Gadis ayu larasati pdn

Page 1

Bidang Hukum Pidana Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan yang Dilakukan Melalui Online Shop

Oleh: Gadis Ayu Larasati, SH Lulus Tanggal 14 September 2013 di Bawah Bimbingan Rd. M. Ikhsan, SH., M.Hum dan Arfianna Novera, SH., M.Hum


Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan yang Dilakukan Melalui Online Shop Oleh: Gadis Ayu Larasati, SH Lulus Tanggal 14 September 2013 di Bawah Bimbingan Rd. Muhammad Ikhsan, SH., M.Hum dan Arfianna Novera, SH., M.Hum

Abstrak: Perkembangan teknologi yang semakin hari semakin meningkat, memberikan perubahan terhadap pola pikir dan gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini. Satu diantaranya perkembangan yang terlihat jelas adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi atau yang biasa kita sebut dengan internet. Manfaat yang dirasakan dari teknologi inipun sangat terasa baik dalam proses belajar mengajar, hiburan, sumber informasi, media masyarakat, dan bahkan dalam dunia bisnis. Pada masa sekarang ini internet sangat berpengaruh dalam dunia bisnis terutama pemasaran produk, transaksi bisnis, pelayanan konsumen, jual-beli langsung, dan sebagainya. Bahkan sosial media seperti facebook pun telah dimanfaatkan sebagai transaksi online. Akan tetapi disisi lain fasilitas baru ini dapat menjadi mimpi buruk bagi konsumen yang menjadi korban penipuan dan harus menderita kerugian yang tidak sedikit. Dalam hal ini pengguna internet sangat mengharapkan adanya kepastian hukum, agar mereka merasa aman dan nyaman melakukan segala kegiatannya di internet. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Korban Penipuan, Online Shop.

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin hari semakin meningkat memberikan perubahan terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan masyarakat Indonesia saat ini, satu diantaranya adalah perkembangan teknologi yang ditunjukkan melalui jaringan Internet. Perubahan itu telah memberikan dampak positif terhadap gaya hidup dan pola pikir masyarakat Indonesia. Hal ini mendukung munculnya transaksi elektronik atau melakukan jual beli barang melalui online, dua diantara situs resmi yang dimanfaatkan sebagai transaksi online atau perdagangan elektronik di Indonesia adalah tokobagus.com dan facebook. Untuk dapat menjual produk secara online, para pelaku kejahatan harus mempunyai account facebook terlebih dahulu. Para pelaku kejahatan dapat menggunakan identitas palsu, menampilkan produk melalui foto-foto yang Hal | 1


bahkan mereka tidak memilikinya, serta mencantumkan harga dibawah harga pasar. Untuk meyakinkan korban, mereka memasukkan nomor handphone yang bisa dihubungi. Selain itu, mereka juga membuat komentar-komentar palsu mengenai kepuasaan para pembeli sebelumnya mengenai kecepatan pengiriman barang atau pelayanan yang mereka terima. Para pelaku juga dapat mengunggah foto-foto bukti-bukti pengiriman barang dari TIKI yang mungkin mereka dapat dari tempat sampah. Tidak hanya itu, mereka juga memberikan berbagai nomor rekening bank milik satu orang yang digunakan untuk menerima uang dari korban.1 Ketika korban percaya terhadap informasi yang pelaku berikan dalam facebook, ia memesan barang dengan mengirim Short Message Service (SMS) atau memesan melalui message di facebook kepada penjual dengan format yang telah ditentukan penjual. Setelah ia mengirimkan SMS ataupun message di facebook tersebut, kemudian korban menerima balasan dari yang isinya ialah bahwa penjual telah menerima pesanan dan korban harus membayar sejumlah uang sesuai harga atas produk melalui transfer antar bank. Selanjutnya, korban mentransfer uang dan menginformasikan baik melalui SMS atau melalui message di facebook nya. Dalam tahap ini, pelaku masih menjawab SMS atau message dari korban dan menyampaikan bahwa pelaku akan memeriksa kebenaran adanya transfer uang yang dimaksud. Tidak berapa lama kemudian, pelaku mengirimkan SMS atau message – mungkin yang terakhir kalinya – bahwa ia telah menerima uang yang ditransfer oleh korban dan akan mengirimkan barangnya. Akan tetapi, barang itu tidak pernah dikirim.2 Setelah itu pelaku segera memblokir facebook korban dan menonaktifkan nomor handphone nya. Gambaran permasalahan terhadap penipuan tersebut dapat kita lihat bahwa pelaku usaha dan konsumen memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi satu sama lain. Terhadap gambaran permasalahan diatas, konsumen telah memenuhi kewajibannya yaitu membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati3, tetapi pelaku usaha tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan atau prestasi4.

1

Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta, 2012, hlm. 190. 2 Ibid. 3 Pasal 5 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 4 Pasal 16 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Hal | 2


Beberapa kasus penipuan yang dilakukan melalui online yang terjadi di Indonesia, diantaranya kasus yang terjadi di Bogor pada tahun 2011 yang lalu, dengan terdakwa atas nama Selly Yustiawati. Majelis Hakim menjatuhkan vonis 11 bulan penjara karena melakukan penipuan. Praktik penipuannya Selly dilakukan dengan menggunakan dunia maya di situs jejaring sosial facebook.5 Kasus yang terjadi di Palembang yang menimpa 3 (tiga) orang pelajar wanita Sekolah Menengah Atas telah tertipu berbelanja handphone blackberry via online. Mereka segera melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polresta Palembang pada hari Sabtu tanggal 9 Juni 2012. Dalam laporannya dengan nomor LP/B-1496/VI/2012/SUMSEL/RESTA, ketiganya mengalami kerugian uang sebesar Rp 3.658.000. Kapolresta Palembang Kombes Pol Sabaruddin Ginting melalui Kasat Reskrim Kompol Djoko Julianto, membenarkan telah menerima laporan tersebut dari pelapor yang menjadi korban kasus penipuan.6 Penipuan yang dilakukan sebagian pelaku usaha untuk merugikan konsumen yang terjadi melalui online shop ini menarik minat penulis untuk mengkajinya secara lebih mendalam dengan menulis skripsi yang berjudul: “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan Yang Dilakukan Melalui Online Shop �. 2. Perumusan Masalah Dari uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang diatas, maka penulis menarik 2 (dua) rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban penipuan yang dilakukan melalui online shop ? 2. Bagaimana cara untuk mencegah tindak pidana penipuan yang dilakukan melalui online shop terkait dengan cybercrime ? 3. Kerangka Konseptual/Kerangka Teori a) Perlindungan Hukum Pengertian Perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya

5

http://wartapedia.com/nasional/hukum-dan-kriminal/4405-selly-yustiawati--penipu-cantikdivonis-11-bulan-penjara.html, diakses pada tanggal 08 Mei 2013 jam 19.17 WIB. 6 http://bangka.tribunnews.com/2012/06/10/3-cewek-palembang-tertipu-bb-murah-via-online, diakses pada tanggal 03 April 2013 jam 17.22 WIB.

Hal | 3


memberi perlindungan kepada orang yang lemah. 7 Sedangkan pengertian perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002, Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asasasas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 8 Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang sifatnya represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu suatu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, kepastian, ketertiban, kedamaian dan kemanfaatan.9 b) Bentuk-bentuk Perlindungan Hukum Menurut Hadjon, perlindungan hukum meliputi dua hal, yaitu antara lain:10 a. Perlindungan Hukum Preventif, yaitu bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif; b. Perlindungan Hukum Represif, yaitu bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.

7

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan XI, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 600. 8 www. putracenter.net , Putra, Definisi Hukum Menurut Para Ahli, 2009. Dalam http://www.edukasiana.net/2011/02/pengertian-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 13 Juli 2013 11.05 WIB. 9 etd.eprints.ums.ac.id, Rahayu, Pengangkutan Orang, 2009. Dalam http://www.edukasiana.net/ 2011/02/pengertian-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 13 Juli 2013 11.05 WIB. 10 http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 14 Juli 2013 12.44 WIB.

Hal | 4


c) Korban Pengertian korban menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan pada fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.11 Sedangkan pengertian korban menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, menyebutkan bahwa pegertian korban ialah orang perorangan atau kelompok yang mengalami penderitaan, baik mental, fisik, maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengurangan, pengabaian, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk juga korban adalah ahli waris.12 d) Hak-hak Korban Ada beberapa hak umum bagi korban kejahatan:13 a. Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. b. Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku. c. Hak untuk memperoleh bantuan hukum. d. Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya. e. Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, misalnya merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya. e) Kewajiban Korban Beberapa kewajiban yang harus dilakukan korban adalah sebagai berikut:14 a. Kewajiban untuk tidak melakukan main hakim sendiri/balas dendam terhadap pelaku (tindakan pembalasan). b. Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya tindak pidana. c. Kewajiban untuk memberikan informasi. d. Kewajiban untuk tidak mengajukan tuntuntan yang berlebihan. e. Kewajiban untuk menjadi saksi. f. Kewajiban untuk membantu penanggulangan kejahatan.

11

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 12 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 13 M. Rasyid Ariman, Syarifuddin Pettanasse dan Fahmi Raghib, Op Cit, hlm. 69. 14 Ibid.

Hal | 5


f) Tindak Pidana Pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum, baik berupa pelanggaran terhadap larangan maupun mengabaikan kewajiban, perbuatan itu diancam dengan hukuman berdasarkan undang-undang dan adanya kemampuan bertanggung jawab. 15 Tindak pidana dipakai sebagai pengganti strafbaar feit. Menurut Muljatno, pengertian tindak pidana adalah keadaan yang dibuat seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan, dan perbuatan tersebut menunjuk baik pada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat.16 g) Penipuan yang dilakukan Melalui Online (E-Commerce) Penipuan yang dilakukan melalui online adalah perbuatan memanipulasi keterangan untuk mencari keuntungan melalui media internet, dapat “ditafsirkan� sebagai perbuatan menyesatkan yang ada dalam delik penipuan seperti yang tertuang dalam pasal 378 KUHP dan pasal 379a KUHP apabila hal tersebut berkaitan dengan pembelian barang.17 Dengan menggunakan teknologi komputer yang didukung dengan media internet, sangat memungkinkan terhadap seseorang untuk melakukan penipuan dalam bentuk yang sangat canggih dan meyakinkan korban. Seperti contoh dari perbuatan ini adalah seseorang yang dengan sengaja melakukan transaksi pada situs-situs belanja online secara fiktif atau seseorang yang melakukan penipuan dengan memanfaatkan sarana suatu situs/website bahkan melalui fasilitas e-mail dengan memberikan janji-janji palsu.18 h) Perdagangan Elektronik (E-Commerce) atau Online Shop Perdagangan elektronik (E-Commerce) atau Online Shop adalah kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufacturers), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan computer (computer networks), yaitu perdagangan elektronik (E-Commerce) sudah meliputi seluruh spektrum kegiatan komersial.19 15

M.Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Loc Cit, hlm. 6-7. http://www.edukasiana.net/2011/05/pengertian-tindak-pidana-menurut-para.html, diakses pada tanggal 13 Juli 2013 jam 12.29 WIB. 17 M.Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana Dalam Kodifikasi, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2008, hlm. 6-7. 18 Ibid. 19 Niniek Suparni, Cyberspace: Probematika dan Antisipasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 30. 16

Hal | 6


i) Cybercrime Terminologi cybercrime dalam berbagai literatur ternyata memiliki pengertian yang berbeda-beda dan tidak ada satu definisi cybercrime yang diterima secara universal. Hal ini menurut Majid Yar menjadi masalah utama dalam mempelajari cybercrime yang konsisten, bahkan di antara aparat penegak hukum yang berusaha menangani masalah tersebut. Sebagai bahan acuan dan perbandingan berikut akan dikemukakan cybercrime. Definisi kerja cybercrime dikemukakan oleh Thomas dan Loader yang mengkonseptualisasikan cybercrime sebagai “computer mediated activities which are either illegal or considered illict by certain parties and which can be be conducted through global electronic network”. Definisi atau pengertian tersebut telah membedakan dua hal penting , yaitu crime dalam arti perbuatan yang melanggar hukum dan oleh karena-nya ilegal dan deviance dalam arti perbuatan yang melanggar norma-norma sosial dan aturan-aturan informal. Sebagian analis cybercrime fokus perhatiannya pada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan sanksi dalam hukum pidana, sedangkan sebagian lainnya melihatnya lebih luas termasuk perbuatan-perbuatan yang mungkin tidak termasuk ilegal tetapi menurut masyarakat dianggap dengan deviant.20 Pengertian cybercrime yang relatif luas dikemukakan oleh David L.Speer yang menyatakan bahwa cybercrime are activities in which computer, telephones, cellular equipment, and other technological devices are used for illict purposes such a fraud, theft, electronic vandalism, violating intellectual properties rights, and breaking and entering into computer systems and networks.21 Berdasarkan definisi atau pengertian mengenai cybercrime seperti dikemukakan diatas menunjukkan bahwa walaupun pengertian cybercrime berbeda-beda, namun karakterirtik utama dalam cybercrime adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.22 Sebagian pakar berpendapat bahwa cybercrime merupakan bentuk kejahatan baru yang berbeda dengan kejahatan-kejahatan di dunia nyata. Menurut Susan W.Brenner ada jenis-jenis cybercrime yang memang kejahatan baru dan ada juga jenis-jenis kejahatan yang menggunakan komputer sebagai alat untuk melakukan kejahatan. Jenis-jenis cybercrime yang dapat dikatakan “new 20

Majid Yar, Cybercrime and Society, SAGE Publication, London, 2006, hlm. 9. Dalam Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama, Bandung , 2012, hlm.92. 21 David L.Speer,”Redefining Borders: The Challenges of Cybercrime”, dalam David S.Wall (ed), , Cyberspace Crime, Asghate and Darmouth, England, 2003, hlm. 260. Dalam Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama, Bandung , 2012, hlm.93. 22 Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama, Bandung , 2012, hlm.93.

Hal | 7


crimes”, misalnya, hacking dan cracking yang termasuk kategori “crimes in which the computer is the target of the criminal activity”. Sedangkan jenis-jenis cybercrime yang termasuk “old crime”, misalnya penipuan secara online, pencurian sejumlah data atau informasi, penggelapan, pemalsuan, stalking, pembunuhan, membuat dan atau menyebarkan pornografi anak, yang termasuk kategori “crimes in which the computer is a tool used to commit a crime.23 B. Pembahasan 1. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penipuan Yang Dilakukan Melalui Online Shop Masalah hukum yang menyangkut perlindungan konsumen semakin mendesak dalam hal seorang konsumen melakukan transaksi e-commerce. Pada jual beli jarak jauh seperti itu, kecurangan seringkali terjadi dan dengan demikian konsumen harus dilindungi. Kecurangan-kecurangan tersebut dapat terjadi menyangkut keberadaan penjual, menyangkut barang yang dibeli. 24 Dalam kaitan ini, undang-undang harus dapat memberikan perlindungan hukum kepada konsumen yang beritikad baik, seperti perlindungan yang diberikan kepada konsumen yang melakukan jual beli di dunia nyata. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak didasarkan pada telah adanya undang-undang tentang e-commerce atau undang-undang tentang internet yang berlaku di Indonesia, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen itu belum menyinggung pengaturan mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce melalui internet.25 UU-ITE merupakan cyberlaw pertama yang dimiliki Indonesia dan menjadi landasan hukum bagi anggota masyarakat dalam beraktivitas di dunia siber. Sebelum berlaku UU-ITE berbagai aktivitas anggota masyarakat sudah menggunakan sistem komputer atau teknologi informasi dan komunikasi. Misalnya transaksi melalui ATM atau Credit Card , atau email atau perbuatan lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam masyarakat berjalan lebih cepat dari pengaturannya. Sebelum UU-ITE berlaku, walaupun secara dejure penggunaan teknologi informasi dan komunikasi belum mendapat pengakuan namun secara defacto telah diakui. 23 24

25

Ibid, hlm. 94. Niniek Suparni, Op.Cit, hlm. 45. Ibid, hlm. 45-46.

Hal | 8


Setelah UU-ITE berlaku, aktivitas anggota masyarakat dengan menggunakan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi diakui baik secara defacto dan dejure sehigga ada kepastian hukum dan mempunyai kedudukan hukum yang kuat di hadapan hukum.26 Pengaturan cybercrime dalam UU-ITE dan perundang-undangan lainnya mengandung implikasi adanya perlindungan hukum terhadap kepentingankepentingan hukum masyarakat, khususnya berupa data komputer atau data elektronik, dokumen elektronik, informasi elektronik dan sistem komputer atau sistem elektronik yang dilindungi dan tidak bersifat publik, baik milik pribadi maupun negara serta kepentingan hukum lainnya, seperti harta kekayaan, kehormataan kesusilaan, keamanan negara dan lain-lain yang dapat menjadi target atau objek cybercrime. Aktivitas anggota masyarakat dengan menggunakan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi mendapat perlindungan hukum yang layak, termasuk cybercrime yang merugikan dan membahayakannya. Pengaturan cybercrime dalam UU-ITE dengan sanksi pidana yang relatif berat mempunyai fungsi preventif mencegah para pengguna teknologi informasi dan komunikasi melakukan cybercrime. Menurut Johan Anselm Von Feurbach, sanksi pidana mempunyai daya paksa psikis (psychologischen zwanges) agar orang tidak melakukan tindak pidana. Fungsi preventif dari sanksi pidana tersebut secara tidak langsung memberikan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat untuk beraktivitas di dunia cyber dengan aman.27 Dalam praktik penanganan terhadap tindak pidana penipuan, juga perjudian dan pornografi digunakan dalam ketentuan yang ada dalam KUHP. Penerapan ketentuan dalam KUHP terhadap tindak pidana pencurian, penggelapan, penipuan, perjudian dan pornografi melalui atau menggunakan teknologi informasi dan komunikasi juga dilakukan oleh aparat Kepolisian pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kepolisian Daerah Jawa Barat, dan Kepolisian Daerah Jawa Timur.28 Berikut data cybercrime khususnya tindak pidana penipuan melalui internet yang ditangani Polda Sumatera utara, Polda Jawa Barat dan Polda Jawa Timur: 29

26

Sigid Suseno, Op.Cit, hlm. 213. Ibid. 28 Sigid Suseno, Op.Cit, hlm. 216. 29 Sumber: Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara dan Kepolisian Kota Besar Medan, 19 Agutus 2009. Dalam Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama, Bandung , 2012, hlm.139-144. 27

Hal | 9


1. Data cybercrime khususnya tindak pidana penipuan melalui internet yang terjadi diwilayah Kepolisian Daerah Sumatera Utara tahun 2005 – 2008: a. Penipuan melalui internet, Februari 2005; Inisial tersangka: YR als I als M als CS, dkk; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378; Keterangan: P-21 dilimpahkan ke JPU. b. Penipuan melalui Internet, Maret 2005; Inisial tersangka: DM als D als B als JE als RA, dkk; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378; Keterangan: P21 dilimpahkan ke JPU. c. Penipuan melalui internet, Januari 2006; Inisial tersangka: DM als D als B als JE als RA; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378; Keterangan: P-21 dilimpahkan ke JPU. d. Penipuan dan penggelapan melalui internet, Maret 2006; Inisial tersangka: CS; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP; Keterangan: Pemeriksaan saksi. e. Penipuan melalui internet, Februari 2008; Inisial tersangka: Dalam penyelidikan; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378; Keterangan: Dalam Proses. 2. Data cybercrime khususnya tindak pidana penipuan melalui internet yang terjadi diwilayah Kepolisian Daerah Jawa Barat tahun 2008: a. Penipuan melalui Internet, September 2008; Inisial tersangka: DS als D; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378 dan Pasal 51 Jo. Pasal 30 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE; Keterangan: P-21 Dilimpahkan ke JPU. b. Penipuan melalui Internet, September 2008; Inisial tersangka: CV.MP; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378 dan Pasal 51 Jo. Pasal 30 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE; Keterangan: Dalam Proses. c. Penipuan melalui Internet, September 2008; Inisial tersangka: I; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378 dan Pasal 51 Jo. Pasal 30 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE; Keterangan: Dalam Proses. d. Penipuan dan Penggelapan melalui Internet, Juni 2008; Inisial tersangka: DES; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378 dan Pasal 372 dan Pasal 51 Jo. Pasal 30 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE; Keterangan: Dalam Proses. 3. Data cybercrime khususnya tindak pidana penipuan melalui internet yang terjadi diwilayah Kepolisian Daerah Jawa Timur tahun 2006-2009: a. Penipuan melalui Internet, September 2007; Inisial tersangka: AK,SE; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378 KUHP; Keterangan: P-21 Dilimpahkan ke JPU. Hal | 10


b. Penipuan melalui Internet, Oktober 2008; Inisial tersangka: RS; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378; Keterangan: Dalam Proses. c. Penipuan melalui Internet, Januari 2009; Inisial tersangka: J; Ketentuan yang dilanggar: Pasal 378; Keterangan: Dalam Proses. Berdasarkan ketiga data dan tanggapan dari penulis, seperti yang telah diuraikan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam penanganan kasus cybercrime khususnya tindak pidana penipuan melalui internet, aparat penegak hukum dibeberapa wilayah di Indonesia seperti, Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur, penyelesaian kasus tindak pidana penipuan melalui internet lebih banyak menggunakan KUHP daripada UU-ITE, namun tindak pidana tersebut terjadi pada rentang tahun 2005-2007 yang mana pada tahun-tahun tersebut UUITE belum diundangkan. Sedangkan pada rentang tahun 2008-2009 aparat penegak hukum tetap menjerat pelaku penipuan melalui internet dengan pasal didalam KUHP akan tetapi hal tersebut tidak mengeyampingkan pasal-pasal dalam UU-ITE, hal ini dapat dilihat dari data kedua diatas biasanya penyidik dan penuntut umum menjerat pelaku tindak pidana penipuan melalui internet dengan menggunakan pasal dalam KUHP dan menghubungkannya dengan UUITE 2. Pencegahan Tindak Pidana Penipuan yang dilakukan melalui Online Shop terkait dengan Cybercrime Dalam rangka upaya menanggulangi atau mencegah cybercrime, Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai “Computer-related Crime� mengajukan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:30 a. Menghimbau negara anggota untuk mengintesifkan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan moderenisasi hukum pidana materiil dengan hukum acara pidana; 2. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer; 3. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka (sensitif) warga masyarakat, penegak hukum dan aparat pengadilan, terhadap

30

Lihat United Nations, Eight UN Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Report, 1991, hal. 141 dst. Dalam Barda nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 253-254.

Hal | 11


pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer; 4. Melakukan upaya-upaya pelatihan (training) bagi para hakim, pejabat maupun aparat penegak hukum, mengenai kejahatan terhadap ekonomi dan cybercrime; 5. Memperluas “rules of ethics� dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya melalui kurikulum informatika; 6. Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cybercrime sesuai dengan deklarasi PBB mengenai korban, dan mengambil langkahlangkah/cara-cara untuk mendorong korban melaporkan adanya cybercrime. b. Menghimbau negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam upaya penanggulangan cybercrime; c. Merekomendasikan kepada komite pengendalian dan pencegahan kejahatan (Committee on Crime Prevention and Control) PBB untuk: 1. Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota menghadapi cybercrime ditingkat nasional, regional, maupun internasional; 2. Mengembangkan penelitian dan analisa lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem cybercrime di masa yang akan datang; 3. Mempertimbangkan cybercrime sewaktu meninjau pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerja sama di bidang penanggulangan kejahatan. Walaupun Kongres PBB telah menghimbau negara anggota untuk mananggulangi cybercrime melalui sarana penal, namun pada kenyataannya tidak mudah. Dokumen Kongres PBB X/2000 sendiri mengakui, bahwa terdapat beberapa kesulitan untuk menanggulangi cybercrime dengan sarana penal, yaitu antara lain:31 1. Perbuatan jahat yang dilakukan berada di lingkungan elektronik. Oleh karena itu, penanggulangan terhadap cybercrime memerlukan keahlian yang khusus, prosedur investigasi dan kekuatan/dasar hukum yang mungkin tidak tersedia pada aparat penegak hukum di negara yang bersangkutan; 31

Background Paper Kongres PBB untuk “Workshop on crimes related to computer network�, dokumen A/CONF.187/10, 3-2-2000, hlm.3. Dalam Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 259.

Hal | 12


2. Cybercrime melampaui batas-batas negara, sedangkan upaya penyidikan maupun penegakan hukum selama ini dibatasi dalam wilayah territorial negaranya sendiri; 3. Struktur terbuka dari jaringan komputer internasional memberi peluang kepada pengguna untuk memilih lingkungan hukum (negara) yang belum mengkriminalisasikan cybercrime. Terjadinya “Data Havens� (negara tempat berlindung atau singgahnya data, yaitu negara yang tidak memprioritaskan pencegahan penyalahgunaan jaringan komputer) dapat menghalangi usaha negara lain untuk memberantas kejahatan itu. Dari uraian diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa meskipun UU-ITE sudah diberlakukan, fakta cybercrime di Indonesia makin banyak dan akibatnya makin serius. Selain itu, meskipun UU-ITE sudah diberlakukan, penegak hukum masih sering menggunakan ketentuan pidana di luar UU-ITE untuk memproses pidana pelaku seperti KUHP. Banyak perkara cybercrime yang sudah diadili dengan UU-ITE, misalnya akses ilegal, penghinaan melalui media online, hacking, defacing. Dalam beberapa kasus, penipuan melalui internet banyak variasinya, ada yang berbentuk penipuan dalam jual beli online, penipuan dengan modus prostitusi. Begitu pula dengan kasus pencemaran nama baik dan penghinaan, ada yang menggunakan fasilitas media jejaring sosial dalam internet, ada yang menggunakan SMS. Aparat penegak hukum dalam melakukan pemberantasan atau penindakan terhadap pelaku cybercrime selain menggunakan UU-ITE, juga menggunakan KUHP, hal ini karena UU-ITE masih perlu diperbaiki atau direvisi, seperti pasal yang mengatur tentang penipuan melalui internet (Pasal 28 ayat 1 UU-ITE) karena unsur-unsur pasal tersebut tidak sama dengan pasal 378 KUHP dan masih ada ketentuan lain dalam UU-ITE yang masih harus diperjelas.

C. Penutup a) Dalam melakukan perlindungan hukum terhadap korban penipuan online shop, aparat penegak hukum di beberapa wilayah di Indonesia, menggunakan pasal 378 KUHP sebagai aturan hukumnya, namun hal tersebut tidak mengenyampingkan undang-undang khusus (UU-ITE). b) Pencegahan terhadap tindak pidana penipuan melalui online shop dilakukan dengan 2 (dua) cara; a. sacara penal (1. Melakukan moderenisasi atau merevisi hukum pidana materiil dan formil, 2. Penindakan cybercrime tidak hanya dibatasi dalam wilayah territorial Hal | 13


negaranya sendiri, akan tetapi harus melintasi batas-batas negara); b. secara non penal (1. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka/sensitif setiap warga masyarakat, aparat pengadilan maupun penegak hukum terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan cybercrime, 2. Melakukan upaya-upaya pelatihan atau training bagi para hakim, pejabat maupun aparat penegak hukum, mengenai kejahatan terhadap ekonomi dan cybercrime).

Hal | 14


DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Amiruddin dan Zainal Asikin. 2010. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. Andi Hamzah. 1993. Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Komputer. Jakarta: Sinar Grafika. Arief Gosita. 1993. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Akademika Pressindo. Bambang Sunggono. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Barda nawawi Arief. 2002. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Didik M Arief Mansur dan Elisastri Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. J.E. Sahetapy. 1987. Viktimisasi sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Josua Sitompul. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta: PT. Tanusa. Majid Yar. 2006. Cybercrime and Society. London: SAGE Publication. M.Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib. 2007. Hukum Pidana Indonesia, Palembang: Universitas Sriwijaya. M.Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib. 2008. Hukum Pidana Dalam Kodifikasi. Palembang: Universitas Sriwijaya. M. Rasyid Ariman, Syarifuddin Pettanasse dan Fahmi Raghib. 2008. Kebijakan Kriminal. Palembang: Universitas Sriwijaya. Niniek Suparni. 2009. Cyberspace: Probematika dan Antisipasi Pengaturannya. Jakarta: Sinar Grafika. Sigid Suseno. 2012. Yurisdiksi Tindak Pidana Siber. Bandung: Refika Aditama. SR. Sianturi. 1986. Asas-asas Hukum Pidana dan Penerapannya. Jakarta: Alumni AHAEM-PTHAEM. Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum cetakan ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2010. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers.

Hal | 15


Usmawadi. 2013. Teknik Penulisan Bahan Hukum. Palembang: Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya. Widodo. 2013. Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi Cybercrime Law: Telaah Teoritik dan Bedah Kasus. Yogyakarta: Aswaja Presindo. Widodo. 2009. Sistem Pemidanaan dalam Cybercrime (Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelaku Cybercrime). Yogyakarta: Laksbang Mediatama. Zainuddin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. B. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat C. Website: http://bangka.tribunnews.com/2012/06/10/3-cewek-palembang-tertipu-bbmurah-via-online http://id.wikipedia.org/wiki/Facebook http://id.wikipedia.org/wiki/E-banking http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik http://id.wikipedia.org/wiki/Penipuan http://sellamovic.mhs.narotama.ac.id/2012/10/ http://wartapedia.com/nasional/hukum-dan-kriminal/4405-selly-yustiawati-penipu-cantik-divonis-11-bulan-penjara.html

Hal | 16


http://www.edukasiana.net/2011/05/pengertian-tindak-pidana-menurutpara.html http://www.edukasiana.net/2011/02/ pengertian-perlindungan-hukum.html. Cybercrime Definitions and General Information, http://www.crimepad.com Organised Crime and Law Enforcement in Europe, http://www.organisedcrime.info/index.php?mode=12&id=20 “Wanita Cantik, Tiga Pria Sidrap Tipu Puluhan Korban� Makassar.tribunnews.com www.artikata.com www.etd.eprints.ums.ac.id www. putracenter.net

Hal | 17


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.