Ej perdata #1 febri murtiningtias

Page 1

Kewenangan Pengawasan Di Bidang Jasa Keuangan (Studi Terhadap Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang No.21tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) Oleh: Febri Murtiningtias, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan Arfiana Novera, SH.,M.Hum


Kewenangan Pengawasan Di Bidang Jasa Keuangan (Studi Terhadap Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang No.21tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) Oleh: Febri Murtiningtias, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan H. Amrullah Arpan, SH.,SU dan Arfiana Novera, SH.,M.Hum

Abstrak: Bank menurut UU No. 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 2 tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan utama perbankan dalam memajukan perekonomian suatu Negara sangatlah besar Namun dalam perkembangannya fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap bank yang dimiliki oleh Bank Indonesia akan berpindah seluruhnya kepada sebuah lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang bernama Otoritas Jasa Keuangan(OJK) pada akhir tahun 2013 sesuai dengan yang diamanatkan pada UU No.21 tahu 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 55. Dikarenakan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Kata Kunci: Bank Indonesia(Bank Sentral), Otoritas Jasa Keuangan (OJK). A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dewasa ini perekonomian suatu Negara sangat dipengaruhi oleh keberadaan lembaga perbankan. Perekonomian yang baik dapat di percepat dengan adanya system perbankan yang sehat. Bank menurut UU No. 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 2 tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Malayu S.P Hasibuan, dalam dunia modern sekarang ini, peranan utama perbankan dalam memajukan perekonomian suatu Negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berkembang dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank. Oleh karena itu, pada saat ini dan pada masa yang akan mendating kita tidak akan dapat lepas dari dunia perbankan, jika hendak menjalankan aktivitas Hal | 208


keuangan, baik peroranagan maupun lembaga, baik segi sosial atau perusahaan.1 Menurut Drs. H. Malayu S. P Hasibuan keberadaan lembaga perbankan dipengaruhi dan bergantung pada kepercayaan masyarakat. Agar rasa kepercayaan dan rasa aman masyarakat dapat terpelihara dengan baik, dan tujuan dari pembangunan serta perekonomian dapat berjalan lancar, diperlukan suatu lembaga atau institusi atau badan yang membina dan mengawasi bidang perbankan.yaitu Bank Sentral. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengawasan dari suatu lembaga yang independen dari pengaruh pemerintah, di Indonesia lembaga tersebut bernama Bank Indonesia (BI) selaku Bank Sentral. Bank Indonesia adalah Institusi Negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 4 ayat 2 tentang Bank Indonesia. Dengan adanya Undang-Undang tentang Bank Indonesia ini pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya wajib menolak dan mengabaikan segala bentuk campur tangan terhadap tugas Bank Indonesia, maupun Dewan Gubernur dan pejabat Bank Indonesia yang tidak menolak campur tangan pihak lain, dikenai ancaman pidana berat dan denda yang besar. Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai kedudukan yang khusus dalam struktur ketatanegaraan RI. Sebagai lembaga Negara, kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan DPR, MA, BPK atau Presiden yang merupakan Lembaga Tinggi Negara. Kedudukan Bank Indonesia Juga tidak sama dengan departemen karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar pemerintah. Dalam pelaksanaannya tugasnya, Bank Indonesia mempunyai hubungan kerja dengan DPR, BPK seta Pemerintah. Esensi dari status dan kedudukan Bank Indonesia adalah agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia dapat lebih efektif. Implikasinya, Bank Indonesia harus lebih transparan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada nilai tukar dan laju inflasi. Berbeda dengan Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang tidak mencantumkan secara tegas mengenai tugas Bank Indonesia, dalam Undang-undang No.23 Tahun 1999, dinyatakan secara tegas bahwa tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Tugas ini merupakan single objective atau tujuan tunggal. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata 1

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm.2

Hal | 209


uang Negara lain. 2 Tugas sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia. Dalam posisi Bank Sentral sekarang yang amat penting ini dan berperan sangat dominan dalam system ekonomi suatu Negara, maka Bank Sentral mempunyai fungsi sebagai lender of last resort. Fungsi sebagai lender of last resort ini adalah fungsi Bank Sentral dalam mengatasi kesulitan yang dialami oleh perbankan yang tidak sering terjadi. Pada dasarnya Bank Sentral atau Bank Indonesia diberi kebebasan untuk melakukan control terhadap system keuangan Negara, karena pada hakekatnya tujuan utamanya pendirian Bank Sentral menjaga stabilitas harga dan memelihara pertumbuhan ekonomi dan kestabilan keuangan. Selain dalam menjaga kestabilitas keuangan Bank Indonesia juga mempunyai peran dalam pengawasan dan pengaturan di sektor keuangan. Dalam hal pengawasan dan pengaturan Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi Perbankan Indonesia. Dalam hal pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap dunia secara esensial tugas pokok itu antara lain menjaga inflasi agar tidak menjadi tinggi, menjaga interest ratedan, menjaga kestabilan nilai mata uang dan mengatur kredit. . Dalam amanat pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia secara jelas telah disebutkan dalam UndangUndang Bank Indonesia yang merupakan Undang-Undang Organik sebagai pelaksanaan dari Pasal 23 D UUD 1945, sehingga nampak terdapat materi sisipan untuk pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (sekarang 2

Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan Bab II Penggolongan Bank, Bumi Aksara, Bandung 2009, Hlm.31

Hal | 210


disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan). Hal tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana OJK memiliki kewenangan terhadap beberapa sektor penting penunjang perekonomian Indonesia antara lain : Lembaga perbankan; Pasar Modal; Perasuransian; dana pensiun dan lembaga pembiayaan. 3 Pada awalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada 3 4hal yang melatar belakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan 1. Perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, 2. Permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan dan 3. Amanat Undang-Undang Indonesia(pasal 34).

No.3

Tahun

2004

tentang

Bank

Dalam ketentuan peralihan undang-undang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 55. Pada ayat 1 disebutkan bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.. Sedangkan dalam ayat 2 pasal yang sama disebutkan, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Salah satu wewenang yang perlu digarisbawahi adalah bahwa lembaga ini berwenang untuk menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 5 Kewenangan dan penyidikan pasar modal yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan lebih luas dibandingkan fungsi sejenis di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Pejabat Bapepam-LK mengatakan OJK berwenang menyidik dan mengajukan gugatan hukum guna melindungi hak-hak investor dan indistri pasar modal. Beberapa hal yang terkait perluasan wewenang tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 3

Zulfi Diane Zaini, Hubungan Hukum Bank Indonesia dengan OJK,.,http://zulfidianezaini.blogspot.com/2012/12/hubungan-hukum-bank-indonesiadengan.html, diunduh pada tanggal 7 Febuari 2013, pada pukul01.03 Wib. 4 Nurul Ariska FeraniOtoritas Jasa Keuanga,http://www.keuanganlsm.com/article/otoritas-jasa-keuangan-ojk/ diunduh pada tanggal 27 januari 2013 pada pukul 20.22 WIB. 5 http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/09/26/otoritas-jasa-keuangan-ojk-dibentukkarena-trauma-century-490381.html, diunduh pada tanggal 7 Febuari, pada pukul 01.47 Wib.

Hal | 211


berwenang memberikan sanksi dalam berbagai tingkatan ke lembaga keuangan, mulai dari sanksi administratif, mencabut izin usaha, dan membekukan lembaga keuangan yang terindikasi merugikan insvestor.6

2. Rumusan Permasalahan 1. Bagaimana kedudukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan lembaga perbankan setelah berlakunya UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan? 2. Bagaimana kewenangan pengawasan terhadap lembaga Jasa Keuangan menurut UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?

3. Kerangka Konsep Perusahaan Jasa Keuangan adalah perusahaan yang lingkup kerjanya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan atau sejenis dengan itu dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman dan atau pendanaan untuk pihak ke 3 sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyerahkannya kembali haruslah suatu perusahaan yang professional dan harus dapat dipercaya. Untuk meningkatkan kepercayaan itu diperlukan lembaga pengawasan. Fungsi lembaga ini dulunya diserahkan kepada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, akan tetapi dengan berlakunya UU No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan fungsi ini dialihkan ke OJK sebagai lembaga yang independen. Sebagai lembaga baru yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan Bank Indonesia, diperkirakan akan menimbulkan beberapa hambatan dalam pelaksanaan tugas tersebut. Sekalipun sudah diambil alih oleh OJK, Bank Indonesia oleh secara serta merta mengalihkan fungsi tersebut. Dengan perkataan lain konsep dasarnya tidak memperlakukan suatu peraturan secara serta merta tanpa di persilahkan factor-faktor pendukungnya.

6

Rheza Andika Pamungkas, http://www.indonesiafinancetoday.com/read/19941/WewenangOJK-Lebih-Luas, diunduh pada tanggal 5 Febuari 2013 pada pukul 20.05 Wib.

Hal | 212


B. PEMBAHASAN 1. Kedudukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan lembaga perbankan setelah berlakunya UU No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam hal ini status kedudukan Bank Indonesia sebagai duatu lembaga Negara yang independen. Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 Tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undangundang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.7 Bank Indonesia juga mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dalam setiap melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana di tentukan dalam undang-undang tersebut. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.8 Dalam kapasitasnya sendiri sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.9 Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.10 Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia

7

http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/, diunduh pada tanggal 11 April 2013 pada pukul 23.03 WIB. 8 http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+ Kedudukan/, diunduh pada tanggal 11 April 2013 pada pukul 23.03 WIB. 9 http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+ Tugas/, diunduh pada tanggal 11 April 2013 pada pukul 23.18 WIB. 10

http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/, diundih pada tanggal 11 April 2013 pada pukul 23. 18 WIB.

Hal | 213


didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya, 11 antara lain yaitu :menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga system kelancaran system pembayaran, mengatur dan mengawasi bank. Pengaturan dan pengawasan Bank bertujuan agar institusi tersebut dapat berjalan dalam koridor kehati-hatian yang muaranya melindungi kepentingan nasabah. Biasanya pengaturan dan pengawasan Bank mengikuti perkembangan produk dan layanan jasa perbankan. Ambil contoh Indonesia. Tatkala produk dan layanan perbankan di dalam negeri masih tergolong konvensional, yakni sebatas simpanan dan kredit, fungsi pengawasan Bank dalam kerangka menjaga stabilitas system keuangan (SSK) di percayakan kepada Bank Indonesia (BI). 12 Namun, seiring berjalannya waktu, produk dan layanan perbankan terus mengalami perkembangan yang terintegrasi dengan produk keuangan lainnya, seperti asuransi, pasar modal hiugga dana pensiun. Akhir-akhir ini, tren konglomerat di indistri keuangan pun seperti tak terhindarkan. Ada Bank yang memiliki anak usaha di industri asuransi, lembaga keuangan nonbank, dana pensiun, dan lainnya. Untuk mengawasi industri keuangan yang menggurita ini sudah barang tentu diperlakukan pengawasan yang terintegrasi. Pengawasan terintegrasi barulah salah satu tawaran pilihan dari sekian banyak model yang bias dipakai sesuai kebutuhan, perkembangan sosial dan politik di setiap Negara. 13 Indonesia memilih model pengawasan terintegrasi dalam mengawasi system perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non Bank dalam satu atau yang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 14 UU No. 21 Tahun 2011 telah membentuk Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang independen dan bebas dari campur tanggan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Lembaga tersebut melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Independen-OJK). 15 Kehadiran OJK mengharuskan BI menyerahkan urusan pengawasan Bank paling lambat akhir Desember 2013. Sedangkan urusan pengawasan industri keuangan nonbank dan 11

http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/, diundih pada tanggal 11 April 2013 pada pukul 23. 18 WIB 12 Gerai Info, News Letter Bank Indonesia, Edisi 33, Desember 2012, Tahun3. Hlm.1 13 Ibid. Hlm.1 14 Ibid. Hlm.1 15 Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, Mencermati Celah Indenpendensi OJK dalam UU OJK.

Hal | 214


pasar modal yang dilakukan Kementrian Keuangan dan Bapepam sudah dialihkan ke OJK awal 2013.16 OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip – prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi indenpedensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparasi dan kewajaran (fairness).17 Dalam info nes letter Bank Indonesia bahwa secara kelembagaan, OJK berada di luar pemerintahan, yang dimkanai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur – unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiscal dan moneter. Pasal 2 ayat (2) UU OJK menegaskan bahwa OJK merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Asas indepedensi secara lebih tegas di tuangkam dalam Penjelasan Umum UU OJK yang menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan antara lain asas indenpedensi yaitu indenpenden dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan UU OJK, OJK akan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di seluruh sektor jasa keuangan yaitu di perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya. Apabila di cermati lebih mendalam, hubungan atau koordinasi OJK dengan lembaga Negara lainnya dapat dilihat dari segi pelaksanaan tugas sebagai berikut 1. Tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yang akan terkait dengan lembaga: a. Bank Indonesia b. LPS 2. Tugas Penyidik, yang terkait dengan lembaga: a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Instansi lain b. Kejaksaan c. Kepolisian d. Pengadilan 3. Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, yang akan terkait dengan : a. Menteri Keuangan 16 17

Info, News Letter Bank Indonesia, Edisi 33, Desember 2012, Tahun3. Hlm.1 Ibid, Hlm.47 (penjelasan umum paragraph 9 UU OJK)

Hal | 215


b. Gubernur Bank Indonesia c. Ketua Dewan Komisioner LPS Hubungan dengan seluruh instansi tersebut tidak langsung diartikan bahwa OJK sebagai lembaga Negara yang tidak independen. Hubungan dan koordinasi, kerjasama dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter dan sektor jasa keuangan. Namun demikian, dalam rangka menjaga indepedensi OJK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tersebut, sebaiknya teknis pelaksanaan hubungan antar instansi tersebut dituangkan secara tertulis dalam suatu peraturan perundang – undangan agar menjadi jelas batasan – batasannya. Dari hubungan antar instansi tersebut, terdapat dua titik rawan pada hubungan kelembagaan yang dapat mempengaruhi OJK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya secara mandiri, yang lebih lanjut di uraikan berikut ini.18 1. Tugas pengaturan dan pengawasan perbankan Pasal 39 UU OJK mengatur bahwa OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam menyusun pengaturan tertentu terkait pengawasan di bidang perbankan. Selain itu, Pasal 40 UU OJK lebih lanjut mengatur bahwa untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya, misalnya dalam rangka penyusunan peraturan pengawasan, Bank Indonesia tetap berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap bank dengan menyampaikan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Penjelasan Pasal 69 Ayat (1) huruf (a) UU OJK menegaskan bahwa tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawsi bank dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan dengan microprudential. Sedangkan Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan terkait macroprudantial. Berkaitan dengan hal ini, jelas tegas bahwa pengaturan perbankan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara independen oleh OJK karena pengaturan microprudential dan macroprudential akan sangat berkaitan. Dalam pengaturan tersebut, kita juga dapat melihat bahwa OJK masih memiliki “ hubungan khusus� dengan Bank Indonesia terutama dalam pengaturan dan pengawasan perbankan. Bagaimanapun Bank Indonesia sebagai bank sentral, dimana sebelum diterbitkannya UU OJK dan pengalihan akan berakhir pada akhir Desember 2013, mengemban dan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank dan memiliki pengalaman lebih lama dalam mengatur dan mengawasi 18

Info, News Letter Bank Indonesia, Edisi 33, Desember 2012, Tahun3. Hlm.47 s/d 49.

Hal | 216


perbankan sehingga masukan pengaturan yang disampaikan oleh Bank Indonesia akan memiliki pengaruh yang besar dalam pengaturan yang dilakukan oleh OJK. 2. Tugas Penyidikan Tugas penyidikan yang dilakukan oleh OJK diatur dalam Pasal 49 s.d Pasal 51 UU OJK. Dalam pelaksanaan tugas penyidikan tersebut, Pegawai Negeri telah diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dapat melakukan kewenangan penyidikan dalam UU OJK. Pasal 49 ayat 3 huruf I UU OJK lebih lanjut mengatur bahwa PPNS di sektor jasa keuangan berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lain dalam hal ini Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan. Dalam hal ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Pasal 51 UU OJK yang menyebutkan bahwa PPNS yang di pekerjakan di OJK hanya dapat ditarik dengan pemberitahuan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum penarikan dan tidak sedang menangani perkara. Hal ini dapat di artikan bahwa di mungkinkan adanya PPNS yang merupakan penugasan dari instansi lain misalnya penyidik dari Kepolisian Negara RI 19 atau Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat BapepamLK)20 yang di pekerjakan di OJK. Dengan adanya penugasan bersifat sementara dari instansi lain tersebut, tugas penyidikan menjadi tidak murni dilakukan oleh OJK karena adanya campur tangan dari instansi/lembaga lain mengingat pejabatnya di pekerjakan di OJK.21. Pasca OJK, Bank Sentral, akan fokus mengurusi kebijakan moneter dan menjaga Stabilitas System Keuangan (SSK) melalui pengawasan 19

Pasal 6 KUHAP berbunyi sebagai berikut : Pasal 6 (1) Penyidik adalah: a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang di beri wewenang khusus oleh undnagundang (2) Syarat kepangkatan pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. 20 Pasal 101 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berbunyi sebagai berikut: Pasal 101 Ayat 2 Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Bapepam di beri wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 21 Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, Mencermati Celah Indenpendensi OJK dalam UU OJK. Hlm. 51.

Hal | 217


makroprudensial sebagaimana diamanatkan pada pasal 7 UU OJK. 22 Yang dimaksud dengan pengawsan makroprudensial adalah upaya meningkatkan ketahanan system keuangan dan memitigrasi resiko sistemik yang timbul akibat keterkaitan antarinstitusi keuangan.23 2. Kewenangan pengawasan terhadap lembaga Jasa menurut UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan UU No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam hal kewenangan pengawasan di bidang jasa keuangan disini penulis akan membandingkan kewenangan antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dengan cara studi terhadap UU tentang Bank Indonesia ( UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 dan PERPU Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia) dengan UU Otoritas Jasa Keuangan (UU No. 21 Tahun 2011). Diawali dengan kewenangan pengawasan di bidang jasa keuangan studi terhadap UU tentang Bank Indonesia (UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 dan PERPU Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia), antara lain: Dalam Pasal 7 Bab III tentang Tujuan dan Tugas dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia adalah: Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menyebutkan bahwa Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter b. Mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran c. Mengatur dan mengawasi Bank Pada Bab VI Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank dalam pasal 24, yang berbunyi sebagai berikut : Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu 22

Gerai Info : Duet Hebring BI & OJK Mengenjot Pertumbuhan Ekonomi, , Edisi 33, Desember 2012, Tahun3, Newsletter Bank Indonesia. Hlm.1 23 Ibid. Hlm.1

Hal | 218


dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lanjutannya pada Pasal 25 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengaur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinnsip kehati-hatian. (2) Pelaksanaan kewenangan sebgaimana dimaksudkan pada ayat (1) di tetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 26 yang berbunyi sebagai berkut : Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 24, Bank Indonesia : a. Memberikan dan mencabut izin usaha Bank b. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor Bank c. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dari kepengurusan Bank d. Memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan – kegiatan usaha tertentu Pasal 27 yang berbunyi sebagai berikut : Pengawsan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawsan langsung dan tidak langsung. Pada Pasal 28 UU No. 23 Tahun 1999 menegaskan bahwa ; (1) Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang di tetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasidari Bank. Pada Pasal 29 disebutkan bahwa: (1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila di perlukan. (2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur Bank. (3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada pemeriksa: a. Keterangan dan data yang diminta b. Kesempatan untuk melihat semua pembukuan dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya: c. Hal-hal lain yang di perlukan Hal | 219


Pada pasal 30 juga disebutkan beberapa hal yaitu: (1) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2). (2) Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib merahasiakan keterangan dan datayang di peroleh dalam pemeriksaan. (3) Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Dalam Pasal 31 disebutkan bahwa: (1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tersebut apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan. (2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut. (3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak di perboleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pada Pasal 32 disebutkan; (1) Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan system informasi antar Bank. (2) System informasi sebgaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. (3) Penyelenggaraan system informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Dalam Pasal 33 yang berbunyi ; Dalam hal kegiatan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan atau membahayakan system perbankan atau terjadi kesulitan perbankan dan membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang – undang tentang perbankanyang berlaku. Dan yang terakhir ada dalam Pasal 34 yang berbunyi ;

Hal | 220


(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independendan di bentuk oleh Undang-Undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana di maksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Adapun beberapa perubahan atas beberapa Pasal yang ada pada UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang kewenangan Bank Indonesia di sektor pengawasan perbankan, Ketentuan Pasal 7 diubah, dan ditambah 1(satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebgaai berikut; (1) Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Dalam Pasal 34 pun dalam UU No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 yaitu penjelasan Pasal 34 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, dan ketentuan Pasal 34 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 34 berbunyi sebagai berikut; (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan di bentuk dengan Undang-Undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Dalam hal pengawasan itu dalam proses penyelidikannya, UU No.3 Tahun2004 tentang Bank Indonesia maupun UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 Bank Indonesia tidak berwenang untuk melakukan penyidikan tapi menurut UU ini penyidikan tentang tindak pidana dilakukan oleh Kepolisian Republlik Indonesia dalam hal tindak pidana umum dan Kejaksaan Republik Indonesia kalau di kualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Seperti yang tercantum dalam Bab XI Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif pada Pasal 67 “Barang siapa yang melakukan campur tangan terhadap pelasanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat(1) diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2(dua) tahun dan paling lama 5(lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.2.000.000.000,(dua milyar rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Di atas telah penulis jabarkan kewengan Bank Indonesia pasa pengawasan di sektor keungan menurut UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU Hal | 221


No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 dan PERPU Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Sekarang penulis akan menjabarkan juga kewenangnan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurut UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dalam pembentukkan UU No.21 Tahun 2011, menimbang antara lain; a. Bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat; b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan; Dan juga mengingat antara lain; 1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Tahun 1999 Nomor 23 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); Menurut Ketentuan Umum pasal 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK, disini dikatakan bahwa OJK adalah suatu lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dalam Bab III juga disebutkan Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang OJK. Hal | 222


Pada pasal 4 disebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan : a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b.Mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c. Mampu melindungi kpentingan konsumen dan masyarakat Begitu pula dalam pasal 5 UU No. 21 Tahun 2011, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terinegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Lanjutan pada pasal 6 yang menyebutkan bahawa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawsan terhadap : a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan b.Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Selanjutnya pada pasal 7 untuk menjelaskan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang : a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan Bank yang meliputi; 1. Perizinan untuk pendirian Bank, pembukaan kantor Bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepenggurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank, serta pencabutan izin usaha Bank; 2. Kegiatan usaha Bank, antara lain sumber dana, produk hibrinasi, dan aktivitas di bidang jasa b.Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang meliputi; 1. Likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan Bank; 2. Laporan Bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja Bank; 3. Sistem informasi debitur; 4. Pengujian kredit (credit testing), dan 5. Standar akutansi Bank; c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian Bank meliputi; 1. Manajemen risiko; 2. Tata kelola Bank; 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencurian uang; dan Hal | 223


4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; d.Pemeriksaan Bank Dalam pasal 20 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, yang mengemukakan bahwa tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dilaksanakan oleh Dewan Komisioner. Dan lanjutan dalam pasal 21 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, Dewan Komisioner menetapkan pengaturan OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Kepurusan Dewan Komisioner. Dalam bab X UU No. 21 Tahun 2011 dijelaskan hubungan kelembagaan dimana disini dijelaskan hubungan antara OJK dengan lembaga keuangan lainnya. Pada pasal 39 disebutkan dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain; a. Kewajiban pemenuhan modal minimum Bank; b. Sistem informasi perbankan yang terpadu; c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri; d. Produk perbankan, tramsaksi derifatif, kegiatan usaha Bank lainnya; e. Penentuan institusi Bank yang masuk kategori systemically important bank; dan f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Lanjutan dari bab X tentang hubungan kelembagaan pada pasal 40 yang menyebutkan bahwa; (1) Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas dam wewenangnya memerlukan pemeriksaam khusus terhadap Bank tertentu. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap Bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulum kepada OJK. (2) Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan Bank. (3) Laporan hasil pemeriksaan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan. Ada juga pada pasal 41 ayat (2), “Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuidasi dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk. OJK akan segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk Hal | 224


melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. Pada pasal 43 dijelaskan bahwa “OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintograsi”. Pada bab XIII UU No.21 Tahun 2011 disini sangat tegas dikatakan tentang ketentuan peralihan yaitu pada pasal 55, bahwa; (1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Keuangan Jasa Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. (2) Sejak tanggal 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Dalam pasal 55 ayat (2) sangat jelas bahwa fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan akan beralih dari Bank Indonesia ke OJK pada tanngan 31 Desember 2013. OJK masih terus melakukan persiapan-persiapan agar pada akhir tahun 2013 fungsi dan tugas OJK dapat berjalan dengan baik. Pada awal 2014, kegiatan pengawasan Bank yang selama ini di jalankan BI akan dialihkan ke OJK. Untuk itulah, kata Endang Kussulanjari, BI melakukan persiapan proses pengalihan fungsi pengawasan Bank ke OJK sebagaimana UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK dengan membentuk dua TF. Kedua TF yakni yang menyiapkan proses Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank ke OJK (TF OJK) dan TF yang menyiapkan bisnis proses BI kedepan setelah fungsi pengawasan beralih ke OJK. “Pada prinsipnya BI siap melaksanakan pengalihan fungsi pengawasan Bank ke OJK “, tandas Endang.24 C. PENUTUP Dari Uraian-Uraian terdahulu, maka penulis mengambil kesimpaulan sebagai berikut : 1. Dengan berlaku efektifnya UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 31 Desember 2013 maka kewenangan pengawasan terhadap lembaga perbankan dilakukan oleh personalia dari 24

Gerai Info, “Menyiapkan Rumah Masa Depan Untuk Pengawasan Bank”, Edisi 33, Desember 2012, Tahun 3, Newsletter Bank Indonesia, Hlm.7

Hal | 225


lembaga independen OJK ini berasal dari Pasal 7 UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang membahas tentang Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang OJK. Sehubungan dengan itu Bank Indonesia tidak dapat secara serta merta mengundurkan diri dari pengawsan di bidang perbankan, karena Bank Indonesia sudah berpengalaman di bidang ini. Dalam kaitan dengan pengawasan itu ada kegiatan atau proses penyidikan. Dalam UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia maupun UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 Bank Indonesia tidak berwenang melakukan penyidikan. Menurut UU ini penyidikan tentang tindak pidana dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia dalam hal tindak pidana umum dan kejaksaan Repeublik Indonesia kalau di kualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Dalam UU No. 21 Tahun 2011, penyidikan untuk tindak pidana perbankan sudah diserahkan kepada lembaga independen OJK.

Hal | 226


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.