Organisasi Masyarakat Dalam Persfektif Negara Hukum Demokratis Oleh: Muhammad Arif Saputra, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. Zen Zanibar MZ, SH.,M.Hum dan Indah Febriani, SH., M.Hum
Hal | 0
Organisasi Masyarakat Dalam Persfektif Negara Hukum Demokratis Oleh: Muhammad Arif Saputra, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Dr. Zen Zanibar MZ, SH.,M.Hum dan Indah Febriani, SH., M.Hum
ABSTRAK: Hak untuk berorganisasi merupakan Hak Asasi Manusia, yang pengaturan mengenai Hak untuk berorganisasi ini terdapat pada UndangUndang Dasar 1945 serta di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, menurut hemat penulis pengaturan mengenai Organisasi Kemasyarakatan ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai-nilai kemasyarakatan yang demokratis, karena Undang-Undang tersebut dibentuk pada masa Orde Baru yang merupakan suatu bentuk pemerintah yang bersifat otoriter, dimana secara de facto kekuasaan tertinggi masih ditangan seorang Presiden. Di dalam penelitian ini penulis ingin meneliti mengenai perkembangan pengaturan mengenai organisasi masyarakat apakah masih sesuai dengan perkembangan Negara pasca reformasi serta bagaimana seharusnya pengaturan mengenai organisasi masyarakat pasca reformasi, metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian normatif yaitu penelitian yang bertitik tolak dari telaah hukum positif, hasil yang penulis temukan dari penelitian ini bahwa pengaturan mengenai organisasi masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai demokratis yang berkembang di masyarakat, dari penelitian ini juga penulis memberikan saran agar pengaturan mengenai organisasi masyarakat ke depannya akan semakin baik yaitu bahwa pasca reformasi diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang baru untuk mengatur mengenai Organisasi Kemasyarakatan yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokrasi yaitu nilai kebebasan, kemerdekaan, persamaan hak, kontrol serta partisipasi. Kata Kunci : Hak Asasi Manusia (HAM), Orde Baru, Reformasi, Organisasi Kemasyarakatan
Hal | 1
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945 adalah prinsip Negara berdasarkan hukum, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi „Negara Indonesia adalah negara hukumâ€&#x;.1 Bahkan secara historis negara hukum (Rechtsstaat) adalah negara yang di idealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan tentang sistem pemerintahan negara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).2 Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsep yang saling berkaitan yang satu sama lain, yang tidak dapat dipisahkan. Pada konsep demokrasi, di dalamnya terkandung prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (democratie) sedangkan di dalam konsep negara hukum terkandung prinsip-prinsip negara hukum (nomocratie), yang masing-masing prinsip dari kedua konsep tersebut dijalankan secara beriringan sebagai dua sisi dari satu mata uang.3 Demokrasi adalah suatu pemerintahan di mana rakyat secara langsung ikut serta memerintah (mederegeren), secara langsung yang terdapat pada masyarakat-masyarakat yang sangat sederhana (demokrasi langsung) maupun secara tidak langsung karena rakyat dalam hal ini diwakilkan (demokrasi tidak langsung) yang terdapat didalam negara-negara modern.4 Pada pengertian yang lebih partisipatif demokrasi itu bahkan disebut sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk dan bersama rakyat, berarti dalam hal ini kekuasaan itu pada pokoknya diakui bersumber dari rakyat, dan oleh karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan bernegara. Keseluruhan sistem penyelenggaraan negara itu pada dasarnya juga diperuntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri.5 1
Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (3) Pasca Amandemen. Lihat Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 3 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008. Hlm. 690. 4 Niâ€&#x;Matul Huda, Hukum Tata Negara, Edisi Revisi, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2010, Hlm. 69. 5 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sepihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI Data Katalog Dalam Terbitan (KDT), Hlm. 241. 2
Hal | 2
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar.6 Prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Sedangkan dalam negara yang berdasarkan atas hukum, dalam hal ini hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirearkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi.7 Konsep demokrasi selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem ketatanegaraan, walaupun pada saat implementasinya terjadi perbedaan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Dikarenakan berbagai varian implementasi demokrasi tersebut, maka dengan demikian di dalam literatur kenegaraan dikenal beberapa istilah demokrasi yaitu demokrasi konstitusional, serta demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme.8 Salah satu ciri negara hukum yang demokrasi yaitu terdapat kebebasan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pendapat merupakan suatu hak yang menjadi bagian dari hak asasi manusia. Selain dijamin melalui instrumentinstrumen internasional yang berlaku secara universal, kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat juga dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9 Negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi karena terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada suatu konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi tanpa pengaturan hukum dalam menjalankan demokrasi akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa adanya demokrasi akan kehilangan makna.10
6
Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (2) Pasca Amandemen. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Konstitusi Press, 2005, hlm. 152 – 162. 8 Demokrasi konstitusional mencita-citakan sebuah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya, yaitu suatu negara hukum (rechtsstaat) yang tunduk pada Rule Of Law sebaliknya, demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme, mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machtsstaat) dan bersifat totaliter. Niâ€&#x;Matul Huda, Op., Cit. hlm 246-247 9 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E Ayat (3) Setelah Amandemen yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapatâ€? 10 Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII-Press. 2002. hlm. 8. 7
Hal | 3
Dalam Negara hukum yang bersifat demokratis, hukum dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Hukum dalam hal ini tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan berdasarkan kekuasaan semata (machtsstaat). Akantetapi sebaliknya, demokrasi haruslah diatur berdasar atas hukum (rechtsstaat) karena perwujudan gagasan demokrasi memerlukan instrumen hukum untuk mencegah munculnya mobokrasi,11 yang akan mengancam pelaksanaan demokrasi itu sendiri.12 Implementasi yang lebih sederhana atas pelaksana hak tersebut melahirkan kemunculan organisasi masyarakat (selanjutnya disebut ormas) sebagai wadah berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.13 Sejarah kelahiran ormas di Indonesia yang diawali dengan munculnya kelompok masyarakat yang senang berkumpul, memiliki arti penting bagi kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Organisasi masyarakat yang pada masa pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan terbukti memiliki andil besar dalam kelahiran Indonesia dan memperkuat fondasi hubungan dan interaksi antara negara dan bangsa (warga negara). Organisasi Kemasyarakatan sebagai wadah bagi masyarakat untuk berserikat dan berkumpul merupakan salah satu hak asasi manusia yang terdapat dalam instrumen-instrumen HAM, dimana kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat dikenal sebagai tiga kebebasan dasar yang merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi manusia, terutama dalam rumpun hak sipil dan politik.14 Melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas), keberadaan organisasi masyarakat mendapatkan sejumlah pengaturan, terutama pengaturan ideologi yang secara ketat mengharuskan penempatan Pancasila sebagai asas tunggal. Tidak hanya itu, 11
Mobokrasi adalah terminologi yang diperkenalkan oleh Aristoteles untuk menyebut bentuk pemerosotan dari demokrasi. 12 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Op. Cit. 13 Lihat Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Masyarakat Pasal 1. 14 Komisi Hukum Nasional RI, Pendapat Komisi Hukum Nasional RI Tentang Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat, hlm. 3.
Hal | 4
menurut UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi masyarakat, pemerintah dapat membekukan dan/atau membubarkan pengurus organisasi masyarakat tanpa melalui proses hukum apabila organisasi masyarakat melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan pemerintah, dan memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan negara.15 Keberadaan Organisasi Masyarakat dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yang lahir pada masa orde baru digunakan sebagai alat penguasa di masa lalu untuk mengawasi dan mengekang kebebasan berorganisasi. Sebab, organisasi kemasyarakatan dianggap lebih kental dengan nuansa politik dibandingkan argumentasi hukumnya.16 Kekhawatiran terhadap peran dan posisi Ormas sebagaimana dipaparkan di atas mendorong lahirnya Rancangan Undang-Undang Organisasi masyarakat sebagai regulasi yang kuat bagi keberadaan Organisasi Masyarakat di Indonesia. Rancangan Undang-Undang Organisasi masyarakat harus mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengatur ruang lingkup dan definisi organisasi masyarakat secara jelas terkait dengan aspek legal administratif, serta Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan harus mencerminkan keseimbangan antara hak-hak individual untuk melaksanakan kebebasannya dan kebutuhan perlindungan kepentingan umum.17 Penyempurnaan undang-undang dan peraturan hukum yang berkaitan dengan Organisasi Kemasyarakatan sangat diperlukan demi kepentingan umum dan memberikan perlindungan bagi Organisasi Kemasyarakatan sendiri. Sebagaimana yang dinyatakan Leon E. Irish, undang-undang perlu ada di dalam semua masyarakat yang terbuka untuk menjamin dan melindungi kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul secara damai bagi seluruh warga negara.18
15
Lihat Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Masyarakat Bab VII
Pasal 13. 16
Komisi Hukum Nasional RI, Op.,Cit, hlm. 4 Leon E. Irish, Robert Kushen and Karla W. Simon, Guidelines for Laws Affecting Civic Organization, Open Society Institute, International Centre for Not-for-Profit Law, New York, 2004, hlm. 10 di kutip oleh Komisi Hukum Nasional RI, Pendapat Komisi Hukum Nasional RI Tentang Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat, Op.,Cit. 18 Ibid, hlm 2. 17
Hal | 5
2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengaturan terhadap Organisasi Masyarakat yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 masih sesuai dengan perkembangan masyarakat pasca reformasi? 2. Bagaimana seharusnya substansi/materi muatan pengaturan terhadap Organisasi Masyarakat pasca reformasi? 3. Kerangka Teori Undang-undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) disebutkan 19”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar” serta pada ayat (3) disebutkan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” kedua ayat ini menjadi landasan konstitusional bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut prinsip Negara Hukum Demokrasi. R. Supomo dalam hal ini memberikan pengertian negara hukum sebagai negara yang tunduk pada hukum, peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat perlengkapan negara. Di dalam negara hukum menjamin tertib hukum dalam masyarakat yang artinya memberikan perlindungan hukum, antar hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik.20 F.J Stahl mengemukakan empat unsur dari negara hukum (Rechtsstaat), yakni: 1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia 2. Adanya pembagian kekuasaan; 3. Pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum; dan 4. Adanya peradilan administrasi.21 Konsep negara hukum di Eropa yang dikenal dengan Rule Of law yang sangat terkenal uraian A.V. Dicey dalam bukunya yang berjudul “law and constitution” (1952). Dalam bukunya tersebur Dicey menyatakan bahwa unsurunsur Rule of Law mencakup:
19
Lihat ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945. Pendapat Supomo dikutip oleh Sirajuddin, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 13. 21 Ibid hlm. 1 20
Hal | 6
1. Supremasi aturan-aturan hukum. Tidak adanya kekuasaan yang bersifat sewenang-wenang dalam arti bahwa seseorang boleh dihukum jika melanggar hukum. 2. Kedudukan yang sama di hadapan hukum. Dalil ini yang berlaku, baik bagi mereka rakyat kebanyakan maupun pejabat. 3. Terjadinya hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusankeputusan pengadilan.22 Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian mengalami beberapa penyempurnaan, yang secara umum dapat dilihat di antaranya:23 a. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat; b. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; c. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); d. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; e. Adanya pengawasan dari badan-badan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam artian lembaga peradilan tersebut benarbenar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif; f. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah; g. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran rakyat. B. PEMBAHASAN Merupakan suatu hak warga Negara untuk melaksanakan kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat di dalam suatu Negara hukum yang demokratis sebagaimana diterangkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat dalam Pasal 28 serta Pasal 28 E Ayat (3).24
22
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992,
hlm. 58. 23
Ridwan. HR. Op.,Cit. hlm. 4 Kemerdekaan berserikat dan, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang, serta setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendatap. Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 dan Pasal 28 E Ayat (3). 24
Hal | 7
Organisasi kemasyarakatan merupakan wujud nyata dari masyarakat dalam keikutsertaan secara aktif yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menjamin terdapatnya persatuan bangsa, keberhasilan pembangunan nasional, serta untuk menjamin tercapai tujuan nasional.25 Di dalam Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 1 menyatakan bahwa:26 “…Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila…” Organisasi kemasayarakatan juga mempunyai beberapa fungsi yang diterangkan di dalam Pasal 5 Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, yaitu27: a. Sebagai wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya; b. Wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi; c. Sebagai wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional; d. Sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, badan permusyawaratan/perwakilan rakyat, dan pemerintah. Mengenai pembentukan Organisasi Kemasyarakatan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 1986 Tentang pelaksanaan UndangUndang (UU) No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yang terdapat pada Pasal 2 Ayat (1), (2), dan (3)28. 25
Komisi Hukum Nasional RI, Pendapat Komisi Hukum Nasional RI Tentang Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat, hlm. 4. 26 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 1. 27 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 5. 28 Pasal 2 PP No. 18 Tahun 1986 Tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menyatakan bahwa: (1). Anggota masyarakat warganegara Republik Indonesia secara sukarela dapat membentuk organisasi kemasyarakatan atas dsar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Hal | 8
Perkataan mengenai â€œâ€Śreformasi‌â€? seringkali terkait dengan banyak ranah, tidak saja terbatas pada kaitan hukum dan politik, melainkan terkait juga dengan aspek-aspek penting lainnya seperti, ekonomi, budaya, gender, militer dan etika atau moralitas. Tuntutan reformasi pada tahun 1998 menghendaki adanya perubahan fundamental terhadap hukum dan politik, ini dikarenakan sesuai dengan implikasi sosial dan politis ketika kekuatan zaman menuntut reformasi menjadi begitu besar.29 Pengalaman orde baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa kehancuran bagi Negara dan penderitaan terhadap rakyat. Oleh sebab itu bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi yang merupakan suatu proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, serta pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).30 Langkah awal yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002), perubahan penting dilakukan terhadap UUD 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis.31 Pergeseran kekuasaan dan perubahan yang dikehendaki rakyat dalam kurun waktu seperempat abad lebih tersebut yang seolah dalam sedetik terjadi dalam perubahan paradigmatic peta perpolitikan di Indonesia kala itu dalam sejarah konstitusi Indonesia, secara otomatis Wakil Presiden B.J.Habibie menduduki kursi orang pertama RI menggantikan Soeharto sampai habis masa jabatannya.32 Pada saat Presiden Habibie memimpin inilah di kenal dengan perkataan era reformasi di karenakan pada saat ini demokrasi mulai dilakukan, ditandai dengan adanya kebebasan mengeluarkan pendapat yang merupakan salah satu (2). Organisasi Kemasyarakatan yang baru dibentuk Pengurusnya memberitahukan secara tertulis kepada pemerintah sesuai dengan ruang lingkup keberadaannya. (3). Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak tanggal pembentukanya dengan melampirkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Susunan Pengurus. 29 Bambang Sutiyoso. Aktualisasi Hukum dalam Era Reformasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Hlm. XI. 30 Meriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012. Hlm. 134. 31 Ibid. 32 Ibid. Hlm.3- 4
Hal | 9
unsur dari demokrasi dimana tidak adanya rasa takut oleh rakyat untuk berbeda pendapat, untuk berserikat serta tidak ada keraguan untuk memasuki partai politik tertentu.33 Perubahan tersebut menimbulkan nilai-nilai baru di dalam menjalani pemerintahan, pada pemerintahan Orde Baru cenderung kepada kekuasaan yang bersifat tunggal, cenderung otoriter serta tertutup sedangkan pada era reformasi menimbulkan nilai-nilai yang bersifat kebebasan, kemerdekaan, persamaan, keadilan, keterbukaan dan lain sebagainya.34 Perubahan terhadap nilai-nilai yang berkembang di dalam pemerintahan pada masa reformasi sekarang berpengaruh juga terhadap Undang-Undang Tentang Organisasi Kemasyarakatan, dalam hal ini penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan tentang organisasi kemasyarakatan perlu diadakan agar tercipta suatu perlindungan terhadap organisasi masyarakat dan kepentingan umum.35 Leon E. Irish berpendapat bahwa aturan mutlak diperlukan di dalam masyarakat yang bersifat terbuka agar terdapat jaminan perlindungan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul serta berpendapat yang dilakukan secara damai bagi warga Negara, aturan hukum juga diperlukan untuk melindungi publik dari adanya penyalahgunaan Organisasi Kemasyarakatan.36 Pada awalnya prinsip mengenai kebebasan dan kemerdekaan untuk berserikat terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 28 yang merupakan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum reformasi, yang menyatakan:37 â€œâ€Śkemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UndangUndang‌â€? Berdasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut belum terdapat adanya jaminan konstitusional yang tegas dan langsung, hanya menyatakan akan ditetapkan melalui sebuah Undang-Undang tidak menyatakan
33
Miftah Thoha. Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia. Yogyakarta: Thafa Media, 2012. Hlm. 31. 34 Bambang Istianto. Demokratisasi Birokrasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011. Hlm. 126. 35 Komisi Hukum Nasional RI, Op., Cit. hlm. 2. 36 Leon E. Irish, Robert Kushen and Karla W. Simon, guidelines for laws Affecting Civic Organization, Open Society Institute, International Centre for Not-for-Profit Law, New York, 2004, hlm. 10. Dikutip oleh Komisi Hukum Nasional RI. Ibid. Hlm. 3. 37 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28.
Hal | 10
secara tegas dan secara langsung mengenai kebebasan warga negaranya perihal hak-hak warga negara.38 Selain itu, berdasarkan Pasal 28, kemerdekaan berkumpul, berserikat dan menyampaikan pikiran yang merupakan hak asasi manusia (HAM), diartikan dan tergantung pada kemauan seorang presiden, seperti pada UU Organisasi Kemasyarakatan dibuat untuk kepentingan Presiden dan Orde Barunya.39 Setelah reformasi mulai berlaku yang ditandai dengan jatuhnya Rezim Orde Baru, melalui amandemen kedua terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan pada tahun 2000, maka jaminan konstitusional mengenai kebebasan berserikat menjadi lebih tegas sesuai dengan yang terdapat di dalam Pasal 28 E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan:40 â€œâ€Śsetiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat‌â€? Dengan adanya Pasal 28 E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 terdapat tiga hal yang dijamin secara tegas oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan sebagai berikut:41 a. Adanya jaminan terhadap kebebasan untuk berserikat atau beroganisasi (Freedom of association); b. Adanya jaminan terhadap kebebasan untuk berkumpul (Freedom of assembly); dan c. Adanya jaminan kebebasan untuk menyatakan pendapat (Freedom of expression). Setiap orang diberi hak untuk bebas membentuk atau ikut serta dalam keanggotaan atau pun menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian kita tidak lagi memerlukan pengaturan oleh undang-undang untuk memastikan adanya kemerdekaan atau kebebasan bagi setiap orang itu untuk berorganisasi dalam wilayah negara Republik Indonesia. 42
Akantetapi, untuk melaksanakan kegiatan organisasi tersebut diperlukan pengaturan mengenai cara pembentukannya, pembinaan, penyelenggaraan kegiatan, sistem pengawasan, dan pembubaran organisasi. Karena itu, 38
Jimly Asshiddiqie, Kebebasan Berserikat di dalam Undang-Undang, http://jimlyschool.com/read/analisis/274/mengatur-kebebasan-berserikat-dalamundangundang/. Di akses 30 Mei 2013 Jam 12.25 WIB. 39 Moh. Alifuddin, Berdemokrasi (Panduan Praktis Perilaku Demokratis), Jakarta. MagnaScript Publishing. 2012, Op.Cit. Hlm. 27. 40 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E Ayat (3). 41 Jimly Asshiddiqie. Op.Cit. 42 Ibid.
Hal | 11
dipandang perlu untuk menyusun suatu undang-undang baru untuk menggantikan undang-undang lama yang disusun berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum reformasi, yaitu Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.43 Pendapat Jimly Asshiddiqie di dalam tulisannya “Mengatur Kebebasan Berserikat di dalam Undang-Undang” untuk menyiapkan pengaturan Organisasi Kemasyarakatan oleh pemerintah, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:44 a. Terdapat prinsip pemisahan (decoupling) antara wilayah Negara, wilayah masyarakat serta dunia usaha; b. Adanya prinsip “legal and constitutional organization” c. Terdapat prinsip pemerintahan yang baik “good governance”, dan d. Kebutuhan dalam hal “organizational empowerment” untuk mewujudkan suatu prinsip “freedom of association” agar tetap menjamin serta tidak mengurangi mengurangi prinsip kebebasan dalam hal berkeyakinan, berpikir serta kebebasan tentang berpendapat. Pengaturan mengenai Organisasi Kemasyarakatan di dalam hal ini mengikuti perkembangan yang terjadi di dalam sistem ketatanegaraan yang ada yang menginginkan adanya “legal and constitutional government” serta adanya keinginan untuk mewujudkan “good governance” bahwa kegiatan komunitas organisasi di ketiga wilayah yaitu Negara, dunia usaha dan masyarakat harus berada di kedudukan yang seimbang, saling menunjang satu sama lainnya untuk mewujudkan kemajuan bangsa.45 C. BAGIAN AKHIR 1. Kesimpulan Berdasarkan pada permasalahan serta dengan adanya pembahasan mengenai rumusan permasalahan pada tulisan diatas, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut: Bahwa pengaturan terhadap ormas berdasarkan pada UU tersebut sudah tidak sesuai lagi ini dikarenakan pasca reformasi nilai-nilai yang berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat yaitu nilai-nilai demokrasi
43
Ibid. Ibid. 45 Ibid. 44
Hal | 12

yang lebih mencerminkan kepada kebebasan, kemerdekaan, persamaan hak, kontrol serta partisipasi. Bahwa pengaturan terhadap organisasi masyarakat yang akan dibentuk dalam suatu peraturan perundang-undangan yang baru, harus lebih mencerminkan nilai-nilai demokrasi, serta melihat pada perkembangan organisasi masyarakat yang telah berkembang sehingga tidak menimbulkan sifat otoriter yang baru di pemerintah.
2. Saran Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis memberikan beberapa rekomendasi terhadap pengaturan yang akan diberikan kepada Organisasi Masyarakat melalui Rancangan UndangUndang, yaitu sebagai berikut:  Pengaturan yang akan diberikan kepada organisasi masyarakat melalui peraturan perundang-undangan yang baru yang memperhatikan nilai-nilai demokrasi yang telah berkembang.  Pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang mengenai Organisasi Kemasyarakatan yang dapat menimbulkan sifat otoriter model baru agar dihapuskan misalkan saja pasal yang mengharuskan Organisasi Kemasyarakatan untuk mendaftarkan diri kepemerintah, yang apabila tidak mendaftarkan berakibat Organisasi Kemasyarakatan tidak dapat beroperasi/beraktifitas.  Pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang mengenai organisasi kemasyarakatan yang bersifat ambigu serta dapat menimbulkan berbagai penafsiran mengenai isi pasal tersebut agar dihapuskan atau diperjelas arti dari isi pasal tersebut.
Hal | 13
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU LITERATUR: Alifuddin, Moh, Berdemokrasi (Panduan Praktis Perilaku Demokratis), Jakarta. MagnaScript Publishing. 2012. Asshiddiqie, Jimly . Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sepihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Jakarta. Konstitusi Press. 2005. ______________. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta. Konstitusi Press. 2005. ______________. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2008. Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama, 1992. ______________. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama, 2012. HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta. UII-Press. 2002. Huda, Ni‟Matul. Hukum Tata Negara, Edisi Revisi. Jakarta. PT. RajaGrafindo. 2010. Istianto, Bambang, Demokratisasi Birokrasi. Jakarta. Mitra Wacana Media, 2011. Sirajuddin. Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik. Bandung. PT Citra Aditya Bakti, 2006. Sutiyoso, Bambang, Aktualisasi Hukum dalam Era Reformasi. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 2004. Thoha, Miftah, Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia, Yogyakarta. Thafa Media, 2012. B.
PERUNDANG-UNDANGAN: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Masyarakat. PP No. 18 Tahun 1986 Tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
C. SUMBER LAIN-LAIN Komisi Hukum Nasional RI, Pendapat Komisi Hukum Nasional RI Tentang Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat. Hal | 14

Jimly Asshiddiqie, Kebebasan Berserikat di dalam Undang-Undang http://jimlyschool.com/read/analisis/274/mengatur-kebebasan-berserikatdalam-undangundang/. Di akses 30 Mei 2013 Jam 12.25 WIB
Hal | 15