Mimbar Legislatif DPRD Provinsi Lampung | Edisi Mei 2012

Page 1

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

1


2

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA

Dewan Ajukan 12 Raperda Gubernur Setuju 7 Dibahas DPRD Provinsi Lampung mengajukan 12 rancangan peraturan daerah usul inisiatif pada tahun 2012 ini. Gubernur sepakat 7 dari 12 raperda tersebut untuk dibahas ke tingkat selanjutnya, sementara 5 raperda lainnya diminta ditinjau dan dikaji lagi secara lebih mendalam.

T

ujuh raperda yang disetujui untuk dibahas lebih lanjut tersebut adalah Raperda tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung; tentang Pengelolaan Perkoperasian; tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kemudian Raperda tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunedefiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Provinsi Lampung; Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung; dan Raperda tentang Penarikan Penyertaan Modal Saham Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ke dalam Modal Saham PT Lampung Jasa Utama.

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

Sementara 5 raperda yang diminta untuk ditinjau ulang dan dikaji lagi secara mendalam sebelum dibahas lebih lanjut untuk dijadikan perda adalah Raperda tentang Penyelenggaraan Minyak dan Gas Bumi; Raperda tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan; Raperda tentang Mekanisme Konsultasi Publik; Raperda tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Lampung; dan Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Dalam sidang paripurna yang digelar pada Selasa, 1 Mei 2012, Badan Legislatif DPRD Provinsi Lampung menyampaikan penjelasan tentang ke-12 raperda tersebut. Format penjelasan yang disampaikan Badan Legislasi tersebut dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pendahuluan, proses pembahasan, dan penutup. Dalam pendahuluannya, Ketua

Badan Legislasi Farouk Danial menjelaskan bahwa bahwa sebagai salah satu sendi dalam sistem hukum di Indonesia, pembangunan substansi hukum (legal substance) harus berlangsung sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti (never ending process), yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan di dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan peraturan dan perundang-undangan di daerah, paling tidak terdapat empat peran penting peraturan daerah dalam mendukung pembangunan hukum, yaitu: pertama, peraturan daerah menjadi sarana untuk penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kedua, peraturan daerah menjadi sarana untuk melakukan transformasi

3


LAPORAN UTAMA kebijakan pemerintah dalam kerangka otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan memperhatikan ciri khas setiap daerah. Hal ini sejalan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya yang memberikan kewenangan bagi daerah untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Ketiga, peraturan daerah menjadi sarana bagi masyarakat untuk berperan dan menyalurkan aspirasinya dalam pembentukan kebijakan di daerah. Dalam hal ini, DPRD sebagai representasi masyarakat mempunyai peranan penting, karena harus dapat bertindak untuk mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah agar berpihak kepada kepentingan rakyat. Keempat, peraturan daerah menjadi dasar bagi perubahan sosial dan ekonomi sehingga dapat menciptakan multiplier effect yang bermanfaat bagi masyarakat dan bermuara bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. “Penyampaian atas 12 rancangan peraturan daerah usul inisiatif ini merupakan pengejawantahan atas amanat ketentuan Pasal 102 Peraturan DPRD Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib,� kata Farouk Danial. Selanjutnya Faraouk memberikan penjelasan dari setiap raperda tersebut. 1. Raperda tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung Raperda ini dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah Provinsi Lampung untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik serta untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik wajib diberikan secara berkualitas, terintegrasi, dan berkesinambungan sebagai bentuk perlindungan atas hak-hak publik masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan hal wajar dan seharusnya disikapi oleh pemerintah daerah dengan melakukan perubahan-perubahan yang

4

terarah untuk terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Semangat otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran masyarakat melalui penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah daerah dituntut memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. Peranan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Peraturan daerah ini sesuai dengan kewenangan/urusan Pemerintah Provinsi Lampung serta merupakan standardisasi yang perlu

diatur agar masyarakat dan/atau pemangku kepentingan dapat terjamin dan terlayani dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Raperda tentang Mekanisme Konsultasi Publik Tujuan dibuatya peraturan daerah sebagai upaya mewujudkan sinergitas kemitraan publik dengan yang penyelenggara pelayanan publik yang bertujuan untuk membangun sistem pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel (good governance). Sejak dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dilakukan melalui mekanisme konsultasi publik. Diharapkan pula peraturan daerah ini akan mampu meningkatkan kesadaran publik terhadap peran dan tanggung jawabnya dalam meningkatkan kualitas

Rancangan Peraturan Daerah Usul Inisiatif Dewan 1.

Raperda tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung 2. Raperda tentang Mekanisme Konsultasi Publik 3. Raperda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 4. Raperda tentang Pengelolaan Perkoperasian di Provinsi Lampung 5. Raperda tentang Penyelenggaraan Minyak dan Gas Bumi 6. Raperda tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 7. Raperda tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 8. Raperda tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Lampung 9. Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat 10. Raperda tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunedefiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) 11. Raperda tentang Penarikan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah daerah ke dalam PT Lampung Jasa Utama; dan 12. Raperda tentang Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung

Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung Ketua Wakil Ketua Sekretaris Anggota

: : : :

Farouk Danial Juprius Sekretaris Dewan (bukan anggota) Yudi Carlo, Srie Lestari, Firman Yani, Watoni Noredin, Ketut Erawan, Indra Karyadi, Gufron Azis Fuadi, M. Ari Wibowo, Ahmad Bastian, Zeldayatie, Nurzaini, dan Abdul Hakim Rasyid

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA

kebijakan publik yang ditetapkan. Terjalinnya sinergi yang saling mendukung antara unsur pemerintahan, public, dan masyarakat pelaku usaha, juga menjadi parameter terlaksananya demokratisasi. Prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan juga menjadi prasyarat bagi partisipasi publik yang lebih intensif yang akan semakin meningkatkan kesadaran, peran, dan tanggung jawab dalam ikut menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan perwujudan tata pemerintahan yang baik. Kebijakan publik yang dibuat pemerintah daerah haruslah yang sebesar mungkin menampung aspirasi kebutuhan masyarakat. Pelibatan masyarakat dalam setiap penyusunan kebijakan publik dimaksud adalah dengan membuka kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk turut serta menentukan arah dan substansi kebijakan, meski tetap dalam koridor hukum. Terdapatnya sinergi yang saling mendukung tersebut harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, demokratis, dan saling menghormati, sehingga pembangunan sistem pemerintahan yang lebih baik di Provinsi Lampung melalui dibentuknya peraturan daerah ini dapat segera diwujudkan. 3.

Raperda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini diharapkan mampu mempertahankan ketahanan dan kedaulatan pangan di Provinsi Lampung serta mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian, utamanya pada lahan-

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

lahan yang subur dan bersistem irigasi yang baik. Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung pangan nasional yang terus berupaya membangun ketahanan dan kedaulatan pangan. Untuk itu, diperlukan strategi dalam merealisasikannya, sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Lampung Tahun 2005-2025 dengan sektor pertanian menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian Tahun 2003, rata rata luas lahan yang dikuasai oleh rumah tangga pertanian di Provinsi Lampung sebesar 1,08 hektar, berarti lebih rendah dari rata rata Sumatera (1,33 hektar) dan luar Jawa (1,31 hektar), meski masih lebih tinggi dari rata rata di Jawa (0,41 hektar) dan nasional (0,81 hektar). Jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahan di Lampung yang menguasai lahan kurang dari 0,50 hektar atau petani gurem mencapai 26,62 persen. Data ini menunjukkan bahwa Lampung potensial sebagai penghasil tanaman pangan. Kondisi eksisting lahan pertanian pangan ini harus dipertahankan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Pemerintah daerah perlu menyelenggarakan pembangunan pertanian berkelanjutan. Tantangan paling serius yang mengancam keberlanjutan produksi pertanian, khususnya pangan, adalah adanya alih fungsi lahan. Tujuan diterbitkannya UndangUndang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian,

ketahanan dan kedaulatan pangan, melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, mempertahankan keseimbangan ekologis, serta mewujudkan revitalisasi pertanian. Undang-undang ini merupakan payung hukum bagi setiap daerah untuk melaksanakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pemanfaatan lahan marginal. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan berkurangnya penguasaan lahan sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan petani. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian laju alih fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. 4.

Raperda tentang Pengelolaan Perkoperasian di Provinsi Lampung Peraturan daerah mengenai pengelolaan perkoperasian dipandang penting mengingat belum adanya payung hukum mengenai hal ini. Juga penting adanya acuan bagi program pengelolaan koperasi pada kabupaten/kota se-Lampung, adanya fungsi-fungsi desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang selaras dengan semangat dan prinsip otonomi

5


LAPORAN UTAMA daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Juga untuk semakin mengukuhkan komitmen Pemerintah Provinsi Lampung untuk tidak lagi sekedar melindungi koperasi, tetapi juga mengembangkan serta menjaga keberlanjutannya. UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian telah menetapkan bahwa koperasi adalah badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang dituntut untuk sepenuhnya dapat melaksanakan prinsip ekonomi dan kaidah bisnis yang berlaku, agar koperasi tumbuh dan berkembang menjadi badan usaha yang memiliki kekuatan dan ketahanan hidup jangka panjang, baik dalam produktivitas dan efisiensi usaha maupun kelayakan usahanya. Diperlukan peranan pemerintah dalam skala nasional dan pemerintah daerah dalam lingkup daerah untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan terhadap koperasi. Dalam skala daerah, pembinaan koperasi dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sebagai salah satu bidang di dalam pemerintahan daerah. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat melalui penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan otonomi yang luas diberikan untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah, termasuk kepentingan masyarakat akan kehidupan ekonomi yang lebih baik melalui pengelolaan koperasi. Usaha Koperasi merupakan usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan data Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Provinsi Lampung pada Tahun 2011 Pemprov Lampung telah melakukan pembinaan secara terus menerus dalam pengelolaan perkoperasian. Terdapat jumlah tenaga kerja yang mampu diserap koperasi selama Tahun 2010 sejumlah 6.086 orang yang terdiri dari manajer 711 orang dan karyawan 5.375 orang. Kegiatan pengelolaan perkoperasian di Lampung harus diperhatikan dan patut mendapatkan prioritas pengaturan hukum dan pembiayaan sebagai salah satu sektor

6

penopang ekonomi masyarakat. Dengan begitu diharapkan keberadaan koperasi di tengah-tengah masyarakat dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Peraturan daerah ini sesuai dengan kewenangan/urusan Pemerintah Provinsi Lampung serta merupakan standardisasi yang perlu diatur agar upaya pemberdayaan koperasi melalui peningkatan sumberdaya perkoperasian yang meliputi manajemen, permodalan, teknologi, jiwa kewirausahaan, dan kemampuan berkompetisi dapat terjamin dan terlayani dengan baik. 5.

Raperda tentang Penyelenggaraan Minyak dan Gas Bumi Minyak dan gas bumi adalah komoditas negara yang amat vital bagi kehidupan manusia, sehingga memerlukan penyelenggaraan yang baik. Penyelenggaraan minyak dan gas bumi dimaksudkan untuk melakukan mekanisme pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam penggunaannya. Landasan konstitusional dalam penyelenggaraan minyak dan gas bumi adalah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menetapkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Negara Indonesia dibentuk dengan tujuan yang sangat luhur sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial�. Tujuan negara yang sedemikian luhur ini diemban oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara sesuai dengan urusan kewenangan yang telah dibagi dalam peraturan perundangundangan. Salah satu bentuk perlindungan negara terhadap rakyat tercakup pula di dalamnya berupa terjaminnya hak atas terpenuhinya kebutuhan terhadap energi. Minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar yang menghasilkan energi mutlak memerlukan pengaturan. Pembentukan raperda ini sangat penting, meskipun tidak semua hal dapat dan harus diatur dalam perda, karena batasan urusan (kewenangan) yang dimiliki Provinsi Lampung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan daerah tentang Penyelenggaraan Minyak dan Gas Bumi diperlukan untuk menjalankan mekanisme pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam penggunaannya di Provinsi Lampung. 6.

Raperda tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) merupakan tuntutan global karena keber-

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA hasilan perusahaan (korporasi) tidak hanya dinilai dari kinerja keuangan dan pemasaran produknya, tetapi juga terhadap kinerja sosial dan lingkungannya. Tanggung jawab sosial para pelaku usaha tersebut terdiri atas empat dimensi yaitu dimensi ekonomi, hukum, etika, dan dimensi philanthropies. TJSP selain wujud penerapan prinsip good corporate governance (GCG) juga terkait untuk mendukung pencapaian tujuan Millennium Development Goals (MDG’s), yang salah satunya adalah pengurangan angka kemiskinan setiap tahun. Perusahaan dituntut ikut serta memperhatikan nilai-nilai ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat, serta menjaga kelangsungan lingkungan hidup dengan menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan kerusakan demi kesejahteraan bersama. Tuntutan agar perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial tidak terlepas dari kenyataan bahwa keberadaan suatu

perusahaan bisa berdampak negatif bagi sosial dan lingkungan di sekitarnya, baik karena terjadinya kerusakan lingkungan fisik, psikis, dan sosial, sebagai akibat dari pengelolaan sumber-sumber produksi secara tidak benar. Misalnya eksploitasi besar-besaran sumber daya hutan, baik pengambilan hasil hutan, pembukaan lahan perkebunan, maupun untuk keperluan lain seperti pertambangan. Peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang TJSP antara lain Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Keduanya telah mendorong adanya pengaturan tentang TJSP di beberapa daerah ke dalam peraturan daerah yang materi muatannya disesuaikan dengan kondisi dan karakter daerah masing-masing. Pengaturan tentang TJSP di Provinsi Lampung dipandang penting dan ditu-

angkan dalam peraturan daerah. Tujuannya sebagai upaya memberi kepastian dan perlindungan hukum atas pelaksanaan program TJSP di Lampung, serta memberikan arahan kepada semua perusahaan dan semua pemangku kepentingan dalam menyiapkan memenuhi standar internasional.

Pansus Minta Master Plan Kota Baru

P

anitia Khusus (pansus) Raperda Kota Baru mempertanyakan masterplan dan peta kota baru yang sampai saat ini masih belum sampai ke Dewan. Pasalnya, peta dan masterplan itu akan menjadi bagian penting raperda yang tengah dibahas oleh Pansus. Menurut Anggota Pansus Raperda Kota Baru Watoni Noerdin, peta lokasi dan masterplan tersebut seharusnya sudah diterima pansus sehingga pembahasan menjadi lebih lancar. Karena itu, Pansus segera minta Badan Pengelola Kota Baru dan Biro Aset dan Perlengkapan Pemprov Lampung menyiapkan peta dan masterplan dimaksud. “Ada syarat yang belum terpenuhi untuk dibahas lebih lanjut, yaitu peta lokasi dan masterplan belum kami terima,” ujar anggota dari PDI Perjuangan itu, Rabu (9 Mei 2012). Menurut Watoni, memang ada sedikit permasalahan terkait proses penetapan titik-titik batas kota baru. Namun, hal itu sudah bisa diselesaikan. “Dengan adanya peta dan masterplan, pembahasan raperda bisa berlanjut dan segera disahkan serta pelaksanaan pembangunannya berjalan berkesinambungan,” kata dia. Lalu kapankah raperda kota baru dapat disahkan, mengingat kota baru memerlukan payung hukum agar bisa dilaksanakan pembangunannya secara berkesinambungan? Watoni tidak bisa memberi jawaban pasti. Seharusnya raperda tersebut sudah selesai, mengingat

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

telah cukup lama digodok di DPRD. Dia menyatakan perlu kerja serius termasuk dari pihak eksekutif untuk menyelesaikan perda tersebut. “Kalau dikerjakan secara seksama, saya yakin segera selesai,” ujar dia. Pembangunan kota baru tercatat sebagai salah satu proyek prestisius Pemprov Lampung. Untuk tahun ini saja, kota baru diperkirakan menyedot dana APBD Lampung 2012 sebesar Rp48,5 miliar. Jumlah itu di luar biaya landclearing yang masih harus disiapkan pemprov. Dana Rp48,5 miliar itu bakal dialokasikan untuk sejumlah pembangunan fisik dan infrastruktur jalan. Rencananya pada tahun ini pemprov memulai pengerjaan pembangunan jalan tembus menuju kota baru hingga gedung perkantoran. Sekretaris Provinsi Lampung Berlian Tihang menyatakan, pada 2012 ini program pembangunan fisik kota baru memang sudah dicanangkan. Mantan Kadis Bina Marga Lampung itu berharap pada 2014 sebagian dari infrastruktur bangunan vital seperti kantor gubernur atau kantor DPRD Lampung sudah bisa dirampungkan. Sementara Ketua Badan Legislasi DPRD Lampung Farouk Danial menyatakan Badan Pengelola Kota Baru dan Biro Aset dan Perlengkapan Pemprov Lampung merupakan pihak yang paling berperan dalam mengegolkan raperda kota baru. Menurutnya, tanggung jawab atas perda kota baru bukan pada DPRD Lampung, melainkan juga eksekutif. “Masak mau molor terus pengesahannya,” kata Farouk. (tim)

7


LAPORAN UTAMA

Peraturan daerah tentang TJSP ini diharapkan tidak hanya berorientasi pada upaya menghimpun dana sosial sebanyak mungkin, tetapi juga harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, berjalan berkelanjutan, dan sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat (community empowerment). 7.

Raperda tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Air merupakan komponen lingkungan paling penting, karena dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup. Semua proses kehidupan hampir tak dapat berjalan tanpa ketersediaan air. Pada proses tertentu bahkan dibutuhkan air dengan kualitas tertentu, yaitu air yang dikategorikan sebagai air bersih. Air merupakan anugerah tuhan yang dapat menjadi malapetaka bila ketersediaan, baik kualitas maupun kuantitasnya, tidak seimbang. Kualitas air menjadi masalah paling krusial bagi manusia. Ketersediaan air bersih harus mendapatkan perhatian serius, karena sumber daya air semakin berkurang. Bahkan sumber air baku sudah banyak yang mengalami pencemaran. Secara kualitas, jenis air yang tercemar ini tak dapat lagi dikonsumsi, sedangkan secara kuantitas, ketersediaan air sudah tak lagi dapat memenuhi kebutuhan. Dalam rangka melaksanakan pengendalian pencemaran air, Pemerintah telah mengundangkan beberapa peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Undang-Undang

8

Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Tersebar pula beberapa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang mengatur tentang kualitas air. Berbagai upaya pengendalian pencemaran air juga telah dilakukan melalui pendekatan terhadap kelembagaan, hukum, teknis, dan program khusus. Pendekatan kelembagaan dilakukan dengan membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), dan Dinas-dinas Lingkungan Hidup Daerah yang saat ini menjadi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, upaya konservasi sumberdaya air khususnya terkait dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang juga dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa upaya pengendalian pencemaran air dimaksudkan sebagai upaya untuk mengendalikan kualitas air masukan ke badan air penampung yang dalam hal ini sungai, danau, dan waduk, serta air tanah akifer. Provinsi Lampung sendiri telah memiliki instrumen hukum yang dijadikan acuan baku mutu kualitas air, yaitu Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan di Provinsi Lampung. Instrumen hukum berupa baku mutu air limbah dimaksud menjadi pedoman bagi setiap pengujian

air limbah yang menjadi beban pencemaran bagi air baku di lingkungan. Baku mutu air limbah merupakan ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke lingkungan dari suatu usaha/kegiatan. Peraturan daerah ini sesuai dengan kewenangan/urusan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung serta merupakan standardisasi yang perlu diatur mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dalam peraturan ini perlu dicantumkan secara tegas kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha/kegiatan sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam ikut memelihara kelestarian sumbersumber air, sesuai dengan tanggung jawabnya. Upaya pencegahan pencemaran air dilakukan dengan membatasi beban pencemaran air limbah yang masuk ke sumber air. Keberadaan peraturan daerah ini bagi Pemerintah Provinsi Lampung diharapkan akan menjadi payung hukum pengaturan tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air untuk menjaga dan menjamin ketersediaan air bersih di Provinsi Lampung. 8.

Raperda tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Lampung Ketersediaan listrik merupakan suatu hal vital, karena energi listrik telah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Ketersediaan listrik merupakan salah satu upaya negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam segala

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA bidang dan sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Listrik juga merupakan sarana pendukung proses pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Kebutuhan listrik secara nasional untuk sepuluh tahun mendatang diperkirakan tumbuh sebesar 6,6 persen per tahun. Konsumsi tenaga listrik pada tahun 2013 mencapai 175 TWh. Secara nasional dapat diproyeksikan bahwa beban puncak diperkirakan pada Tahun 2013 adalah 38.000 MW. Dengan demikian kebutuhan tenaga listrik perlu dipersiapkan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 23.443 MW sampai tahun 2013 untuk memenuhi kebutuhan nasional kapasitas pembangkit 54.528 MW. Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengatur bahwa PLN tidak lagi menjadi satu-satunya penanggung jawab ketenagalistrikan. Dengan demikian, sektor swasta berkesempatan untuk mengambil peranan dalam penyediaan energi listrik. Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan izin usaha penyediaan tenaga listrik. Peran pemerintah daerah dalam sektor ketenagalistrikan adalah ikut serta menyelenggarakaan penyediaan tenaga listrik yang berkelanjutan dengan menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). RUKD akan menjadi arah dan strategi pengembangan untuk kesinambungan upaya penyediaan tenaga listrik di daerah dengan mengintegrasikan potensi sumber energi yang dapat dimanfaatkan, kebutuhan tenaga listrik masyarakat, kebijakan daerah, dan fasilitas pendukung ketenagalistrikan, serta kualitas lingkungan hidup. RUKD diperlukan untuk mewujudkan pengadaan tenaga listrik yang andal bagi instalasi dan menciptakan kondisi aman bagi manusia dalam bentuk pencegahan dini yang dilakukan melalui pembinaan, pengendalian, dan pengawasan secara teknis oleh Dinas yang menangani masalah pertambangan dan energi. RUKD tersebut secara nasional diintegrasikan oleh Pemerintah Pusat untuk menyusun Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN). Peraturan daerah ini dibentuk bertujuan untuk memberikan arahan bahwa dalam penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetisi yang sehat dan transparan serta

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

Doa Bersama untuk Kesejahteraan Bangsa

L

ebih dari 8.000 umat kristiani menggelar doa bersama sedunia atau worlds prayer assembly (WPA), Kamis (17 Mei 2012) malam, di GOR Saburai. Mereka memanjatkan pujian dan doa bersama dalam acara yang serentak digelar di ratusan kota di Indonesia itu. Di Lampung, doa bersama dilangsungkan di 11 kabupaten dan kota, yaitu Bandarlampung, Metro, Tulangbawang, Wayabung, Wayjepara, Kotabumi, Bandarjaya, Liwa-Lampung Barat, Pringsewu, Baradatu, dan Mesuji. Di setiap kota yang menggelar doa, warga yang hadir mencapai ribuan orang. WPA dihadiri semua pendeta, keuskupan, dan tokoh-tokoh umat kristiani. Selain doa bersama, acara juga dimeriahkan dengan pesta kembang api. Panitia Penyelenggara Hartarto Lojaya mengatakan doa bersama ini mengharapkan keselamatan dari segala musibah dan bencana. “Banyak bencana yang terjadi di Indonesia. Semoga musibah dan bencana tidak lagi melenda wilayah Indonesia,” kata anggota DPRD Provinsi Lampung dari Partai Demokrat itu. Selain itu, doa yang disampaikan adalah harapan agar bangsa Indonesia bisa keluar dari keterpurukan. Umat yang hadir berharap ada perbaikan di semua bidang kehidupan, ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Hartato mengatakan masyarakat Lampung mengharapkan agar konflik horizontal yang kerap melanda tanah Sai Bumi Rua Jurai bisa mereda. Selama ini kerap terjadi konflik antarsuku dan kelompok yang mengakibatkan kerusakan dan hancurnya fasilitas umum. Konflik sangat mengganggu dan merugikan masyarakat. “Kami berharap konflik bisa mereda dan kehidupan di Lampung pun bisa damai,” ujarnya. Sementara itu, pesan rohani dalam Doa Sedunia (World Prayer Assembly) disampaikan Pendeta Budi Cahyadi. Dalam doa itu sempat membuat para peserta larut dalam isakan tangis. Pendeta Budi mengatakan Kota Bandar Lampung tidak cukup hanya dipikirkan, tapi harus juga ditangisi. “Kita harus mengerang bersama buat kota kita kepada Tuhan, tak ada selain itu,” kata Budi, dengan nada haru. Budi yang juga sebagai gembala sidang GBI Malahayati menjelaskan banyak orang yang tidak kenal, mau berdoa untuk Indonesia. Terutama melihat kejadian-kejadian yang menimpa bangsa Indonesia akhir-akhir ini. “Apalagi kita, mari memohon bersama,” kata dia. Menurut Hartarto, momentum WPA yang berskala international ini merupakan yang kedua kalinya dilaksanakan. Dan pada kesempatan ini pula Indonesia dijadikan sebagai tuan rumah tempat penyelenggaraan. Tidak kurang 300 kota/kabupaten di Indonesia turut meramaikan acara ini. “Segenap komponen organisasi Kristiani turut ambil bagian dalam kegiatan ini melalui aras Gereja Nasional. Baik PGI, PGLII, PGPI, dan lembaga gereja lainnya,” katanya. Diharapkan transformasi atau perubahan ke arah lebih baik bagi bangsa ini segera datang. WPA, terang Hartarto, merupakan acara doa bersama yang dilakukan umat Kristiani di seluruh dunia sebagai bentuk kebersamaan membangun kesatuan dan persatuan di tengah bangsa. Kegiatan ini diadakan tanpa melihat latar belakang perbedaan suku, bangsa dan bahasa. “Tujuannya satu, bersamasama berdoa menyampaikan permohonan agar terjadi pembangunan rohani pemulihan ekonomi, kedamaian dan keamanan atas kota dan bangsa,” (tim) jelasnya.

9


LAPORAN UTAMA senantiasa memperhatikan kelestarian lingkungan, konservasi energi, dan diversifikasi energi sebagaimana digariskan dalam arah kebijakan energi nasional, keselamatan umum, dan tata ruang wilayah. Hadirnya peraturan daerah ini diharapkan dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat di bidang ketenagalistrikan, karena semua pelaku usaha perlu diberi kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam usaha ketenagalistrikan. 9.

Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Salah satu prinsip yang harus dijalankan dalam penyelenggaraan negara hukum yaitu jaminan terhadap hak-hak asasi manusi (HAM). HAM sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng,

semestinya selalu dilindungi, dihormati, dan dipertahankan, terlebih bagi kelompok rentan khususnya penyandang cacat (disabilitas). Hal inilah yang mendasari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Resolusi Nomor A/61/106 mengenai Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Cacat/Disabilitas) pada tanggal 13 Desember 2006. Resolusi di tingkat global tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas dan menyatakan akan diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi ini. Seiring dengan penandatanganan konvensi tersebut, telah dibentuk UndangUndang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas/Cacat). Undang-undang tersebut

menjadi dasar hukum dalam perlindungan hak penyandang cacat (disabilitas) di seluruh lapisan pemerintahan. Penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerinahan Daerah ikut menempatkan daerah sebagai ujung tombak perlindungan HAM masyarakat. Oleh karena itu, dalam konteks perlindungan, penghormatan, pemajuan, dan pemenuhan hak-hak penyandang cacat (disabilitas), Pemerintah Provinsi Lampung perlu membentuk berbagai produk hukum daerah yang mengatur pelindungan penyandang cacat (disabilitas), diawali dengan pembentukan payung hukum yang berbentuk peraturan daerah. Sebagian hak sudah diupayakan dan direalisasikan oleh pemerintah, seperti dibangunnya fasilitas berupa gedung, pembangunan sekolah luar biasa, transportasi khusus cacat (disa-

Pakai Jalan Provinsi, Kena Retribusi

K

e depan, masyarakat dan pengusaha tak bisa lagi seenaknya memasang baliho, papan reklame hingga pemasangan kabel operator selular dan sebagainya di sepanjang tepi jalan provinsi di Lampung. Badan Legislatif (Banleg) DPRD Lampung kini tengah menggodok raperda tentang Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung yang isinya antara lain agar semua pihak bisa memberikan input atau pemasukan pendapatan bagi Provinsi Lampung. Ketua Banleg DPRD Lampung Faoruk Danial menjelaskan selama ini baliho, papan reklame, halte, hingga pemasangan kabel operator selular itu dilakukan tanpa permisi. Padahal yang dilewati itu adalah jalan provinsi. “Diibaratkan bila rumah kita digunakan orang, kenapa kita tidak bisa menikmati hasilnya, padahal digunakan untuk kepentingan bisnis. Itu yang sedang kita bahas, tapi sifatnya masih draf, bukan retribusinya saja tetapi bagaimana

10

tambah Farouk, membuat perda untuk mebukan kalimat rernarik retribusi dengan metribusi. Bunyinya lihat dari unsur keselabisa saja bagi hamatan, tata guna jalan, pesil atas pemanngendalian, dan pengaturan, faatan jalan atau itu intinya,� katanya. opsinya denda Jangan sampai, ketika bila tidak sesuai ada baliho atau semacamdengan spesifikasi nya roboh kemudian yang yang sudah diatur disalahkan adalah pemedalam perda ini. rintah provinsi karena yang Untuk bentuk memiliki jalan, padahal pengawasannya, pemilik baliho itu tidak Faoruk Danial sebelum perda pernah memberikan konditegakkan nanti tribusi sepersen pun kepada akan diatur provinsi titik mana provinsi. saja yang bisa dipasangi baliho “Kalau ada hal seperti retribusi ini dan sebagainya, dan ketika akan diatur lagi dalam kesepakatan ditegakkan akan disupervisi oleh antara pemprov dan pemkab, karena bina marga dan perhubungan dari pada dasarnya kabupaten/kota yang segi kekokohan dan rekayasa. memanfaatkan aset provinsi seperti Masalah berapa besarannya jalan nasional maupun jalan provinsi retribusinya nanti akan dirumusyang merupakan kewenangan gubernur. kan dalam pergub yang disepakati Jadi harus ada pembahasan khusus yang gubernur dan walikota/bupati, memanfaatkan aset provinsi, intinya yang penting diatur dulu pokokjangan sampai yang punya jalan ketiban pokoknya karena selama ini tidak sial,� tambahnya. ada kontribusinya. (tim) Akan tetapi yang dibuat nanti,

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA bilitas), dan sebagainya meskipun masih minim dan kadang tidak terurus. Implementasi penerapan sanksi hukum dalam perlindungan bagi para penyandang cacat (disabilitas) sangat lemah, antara lain kesempatan memperoleh pendidikan inklusif terbatas. Pelayanan rehabilitasi dan sosial masyarakat yang tidak merata. Potret keadaan pada tataran pemerintahan daerah pun tidak berbeda. Oleh karena itu, jika ditingkat pusat telah diratifikasi konvensi penyandang cacat (disabilitas) ke dalam undang-undang, maka menghadirkannya dalam bentuk peraturan daerah yang disesuaikan dengan kekhasan dan kemampuan daerah menjadi penting. Adanya hambatan keterbatasan dari para penyandang cacat (disabilitas) harus dapat diatasi oleh pemerintah daerah, masyarakat, dan kaum disabilitas itu sendiri dengan mengakomodasi prinsip kesetaraan, nondiskriminasi, HAM, dan kesempatan yang sama. Peraturan daerah ini sesuai dengan kewenangan/urusan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung serta merupakan standardisasi yang perlu diatur agar upaya penyelenggaraan perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial penyandang cacat oleh Pemerintah Provinsi Lampung dilakukan bukan hanya untuk menyelenggarakan perlindungan semata, melainkan lebih menekankan kepada upaya memberikan pelayanan terhadap kesejahteraan para penyandang cacat, sebagaimana apa yang seharusnya pemerintah daerah lakukan untuk memberikan pelayanan kesejahteraan bagi bukan para penyandang cacat. 10.

Raperda tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Pemikiran terhadap diperlukannya peraturan daerah ini adalah ketika bangsa dihadapkan pada masalah yang terjadi pada tahun 1987 silam, dengan penemuan kasus pertama orang yang terinfeksi virus penurunan kekebalan tubuh atau human immunedefiency virus (HIV) dan sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV yang dikenal dengan aquired immune deficiency syndrome (AIDS) di Denpasar, Bali. Sejak saat itu, Pemerintah bersamasama dengan Lembaga Swadaya Masya-

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

rakat (LSM) yang peduli masalah kesehatan, telah berupaya melakukan berbagai kegiatan sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS. Data menunjukkan bahwa penularan HIV/AIDS telah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, terdapat 33 provinsi dan sekitar lebih dari 300 kab/kota telah melaporkan adanya kasus HIV dan AIDS di daerah

mereka. HIV/AIDS merupakan penyakit menular, dapat terjadi lewat hubungan seksual, transfusi darah, juga dapat menular dari ibu ke bayi pada saat kehamilan, kelahiran, dan/atau ketika menyusui. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Laporan Khusus HIV/AIDS Triwulan III Tahun 2011 bahwa sampai

Pengawasan Jembatan Timbang Harus Dilapis

D

PRD Lampung meminta pemprov menyiapkan sistem pengawasan berlapis di jembatan timbang. Menurut Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan, pengawasan berlapis diperlukan terkait penggunaan jembatan timbang sebagai alat pembatasan pengangkutan batubara melalui jalan raya. “Harus diakui, jembatan timbang selama ini dikenal sebagai tempat ajang pungli (pungutan liar). Padahal, cara-cara itu tidak boleh terjadi,” ujarnya. Karena itu, DPRD akan melakukan evaluasi terkait efektivitas penggunaan jembatan timbang, yang akan dilakukan oleh Komisi IV. “Kami juga menerima laporan dari masyarakat. Masyarakat silakan sampaikan kepada kami apabila menemukan adanya praktik pungli di jembatan timbang,” jelasnya. Meskipun demikian, DPRD mengapresiasi tindakan pemprov yang telah menerbitkan aturan pembatasan pengangkutan batubara di jalan raya, yang diharapkan dapat mengurangi kerusakan jalan akibat beban yang melebihi kapasitas. “Sekarang kami tinggal melihat bagaimana efektivitas aturan tersebut dijalankan. Kalau ada persoalan, kami tentu akan evaluasi,” kata Marwan. Gubernur Lampung telah menerbitkan surat keputusan (SK) terkait pembatasan pengangkutan batubara yang menggunakan jalan raya. Muatan batubara dibatasi maksimal 20 ton. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung Ishak mengutarakan jumlah pembatasan tersebut menyesuaikan muatan sumbu terberat (MST) jalan provinsi, sehingga muatan truk akan sesuai dengan kekuatan beban jalan. Pemprov akan menggunakan jembatan timbang di Blambanganumpu, Waykanan dan Pematangpanggang, Tulangbawang sebagai tempat pemeriksaan. Muatan truk yang berlebih akan diturunkan dan diberi surat tilang. Pemprov pun berencana mengalihkan pengangkutan batubara melalui kereta api. Pemprov juga akan membangun stockfield di Sebalang, Lampung Selatan, dan pelabuhan pengangkut batubara. Pemprov pun akan menyambungkan rel ke Pelabuhan Panjang. DPRD, menurut Marwan, siap membantu mengalokasikan anggaran dalam pembahasan APBD untuk pembangunan rel kereta api guna pengangkutan batubara. DPRD akan menunggu pengajuan eksekutif. “Kalau memang anggaran besar, mungkin pada APBD 2013. Kami akan lihat urgensinya. Kalau memang dianggap mendesak, mungkin saja pada (tim) APBD perubahan 2012 bisa dimasukkan,” tandas Marwan.

11


LAPORAN UTAMA

dengan akhir tahun 2011 terdapat 15.589 kasus HIV dan 1.805 kasus AIDS. Dari jumlah tersebut, kasus HIV di Provinsi Lampung sejumlah 186 kasus dan AIDS 144 kasus. Jumlah tersebut merupakan kasus yang dilaporkan penderitanya, sementara jumlah riil pengidap belum dapat diketahui secara pasti. Untuk mengantisipasi semakin meluasnya penyakit HIV/AIDS di Provinsi Lampung perlu dilakukan upaya-upaya dalam rangka pencegahan dan penanggulangan, antara melalui regulasi dalam peraturan daerah. Perda ini mengatur agar upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/(AIDS) dan IMS di Lampung dilakukan dengan lebih terarah dan sistematis. 11.

Raperda tentang Penarikan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah daerah ke dalam PT Lampung Jasa Utama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai sumber pendapatan daerah secara legal formal diakui dalam peraturan perundang-undangan. Namun hal itu juga bermakna bahwa jika BUMD tidak memperoleh laba, Pemerintah Daerah juga tidak akan memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) dari BUMD tersebut. Jadi, besaran PAD yang diperoleh tergantung pada besaran laba yang diperoleh BUMD. Tujuan pembentukan BUMD salah satunya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik oleh pemerintah daerah dengan menggunakan pendekatan bisnis. Penyertaan modal pemerintah daerah pada BUMD ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah yang telah

12

ditetapkan dalam perda, pemda perlu melakukan perubahan perda tentang penyertaan modal tersebut. Pemerintah Provinsi Lampung telah mendirikan dan melakukan penyertaan modal daerah ke dalam perusahaan milik daerah berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung kepada PT Kawasan Industri Lampung. Dalam perkembangannya secara ekonomis, PT Kawasan Industri Lampung belum memberikan kontribusi pemasukan yang signifikan kepada daerah melalui usaha-usaha yang dijalankannya. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap penyertaan modal pemerintah daerah tersebut. Bahwa dalam rangka memperkuat keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan usaha jasa konstruksi dan konsultansi oleh BUMD PT Lampung Jasa Utama, perlu dilakukan penyertaan modal secara langsung dengan cara pengambilalihan seluruh saham dan menarik kembali penyertaan modal Pemerintah Provinsi Lampung yang terdapat pada PT Kawasan Industri Lampung, dengan membentuk Peraturan Daerah tentang Penarikan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ke dalam PT Lampung Jasa Utama. PT Lampung Jasa Utama adalah BUMD yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2009 tentang

Pembentukan PT Lampung Jasa Utama. PT Lampung Jasa Utama didirikan berdasarkan akta pendirian perusahaan Nomor 1 Tahun 2010 yang dibuat di notaris Siti Agustina Sari, S.H., dengan modal disetor sebagai saham pemerintah daerah sebesar Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan bertambah menjadi Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah). Pembentukan Peraturan Daerah ini akan menjadi panduan hukum dalam mengelola potensi perusahaan daerah, dan peningkatan hasil, serta kinerjanya. 12.

Raperda tentang Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional maka potensi dan peranannya dikembangkan untuk mewujudkan keamanan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan masyarakat, dan ketertiban berlalu lintas. Lalu lintas dan angkutan jalan juga memiliki karakteristik, oleh karena itu penyelenggaraannya ditujukan untuk mewujudkan kondisi jalan yang dapat menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, keteraturan, kenyamanan, dan kelancaran bagi penggunanya. Jaringan jalan milik Provinsi Lampung juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan, maka potensi dan peranannya perlu diimbangi dengan pembinaan dan pemeliharaan jalan secara optimal dengan melibatkan peran aktif pemangku kepentingan. Karena itu, masyarakat yang memanfaatkan ruang milik jalan Provinsi Lampung diwajibkan memperoleh izin terlebih dahulu dari pembina jalan. Penegasan tentang hak dan ke-

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA wajiban pemerintah serta masyarakat menunjukkan bahwa wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan dapat dilimpahkan dan/atau diserahkan kepada pemerintah daerah melalui otonomi daerah atau diserahkan kepada badan usaha atau perorangan. Pelimpahan dan/atau penyerahan wewenang penyelenggaraan jalan kepada pemerintah daerah tersebut tidak melepas tanggung jawab pemerintah atas penyelenggaraan jalan. Ruang milik jalan (right of way) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan, antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. Keberadaan ruang milik jalan Provinsi Lampung yang juga mempunyai aspek ekonomi, tidak boleh digunakan sebagai lahan parkir ataupun digunakan untuk mendirikan bangunan, karena hal tersebut akan menggangu keamanan pengguna jalan dan rencana tata ruang wilayah di bidang pengembangan sistem transportasi jalan. Perda Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung menyebutkan bahwa perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi merupakan urusan wajib Pemerintah Provinsi Lampung. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pengendaliannya, salah satunya dengan mengharuskan setiap pemangku kepentingan jalan wajib terlebih dahulu mendapatkan izin sebelum pemanfaatan ruang milik jalan (rumija) Pemerintah Provinsi Lampung. Pengaturan tentang pemanfaatan rumija dimaksudkan untuk melindungi keselamatan pengendara dan pemakai jalan akibat pemanfaatan rumija untuk sesuatu kepentingan, dengan mengutamakan asas kepentingan umum dan kesadaran hukum dalam pemanfaatannya. Pengaturan pemanfaatan rumija bertujuan mewujudkan ketertiban, kenyamanan berkendara, serta menjaga kondisi jalan dari kerusakan yang disebabkan oleh pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperkenankan.

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

Saham Pemprov di Kail Bakal Dialihkan

D

PRD Provinsi Lampung berusaha mengalihkan aset Provinsi Lampung di PT Kawasan Industri Lampung (Kail), melalui pengajuan Raperda tentang Penarikan Penyertaan Modal Saham Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ke dalam Modal Saham PT Lampung Jasa Utama. Hal tersebut diusulkan lantaran selama 16 tahun beroperasi, tidak ada satu rupiah pun didapat Pemprov Lampung dari PT Kail. Ketua Badan Legislasi (Banleg) Farouk Danial menjelaskan aset yang dimiliki Pemprov di PT Kail berupa tanah seluas 300 hektar. Tanah tersebut digunakan untuk mengembangkan usaha PT Kail. “Penyertaan modal saham dalam bentuk tanah dikonversi menjadi saham yang dinilai hanya 4 persen. Faktanya, dari tahun 1996 dalam Perda No. 4/1996 sampai hari ini tanah tersebut malah seperti kuburan dan tak satu rupiah pun kita dapatkan hasilnya. Ini kan mubazir,” jelasnya. Padahal, tambah politisi Partai Gerindra ini, pemegang saham terbesar PT Kail adalah PT Bumi Waras (BW). Menurutnya, jangankan BW mau menyuruh orang lain masuk ke Kail, yang punya sendiri saja belum mau direlokasi sampai dengan hari ini. “Harusnya BW kan bisa memberi contoh, begini lo kalau mau buat Kail itu. Seperti kita lihat di Tangerang, kawasan industrinya efektif. Jadi, sangat disayangkan di sini tak bisa jalan,” tambahnya. Jika tak segera dibenahi dari sekarang, dikhawatirkan diteruskan imbasnya terjadi pada 15 tahun ke depan. “Ketika Jembatan Selan Sunda (JSS) dan jalan tol dari Medan terus ke Jakarta sudah jadi dan beroperasi, kita tidak bisa siapkan infrastrukturnya dengan baik dan hal buruk akan terjadi,” katanya. Dia mencontohkan kejadian di Suramadu (Surabaya Madura). “Jembatan itu dibangun maksudnya agar overload Surabaya bisa direlokasi ke Madura. Tapi karena tidak siap, orang Madura malah pindah ke Surabaya. Jadi, Madura semakin miskin. Karena miskinnya itu sampai mur-mur jembatan dicuri. Bukan mustahil kalau tidak disiapkan jauh hari, JSS bisa dimaling murnya juga,” jelasnya. DPRD pun berencana berkunjung ke PT Kail untuk untuk menindaklanjuti rencana tersebut. Bila sudah ditarik nanti, lahan seluas 300 hektar itu akan diserahkan ke PT Lampung Jasa Utama (LJU) untuk dikelola. Harapannya LJU bisa memberikan pemasukan pendapatan untuk (tim) Pemprov Lampung.

13


LAPORAN UTAMA PROSES PEMBAHASAN Ketua Badan Legislasi juga menjelaskan proses pembahasan ke-12 rancangan peraturan daerah tersebut. Sebelum semua draf raperda diusulkan, Badan Legislasi telah mengadakan rapat internal membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan judul peraturan daerah, materi yang akan diatur, serta keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya untuk dilakukan pengkajian dan penyelarasan dan selanjutnya dituangkan dalam sebuah naskah akademik, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ke-12 raperda yang telah diusulkan oleh Komisi-Komisi dan Badan Legislasi tersebut, telah dilakukan pengkajian,

sinkronisasi, dan harmonisasi, sebagai bahan bagi pihak akademisi untuk membantu menyempurnakan dan menuangkannya masing-masing ke dalam naskah akademik dan draft rancangan peraturan daerah.

Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa 12 raperda yang diusulkan ini merupakan implementasi terhadap urusan wajib dan urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Lampung Pada tanggal pertengahan Januari 2012 sampai dengan 12 Februari 2012 Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung

Kuota BBM Lampung Turun

Dewan Minta Pemprov Proaktif DPRD Provinsi Lampung mempertanyakan kuota BBM bersubsidi tahun 2012 untuk Lampung pada tahun 2012 ini lebih sedikit dari tahun lalu. Dengan posisi geografis yang jadi pintu gerbang Pulau Sumatera, seharusnya Lampung mendapat alokasi pasokan bahan bakar lebih banyak.

I

ni aneh, tapi pemerintah daerah juga terlihat adem ayem saja, tak ada upaya meminta tambahan kuota bensin dan solar. Seharusnya pemprov proaktif,” kata Ketua Komisi II DPRD Lampung Achmad Junaidi Auly. Berdasarkan data dari Pertamina, kuota premium untuk Lampung tahun ini 648.995 kiloliter dan solar 465.157 kiloliter. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kuota tahun 2011, yaitu premium sebanyak 695.485 kiloliter dan solar 492.659 kiloliter untuk solar. Tahun lalu dengan alokasi sejumlah itu, dirasa masih kurang untuk

14

kebutuhan daerah. “Mestinya jatah untuk Lampung naik karena merupakan daerah perlintasan. Hampir semua kendaraan dari Sumatera dan Jawa mengisi bahan bakar di Lampung,” terangnya. Junaidi pun setuju dengan rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang akan menyetop premium di SPBU kawasan elite. Akan tetapi, kebijakan itu tampaknya sulit jika diterapkan di Lampung. Sebab kawasan elit mana pun di kota ini selalu dipagari perumahan penduduk biasa. “Kalau mau mengawasi pendistribusian BBM subsidi agar tidak

melakukan pembahasan dengan Tim Ahli/Kelompok Pakar Badan Legislasi. Kemudian pada 13 Februari 2012 menyampaikan hasil kajian kepada Pimpinan DPRD Provinsi Lampung. Hasil kajian tersebut selanjutnya didistribusikan kepada seluruh anggota DPRD, lalu dilaksanakan Paripurna DPRD dalam rangka pengambilan keputusan terhadap 12 raperda usul inisiatif tersebut. Kemudian pada 1 Mei 2012 digelar Rapat Paripurna DPRD dengan agenda utama penjelasan Pimpinan Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung tentang penyampaian 12 Raperda. Selanjutnya pada 3 Mei 2012 dilaksanakan lagi rapat paripurna dengan agenda pendapat Gubernur terhadap ke12 Raperda Usul Inisiatif DPRD dan dilanjutkan dengan pendapat Fraksi-Fraksi

digunakan orang mampu, bisa saja dengan membatasi pembelian oleh pengecer. Petugas SPBU juga harus berani dan tegas menolak kendaraan mewah atau orang yang bolak-balik membeli BBM bersubsidi,” katanya. Sebelumnya, Pertamina mengklaim distribusi BBM sampai dengan April ini sudah mengalami overkuota hingga 18 persen. Jika terus begini, Pertamina khawatir BBM subsidi hanya cukup sampai dengan bulan Oktober. “Kalau habis di bulan Oktober 2012, sisanya lalu bagaimana?” kata Junaidi. Menurut dia, Pemprov wajib proaktif mendesak penambahan. DPRD tak dapat berbuat karena tugas dewan hanya mengawasi, merekomendasi dan mengusulkan, tapi tidak menetapkan kebijakan. “Pemerintahlah yang berwenang untuk mengambil sikap,” katanya. Menurut Anggota Komisi II DPRD Lampung Dony Irawan, Pemerintah Provinsi Lampung harus proaktif menindaklanjuti pengajuan penambahan kuota BBM bersubsidi kepada pemerintah pusat. “Kalau hanya menunggu saja maka penambahan kuota itu justru akan diambil provinsi lain,” kata Dony Irawan. Sebab, pemerintah pusat memang membuka peluang adanya penambahan kuota BBM untuk tidap daerah dalam APBN Perubahan

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA dalam rapat paripurna pada 7 Mei 2012. Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa 12 raperda yang diusulkan ini merupakan implementasi terhadap urusan wajib dan urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Lampung, sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung. Untuk itu, Badan Legislatif berpendapat ke-12 raperda tersebut hendaknta dapat dibahas dan diproses lebih lanjut sesuai dengan prosedur dan

2012 meski belum diketahui berapa jumlahnya. “Ini kesempatan dan pemprov harus aktif mengejar peluang itu. Paling tidak kita bersyukur akhirnya pemprov akan mengajukan penambahan kuota juga, tapi yang disesalkan kenapa ketika sudah ribut masalah BBM, baru bertindak. Masalah dikabulkan tidak dikabulkan itu urusan belakangan, yang penting kita sudah usaha,” katanya Khusus untuk premium, pemprov akan mengajukan lebih besar 12 persen dari kuota tahun 2011 yakni 85.618 kiloliter (kl). Angka tersebut, menurut Dony masih kurang untuk mencukupi

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

mekanisme sehingga menjadi peraturan daerah. Pembahasan lebih lanjut hendaknya dilakukan secara mendalam dan komprehensif, utamanya yang berhubungan dengan pelaksanaan urusan antarpemerintahan di daerah, dengan meminta saran/masukan baik terhadap substansi yang akan diatur kepada SKPD, baik lingkup Pemerintah Provinsi Lampung maupun SKPD lingkup Pemerintah Kabupaten Kota, instansi vertikal terkait, atau Pemerintah Provinsi lain yang telah atau akan membentuk perda yang sama serta pemangku kepentingan lainnya. (tim)

kebutuhan premium sampai dengan akhir tahun 2012. “Masalah cukup tidak cukup, pasti tidak cukup, tetapi paling tidak dengan angka itu dapat menekan kekurangan BBM yang selama ini terjadi,” tambahnya. Menurut anggota Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswanamigas) Lampung ini, kebutuhan premium semakin hari terus meningkat. Hal ini dipengaruhi berbagai factor, diantaranya peningkatan jumlah kendaraan serta faktor ekonomi, yakni penggunaan premium untuk sektor pertanian, perikanan, dan angkutan kota. Pengajuan penambahan kuota oleh pemprov memang sudah seharusnya, meski angka yang diajukan pemprov memang masih kurang dan harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata di lapangan. Makanya DPRD saat ini masih menunggu PT Pertamina untuk memberikan rincian realisasi baik ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(SPBU) SPBU, hingga masalah kuota. “Pertamina harus transparan dalam hal ini, jangan sampai ada kecurigaan dari SPBU yang merasa pembagian kuota tidak sesuai,” tambahnya. Kekosongan yang terjadi di beberapa SPBU belakangan ini dapat menimbulkan pergolakan ekonomi di Lampung, karena bisa menghambat kinerja sejumlah sektor. Makanya Dony kembali menekankan agar bukan hanya pemprov tapi PT Pertamina juga harus serius menindaklanjuti pengajuan penambahan kuota tersebut. Sementara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Lampung Prihartono mengatakan pengajuan penambahan kuota BBM premium sudah dilakukan sejak tahun lalu tapi BPH Migas menolak. Tahun ini, BPH Migas menyatakan akan memberikan penambahan kuota BBM subsidi bagi daerah di luar Jawa dan Bali, maka kesempatan ini tentu tidak mau disia-siakan. “Kami meminta penambahan kuota 12 persen dari realisasi tahun lalu, karena kuota tahun ini kurang 9 persen dari kuota tahun 2011, dan penambahan kuota ini juga disesuaikan dengan tren peningkatan kendaraan yang ada,” terangnya. (tim)

15


SOSOK Riswansjah Djahri

Partai Boleh Beda, Amanah Tetap Dijaga Di DPRD Provinsi Lampung ternyata ada dua pasang kakak-adik yang duduk menjadi wakil rakyat. Mereka berasal dari partai yang berbeda-beda. Selain Abdullah Fadri Auli (PAN) yang kakak beradik dengan Ahmad Junaidi Auly (PKS), ternyata Riswansyah Djahri (Partai Hanura) juga kakak beradik dengan Mega Putri Tarmizi (Partai Golkar).

M

eski beda partai, fokus perjuangan Riswansyah dan Mega relatif sama, yaitu untuk kemajuan masyarakat Lampung. “Partai beda tak masalah, yang terpenting nilai-nilai yang diperjuangkan sama. Ibarat naik kendaraan, merek beda itu biasa, yang penting arah dan tujuan yang ingin dicapai sama. Kemudian yang terpenting adalah tetap menjaga amanah,” kata H. Riswansyah Djahri, yang lahir dua tahun lebih dulu dari Mega Putri. Bila bicara soal politik, kredibilitas Riswansyah tidak diragukan lagi. Sejak tahun 1966 sudah terjun ke dunia politik, melalui organisasi kepemudaan. Kiprahnya di politik dimulai di Partai Golkar, lebih dulu dibandingkan sang adik H. Mega Putri Tarmizi. Namun, dalam perjalanannya dia mengundurkan diri dari partai berlambang pohon beringin itu. Sebelum bergabung ke Partai Hanura, bapak kelahiran 18 Agustus 1950 ini pernah mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Namun, saat itu perolehan suara saya tidak mencukupi,” katanya. Riswansyah mengaku tertarik bergabung dengan Partai Hanura ini karena sosok figur Wiranto, sang ketua umum. Lewat partai ini, Riswansyah pun mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung tahun 2009 dari daerah pemilihan (Dapil) Lampung VI (Lampung Utara dan Waykanan). “Alhamdulillah, saya dipercaya memegang amanah ini. Mudah-mudahan sampai jabatan berakhir tahun 2014 bisa menyalurkan aspirasi rakyat sesuai dengan hati nuraninya,” kata ayah dari 7 orang anak ini. Di DPRD Provinsi Lampung Riswansyah harus duduk berlainan partai dengan adik kandungnya, yaitu Mega Putri Tarmisi. “Kita berjalan dengan tujuan partai masing-masing. Bahkan saat ini, di DPRD Lampung, kami tidak hanya berdua, tapi ada juga kemenakan kami, yaitu Dendy dari Partai Demokrat,” tambah Riswan. Suami H. Paulina ini mengaku sudah berkomitmen untuk menjalankan tugas sesuai dengan tupoksi masingmasing. “Apalagi kami juga beda Komisi di dewan. Saya di Komisi II, Mega di Komisi III, dan Dendy di Komisi IV. Jadi jarang bersinggungan,” katannya. Walaupun ada perbedaan pendapat dalam rapat

16

paripurna, misalnya, mereka tetap saling menghormati. “Saya sebagai kakak menghormati Mega sebagai adik, dan Dendy sebagai kemenakan. Semua permasalahan kantor tidak ada yang dibawa ke rumah, berjalan dengan tupoksinya masingmasing,” katanya. Yang terpenting, katanya, adalah bagaimana menjalankan tugas sesuai dengan amanah yang dipegang oleh masing-masing. “Bagaimana kita menyalurkan aspirasi konstituen yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk dapat duduk di Dewan,” tegas Riswan. Sejak lima tahun lalu Riswansyah meninggalkan dunia usaha, karena dia ingin lebih fokus bekerja sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung periode 2009—2014 dan mengabdikan diri kepada masyarakat. Terbersit keinginannya untuk mencalonkan diri kembali jika masa jabatannya berakhir dua tahun mendatang. “Namun, prinsip saya hidup ini mengalir bagaikan air. Lihat saja nanti bagaimana jalannya. Jangan terlalu ngoyo, saat ini saja masa jabatannya masih belum berakkhir,” ujar dia. Saat ini dia masih fokus pada program-program yang promasyarakat, tidak hanya masyarakat konstituennya, tapi seluruh masyarakat Lampung. “Minimal akan terus memonitor apakah program pembangunan di wilayah pemilihan saya bisa masuk dalam anggaran yang ada, seperti perbaikan jalan. Ini akan saya pantau terus hingga masuk dalam anggaran,” katanya. Menurut Riswansyah, sepertinya aspirasi masyarakat dari Dapil tempatnya mencalonkan lebih diuntungkan. “Ini karena Ketua Dewan saat ini masih satu Dapil dengan saya sehingga aspirasi masyarakat lebih maksimal diperhatikan. Kami juga monitor terus konstituen di daerah dengan melakukan kunjungan pada saat reses,” kata Riswan. Hal itu sesuai dengan misi yang dijalankannya, yaitu tersalurnya aspirasi rakyat sesuai dengan hati nurani melalui lembaga perwakilan. Masyarakat harus benar-benar merasakan hasil-hasil perjuangan wakilnya di DPRD serta merasakan kepentingannya dibela dan diperjuangkan, ujarnya. Menjadikan Lampung sebagai provinsi yang kesejahteraannya sejajar dengan provinsi lain di Sumatera

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


SOSOK merupakan salah satu tujuan pria yang berpenampilan low profile ini. Ditemui di rumahnya di Jl. H.O.S. Cokroaminoto, Bandarlampung, Riswansyah mengungkapkan bersamasama semua teman di Dewan akan mengembangkan otonomi daerah agar lebih memacu pembangunan. “Selain itu, menenggakkan hak dan kewajiban asasi

manusia dan supremasi hukum yang berkeadilan secara konsisten, sehingga dapat menghasilkan kepastian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya. Paling tidak, tambah Riswan, tercapainya pemerintahan yang berpihak kepada masyarakat sehingga masyarakat merasakan peningkatan dan kemajuan. (tim)

Mega Putri Tarmizi

Harus Lebih Banyak Berbuat

B

isa berbuat lebih banyak untuk kepentingan masyarakat Lampung. Itulah tujuan paling utama dalam menjalankan amanah sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung. Begitu diungkapkan politisi asal Partai Golkar, H. Mega Putri Tarmizi, S.E., M.M.“Apalagi saat ini saya masuk dalam Badan Anggaran DPRD Lampung, berarti harus bisa berbuat lebih banyak lagi untuk masyarakat Lampung,” katanya. Bagi ibu tiga anak dan nenek lima cucu ini, memperjuangkan aspirasi dan mimpi rakyat sudah merupakan takdirnya. Itu sebabnya, “Saya tak akan pernah lelah dan berhenti berjuang mengemban amanah rakyat,” tegas Mega Putri. Namun, wanita kelahiran Menggala ini mengganggap semua sebagai anugerah yang harus disyukuri. Apalagi sang kakak, yaitu Riswansyah Djahri, juga sama-sama berjuang di DPRD Lampung. Meskipun kadangkala dalam pekerjaan di Dewan ada perbedaan, istri H. Tarmizi Sabki ini mengaku sangat kompak dalam keluarga. Apapun permasalahan yang ada di Dewan tidak pernah terbawa dalam keluarga. “Kami sebagai kakak beradik saling menghormati dan saling mendukung,” katanya. Menurut Mega, tidak ada di antara mereka yang saling intervensi. “Kami berada di Dewan dari partai yang berbeda dan punya tujuan masing-masing. Sebagai anggota partai, kami diatur oleh peraturan partai masing-masing. Jadi tidak ada intervensi walaupun kami kakak beradik,” tegasnya. Mega mengaku sangat bersyukur atas karunia Allah SWT, dalam menjalakan tugas sebagai wakil rakyat sangat didukung oleh keluarga besar, mulai dari suami, anak, menantu, dan cucu. “Alhamdulillah keluarga kami semua mendukung. Bagaimana kita bisa menjalankan tugas dan mengemban amanah kalau keluarga kita tidak bagus dan tidak mendukung. Kita baguskan dulu keluarga kita, baru bisa berbuat untuk orang lain,” tegas Mega. Sebagai kader Partai Golkar, Mega Putri tahu persis perlunya membangun kedekatan dengan seluruh konstituennya. Itu sebabnya, selama menjadi anggota DPRD Lampung lima tahun

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

belakangan, ia lebih sering berada di wilayah Lamtim dan Metro. “Saya merasa sudah sejiwa dan senafas dengan seluruh masyarakat Lamtim dan Kota Metro, karena itu saya selalu turun ke sana untuk bertemu masyarakat,” tuturnya. Sebagai politisi, Mega merasa mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan meningkatkan kesadaran politik masyarakat, dan hal itulah yang secara rutin dilakukannya. Untuk Pemilu tahun 2014, apakah dia kembali mencalonkan diri di legislative? Mega mengaku mengalir saja, semuanya tergantung dengan partai yang akan mengusung. “Kalau masih dipercaya partai untuk mengemban amanah, saya siap untuk menjalankannya,” ujar Mega. Wanita yang familiar ini memang sudah tidak diragukan lagi kiprahnya di dunia politik. Sejak tahun 1980-an sudah terjun ke dunia politik. Awalnya, kata Mega, pada tahun 1981 ketika berdiri organisasi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Lampung. Saat itu dia menjabat sebagai sekretaris. “Saat itu seluruh organisasi profesi suaranya masuk ke Partai Golkar. Jadi, kami juga ke Golkar,” katanya. Keaktifannya di organisasi dan selalu mengikuti berbagai kegiatan yang dilaksanakan Partai Golkar, akhirnya ibu yang juga pernah menjadi anggota MPR RI ini dipercaya untuk menjadi pengurus partai berlambang pohon beringin itu. Pertama kali masuk partai menjabat sebagai anggota biro perempuan, seringing perjalanan waktu dan aktifnya dalam kegiatan partai, Mega yang juga Sekretaris Komisi III DPRD Lampung ini dipercaya menjabat sebagia wakil bendahara Partai Golkar pada tahun 1992-1998. Sebagai kader partai, karier Mega di Golkar semakin bersinar, sejak tahun 1999-2010 dipercaya untuk menduduki jabatan Wakil Ketua DPD Partai Golkar Lampung. Ia juga dipercaya sebagai Wakil Ketua Fraksi Golkar DPRD Lampung 2004–2014 selama dua periode. Selain itu, Mega juga menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPRD Lampung selama dua periode. (tim) RALAT: Pada Mimbar Legislatif edisi Maret 2012 halaman 7 kolom 3; - Tertulis Ketua Pansus Pajak Daerah DPRD Lampung Imer Darius... - Seharusnya Ketua Pansus Pajak Daerah DPRD Lampung Mega Putri Tarmizi...

17


LAPORAN UTAMA

PENDAPAT GUBERNUR Ketika menyampaikan pendapat atas pengajuan 12 raperda usul inisiatif DPRD dalam sidang paripurna pada 3 Mei 2012, Wakil Gubernur Lampung M.S. Joko Umar Said menjelaskan bahwa peraturan daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

P

ada saat ini, peraturan daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi, antara lain: sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang tentang pemerintahan daerah; Kedua, merupakan pelaksanaan dari peraturan perundangundangan. Dalam fungsi ini, peraturan daerah tunduk pada ketentuan hirarki peraturan perundang-undangan, dengan demikian peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ketiga, sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyakarat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan keempat sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah. Dalam rangka membentuk peraturan daerah yang baik diperlukan beberapa langkah awal, yaitu pembentukan visi bersama tentang bentuk ideal kondisi yang akan dituju; skala prioritas pengaturan mana yang didahulukan sebagai batu penjuru dan me-

18

Ir. Joko Umar Said, MM.

mayungi pengaturan lainnya; proses harmonisasi vertikal dan horizontal agar dapat dilakukan secara utuh dan lengkap serta selaras dan serasi dengan pengaturan lain yang sederajat maupun yang mempunyai kedudukan lebih tinggi serta sejalan dengan asas-asas hukum; pengaturan tersebut mampu mengarah pada pencapaian sasaran pembangunan dalam RPJP Nasional/ RPJPD dan RPJM Nasional/RPJMD; pengaturan tersebut mampu menyelesaikan masalah yang ada; dan pengaturan dilakukan dalam batas kewenangan. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan itu, kata Wagub, pendapat yang disampaikan berkenaan dengan ke12 raperda dimaksud bukan merupakan penilaian terhadap pasal demi pasal dari batang tubuh raperda, tetapi bersifat umum yang dikaitkan dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. “Dengan memberikan gambaran dimaksud, kami berharap dapat dija-

dikan sebgai bahan pertimbangan dan dijadikan dasar dalam proses pembahasan dan pengkajian di tingkat pembicaraan berikutnya,� katanya. Selanjutnya Wagub menguraikan pendapat umumnya. Pertama, ditinjau dari urusan pemerintahan, rencana pembentukan 12 perda ini merupakan penjabaran dari norma, standar, prosedur, dan kreteria yang ditetapkan dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota. Oleh karenanya, dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan dDaerah dimaksud, diperlukan adanya regulasi dan pengaturan dalam rangka melaksanakan urusan tersebut. Kedua, dilihat dari sisi latar belakang pembentukannya yang antara lain sebagai kewajiban dalam penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan dan aspirasi masyarakat, maka pembentukan ke-12 raperda tersebut dimaksudkan sebagai upaya dalam melaksanakan kewajiban daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ketiga, yang berkenaan dengan teknis perancangan peraturan perundang-undangan (legal drafting), Gubernur berpendapat bahwa hal-hal yang berkenaan dengan teknis penulisan atau tata naskah dari kedua belas raperda masih perlu disempurnakan guna disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, dalam hal pada

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA tingkat pembicaraan selanjutnya nanti terdapat perdebatan dalam pembahasan raperda, Wagub berharap agar dalam pembahasan disepakati tiga hal, yaitu keinginan untuk mewujudkan kesesuaian raperda dengan tujuan yang ingin dicapai, mencegah terjadinya pertentangan peraturan daerah dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, dan membuka partisipasi masyarakat guna meningkatkan efektifitas pelaksanaannya jika raperda telah ditetapkan menjadi perda. Kemudian yang kelima, memperhatikan ketentuan dalam Pasal 56 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka dalam rangka memberikan arahan dan menetapkan ruang lingkup pembentukan perda sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah dan sasaran yang ingin diwujudkan dari dibentuknya suatu perda. Diharapkan ke-12 rancangan perda tersebut telah didasarkan kepada hasil penelitian atau pengkajian yang dilakukan dan dituangkan dalam bentuk penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik, sehingga dalam proses pembentukannya dokumen tersebut dapat dijadikan petunjuk (guide) untuk menentukan materi muatan raperda yang meliputi apa materi muatan yang akan diatur; siapa yang akan diatur, melaksanakan, dan mengawasi peraturan tersebut; bagaimana teknik, mekanisme, dan cara pengaturannya; dan bagaimana menentukan sanksinya. Selanjutnya Wagub menyampaikan pendapat yang berkenaan dengan materi muatan raperda. 1.

Raperda tentang Pertambangan Umum Minyak dan Gas Bumi Terkait dengan penamaan atau judul raperda, yaitu tentang “Pertambangan Umum Minyak dan Gas Bumi”, Wagub meng-

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

harapkan penamaan atau judul raperda dapat dipertimbangkan kembali. Hal ini didasarkan karena saat ini terdapat 2 undangundang yang berbeda yang berkenaan atau mengatur objek sebagaimana tersebut dalam judul raperda, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Wagun memandang judul raperda perlu dipertimbangkan kembali. 2.

Raperda tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Lampung Terkait dengan pengaturan ketenagalistrikan di daerah maka untuk memberikan gambaran dan atau pedoman bagi pelaku usaha untuk merencanakan dan membangun ketenagalistrikan di Provinsi Lampung, diperlukan adanya regulasi tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam pengembangan dan pembangunan bidang kelistrikan. Terkait dengan hal tersebut di atas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, ditetapkan bahwa Rencana Umum Ketenagalistrikan disusun berdasarkan pada Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional, sampai saat ini belum ditetapkan oleh Pemerintah. Kemudian, dalam Raperda terdapat ketentuan yang mengatur tentang pengenaan biaya atas penerbitan izin-izin, yang besarnya biaya tersebut pengaturannya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Memperhatikan hal-hal tersebut diatas, Gubernur berharap terhadap raperda ini dapat dilakukan kajiankajian yang mendalam pada proses pembahasannya, hal tersebut diper-

lukan jangan sampai kebijakan dimaksud bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.

Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyandang Cacat Sebagaimana dimaklumi bahwa terkait dengan subjek pada raperda, telah diterbitkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Right Persons With Disabilities (Konvensi mengenai hakhak Penyandang Disabilitas). Berdasarkan undang-undang tersebut, penggunaan kata “penyandang cacat” telah diubah menjadi “penyandang disabilitas”. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Gubernur berpendapat penamaan atau judul raperda dapat ditinjau kembali, misalnya diubah menjadi “Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas”. Halhal lain yang terkait materi muatan

19


LAPORAN UTAMA juga dapat didalami pada tingkat pembicaraan selanjutnya. 4.

Raperda tentang Tanggung jawab Sosial Perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan atau corparate social responsibility mungkin masih kurang populer di kalangan pelaku usaha nasional. Namun tidak bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional sejak puluhan tahun yang lalu. Di Indonesia kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun belakangan, sejak pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 70 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, jika tidak dilakukan, perseroan dikenakan sanksi. Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada dalam UndangUndang Penanaman Modal, dalam Pasal 15 disebutkan, “setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan�. Jika tidak, dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanam modal, atau sesuai ketentuan Pasal 34 ayat (1), dilakukan pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. CSR harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary, tetapi harus dilakukan sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai sanksi. Terkait dengan kondisi tersebut, dibutuhkan konsistensi dan komitmen, baik

20

Drs. H. Sjachroedin Z.P., SH.

dari pemerintah maupun pelaku usaha, dalam melaksanakan CSR sebagai suatu kewajiban hukum. Hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asasasas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusional) dan proses (proceses) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan, Gubernur menyarankan substansi raperda yang berkenaan dengan kelembagaan dan proses (perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan) dapat dibahas secara mendalam dalam tingkat pembicaraan berikutnya. Kemudian terkait dengan pengenaan sanksi administratif (pada Pasal 20 Raperda), bahwa sanksi mempunyai fungsi untuk menimbulkan efek jera. Oleh karenanya jika sanksi yang diberikan berupa teguran tertulis, apakah sanksi tersebut dapat menimbulkan efek jera bagi perusahaan. Bagaimana jika diatur bahwa pemerintah akan melakukan publikasi dan penilaian terhadap tanggung jawab sosial perusahaan, artinya sanksi tersebut lebih kepada norma sosial. 5. Raperda tentang Mekanisme Konsultasi Publik Beberapa hal yang perlu disampaikan

terkait dengan raperda ini: a) pada dasar hukum, perlu menambahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; b) perlu dipertimbangkan untuk mengatur dengan jelas tentang sengketa informasi publik, yang dimaksudkan untuk dijadikan pedoman apabila terjadi sengketa yang terkait dengan permintaan informasi dari publik kepada Badan Publik. Kemudian c) Pasal 4 ayat (1) butir f, perlu dipertimbangkan agar tidak menghambat badan publik dalam pengambilan kebijakan dan kerjasama dengan pihak lain dalam pelaksanaan pembagian; dan d) Pada Bab III, bagian Ketiga Pasal 5 tentang tata cara, kiranya juga dapat dipertimbangkan substansinya, hal ini mengingat mekanisme yang diatur dalam pasal ini menurut hemat kami terlalu detail, sehingga kemungkinan tidak seluruh kebijakan pemerintah dapat mengikuti tata cara dimaksud. Diusulkan Pasal 5 ayat (1) rumusannya bersifat makro dan pengaturan detailnya didelegasikan kepada Peraturan Gubernur. Selanjutnya terhadap Raperda tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung; Pengelolaan Perkoperasian; Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunedefiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Provinsi Lampung; Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung; dan Penarikan Penyertaan Modal Saham Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ke dalam Modal Saham PT Lampung Jasa Utama, pada prinsipnya Gubernur menyetujui untuk dibahas pada tingkat pembicaraan selanjutnya. (tim)

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA

TANGGAPAN FRAKSI 1.

Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar)

Dalam kesempatan ini Fraksi Partai Golkar mengucapkan terima kasih dan memberi apresiasi kepada Gubernur yang telah menyampaikan pendapatnya terhadap 12 Rancangan Peraturan Daerah Usul Inisiatif DPRD Provinsi Lampung Tahun 2012. Pendapat Gubernur tersebut merupakan cerminan bahwa kepala daerah telah berupaya secara sungguhsungguh bersama-sama dengan DPRD untuk melaksanakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Seirama dengan pendapat Gubernur bahwa Fraksi Partai Golkar berpendapat bahwa diajukannya 12 Raperda tersebut oleh Legislatif dimaksudkan sebagai tanggung jawab penyelenggara pemerintahan daerah dalam mendukung dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk pencapaiannya, pembentukan peraturan daerah harus memperhatikan beberapa aspek; baik yuridis, psikologis maupun sosiologis. Aspek yuridis berarti peraturan daerah yang dibentuk telah memenuhi ketentuan dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Aspek psikologis berarti peraturan daerah dapat diterima dan menyentuh kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga masyarakat yang aspirasinya disalurkan

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

Indra Karyadi, S.H.

Ismet Roni, S.H.

kepada lembaga legislatif dapat mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di daerah. Kemudian aspek sosiologis berarti pada pelaksanaannya peraturan daerah mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat karena peraturan daerah yang dibentuk mampu menciptakan manfaat bagi perubahan sosial dan ekonomi masyarakat di tengah-tengah pembangunan daerah. Oleh karena itu, Fraksi Partai Golkar menyambut baik pendapat Gubernur bahwa ke-12 Raperda Usul Inisiatif DPRD benar-benar harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

21


LAPORAN UTAMA Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Harapan Gubernur bahwa ke-12 Raperda tersebut telah didasarkan kepada hasil penelitian atau pengkajian yang dilakukan dan dituangkan dalam bentuk penjelasan atau keterangan dan atau naskah akademik, sehingga dalam proses pembentukannya dokumen tersebut dapat dijadikan petunjuk untuk menentukan materi muatan raperda; hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam pembentukan perda. Pada prinsipnya penelitian dan kajian akademik telah dilakukan oleh Badan Legislasi DPRD Provinsi Lampung dengan Tim Ahli/Kelompok Pakar Badan Legislasi. Namun demikian, Fraksi Partai Golkar sependapat apabila penelitian dan kajian atas 12 raperda yang telah dituangkan dalam naskah akademis dapat dikaji kembali pada proses pembicaraan

selanjutnya. Fraksi Partai Golkar memberikan apresiasi kepada Eksekutif atas saran dan pendapat, khususnya terhadap 5 raperda, yaitu tentang Penyelenggaraan Minyak dan Gas Bumi; tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Lampung; tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan; dan tentang Mekanisme Konsultasi Publik. Terhadap 7 Raperda Usul Inisiatif Legislatif lainnya secara umum Fraksi Partai Golkar sependapat dengan Gubenur agar Raperda dimaksud dapat dibahas lebih lanjut secara cermat dan teliti serta mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Ketua: Indra Karyadi; Sekretaris: Ismet Roni).

1. Fraksi Peduli Pembangunan Kebangsaan (PPK) Pada tanggal 3 Mei 2012 lalu, dalam Rapat Paripurna DPRD, telah disampaikan pendapat Gubernur Lampung atas 12 Raperda Usul Inisiatif Dewan. Menurut Fraksi PPK, 12 Raperda yang telah dibahas secara maraton sejak tanggal 9 Januari 2012 oleh Badan Legislasi DPRD, merupakan wujud tanggung jawab anggota DPRD terhadap masyarakat dalam mendukung dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan daerah mempunyai kedudukan yang strategis dalam tata urutan perundang-undangan, yaitu berperan penting dalam mengatur berbagai tatanan yang berkaitan dengan pekerjaan di daerah. Fraksi PPK sepakat dengan pendapat yang disampaikan Gubernur Lampung bahwa hendaknya setiap peraturan daerah yang dibuat harus berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945, dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan yang harus dijaga dan dibangun, baik terhadap kepentingan pemerintah selaku penyelenggara negara maupun kepentingan masyarakat umum sebagaimana yang diamanatkan di dalam UUD 1945. Dengan demikian diharapkan dapat terbentuk sebuah perda yang baik, yakni perda yang tersusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dapat diterima oleh semua pihak dan ketika dilaksanakan banyak membawa manfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Perda tersebut tentunya harus memiliki fungsi sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, yang merupakan peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan, sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah dalam rangka menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat di daerah serta memiliki fungsi sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah sehingga dapat tercapai sebagaimana perda yang diharapkan keberadaanya. Atas pendapat yang disampaikan Gubernur, Fraksi PPPK sepakat menerima masukan serta saran yang disampaikan Gubernur serta memberikan masukan kepada tim yang bekerja yaitu: 1) Setiap raperda yang akan dibentuk hingga menjadi

22

Kol. (Purn.) H. Sunardi, M.H.

H. Zeldayatie

perda hendaknya selalu berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945, serta peraturan dan perundangan yang ada. Selanjutnya, 2) menghindari terjadinya benturan antara perda yang satu dengan perda yang lain karena adanya berbagai kepentingan; 3) memperhatikan beberapa hal yang harus dipedomani, baik terkait dengan teknis pembuatan raperda maupun terkait dengan teknis penulisan dan tata naskah; dan 4) Fraksi PPK sangat setuju dilakukan pembahasan lanjutan secara komprehensif dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat, yang melibatkan para pakar dan akademisi. Demi terwujudnya perda dimaksud, Fraksi PPK menyarankan: a) Perda yang dibentuk harus dapat mewujudkan kesesuaian dengan tujuan yang hendak dicapai; b) tidak terjadinya benturan antara perda yang dibuat dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; c) membuka partisipasi dan masukan dari masyarakat, termasuk melibatkan para pakar dan akademisi yang berkompeten di bidangnya dengan tujuan agar perda yang dibentuk tersebut dapat efektif dalam pelaksanaannya. Selain itu, juga mengevaluasi terhadap perda yang tidak atau kurang efektif sehingga dapat menghambat tujuan pembangunan serta mengedepankan raperda yang dianggap penting dan menjadi skala prioritas yang memang dibutuhkan keberadaannya. (Ketua: Sunardi; Sekretaris: Zeldayatie).

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA 2. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Menindaklanjuti penyampaian pendapat Gubernur Lampung atas 12 raperda atas usul insiatif DPRD Lampung, Fraksi PKB menyampaikan tanggapan berikut. Pertama, berkenaan dengan Raperda tentang Pertambangan Umum Minyak dan Gas Bumi bahwa penamaan atau judul raperda, yaitu tentang “Pertambangan Umum Minyak dan Gas Alam”, Fraksi PKB sependapat dengan Gubernur agar judul raperda ditinjau kembali, misalnya diubah menjadi “Pemberdayaan Bahan Hasil Pertambangan”. Kedua, terkait dengan pengaturan ketenagalistrikan di daerah, F-PKB juga sependapat dengan Gubernur terhadap raperda ini dapat dilakukan kajian-kajian yang mendalam pada proses pembahasannya, jangan sampai kebijakan dimaksud bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ketiga, terhadap Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyandang Cacat, F-PKB juga sependapat dengan Gubernur agar judul raperda yaitu diubah menjadi “Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas”. Keempat, terkait dengan Raperda tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Fraksi PKB juga sependapat dengan Gubernur bahwa substansi raperda yang berkenaan dengan kelembagaan dan proses (perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan) dapat dibahas secara

Drs. Musa Zainuddin

H. Okta Rijaya, S.H.I.

mendalam dalam tingkat pembicaraan berikutnya. Begitu juga dengan sanksi yang diberikan. Kelima, terkait Raperda tentang Keterbukaan Informasi Publik, Fraksi PKB juga sepakat dengan Gubernur. Begitu juga terhadap 7 raperda lainnya, pada prinsipnya Fraksi PKB setuju untuk dibahas pada tingkat pembicaraan selanjutnya. Ketentuan dalam pelaksanaannya tentu tetap memperhatikan kewenangan daerah terkait dengan objek yang akan diatur dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang terkait dengan objek dimaksud. (Ketua: Musa Zainuddin; Sekretaris Okta Rijaya).

3. Fraksi Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindra) Fraksi Partai Gerindra menyampaikan tanggapan terhadap pendapat Gubernur atas 12 Raperda Provinsi Lampung usul inisiatif DPRD Provinsi Lampung sebagai berikut: a. Fraksi Gerindra sepakat dengan masukan dari Gubernur dan berpendapat bahwa secara teknis dan sistematika raperda ini perlu dilakukan pembenahan dalam teknis dan penyusunan sebuah raperda. Untuk itu kepada Pansus diharapkan perlu melakukan perbaikan-perbaikan yang optimal demi penyempurnaan raperda ini, agar dalam pembahasan pada tingkat selanjutnya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. b. Dari segi substansi materi yang diatur dalam 8 raperda ini, Fraksi Gerindra berpendapat masih perlu perubahan dan pembahasan yang cukup signifikan, demi sempurnanya perda tersebut. c. Berkenaan dengan tanggapan Gubernur atas Raperda tentang Pertambangan Umum Minyak dan Gas Bumi, Fraksi Gerindra menyepakati untuk mempertimbangkan kembali judul raperda tersebut. Meski judul Raperda tersebut sudah turut mempertimbangkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi, tetapi ketepatan kalimat dalam judul raperda sangat perlu medapatkan pertimbangan dan pendapat dari pihak-pihak yang berkompeten. d. Menyoal tanggapan Gubernur tentang Raperda

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

Elly Wahyuni, S.E., M.M.

Watiah

Ketenagalistrikan di daerah, Fraksi Gerindra memandang perlu untuk mengkaji lebih lanjut raperda tersebut. Hal ini berkaitan dengan belum terbitnya Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. Hanya saja, pembahasan Raperda Ketenagalistrikan daerah ini dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009. Sehingga Raperda ini tidak dilewatkan hanya karena belum terbitnya Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. Memang kebutuhan atas Raperda Ketenagalistrikan daerah tidak bengitu mendesak, tetapi perlu untuk dituntaskan, mengingat keinginan masyarakat untuk kelancaran distribusi tenaga listrik di daerah sangat dibutuhkan untuk dipenuhi.

23


LAPORAN UTAMA e.

f.

g.

4.

Menilik kembali judul Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyandang Cacat, sesuai dengan tanggapan Gubernur yakni mengenai judul raperda memang sangat penting, meski lebih penting membahas mengenai isinya. Tetapi, mengingat judul sangat mempengaruhi perspektif mengenai isi, maka dipandang perlu untuk mempertimbangkan tawaran judul raperda dari Gubernur. Menelaah pendapat Gubernur soal Raperda tentang Tanggung jawab Sosial Perusahaan, yang mengerucut pada persoalan sanksi atas pelanggaran tanggungjawab sosial perusahaan atau crporate social responsibility (CSR), tentu dipandang perlu untuk memberikan sanksi yang menimbulkan efek jera. Tetapi, sanksi tidak dapat diberikan langsung pada tingkat maksimal, penghargaan atas niat baik perusahaan tetap perlu diperhatikan. Karenanya, tahapan sanksi perlu dijalankan sesuai dengan tiap tingkatannya. Hanya saja, sanksi pada tahap maksimal atau akhir tetap perlu dibahas bersama, sehingga sanksi ini dapat disepakati bersama dengan mempertimbangkan peraturan perundang-undangan. Menelisik keempat item pendapat Gubernur mengenai Raperda tentang Mekanisme Konsultasi Publik, yang menyoroti dasar hukum, pedoman sengketa informasi publik, kesepahaman kebijakan dan kerjasama antar instansi publik, dan tata cara konsultasi publik, bahwa

h.

perspektif tersebut menjadi bagian yang perlu dibahas kembali, mengingat keempat item itu bersentuhan dengan pola kerja pemerintah. Namun, yang perlu dibahas lebih mendalam adalah pendapat Gubernur bahwa detail pengaturan pada pasal 5 ayat (1) Raperda ini didelegasikan kepada Peraturan Gubernur. Pembahasan mengenai pendelegasian ini dipandang penting agar tidak menimbulkan benturan atas peraturan perundang-undangan yang ada. Mengenai pendapat Gubernur yang menyetujui dengan catatan memperhatikan kewenangan daerah pada Raperda Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung; Pengelolaan Perkoperasian; Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunedefiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Provinsi Lampung; Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung; dan Penarikan Penyertaan Modal Saham Pemerintah Daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ke dalam Modal Saham PT Lampung Jasa Utama, dapat dipertimbangkan mengenai kewenangan daerah tersebut. (Ketua Elly Wahyuni; Sekretaris Watiah)

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)

Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Provinsi Lampung memberikan apresiasi atas tanggapan Gubernur Lampung terhadap 12 Raperda Usul Inisiatif DPRD Provinsi Lampung. Fraksi PDI Perjuangan sependapat dengan Gubernur Lampung bahwa didalam penyusunan raperda hendaknya mengikuti kaidah-kaidah yang diatur dalam sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Terhadap pendapat Gubernur tersebut, Fraksi PDI-Perjuangan menyampaikan hal-hal sebagai berikut. a.

24

Raperda tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung. Fraksi PDI-Perjuangan memandang bahwa setiap instansi pemerintah di Provinsi Lampung dituntut menyelenggarakan pelayanan publik yang memberikan kepuasan kepada masyarakat. Kualitas pelayanan publik di lingkungan Provinsi Lampung dapat dilihat dari penilaian dan tingkat kepuasan masyarakat. Secara umum Fraksi PDI-Perjuangan menilai bahwa sejauh ini penyelenggaraan pelayanan publik belum sepenuhnya optimal. Untuk itu perlu di susun pedoman indeks kepuasan masyarakat dan SOP (standard oprating procedure) pelayanan publik di setiap SKPD. Untuk itu perlu adanya upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana yang diamanatkan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pelayanan wajib diberikan secara berkualitas, terintegrasi dan berkesinambungan sebagai bentuk

Drs. H. Tulus Purnomo Wibowo

Palgunadi, S.T.P.

perlindungan atas hak-hak publik masyarakat Provinsi Lampung. b.

Raperda tentang Mekanisme Konsultasi Publik. Terhadap raperda ini, Fraksi PDI-Perjuangan memandang bahwa perlu adanya sinergisitas kemitraan antara publik dan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Tujuannya untuk membangun sistem pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel (good governance), baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan melalui mekanisme konsultasi publik. Konsultasi publik, tidak lain adalah musyawarah antara warga negara dan pemerintah untuk mencari cara terbaik dalam memecahkan permasalahan. Fraksi PDI-

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA

Perjuangan berharap dengan diaturnya mekanisme konsultasi publik, relasi antara warga negara dan pemerintah dapat dikembangkan menjadi hubungan yang lebih erat, sejajar, dan saling membutuhkan. Pemerintah tampil sebagai pemimpin yang demokratis dan aspiratif, sementara warga memiliki forum alternatif yang konstruktif dalam menyampaikan aspirasi dan gagasan. Fraksi PDI-Perjuangan memandang bahwa ada hak masyarakat untuk memberikan masukan dalam setiap kebijakan pemerintah. Konsultasi publik yang dilakukan oleh pemerintah dengan warga dalam merumuskan kebijakan atau peraturan akan membangun terjadinya hubungan dua arah yang konstruktif. c.

Raperda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa laju alih fungsi lahan pertanian tidak sebanding dengan laju pencetakan lahan pertanian. Hal ini akan berimplikasi pada semakin berkurangnya lahan pertanian pangan. Untuk itu perlu satu upaya untuk melindungi lahan pertanian pangan guna menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, yang juga harus memperhatikan kebutuhan ekonomi para petani. Hal ini perlu menjadi perhatian serius dari semua pihak, terutama mengingat derajat kehidupan petani ratarata di bawah standar kehidupan layak. Perlindungan ini untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian dan meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani. Sebagai sebuah negara agraris, memang diperlukan peraturan tentang perlindungan lahan pertanian tanaman pangan. Masalah pangan saat ini sering dikaitkan dengan keperluan lahan pertanian yang makin terancam oleh kerusakan lingkungan dan konversi lahan. Selain memang karena ada amanat Undang-Undang No. 41 thn 2009, juga untuk menjaga kesinambungan pangan di masa depan. Untuk itu, Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat perlu dibentuk sentra produksi pangan yang diarahkan ke usaha yang bersifat komersial.

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

d.

Raperda tentang Pengelolaan Perkoperasian di Provinsi Lampung Fraksi PDI-Perjuanganmemandang diperlukan penataan yang lebih komprehensif terhadap perkoperasian di Lampung. Pembinaan dan pembiayaan koperasi harus lebih selektif, mengingat banyaknya koperasi yang mati suri. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat koperasi adalah badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat. Koperasi dituntut dapat melaksanakan prinsip ekonomi dan kaidah bisnis untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggotanya. Untuk itu diperlukan peranan pemerintah dalam lingkup daerah untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan terhadap koperasi.

e.

Raperda tentang Pertambangan Umum Minyak dan Gas Bumi. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat Provinsi Lampung memiliki potensi kekayaan alam minyak dan gas bumi. Hal ini tentu saja harus bisa digunakan untuk peningkatan kehidupan masyarakat. Fraksi PDI-Perjuangan berpandangan bahwa perlu dikaji secara mendalam tentang pengaturan dan kewenangan antara pusat dan daerah dalam hal pertambangan umum minyak dan gas bumi sehingga tidak melanggar aturan perundang-undangan yang ada.

f.

Raperda tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa dikenal dengan CSR (corporate social responsibility) secara sederhana adalah sebagai konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya dalam mencari keuntungan. Tanggung jawab sosial perusahaan masih dianggap sebagai sebuah kosmetik untuk menaikkan pamor atau menjaga reputasi perusahaan di masyarakat. Fraksi PDI-Perjuangan beranggapan bahwa perusahaan harus memberikan satu divisi khusus yang mengelelo masalah CSR yang dilakukan secara profesional sehingga pertanggungjawaban terhadap manajemen dan stakeholder transparan dan terukur. Divisi inilah yang akan berhubungan dengan pemerintah sebagai regulator. Idealnya, pemerintah juga memiliki departemen khusus yang berfokus menangani tanggung jawab sosial perusahaan sehingga dapat menjadi mediator dan fasilitator bagi semua pihak yang berkepentingan. Fungsi lain, dari departemen ini adalah sebagai auditor yang memberikan dan mengawasi pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan. Untuk itu, Fraksi PDIPerjuangan memandang perlu dibuatnya aturan khusus tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan.

g.

Raperda tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa pengelolaan air hendaknya diselenggarakan berlandaskan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pen-

25


LAPORAN UTAMA dayagunaan air. Sehingga ke depan diharapkan pengambilan air tanah diatur melalui mekanisme yang terarah, terutama untuk sektor industri. Dengan begitu, Fraksi PDI-Perjuangan berharap ke depan tidak ada lagi praktek eksplorasi dan eksploitasi air yang berlebihan tanpa memperhatikan kelestariannya. Ketersediaan air bersih harus mendapatkan perhatian serius, karena sumberdaya air semakin berkurang. Bahkan sumber air baku sudah banyak yang mengalami pencemaran. Untuk itu Fraksi PDI-Perjuangan beranggapan bahwa perlu diatur sebuah mekanisme dalam mengatur pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. h.

i.

j.

26

Raperda tentang Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Lampung. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat, Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) mampu menjadi arah dan strategi pengembangan untuk penyediaan tenaga listrik di daerah. Hal ini tentu dengan memperhatikan dan mengintegrasikan potensi sumber energi yang dapat dimanfaatkan, kebutuhan tenaga listrik masyarakat. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa dalam penyediaan tenaga listrik yang dibutuhkan perlu diselenggarakan secara efisien melalui kompetensi yang sehat dan transparan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, konservasi energi dan diversifikasi energi sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Penyandang Cacat. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa penyandang disabilitas perlu mendapatkan pelayanan dan perlindungan terutama dalam aspek kesejahteraan sosial. Penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di tempat-tempat umum dan meningkatkan alokasi dana bagi kesejahteraan bagi mereka. Untuk itu, Fraksi PDIPerjuangan menganggap perlu dibuat aturan dan perlindungan terhadap penyandang disabilitas. Raperda tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/ AIDS dan IMS. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa rencana penyusunan perda terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS perlu segera dibuat mengingat penyebaran penyakit ini seharusnya menjadi perhatian bersama antara pemerintah dan masyarakat. Fraksi PDIPerjuangan berharap bahwa penyusunan perda ini dengan memperhatikan fakta-fakta medis, bukan semata-mata fakta moral. Pemerintah mengalokasikan dana untuk pencegahan, pengobatan dan penanggulangan pada penderita HIV/AIDS. Dengan begitu dapat mencegah dan mengurangi penularan HIV, dan mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV/AIDS pada individu, keluarga dan

masyarakat. Sehingga pencegahan dan penanggulangannya dapat dilakukan dengan efektif. k.

Raperda tentang Ruang Milik Jalan Provinsi Lampung. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa keberadaan ruang milik jalan Provinsi Lampung yang juga mempunyai aspek ekonomi, tidak boleh digunakan sebagai lahan parkir ataupun digunakan untuk mendirikan bangunan. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat perlindungan kepada pengguna jalan dan pengendara harus diutamakan. Pengaturan pemanfaatan ruang milik jalan harus ditujukan untuk mewujudkan ketertiban, kenyamanan, dan keamanan berkendara serta menjaga kondisi jal dari kerusakan yang disebabkan oleh pemanfaatan rumija yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperkenankan.

l.

Raperda tentang Penarikan Penyertaan Modal Saham Pemerintah daerah pada PT Kawasan Industri Lampung dan Penyertaan modal Pemerintah Daerah ke dalam Modal Saham PT Lampung Jasa Utama. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa jika secara ekonomis PT Kawasan Industri Lampung belum memberikan kontribusi pemasukan yang signifikan terhadap daerah, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap penyertaan modal pemerintah daerah tersebut. Penarikan penyertaan modal saham di PT Kawasan Industri Lampung akan dilakukan bila tidak ada upaya memadai dari pengelola untuk meningkatkan kinerja. Fraksi PDI-Perjuangan berpendapat bahwa dalam rangka memperkuat keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan usaha jasa konstruksi dan konsultasi oleh badan usaha milik daerah PT Lampung Jasa Utama, perlu dilakukan penyertaan modal secara langsung dengan cara pengambilalihan seluruh saham dan menarik kembali penyertaan modal Pemerintah Provinsi Lampung yang terdapat pada PT Kawasan Industri Lampung. (Ketua: Tulus Purnomo Wibowo; Sekretaris: Palgunadi)

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


LAPORAN UTAMA 5. Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Menyimak apa yang disampaikan Gubernur dalam memberikan tanggapan terhadap 12 raperda usul inisiatif Dewan, Fraksi Hanura menilai pihak Eksekutif sangat koperatif, konstruktif, dan kontributif. Sikap koperatif ditunjukkan dengan memberikan apresiasi terhadap kinerja Badan Legislasi DPRD yang telah mengusulkan ke-12 raperda tersebut. Respon konstruktif ditunjukkan dengan memberikan sikap sepaham, sealur, dan dengan perspektif yang sama dalam melihat urgensi dan substansi berbagai persoalan tersebut karena akan mendukung dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat. Gubernur juga berkenan memberikan kontribusi pemikiran untuk pendalaman, penajaman, pengarahan, dan pembobotan terhadap materi ke-12 raperda usul inisiatif Dewan tersebut yang tujuannya agar dapat dijadikan produk legislasi yang secara substansial sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Dari pengamatan kami, Gubernur telah menelaah dan mempelajari secara seksama seluruh konten ke-12 raperda

Dr. (C) H. Andi Surya, M.M.

Ir. H. Nurhasanah, M.M.

tersebut. Atas sinergi mutualistik yang telah ditunjukkan Gubernur, Fraksi Hanura menyampaikan penghargaan yang tulus. Fraksi Hanura sepakat dengan harapan Gubernur bahwa pembahasan ke-12 raperda harus mengakomodasi berbagai pendapat, aspirasi, dan harapan seluruh stakeholders. Karena itu, Fraksi Hanura berupaya menjaring dan memperhatikan suara hati nurani konstituen dan masyarakat dalam proses pembahasan lanjutan. Fraksi Hanura juga mengharapkan kepada anggota Dewan dapat secara cermat merumuskan legal drafting dengan memperhatikan berbagai ketentuan regulasi dan perundangundangan, data selalu di-update agar produk legislasi tidak berbenturan atau bahkan bertentangan dengan produk hokum yang lebih tinggi. Bagi Fraksi Hanura, ke-12 raperda ini memiliki fungsifungsi strategis dan berdaya guna untuk memelihara dan melanjutkan pembangunan di Lampung. Berbagai substansi materi raperda yang diusulkan dinilai bersentuhan langsung dengan hajat rakyat dan tata kelola pembangunan daerah. (Ketua: Andi Surya; Sekretaris: Nurhasanah)

6. Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Fraksi PAN tidak akan mengulas satu per satu tentang ke-12 raperda usul inisiatif Dewan yang telah mendapatkan tanggapan Gubernur Lampung. Atas pendapat Gubernur tersebut, Fraksi PAN menyampaikan beberapa hal berikut. a. Fraksi PAN menyampaikan terima kasih dan memahami atas respon positif yang disampaikan Gubernur terhadap ke-12 raperda tersebut. b. Terhadap lima raperda yang menurut Gubernur masih perlu dikaji secara lebih mendalam, baik dari judul maupun substansi dan materi raperda, Fraksi PAN berharap hal itu menjadi perhatian Pansus yang akan membahasnya secara lebih mendalam. c. Fraksi PAN sependapat bahwa setiap perda yang akan dibuat jangan sampai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan hendaknya bisa member manfaat yang luas kepada masyarakat. Akhirnya Fraksi PAN menyetujui agar ke-12 raperda tersebut diteruskan untuk dibahas lebih lanjut. Sebab, ke-12 raperda yang diusulkan tersebut benar-benar aspiratif dan

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

M. Hazizi, S.E.

Ahmad Bastari, S.Sos.

melindungi kepentingan semua pihak, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan dating. Kemudian yang lebih penting adalah untuk kemajuan Provinsi Lampung. (Ketua: M. Hazizi; Sekretaris: Ahmad Bastari)

27


LAPORAN UTAMA 7. Fraksi Partai Demokrat (PD) Menanggapi pendapat Gubernur terhadap 12 raperda usul inisiatif Dewan, Fraksi Partai Demokrat menyampaikan beberapa hal berikut. a. Fraksi Partai Demokrat menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi kepada Gubernur atas respon positif terhadap ke-12 raperda tersebut. Seperti yang disampaikan Gubernur bahwa 12 raperda tersebut merupakan salah satu wujud nyata tanggung jawab DPRD terhadap pembangunan, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b. Fraksi Partai Demokrat mengucapkan terima kasih atas berbagai masukan, saran, dan catatan yang disampaikan Gubernur. Semua itu akan menjadi pedoman untuk membahas ke-12 raperda lebih lanjut di tingkat panitia khusus. c. Fraksi Partai Demokrat mengajak semua pihak terkait untuk secara bersama-sama mengawal proses pembahasan ke-12 raperda usul inisiatif ini agar benar-benar dapat menjawab berbagai persoalan yang selama ini muncul dalam lingkup objek yang diaturnya, mencegah terjadinya

H. Toto Herwantoko

H. Dendy Ramadhona K., S.T.

pertentangan antarperaturan dan perundang-undangan, dapat memberikan akses terhadap partisipasi masyarakat untuk meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan perda nantinya, sehingga akhirnya dapat mewujudkan tujuan yang hendak dicapai bersama. (Ketua: Toto Herwantoko; Sekretaris: Dendy Ramadhona K.)

Pemprov Anggarkan Rp4 Miliar Untuk Masjid Ornamen Lampung

P

rogram pembinaan mental dan spiritual terus digulirkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. Konsekuensinya, dana miliaran rupiah harus digelontortkan. Pada Juni 2012, pemprov memulai pembangunan 6 masjid berciri khas Lampung secara serentak di enam kabupaten, yaitu Lampung Selatan, Pringsewu, Lampung Timur, Metro, Tulangbawang Barat, dan Waykanan. Saat ini tahapan pembangunan masjid sudah masuk pelelangan tender. Masjid-masjid dengan nuansa ornamen Lampung itu diperkirakan menelan biaya keseluruhan Rp4,4 miliar. Untuk satu unit masjid, Pemprov menganggarkan Rp740 juta. Pembangunan enam unit sarana ibadah itu diambil dari APBD 2012. Kepala Biro Bina Sosial Setprov Lampung Herlina Warganegara menjelaskan setelah proses tender usai, pengerjaan masjid segera dilakukan. Menurut dia, pembangunan 6 unit masjid tersebut sudah disetujui oleh DPRD Lampung. “Persetujuan Dewan untuk enam masjid. Kalau usulan kita sebenarnya minta ditambah,” kata dia. Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Lampung itu menjelaskan, sejak 2006 hingga kini total sudah ada 24 masjid

28

berornamen Lampung yang dibangun pemprov. “Program itu kan sudah lama. Kalau nggak salah pada 2006 saja dibangun 10 masjid,” tuturnya. Rencananya program pembangunan masjid berornamen Lampung kembali dianggarkan 2013. Pasalnya untuk penganggaran di APBDP 2012, menurut Herlina, masih agak riskan. Mengingat, biasanya APBD Perubahan baru efektif pada September. “Agak riskan kalau lewat APBD perubahan, mengingat hanya tiga bulan waktu untuk menyelesaikan pembangunan masjid,” tukasnya. Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. dalam sejumlah kesempatan menyatakan, tetap akan menganggarkan program wisata rohani dan pembangunan rumah ibadah. Menurutnya, pertimbangan utamanya adalah APBD Lampung dinilai cukup untuk menopang kebutuhan tersebut. Untuk 2012 saja, APBD Lampung berada di angka Rp2,8 triliun. “Kita ambil sekian persen untuk keagamaan, saya kira masih pantas,” katanya. Hingga sejauh ini, DPRD Lampung juga terus memberikan pengesahannya atas program pembangunan masjid dan wisata rohani yang sudah sejak lama dicanangkan pemprov. (tim)

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


WARTA

Pro dan Kontra Pemekaran Lampung Wacana pemekaran Provinsi Lampung mendapat sambutan beragam di kalangan legislatif Lampung. Ada yang mengkhawatirkan ekses pemekaran, ada pula yang menganggap pemekaran provinsi sebagai langkah positif.

K

etua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menyatakan mendukung pemekaran provinsi Lampung. Pada prinsipnya, ia mendukung pemekaran karena luas dan jumlah penduduk Lampung sangat besar. “Sehingga, rentang kendali lebih efektif jika dimekarkan,” ujar Marwan. Hanya saja memang perlu ada kajian mendalam agar pemekaran dapat memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat. Wacana pemekaran provinsi dinilai masih sebatas wacana yang dilemparkan sejumlah kepala daerah. Jadi, belum pada tahap aksi, melainkan baru menjaring pendapat dari berbagai kalangan. Sementara, tahapan-tahapan formal yang harus dilakukan untuk membentuk sebuah provinsi masih panjang. Oleh karena itu, Marwan menyarankan agar kabupaten yang hendak memekarkan diri membuat semacam tim kajian terkait manfaat pemekaran bagi warga di sejumlah kabupaten yang hendak memekarkan diri. Menurut dia, kajian komprehensif perlu dilakukan agar pemekaran tidak menimbulkan masalah. Marwan pun tak menampik adanya kemungkinan pemekaran justru menimbulkan kesulitan. Sebab, selain membutuhkan dana yang besar, pemekaran juga mempunyai dampak yang luas terhadap geografis, sosiologis, ekonomis, dan lainnya. Sebelumnya, Sekretaris Komisi I DPRD Lampung Watoni Noerdin mengemukakan kekhawatiran pemekaran dapat membuka peluang

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

konflik. Ada sejumlah parameter yang menyebabkan pemekaran rawan konflik, seperti penentuan ibu kota provinsi. “Menentukan ibu kota saja rawan konflik. Lalu tarik menarik dari masyarakatnya,” terang dia. Menurut Watoni, pemekaran daerah menjadi provinsi maupun kabupaten bukan perkara sepele. Pemekaran daerah kerap menimbulkan potensi konflik. Karena itu, harus ada analisis komprehensif dengan kajian yang jelas dan detail guna memutuskan bahwa suatu daerah laik dimekarkan atau tidak. “Bukan main-main memekarkan daerah. Itu punya implikasi. Kalau tidak hati-hati, justru menimbulkan konflik. Bukan menimbulkan kebaikan,” katanya. Menurutnya, kesepakatan yang digalang sejumlah kepala daerah untuk memekarkan Provinsi Lampung masih dalam tahap wacana. Watoni menyebutkan dalam sistem otonomi daerah yang dipakai saat ini, konsep pemerintahan tak lagi terpusat (sentralistik). Alhasil, kabupaten/kota mempunyai peluang besar untuk mengembangkan daerahnya secara mandiri. “Justru posisi sekarang bisa lebih cepat berkembang. Bukan karena provinsi. Ini keliru,” tegasnya. Diberitakan sebelumnya, sejumlah bupati menandatangani berita acara kesepakatan pembentukan provinsi baru. Wilayah provinsi baru itu

didasarkan peta wilayah eks Kabupaten Lampung Utara sebelum adanya pemekaran. Bupati yang sepakat melakukan pemekaran adalah Bupati Lampung Utara Zainal Abidin, Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri, Bupati Waykanan Bustami Zainudin, dan Pemkab Tulangbawang Barat yang diwakili Asisten III Pahada Hidayat. Bupati Tulangbawang Abdurachman Sarbini juga memastikan ikut dalam rencana pemekaran tersebut. Dia menyatakan komunikasi dengan para bupati yang memiliki semangat pemekaran provinsi juga sudah terjalin dengan baik. “Perkembangan Lampung begitu pesat, tapi potensi belum diberdayakan secara maksimal,” katanya. Sementara Sekretaris Provinsi Lampung Berlian Tihang menyatakan persoalan pemekaran yang digulirkan sejumlah kepala daerah tersebut masih berupa wacana. Karena itu, Pemprov belum menanggapi wacana tersebut. “Itu kan baru wacana. Prosesnya masih (tim) panjang,” katanya.

29


WARTA

Lampung Incar Tuan Rumah PON XIX Empat tahun lagi, yaitu pada tahun 2016, Provinsi Lampung optimistis bisa menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX. Hal ini tentu menjadi target mengingat waktu empat tahun dianggap cukup untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

K

etua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir menyatakan siap mendukung rencana untuk menjadi tuan rumah even olah raga nasional itu. “Rencana jadi tuan rumah PON merupakan langkah berani dan perlu dukungan dari semua pihak. Kita di Dewan mendukung 1.000 persen,” katanya. Menurut Yandri, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) sudah memberi gambaran mengenai rencana tersebut. Memang masih banyak kekurangan, sarana dan prasarana olahraga di Lampung banyak yang belum sesuai. “Kita melihat lapangan sepakbola belum memenuhi standar FIFA, kolam renang juga begitu, running track juga belum sesuai standar internasional. Jadi, banyak yang harus kita benahi, bukan hanya insfrastruktur olahraga, tapi juga infrastruktur jalan, hotel, dan lainnya,” tegasnya. Meskipun masih banyak kekurangan, Yandri optimistis dalam 4 tahun ke depan perbaikan bisa dikejar. “Buktinya Palembang siap menjadi

30

Yandri Nazir

tuan rumah Sea Games meski persiapannya hanya 2 tahun. Kalau DPRD, pemerintah, masyarakat, dan semua pihak mau, kenapa tidak?” katanya. Rencana menjadi tuan rumah PON pada tahun 2016 tersebut disampaikan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Lampung Kherlani pada saat dengar pendapat dengan Komisi V DPRD Lampung, Jumat (4 Mei 2012). Dia mengatakan tidak menutup kemungkinan empat tahun ke depan rencana pelaksanaan PON di Lampung bisa terlaksana. Tapi dengan catatan, 7 kabupaten/ kota mulai dari Bandarlampung, Pringsewu, Metro, Lampung Tengah (Lamteng), Lampung Selatan (Lamsel), Pesawaran, dan Lampung Timur (Lamtim) mau bersama-sama membangun sarana dan prasaran pendukung olahraga. “Kita bagi fasilitas olahraganya. Misalnya Lamteng dibangun di Bekri, Pesawaran dibangun di Gedungtataan, dan Pringsewu di Gadingrejo. Semua tidak ada persoalan. Memang belum menjadi target, tapi wacana ini saya lemparkan supaya kita semua bangkit. Karena kalau sepakat, empat tahun ke depan kita bisa jadi tuan rumah PON,”

kata Kherlani. Menurut Kherlani, sejumlah daerah yang disebut di atas antusias menyambut wacana tersebut. ”Tapi memang kalau bicara PON tentu tidak akan mecukupi. Tapi perbaikan sarana dan prasarana olahraga tetap harus dilakukan, sebab November nanti ada pekan olahraga pelajar yang kemudian disusul kejuaraan daerah sehingga bisa digunakan untuk itu,” tambahnya. Bukan hanya itu, Kherlani pun menyadari banyak fasilitas olahraga di Lampung yang perlu diperbaiki. Contohnya stadion olahraga yang dibanggakan di Bandarlampung, yakni gedung PKOR Wayhalim. Sampai sekarang belum komplet, belum ada ruang ganti dan sebagainya. Namun, dia yakin jika kabupaten/kota bersatu maka semua akan segera terwujud. “Masalah anggaran bisa dibicarakan dengan Komisi V DPRD. Kita akan buat program pada 2013. Saat ini kita juga tengah melakukan revitalisasi 2 lapangan sepak bola di Pringsewu, 1 di Lamteng dan 1 di Lamtim. Lapangan olahraga rakyat ini diperbaiki agar bisa dimanfaatkan bersama oleh rakyat,” tambahnya. (tim)

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


WARTA

Untuk Mendongkrak UMP Survei KHL Sebulan Sekali Untuk menentukan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2013, survei standar kebutuhan hidup layak (KHL) harus dilakukan setiap bulan. Hal tesebut sebagai langkah dan upaya DPRD Lampung untuk terus mengejar agar UMP mencapai angka di atas Rp1 juta.

K

etua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir mengatakan UMP ditetapkan berdasarkan perhitungan dari angka KHL yang didapat dari hasil survei beberapa bahan pokok di lapangan. Dari tahun ke tahun, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung mengaku melakukan 4 kali survei setiap tahun yang kemudian jadi acuan Dewan Pengupahan dalam menentukan angka UMP. “Kita menginginkan pada tahun 2013 perhitungannya mengacu ke Permenakertrans No.17/ 2005 yang menetapkan pola regresi, artinya survei dilakukan setiap bulan,” tegasnya, usai dengar pendapat dengan Disnaker, awal Mei 2012. Memang patut disesalkan dari Disnaker kurang ada insiatif, padahal sudah ada Permenakertrans itu. Tapi tidak ada kata terlambat, jadi tahun 2013 harus diterapkan cara itu. Sebelumnya, Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan mengakui jika upah buruh di Lampung masih jauh di bawah standar. Karena itu, dia memaklumi jika buruh masih menggelar demo di peringatan May Day pada 1 Mei

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012

2012. UMP Lampung tahun 2012 sebesar Rp975 ribu, yang tentu saja tidak mencukupi untuk kehidupan buruh beserta keluarganya. “Jelas kalau angka idealnya diatas Rp1 juta. Ini yang harus diperhatikan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menentukan UMP,” terangnya. Menurut Marwan, juga tidak logis jika kenaikan gaji buruh akan membuat perusahaan atau investor meninggalkan Lampung. “Perusahaan juga bakal bangkrut bila pekerjanya tidak ada. Jadi jangan hanya memandang kepentingan dari sisi perusahaan saja dalam membahas masalah angka UMP,” imbuhnya. Sementara Sekprov Lampung Berlian Tihang meminta agar tripartit sebagai penentu angka UMP bisa bekerja lebih maksimal. Dia juga berharap tidak terjadi “kongkalikong” dalam penentuan angka UMP. ”Tripartit dibentuk untuk mewakili perusahaan dan buruh, jadi angka yang keluar tentu sesuai dengan keinginan keduanya, jangan hanya memikirkan satu pihak,” tambahnya. Oleh sebab itu, pemprov akan melakukan survei untuk menentukan UMP tidak hanya 4 kali dalam setahun, dengan memberikan tambahan dana dari APBD agar survei dilakukan setiap bulan selama satu tahun sehingga diketahui pasti berapa kebutuhan buruh di lapangan. Menurut Heri Munzaili, ketua Dewan Pengupahan Provinsi Lampung, target survei KHL pada tahun 2012

sebanyak tiga kali. Survei pertama sudah selesai digelar pada Maret lalu. Untuk Survei kedua, menurut pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung bakal digelar Juni. “Namun, pada tahun 2013 mendatang survei ditarget akan dilakukan selama sepuluh kali, yaitu dalam satu bulan ada sekali survei. Dengan 10 kali survei, tingkat keakuratan menjadi lebih jelas,’’ kata Heri setelah pihaknya menggelar hearing dengan Komisi V DPRD Lampung pada 31 Mei 2012 lalu. Menurut dia, pihak Disnakertrans Lampung juga bakal mendorong agar seluruh kabupaten/ kota membentuk Dewan Pengupahan sendiri. Saat ini, baru ada empat daerah yang memiliki Dewan Pengupahan sendiri, yakni Bandarlampung, Waykanan, Tulangbawang, dan Lampung Tengah. Heri menambahkan, pihak Disnakertrans Lampung juga sudah mendapat surat mengenai persoalan pembentukan lembaga kerja sama (LKS) Tripatrit. Dengan adanya LKS Tripatrit, pembentukan Dewan Pengupahan semakin mudah. “Dari LKS itu nantinya mendorong pembentukan Dewan Pengupahan,” jelas dia. Jika seluruh daerah sudah mempunyai Dewan Pengupahan, nantinya setiap daerah berhak menentukan besaran upah minimum masing-masing. Terkait target besaran upah minimum provinsi (UMP), Heri menegaskan, pada 2014 harus ada peningkatan signifikan. “Pada 2014, UMP diharapkan berada di angka Rp1,2 (tim) juta,” jelasnya.

31


32

Mimbar Legislatif

EDISI MEI 2012


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.