EDISI SEPTEMBER 2011
APBD Perubahan Tahun 2011
Infrastruktur Naik Rp 470 M
Waktu Mepet, Isu Krusial Muncul Laporan Badan Anggaran DPRD Provinsi Lampung
PAD Naik Rp186, 54 Miliar
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
Dewan Sahkan LIMA RAPERDA
KOmisi II Setujui Proyek Kapal
1
Dari Redaksi
JANGAN TELAT LAGI
DITERBITKAN OLEH: Sekretariat DPRD Provinsi Lampung PELINDUNG: Gubernur Lampung Sjachroedin ZP. Wakil Gubernur Lampung Ir. MS. Joko Umar Said, MM. PEMBINA: Ketua DPRD Provinsi Lampung Ir. Marwan Cik Asan, MM. Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung Hj. Nurhasanah, SH. MM. Ir. Hi. Indra S. Ismail, MM. Ir. Hi. Hantoni Hasan, M.Si. PENASEHAT: Seketaris Daerah Provinsi Lampung: Ir. Barlian Tihang, M.M. PENANGGUNG JAWAB: Sekretaris DPRD Provinsi Lampung: Sutoto, S.H., M.H. PIMPINAN REDAKSI: Hargo Prasetyo Widi, SH. Kabag Perundang-undangan DEWAN REDAKSI: Kabag Umum: Drs. Budi Heriyanto MM. Kabag Keuangan: Dra. Tina Malinda MM. Kabag Persidangan: Drs. Pohan Alam Kasubag Humas: Edy Nefo Irianto, S. Sos, MM. Kasubag Publikasi: Jamaluddin, S.Sos. REDAKTUR PELAKSANA: Kassubag Dokumentasi Informasi dan Perpustakaan: Cakrawala Umar, S.Sos. KONTRIBUTOR: Antoni, S.E. Ana Ekawati Adam, S.H. Arianto R. Nugroho, S.H. Ahmad Mustajab Adi Supriadi M. Rizal Nasution, S.E. STAF TATA USAHA: Dra. Neli Yuniar ALAMAT REDAKSI: Gedung DPRD Provinsi Lampung Lantai II Jl. Wolter Monginsidi No. 69 Telukbetung Telp. (0721) 481166, 482166, Fax (0721) 482166
2
P
embahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) tahun 2011 boleh dikata terlambat. Seharusnya, pada bulan Agustus RAPBD-P sudah disahkan menjadi APBD. Namun, tahun ini Pemprov Lampung memang telat mengajukan draf rancangan anggaran tersebut, sehingga baru pada September bisa dibahas dan disahkan oleh Dewan. Sebab, keterlambatan dalam pengesahan APBD-P bisa berakibat pada munculnya beberapa ekses, antara lain yang paling krusial krusial adalah sejumlah program pembangunan harus dikebut hanya dalam tempo tiga bulan. Namanya kebutkebutan, dikhawatirkan hasilnya pun kurang optimal karena semata-semata mengejar target waktu. Karena itu, Ketua DPRD Provinsi Lampung Marwan Cik Asan mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Lampung tidak lagi mengulangi keterlambahan dalam mengajukan draf RAPBD pada tahun-tahun mendatang. Selain ekses dalam pelaksanaannya, dengan pengajuan draf RAPBD yang terlambat, juga dikhawatirkan pembahasan oleh DPRD kurang optimal pula. Padahal, seluruh proses penyusunan dan pembahasan RAPBD harus mempertimbangkan aspirasi yang diserap melalui proses jaring oleh legislatif, eksekutif, diskusi intensif eksekutif dan legislatif, serta mempertimbangkan urgensi dan prioritas anggaran yang harus didahulukan. “Kalau waktunya longgar maka pembahasan menjadi lebih maksimal,” kata dia. Meskipun telat, Dewan bersepakat dengan Pemrpov untuk mengalokasikan tambahan anggaran yang cukup siginifikan pada tujuh sektor utama, yaitu peningkatan kualitas infrastruktur jalan dan jembatan sebesar Rp200 miliar, infrastruktur permukiman dan pengairan Rp15 miliar, infrastruktur pendidikan Rp92 miliar, infrastruktur kesehatan Rp15 miliar, infrastruktur kelautan Rp7,64 miliar, infrastruktur kehutanan Rp1,78 miliar,
serta pertambangan dan energi Rp2 miliar. Pada bulan ini DPRD Provinsi Lampung juga mengesahkan 5 raperda menjadi perda dari 8 raperda yang diajukan Pemerintah Provinsi Lampung. Kelima Raperda yang disahkan menjadi Perda oleh DPRD Provinsi Lampung yaitu Raperda tentang Pencabutan Perda Provinsi Lampung No. 8 tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, Raperda tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Provinsi Lampung, Raperda Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah, Raperda tentang Penanggulangan Bencana, dan Raperda tentang Irigasi. Kita berharap semua Perda tersebut bisa segera diimplementasikan sehingga bermanfaat bagi pembangunan di Lampung. Misalnya Perda tentang Irigasi, sangat penting untuk menjawab persoalan pengairan irigasi yang selama ini dihadapi masyarakat Lampung. Meskipun sebagian besar wilayah Lampung banyak memiliki cadangan air, tetapi sampai saat ini banyak petani yang kekurangan air. Di sisi lain, banyak juga petani yang mempunyai air secara berlebih. “Jadi, dengan adanya Perda Irigasi ini diharapkan distribusi air akan merata sehingga berdampak pada kesejahteraan petani. Sebab, irigasi merupakan faktor penting dalam rangka mendorong produktivitas pertanian maupun perkebunan dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” kata Sunardi, Ketua Pansus Raperda tentang Irigasi. Pengesahan APBD Perubahan dan perda tersebut merupakan prestasi yang layak diparesiasi. Karena itu, pada edisi kali ini kami menyajikannya menjadi liputan utama, dengan harapan bisa menjadi gambaran bagaimana kinerja DPRD Provinsi Lampung. Tentu saja masih banyak lagi informasi yang kami sajikan, yang diharapkan mampu menginspirasi kita semua untuk terus bekerja dan memberikan yang terbaik buat masyarakat dan daerah Redaksi. Lampung. Selamat membaca!
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
LAPORAN UTAMA
DPRD Sahkan APBD-P 2011 *
Pos Pendapatan Meningkat 14,98 Persen
Setelah bekerja keras selama seminggu membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) 2011 yang diusulkan Pemprov, DPRD Lampung akhirnya mengesahkannya menjadi APBD-P 2001 dalam Rapat Paripurna DPRD, Selasa (20 September 2011). Selanjutnya APBD Perubahan Tahun 2011 itu dikirimkan ke Kemendagri untuk dievaluasi dan memperoleh persetujuan.
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
1
LAPORAN UTAMA
A
PBD Perubahan Tahun 2011 menggambarkan adanya peningkatan pendapatan pada APBD Perubahan dibandingkan dengan APBD murni 2011 sebesar 14,98%. Sementara belanja meningkat sebesar 21,57%. Belanja langsung meningkat cukup besar mencapai 33,46% dari Rp1,09 triliun menjadi Rp1,46 triliun. Sementara belanja tidak langsung juga ikut meningkat sebesar 9,67% dari Rp1,09 triliun menjadi Rp1,2 triliun. Anggaran belanja pada APBD Perubahan 2011 Provinsi Lampung naik hingga Rp470,4 miliar. Tujuh sektor utama mendapat tambahan anggaran yang cukup signifikan. Beberapa bidang pembangunan yang mendapat penambahan, antara lain peningkatan kualitas infrastruktur jalan dan jembatan sebesar Rp200 miliar, infrastruktur permukiman dan pengairan Rp15 miliar, infrastruktur pendidikan Rp92 miliar, kesehatan Rp15 miliar, kelautan Rp7,64 miliar, kehutanan Rp1,78 miliar, serta pertambangan dan energi Rp2 miliar. Pada APBD murni 2011 anggaran belanja sebesar Rp2,181 triliun meningkat menjadi Rp2,65 triliun lebih. Sementara itu, pendapatan yang semula Rp2,16 triliun menjadi Rp2,49 triliun. Dengan demikian terdapat defisit Rp155,16 miliar. Rencananya defisit anggaran tersebut akan ditutupi dengan silpa 2010 yang mencapai Rp161,16
2
miliar. Sisanya sebesar Rp6 miliar akan digunakan untuk penyertaan modal pada PT Lampung Jasa Utama. Wakil Gubernur Lampung Joko Umar Said mengatakan potensi tam-
Pada belanja infrastruktur jalan, ada penambahan belanja sebesar Rp200 miliar untuk Dinas Bina Marga Lampung. Penambahan anggaran infrastruktur itu termasuk upaya penanganan dan antisipasi bencana sebesar Rp100 miliar. Tambahan infrastruktur juga diperuntukkan peningkatan lingkungan permukiman lewat Dinas Pengairan dan Permukiman sebesar Rp15 miliar
bahan belanja daerah diperoleh dari peningkatan target pendapatan daerah, Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran)
2010 sebesar Rp161,163 miliar, dan penghematan belanja pegawai sebesar Rp44,69 miliar. Pos pendapatan diproyeksikan bertambah sebesar Rp334,242 miliar. Ditilik dari sisi pendapatan mengalami perubahan dari yang diasumsikan pada APBD Murni sebesar Rp2,162 triliun menjadi Rp2,496 triliun pada APBD Perubahan tahun 2011. Tambahan ini bersumber dari PAD yang pada APBD Murni diproyeksi sebesar Rp1,085 triliun menjadi Rp1,271 triliun atau bertambah Rp186,536 miliar. Pada belanja infrastruktur jalan, ada penambahan belanja sebesar Rp200 miliar untuk Dinas Bina Marga Lampung. Penambahan anggaran infrastruktur itu termasuk upaya penanganan dan antisipasi bencana sebesar Rp100 miliar. Tambahan infrastruktur juga diperuntukkan peningkatan lingkungan permukiman lewat Dinas Pengairan dan Permukiman sebesar Rp15 miliar,� urainya. Untuk meningkatkan kinerja pembangunan di bidang pendidikan dialokasikan sebesar Rp125 miliar. Untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat sebesar Rp15 miliar. Wakil Gubernur Lampung Joko Umar Said mengatakan perubahan anggaran terjadi karena beberapa sebab, antara lain perubahan asumsi pendapatan daerah, belanja daerah, pembiayaan daerah, dan penyesuaian pelaksanaan program.
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
LAPORAN UTAMA
“Selain itu, penyusunan perubahan APBD dilakukan atas dasar penataan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa). Penambahan belanja
langsung diutamakan untuk menanggapi isu-isu krusial, seperti kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan sekolah,” kata Joko. Menurut Joko, penyusunan APBD Perubahan 2011 juga mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan Kota Baru, peningkatan status Bandara Raden Inten II menjadi embarkasi penuh dan Bandara Internasional. Di bidang lain, prioritas bidang kesehatan, terutama pada peningkatan kualitas dan kuantitas kesehatan masyarakat, penyehatan lingkungan dan permukiman, perkuatan ekonomi kecil dan menengah. Hal-hal tersebut, menurut Joko, perlu segera ditangani dan dibiayai pada APBD 2011. Joko mengakui belum semua aspirasi masyarakat tertampung dalam APBD Perubahan 2011. “Penyusunan itu sudah dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, skala prioritas anggaran dan urgensi belanja, baik langsung maupun tidak langsung,” ujarnya.
Antisipasi Keterlambatan
Marwan Cik Asan
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
Pengesahan Rancangan APBD-P 2011 termasuk terlambat. Biasanya pada Agustus APBD Perubahan sudah disahkan.Artinya, pembahasannya sudah dilakukan jauh sebelum itu. Karena pengesahan tahun ini terlambat, maka kemungkinan besar akan timbul beberapa ekses. Ekses paling krusial
adalah sejumlah program pembangunan harus dikebut hanya dalam tempo tiga bulan. Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Lampung tidak mengulangi keterlambahan dalam mengajukan draf RAPBD pada masa mendatang. “Tahun depan harus diusahakan agar Rancangan APBDP sudah selesai dibahas sebelum Agustus. “Artinya, sebelum Agustus harus sudah masuk,” kata Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan. Marwan mengatakan seluruh proses penyusunan APBD sudah mempertimbangkan aspirasi yang diserap melalui proses jaring oleh legislatif, eksekutif, diskusi intensif eksekutif dan legislatif, serta mempertimbangkan urgensi dan prioritas anggaran yang harus didahulukan. Meskipun begitu, kata Marwan, waktu pembahasan RAPBDP yang terlalu mepet menyebabkan pembahasan anggaran tambahan untuk tiap sektor tidak benar-benar tuntas. “Kalau waktunya agak longgar maka, pembahasan lebih maksimal,” kata dia. Legislator dari Partai Demokrat itu berharap selama proses koreksi APBDP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), urusan administrasi yang berkaitan dengan program yang ada di setiap satuan kerja harus tetap dijalankan. “Jangan berhenti. Kalau berhenti maka kita akan makin banyak kehilangan waktu,” kata Marwan. (tim)
3
LAPORAN UTAMA
Waktu Mepet, Isu Krusial Muncul Pembahasan RAPBD Perubahan Tahun 2011 di DPRD Lampung yang dilakukan hanya dalam waktu sekitar seminggu itu berlangsung alot. Dengan waktu yang mepet itu, para anggota Dewan harus menyelesaikan semua pembahasan RAPBD 2011.
D
raf RAPBD dari Pemprov Lampung masuk ke Dewan pada 12 September 2011. Setelah disampaikan kepada DPRD pada Selasa (13/9), dilanjutkan dengan pandangan fraksi-fraksi terhadap Raperda itu keesokan harinya, Rabu (14/9). Jawaban Gubernur Lampung atas pandangan fraksi disampaikan pada Kamis (15/9). Lalu, pembahasan APBD Perubahan 2011 antara komisi dan satuan kerja digelar pada Jumat (16/9) dan Sabtu (17/). Pada Senin (19/9 para komisi sudah harus melaporkan hasil pembahasannya kepada Badan Anggaran DPRD Lampung. Sehari setelah itu, yaitu pada Selasa (20/9) dilakukan pertemuan antara pimpinan Dewan, pimpinan fraksi, dan Badan Anggaran, sedangkan siang harinya
4
digelar rapat paripurna pengesahan Raperda APBD Perubahan 2011. Dengan waktu pembahasan sesingkat itu, sejumlah persoalan krusial sempat muncul. Antara lain tentang ketidakjelasan penggunaan anggaran sebesar Rp348,42 miliar. Ketidakjelasan dan kesimpangsiuran informasi penggunaan anggaran terjadi karena seluruh komisi belum melaporkan perincian alokasi anggaran perubahan. Ketidakjelasan ini terjadi hanya sehari menjelang pengesahan RAPBD Perubahan 2011. Masalah lain yang muncul adalah soal pembangunan infrastruktur jalan dan sarana pendidikan. Ketua Komisi IV DPRD Lampung Darwin Ruslinur mengatakan khusus infrastruktur jalan, setiap ruas jalan provinsi mendapatkan
anggaran perbaikan. Namun, secara teknis Dinas Pekerjaan Umum yang mengetahuinya. “Infrastruktur jalan jelas lokasinya. Tetapi, berapa anggaran untuk masingmasing ruas jalan itu masih belum jelas berapa alokasi anggaranya. Dinas PU yang tahu. Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi. Ke depan, semua mata anggaran harus jelas rinciannya,� kata politisi PDI Perjuangan itu. Menurut Darwin, sebagian besar anggaran infrastruktur pada APBD-P 2011 difokuskan pada perbaikan jalan. Untuk itu persoalan administrasi anggaran harus dipercepat mengingat pembangunan jembatan dengan bentangan panjang diperlukan waktu yang lama. Padahal waktu pelaksanaan tinggal 3 bulan (Oktober—Desember 2011).
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
LAPORAN UTAMA Darwin Ruslinur mengatakan pada APBD Perubahan 2011 terdapat anggaran untuk seluruh ruas jalan provinsi. Namun, titik-titik pembangunan di mana saja ditentukan Dinas PU. Darwin mengatakan setelah pengesahan APBDP 2011 pihaknya akan meminta rencana kerja anggaran (RKA) kepada Dinas PU sebagai pedoman pengawasan pelaksanaan anggaran. Sementara lokasi pembangunan infrastruktur pendidikan disoal oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD Lampung Achmad Nyerupa. Menurut Nyerupa hingga dua hari sebelum pengesahan Rancangan APBD-P 2011 belum ada kesepakatan soal lokasi pembangunan infrastruktur pendidikan pada APBD Perubahan 2011. “Penambahan pada APBD Perubahan 2011 di sektor pendidikan baru jumlah global. Seharusnya sudah detail besaran dan lokasinya di mana saja,” kata Nyerupa. Ketua Komisi V DPRD Provinsi Lampung Yandri Nazir mengakui belum semua mata anggaran disertai alokasi (locus) yang jelas. Target seminggu harus selesai, menurut Yandri, karena masih ada tahapan pengesahan selama 14 hari oleh Kementerian Dalam Negeri sebelum anggaran bisa dipakai. “Mestinya, sebelum pengesahan semua jelas. Tapi banyak usulan yang disampaikan anggota Dewan dari hasil reses ke kabupaten/kota. Ini kan harus direspons. Untuk itu, kami meminta paling lambat seminggu setelah pengesahan, semua usulan harus diverifikasi dan jelas locus-nya,” kata Yandri Nazir. Ketua Komisi II Ahmad Junaidi Auly mengatakan satuan kerja (satker) memberikan RKA. Namun, setelah pembahasan ada perubahan sehingga setelah pengesahan RKA hasil perubahan diserahkan kembali ke anggota Dewan. Hal berbeda diungkapkan Ketua Komisi I Ismet Roni. Menurut Ismet khusus komisinya tidak ada persoalan dan perubahan berarti dari pengajuan satker. Meskipun demikian, dia berharap pengajuan RKA dari satker bisa lebih cepat sehingga waktu pembahasan juga lebih luas. Koordinator Komite Anti-Korupsi (Koak) Lampung Ahmad Yulden Erwin menilai banyaknya alokasi program pembangunan fisik yang belum jelas
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
menunjukkan perencanaan pembangunan tidak tepat karena penentuan anggaran ditentukan berdasarkan kebutuhan. “Logikanya besaran anggaran ditentukan berdasarkan kebutuhan suatu tempat. Seharusnya besaran biaya muncul setelah penentuan program berdasarkan pengajuan. Khusus bidang pendidikan, sekolah yang membutuhkan gedung baru mengajukan proposal kepada dinas terkait dilengkapi dengan rencana anggaran biaya,” kata Erwin. Menurut Erwin, jika anggaran perubahan disahkan, padahal alokasi proyek fisik belum ditentukan, terbuka kemungkinan anggaran tersebut tidak bisa digunakan. “Tidak dapat diterima logika kalau anggaran pembangunan disahkan tanpa terlebih dahulu diketahui locus-nya. Kalau memang terjadi, ada kemungkinan itu tidak bisa digunakan,” ujarnya.
Harus Terbuka Kesimpangsiuran dan ketidakjelasan penggunaan anggaran, menurut Direktur Pusat Studi Strategi Kebijakan Publik (Pussbik) Aryanto berpeluang memunculkan kecurigaan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Aryanto, seiring dengan diundangkannya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Dewan harus mendorong agar data APBD dibuka ke publik. “Data Rancangan APBD Perubahan termasuk data publik, maka harus dibuka kepada publik. Data lokasi kegiatan yang dibiayai APBD
Ahmad Junaidi Auly
bukan rahasia negara yang harus disembunyikan,” kata Aryanto. Menurut Aryanto dengan dipublikasikan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran akan lebih berjalan. Kalau ada pembahasan antara komisi dan satker, pasti untuk program tertentu. Pasti ada jenis kegiatan dan lokasinya. Itu sebaiknya di-share agar publik ikut mengawasi,” ujarnya. Aryanto mengatakan dengan sisa waktu yang sedikit, maka hanya proyekproyek kecil dan proyek lanjutan yang dapat diselesaikan. “Jika harus membuka tender baru dan proses administrasi lainnya, pekerjaan dikhawatirkan tidak selesai. Kalau tidak selesai dan menjadi Silpa itu menunjukkan rendahnya kinerja satker dalam menyerap anggaran. Atau terlalu banyak program kegiatan. Ke depan sebaiknya sedikit kegiatan tetapi fokus sehingga bisa diselesaikan,” kata Aryanto. (tim)
5
LAPORAN UTAMA
Laporan Badan Anggaran DPRD Provinsi Lampung
PAD Naik Rp186, 54 Miliar Badan Anggaran DPRD Provinsi Lampung merekomendasikan kepada rapat paripurna dewan agar APBD Perubahan Tahun Anggaran 2011 dapat disetujui untuk ditetapkan dengan keputusan dewan menjadi Raperda tentang APBD Perubahan untuk selanjutnya diproses menjadi Perda tentang APBD Perubahan Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2011.
6
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
LAPORAN UTAMA enurut Ketua Badan Anggaran DPRD Provinsi Lampung Marwan Cik Asan, rekomendasi yang diberikan melalui proses pembahasan yang cukup melelahkan. Mulai dari rapat pembahasan di tingkat komisi-komisi, tim anggaran Pemprov dan rapat dengan pimpinan Dewan. “Setelah melalui proses yang cukup panjang maka Badan Anggaran merekomendasi kepada rapat paripurna dewan untuk ditetapkan menjadi Raperda kemudian diproses menjadi Raperda,� ujar Marwan. Pada RAPBD perubahan tahun anggaran berdasarkan hasil pembahasan tahap I dan II yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Lampung secara umum jumlah pendapatan daerah mengalami peningkatan sebesar Rp334, 24 miliar dari Rp2, 6 triliun pada APBD murni, menjadi Rp2,496 triliun atau meningkat 15,46 persen. Penambahan tersebut bersumber dari PAD yang bertambah sebesar Rp186, 54 miliar dari Rp1,09 miliar menjadi Rp1,27 triliun atau meningkat 17,19 persen. Dana perimbangan bertambah sebesar Rp131,5 miliar dari semula Rp987,94 miliar menjadi Rp1,12 triliun atau meningkat 13,31
M
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
persen. Sementara pendapatan daerah lain-lain yang sah bertambah sebesar Rp16,21 miliar dari semula Rp88,8 miliar menjadi Rp105,01 miliar atau meningkat sebesar Rp18,25 miliar.
Didominasi PAD Dalam struktur pendapatan daerah pada APBD Perubahan tahun anggaran 2011 lebih didominasi pendapatan asli daerah (PAD ) sebesar 50,59 persen, dana perimbangan 44,84
Pada RAPBD perubahan tahun anggaran berdasarkan hasil pembahasan tahap I dan II yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Lampung secara umum jumlah pendapatan daerah mengalami peningkatan sebesar Rp334, 24 miliar dari Rp2, 6 triliun pada APBD murni, menjadi Rp2,496 triliun atau meningkat 15,46 persen.
persen dan lain-lain pendapatan daerah yang syah sebesar 4,21 persen. Hal ini menurut Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. dalam sambutannya yang diwakili oleh Wakil Gubernur Lampung Joko Umar Said menunjukkan, APBD perubahan tahun anggaran 2011 menggambarkan kemampuan pendapatan asli daerah dalam menutupi kebutuhan belanja lebih tinggi dibandingkan dengan sumber-sumber penerimaan dari pemerintah pusat. Pada sisi belanja, total belanja daerah pada APBD-P Tahun Anggaran 2011 mengalami penambahan Rp470,41 miliar dari sebelumnya Rp2,18 triliun menjadi Rp2,65 triliun atau meningkat 21,57 persen. Berdasarkan kondisi tersebut, struktur APBD-P Tahun Anggaran 2011 mengalami defisit Rp155,16 miliar yang secara umum dapat ditutupi oleh pembiayaan daerah. Penerimaan pembiayaan daerah seluruhnya berasal dari Silpa Tahun Anggaran 2010 yang telah diaudit oleh BPK dan telah disepakati Pemda dan DPRD. Besar Silpa tersebut adalah Rp161,16 miliar, sedangkan sisanya sebesar Rp6 miliar akan digunakan dalam bentuk penyertaan modal pada PT (tim) Lampung Jasa Utama.
7
LAPORAN UTAMA
Belanja Pegawai Makin Kecil Pemprov dan DPRD Provinsi Lampung optimistis overbelanja pegawai bisa ditekan. Dewan bahkan mengklaim untuk tahun ini, baik APBD maupun APBD Perubahan Tahun 2011, belanja pegawai sudah turun dibawah kisaran 50 persen. etua DPRD Lampung Marwan Cik Asan mengatakan pada tahun sebelumnya anggaran belanja pegawai pemprov memang tinggi. “Tetapi pada tahun 2011 ini kita melakukan efisiensi,� terangnya usai paripurna pengesahan APBD Perubahan. Efisiensi anggaran belanja pegawai pada APBD Perubahan Tahun 2011 diyakini terkait konteks moratorium PNS yang didengungkan pemerintah pusat. APBD murni 2011 Provinsi Lampung sendiri total tercatat Rp2,1 triliun. Belanja daerah APBD murni 2011 sebesar Rp2,18 triliun. Di dalam belanja daerah itu, terdapat struktur belanja tidak langsung, yaitu berada di angka Rp1,09 triliun. Nah, pos belanja pegawai masuk dalam struktur belanja tidak langsung tersebut. Nilainya mencapai Rp507,303 miliar.
K
8
Di APBD Perubahan Tahun 2011, proyeksi APBDP tercatat Rp2,61 triliun. Belanja tidak langsungnya berada di angka Rp1,196 triliun dan dalam pos belanja anggaran pegawai yang ada di struktur belanja tidak langsung APBDP 2011, angka yang diproyeksikan sebesar Rp469 miliar. Jika dibandingkan APBD murni, angka tersebut memang mengalami penurunan. Sementara Kepala Bagian Analisis dan Formasi Jabatan Biro Organisasi Pemprov Lampung Akrom menyatakan berdasarkan hasil evaluasi sementara, jumlah PNS di Pemprov Lampung sebanyak 8.875 orang. Jumlah itu tersebar di 49 satuan kerja perangkat daerah (SKPD), ditambah yang diperbantukan di KPU Lampung dan Badan Narkotika Provinsi. “Jika diratarata, ada 174 PNS di setiap SKPD. Ini kita belum bicara
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
LAPORAN UTAMA kebutuhan pegawai di daerah otonomi baru,’’ terangnya. Sementara Komisi II DPRD Lampung mengusulkan anggaran untuk konsultan keuangan yang bertugas mengaudit keuangan badan layanan di satker sebesar Rp50 juta. Usulan lainnya, badan layanan di satker digabung menjadi satu agar lebih efektif. Menurut Ketua Komisi II Ahmad Djunaidi Auly dengan banyaknya badan layanan di satker, terutama di lingkup komisi II, penanganan menjadi tidak optimal. “Kalau dijadikan satu kan lebih fokus. Rencana penggabungan badan layanan dilaksanakan pada 2012,” katanya. Mengenai konsultan keuangan, Djunaidi menjelaskan tugasnya memberikan bimbingan teknis dan konsultasi menyangkut keuangan di badan layanan. “Dengan adanya konsultan keuangan, berarti data keseluruhan bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, yang membuat adalah akuntan publik,” katanya.
Belum Punya Database Sementara Sekretariat Korpri Lampung sebagai induk organisasi pegawai di daerah ini ternyata belum memiliki database pegawai. Oleh karena itu, Komisi I DPRD Lampung hanya mengalokasikan tambahan dana dalam APBD Perubahan 2011 sebesar Rp20 juta. “Seharusnya mereka memiliki data pegawai seLampung, bahkan lengkap dengan golongannya. Tetapi saat ditanya, baru mau disiapkan. Mereka juga harus memberi pelatihan prapensiun bagi anggotanya atau kegiatan lain yang bermanfaat,” kata anggota Komisi I DPRD Lampung Ahmad Bastari, Selasa (20/9). Pertimbangan lain Korpri mendapat dana tambahan sebesar itu, kata Bastari, karena hasil evaluasi kinerja 2010 tidak sempat dibahas, sehingga tidak diketahui sejauh mana penggunaan anggaran 2010 di satuan kerja mitra Komisi I ini. Selain itu, tidak jelasnya pengelolaan dana yang masuk dari pemotongan gaji pegawai serta tidak ada kegiatan yang bermanfaat langsung bagi anggota Korpri. Dari 14 satuan kerja (satker) mitra Komisi I DPRD Lampung, 13 satker mendapat tambahan anggaran Rp3,382 miliar dalam APBDP 2011. Lima satker di antaranya mendapat penekanan khusus dalam pembahasan bersama Komisi I DPRD Lampung, yakni Sekretariat Korpri, BKD, Satpol PP, Biro Organisasi, dan Diskominfo. Mengenai BKD yang mendapat tambahan anggaran rekrutmen PNS Rp456 juta pada APBD Perubahan 2011, ia menjelaskan pengajuan tambahan anggaran pada APBDP karena anggaran rekrutmen PNS di APBD Murni
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
diperkirakan kurang. Komisi I menyetujui pengajuan tambahan tersebut guna mengantisipasi jika ada rekrutmen PNS di Lampung pada 2011. Apalagi, SKB tiga menteri tentang moratorium PNS masih memuat pengecualian, seperti tenaga medis, dokter, dan perawat, petugas keselamatan publik, dan tenaga pengajar. “Masih ada kemungkinan dilakukan rekrutmen PNS, tetapi hanya yang bersifat khusus. Karena itu, kami setuju anggarannya ditambah,” kata Bastari. Namun, rekrutmen PNS di Lampung tidak dapat dilakukan sebelum Biro Organisasi Pemprov Lampung menyelesaikan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Kegiatan tersebut dianggarkan Rp150 juta dalam APBD Perubahan. Hasil analisis digunakan untuk menentukan jumlah pegawai yang diperlukan setiap satker dan sebagai pertimbangan penempatan personel. Selama ini Komisi I melihat masih banyak satker yang jumlah personelnya tidak sesuai dengan beban kerjanya. “Analisis semacam ini sudah ada sebelumnya, tetapi tidak dikerjakan secara maksimal atau hasilnya tidak digunakan. Kami akan betul-betul mengawasi proses analisis dan memastikan hasilnya digunakan, agar struktur menjadi ramping, tetapi fungsinya maksimal,” kata Bastari. Sementara titik tekan pada Diskominfo, menurut Bastari, pada telematika. Sebagai pintu informasi, Diskominfo harus memberdayakan website yang ada. Dinas tersebut mendapat tambahan Rp675 juta pada APBD Perubahan 2011. Sementara pada Satpol PP, berkaitan dengan akan dibentuknya penyidik PNS (PPNS) sebagai tindak lanjut raperda yang sedang dibahas, harus dibentuk Sekretariat PPNS sendiri di lingkungan Satpol PP. “Diskominfo harus terus memberi informasi aktual di website yang sudah ada. Kalau belum ada tenaga yang memadai, rekrut tenaga dari luar. Itu bisa dibiayai dengan APBD juga,” (tim) ujar Bastari.
9
WARTA
Dewan Sahkan
Lima Raperda
DPRD Provinsi Lampung mengesahkan 5 raperda menjadi perda dari 8 raperda yang diajukan Pemerintah Provinsi Lampung dalam Rapat Paripurna DPRD, 27 September 2011. elima Raperda yang disahkan menjadi Perda oleh DPRD Provinsi Lampung yaitu Raperda tentang Pencabutan Perda Provinsi Lampung No. 8 tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, Raperda tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Provinsi Lampung, Raperda Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah, Raperda tentang Penanggulangan Bencana, dan Raperda tentang Irigasi. Dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh 49 anggota DPRD Provinsi Lampung tersebut, juru bicara pansus Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah Achmad Nyerupa mengatakan dengan ditetapkannya Raperda menjadi Perda itu diharapkan bisa meningkatkan pembangunan di Provinsi Lampung dan mengatasi permasalahan antara laki-laki dan perempuan. “Kita berharap Perda tersebut bisa segera diimplementasikan sehingga bermanfaat bagi pembangunan
K
10
di Lampung,” kata Nyerupa. Sementara juru bicara Pansus Raperda tentang Irigasi Sunardi, mengatakan Perda Irigasi sangat penting untuk menjawab persoalan irigasi yang selama ini dihadapi masyarakat Lampung. Meskipun sebagian besar wilayah Lampung terdiri atas hutan dan banyak memiliki cadangan air, tetapi sampai saat ini banyak petani yang kekurangan air. Di sisi lain, banyak juga petani lainnya mempunyai air yang berlebih. “Jadi, dengan adanya Perda Irigasi ini diharapkan distribusi air akan merata sehingga berdampak pada kesejahteraan petani. Sebab, irigasi merupakan faktor penting dalam rangka mendorong produktivitas pertanian maupun perkebunan dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” kata Sunardi. Sementara terkait dengan tiga Raperda lainnya yang belum ditetapkan menjadi Perda yaitu Raperda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan
Batubara, Raperda Pengelolaan Air Tanah dan Pengelolaan Panas Bumi, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P dalam pendapat akhir pada acara rapat paripurna DPRD Provinsi Lampung mengatakan dapat memakluminya karena padatnya agenda anggota Dewan dan masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap subtansi Raperda, sehingga saat ditetapkan menjadi perda penerapannya dapat efektif dan berhasil guna. Dalam proses pembahasan Raperda khususnya pembahasan oleh Pansus, menurut Gubernur Sjachroedin Z.P, eksekutif telah mendapatkan berbagai aspirasi dan menerima saran-saran konstruktif yang terkait dengan substansi Raperda serta hal-hal yang berkenan dengan implementasi dari Perda tersebut nantinya. Saran dan aspirasi konstruktif akan semakin menempurnakan materi muatan Raperda dan memberikan bekal kepada Pemda khususnya kepada Satker pe-
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
rangkat daerah dan para aparat pelaksana serta pihak-pihak terkait dalam mengaplikasikan Perda tersebut. Menurut Gubernur dengan disetujuinya kelima Raperda untuk diproses lebih lanjut menjadi Perda maka eksekutif dan legislatif telah berhasil menciptakan landasan hukum dalam rangka mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. “Perda itu nantinya bisa dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahandan pembangunan yang berbasis gender, penegakan peraturan perundan-undangan, pengelolaan dan penanganaan bencana serta pengaturan dan pelayanan kepada masyarakat terkait pemanfaatan air irigasi yang lebih teratur dan adil,” kata Gubernur Sjachroedin. Sjachreodin menyatakan agar kelima Perda itu efektif dia akan dia menginstruksikan kepada kepala Satker terkait untuk mengimplementasi kelima Raperda itu dengan membuat petunjuk pelaksanaan. Dengan begitu, nantinya akan ada Juklak untuk lima Raperda. Tugas masingmasing satker yang berhubungan dengan kelima Juklak itu adalah melakukan pembinaan kualitas sumber daya PPNS, mengintegrasikan dan menyelaraskan strategi pengarusutamaan gender dalam setiap pelaksanaan program pembangunan, membuat peta zonasi potensi terjadinya bencana guna mengantisipasi terjadinya bencana, meningkatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda yang telah ditetapkan, dan menyosialisasikan Perda tersebut kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan bekerjasama dengan pihak terkait. Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Lampung yang membahas Raperda tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Raperda tentang Pencabutan Perda Nomor 8 tahun 2007 Tentang Perda Bantuan Keuangan kepada Partai Politik melakukan sinkronisasi dan finalisasi sebelum memberikan rekomendasi untuk disetujui dan ditetapkan menjadi keputusan Dewan dan selanjutnya diproses menjadi Perda Provinsi Lampung. Ketua Pansus II Ahmad Bastari mengatakan setelah melalui proses pembahasan terhadap Raperda pencabutan Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Perda bantuan keuangan kepada Parpol dan Raperda tentang PPNS Provinsi Lampung, maka Pansus dapat menarik kesimpulan ada beberapa perubahan nomenklatur. Perubahan itu antara lain: Pertama, Pansus II dapat menyetujui atas pencabutan Perda Nomor 8 tahun 2007
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
tentang Bantuan Keuangan terhadap Parpol karena saat ini telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol dan Permendagri No24 tahun 2009 tentang Pedoman tata cara penghitungan, Penganggaran dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan kepada Parpol. Kedua, pada konsideran menimbang draf awal pada huruf b kata di juga dihilangkan karena menyesuaikan dengna judul Raperda. Ketiga, pada judul Raperda disepakati adanya perubahan dari yang ada di draft dengan dihilangkannya kata di sehingga menjadi “Pencabutan Perda Provinsi Lampung Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Provinsi Lampung”. Sementara itu, pada Raperda tentang PPNS Provinsi Lampung, pada konsideran mengingat ada perubahan pada angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (LN RI tahun 2004 No53 Tambahan LN RI nomor 4389) sudah diganti dengan Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (LN RI tahun 2011, tambahan LN RI nomor 82) dan adanya perubahan nomor urutan karena menyesuaikan dengan nomor tahun berlakunya Peraturan Perundangundangan tersebut. Adanya penambahan pasal pada draf awal hanya terdiri dari 21 pasal setelah dilakukan pembahasan disepakati menjadi 29 pasal. Pada Bab I tentang Ketentuan Umum, pada pasal 1 draf awal terdiri dari 5 pengertian bertambah 4 pengertian sehingga menjadi 9 pengertian. “Setelah dilakukan perubahanperubahan Pansus meminta agar eksekutif dapat melakukan evaluasi terhadap penerapan Raperda Pencabutan Perda Nomor 8 tahun 2007 Tentang Perda Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Raperda tentang PPNS Provinsi Lampung ketika Raperda tersebut ditetapkan menjadi Perda yang dilakukan 2 tahun kemudian,” kata Ahmad Bastari. Selain itu, perlu adanya pengawasan oleh legislatif terhadap pelaksanaan Perda
oleh Eksekutif. Dewan juga mengharapkan dengan ditetapkannya Raperda tentang PPNS Provinsi Lampung maka akan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. “Pansus merekomendasi agar kedua Raperda diproses menjadi Perda Provinsi Lampung,” kata Ahmad Bastari. Sebelumnya DPRD Lampung membentuk lima pansus untuk membahas delapan raperda yang diajukan eksekutif. Pansus I membahas Raperda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pansus II Raperda tentang Pencabutan Perda No. 8 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik dan Raperda tentang Pejabat Penyidik PNS. Pansus III membahas Raperda tentang Pengelolaan Air Tanah dan Raperda tentang Panas Bumi. Pansus IV membahas Raperda tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah dan Raperda tentang Penanggulangan Bencana. Pansus V membahas Raperda Irigasi. Sementara itu, Gubernur Lampung melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung Berlian Tihang pada rapat paripurna jawaban Gubernur terhadap pandangan umum fraksi terkait 8 Raperda Provinsi Lampung, mengatakan Raperda tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) secara tegas mengatur batasan tugas dan kewenangan antara PPNS dan Kepolisian Negera Republik Indonesia. Menurut Berlian Tihang PPNS memiliki tugas dan kewenangan mengemban tugas sebagian tugas kepolisian seperti yang diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negera Republik Indonesia. “Selain itu proses rekrutmen PPNS tidak sama dengan proses perkrutan PNS pada umumnya, karena PPNS diangkat dari unsur PNS yang telah memenuhi persyaratan tertentu,” kata dia. (tim)
11
WARTA
Pedoman Tata Cara Penghitungan Bantuan Keuangan kepada Parpol Berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan Bantuan keuangan kepada Partai Politik-Partai Politik yang mendapatkan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota窶電ari APBN/APBD diberikan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah setiap tahunnya.
emberian bantuan keuangan partai politik diberikan secara proporsional yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara. Ada tiga macam pemberian bantuan keuangan kepada partai politik, yaitu: (1) Bantuan keuangan yang bersumber dari APBN diberikan kepada Partai Politik di tingkat pusat bagi yang mendapat kursi di DPR. (2) Bantuan keuangan yang bersumber dari APBD provinsi diberikan kepada Partai Politik di tingkat provinsi bagi yang mendapat kursi di DPRD provinsi. (3) Bantuan keuangan yang bersumber dari APBD kabupaten/kota diberikan kepada partai politik di kabupaten/kota bagi yang mendapat kursi di DPRD kabupaten/kota. Adapun cara penghitungannya sebagai berikut:
P
Bantuan Tingkat Pusat Pertama, harus menentukan nilai bantuan per suara terlebih dahulu, dengan cara: jumlah bantuan APBN tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah perolehan suara hasil Pemilu DPR periode sebelumnya
12
berdasarkan penghitungan suara secara nasional yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Setelah itu, untuk mengetahui besaran jumlah bantuan keuangan yang yang dialokasikan APBN setiap tahun untuk partai politik, dengan cara: jumlah perolehan suara hasil pemilu 2009 dikalikan dengan nilai bantuan per suara. Kemudian dapat diketahui besaran bantuan keuangan yang akan diterima oleh setiap partai politik, dengan cara: Jumlah perolehan suara partai politik hasil pemilu 2009 dikalikan dengan nilai bantuan per suara. Simulasi perhitungannya, sebelumnya tahun 2009; jumlah kursi di DPR tahun 2004 adalah 555 kursi; bantuan untuk partai politik per kursi berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 2005 dihargai Rp21.000.000/kursi. Jadi, bantuan untuk Parpol Tahun 2009 sebesar Rp11.550.000.000. Sedangkan suara sah pada Pemilu 2004 sebesar 113.462.414 suara dan Pemilu 2009 sebesar 104.095.847 suara. Di antaranya Partai Demokrat yang memperoleh suara 21.703.137 atau 20,85%. Diketahui: bantuan parpol 2009 = Rp11.550.000.000, suara sah Pemilu 2004 =
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
WARTA penghitungan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum; 2. Besarnya jumlah bantuan keuangan yang dialokasikan dalam APBD Provinsi setiap tahun untuk partai politik adalah jumlah perolehan suara hasil pemilu 2009 dikalikan dengan nilai bantuan persuara; dan 3. Jumlah bantuan keuangan dari APBD Provinsi setiap tahun kepada partai politik adalah jumlah perolehan suara partai politik hasil pemilu 2009 dikalikan dengan nilai bantuan per suara.
Bantuan Tingkat Kabupaten/Kota 113.462.414 suara, suara sah Pemilu 2009 = 104.095.847 suara, suara Partai Demokrat Tahun 2009 = 21.703.137 suara. [1] Setelah mengetahui Jumlah Bantuan APBN untuk Partai Politik Tahun Anggaran 2009 dan Suara Sah Pada Pemilu 2004, kita bisa mengetahui nilai bantuan persuara, yakni 11.550.000.000/113.462.414 = 102. Jadi nilai bantuan per suaranya adalah Rp102. [2] Jumlah bantuan keuangan yang yang dialokasikan APBN setiap tahunnya untuk partai politik, 104.095.847 x 102 = Rp10.617.776.394. [3] Jumlah bantuan keuangan yang akan diterima oleh setiap partai politik, contohnya Partai Demokrat, yakni: 21.703.137 x 102 = Rp2.213.719.974.
Bantuan Tingkat Provinsi Tata cara penghitungan bantuan kepada partai politik dari APBD Provinsi, tidak jauh berbeda dengan Tingkat Pusat, hanya saja disesuaikan dengan level provinsi, seperti jumlah kursi di DPRD, dan jumlah suara sah Pemilu 2004 dan 2009 tingkat Provinsi, yakni: 1. Besarnya nilai bantuan per suara untuk partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD Provinsi yang bersumber dari APBD Provinsi adalah jumlah bantuan APBD Provinsi tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah perolehan suara hasil Pemilu DPRD Provinsi periode sebelumnya berdasarkan
1. Besarnya nilai bantuan per suara untuk partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD kabupaten/kota yang bersumber dari APBD kabupaten/kota adalah jumlah bantuan APBD kabupaten/kota tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah perolehan suara hasil Pemilu DPRD kabupaten/kota periode sebelumnya berdasarkan penghitungan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum; 2. Besarnya jumlah bantuan keuangan yang dialokasikan dalam APBD kabupaten/kota setiap tahun untuk partai politik adalah jumlah perolehan suara hasil pemilu 2009 dikalikan dengan nilai bantuan persuara sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan 3. Jumlah bantuan keuangan dari APBD kabupaten/ kota setiap tahun kepada partai politik adalah jumlah perolehan suara partai politik hasil pemilu 2009 dikalikan dengan nilai bantuan persuara sebagaimana dimaksud pada huruf a. Tentunya Bantuan Keuangan untuk Partai Politik tidak serta-merta diberikan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah, ada beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku; seperti, Pengajuan Bantuan Keuangan Partai Politik, Verifikasi Kelengkapan Administrasi Partai Politik, Mekanisme Penyaluran Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, Aturan Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.
Jumlah Bantuan Partai Politik Yang Lolos Parliamentary Threshold No Partai
Nama Partai
1 5 8 9 13 23 24 28 31
Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai
Kursi
Hati Nurani Rakyat 18 Gerakan Indonesia Raya 26 Keadilan Sejahtera 57 Amanat Nasional 43 Kebangkitan Bangsa 27 Golongan Karya 107 Persatuan Pembangunan 37 Demokrasi Indonesia Perjuangan 95 Demokrat 150
Jumlah
560
Perolehan Suara
Jumlah Bantuan
3.922.870 4.646.406 8.206.955 6.254.580 5.146.122 15.037.757 5.533.214 14.600.091 21.703.137
400.132.740 473.933.412 837.109.410 637.967.160 524.904.444 1.533.851.214 564.387.828 1.489.209.282 2.213.719.974
85.051.132
Rp8.675.215.464
Jadi, bantuan yang diberikan oleh negara kepada Partai Politik setiap tahunnya adalah Rp8.675.215.464. (sumber: FITRA, Jakarta)
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
13
SOSOK Marwan Cik Asan
Jaga Stamina dengan Jogging Sehat dan bugar menjadi kebutuhan setiap orang. Begitu juga bagi Ir. H. Marwan Cik Asan, M.M., selalu sehat dan bugar mutlak diperlukan. Apalagi mengingat tugasnya sebagai Ketua DPRD Provinsi Lampung dan sederet tugas lainnya sebagai politisi dan tokoh masyarakat. Karena itu, untuk menjaga stamina dan agar tetap bugar, Marwan rajin jogging di sekitar rumah dinasnya. aling tidak seminggu tiga kali saya jogging. Selain murah dan mudah, juga member efek yang baik terhadap kesehatan badan,” kata mantan Dosen Universitas Indonesia itu. Lulusan Fakultas Tekhnik Universitas Indonesia itu menyatakan aktivitas jogging dilakukannya setiap usai melaksanakan salat Subuh di masjid. “Meski tak setiap hari, dalam seminggu pasti saya jogging,” ujar ayah dua anak dari hasil pernikahannya dengan Raden Ayu Asliah itu. Selain jogging, Marwan juga selektif dalam konsumsi makanan dalam artian selalu berimbang. Menu utama yang tak pernah ditinggalkan adalah sayuran dan buah-buahan. Sebagai politisi, tentu kerap bekerja hingga larut malam. Namun, Marwan mengaku tak akan begadang jika memang tak benar-benar perlu. “Istirahat yang cukup itu perlu. Kecuali untuk hal penting dan sifatnya sangat mendesak, seperti pembahasan atau rapat-rapat yang memang tak bisa ditinggalkan, harus saya ikuti meski hingga larut malam,” kata lelaki yang terpilih sebagai anggota DPRD Lampung dari daerah pemilihan Waykanan dan Lampung Utara itu. Sebagai Ketua DPRD Provinsi, Marwan mengaku kerap kali waktunya dipergunakan untuk bertandang ke daerah hingga memimpin sidang atau rapat. Pada saat turun ke masyarakat seperti itulah Marwan sekaligus menganggapnya sebagai refrehsing. “Berkunjung ke daerah juga merupakan refhresing. Tapi kalau memang ada waktu luang, saya memilih menghabiskan bersama keluarga. Itu sebisa mungkin saya lakukan,” katanya. Menurut Marwan, salah satu perjuangan yang terus dilakukan adalah mewujudkan pendidikan murah dan berkualitas. Sebab, pendidikan formal merupakan salah satu bagian penting untuk membangun kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk itu, Marwan pun terus mengupayakan agar ada perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. “Di antaranya mengupayakan dana pendidikan 20 persen dari APBD,’’ ujarnya. Sebagai Ketua DPRD, Marwan juga terus melakukan pengawasan kebijakan anggaran serta penggunaan dana
“
14
P
pendidikan yang ada secara merata, efektif, dan efisien. “Meskipun dengan penuh keterbatasan, kami akan selalu mengupayakan adanya tambahan dana pendidikan dalam setiap pembahasan APBD maupun APBD Perubahan,” tegas Marwan. Hal itu dilakukan dalam rangka mewujudkan pendidikan murah dan berkualitas. “Pendidikan berkualitas harus bisa dinikmati semua kalangan yang ada di provinsi ini. Itu salah satu komitmen saya untuk mewujudkannya,” katan politisi dari Partai Demokrat itu. (tim)
Biodata Nama Istri Anak
: Ir. H. Marwan Cik Asan, M.M. : Raden Ayu Asliah, S.E. : Muhammad Hasan Al-Bana, Muhammad Husain Al- Farros : H. Cik Asan (alm)/ Hj. Masripah (petani)
Ayah/Ibu Pendidikan: SDN Waytuba Waykanan SMPN 6 Tanjungkarang SMAN 3 Tanjungkarang S1 Fak. Tekhnik Univ. Indonesia S2 Magister Manajemen Univ. Indonesia
Pekerjaan Dosen Unv. Indonesia, Univ. Binus, Univ. Sahid Manajer KUD General Manager PT SMPI, PT BRD Direktur PT DP, PT DIF, PT DRU Ketua DPRD LAMPUNG Organisasi Dewan Pengurus IMM-FTUI Dewan Pengurus SM-FTUI Dewan Pengurus SM- UI Dewan Pengurus KML-UI Pembina Musholla Al-Montaz Bendahara AMND Sumbagsel Anggota Persatuan Insyinyur Indonesia ( PII ) Pengurus DPD PD Prov. Lampung Korwil ADPSI Wilayah Sumatera
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
SOSOK
Payung Hukum untuk Kota Baru Wacana adanya Perda Kota Baru terus bergulir di DPRD Lampung. Sejumlah anggota Dewan mengusulkan agar Kota Baru yang saat ini pembangunannya sedang berlangsung dibuatkan Peraturan Daerah sehingga ada kepastian hukum. Sejauh ini belum ada Perda tentang Kota Baru. Kota Baru pun tidak masuk dalam prolegda.
ebutuhan perda untuk Kotabaru dilihat sejauh mana urgensinya. Jadi prolegda itu bukan harga mati. Sinkronisasi atas perda seperti perda tentang Kotabaru akan dilakukan oleh Badan Legislasi DPRD. Pada dasarnya, prolegda masih bisa berubah. Jika eksekutif dan legislatif sepakat, Perda untuk Kota Baru bisa saja dimasukkan dalam pembahasan,” kata Wakil Ketua DPRD Lampung, Hantoni Hasan, Hantoni mengatakan sejauh ini pembahasan terkait Perda untuk Kota Baru masih berada di tangan Komisi I. “Unsur pimpinan DPRD masih melihat perkembangan terkait perda untuk Kotabaru,” kata dia. Sebelumnya, anggota Komisi I Farouk Danial mengusulkan ada dua perda terkait Kota Baru, yaitu Perda tentang Pembiayaan Kotabaru dan Perda tentang Pembuatan Kota baru. “Kalau ada payung hukum yang jelas, maka akan ada jaminan pembangunan Kota Baru berlangsung lancar dan tidak terbengkalai dari sisi finansial,” kata Farouk. Menurut Farouk jika tidak dipayungi perda, suatu saat nanti apabila terjadi pergantian gubernur, program ini kemudian tidak dilanjutkan sebagaimana terjadi pada program WFC (water front city). Wali kotanya ganti, programnya terhenti. Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyambut baik wacana Kotabaru diperdakan. ’’Ya, saya setuju. Supaya pembangunannya terus berlanjut. Perda itu harus segera digarap,” ujar Oedin, sapaan akrab Sjachroedin Z.P. Sjachroedin berjanji akan segera memerintahkan stafnya
“
K
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
Hantoni Hasan
untuk membahas perda itu. “Kan ada staf saya yang membidangi hal itu. Mulai dari asisten II, Bappeda, dan sebagainya,” ungkap mantan deputi operasional Mabes Polri itu. Kepala Biro Hukum Setprov Lampung, Gunawan Ryadi, mengatakan pihaknya akan segera konsultasi dengan Banleg DPRD Lampung untuk menindaklanjuti wacana Perda Kota Baru. Dalam konsultasi nanti, hal pertama yang dibahas adalah inisiatif pengusulan. Mengingat, baik dewan maupun pemprov sama-sama mempunyai hak mengusulkan perda. Meski begitu, penyusunan perda tetap harus melibatkan satker-satker terkait. “Kita bahas sama-sama. Penyusunan ya sama-sama. Tak bisa tersendiri,” ujarnya. Syarief Makhya, staf pengajar FISIP Unila, mengatakan jaminan kepastian hukum pembangunan kota baru sebenarnya sudah diakomodasi dalam Perda RTRW, perda RPJMD, dan perda RPJP. Menurut Syarief isu utama untuk menjamin keberlanjutan program Kota Baru, bukan hanya masalah perlu tidaknya ada Perda. “Sebab Perda bisa saja dicabut kepala daerah bersama DPRD dengan berbagai alasan. Yang harus dicermati dalam kecenderungan sekarang dalam mengelola pembangunan, selera, dan kepentingan politik kepala daerah jauh lebih kuat pengaruhnya dibanding jaminan kepastian hukum sebuah kebijakan atau sebuah program pembangunan,” kata Syarief. Menurut Syarief, di berbagai daerah di Indonesia, saat ini motivasi dan visi politik kepala daerah diterjemahkan menjadi visi daerah dengan cara merombak total desain pembangunan yang dirintis pendahulunya. Akibatnya, perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak konsisten dan tak berkesinambungan sehingga kemudian muncul adagium ganti kepala daerah ganti kebijakan. “Sebab itu, sekalipun ada jaminan kepastian hukum tapi jika kebijakan itu, pada tataran implementasinya, masuk dalam kategori nonimplementation karena alasan kepentingan politik. Maka kebijakan tersebut tidak akan dilaksanakan sebagaimana terjadi pada kasus water front city,” kata Syarief. Syarief mengatakan kebijakan dan program pembangunan yang dinilai orientasinya untuk kepentingan rakyat, prospektif untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, antisipatif, dan dari kapasitas pemerintahan memungkinkan untuk dilaksanakan bisa dinilai buruk oleh seorang kepala daerah karena tidak sesuai dengan selera politiknya. “Cara pandang membatalkan atau tidak melanjutkan program pembangunan karena tidak sejalan dengan selera kepentingan politik kepala daerah, jelas berimplikasi buruk terhadap persoalan pemanfaatan dan efisiensi anggaran. Bisa dibayangkan pembangunan kota baru yang sudah menelan biaya miliaran rupiah, gara-gara terjadi pergantian kepala daerah, menjadi tidak dilanjutkan atau dihentikan karena bukan bagian dari program politiknya,” kata dia. (tim)
15
WARTA
Proses Pembahasan Raperda Irigasi DPRD Provinsi Lampung dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Irigasi yang diajukan Gubernur mengarahkan agar Raperda ini mampu mencegah monopoli penggunaan air pada lahan pertanian di Lampung. akil Ketua Pansus V DPRD Lampung yang membahas Raperda tentang Irigasi, Nursalim, mengatakan draf Raperda yang disampaikan pihak eksekutif sudah cukup baik. Saat ini Pansus sedang melengkapi kekurangan dengan studi komparasi dengan Perda Irigasi dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Komparasi dengan perda milik NTB dilakukan karena di provinsi tersebut regulasi irigasi berlaku efektif. Menurut Nursalim sampai saat ini di Lampung masih sering terjadi monopoli dalam hal penggunaan air dari irigasi. Para petani yang berada di daerah hulu menggunakan air dalam jumlah cukup, bahkan berlebih, sehingga bisa panen 23 setahun. Sebaliknya, petani di daerah hilir karena tidak mendapat air yang memadai hanya dapat panen sekali setahun atau bahkan tidak panen sama sekali. Dengan adanya Perda Irigasi ini diharapkan pengelolaan air bisa dilakukan secara adil sehingga petani di hulu dan hilir bisa menanam dan panen. “Kami akan mengatur hal itu secara detail dalam perda. Nanti jika memang air tidak memadai untuk semua sawah, bisa secara bergantian menanam palawija terlebih dahulu. Jadi, bukan petani di hilir saja yang harus mengalah, “kata Nursalim. Mengenai penegakan Perda, sudah ada ketentuan tersendiri. Pengelolaan bendungan yang mengairi lebih dari 3.000 ha sawah merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, antara 1.000-3.000 dikelola pemerintah provinsi, dan di bawah 1.000 oleh pemerintah kabupaten/ kota. Namun, dalam praktiknya, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi harus tetap turun tangan dan mengawasi semuanya sehingga tidak ada petani yang dirugikan karena tidak mendapatkan air. “Penegakan Perda bisa dilakukan pemkab dan pemprov. Perda ini sebenarnya adalah turunan dari UU. Lampung terhitung sudah agak terlambat. Harapannya dengan perda ini nanti ada
W
16
pemerataan dalam penggunaan air dari irigasi,” jelas dia. Nursalim menambahkan dalam Raperda Irigasi, juga diatur ketentuan mengenai Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pengelola Air (GP3A), dan Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A). “Kewenangan masing-masing ada di perda itu juga,” kata dia. Raperda tentang Irigasi merupakan turunan dari UU No. 7 Tahun 2004. Pada Pasal 18 UU tersebut dijelaskan sebagian wewenang pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air dapat diselenggarakan oleh Pemda sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara pada Pasal 19 dijelaskan dalam hal Pemda belum melaksanakan sebagian wewenangnya, pemda dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya Perda Irigasi di tingkat provinsi, kewenangan mengelola air pada irigasi yang mengairi 1.000—3.000 hektare sawah dapat dilakukan Pemerintah Provinsi. Menurut Nursalim, kini Perda Irigasi di tingkat kabupaten sudah ada di Lampung Tengah, sehingga pengelolaan air dapat dilakukan bersama-sama antara Pemprov dan Pemkab. Sementara itu, Ketua Pansus Raperda Irigasi Darwin Ruslinur mengatakan Pansus irigasi memberikan beberapa rekomendasi antara lain meminta agar Raperda usulan pemerintah ini tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana Undang-undang Nomor 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi serta peraturan perundangan terkait. “Selain itu, hal-hal yang diatur dalam Raperda Irigasi ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Pergub juga sebagai petunjuk pelaksanaan dari Perda ini harus diselesaikan paling lama 6 bulan sejak diundangkannya Perda ini,” kata Darwin Perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan agar setiap orang mengetahuinya dengan cara mensosialisasikan kepada pihak terkait melalui media massa dan elektronik. Terkait dengan Raperda Irigasi Sekda Provinsi Lampung, Berlian Tihang mengatakan, dengan terbentuknya Raperda tentang irigasi diharapkan pendistribusian air dapat terlaksana secara seimbang sesuai kebutuhan petani, karena raperda tersebut dapat menjamin kepastian hokum dalam pendistribusian air . Sebelumnya pada rapat paripurna pandangan umum fraksi-fraksi, 9 fraksi di DPRD Lampung mendukung untuk menindaklanjuti 8 Raperda yang disampaikan pihak eksekutif . Delapan Raperda tersebut yakni, Raperda tentang Pengelolaan Panas Bumi, Raperda Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah, Raperda Pengelolaan Air Tanah, Raperda Pencabutan Perda Provinsi Lampung Nomor 8 tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, Raperda tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PNS Provinsi Lampung, Raperda tentang Irigasi, Raperda tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Raperda (tim) tentang Penanggulangan Bencana.
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
WARTA
Laporan Pansus Raperda tentang Irigasi
Pendahuluan Raperda ini memiliki peranan strategis dalam mendukung perekonomian nasional guna menjamin peningkatan produktivitas lahan dan ketahanan pangan. Air irigasi merupakan bagian penting dalam mendukung keberhasilan sektor pertanian. Sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi serta berbagai Peraturan Perundangan terkait lainnya yang merupakan landasan hukum dalam penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Lampung ini, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder yang berkepentingan dan terkait dengan bidang irigasi dan pertanian. Dalam pelaksanaannya, pengembangan dan pengeloaan sistem irigasi harus mengutamakan kepentingan dan peran serta/ partisipasi aktif masyarakat petani dalam keseluruhan proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang irigasi ini diharapkan mampu menjabarkan kebijakan pemerintah daerah dlam mendukung pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang efektif dan efesien. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan daerah dalam pengelolaan irigasi, menghindari irigasi, guna menjamin keberlanjutan sistem irigasi. Rancangan Peraturan Daerah Usul Pemerintah Provinsi Lampung tentang irigasi yang dikemukakan diatas, telah mengalami proses penelaahan di badan Legislasi, dan
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
pembahasan di tingkat Panitia Khusus serta selanjutnya disampaikan dalam Rapat paripurna untuk dibahas lebih dalam oleh Panitia Khusus dalam rangka penyempurnaan. Pengaturan irigasi dalam rancangan Peraturan daerah yang dimaksud, dilatarbelakangi oleh pemikiran antara lain: a) Bahwa Perda Nomor 6 tahun 1983 tentang Pengelolaan irigasi Provinsi Tingkat I Lampung dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kondisi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini; b) Bahwa dalam hal peraturan distribusi air irigasi masih belum dapat terlaksana dengan baik, seperti masih terdapatnya di suatu tempat selalu ada petani yang berkelebihan air, tetapi tidak sedikit pula petani yang sangat sulit mendapatkan air; c) Bahwa dalam undang-undang Nmor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air juncto Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi telah diatur pembagian
17
WARTA wilayah sebagaimana berikut ini: Area irigasi < 1.000 Ha dalam wilayah kabupaten/ kota menjadi tanggung jawab kabupaten/kota masing-masing; Area irigasi >1.000 Ha s/d 3.000 Ha menjadi tanggung jawab provinsi dan; Area irigasi >3.000 Ha/lintas Provinsi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. d) Bahwa irigasi memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan produksi tanaman pangan, holtikutura, perkebunan, kehutanan, perternakan dan perikanan dalam rangka mendukung ketahanan pangan , baik ditingkat Provinsi maupun nasional. Menyadari hal tersebut, maka irigasi di Provinsi Lampung harus ditata untuk mewujudkan pengaturan sistem irigasi dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan air, sumber air dan irigasi, secara tepat guna dan berhasil guna, hingga adanya pengaturan sistem irigasi yang sebaik-baiknya. Mengingat betapa pentingnya hal tersebut, maka perlu adanya pengaturan sistem irigasi yang diataur dalam bentuk Peraturan Daerah.
Pembahasan 1)
Waktu Dalam membahas rancangan Peraturan Daerah tentang Irigasi, waktu pembahasan disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh DPRD Provinsi Lampung dari tanggal 20 Juli s/d 27 September 2011. Berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah Tanggal 20 September 2011, tentang perubahan jadwal pembahasan atas 8 (delapan) Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung, yaitu : Tanggal 23 September 2011, Laporan panitia khusus Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung kepada pimpinan DPRD Provinsi Lampung dan mendistribusikan seluruh laporan panitia khusus Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung kepada ketua fraksi-fraksi DPRD Provinsi Lampung; Tanggal 26 September 2011, laporan Pansus kepimpinan DPRD dan pimpinan faksi-fraksi serta penyampaian pendapat fraksi-fraksi; Tanggal 27 september 2011, rapat paripurna tingkat II laporan panitia khusus pembahasan 8 (delapan) Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung, permintaan persetujuan dari anggota DPRD Provinsi Lampung secara lisan, konsep surat keputusan DPRD dan pendapat akhir kepala daerah. 2) Dasar Hukum Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum dalam pembahasan Raperda Usul Provinsi Lampung yang mengatur tentang Irigasi ini adalah: 1. Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung; 3. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 4. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Dayaalam Hayati dan Ekosistemnya. 5. Dan sejumlah peraturan dan perundang-undangan lainnya.
18
3)
Bahan Acuan dan Pendukung Bahan acuan dan pembahasan Pansus adalah rapat paripurna DPRD Provinsi Lampung pada tanggal 18 Juli 2011. Pembicaraan tingkat I penyampaian delapan rancangan peraturan daerah usul pemerintah provinsi Lampung untuk selanjutnya dibahas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melalui jadwal badan musyawarah DPRD Provinsi Lampung. 4) Materi Pokok Materi pokok dalam pembahasan Pansus adalah konsep Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung adalah draft Raperda yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Lampung melalui Biro Hukum Setda Provinsi Lampung. 5) Proses Pembahasan Guna mendapatkan hasil yang maksimal dan untuk kesempurnaan Raperda tersebut, maka perlu adanya tanggapan-tanggapan serta penjelasan baik dari stakeholder, eksekutif maupun legislatif. Oleh karena itu, panitia khusus mengagendakan kegiatan-kegiatan bersama stakeholder, dinas/ instansi terkait dengan urutan pembahasan sebagai berikut: Tanggal 21 Juli s/d 9 Agustus 2011, pengumpulan bahanbahan dan pendalaman materi Raperda Irigasi; Tanggal 10 Agustus 2011 , rapat internal Pansus dalam penyusunan jadwal pembahasan rencana kerja Pansus Irigasi; Tanggal 12 Agustus s/d 14 Agustus 2011, pendalaman materi Raperda irigasi oleh masing-masing anggota
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
WARTA Pansus; Tanggal 15 agustus 2011, Rapat Pansus dengan pemangku kepentingan yaitu Forum Komunikasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) se-Provinsi Lampung, Forum Komunikasi Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) se-Lampung dan Forum Komunikasi Induk Perkumpulan Petani Pemakai air (IP3A) se-Prov Lampung untuk mendengarkan penjelasan-penjelasan tentang materi Raperda. Tanggal 18 Agustus 2011, Rapat Pansus dengan pihak eksekutif (dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung dan Dinas Pertanian Provinsi Lampung) dalam rangka pembahasan lanjutan terhadap Raperda. Tanggal 5â&#x20AC;&#x201D;10 September 2011, studi komperhensip Pansus Raperda irigasi ke Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Sumatera Utara sebagai tambahan perbandingan/masukan serta informasi untuk kesempurnaan Raperda. Tanggal 22 September 2011, Rapat finalisasi Raperda tentang irigasi bersama Pansus, pihak eksekutif dan pemangku kepentingan (stakeholder). 6) Hasil Pembahasan Setelah diadakan pembahasan dan kajian secara seksama, akhirnya semua pihak mendukung dan men-support disahkannya Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung tentang Irigasi. Raperda ini terdiri dari 21 BAB dan 136 Pasal yang memuat tentang: Ketentuan Umum; Asas, Maksud, Tujuan dan Fungsi; Prinsip Pengembangan dan Pengeloaan Sistem Irigasi; Kelembagaan Pengelolaan Irigasi; Wewenang dan Tanggungjawab Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi; Kerjasama dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi; dan Partisipasi Masyarakat Petani Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi. Selain itu, juga tentang Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air; Pengelolaan Air Irigasi; Pengembangan Jaringan Irigasi; Pengelolaan Jaringan Irigasi; Pengelolaan Aset Irigasi; Pembiayaan; Fungsi dan Keberlanjutan Sistem Irigasi; Koordinasi Pengelolaan Sistem Irigasi; Pengawasan; Laranganlarangan; Ketentuan Penyidikan; Ketentuan Pidana; Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup. -
Kesimpulan dan Rekomendasi 1.
Kesimpulan Setelah melalui proses pembahasan terhadap Raperda Usul Pemerintah Provinsi Lampung tentang Irigasi, maka Pansus dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Bahwa semangat filosofi dari Raperda ini sebagaimana dipahami, air adalah sumber kehidupan masyarakat yang sesuai sifatnya selalu mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu dearah yang menyebabkan ketersedian air tidak merata dalam setiapwaktu dan wilayah untuk itu perlu diatur penggunaannya. Agar Raperda Usul Pemerintah Provinsi ini selesai sesuai dengan semangat Pansus DPRD Provinsi lampung untuk menggolkan Raperda ini sampai ke Pemerintah Pusat. Terdapat beberapa penambahan pada konsideran/ menimbang dan mengingat pada Raperda ini.
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
-
Ada perubahan narasi dalam rangka penyempurnaan Raperda ini, yaitu pada Pasal 23 ayat (1); Pasal 60; Pasal 79; Pasal 118 ayat (2); dan Pasal 127 ayat (2). Perlu adanya pasal yang tegas dalam memberikan sanksi bagi petugas pelaksana teknis di lapangan apabila melakukan pelanggaran dalam Raperda ini. Dalam pembahasan Raperda Irigasi ini sangat ditekankan bagaimana sistem penggunaan air irigasi yang baik. Adanya perubahan dan penambahan narasi dalam BAB XXI Ketentuan Penutup Pada Pasal 135 ayat (4), Pasal 135 ayat (5).
2.
Rekomendasi Sesuai dengan perubahan-perubahan tersebut di atas dalam rangka penyempurnaan maka Pansus Irigasi merekomendasikan: Raperda Usul Pemerintah ini seyogianya tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi , sebagaimana Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi serta peraturan perundangan terkait lainnya. Untuk disetujui dan ditetapkan menjadi keputusan dewan dan selanjutnya diproses menjadi Peraturan Daerah Provinsi Lampung. Perlu adanya pengawasan oleh Legislatif terhadap pelaksanaan Perda Usul Eksekutif ini. Hal-hal yang belum ada dalam Raperda ini akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Gubernur. Peraturan Gubernur sebagai petunjk pelaksanaan dari Perda ini harus diselesaikan paling lama enam bulan sejak diundangkannya Perda ini. Penetapan instansi pelaksana Pelaksana Gubernur sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Kepuusan Gubernur. Perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Perda ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Lampung dan kepada Kepala Dinas/instansi pelaksana Perda ini sebagaimana dimaksud untuk melakukan sosialisasi secara langsung kepada pihak-pihak terkait melalui media cetak dan elektronik. Pansus Raperda Irigasi: Ketua H.A.Darwin Ruslinur; Sekretaris H. Dendi Ramadhona Kaligis, S.T.
19
WARTA
Komisi II Setujui Proyek Kapal Komisi II DPRD Lampung akhirnya menyetujui dana pendamping untuk proyek pengadaan lima kapal nelayan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung. Anggaran untuk proyek itu masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2011, meskipun sebelumnya sempat terjadi perdebatan saat dengar pendapat antara Komisi II dengan DKP Lampung.
K
etua Komisi II Ahmad Djunaidi Auly mengatakan dana pendamping itu disetujui dengan pertimbangan kapal itu memang dibutuhkan nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Selain itu, pengadaan kapal nelayan merupakan program nasional, sehingga Dewan berkewajiban mendukung. “Kami masukkan ke APBDP 2011 karena terlambat masuk ke APBD Murni. Dana pendampingnya sebesar Rp900 juta sudah tercantum di APBD Murni. Pada APBDP 2011, DAK (dana alokasi khusus)-nya sebesar Rp6,9 miliar,” kata Djunaidy Auly. Sebelumnya dalam dengar pendapat antara Komisi II DPRD Lampung dengan DKP Lampung para anggota Dewan mendesak agar tender proyek pengadaan kapal dilakukan setelah ketok palu APBDP 2011. Sementara DKP tetap ngotot menenderkan proyek pengadaan kapal itu sebelum APBDP 2011 disahkan. Anggota Komisi II DPRD Lampung Sumadi mengatakan secara mekanisme seharusnya tender menunggu ketok palu APBDP 2011 terlebih dahulu. Anggota komisi II lainnya, Donny Irawan, menilai ada kesan terburu-buru dalam proses tender. “Kami tidak ngotot, tapi hanya menginginkan adanya transparansi. Proses tender tidak diketahui secara terbuka. Tender mendahului pengesahan APBDP ternyata boleh. Memang bukan terdesak. Masalahnya tadi, ini dari dana pusat dan harus selesai pada 2011,” ujar Djunaidi. Di satker lain, seperti Dinas Bina Marga Lampung, lanjut Djunaidi, juga pernah melakukan hal yang sama. ’’Di tender itu biasanya ada klausa jika dana tidak tersedia dalam pengertian tidak disahkan di APBDP, otomatis tender batal,” ujar legislator asal PKS itu. Djunaidi menyatakan persoalan ini terkait dengan proses penyusunan
20
KUA-PPAS (kebijakan umum anggaranprioritas plafon anggaran sementara) yang molor penyelesaiannya. “Jika KUA-PPAS bisa diselesaikan pada Juni, APBDP bisa beres pada Juli. Sehingga waktu pengerjaan program masih cukup panjang,” ulasnya. Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menyatakan, harus ada ketegasan pihak terkait agar masalah seperti ini tak terulang. “Yang jelas, ini diharapkan tidak jadi yurisprudensi. Harus ada ketegasan agar tidak terulang,” ujarnya. Proses pengadaan kapal bantuan untuk nelayan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung sudah sesuai Peraturan Presiden (PP) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, sekalipun tendernya mendahului pengesahan anggaran. Sekretaris DKP Lampung, Afan Errie Yahya, mengatakan pada PP tersebut dijelaskan tender boleh mendahului pengesahan anggaran sepanjang sudah ada alokasi dana dari kementerian. Menurut Afan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah
menyiapkan anggaran pengadaan 8 kapal berkapasitas 30 gross ton (GT) melalui APBN murni 2011. Dana pengadaan kapal ini dipisah menjadi dua pos, yaitu dana tugas pembantuan (TP) senilai Rp3,996 miliar lebih dan dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp6,9 miliar. “Untuk pencairan DAK ini, Pemprov wajib memberikan dana pendampingan. Namun, dana pendampingan baru bisa dianggarkan pada APBD Perubahan 2011 senilai Rp900 juta karena DAK baru cari setelah APBD 2011 ketok palu. Jadi, sebenarnya anggaran sudah siap sebelum APBD Perubahan 2011 disahkan. Dalam PP itu diperbolehkan tender jika sumber dana dari kementerian sudah dialokasikan. Meskipun dana pendampingannya dari diberikan di APBD Perubahan,” kata Afan. Sementara dana dari DAK akan digunakan untuk pengadaan lima unit kapal yang sekarang masih dalam proses pengerjaan. Hingga akhir tahun, pengadaan kapal ini direncanakan mencapai 8 unit.
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
WARTA “Kalau yang TP kan prosesnya sudah dari awal tahun. Tapi, yang bersumber dari DAK, pemenang tender, yakni PT Aru Marine Fish, baru teken kontrak setelah APBD Perubahan ketok palu September 2011. Sementara tendernya sudah dilakukan sejak Juli karena PP memperbolehkan,” kata dia. Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung Berlian Tihang meminta pemerintah kabupaten/kota membantu anggaran operasional kapal nelayan yang biaya sekali melautnya mencapai Rp30 juta. “Kalau untuk pertama ini, ya semoga kabupaten/kota bisa membantu biaya operasional agar kapal bisa tetap berlayar,” kata Berlian.
Sebelumnya, DKP menyerahkan tiga kapal bantuan kepada nelayan dari tiga kelompok usaha nelayan, yakni dari Bandarlampung, Lampung Selatan, dan Lempasing. Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Dedy H. Sutisna mengatakan kelompok nelayan penerima bantuan harus bisa memanfaatkan kapal untuk menangkap ikan sebanyak mungkin agar biaya operasional kapal yang mencapai Rp30 juta bisa tertutupi dan nelayan bisa mendapat keuntungan. Kapal berukuran besar ini diberikan pemerintah agar nelayan bisa lebih produkif dan hasil tangkapannya lebih banyak ketimbang menggunakan
kapal biasa. Sebab, dengan kapal bantuan ini nelayan bisa melaut lebih dari 12 mil. Kapal juga dilengkapi dengan sistem GPS, fish binder, dan electro fish sehingga kumpulan ikan bisa diketahui. Sementara kebanyakan nelayan Indonesia saat ini kapalnya hanya 10 GT. Bahkan, ada yang tidak menggunakan mesin sehingga hanya melaut sejauh 2—3 mil saja. Tangkapannya pun hanya sedikit. “Kapal 30 GT ini bisa digunakan hingga lebih dari 12 mil, bahkan hingga ke laut lepas. Jadi tidak ada lagi alasan nelayan tidak melaut karena cuaca buruk atau terang bulan,” kata Dedy. (tim)
Nasib Nelayan di Tengah Limpahan Potensi POTENSI perikanan Provinsi Lampung boleh disejajarkan dengan daerah lainnya dalam sokongan produksi perikanan. Mulai dari budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambak udang yang menyokong 40 persen produksi nasional sejak 2009.
erdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung per 1 Agustus 2011, sektor perikanan memberikan kontribusi lumayan besar dalam nilai ekspor Lampung, yaitu menduduki peringkat kedua, sehingga ikan dan udang mendongkrak nilai ekspor senilai 7,32 juta dolar AS pada Juni 2011. Hal itu bukan tak beralasan karena hampir semua wilayah di Lampung memiliki potensi perikanan, baik budi daya ikan laut dan air tawar, maupun tambak udang. Sejak 2009, Lampung masih tercatat sebagai wilayah dengan produksi udang terbesar di Indonesia. Dari total produksi udang nasional tahun 2009 sebesar 348.100 ton, sebanyak 40% dihasilkan Lampung. Begitu pula dengan produk perikanan lainnya seperti kerapu dan lain-lain. Dirjen Pengolahan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Martani Husaini, kala
B
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
itu mengungkapkan begitu pentingnya Lampung bagi produksi ikan budidaya terutama udang karena berdasarkan data Kementerian Perdagangan komoditas udang masuk dalam 5 produk unggulan ekspor nonmigas Indonesia. “Mudah-mudahan produksi udang Lampung yang besar ini harus dipacu terus,” katanya. Potensi Lampung didukung banyak sektor perikanan budidaya, bahkan perusahaan tambak udang terbesar di Indonesia yaitu CP Prima ada di Lampung, juga diakui Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Lampung ini potensinya luar biasa. Kalau ikan kerapu Lampung yang terbesar, udang yang terbesar, jadi memang Lampung ini pusat produksi untuk budidaya,” kata Dirjen Ketut Sugama saat kunjungan kerja ke Lampung belum lama ini. Tambak udang eks Dipasena, yaitu Aruna Wijaya Sakti (AWS) anak perusahaan CP Prima, dikelola melalui pola inti
21
WARTA
plasma sejak 2007 ini luas mencapai 16.250 ha atau terbesar di Indonesia dan dikelola 7.512 petambak. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad saat kunjungan ke tambak eks Dipasena di Rawajitu Timur, Rabu (3-8), juga mengharapkan produksi udang di Lampung tidak turun. Lampung menjadi andalan pemerintah untuk mencapai target Indonesia menjadi negara produsen ikan terbesar di dunia tahun 2015. Jika produksi ikan budi daya (ikan nontangkap/laut) secara nasional pada tahun 2009 mencapai 4,7 juta ton, pada 2014 ditargetkan menjadi 16,891 juta ton, meliputi rumput laut, catfish, patin, lele, nila, bandeng, udang (windu dan vanamei), mas, gurame, kakap, kerapu, dan lain-lain. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung pun terus berupaya meningkatkan produksi perikanan budi daya maupun nonbudi daya/tangkapan. Sejumlah wilayah berpotensi, seperti Tulangbawang, Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Barat dan Pesawaran, terus dipacu. Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulaupulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km persegi atau 41,2% dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurut Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Makmur Hidayat, produksi perikanan tangkap di Lampung baru sekitar 41%. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ton per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Namun, predikat potensi besar tersebut bukan jaminan jika Dinas Perikanan dan pelaku di bidang perikanan tak berupaya mempertahankannya. Produksi yang telah dicapai bisa merosot seiring permasalahan yang timbul. Di bidang pertambakan udang, misalnya, produksi udang terbesar dari Lampung dihasilkan dari pertambakan milik CP Prima di kawasan Tulangbawang. Sayangnya, perusahaan tambak udang terbesar di Asia Tenggara ini mengalami kemelut internal yang berkepanjangan antara plasma dan inti. Kemelut yang tak berkesudahan ini jelas mengurangi produksi tambak. Selain itu, di tengah potensi yang luar biasa di bidang
22
perikanan ini juga, nasib nelayan di Lampung masih belum sepenuhnya sejahtera, terutama nelayan tangkap di laut. Selain kondisi laut yang mulai tergradasi akibat ulah oknum yang mengabaikan kelestarian lingkungan laut, sarana para nelayan tangkapan laut pun masih minim. Misalnya, kelangkaan bahan bakar beberapa waktu dan hingga kini masih dirasakan, membuat sejumlah nelayan memilih memarkirkan perahunya ketimbang melaut. Alasannya, modal yang dikeluarkan tak sebanding dengan hasil yang didapat, bahkan kadang merugi. â&#x20AC;&#x153;Perlu ada solusi dari pemerintah untuk nelayan yang mengandalkan hasil tangkapan di laut, misalnya memberi pinjaman dengan bunga ringan, serta penyediaan sarana dan akomodasi para nelayan untuk melaut yang terjangkau,â&#x20AC;? kata Jaya, pembudi daya ikan di kawasan Teluk Lampung. Selain itu juga, perlu diaktifkannya kembali koperasi nelayan yang seutuhnya mengurusi kesejahteraan para nelayan, bukan hanya simbol semata untuk kepentingan beberapa gelintir oknum. Secara nasional pun permasalahan nelayan dicetuskan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M. Riza Damanik. Ia mendesak KKP memprioritaskan tiga hal untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan anggota keluarganya. Pertama, meringankan beban nelayan seperti permodalan. Untuk itu, KKP diminta bisa memberikan semacam bantuan modal tambahan yang mekanisme dan pemberiannya tidak memberatkan nelayan. KKP juga diminta memperbaiki tempat pelelangan ikan (TPI) yang ada di seluruh Indonesia. Agaknya gayung bersambut terkait nasib nalayan ini. Permasalahan kemiskinan nelayan dan pembudidayaan ikan pun akan menjadi salah satu isu strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun mendatang. Kepala Biro Perencanaan KKP Nilanto Perbowo di Jakarta belum lama ini mengatakan kemiskinan nelayan menjadi isu strategis KKP pada 2012 bersama-sama dengan dampak perubahan iklim, kecukupan jumlah induk dan benih, ketersediaan pakan, dan keterbatasan suplai bahan baku. Selain itu, KKP juga akan memperhatikan lebih serius akan maraknya pencurian ikan, kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan, pengelola dan investasi pulau-pulau kecil, serta kapasitas sumber daya manusia (SDM). KKP pada 2011 berkomitmen mencapai target indikator kinerja utama antara lain meningkatkan kontribusi PDB Perikanan terhadap PDB Nasional nonmigas menjadi 3,5%. Selanjutnya meningkatkan jumlah unit pengolahan ikan yang bersertifikat menjadi 940 unit, nilai tukar nelayan menjadi 112, luas kawasan konservasi perairan menjadi 14 juta hektare. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
WARTA
Setuju Transmigrasikan Perambah Rencana Pemprov Lampung mentransmigrasikan para perambah yang digusur dari Register 45 Sungaibuaya, Mesuji, direspons positif DPRD Lampung. “Rencana transmigrasi merupakan langkah tepat,” kata Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan, usai sidang paripurna pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2011. enurut Marwan, warga yang bermukim di register itu adalah warga negara Indonesia yang harus dipikirkan nasibnya. “Mereka juga anak bangsa. Warga negara asing yang masuk diamdiam ke wilayah Indonesia saja, pemerintah punya solusinya. Apalagi masalah yang membelit warganya sendiri. Tentu akan kita dorong (rencana transmigrasi itu). Kalau dimungkinkan, kenapa tidak? Dewan melalui Komisi V akan berkomunikasi terkait hal ini dengan pemprov,” ujarnya. Sebelumnya, usai rapat tertutup di ruang asisten pemerintahan, Senin (19 September 2011), Kepala Dinas Kominfo Setiato menjelaskan bahwa pemerintah sudah menawarkan ber-
M
bagai program kepada para perambah. Salah satunya transmigrasi ke Kalimantan. “Transmigrasi ada aturan mainnya. Penduduk didata dahulu. Lalu, berapa kuotanya. Yang dipindahkan hanya 65 kepala keluarga (KK). Kita punya kuota 110. Soal ini akan dibicarakan lebih lanjut,” kata mantan kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung itu. Padahal, perambah di Register 45 Sungaibuaya, Mesuji, mencapai ratusan KK yang diusir oleh tim terpadu yang terdiri atas unsur Polri, Satpol PP, polhut, dan pamswakarsa di bawah binaan PT Silva Inhutani Lampung dari Register 45 beberapa waktu lalu. Karo Ops. Polda Lampung Kombes
Rahyono Wignyo mengatakan eksekusi tersebut merupakan upaya terakhir untuk membersihkan Register 45 dari para perambah. “Sosialisasi sudah berulang kali kami berikan. Namun, tidak digubris. Sehingga upaya ini harus kami lakukan,” kata dia kala itu. (tim)
Dukung Jalan Layang PRD Provinsi Lampung mendukung rencana pembangunan tiga jalan layang di Bandarlampung untuk mengantisipasi kemacetan. “Kami mengapresiasi langkah Pemerintah Kota (Pemkot) atas rencana pembangunan jalan layang itu,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Lampung Dendi Ramadhona. Menurut dia, ketiga jalan layang itu akan dibangun di Jalan KimajaJalan Ratu Dibalau, Jalan Pangeran Antasari-Jalan Pangeran Tirtayasa, dan Jalan Gadjahmada-Jalan Ir. Juanda. Politisi muda asal Partai Demokrat itu berharap Pemkot mengkaji lebih dalam terkait dengan antisipasi kemacetan yang akan terjadi ketika pembangunan jalan layang berjalan, dan duduk bersama dengan Pemerintah Provinsi untuk perencanaan pembangunannya. Dua jalan layang yang akan dibangun, ujar Dendi,
D
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
di Jalan Kimaja-Jalan Ratu Dibalau, Jalan Pangeran Antasari-Jalan Pangeran Tirtayasa, menggunakan anggaran dari provinsi. Sedangkan untuk jalan layang di Jalan Gajahmada sepenuhnya akan dibiayai anggaran Pemkot. “Pengkajian lebih mendalam sangat penting mengingat anggaran yang diperlukan tidaklah sedikit sehingga rencananya harus benarbenar matang,” kata dia. Dia menambahkan meskipun pembangunan jalan layang tersebut menjadi kebutuhan, jangan sampai menimbulkan masalah baru saat pembangunan dilakukan. “Ini kan ibu kota provinsi, dan kalau memang jalan di dua jalan layang itu statusnya jalan provinsi, kenapa tidak kita dukung pendanaannya. Toh, memang sudah menjadi tanggung jawab, bahkan kalau bisa, ketiganya Pemprov yang mendanai,” ujar dia. (tim)
23
ASPIRASI
Dewan Diharapkan Awasi Dana BOS Para aktivis Kaukus Pendidikan Lampung berharap seiring dengan kembalinya mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke mekanisme 2010, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung mengawasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dengan mekanisme itu, dana BOS dari pusat akan masuk ke provinsi sebelum disalurkan ke sekolah-sekolah penerima BOS. oordinator Kaukus Pendidikan Lampung, Ahmad Yulden Erwin, mengatakan sektor pendidikan mendapatkan alokasi terbesar dalam APBN maupun APBD sehingga perlu adanya upaya serius untuk mencegah terjadinya penyimpangan. “Tujuan pengadaan anggaran pendidikan yang besar itu adalah agar semua anak usia sekolah bisa mengikuti kegiatan belajar dan terhindar dari drop out (DO) akibat terkendala biaya. Faktanya, praktik di lapangan masih banyak terjadi penyimpangan,” kata Ahmad Yulden Erwin. Erwin mengatakan 99 persen sekolah di Lampung belum transparan dalam mengelola dana BOS. Ukuran transparan tidaknya sekolah dalam mengelola dana BOS adalah adanya pengumuman Anggaran Pembangunan dan Belanja Sekolah (APBS) di sekolah. “Kami sudah mengecek di seluruh SD dan SMP di Bandarlampung. Ternyata hanya dua sekolah yang memasang APBS. Padahal, sesui Juknis, APBS harus dipasang di papan informasi sekolah. Saya yakin di kabupaten/kota lain di Lampung kondisinya juga sama saja, yaitu kepala sekolah tidak mau memasang informasi dana BOS,” kata Erwin. Menurut Erwin penyimpangan dalam penggunaan anggaran pembangunan di Jakarta akan memicu kemiskinan. Batasan kemiskinan ini mengacu pada batasan yang disampaikan oleh Bank Dunia sehingga diperlukan upaya partai politik untuk melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi di wilayah. Dalam versi Bank Dunia disebutkan, kemiskinan adalah kelaparan, tidak punya tempat tinggal, tidak bisa sekolah, sakitsakitan, orang tua kehilangan tempat tinggal, ketidakberdayaan, kehilangan kebebasan. “Meskipun pemerintah menjamin dengan adanya BOS tidak ada lagi anak miskin yang tidak bersekolah, faktanya
K
24
masih banyak anak usia sekolah di Lampung yang putus sekolah karena tidak bisa membiayai sekolahnya. Itu karena sekolah-sekolah masih melakukan pungutan,” kata Erwin. Ketua Dewan Pendidikan Lampung, Prof. Dr. Ghani Nugroho, mengatakan alokasi anggaran pendidikan yang lebih besar dari pada anggaran bidang lainnya seharusnya berdampak pada meningkatkan mutu pendidikan. “Masalahnya sekarang penggunaan anggaran pendidikan banyak yang tidak tepat sasaran, termasuk penggunaan dana BOS. Di sinilah pentingnya pengawasan dari anggota Dewan,”kata Sutopo. Menurut Sutopo hal itu penting mengingat pembiayaan pendidikan di Indonesia pada umumnya terus meningkat, baik itu anggaran pendidikan itu sendiri maupun pungutan terhadap wali murid. “Namun, saat ini tidak ada satu pun
kajian yang dapat membukikan apakah peningkatan peningkatan b iaya pendidikan tersebut berkorelasi positif terhadap meningkatnya mutu pendidikan,” kata dia Sutopo pada Pertemuan AntarStakeholder Pendidikan dalam Program Pemantauan Desentralisasi BOS yang diselenggarakan Koak, di Hotel Marcopolo Bandarlampung, akhir September lalu. Menurut Sutopo perlu ada kajian apakah adanya dana BOS ataupun sumbangan Komite Sekolah juga berpengaruh terhadap hasil akhir belajar anak didik di sekolah. “Apakah besar dana BOS berkontribusi positif pada rata rata nilai ujian nasional anak di sekolah. Hal itu perlu dikaji,” kata Sutopo. Sutopo mengatakan tolok ukur keberhasilan pelaksanaan dana BOS di sekolah bukanlah semata mata bertumpu pada tertib administatif, tetapi juga pada kualitas dan keberhasilan pembelajaran
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
ASPIRASI di sekolah. “Itulah sebabnya harus terukur. Prinsip akuntabel itu bukan lagi berdasar kepada apakah dana tersebut dikelola tetpat secara peruntukan atau jelas dalamhal penggunaan, tetapi lebih dalam lagi, apakah alokasi dana tersebut berpengaruh terhadap output dari pendidikan itu,” kata Sutopo. Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh mengatakan pada 2012 dana BOS akan ditransfer oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari Kas Umum Negara (KUN) ke Kas Umum Daerah (KUD)
Provinsi. Di tingkat provinsi akan ada penandatanganan naskah hibah antara pemerintah daerah provinsi dengan sekolah negeri dan swasta. Melalui mekanisme baru ini diharapkan penyaluran dana BOS akan lebih cepat. “Kita sepakat uang itu (BOS) akan ditransfer ke daerah di level provinsi dan tidak di level kabupaten/kota. Keputusan tersebut kami ambil setelah melalui rapat beberapa sesi bersama dengan Komite Pendidikan,” kata dia. Dana BOS ditransfer oleh KUD-
Provinsi ke sekolah sesuai dengan daftar siswa sekolah dan alokasi dana BOS per sekolah yang sudah ditetapkan oleh Kemendiknas. Menurut Nuh, mekanisme penyaluran dana BOS kembali diubah karena terjadi banyak kekurangan pada mekanisme penyaluran tahun ini. Seperti diketahui, tahun ini dana BOS disalurkan oleh pemerintah pusat melalui kabupaten/ kota. “Masih banyaknya keterlambatan membuat kita semakin yakin mekanisme (tim) ini perlu diubah,” jelasnya.
Dukung Dewan Ajukan Perda Buku PRD Lampung bisa menggunakan hak inisiatif untuk membuat Peraturan Daerah Buku agar mafia buku tidak makin merajajela dan berdampak buruk bagi dunia pendidikan. Maraknya mafia buku sekolah menunjukkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 2008 tentang Pada era otonomi daerah, Permendiknas itu tidak bergigi jika kepala daerah atau DPRD tidak meneruskan dalam bentuk peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan wali kota, atau peraturan bupati. “Permendikna tersebut tidak diterapkan optimal di daerah. Banyak sekolah yang justru menjadi kaki tangan mafia buku. Dampaknya adalah bisnis buku justru marak pada saat para siswa pendidikan dasar harus mendapatkan pendidikan gratis,” kata koordinator Komite Anti Korupsi (Koak) Ahmad Yulden Erwin. Menurut Erwin meskipun Pemerintah Pusat menyediakan buku murah melalui program buku sekolah elektronik (BSE) sulit untuk dipatuhi sekolah. “Permendiknas maupun BSE baru akan optimal jika DPRD dan kepala daerah mendukung program ini. Oleh sebab itu kami mendorong agar DPRD Lampung menggunakan hak inisiatifnya agar Lampung memiliki Perda Buku. Ini penting karena buku sudah menjadi problem utama pendidikan kita. Bagaimana anak-anak akan bisa sekolah lancar jika harga buku mahal? Padahal, buku murah dan bahkan gratis sudah disediakan pemerintah,” kata Erwin. Erwin mengatakan jika Pemrov Lampung tidak mengeluarkan regulasi, masyarakat justru akan bertanyatanya mengapa Dinas Pendidikan tidak mengeluarkan edaran tentang BSE. “Ini persoalan lama yang selalu berulang tiap tahun ajaran baru. Warga miskin sudah lama menjerit karena pengadaan buku sekolah yang membebani wali murid. Mau tidak mau para wali murid harus membeli buku dari penerbit yang disodorkan pihak sekolah,” kata Erwin. “Regulasinya kalau bisa tidak hanya fokus pada buku, tetapi media pembelajaran secara umum seperti perpustakaan hingga pengadaan internet di sekolah,” tambah Erwin. DPRD dan aparat hukum hendaknya menindaklanjuti indikasi adanya mafia hukum dalam pengadaan buku sekolah. Penerbit yang memberi fee, atau kepala sekolah, guru, dan pejabat instansi terkait yang menerima fee bisa dijerat
D
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. “Mereka bisa dijerat pasal penyuapan dan gratifikasi,” kata Erwin. Dekan FKIP Unila, Bujang Rahman, mengatakan mafia buku yang merajalela di sekolah merupakan cerminan lemahnya regulasi daerah terkait soal pendidikan dan pengadaan bahan pembelajaran di sekolah. “Sehingga dalam persoalan mafia pengadaan buku ini sekolah tidak bisa seratus persen disalahkan lantaran tidak ada satu pun regulasi didaerah yang mengatur akan hal ini,” ujar Bujang. Menurut Bujang tidak masalah jika untuk mendapatkan buku siswa harus meminjam ke perpustakaan, meminjam ke kakak kelas, atau bahkan mengunduh dari internet. “Pendapat bahwa siswa harus membeli buku baru merupakan pandangan mereka yang tidak mengerti pendidikan,” kata Bujang. Bujang mengatakan, persoalan pengadaan buku disekolah yang membebani wali murid ini telah terjadi sekian lama dan harus di sikapi secara serius.”Regulasinya kalau bisa tidak hanya fokus pada buku tetapi media pembelajaran secara umum seperti perpustakaan hingga pengadaan internet di sekolah,” kata dia. Jumlah uang yang beredar dalam jual beli buku sekolah di Provinsi Lampung diperkirakan mencapai angka fantastis Rp569 miliar. Dari jumlah tersebut 30 persen atau keuntungan dinikmati oleh kalangan pendidikan. Seorang mantan kepala sekolah negeri di Bandarlampung mengatakan banyak pihak yang diuntungkan dari proyek buku dari penerbit. “Keuntungan yang diberikan dan dibagi bagikan pihak penerbit buku dalam penjualan buku disekolah mencapai 30 persen dari total penjualan buku setiap tahunnya. Uang ini dibagi-bagi,” ujarnya. Aksi itu bisa dilakukan penerbit karena buku dijual secara langsung (direct selling) ke sekolah sehingga tidak memerlukan biaya distribusi dan promosi serta diskon yang memang diberikan penerbit kepada toko buku dan pembeli. “Biasanya jika dijual di toko buku maka pihak penerbit memberikan margin 15 persen untuk toko buku dan 15 persen untuk pembeli di toko buku. Namun, karena buku dijual langsung maka bagi hasil keuntungan dari total harga itu diberikan kepada oknum dinas, kepala sekolah, hingga (tim) guru,” kata dia.
25
WARTA
Lindungi Karyawan dengan Asuransi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengumpulkan data perusahaan dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Lampung sebagai bahan untuk melakasanakan tugas pengawasan. Berdasar ketentuan UU Ketenagakerjaan, setiap perusahaan yang mempekerjakan karyawan dalam kurun waktu tertentu harus mendaftarkannya ke Jamsostek. nggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung Jusni Sofyan mengatakan semua karyawan perusahaan harus dilindungi asuransi. Oleh sebab itu, semua karyawan harus menjadi peserta Jamsostek. “Kami akan mendorong agar semua karyawan dilindungi Jamsostek. Sebanyak 258 karyawan di tiga kabupaten/kota se-Lampung belum terdaftar sebagai peserta Jamsostek,” kata Jusni. Menurut Jusni, berdasar data yang diterimanya, tercatat 99.406 pekerja yang bekerja di 1.531 perusahaan, 258 di antaranya belum terdaftar sebagai peserta Jamsostek. “Data itu belum dari semua kabupaten/kota se-Lampung. Tiga kabupaten dan kota yang masuk data itu adalah Bandar Lampung, Lampung Selatan, dan Tanggamus. Kami masih menunggu data dari kabupaten/kota lain. Kalau sudah ada kami akan bekerja sama dengan perusahaan Jamsostek untuk menyosialisasikan ke perusahaan dan karyawan tentang pentingnya Jamsostek untuk melindungi tenaga kerja,” kata Jusni. Selain Jamsostek, Jusni mengatakan kewajiban lain yang menjadi tanggung jawab perusahaan adalah pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB). Tetapi salah satu syarat pembuatan PKB adalah adanya serikat pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Data mengenai perusahaan seLampung yang belum memiliki serikat pekerja juga sedang diupayakan. Poinpoin dalam PKB itu harus mendapat persetujuan serikat pekerja. Kalau tidak ada serikat pekerja, sulit untuk mewujudkan PKB yang benar-benar disepakati bersama antara perusahaan dan karyawan. Menurut Kepala Dinas Tenaga
Hotman usai bertemu anggota Komisi V DPRD Lampung di gedung DPRD, akhir September lalu. Sementara untuk pekerja nonformal, tahun ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memberikan bantuan subsidi Jamsostek untuk 1.001 pekerja yang tersebar di Bandar Lampung, Lampung Selatan, dan Lampung Tengah.
A
26
Antisipasi Kecelakaan Hi. Jusni Sofjan
Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung Hotman Atiek, banyaknya tenaga kerja yang tidak memiliki Jamsostek karena belum didaftarkan perusahaan tempat mereka bekerja. Padahal, Jamsostek merupakan tanggung jawab dan kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi kepada karyawannya. Hotman membeberkan jumlah tenaga kerja di Lampung saat ini mencapai 400 ribu orang lebih. Dari jumlah itu, kata Hotman, baru 250 ribu orang lebih yang terkover Jamsostek. Artinya, lebih dari 150 ribu pekerja yang tidak memiliki perlindungan Jamsostek. “Kami akan menindaklanjuti hal ini ke perusahaan-perusahaan yang belum mendaftarkan pegawainya ke Jamsostek. Akan kami imbau pekerja mereka segera didaftarkan ke Jamsostek,” kata
Selama 8 bulan, biaya asuransi kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan pemeliharaan kesehatan senilai Rp45 ribu/bulan/orang ditanggung pemerintah. Setelah 8 bulan, peserta diminta meneruskan pembayaran Jamsostek ini sehingga diri dan keluarganya bisa terbebas dari beban pembayaran biaya rumah sakit saat terjadi kecelakaan. Beberapa waktu lalu Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenakertrans Myra M. Hanartani mengatakan kemauan pekerja informal untuk memiliki jaminan atas dirinya sendiri. “Kalau
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
WARTA pekerja di perusahaan kan ada yang menjamin. Nah, kalau pekerja informal ini siapa yang mau menjamin kalau bukan dirinya,” kata Myra. Biaya yang tidak sampai Rp50 ribu/ bulan ini, tidak terlalu memberatkan pekerja informal karena yang harus
dipikirkan adalah menganstisipasi terjadinya kecelakaan kerja. Jika seorang pekerja informal harus dirawat di rumah sakit dan harus mengeluarkan biaya sendiri yang cukup besar, kata Myra, tentu saja biaya lain untuk pemenuhan kebutuhan sandang dan
pangan keluarganya menjadi berkurang. Dengan adanya Jamsostek untuk pekerja informal ini, Myra berharap pekerja informal tidak menjadi miskin jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan atau gangguan kesehatan pada diri masing-masing. (tim)
Dorong Survei Ketiga KHL etua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir mengatakan pihaknya terus mendorong agar survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang direncanakan dua kali menjadi tiga kali. Survei pertama dan kedua yang hanya di 10 kabupaten/kota menjadi merata di 14 kabupaten/kota se-Lampung. Hasil survei tahap kedua KHL Provinsi Lampung ternyata masih di bawah angka Rp1 juta. Sementara pada survei pertama, KHL Lampung hanya Rp967.023. “Memang ada penambahan anggaran untuk survei ketiga sebesar Rp60 juta. Itu akan kami setujui. Tetapi kami tetap tidak dapat mencampuri penetapan UMP karena itu wewenang Dewan Pengupahan,” kata Yandri. Sebelumnya, survei KHL telah dilakukan di 10 kabupaten/kota minus Bandarlampung, Lampung Tengah, Waykanan dan Tulangbawang. Anggaran dua kali survei di 10 kabupaten/kota itu Rp145 juta. Atas desakan DPRD dan pertimbangan lain, survei ketiga secara merata harus dilakukan di 14 kabupaten/kota. Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Lampung Hotman Atik mengatakan penetapan KHL tahun ini akan dilakukan melalui tiga kali survei oleh Dewan Pengupahan Provinsi, yang terdiri atas perwakilan pengusaha, buruh, dan pemerintah, serta didampingi akademisi. Namun sejauh ini, kata Hotman, sampai survei kedua angka KHL belum bisa mencapai Rp1 juta. “Ya nanti kita lihat dulu hasil survei ketiga. Survei dilakukan pada 45 item kebutuhan masyarakat,” kata dia, usai mengikuti briefing Gubernur Lampung di Gedung Pusiban Pemprov, Selasa (6 September 2011). Hotman juga menyatakan permintaan DPRD Lampung untuk menaikkan KHL dan upah minimum provinsi hingga lebih dari Rp1 juta sah-sah saja. Namun, penetapannya harus tetap berdasar hasil survei Dewan Pengupahan karena hal itu sudah diamanatkan undangundang. Dia berjanji survei KHL akan dilakukan sebaik dan sedetail mungkin menggambarkan kebutuhan riil masyarakat sehingga penetapan upah minimum juga bisa mencukup kebutuhan itu. “Apalagi dalam APBD Perubahan kita dapat tambahan Rp60 juta. Survei akan lebih maksimal karena dilakukan di 14 kabupaten/kota. Kalau sebelumnya hanya di 10 kabupaten/kota,” kata Hotman. UMP Lampung Tahun 2011 disepakati hanya Rp855
K
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
ribu atau 95,25% dari KHL yang menjadi acuan yakni Rp897,6 ribu. UMP 2011 sempat mengundang kontroversi. DPRD Lampung lewat unsur pimpinan Dewan, Marwan Cik Asan, sempat meminta agar besaran UMP di-review. Namun, Pemprov menyatakan tak dapat mengubah UMP karena menurut Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P., usulan UMP telah disepakati pihak buruh, serikat pekerja, dan pemerintah yang berada dalam Dewan Pengupahan. Perkembangan terakhir, Komisi V DPRD Lampung menyatakan akan mengawasi proses survei KHL yang menjadi patokan UMP. Hal ini menyusul adanya survei dari pihak Bappenas yang menyatakan upah buruh di Provinsi Lampung terendah di Sumatera. (tim)
27
WARTA
Honorer Menunggu RPP Pada Oktober 2011, sebanyak 67 ribu tenaga honorer kategori I di seluruh Indonesia dipastikan menjadi CPNS. Sebab, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS yang menjadi payung hukumnya juga akan diterbitkan bulan Oktober. egera diterbitkan. Mudahmudahan Oktober,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) E.E. Mangindaan usai membuka acara sosialisasi RPP tentang Pengangkatan Honorer Menjadi CPNS, RPP tentang Pegawai Tidak Tetap, dan Kebijakan Moratorium di gedung Kemendagri, (20 September 2011). Sekretaris Kemenpan Tasdik Kinanto menambahkan tenaga honorer yang tertinggal (kategori I) akan diangkat menjadi CPNS bulan depan. “Insyaallah Oktober. Tetapi yang jelas tidak akan lewat tahun 2011,” terang Tasdik. Dia yakin 67 ribu honorer itu bisa segera diangkat lantaran payung hukumnya saat ini sudah beres. “RPP sudah tidak ada kendala,” katanya. Sebanyak 67 ribu honorer yang akan diangkat itu sudah melalui proses verifikasi data oleh Kemenpan. Mereka adalah tenaga honorer yang bekerja di bawah 2005, tetapi belum terangkat, karena tercecer. Dalam RPP itu antara lain disebutkan tenaga honorer yang diangkat menjadi CPNS pada bulan depan, pemberkasan untuk penetapan nomor induk pegawai (NIP)-nya diusahakan selesai pada tahun 2011 ini. Untuk honorer kategori II, yang juga tercecer, jumlahnya secara nasional mencapai 600 ribu. Mereka
“
S
28
E.E. Mangindaan
nantinya diangkat menjadi CPNS, namun melalui proses seleksi di antara honorer sendiri, atau tidak dicampur dengan pendaftar dari jalur umum. Di draf RPP juga diatur bahwa pembuatan soal seleksi untuk honorer ketegori II (yang honornya bukan dari APBN/ APBD) dilakukan pejabat pembina kepegawaian, yang dikoordinasikan oleh gubernur. Lalu bagaimana nasib honorer yang tidak lolos seleksi? Di RPP diatur bahwa jika tenaganya masih dibutuhkan instansi, tersedia anggaran, berkelakuan baik, dan punya kinerja baik, tetap bekerja di instansi yang bersangkutan. Ketentuannya, ada SK pengangkatan dari pejabat pembina kepegawaian dan diberikan penghasilan setiap bulan berdasar beban kerja dan kemampuan keuangan instansi. Sebaliknya, jika sudah tidak dibutuhkan, mereka diberhentikan atau tak diperpanjang lagi.
Sementara di hadapan peserta rapat, E.E. Mangindaan menyampaikan bahwa dalam masa moratorium penerimaan CPNS, daerah harus melakukan penataan organisasi, termasuk menghitung kebutuhan pegawainya secara detail. “Daerah harus melaporkan ke Kemenpan dan Kemendagri. Kalau ada yang gemuk (kelebihan pegawai) di mana? Atau kuruskah? Rampingkah? September hingga Desember 2011, seyogianya sudah selesai,” kata Mangindaan. Selanjutnya, Januari hingga Desember 2012, bagi daerah yang sudah selesai membuat data penataan PNS, sudah bisa melakukan penerimaan CPNS dengan formasi terbatas. “Bagi daerah yang belum selesai, ya belum bisa (menerima CPNS dengan formasi terbatas). Karena itu semacam konsep. Kalau belum ada konsep, gimana?” kata menteri asal Manado itu. Dengan demikian, bagi daerah yang cepat menyelesaikan tugas tersebut, bisa melakukan penerimaan CPNS lebih cepat. Sebaliknya, yang lambat juga akan ketinggalan melakukan penerimaan “abdi Negara” itu. Dijelaskan Mangindaan, formasi CPNS yang direkrut pada kurun Januari hingga Desember 2012 juga dibatasi. Dicontohkan, tenaga guru. Itu pun harus jelas guru untuk mata pelajaran apa. Menurutnya, untuk tenaga guru
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
29
WARTA
mata pelajaran tertentu sudah overkapasitas. “Tetapi untuk matematika masih kurang,” ujar mantan gubernur Sulut itu. Contoh lain adalah tenaga kesehatan yang masih kurang. Selain itu untuk “tenaga khusus yang mendesak”, seperti sipir, yang saat ini perbandingan sipir dengan napi adalah 1 : 100. “Nanti kalau tak dikasih (formasi), kalau napi kabur, saya yang disalahkan,” selorohnya. Tenaga navigator penerbangan juga akan tetap direkrut. Lulusan perguruan tinggi kedinasan, seperti Institut Pemerintahan
T
Dalam Negeri (IPDN), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), juga tetap diangkat menjadi CPNS. ”Jadi, moratorium itu tidak kaku. Toh jumlahnya (lulusan sekolah kedinasan) itu tidak banyak,” ujar Mangindaan. Satu syarat lagi yang sudah dituangkan dalam surat keputusan bersama tiga menteri yang mengatur moratorium CPNS. Daerah yang bisa melakukan rekrutmen CPNS hanyalah daerah yang belanja pegawainya di bawah 50 persen dari total APBD-nya. Dengan demikian, meski suatu daerah sudah melakukan penataan pegawai, tetapi belanja pegawainya di atas 50 persen, tetap dilarang melakukan penerimaan CPNS. Sebelumnya Mangindaan mengungkapkan dari 33 provinsi, hanya tiga daerah yang belanja pegawainya di bawah 30 persen, yaitu Kalimantan Timur (28,77 persen), Papua (28,85 persen), dan Papua Barat (28,04 persen).
Selebihnya di atas 30 persen. Padahal ketentuan pemerintah pusat, persentase belanja pegawai dengan dana belanja pembangunan adalah 30 persen dan 70 persen. “Yang paling banyak adalah Jateng (57,31 persen), Yogjakarta (56,66 persen), NTB (55,53 persen), Lampung (54,9 persen), Bali (52,19 persen), dan Sulut (51,45 persen),” ungkap mantan Ketua Komisi II DPR RI itu. Sedangkan daerah yang belanjanya di bawah 51 persen adalah NTT (50,78 persen), Sumut (50,69 persen), Bengkulu (50,24 persen), dan Jatim (50,05 persen). Kemudian daerah yang belanja pegawainya di bawah 50 persen adalah Gorontalo (49,83 persen), Sumbar (49,43 persen), Sulteng (49,43 persen), Sulsel (49,43 persen), Jabar (48,06 persen), Sultra (47,17 persen), Banten (47,24 persen), Sulbar (45,66 persen), Kalbar (44,72 persen), Jambi (45,40 persen), Sumsel (44,39 persen), Maluku (42,71 persen), Kalsel (42,11 persen), Aceh (40,16 persen), Malut (38,32 persen), Kepri (37,04 persen), DKI Jakarta (36,87 persen), Bangka Belitung (35,51 persen), dan Riau (34,96 persen). (tim)
Dana Cabor akan Dievaluasi
idak hanya KONI Lampung yang harus mempertanggungjawabkan dana pembinaan, pengurus cabang olahraga pun akan dievaluasi. Hal tersebut berlaku seiring perubahan mekanisme penyaluran dana olahraga yang diusulkan Komisi V untuk APBD 2012. Menurut Ketua Komisi V DPRD Lampung Yandri Nazir, pihaknya menginginkan perubahan dalam pembinaan olahraga di Lampung, khususnya mekanisme penyaluran dana yang selama ini menjadi satu hambatan dalam pembinaan setiap cabang. Menghadapi tahun 2012 serta penyusunan APBD 2012, pihaknya telah memberi rekomendasi kepada badan anggaran terkait dengan dana olahraga. Berikut juga mekanisme penyaluran yang sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga. Hal tersebut tentunya juga berdasar pada pertemuan dengar pendapat Komisi V dengan pengurus cabang. Ke depan, dana yang diberikan ke KONI harus
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011
dipertanggungjawabkan secara terukur berupa prestasi bagi Lampung. Koreksi juga dilakukan terhadap pengurus cabang yang dipercaya memegang dana masyarakat. “Cabor yang mendapatkan dana harus dapat mempertanggungjawabkan dengan menunjukkan prestasinya. Bila sudah diberikan dana yang sesuai dengan kebutuhannya tapi prestasi tidak ada, akan diberikan punishment, misalnya pemotongan anggaran pada tahun berikutnya,” kata Yandri. Untuk itu, ujar Yandri, pihaknya akan berkoordinasi dengan KONI dan Dispora dalam penyaluran bantuan dana kepada cabang olahraga sehingga berjalan efektif serta tidak ada lagi keluhan. Sebab, dana pembinaan olahraga berasal dari masyarakat dan harus dipertanggungjawabkan. “Kami telah mengagendakan pertemuan itu, tapi belum dapat dipastikan waktunya. Namun, pasti kami ingin lakukan pertemuan secepatnya,” katanya. (tim)
3
LAPORAN UTAMA
Kerja Sama Pemda dan Apersi Bangun Perumahan untuk Rakyat Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Indonesia (Apersi) Provinsi Lampung bersama Pemerintah Daerah telah membentuk kelompok kerja untuk memberikan fasilitas perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah di daerah ini.
Yandri Nazir
M
engomentari kerja sama pengembang dengan pemerintah tersebut, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Lampung Yandri Nazir mengatakan pemerintah sudah memiliki good will untuk menyediakan perumahan bersama Apersi. Selayaknya kebijakan ini didukung perbankan. Apalagi Pemerintah Pusat menargetkan perumahan sebanyak 1 juta unit di Indonesia. “Pemda kabupaten lain juga harus membuka diri dan menyediakan perumahaan bagi PNS dan didukung oleh pembiayaan perbankan,” kata Yandri. Selama ini Apersi telah melakukan pembangunan perumahan bagi PNS dan masyarakat menengah bawah di daerah bersama pemda. Kerja sama yang telah terjalin sejak 2006 ini telah membangun perumahan di lima kabupaten di Lampung. “Kami sedang menginventarisasi permasalahan, mengumpulkan data, dan mencari solusi bagi masyarakat yang belum mempunyai perumahan. DPD Apersi diangkat sebagai ketua bagi kelompok kerja ini,” kata Ketua DPD Apersi Lampung Harsani Merawi didampingi Ketua Masyarakat Peduli Perumahan dan Pemukiman Aryanto Werta dan Sekretaris Apersi Pendi Hasanudin, di sela-sela rapat Pokja di Sheraton Lampung, Rabu (28 September 2011). Selama ini, kata Aang, panggilan akrab Harsani Merawi, pembangunan perumahan Apersi dan pemda telah dilakukan di Kabupaten Waykanan, Tulangbawang, Lampung Barat, Lampung Utara, dan Tanggamus. Pembangunan perumahan bagi PNS dan masyarakat menengah bawah tersebut sempat terhenti karena adanya kebijakan dari BTN yang tidak mendukung program tersebut. “Lebih dari 1,5 tahun, program pembangunan sinergi Apersi dan pemda terhenti tanpa alasan yang jelas dari pimpinan cabang BTN terdahulu,” kata Harsani. Karena itu, Harsani sangat menyesalkan pernyataan mantan Kepala BTN Lampung Sri
4
Handayani yang mengatakan perlunya koordinasi pengembang dengan pemerintah daerah agar diperoleh lahan murah maupun biaya perizinan yang terjangkau masyarakat bawah. “Pernyataan ini seolah-olah pengembang belum melakukan kerja sama dengan pemda. Padahal Apersi selama ini telah melakukan kerja sama untuk memperoleh lahan dan biaya perizinan yang murah,” kata Aang. Menurut Aang, pernyataan Sri Handayani menunjukkan ia tidak tahu akan hal tersebut, padahal sewaktu menjabat sebagai kepala BTN Lampung, Sri Handayani menghentikan program pembiayaan ini. “Apa karena mau musda REI, jadi memanfaatkan isu lahan dan biaya perizinan murah agar dapat dipilih,” ujarnya. Aang juga menjelaskan saat ini Apersi Lampung bersama Pemkab Tulangbawang menjadi proyek percontohan pembangunan perumahan dengan sistem hibah dan pembebasan perizinan seperti yang telah dilakukan di lima kabupaten. “Apersi Lampung akan melakukan presentasi di 184 kabupaten di Indonesia soal hibah tanah dan segala sesuatunya mengenai pembangunan perumahan pemda ini,” kata Harsani. Adapun pengembang yang melakukan pembangunan perumahan bagi pemda di lima kabupaten yang sudah berjalan ini adalah PT Dwi Mitra Lampung Perdana untuk perumahan Pemkab Tulangbawang dan Lampung Utara, PT Tripurnama Putra dengan Pemkab Tanggamus, PT Daedong Indonesia Makmur dengan Pemkab Way Kanan, dan PT Lakban Silingga Puri dengan Pemkab Lampung Barat. (tim)
Mimbar Legislatif
EDISI SEPTEMBER 2011