Ej perdata #1 henny liauw

Page 1

Transparansi Perizinan Usaha Perkebunan Menurut UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Oleh: Henny Liauw, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Saut Parulian Panjaitan, SH., M.Hum dan Agus Ngadino, SH., MH


Transparansi Perizinan Usaha Perkebunan Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Oleh: Henny Liauw, SH Lulus Tanggal 4 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Saut Parulian Panjaitan, SH., M.Hum dan Agus Ngadino, SH., MH

Abstrak: Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berjuang untuk mewujudkan good governance sebagai konsekuensi negara hukum demokratis. Namun, keadaan yang ada saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Perkebunan sebagai komoditas utama dalam perekonomian nasional mengalami permasalahan yang serius dalam hal perizinan sebagai salah satu bentuk tindakan pemerintah. Adanya indikasi ketidaktransparan aparatur pemerintah dalam melayani publik masih menjadi problema tersendiri di negeri ini. Kesan bahwa dalam pengurusan izin itu bertele-tele, mahal dan melelahkan masih menjadi potret birokrasi perizinan utamanya dalam hal perizinan perkebunan. Hal ini yang melatarbelakangi perlunya konsep transparansi itu mengingat transparansi sebagai salah satu syarat untuk menciptakan good governance Kata kunci : Good governance, birokrasi perizinan, usaha perkebunan, UndangUndang Keterbukaan Informasi Publik, pelayanan publik.

Hal | 1


A. PENDAHULUAN 1. Lata Belakang Transparansi merupakan konsep yang sangat penting sejalan dengan semakin kuatnya keinginan untuk mengembangkan praktik good governance. Praktik good governance mensyaratkan adanya transparansi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan. Pemerintah dituntut untuk terbuka dan menjamin akses stakeholders terhadap berbagai informasi mengenai proses alokasi anggaran untuk pelaksanaan kebijakan, kebijakan publik serta evakuasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan. Tranparansi masih menjadi barang mewah sehingga tidak semua orang dapat menikmatinya. Padahal transparansi menjadi salah satu ukuran penting dari good governance. Governance dinilai baik atau buruk, salah satunya ditentukan oleh tingkat transparansi didalam pemerintahannya. Buruknya transparansi pemerintahan di Indonesia menunjukkan bahwa good governance masih jauh dari realitas kehidupan pemerintahan sehari-hari.1 Terdapat bermacam-macam pelayanan publik dimana masyarakat harus ikut serta dan berperan dalam penyelenggaraan pemerintah yang pada prinsipnya mengatur hubungan antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal hak dan kewajiban masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan pemerintahan yang tentunya hal ini hanya dapat tercapai apabila prinsip transparansi diterapkan sebagai salah satu unsur untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Transparansi sangat dibutuhkan karena akan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai karena informasi merupakan suatu kebutuhan penting masyarakat untuk dapat berpartisipasi. Sulitnya warga untuk memperoleh informasi mengenai perizinan yang diberikan pemerintah serta badan usaha terhadap usaha perkebunan dan juga mengenai proses perizinan usaha perkebunan yang dalam prakteknya seringkali ditemukan ketidaksesuaian prosedur dengan apa yang tercantum dalam peraturan yang telah diatur, hal ini memberikan suatu permasalahan tersendiri dimana pemerintah harus menjalankan fungsinya sebagai penyedia informasi serta hak dari warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasonal. Hal ini tecermin 1

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2008, hlm 226.

Hal | 2


dari mencuatnya isu hukum dimana kalangan pengusaha mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan perkebunan sawit di kawasan hutan produksi secara arif dan bijaksana seperti yang diungkapkan oleh perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Edi Martono, dalam diskusi yang bertema “Dampak Carut Marut Kebijakan Tata Ruang Terhadap Prospek Investasi dan Usaha” yang diselenggarakan Majalah TROPIS di Jakarta. Seperti yang dikutip dari sumber bahwa di dalam diskusi tersebut Edi Martono beranggapan bahwa apabila pengembangan perkebunan sawit itu dianggap salah, tentu kesalahan bukan pada dunia usaha. Mereka telah melengkapi semua izin resmi yang dikeluarkan pemerintah yang resmi. Terhambatnya proses perizinan pemanfaatan lahan menyebabkan rencana revitalisasi perkebunan menjadi maju mundur. Bukan hanya pengembangan perkebunan baru yang terhambat, revitalisasi plasma juga terpengaruh. Mereka mendesak pemerintah agar memperlancar proses perizinan”.2 Dari realitas permasalahan yang timbul di masyarakat itu menunjukkan akibat dari ketidaktransparan yang ada didalam tubuh birokrasi perizinan usaha perkebunan. Maka dari itu, penulis mencoba menelaah mengenai penerapan konsep transparansi dimana masyarakat harus mengetahui secara jelas mulai dari perencanaan, pengambilan kebijakan publik, perizinan usaha perkebunan serta bagaimana tahap pelaksanaannya apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan agar pengelolaan lahan perkebunan ini akan menjadi lebih baik sesuai dengan apa yang menjadi asas dan tujuan usaha perkebunan yang tertuang pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan 3 yang menyatakan bahwa: ”Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta keadilan”. Asas keterbukaan yang tercantum diatas memberi peluang bahwa dalam perizinan usaha perkebunan harus dilakukan secara transparan, bagaimana agar keterbukaan itu menjadi operasional pada hakekatnya tidak dijelaskan secara mendetail pada Undang-Undang perkebunan, namun dengan memahami substansi yang terkandung didalam pasal 2 UndangUndang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan tentu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Publik, artinya ketentuan mengenai perizinan usaha perkebunan memang sudah diatur secara 2

Harian Umum Pelita,“Pemerintah didesak Percepat Proses Izin Permanfaatan Lahan” http://www.pelita.or.id/baca.php?id=89639, diakses 25 Maret 2013, pukul 15.00 wib. 3 Republik Indonesia , Undang- undang Perkebunan, UU No. 18 Tahun 2004, LN No.85 Tahun 2004, TLN No. 4411, Ps. 2 ayat(1).

Hal | 3


jelas didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan namun belum mengatur secara jelas mengenai konsep transparansi dalam perizinan usaha perkebunan. Terkait dengan hal tersebut, keterbukaan informasi merupakan elemen penting dalam peran serta masyarakat. Masyarakat dapat benar-benar berperan serta apabila memiliki informasi yang lengkap dan aktual mengenai suatu kebijakan/ tindakan pemerintah. Tanpa terpenuhinya kebutuhan informasi itu, peran serta dan partisipasi dari masyarakat sulit untuk direalisasikan. Berbagai norma dan ketentuan mengenai hak masyarakat untuk berperan serta tersebut harus pula diakomodir dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang telah mengatur beberapa bentuk peran serta masyarakat dalam perkebunan yaitu: “(1) pelaku usaha perkebunan melakukan usaha perkebunan dikoordinasikan oleh aparat keamanan dan dapat melibatkan bantuan masyarakat sekitarnya�. Namun bentuk peran serta seperti yang dijamin didalam UUD 1945 dan UU perkebunan, pengaturan tersebut hanya memberikan jaminan hukum bagi masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan usaha perkebunan tetapi tidak memberikan ketentuan yang jelas mengenai bagaimana wujud transparansi dalam tindakan pemerintah terkait dengan usaha perkebunan. Hal inilah yang kemudian menjadikan korelasi antara UndangUndang perkebunan dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.4 Konteks didalam tata kelola pemerintahan yang baik itu juga menuntut adanya transparansi, terlebih lagi bila dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintah yang mempunyai kewajiban untuk menerapkan keterbukaan informasi publik seperti yang tercantum didalam UU Keterbukaan Informasi Publik.

2.

Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep transparansi perizinan usaha perkebunan menurut Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? 2. Bagaimanakah implikasi adanya transparansi perizinan usaha perkebunan dalam terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik?

4

Republik Indonesia, Undang- undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14 Tahun 2008, LN No.61 Tahun 2008, TLN No. 4846, Ps. 4 ayat(1).

Hal | 4


3. Kerangka Konseptual Dalam penulisan skripsi ini menggunakan teori good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), yaitu pengelolaan yang baik dalam sektor publik ,badan usaha maupun kegiatan organisasi masyarakat yang dilakukan atas dasar prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dasar hukum dan prinsip keterbukaan. 5 Dalam penyelenggaraan negara, pemerintah harus bersikap terbuka terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, termasuk juga anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Asas transparansi merupakan salah satu cerminan bagaimana agar tata kelola pemerintahan yang baik dapat benar-benar terwujud karena hal itu berkaitan dengan kewajiban pemerintah dalam menyediakan informasi sebagai hak warga negara karena ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan maka kepada pemerintah diberi kekuasaan. Hal itu menjadikan pemerintah untuk melaksanakan pengaturan, pembangunan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah.6

B. PEMBAHASAN 1. Konsep Transparansi perizinan usaha perkebunan menurut UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Dalam negara kesejahteraan (welfare state verzogingstaat), tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh lembaga legislatif. Dari sisi perspektif welfare state, pemerintah diberikan kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan umum (bestuurszorg) atau mengupayakan kesejahteraan sosial yang dalam menyelenggarakan kewajiban itu pemerintah diberi kewenangan untuk campur tangan (staatsbemoeinis) dalam kehidupan masyarakat dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum.7 Dalam konteks bahasan ini yang menfokuskan kepada tindakan pemerintah berupa perizinan terutama dalam usaha perkebunan. Undang5

Bintoro Tjokroamidjojo,Good Governance(Paradigma Baru Manajemen Pembangunan, Jakarta,2001, hlm.21. 6 Ibid.,hlm.,33. 7 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada, 2006,hlm.133.

Hal | 5


Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan tidak mengatur secara rinci mengenai perizinan usaha perkebunan, namun pada pasal 17 ayat(1) 8 menyebutkan bahwa: “Setiap pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengelolaan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan�. Baik ditingkat Undang-Undang tentang Perkebunan maupun ditingkat Peraturan Menteri Pertanian ini sama-sama tidak mengatur mengenai konsep transparansi dalam perizinan usaha perkebunan. Konsep transparansi dapat kita cermati di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat UU KIP). Pada prinsipnya, UndangUndang Perkebunan dan UU KIP ini mengatur dua hal yang berbeda. Disatu sisi Undang-Undang Perkebunan ditujukan untuk pelaksanaan usaha perkebunan dan disisi lain UU KIP itu bertujuan untuk melindungi hak warga negara dalam hal kebutuhan arus informasi. Namun demikian, kedua UU ini memiliki sasaran yang sama yaitu, sama-sama mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negara. Apabila kita telaah, di dalam UU perkebunan itu juga menganut asas keterbukaan yaitu tecermin pada Pasal 2 yang menyebutkan bahwa:“Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, keterbukaan serta keadilan�. Namun prinsip keterbukaan yang tercantum pada pasal asas ,tujuan dan fungsi ini baru sampai pada tahap asas. Seperti halnya pada undang-undang perkebunan yang tidak menjelaskan secara eksplisit bagaimana transparansi dalam perizinan usaha perkebunan. Namun dapat kita telaah dari asas keterbukaan yang tercantum pada asas dan tujuan. Sehingga konsep transparansi itu dapat diterapkan juga ke dalam perizinan usaha perkebunan. Transparansi diperlukan didalam perizinan usaha perkebunan mengingat perizinan itu merupakan salah satu instrumen pemerintah 9 yang pada prinsipnya mengatur pada aspek hubungan antara pemerintah dengan warga negara. Seperti yang kita ketahui negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights).

8

Republik Indonesia, Undang- undang Perkebunan, UU No. 18 Tahun 2004, LN No.85 Tahun 2004, TLN No. 4411, Ps. 17ayat(1). 9 Instrumen pemerintah yang dimakusd dalam hal ini adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seperti peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan,peraturan kebijaksanaan, perizinan,instrumen hukum keperdataan dan sebagainya.

Hal | 6


Usaha perkebunan yang akhir-akhir ini menjadi sorotan penting mengingat kapasitasnya sebagai komoditas utama dalam menopang pembangunan perekonomian nasional. Namun pada kenyataannya, masih timbul keresahan masyarakat kepada sikap tindak pemerintah dalam hal perizinan usaha perkebunan ini. Realitas yang timbul di masyarakat yaitu dimana salah satu pengusaha Siti Hartati Cakra Murdaya Poo mengeluhkan berbelitnya sistem perizinan terutama dalam bidang perkebunan didaerah. 10 Menurut Hartati, pemerintah harus membuat suatu sistem perizinan yang ramah dengan pengusaha. Lantaran sistem perizinan di daerah yang dipersulit oleh pemerintah daerah, dirinya sebagai pengusaha merasa dirugikan. Dari keluhan publik ini menunjukkan perlunya prinsip transparansi dalam perizinan usaha perkebunan. Melihat realitas dari masalah perkebunan itu maka penulis tertarik untuk mengembangkan konsep transparansi ke dalam perizinan usaha perkebunan. Dalam aspek perizinan usaha perkebunan, ternyata otonomi daerah belum secara signifikan memperbaiki kualitas pelayanan dalam perizinan usaha perkebunan. Bahkan ada kecenderungan pasca penerapan otonomi daerah jumlah biayanya meningkat. Ironisnya, tingginya biaya perizinan tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Banyak pelaku usaha yang mengeluh karena kekecewaan mereka terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh birokrasi perizinan, seperti, tidak adanya transparansi biaya dan prosedur, prosedur yang berbelit, tingginya biaya yang harus dikeluarkan sampai diksriminasi terhadap golongan tertentu.11 Mencermati uraian-uraian diatas, nampak jelas bahwa eksistensi UU perkebunan belum mampu melindungi hak informasi bagi masyarakat. Masih dibutuhkan Undang-Undang lain untuk menunjang terwujudnya transparansi dan keterbukaan di dalam penyelenggaraan negara. Maka memerlukan pengadopsian dari Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik guna menjamin hak warga negara dalam hal kebutuhan arus informasi. Hal inilah yang menjadikan alasan penting untuk mengkorelasikan antara UU Perkebunan dengan UU KIP sehingga konsep transparansi perizinan dalam usaha perkebunan dapat diterapkan secara baik.

10

Fiddy Anggirawan, �Hartati Curhat Selalu Ditekan Bupati Buol�, http://news.okezone.com/read/2012/12/17/339/733313/hartati-curhat-selalu-ditekan-bupati-buol, diakses tanggal 21 mei 2013 pukul 14.00 wib. 11

Adrian Sutedi, Op.Cit.,hlm.49.

Hal | 7


2. Implikasi adanya Transparansi dalam Perizinan Usaha Perkebunan dalam Terciptanya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Implikasi adanya transparansi secara umum dapat dilihat berdasarkan beberapa perpektif, Pertama dari sisi kelembagaan birokrasi tentu akan mengalami perubahan sejalan dengan proses penerapan transparansi itu. Bagaimana lembaga/ institusi itu dapat menyalurkan informasi kepada publik secara baik, maka lembaga/ institusi tersebut haruslah dibangun melalui sistemsistem tertentu yang mendukung tercapainya keterbukaan dalam setiap tindakan pemerintah. Maka dengan sendirinya akan berdampak langsung terhadap pengawasan birokrasi karena tingkat kepedulian masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah cukup tinggi. Masyarakat diberdayakan sehingga sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Kedua, apabila kita cermati dari sisi kultur atau budaya dari sumber daya aparaturnya sudah pasti mengalami perubahan karena ketika mereka dituntut perlu adanya transparansi itu, maka akan berpengaruh kepada cara kerja aparatur itu sendiri, karena tuntutan atas keterbukaan itu harus dijalankan dalam rangka pemberian layanan kepada publik yang mana hal ini akan terus diawasi oleh masyarakat sebagai pihak yang dilayani. Aparatur pemerintah sebagai penyelenggara negara sekarang ini dan akan datang semakin dihadapkan kepada kompleksitas global. Peranannya harus mampu mengantisipasi dan mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi ini sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu kebijakan, serta sebagai pelaksana terdepan dari segala peraturan perundang-undangan.12 Ketiga, mengenai substansi pengaturan dan pelaksanaan kegiatan akan jauh lebih baik karena dengan adanya transparansi itu akan mendorong substansi dari pengaturan untuk menganut prinsip keterbukaan dan mengubah sistematis pengaturan menjadi lebih terbuka dalam kerangka negara hukum. Peraturan-peraturan dari tingkat pusat hingga daerah harus dapat menunjang terjadinya keterbukaan itu, yaitu dengan menempatkan asas dan tujuan berdasarkan prinsip transparansi, karena untuk dapat mewujudkan keterbukaan itu maka diperlukan aturan khusus mengenai perizinan usaha perkebunan yang menghendaki tercapainya transparansi didalam pengelolaan usaha perkebunan. Implikasi lain dari prinsip transparansi dalam perizinan usaha perkebunan ini terdiri dari dua aspek, yaitu, Pertama akan mendorong adanya 12

Ibid.,hlm.,46.

Hal | 8


keterbukaan (openess) sebagai kewajiban pemerintah untuk bersikap terbuka kepada publik yang hal ini juga merupakan hak konstitusional dari warga yang dilindungi didalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang berkonsekuensi logis yaitu apabila keterbukaan itu tidak dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat tidak dapat memperoleh informasi yang cukup, maka UU KIP itu dapat menjadi dasar gugatan bagi masyarakat untuk menuntut haknya. Kedua, implikasi yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan dalam hal ini sasarannya adalah bagi warga masyarakat yang berhubungan dan berkepentingan dengan pengurusan perizinan itu sendiri. Aspek pelayanan ini bersifar konkrit dan individual yaitu dengan adanya transparansi dalam perizinan usaha perkebunan maka akan mendorong pelayanan publik yang lebih baik lagi. Dalam konteks ini menawarkan konsep transparansi terhadap tindakan pemerintah yang dibatasi pada aspek perizinannya dalam pelayanan publik, artinya pemerintah harus berbenah diri untuk menjadikan pelaksanaan kewenangannya yang nantinya berimplikasi pada terciptanya transparansi dalam perizinan usaha perkebunan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa konsep transparansi itu sebagai instrumen pemerintah yang merupakan syarat terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik, ketika kita berbicara pada aspek dimana transparansi itu kelak dapat diterapkan dalam perizinan usaha perkebunan maka tentu akan terjadi perubahan dalam birokrasi pelayanan publik yaitu dengan adanya transparansi itu akan memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi melalui berbagai media yang kemudian juga akan berimplikasi kepada keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintah terutama apabila diukur dari prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang merupakan konsekuensi dari negara hukum demokratis. Dalam hal tindakan pemerintah selain berbicara mengenai transparansi sebagai syarat utama dalam penyelenggaran pemerintah yang baik, yaitu dengan adanya transparansi akan dapat mendorong terciptanya partisipasi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Artinya ketika tindakan pemerintah itu tidak dilakukan secara tranparan, maka akan berkonsekuensi logis terhadap lemahnya partisipasi, maka ini berhubungan dengan lemahnya demokrasi dan dengan tidak adanya partisipasi dan transparansi akan berakibat pada lemahnya akuntabel dari aspek perkebunan itu sendiri, padahal hal ini merupakan tuntutan zaman dalam tata kelola pemerintahan yang baik untuk diwujudkan. Perhatian terhadap pentingnya partisipasi dalam konteks ini yaitu perizinan usaha perkebunan akan menjadi salah satu kunci untuk memadatkan nilai-nilai Hal | 9


kebijakan yang berorientasi pada kepentingan publik. Untuk itu masyarakat sebagai elemen terbesar dalam suatu tatanan kehidupan sosial diharapkan dapat ikut serta dalam proses penentuan arah kebijakaan dalam hal perizinan usaha perkebunan. Dapat disimpulkan bahwa jaminan hak atas kebebasan memperoleh informasi publik dapat dijadikan salah satu tolak ukur dianutnya prinsip Good Governance, khususnya unsur transparansi dan keterbukaan dalam perizinan usaha perkebunan. Jaminan hak atas kebebasan memperoleh informasi di dalam konteks Good Governance memiliki dampak tidak saja pada pemenuhan unsur transparansi, keterbukaan dan pelayanan prima, melainkan juga berdampak pada akuntabilitas pemerintahan. Sebab, masyarakat memiliki instrumen untuk menilai akuntabilitas bila hak tas informasi tidak terpenuhi, disinilah masyarakat dapat menggunakan UU KIP sebagai dasar gugatan apabila dirasa oleh masyarakat bahwa pemerintah di dalam melayani publik. Dengan demikian, jaminan hukum terhadap hak atas kebebasan memperoleh informasi publik menjadi tuntutan tak terelakkan sebagai implikasi dianutnya prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.13

C. PENUTUP Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan,yaitu: 1. Konsep transparansi dalam perizinan usaha perkebunan menurut UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yaitu konsep transparansi yang merupakan prasyarat dalam tata kelola pemerintahan yang baik yang dikaitkan dengan perizinan usaha perkebunan sebagai salah satu instrumen tindakan pemerintah, yang pada hakekatnya di dalam Undang-Undang Perkebunan juga menghendaki adanya keterbukaan di dalam pengelolaan perkebunan, hal ini tecermin dalam asas dan tujuan yang tercantum di dalam UU perkebunan. UU Perkebunan dan UU KIP memang mengatur dua hal yang berbeda, namun dapat dikorelasikan karena di satu sisi UU perkebunan berkaitan dengan tindakan pemerintah yang dalam hal membatasi pada perizinan usaha perkebunan yang membutuhkan adanya transparansi terutama dalam hal kebutuhan informasi, disisi lain UU KIP melindungi hak konstitusional warga negara yang menjamin 13

Ibid.,hlm.,45.

Hal | 10


ketersediaan informasi bagi publik. Melihat aspek tersebut, maka susbtansi dan kriteria didalam UU KIP juga harus bisa diterapkan didalam perizinan usaha perkebunan.Transparansi sangat dibutuhkan karena akan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai karena informasi merupakan suatu kebutuhan penting masyarakat untuk dapat berpartisipasi. 2. Implikasi adanya tranparansi dalam perizinan usaha perkebunan paling tidak berdampak pada tiga hal, yaitu adanya Pertama, pengawasan birokrasi yang dilakukan oleh masyarakat karena dengan adanya transparansi membuat masyarakat merasa terlibat didalamnya. Kedua, meningkatkan partisipasi publik dimana warga masyarakat semakin paham akan hak dan kewajiban mereka dalam pengelolaan usaha perkebunan. Ketiga, perubahan sumber daya pelayanan publik yang akan semakin baik dengan berpatokan pada standar-standar pelayanan publik. Selain itu, implikasi adanya transparansi dalam perizinan usaha perkebunan dalam terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik yaitu apabila perizinan usaha perkebunan itu dapat dilakukan secara transparan, maka akan mampu mendorong terciptanya partisipasi oleh masyarakat dan akuntabilitas oleh pemerintah yang hal itu merupakan aspek-aspek untuk terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. dengan adanya transparansi dalam perizinan usaha perkebunan.

Hal | 11


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.