E journal bidang kajian hukum internasional (edisi pertama)

Page 1

Kerjasama Indonesia Dan Malaysia Mengenai General Border Committee Dalam Perspektif Hukum Perjanjian Internasional | Oleh: Ardita Velarasi, SH (Hal 1-16)

Peran Asean Sebagai Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Perbatasan Antara Kamboja Dan Thailand Di Wilayah Preah Vihear | Oleh: Muhammad Bunyamin, SH (Hal 17-35)


PENGANTAR KATA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Elekktronik Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang terbit pertama pada Bulan Agustus 2013 merupakan tindak lanjut dari edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor:152/E/T/2012 tanggal 27 Januari 2012 hal Publikasi Karya Ilmiah dan Surat Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Nomor:1026/UN9.1.2/MI/2013 tanggal 3 Juli 2013 hal Pemberitahuan Publikasi Karya Ilmiah Mahasiswa. Jurnal ini disepakati untuk diberi nama “OPINI HUKUM”. Penamaan ini dimaksudkan bahwa karya ilmiah yang diterbitkan pada tiap edisi adalah pemikiran-pemikiran hukum yang cerdas dari lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Penerbitannya dilakukan setiap dua bulan menjelang dengan Wisuda Sarjana Universitas Sriwijaya. Pada tiap penerbitannya tulisantulisan dikelompokkan ke dalam Bidang Kajian yang ada di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, yang terdiri dari Bidang Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Internasional. Untuk edisi perdana ini tulisan yang disajikan sebanyak 91 artikel sesuai dengan jumlah lulusan Sarjan Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Periode Juli 2013 yang tersebar sesuai dengan Bidang Kajian Hukum para lulusan. Redaksi menyadari bahwa dari segi penampilan dan mutu karya ilmiah yang tersaji belumlah memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Namun, ada optimisme untuk melakukan penyempurnaan pada masa yang akan datang. Kepada khalayak pembaca kami ucapkan selamat berkunjung pada OPINI HUKUM Electronic Journal Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Indralaya, 31 Juli 2013 Redaksi

Hal | ii


KATA SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Karya tulis ilmiah justru miskin ditengah-tengah masyarakat ilmiah. Inilah tantangan besar dunia perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan data Kemendikbud, jumlah karya ilmiah yang dihasilkan perguruan tinggi Indonesia saat ini masih rendah, hanya sepertujuh saja jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia. Kondisi memprihatinkan itulah yang juga menjadi pertimbangan diterbitkannya Surat Dirjen Dikti No: 152 tanggal 27 Januari 2012. Inti dari surat Dirjen tersebut bahwa yang menjadi syarat lulus bagi mahasiswa program S-1, S-2, dan S-3 untuk memublikasikan karya ilmiahnya, yaitu: (1) Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah, (2) Untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti, dan (3) Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional. Menjadi kewajiban semua pengelola perguruan tinggi, termasuk Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, untuk merespon apa yang menjadi arahan Dirjen Dikti tersebut. Walaupun sebelumnya beberapa upaya juga telah dilakukan untuk mendorong kreativitas mahasiswa untuk menghasilkan pemikiran yang kritis dan analitis yang dituangkan juga dalam tulisan. Respon terhadap surat Dirjen Dikti tersebut dan sebagai upaya menambah sarana bagi mahasiswa untuk menuangkan pemikiran yang kritis dalam bentuk tulisan, maka fakultas Hukum UNSRI menerbitkan E-Journal berjudul Opini Hukum. E-Journal ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa untuk memuat karya tulis mereka sehingga terpenuhi apa yang menjadi harapan Dirjen Dikti tersebut. Saya menyambut baik diterbitkannya E-Journal Opini Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang merupakan hasil dari kerja keras tim dibawah koordinasi Pembantu Dekan I. Kiranya para mahasiswa khususnya dan masyarakat ilmiah di Fakultas Universitas Sriwijaya pada umumnya dapat memanfaatkan E-Journal ini secara maksimal. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Indralaya, 26 Juli 2013 Dekan, Prof. Amzulian Rifai, SH., LL.M., Ph.D Hal | iii


Kerjasama Indonesia Dan Malaysia Mengenai General Border Committee Dalam Perspektif Hukum Perjanjian Internasional Oleh: Ardita Velarasi, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Syahmin AK, SH.,MH dan Akhmad Idris, SH.,MH

Abstrak: Penulisan ini bertujuan untuk merumuskan permasalahan dasar hukum dan sistem penetapan dari perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia mengenai batas wilayah antara kedua negara tersebut dan peran General Border Committee dalam mengelola daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Geberal Border Committee.Penulisan ini dikategorikan sebagai penelitian normatif dengan teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan Studi Kepustakaan (Library Reseacrh) dalam bentuk bahan hukum tertulis (baik primer,sekunder maupun tersier).Penulisan ini akan dibahas dengan menggunakan pendekatan deskriptif yuridis analistis dan pendekatan historis. Bahan yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisi secara Deskriptif Kualitatif. Berkaitan dengan perbatasan antarnegara,hukum internasional dan hukum perjanjian internasional memberikan kontribusi yang cukup penting, terutama di dalam pelaksanaan perundingan antar negara dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian antarnegara dalam hal perbatasan. General Border Committee merupakan wadah komunikasi yang efektif yang dapat digunakan oleh Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam keamanan dan pertahanan di perbatasan kedua negara tersebut. Kata Kunci : Perjanjian Bilateral,Kerjasama Pertahanan, General Border Committee

Hal | 1


A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Suatu perbatasan seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner diatas permukaan bumi,yang memisahkan wilayah satu negara dari negara lain.Hal ini barangkali terlalu dibuat-buat. Seperti dikatakan oleh seorang penulis: Suatu perbatasan bukan semata-mata sebuah garis pada suatu tanas perbatasan.Tanah perbatasan mungkin merupakan suatu rintangan mungkin pula bukan.Pengukur tanah (surveyor) mungkin sangat berkepentingan dengan garis demikian.Bagi ahli strategi yang penting adalah ada atau tidaknya perintang.Bagi pelaksana pemerintah tanah perbatasan itulah yang mungkin yang menjadi permasalahan yaitu menyangkut batas kewenangannya.1 Wilayah suatu negara pada umumnya ditetapkan dalam dokumen resmi,baik itu dalam konstitusi negara atau dalam peraturan perundangundangan nasional suatu negara,namun secara detilnya batas-batas wilayah biasa nya ditentukan secara tersendiri. 2. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania.3 Indonesia berbatasan dengan berbagai negara salah satu nya ialah Malaysia. Malaysia terbentang antara 1 derajat garis lintang utara sampai 7 derajat lintang selatan dan 100 derajat sampai 119 derajat garis bujur timur. Aksi perompakan, penyelundupan senjata dan bahan peledak, penyelundupan wanita dan anak-anak, pembalakan liar, pembuangan limbah beracun, imigran gelap, penyelundupan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), perdagangan manusia serta pencurian ikan merupakan bentuk ancaman keamanan lintas negara yang paling menonjol pada dekade terakhir.4 Bagi Indonesia ancaman keamanan lintas negara telah sangat merugikan 1

2

3 4

Jones,Boundary –Making (1945) hal7.mengenai penggunaan peta-peta dalam sengketa perbatasan,lijat Alastair Lamb,Australian Yearbook of International Law 1965,hlM 51.Secara umum lihat juga J.R.V.Prescott,The Geography of Frointer and Boundaries (London,1965) dan V.Adami,National Frontier in Relation to International Law (London,1927). I Wayan Parthiana,Pengantar Hukum Internasional,CV.Mandar Maju,Bandung,1990,hlm 102 Tabloid Diplomasi,Menjaga Wilayah NKRI,Edisi Oktober 2011, hlm 6 Anonim,Buku Putih Pertahanan Indonesia,Departemen Pertahanan Republik Indonesia,2008, hlm 13

Hal | 2


kepentingan nasional sehingga merupakan suatu prioritas untuk ditangani, termasuk bekerja sama dengan sejumlah negara sahabat.5 Kepentingan Indonesia di bidang kerja sama pertahanan dengan negara lain di waktu-waktu akan datang semakin penting ditingkatkan, seiring dengan perkembangan isu-isu keamanan di lingkup regional dan global yang memerlukan penanganan bersama. 6 Sejak Indonesia merdeka, kerja sama pertahanan telah banyak memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional, yakni dalam menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah Indonesia, dan keselamatan bangsa.7 Hubungan bilateral bidang Militer-Pertahanan antara Indonesia dan Malaysia telah dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian damai pada tanggal 11 Agustus 1966. 8 Kerja sama di bidang pertahanan dengan Malaysia telah berlangsung cukup lama sejak ditandatanganinya perjanjian keamanan (security arrangement) pada tahun 1972. 9 Model-model kegiatan yang sudah ada, di antaranya, adalah kegiatan kerja sama di bidang intelijen dan operasi dalam wadah Komite Perbatasan Malaysia-Indonesia (GBC Malindo).10 Kerjasama ini mengadakan pertemuan setahun sekali dengan tempat saling bergantian antara Indonesia dan Malaysia. Kerjasama GBC selama ini diselenggarakan oleh kedua Angkatan Bersenjata dan badan-badan lain yang terlibat. Materi kerjasama melibatkan bidang operasi, pendidikan, pertukaran kunjungan dari kedua belah pihak, latihan pertahanan dan keamanan, dan pembangunan wilayah perbatasan. Pada awalnya GBC diketuai oleh Panglima Angkatan Bersenjata masing-masing negara, namun sesuai kesepakatan pada sidang GBC ke-33 Desember 2004, Ketua GBC diserahterimakan kepada masing-masing Menteri Pertahanan kedua negara. 2. Perumusan Masalah Berlatar belakang dari beberapa persoalan diatas,penulis memfokuskan kajian terbatas hanya pada masalah sebagai berikut :

5 6 7 8

9 10

ibid,hlm 14 ibid,hlm 58 ibid,hlm 59 Anonim.,Pertahanan,MiliterdanKeamanan,http://www.kbrikualalumpur.org /web/index. php?option=com_content&view=article&id=183&Itemid=112, 2010,diakses pada tanggal 18 Oktober 2012 op cit, hlm 143 op cit, hlm 144

Hal | 3


1. Bagaimana dasar hukum dan sistem penetapan dari perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia mengenai batas wilayah antara kedua negara tersebut? 2. Apa saja peran General Border Committee dalam mengelola daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Geberal Border Committee ? 3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu untuk menganalisis kerjasama anatara Indonesia dengan Malaysia di dalam General Border Committee. Sedangkan tujuan khusus yang khendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengidentifikasikan dasar-dasar hukum dan sistem penetapan wilayah perbatasan dari perjanjian-perjanjian bilateral yang dibuat oleh Indonesia dan Malaysia. 2. Untuk mengetahui dan memahami peran serta General Border Committee bagi daerah-daerah perbatasan masing-masing negara yakni Indonesia dan Malaysia serta kendala-kendala yang dihadapi oleh General Border Committe dalam melaksanakan kerjasama tersebut. 4. Manfaat Penelitian 1.Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan konstribusi yang berharga menyangkut permasalahan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia bagi para akademisi, praktisi-praktisi, lembaga-lembaga internasional, dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan daerah perbatasan Indonesia 2.Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya guna mengembangkan teori-teori yang ada pada pembentukan kerjasama Indonesia dan Malaysia terhadap batas wilayah masing-masing negara. Selain itu diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya dalam bidang Hukum Internasional.

Hal | 4


5. Metode Penelitian 1.Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative. 2.Teknik Pengumpulan Bahan Penelitian Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan untuk penulisan dengan menggunakan Studi Kepustakaan (Library Reseacrh). 3.Teknik Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pendekatan berdasarkan pada: a. Metode deskriptif yuridis analistis yaitu permasalahan yang ada diteliti berdasarkan sumber-sumber hukum internasional,yaitu perjanjian internasional terutama perjanjian bilateral, konvensi internasional, kebiasaan internasional, azas-azas hukum umum, ajaran para sarjana dan keputusan-keputusan atau ketetapanketetapan organ-organ Lembaga Internasional atau Konferensikonferensi Internasional. b. Metode Historis yaitu mengungkapkan dan mempelajari sejarah serta masalah-masalah yang ada pada Kerjasama Indonesia dan Malaysia terhadap daerah-daerah perbatasan. 4.Sumber Data Data sekunder dalam penelitian hukum normative,disebut “bahan hukum� mencakup :11 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat. 2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,seperti rancangan undang-undang,hasil penelitian,hasil karya kalangan hukum,dan lain sebagainya. 3. Bahan hukum tertier,yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 5.Analisa Bahan Bahan yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan kemudian akan diolah dan dianalisi dengan cara menghubungkan antara data yang satu dengan data yang lainnya.data-data tersebut kemudian dianalisis secara

11

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji.,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.,Radjawali Pers,Jakarta,Cet.Ketiga,1990,hlm.52

Hal | 5


Deskriptif Kualitatif..Khusus data dalam dokumen-dokumen hukum resmi akan dilakukan dengan kajian isi (Content Analysis)12. 6. Kerangka Teori Sisi eksternal dari kedaulatan negara dimanifestasikan dalam wujud kekuasaan dan kemampuan suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain dan menjalin kerjasama atau hubungan internasional dengan negara lain maupun sesama subjek hukum internasional.Kemampuan dan kewenangan tersebut antara lain berupa penandatanganan perjanjian internasional baik yang bersifat bilateral maupun multilateral,peran serta dalam perundingan konfrensi internasional, kejasama internasional dalam berbagai bidang,keterterlibatan dalam organisasi internasional dan lain sebagainya. Dalam kaitan itu, I Wayan Parthiana menyatakan bahwa konsep dan prinsip tersebut dapat diwujudkan melalui Perjanjian Internasional yang disepakati oleh kedua negara dan dirumuskan secara tertulis serta tunduk terhadap ketentuan yang diatur oleh hukum internasional. 13 Dengan demikian Perjanjian Internasional merupakan bentuk hukum yang mewadahi hubungan antarnegara secara damai. Dalam perspektif yuridis normatif,kedaulatan ekstern dapat ditunjukkan melalui berbagai ketentuan yang dituang dalam UndangUndang Dasar 1945 maupun peraturan dibawahnya.Secara konstitusional pengaturan hubungan antara Indonesia dengan negara tetangga dapat dilihat melalui Pasal 11 dan Pasal 13 Undang-Undang Dasar 1945,yang mengatur tentang perjanjian internasional,pengangkatan duta dan konsul,dan penerimaan duta dari negara lain.14 Selain tertuang melalui ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945,hubungan antara Indonesia dengan negara lain,diatur pula melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.Melalui Peraturan Perundangan tersebut, Pemerintah Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui berbagai cara yaitu,penandatanganan,pengesahan,pertukaran dokumen perjanjian/nota

12

13 14

Lexy J.Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,PT.Remaja Rosdakarya,Bandung.2000.hlm.163165 I Wayan Parthiana,Hukum Perjanjian Internasional I,Mandar Maju,Bandung,2002,hlm 13 Lihat Pasal 11 dan Pasal 13 UUD 1945

Hal | 6


diplomatik,dan cara-cara lain sebagaima disepakati oleh para pihak dalam perjanjian internasional.15 Ratifikasi atau pengesahan tandatangan yang dilakukan oleh negara yang saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanian merupakan hal yang sangat penting mengingat ratifikasi dilakukan melalui lembaga perwakilan rakyat sebagai manivestasi dan representasi dari partisipasi politik rakyat/warga negara.Sehingga diharapkan hasil perjanjian internasional tersebut tidak menjadi kontra produktif bagi pelaksanaan penyelengaraan pemerintah dan kepentingan publik. Perjanjian perbatasan antarnegara merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional,yang tentu saja dalam pelaksanaanya mengikuti asasasas dan kaidah yang lazim dalam hukum internasional.Doktrin hukum internasional mengajarkan bahwa perjanjian tentang batas negara bersifat final,sehingga tidak dapat diubah. Berdasarkan pengalaman selama ini,faktor politik meskipun tidak termuat dalam klausul perjanjian antarnegara merupakan faktor utama yang melatarbelakangi perjanjian perbatasan antarnegara,misalnya dalam perjanjian perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia (melalui disepakatinya Amandement of The Basic Arrangement on Border Crossing of 1967 and 1984 pada Februari 2006 di Buktitinggi). B. PEMBAHASAN 1. Perjanjian Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia Perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan ditegaskan berdasarkan oleh beberapa Konvensi/Perjanjian antara Kerajaan Belanda dan Inggris pada saat kedua negara tersebut masih menguasai wilayah tersebut,yaitu :16 1.Konvensi 1891 2.Persetujuan 1915 3. Konvensi 1928 4.Hukum Nasional Selain tertuang dalam Konvensi,hubungan antara Indonesia dan Malaysia diatur pula melalui a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri 15

Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Anonim,Pedoman Penyelesaian 10 (sepuluh) Permasalahan Perbatasan RI-Malaysia. Direktorat Jendral Strategi Pertahanan Republik Indonesia,2006, hlm 10 16

Hal | 7


b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional c. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. d. Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries.Diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.5417 e. Treaty between the Republic of Indonesia and Malaysia Relating the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Straits of Malaca (Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka).Diratifikasi melalui UU No.2 tahun 1971 tanggal 10 March 1971 LN No.16/2957.18 f. Treaty between the Republic of Indonesia and Malaysia relating to the Legal Regime of Archipelagic State and the Rights of Malaysia in the Territorial Sea and Archipelagic Waters as well as in the Airspace Above the Territorial Sea, Archipelagic Waters and the Territory of the Republic of the Republic of Indonesia Lying between East and West Malaysia .Diratifikasi melalui UU No.1 tahun 1983 tanggal 25 Februari 1983/ LN No. 7/ TLN No. 324819 g. Special Agreement for Submission to the International Court of Justice of the Dispute Between Indonesia and Malaysia Concerning Sovereignty Over Pulau Ligitan and Sipadan . Diratifikasi melalui Keppres No.49 tahun 1997 tanggal 29 December 1997/ LN No.94.20 h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1983 mengenai Pengesahan Treaty 25 February 1982 tentang Negara Kepulauan dan Hakhak Malaysia di Perairan Natuna 17

Kementerian Luar Negeri. Perjanjian http://www.deplu.go.id/Daftar %20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm 18 Supra Footnote No.17 19 Supra Footnote No.17 20 Supra Footnote No.17

Internasional

–

Malaysia.

Hal | 8


i. Treaty 17 March 1971 (Indonesia /Malaysia-Malaca Strait – Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971) 2. Permasalahan Perbatasan Darat Indonesia –Malaysia Pada kesempatan tersebut dikatakan terdapat 10 (sepuluh) masalah perbatasan darat Indonesia- Malaysia yang belum terselesaikan, antara lain pertama, perlunya pengukuran ulang di perbatasan Tanjung Datu karena hasil pengukuran bersama tidak sesuai.Permasalahan kedua yakni di perbatasan Gunung Raya,garis batas Gunung Raya I dan Gunung Raya II,hasil joint survey tidak dapat disepakati oleh kedua belah pihak.Ketiga,Gunung Jagoi/Sungai Buan kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan Konvensi 1928.Permasalahan ke empat di perbataasan Batu Aum penerapan arah dan jarak tidak diterima kedua belah pihak. Masalah ke lima adalah titik D 400,hasil survei RI-Malaysia tahun 1987sampai 1988 tidak menemukan watershed.Ke enam,di Pulau Sebatik,kedua tim survey menemukan tugu disebelah barat Pulau Sebatik berada pada bagian selatan posisi yang seharusnya 4◌20', sehingga Pemerintah Indonesia dirugikan. Permasalahan ke tujuh,diperbatasan Sungai Sinapad yakni Muara Sungai Sinapad berada di Utara dari koordnat 4◌20 Lintang Utara,tidak sesuai dengan Konvensi 1891 dan Persetujuan 1915.Ke delapan,permasalahan di perbatasan Sungai Simantipal,oleh pihak Malaysia disampaikan keluhan tentang letak muara Sungai Simantipal,sehingga dirasakan perlu adanya pengukuran ulang. Permasalahan ke sembilan,Titik C500-C600, pihak Malaysia mengeluhkan watershed di potong sungai.Sedangkan permasalahan ke sepuluh adalah B2700B3100 hasil ukuran bersama menunjukan penyimpangan sehinggga Malaysia merasa di rugikan. 3. Diplomasi Sebagai Upaya Penyelesaian Outstanding Boundary Problems Terdapat beragam persoalan yang muncul berkaitan dengan permasalahan perbatasan darat (outstanding boundary problems) berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut Pertama,Persoalan hukum terkait dengan klaim kedua pihak terhadap wilayah perbatasan kedua negara,sebagai akibat tidak memahami substansi yang terkandung dalam Konvensi 1891,Persetujuan 1915 dan Konvensi Tahun 1928; Kedua,kepentingan ekonomi,lokasi atau titik-titik yang diperdebatkan atau dipersengketakan,bukan tidak mungkin menyimpan potensi sumberdaya alam yang sudah barang tentu terkait dengan factor atau Hal | 9


kepentingan ekonomi; Ketiga,Persoalan penjagaan daerah perbatasan,dimana hal tersebut terkait dengan keamanan nasional.Dari sisi keamanan nasional,ada masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitive,dimana bagi kaum realisme politik internasional,masalah-masalah keamanan nasional semacam ini justru menjadi focus utama kebijakan negara. Berkaitan dengan jalur diplomasi sebagai alternative penyelesaian permasalahan perbatasan darat Indonesia-Malaysia (outstanding boundary problems),terdapat beberapa kelebihan alternatif solusi melalui diplomasi dibandingkan alternatif lain (konfrotasi),yaitu Pertama,pada tataran praktik,secara nyata telah ada upaya diplomasi sejak tahun 1993 yang dilakukan oleh kedua negara melalui berbagai perundingan,dengan demikian pilihan penyelesaian diplomatic adalah yang paling rasional meski harus dikawal dan disertai dengan survey dan penegasan batas kembali terhadap lokasi-lokasi yang dipersengketakan. Ke dua,secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih karena diplomasi merupakan instrument politik luar negeri yang beradab,murah,dan terukur.Konfrotansi dan perang semakin banyak dicibir karena tidak hanya mahal tetapi juga karena efek rusaknya yang sulit terkontrol. 4. General Border Committe antara Indonesia dan Malaysia a) Sejarah General Border Committee Indonesia dan Malaysia Hubungan bilateral bidang Militer-Pertahanan antara Indonesia dan Malaysia telah dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian damai pasca konfrontasi pada tanggal 11 Agustus 1966. Pada awal tahun 1967 timbul permasalahan pengamanan perbatasan yang disebabkan oleh gangguan keamanan.Sejak saat itu hubungan tersebut berlanjut dan diwadahi dalam forum General Border Committee (GBC) yang diresmikan pada tahun 1971. Forum GBC semula dibentuk untuk mengakrabkan kedua negara terutama angkatan bersenjatanya,setelah terlibat konfrontasi,kini menghadapi tantangan yang semakin kompleks dibanding pada awal dibentuknya tahun 1972. 21 Report of the First Meeting of the General Border Committee Indonesia and Malaysia di adakan di Prapat (Sumatera) 24 Juli 1972.22 The Second Meeting of the General Border Committee Malaysia and Indonesia di adakan di Kuala Lumpur pada tanggal 11 dan 12 Desember, 1972.23 21

Siti Noorehan Mohd Zain,Perbatasan Malaysia-Indonesia di Kalimantan dan Komunikasi Politik, Graha Ilmu,Yogyakarta,2010,hal 233 22 Kementerian Luar Negeri. Perjanjian Internasional – Malaysia. http://www.deplu.go.id/Daftar %20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm 23 Supra Footnote No.22

Hal | 10


b) Struktur General Border Committee Materi kerjasama melibatkan bidang operasi, latihan, pendidikan, pertukaran kunjungan dan pembangunan wilayah perbatasan. Kini GBC diketuai oleh masing-masing Menteri Pertahanan yang melakukan sidang dua tahun sekali secara bergantian antara Indonesia dan Malaysia. Kegiatan Forum GBC meliputi Bidang Operasi yang dilaksanakan oleh Badan COCC (Coordinated Operations Control Committee) dan bidang non operasi yang dilaksanakan oleh tiga badan yaitu JKLB (Jawatan Kuasa Latihan Bersama),KK KOSEK (Kelompok Kerja Sosio Ekonomi), dan KK SAR (Kelompok Kerja Search and Rescue). 24 Pada awalnya GBC diketuai oleh Panglima Angkatan Bersenjata masing-masing negara, namun sesuai kesepakatan hasil sidang GBC ke-33 Desember 2004, Ketua GBC diserahterimakan kepada masing-masing Menteri Pertahanan kedua negara. Sedangkan Panglima Angkatan Bersenjata kedua negara kini bertindak sebagai Ketua High Level Committee (HLC) yang merupakan badan dibawah GBC. HLC melakukan sidang setiap tahun untuk menerima laporan perkembangan badan-badan dibawahnya seperti Coordinated Operations Control Committe (COCC), Jawatan Kuasa Latihan Bersama (JKLB), Kelompok Kerja Sosial Ekonomi (KK Sosek) dan Joint Police Cooperation Committee (JPCC). Badan-badan dari kedua negara tersebut secara aktif setiap periode yang ditentukan melakukan aktifitasnya sesuai dengan fungsinya. Pada setiap tahun General Border Committee mengadakan sidang pertemuan bagi kedua belah pihak yakni Indonesia dan Malaysia.Delegasi Indonesia pada General Border Committee diketuai oleh Kementerian Pertahanan RI antara lain beranggotakan Panglima TNI,Kapolri,Duta Besar RI untuk Malaysia,Sekretaris Jendral Kementerian Pertahanan,Mabes TNI,Mabes Angkatan,BIN,Basarnas,Bakorkamla,BNPB,Kementerian Dalam Negeri,Kementerian Luar Negeri,Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM.Sedangkan delegasi Malaysia diketuai oleh Kementerian Pertahanan Malaysia antara lain beranggotakan Panglima Angkatan Tentera Malaysia,Setiausaha Majlis Keselamatan Negara, Ketua Pengarah Bahagian Penyelidikan Jabatan Perdana Menteri. Rahman dan sejumlah pejabat dari Kementerian Pertahanan Malaysia, Angkatan Tentera Malaysia, Kementerian Luar Negeri Malaysia,Kementerian Dalam Negeri Malaysia Polis Diraja Malaysia. 24

Sidang ke 31 GBC MAlindo,dalam www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=195

Hal | 11


c) Peran Serta General Border Committee Kerjasama di bidang sosial ekonomi daerah perbatasan Malaysia (Sarawak dan Sabah) dengan Indonesia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) yang disebut Sosek Malindo telah dilengkapi dengan kelompok kerja (KK) Sosek Malindo di tingkat propinsi/negeri (struktur organisasi Sosek Malindo pada Gambar 1) yang ditujukan untuk: (a) menentukan proyek-proyek pembangunan sosial ekonomi yang digunakan bersama, (b) merumuskan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan, (c) melaksanakan pertukaran informasi mengenai proyek-proyek pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan bersama, dan (d) menyampaikan laporan kepada KK Sosek Malindo tingkat pusat mengenai pelaksanaan kerjasama pembangunan sosial ekonomi di daerah perbatasan. Penjagaan keamanan di wilayah perbatasan juga dilakukan dalam aktivitas operasional seperti:25 1) Patroli terkoordinasi dan patroli bersama dengan negara berbatasan,dalam konteks kerja sama bilateral atau trilateral 2) Pendirian pos perbatasan bersama 3) Pembelian peralatan pengawasan di area perbatasan 4) Penempatan personel TNI di sebagian kecil pulau terluar d) Kendala General Border Committee Upaya kerjasama Indonesia dan Malaysia dalam General Border Committee menghadapi kendala infrasturktur.Selain menyangkut pembangunan pos lintas batas,ke dua pihak menjalin kerjasama di bidang ekonomi,perhubungan,pemberantasa penyelundupan,pariwisata,karantina,perdagangan lintas batas, dan kesehatan. 26 Tidak hanya dana dan teknologi yang dibutuhkan namun juga kesadaran pentingnya isu mengenai perbatasan bagi berbagai pihak.27 Selain itu masalah perbedaan ideology juga terkadang menjadi kendala bagi penerapan hasil-hasil dari sidang kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam General Border

25

Peni Hanggarini,Kerjasama Dalam Antisipasi dan Pengelolaan Ancaman Keamanan dan Pertahanan Pada Perbatasan Indonesia dengan Singapura,Graha Ilmu,Yogyakarta,2010, h1m 173 26 Siti Noorehan Mohd Zain,Perbatasan Malaysia-Indonesia di Kalimantan dan Komunikasi Politik, Graha Ilmu,Yogyakarta,2010,hlm 239 27 op cit, hlm 173

Hal | 12


Committee.Masalah perbatasan bukan hanya masalah menjaga,tetapi juga mensejahterkan masyarakat pemangku jabatan.28 C. PENUTUP 1. Kesimpulan Setelah dilakukannya pembahasan secara menyeluruh, penulis telah memperoleh kesimpulan yakni :  Berkaitan dengan perbatasan antarnegara,hukum internasional dan hukum perjanjian internasional memberikan kontribusi yang cukup penting, terutama di dalam pelaksanaan perundingan antar negara dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian antarnegara dalam hal perbatasan. Perbatasan antarnegara baik di wilayah darat maupun di wilayah laut (batas maritime) yang telah disepakati dengan negara tetangga melalui persetujuan atau perjanjian perbatasan, secara tidak langsung merupakan bukti pengakuan kedaulatan negara atas wilayahnya. Kesepakatan tersebut perlu dituangkan dalam bentuk perjanjian, dan sedangkan perjanjian yang sudah disepakati agar diratifikasi dalam bentuk undang-undang. Hal ini pada dasarnya untuk mempermudah bagi para pihak sekiranya apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap pelaksanaan persetujuan atau perjanjian tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut,dalam penentuan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia terjadi melaui Artifical Boundaries. Pemasangan tanda batas ini biasanya dilakukan setelah ada perundingan,persetujuan maupun perjanjian antarnegara. Penentuan batas darat dapat dilihat dalam hubungan antara Indonesia dan Malaysia di Borneo/ Kalimantan,dimana perbatasan tersebut telah ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Inggris melalui Konvensi 1891 dan di perbaharui melalui Konvensi 1915. Batas buatan ini biasanya dapat berupa patok,tugu,kanal,terusan dan lain-lain. 2. Komunikasi Politik perlu diperkuatkan antara Indonesia dan Malaysia dan dalam hal ini General Border Committee merupakan wadah komunikasi yang efektif yang dapat digunakan oleh Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam keamanan dan pertahanan di perbatasan kedua negara 28

Wahyu Susilo,Problematika Perbatasan Malaysia-Indonesia,�http://jawabali.com/xmlrpc. php?rsd,2008,di akses pada tanggal 3 April 2013.

Hal | 13


tersebut.Namun tertutupnya pertemuan-pertemuan General Border Committee membuat kendala bagi masyarakat untuk mengetahui hasil-hasil dari pertemuan tersebut karena baik pihak Indonesia dan pihak Malaysia tidak transparansi terhadap hasil pertemuan tersebut. 2. Saran Rekomendasi pertama adalah pendekatan antisipasi.Pendekatan antisipasi mencakup potensi ancaman yang muncul dari pihak Malaysia, pihak Indonesia,potensi ancaman dari pihak ketiga serta potency ancaman yang sifatnya spill over effect dari keseluruhan potensi ancaman tersebut.Rekomendasi ke dua adalah pendekatan pengelolaan.Pendekatan pengelolaan mencakup pembinaan hubungan baik melalui diplomasi yang menekankan pentingnya temu muka dan diskusi dengan berbagai pihak di tingkat internal maupun eksternal. Apabila pendekatan antisipasi dan pendekatan pengelolaan mampu dilaksanakan secara beriringan maka diharapkan akan muncul model kerja sama yang mampu menguntungkan pihak Indonesia dan Malaysia.

Hal | 14


DAFTAR PUSTAKA Buku I Wayan Parthiana.1990.Pengantar Hukum Internasional.Bandung : CV.Mandar Maju. I Wayan Parthiana.1990.Hukum Perjanjian Internasional Bagian I.Bandung : CV.Mandar Maju. Lexy,J Moleong.2000.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Peni Hanggarini.2010.Kerjasama Dalam Antisipasi dan Pengelolaan Ancaman Keamanan dan Pertahanan Pada Perbatasan Indonesia dengan Singapura.Yogyakarta : Graha Ilmu. Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji.1990.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta : Radjawali Pers. Tabloid Diplomasi.2011.Edisi Oktober .Menjaga Wilayah NKRI. Dokumen-Dokumen Direktorat Jendral Strategi Pertahanan.2006. Pedoman Penyelesaian 10 (sepuluh) Permasalahan Perbatasan RI-Malaysia.Jakarta : Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Kementerian Pertahanan.2008..Buku Putih Pertahanan Indonesia.2008.Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Internet Anonim.2010.Pertahanan,Militer dan Keamanan. http://www.kbrikualalumpur.org, diakses pada tanggal 18 Oktober 2012. Kementerian Luar Negeri. 2010.Perjanjian Internasional – Malaysia. http://www.deplu. go.id /Daftar %20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm,di akses pada tanggal 18 April 2013. Wahyu Susilo.2011.Problematika Perbatasan MalaysiaIndonesia,�http://jawabali.com/xmlrpc.php?rsd,2008,di akses pada tanggal 3 April 2013. Hal | 15


Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Perjanjian Internasional Konvensi 1891 Konvensi 1928 Montevideo Convention on The Eights and Duties of States 1933 Treaty Series Nomor 32 Tahun 1930 Persetujuan 1915

Hal | 16


Peran Asean Sebagai Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Perbatasan Antara Kamboja Dan Thailand Di Wilayah Preah Vihear Oleh: Muhammad Bunyamin, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Usmawadi, SH.,MH dan Syahmin AK, SH.,MH

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kamboja dan Thailand merupakan negara anggota Association of South East Asian Nations (ASEAN). Keduanya merupakan negara yang berbatasan secara langsung, yaitu wilayah Preah Vihear berbatasan dengan wilayah Sisaket di bagian Timur Laut Thailand. Kedua negara ini sedang hangat bicarakan terkait dengan sengketa perbatasan wilayah seluas 4,6 km di daerah Preah Vihear, yang kerap terjadi bentrokan bersenjata sehingga mengakibatkan beberapa korban tewas. Disana juga terdapat kompleks candi yang diakui oleh UNESCO (United Nations Education, Scientific, and Cultural Organitation) sebagai satu situs warisan dunia yaitu Candi Preah Vihear. Bentrokan bersenjata ini terjadi adalah akibat dari didaftarkannya Kompleks Candi Preah Vihear oleh Kamboja kepada UNESCO (United Nations Education, Scientific, and Cultural Organitation), keputusan UNESCO pada 7 juli 2008 menetapkanya sebagai salah satu situs kebudayaan dunia (the World Heritage List). 29 Awalnya Thailand mendukung usaha Kamboja yang ingin mendaftarkan Kompleks candi Preah Vihear sebagai salah satu situs warisan dunia. Menteri Luar Negeri Thailand pada 28 Juni 2007 mengatakan Thailand tidak keberatan Kuil Preah Vihear jadi salah satu situs warisan dunia.30 Menteri Luar Negeri Thailand Noppadon Pattama dan Deputi Perdana Menteri Kamboja Sok An menandatangani Joint communique pada 18 Juni 2008 sebagai bentuk dukungan itu.31 29

Berdasalkan hasil rapat ke 32 UNESCO di Quebec, Canada menetapkan Kompleks Candi Preah Vihear merupakan milik Kamboja. (http://www.unesco.org/new/en/phnompenh/culture/tangible-heritage/conservation-andmanagement-of-preah-vihear-temple) (11 November 2011) 30 Wagener, Martin. Lessons from Preah Vihear: Thailand, Cambodia, and the Nature of LowIntensity Border Conflicts, in: Journal of Current Southeast Asian Affairs. GIGA German Institute of Global and Area Studies, Institute of Asian Studies and Hamburg University Press 2011. 31 Joint Communique adalah pernyataan kesepakatan Kamboja dan Thailand untuk mendukung Candi Preah Vihear sebagai situs warisan dunia.

Hal | 17


Namun Parlemen Thailand menolak keras keputusan ini dengan menganggap kabinet Perdana Menteri Thailand Samak Sundaravej tidak meminta kesepakatan parlemen terlebih dahulu saat menandatangani perjanjian itu. 32 Terdapat kekeliruan pernyataan didalam pengajuan joint communique, wilayah yang masih dipersengketakan oleh Kamboja dan Thailand seluas 4,6 km persegi disekitar Candi Preah Vihear itu, dimasukan Kamboja sebagai bagian dari wilayah Candi itu. Dengan disetujuinya Candi Preah Vihear sebagai situs warisan dunia, otomatis wilyah itu masuk kedalam teritori Kamboja. Thailand menentang keras hal itu, Thailand mengklaim area yang dipersengketakan itu masih terletak di wilayah teritorinya, selain itu akses masuk ke candi tersebut yang baru akan dibuat, berada di wilayah Thailand.33 Pada tahun 2008 terjadi pergantian pemerintahan di Thailand. Perdana Menteri Thailand Samak Sundarajev di gantikan oleh Abhisit Vejjajiva. Namun konflik ini terus berlanjut bahkan ketegangan di kedua belah pihak semakin meningkat. Pada bulan Oktober tahun 2008 dunia dikejutkan dengan terjadinya konflik senjata di perbatasan Thailand dan Kamboja pada daerah Kuil Preah Vihear, antara pihak militer Kamboja dan Thailand. Kejadian ini menyebabkan adanya korban jiwa dengan tewasnya 2 orang tentara Kamboja dan melukai 5 orang tentara Thailand.34 Setelah itu, kedua negara setuju untuk melakukan gencatan senjata pada Agustus 2010, tetapi pada tanggal 4-6 Februari 2011 terjadi baku tembak kembali antara tentara kedua negara. Kemudian baku tembak terjadi lagi 22 April 2011 hingga 2 Mei 2011, delapan pasukan Thailand dan sembilan pasukan Kamboja tewas. Seorang warga sipil Thailand juga turut tewas dalam kejadian ini. Jadi, jumlah total korban tewas dari pihak Thailand dan Kamboja adalah 18 orang.35

(http://khmerisation.wordpress.com/2008/06/25/joint-communique-between-cambodiaand-thailand-on-preah-vihear-temple-listing/) (11 November 2011) 32 Ibid 33 Crisis Group Report. Waging Peace: ASEAN and the Thai-Cambodian Border Conflict. in : Asia Report N°215 16 Desember 2011. (www.crisisgroup.org/en/publicationtype/2011/asia/waging-peace-asean-the-thai-cambodian-border-conflict.aspx) (1 Desember2012) 34 “Tentara Thailand dan Kamboja Adu Senjata”. (http://log.viva.co.id/news/read/46350tentara_thailand_dan_kamboja_adu_senjata) (11 November 2012) 35 Fajar Nugraha, “Thailand-Kamboja Kembali Baku Tembak”. http://international.okezone.com/read/2011/05/03/411/452753/thailand-kamboja-kembalibaku-tembak) (1November2012)

Hal | 18


Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ASEAN telah meminta kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran demi mencegah pertumpahan darah lebih lanjut. Awalnya Thailand ingin menyelesaikan konflik ini secara bilateral dengan Kamboja dikarenakan sikap Thailand yang tidak ingin adanya campur tangan dari pihak ketiga. Namun pihak Kamboja tidak sepakat dan ingin meminta bantuan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk menyelesaikan konflik ini. Akhirnya atas saran PBB konflik ini diselesaikan melalui forum regional ASEAN.36 Atas amanat dari PBB dan prinsip – prinsip penyelesaian sengketa secara damai, ASEAN sebagai mediator menindaklanjutinya dengan melalui pertemuan-pertemuan. ASEAN terus bergerak mencari celah dengan mengadakan pertemuan informal secara terpisah dengan Kamboja dan Thailand. ASEAN mengajak dan mendorong kedua pihak terkait untuk mewujudkan komitmennya untuk menyelesaikan secara damai perselisihan yang ada dan menolak untuk menggunakan kekerasan. Dengan dilahirkannya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) di Singapura pada tahun 2007. Menegaskan bahwa ASEAN sekarang merupakan suatu organisasi antar pemerintah dengan status legal personality, yaitu Piagam ASEAN mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar (loose association) menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rules-based organization) dan menjadi subjek hukum (legal personality). Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand merupakan suatu tantangan bagi ASEAN dalam mengimplementasikan ASEAN Charter. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan akan membahasnya dalam Jurnal Ilmiah dengan judul yaitu “PERAN ASEAN SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBATASAN ANTARA KAMBOJA DAN THAILAND DI WILAYAH PREAH VIHEAR”. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan diatas, maka ditarik rumusan permasalahan sebagai berikut :

36

Dalam pidatonya Sekertaris Jendral PBB Ban Ki Moon membrikan kepercayaan penuh kepada ASEAN untuk menyelesaikan masalah ini“ Penyelesaian konflik Thailand – Kamboja” (http://internasional.kompas.com/read/2011/02/22/17270840/Penyelesaian.Konflik.Thailan d-Kamboja) (12 Desember2011)

Hal | 19


1. Apa saja peran yang dilakukan oleh ASEAN sebagai mediator dalam membantu proses penyelesaian sengketa antara Kamboja dan Thailand atas wilayah Preah Vihear ? 3. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian dalam studi ini adalah penelitian hukum doktrinal atau hukum normatif,37 yang bertujuan untuk mengkaji bahan yang hanya dibatasi pada peraturan – peraturan tertulis yang berhubungan dengan sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja atas kepemilikan Candi Preah Vihear dalam hubunganya dengan Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional. 2. Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua metode pendektan yaitu: a. Pendekatan Historis Pedekatan sejarah dilakukan dengan mempelajari latar belakang dan perkembangan aturan hukum dari isu yang dibahas (RechtHistorisch dan Wet historiesch). Pendekatan sejarah terutama Recht Historisch bertujuan mengungkap dasar filosofis/filsafat hukum dan pola pikir yang melahirkan isu atau sesuatu yang dipelajari, berdasarkan perkembangan waktu, atau periode tertentu. b. Pendekatan Konseptual Pendektan Konseptual tidak bertitik tolak dari aturan hukum. Karena belum adanya atau tidak ada aturan huku untuk isu/masalah hukum yang dikaji. Pendekatan yang bersifat konseptual menyangkut tentang pandangan – pandangan dan doktrin – doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dengan bertujuan menemukan ide yang melahirkan pengertian – pengertian hukum, konsep – konsep hukum, dan asas – asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pandangan dan doktrin hukum berguna bagi peneliti untuk membangun argumentasi hukum dalam memecahkan isu hukum.38

37

Amirudin dan H. Zainal Askin, “PengantarMetode Penelitian Hukum” Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 118. 38 Burhan Ashshofa. ”Metode Penelitian Hukum”. Rineka Cipta. Jakarta.1996. hal 37

Hal | 20


3. Bahan Penelitian Dalam rangka penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan (library research). Dalam hal ini penulis meneliti sekunder sebagai data pokok. Dengan cara menelusuri bahan – bahan hukum yangterdiri dari : a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah, bahan hukum yang bersifat otoritatif, maksudnya mempunyai otoritas normatif (legislasi, regulasi), terdiri dari: peraturan perundang – undangan catatan – catatan resmi, atau risalah – risalah dalam proses pembuatan perundang – undangan, dan putusan – putusan hakim, akta otetik, kontrak (perjanjian tertulis), konvensi – konvensi internasional, perjanjian – perjanjian internasional, dan bahan – bahan hukum lain yang akan digunakan dalam pembuatan skripsi ini seperti ASEAN Charter, dan lain - lain. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berfungsi untuk menuntun kearah mana penelitian akan melangkah dalam melakukan penelitian, dan bersifat bahan menunjang bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi, meliputi : buku – buku hukum, jurnal – jurnal hukum, komentar – komentar atas putusan – putusan pengadilan. c) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadp hukum primer dan sekunder, bahan hukum ini meliputi kamus hukum, ensiklopedia, majalah, koran, dan jurnal – jurnal yang relevan dengan penelitian ini. 4. Teknik Pengolahan Bahan Penelitian Pengolahan bahan penelitian disebut juga proses inventarisasi dan deskripsi sistematis bahan penelitian. Inventarisasi bahan penelitian ini yang dilakukan dengan menghimpun, menata dan memaparkan bahan penelitian pada dasarnya adalah kegiatan penafsiaran aturan hukum untuk menentukan secara tepat isi aturan huku tersebut, kemudian dilakukan sistemisasi yaitu membedakan / mengklasifikasi bahan penelitian.

Hal | 21


5. Teknik Analisis Bahan Penelitian Data yang diperoleh dari data – data hukum kemudian diklarifikasikan dan dianalisis secara deskriptis kualitatif melalui pola pemikiran silogisme yaitu pola pemikiran dari deduktif ke pola pemikiran induktif dan dengan cara content analysis, yaitu menganalisis pasal – pasal yang terkait dengan permasalahan penelitian. Selanjutnya hasil analisis dari sumber bahan hukum tersebut dikonstruksikan dalam bentuk kesimpulan sehingga hasil analisis tersebut dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. B. TINJAUAN UMUM MENGENAI PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL DAN ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIAN NATION (ASEAN) Dalam bab ini penulis akan menguraikan hal – hal yang berhubungan dengan Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional, mengenai cara – cara penyelesaian sengketa internasional dalam prakteknya di dunia internasional, dan Association of South East Asia Nation (ASEAN), mengenai latar belakang berdirinya ASEAN yang memuat prinsip – prinsip dan tujuan didalam keanggotaan ASEAN serta bagaimana organisasi ASEAN sebelum dan sesudah disahkannya ASEAN Charter tahun 2007. Uraian lengkapnya sebagai berikut : 1. Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Dalam praktek penyelesaian sengket internasional dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara damai dan dengan cara kekerasan. Cara damai terbagi terbagi atas penyelesaian sengketa melalui politik dan melalui hukum. Sedangkan mekanisme penyelesaian sengketa secara kekerasan dapat dilakukan melalui retorsi, reprisal, intervensi, dan perang.39 a) Penyelesaian Sengketa Secara Damai Penyelesaian sengketa secara damai merupakan amanat dari pasal 2 ayat 3 Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Charter), yang berbunyi: “All members shall settle their internasional disputes by peacefull means in such a manner that internasional peace and security,and justice, are not endagered”.

39

Syahmin A.K. dan Usmawadi, Hukum Internasional Kotemporer Jilid 2, Palembang : Penerbitan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum UNSRI, 2008, hal. 530

Hal | 22


Dengan demikian setiap negara anggota seharusnya menyelesaikan sengketa internasional dengan damai sehingga keamanan, keadilan, dan perdamaian tidak terancam. Prosedur penyelesaian sengketa secara damai tertuang dalam pasal 33 ayat 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang berbunyi: “The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice” Berdasarkan ketentuan Piagam PBB Pasal 33 ayat 1 terdapat beberapa cara dalam penyelesaian sengketa secara damai antara lain negosiasi, enquiry, mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian menurut hukum, dan penyelesaian melalui lembaga regional atau melalui cara-cara damai yang mereka pilih sendiri. b) Penyelesaian Sengketa Secara Politik Penyelesaian sengketa secara politik adalah penyelesaian sengketa secara damai yang terdiri dari negosiasi, jasa – jasa baik, mediasi, dan konsoliasi.40 1. Negosiasi Negosiasi adalah pertemuan langsung antara pihak – pihak (wakil – wakil) yang bersengketa dalam suatu pertemuan guna membahas atau membicarakan masalah yang disengketakan, dlam rangka mencari atau mencapai kesepakatan tentang masalah yang disengketakan tersebut diantara para pihak. Negosisasi dapat berlangsung dalm kerangk bilateral maupun multilateral. Tujuannya tidak harus secara khusus menyelesaikan suatu sengket yang terjadi. Suatu perundingan yang berhasil menelurkan suatu peraturan baru akan dapt mencegah atau meredakan situasi sengketa potensial.41 2. Jasa-Jasa Baik dan Mediasi Jika pihak – pihak yang bersengketa tidak mampu menyelesaikan sengketa melalui negosiasi, maka dimungkinkan adanya pihak ketiga demi mencarikan suatu solusi yang dapat diterima leh kedua belah pihak. Jasa – jasa baik adalah turut sertanya pihak ketiga dalam perundingan, yang maksudnya agar pihak ketiga ini dapat menemukan suatu dasar yang memungkinkan kedua belah pihak yang bersengketa mencapai kata sepakat. 42 Jasa – jasa baik berarti 40

Ibid Ibid., hal. 531 42 Ibid 41

Hal | 23


masuknya pihak ketiga dengan diminta ataupun menawarkan jasa – jasa baiknya yang merasa dirinya wajar untuk membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi antar pihak yang bersengketa. Sedangkan mediasi adalah dimana pihak ketiga bertindak sebagai penengah yang akan mmengusulkan kepada negara – negara yang bersengketa suatu cara penyelesaian sengketa yang tepat. Mediasi sebagaimana jasa – jasa baik mrupakan negosiasi tambahan, tetapi mediator merupakan pihak yang aktif dan memiliki wewenang untuk mengajukan proposalnya sendiri dan melakukan penafsiran, menyampaikan proposal pihak bersengketa dengan pihak yang lain. Akan tetapi sifat proposal yang dibuat ayau disampaikan oleh mediator hanya bersifat informal dan hanya berupa informasi yang diberikan oleh pihak – pihak yang bersengketa.43 3. Konsiliasi Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga seperti dalam jasa – jasa baik dan negosiasi, akan tetapi prosesnya dapat dikatakan selangkah lebih maju. Dikatakan demikian karena dalam konsiliasi pihak ketiga yang disebut konsiliator selain turut serta dalam perundingan dan mengajukan usul tertentu untuk menyelesaikan sengketa, juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap fakta – fakta yang kurang jelas. Oleh karena itu dalam konsiliasi terdapat pihak ketiga yang terdiri dari suatu panitia yang melakukan penyelidikan terhadap fakta – fakta, kemudian turut serta berunding dan pada akhirnya mengajukan usul tertentu untuk menyelesaikan sengketanya.44 2. Association of South East Asian Nations (ASEAN) Association of South East Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi regional wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdiri dari 10 negara anggota. Uraian lengkapnya adalah sebagai berikut : a) Sejarah ASEAN Di kawasan Asia Tenggara sering sekali terjadi konflik diantara negaranegara yang bertetanggaan, misalnya konflik Indonesia dan Malaysia (tahun 1962), konflik antara Filiphina dan Malaysia atas wilayah Sabah di utara pulau Kalimantan, dan konflik antara Kamboja dan Thailand di wilayah Preah Vihear. Menyadari hal itu, negara-negara dikawasan Asia tenggara merasa perlu untuk membentuk sebuah wadah untuk menjalin kerja sama untuk meredakan rasa 43 44

Ibid, hal. 535 Ibid., hal. 537

Hal | 24


saling curiga dan membangun rasa percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan di kawasan Asia Tenggara. Pada tanggal 8 Agustus 1967, Menteri Luar Negeri dari lima negara yaitu Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik, Filiphina oleh Narciso R. Ramos, Malaysia oleh Tun Abdul Razak, Singapura oleh S. Rajaratman, dan Thailand oleh Thanat Khoman berkumpul di gedung Kementrian Luar Negeri Thailand di Bangkok untuk menandatangani sebuah dokumen yang dikenal dengan Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration) yang menjadi cikal bakal ASEAN.45 Sehubung dengan negara-negara anggotanya yang beraneka ragam, bentuk kerjasama dikawasan ini harus dilandasi dengan beberapa faktor khusus yang merupakan sumbu kebersamaan untuk semua anggota, sehingga ASEAN dapat berkembang sebagai organisasi yang efektif.46 Seiring berjalannya waktu beberapa negara dikawasan Asia Tenggara mulai bergabung kedalam ASEAN, didahului oleh Brunei Darussalam tanggal 7 Januari 1984, Vietnam tanggal 28 Juli 1995, Myanmar 23 Juli 1997, Laos 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 16 Desember 1998, sehingga pada tahun itu genap menjadi 10 negara yang tergabung dalm ASEAN. b) ASEAN Charter sebagai Konstitusi Dasar ASEAN Pada awal berdirinya ASEAN, organisasi ini tidak mempunyai sebuah Charter yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN. ASEAN berdiri dengan didasarkan pada Deklarasi Bangkok. Namun dalam perkembanganya diraskan perlu untuk membuat suatu charter yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN yang menegaskan legal personality dari ASEAN. Pada akhirnya, dibuatlah ASEAN Charter yang telah disetujui dan ditandatangani oleh kepala negara anggota ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang ke 13 di Singapura.47 ASEAN Charter di tandatangani dalam KTT di Singapura pada tanggal 20 November 2007, ASEAN Charter ini di tandatangani oleh 10 Kepala Negara Anggota ASEAN yaitu Sultan Hassanal Bollkiah (Brunei Darusalam), Gloria Marcapagal Aroyo (Filiphina), Susilo Bambang Yudoyono (Indonesia), Hun Sen (Kamboja), Bouasone Bouphavanh(Laos), Abdullah Ahmad Badawi 45

“The Founding of ASEAN� (http://www.aseansec.org/20024.htm) (10 Desember 2012) Syahmin A.K. Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional. Palembang: Universitas Sriwijaya. Hal 120 – 121 47 ASEAN Selayang Pandang, Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI, Edisi ke-19, 2010, hal. 5 46

Hal | 25


(Malaysia), Thein Sein (Myanmar), Lee Hsien Loong (Singapura), Surayud Chulanont (Thailand), Nguyen Tan Dung (Vietnam).48

C. PERAN ASEAN SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBATASAN ANTARA KAMBOJA DAN THAILAND DI WILAYAH PREAH VIHEAR Selama terjadinya kontak bersenjata antara Kamboja dan Thailand pada 2008 hingga 2011, ASEAN sebagai mediator telah berperan aktif dengan melakukan beragam upaya dalam membantu menyelesaiakan sengketa tersebut atas amanat ASEAN Charter. Upaya-upaya yang dilakukan adalah dengan mengupayakan jalan damai bagi kedua negara yang sedang berseteru tersebut dengan pertemuan bilateral, strategi suttle diplomacy, dan pertemuan-pertemuan resmi ASEAN. Berikut upaya-upaya ASEAN tersebut. 1. 15th Asean Regional Forum in Singapore Setalah diakuinya Candi preah Vihear sebagai salah satu situs warisan dunia (The World Heritage) pada Juli 2008 oleh UNESCO. Ketegangan antara Kamboja dan Thailand meningkat karena wilayah seluas 4,6 kilometer persegi disekitar kuil tersebut masih dipersengketakan. Tentara nasional dari kedua negara tersebut diturunkan diwilayah yang dipersengketakan. Hal ini menyita perhatian dunia khusunya ASEAN, dan segera mengambil tindakan. Tindakan pertama ASEAN pada ASEAN Regional Forum yang ke 15 di Singapura pada 24 July 2008. 49 Ketua ASEAN saat itu Surin Pitsuwan yang berasal dari Singapura menyinggung tentang ketegangan antara dua negara yang bersengketa itu, yaitu:50 48

“Media Release - ASEAN Leaders Sign ASEAN Charter Singapore, 20 November 2007”. (http://www.asean.org/news/item/media-release-asean-leaders-sign-asean-chartersingapore-20-november-2007) (20 Desember 2012) 49 ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu wahana bagi dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan di kawasan, serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. Dalam kaitan tersebut, ASEAN merupakan penggerak utama dalam ARF. 50 Didengarkan pada pidato resmi ketua ASEAN Surin Pitsuwan. “Statement by the Chairment of the 15th ASEAN Regional Forum in Singapore”. (http://www.aseanregional forum.asean.org) (20 Febuari 2013)

Hal | 26


“The Ministers were briefed by both Cambodia and Thailand on the in the area around the Temple of Preah Vihear and noted this with concern. They urged both sides to exercise utmost restraint and resolve this issue amicably”. Dalam kalimatnya itu, Ketua ASEAN saat itu menekankan dua poin penting. Pertama yaitu rasa prihatin yang keluar dari ASEAN saat mendengar penjelasan singkat dari Kamboja dan Thailand atas wilayah yang disengketakan di area sekitar kuil Preah Vihear. Kedua ASEAN mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan sengketa ini secara damai. Karena ketegangan itu ditakutkan akan melebar dan tentu saja tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ASEAN Charter. Surin Pitsuwan memberikan pernyataan bahwa pertemuan membahas konflik Kamboja-Thailand harus berlangsung dalam suasana bersahabat, bahwa kedua pihak harus mencari solusi di antara mereka. Dalam hal Menteri Luar Negeri Thailand mengatakan akan menempuh jalur perjanjian bilateral dengan Kamboja.51 2. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (ASEAN Summit) yang ke 15 di Thailand Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang ke-15 diselengarakan di ChaAm Hua Hin Thailand pada 23 Oktober 2009. Didalam KTT ini disela-sela pertemuan antara Menteri, Mentri Luar Negeri Thailand berpendapat Konflik hanya dapat terselesaikan melalui pertemuan bilateral antara dua negara didalam kerangka kerja Joint Boundary Commission yang telah disepakati.52 Sementara 51

Perjanjian bilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh kedua negara saja. Pada umumnya perjanjian ini hanya menyangkut kepentingan-kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup artinya tertutup kemungkinan bagi pihak ketiga untuk ikut serta dalam perjanjian itu. Perjanjian bilateral ini umumnya termasuk apa yang dimaksud dengan treaty contrac atau perjanjian bersifat kontrak. Syahmin A. K.,”Hukum Perjanjian Internasional ( Dalam Kerangka Studi Analisis)”, P.T Raja Grafindo persada. Jakarta. 2005 hal 18 52 Berdasarkan Memorandum of Understanding between the Government of the Kingdom of Thailand and the Government of the Kingdom of Cambodia on the Survey and Demarcation of Land Boundary yang ditandatangani pada 14 Juni 2000 disetujui dibentuknya the Joint Boundary Commission dan Joint Technical Sub-Commission. Joint Boundary Commission ini adalah tim gabungan yang dibentuk oleh Kamboja dan Thailand untuk meninjau batas-batas di wilayah yang disengketakan. Joint Boundary Commission telah menyepakati hasil pertemuan 1) the Agreed Minutes of the Special Meeting of the Thai-Cambodian Joint Commission on Demarcation for Land Boundary in Siem Reap on 10-12 November 2008. 2) the Agreed Minutes of the Fourth Meeting of the ThaiCambodian Joint Commission on Demarcation for Land Boundary in Bangkok on 3-4 Febuary 2009. 3) the Agreed Minutes of the Special Meeting of the Thai-Cambodian Joint Commission on Demarcation for Land Boundary in Phnom Penh on 6-7 April 2009.

Hal | 27


Mentri Luar Negeri Kamboja meminta peran aktif dari ASEAN, ia menyatakan pernyataan itu tidak mempertimbangkan ASEAN dalam konflik ini. Bagaimanapun mekanisme penyelesaian sengketa terdapat pada Bab VIII tentang Penyelesaian Sengketa Pasal 22 sampai 28 Piagam ASEAN.53 Sebelumnya Kamboja telah menyurati Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan sesi darurat untuk meredakan konflik ini. Tetapi Thailand tetap pada pendiriannya untuk menolak campur tangan pihak ketiga. Thailand akan menyurati Ketua ASEAN selanjutnya yaitu Vietnam, untuk menyelesaikan konflik dengan Kamboja secara bilateral. Surat ini disertai catatan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva memastikan kepada PBB bahwa kedua negara tidak akan menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan sengketa ini.54 Sementara KTT ASEAN yang ke 15 ini sendiri membahas tentang beberapa dokumen yaitu Pertama adalah Deklarasi Cha-am Hua Hin tentang Peresmian Komisi HAM antar-pemerintah ASEAN. Kedua, Deklarasi Cha-am Hua Hin tentang Penguatan Kerja Sama Pendidikan untuk mencapai Komunitas ASEAN. Pada pidato pembukaan KTT ke-15 ASEAN, Ketua ASEAN saat itu PM Thailand Abhisit Vejjajiva menegaskan ambisi ASEAN untuk menjadi kawasan terintegrasi secara penuh pada 2015 serta menjadi organisasi penentu dalam tingkat kawasan regional. Untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang terintegrasi pada 2015, telah dirumuskan visi terdiri atas komunitas aksi, komunitas keterhubungan, dan komunitas masyarakat.55 3. Indonesia Sebagai Ketua ASEAN Mendampingi Kamboja dan Thailand Pada Sidang Tertutup Dewan Keamanan PBB di New York Berbeda dengan sikap ASEAN yang selama ini terkesan senyap atau sebatas mengeluarkan pernyataan setiap kali terjadi konflik perbatasan antar negara anggotanya, ASEAN dibawah Kepimpinan Indonesia memperlihatkan sikap proaktif dalam menyikapi perkembangan situasi keamanan yang menyangkut anggotanya. Dewan Keamanan PBB (United Nations Security Council) mengadakan sidang tertutup pada 14 Febuari 2011 di New York untuk merespon surat dari Kamboja kepada Presiden Dewan Keamanan, yang meminta secara khusus 53

Lihat ASEAN Charter “Thailand declines Asean help in border dispute”. (http://www.nationmultimedia.com) (20 Febuari 2013) 55 “KTT ASEAN ke-15 Resmi Dibuka”. (http://www.theglobal-review.com) (20 Febuari 2013) 54

Hal | 28


untuk membahas perkembangan yang terjadi setelah insiden bersenjata di wilayah Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja setelah kesepakatan bilateral dengan Thailand dianggap gagal. Dewan Keamanan juga mengundang beberapa negara diantaranya Argentina, Australia, Belgium, Brunei Darussalam, Cambodia, Canada, Croatia, Egypt, Finland, the Islamic Republic of Iran, Iraq, Ireland, Italy, Japan, Lao People’s Democratic Republic, Malaysia, Mexico, Myanmar, New Zealand, Norway, the Philippines, Poland, Romania, Singapore, Spain, Thailand, Turkey and Vietnam.56 Dan sebelum diadakanya sidang Dewan Keaman PBB, sehari setelah baku tembak saat itu ASEAN yang diketuai oleh Indonesia telah melakukan diplomasi Shuttle Diplomacy pada 7-8 febuari menemui Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Nam Hong di Phnom Penh dan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya di Bangkok untuk mendapatkan informasi dari pihak pertama.57 Bersama-sama dengan Menteri Luar Negeri Thailand dan Kamboja, Menteri Luar Negeri Marty pun ke New York untuk memberikan pertimbangan dan masukan mengenai peran ASEAN dalam menyelesaikan konflik internal di kawasan.58 Hasil dari sidang tertutup Dewan Keamanan PBB tersebut, secara umum Dewan Keamanan meminta kepada dua negara yang berseteru untuk melakukan permanent ceasefire (gencatan senjata permanen). Hasil dari sidang tersebut, yaitu :59 1. Anggota Sidang telah mendengar penjelasan dari Deputi Sekertaris Jendral bagian Politik Affair Dewan Keamanan Mr. Lynn Pascoe dan Menteri Luar Negeri Indonesia sebagai Ketua ASEAN tentang situasi terkini mengenai sengketa antara Kamboja dan Thailand 2. Anggota sidang juga telah mendengar penjelasan mengenai situasi sengketa di Kamboja dan Thailand oleh Menteri Luar Negeri Kasit Piromnya dan Menteri Luar Negeri Norhamong. 56

Lihat “Cambodia/Thailand Chronology of Events : Security Council Report”. (http://www.securitycouncilreport.org) (20 febuari 2013) 57 Shuttle Diplomacy (diplomasi ulak-alik) adalah tindakan diplomasi oleh pihak ketiga sebagai perantara, tanpa mempertemukan langsung antara kedua belah pihak yang berkaitan. Biasanya pertemuan dilakukan secara terpisah dengan cara berturu-turut (bolak-balik) oleh perantara dalam satu kerangka kerja. 58 “Indonesia Mengupayakan Penyelesaian Konflik Kamboja dan Thailand Secara Damai”. (http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/128-maret-2011/1054-menlu-riindonesia-mengupayakan-penyelesaian-konflik-kamboja-dan-thailand-secara-damai.html). (20 febuari 2013) 59 Lihat di (http://www.un.org/News/Press/docs//2011/sc10174.doc.htm) (20 Febuari 2013)

Hal | 29


3. Anggota sidang menunjukkan rasa prihatin yang mendalam atas terjadinya kontak bersenjata antara militer Kamboja dan militer Thailand. 4. Anggota Sidang juga menghimbau agar kedua belah pihak semaksimal mungkin untuk menahan dan mengabaikan segala situasi yang dapat memperburuk keadaan. Serta mendesak kedua negara untuk melakukan ”permanent ceasefire” sepenuhnya dan mengatasi dengan damai dengan dialog yang efektif. 5. Anggota sidang juga mendukung sepenuhnya atas peran aktif ASEAN dalam masalah ini dan dan mendorong para pihak yang bersengketa untuk bekerjasama dengan ASEAN. Mereka menyambut baik tentang akan diadakannya Informal Meeting of ASEAN Foreign Ministers (Pertemuan Informal Para Menteri Luar Negeri ASEAN) pada 22 Febuari 2011 mendatang. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan bahwa, sejak awal ia menghindari adanya kevakuman pada tingkat kawasan yang memerlukan intervensi secara langsung oleh DK PBB. Kini, sebaliknya, keterlibatan DK PBB adalah dalam rangka mendukung upaya Indonesia selaku Ketua ASEAN.60 4. Meeting of ASEAN Foreign Ministers a) Informal Meeting of ASEAN Foreign Ministers in Jakarta Pertemuan Informal Para Menteri Luar Negeri ASEAN digelar pada 22 Febuari 2011 di Jakarta. Ini merupakan upaya pro-aktif Indonesia sebagai Ketua ASEAN dalam mengimplementasikan ASEAN Charter sebagai konstitusi dasar ASEAN dan proses pembentukan tiga pilar utama ASEAN yaitu Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Kedepannya, pertemuan informal para Menteri Luar Negeri ASEAN kali ini dapat memberikan arti lebih sebagai langkah awal untuk memperlihatkan keseriusan ASEAN dalam menangani masalah diantara angotaanggotanya.61

60

“RI Selaku Ketua ASEAN Hadiri Sidang DK PBB Mengenai Ketegangan di Perbatasan Kamboja-Thailand” (http://www.asean2011.kemlu.go.id) (20 Febuari 2013) 61 Andrea Sutomo ”Konflik ASEAN”. (http://andreasutomo.wordpress.com) (20 Febuari 2013)

Hal | 30


Dalam pertemuan ini sendiri khusus tentang masalah konflik antara Kamboja dan Thailand disepakati beberapa hal, diantaranya :62 1. Kamboja dan Thailand berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah bentrokan bersenjata di masa depan; 2. Kedua negara mempersilahkan tim observasi Indonesia untuk berada di wilayah yang dipersengketakan.63 3. Sepakat untuk melanjutkan perundingan Bilateral (Joint Boundary Commission) antara kedua negara dan bekerjasama dengan Indonesia dalam pertemuan Trilateral (General Boundary Commission) sebagai Ketua ASEAN.64 b) Indonesia Sebagai Tuan Rumah dan Fasilitator Pertemuan Bilateral Kamboja dan Thailand di Bogor Menteri Luar Negeri Kamboja dan Thailand mengadakan pertemuan Bilateral (Joint Boundary Commission) di Bogor, Indonesia pada 7 dan 8 April untuk membahas kelanjutan kesepatan pada pertemuan lalu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, mengatakan pertemuan Joint Boundary Commission (JBC) itu hanya melibatkan pejabat tinggi dari Kemlu kedua negara, Thailand dan Kamboja, sedangkan Indonesia hanya sebagai fasilitator (tuan rumah). Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, datang ke Bogor menyambut para delegasi, dan hanya menyampaikan "ucapan selamat datang”.65 62

” Statement by the Chairman of ASEAN following the Informal Meeting of the Foreign Ministers of ASEAN, Jakarta, 22 February 2011” . (http://www.asean.org/news/aseanstatement-communiques/ statement-by-the-chairman-of-asean-following-the-informalmeeting-of-the-foreign-ministers-of-asean-jakarta-22-february-2011) (20 Febuari 2013)

63

Tim observasi ini sendiri nantinya direncanakan akan terdiri dari beberapa staf Kementrian Luar negeri, beberapa perwira dari Tentara Nasional Indonesia, dan staf dari kementrian Petahanan. Tim in sendiri dijelaskan oleh Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Michael Tene adalah hanya sebagai tim observer, bukan sebagai peacekeeping force (penjaga perdamaian). Tugasnya untuk mengawasi agar gencatan senjata antara kedua negara tetap terjaga. Tim ini sendiri menunggu kesiapan dari Kamboja dan Thailand untuk diberangkatkan yang masih membahas kerangka acuan (term of reference). Prinsip Indonesia pada dasarnya kapanpun Kamboja dan Thailand siap, maka Indonesia siap.

64

Pertemuan Trilateral ini digagas oleh Indonesia. Dalam pertemuan ini status Indonesia hanya sebagai mediator yang memfasilitasi pertemuan bilateral kedua negara ataupun sebagai pemberi masukan-masukan demi terciptanya perdamaian antara kedua negara. 65 ”Dialog Thailand Dan Kamboja Dimulai di Bogor”. (http://log.viva.co.id/news/read/213460pertemuan-thailand-kamboja-dimulai-di-bogor) (22 Febuari 2013)

Hal | 31


Dalam pertemuan Joint Boundary Comission (JBC) ini dibahas beberapa hal yaitu :66 1. Menunjukkan kepada dunia Joint Boundary Comission (JBC) sebagai badan bilateral kedua negara masih ada. Joint Boundary Comission (JBC) menunjukkan itikad baik kedua negara, menyelesaikan sengketa perbatasan yang tidak jarang menimbulkan kekerasan. 2. Membahas tentang kelanjutan dari pertemuan Joint Boundary Commission (JBC) menjadi General Boundary Commission(GBC). 3. Membahas kelanjutan tentang kerangka acuan (term of reference) terhadap pengiriman tim observasi dari Indonesia. 5. E. Indonesia Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang ke 18 ini diadakan di Jakarta pada 7 dan 8 Mei 2011. KTT ini dibuka oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudoyono dan dihadiri oleh semua Kepala Negara ASEAN kecuali Singapura yang diwakili oleh special envoy (utusan khusus).67 Pada pertemuan ini secara umum dibahas tentang sengketa perbatasan Preah Vihear.68 Hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang ke 18 ini menghasilkan 10 kesepakatan dan dibacakan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudoyono pada penutupan KTT ASEAN ini. 69 Disela-sela KTT ASEAN ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Menlu Marty Natalegawa dan Juru Bicara Kepresidenan Teuku Faizasyah menggelar pertemuan trilateral dengan PM Thailand Abhisit Vejjajiva dan PM Kamboja Hun Sen terkait sengketa Preah Vihear.70 Dalam pertemuan ini, Indonesia mengusulkan sebuah konsep pendekatan yaitu One Package Solution. Dengan solusi ini, tidak lagi berbicara mengenai siapa, mengambil langkah apa terlebih dahulu, sebelum kemudian mengambil langkah berikutnya, tapi melihat masalah ini sebagai suatu proses bukan suatu kejadian atau event. Solusi ini langsung mengidentifikasi hal-hal yang harus 66

“Menlu RI : Pertemuan Joint Border Committe (JBC) Thailand dan Kamboja Memilih Jalur Diplomasi”. (http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/135-april-2011/1078-menluri--pertemuan-joint-border-committe-jbc-.html) (22 Febuari 2013) 67 Pada saat berlangsungnya KTT ASEAN ke 18 di Jakarta bertepatan dengan Pemilihan Umum di Singapura. 68 ”KTT ASEAN ke-18 Dibuka Presiden SBY” (http://news.detik.com) (25 Febuari 2013) 69 “KTT ASEAN ke 18 sepakati 10 langkah ASEAN ke depan” (http://www.asean2011.kemlu.go.id) (25 Febuari 2013) 70 ”SBY Pertemukan PM Thailand dan Kamboja”. (http://internasional.kompas.com) (25 Febuari 2013)

Hal | 32


dilakukan membungkusnya dalam satu langkah yang sinergis, yang saling membutuhkan satu sama lain untuk dilaksanakan. Langkah ini diambil mengingat status penyelesaian masalah konflik tersendak kepada masalah tahapan/prosedur dimana terdapat satu pihak tidak menyetujui urutan prosedur permasalahan yang ditawarkan pihak lain.71 D. PENUTUP 1. Kesimpulan Setelah dilakukan pembahasan dan analisis pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peran ASEAN mengupayakan perdamaian dengan cara memfasilitasi pertemuan kedua negara, melakukan pertemuan dengan masing-masing pihak secara terpisah, dan bahkan ikut mencarikan solusi terbaik bagi permasalahan kedua negara. Walaupun akhirnya sengketa antara Kamboja dan Thailand ini kembali ditangani oleh Mahkamah Internasional (Internasional Court of Justice), ASEAN tidak dapat dikatakan gagal dalam penyelesaian sengketa ini. ASEAN telah berhasil mengupayakan perdamaian dan gencatan senjata yang permanen sehingga tidak terdengar lagi bentrokan bersenjata antara kedua negara. 2. Saran Adapun beberapa saran yang dapat diberikn penulis adalah sebagai berikut: 1. Piagam ASEAN diharapkan menjadi dasar hukum bagi ASEAN. Oleh karena itu diperlukan kesadaran yang tinggi bagi negara anggota ASEAN untuk mematuhi dan menjalankan isi dari Piagam. Pentingnya kordinasi diantara negara anggota ASEAN guna melindungi dan memajukan ASEAN sebagai satu kekuatan dunia karena tanpa adanya kordinasi antara anggota tentunya akan sulit untuk bekerjasama. Dengan adanya kesadaran tinggi untuk mematuhi dan menjalankan isi dari piagam diharapkan kasus bentrokan bersenjata antara Kamboja dan Thailand tidak terjadi lagi. 2. Diharapkan kedepannya ASEAN memiliki badan peradilan sendiri sehingga masalah-masalah yang terjadi diantara negara anggota bisa diselesaikan oleh ASEAN sendiri. 71

Kesepakatan yang dibuat setelah sidang Dewan Keamanan PBB, Kamboja dan Thailand selalu membatalkan kesepakatan secara sepihak dengan berbagai alasannya masing-masing sehingga mengakibatkan beberapa kali bentrokan bersenjata.

Hal | 33


DAFTAR PUSTAKA A. Buku, Artikel, dan Majalah Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. 2010 Ashshofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. 1996 Syahmin A.K, Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional. Universitas Sriwijaya, Palembang Syahmin A.K, Hukum Perjanjian Internasional (Dalam Kerangka Studi Analisis), P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2005 Anonim, ASEAN Selayang Pandang, Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI, Edisi ke-19. 2010 Wagener, Martin. Lessons from Preah Vihear: Thailand, Cambodia, and the Nature of Low-Intensity Border Conflicts, in: Journal of Current Southeast Asian Affairs. GIGA German Institute of Global and Area Studies, Institute of Asian Studies and Hamburg University Press. 2011 Crisis Group Report, Waging Peace: ASEAN and the Thai-Border Conflict, in : Asia Report N째215. 2011 Syahmin A.K. dan Usmawadi, Hukum Internasional Kotemporer Jilid 1, Palembang : Penerbitan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum UNSRI, 2008, hal. 530 Syahmin A.K. dan Usmawadi, Hukum Internasional Kotemporer Jilid 2, Palembang : Penerbitan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum UNSRI, 2008, hal. 530 B. Dokumen Lainnya ASEAN Charter United Nation Charter C. Tampak Maya Anonim, Sengketa Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja 2, 11 November 2012 diakses melalui http://www.wordpress.com Imam Prihandono, Sengketa Preah Vihear : Tantangan Bagi ASEAN Charter, 3 Desember 2012 diakses melalui http://www.wordpress.com Joint Communique between Cambodia and Thailand on Preah Vihear Listing, 11 November 2012 diakses melalui http://www.Khmerisation.com

Hal | 34


Anonim, Tentara Kamboja dan Thailand Adu Senjata, 11 November 2012 diakses melalui http://www.log.viva.co.id Fajar Nugraha, Thailand dan Kamboja Kembali Baku Tembak, 1 November 2012 diakses melalui http://www.internasional.okezone.com Anonim, The Founding of ASEAN, 10 Desember 2012 diakses melalui http://www.aseansec.org Media Release – ASEAN Leaders Sign ASEAN Charter in Singapore 20 November 2007, 20 Desember 2012 diakses melalui http://www.aseansec.org Ryan Ananta, ASEAN Charter, 10 Desember 2012 diakses melalui http://www.scrib.com Statement by the Chairment of the 15th ASEAN Regional Forum in Singapore, 20 Febuari 2013 diakses melalui http://www.aseanregionlforum.org National Multimedia, Thailand Declines Asean Help in Border Dispute, 20 Febuari 2013 diakses melalui http://www.nationmultimedia.com Anonim, KTT ASEAN ke-15 resmi Dibuka, 20 Febuari 2013 diakses melalui http://www.theglobal-review.com Andrea Sutomo, Konflik ASEAN, 20 Febuari 2013 diakses melalui http://www.andreasutomo.wordpress.com Aris Herutomo, ASEAN dan Penyelesaian Konflik Thailand dan Kamboja, 14 Febuari 2013 diakses melalui http://www.arisherutomo.com Anonim, Pertemuan Menteri SE-ASEAN Digelar, 20 Febuari 2013 diakses melalui http://www.jurnas.com Anonim, Menlu RI : Pertemuan Joint Border Committe (JBC) Thailand dan Kamboja Memilih Jalur Diplomasi, 22 Febuari 2013 diakses melalui http://www.tabloiddiplomasi.com

Hal | 35


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.