Ej htn #1 ariza amelia

Page 1

Penyelenggaraan Bantuan Hukum Di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Oleh: Ariza Amelia, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. Febrian, SH.,MS dan Indah Febriani, SH.,M.Hum

Hal | 0


Penyelenggaraan Bantuan Hukum Di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Oleh: Ariza Amelia, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. Febrian, SH.,MS dan Indah Febriani, SH.,M.Hum

Abstrak: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 Ayat (3) secara tegas menentukan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip Negara hukum salah satunya adalah menuntut adanya kesamaan/ksesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Pembangunan yang menempati kedudukan sentral seperti sekarang ini menghendaki agar hukum dapat dijadikan sebagai sandaran kerangka untuk mendukung usaha-usaha yang sedang dilakukan untuk membangun masyarakat. Sejalan dengan itu, kegiatan bantuan hukum sebagai salah satu sarana untuk “penegakan� Hak Asasi Manusia, yang khususnya ditujukan bagi masyarakat miskin dan buta hukum, tampak semakin meluas dan memasyarakat. Suatu kecenderungan yang sungguh menggembirakan dalam suasana dimana political will dari pemerintah tampak semakin menaruh perhatian yang semakin besar terhadap pembangunan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Kata Kunci : Undang –Undang Dasar 1945

Hal | 1


A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) secara tegas menentukan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip negara hukum salah satunya adalah menuntut adanya kesamaan/kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 D ayat (1) mengatur bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum�.1 Pembangunan yang menempati kedudukan sentral seperti sekarang ini menghendaki agar hukum dapat dijadikan sebagai sandaran kerangka untuk mendukung usaha-usaha yang sedang dilakukan untuk membangun masyarakat. Sejalan dengan itu, kegiatan bantuan hukum sebagai salah satu sarana untuk “penegakan� Hak Asasi Manusia, yang khususnya ditujukan bagi masyarakat miskin dan buta hukum, tampak semakin meluas dan memasyarakat. Suatu kecenderungan yang sungguh menggembirakan dalam suasana dimana political will dari pemerintah tampak semakin menaruh perhatian yang semakin besar terhadap pembangunan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia.2 Mendapatkan bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang. Hak asasi tersebut merujuk pada syarat setiap orang untuk mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian. Bantuan Hukum khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat kita katakan relatif baru di negara-negara berkembang. Demikian juga di Indonesia. Bantuan Hukum sebagai legal institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional, dia baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum barat di Indonesia.3 Berdasarkan hal tersebut sesuai Misi Gubernur Sumatera Selatan Periode 2008-2013 yaitu Sumsel Sejahtera dan Terdepan Bersama Masyarakat Cerdas

1

Lihat Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 H.Bambang Anggana dan Aries Harianto, 1994, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV.Kandar, Bandung, hal 5. 3 Adnan Buyung Nasution, 1988, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES, hal 23. 2

Hal | 2


yang Berbudaya4, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada Tahun 2009 telah menggulirkan Program Pemberian Bantuan Hukum Gratis kepada masyarakat miskin Sumatera Selatan. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyediakan layanan bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin di Provinsi Sumatera Selatan. Penyediaan layanan tersebut sebagai wujud kepedulian Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terhadap masyarakat miskin yang harus berurusan dengan hukum. Penyediaan layanan bantuan hukum gratis tersebut dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan Perhimpunan Advokasi Indonesia Palembang, Kongres Advokasi Provinsi Sumatera Selatan dan Lembaga Bantuan Hukum Palembang.5 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulisan skripsi ini akan membahas permasalahan sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan program bantuan hukum gratis di Provinsi Sumatera Selatan dihubungkan dengan Persyaratan Pemberi Bantuan Hukum yang harus terakreditasi sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011? B. PEMBAHASAN 1. BANTUAN HUKUM A. Pengertian Bantuan Hukum Pembicaraan tentang bantuan hukum, hak asasi manusia dan atau negara hukum dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum menjadi penting artinya manakala kita mengingat bahwa dalam membangun Negara hukum itu terlekati ciri-ciri yang mendasar, yaitu : 1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, kultural, dan pendidikan;

4

Visi Misi Gubernur Sumatera Selatan Periode 2008-2013, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Biro Hukum dan HAM, 2011. 5 Hisbullah, Implementasi Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 829/KPTS/III/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Bantuan Hukum Gratis Bagi Masyarakat Miskin di Sumatera Selatan, Tesis, 2011, Program Pasca Sarjana, STIS Chandra Dimuka.

Hal | 3


2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan lain apapun; 3. Legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.6 Oleh karena itu, misalnya suatu negara tentu tidak dapat kita katakan sebagai negara hukum apabila negara yang bersangkutan tidak memberikan penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap masalah hak asasi manusia. Program bantuan hukum bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan relatif buta hukum khususnya dapat membantu pencapaian pemerataan keadilan karena kian dipermudah upaya-upaya semisal terbinanya sistem peradilan yang lebih berakar dalam perasaan hukum rakyat. Bukankah konstitusi kita menginginkan agar warga negara (rakyat) menjunjung hukum? Apabila demikian yang terjadi, tak pelak lagi pada gilirannya nanti program bantuan hukum tersebut akan juga menunjang setiap usaha pembangunan7. B. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia Bantuan hukum sebenarnya sudah dilaksanakan pada masyarakat Barat sejak jaman Romawi, di mana pada waktu itu bantuan hukum berada dalam bidang moral dan lebih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia khususnya untuk menolong orang-orang tanpa mengharapkan dan atau menerima imbalan atau honorarium8. Setelah meletusnya Revolusi Perancis yang monumental itu, bantuan hukum kemudian mulai menjadi bagian dari kegiatan hukum atau kegiatan yuridis, dengan mulai lebih menekankan pada hak yang sama bagi warga masyarakat untuk menekankan pada hak yang sama bagi warga masyarakat untuk mempertahankan kepentingan-kepentingannya di muka pengadilan, dan hingga awal abad ke-20 kiranya bantuan hukum ini lebih banyak dianggap sebagai pekerjaan memberi jasa di bidang hukum tanpa suatu imbalan9. Bantuan hukum khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat kita katakan relatif baru di negaranegara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai suatu legal institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum 6

H.Bambang Sunggono,SH.,MS dan Aries Harianto,S.H.,2009, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal 4. 7 Ibid, hal. 25. 8 Ibid, hal. 60. 9 Ibid, hal 62.

Hal | 4


tradisional, dia baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum Barat di Indonesia.10 Namun demikian, bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan buta hukum dalam dekade terakhir ini tampak menunjukkan perkembangan yang amat pesat di Indonesia, apalagi sejak PELITA ke III Pemerintah mencanangkan program bantuan hukum sebagai jalur untuk meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum. C. Konsep Bantuan Hukum Sejalan dengan kegiatan bantuan hukum khususnya bagi masyarakat miskin dan buta hukum yang tampak semakin meluas dan memasyarakat, suatu pandangan kritis terhadap konsep-konsep bantuan hukum yang kini dikembangkan di Indonesia banyak dikemukakan oleh kalangan hukum, baik teoritisi maupun praktisi, serta kalangan ilmuwan sosial. Berbicara mengenai bantuan hukum sebenarnya tidak terlepas dari fenomena hukum itu sendiri. Seperti telah kita ketahui keberadaan (program) bantuan hukum adalah salah satu cara yang penting artinya bagi pembangunan hukum (khususnya) di Indonesia. Perbincangan mengenai hukum sebagai suatu konsep yang modern,11 akan menghantarkan kita pada satu penglihatan bahwa hukum tidak hanya merupakan sarana untuk pengendalian atau control sosial, melainkan lebih dari itu, hukum tampak lebih banyak digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahanperubahan dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat sendiri sudah barang tentu banyak mengalami perubahan. Perbedaannya kiranya terdapat pada sifat dan tingkat perubahan itu. Perubahan-perubahan yang terjadi ini dapat kentara dan menonjol atau tidak, dapat cepat atau lambat, dan dapat pula menyangkut masalah-masalah yang fundamental bagi masyarakat yang bersangkutan, atau bahkan hanya menyangkut perubahan yang kecil saja. Yang jelas, bagaimanapun sifat dan tingkat perubahan itu, masyarakat senantiasa mengalaminya.12

10

Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, sebagaimana dikutip dalam op. cit., hal. 23. 11 Myron Weiner. (ed.0, 1996, Modernization: The Dynamics of Growth, Cambridge Mass, hal. 168-170) sebagaimana dikutip dalam Ibid.,hal.21. 12 Soerjono Soekanto, 1974, Sosiologi: Suatu Pengantar. Yayasan Penerbit Univ. Indonesia, Jakarta, hal. 215.

Hal | 5


D. Perkembangan Bantuan Hukum Untuk kepentingan pembangunan di bidang hukum khususnya dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum rakyat, menjamin penegakan hukum dan kepastian hukum, serta pelayanan hukum, maka dilakukan upaya berupa gerakan agar masyarakat mengetahui dan mengerti itu semua, di antaranya berupa pemberian bantuan hukum. Dalam kaitannya dengan bantuan hukum tersebut, secara umum dapatlah dikatakan bahwa semua jenis bantuan hukum adalah bertujuan untuk mengadakan perubahan sikap, walaupun hal itu bukanlah merupakan tujuan akhir, akan tetapi masing-masing bantuan hukum tersebut mempunyai tujuan yang diarahkan pada bermacam-macam kategori sosial di dalam masyarakat.13 Sebagai wawasan, bantuan hukum tentu masih terus berkembang dan diperbincangkan. Ia bukanlah konsep yang sudah mapan atau final. Secara konsepsional, apabila kita melihat pada tujuan dan orientasi, sifat, cara pendekatan dan ruang lingkup aktivitas program bantuan hukum di Indonesia, pada dasarnya dapat dikategorikan pada dua konsep pokok, yaitu konsep bantuan hukum tradisional dan konsep bantuan hukum konstitusional.14 E. Advokat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat15, maka yang dimaksud dengan Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Hak advokat adalah bebas mengeluarkan pendapat atau penyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan profesinya, advokat bebas untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.16

13

Ibid.,hal 189. Soerjono Soekanto, 1983,Bantuan Hukum: Suatu Tinjauan Sosio-Yuridis, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 174. 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 angka 1. 16 Dr.H.Siswanto Sunarso,SH,MH, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 251. 14

Hal | 6


Guna menjaga agar advokat menjalankan profesinya sesuai kode etik profesi dan koridor hukum yang ada, Undang-Undang Advokat menguraikan bentuk pengawasan untuk memantau perilaku advokat. Kode etik advokat menguraikan tentang hubungan antara advokat dengan klien yang diantaranya menyatakan:  Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.  Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.17 F. Pengertian Bantuan Hukum menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2012. Berdasarkan penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum diartikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk : a) menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan; b) mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum; c) menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; d) mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. 2. PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DI PROVINSI SUMATERA SELATAN A. Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatan pemberian bantuan hukum gratis kepada masyarakat miskin dimaksud mendapat apresiasi dari masyarakat. Hal ini dibuktikan bahwa sejak dilauncing tanggal 12 Februari 2009 oleh Gubernur Sumatera Selatan sampai dengan Desember 2009, telah diterima 114 permohonan masyarakat Sumatera Selatan untuk mendapat fasilitas bantuan hukum gratis, sehingga pada tahun 2010 program bantuan hukum gratis dilanjutkan. Sesuai tujuan umum program 17

Dr.O.C.Kaligis,SH,MH, Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Penerbit PT.Alumni, Bandung, 2006, hal.361-362.

Hal | 7


Bantuan Hukum Gratis yaitu memberikan perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia khususnya kepada masyarakat miskin yang menghadapi persoalan hukum, juga ada tujuan khusus dari program tersebut yaitu memberikan rasa aman kepada masyarakat miskin yang menghadapi persoalan hukum. Sasaran kegiatan Pemberian Bantuan Hukum Gratis yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan adalah seluruh masyarakat miskin Sumatera Selatan yang betul-betul mempertahankan hak dan kepentingan hukumnya sesuai kriteria yang telah ditentukan18. Bantuan hukum gratis hanya diberikan kepada masyarakat miskin yang dibuktikan dengan surat keterangan miskin dari pemerintah setempat. Yaitu masyarakat miskin tersebut betul-betul mempertahankan hak atau kepentingan hukumnya. Untuk pengajuan agar mendapat bantuan hukum gratis ada prosedur yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 62 Tahun 2010 19 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemberian Bantuan Hukum Gratis kepada Masyarakat Miskin Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut : 1. Permohonan Bantuan Hukum dari masyarakat miskin diajukan kepada Gubernur Sumatera Selatan c.q. Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Sumatera Selatan dengan dilengkapi/dilampiri : a. Kartu Tanda Penduduk atau Keterangan Domisili dari Lurah atau Kepala Desa setempat; b. Surat Keterangan miskin dari Ketua Rukun Tetangga yang diketahui oleh Lurah atau Kepala Dusun yang diketahui Kepala Desa setempat; c. Kronologis/duduk perkara. 2. Selanjutnya Tim Evaluasi melakukan penelitian dan kajian terhadap permohonan tersebut dan apabila berdasarkan hasil penelitian ternyata yang bersangkutan tidak miskin dan/atau tidak memenuhi persyaratan, maka permohonan yang bersangkutan ditolak. 3. Hasil kerja Tim Evaluasi dilaporkan kepada Gubernur Sumsel oleh Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Sumatera Selatan. 4. Apabila Gubernur memberikan persetujuannya, maka akan dilanjutkan dengan penunjukan advokat/konsultan hukum yang mendampingi. 5. Permohonan bantuan hukum gratis yang diterima dapat diteruskan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota asal pemohon apabila Pemerintah 18

Hisbullah, Ibid, hal. 107. Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 62 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemberian Bantuan Hukum Gratis Kepada Masyarakat Miskin Sumatera Selatan. 19

Hal | 8


Kabupaten/Kota setempat telah melaksanakan program bantuan hukum gratis. B. Pelaksanaan Bantuan Hukum setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada sub bagian sebelumnya, pelaksanaan program bantuan hukum di Sumatera Selatan sejak tahun 2012 hingga pertengahan tahun 2013 tidak dapat dilaksanakan. Kendalanya karena ada persyaratan bagi pemberi bantuan hukum yaitu pengacara atau advokat dalam melaksanakan program bantuan hukum ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang tersebut. Persyaratan yang dicantumkan dalam Undang-Undang tersebut hingga saat ini belum dapat dipenuhi oleh pemberi bantuan hukum. Belum ada satupun pemberi bantuan hukum di Sumatera Selatan yang berbadan hukum. Bila bentuknya harus berbadan hukum, maka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bentuk badan hukum yang diakui di Indonesia ada 3 yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi dan Yayasan. Sedangkan Lembaga Bantuan Hukum yang ada hanya menggunakan bentuk Firma atau Perkumpulan yang merupakan badan usaha yang bukan bentuk dari badan hukum. Bentuk badan hukum yang ada di Indonesia ada 3 yaitu: a. Perseroan Terbatas (yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), b. Koperasi (yaitu Undang-Undang Nomor 70 Tahun 2012), c. Yayasan (yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004). C. Analisis Pelaksanaan Bantuan Hukum setelah diterbitkan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2012 Pelaksanaan Bantuan Hukum di Provinsi Sumatera Selatan setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 8 Tahun 2012 telah penulis kemukakan pada sub bagian pembahasan sebelumnya. Beberapa advokat atau pengacara telah dimintai pendapat melalui wawancara antara lain yaitu Bapak Adriansyah,S.H. Bahwa menurut beliau setelah terbitnya UndangUndang dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 , pelaksanaan bantuan hukum di Sumatera Selatan tidak dapat terlaksana karena berdasarkan Hal | 9


ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tersebut terdapat persyaratan yang sulit untuk dapat terpenuhi oleh advokat dan dari sisi efisien dan efektif malah mempersulit bagi masyarakat yang tidak mampu mendapatkan bantuan hukum yang disediakan anggarannya oleh negara atau pemerintah untuk digunakan masyarakat tidak mampu, dikarenakan UndangUndang ini mensyaratkan bagi Pemberi Bantuan Hukum dengan syarat yang memberatkan bagi pemberi bantuan hukum apabila harus berbadan hukum sebab badan hukum yang harus dibuat dari ketiga bentuk yang ada (yaitu PT. Koperasi, atau Yayasan) itu sendiri syarat- syaratnya tidak sedikit modal awal yang harus ditempatkan untuk mendirikan salah satu dari ketiga bentuk badan hukum tersebut untuk memenuhi syarat tersebut sehingga dengan demikian yang dirugikan oleh ketentuan syarat Undang-Undang tersebut adalah masyarakat yang tidak mampu sendiri yang perlu bantuan hukum. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian dan pembahasan pada mengenai pelaksanaan bantuan hukum Gratis di Sumatera Selatan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: a. Pelaksanaan program bantuan hukum cuma-cuma (gratis) yang selama ini merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan alokasi anggaran yang cukup besar tidak dapat dilaksanakan karena adanya benturan permasalahan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang mensyaratkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum yang akan melaksanakan bantuan hukum harus berbadan hukum dan memiliki akreditasi Program bantuan hukum cuma-cuma yang telah dilaksanakan oleh beberapa pemerintah daerah khususnya Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah sangat berhasil dilaksanakan tetapi dengan adanya persyaratan yang belum dapat dipenuhi oleh para Pemberi Bantuan Hukum dikhawatirkan proses penegakan hukum tidak dapat terlaksana. Dan hal ini pada akhirnya justru akan merugikan masyarakat karena pemenuhan hakhak konstitusionalnya justru terhambat atau tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. b. Dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2013 sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 yang lebih merinci mengenai persyaratan bagi pemberi Hal | 10


bantuan hukum, seharusnya ketentuan dimaksud dapat membawa perubahan yang lebih baik dalam pelaksanaan program bantuan hukum, tetapi senyatanya ketentuan tersebut berbenturan dengan keadaan yang senyatanya ada, dimana belum ada satupun advokat yang telah berbadan hukum di Sumatera Selatan. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut: Sehubungan dengan persyaratan bagi pemberi bantuan hukum yang akan melaksanakan program bantuan hukum, disarankan agar diberikan tenggang waktu bagi pemberi bantuan hukum yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tersebut. Agar diberikan kelonggaran persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemberi bantuan hukum yang akan melakukan proses verifikasi dan akreditasi. Seharusnya Pemerintah dalam mengeluarkan suatu ketentuan harus memperhatikan kondisi yang ada. Apakah mungkin program bantuan hukum akan terhenti hanya karena beberapa persyaratan yang tidak dapat dipenuhi bagi pemberi bantuan hukum. Kondisi ini sangat disayangkan, mengingat program ini sangat membantu masyarakat terbukti dengan banyaknya masyarakat miskin yang mendapat bantuan hukum gratis di Sumatera Selatan. Untuk itu diharapkan agar Pemerintah memberikan kelonggaran bagi advokat atau pemberi bantuan hukum yang melaksanakan bantuan hukum untuk tetap dapat melanjutkan program pemberian bantuan hukum cuma-cuma dengan mengabaikan persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Hukum dimaksud.

Hal | 11


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.