atau kekurangan pertanggung jawaban penerimaan dan penggunaan dana bantuan; dan c. Penggunaan bantuan keuangan yang tidak sesuai dengan kriteria sebagaimana ketentuan perundang-undangan, dan kegiatan lainnya di luar ketentuan mengenai penggunaan dana bantuan. Penanganan permasalahan kerugian daerah, menghadapi
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
LAPORAN UTAMA kendala in-optimalisasi pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan Majelis Pertimbangan TP-TGR dalam penyelesaian kerugian daerah, serta implementasi penyelesaian TP-TGR yang belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara umum, kondisi tersebut terefleksi pada: a. Majelis Pertimbangan TP-TGR belum pernah melaporkan secara resmi, data mengenai inventarisasi kerugian daerah berdasarkan hasil pemeriksaan oleh aparat pengawas fungsional kepada BPK RI; b. Penyelesaian kerugian daerah terhadap bendahara maupun pegawai bukan bendahara, sampai dengan batas akhir waktu pelunasan berdasarkan SKTJM dan SK Pembebanan berjalan lambat dan berlarutlarut; dan c. SKTJM dan SK Pembebanan tidak disertai jaminan yang cukup, sehingga pengembalian kerugian daerah tidak dapat diajukan melalui penjualan barang jaminan. Berkenaan dengan kesimpulan tersebut, direkomendasi kepada Gubernur Lampung untuk menginstruksikan jajaran SKPD, sebagai berikut: 1. Memberikan teguran tertulis kepada para Kepala SKPD, yang dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kurang memperhatikan kewajiban, tanggungjawab dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Menginstruksikan kepada Pimpinan SKPD untuk meningkatkan pengawasan manajemen kinerja yang dilakukan oleh tiap-tiap satker. 3. Sekretaris Daerah selaku pembina kepegawaian menginstruksikan kepada SKPD untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penatausahaan dan penatalaksanaan manajemen keuangan daerah, implementasi strategi manajemen kas, penatausahaan persediaan barang dan pencatatan buku persediaan serta barang habis pakai lainnya, serta menginstruksikan kepada Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Setda Prov. Lampung, untuk mengoptimalkan fungsi koordinasi di dalam proses penginputan data barang milik daerah serta lebih teliti dalam penyusunan laporan aset daerah. 4. Selanjutnya, memerintahkan kepada Sekretaris Daerah dalam kapasitas jabatan selaku Ketua TAPD untuk: a. memperbaiki sistem penganggaran belanja bagi hasil kepada Kabupaten/Kota sesuai pendapatan tahun berjalan sebagaimana ketentuan yang berlaku; b. segera membayar kewajiban/tunggakan belanja bagi hasil tahun-tahun sebelumnya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota; dan c. menginstruksikan Kepala Dinas Kehutanan untuk mengkoordinasikan pembentukan instansi pengelola bagi hasil penerimaan biaya alih fungsi lahan. 5. Berkaitan dengan pentingnya tertib administrasi dalam penatausahaan keuangan daerah, agar Kepala Biro Keuangan Setda Prov. Lampung: a. Segera berkoordinasi dengan jajaran SKPD terkait, dalam rangka penyusunan prosedur operasional standar tentang tata cara penghitungan dan penyaluran belanja bagi hasil provinsi kepada kabupaten/kota untuk ditetapkan sebagai Peraturan Gubernur; b. segera berkoordinasi dengan Dinas Pendapatan Daerah mengenai penyajian data
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
6.
7.
8.
piutang pajak yang valid dan akurat untuk menghindari potensi penyimpangan lebih lanjut; c. perkuatan kecermatan dan ketelitian atas penyaluran dana bantuan sosial; d. meningkatkan pengawasan terhadap aplikasi penerbitan SP2D, melaksanakan penerbitan SP2D dengan tertib, dan segera berkoordinasi dengan jajaran SKPD terkait dalam pengajuan usulan revisi Prosedur Operasional Standar tentang mekanisme pencairan SP2D uang persediaan, ganti rugi, tambah uang dan langsung; dan e. pemantapan sistem pengawasan terhadap penatausahaan penyertaan modal pemerintah pada Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana ketentuan yang berlaku. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan serta Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, untuk meningkatkan pengawasan dan kendali atas penatalaksanaan tugas PPTK sebagai pengendali teknis kegiatan dan memberikan teguran tertulis atas ketidaktertiban kinerja PPTK sebagaimana dimaksud, serta menginstruksikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan kewenangan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk menginstruksikan kepada PPK, PPTK, Pengawas Lapangan dan Konsultan Pengawas, untuk lebih cermat melaksanakan pengawasan fisik pekerjaan, segera menarik kelebihan pembayaran atas kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak, dan memberikan sanksi kepada rekanan pihak ke-3 yang dalam melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis kontrak. Kepala Dinas Pendapatan Daerah untuk segera berkoordinasi dengan jajaran SKPD terkait, dalam rangka perbaikan kehandalan data dan informasi atas penyajian data piutang pajak; melaksanakan pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan piutang pajak, pengelolaan tunggakan PKB dan BBNKB; serta mengusulkan perbaikan sistem aplikasi Samsat yang baik untuk menggantikan sistem aplikasi saat ini karena terdapat banyak kelemahan dan kekurangan. Selanjutnya, memerintahkan Dinas Pendapatan Daerah untuk melaksanakan sistem penerimaan secara langsung (on-line) dengan PT. Bank Lampung pada seluruh jajaran
27
LAPORAN UTAMA
9.
10.
11.
12.
13.
14.
28
Samsat, serta segera menertibkan sistem penyetoran PKB ke kas daerah. Mengingatkan Kepala Dinas Kesehatan, agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi: a. mempedomani ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan hibah atas barang milik daerah, dan meningkatkan pengawasan terhadap aset daerah; b. menekankan efisiensi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah; c. segera merevisi perjanjian kerjasama dengan PT. Askes (Persero) dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), terkait dengan realisasi pelayanan yang mengakibatkan pembayaran biaya operasional telah memboroskan keuangan daerah; dan d. Kepala Dinas Kesehatan menginstruksikan kepada PPK, PPTK, Pengawas Lapangan, dan Konsultan Pengawas untuk lebih cermat dalam pengawasan fisik pekerjaan, dan selanjutnya menginstruksikan kepada pengurus barang untuk melaksanakan penatausahaan asset daerah secara tertib dan melaporkan barang milik daerah yang berada di lingkup Dinas Kesehatan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Menugaskan kepada Kepala Dinas Kehutanan untuk segera berkoordinasi dengan jajaran SKPD terkait dalam rangka pembentukan instansi pengelola dan pembantu pengelola yang melaksanakan kewenangan menatausahakan dan penetapan bagi hasil penerimaan biaya alih fungsi lahan, serta penyusunan regulasi tentang implementasi hak kabupaten atas realisasi biaya alih fungsi lahan sebagaimana ketentuan perundangan yang berlaku. Menginstruksikan kepada Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman, serta Dinas Kelautan dan Perikanan agar meningkatkan pengawasan pengelolaan aset daerah; memperbaiki penatalaksanaan pencatatan dan pembukuan barang, serta rekap inventarisasi barang; dan melaporkan barang milik daerah yang berada dalam lingkup pengelolaan kepada SKPD terkait. Menginstruksikan Sekretaris DPRD Provinsi Lampung untuk mengingatkan Bendahara Pengeluaran, agar dalam pemungutan pajak memperhatikan ketentuan yang berlaku dan memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dikompensasikan dengan pembayaran pajak tahun berikutnya, serta menginstruksikan Pengelola Barang untuk memperbaiki kinerja manajemen asset daerah dan melaporkan barang milik daerah yang berada dalam lingkup pengelolaan kepada SKPD terkait. Menginstruksikan kepada Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman, agar memerintahkan PPK, PPTK, Pengawas Lapangan dan Konsultan Pengawas untuk lebih cermat melaksanakan pengawasan fisik pekerjaan, serta menugaskan kepada rekanan untuk mematuhi spesifikasi teknis dan melakukan langkah-langkah rekayasa teknik perkuatan terhadap struktur bangunan dalam pelaksanaan pekerjaan. Memberikan tugas kepada Kepala Biro Bina Sosial Setda Prov. Lampung untuk cermat, berhati-hati dan meningkatkan pengawasan dalam penatausahaan penyaluran dana bantuan sosial sebagaimana ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 15. Memerintahkan Kepala Dinas Pertanian agar mempedomani ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan hibah atas barang milik daerah. 16. Menginstruksikan Kepala Dinas Bina Marga agar menekankan kepada PPK, PPTK, Pengawas Lapangan, dan Konsultan Pengawas untuk lebih cermat melaksanakan pengawasan fisik pekerjaan dan segera menarik kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan. 17. Menginstruksikan kepada Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Daerah Setda Prov. Lampung, untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan, serta menekankan kepada PPK, PPTK, Pengawas Lapangan, dan Konsultan Pengawas untuk lebih cermat dalam melaksanakan pengawasan fisik pekerjaan dan segera menarik kelebihan pembayaran dan/atau denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana ketentuan yang berlaku. 18. Inspektorat Daerah, Biro Keuangan dan jajaran SKPD terkait lainnya, melaksanakan pemantauan secara berkala terhadap pelaksanaan penatausahaan keuangan daerah, dalam rangka optimalisasi pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan keuangan daerah. 19. Memerintahkan kepada para Kepala SKPD, untuk melengkapi nilai persediaan pada neraca keuangan berdasarkan stock opname, sehingga LKPD Pemerintah Provinsi Lampung dapat diyakini secara memadai, dan manajemen pengelolaan serta penyajian laporan dilaksanakan secara tertib. 20. Dalam rangka pemantapan implementasi penatausahaan sistem keuangan daerah, dipandang perlu pembenahan berbagai produk perundang-undangan daerah yang berkaitan dengan organisasi, tata kerja, serta rincian tugas dan fungsi SKPD yang terkait dengan implementasi penatausahaan keuangan daerah, agar dapat mengakomodasi kedudukan, tanggungjawab, kewajiban, wewenang, dan alur koordinasi masing-masing pihak dalam pengelolaan keuangan daerah secara terpadu, transparan dan akuntabel. 21. Mengingat pentingnya pemantapan mekanisme dan prosedur penatausahaan keuangan daerah, sehingga
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
LAPORAN UTAMA
22.
23.
24.
25.
mencakup seluruh tahapan manajemen keuangan, dipandang perlu perkuatan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur pelaksanaan hal tersebut hingga menjadi Peraturan Daerah (Perda), yaitu: a. Peraturan Gubernur Lampung Nomor. 9 Tahun 2010 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Lampung; b. Peraturan Gubernur Lampung Nomor. 26 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Pemerintah Provinsi Lampung; Mengingat pentingnya perkuatan daya dukung kelembagaan dalam penatausahaan aset tetap, diminta kepada Sekretaris Daerah agar memerintahkan kepada Kepala Biro Keuangan untuk menyusun kegiatan evaluasi serta penyempurnaan kebijakan akuntansi beserta peraturan pendukungnya sesuai dengan SAP, sehingga mengakomodasi kelemahan pada: Pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah; Prosedur penyusunan laporan keuangan yang andal, sehingga terdapat mekanisme yang dapat memastikan jumlah Kas di Bendahara Pengeluaran, dan jumlah Kas di Bendahara Pengeluaran dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya; Tata cara penilaian kualitas piutang yang memadai dalam implementasi penyertaan modal dan investasi non permanen; Sistem dan prosedur penyusunan laporan serta rekonsiliasi barang milik daerah dalam penyusunan buku inventaris; Kebijakan kapitalisasi atas pengeluaran-pengeluaran terkait aset tetap jalan, gedung dan bangunan; dan Kebijakan penyusutan aset tetap; Mengingat urgensi pemantapan pengelolaan keuangan daerah, hendaknya keberhasilan, kelemahan, dan kegagalan dalam penatausahaan keuangan daerah, agar menjadi tolak ukur penilaian terhadap prestasi dan capaian kinerja jajaran staff dan pimpinan SKPD dalam promosi dan mutasi jabatan secara objektif. Memerintahkan Kepala Badan Kesbang dan Politik Daerah Provinsi Lampung, untuk berperan aktif dalam implementasi fungsi fasilitasi dan supervisi atas penyiapan laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBD, sehingga tata laksana serta penatausahaan pertanggung jawaban atas pengeluaran dan penggunaan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud, dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka percepatan penyelesaian kasus kerugian negara/daerah, dipandang perlu upaya penanganan secara terukur yang meliputi: a. Menegur secara tertulis Majelis Pertimbangan TP TGR, untuk segera bertindak aktif dalam penanganan kasus kerugian daerah dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi penyelesaian kerugian daerag sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; b. Majelis Pertimbangan TP TGR segera memerintahkan Inspektorat dan Biro Keuangan untuk menginventarisasi kasus-kasus kerugian negara/daerah yang belum ditindaklanjuti ke dalam penerbitan SK Pembebanan dan penetapan Surat Keterangan Tang-
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
gungjawab Mutlak (SKTJM), untuk selanjutnya terhadap kasus kerugian daerah atas tanggungjawab bendahara agar diusulkan kepada BPK untuk diterbitkan SK Pembebanan; c. Segera menindaklanjuti proses TGR atas kerugian daerah berdasarkan hasil pemeriksaan aparat fungsional dan menginformasikannya kepada BPK –RI sebagaimana ketentuan peraturan undang-undangan yang berlaku; d. Perkuatan data, alur koordinasi bersama aparat pengawasan/pemeriksaan fungsional dan sistem informasi, dalam rangka pemantauan perkembangan tindaklanjut pelaksanaan TP – TGR di masing-masing SKPD; e. Mengeluarkan kasus yang telah dinyatakan selesai/lunas dari daftar kerugian daerah; f. Biro Hukum mengkoordinasikan kepada penegak hukum apabila terdapat unsur kesengajaan yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri/orang lain dalam kasus kerugian negara/daerah tersebut; g. Meningkatkan upaya penyelesaian beberapa kasus secara optimal, melalui penekanan terhadap penyelesaian kasus kerugian daerah yang telah melampaui batas akhir waktu, dan selanjutnya penyempurnaan SK Pembebanan agar menyertakan barang jaminan yang nilainya cukup disertai surat kuasa menjual. Selanjutnya, pada kasus yang telah diterbitkan SK Pembebanan agar teknis pengembalian dengan cara potong gaji sampai lunas; dan h. Mengupayakan pengeluaran kasus yang secara kemanusiaan tidak lagi memenuhi kelayakan dan/atau secara administratif tidak lagi layak dapat ditindaklanjuti. 26. Inspektorat Provinsi Lampung agar meningkatkan koordinasi, pengawasan dan pengendalian atas tindaklanjut LHP BPK oleh SKPD, serta menyampaikan laporan mengenai evaluasi perkembangan pelaksanaannya secara berkala kepada DPRD Provinsi Lampung. 27. Apabila sampai dengan tiga bulan setelah rekomendasi DPRD Provinsi Lampung atas LHP BPK ini disampaikan namun Pemerintah Provinsi Lampung tidak melaksanakan tindaklanjut atas hal-hal sebagaimana dimaksud, maka untuk menjadi perhatian kiranya perlu dipertimbangkan permintaan audit khusus dalam rangka penyelesaian lebih lanjut. (tim)
29
LAPORAN UTAMA
Tunjangan Rumah Dinas Dinilai Pemborosan Tunjangan rumah dinas bagi unsur pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Lampung sebanyak Rp1,82 miliar dinilai sebagai pemborosan. lasannya, ada perbedaan realisasi belanja tunjangan perumahan DPRD dan yang seharusnya dibayarkan. Penyebabnya, penetapan besaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD oleh gubernur tidak memperhatikan penilaian harga sewa rumah oleh appraisal. Demikian terungkap dalam laporan Panitia Khusus DPRD Lampung tentang pembahasan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan
A
Marwan Cik Asan
Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penghematan meski pada 2013 terdapat beberapa kenaikan harga. Begitu juga dengan keberadaan tim penilai (appraisal), tahun ini DPRD akan melibatkannya.
30
Nurhasanah
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Lampung tahun 2012 dalam Sidang Paripurna DPRD setempat, Selasa (23 Juli 2013). Nurhasanah, juru bicara Pansus LHP BPK, dalam Sidang Paripurna DPRD itu menuturkan, kondisi tersebut tidak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD pasal 20 ayat 1, 2, dan 3. “Selain itu, juga bertentangan dengan SE Mendagri No. 188.31/006/ BAKD tanggal 4 Januari 2006 tentang Tambahan Penjelasan terhadap PP No. 37/2005 tersebut,” jelasnya. Tidak hanya pemborosan tunjangan perumahan, Dewan pun telah menyebabkan kelebihan perhitungan dan penyetoran PPh pasal 21 atas pimpinan dan anggota DPRD. Besarannya mencapai Rp731,68 juta. “Kondisi ini disebabkan Sekretaris DPRD kurang melakukan pengawasan pemungutan pajak. Selain itu, bendahara pengeluaran turut dianggap lalai memungut pajak,” tukasnya. Hal tersebut tidak sesuai Undang-
Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan; Permendagri No. 21 Tahun 2007 pasal 17 ayat 1; dan pedoman perpajakan tentang Perhitungan PPh 21. Karena itu, lanjut dia, pansus berkesimpulan untuk tahun 2013, DPRD Lampung harus melakukan penghematan terkait biaya perawatan rumah dinas. Sementara itu, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penghematan meski pada 2013 terdapat beberapa kenaikan harga. Begitu juga dengan keberadaan tim penilai (appraisal), tahun ini DPRD akan melibatkannya. ’’Nantinya, besaran juga disesuaikan kajian,” ujarnya. Dilanjutkan Marwan, hal itu sebagai tindak lanjut evaluasi yang telah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Menurut dia, pihaknya mengapresiasi pengawasan yang telah dilakukan BPK RI. “Hasil evaluasi yang dilakukan akan menjadi landasan dalam penggunaan anggaran ke depan,” paparnya. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
WARTA
DPRD Aceh Pelajari Transmigrasi dan Terminal Agrobisnis DPRD Provinsi Aceh melakukan kunjungan kerja ke DPRD Provinsi Lampung untuk mempelajari program transmigrasi dan terminal agrobisnis.
etua Komisi A DPRD Aceh Adnan Bauransah menilai Daerah Lampung berhasil melaksanakan program transmigrasi dan terminal agroindustri. Sehingga layak menjadi tempat studi banding atau belajar bagi daerah lain. Untuk program transmigrasi, Adnan mengatakan Provinsi Lampung merupakan daerah penyalur transmigran terbanyak ke provinsi lain. Sampai saat ini, transmigran dari daerah ini mencapai 500 kepala keluarga dan yang mendaftar sebanyak 1.500 kepala keluarga. Sedang tentang terminal agroindustri, menurut dia, Provinsi Lampung berhasil menata dengan baik, bahkan sudah mulai go internasional. “Jadi kita harus meniru Lampung agar tidak tertinggal oleh daerah yang lain,” ujarnya, Selasa (2 Juli 2013). Politisi dari partai lokal, Partai Aceh, ini mengatakan ingin mempelajari tentang terminal agribisnis, tentang izin yang
K
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013
d i b e r i k a n Pemerintah Pusat kepada Lampung. “Dengan adanya perbedaan ini, kami bisa belajar untuk menjadi suatu daerah yang lebih baik,” katanya. Sementara Dendi RomaDonni Kaligis, anggota Komisi IV DPRD Provinsi Lampung, menyambut baik adanya rombongan DPRD Aceh. Ia menilai kunjungan tersebut bernilai positif untuk pembangunan yang ada di Lampung karena dipelajari orang luar. Selain itu, bisa memberikan masukan kepada pemda maupun DPRD terkait pembanguan infrastruktur, kepentingan sosial serta untuk kepentingan masyarakat. “Sangat senang dengan kunjungan ini, karena berdampak positif serta bisa menjalin persaudaraan antara DPRD Lampung dan DPRD Aceh,” kata Dendi. Dendi berharap bisa lebih banyak
lagi yang melakukan kunjungan ke Lampung untuk bertukar pikiran serta bisa bertukar pendapat tentang pembangunan di provinsi masing-masing. Pada bagian lain, Adnan Bauransah mengatakan, Lampung merupakan provinsi terahkhir setelah Sumatra Selatan yang mereka kunjungi. “Selain Sumsel dan sejumlah provinsi lainnya, Lampung menjadi provinsi terakhir yang kami kunjungi sebelum bertolak kembali ke Aceh,” ujarnya. (tim)
31
DPRD Provinsi Lampung Buka Puasa Bersama DPRD Provinsi Lampung mengadakan buka puasa bersama di Gedung DPRD setempat. Acara ini dihadiri Ketua DPRD Provinsi Lampung H. Marwan Cik Asan dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung Ir. H. Joko Umar Said. Juga hadir pada acara itu, para wakil rakyat, dan pegawai dilingkungan sekretariat DPRD Provinsi Lampung.
32
Mimbar Legislatif
EDISI JULI 2013