w w w.dprd-lampungprov.go.id EDISI MEI 2013
Jatah Raskin Naik Menjadi 20 Kg
Dokter Puskesmas akan Diberi Insentif
Pansus Waydadi Tunggu Pemprov
Perbaikan Jalan PanjangRajabasa Harus Fokus
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
1
Dari Redaksi
PERTANIAN BERKELANJUTAN umi Lampung Kayo Rayo. Ya, sejak lama daerah Lampung memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan menjadi penghasil utama sejumlah komoditas utama di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Di sektor pertanian tanaman pangan, Lampung memiliki ribuan hektare sawah di berbagai wilayah pedesaan. Dengan dukungan jaringan irigasi yang baik, areal sawah itu dibudidayakan secara intensif, rata-rata dua kali musim tanam dalam satu tahun. Karena itulah, Lampung akhirnya sukses menjadi sentra utama penghasil padi, menjadi lumbung pangan nasional. Begitu juga dengan komoditas daging. Kita masih ingat, beberapa tahun silam. Ribuan ekor sapi dikirim ke luar daerah untuk memenuhi kebutuhan daging. Lampung pun dikenal sebagai daerah penghasil daging sapi potong yang tidak hanya untuk konsumsi sendiri, tetapi juga memasok kebutuhan daging di daerah lain, terutama Jakarta dan sekitarnya. Di sektor perkebunan, ada yang bisa dibanggakan warga Lampung, yaitu sebagai penghasil gula. Ini membanggakan bukan sekadar mampu menghasilkan ratusan ribu ton yang dihasilkan setiap tahun. Tetapi juga karena daerah ini sukses pengembangan industri gula dengan memanfaatkan lahan kering sebagai penghasil tebu sebagai bahan baku gula. Kebanggaan Lampung yang sebenarnya sudah melekat sejak lama adalah sebagai penghasil kopi. Komoditas ini dikenal sejak Indonesia belum merdeka. Nikmatnya kopi robusta yang ditanam petani Lampung, menjadikan daerah ini dikenal para penikmati kopi sampai manca negara. Pertanyaannya sekarang, masihkah komoditas itu menjadi kebanggakan yang patut dibanggakan? Tentu, semua masih ingat, dalam beberapa waktu terakhir, sering terjadi kiris pangan. Beras, misalnya. Seringkali harganya melonjak tinggi akibat produksi beras dalam negeri tak mencukupi sehingga harus mengimpor dari negara lain. Hal yang sama juga terjadi dengan komoditas daging, yang hingga kini belum juga tuntas penyelesaiannya. Di tengah situasi seperti itu, tiba-tiba dikejutkan dengan kabar bahwa biji kopi kita ditolak Jepang. Kemudian, kabarnya, juga diikuti oleh Amerika Serikat. Alasannya, produk kopi Lampung tidak memenuhi standar, karena kandungan bahan kimiannya melebihi batas minimal yang diizinkan negara bersangkutan. Kabar baiknya, Pemerintah Provinsi bersama DPRD Lampung sedang menggodok peraturan tentang lahan pertanian berkelanjutan. Menyusutnya lahan produktif untuk usaha pertanian, menjadi salah satu alasan
B
DITERBITKAN OLEH Sekretariat DPRD Provinsi Lampung PELINDUNG Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P Wakil Gubernur Lampung Ir.M.S.Joko Umar Said,M.M. PEMBINA Pimpinan DPRD Provinsi Lampung Ir. Hi. MARWAN CIK ASAN, MM Hj. NURHASANAH, SH, MH Ir. H. INDRA ISMAIL, MM Ir. H, HANTONI HASAN, M.Si. PENASEHAT Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Ir.Barliang Tihang, M.M PENANGGUNG JAWAB Sekretaris DPRD Provinsi Lampung Hi. Sudarno Eddi, SH,MH PIMPINAN REDAKSI Kabag Perundang-undangan Hi. Zulfikar, SH, MH DEWAN REDAKSI Kabag Umum Drs. Hi. Tibransyah, MM Kabag Keuangan Tina Malinda, S. Sos, MM Kabag Persidangan Zurizal, M.Sc. Kasubbag Humas dan Protokol Edy Nefo Irianto, S.Sos, MM Kasubbag Publikasi Produk Hukum Jamaluddin BP, S.Sos REDAKTUR PELAKSANA Kasubbag Dokumentasi, Informasi & Perpustakaan Cakrawala Oemar. STAF TATA USAHA Dra. Neli Yuniar ALAMAT REDAKSI Gedung DPRD Provinsi Lampung Jl. Wolter Monginsidi No. 69 Telukbetung Telp. (0721) 481166 Fax (0721) 482166 Web Site : www.dprd-lampungprov.go.id
2
akan dilahirkannya peraturan itu. Untuk itu, pemerintah akan memberikan insentif kepada petani, seperti bantuan pupuk, bibit, dan obat-obatan pertanian. Cara ini diharapkan bisa menarik minat petani untuk tetap setia pada profesinya dengan tidak mengalihfungsikan lahan pertaniannya untuk keperluan nonpertanian. Cukup? Tentu, tidak! Memberikan insentif biaya sarana produksi, baru menyentuh satu sisi persoalan klasik petani kita. Yaitu, lemahnya kemampuan modal petani untuk biaya pengadaan sarana produksi. Sementara persoalan besar yang dihadapi petani ialah jaminan harga yang menguntungkan komoditas saat panen. Yang selalu terjadi, harga produk pertanian anjlok saat panen. Akibatnya, petani rugi. Masih untung jika tidak terjerat utang modal yang diperoleh dari pinjaman. Dengan kondisi seperti itu maka wajar jika petani kapok bertani dan mencari usaha lain. Desakan kebutuhan membuat petani tak lagi bisa mempertahankan lahan pertanian. Dan, lahan itu pun berubah menjadi pabrik, properti, dan usaha lain yang menguntungkan. Karena itu, kita berharap, peraturan tentang Lahan Pertanian Bekelanjutan yang kini masih dalam proses, bisa menyentuh seluruh aspek yang menjadikan usaha pertanian terlindungi dan menguntungkan petani. Dengan demikian, tentu para petani bergairah dengan usaha taninya. Bahkan, tidak mustahil akan menarik minat masyarakat dari profesi lain untuk menjadi petani. Sehingga harapan untuk lahan pertanian berkelanjutan, bukan lagi mengejar mimpi. Redaksi.
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA
SE Kemendagri: Pilgub Lampung pada 2013
Polemik berlarut-larut tentang jadwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur (pilgub) Lampung akhirnya terjawab. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan surat edaran (SE) mengenai pelaksanaan pilgub di Lampung pada tahun 2013. E itu bernomor 270/2305/SJ, tertanggal 6 Mei 2013, perihal pelaksanaan pilkada pada tahun 2013. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Senin (6/ 5/2013), menyatakan sudah mengirimkan SE itu ke 43 daerah yang memiliki jadwal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) berbenturan dengan pemilihan umum (Pemilu) tahun 2014. Menurut Gamawan, SE tersebut akan memudahkan pemerintah daerah
S
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
(pemda) setempat mengalokasikan anggaran pilkada dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Sudah saya kirim edarannya ke 43 daerah, termasuk Provinsi Lampung. Itu sekaligus pedoman bagi penyelenggaraan pilkada,” kata Gamawan seusai acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Kemendagri dan Gubernur Bank Indonesia terkait penggunaan data kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Jakarta. Gamawan mengungkapkan, SE
tersebut pada prinsipnya menyebutkan bahwa pemda bisa menyesuaikan dengan Pasal 86 ayat 1 UndangUndang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan, pilkada dilaksanakan selambat-lambatnya satu bulan sebelumnya masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah berakhir. “Jadi kalau Lampung sudah siap, ya silakan,” ujarnya. Juru Bicara Kemendagri Reydonizar Moenoek juga memastikan, Kemendagri
3
LAPORAN UTAMA sudah mengirim SE tersebut ke 43 daerah, termasuk Pemprov Lampung pada Senin (6/5/2013). SE itu intinya menyebutkan, bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2014 sebanyak 43 daerah, maka pilkadanya dipercepat pada tahun 2013 agar tidak mengganggu pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Reydonizar menjelaskan, pilkada memungkinkan dilaksanakan pada tahun 2013 apabila masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah di wilayah tersebut berakhir pada tahun 2014. Ini merujuk Pasal 86 ayat 1 UU 32/2004. “Namun demikian, pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih tetap harus menunggu sampai berakhirnya masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah (yang lama) pada tahun 2014,” katanya.
Wakil Ketua DPD Demokrat Lampung menambahkan, besarnya anggaran pilgub yang hampir mencapai Rp 200 miliar memungkinkan juga menggunakan dana Silpa yaitu Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) APBD 2013. Mengutip poin pertama dalam SE tersebut, Reydonizar menambahkan, bagi KPU provinsi dan kabupaten/kota yang telah menjadwalkan dan telah siap melaksanakan pilkada serta pemda telah menyediakan anggaran pilkada untuk tahun 2013, maka dapat berpedoman pada Pasal 86 ayat 1 UU 32/ 2004. Menanggapi SE Kemendagri di atas, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Hasan mengatakan, prinsipnya legislatif siap melakukan pembahasan. “Kami akan melihat terlebih dahulu inisiasi surat yang dikirimkan Kemendagri,” katanya. Alasannya, DPRD Lampung melakukan pembahasan berdasarkan inisiasi eksekutif yakni Pemprov. “Sifatnya kita menunggu, Gubernur sebagai kuasa anggaran. Penganggarannya bisa melalui dua mekanisme. Mendahului anggaran atau dibahas pada APBD
4
Perubahan,” ujarnya. Wakil Ketua DPD Demokrat Lampung itu menambahkan, besarnya anggaran pilgub yang hampir mencapai Rp 200 miliar memungkinkan juga menggunakan dana Silpa yaitu Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) APBD 2013. Sementara Gubernur Lampung Sjachroedin ZP mengatakan, jika benar ada SE Kemendagri itu, ia akan mengikuti dengan menyiapkan anggaran pilgub. Sekarang lihat dulu anggarannya ada berapa dan kapan dibahas dalam APBD Perubahan. Menurut dia, pembahasan APBD Perubahan paling cepat pada Agustus-
September. “Kalau (anggaran pilgub) keluarnya September, apa bisa (pelaksanaan pilgub) Oktober?” katanya. Di tempat terpisah, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung Berlian Tihang mengaku, Pemprov belum menerima surat secara resmi dari Kemendagri. “Maka, Pilgub 2013 hanyalah sebatas wacana. Apalagi tidak ada hitam di atas putihnya. Sementara, Kemendagri pernah menandatangani kesepakatan Sheraton bersama Pemrov, DPRD, dan KPU yang menyepakati tak ada pilgub 2013,” kata Berlian. Menurut dia, jika pilgub dilaksanakan tahun ini, kemungkinan dijadwalkan pada APBD Perubahan. “Kita akan
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA ikuti presedur yang ada jika ada perintah pusat,” jelasnya, yang mengaku secara pribadi tidak ada persoalan, kapan pun pilgub dilaksanakan. Sementara Ketua KPU Lampung Nanang Trenggono menegaskan, pihaknya sudah berkoordinasi ulang dengan DPRD dan Pemprov untuk membahas anggaran Pilgub 2013. “KPU sudah berkoordinasi dengan Pemprov dan DPRD Lampung karena kita memang sudah tahu ada keputusan itu,” kata
Nanang Trenggono. Sesuai permintaan Komisi I DPRD Lampung beberapa waktu silam, Nanang mengatakan, untuk ketiga kalinya, Selasa (27/5/2013) lalu, pihaknya memberikan draf rincian anggaran Pilgub Lampung kepada Pemprov Lampung. Dalam draf tersebut, tidak ada perubahan, dengan perkiraan anggaran pilgub saru putaran Rp144 miliar dan Rp195 miliar untuk dua putaran. (tim)
DPRD Minta Pemprov Anggarkan Pilgub Pimpinan DPRD Provinsi Lampung segera meminta Gubernur Lampung untuk menganggarkan dana untuk pilgub. Namun, untuk itu diperlukan data lengkap antara lain hasil dengar pendapat Komisi I DPRD dengan Komisi Pemilihan Umum.
W
akil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung Hartato Lojaya mengatakan, Komisi I telah melakuan rapat dengar pendapat dengan KPU Lampung. Hasilnya, akan diserahkan kepada pimpinan DPRD Lampung untuk dijadikan bahan pengiriman surat kepada Gubernur. Karena itu, Hartato menjelaskan, selesai rapat dengar pendapat, Komisi I meminta KPU segera menyerahkan data terbaru pemilihan gubernur dan wakil gubernur Lampung. Data itu, akan menjadi patokan Komisi I untuk melapor kepada pimpinan DPRD Lampung. Selanjutnya, ia menjelaskan, pimpinan DPRD menyurati Gubernur Lampung untuk segera menganggarkan Pilgub Lampung. “Kita menunggu data dari KPU, baru bisa laporkan ke pimpinan DPRD,” katanya, Jumat (24/ 5/2013). Menurut dia, proses pembahasan anggaran dana pilgub tak hanya dilakukan oleh Komisi I. Tapi, juga melibatkan komisi terkait, seperti Komisi III dan Badan Anggaran DPRD Provinsi Lampung. Proses penganggarannya dimungkinkan untuk men-
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Hartato Lojaya
dahului anggaran atau masuk dalam APBD Perubahan 2013. Dua opsi itu nanti yang menjadi pertimbangan. Masih terkait dengan anggaran pilgub, Komisi III DPRD Lampung menggelar rapat dengar pendapat dengan Biro Keuangan Pemprov Lampung dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Lampung pada Kamis (30/
5/2013). Menurut Ketua Komisi III DPRD Lampung Ahmad Bastari, rapat itu digelar untuk mengetahui kondisi keuangan APBD 2013 dan dalam rangka penyusunan APBD Perubahan 2013. Sehingga bisa diperhitungkan, di mana pos anggaran pilgub dialokasikan. Kendati demikian, meskipun pilgub bisa dianggarkan dalam APBDP, Bastari memastikan tahapan pilgub kemungkinan besar mundur. Sebab, biasanya pengesahan APBDP dilaksanakan pada Agustus dan September. “Tapi, itu menurut saya. Sebab, kewenangan tahapan pilgub itu mundur atau tidak kan ada pada KPU,” ungkapnya. Semenrata itu, Ketua KPU Lampung Nanang Trenggono menyatakan siap memberi data yang dibutuhkan Komisi I. Meski secara keseluruhan besaran anggaran KPU Lampung masih belum berubah. Nanang juga sepakat, untuk penganggaran pilgub harus berani membuat langkah terobosan seperti mendahului tahun anggaran. “Mau nggak mau harus ada terobosan. Ini kata Komisi I. Jadinya besok akan menindaklanjuti,” ungkapnya. (tim)
5
LAPORAN UTAMA
APBD 2013 Defisit Rp707 M Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Lampung tahun anggaran (TA) 2013 mengalami defisit hingga Rp 707 miliar. Hal itu terungkap pada saat Komisi III DPRD Lampung menggelar rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Lampung dan Biro Keuangan Setda Lampung, Kamis (30/5/2013). etua Komisi III DPRD Provinsi Lampung Ahmad Bastari, didampingi dengan Sekretaris Komisi Tony Eka Chandra, dan sejumlah anggota Komisi III mengatakan, jumlah Rp 707 miliar tersebut belum termasuk usulan anggaran pilgub yang mencapai Rp195 miliar dengan opsi dua putaran. “Belum lagi biaya untuk Bawaslu, misalnya, biaya untuk pengawalan/ pengamanan. Jadi defisit kita itu kalau ditambah-tambahkan bisa mencapai Rp 900-an miliar,” kata Bastari di ruang rapat Komisi III Gedung DPRD Lampung. Oleh karena itu, Bastari mengatakan, pihaknya sudah meminta kepada Biro Keuangan untuk melakukan efisiensi. “Pos mana yang bisa ditangguhkan dan lain sebagainya, mana yang bisa ditunda pembayarannya, mana yang bisa dipangkas harus dipangkas,” ujarnya. Menurut Bastari, Komisi III DPRD beserta Dispenda dan Biro Keuangan telah sepakat, APBD 2013 ini harus direvisi. Harus ada perubahan dan harus ada pos-pos yang dikurangi untuk menutupi defisit tersebut. Bastari juga pesimistis jika pengalihan aset Waydadi bisa menjadi salah satu sumber pendapatan. “Hampir tidak mungkin bahwa
K
6
salah satu sumber pandapatan yang bersumber dari pengalihan aset Waydadi yang mencapai Rp337 miliar. Ini harus kita keluarkan. Karena tidak mungkin. Jadi tidak kita masukkan dalam asumsi APBD Perubahan. Saya kira itu gambarannya,” jelasnya. Di sisi lain, Komisi III juga meminta kepada Dispenda Lampung, sebagai koordinator dalam hal penarikan dan pengumpulan pendapatan daerah, untuk bekerja lebih aktif lagi mencari sumber-sumber pendapatan dari berbagai sektor dari semua satuan kerja. Pada kesempatan lain, Kementerian Dalam Negeri menilai, defisit anggaran bukan alasan untuk tidak memasukkan anggaran pemilihan gubernur Lampung dalamAPBD Perubahan 2013. “Saya tegaskan, tidak ada hubungan penyelenggaraan pilkada dengan defisit anggaran. Defisit itu hanya perlakuan akuntansi, dia masih kas modifikasi dan bukan actual basic selama tidak melampaui 3,5 persen,” ujar Staf Ahli Mendagri Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga Kemendagri Reydonnizar Moenek. Menurut Donny –sapaan Reydonnizar Moenek, semua anggaran
itu pasti defisit, baik APBD maupun APBN, bila tidak dikelola dengan baik. Kemendagri menyarankan suatu manajemen anggaran yang baik dengan melakukan penghematan dan mengefisiensi anggaran untuk pos-pos tertentu. “Kan bisa dengan cara penghematan. Anggaran untuk beberapa pos diefisiensi untuk disumbangkan ke anggaran pilkada. Belanja pilkada yang diutamakan karena tidak ada alasan untuk tidak tersedia dana pilkada sesuai aturan perundang-undangan dan Permendagri. Pangkas anggaran yang tidak perlu,” ucapnya. Bahkan, lanjut Donny, bila Pemprov tetap kukuh tidak menyediakan anggaran karena defisit, masih ada cara lain yang bisa ditempuh. Seperti sebelumnya, dia menyarankan untuk menggunakan dana Silpa 2012. Donny memastikan, dana Silpa itu ada dan tersedia sehingga bisa untuk membiayai pelaksanaan Pilgub Lampung tahun ini. “Ya pasti ada. Dana itu tersedia tidak hanya di Lampung, tapi seluruh tanah air. Itu juga kan bisa menjadi dana cadangan. Bagaimana kalau Lampung terkena bencana bila tidak ada anggaran itu? Karena itu, saya pastikan dana tersebut ada,” ucapnya. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA
DPRD Sahkan 10 Raperda DPRD Provinsi Lampung mengesahkan 10 rancangan peraturan daerah (Raperda) menjadi peraturan daerah (Perda). Termasuk raperda untuk pembangunan kota baru pusat Pemerintah Provinsi Lampung di Jatiagung, Lampung Selatan.
esepuluh raperda itu disahkan pada Rapat Paripurna DPRD Lampung, Kamis (2/5/2013). Sidang dipimpin Wakil Ketua DPRD Lampung Hantoni Hasan. Dihadiri Wakil Gubernur Lampung M.S. Joko Umar Said dan sejumlah anggota dewan. Perda yang disahkan itu antara lain, Perda Pembangunan Kota Baru, Perda Penyelenggaraan Kegiatan Minyak dan Gas Bumi, Perda Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, Perda Kelembagaan Masyarakat Adat Lampung. Selanjutnya, Perda Organisasi dan Tata Kerja Jajaran Satuan Perangkat Daerah Dilingkungan Pemprov Lampung, Perda Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain, Perda Organisasi dan
K
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Provinsi Lampung, Perda Tatakerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan daerah dan Lembaga Tekhnis dan Perda Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Daerah DPRD Lampung. Dengan disahkan raperda Kota Baru Jati Agung Lampung Selatan menjadi perda, maka pembangunan fasilitas untuk pusat pemerintahan provinsi Lampung bisa dilanjutkan. Pembangunan kota itu sempat tertunda dan membuat pembangunan sebelumnya terbengkalai. Ketua Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung Farouk Danial mengatakan, setelah raperda Kota Baru disahkan menjadi perda, Pemerintah Provinsi Lampung diminta segera menyelesaikan seluruh persoalan yang
menghambat pembangunan pusat Pemerintahan Provinsi Lampung itu. Mulai menyelesaikan ganti rugi lahan, tapal batas, hingga aspek legalitas dan perizinan. “Pemprov harus segera menyelesaikan semua persoalan itu. Jika tidak, pembangunan ini bisa terhambat lagi,” kata Farouk. Sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor S.361/ Menhut VII/ 2012 batas penyelesaian semua persoalan tersebut paling lambat selama dua tahun. Hal itu dilakukan agar terhindar dari permasalahan hukum yang kemungkinan akan terjadi dikemudian hari. “Selama dua tahun semuanya harus selesai. Karena jika tidak bisa saja ada implikasi hukum didalamnya,” tegas politisi Gerindra itu. (tim)
7
LAPORAN UTAMA
Laporan Badan Legislasi atas Hasil Pembahasan Raperda tentang
Pembangunan Kota Baru Lampung • Disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi Lampung Pembicaraan Tingkat II Rabu, 30 April 2013
ebagai pelaksanaan fungsi legislasi atau kekuasaan membentuk peraturan daerah yang dimiliki oleh DPRD sebagaimana amanat ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD juncto Pasal 4 Peraturan DPRD Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib, maka Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung mengusulkan Raperda Provinsi Lampung, tentang Pembangunan Kota Baru Lampung. Raperda prakarsa Badan Legislasi DPRD tersebut yang sebelumnya direncanakan berjudul “Percepatan Pembangunan Kota Baru Lampung sebagai Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung� telah melalui proses pembahasan dan penelaahan mendalam dalam rangka penyempurnaan draf (tata naskah dan substansi) raperda di tingkat Panitia Khusus, bersama SKPD teknis terkait serta telah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi
S
8
bersama Biro Hukum, sehingga nantinya diharapkan raperda dimaksud dapat berhasil guna dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagaimana dimaklumi bahwa pembangunan kota baru Lampung merupakan salah satu program prioritas unggulan Pemerintah Provinsi Lampung sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas di Kota Bandarlampung, yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009-2029. Sebagai pemegang amanat pelaksana pemerintahan daerah bersama Gubernur Lampung maka DPRD Provinsi Lampung melalui Badan Legislasi mengajukan raperda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung, sebagai salah satu bentuk dukungan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, pembangunan, dan pemberian palayanan
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA kepada masyarakat, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut. 1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung, disebutkan bahwa pusat pemerintahan, pusat bisnis/perniagaan yang sekaligus pusat keramaian Provinsi Lampung berkedudukan di wilayah Tanjungkarang-Telukbetung, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1983 penyebutan Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung diganti menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandarlampung, dan selanjutnya sejak Tahun 1999 berubah menjadi Kota Bandarlampung; 2. Kota Bandarlampung secara geografis memiliki letak yang strategis, karena Kota Bandarlampung memiliki peran penting dalam jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera maupun sebaliknya; 3. Kota Bandarlampung dengan wilayah seluas 192,96 km² memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Upaya peningkatan potensi daerah terus dilakukan dengan peningkatan pendapatan asli daerah yang dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan yang lebih terpadu dan terarah agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Perkembangan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat, sebagian dilakukan dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi sebagai terobosan terhadap tatanan yang ada untuk mempercepat tercapainya pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta persiapan menghadapi era globalisasi; 4. Dalam perkembangannya, sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor, wilayah Kota Bandarlampung sebagai wilayah perkotaan Provinsi Lampung saat ini dipandang sudah sangat padat, oleh karena itu keinginan Pemerintah Provinsi Lampung untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka mengurangi kepadatan di pusat kota, perlu didukung dengan penerbitan sebuah peraturan daerah; 5. Salah satu upaya Pemerintah Provinsi Lampung yang perlu segera dilakukan adalah memindahkan pusat pemerintahan melalui pembangunan kota baru Lampung sebagai pengembangan wilayah pusat perkantoran/ pemerintahan provinsi dan instansi vertikal, sekaligus sebagai wilayah pengembangan pendidikan. Nantinya diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap pengembangan kawasan permukiman, pusat perekonomian dan usaha/ perdagangan serta fasilitas pelayanan publik lainnya, yang semula terkonsentrasi di wilayah Kota
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Bandarlampung, dipindahkan ke wilayah Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009-2029; 6. Pengembangan Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Provinsi Lampung pada umumnya dan di wilayah Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan pada khususnya, sehingga pelaksanaan pembangunannya merupakan prioritas daerah. Selain itu, tujuan dilakukannya pembangunan kota baru Lampung sebagai pengembangan pusat pemerintahan yang baru, antara lain: a. memaksimalkan penataan pembangunan di Bandarlampung pada umumnya dan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan sebagai wilayah penyangga perkotaan pada khususnya; b. memudahkan pelaksanaan koordinasi antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan instansi vertikal terkait lainnya dalam satu kawasan pemerintahan yang terintegrasi; c. membuka peluang investasi sekaligus untuk menekan angka pengangguran; dan d. sebagai solusi untuk mengatasi kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas di Kota Bandarlampung. Selain itu, dibentuknya peraturan daerah ini bertujuan agar pelaksanaan program pembangunan unggulan Provinsi Lampung pada umumnya dan pembangunan kota baru Lampung pada khususnya dapat memberikan kepastian hukum dan jaminan pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan dengan dukungan alokasi anggaran yang memadai oleh Pemerintah Provinsi Lampung.
9
LAPORAN UTAMA 1. Jadwal Pembahasan: Pembahasan Raperda Usul Inisiatif Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah pada tanggal 3 Januari 2012, yang semula diberikan batasan waktu pembahasan dari tanggal 11 Januari 2012 sampai dengan tanggal 21 September 2012. Namun demikian dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap lahan kota baru yang memanfaatkan sebagian areal kawasan hutan produksi tetap Gedongwani Register 40 Kabupaten Lampung Selatan, maka pemanfaatan terhadap areal dimaksud harus mendapatkan izin prinsip tukar-menukar kawasan hutan terlebih dahulu dari Pemerintah cq. Menteri Kehutanan RI. Dengan pertimbangan tersebut maka melalui surat Ketua Badan Legislasi DPRD Nomor 041/Balegda/12.01/ 2012 tanggal 11 Juni 2012 perihal Penambahan Waktu Pembahasan Raperda Usul Inisiatif Banlegda, termasuk Raperda Pembangunan Kota Baru Lampung, dan telah diputuskan dalam rapat pimpinan bersama-sama dengan ketua-ketua pansus pembahasan raperda pada tanggal 16 Juli 2012 telah disetujui untuk ditunda sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Setelah melalui rapat-rapat pembahasan yang cukup panjang serta dalam rangka antisipasi terhadap kemungkinan terdapat permasalahan hukum di kemudian hari terkait dengan pemanfaatan sebagian kawasan yang masih merupakan kawasan hutan produksi tetap, Pansus mengambil sikap untuk memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada Pemerintah Provinsi Lampung untuk memenuhi persyaratan administrasi dan/atau persyaratan teknis berdasarkan ketentuan perundang-undangan sampai dengan diterbitkannya persetujuan prinsip tukarmenukar kawasan hutan atas nama Gubernur Lampung untuk relokasi pusat pemerintahan dimaksud oleh Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan RI sesuai dengan Surat Menteri Kehutanan RI Nomor S.361/Menhut-VII/ 2012 pada tanggal 23 Agustus 2012. Berdasarkan persetujuan prinsip yang telah dikeluarkan tersebut dan setelah mempertimbangkan hasil pemantauan langsung ke lapangan, maka selama itu pula Pansus sepakat untuk melanjutkan kembali pembahasan-pembahasan lanjutan guna menyempurnakan substansi raperda dan mendorong agar raperda ini segera dijadwalkan pengesahannya. 2. Proses Pembahasan: Dalam rangka penyempurnaan substansi Raperda
10
Pembangunan Kota Baru Lampung, telah diagendakan beberapa kali rapat pembahasan, baik bersama SKPD terkait dan/atau pemangku kepentingan lainnya, antara lain Bappeda Provinsi Lampung yang bertanggung jawab terhadap pembuatan rencana induk (masterplan) pengembangan lahan kota baru; Dinas Bina Marga serta Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan infrastruktur jalan, jembatan, dan bangunan kantor pemerintahan; Dinas Kehutanan Provinsi Lampung yang bertanggung jawab terhadap pengurusan izin prinsip tukar-menukar dan izin dispensasi melaksanakan pembangunan; Biro Perlengkapan dan Aset Daerah serta Badan Pengelola Kota Baru Lampung yang bertanggung jawab secara adminsitrasi dan teknis penertiban penggarap dan perambah lahan; Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung, serta Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Lampung, yang terkait dengan finalisasi substansi raperda dimaksud. Pelaksanaan rapat pembahasan juga telah dilaksanakan oleh Pansus bukan hanya dengan SKPD terkait sebagaimana tersebut di atas, melainkan juga mengikutsertakan 5 kepala desa sekitar yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan Produksi Tetap Gedong Wani Register 40, yakni Kepala Desa Purwotani, Kepala Desa Gedungagung, Kepala Desa Sinarrejeki, Kepala Desa Margodadi, dan Kepala Desa Sindanganom, yang terkait dengan pengamanan lahan yang akan dijadikan kota baru dimaksud. 3. Hasil Pembahasan: Sampai dengan berakhirnya pembahasan oleh Pansus, terdapat 2 hal pokok yang akan dilaporkan, yakni (1) perkembangan terhadap proses hukum tukar menukar kawasan hutan yang akan digunakan sebagai lahan pembangunan kota baru Lampung, dan (2) hasil finalisasi draf raperda. Proses hukum tukar menukar kawasan hutan sangat diperlukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA bagi Pemerintah Provinsi Lampung yang akan memanfaatkan lahan tersebut agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari, yang secara kronologis dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Gubernur Lampung telah membuat surat permohonan kepada Pemerintah cq. Menteri Kehutanan RI untuk mengalokasikan areal seluas sekitar 1.500 ha di sebagian Kawasan Hutan Produksi Gedongwani Register 40 untuk lokasi pembangunan kota baru Lampung sebagai relokasi Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung di Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan, melalui surat Gubernur Lampung Nomor 522.12/2098/III.16/2010 tanggal 20 Agustus 2010 perihal Penataan dan Penertiban Kawasan Hutan Produksi di Provinsi Lampung dan surat Gubernur Lampung Nomor 522.12/2708/ III.16/2010 tanggal 28 Oktober 2010 perihal Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan Produksi; b. Terbitnya Surat Menteri Kehutanan Nomor S.591/ Menhut-VII/2010 tanggal 16 November 2010 tentang Tanggapan Terhadap Usulan Gubernur Lampung Terkait Penataan dan Penertiban Kawasan Hutan Produksi Di Provinsi Lampung, dan menyatakan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 32/Menhut-II/2010 tanggal 29 Juli 2010, permohonan Gubernur Lampung dapat diproses melalui prosedur Tukar Menukar Kawasan Hutan dengan menyediakan areal kompensasi dengan ratio 1:1 (satu banding satu); c. Permohonan penggunaan sebagian Kawasan Hutan Produksi Gedongwani Register 40 untuk pembangunan kota baru Lampung telah mendapat rekomendasi dari Bupati Lampung Selatan sesuai dengan Surat Bupati Lampung Selatan Nomor 522/ 4644/III,11/2010 tanggal 20 Desember 2010 perihal Rekomendasi Tukar Menukar Kawasan Hutan, setelah memperhatikan kajian teknis Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan; d. Pemerintah Provinsi Lampung telah melengkapi dan menyampaikan persyaratan administrasi dan/atau persyaratan teknis yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan, melalui surat Gubernur Lampung Nomor 522.2/0631/ III.16/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan Produksi melalui Tukar Menukar dan surat Gubernur Lampung Nomor 522/2868/ III.16/2011 tanggal 26 September 2011 perihal Pemenuhan Persyaratan Tukar Menukar Kawasan Hutan; e. Di samping penyampaian persyaratan administrasi dan persyaratan teknis, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung juga telah melakukan beberapa kali konsultasi dan koordinasi ke Kementerian
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
f.
g.
Kehutanan RI dalam rangka percepatan penerbitan ijin prinsip tukar menukar kawasan hutan; Telah dialokasikan calon lahan pengganti berupa kawasan lahan basah/rawa air tawar di Kecamatan Pagardewa Kabupaten Tulangbawang Barat yang rencananya akan dikelola sebagai kawasan ekonomi yang berbasis konservasi dan Taman Wisata Alam sesuai dengan Rekomendasi Penjabat Bupati Tulangbawang Barat yang ditujukan masing-masing kepada Menteri Kehutanan RI sesuai dengan surat Nomor 590/649/I.07/TBB/2011 tanggal 10 Oktober 2011, dan surat yang ditujukan kepada Gubernur Lampung Nomor 132/251/I.01/ TBB/2011 tanggal 10 Oktober 2011 keduanya berperihal yang sama yakni Dukungan Pengembangan Lahan Rawa di Kabupaten Tulangbawang Barat; Sambil menunggu terbitnya Izin Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan, Gubernur Lampung telah mengajukan permohonan izin dispensasi untuk melaksanakan pembangunan kota baru Lampung
Farouk Danial, S.H., C.N.
11
LAPORAN UTAMA
h.
i.
j.
k.
l.
12
melalui surat Gubernur Lampung Nomor 522/ 0274.a/III.16/2012 tanggal 30 Januari 2012 dan surat Gubernur Lampung Nomor 522/0579/III.16/ 2012 tanggal 22 Februari 2012 perihal Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Kota Baru Lampung; Telah terbit Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 117/Menhut-II/2012 tanggal 23 Februari 2012 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pengkajian Lapangan dalam Rangka Tukar Menukar Kawasan Hutan atas nama Gubernur Lampung untuk Relokasi Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung dan pembangunan Terminal Agribisnis di Kabupaten Lampung Selatan; Telah terbit Surat Menteri Kehutanan Nomor S.361/ Menhut-VII/2012 tanggal 23 Agustus 2012 perihal Persetujuan Prinsip Tukar menukar Kawasan Hutan atas Nama Gubernur Lampung untuk Relokasi Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung, yang pada intinya dapat menyetujui lahan pengganti berupa kawasan lahan basah/rawa air tawar di Kecamatan Pagardewa Kabupaten Tulangbawang Barat; Sebagai tindak lanjut persetujuan prinsip tukar menukar lahan pengganti tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung dibebani kewajiban di antaranya menyerahkan lahan pengganti yang sudah tidak bermasalah di lapangan (de facto) serta sah menurut hukum (de jure) atau clear and clean yang nantinya akan dijadikan sebagai kawasan hutan kembali, dan berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2010, pelepasan hak atas tanah dari masyarakat/penggarap kepada Pemerintah Provinsi Lampung dilakukan proses pelepasan hak dengan memberikan kompensasi terhadap masyarakat/penggarap yang telah memanfaatkan lahan tersebut dengan pemberian sejumlah uang kerohiman/tali asih, sesuai dengan Akta Pelepasan Hak yang dibuat dihadapan Notaris Siti Agustina Sari, S.H., M.Kn. Nomor 02 Tanggal 5 Desember 2012; Bahwa sampai dengan saat ini, proses pelepasan hak atas tanah lahan pengganti yang telah dilepaskan kepada Pemerintah Provinsi Lampung seluas 1.611,60 ha telah dilakukan sesuai dengan Surat Keterangan yang dibuat oleh Notaris Siti Agustina Sari, S.H., M.Kn. Nomor 06/Not/S/IV/2013 pada tanggal 11 April 2013, yang dinyatakan bahwa terhadap lahan pengganti tersebut di atas tidak bermasalah di lapangan (de facto) dan sah menurut hukum (de jure) sehingga dapat dilakukan pendaftaran haknya dan dapat dilakukan proses tukar menukar dengan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia; Dengan telah dilaksanakannya beberapa tahapan, kewajiban dan/atau beberapa persyaratan administrasi maupun persyaratan teknis sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan prinsip Menteri
Kehutanan Nomor S.361/Menhut-VII/2012 serta dalam rangka tindak lanjutnya, Gubernur Lampung telah membuat laporan secara tertulis perkembangan (progress report) pelaksanaan tukar menukar lahan untuk pembangunan Kotabaru Lampung sekaligus permohonan proses penetapan oleh Pemerintah cq. Menteri Kehutanan, sebagaimana maksud surat Nomor 028/1041/10/2013 tanggal 18 April 2013 perihal Tindaklanjut Persetujuan Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan. Sepanjang proses hukum tukar menukar lahan pasca diterbitkannya persetujuan prinsip tukar menukar lahan pengganti dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dilaksanakan, maka Pansus segera menindaklanjutinya dengan melakukan kunjungan kerja langsung ke lokasi calon lahan pengganti pembangunan kota baru Lampung yang berada di Kampung Pagardewa Kabupaten Tulangbawang Barat tersebut untuk melihat langsung serta menyerap aspirasi masyarakat di lokasi dimaksud. Dari hasil kunjungan kerja tersebut, Pansus telah menerima penjelasan dari jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat, antara lain Camat Pagardewa serta Kepala Badan Perwakilan Kampung Pagardewa, sehingga diperoleh data sebagai berikut. bahwa benar lokasi calon lahan pengganti kawasan hutan untuk pembangunan kota baru Lampung terletak di Kecamatan Pagardewa Kabupaten Tulangbawang Barat berupa satu hamparan lahan basah/rawa seluas sekitar 3.200 ha; dan kawasan dimaksud berupa kawasan lahan basah/ rawa air tawar yang memiliki kekhasan sebagai ekosistem rawa air tawar dan merupakan daerah migrasi dan perkembangbiakan burung mancanegara maupun burung lokal serta berbagai lokasi reservat untuk perlindungan ikan air tawar lokal. Selain data/informasi tersebut di atas, Pansus juga menerima aspirasi masyarakat Kampung Pagardewa yang selama ini telah berdomisili di lahan sekitar lokasi calon lahan pengganti berada, antara lain: bahwa menanggapi rencana pemerintah baik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi Lampung) yang akan menjadikan tanah marga rawa pedukuhan milik masyarakat Kampung Pagardewa menjadi Taman Wisata Alam kategori nasional atau internasional, warga masyarakat Kampung Pagardewa mendukung sepanjang tidak menghilangkan hak kuasa tanah marga; rawa pedukuhan adalah peninggalan bersejarah dari leluhur warga masyarakat Kampung Pagardewa, sehingga tanah marga tersebut bukan milik perorangan melainkan milik bersama warga masyarakat Kampung Pagardewa; hak masyarakat yang sudah ada seperti lebak galian, hak atas tanah nyappah (lahan gambut) yang terletak di sepanjang tepi rawa, yang selama ini merupakan
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA
-
-
-
-
-
mata pencaharian masyarakat setempat tidak terganggu, bahkan mohon bantuan agar penghasilan dapat lebih meningkat; setiap bentuk kepedulian/kompensasi pemerintah daerah yang akan disampaikan atau diserahkan kepada masyarakat harus disampaikan secara langsung tanpa berwakil; segala bentuk pemberian bantuan, seperti pengadaan bibit, perawatan, dan pemeliharaan yang akan dilaksanakan di atas tanah rawa pedukuhan dimaksud agar melibatkan masyarakat secara langsung; makam para leluhur yang ada di seputaran Kampung Pagardewa agar dapat direnovasi sehingga dapat menarik perhatian wisatawan; apabila ditemukan barang-barang berharga berupa peninggalan sejarah Kerajaan Tulangbawang di atas rawa pedukuhan tersebut agar dapat disimpan dan dilestarikan, bila memungkinkan dibuatkan museum di Kampung Pagardewa; masyarakat Kampung Pagardewa mengharapkan kepada pemerintah untuk segera merealisasikan lampu penerangan melalui jaringan PLN dan membangun jembatan yang dapat menghubungkan Kampung Pagardewa dengan calon lahan Wisata Alam Pedukuhan Pagardewa; dan pintu gerbang untuk masuk lokasi Taman Wisata Alam Rawa Pedukuhan harus melalui Kampung Pagardewa.
Selanjutnya, pembahasan terhadap draf/substansi raperda menunjukkan bahwa pada saat pembahasan dilakukan pertama kali struktur raperda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung terdiri atas: Pembukaan Raperda, Konsiderans Menimbang dan Mengingat, Batang Tubuh yang terdiri atas 7 Bab dan 13 Pasal, berikut Penjelasan serta Lampiran berupa peta lokasi pembangunan kota baru Lampung. Setelah melalui beberapa kali pembahasan, diperoleh beberapa saran/masukan untuk kesempurnaan raperda tersebut sebagai berikut. 1. Struktur raperda berubah menjadi 8 Bab dan 14 Pasal, terdapat penambahan substansi, yaitu mengenai peruntukan pembangunan kota baru Lampung yang tidak hanya diperuntukkan bagi pusat pemerintahan/perkantoran dan pusat ekonomi, melainkan berfungsi pula untuk permukiman, pendidikan, dan ruang terbuka hijau sebagaimana digambarkan dalam rencana detail pembangunan kota baru Lampung dalam rencana induk (masterplan) yang dibuat tersendiri dalam sebuah dokumen dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari raperda ini; 2. Pembukaan Raperda: terdapat perubahan judul, yaitu menjadi “Pembangunan Kota Baru Lampung” dan tahun penetapan, yaitu tahun 2013; 3. Konsiderans “menimbang” huruf b, huruf c, dan
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
huruf d diubah guna menyesuaikan dengan perubahan judul raperda; 4. Dalam konsiderans “mengingat” semula berjumlah 16 dasar hukum, disesuaikan kembali menjadi 14 dasar hukum, dengan beberapa dasar hukum baru yang disisipkan pada nomor urut 1, 12, dan 13, yaitu: - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); - Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Lampung Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2007 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 314); dan - Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 333). 5. Frase “penetapan” diubah untuk disesuaikan dengan perubahan judul, sebagaimana uraian huruf b tersebut di atas; 6. Pada batang tubuh raperda terdapat beberapa perubahan, antara lain: Pada Bab I, Ketentuan Umun Pasal 1 terdapat perubahan narasi pada angka 5, selengkapnya berbunyi: Kota baru Lampung adalah wilayah yang akan dibangun sebagai pusat perkantoran/ pemerintahan Provinsi Lampung termasuk instansi vertikal, wilayah pengembangan pendidikan, termasuk kawasan permukiman, pusat perekonomian dan usaha/perdagangan dan fasilitas pelayanan publik lainnya yang terletak di Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan. 7. Rumusan yang menjelaskan skema pola pembiayaan tahun jamak (multi years) dan pengertian Bappeda dihapus. 8. Pada Bab II, Maksud dan Tujuan Pasal 2 dan Pasal 3 terdapat perubahan uraian pasal, dan selengkapnya Pasal 2 berbunyi: Pengaturan pembangunan kota baru Lampung dimaksudkan untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan pemindahan pusat perkantoran/pemerintahan daerah Provinsi Lampung termasuk instansi vertikal di wilayah Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan sebagai penyangga Kota Bandarlampung. Kemudian Pasal 3: Pembangunan kota baru Lampung bertujuan: a) mengurangi tingkat kepadatan penduduk dan lalu lintas di wilayah Tanjungkarang dan Telukbetung; b) mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Provinsi Lampung; c) memberikan kepastian dan perlindungan hukum investasi pem-
13
LAPORAN UTAMA bangunan kota baru Lampung; dan d) mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pembangunan kota baru Lampung di bidang infrakstruktur jalan, perumahan, sarana umum, dan tempat ibadah. 9. Pada Bab III, Fungsi Pasal 4 terdapat perubahan uraian pasal, selengkapnya Pasal 4 berbunyi: Pembangunan kota baru Lampung berfungsi sebagai: a) pengembangan pusat perkantoran pemerintahan Provinsi Lampung; b) pengembangan kawasan permukiman, pendidikan dan pelayanan publik yang terpadu dan berwawasan lingkungan; c) pengembangan pusat ekonomi dan perdagangan/ bisnis sebagai penunjang investasi; d) pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana penunjang pemerintahan, pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat; dan e) wilayah konservasi lingkungan. 10. Pada Bab IV, Lokasi Pasal 6 ayat (1) terdapat perubahan uraian pasal, selengkapnya Pasal 6 ayat (1) berbunyi: Lokasi wilayah pembangunan kota baru Lampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a) sebelah utara berbatasan dengan Desa Sinarrejeki dan Desa Purwotani, Kecamatan Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan; b) sebelah timur berbatasan dengan Desa Sindanganom, Kecamatan Waysekampung, Kabupaten Lampung Timur; c) sebelah selatan berbatasan dengan sungai Desa Margorejo dan Desa Gedungagung, Kecamatan Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan; dan d) sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumberjaya, Kecamatan Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan. 11. Disisipkan satu pasal baru, yakni Pasal 7 yang mengatur mengenai rencana induk (masterplan) sebagai sebuah dokumen yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari raperda ini, selengkapnya berbunyi: (1) Pelaksanaan pembangunan kota baru Lampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dituangkan dalam rencana induk (masterplan) pembangunan dan pengembangan kota baru Lampung. (2) Rencana induk (masterplan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini. (3) Rencana induk (masterplan) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur dan harus dikonsultasikan/ disetujui bersama DPRD terlebih dahulu. 12. Pada Bab V, Pembiayaan terdapat perubahan narasi Pasal 9 dan Pasal 10, sehingga selengkapnya berbunyi: Pasal 9: (1) Pembiayaan pelaksanaan pembangunan kota baru Lampung dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
14
serta dapat bekerja sama dengan pihak lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (2) Untuk pelaksanaan pembangunan kota baru Lampung, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Lampung menyusun program kegiatan dan menganggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran masing-masing sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. (3) Dalam hal pembangunan kota baru Lampung pembiayaannya berasal dari pihak lain, maka pelaksanaannya berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10: (1) Untuk menjamin percepatan pelaksanaan pembangunan sarana, prasarana dan infrastruktur penunjang di kotabaru Lampung, dialokasikan anggaran untuk pembiayaan kegiatan tersebut. (2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 13. Pada Penjelasan terdapat beberapa perubahan, antara lain: - Pada judul raperda terdapat perubahan guna menyesuaikan dengan terdapatnya perubahan judul raperda pada batang tubuh, dengan uraian sebagaimana huruf b) dan huruf e) tersebut di atas; - Pada Penjelasan Umum terdapat tambahan penamaan wilayah pengembangan pusat pemerintahan Provinsi Lampung yang semula disebut sebagai kawasan kota baru dan nantinya akan diubah dan diberikan nama sebagai Bandar Negara yang akan dimaksukkan dalam tata ruang Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. - Pada Penjelasan Umum juga terdapat tambahan penjelasan atas tanggapan Kementerian Kehutanan RI terhadap usulan Gubernur Lampung terkait penataan dan penertiban kawasan hutan produksi, yang mensyaratkan adanya persyaratan admnistrasi dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemerintah provinsi terutama terhadap prosedur tukar menukar kawasan hutan dengan menyediakan areal kompensasi di luar kawasan hutan yang dimohonkan dengan ratio 1:1, sampai dengan tambahan penjelasan atas telah diterbitkannya izin prinsip yang dikeluarkan oleh Pemerintah cq. Menteri Kehutanan RI. - Pada Penjelasan Pasal Demi Pasal terdapat perubahan narasi penjelasan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 12, selengkapnya berbunyi: Pasal 9, Ayat (1) Yang dimaksud bekerja sama dengan pihak lain adalah kerja sama yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung dengan pihak ketiga/badan usaha milik swasta dengan skema kerja sama berpedoman kepada ketentuan perundangundangan yang berlaku. Ayat (2) cukup jelas.
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
LAPORAN UTAMA Pasal 10, Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembangunan sarana dan prasarana pusat pemerintahan antara lain Kantor Pemerintah Provinsi Lampung, Kantor DPRD Provinsi Lampung, Masjid Raya, dan Rumah Adat Lampung. Yang dimaksud dengan infrastruktur penunjangnya antara lain jembatan, jalan dari dan menuju ke pusat pemerintahan, jaringan listrik, air, dan telekomunikasi. Ayat (2) cukup jelas. Pasal 12, Yang dimaksud dengan “persyaratan administrasi maupun teknis� adalah terpenuhinya semua persyaratan administrasi maupun teknis sebagaimana yang ditentukan dalam Surat Menteri Kehutanan RI Nomor S.361/Menhut-VII/2012 tanggal 23 Agustus 2012 perihal Persetujuan Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan atas Nama Gubernur Lampung untuk Relokasi Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung, termasuk lahan pengganti yang berada di Kecamatan Pagardewa, Kabupaten Tulangbawang Barat. Dari penjelasan tersebut di atas, bersama ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Raperda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung tersebut di atas merupakan implementasi terhadap pelaksanaan dari urusan wajib pemerintahan yang mengatur tentang pemanfaatan ruang di wilayah administrasi Provinsi Lampung, merupakan salah satu kewenangan yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung, untuk itu kami berpendapat kiranya dapat disetujui untuk dapat ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. 2. Pembentukan Raperda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung selain bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan keberlanjutan dalam pelaksanaan pembangunannya, secara substantif juga telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009-2029; 3. Apabila Raperda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung ini dapat disetujui untuk segera ditetapkan, maka kiranya segera disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk proses klarifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai dasar dalam pelaksanaannya lebih lanjut. Terdapat beberapa hal yang dapat direkomendasikan, antara lain: 1. Raperda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung kiranya dapat untuk disetujui dan diproses penetapannya menjadi Perda Provinsi Lampung melalui Keputusan DPRD Provinsi Lampung. 2. Rencana induk (masterplan) sebagai rencana detail dari pembangunan kota baru Lampung kiranya dapat
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
3.
4.
5.
segera untuk disusun dan diselesaikan oleh SKPD teknis terkait untuk dijadikan sebagai dokumen Raperda dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini, dituangkan dalam bentuk peraturan gubernur dan harus dikonsultasikan/disetujui bersama DPRD terlebih dahulu. Untuk itu kiranya SKPD terkait segera menyiapkan dan memprosesnya lebih lanjut paling lama 3 bulan sejak diundangkannya perda ini. Terhadap wacana bahwa di kemudian hari lokasi kota baru akan diubah namanya menjadi Pusat Pemerintahan Bandar Negara sekaligus penetapan keberadaan titik nol (0 km) di wilayah tersebut kita serahkan kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan agar nantinya diatur untuk kemudian dicantumkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Lampung Selatan karena hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah setempat. Kami berharap kiranya Gubernur atas nama Pemerintah Provinsi Lampung untuk dapat segera memenuhi aspek legalitas atas penggunaan lahan kota baru tersebut sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan dalam persetujuan prinsip yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI sebagaimana maksud surat persetujuan prinsip Menteri Kehutanan RI Nomor S.361/Menhut-VII/2012 tanggal 23 Agustus 2012, dan DPRD melalui Pimpinan DPRD dapat mengawasi agar pelaksanaan tahapan-tahapan, kewajiban dan/atau beberapa persyaratan administrasi maupun persyaratan teknis yang dipersyaratkan oleh Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan RI dimaksud terpenuhi, agar terhindar dari permasalahan hukum yang kemungkinan akan terjadi di kemudian hari. Hal-hal lainnya yang ternyata belum cukup diatur dalam Perda tentang Pembangunan Kota Baru Lampung ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. (Ketua Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung, Farouk Danial, S.H., C.N.) (tim)
15
AKTIVITAS H. Nurhasanah, S.H., M.H.
Setelah 3 Periode di DPRD, Kini Menuju Senayan Karier politik H. Nurhasanah, S.H, M.H. boleh dikata cemerlang. Pengalaman politisi PDI Perjuangan ini juga luar biasa. Selama tiga periode duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Provinsi Lampung, advokat yang juga aktivis yang memperjuangkan nasib kaum perempuan dan anak ini mengalami “angin badai” politik Lampung. ak heran jika Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung ini pada Pemilu 2014 mendatang mendapat tugas untuk maju menuju kursi DPR RI dari daerah pemilihan Lampung II. Oleh karenanya, sejak awal Januari 2013 lalu, di tengah-tengah kesibukannya, ia harus pandai membagi waktunya untuk melakukan silaturahmi ke berbagai daerah di Provinsi Lampung, hingga ke kampung-kampung, sekaligus untuk menyosialisasikan apa yang menjadi niat serta tugas dari partainya tersebut. Seperti yang dilakukan pada Selasa (28/5/2013), Nurhasanah mengunjungi masyarakat di Kecamatan Kalirejo, Lampung Tengah, didampingi Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Lampung Tengah, Bambang Suryadi, S.H, yang juga anggota DPRD Lampung Tengah. Kedatangan mereka disambut hangat oleh sejumlah warga perwakilan dari berbagai kampung di wilayah Kecamatan Kalirejo serta para kader PDI Perjuangan setempat. Suasana akrab dan bersahabat menghiasi pertemuan yang digelar di Balai Kampung Kalidadi Kecamatan Kalirejo, yang juga dihadiri oleh Uspika setempat. Mengawali sambutannya, Nurhasanah mengatakan pada prinsipnya silaturrahmi dan sosialisasi yang dilakukannya itu untuk saling mengenal dan saling mengetahui, terutama tentang pencalonannya menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Lampung II. “Saya mohon doa dan keikhlasan dari kader PDI Perjuangan dan masyarakat sehingga apa yang menjadi rencana dan niat kami dapat berjalan lancar. Saya juga mohon doa agar setiap langkah saya lancar, tidak menyimpang dari peraturan dan tidak tersangkut halhal yang negatif. Pada prinsipnya saya tidak akan diam, tetapi saya ingin berbuat dan mengisi pembangunan ini berama-sama,” katanya. Nurhasanah juga menyampaikan motivasinya maju ke DPR RI, selain ditugaskan oleh partainya juga karena
T
16
ingin terus berpartisipasi dalam pembangunan ini pada skala yang lebih besar atau luas (nasional). Sebab, banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain masalah yang sangat mendasar, yaitu infrastruktur jalan, di samping masalah pendidikan, kesehatan dan pertanian, yang menjadi fokus untuk terus dikawal. “Semua itu akan menjadi skala prioritas untuk dikawal, jika nanti saya dapat duduk di kursi DPR RI,” katanya. Nurhasanah yang mempunyai moto bahwa yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah itu, pada kesempatan itu juga menyampaikan sekilas riwayat hidupnya, baik di dunia politik maupun pekerjaannya. Diawali pada tahun 1996-2000, sebagai wakil Sekretaris DPD PDI P Provinsi Lampung, kemudian tahun 2000-2005 sebagai Bendahara DPD PDI P Provinsi Lampung, 2005-2010 sebagai Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung dan saat ini ia duduk sebagai anggota Departemen Pemerintahan Nasional DPP PDI Perjuangan. Pada awal reformasi, yaitu pada tahun 1999 –2004 untuk periode pertamanya, ia duduk di kursi DPRD Lampung dari Fraksi PDI Perjuangan mewakili Kabupaten Lampung Tengah. Tahun 2004 – 2009 kembali duduk di DPRD Lampung dari DP Lampung Timur dan tahun 2009–2014 kembali terpilih sebagai wakil ketua DPRD Provinsi Lampung. Pengalaman di dunia politik yang telah matang tersebut, menjadikan ia layak untuk maju menuju DPR RI dari dapil Lampung II, yang meliputi 7 kabupaten, yaitu Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Waykanan, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Mesuji. Mengingat luasnya daerah pilihannya tersebut, maka dalam kesempatan itu, Nurhasanah juga mohon keikhlasan kepada masyarakat jugs para kader PDI Perjuangan untuk membantu menyosialisasikan apa yang menjadi niatnya tersebut. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
AKTIVITAS
Mengkaji Raperda Pelayanan Informasi Publik Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung kini tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelayanan Informasi Publik. Diperkirakan, dalam satu kali pembahasan raperda ini dapat disahkan. ita sedang bahas dan dalami isi raperda. Tinggal satu kali pembahasan, dan mungkin bisa segera ditetapkan menjadi perda,” kata Anggota Badan Legialsi DPRD Provinsi Lampung Firman Yani, Jumat (17/5/2013). Raperda yang masuk melalui usulan Biro Hukum dan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Lampung tersebut merupakan peraturan penting dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang baik. Ia mengatakan implementasi raperda keterbukaan informasi publik itu akan membantu mewujudkan efisiensi dan efektivitas pelayanan informasi publik dalam birokrasi pemerintah. Ini tentunya membawa hal yang baik pula bagi masyarakat yang membutuhkan informasi. “Transparansi informasi ini maknanya termasuk transparansi anggaran. Tujuan utamanya mewujudkan good governance melalui APBD yang transparan, partisipatif, dan akuntabel,” ujarnya. Perda itu, lanjutnya, nantinya akan menjadi pedoman pelayanan informasi publik bagi instansi pemerintahan. Raperda ini sudah diusulkan sejak tahun 2012 dan sudah sempat dibahas dalam rapat Pansus bersama perwakilan masyarakat di Lampung. DPRD Lampung pun sempat melakukan studi banding ke beberapa daerah yang telah mengeluarkan perda ini. Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung Juniardi menyambut baik raperda itu. “Kita mendukung Banleg DPRD Lampung agar segera mengesahkan raperda tersebut, sehingga hal-hal yang menjadi kebingunan pemda dalam menerapkan regulasi internal dan panduan pelayanan informasi publik selama ini bisa segera terjawab,” ujarnya. Pada kesempatan terpisah, dalam pertemuan publik yang diselenggarakan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) di Jakarta, Selasa (15/5/2013), terungkap bahwa hak warga untuk mendapatkan informasi publik yang dilindungi peraturan perundangan di Indonesia sampai kini belum terpenuhi karena keterbukaan informasi
“
K
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
publik masih sebatas formalitas. Menurut Komisi Informasi Pusat Dono Prasetyo, bila indikator penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada badan publik adalah adanya pejabat pengelola informasi dan dokumen (PPID), semestinya informasi yang diminta masyarakat terlayani. Namun, kenyataannya, hak mendapatkan informasi bagi masyarakat belum terpenuhi. Untuk pembentukan PPID, dari 34 kementerian yang ada di Indonesia, baru 29 kementerian yang sudah memiliki PPID. Komisi Informasi di daerah pun baru terbentuk di 14 provinsi dari keseluruhan 33 provinsi di Indonesia. Sementara itu, hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dipaparkan Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto, di Jakarta, menunjukkan, komitmen badan-badan publik mengenai keterbukaan informasi, terutama menyangkut keuangan, masih rendah. Padahal Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah diberlakukan sejak dua tahun lalu. Riset dilakukan ICW terhadap badan-badan publik di lima daerah. Lima daerah itu meliputi Medan (Sumatera Utara), Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta, Makassar (Sulawesi Selatan), dan Denpasar (Bali). (tim)
17
WARTA
Jangan Gunakan Beras dari Luar untuk Raskin DPRD Provinsi Lampung meminta Perum Bulog Divre Lampung untuk tidak lagi mendatangkan beras untuk keluarga miskin (raskin) dari luar Lampung. Juga, tidak lagi mendistribusikan raskin yang tidak layak konsumsi. al tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPRD Lampung dan Bulog Divre Lampung, Rabu (29/5/2013). Ketua Komisi II Ahmad Junaidi Auli menyatakan kecewa atas kinerja Perum Bulog Lampung. Karena penyaluran raskin tidak layak konsumsi berulang kali terjadi dan tidak ada pembenahan. Untuk itu, ia mengharapkan Bulog menyalurkan raskin tidak dengan mendatangkan beras dari luar daerah, baik dari dalam negeri maupun impor. Kecuali dalam kondisi mendesak. Selain itu, beras yang disalurkan juga harus berkualitas baik dengan umur simpan yang tidak terlalu lama. Politisi PKS ini mewanti-wanti Bulog untuk tidak mendistribusikan raskin yang tidak layak konsumsi. Sisa 4.272 ton yang ada saat ini agar tidak didistribusikan meski telah di upgrade. Jika dimungkinkan, beras tidak layak konsumsi dikembalikan ke daerah asal atau Bulog Pusat. “Kalau Bulog tidak berani mengembalikan, maka kita (DPRD,red) dan pemprov yang akan menolak,” tegas Junaidi, seraya meminta Pemerintah provinsi Lampung bersikap tegas dengan masalah ini. Rekan sejawatnya di Komisi II DPRD Lampung, Donny Irawan meminta Bulog melakukan kontrol secara ketat terhadap raskin sebelum didistribusikan. Jika perlu, pengawasan dilakukan hingga per karung. “Jangan sampai kerja dua kali. Raskin sudah terlanjur didistribusikan, kemudian ditarik kembali karena ada masalah,” ucapnya. Sementara itu, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menilai apa yang dilakukan Bulog terkait dengan raskin, sangat menyedihkan. Selain
H
18
kualitas berasnya tidak layak konsumsi, juga kenapa harus mendatangkan beras dari Jombang, Jawa Timur. “Ini sungguh menyedihkan. Lampung sebagai lumbung beras Sumatera, tetapi justru mengapa beras jelek yang harus diberikan kepada rumah tangga miskin di daerah ini,” ujarnya. Melihat kinerja Bulog yang sering mengulang kesalahan dengan mendistribusikan raskin tidak layak konsumsi, anggota Komisi I DPRD Lampung Farouk Daniel mendorong Polda Lampung untuk mengungkap indikasi penyelewengan Bulog Lampung. “Tolong diteruskan permasalahnya apabila memiliki berkekuatan hukum dan terbukti alat buktinya. Dan bila tidak terbukti, tolong keluarkan surat penghentian pemeriksaan perkara (SP3) nya,” katanya. Selain dari kalangan Dewan, kekecewaan terhadap kinerja Bulog juga diungkapkan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP. Bahkan, gubernur segera membuat surat teguran kepada Bulog Lampung. “Kejadian ini sangat disesalkan karena kerap terjadi pada Bulog.
Pemerintah Provinsi Lampung akan segera mengambil langkah dengan membuat surat teguran bila hasil investigasi di lapangan benar,” kata Sjachroedin. Menurut dia, seharusnya Bulog lebih teliti dalam pemesanan beras dan pendistribusiannya. Bulog juga perlu lebih dulu yang mengecek beras sebelum didistribusikan kepada masyarakat miskin. Asisten II Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Pemprov Lampung Arinal Djunaidi mengatakan, pihaknya saat ini sedang menunggu laporan hasil penyidikan. Apabila benar Bulog melanggar ketentuan yang ada tentu pemerintah provinsi akan segera mengirimkan surat teguran. “Kita akan segera kirim surat teguran ke Bulog jika hasil laporan akurat, kita sedang tunggu itu” kata Arinal. Ia menegaskan, kejadian itu sangat memalukan, apalagi Bulog sudah sering bermasalah soal pendistribusian dan pengoplosan beras secara sembunyi. Menanggapi protes dari berbagai pihak, Ketua Perum Bulog Divre
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WARTA Lampung Alif siap menghentikan distribusi raskin tidak layak konsumsi. Saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Bulog Pusat untuk penyediaan raskin bagi Lampung. Ke depan, kata dia, Lampung tidak lagi mendatangkan beras dari luar. Karena Bulog akan menyerap beras petani lokal dan maksimal memenuhi kebutuhan Lampung. Alif berjanji, akan meningkatkan pengawasan dan memenuhi kebutuhan raskin dengan beras kualitas terbaik. Sementara Humas Bulog Devisi Regional Lampung Susana mengaku belum menerima pengembalian beras rusak sebanyak 70 ton yang terdistribusi di tengah masyarakat miskin di Lampung Utara. Ia mengakui, hal itu terjadi karena kesalahan Bulog Lampung karena kehilangan kontrol pada beras rusak yang kemudian terdistribusi ke masyarakat miskin. Menurut dia, dari 70 ton yang ter-
distribusi, pihak Bulog belum mengetahui secara pasti jumlah beras yang rusak. Meski demikian, sesuai dengan peraturan, setiap beras rusak yang terdistribusi, boleh dikembalikan kepada Bulog dan akan diganti dengan beras yang layak. Ia mengatakan bahwa peredaran beras rusak sejak akhir 2012 sampai 2013 relatif kecil. Temuan sebelumnya di Kabupaten Pesawaran hanya sebesar 300 kilogram. “Saat ini, kabarnya ada 70 ton, tetapi kami juga belum menerima pengembalian beras rusak dari masyarakat,” katanya. Susana mengatakan bahwa pendistribusian beras miskin di Lampung setiap bulannya mencapai 8.609.310 kg dengan target penerima 573.954
rumah tangga miskin (RTS). Pemenuhan beras tersebut berasal dari penyerapan beras lokal dan pasokan dari Jawa Timur. Pada tahun 2013, prognosa penyerapan beras petani di Lampung mencapai 100 ribu ton. Hingga saat ini, penyerapan Bulog baru mencapai 70 ribu ton. Angka itu sudah mendekati pencapaian target penyerapan Bulog terhadap beras petani lokal, ujar dia. (tim)
Jatah Raskin Naik Menjadi 20 Kg enteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono mengatakan jatah beras miskin (raskin) akan naik dari 15 kilogram menjadi 20 kilogram. “Alokasi raskin ini ditujukan bagi 15,5 juta Rumah Tangga Miskin Sasaran (RTMS) atau menurun dari 17,7 juta RTMS,” kata Menkokesra Agung Laksono usai memimpin rapat koordinasi tingkat menteri tentang raskin di Jakarta, Kamis (11/4/2013). Agung mengatakan, anggaran beras raskin ini sekitar Rp4 triliun hingga Rp5 triliun. Namun demikian, hal tersebut dapat dipastikan setelah ada pembahasan dan persetujuan DPR tentang APBN 2014. Dia juga mengatakan, menurunnya jumlah sasaran karena ada perubahan perbaikan kesejahteraan. “Ada peningkatan kesejahteraan, banyak dari mereka yang tadinya miskin jadi tidak miskin sehingga jumlah sasarannya juga menurun,” katanya. Jumlah sasaran itu, kata Agung, juga berdasarkan survei dan data tunggal Tim Nasional Percepatan
M
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk semakin mematangkan penyaluran raskin ini, pemerintah akan mengadakan rapat koordinasi tim raskin di enam daerah, yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Selain itu, dia juga mengatakan meski jumlah sasaran menurun dan jatah beras naik, harganya tetap Rp1.600 per kilogram meski ada kemungkinan pemerintah membeli dengan kenaikan harga dibandingkan dengan sebelumnya. Pemerintah, tambah Agung, akan membuat surat edaran kepada kepala daerah untuk membantu menyalurkan raskin dari titik distribusi hingga titik bagi. Menurut dia, anggaran untuk 50 ribu titik distribusi ke 100 ribu lebih titik bagi tidak dibebankan kepada masyarakat miskin, tetapi menjadi tanggungan daerah. “Jangan dibebankan kepada masyarakat miskin,” katanya. Dia menambahkan, cadangan beras pemerintah pada saat ini ada 100 ton di tiap kabupaten dan 200 ton di tingkat provinsi. (tim)
19
WARTA
Pertamina Minta Regulasi Elpiji 3 Kg Krisis elpiji di Lampung dinilai mengkhawatirkan. Selain langka, stok elpiji ukuran 3 kilogram di daerah ini diperkirakan tidak sampai akhir tahun. Pemprov diminta segara terbitkan regulasi. al itu disampaikan External Relation Pertamina Fuel Retail Marketing (FRM) Regional II Rico Respati, Kamis (9/5/2013). Menurutnya, kelangkaan itu terjadi lantaran pengurangan kuota yang terjadi tahun ini. Akibatnya pasokan per bulannya ikut berkurang. Tahun ini Lampung mengalami penurunan kuota mencapai 2 ribu metrik ton. Pada tahun lalu, Lampung mendapat pasokan sebanyak 89 ribu metrik ton, sedangkan tahun ini hanya 87 ribu metrik ton. Dampak dari pengurangan kuota itu, menurut dia, menyebabkan distribusi gas meningkat. Sampai awal Mei 2013 penyaluran sudah kelebihan sembilan persen dari biasa. Ini terjadi karena di saat kuota berkurang, konsumsi justru meningkat. Padahal harga eceran gas elpiji juga naik. Harga gas elpiji 3 kg di saat normal Rp15 ribu per tabung, di beberapa tempat melonjak hingga dua kali lipat. Misalnya di Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, harga gas elpiji kemasan 3 kg ini mencapai Rp30 ribu per tabung. Menurut Rico, Pertamina tidak akan membiarkan kelangkaan terus terjadi dengan berupaya memenuhi kebutuhan konsumen saat ini. Di sisi lain, pihaknya tak mungkin menahan pendistribusian elpiji 3 kilogram karena naiknya permintaan. Bahkan, keputusan cukup berani akan ditempuh Pertamina dengan melakukan extradropping untuk memotong masa kelangkaan elpiji. Pertamina melihat ada daerah yang benar-banar mengalami krisis elpiji 3 kg. Salah satunya Lampung Selatan. Melihat kondisi ini, Pertamina melakukan extradropping, yaitu sekali operasi
H
20
mencapai 1.680 tabung lebih. Kendati mengurangi kelangkaan, extradropping juga menimbulkan kekhawatiran bagi Pertamina, karena kuota bisa tidak mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun. Ini risiko yang dikhawatirkan terjadi pada beberapa bulan ke depan. Melihat kondisi di atas, menurut Rico perlu dicarikan solusinya. Ia mengharapkan Pemprov Lampung dapat menerbitkan regulasi yang membatasi konsumen elpiji 3 kg. Caranya, mengatur usaha menengah ke atas tidak menggunakan elpiji 3 kg dalam operasional sehariharinya. Selain itu, kata dia, kelangkaan yang terjadi juga dikarenakan pengecer yang melakukan pembelian berlebih yang terkesan menimbun. Namun, atas hal tersebut, Pertamina mengaku tidak bisa berbuat banyak. Sebab, tak memiliki kewenangan untuk mengawasi para pengecer. Menurut dia, pihaknya hanya mengawal pendistribusian sampai pangkalan. Selanjutnya urusan pemerintah daerah. Karena itu, imbuh dia, peraturan khusus pengawasan elpiji sangat dibutuhkan. Itu sudah diterapkan di Sumatera Selatan. Ia mengharapkan, Pemprov Lampung dapat mencontohnya. “Jika tidak diatur, kami memperkirakan kuota yang ada tak cukup sampai akhir tahun
ini. Sehingga elpiji 3 kg akan habis sebelum akhir tahun,� ungkapnya. Sementara Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan mengatakan pengaturan distribusi gas elpiji di Lampung belum sampai ke tahapan pembentukan perda. DPRD melalui Komisi II terlebih dahulu akan memanggil pihak-pihak terkait dalam pengaturan pendistribusian dan harga di pengecer. Pihak yang dinilai terkait dengan persoalan tersebut antara lain Diskoperindag dan Pertamina, distributor elpiji, dan lainnya. Setelah itu baru ditentukan langkah penanganan dan pengawasannya.
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WARTA Sedangkan menurut anggota Komisi II DPRD Lampung Donny Irawan, belum diperlukan perda untuk mengatasi masalah kelangkaan elpiji. Alasannya, kelangkaan terjadi bukan karena
adanya spekulan yang menimbun elpiji. Tetapi karena kuotanya tidak cukup. Jika kuotanya ditambah, kelangkaan elpiji akan teratasi. Untuk itu, menurut Donny,
solusinya adalah pemprov melalui satuan kerja terkait harus mendesak pemerintah pusat untuk menambah kuota elpiji. Itu solusi paling tepat, bukan dengan membuat perda. (tim)
Minta Tambahan Kuota ubernur Lampung Sjachroeddin Z.P. mengatakan Pemprov telah meminta tambahan kuota gas kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Pemprov hanya berhak meminta penambahan kuota, kewenangan untuk memberikan atau tidak berada pada pemerintah pusat,” ujarnya, Kamis (16/5/2013). Menurut dia, kuota elpiji untuk Lampung pada 2013 sebanyak 87.000 metrik ton atau mengalami penurunan bila dibandingkan 2012 yang mencapai 89.000 metrik ton. Pemprov Lampung bersama PT Pertamina, telah mengusulkan penambahan kuota elpiji menjadi 100.000 metrik ton. Namun demikian, usulan tersebut belum ditanggapi hingga sekarang. PT Pertamina mulai menggelar operasi pasar gas untuk mengatasi kelangkaan elpiji isi tiga kilogram dengan mendistribusikan elpiji sebanyak 54.320 tabung di seluruh Lampung. Sementara Asisten II Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Provinsi Lampung Arinal Junaidi, di Bandarlampung, Senin (13/5/2013) mengatakan Pertamina Depo Panjang Lampung menyalurkan antara 350-380 metrik ton elpiji per hari untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di 15 kabupaten dan kota daerah ini. “Sebenarnya persediaan gas di Depo Pertamina Lampung saat ini mencapai 3.339 metrik ton atau masih mencukupi kebutuhan daerah ini dalam beberapa hari ke depan,” katanya.
G
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Menurut dia, kelangkaan elpiji terutama untuk 3 kilogram dalam beberapa pekan terakhir bukan bersumber dari tidak adanya stok, akan tetapi diduga peruntukan gas tersebut disalahgunakan. Kelangkaan elpiji ukuran 3 kilogram yang diperuntukan bagi rumah tangga dan usaha mikro harus ditelusuri karena diduga gas tersebut dipakai untuk usaha seperti restoran, hotel, dan perusahaan. Menurut Arinal, usaha restoran, hotel, dan perusahaan di Lampung yang seharusnya menggunakan elpiji 12 kilogram, diduga memakai gas ukuran 3 kilogram. Karena itu, perlu adanya pengawasan semua pihak baik pemerintah daerah, Pertamina, polisi, kejaksaan, instansi terkait dan masyarakat. Arinal menjelaskan Pemprov akan membentuk tim monitoring distribusi gas tersebut sehingga diketahui ada penyimpangan atau tidak. “Setiap pelaku pidana penyimpangan atau penimbunan akan diproses dan dilakukan penyidikan,” kata dia menambahkan. Di sisi lain menurut dia, kuota elpiji untuk Lampung berkurang dari 89.000 metrik ton pada 2012 menjadi 87.000 metrik ton tahun 2013. Karena itu, pemprov bersama Pertamina telah mengajukan penambahan kuota hingga 100.000 metrik ton ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral sejak beberapa bulan lalu. Sales Eksekutif Elpiji PT Pertamina Lampung Valino mengatakan hingga April 2013, kebutuhan elpiji Lampung naik sekitar 11 persen, sedang stok
sekarang tinggal 3.339 metrik ton. Dari stok yang ada, persediaan elpiji saat ini hanya untuk 10 hari ke depan. Terkait kelangkaan elpiji 3 kilogram hingga menyebabkan lonjakan harga, Valino menjelaskan perlu adanya pengawasan distribusi gas untuk rumah tangga dan usaha mikro itu menjadi tanggung jawab bersama. Ia menambahkan hingga sekarang terdapat 97 agen elpiji di seluruh Lampung, sementara SPBE yang beroperasi sekitar 11 unit dan akan ditambah menjadi dua untuk beroperasi di Pesawaran dan Tanggamus. “Bila ditemukan agen nakal, kami tidak segansegan memberikan sanksi mulai dari peringatan tertulis, skorsing hingga penutupan usaha,” kata dia menambahkan. (tim)
21
WARTA
Pansus Waydadi Tunggu Pemprov Pansus DPRD Provinsi Lampung menolak dibilang lamban dalam menyelesaikan masalah lahan sekitar 300 hektare di Waydadi, Sukarame. Kerja pansus terhambat karena pemerintah provinsi belum memberikan dokumen yang dibutuhkan. al itu ditegaskan Ketua Pansus Waydadi DPRD Provinsi Lampung Hartato Lojaya, Selasa (28/5/2013). Menurutnya, sebenarnya kerja pansus sudah selesai bahkan sudah tertuang dalam laporan, tinggal diserahkan ke Pimpinan DPRD. Namun, ia menjelaskan, tidak mungkin pansus hanya memberikan data mentah. Menyerahkan laporan hasil kerja pansus tanpa memberikan bukti pendukungnya. “Kerja kita ini sudah selesai, ini buktinya,” ujar Hartato seraya menunjukkan berkas laporan hasil kerja pansus. Menurut Hartato, berkas laporan hasil kerja pansus itu belum juga diberikan ke pimpinan DPRD lantaran pansus masih menunggu tambahan data atau dokumen dari pemprov Lampung, yang menunjukkan atau landasan hingga akhirnya pemprov meminta lahan Waydadi dilepaskan. “Kan kita tidak mungkin memberikan hasil kerja dalam bentuk seperti ini. Kalau ditanya mana buktinya, bagaimana. Makanya kami meminta pemprov
H
memberikan data pendukungnya seperti, dokumen tujuan penglepasan lahan, SK tim penglepasan lahan dan tim afersel assetnya,” tambahnya. Itu semua sudah diminta pansus sejak lama, yang sampai dengan kemarin belum juga dipenuhi Pemprov Lampung. “Jadi jangan menilai kami yang lamban. Tetapi dicek dulu kenapa permintaan dokumen dan sebagainya itu belum diberikan juga kepada kami,” tambahnya. Karena itu, Hartato enggan bila
pansus dikatakan lamban sebab belum diberikannya laporan pansus karena dari pemprovnya sendiri belum memberikan data pelengkap untuk penglepasan Waydadi. Dia menambahkan, pihaknya telah berulang kali meminta pemprov segera menyerahkan dokumen pendukung itu. Tetapi, beberapa kali pertemuan juga tidak menghasilkan kesepakatan dan pemprov tak kunjung memberikan data yang dibutuhkan. Padahal jika dokumen segera diberikan, lanjut dia, pelepasan lahan akan dibicarakan ke Badan Pertanahan Nasional. kemduian sebagai payung hukum penglepasan akan dibuat Peraturan gubernur (Pergub). Sebelumnya, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyesalkan sikap lamban DPRD dalam pembuatan rekomendasi pembebasan lahan Waydadi. Lantaran lambatnya tersebut sampai saat ini nasib Waydadi ngambang.”Saya maunya tegas saja, lepas ya lepas,” pungkasnya. (tim)
Minta Gubernur Peringatkan BPS adan Pusat Statistik (BPS) Lampung tidak memiliki data tentang penyebaran taraf hidup masyarakat Lampung pada instansi vertikal. DPRD Provinsi Lampung meminta Gubernur memperingatkan BPS. “Jika itu bagian tugas BPS yang harus ada, gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat harus mengingatkan mereka tentang permasalahan ini,” tegas Ketua DPRD Provinsi Lampung Marwan Cik Asan, Selasa (7/5/2013). Permasalahan BPS tak memiliki data tentang penyebaran taraf hidup masyarakat Lampung pada instansi vertikal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi program penanggulangan kemiskinan lintas sektor di Lampung yang berlangsung di ruang rapat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung. Kendati demikian, politisi Partai Demokrat itu memandang belum perlu DPRD memanggil BPS terkait permasalahan tersebut. “Nanti kita lihat progres dari BPS setelah diingatkan gubernur. Jika memang peringatan gubernur nantinya tidak dijalankan, baru kita panggil untuk menjelaskan. Pemanggilan bisa melalui Komisi V yang memang membidangi permasalahan tersebut,” tandasnya.
B
22
Sebelumnya, Kasi Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Lampung Nurjanah mengakui selama delapan tahun terakhir, instansinya tidak memiliki data penyebaran desa tertinggal. “Desa mana yang miskin, saya tidak tahu. Karena BPS Lampung sudah tidak ada penugasan dalam hal ini. Itu sudah mulai dihapuskan sejak 2005,” ujarnya Saat ini, yang menjadi tupoksi BPS adalah kemiskinan makro. Dalam hal ini, BPS hanya mengestimasi kemiskinan di tingkat kabupaten/kota. “Jadi maaf kalau kami tidak bisa memaparkan desa mana saja yang tertinggal. Kami hanya bisa katakan kabupaten mana yang dibilang masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi,” ucapnya. Dalam paparan BPS itu tergambar jumlah penduduk miskin terbanyak berada di Kabupaten Lampung Timur dengan jumlah mencapai 189.500 jiwa. Disusul Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 187.000 jiwa. Sementara, Bandarlampung menempati urutan kelima dengan jumlah 121.600 jiwa. Tetapi, data yang disampaikan BPS itu tidak bisa dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan kabupaten terkait. Sebab, jumlah tersebut belum merupakan hasil kalkulasi dari jumlah penduduk yang ada. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WARTA
Dinas Kesehatan Diperingatkan Soal Jamkesda DPRD Provinsi Lampung memperingatkan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung untuk lebih maksimal melaksanakan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). al itu terungkap dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Lampung tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang mengingatkan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung terkait pelaksanaan program Jamkesmas dan Jamkesda, Selasa (28/5/2013). Juru Bicara Pansus Ahmad Nyerupa, saat menyampaikan putusan pansus yang ditandatangani Ketua Pansus LHP BPK Dendi Ramadhona Kaligis, mengungkapkan lemahnya akurasi data masyarakat miskin mengakibatkan duplikasi data dan menimbulkan kerugian negara dari pemanfaatan kartu jamkesmas dan jam-
H
kesda. “Memang BPK tidak menyebutkan secara rinci jumlah kerugian negara, tapi lemahnya akurasi data ini telah mengakibatkan pelaksanaan program jamkesmas dan jamkesda tidak maksimal dilaksanakan,” kata Nyerupa. Selain itu, Nyerupa menambahkan, pansus juga merekomendasikan harus ada peningkatan implementasi pelayanan, perbaikan pengajuan klaim di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek. Klaim harus disesuaikan pada basis data aplikasi Jamkesmas/Jamkesda. Bukan seperti temuan BKP, nama pengguna dan pengaju klaim terdapat perbedaan. Karena itu, ia mengharapkan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung lebih maksimal menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Melalukan monitoring dan evaluasi, yang mengacu pada standar operasinal pelaksanaan (SOP), terhadap instansi/satker/pemerintah daerah yang terlibat dalam penyaluran Jamkesmas dan Jamkesda. “Kami minta Kadiskes untuk lebih keras dalam menegur hal-hal yang melanggar undang-undang. Disamping, pemprov perlu meningkatkan pengawasan, dan memerintahkan inspektorat/
pemeriksa keuangan untuk melakukan evaluasi secara berkala,” paparnya. Terhadap rekomendasi pansus tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Reihana menyatakan jajarannya siap memperbaiki kekurangan yang menjadi temuan BPK tersebut. Meski demikian, terkait akurasi data warga miskin penerima Jamkesmas, Dinkes tidak terlibat dalam penetuan masyarakat miskin, penerbitan kartu dan pendistribusiannya. Dinas Kesehatan hanya dapat laporan kuota penerima jamkesmas by name by addres. Menurut dia, penentuan kriteria penduduk miskin merupakan kewenangan BPS. Sedang untuk mengurangi potensi duplikasi data Jamkesmas dan Jamkesda, Diskes melibatkan PT Askes dalam melakukan pengelolaannya. Selain itu, untuk memaksimalkan penyerapan kartu Jamkesmas dari kuota yang telah ditetapkan pemerintah. Raihana mengatakan telah melakukan penarikan terhadap kartu Jamkesmas yang tidak tepat sasaran, dan untuk digantikan nama sesuai dengan rumah tangga miskin (rtm) yang membutuhkan atas hasil survei dari kabupaten/ kota. (tim)
Data Penerima Kompensasi BBM Tidak Akurat omisi V DPRD Provinisi Lampung menilai data penerima kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, tidak akurat. Karena itu, perlu dibenahi agar pelaksanaan program ini tidak salah sasaran. Hal itu ditegaskan Anggota Komisi V DPRD Lampung Toto Herwantoko, menanggapi rencana pemerintah memberikan kompensasi kepada rakyat miskin menyusul akan dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. “Perbaiki dulu datanya dan mekanismenya, baru program dilaksanakan,” ujarnya di Bandar Lampung, Senin (27/5). Bahkan, politisi Partai Demokrat ini menyatakan menolak program itu dilaksanakan jika pemerintah tidak lebih dulu memperbaiki dana dan mekanisme penyalurannya. Alasannya, berdasarkan pengalaman sebelumnya, pelaksanaan program serupa tidak tepat sasaran. Menurut dia, selama ini masyarakat golongan mampu yang menikmati dana konpensasi BBM bersubsidi melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT), raskin, dan beasiswa miskin. Sementara masyarakat yang membutuhkan justru tidak menerima karena tidak terdata. Padahal, Toto menambahkan, program itu bertujuan membantu mengurangi beban ekonomi masyarakat tidak mampu akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Kondisi di atas terjadi karena data yang digunakan dari Badan Pusat Statistik (BPS) belum menyentuh seluruh masyarakat miskin. “Banyak
K
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
masyarakat miskin yang tidak masuk dalam data penerima kompensasi,” ujarnya. Karena itu, Toto Dirgantoro secara tegas menyatakan, saat ini Lampung belum siap jika program kompensasi kenaikan BBM bersubsidi dilaksanakan. Untuk itu, ia menyarankan, sebelum diberlakukan kenaikan harga BBM subsidi dan penyaluran kompensasi, lembaga-lembaga pemangku tanggung jawab perlu melakukan verifikasi ulang data rumah tangga miskin. Toto yang juga Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Provinsi Lampung, mengungkapkan bahwa rencana kenaikan harga BBM subsidi, yaitu bensin premium menjadi Rp 6.500/ liter dan solar menjadi Rp 5.500/liter diperkirakan bakal berlaku pada minggu ketiga Juni 2013. Politisi Partai Demokrat Lampung ini mengatakan, kenaikan harga BBM subsidi tersebut menunggu RAPBN Perubahan (RAPBN-P) 2013 disahkan DPR. Dalam APBN-P itu terdapat anggaran kompensasi seperti tambahan jatah beras miskin (raskin), beasiswa miskin, program keluarga harapan (PKH), dan bantuan langsung tunai bernama bantuan langsung sementara masyarakat (Balsem) senilai Rp 150 ribu/bulan. Menurutnya, pembahasan RAPBN-P 2013 akan rampung pada 17 Juni 2013. Sehingga kenaikan harga BBM subsidi diperkirakan bakal berlaku pada minggu ketiga Juni 2013. (tim)
23
WISATA
Tambling, Taman Rehabilitasi Harimau Sumatera Binatang terbuas sekalipun tak akan menyerang bila tak diusik. Ungkapan itu tampaknya tepat untuk menggambarkan delapan ekor harimau Sumatera (Panthera Tigris sumatrae) yang menjalani rehabilitasi di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Lampung Barat. i kawasan konservasi yang dikelola Artha Graha Peduli pimpinan pengusaha Tomy Winata itu, delapan ekor harimau menjalani rehabilitasi untuk menghilangkan trauma pascakonflik dengan manusia akibat berebut lahan. Manusia, makhluk hidup yang berada di posisi teratas rantai makanan, merambah kawasan teritorial habitat harimau dengan berbagai alasan. Harimau-harimau itu diusir, diburu bahkan dibunuh. Tak heran, populasi harimau Sumatera semakin lama semakin sedikit. Apabila tak ada upaya pelestarian dan rehabilitasi, harimau sumatera akan bernasib sama seperti harimau jawa. Punah dan tak pernah ada lagi yang melihat, kecuali sebagian orang di lereng pegunungan kapur di selatan Jawa yang mengaku melihat harimau “jadi-jadian�. “Harimau di sini hampir semuanya pernah berkonflik dengan manusia dan membunuh orang. Sebenarnya harimau tidak akan menyerang apalagi membunuh orang kalau tidak diganggu atau dendam karena teritorialnya dirusak. Harimau cenderung menghindari manusia,� kata pendiri TWNC Tomy Winata. Pernyataan Tomy itu tampaknya memang benar. Ketika berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera di TWNC pada Senin-Selasa (27-28/5), terlihat bagaimana harimau-harimau itu justru menjauh saat didekati manusia. Mereka hanya bereaksi apabila diusik dan diganggu. Saat salah satu petugas TWNC mengguncang jeruji kandang mereka misalnya, mereka baru akan mengeluarkan raungan yang
D
24
suaranya bagaikan motor gede bermesin 1.000 cc. Tomy juga mengatakan dalam radius tiga kilometer dari base camp TWNC terdapat wilayah teritorial harimau yang dilepasliarkan. Namun, hingga kini tidak pernah ada harimau yang menyerang karyawan TWNC maupun warga dua dusun di Pekon (desa) Wayharu yang berada di dalam kawasan konservasi. Untuk merehabilitasi harimau dari trauma pascakonflik dengan manusia, mereka ditempatkan di dalam kandang berukuran sekitar 20 meter persegi yang sekelilingnya ditutup rapat, kecuali satu sisi yang menghadap ke hutan dan bagian atas kandang. Tujuan dinding kandang mereka ditutup rapat supaya interaksi dengan manusia tidak terlalu banyak. Harimau-harimau yang sudah hampir siap untuk dilepasliarkan ditempatkan di tempat yang lebih luas, yaitu tempat terbuka dengan hutan-
hutan yang dikelilingi pagar. Untuk melatih insting berburu, harimauharimau itu diberi makan seekor babi hidup seberat 15 kilogram setiap tiga
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WISATA hari sekali. “Harimau di pusat rehabilitasi ini harus diberi makanan hidup untuk membiasakan diri berburu di alam liar. Setiap tiga hari kami beri makan seekor babi,” kata Marizal, penjaga harimau di TWNC. Karyawan TWNC lainnya, Akhmad Basori mengatakan TWNC telah melepasliarkan lima ekor harimau di kawasan konservasi seluas 45 ribu hektar. Dua ekor harimau pertama dilepasliarkan pada 2008, kemudian 2010 (dua ekor) dan 2011. Setiap harimau yang dilepasliarkan selalu dipasangi “global positioning system” (GPS) supaya tetap dapat dipantau. GPS tersebut biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu enam bulan hingga sembilan bulan. “Dengan pantauan GPS, kami juga dapat memantau area teritorial harimau. Biasanya tiga bulan setelah dilepasliarkan, area teritorial harimau sudah bisa diketahui,” kata Basori. Diberi Nama Ibu Negara Selain harimau-harimau yang pernah berkonflik dengan manusia, Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra TWNC juga memiliki “warga asli” kelahiran tempat tersebut. Mereka adalah tiga ekor harimau berusia 16 bulan yang dilahirkan harimau betina bernama Panti dan diberi nama oleh Ibu Negara Kristiani Yudhoyono. “Ibu Ani memberi nama setelah melihat karakter berdasarkan foto mereka yang dikirim ke Jakarta. Masingmasing diberi nama Bintang, Topan dan Petir,” kata Basori. Saat rombongan sejumlah awak media Jakarta bersama Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dan rombongan mengunjungi Bintang, Topan dan Petir pada Selasa (28/5), mereka hanya meringkuk di pojok kandang seolah-olah takut dengan kehadiran manusia. Mereka baru berani bereaksi ketika di dekat kandang hanya tinggal dua orang saja. Antara termasuk orang terakhir yang meninggalkan kandang mereka, sempat mendapatkan “ucapan perpisahan” berupa raungan yang menggelegar. Rombongan juga sempat menyaksikan bagaimana harimau betina
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
bernama Mekar diberi makan seekor babi. Mekar yang sempat menjauh ketika rombongan mendatangi pagar, segera mendekat ketika melihat seorang pegawai TWNC membawa seekor babi. Ketika babi dimasukkan melewati pagar, Mekar segera menerkam. Namun, terkaman Mekar tidak serta merta membunuh babi itu. Mekar tampaknya hanya melumpuhkan babi itu supaya tidak lari. Setelah mendapatkan seekor babi, Mekar segera membawa babi itu menjauh dari pagar. Dari kejauhan, terlihat Mekar “memandikan” babi itu di dalam kolam, kemudian meninggalkannya di rerumputan yang rimbun dan berkeliling di sekitarnya. “Dia berkeliling sebelum makan untuk memeriksa apakah di wilayah teritorialnya ada harimau lain,” kata salah satu pegawai TWNC. Konservasi bagi Flora-fauna TWNC merupakan kawasan konservasi yang berada di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan menjadi perlindungan bagi flora dan fauna endemik wilayah tersebut. TWNC didirikan Tomy Winata pada 1997 di bawah pengelolaan Artha Graha Peduli. Saat ini, tim Artha Graha Peduli masih terus melakukan survei tentang flora dan fauna yang ada di dalam kawasan konservasi tersebut. Kurnia, Latifiana, salah satu karyawan TWNC yang terlibat dalam survei flora dan
fauna mengatakan setidaknya ada 60 hingga 70 spesies burung dan 10 spesies mamalia di bagian selatan kawasan konservasi tersebut. “Survei masih terus dilakukan dan kemungkinan tim akan mendapatkan spesies-spesies lain yang selama ini belum terdata,” ujarnya. Pembina Artha Graha Peduli Tomy Winata mengatakan mulai memasuki kawasan hutan di wilayah barat Lampung itu pada 1996. Saat itu kawasan tersebut mengalami kerusakan karena perburuan dan pembalakan liar. Pada 1997, Artha Graha Peduli mulai menata kawasan tersebut. Dengan kerja keras dan sikap “tangan besi” kepada penduduk sekitar yang melakukan perusakan, kawasan tersebut pelan tapi pasti mengalami perbaikan. “Sejak 1997 kami di sini, tapi baru mendapat pengakuan dari pemerintah melalui peresmian oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 2010. Motivasi saya hanya ingin memberikan yang terbaik, berapa pun biayanya, kepada ibu bumi yang telah melahirkan kita,” katanya. (tim/ant)
25
WARTA
Ditolak Jepang, Kualitas Kopi akan Diperbaiki Penolakan Jepang terhadap kopi Lampung, membuat tim pembina perkopian Provinsi Lampung akan melakukan langkah konkrit dengan meningkatkan mutu dan mengurangi bahan kimia. Sehingga kopi Lampung memenuhi standard pasar ekspor. ami akan tingkatkan kembali pengawasan dan berupaya memenuhi persyaratan yang diminta negara konsumen sehingga ekspor kopi Lampung tidak di-’reject’,” kata Wakil Gubernur Lampung MS Joko Umar Said di Bandarlampung, Kamis (16/5). Ia membenarkan bahwa beberapa waktu lalu ekspor kopi Lampung sempat ditolak Jepang, karena biji kopinya mengandung bahan kimia karbaril yang melebihi ambang batas yang ditetapkan negara itu. Negara konsumen itu, beberapa waktu lalu menolak sebanyak 130 kontainer biji kopi asal Lampung karena berdasarkan hasil tes kandungan bahan kimia biji kopinya melebihi yang disyaratkan negara Sakura tersebut yakni 0,01 miligram per kilogram. Joko menyebutkan, Jepang memberikan batas minimum kandungan karbaril pada kopi 0,01 miligram per kilogram. Sementara kandungan bahan kimia itu pada kopi di Lampung rata-rata 0,1 miligram per kilogram bahkan ada yang lebih. Namun demikian, lanjutnya, negara konsumen juga harus ‘fair’ dalam menetapkan persyaratan yang diminta sehingga mereka tidak langsung menolak ekspor biji kopi Lampung. Pelaku usaha atau eksportir juga harus jujur dengan kualitas barang yang akan diekspor tersebut. Pihaknya juga akan meminta badan pengawasan dan sertifikasi mutu barang untuk
“
26
K
meningkatkan fungsinya sehingga relugasi terkait ekspor kopi berjalan dengan baik. Wakil Gubernur Lampung itu juga mengatakan tim pembina perkopian Lampung akan terus berupaya meningkatkan mutu dan produktivitas kopi daerah ini termasuk melengkapi persyaratan yang diminta oleh negara konsumen. “Kuncinya agar ekspor kita tidak ditolak yakni dengan melengkapi persyaratan yang diminta negara konsumen sehingga dapat melindungi aktivitas perkopian Lampung sekaligus petani,” katanya menambahkan. Ketua Renlitbang AEKI Lampung Muchtar Lutfie, mengatakan ekspor biji kopi Lampung ke negara-negara yang menerapkan standar mutu barang seperti Jepang, AS dan Eropa harus melakukan uji kandungan karbaril terlebih dahulu sebelum dikirim agar tidak ditolak. “Negara tersebut menerapkan syarat kandungan bahan kimia itu pada kopi, jika melebihi ambang batas maka komoditas kopi kita yang telah dikirim ke negara tujuan akan ditolak,” katanya. Ia mengungkapkan sejak tiga tahun lalu ekspor kopi robusta dari Sumatera melalui Pelabuhan Panjang ke Jepang sering ditolak karena kandungan zat kimia pada kopi melebihi ambang batas yang disyaratkan negara tersebut.
Kini Amerika Serikat berdasarkan pemberitaan di media massa juga menolak ekspor kopi dari Sumatera khususnya Lampung, karena komoditas itu juga mengandung karbaril dan bahan kimia lain seperti pestisida yang melebihi syarat yang telah ditentukan. Menurut dia, penolakan tersebut bukan karena kesalahan petani saja dalam perlakuan terhadap tanaman kopi seperti pemberian pupuk dan penggunaan bahan kimia seperti pestisida dan karbaril yang tidak sesuai. Namun, kata Muchtar, eksportir juga harus bertanggungjawab atas penolakan tersebut karena seharusnya komoditas kopi yang akan diekspor ke negara tujuan melakukan uji kandungan bahan kimia tersebut. Produksi kopi Lampung mencapai 142.000 ton per tahun dengan luas areal tanaman kopi 163.000 hektare. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WARTA
Dokter Puskesmas akan Diberi Insentif Tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas terpencil perlu diberikan insentif. Komisi V akan memperjuangkan program itu bisa masuk dalam APBD Perubahan Lampung tahun 2013. al itu diungkapkan Ketua Komisi V DPRD Provinsi Lampung Yandri Nazir seusai rapat dengar pendapat dengan sejumlah dokter yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Senin (20/5/2013). Menurut Yandri, pemberian insentif, terutama untuk dokter yang bertugas di puskemas terpencil, diharapkan pelayanan kesehatan masyarakat dapat lebih maksimal. Dia menambahkan, Kesehatan merupakan isu nasional, bukan hanya di daerah. Setiap tahun banyak masyarakat mengeluhkan buruknya pelayanan kesehatan, atau belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, khususnya masyarakat di desa-desa terpencil. Kondisi itu terjadi karena sebaran tenaga kesehatan, khususnya doter, belum merata terutama di daerah terpencil. Untuk mendorong semangat dokter agar bersedia bertugas di daerah terpencil, Komisi V DPRD Lampung akan memperjuangkan agar dalam APBD-P 2013 ada anggaran untuk insentif dokter yang bertugas di wilayah terpencil. Politisi Partai Demokrat ini
H
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Yandri Nazir
melanjutkan, dalam pemberian insentif tersebut, DPRD berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung. Sehingga. Dinkes yang akan menetapkan kriteria pemberian insentif tersebut. “Tentu ada kriterianya, tidak semua tenaga kesehatan mendapatkan insentif. Nanti Dinkes yang menetapkan persyaratan tersebut. Yang pasti kita memiliki niat baik untuk meningkatkan kualitas kesehatan di provinsi kita
tercinta ini,’’ ujarnya. Yandri Nazir optimistis, pemberian insentif tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat mengingat profesi dokter dipandang bergengsi. Kendati dokter merupakan profesi yang erat kaitannya dengan berkecukupan, namun dokter juga manusia yang tetap memerlukan perhatian pemerintah. “Saya yakin tidak terjadi kecemburuan sosial, karena masyarakat juga sangat membutuhkan keberadaan dokter. Contohnya kita telah memberikan insentif kepada guru honorer di desa terpencil, setiap tahun kita menggelontorkan Rp18 miliar untuk para tenaga pendidik tersebut,’’ tandasnya. Ditempat yang sama, dr. Ani menjelaskan, kedatangannya beserta rekan-rekannya tersebut bertujuan untuk meminta DPRD Lampung mendukung perbaikan kualitas kesehatan secara menyeluruh, baik dari aspek pelayanan pada masyarakat maupun tenaga kesehatan, terutama dokter. ’’Kami meminta segenap pihak tidak menjadikan isu kesehatan sebagai komoditas ekonomi dan politik, yang berakibat ketidak-adilan pada masyarakat maupun dokter,’’ ungkapnya. Menurut dia, DPRD harus berperan aktif dalam mendorong perbaikan sistem pendidikan kedokteran secara fundamental. Artinya, harus dilakukan reorientasi pendidikan kedokteran, guna menghasilkan dokter yang mandiri dan memiliki kompetensi profesional. ’’Ini dapat dilakukan dengan mengutamakan mutu pendidikan kedokteran dibanding mengejar kuantitas produksi dokter dengan dalih mengejar rasio dokter dan pasien,’’ jelasnya. (tim)
27
WARTA
Disbudpar Diminta Berkerja Sesuai Rippda Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung diminta mengembangkan seluruh wisata unggulan daerah. Tidak hanya fokus pada wisata Gunung Anak Krakatau dan Taman Nasional Way Kambas.
H
al itu diungkapkan Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Palgunadi, Senin (20/5/2013). Menurut dia, Lampung memiliki tujuh destinasi wisata unggulan. Tetapi Disbudpar selama ini hanya fokus pada dua distinasi wisata, sementara yang lima dibiarkan terbengkalai. Ketujuh tempat tujuan wisata unggulan Lampung adalah Gunung Anak Krakatau, Taman Nasional Way Kambas, Pantai Tanjung Setia, Teluk Kiluan, Kota Bandarlampung, Menara Siger, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Menurut Palgunadi, ketujuh tempat tujuah wisata itu sudah ditetapkan dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda) Lampung 2012. Karena itu, menjadi aneh jika Disbudpar hanya mengurusi dua dari tujuh tempat tujuan wisata itu. “Seharusnya, tujuh destinasi wisata tersebut diprioritaskan semua. Karena RIPPDA dibuat berdasarkan kajian matang, yang tujuannya untuk menumbuhkembangkan ekonomi kreatif di sekitar destinasi tersebut. Jadi kami minta agar Disbudpar bekerja berdasarkan RIPPDA tersebut,’’ tegasnya. Palgunadi mengatakan, alasan Disbudpar hanya karena Gunung Anak Kratau dan Taman Nasional Way Kambas sudah mendunia tidak masuk akal. Menurutnya, bukan dua destinasi itu saja yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara, tapi kelimanya juga banyak dikunjungi wisatawan. “Mereka beralasan Way Kambas dan Gunung Anak Krakatau sudah dikenal secara internasional, maka keduanya difokuskan sebagai destinasi
28
unggulan. Jika dikaji secara mendalam, saat ini yang menjadi tujuan wisata primadona adalah Tanjung Setia dan Teluk Kiluan,” ujar politisi PDIPerjuangan ini. Menurut Palgunadi, seharusnya Disbudpar bekerja maksimal jika melihat dana Rp14 miliar yang dialokasikan pada APBD 2013. Disbudpar harus lebih kreatif menyusun paketpaket wisata yang baik bagi wisatawan. “Artinya, industri pariwisata Lampung harus meningkat, karena dana yang dialokasikan sudah cukup besar. Agar wisatawan tidak bosan, Disbudpar harus mampu menyediakan paket wisata yang menarik. Jangan itu-itu saja, akibatnya wisatawan tidak betah berkunjung ke Lampung, paling lama tiga hari,’’ terangnya. Palgunadi menambahkan, selaku leading sektor, Disbudpar harus
mampu merangkul sejumlah investor untuk berinvestasi di sektor pariwisata. Selain itu, ia menambahkan, instansi terkait juga perlu ikut memikirkan pengembangan parisata, karena memang saling terkait. Seperti Dinas Bina Marga dan Kesehatan, harus mampu menangkap kebutuhan di bidang pariwisata. Misalnya, infrastruktur jelek pengunjung tidak akan datang. Untuk ini, Bina Marga harus mampu memperioritaskan program pembangunan yang memiliki multi efek. Wisatawan juga tidak akan berkunjung jika fasilitas kesehatan di sekitar tempat wisata tidak tersedia. Karenanya, Dinas Kesehatan harus proaktif, misalnya dengan membangun pusat pelayanan kesehatan di lingkungan tempat wisata unggulan, tandasnya. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WARTA
Lahan Pertanian Menyusut 38,31 Persen Desakan pembangunan yang membutuhkan lahan, berdampak pada penyusutan luas areal pertanian di Lampung. Dari 477 ribu hektare lahan pertanian di daerah ini, sekitar 38,31 persen telah beralihfungsi untuk nonpertanian. enyusutnya luas areal pertanian itu, menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Provinsi Lampung Lakna Rekyanti, tentu berdampak pada produksi komoditas pertanian. Termasuk komoditas unggulan, sepreti padi, jagung, dan kedelai. “Alih fungsi lahan yang mencapai 38,31 persen, jelas berpengaruh dengan produksi pertanian andalan di Lampung,” ujarnya, tanpa menyebutkan angka penurunan produksi masing-masing komoditas. Untuk mengatisipasi makin menyusutnya lahan produktif untuk pertanian, Dinas PTPH akan menerbitkan peraturan sekaligus mengawasi penerapannya di lapangan pada tahun ini, ujar Lakna di Bandar Lampung, Senin (27/5/2013). Di antara langkah yang akan dilakukan, ia menyebutkan, memberikan insentif kepada petani agar menjaga lahan yang dimiliki tidak dialih-fungsikan. Juga, mencetak sawah baru seluas 2.500 hektar, sebagai upaya meningkatkan produksi padi. Pada 2013, daerah Lampung menargetkan peningkatan produksi padi sebesar 3,2 juta ton gabah kering giling (GKG) dari areal seluas 644 ribu hektare. Sedangkan realisasi produksi padi pada tahun 2012, berdasarkan angka ramalan dua, sebanyak tiga juta ton GKG. Selanjutnya, Lakna mengatakan, Provinsi Lampung berupaya mengoptimalkan lahan untuk meningkatkan produksi padi. Antara lain dengan melakukan perluasan dan pengelolaan sawah. Terkait dengan usaha menjaga luas areal pertanian agar tidak terus berkurang,
M
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Pemprov bersama DPRD Lampung akan menerbitkan peraturan daerah tentang lahan pertanian berkelanjutan. Dalam perda itu antara lain diatur tentang pemberian insentif kepada petani pemilik lahan. Sehingga mereka tetap mengusahakan lahan pertaniannya untuk menghasilkan komoditas pertanian. Dengan demikian, petani akan menikmati keuntungan yang wajar dari usaha pertaninannya. Sehingga mereka tidak tertarik untuk menjual atau memanfaatkan lahannya untuk usaha di luar pertanian. Rencangan peraturan daerah tentang lahan pertanian berkelanjutan yang muncul sekitar awal tahun 2013 itu, tertunda karena DPRD belum menerima data lahan pertanian dari Dinas Pertanian dan Hortikultura. Padahal, menurut Ketua Komisi II
DPRD Lampung Ahmad Junaidi Auli, data tentang lahan pertanian itu penting untuk dimasukkan dalam perda lahan pertanian berkelanjutan. Juanidi menjelaskan, yang memiliki wewenang menetapkan luas dan lokasi lahan adalah bupati/wali kota. Karena itu, pemda diminta segea menyelesaikan kajiannya terkait lahan pertanian berkelanjutan itu. Apalagi, program ini dianggarkan sejak tahun 2012 yang dilaksanakan bekerjasama dengan Universitas Lampung dan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung. Junaidi menambahkan, adanya perda tersebut diharapkan petani menikmati keuntungan yang wajar dari usaha pertaniannya. Sehingga tidak sampai terjadi alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan di luar pertanian. (tim)
Rp58,5 Miliar untuk Infrastruktur Pedesaan Pemerintah Provinsi Lampung pada tahun 2013 mengalokasikan anggaran Rp 58,5 miliar untuk membangun infrastruktur pendesaan. Program ini mencakup 234 desa di 12 kabupaten di Lampung. Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung, Erwin Hamdani mengatakan, untuk menyukseskan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), dibutuhkan persamaan persepsi dari seluruh pihak yang terkait. “Termasuk komitmen untuk melaksanakan program secara berkelanjutan,” ujarnya, Rabu (29/5/2013). Menurut Erwin, program ini akan dilaksanakan di 234 desa yang tersebar di seluruh kabupaten di provinsi Lampung. Yaitu, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Barat, Waykanan, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, Mesuji, Kabupaten Tanggamus, Pesawaran, dan Pringsewu. Sementara itu, PPK Pembinaan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan Provinsi Lampung, Deva Kurniawan Rahmadi mengatakan, PPIP merupakan salah satu program penguatan yang berada di bawah payung PNPM Mandiri. Karena itu, menurut Deva, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program ini. Tidak hanya dilihat dari sisi infrastruktur, tetapi juga dari sisi pemberdayaan masyarakat, penyiapan masyarakat, dan proses perencanaan partisipatif. Ia menjelaskan, PPIP juga harus dilihat dari penyusunan Usulan Prioritas Desa (UPD), Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), pelaksanaan pembangunan fisik dan pasca pelaksanaan. “Proses pemberdayaan yang dilakukan diharapakan dapat menjaring pembangunan yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” tutur Deva. (tim)
29
WARTA
Perbaikan Jalan PanjangRajabasa Harus Fokus Komisi IV DPRD Provinsi Lampung meminta kontraktor lebih fokus menuntaskan perbaikan dan pelebaran Jalan Soekarno-Hatta, Panjang-Rajabasa. Terutama di titik perempatan agar tidak menimbulkan kemacetan yang panjang, becek ketika hujan dan berdebu ketika panas. nggota Komisi IV DPRD Lampung Suyatno S.W. melihat beberapa kawasan perempatan jalan lintas Sumatera (Jalinsum) yang sedang dalam perbaikan, hingga kini belum rampung. Seperti di beberapa lokasi, antara lain perempatan Wayhalim dan Waydadi, Kecamatan Sukarame dan Kalibalok. “Sudah berbulan-bulan, di kawasan tersebut perbaikan kerusakan jalan belum tuntas sehingga menimbulkan kemacetan dan debu bertebaran ke mana-mana mengganggu pengguna jalan maupun warga sekitar,” ungkapnya, Senin (27/5/2013). Menurutnya, kontraktor harus memiliki perencanaan yang juga memperhatikan aspek fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum/fasos), sehingga tidak berimbas terganggunya aktifitas di masyarakat sekitar. “Selain permukiman dan tempat usaha, di sekitar perempatan Waydadi Sukarame itu, juga terdapat sekolah, taman kanak-kanak dan rumah sakit. Kondisi perempatan jalinsum umumnya macet pada siang dan sore hari, karena perbaikan jalan di perempatan
A
30
yang belum juga tuntas.” paparnya. Dia mengharapkan, kontraktor dapat mempercepat penyelesaian perbaikan dan pelebaran di titiktitik tersebut. “Penuntasan perbaikan Jalinsum itu perlu dipercepat dengan memperbanyak tenaga dan peralatan kerja yang diperlukan. Warga juga mengharapkan agar perbaikan Jalinsum itu jangan sampai molor atau terlantar seperti terjadi dua tahun lalu.” tambahnya. Perbaikan dan pelebaran jalan ruas Panjang-Rajabasa di Bandar Lampung sepanjang 18,5 km, itu dikerjakan sejak Oktober 2012 dengan pembiayaan berasal dari Bank Dunia dan dukungan APBN. Dua pemenang tender proyek
Jalinsum ini adalah PT Conbloc Infratecno (CI) dan PT Duta Graha Indah (DGI). PT CI melakukan pengerjaan mulai Rajabasa sampai Jl Tirtayasa sejauh 10 km dengan nilai proyek Rp133,4 miliar. Sedang PT DGI mulai dari Tirtayasa sampai Panjang sejauh 8,1 km dengan nilai proyek Rp97,2 miliar. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
WARTA
Aliansi BEM Minta Perbaikan Pendidikan Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Lampung (ABL) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Lampung dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Kamis (02/05/2013). ardiknas tidak hanya diperingati dengan penyelenggaraan acara seremonial saja tanpa adanya evaluasi kinerja pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, ABL menuntut DPRD untuk menaikkan anggaran pendidikan minimal 20% dalam APBD-P dan melakukan pemerataan serta peningkatan mutu pendidikan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Lampung. “Jangan sampai pendidikan itu hanya terlihat bagus di Kota BandarLampung dan Kota Metro saja, pendidikan di kabupaten lainnya juga harus memiliki mutu yang sama,” kata Presiden BEM Universitas Lampung Arjun Fatahilah. Aksi di Kantor DPRD Provinsi Lampung sempat diwarnai aksi saling dorong antara mahasiswa dan aparat keamanan karena mahasiswa memaksa untuk masuk ke Ruang Sidang DPRD Provinsi Lampung untuk mengikuti Rapat Paripurna. Aksi tersebut disebabkan oleh ketidaksabaran mahasiswa menunggu ditemui oleh Ketua DPRD Provinsi Lampung, yang saat itu sedang memimpin sidang paripurna dengan agenda pengesahan sejumlah raperda menjadi perda. Ketua DPRD Provinsi Lampung Marwan Cik Asan akhirnya menemui mahasiswa dan melakukan penandatanagan memorandum of understainding (MoU) pembentukan Komite Peduli Pendidikan Lampung (KPPL) yang beranggotakan BEM Polinela,
H
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013
Dema IAIN Radin Intan Lampung, BEM Universitas Lampung dan BEM FKIP Universitas Lampung. “Komite Peduli Pendidikan Lampung berhak untuk mengawal, meneliti, mendapatkan informasi dan memberikan rekomedasi kepada pemerintah untuk perbaikan pendidikan di Provinsi Lampung,” tegas Arjun dalam membacakan isi MoU. Sementara itu, aksi lanjutan oleh ABL yang dilakukan di Tugu Adipura Kota Bandarlampung bertujuan untuk mengkritisi penyelenggaraan pendidikan secara nasional. ABL menyoroti pelaksanaan Ujian Nasional Tahun 2013 yang kacau serta pemberian tanda bintang kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendik-
bud) yang menandakan penangguhan pencairan dana pendidikan. “Kami menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kecacatan penyelengaraan UN oleh Kemendikbud,” kata Presiden BEM Polinela Encep Supriyatna. Selain itu, ABL juga memberi ultimatum sampai 29 Mei 2013 kepada Kemendikbud untuk mencairkan dana pendidikan dengan memenuhi kelengkapan berkas-berkas pengajuan anggaran. (tim)
31
TALK SHOW KAMTIBMAS Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung Hartarto Lojaya menjadi salah satu pembicara dan acara Talk Show Kamtibmas dan Nada Forkopimda yang digelar di Polda Lampung pada 15 Mei 2013. Selain Kapolda Lampung Heru Winarko, juga menjadi pembicara pada acara tersebut adalah Komandan Korem 043 Gatam Amalsyah Tarmizi, Komandan Pangkalan TNI-AU Astra Ksetra Insan Nanjaya, dan Komandan Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Piabung Fery Sidjaya. Selain membahas masalah kabtibmas, mereka juga unjuk kebolehan dalam hal mendendangkan lagu. (tim)
32
Mimbar Legislatif
EDISI MEI 2013